UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EKSTRAKSI DAN EVALUASI GELATIN DARI KULIT SAPI YANG TELAH MENGALAMI PROSES BUANG BULU MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM
SKRIPSI
HANA YOULANDA NIM: 1112102000033
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA AGUSTUS 2016
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EKSTRAKSI DAN EVALUASI GELATIN DARI KULIT SAPI YANG TELAH MENGALAMI PROSES BUANG BULU MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
HANA YOULANDA NIM: 1112102000033
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA AGUSTUS 2016
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Hana Youlanda : Farmasi : Ekstraksi dan Evaluasi Gelatin dari Kulit Sapi yang telah Mengalami Proses Buang Bulu Menggunakan Hidrolisis Asam
Gelatin digunakan secara luas di bidang industri makanan, farmasi, kosmetik dan fotografi. Permintaan gelatin di Indonesia semakin meningkat, namun belum ada industri di Indonesia yang memproduksi gelatin secara komersial. Hingga kini Indonesia masih harus mengimpor gelatin dari berbagai negara untuk memenuhi kebutuhan gelatin. Indonesia memiliki potensi bahan baku untuk menghasilkan gelatin, misalnya kulit sapi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan ekstraksi dan karakterisasi gelatin kulit sapi yang telah mengalami proses buang bulu secara perendaman dengan air panas. Gelatin kulit sapi dihidrolisis dengan asam asetat 0,2 M selama 48 jam dan diekstraksi dengan air panas pada suhu 60°-70°C selama 9 jam. Nilai rendemen yang dihasilkan yaitu 4,475 ± 1,120%. Gelatin yang dihasilkan dikarakterisasi dan dibandingkan dengan gelatin komersial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gelatin kulit sapi memiliki warna kekuningan, transparan dan bau sedikit amis, pH 5,559 ± 0,034 (P >0,05), viskositas 60 cP, tinggi busa 176,667 ± 3,055 (P <0,05), stabilitas busa setelah 10 menit 169,333±2,309 (P <0,05), stabilitas busa setelah 30 menit 160 (P <0,05), stabilitas busa setelah 60 menit 153,333 ± 4,619 (P <0,05), indeks aktivitas emulsi 426,720±131,002 (P >0,05), indeks stabilitas emulsi 21,336 ± 4,053 (P <0,05), kandungan hidroksiprolin 4,345 ± 0,414 mg (P >0,05), kejernihan 50,622 ± 1,256 (P >0,05), kadar air 4,3043%, kadar abu 0,3637%, daya serap air 1,132 ± 0,557 ml/g (P >0,05) dan daya serap lemak 1,132 ± 0,463 ml/g (P >0,05). Kata kunci : ekstraksi dan karakterisasi, gelatin, kulit sapi
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Major Title
: Hana Youlanda : Pharmacy : Extraction and Evaluation of Gelatin from Bovine Skin Unhaired with Acid Hydrolysis
Gelatin is widely used in food, pharmacy, cosmetic and photography industries. The requirement of gelatin in Indonesia is increasing, but there is no industry in Indonesia which produces gelatin commercially. Until now, Indonesia still has to import gelatine from various countries to meet gelatin requirements. Indonesia has the potential of raw materials to produce gelatin, for example from bovine skin. The aims of this study were to extraction and characterization of gelatin from bovine skin unhaired in hot water. Bovine skin gelatin can be hydrolysed using acetic acid 0,2 M for 48 hours and extracted with hot water at a temperature 60°70°C for 9 hours. The extraction yield for bovine skin gelatin is 4,475 ± 1,120%. Gelatin produced were characterized and compared with a commercial gelatin. The results showed that bovine skin gelatin has yellow colour, transparent and a little bovine odor, pH 5,559 ± 0,034 (P >0,05), viscosity 60 cP, foaming expansion 176,667 ± 3,055 (P<0,05), foam stability after 10 minutes 169,333 ±2,309 (P <0,05), foam stability after 30 minutes 160 (P <0,05), foam stability after 60 minutes 153,333 ± 4,619 (P <0,05), emusion activity index 426,720 ±131,002 (P >0,05), emulsion stability index 21,336 ± 4,053 (P <0,05), hydroxyproline 4,345 ± 0,414 mg (P >0,05), clarity 50,622 ± 1,256 (P >0,05), moisture content 4,3043%, ash content 0,3637%, water binding capacity 1,132 ±0,557 ml/g (P >0,05) and fat binding capacity 1,132 ± 0,463 ml/g (P >0,05). Keywords : extraction and characterization, bovine skin, gelatin
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan serta segala anugerah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammdad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. Skripsi ini berjudul Ekstraksi dan Evaluasi Gelatin dari Kulit Sapi yang telah Mengalami Proses Buang Bulu Menggunakan Hidrolisis Asam yang telah diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya atas ilmu pengetahuan, bimbingan, pengarahan, bantuan materi, semangat dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada: 1. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt selaku Pembimbing I dan ibu Ismiarni Komala, PhD, Apt selaku Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, pikiran, dukungan, kepercayaan, serta kesabaran dalam membimbing selama proses penelitian sampai penulisan skripsi, sehingga penulis dapat menjadi lebih baik. 2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu/Bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kedua orang tua, ibunda tercinta Zanti Ubaya, ayahanda tercinta Kusladi, adik-adik tersayang Tareq Albar, Dhia Silmi Atiyah, Dzakiyya Fathiaturrahma, serta Andi Al Qastolani atas segala cinta dan kasih sayang, doa yang selalu dicurahkan untuk penulis, semangat, dukungan moral, material serta nasehat sehingga penulis dapat kuat dalam menyelesaikan studi di Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Sahabat surga dan Tulip Lover (Umi, Afra, Echa, Elsa, Uyuy, Pite, Ani, Fafa, Yuli, Ratnika, lilis, ehong), Keluarga besar Kas_3G, Sahabat IAIC 5th yang telah menjadi teman penyemangat dan menjadi teman terbaik penulis. 7. Partner “Hidroksiprolin” Sani, Remawati (partner sejati dari pertama kali masuk kuliah, roommate sejati dari semester pertama sampai akhir, partner seperjuangan PKL, skripsi) atas masukan, bantuan, kesabaran dan semangat selama masa penelitian hingga penyusunan skripsi. 8. Teman-teman farmasi khususnya Farmasi Angkatan 2012 kelas BD yang telah memberikan sebuah persahabatan, kekeluargaan dan persaudaraan selama ini. 9. Dan kepada semua pihak yang banyak membantu penulis dalam penelitian dan penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................... iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv ABSTRAK ..............................................................................................................v ABSTRACT .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ vii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................x DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ......................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................3 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................3 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................4 2.1 Gelatin ...................................................................................................4 2.1.1 Definisi Gelatin ...........................................................................4 2.1.2 Komposisi Kimia Gelatin ............................................................5 2.1.3 Sifat Fisika Kimia Gelatin ...........................................................7 2.1.3.1 pH ....................................................................................8 2.1.3.2 Viskositas ........................................................................9 2.1.3.3 Sifat Busa ........................................................................9 2.1.3.4 Sifat Emulsifikasi ..........................................................10 2.1.3.5 Kejernihan .....................................................................11 2.1.3.6 Kadar Air .......................................................................11 2.1.3.7 Kadar Abu .....................................................................11 2.1.3.8 Kemampuan Mengikat Air dan Lemak ........................12 2.1.4 Aplikasi Penggunaan Gelatin ....................................................12 2.2 Protein .................................................................................................13 2.3 Asam Amino .......................................................................................15 2.4 Kolagen ...............................................................................................18 2.5 Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel ...........................................19 2.5.1 Teori Spektrofotometri ..............................................................19 2.5.2 Sampel Spektrofotometri UV-Vis .............................................20 2.5.3 Komponen Spektrofotometri UV-Vis .......................................21 2.5.4 Analisis Kualitatif .....................................................................22 2.5.5 Analisis Kuantitatif ...................................................................22 xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................25 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...............................................................25 3.2 Alat dan Bahan ....................................................................................25 3.2.1 Alat ............................................................................................25 3.2.2 Bahan .........................................................................................25 3.3 Tahapan Penelitian ..............................................................................25 3.3.1 Penyiapan Sampel .....................................................................25 3.3.2 Ekstraksi dan Pembuatan Lembaran Gelatin ............................26 3.3.3 Karakterisasi Sifat Fisikokimia Gelatin ....................................26 3.3.3.1 Nilai Rendemen ............................................................26 3.3.3.2 pH .................................................................................27 3.3.3.3 Viskositas ......................................................................27 3.3.3.4 Sifat Busa ......................................................................27 3.3.3.5 Sifat Emulsifikasi ..........................................................28 3.3.3.6 Hidroksiprolin ...............................................................28 3.3.3.7 Kejernihan .....................................................................29 3.3.3.8 Kadar Air ......................................................................29 3.3.3.9 Kadar Abu .....................................................................30 3.3.3.10 Daya Serap Air ...........................................................30 3.3.3.11 Daya Serap Lemak ......................................................30 3.3.4 Analisis Statistik.........................................................................31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................32 4.1 Pembuatan Lembaran Gelatin Kulit Sapi .............................................32 4.1.1 Rendemen ...................................................................................34 4.2 Karakterisasi Gelatin Kulit Sapi ...........................................................35 4.2.1 Organoleptik ...............................................................................35 4.2.2 pH ...............................................................................................36 4.2.3 Viskositas ...................................................................................36 4.2.4 Sifat Busa ...................................................................................38 4.2.5 Sifat Emulsifikasi .......................................................................39 4.2.6 Hidroksiprolin ............................................................................40 4.2.7 Kejernihan ..................................................................................41 4.2.8 Kadar Air ....................................................................................41 4.2.9 Kadar Abu ..................................................................................42 4.2.10 Daya Serap Air .........................................................................42 4.2.11 Daya Serap Lemak ...................................................................43 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................44 5.1 Kesimpulan...........................................................................................44 5.2 Saran .....................................................................................................44 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................45
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6
Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9
Halaman Komposisi asam amino gelatin kulit sapi dan kulit babi .............. 6 Komposisi asam amino gelatin tipe A dan gelatin tipe B dari sumber kulit babi, kulit sapi dan tulang ....................................... 7 Sifat gelatin berdasarkan tipenya ................................................. 8 Contoh-contoh senyawa kromofor ............................................... 20 Sifat busa gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial ............... 38 Nilai indeks aktivitas emulsi (IAE) dan indeks stabilitas emulsi (ISE) gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial pada konsentrasi 1% ............................................................................. 39 Nilai kejernihan gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial ..... 41 Hasil daya serap air gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial . 42 Hasil daya serap lemak gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial ...................................................................................... 43
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Serbuk gelatin ............................................................................... Gambar 2 Struktur kimia gelatin ................................................................... Gambar 3 Proses yang dapat terjadi pada emulsi .......................................... Gambar 4 Tingkat struktur protein ................................................................ Gambar 5 Struktur umum asam amino ......................................................... Gambar 6 Reaksi asam amino ketika larut dalam air ..................................... Gambar 7 Struktur asam amino dalam bentuk zwitterion .............................. Gambar 8 Struktur asam amino dalam bentuk basa ....................................... Gambar 9 Struktur asam amino dalam bentuk asam ...................................... Gambar 10 Struktur tropokolagen .................................................................... Gambar 11 Komponen spektrofotometer UV-Vis .......................................... Gambar 12 Perubahan rantai helik-gulungan pada kolagen ............................ Gambar 13 Reaksi pemutusan ikatan hidrogen tropokolagen.......................... Gambar 14 Lembaran gelatin .......................................................................... Gambar 15 Grafik perbandingan nilai viskositas gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial pada kecepatan 10 rpm .............................
5 5 10 15 16 16 17 17 17 19 22 33 34 35 37
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 Lampiran 10 Lampiran 11 Lampiran 12 Lampiran 13 Lampiran 14 Lampiran 15 Lampiran 16 Lampiran 17 Lampiran 18 Lampiran 19 Lampiran 20 Lampiran 21 Lampiran 22 Lampiran 23 Lampiran 24 Lampiran 25 Lampiran 26 Lampiran 27 Lampiran 28 Lampiran 29
Kerangka penelitian ................................................................. Perhitungan rendemen gelatin kulit sapi ................................. Nilai pH gelatin kulit sapi ........................................................ Nilai pH gelatin sapi komersial ............................................... Analisis statistik nilai pH gelatin menggunakan SPSS ........... Nilai viskositas gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial .. Data dan perhitungan tinggi dan stabilitas busa gelatin kulit sapi ........................................................................................... Data dan perhitungan tinggi dan stabilitas busa gelatin sapi komersial ................................................................................. Analisis statistik uji sifat busa gelatin menggunakan SPSS .... Data dan perhitungan indeks aktivitas emulsi dan indeks stabilitas emulsi gelatin kulit sapi ............................................ Data dan perhitungan indeks aktivitas emulsi dan indeks stabilitas emulsi gelatin sapi komersial ................................... Analisis statistik indeks aktivitas emulsi dan indeks Stabilitas emulsi gelatin menggunakan SPSS ......................................... Kurva panjang gelombang maksimum hidroksiprolin ............ Kurva kalibrasi hidroksiprolin ................................................. Perhitungan kandungan hidroksiprolin gelatin kulit sapi ........ Perhitungan kandungan hidroksiprolin gelatin sapi komersial Analisis statistik konsentrasi hidroksiprolin menggunakan SPSS ........................................................................................ Hasil kejernihan gelatin kulit sapi ........................................... Hasil kejernihan gelatin sapi komersial ................................... Analisis statistik kejernihan gelatin menggunakan SPSS ....... Perhitungan kadar air gelatin kulit sapi ................................... Perhitungan kadar abu gelatin kulit sapi ................................. Hasil daya serap air gelatin kulit sapi ...................................... Hasil daya serap air gelatin sapi komersial ............................. Analisis statistik daya serap air gelatin menggunakan SPSS .. Hasil daya serap lemak gelatin kulit sapi ................................ Hasil daya serap lemak gelatin sapi komersial ........................ Analisis statistik daya serap lemak gelatin menggunakan SPSS ........................................................................................ Rumus-rumus ..........................................................................
51 52 52 52 53 53 54 55 55 56 56 56 57 57 58 58 58 59 59 59 60 60 60 61 61 61 61 62 62
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Gelatin merupakan campuran heterogen suatu polipeptida yang diperoleh dengan cara hidrolisis kolagen dari jaringan ikat hewan (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012). Gelatin memiliki sifat yang unik sehingga banyak digunakan dalam industri makanan dan farmasi. Dalam industri makanan, gelatin bisa ditemukan dalam produk seperti jelly, marshmallow, gummy bear, yogurt, margarin ataupun es krim (Schrieber dan Gareis, 2007). Dalam industri farmasi, gelatin bisa digunakan dalam proses pembuatan produk kosmetik, pembuatan kapsul keras dan lunak, serta produk farmasi lainnya. Selain itu, gelatin juga dapat digunakan pada bidang fotografi (Nhari et al., 2012). Seiring dengan perkembangan trend pola konsumsi masyarakat, permintaan gelatin di Indonesia semakin meningkat, namun belum banyak direspon oleh industri dalam negeri untuk memproduksinya sendiri secara komersial. Hingga kini, Indonesia masih harus mengimpor gelatin dari berbagai negara seperti Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina, Argentina dan Australia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014, impor serbuk gelatin dalam satu tahunnya mencapai 255.822 kg dengan nilai US$ 2.059.329. Dalam proses pembuatan gelatin, sumber bahan baku yang digunakan yaitu kulit babi 44%, kulit sapi 28%, tulang 27%, dan sumber lainnya 1% (Ahmad dan Benjakul, 2010). Menurut data dari Badan Pusat Statistik tahun 2015 jumlah populasi sapi potong di Indonesia yaitu sebanyak 15.494.288 ekor. Berdasarkan data tersebut, potensi sapi potong yang dimiliki Indonesia cukup besar dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan gelatin. Di pasar tradisional maupun supermarket yang ada di Indonesia, bagian sapi yang dijual yaitu daging, tulang, kulit serta bagian lainnya. Kulit sapi yang dijual di pasaran berupa kulit yang masih ada bulu dan yang sudah dibuang bulu oleh pedagang 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
melalui proses perebusan menggunakan air panas. Belum ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang pembuatan dan karakterisasi gelatin kulit sapi yang telah mengalami proses buang bulu secara perebusan. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi dan karakterisasi gelatin kulit sapi yang telah mengalami proses buang bulu secara perebusan. Teknik isolasi gelatin meliputi variasi asam dan variasi basa. Larutan asam yang sering digunakan dalam proses isolasi gelatin yaitu asam organik dan asam anorganik. Larutan asam organik yang dapat digunakan yaitu asam asetat, asam sitrat, asam fumarat, asam askorbat, asam malat, asam suksinat dan asam tartarat. Sedangkan larutan asam anorganik yang dapat digunakan yaitu asam klorida, asam perklorat, asam fosfat dan asam sulfat. Isolasi dengan menggunakan pelarut basa yang umum digunakan yaitu natrium karbonat, natrium hidroksida, kalium karbonat dan kalium hidroksida (Choi dan Regenstein, 2000). Pada penelitian sebelumnya (Yang et al., 2008) telah dilaporkan bahwa gelatin kulit ikan patin atau catfish spesies Ictalurus punctatus yang dihidrolisis menggunakan larutan asam menunjukkan gel strength, nanostruktur dan tekstur yang lebih baik dibandingkan menggunakan larutan basa. Menurut Ward dan Court (1977), proses pengolahan larutan asam mampu mengubah serat kolagen triple-helix menjadi rantai tunggal, sedangkan pengolahan larutan basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Pada proses perendaman dengan larutan basa dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen. Sehingga dalam penelitian ini, larutan asam digunakan untuk menghidrolisis kulit sapi yang telah mengalami proses buang bulu secara perebusan dengan air panas untuk menghasilkan gelatin.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
1.2
Rumusan Masalah 1. Bagaimana metode pembuatan gelatin kulit sapi yang telah mengalami proses buang bulu secara perebusan dengan air panas yang ada di pasar tradisional? 2. Apakah
sifat
fisikokimia
gelatin
yang
dihasilkan
memenuhi
persyaratan?
1.3
Tujuan Penelitian 1. Melakukan ekstraksi gelatin kulit sapi yang telah mengalami proses buang bulu secara perebusan dengan air panas yang ada di pasar tradisional. 2. Menguji sifat fisikokimia gelatin kulit sapi yang mengalami proses buang bulu dengan cara perebusan yang beredar di pasar tradisional sudah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi metode ekstraksi dan karakterisasi gelatin yang diperoleh dari sumber atau bahan baku yang belum digunakan secara optimal dalam industri farmasi.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gelatin
2.1.1
Definisi Gelatin Gelatin merupakan campuran heterogen polipeptida yang diperoleh
dengan cara hidrolisis secara parsial dari kolagen yang diekstrak dari jaringan ikat dan tulang hewan (Zhang et al., 2009). Gelatin merupakan istilah umum untuk campuran fraksi protein murni yang dihasilkan baik dengan hidrolisis parsial asam (gelatin tipe A) atau dengan hidrolisis parsial basa (gelatin tipe B) dari kolagen hewan yang diperoleh dari sapi dan tulang babi, kulit sapi (hide), kulit babi, dan kulit ikan (Rowe et al., 2009). Tipe gelatin yang berbeda mempunyai sifat suhu dan reologi yang berbeda misalnya titik leleh, suhu menjadi gel dan kekuatan mengembang (Ahmad dan Benjakul, 2010). Istilah gelatin mulai populer kira-kira tahun 1700 dan berasal dari bahasa Latin yaitu “gelatus” yang berarti kuat atau kokoh. Secara fisik gelatin berbentuk padat, kering, tidak berasa, dan transparan. Ada tiga sifat yang paling menonjol pada gelatin yaitu kemampuan untuk membentuk gel atau viskositas, kekenyalan dan kekuatan lapisan yang tinggi. Gelatin merupakan sebuah polimer tinggi alami yang memiliki berat melekular (untuk gelatin komersial) dari 20.000 sampai 70.000. Gelatin dipersiapkan dari bahan yang mengandung kolagen (termasuk kulit, tulang dan tendon) dengan cara pemecahan hidrolis melalui pendidihan dengan air atau dengan menggunakan uap. Dalam hal ini, gelatin yang dibutuhkan untuk sebuah produk harus murni dan tanpa bau dan berbentuk setengah padat seperti agar-agar dalam larutan berair. (Perwitasari, 2008).
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
Gambar 1. Serbuk gelatin (Sumber : Schrieber dan Gareis, 2007)
2.1.2
Komposisi Kimia Gelatin Gelatin kaya akan asam amino glisin (Gly) yaitu hampir sepertiga dari
total asam amino, yang diikuti dengan prolin (Pro) dan 4-hidroksiprolin (4Hyd). Struktur gelatin pada umumnya yaitu: -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyd-Gly-Pro-. Kandungan 4-hidroksiprolin dapat berpengaruh terhadap kekuatan gel gelatin, yaitu semakin tinggi kandungan asam amino 4-hidroksiprolin maka kekuatan gel gelatin akan lebih baik (Jaswir, 2007).
Gambar 2. Struktur kimia gelatin (Sumber : Tazwir et al., 2007)
Meskipun diturunkan dari protein hewani, gelatin tergolong sebagai protein dengan nilai biologis yang rendah dan sering juga dianggap protein yang tidak lengkap. Hal ini disebabkan karena tidak adanya asam amino triptophan (Trp) yang merupakan asam amino essensial, serta rendahnya kandungan sistein (Cys) dan tirosin (Tyr) (Jaswir, 2007). Protein yang terkandung dalam gelatin yaitu sekitar 85% sampai 92% (Schrieber dan Gareis, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
Tabel 1. Komposisi asam amino gelatin kulit sapi dan kulit babi (Sumber : Hafidz et al., 2011)
Asam amino Non polar hidrofobik Alanin Valin Leusin Isoleusin Fenilalanin Metionin Prolin Total Polar tidak berbuatan Glisin Serin Threonin Tirosin Total Asam polar Asam aspartat Asam glutamat Total Basa polar Lisin Arginin Histidin Total
Gelatin kulit sapi (residu per 1000 total residu asam amino)
Gelatin kulit babi (residu per 1000 total residu asam amino)
33 10 12 7 10 4 63 139
80 26 29 12 27 10 151 335
108 15 10 2 135
239 35 26 7 307
17 34 51
41 83 124
11 47 Tidak terdeteksi 58
27 111 Tidak terdeteksi 138
Komposisi asam amino dapat mempengaruhi sifat fisika dan kimia gelatin. Analisis asam amino gelatin menunjukkan bahwa struktur molekul gelatin memiliki perbedaan yang terlihat pada kandungan asam amino (Hafidz et al., 2011). Komposisi asam amino kulit sapi dan babi memiliki kandungan glisin, prolin dan arginin dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan asam amino lainnya. Pada kulit sapi, jumlah asam amino glisin, prolin dan arginin yang terkandung lebih rendah dibandingkan dengan kulit babi. Kedua gelatin memiliki jumlah tirosin yang rendah dan histidin tidak terdeteksi pada keduanya (Hafidz et
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
al., 2011). Gelatin juga mengandung 50,5% karbon, 6,8% hidrogen, 17% nitrogen dan 25,2% oksigen (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012).
Tabel 2. Komposisi asam amino gelatin tipe A dan tipe B dari sumber kulit babi, kulit sapi dan tulang (Sumber : Gelatin Manufactures Institute of America, 2012)
Asam amino Alanine Arginine Asam aspartate Sistin Asam glutamate Glisin Histidin Hidroksilisin Hidroksiprolin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Prolin Serin Treonin Tirosin Valin 2.1.3
Tipe A (kulit babi) 8,6 – 10,7 8,3 – 9,1 6,2 – 6,7 0,1 11,3 – 11,7 26,4 – 30,5 0,9 – 1,0 1,0 13,5 1,4 3,1 – 3,3 4,1 – 5,2 0,8 – 0,9 2,1 – 2,6 16,2 – 18,0 2,9 – 4,1 2,2 0,4 – 0,9 2,5 – 2,8
Tipe B (kulit sapi) 9,3 – 11,0 8,55 – 8,8 6,6 – 6,9 Sedikit 11,1 – 11,4 26,9 – 27,5 0,74 – 0,8 0,91 – 1,2 14,0 – 14,5 1,7 – 1,8 3,1 – 3,4 4,5 – 4,6 0,8 – 0,9 2,2 – 2,5 14,8 – 16,4 3,2 – 4,2 2,2 0,2 – 1,0 2,6 – 3,4
Tipe B (tulang) 10,1 – 14,2 5,0 – 9,0 4,6 – 6,7 Sedikit 8,5 – 11,6 24,5 – 28,8 0,4 – 0,7 0,7 – 0,9 11,9 – 13,4 1,3 – 1,5 2,8 – 3,5 2,1 – 4,4 0,0 – 0,6 1,3 – 2,5 13,5 – 15,5 3,4 – 3,8 2,0 – 2,4 0,0 – 0,2 2,4 – 3,0
Sifat Fisika Kimia Gelatin Gelatin memiliki warna kuning, seperti kaca (vitreous), berbentuk padat
dan rapuh. Gelatin tidak berbau dan tidak berasa, dan bisa dalam bentuk lembaran translusen atau tembus cahaya, granul, atau dapat dalam bentuk serbuk kasar (Rowe et al., 2009). Kelembaban gelatin yaitu 8-13% dan memiliki berat jenis 1,3-1,4 g/cm3. Gelatin larut dalam larutan alkohol polihidrat seperti gliserol dan propilen glikol. Gelatin juga dapat larut dalam pelarut organik seperti asam asetat, trifluoroetanol dan formamida (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012). Gelatin dapat larut dalam gliserin, asam dan basa walaupun asam kuat dan basa kuat dapat menyebabkan pengendapan (Rowe et al., 2009). Gelatin tidak larut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
dalam pelarut organik yang kurang polar seperti benzena, aseton, alkohol primer dan dimetilformamida (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012). Gelatin memiliki berat molekul yang bervariasi yaitu 20.000 Da sampai 200.000 Da. Gelatin praktis tidak larut dalam aseton, kloroform, etanol (95%), eter dan metanol. Sifat kekuatan gel dan viskositas gelatin secara bertahap dapat berkurang akibat adanya pemanasan yang lama pada suhu di atas 40°C. Selain itu, degradasi gelatin juga dapat disebabkan oleh pH ekstrim dan enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012). Gelatin dapat bereaksi dengan asam dan basa, aldehid, gula aldehid, polimer anionik dan kationik, elektrolit, ion logam, beberapa plasticizer, bahan pengawet dan surfaktan. Gelatin bersifat tidak toksik dan tidak mengiritasi (Singh et al., 2002). Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses alkali (Miskah et al., 2010).
Tabel 3. Sifat Gelatin Berdasarkan Tipenya (Sumber: Gelatin Manufactures Institute of America, 2007)
Sifat Kekuatan gel (Bloom) Viskositas (cP) Kadar abu (%) pH Titik isoelektrik
Tipe A 50-300 15-75 0,3-2 3,8-5,5 7-9
Tipe B 50-300 20-75 0,5-2 5-7,5 4,7-5,4
2.1.3.1 pH pH merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses lebih lanjut dari gelatin. Misalnya, pH sangat berpengaruh terhadap pembentukan busa dan mempengaruhi interaksi gelatin dengan komponen yang ada pada formulasi (Schrieber dan Gareis, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
Pengukuran pH dilakukan untuk menentukan kondisi dan jenis muatan yang terdapat pada gelatin. Gelatin merupakan rantai polipeptida yang terdiri atas berbagai macam asam amino. Asam amino mempunyai sifat zwitter ion atau dipolar karena dalam struktur kimianya mempunyai gugus fungsi negatif (COO-) dan gugus fungsi positif (NH3+). Asam amino juga bersifat amfoter, yaitu dapat bersifat asam, netral atau basa sesuai dengan kondisi lingkungannya (Winarno, 2002).
2.1.3.2 Viskositas Viskositas merupakan kemampuan menahan dari suatu cairan untuk mengalir (Said et al.,2014). Viskositas merupakan parameter yang berhubungan dengan kekuatan gel. Viskositas dapat berbanding lurus dengan kekuatan gel (Ulfah, 2011). Sifat kekuatan gel dan viskositas gelatin secara bertahap dapat berkurang akibat adanya pemanasan yang lama pada suhu di atas 40°C. Selain itu, degradasi gelatin juga dapat disebabkan oleh pH ekstrim dan enzim proteolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012). Viskositas yang tinggi diperlukan dalam stabilitas makanan, produk farmasetik dan emulsi fotografi. Pada industri pembuatan permen, gelatin yang memiliki viskositas yang rendah lebih disukai sehingga dapat menghindari efek “tailing” yang tidak diinginkan (Schrieber dan Gareis. 2007).
2.1.3.3 Sifat Busa Sifat busa merupakan salah satu parameter yang penting untuk gelatin. Ada beberapa produk yang memanfaatkan kemampuan busa dan stabilitas busa misalnya pada pembuatan permen, marshmallows serta pembuatan kapsul atau gel (Schrieber dan Gareis. 2007). Pembentukan busa dapat terjadi karena kekuatan protein dalam mengadsorpsi diantarmuka. Sedangkan stabilitas busa dipengaruhi oleh besarnya interaksi protein-protein dalam matriks film yang mengelilingi gelembung udara. Stabilitas busa juga berhubungan dengan fleksibilitas protein atau struktur peptida (Gimenez et al., 2008). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
2.1.3.4 Sifat Emulsifikasi Emulsi merupakan dispersi dari dua larutan yang tidak dapat bercampur misalnya air dan minyak dimana salah satu larutan terdispersi dalam bentuk droplet dalam larutan lainnya. Sifat emulsi ini penting digunakan dalam bidang farmasetik dan produk makanan, misalnya susu, mayonnaise, dan margarin. Tipe emulsi yang banyak digunakan adalah tipe emulsi air dalam minyak (A/M), yaitu larutan air terdispersi dalam larutan minyak. Rentang ukuran droplet yang terdispersi biasanya antara 0,1 sampai 10 µm. tipe emulsi yang terbentuk dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya surfaktan, volume fraksi minyak dan air, suhu, dan faktor lainnya (Molnes, 2013). Emulsi bersifat tidak stabil secara termodinamika. Creaming dan sedimentasi terjadi ketika densitas droplet yang terdispersi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan dengan mediumnya. Flokulasi dan koalesens terjadi fluktuasi secara konstan dari dispersi droplet.
Creaming
Koalesens/Fase terpisah
Flokulasi/Agregasi
Gambar 3. Proses yang dapat terjadi pada emulsi (Sumber : Molnes, 2013)
Gambar di atas menunjukkan proses yang terjadi pada emulsi. Pada keadaan creaming droplet yang terdispersi berpindah karena adanya gaya gravitasi dan konsentrasi droplet meningkat pada daerah atas ataupun dasar dari wadah. Pada flokulasi atau agregasi, droplet yang terdispersi berkumpul secara bebas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
tanpa kehilangan integritasnya. Kemudian, kedua mekanisme yang terjadi yaitu creaming dan flokulasi atau agregasi akan membentuk koalesens dan membentuk fase yang terpisah (Molnes, 2013).
2.1.3.5 Kejernihan Kejernihan dari suatu larutan gelatin merupakan salah satu sifat yang diinginkan. Tingkat kejernihan yang tinggi dapat dicapai tanpa adanya larutan partikel yang dapat menyebarkan cahaya sehingga dapat menyebabkan kekeruhan dalam suatu larutan. Idealnya, kejernihan suatu larutan gelatin harus sama dengan air destilasi, tetapi hal ini menjadi tidak mungkin dikarenakan berbagai alasan teknis. Sehingga perlu memahami dan mengukur berapa besar penyimpangan yang terjadi dan dapat diukur menggunakan evaluasi turbiditas (Cole, 2012).
2.1.3.6 Kadar Air Kadar air gelatin merupakan salah satu parameter yang penting dan perlu diperhatikan, karena kadar air berhubungan erat dengan waktu simpan gelatin sehingga dapat mempengaruhi mutu dan kualitas suatu bahan (Ulfah, 2011). Selain itu, air yang terkandung dalam bahan juga dapat mempengaruhi tekstur, cita rasa dan penampakan bahan tersebut (Idiawati et al., 2014). Kandungan air gelatin yang dipersyaratkan yaitu 8% sampai 12%. Dikarenakan gelatin dapat menyerap dan mengeluarkan kelembaban, maka penentuan kadar air sangat dibutuhkan. Jika kadar air melebihi 16%, maka gelatin dapat menggumpal dan memungkinkan untuk pertumbuhan mikroba (Schrieber dan Gareis, 2007).
2.1.3.7 Kadar Abu Kadar abu merupakan parameter mutu gelatin yang penting, terutama pada industri makanan (Ulfah, 2011). Kadar abu dalam suatu bahan menunjukkan adanya mineral (Idiawati et al., 2014). Abu adalah zat anorganik yang tidak ikut terbakar dalam dalam proses pembakaran zat organik (Haris, 2008). Kadar abu gelatin bervariasi, tergantung pada bahan baku dan metode yang digunakan dalam menghasilkan gelatin. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Gelatin kulit babi mengandung sedikit klorida dan sulfat. Sedangkan ossein dan kulit sapi mengandung terutama garam kalsium yang berasal dari asam yang digunakan pada proses netralisasi (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012).
2.1.3.8 Daya Serap Air dan Lemak Daya serap air dan lemak merupakan sifat fungsional yang berhubungan dengan tekstur karena adanya interaksi antar komponen seperti air, minyak dan komponen lainnya (Balti et al., 2010). Besarnya daya serap air berhubungan dengan tingginya komponen asam amino hidrofilik dan hidroksiprolin, sedangkan besarnya daya serap lemak berhubungan dengan derajat hidrofobik dan tingginya tirosin yang terkandung (Shyni et al., 2013).
2.1.4
Aplikasi Penggunaan Gelatin Gelatin memiliki sifat yang unik, sehingga gelatin digunakan secara luas
dibidang makanan, farmasetika, kosmetik, obat-obatan dan produk fotografi (Molnes, 2013). Penggunaan gelatin dibidang makanan misalnya digunakan sebagai bahan tambahan yang berfungsi sebagai pembentuk gel, pembentuk busa, pengental, plasticizer, pengemulsi, untuk memperbaiki tekstur dan sebagai bahan pengikat. Berdasarkan fungsi gelatin tersebut, gelatin banyak digunakan dalam produk susu dan roti terutama pada pembuatan es krim, yogurt, keju dan kue. Selain itu, gelatin juga digunakan dalam industri makanan lainnya seperti agaragar, cokelat, marshmallow, permen, permen karet, mentega dan sosis (Sahilah et al., 2012). Pada produk kesehatan, gelatin digunakan dalam pembuatan produk yang mudah dicerna, rendah kalori dan tidak mengandung kolesterol. Pada industri farmasetik, gelatin digunakan dalam pembuatan kapsul lunak, tablet salut gula, tablet dan vitamin enkapsulasi. Pada bidang kosmetik, gelatin digunakan dalam pembuatan krim, lotion, masker wajah dan produk kosmetik lainnya (Sahilah et al., 2012). Pada pembuatan sediaan obat, gelatin dapat digunakan dalam pembuatan larutan, sirup, tablet, tablet salut gula, pasta, suppositoria, inhalant, dental, vaginal, topikal dan injeksi (Singh et al., 2002). Penggunaan gelatin dalam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
bidang farmasi bertujuan untuk melindungi obat-obatan terhadap pengaruh cahaya dan oksigen (Sahilah et al., 2012).
2.2
Protein Protein berasal dari kata protos atau proteos yang artinya pertama atau
utama. Protein merupakan komponen penting atau komponen utama sel hewan ataupun manusia. Dikarenakan sel merupakan pembentuk tubuh manusia, maka protein yang ada dalam makanan dapat berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi, 1994). Protein merupakan molekul organik yang terbanyak di dalam sel. Lebih dari 50% berat kering sel terdiri atas protein. Secara kimia, protein merupakan heteropolimer dari asam-asam amino, yang terikat satu sama lain dengan ikatan peptida (Bagian Biokimia FKUI, 2001). Protein dapat diperoleh dari makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Protein yang berasal dari hewan disebut sebagai protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuhan disebut sebagai protein nabati. Contoh makanan yang mengandung protein yaitu daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan. Protein umumnya mengandung karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 03% dan fosfor 0-3%. Protein memiliki molekul yang besar, bobot molekul protein bervariasi yaitu 5000 hingga jutaan. Selain memiliki berat molekul yang berbedabeda, protein juga memiliki sifat yang berbeda-beda. Ada protein yang mudah larut dalam air dan ada pula yang sukar larut dalam air. Dengan adanya hidrolisis asam oleh enzim, protein akan menghasilkan asam-asam amino. Terdapat 20 jenis asam amino yang ada dalam molekul protein. Asam-asam amino ini terikat antara satu dengan lainnya melalui ikatan peptida (Poedjiadi, 1994). 20 asam amino tersebut memiliki atom karbon pusat (Cα) yang mengikat satu atom hidrogen, gugus amino (NH2) dan gugus karboksil (COOH) (Ngili, 2013). Protein dapat dipengaruhi dengan mudah oleh suhu yang tinggi, pH dan pelarut organik (Poedjiadi, 1994).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
Ada empat tingkatan struktur dasar protein (Gambar 4.), yaitu struktur primer, sekunder, tersier dan kuartener menurut Dr. Yohanis Ngili, M. Si dalam bukunya yang berjudul “Protein dan Enzim” yang akan dibahas sebagai berikut: 1. Struktur primer merupakan urutan asam amino rantai polipeptida suatu protein 2. Struktur sekunder merupakan urutan asam amino rantai polipeptida suatu protein yang membentuk struktur alpha (α) heliks atau untai beta (β) 3. Struktur tersier merupakan suatu struktur yang dibentuk dengan cara mengemas unsur-unsur struktur sekunder ke dalam satu atau beberapa unit globular kompak yang disebut domain 4. Struktur kuartener merupakan protein akhir yang mengandung beberapa rantai polipeptida yang disusun dalam struktur kuartener. Asam amino yang terpisah jauh dalam urutannya dibawa mendekat dalam tiga dimensi untuk membentuk daerah fungsional yaitu sisi aktif.
Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dapat diklasifikasikan sebagai enzim (dehidrogenase, kinase), protein penyimpanan (feritin, mioglobin), protein pengatur (protein pengikat-DNA, hormon peptida), protein struktural (kolagen, proteoglikan), protein pelindung (faktor pembekuan darah, imunoglobin), protein pengangkut (hemoglobin, lipoprotein plasma) dan protein kontraktil/motil (aktin, tubulin) (Murray et al., 2003).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
Struktur Primer
Struktur Sekunder
Struktur Tersier
Struktur kuartener
Gambar 4. Tingkatan struktur protein (Sumber: Drug Development Services, 2009)
2.3
Asam Amino Asam amino merupakan asam karboksilat yang memiliki gugus amino.
Asam amino merupakan komponen penyusun protein dan memiliki gugus –NH2 pada atom karbon α dari posisi gugus –COOH (Poedjiadi, 1994).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Rumus umum untuk asam amino yaitu: Rantai Samping
α Gugus Amino Gugus Karboksil
Gambar 5. Struktur umum asam amino (Sumber: Study.com)
Asam-asam amino yang terdapat dalam protein merupakan asam α-amino, yaitu baik gugus amino maupun gugus karboksil keduanya mengikat atom karbon yang sama yaitu atom karbon α. Atom karbon α merupakan pusat kiral, sehingga asam amino memiliki aktivitas optik (kecuali bila rantai samping asam amino merupakan atom H) (Ngili, 2013). Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti eter, aseton dan kloroform. Sifat asam amino ini berbeda dengan asam karboksilat maupun dengan amina. Asam karboksilat alifatik maupun aromatik yang terdiri dari beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (Poedjiadi, 1994). Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksilat akan melepaskan ion H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+, seperti pada Gambar 6. -COOH ↔ -COO- + H+ -NH2 + H+ ↔ -NH3+ Gambar 6. Reaksi asam amino ketika larut dalam air (Sumber: Poedjiadi, 1994)
Dikarenakan adanya kedua gugus tersebut, asam amino dalam suatu larutan dapat membentuk ion yang memiliki muatan positif dan juga muatan negatif dan biasa disebut zwitterion atau ion amfoter (Gambar 7.) (Poedjiadi, 1994).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Gambar 7. Struktur asam amino dalam bentuk zwitterion (Sumber: Poedjiadi, 1994)
Keadaan tersebut sangat bergantung pada pH larutan. Jika larutan asam amino dalam air ditambah dengan basa, maka asam amino tersebut dalam bentuk basa (Gambar 8.) dikarenakan konsentrasi ion OH- yang tinggi dapat mengikat ion-ion H+ yang ada pada gugus –NH3+.
Gambar 8. Struktur asam amino dalam bentuk basa (Sumber: Poedjiadi, 1994)
Demikian pula sebaliknya, jika larutan asam amino dalam air ditambah dengan asam, maka asam amino tersebut dalam bentuk asam (Gambar 9.) dikarenakan konsentrasi ion H+ yang tinggi dapat berikatan dengan ion –COOsehingga membentuk gugus –COOH (Poedjiadi, 1994).
Gambar 9. Struktur asam amino dalam bentuk asam (Sumber: Poedjiadi, 1994)
Asam amino dapat diklasifikasikan berdasarkan proses pembentukan asam amino dan bedasarkan struktur asam amino. Bila dilihat dari segi proses pembentukan, asam amino dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non-esensial. Asam amino esensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibuat atau disintesis dalam tubuh dan harus diperoleh dari makanan sumber protein. Sedangkan asam amino non-esensial merupakan asam amino yang dapat dibuat dalam tubuh (Poedjiadi, 1994). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Sedangkan pengklasifikasian asam amino berdasarkan struktur yaitu ditinjau terutama dari struktur gugus –R atau rantai samping yang terikat pada bagian inti molekul asam amino. Oleh karena itu, berdasarkan rantai samping yang terikat maka asam amino dapat diklasifikasikan menjadi 7 kelompok, yaitu asam amino dengan rantai samping yang merupakan rantai karbon alifatik, mengandung gugus hidroksil, mengandung atom belerang, mengandung gugus asam atau amida, mengandung gugus basa, mengandung cincin aromatik, dan membentuk ikatan dengan atom N pada gugus amino (Poedjiadi, 1994).
2.4
Kolagen Kolagen merupakan komponen protein utama yang banyak dalam tubuh
hewan. Lebih dari sepertiga protein dalam tubuh merupakan kolagen yang terdapat dalam seluruh organisme bertulang belakang, karena kolagen dapat dijumpai pada ruas-ruas tulang belakang jaringan kulit, urat / otot (tendon), jangat dan ossein serta di seluruh membran dasar pada tulang (Perwitasari, 2008). Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat. Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada invertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Bailey dan Light, 1989). Di dalam tubuh, kolagen memiliki fungsi sebagai bantalan antar sel, lapisan penguat tendon misalnya penyokong kulit dengan organ-organ bagian dalam,
kolagen juga berfungsi sebagai penjaga bentuk dan struktur tubuh
(Perwitasari, 2008). Kolagen memiliki kandungan asam amino glisin yang tinggi dan dua asam amino yang lain yaitu prolin dan hidroksiprolin yang berfungsi sebagai penstabil struktur kolagen, dimana setiap rantai polipeptida membentuk pilinan ganda tiga dari rangkaian asam yang berulang yaitu glisin, prolin dan hidroksiprolin (Perwitasari, 2008). Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzimatis dan kimiawi. Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengambang dan menyebar, yang sering dikonvensi menjadi gelatin. Disamping pelarut alkali, kolagen juga larut dalam pelarut asam (Bennion, 1980). Terdapat 27 tipe kolagen yang berbeda yang telah diidentifikasi. Kolagen tipe I berfungsi sebagai penghubung jaringan seperti kulit, tulang dan tendon. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Kolagen tipe II terdapat pada jaringan kartilago. Kolagen tipe III bergantung dengan usia, pada kulit yang masih sangat muda mengandung sekitar 50%, tetapi seiring berjalannya waktu dapat menurun sekitar 5% sampai 10%. Sedangkan kolagen tipe lainnya sangat sedikit dan hanya ada pada organ spesifik (Schrieber dan Gareis, 2007). Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur heliks. Setiap tiga rantai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur heliks tersendiri, bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara gugus -NH dari residu glisin pada rantai yang satu dengan gugus -CO pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat tripel heliks (Wong, 1989).
Gambar 10. Struktur tropokolagen (Sumber: Encrypted-tbn2.gstatic.com)
2.5
Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel
2.5.1
Teori Spektrofotometri Spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar ultraviolet dan cahaya tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrum UV-Vis memiliki bentuk yang lebar dan hanya sedikit informasi tentang struktur yang dapat diperoleh dari spektrum ini. Tapi penggunaan spektrum ini sangat bermanfaat dalam pengukuran secara kuantitatif. Konsentrasi analit dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004). Sinar ultraviolet memiliki panjang gelombang antara 200-
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
400 nm, sedangkan sinar tampak memiliki panjang gelombang antara 400-800 nm (Dachriyanus, 2004).
2.5.2
Sampel Spektrofotometri UV-Vis Analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis hanya dapat dilakukan
pada senyawa yang memiliki gugus kromofor dan ausokrom. Kromofor adalah semua gugus atau atom dalam suatu senyawa organik yang mampu menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak (Gandjar dan Rohman, 2007). Tabel 4. Contoh-contoh senyawa kromofor (Sumber: Gandjar dan Rohman, 2007)
Kromofor C-H C-C
Senyawa CH4 C2H6
C=C
C2H4
C=C=C
C3H4
C=C
R-C=C-R’
C-O C-O C-N C-S
R-O-R R-O-R’ Amino R-S-H
C=O
Aldehid/Keton
C=O C=O C=O C=O C=N C=N N=N
Asam karboksilat Karboksilat Ester Amida (NH2)2C=NH CH3C=N Me-N=N-Me
N=O
Me3NO
N=O
Me3NO2
C=C=O
Et2C=C=O
C-Cl C-Br C-I
λmax (nm) 122 135 103 174 170 227 178 196 223 180 180 190-200 195 166 189 270 200 210 210 205 265 <170 350-370 300 665 276 227 375 173 208 259 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Spektrofotometer UV-Vis dapat melakukan penentuan terhadap sampel dalam bentuk larutan, gas atau uap. Untuk sampel yang dalam bentuk larutan menurut M. Suharman Mulja dalam bukunya yang berjudul “Analisis Instrumental” ada beberapa yang harus diperhatikan terkait pelarut yang digunakan, yakni: 1. Pelarut yang digunakan tidak mengandung sistem ikatan rangkap terkonjugasi pada struktur molekulnya dan tidak berwarna 2. Tidak terjadi interaksi dengan molekul senyawa yang akan dianalisis 3. Kemurniannya harus tinggi atau derajat untuk analisis.
2.5.3
Komponen Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometer terdiri atas spektrometer dan fotometer. Spektrometer
menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer merupakan alat untuk mengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Adapun komponen-komponen pokok yang terdapat pada spektrofotometer UV-Vis yaitu: 1. Sumber cahaya, untuk ultraviolet umumnya digunakan lampu deuterium (D2O) sedangkan untuk sinar tampak umumnya digunakan lampu tungsten xenon (Auc) 2. Monokromator, merupakan alat yang digunakan untuk mengubah cahaya polikromatik menjadi cahaya monokromatik 3. Sel absorbsi, pada pengukuran menggunakan spektrofotometer UV-Vis sel absorbsi disebut juga dengan kuvet 4. Detektor radiasi yang dihubungkan dengan sistem pencatat. Peranan detektor penerima yaitu memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang 5. Pengolah data, untuk spektrofotometer modern biasanya dilengkapi dengan komputer (Khopkar, 1990).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
Gambar 10. Komponen Sperktofotometer UV-Vis (Sumber: Khopkar, 1990)
2.5.4
Analisis Kualititatif Data
spektra
UV-Vis
yang
dihasilkan
belum
mampu
untuk
mengidentifikasi secara kualitatif suatu senyawa obat atau metabolitnya, harus ada penggabungan dengan menggunakan metode lainnya seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti, dan spektroskopi massa. Data yang didapat dari spektroskopi UV-Vis yaitu panjang gelombang maksimal, intensitas, efek pH dan pelarut. Dari semua data yang didapat, kemudian dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.5.5
Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif dengan metode spektrofotometer UV-Vis dapat
diklasifikasikan menjadi 3, yaitu: 1. Analisis zat tunggal atau analisis satu komponen Jika absorbansi suatu seri konsentrasi larutan diukur pada panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama, kemudian absorbansi dari masing-masing larutan diplotkan terhadap konsentrasinya maka suatu garis lurus akan teramati sesuai dengan persamaan Lambert-Beer yaitu:
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
A=abc Keterangan : A = Absorbansi a = Absorptivitas b = Tebal kuvet c = Konsentrasi
Jika garis grafik yang dihasilkan berupa garis lurus, maka dapat dikatakan bahwa hukum Lambert-Beer dipenuhi pada kisaran konsentrasi yang diamati (Gandjar dan Rohman, 2007). 2. Analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua komponen Pada pengukuran dua komponen secara bersama-sama dengan menggunakan spektrofotometer, maka dapat dilakukan pada 2 panjang gelombang dimana masing-masing komponen tidak saling mengganggu. Dua buah kromofor yang berbeda akan memiliki kekuatan absorbsi cahaya yang berbeda pula pada satu daerah panjang gelombang. Pengukuran dua komponen ini dilakukan masing-masing pada 2 panjang gelombang, sehingga diperoleh dua persamaan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi pada dua panjang gelombang, sehingga konsentrasi masing-masing komponen dapat dihitung. Pengukuran campuran 2 senyawa dilakukan baik pada panjang gelombang 1 (λ1) maupun pada panjang gelombang 2 (λ2), sehingga absorbansi pada kedua panjang gelombang tersebut merupakan jumlah dari absorbansi senyawa 1 dan absorbansi senyawa 2, yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: A λ1 = (a1c1) λ1 + (a2c2) λ1 A λ2 = (a1c1) λ2 + (a2c2) λ2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Keterangan :
c1
= konsentrasi senyawa 1
c2
= konsentrasi senyawa 2
(a1) λ1 = absorptivitas senyawa 1 pada panjang gelombang pertama (a1) λ2 = absorptivitas senyawa 1 pada panjang gelombang kedua (a2) λ1 = absorptivitas senyawa 2 pada panjang gelombang pertama (a2) λ2 = absorptivitas senyawa 2 pada panjang gelombang kedua A λ1
= absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang pertama
A λ2
= absorbansi senyawa campuran pada panjang gelombang kedua (Gandjar dan Rohman, 2007).
3. Analisis kuantitatif campuran tiga macam zat atau lebih (analisis multi komponen) (Gandjar dan Rohman, 2007).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Januari-Juli 2016 di Laboratorium Kimia
Obat, Laboratorium Penelitian II program studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Laboratorium Farmasetika Universitas Indonesia.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantong plastik, gunting,
baskom, lemari pendingin, erlenmeyer, corong butchner, vacuum filtration, aluminium foil, pH meter F-52 Horiba, batang pengaduk, Nissei AM 11 homogenizer, gelas piala, gelas ukur, penggaris,
termometer, stopwatch,
Spektrofotometer UV-Vis Hitachi U-2910, vortex, pipet tetes, penangas air Eyela Digital SB-1000, hot plate, cetakan gelatin, oven Memmert, timbangan analitik Kern, magnetic stirrer, spatula, pH universal, sentrifuge Hettich-EBA 20 Zentrifugen, Brookfield digital viscometer, spidle No. 1, kertas perkamen, kuvet, labu ukur, kertas saring Whatman No. 1, tabung reaksi, cawan, desikator, lemari asam, cawan pengabu, tanur, tissue, tabung sentrifugasi.
3.2.2
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit sapi, air destilasi,
asam asetat 0.2 M, NaOH 6 N, HCl 6 N, minyak kedelai, SDS 0.1%, buffer asetat/sitrat, NaCl 0.3 M, isopropanol, kloroamin T 7%, p-dimetil-alanin benzaldehid, asam perklorat 60%, larutan standar hidroksiprolin.
3.3
Tahapan Penelitian
3.3.1
Penyiapan Sampel Bahan baku yang digunakan yaitu kulit sapi yang diperoleh dari pedagang
daging sapi di pasar tradisional Ciputat, Tangerang Selatan. Bahan baku yang 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
telah diperoleh sebanyak 1 kg kemudian dikemas dalam kantong plastik dan dimasukkan ke dalam freezer.
3.3.2
Ekstraksi dan Pembuatan Lembaran Gelatin Ekstraksi gelatin dari kulit sapi dilakukan menggunakan metode asam
Shyni et al. (2014) dengan sedikit modifikasi. Pertama, kulit sapi dipotong kecil dengan ukuran ± 15x15 cm. Kemudian, kulit sapi dicuci menggunakan air dan dibersihkan kotoran serta lemak yang masih menempel pada kulit tersebut. Kemudian kulit yang sudah bersih dibilas menggunakan aquadest. Kulit yang sudah bersih tersebut ditiriskan dan dipotong kecil-kecil ukuran 2x2 cm dan ditimbang sebagai berat basah. Kemudian, 200 g kulit direndam dengan menggunakan 1 L asam asetat 0,2 M dan dimasukkan dalam lemari pendingin suhu 4°C selama 48 jam dan sesekali dikocok. Kulit diambil dan dialirkan dengan air hingga pH netral (6,0-7,0). Kulit diangkat dan ditimbang, kemudian kulit dipanaskan dengan aqudest pada suhu 60°-70°C selama 9 jam. Ekstrak disaring menggunakan kertas saring Whatman No.1 dengan bantuan vacuum filtration yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang ada di dalam ekstrak gelatin, kemudian filtrat yang didapat diukur. Filtrat tersebut lalu dimasukkan dalam oven selama 2 jam pada suhu 70°C dan dimasukkan dalam lemari pendingin pada suhu 4°C hingga membentuk gel. Setelah dituangkan ke dalam cetakan, gel dioven pada suhu 60°C selama 48 jam atau hingga terbentuk lembaran gelatin yang kering. Lembaran gelatin kemudian ditimbang dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.
3.3.3
Karakterisasi Sifat Fisikokimia Gelatin
3.3.3.1 Nilai Rendemen Nilai rendemen ekstraksi gelatin dapat dihitung menggunakan persamaan Alfaro et al. (2013):
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
3.3.3.2 pH pH sampel gelatin dapat dianalisis menggunakan pH meter. Larutan gelatin dibuat dalam konsentrasi 1% (b/v) dengan menggunakan air destilasi pada suhu 60°C, kemudian diaduk secara konstan selama 30 menit dan didinginkan pada suhu ruang (~25°C). pH larutan gelatin diukur menggunakan alat pH meter. (Alfaro et al., 2013)
3.3.3.3 Viskositas Viskositas gelatin diukur menggunakan metode Shyni et al. (2014) dengan sedikit modifikasi. Larutan gelatin dibuat pada konsentrasi 6,67% (b/v) dengan cara sampel gelatin dicampurkan dalam air destilasi kemudian dipanaskan pada suhu 60°C. Viskositas (cP) dari 250 ml larutan gelatin diukur menggunakan alat Brookfield digital viscometer dengan menggunakan spindle No. 1 pada suhu 30°C ± 0,5°C.
3.3.3.4 Sifat Busa Sifat busa diukur menggunakan metode Jellouli et al. (2011) dengan sedikit modifikasi. Larutan gelatin dibuat dalam konsentrasi 1% (b/v) menggunakan air destilasi dengan cara melarutkan 0,5 gram sampel gelatin dalam 50 ml aquadest pada suhu 60°C, kemudian didinginkan hingga suhu 31°C. Campuran dihomogenisasi selama 5 menit pada suhu ruang (~25°C) menggunakan homogenizer dengan kecepatan 10.000 rpm. Kemudian campuran yang sudah homogen dimasukkan ke dalam gelas ukur dan diamati pada waktu 0, 10, 30 dan 60 menit. Tinggi busa (TB) dan stabilitas busa (SB) dihitung menggunakan persamaan 1 dan 2 dimana VT merupakan total volume setelah homogenisasi (ml), Vo merupakan volume sebelum homogenisasi dan Vt merupakan total volume setelah didiamkan pada suhu ruang (~25°C) pada menit ke-10, 30 dan menit ke-60 (ml).
( ) ( )
-
(1) -
(2) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
3.3.3.5 Sifat Emulsifikasi Indeks aktivitas emulsi (IAE) dan indeks stabilitas emulsi (ISE) gelatin diuji menggunakan metode Ahmad dan Benjakul (2010). Minyak kedelai 2 ml dan larutan gelatin 6 ml (1% gelatin) dihomogenisasi menggunakan homogenizer dengan kecepatan 20.000 rpm selama 1 menit. Emulsi yang terbentuk diambil menggunakan mikropipet sebanyak 50 µl pada menit ke-0 dan ke-10 dan dicampur dengan 5 ml SDS 0,1%. Campuran tersebut dicampur supaya homogen menggunakan vortex selama 10 detik. Kemudian diukur menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm. Indeks aktivitas emulsi (IAE) dan indeks stabilitas emulsi (ISE) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:
⁄
Keterangan:
A = absorbansi (A500) DF = dilution factor (faktor pengenceran) 100 L = panjang kuvet (m) = volume fraksi minyak (ml) C = konsentrasi protein pada fase air (g/m3)
(
Keterangan:
)
A0 = absorbansi (A500) pada waktu ke-0 menit A10 = absorbansi (A500) pada waktu ke-10 menit
3.3.3.6 Hidroksiprolin Hidroksiprolin dari gelatin diuji menggunakan metode Balti et al., 2010. Gelatin 10 mg dihidrolisis menggunakan 5 ml HCl 6 N pada suhu 110°C selama 12 jam menggunakan oven. Setelah dihidrolisis, larutan sampel dinetralisasi menggunakan NaOH 6 N, 2 ml larutan buffer asetat/sitrat ditambahkan dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
larutan sampel ditambahkan NaCl 0,3 M hingga volume 25 ml. Larutan sampel dimasukkan 1 ml ke dalam tabung uji dan isopropanol 300 µl dan larutan oksidan 600 µl (campuran kloroamin T 7% (b/v) dan buffer asetat/sitrat, pH 6,0 dengan perbandingan 1:4 (v/v)) ditambahkan kedalam tabung serta dicampur homogen. E
Setelah 4 menit, 4 ml
c ’
c
-dimetil-
alanin benzaldehid dan 3 ml asam perklorat 60% (v/v) (b/v)) ditambahkan dan campuran diaduk selama 25 menit dengan menggunakan shaker pada suhu 60°C. Kemudian absorbansi larutan diukur menggunakan Spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum. Kandungan hidroksiprolin larutan sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi larutan standar hidroksiprolin.
3.3.3.7 Kejernihan Kejernihan dapat diuji menggunakan metode Shyni et al., 2013. Larutan gelatin dibuat pada konsentrasi 6,67% (b/v) dan dipanaskan menggunakan penangas air pada suhu 60°C selama 1 jam kemudian dilakukan pengukuran transmittan (%T) pada panjang gelombang 620 nm dengan menggunakan Spektrofotometer.
3.3.3.8 Kadar Air Pengujian kadar air dilakukan menggunakan metode Setiawati (2009). Sampel gelatin sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan kosong yang sebelumnya telah ditimbang, cawan serta tutupnya yang telah dikeringkan di dalam oven serta didinginkan di dalam desikator. Sampel gelatin dimasukkan ke dalam cawan kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100°-102°C selama 6 jam. Cawan tersebut lalu didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar air dihitung menggunakan rumus:
( )
Keterangan : W1 = bobot (sampel + cawan) sebelum dikeringkan W2 = bobot (sampel + cawan) setelah dikeringkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
3.3.3.9 Kadar Abu Pengujian kadar abu dilakukan menggunakan metode Setiawati (2009). Sampel gelatin sebanyak 2 g ditimbang dan diletakkan dalam cawan pengabuan yang sebelumnya telah ditimbang dan dibakar di dalam tanur dengan suhu 600°C serta didinginkan dalam desikator. Sampel gelatin dimasukkan ke dalam cawan pengabuan kemudian ditutup dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar hingga didapat abu yang berwarna keabu-abuan. Proses pengabuan ini dilakukan dalam 2 tahapan, yaitu tahap pertama pada suhu 400°C selama 1 jam dan tahap kedua pada suhu 550°C selama 5 jam. Cawan tersebut lalu didinginkan di dalam desikator dan kemudian ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus:
3.3.3.10 Daya Serap Air Pengujian daya serap air dilakukan menggunakan metode Razali et al.,2014. Sampel gelatin sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi. Kemudian, air destilasi sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan divortex selama 30 detik. Kemudian, dispersi gelatin didiamkan pada suhu ruang (~25°C) selama 30 menit sebelum disentrifugasi pada kecepatan 4800 rpm selama 25 menit. Supernatan disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 1 dan volume hasil penyaringan dihitung. Hasil dinyatakan sebagai ml air yang terabsorpsi per gram gelatin.
⁄
(
)
3.3.3.11 Daya Serap Lemak Pengujian daya serap lemak dilakukan menggunakan metode Razali et al.,2014. Sampel gelatin sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi. Kemudian, minyak kelapa sawit sebanyak 10 ml ditambahkan ke dalam tabung tersebut dan divortex selama 30 detik. Kemudian, dispersi gelatin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 25 menit. Supernatan disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 1 dan volume hasil penyaringan dihitung. Hasil dinyatakan sebagai ml minyak yang terabsorpsi per gram gelatin.
⁄
3.3.4
(
)
Analisis Statistik Data karakterisasi gelatin yang telah diukur seperti uji pH, sifat busa, sifat
emulsifikasi, hidroksiprolin, kejernihan, daya serap air dan daya serap lemak dianalisis dengan menggunakan Software statistika, yaitu SPSS 16.0 dengan uji TTest sehingga dapat diketahui apakah perbedaan rata-rata gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial yang diperoleh bermakna atau tidak.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pembuatan Lembaran Gelatin Kulit Sapi Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu proses asam dan proses basa. Pada penelitian ini dilakukan proses asam, yaitu menggunakan asam asetat 0,2 M. Proses produksi utama gelatin dibagi dalam tiga tahap: 1. Tahap persiapan bahan baku yaitu penghilangan komponen non kolagen dari bahan baku. 2. Tahap konversi kolagen menjadi gelatin. 3. Tahap pemurnian gelatin dengan penyaringan dan pengeringan (Dewati dan Fulanah, 2012). Pada tahap persiapan dilakukan tahap pembersihan (degreasing) yang bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang masih menempel pada kulit sapi dan dilakukan pemotongan kulit sapi menjadi lebih kecil (Marzuki et al., 2011). Kandungan lemak akan lebih mudah dibersihkan jika sebelumnya kulit sapi dipanaskan pada air mendidih selama 1-2 menit. Pengecilan ukuran kulit dilakukan untuk memperluas permukaan sehingga proses dapat berlangsung lebih cepat dan sempurna (Junianto et al., 2006). Selanjutnya pada kulit dilakukan tahap perendaman dengan asam asetat 0,2 M selama 48 jam dan didiamkan di lemari pendingin pada suhu 4°C. Tahap perendaman bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi bentuk yang sesuai untuk diekstraksi, yaitu dengan adanya interaksi ion H+ dari larutan asam dengan kolagen. Sebagian ikatan hidrogen dalam tropokolagen serta ikatan-ikatan silang yang menghubungkan tropokolagen satu dengan tropokolagen lainnya dihidrolisis menghasilkan rantairantai tropokolagen yang mulai kehilangan struktur tripel heliksnya (menjadi rantai tunggal) (Idiawati et al., 2014). Selain itu, proses perendaman juga mengakibatkan terjadinya penggembungan (swelling) yang dapat membuang material-material yang 32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
tidak diinginkan, seperti lemak dan protein non-kolagen pada kulit dengan kehilangan kolagen yang minimum (Zhou dan Regenstein, 2005). Penggunaan asam asetat pada penelitian ini dikarenakan asam asetat merupakan asam organik, dimana asam organik merupakan asam lemah dan bersifat ramah lingkungan. Selain itu, asam asetat juga dapat diterima sebagai bahan tambahan pada makanan. Bila dibandingkan dengan asam anorganik, keamanan bekerja menggunakan asam asetat lebih tinggi karena pada konsentrasi <50% tidak bersifat korosif, tidak toksik dan tidak menyebabkan iritasi (Rowe et al., 2009). Kulit sapi yang telah direndam dengan asam asetat 0,2 M dicuci dengan air mengalir hingga mencapai pH netral (6,0-7,0), karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-komponen protein non-kolagen pada kulit sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan (Martianingsih dan Atmaja, 2009). Kemudian dilakukan ekstraksi gelatin dalam sistem penangas air pada suhu 60°-70°C selama 9 jam. Saat jaringan yang mengandung kolagen diperlakukan secara asam dan diikuti dengan pemanasan dalam air, maka struktur fibril kolagen akan dipecah secara irreversible (Martianingsih dan Atmaja, 2009). Ekstraksi gelatin menggunakan air hangat dilakukan karena gelatin dapat larut dalam air hangat. Pemanasan dilakukan pada suhu 60°-70°C bertujuan untuk memecah serabut tripel heliks menjadi lebih panjang sehingga gelatin yang dihasilkan akan lebih banyak (Idiawati et al., 2014). Ekstraksi dengan air hangat akan melanjutkan perusakan ikatan-ikatan silang, serta untuk merusak ikatan hidrogen yang menjadi faktor penstabil struktur kolagen (Martianingsih dan Atmaja, 2009).
dipanaskan Dalam air Gambar 12. Perubahan rantai helik-gulungan pada kolagen (Sumber: Martianingsih dan Atmaja, 2009)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
Ikatan-ikatan hidrogen yang dirusak dan ikatan-ikatan kovalen yang dipecah akan mendestabilkan tripel helik melalui transisi helik ke gulungan dan menghasilkan konversi yang larut air. Tropokolagen yang diekstraksi mengalami reaksi hidrolisis yang sama dengan reaksi hidrolisis tropokolagen yang terjadi saat perendaman dalam larutan asam (Martianingsih dan Atmaja, 2009).
Rantai polipeptida Rantai polipeptida Gambar 13. Reaksi pemutusan ikatan hidrogen tropokolagen (Sumber: Martianingsih dan Atmaja, 2009)
Gelatin yang diperoleh dari ekstraksi disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 1 untuk mendapatkan filtrat yang jernih (Marzuki et al., 2011). Filtrat yang dihasilkan kemudian di keringkan di dalam oven pada suhu 70°C selama 2 jam, kemudian dimasukkan ke dalam lemari pendingin hingga membentuk gel. Tujuan dimasukkan ke dalam lemari pendingin adalah untuk pemekatan sehingga dapat meningkatkan total solid larutan gelatin dan dapat mempercepat proses pengeringan (Dewati dan Fulanah, 2012). Gel yang terbentuk dituang ke dalam cetakan dan dioven pada suhu 60°C hingga terbentuk lembaran gelatin yang kering. Lembaran gelatin yang diperoleh kemudian dikarakterisasi sifat fisika dan kimianya berdasarkan Gelatin Manufactures Institute of America (2012).
4.1.1
Rendemen Rendemen gelatin merupakan jumlah gelatin kering yang dihasilkan dari
sejumlah bahan baku kulit dalam keadaan bersih melalui proses ekstraksi (Agustin dan Sompie, 2015). Nilai rendemen dari suatu pengolahan bahan merupakan parameter yang penting diketahui untuk dasar perhitungan analisis finansial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
memperkirakan jumlah bahan baku untuk memproduksi produk dalam volume tertentu, dan mengetahui tingkat efisiensi dari suatu proses pengolahan (Junianto et al., 2006). Nilai rendemen gelatin kulit sapi yang diekstraksi menggunakan asam asetat 0,2 M yaitu 4,475 ± 1,120%. Rendahnya nilai rendemen gelatin yang dihasilkan dapat dikarenakan hilangnya kolagen pada saat proses pencucian atau hidrolisis kolagen yang tidak sempurna (Aisyah et al., 2014).
4.2
Karakterisasi Gelatin Kulit Sapi
4.2.1
Organoleptik Karakteristik organoleptik merupakan salah satu faktor penilaian selain sifat
fisik dan kimia dari suatu produk. Uji organoleptik memiliki hubungan yang tinggi dengan mutu produk karena berhubungan langsung dengan selera konsumen (Agustin dan Sompie, 2015). Gelatin kulit sapi yang dihasilkan yaitu transparan, memiliki warna kekuningan dan sedikit amis (Gambar 14). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dengan standar mutu yang dipersyaratkan oleh SNI yakni produk gelatin tidak berwarna sampai kekuningan serta tidak memiliki bau dan rasa (Agustin dan Sompie, 2015).
Gambar 14. Lembaran gelatin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
4.2.2
pH Nilai pH merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan
tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan (Agustin dan Sompie, 2015). Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan, karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin lainnya seperti viskositas, kekuatan gel, dan berpengaruh juga terhadap aplikasi gelatin dalam produk (Junianto et al., 2006). Nilai pH larutan gelatin dapat dipengaruhi oleh proses ekstraksi yang dilakukan (Alfaro et al.,2014). Menurut Ockerman dan Hansen (2000), saat dilakukan proses perendaman (curing), maka serabut kolagen kulit akan mengalami proses pembengkakan (swelling), sehingga terjadi penurunan sifat kohesi internal dari serabut kulit tersebut. Saat terjadi pembengkakan, struktur ikatan asam amino pada molekul kolagen mengalami pembukaan dan bahan curing atau asam asetat “terperangkap” diantara ikatan tersebut. Asam asetat yang terperangkap dalam struktur ikatan tersebut dan tidak larut saat proses netralisasi, sehingga secara langsung akan mempengaruhi nilai pH pada akhir produk gelatin (Agustin dan Sompie, 2015). Nilai pH berpengaruh terhadap gelatin. Gelatin dengan pH netral diaplikasikan untuk produk daging, farmasi, kromatografi, cat dan lainnya. Gelatin dengan pH rendah digunakan untuk produk juice, jelly, sirop dan lainnya. Nilai pH gelatin sangat dipengaruhi oleh jenis larutan perendam yang digunakan untuk mengekstrak gelatin tersebut (Agustin dan Sompie, 2015). Hasil pengukuran pH gelatin kulit sapi yaitu 5,559 ± 0,034. Nilai tersebut memenuhi persyaratan nilai pH gelatin (Tipe A) yaitu 3,8-5,5 (Rowe et al., 2009). Sedangkan nilai pH gelatin sapi komersial yaitu 6,311 ± 0,022. Tidak ada perbedaan yang bermakna (P >0,05) antara gelatin kulit sapi dengan gelatin sapi komersial.
4.2.3
Viskositas Viskositas merupakan pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk mengalir.
Semakin kental suatu cairan maka semakin besar pula kekuatan yang diperlukan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
untuk digunakan supaya cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu. Pengentalan cairan terjadi akibat absorpsi dan pengembangan koloid (Junianto et al., 2006). Viskositas merupakan parameter yang berhubungan dengan kekuatan gel. Viskositas dapat berbanding lurus dengan kekuatan gel (Ulfah, 2011). Viskositas yang tinggi diperlukan dalam stabilitas makanan, produk farmasetik dan emulsi fotografi. Pada industri pembuatan permen, gelatin yang memiliki viskositas yang rendah lebih disukai sehingga dapat menghindari efek “tailing” yang tidak diinginkan (Schrieber dan Gareis, 2007). Hasil pengukuran viskositas gelatin kulit sapi dibandingkan dengan nilai viskositas gelatin sapi komersial (Gambar 15).
Viskositas (cP)
75
72 cP
70 65
60 cP
60 55 50 1
2
Sampel Gelatin Keterangan : 1 (Gelatin kulit sapi), 2 (Gelatin sapi komersial) Gambar 15. Grafik perbandingan nilai viskositas gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial pada kecepatan 10 rpm Berdasarkan Gelatin Manufactures Institute of America (2012), nilai viskositas gelatin tipe A yaitu 15-75 cP, sehingga nilai viskositas gelatin kulit sapi yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Pengukuran viskositas terhadap larutan gelatin sangat penting artinya untuk menentukan mutu dan penggunaan gelatin tersebut. Viskositas juga merupakan parameter untuk mengukur kemampuan suatu produk emulsifier untuk mengabsorpsi air dan untuk membentuk koloid. Semakin tinggi kemampuan produk emulsifier untuk mengentalkan dan membentuk koloid, maka nilai viskositasnya akan semakin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
tinggi dan kualitasnya juga akan semakin tinggi. Tingginya nilai viskositas atau kekentalan larutan gelatin sangat erat kaitannya dengan kadar air gelatin kering. Semakin rendah kadar air gelatin kering maka kemampuannya untuk mengikat air akan semakin tinggi. Semakin banyak air yang terikat oleh gelatin maka gel akan semakin kental dan nilai viskositasnya akan semakin tinggi (Idiawati et al., 2014). Selain itu, viskositas larutan gelatin dapat meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi gelatin dan penurunan temperatur (Gelatin Manufactures Institute of America, 2012).
4.2.4
Sifat Busa Sifat busa merupakan salah satu parameter yang penting untuk gelatin. Ada
beberapa produk yang memanfaatkan kemampuan busa dan stabilitas busa misalnya pada pembuatan permen, marshmallows serta pembuatan kapsul atau gel (Schrieber dan Gareis, 2007). Hasil tinggi busa (% TB) dan stabilitas busa (% SB) gelatin sapi dan gelatin sapi standar akan dijabarkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Sifat busa gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial Gelatin
Tinggi busa (%) 0 (menit) 176,67 ± 3,05
Stabilitas busa (%) 10 (menit) 30 (menit) 60 (menit) 169,33 ± 2,30 160 153,33 ± 4,61
Gelatin sapi Gelatin sapi 190,67 ± 9,23 178,67 ± 9,23 169,33 ± 8,32 158,67 ±2,30 standar Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi dari tiga percobaan.
Berdasarkan tabel di atas, terdapat perbedaan yang bermakna (P <0,05) pada tinggi busa dan stabilitas busa menit ke-10, 30 dan 60 dari gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial. Semakin lama waktu pengujian, stabilitas busa gelatin semakin menurun. Nilai stabilitas busa dilakukan pada menit ke-10, 30 dan 60. Sedangkan nilai pembentukan busa dilihat pada menit ke-0.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Pembentukan busa dapat terjadi karena kekuatan protein dalam mengadsorpsi diantarmuka. Sedangkan stabilitas busa dipengaruhi oleh besarnya interaksi proteinprotein dalam matriks film yang mengelilingi gelembung udara. Stabilitas busa juga berhubungan dengan fleksibilitas protein atau struktur peptida (Gimenez et al., 2008).
4.2.5
Sifat Emulsifikasi Gelatin merupakan senyawa kimia yang mempunyai kemampuan sebagai
emulgator dalam sistem emulsi minyak dalam air. Hal ini disebabkan adanya bagian hidrofobik pada rantai peptida dari gelatin yang mampu bertindak sebagai emulsifier, stabilizer dan foaming agent (Marzuki et al., 2011). Sebagai emulgator, gelatin mengelilingi tetesan fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan fase terdispersi. Lapisan tersebut mencegah terjadinya kontak atau berkumpulnya kembali globul atau fase terdispersi, sehingga kestabilan emulsi terjaga (Marzuki et al., 2011). Indeks aktivitas emulsi (IAE) dan Indeks stabilisa emulsi (ISE) dari gelatin sapi dan gelatin sapi standar pada konsentrasi 1% akan dijabarkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai Indeks aktivitas emulsi (IAE) dan Indeks stabilitas emulsi (ISE) gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial pada konsentrasi 1% Gelatin IAE (m2/g) ISE (menit) Gelatin sapi 1% 426,720 ± 131,002 21,33 ± 4,05 Gelatin sapi standar 1% 304,661 ± 6,478 20,00 ± 1,91 Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi dari tiga percobaan -
IAE adalah indeks aktivitas emulsi
-
ISE adalah indeks stabilitas emulsi
Indeks aktivitas emulsi (IAE) mencerminkan kemampuan protein untuk membantu dalam pembentukan dan stabilitas emulsi pada unit daerah antarmuka yang stabil per unit berat protein (Gimenez et al., 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan yang bermakna (P >0,05) pada nilai indeks aktivitas emulsi dan ada perbedaan yang bermakna (P <0,05) pada nilai indeks stabilitas emulsi gelatin kulit sapi yang dibandingkan dengan gelatin sapi komersial.
4.2.6
Hidroksiprolin Kolagen kulit sapi mengandung komponen asam amino yang bervariasi.
Asam amino hidroksiprolin dapat mempengaruhi kekuatan gel dan titik leleh gelatin yang dihasilkan. Gelatin dengan tingkat asam amino hidroksiprolin dan prolin yang tinggi cenderung memiliki kekuatan gel dan titik leleh yang tinggi (Alfaro et al. 2014). Asam amino hidroksiprolin memiliki peran penting terhadap rigiditas struktur kolagen dan dapat mempengaruhi sifat dinamik gelatin (Irwandi et al., 2009). Asam amino hidroksiprolin memiliki peran yang unik dalam menstabilkan struktur tripel heliks kolagen karena kemampuannya mengikat hidrogen melalui gugus –OH (Alfaro et al., 2014). Kandungan hidroksiprolin diukur menggunakan instrumen spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum 563,5 nm. Kandungan hidroksiprolin gelatin kulit sapi yaitu 4,345 ± 0,414 mg dalam 10 mg gelatin sedangkan kandungan hidroksiprolin gelatin sapi komersial yaitu 2,101 ± 0,179 mg dalam 10 mg gelatin. Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan yang bermakna (P >0,05) pada gelatin kulit sapi yang dibandingkan dengan gelatin sapi komersial.
4.2.7
Kejernihan Kekeruhan gelatin penting bagi sifat estetika gelatin. Kekeruhan dan warna
gelap pada gelatin umumnya dikarenakan adanya komponen inorganik, protein, dan kontaminasi mukosubstan selama proses pembersihan kontaminan (Alfaro et al. 2014). Kejernihan dari suatu larutan gelatin merupakan salah satu sifat yang diinginkan. Tingkat kejernihan yang tinggi dapat dicapai tanpa adanya larutan partikel yang dapat menyebarkan cahaya sehingga dapat menyebabkan kekeruhan dalam suatu larutan. Idealnya, kejernihan suatu larutan gelatin harus sama dengan air UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
destilasi, tetapi hali ini menjadi tidak mungkin dikarenakan berbagai alasan teknis (Cole, 2012). Kejernihan yang dihasilkan oleh gelatin sapi yang dibandingkan dengan gelatin sapi standar akan dijabarkan pada tabel 7.
Tabel 7. Nilai kejernihan gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial Sampel %T Gelatin sapi 50,62 ± 1,25 Gelatin sapi standar 71,03 ± 0,46 Keterangan: - Nilai rata-rata ± standar deviasi dari tiga percobaan -
%T adalah % Transmitan
Pada penelitian ini, tidak ada perbedaan yang bermakna (P >0,05) pada nilai kejernihan gelatin kulit sapi yang dibandingkan dengan gelatin sapi komersial. Nilai gelatin sapi lebih kecil daripada gelatin sapi standar. Hal ini dapat dikarenakan masih ada pengotor pada gelatin sapi yang tertinggal pada saat proses penyaringan.
4.2.8
Kadar Air Kadar air suatu bahan sangat berpengaruh terhadap mutu atau kualitasnya
(Junianto et al., 2006). Kadar air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim, mikroba, kimia, serta reaksi-reaksi non enzimatis,
sehingga
menimbulkan
perubahan
pada
sifat-sifat
organoleptik,
penampakan, tekstur, citarasa, nilai gizi dan masa simpannya (Astawan dan Aviana, 2003). Air dalam bahan terdapat dalam tiga bentuk yaitu air yang ada dalam bentuk terikat secara kimia, fisik serta air dalam bentuk bebas (Junianto et al., 2006). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) (1995), kadar air maksimal yang diperkenankan yaitu 16%. Kadar air gelatin kulit sapi yang diperoleh yaitu 4,3043 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar air gelatin kulit sapi masih berada dalam rentang nilai yang dipersyaratkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
4.2.9
Kadar Abu Kadar abu merupakan parameter mutu gelatin terutama untuk industri
makanan (Ulfah, 2011). Kadar abu suatu bahan menunjukkan kualitas keberadaan mineral dalam bahan tersebut. Hasil pengukuran terhadap kadar abu gelatin kulit sapi yang dihasilkan yaitu 0,3637%. Nilai kadar abu tersebut masih berada dalam kisaran kadar abu yang diperkenankan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) (1995) untuk produk gelatin yaitu maksimum 3.25%. Nilai kadar abu yang tinggi dapat disebabkan masih adanya komponen mineral yang terikat pada kolagen, yang belum terlepas saat proses pencucian sehingga ikut terekstraksi dan terbawa pada gelatin yang dihasilkan (Astawan dan Aviana, 2003). Mineral yang terkandung di dalam gelatin ketika dilakukan proses pengabuan tidak akan hilang tetapi ikut menjadi abu sehingga akan menyumbang kadar abu gelatin. Beberapa mineral yang terkandung dalam gelatin antara lain kalsium fosfat, kalsium karbonat, dan magnesium fosfat (Ulfah, 2011).
4.2.10 Daya Serap Air Daya serap air (DSA) merupakan sifat fungsional yang berhubungan dengan tekstur karena adanya interaksi antar komponen seperti air, minyak dan komponen lainnya (Balti et al., 2010). Hasil daya serap air gelatin sapi akan dibandingkan dengan gelatin sapi standar yang akan dijabarkan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil daya serap air gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial Sampel DSA (ml/g) Gelatin sapi 1,13 ± 0,57 Gelatin sapi standar 2,59 ± 0,34 Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi dari tiga percobaan -
DSA adalah daya serap air
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Besarnya daya serap air berhubungan dengan tingginya komponen asam amino hidrofilik dan hidroksiprolin (Shyni et al., 2013). Berdasarkan data, tidak ada perbedaan yang bermakna (P >0,05) daya serap air pada gelatin kulit sapi yang dibandingkan dengan gelatin sapi komersial.
4.2.11 Daya Serap Lemak Daya serap lemak (DSL) merupakan sifat fungsional yang berhubungan dengan tekstur karena adanya interaksi antarkomponen seperti air, minyak dan komponen lainnya (Balti et al., 2010). Hasil daya serap lemak gelatin kulit sapi akan dibandingkan dengan gelatin sapi komersial yang akan dijabarkan pada Tabel 9.
Table 9. Hasil daya serap lemak gelatin kulit sapi dan gelatin sapi komersial Sampel DSL (ml/g) Gelatin sapi 1,13 ± 0,46 Gelatin sapi standar 1,26 ± 0,11 Keterangan: Nilai rata-rata ± standar deviasi dari tiga percobaan -
DSL adalah daya serap lemak
Besarnya daya serap lemak berhubungan dengan derajat hidrofobik dan tingginya tirosin yang terkandung (Shyni et al., 2013). Berdasarkan data, tidak ada perbedaan yang bermakna (P >0,05) daya serap lemak pada gelatin kulit sapi yang dibandingkan dengan gelatin sapi komersial.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan 1.
Gelatin kulit sapi dapat dihasilkan dengan menggunakan metode hidrolisis asam, yaitu kulit sapi yang telah mengalami buang bulu secara perebusan direndam menggunakan asam asetat 0,2 M selama 48 jam dalam lemari pendingin pada suhu 4°C. Nilai rendemen yang dihasilkan yaitu 4,475 ± 1,120%.
2.
Hasil pengujian karakteristik fisikokimia gelatin memiliki warna kekuningan, transparan dan bau sedikit amis, uji pH 5,559 ± 0,034 (P >0,05), viskositas 60 cP, tinggi busa 176,667 ± 3,055 (P <0,05), stabilitas busa setelah menit ke-10 169,333 ± 2,309 (P <0,05), stabilitas busa setelah menit ke-30 160 (P <0,05), stabilitas busa setelah menit ke-60 153,333 ± 4,619 (P <0,05), indeks aktivitas emulsi 426,720 ± 131,002 (P >0,05), indeks stabilitas emulsi 21,336 ± 4,053 (P <0,05), kandungan hidroksiprolin 4,345 ± 0,414 (P >0,05), kejernihan 50,622 ± 1,256 (P >0,05), kadar air 4,3043%, kadar abu 0,3637%, daya serap air 1,132 ± 0,557 (P >0,05) dan daya serap lemak 1,132 ± 0,463 (P >0,05).
2.2
Saran Perlu dilakukan optimasi terkait konsentrasi, waktu dan suhu penyimpanan
pada saat proses hidrolisis kolagen kulit sapi menjadi gelatin menggunakan asam asetat.
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, A.T., dan M. Sompie. 2015. Kajian Gelatin Kulit Ikan Tuna (Thunnus albacares) yang Diproses Menggunakan Asam Asetat. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon, 1(5): 1186-1189 Ahmad, M. dan S. Benjakul. 2010. Characteristics Of Gelatin From The Skin Of Unicorn Leatherjacket (Aluterus monoceros) As Influenced By Acid Pretreatment And Extraction Time. Food Hydrocolloids, 25(2011): 381-388 Aisyah, N. M. N., Nurul, H., Azhar, M. E. dan Fazilah, A. 2014. Poultry as an Alternative Source of Gelatin. Health and the Environment Journal, 5(1): 37-49 Alfaro, A. D. T., G. G. Fonseca, E. Balbinot, A. Machado dan C. Prentice, 2013. Physical And Chemical Properties Of Wami Tilapia Skin Gelatin. Food Science and Technology Campinas, 33(3): 592-595 Alfaro, A. T., F. C. Biluca, C. Marquetti, I. B. Tonial dan N. E. de Souza. 2014. African Catfish (Clarias gariepinus) Skin Gelatin: Extraction Optimization and Physical-Chemical Properties. Food Research International, 65(2014): 416-422 Astawan, M., dan T. Aviana. 2003. Pengaruh Jenis Larutan Perendam serta Metode Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Gelatin dari Kulit Cucut. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 14(1): 7-13 Badan
Pusat
Statistik.
Tabel
Impor
Menurut
Komoditi
Tahun
2014.
http://www.bps.go.id /all _newtemplate.php. 03 Desember 2015 (11:50) Badan Pusat Statistik. Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi pada tahun 20092015. http:// www.bps .go.id/linkTableDinamis/view/id/1016. 15 Maret 2016 (13:16) Bagian Biokimia FKUI. 2001. Biokimia: Eksperimen Laboratorium. Widya Medika. Jakarta Bailey, A. J., dan N. D. Light. 1989. Connective Tissue in Meat and Meat Products. Elsevier Science Publishers, Ltd, 26(4): 6-325 Balti, R., M. Jridi, A. Sila, N. Souissi dan N. N. Arroume. 2010. Extraction and Functional Properties of Gelatin from The Skin of Cuttlefish (Sepia 45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
officinalis) using Smooth Hound Crude Acid Protease-Aided Process. Food Hydrocolloids, 25(5): 943-950 Bennion M. 1980. The Science of Food. John Wiley & Sons, USA, 314-316 Choi, S. S. dan J. M. Regenstein. 2000. Physicochemical and Sensory Characteristics of Fish Gelatin. Journal of Food Science, 65(2): 194-199 Cole, C. G. B. 2012. Gelatine Clarity. http://www.gelatin.co.za/Gelatine %20 Clarity ..pdf. 26 Januari 2016 (15:04) Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik secara Spektrofotometri. Cetakan pertama. Padang. CV. Trianda Anugrah Pratama Dewati, C. C., dan D. Fulanah. 2012. Pembuatan Gelatin dari Tulang Ikan Kakap Merah. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. Surakarta Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner. 2015. Mengenal Gelatin, Kegunaan dan
Pembuatannya.
http://kesmavet.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/
berita/tulisan-ilmiah-populer/139-mengenal-gelatin-kegunaan-dan pembuatannya. 03 Desember 2015 (12:06) Drug Development Devices. 2009. Protein Structure. Particle Sciences. USA Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Gimenez, B., A. Aleman, P. Montero dan M. C. G. Guillen. 2008. Antioxidant and Functional Properties of Gelatin Hydrolysates Obtained from Skin of Sole and Squid. Food Chemistry. 114(2009): 976-983 Glicksman, M. 1969. Gum Technology in The Food Industry. Academy Press. New York Gelatin Manufactures Institute of America, 2012. Gelatin Handbook. Gelatin Manufacturers Institute of America. USA Hafidz, R. M. R. N., Yaakob, C. M., Amin, I. dan Noorfaizan, A. 2011. Chemical And Functional Properties Of Bovine And Porcine Skin Gelatin. International Food Research Journal, 18: 813-817 Haris, M. A. 2008. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebagai Gelatin dan Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Idiawati, N., R. Maulida dan L. Arianie. 2014. Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida pada Ekstraksi Gelatin dari Ikan Tulang Tenggiri. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, 5(1): 1-9 Irwandi, J., Faridayanti, S., Mohamed, E. S. M., Hamzah, M. S., Torla, H. H. dan Che Man, Y. B. 2009. Extraction and Characterization of Gelatin From Different Marine Fish Species in Malaysia. International Food Research Journal, 16: 381-389 Jaswir, I. 2007. Memahami Gelatin. http//www.BeritaIptek.com. 03 Desember 2015 (13:00) Jellouli, K., R. Balti, A. Bougatef, N. Hmidet, A. Barkia dan M. Nasri. 2011. Chemical Composition and Characteristics of Skin Gelatin from Grey Triggerfish (Balistes capriscus). LWT-Food Science and Technology, 44(2011): 1965-1970 Junianto, K. Haetami dan I. Maulina. 2006. Produksi Gelatin dari Tulang Ikan dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul. Disertasi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Bandung Kamble, R., Shrangdher, S.T., dan Koli, J. M. 2014. Physico-Chemical Properties Of Gelatin Extracted From Catla Skin (Catla catla) (Hamilton, 1822). Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences. 4(4): 328-337 Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta Martianingsih, N. dan L. Atmaja. 2009. Analisis Sifat Kimia, Fisik dan Termal Gelatin dari Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Melalui Variasi Jenis Larutan Asam. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Marzuki, A., E. Pakki dan F. Zulfikar. 2011. Ekstraksi dan Penggunaan Gelatin dari Limbah Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) sebagai Emulgator dalam Formulasi Sediaan Emulsi. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 15(2): 63-68 Miskah, S., I. M. Ramadianti dan A. F. Hanif. 2010. Pengaruh Konsentrasi CH3COOH dan HCl sebagai Pelarut dan Waktu Perendaman pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Pembuatan Gelatin Berbahan Baku Tulang/Kulit Kaki Ayam. Jurnal Teknik Kimia, 17(1): 1-6 Molnes, S. N. 2013. Physical Properties of Gelatin Based Solid Emulsions: Effects on Drug Release in The GI Tract. Norwegian University of Science and Technology Mulja, M. Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya Ngili, Y. 2013. Protein dan Enzim. Rekayasa Sains. Bandung Nhari, R. M. H. R., A. Ismail dan Y. B. C. Man. 2012. Analytical Methods for Gelatin Differentiation from Bovine and Porcine Origins and Food Products. Journal of Food Science, 71(1): 42-46 Perwitasari, D. S. 2008. Hidrolisis Tulang Sapi Menggunakan HCl untuk Pembuatan Gelatin. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono: 1978-0427 Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta Ratnasari, I., Yuwono, S. S., Nusyam, H., dan Widjanarko, S. B. 2013. Extraction and Characterization of Gelatin From Different Fresh Water Fishes as Alternative Sources of Gelatin. International Food Research Journal, 20(6): 3085-3091 Razali, A. N., Amin, A.M. dan Sarbon, N. M. 2014. Antioxidant Activity ang Functional Properties of Fractionated Cobia Skin Gelatin Hydrolisate at Different Molecular Weight. International Food Research Journal, 22(2): 651-660 Rowe, R. C., P. J. Sheskey dan M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association. USA Sahilah, A.M., Mohd, F. L., Norrakiah, A. S., Aminah, A., Wan, A. W. M., Ma’ruf, A. G. dan Mohd, K. A. 2012. Halal Market Surveillance of Soft and Hard Gel Capsules in Pharmaceutical Products using PCR and SouthernHybridization on the Biochip Analysis. International Food and Research Journal, 19(1): 371-375 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Said, M. I., S. Triatmojo, Y. Erwanto dan A. Fudholi. 2014. Pengaruh Perendaman Kulit dalam Larutan Asam Asetat Terhadap Sifat-Sifat Gelatin Berbahan Baku Kulit Kambing Bligon. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, 3(2): 119-128 Schrieber, R., dan H. Gareis. 2007. Gelatine Handbook: Theory and Industrial Practice.WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.KgaA. German See, 2010. Physicochemical Properties of Gelatins Extracted From Skins of Different Freshwater Fish Species. International Food Research Journal, 17: 809-816 Setiawati, I. H. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Shyni, K., G. S. Hema, G. Ninan, S. Mathew, C. G. Joshy dan P. T. Lakshmanan. 2013. Isolation And Characterization Of Gelatin From The Skins Of Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis), Dog Shark (Scoliodon sorrakowah), And Rohu (Labeo rohita). Food Hydrocolloids, 39(2014): 68-76 Singh, S., K. V. R. Rao, K. Venugopal, dan R. Manikandan. 2002. Alteration in Dissolution Characteristics of Gelatin-Containing Formulations: A Review of the Problem, Test Methods and Solutions. Pharmaceutical Technology: 36-43 Syafiqoh, F. 2014. Analisis Gelatin Sapi dan Gelatin Babi pada Produk Cangkang Kapsul Keras Obat dan Vitamin Menggunakan FTIR dan KCKT. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta Tazwir, D. L. A. dan R. Peranginangin. 2007. Optimasi Pembuatan Gelatin dari Tulang
Ikan
Kaci-Kaci
(Plectorhynchus
chaetodonoides
Lac.)
Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam dan Waktu Ekstraksi. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2(1): 35-43 Ulfah, M. 2011. Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat dan Lama Waktu Perendaman terhadap Sifat-Sifat Gelatin Ceker Ayam. Agritech, 31(3): 161167
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Ward,A.G. dan Court. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press. New York Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wong, D. W. S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. Academic Press. New York Yang, H., Y. Wang, P. Zhou, J. M. Regenstein. 2008. Effects of Alkaline and Acid Pretreatment on The Physical Properties and Nanostructures of The Gelatin from Channel Catfish Skins. Food Hydrocolloids, 22(8):1541-1550 Zhang, G., T. Liu, Q. Wang, L. Chen, J. Luo, G. Ma, Z. Su. 2009. Mass Spectrometric Detection of Marker Peptides in Tryptic Digests of Gelatin: A New Method to Differentiate Between Bovine and Porcine Gelatin. Food Hydrocolloids, 23(2009): 2001-2007 Zhou, P. dan J. M. Regenstein. 2005. Effects of Alkaline and Acid Pretreatment on Alaska Pollock Skin Gelatin Extraction. Journal of Food Science, 70(6): C392-C396
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Kulit sapi
Preparasi
Ekstraksi
Lembaran gelatin
Karakterisasi
Rendemen
Sifat emulsifikasi
Hidroksiprolin
pH
Kejernihan
Daya serap air
Viskositas
Kadar air
Daya serap lemak
Sifat busa
Kadar abu
Analisis hasil
Keterangan:
Kesimpulan
Produk Proses
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Gelatin Kulit Sapi Sampel
Perhitungan Rendemen (%)
A B C D 4,475 1,120
Rata-rata SD Lampiran 3. Nilai pH Gelatin Kulit Sapi
Sampel A B C
Bobot sampel (g) 0.1008 0.1005 0.1007 Rata-rata SD
pH 5.578 5.52 5.579 5.559 0.034
Lampiran 4. Nilai pH Gelatin Sapi Komersial
Sampel A B C Rata-rata SD
pH 6.313 6.288 6.332 6.311 0.022
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 5. Analisis Statistik Nilai pH Gelatin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2 t pH
Sig. (2tailed)
df
10.465
1
Mean Difference
.061
3.935000
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-.84253
8.71253
Hasil statistik pH gelatin menggunakan metode T-Test Lampiran 6. Nilai Viskositas Gelatin Kulit Sapi dan Gelatin Sapi Komersial Kecepatan (rpm)
Viskositas gelatin kulit sapi (cPs)
Viskositas gelatin komersial (cPs)
0,5 1 2 2,5 5 10 20 20 10 5 2,5 2 1
160 120 80 80 64 60 80 80 60 68 80 80 100
40 100 90 80 80 72 75 75 76 80 80 100 100
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 7. Data dan Perhitungan Tinggi dan Stabilitas Busa Gelatin Kulit Sapi
Sampel A B C
Sampel
Volume awal (ml) 50 50 50
Menit ke-0 (ml) 138 137 140
Menit ke-10 (ml) 134 134 136
Menit ke-30 (ml) 130 130 130
Menit ke 60 (ml) 128 128 124
% TB (0 menit)
% SB (10 menit)
% SB (30 menit)
% SB (60 menit)
176,667 3,055
169,333 2,309
160 0
153,333 4,619
A
B
C Rata-rata SD
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 8. Data dan Perhitungan Tinggi dan Stabilitas Busa Gelatin Sapi Komersial Sampel A B C
Volume awal (ml) 50 50 50
Sampel
Menit ke-0 (ml) 140 148 148
Menit ke-10 (ml) 134 142 142
Menit ke-30 (ml) 130 136 138
Menit ke 60 (ml) 128 130 130
% TB (0 menit)
% SB (10 menit)
% SB (30 menit)
% SB (60 menit)
190,667 9,238
178,667 9,238
169,333 8,327
158,667 2,309
A
B
C Rata-rata SD
Lampiran 9. Analisis Statistik Uji Sifat Busa Gelatin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2 t
Sig. (2tailed)
df
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
Menit_ke_0
25.952
1
.025
181.667000
92.72357
270.61043
Menit_ke_1 0
36.855
1
.017
172.000000
112.70014
231.29986
Menit_ke_3 34.858 1 .018 162.666500 103.37300 0 Hasil statistik tinggi busa dan stabilitas busa pada menit ke-10, 30 dan 60 menggunakan metode T-Test
221.96000
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 10. Data dan Perhitungan Indeks Aktivitas Emulsi dan Indeks Stabilitas Emulsi Gelatin Kulit Sapi Sampel
IAE (m2/g)
ISE (menit)
426,720 131,002
21,336 4,053
A B C Rata-rata SD
Lampiran 11. Data dan Perhitungan Indeks Aktivitas Emulsi dan Indeks Stabilitas Emulsi Gelatin Sapi Komersial Sampel
IAE (m2/g)
ISE (menit)
304,661 6,478
20,001 1,912
A B C Rata-rata SD Lampiran 12.
Analisis Statistik Indeks Aktivitas Emulsi dan Indeks Stabilitas Emulsi Gelatin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2
t IAE ISE
5.959
Sig. (2tailed)
df 1
.106
Mean Difference 363.690500
95% Confidence Interval of the Difference Lower -411.76282
Upper 1139.14382
27.968 1 .023 18.668500 10.18711 27.14989 Hasil statistik indeks aktivitas emulsi dan indeks stabilitas emulsi gelatin 1% menggunakan metode T-Test UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 13. Kurva Panjang Gelombang Maksimum Hidroksiprolin
Lampiran 14. Kurva Kalibrasi Hidroksiprolin 0,6
y = 0,0304x + 0,0007 R² = 0,9992
absorbansi
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
5
10
15
20
konsentrasi (ppm)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 15. Perhitungan Kandungan Hidroksiprolin Gelatin Kulit Sapi Sampel Absorbansi A B C
Konsentrasi (ppm)
0,500
16,424
0,587
19,296
0,500
16,424
Kandungan Hidroksiprolin (mg)
4,345 0,414
Rata-rata SD
Lampiran 16. Perhitungan Kandungan Hidroksiprolin Gelatin Sapi Komersial Sampel
Absorbansi
Konsentrasi (ppm)
A
0,248
8,124
B
0,281
9,220
C
0,24
7,872
Kandungan Hidroksiprolin (mg)
2,101 0,179
Rata-rata SD
Lampiran 17. Analisis Statistik Konsentrasi Hidroksiprolin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2 t Kandunga n_Hidroks iprolin
1.090
Sig. (2tailed)
df
1
.473
95% Confidence Interval of the Difference
Mean Difference
1.223000
Lower
Upper
-13.03336
15.47936
Hasil statistik konsentrasi hidroksiprolin menggunakan metode T-Test
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 18. Hasil Kejernihan Gelatin Kulit Sapi Sampel A B C Rata-rata SD
% Transmittan 51,800 50,767 49,300 50,622 1,256
Lampiran 19. Hasil Kejernihan Gelatin Sapi Komersial Sampel A B C Rata-rata SD
% Transmittan 70,500 71,300 71,300 71,033 0,462
Lampiran 20. Analisis Statistik Kejernihan Gelatin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2 t Kejernihan
5.771
Sig. (2tailed)
df 1
.109
Mean Difference 58.812500
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
-70.67008
188.29508
Hasil statistik kejernihan gelatin menggunakan metode T-Test
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 21. Perhitungan Kadar Air Gelatin Kulit Sapi
% Kadar air
=
=
=
-
-
x 100%
x 100%
x 100%
= 4,3043%
Keterangan : W1 = bobot (sampel + cawan) sebelum dikeringkan W2 = bobot (sampel + cawan) setelah dikeringkan
Lampiran 22. Perhitungan Kadar Abu Gelatin Kulit Sapi
% Kadar abu =
=
=
x 100% -
x 100%
x 100%
= 0,3637% Lampiran 23. Hasil Daya Serap Air Gelatin Kulit Sapi Sampel A B C Rata-rata SD
Daya serap air (ml/g) 0,800 0,799 1,799 1,132 0,577
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 24. Hasil Daya Serap Air Gelatin Sapi Komersial Sampel A B C Rata-rata SD
Daya serap air (ml/g) 2,199 2,798 2,799 2,599 0,346
Lampiran 25. Analisis Statistik Daya Serap Air Gelatin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2 t Daya_serap_ air
-.183
Sig. (2tailed)
df
1
.885
95% Confidence Interval of the Difference Mean Difference Lower Upper -.134500
-9.45450
9.18550
Hasil statistik daya serap air menggunakan metode T-Test Lampiran 26. Hasil Daya Serap Lemak Gelatin Kulit Sapi Sampel A B C Rata-rata SD
Daya serap lemak (ml/g) 1,400 1,399 0,597 1,132 0,463
Lampiran 27. Hasil Daya Serap Lemak Gelatin Sapi Komersial Sampel A B C Rata-rata SD
Daya serap lemak (ml/g) 1,400 1,200 1,200 1,266 0,116 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 28. Analisi Statistik Daya Serap Lemak Gelatin Menggunakan SPSS One-Sample Test Test Value = 2 t
df
Daya_serap_lem ak 11.95 5
Sig. (2-tailed)
1
.053
Mean Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower
-.801000
Upper
-1.65232
.05032
Hasil statistik uji daya serap lemak gelatin menggunakan metode T-Test Lampiran 29. Rumus-rumus Uji
Formula
Rendemen (%) Tinggi busa (%) Stabilitas busa (%) Indeks aktivitas emulsi (m2/g) Indeks stabilitas emulsi (menit) Kadar air (%) Kadar abu (%) Daya serap air (ml/g) Daya serap lemak (ml/g)
(
)
(
)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta