Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
STUDI ANALISIS PENGARUH INTERFERENSI CO-CHANNEL BCCH (BROADCAST CONTROL CHANNEL) TERHADAP KUALITAS SEL SISTEM JARINGAN DCS (DIGITAL CELLULAR SYSTEM) 1800 Setyo Budiyanto1,Mariesa Aldila2 1,2
Jurusan Elektro, Universitas Mercu Buana Jl. Meruya Selatan, Kebun Jeruk - Jakarta Barat. Telepon: 021-5857722 (hunting), 5840816 ext.2600 Fax: 021-5857733 Email :
[email protected]
Abstrak
-
Jumlah
pelanggan
TCH
drop
yang
tinggi.
telekomunikasi seluler yang terus
mengatasi
mengalami perkembangan membuat
menggunakan metode penelitian dari
berbagai operator mendirikan banyak
hasil drive test di lapangan dan
BTS (Base Transceiver System) baru
selanjutnya
agar dapat melayani pelanggannya
jaringan dengan cara frequency retune
yang
dan tilting antenna.
tersebar
luas
dimana-mana.
masalah
Untuk
tersebut
dilakukan
kita
optimasi
Namun penambahan BTS bukanlah
Setelah dilakukan optimasi jaringan,
solusi
dari hasil drive test after di lokasi
total
jumlah
untuk
mengimbangi
pelanggan,
masalah
baru
interferensi
dan
juga
dari
KPI
muncul akibat keterbatasan kanal
monitoring kita mendapatkan hasil
frekuensi yang dimiliki oleh jaringan
semua indicator sudah mencapai KPI
DCS
target.
1800
sendiri.
digunakan
konsep
Karenanya pengulangan
frekuensi yang juga memungkinkan terjadinya
interferensi
Kata kunci : DCS 1800, Interferensi Co-BCCH, Frekuensi, Optimasi.
co-BCCH
sehingga target KPI yang dimiliki
PENDAHULUAN
operator tidak tercapai.
Telekomunikasi
Pada penelitian ini dibahas mengenai
perkembangan yang sangat pesat, hal
kualitas
ini dapat dilihat dari perkembangan
sel
interferensi
lokasi
co-BCCH,
menyebabkan mencapai
di
kualitas
target
hal sel
ini tidak
jumlah teknologi
pelanggan, dan
mengalami
perkembangan layanan
yang
ditemukan
disediakan oleh berbagai operator.
beberapa lokasi low level signal, dan
Dari segi perkembangan pelanggan,
Vol.4 No.2 Mei 2013
KPI,
terjadi
seluler
54
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
pertumbuhan
pelanggan
ISSN : 2086‐9479
Karenanya
telepon
digunakanlah
seluler mengalami peningkatan yang
konsep
menakjubkan dibanding pertumbuhan
penggunaan
dari industri-industri lainnya.
pada sel yang berbeda pada waktu
Perkembangan pelanggan harus pula
yang
disertai dengan kualitas pelayanan
pengguna. Karena begitu besarnya
yang baik. Dengan jumlah pelanggan
kebutuhan
yang begitu banyak dan tersebar luas
menyebabkan
dimana-mana, banyak operator yang
kasus interferensi dari kanal yang
mendirikan sejumlah BTS baru untuk
bersamaan (co-channel) yang sangat
mengimbangi bertambahnya jumlah
berpengaruh terhadap kualitas sel
pelanggan. Namun penambahan BTS
tersebut.
ternyata bukanlah penyelesaian total
berbanding terbalik dengan tingkat
untuk
mengimbangi
interferensi, yakni semakin tinggi
jumlah
pelanggan,
penambahan masalah
baru
frequency
reuse,
frekuensi
bersamaan
yang
oleh
akan
Faktanya,
sama
beberapa
frekuensi
terjadinya
yaitu
ini,
beberapa
kualitas
sel
tingkat interferensi, semakin jelek
muncul akibat keterbatasan kanal
kualitas
sel
frekuensi yang dimiliki oleh jaringan
sebaliknya.
nya,
begitupun
DCS 1800 sendiri. Alokasi frekuensi
Sehingga diperlukan sebuah
untuk sistem DCS 1800 (Digital
strategi frequency planning untuk
Cellular System) adalah 1710-1880
meminimalisasi
MHz, dengan frekuensi uplink 1710-
penggunaan kanal yang bersamaan,
1785 MHz, dan downlink 1805-1880
sehingga
MHz, bandwidth uplink dan downlink
kualitas sel.
masing-masing 75 MHz, dan guard
Teori Interferensi
band antara uplink-downlink sebesar
Interferensi
interferensi
dapat
akibat
memaksimalkan
merupakan
20 MHz. Alokasi frekuensi tersebut
masalah
utama
yang
membatasi
terbagi-bagi lagi untuk setiap operator
kinerja dari sistem radio selular.
yang bekerja di sistem DCS 1800, hal
Sumber-sumber
ini menjadi kendala setiap operator
berupa pengguna lain yang terdapat
dalam rangka peningkatan kualitas
dalam satu sel, panggilan yang sedang
jaringannya.
dilakukan pada sel
interferensi
dapat
tetangga, base
station lain yang sedang beroperasi
Vol.4 No.2 Mei 2013
55
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
pada band frekuensi yang sama, atau kebocoran energi yang diakibatkan oleh kebocoran sistem non selular yang masuk dalam band frekuensi selular. Interferensi pada kanal suara akan menyebabkan cross talk, yaitu pelanggan
akan
mendengar
Gambar 2.1 Interferensi dari kanal sel
interferensi background dari transmisi
lain
yang tidak diinginkan. Interferensi
Interferensi Kanal Bersebelahan
pada
(Adjacent-Channel Interference)
sistem
komunikasi
seluler
merupakan gangguan pada jaringan
Interferensi
kanal
komunikasi yang disebabkan ikut
bersebelahan terjadi akibat dua buah
diterimanya sinyal frekuensi yang lain
sel yang bersebelahan menggunakan
dari yang dikehendaki. Interferensi
dua
akan
berdekatan.
sangat
mempengaruhi
Key
spektrum
frekuensi
Interferensi
yang kanal
Performance Indicator (KPI) jaringan
bersebelahan terjadi karena ketidak
tersebut, terutama pada kualitas suara
sempurnaan filter.
(voice
quality).
yang
Kanal radio bergerak dibentuk
digunakan untuk menentukan nilai
dengan membagi-bagi spektrum yang
kualitas sinyal terhadap gangguan
tersedia menjadi gelombang carrier
interferensi dinyatakan dengan C/I
dengan jarak tereentu. Pemisahan ini
(dB).
dilakukan
Tujuan
Ukuran
dari
menganalisa
dengan
menggunakan
pengaruh interferensi ini adalah untuk
bandpass filter. Untuk menanggulangi
meningkatkan C/I, banyaknya faktor
pengaruh
interferensi
bersebelahan dapat dilakukan dengan
dapat
performansi
mempengaruhi
system.
interferensi
yang
pengaruhnya
terhadap
sistem
seluler
paling
interferensi co-channel.
kanal
Faktor
mempertajam respons frekuensi filter
besar
dan dengan memisahkan kanal-kanal
performansi
adalah
interferensi
reduksi
bertetangga
pada
sel-sel
yang
berjauhan. Interferferensi ini juga dapat dikurangi dengan menggunakan sektorisasi sel. [6]
Vol.4 No.2 Mei 2013
56
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
Interferensi
Kanal
Sama
(Co-
ISSN : 2086‐9479
frekuensi
tersebut
di-review,
dipertimbangkan apakah diganti atau
Channel Interference) Interferensi kanal sama terjadi
tetap
dipertahankan,
dalam
karena penggunaan kanal bersamaan,
keterkaitannya
dengan
dimana f1=f2 yaitu frekuensi yang
frekuensi lain yang memancar dari
dipancarkan tepat sama. Oleh karena
BTS-BTS di sekitarnya. Beberapa
itu pemakaian frekuensi digunakan
frekuensi-
alasan
perlu
frequency
retune
berulang untuk mengatasi masalah
dilakukannya
ini. Penggunaan ulang frekuensi dapat
diantaranya faktor teknologi, faktor
mengakibatkan adanya interferensi,
site deployment (pembangunan site-
dimana kanal frekuensi dalam satu sel
site baru), faktor strategis. Alasan
yang
melayani
pertama, frekuensi harus di-retune
sebuah area, bertemu dengan pada
jika operator mengadopsi teknologi
kanal frekuensi yang sama di sel yang
baru,
berbeda. Ada berbagai cara yang
operator
dapat
digunakan
untuk
keterbatasan diperlukan
sebelumnya
menggunakan
teknologi
untuk
baseband hopping kemudian beralih
interferensi
akibat
ke
frekuensi
yang
perhitungan
pertimbangan
jika
patokan
dijadikan
meminimalisasi
misalnya
untuk
teknologi
(SFH)
dan
frekuensi. Ada perbedaan mendasar antara
harus
hopping
ada,
melakukan
maka
synthesiser ada
retune
kedua teknologi ini yang
optimasi tersebut. Adapun kerusakan
mengharuskan frekuensinya di-retune
yang diakibatkan oleh interferensi
secara total. Sedemikian mendasarnya
dapat
perubahan itu, sebenarnya lebih tepat
diminimalisasi
dengan
melakukan optimasi sebagai berikut:
perubahan
- Frequency retune
frequency reengineering sebaliknya
Berbicara tentang retune frekuensi,
daripada
frekuensi
frequency
ini
retune
disebut
saja.
berarti bukan hanya pada beberapa
Retune jenis ini biasanya hanya
BTS
dilakukan sekali.
(Base
Transceiver
Station, saja,
Alasan kedua, frekuensi harus di-
melainkan pada suatu area jaringan
retune karena masuknya site baru
radio tertentu dalam skala area global.
pada suatu area yang sudah padat.
Ketika
Site baru ini, dengan frekuensinya
menara
pemancar
frekuensi
Vol.4 No.2 Mei 2013
radio)
TRX
di-retune,
57
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
sendiri, akan sangat mempengaruhi
Optimasi antenna di BTS, berarti
tingkat interferensi pada site-site di
mengoptimalkan fungsi dari antenna
sekitarnya.
existing di BTS, disini parameter dari
Satu
saja
BTS
baru
dibangun di tengah-tengah suatu area
sel
yang sudah tinggi densitas BTS-nya,
perangkat
semakin sulit untuk mengalokasikan
dioptimasi, terdapat dua cara untuk
frekuensi pada BTS tersebut tanpa
optimasi
menimbulkan
azimuthnya,
interferensi
dengan
ini
tidak
di-tuning,
fisiknya
antena
saja
yaitu
atau
hanya yang
optimasi
tilt-nya,
atau
keduanya. Optimasi azimuth antena,
BTS-BTS tetangganya. Semakin banyak site-site baru pada
berarti mengatur arah orientasi main
satu area maka dampak site-site ini
beam antena suatu sel sedemikian
terhadap level interferensi pada area
rupa
ini akan semakin tinggi, sehingga
menginterferen
mutlak dilakukan retune frekuensi
Melakukan reazimuth berarti harus
secara
mempertimbangkan
keseluruhan
untuk
area
agar
sel
tersebut sel
tidak lainnya.
area
yang
wajib,
dilayani oleh sel tersebut, jangan
dilakukan retune frekuensi secara
sampai area yang seharusnya dilayani
berkala untuk area-area yang masih
oleh
mengalami pertumbuhan site. Inti dari
mendapatkan sinyal setelah dilakukan
penggunaan frequency retune berarti
reazimuth.
melakukan tuning frekuensi kembali
mempertimbangkan
dengan memperhatikan kondisi di
interferensi,
sekitarnya
perlu memperhatikan traffic nya pula,
tersebut.
Kesimpulan:
agar
tidak
terjadi
sel
tersebut
malah
Berarti
tidak
selain faktor
melakukan
reazimuth
interferensi co-channel lagi.
traffic sel tersebut minimal harus
- Power control
tetap
ketika
telah
dilakukan
Power Control merupakan suatu
reazimuth, bila traffic menurun berarti
upaya untuk mengontrol daya pancar
reazimuth antenna tersebut malah
dari BTS ke MS agar mendapatkan
mengorientasikan
kualitas
daerah yang sepi dari customer.
komunikasi
yang
baik,
pemakaian daya yang baik maka akan
Optimasi
antena
antenna
lainnya
pada
yaitu
mengurangi terjadinya interferensi.
dengan mengatur tilting antenna di
- Optimasi antenna
BTS. Mengatur tilting antenna berarti
Vol.4 No.2 Mei 2013
58
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
mengatur kemiringan antena, untuk
rendah, tinggi antenna biasanya diatas
mengatur
40 meter, hal ini dilakukan untuk
cakupan
sinyal
sel
bersangkutan, apakah perlu dilakukan
membuat
uptilt atau downtilt, sesuai dengan
sehingga customer yang berada jauh
kebutuhan. Dilakukan uptilt apabila
dari BTS masih dapat melakukan
coverage sel tersebut terlalu kecil,
panggilan
sehingga
Signal Strength
daerah
tidak tepi
Kuat sinyal yang diterima oleh
dilakukan downtilt apabila daerah-
MS merupakan penjumlahan nilai
daerah di sekitar BTS tidak mendapat
EIRP dari suatu antena dengan nilai
sinyal
untuk
Path Loss dan dikurangi rugi-rugi
menghindari agar coverage-nya tidak
yang terjadi saat perjalanan sinyal
melebar ke sel lainnya.
dari BTS menuju MS. Rugi-rugi yang
- Merubah ketinggian antenna
terjadi antara lain nilai redaman yang
yang
ini
sel,
daerah-
seluas-luasnya
sebaliknya
Hal
di
mencapai
coverage
baik,
juga
dilakukan
untuk
terjadi
pada
lintasan
perjalanan
apakah
terlalu
transmitter di BTS dengan antenna
sempit. Semakin tinggi antenna, maka
receiver di MS. Rumus mencari nilai
radiasi sel tersebut akan
kuat sinyal adalah:
meluas,
luas,
atau
begitupun
semakin sebaliknya,
dari
saat
mengoptimasi coverage sel tersebut, terlalu
sinyal
sinyal
antenna
SS (dBm) = EIRP (dBm) – (Path Loss
semakin pendek tinggi antenna, maka
(dB) + r) (2.2)
radiasi selnya akan semakin sempit.
Dimana
Untuk daerah perkotaan umumnya
(media hambatan yang terletak antara
tinggi antenna hanya sekitar 25-40
antenna
meter, ini karena traffic di daerah
dihitung kuat sinyalnya). [4]
perkotaan
Tabel 2.2 Besaran rugi-rugi redaman
lebih
padat,
sehingga
membutuhkan kapasitas yang lebih
r
=
dengan
rugi-rugi
titik
tambahan
yang
akan
suatu elemen bangunan [4]
banyak pula, untuk menanganinya
Media
Besar Redaman (dB)
didirikan lebih banyak BTS dengan
Beton
20
Gypsum
5
Kayu
3
Logam / Kaca
0
tinggi sekitar 25-40 meter agar tidak terjadi overshoot ke sel lain. Dan untuk daerah rural dengan traffic yang
Vol.4 No.2 Mei 2013
Effective Isotropic Radiated Power
59
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
Antena yang terhubung di BTS akan
EIRP = 40 dBm – 7.5 dB + 18 dBi =
menghasilkan
50.5 dBm
Radiated
Effective
Power
Isotropic
(EIRP)
menjadi
Perhitungan Path Loss
jumlah pertambahan antara output
Path loss merupakan fenomena yang
power BTS ditambah dengan gain
terjadi dimana sinyal yang diterima
antenna pada BTS tersebut, dikurangi
menjadi
feeder loss. Feeder loss dan gain dari
disebabkan bertambahnya jarak antara
antena diekspresikan dalam dB, BTS
MS dan BTS. Dalam hal ini tidak ada
output power dalam dBm, dan gain
penghalang antara pemancar (Tx) dan
antenna dalam dBi sehingga power-
penerima (Rx). Standard propagation
nya dinyatakan dalam dBm.
model merupakan model propagasi
Adapun rumus untuk menghitung
yang banyak digunakan karena sangat
besarnya nilai EIRP adalah:
fleksibel
EIRP (dBm) = BTS output power
mengakomodasi
(dBm) – Loss Equipment (dB) +
perhitungan dengan berbagai macam
Antenna gain (dBi)
kondisi frekuensi kerja dan tidak
(2.3)
semakin
melemah
sehingga
dapat keperluan
Dimana :
dibatasi oleh range frekuensi tertentu,
1.Loss Equipment terdiri dari dua
begitu pula untuk tipe area (clutter)
macam loss, yaitu:
yang demikian fleksibel, sehingga
a. Feeder Loss = 1.5 dB
tidak dibatasi oleh suatu jenis clutter
b. Loss Total Connector = 6 dB
type saja. Dalam
Total Loss Equipment = 7.5 dB
menghitung
2.BTS output power
menganalisa
BTS output power mempunyai range
untuk
40 dBm – 48 dBm
komunikasi
3.Antena Gain
bantuan dari analisa statistik dari hasil
Untuk Antena tipe Kathrein 739495
pengukuran. Dengan menggunakan
(K739495)
statistik dari hasil pengukuran yang
dan
Andrew
coverage
dan
penggunaan seluler
gelombang
pada
sistem
diperlukan
932DG65T6EKL = 18 dBi
mempunyai kondisi lingkungan yang
Jadi nilai EIRP untuk site yang
serupa atau mirip, dapat dipakai juga
menggunakan antenna K739495 dan
untuk menentukan perhitungan path
932DG65T6EKL adalah:
loss agar daerah yang ditargetkan
Vol.4 No.2 Mei 2013
60
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
untuk diteliti tidak meleset dari yang diinginkan.
ISSN : 2086‐9479
Untuk terjadinya
Adapun data yang diperlukan
planning
untuk menentukan coverage area dan
MapInfo
perencanaan
aplikasi
ketinggian penerima
lainnya efektif
di
MS,
dari jarak
adalah antenna antara
mengindikasikan co-BCCH,
software
digunakan
bantuan
yaitu
Professional, NECTO,
tambahan
beserta
yaitu
aplikasi
untuk
perangkat
SIEMENS, disini peneliti mengambil
pemancar dan penerima, ketinggian
contoh
efektif dari antenna pemancar di BTS.
Hutchison CP Telecom (HCPT) untuk
Perhitungan
dapat
area Jawa Barat. Aplikasi NECTO ini
masing-masing
akan memetakan BSC database, data
dibedakan clutter
path untuk type,
loss
menggunakan
untuk
jaringan
operator
yang diperoleh dari OSS. Dari
perhitungan sebagai berikut:
gambar
terlihat
Urban area,
pemetaan
Lp = 69.55+ 26.16log(f ) −13.82log(hb ) − a(hm ) + (44.9 − 6.55log(hb ))*log(d)
Bandung, pemetaan ini diperoleh dari
(2.4)
BSC
Dimana
site
3.1
database
menggunakan
Lp = Path Loss (dB) f = frekuensi (MHz) hb = tinggi antenna efektif base stasion diatas permukaan tanah (m) hm= tinggi antenna efektif mobile
HCPT
di
Jawa
kota
Barat
NECTO.
terlihat
bahwa
sel
100500-1
co-BCCH
dengan
sel
100494-2,
keduanya
menggunakan BCCH 837, terlebih kedua sel tersebut saling berhadapan (head to head).
stasion diatas permukaan tanah (m) d = jarak (km) adapun untuk sub urban area, Lps = Lp (UrbanArea) − 2 * (log(f / 28))2 − 5.4
(2.5) dan untuk open area, Lpo = Lp (UrbanAre)a− 4.78(log(f ))2 +18.33log(f ) − 40.94
(2.6) Metode Penelitian Mengindikasi
Terjadinya
Gambar 3.1 Co-BCCH site 100500Co-
1 dengan 100494-2
BCCH
Vol.4 No.2 Mei 2013
61
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
Kasus
ini
ISSN : 2086‐9479
menyebabkan
-105 <= -89
terjadinya low level signal, sehingga
dBm
menyebabkan TCH drop yang tinggi akibat radio link failure di lokasi
Untuk mengetahui kualitas sinyal
sekitar area site-site tersebut. Hal ini
sebenarnya di lokasi, perlu dilakukan
harus dibuktikan dari hasil drive test
drive test. Pelaksanaan drive test
pada lokasi tersebut. Pada tabel 3.1
dilakukan di dalam mobil dengan
diperlihatkan
untuk
menyusuri jalan atau wilayah yang
RxLevel kota Bandung, besarnya
telah ditentukan sebelumnya. Setelah
RxLevel dikatakan baik bila dapat
melakukan drive test maka akan
mencapai target KPI yang diberikan
diperoleh log file dimana didalamnya
oleh
berisi
HCPT,
KPI
target
besarnya
target
ini
seluruh
parameter,
event
berbeda-beda untuk tiap clutter, kota
selama perjalanan drive test melewati
Bandung
merupakan
suatu wilayah tertentu. Dari log file
sehingga
target
area
yang
urban,
dicapainya
tersebut
kemudian
cukup tinggi, yaitu RxLevel >-80
untuk
kemudian
dBm harus mencapai 90%.
dioptimasi.
Tabel 3.1 KPI target untuk RxLevel kota Bandung
data
di-export
diolah
dan
ANALISA DAN PEMBAHASAN Hasil
Drive
test
di
Lokasi
-66 <= x dBm
Interferensi
-68 <= -66
Untuk mengetahui keadaan sinyal di
dBm
lokasi, perlu dilakukan drive test,
-72 <= -68 dBm -76 <= -72
KPI
yang dilakukan dalam mobil.
Target 90%
dBm -80 <= -76 dBm -84 <= -80 dBm
Bad
L k i1
-89 <= -84
Gambar 4.1 RxLevel hasil drive
dBm
test Bandung area
Vol.4 No.2 Mei 2013
62
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
Setelah
melakukan
drive test,
ISSN : 2086‐9479
Tabel 4.1 Tabel statistik hasil drive test cluster Bandung
maka akan diperoleh log file yang berisi semua data, event selama
Item
perjalanan mengelilingi site. Gambar
RXLEVELMIN
-98 dBm
RXLEVMAX
-36 dBm
4.1
diatas
merupakan
plot
dari
RxLevel hasil drive test di Bandung
Value
RXLEVMEAN
-69.98
(Average)
dBm
Area dimana terdapat beberapa sel co-
RXLEVEL>-80dBm
87.94%
BCCH. Dengan menggunakan spider
RXLEVEL<=-80dBm
12.06%
graph, aplikasi bawaan dari MapInfo
Besar RxLev > -80dBm yang
Professional, plot RxLevel tersebut
dicapai pada cluster tersebut hanya
dapat dihubungkan dengan tiap-tiap
sebesar 87,94%, sedangkan target
sel
KPI yang dicapai harus >=90%, perlu
yang
melayani
MS
selama
perjalanan.
dilakukan optimasi agar persentase
Sinyal yang diterima MS berada
RxLev dapat mencapai target KPI.
di range -86 - -90 dBm, padahal lokasinya tidak terlalu jauh dari site 100500, yaitu sejauh 0,8 Km, hal ini dikarenakan adanya interferensi coBCCH dari site 100494 yang sama menggunakan BCCH 837 pada jarak 1,77 Km dari lokasi. Kejadian ini
Gambar
diperburuk
menunjukkan adanya interferensi
dengan
terjadinya co-
4.3
KPI
monitoring
BCCH head to head, kedua site saling
co-BCCH
berhadapan
Pada KPI monitoring diperlihatkan
dimana
MS
berada
diantara lokasi serving site tersebut. Gambar 4.1 diatas merupakan
TCH
drop
pada
site
yang
terinterferensi
sangat
besar,
pada
gambar plot dari RxLev, yaitu level
SiteID 100502 - 1 mencapai 3,77%,
sinyal yang diterima oleh MS hasil
SiteID 100500 – 1 mencapai 5,93%,
drive test pada cluster area Bandung.
dan SiteID 100523 – 2 mencapai
Dari data tersebut kemudian diperoleh
3,84%, sedangkan KPI yang harus
statistik
dicapai untuk TCH drop adalah <1%.
seperti
dibawah.
Vol.4 No.2 Mei 2013
pada
tabel
4.1
Kondisi seperti ini sangat jauh dari
63
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
target yang diharapkan, pada KPI monitoring
juga
diperlihatkan
distribusi penyebab drop paling tinggi adalah NRFLTCH:CDHOFAIL dan NRFLTCH:CFRLFAIL,
NRFLTCH
(Number of Lost Radio Links while
SiteID 100500 Site
using a TCH) akibat CDHOFAIL yaitu
drop
distribution
due
to
handover failure, dan CFRLFAIL yaitu drop distribution due to radio link
failure.
Kegagalan
handover
karena MS mendeteksi 2 kanal yang sama dengan level yang jauh berbeda, hal ini membuat MS harus memilih kemana harus handover, sehingga terkadang MS handover pada kanal dengan level yang lebih rendah, sedangkan kanal tersebut tidak siap melayani
traffic,
sehingga
terjadi
handover failure. Adapun penyebab radio link failure adalah interferensi, adanya
interferensi
akan
mengakibatkan tingginya TCH drop. Tabel 4.2 menunjukkan site data antenna, yang berisi siteID, longitude,
100500
BCCH ARFCN 837, berarti kanal ini menggunakan frekuensi 1870,2 MHz. Antena pada site ini berada pada ketinggian 30 m, maka nilai path loss untuk site 100500 dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: L p = 69.55 + 26.16 log( f ) − 13.82 log(hb ) − a(hm ) + (44.9 − 6.55 log(hb )) * log(d ) L p = 69.55 + 26.16log(1870.2) − 13.82log(30) − a(1.5) + (44.9 − 6.55log(30)) * log(0.8) L
p
= 126 , 2706646
Karena antena 932DG65T6EKL yang digunakan site 100500 memiliki nilai EIRP 50.5 dBm. Maka besarnya signal strength pada daerah yang berjarak 0.8 Km dari site 100500 dapat dihitung dengan mengurangi nilai EIRP dan loss yaitu: Signal strength
EDT (electrical downtilt). Tabel 4.2 Tabel site data antenna
: EIRP – Path
loss : 50.5 dBm – 126.2706646 dB = - 75.7707 dBm
latitude, antenna type, antenna height, azimuth, MDT (mechanical downtilt),
menggunakan
SiteID 100494 Perhitungan untuk site 100494 – 2, perhitungan dilakukan sepanjang site 100494 sektor 2 ke arah yang interferensi co-BCCH yang berjarak 1,77 Km. Site 100494 menggunakan BCCH ARFCN 837, berarti kanal ini
Vol.4 No.2 Mei 2013
64
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
menggunakan frekuensi 1870,2 MHz.
frequency retune, perlu diperhatikan
Antena pada site ini berada pada
kondisi sel di sekitarnya, agar tidak
ketinggian
terjadi
40
m,
berdasarkan
kasus
co-BCCH
lainnya.
parameter berikut, maka nilai path
Setelah melihat kondisi BCCH di
loss untuk site 100494 dapat dihitung
sekitar lokasi, maka BCCH yang
menggunakan rumus sebagai berikut:
memungkinkan
untuk
mengganti
L p = 69.55 + 26.16 log( f ) − 13.82 log(hb ) − a(hm ) + (44.9 − 6.55 log(hb )) * log(d )
BCCH 837 adalah 858, dapat dilihat
L p = 69.55 + 26.16log(1870.2) − 13.82log(40) − a(1.5) + (44.9 − 6.55log(40)) * log(0.8) L
p
pada gambar 4.8, sel yang berwarna
= 136 , 4895464
Karena antena K739495 yang
merah
adalah
sel
juga
858,
yang
digunakan site 100494 memiliki nilai
menggunakan
Effective Isotropic Radiated Power
berwarna hijau menggunakan 859,
(EIRP) 50.5 dBm. Maka besarnya
dan berwarna biru menggunakan 857.
signal strength pada daerah yang
Dengan menggunakan BCCH
berjarak 0.8 Km dari site 100494
858, maka besarnya signal strength di
dapat dihitung dengan mengurangi
lokasi yang berada 0,8 Km dari site
nilai EIRP dan loss yaitu:
100500 dapat dihitung sebesar:
Signal strength : EIRP – Path loss
EIRP (dBm) = BTS output power
: 50.5 dBm – 136.4895464 dB
(dBm) – Loss Equipment (dB) +
= - 85.9895 dBm
Antena gain (dBi)
MS di lokasi 1 seharusnya
BCCH
yang
EIRP = 40 dBm – 7.5 dB + 18 dBi =
mendapat sinyal dari site 100500
50.5 dBm
sebesar -75.7707 dBm, bukan dari
dengan besar path loss:
site 100494 sebesar -85.9895 dBm,
L p = 69.55 + 26.16 log( f ) − 13.82 log(hb ) − a(hm ) + (44.9 − 6.55 log(hb )) * log(d )
sehingga perlu dilakukan optimasi. 4.2.
L p = 69.55 + 26.16log(1874.4) − 13.82log(30) − a(1.5) + (44.9 − 6.55log(30)) * log(0.8)
Optimasi Jaringan Kasus pada lokasi 1 yaitu sel
L
p
= 126 , 2960626
100500 - 1 berinterferensi dengan sel
maka besarnya signal strength pada
100494
lokasi tersebut adalah:
–
2
yang
sama-sama
menggunakan BCCH 837. Pada kasus
Signal strength
ini MS yang berada pada coverage sel
loss
100500 – 1 malah menerima sinyal
: 50.5 dBm – 131.2960626 dB
dari 100494 – 2. Untuk melakukan
Vol.4 No.2 Mei 2013
: EIRP – Path
= - 75.7961 dBm
65
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
Dari perhitungan diatas, maka
ISSN : 2086‐9479
RXLEVMAX
-40 dBm
RXLEVMEAN (Average)
-69.61 dBm
MS pada lokasi 0.8 Km dari site
RXLEVEL>-80dBm
90.70%
100500 akan mendapat sinyal sebesar
RXLEVEL<=-80dBm
9.30%
-75.7961
dBm,
terinterferen
dan
dengan
akan
Besar RxLev > - 80dBm yang
100494
dicapai untuk cluster tersebut sebesar
tidak site
karena kanal yang digunakan sudah
meningkat
berbeda.
90,70% sehingga sudah mencapai
Hasil Drive test Setelah Dilakukan
target KPI yang harus dicapai. Hasil
Optimasi
plot RxLev di lokasi 1 setelah
Setelah melakukan optimasi di
dari
melakukan
87,94%
optimasi
menjadi
menunjukkan
lokasi interferensi, dilakukan drive
perubahan yang baik, lokasi tersebut
test after untuk melihat perbaikan
sudah di-cover oleh site 100500, dari
sinyal di lokasi tersebut, Gambar 4.16
aplikasi spider graph dilihat tidak ada
berikut merupakan plot RxLev setelah
garis yang menghubungkan antara
melakukan optimasi.
lokasi 1 dengan site 100494, hal ini menunjukkan tidak terjadi interferensi co-BCCH. Dari hasil drive test ini, di lokasi 1 MS mendapat sinyal sebesar -73 hingga -76 dBm .
Gambar 4.17 Plot RxLevel hasil drive test Bandung Area Dari plot RxLev tersebut, sinyal di lokasi interferensi sudah mencapai KPI target, dari hasil drive test after
Gambar 4.23 KPI monitoring setelah
tersebut kemudian diperoleh statistik
dilakukan optimasi Dapat
seperti pada tabel dibawah. Tabel 4.4 Tabel statistik hasil drive test after Bandung Item RXLEVELMIN
Vol.4 No.2 Mei 2013
Value -92 dBm
dilihat
monitoring, NRFLTCH:CDHOFAIL
dari
KPI
besarnya dan
NRFLTCH:CFRLFAIL tidak seperti
66
Jurnal Teknologi Elektro, Universitas Mercu Buana
ISSN : 2086‐9479
ketika masih terjadi interferensi, hal
semua indicator sudah mencapai
ini
KPI target.
menunjukkan
terinterferensi
site-site
sebelumnya
yang sudah
SARAN
bebas dari interferensi, dapat dilihat
Teknik analisis dan optimasi
dari TCH drop rate nya sudah < 1%,
untuk interferensi co-BCCH yang
tidak ada yang melebihi dari target
dipaparkan pada penelitian ini masih
KPI nya.
berada pada tahap permukaan teknik
KESIMPULAN DAN SARAN
analisis dan optimasi, sehingga masih
KESIMPULAN
bisa dilanjutkan untuk penelitian lebih
Kesimpulan
yang
dapat
mendalam terhadap tiap-tiap kasus.
diambil dari penelitian penelitian ini adalah:
DAFTAR PUSTAKA
1. Drive test perlu dilakukan untuk
[1]Sunomo. 2004. Pengantar Sistem
memperoleh data actual keadaan
Telekomunikasi
sinyal di lokasi, sehingga dapat
Gramedia Widiasarana Indonesia :
diketahui
Jakarta.
daerah
terinterferensi,
mana
agar
yang
selanjutnya
bisa dilakukan optimasi. 2. Frequency
retune
dilakukan
untuk
sangat
perlu
menghindari
3. Scanning TRX perlu diperhatikan menghindari
overshoot.
terjadinya
Antenna
Communication,
PT
GSM
Introduction.
interferensi co-BCCH dari sel lain.
untuk
[2]Siemens
Nirkabel.
downtilt
[3]Siemens. 2006. SBS Counters. [4]Siemens.
2006.
SBS
Key
Performance Indicator. [5] Spectrum Planning Team. 2001. Investigation
of
Modified
Hatta
Propagation Model.
dilakukan agar coverage sel tidak
[6] Yenisyiska, Sari. 2007. Teknik
melebar,
akan
Meminimalisasi Interferensi Terhadap
terjadi overshoot yang dapat meng-
Penggunaan Kanal Frekuensi Pada
interferen sel lainnya.
Jaringan GSM: Jakarta.
4. Setelah RxLevel
sehingga
tidak
dilakukan >-80
dBm
optimasi,
[7] Lingga, Wardhana. 2011. 2G/3G
mencapai
RF Planning and Optimization for
90,70%, dan TCH drop rate di KPI
Consultant.
monitoring sudah <1%, sehingga
Jakarta.
Vol.4 No.2 Mei 2013
www.nulisbuku.com:
67