SERAPAN HARA DAN PERTUMBUHAN MENTIMUN, LOBAK, SERTA SAWI PADA KADAR AIR TANAH GAMBUT YANG BERBEDA Muhammad Alwi, N. Fauziati dan Nurita Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di rumah kaca, KP. Banjarbaru, Kodya Banjarbaru, Kalimantan Selatan dari September hingga Desember 2005. Perlakuan disusun dalam RAK tiga ulangan berupa kadar air tanah yaitu: 120, 170, 220, 270, 320, dan 370 % berat. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh kadar air tanah terhadap serapan hara N, P, dan K serta pertumbuhan tanaman mentimun, lobak dan sawi di lahan lebak bertanah gambut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan mentimun, lobak dan sawi terbaik diperoleh pada perlakuan kadar air tanah 370 %. Serapan hara total N, P, dan K oleh tanaman mentimun, lobak dan sawi semakin meningkat dengan meningkatnya kadar air tanah. Kata Kunci : Gambut, Kadar air, Pertumbuhan, Serapan hara
PENDAHULUAN Penggunaan lahan gambut untuk pertanian harus memperhatikan tipologi lahan (ketebalan gambut) dan tipe luapan airnya. Untuk tanaman pangan dan hortikultura sebaiknya diarahkan pada lahan gambut yang ketebalannya < 1 m, sedang untuk tanaman tahunan dapat dikembangkan pada lahan gambut dengan ketebalan 1-3 m. Sementara lahan gambut yang ketebalannya > 3 m diarahkan untuk konservasi (Widjaja-Adhi et al., 1992). Lahan gambut terutama gambut dangkal (dengan ketebalan 50-100 cm) memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai pertanaman sayuran. Hasil evaluasi dan inventarisasi lokasilokasi pemukiman transmigrasi di Indonesia menunjukkan bahwa lokasi pemukiman transmigrasi di lahan gambut dangkal telah berkembang menjadi lahan pertanian produktif yang menghasilkan bahan pangan, hortikultura dan tanaman industri (Sardjadidjaja dan Sitorus, 1997). Salah satu sifat khas pada tanah gambut adalah kemampuan mengikat air sangat besar, berbeda untuk tiap jenis gambut dan tergantung tingkat pelapukan (kematangan) gambut. Gambut umumnya mempunyai kemampuan mengikat air cukup besar, Stevenson (1994) melaporkan bahwa gambut dapat mengikat air sampai 20 kali berat keringnya. Gambut fibris (mentah) mempunyai kemampuan mengikat air 8,5 x (850 %) dari berat keringnya, sedangkan pada gambut masak (saprist) kemampuan mengikat air relatif kecil sekitar < 450 %. Di lain pihak, dalam kondisi yang berlawanan, karena pengaruh pemanasan secara alamiah oleh sinar matahari dalam periode lama (pengeringan) akibat over drained karena suasana oksidatif sehingga muncul sifat hidrofobik (menolak air).
241
Hidrofobisitas adalah suatu keadaan dimana kemampuan tanah memegang air dengan tenaga rendah atau keadaan permukaan tanah tidak dapat mengikat air (Valat et al., 1991). Adanya senyawa hidrokarbon aromatik yang menyeliputi koloid gambut menyebabkan gaya tarik antara partikel-partikel koloid tanah dengan molekul air menjadi berkurang (menurun). Bila tanah gambut mengalami pengeringan karena air yang terjerap hilang, menyebabkan perubahan yang tidak-balik (irreversible). Keadaan ini menyebabkan kemampuan gambut untuk mengikat air menurun, sehingga timbul sifat hidrofobisitas, percepatan oksidasi dan penurunan permukaan (subsidence), serta menurunnya kualitas sifat kimia tanah (Stevenson, 1994; Tan, 1994). Penelitian bertujuan untuk mempelajari pengaruh kadar air tanah terhadap serapan hara N, P, dan K serta pertumbuhan mentimun, lobak, dan sawi di lahan lebak bertanah gambut.
BAHAN DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan di rumah kaca, KP. Banjarbaru, Kodya Banjarbaru, Kalimantan Selatan dari September hingga Desember 2005. Tanah gambut diambil dari KP. Tawar I, yang mewakili jenis gambut lebak dengan BD 0,45 g/cm3. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok dengan tiga ulangan. Pada penelitian ini diperlukan 54 pot (kapasitas 8 kg) untuk ditanami tanam mentimun, lobak dan sawi sebagai tanaman indikator dan 54 pot berukuran kecil (kapasitas 4 kg) untuk ditimbang setiap pagi dalam upaya mempertahankan kadar air tanahnya. Perlakuan yang diberikan meliputi: 1) kadar air tanah 120 %, 2) kadar air tanah 170 %, 3) kadar air tanah 220 %, 4) kadar air tanah 270 %, 5) kadar air tanah 320 %, dan 6) kadar air tanah 370 % . Kadar air tanah lapangan adalah 425,8 %, untuk mencapai kadar air tanah sesuai perlakuan, tanah gambut dalam pot dibiarkan terbuka. Setelah beberapa hari dalam keadaan terbuka, tanah dan pot untuk sembilan pot besar dan sembilan pot kecil pertama ditimbang. Jika berat tanah dan pot kurang dari berat yang diinginkan, maka untuk mencapai nilai tersebut ditambahkan air, kemudian pot ditutup rapat dengan plastik agar tidak terjadi penguapan. Hal yang sama dilakukan juga untuk pot-pot lainnya. Setelah semua pot kadar air tanahnya telah sesuai dengan yang diinginkan (perlakuan), selanjutnya semua pot dibuka dan diberi kapur, pupuk kandang, dan pupuk Urea, SP-36, KCl serta ditanam tanaman indikator. Untuk mempertahankan kadar air tanah konstan selama percobaan berlangsung, setiap pagi pot kecil beserta tanah gambut didalamnya ditimbang kemudian ditambahkan air sampai berat yang telah ditentukan untuk mengganti air yang hilang akibat penguapan. Berat tanah gambut dan potnya, pada pot besar dua kali lebih besar dari berat tanah gambut dan potnya pada pot kecil, dengan demikian air yang ditambahkan pada pot besar dua kali air yang ditambahkan pada pot kecil. Jenis, dosis, dan waktu aplikasi pupuk dasar disajikan pada Tabel 1. Pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman sayuran dilakukan melalui pemberian pestisida. Jenis, dosis dan waktu aplikasi pestisida diperlihatkan pada Tabel 2. Sedangkan penyulaman dan penyiraman dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan optimal. Khusus untuk penyiraman dilakukan setiap pagi, dengan cara
242
menimbang pot sesuai berat semula dengan menambahkan air untuk mengganti besarnya air yang hilang akibat evapotranspirasi. Tabel 1. Jenis, dosis, dan waktu aplikasi pupuk pada tanaman mentimun, lobak, dan sawi yang ditanami di rumah kaca, KP. Banjarbaru, 2005 Dosis Pupuk Jenis Pupuk Waktu Aplikasi (g/6,5 kg) Mentimun Urea 2,17 ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada umur 30 HST SP-36 2,17 Pada saat tanam KCl 1,62 ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada umur 30 HST Dolomit 21,67 Saat tanam Sawi Urea 2,71 ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada umur 30 HST Dolomit 21,67 Saat tanam Lobak Urea 1,08 ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada umur 30 HST SP-36 2,17 Pada saat tanam KCl 1,08 ½ dosis pada saat tanam dan ½ dosis pada umur 30 HST Dolomit 21,67 Saat tanam Keterangan : 6,5 kg tanah gambut untuk KA 370 %.
Tabel 2. Jenis, dosis, waktu aplikasi dan jasad sasaran pestisida pada tanaman sayuran yang ditanami Jenis Pestisida Furadan 3 G Dithane M-45 Orthene WP Bactospine Bayrusil EC Perfection EC
Dosis
Waktu Aplikasi
20 kg/ha 3 g/l air 3 g/l air 0,7 kg/ha 3 cc/l air 3 cc/l air
Saat tanam Sesuai serangan hama dan penyakit di lapang
Jasad Sasaran Nematoda Cendawan Insekta Plutella Xylostella Insekta Lalat kacang, kutu, aphid
Parameter yang Diamati : Sifat kimia tanah awal (C-organik, N-total, C/N, pH, Fe, Al, H+, P-Bray1, P-total, Kdd, dan K-total, Ca-dd dan Mg-dd). Analisis serapan hara N, P dan K pada tanaman mentimun, lobak dan sawi. Keragaan pertumbuhan tanaman mentimun, lobak, dan sawi.
243
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Awal Hasil analisis tanah yang diambil secara komposit sebelum penelitian dilaksanakan menunjukkan bahwa kandungan C-organik tanah tergolong sangat tinggi, tingkat kemasaman sangat masam, ketersediaan N tinggi, P sangat rendah, K tinggi, Ca tinggi, dan Mg tinggi. Sedangkan P-total dan K-total tanah berkisar dari sedang hingga tinggi (Tabel 3). Kondisi ini menunjukkan bahwa tanah gambut di lokasi penelitian sangat masam dengan tingkat kesuburannya yang relatif baik, faktor pembatas pertumbuhan pada tanah ini adalah ketersediaan P yang sangat rendah. Dilihat dari hasil analisis tanah, kemasaman tanah bukan disebabkan oleh kelarutan Al, tetapi lebih dipengaruhi oleh asam-asam organik. Tabel 3.
Hasil analisis tanah awal di KP. Tawar-2, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, MK. 2005 Sifat Kimia Tanah Satuan Nilai Keterangan pH H2O 4,0 Sangat Masam C-organik (%) 16,06 Sangat Tinggi N-total (%) 0,63 Tinggi P-tsd (ppm P) 7,607 Sangat Rendah K-tsd (me/100 g) 0,66 Tinggi Ca-dd (me/100 g) 14,52 Tinggi Mg-dd (me/100 g) 5,30 Tinggi Na (me/100 g) 1,096 Sangat Tinggi KTK (me/100 g) 37,75 Tinggi P-total (me/100 g) 56,823 Tinggi K-total (me/100 g) 26,23 Sedang Al-dd (me/100 g) 0,10 Tekstur Pasir (%) 17,16 Debu (%) 78,32 Lempung Berdebu Liat (%) 4,52
Pengaruh Kadar air Tanah terhadap Perubahan Serapan Hara Tanah Oleh Tanaman Hubungan antara serapan hara total N, P, dan K pada tanaman mentimun dengan kadar air tanah disajikan pada Gambar 1. Serapan hara total N, P, dan K oleh tanaman mentimun akan semakin meningkat dengan semakin besar kadar air tanah. Jika dihubungkan dengan pertumbuhan tanaman keadaan ini sesuai, karena semakin besar kadar air tanah, mengakibatkan pertumbuhan tanaman akan semakin baik. Thamrin dan Hanafi, (1992) mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh keadaan air dalam jaringan tanaman. Jika kandungan air dalam jaringan tanaman cukup, maka semua proses yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan berjalan sebagai mana mestinya. Jika kandungan air dalam jaringan tanaman kurang,
244
maka semua proses yang berperan dalam pertumbuhan dan perkembanagan tanaman akan terganggu, akibatnya tanaman akan layu dan mati. Keadaan yang sama terjadi pada penelitian ini, dimana pada kadar air 120 % tanaman mentimun mati pada minggu ke tiga, peningkatan kadar air hingga 370 % meningkatkan serapan N, P, dan K oleh tanaman mentimun. N (%)
P (%)
K (%)
Serapan N, P dan K (%)
12 10 8 6 4 2 0
120
170
220 270 Kadar Air Tanah (%)
320
370
Gambar 1. Pengaruh kadar air tanah terhadap serapan N , P, dan K pada pertanaman mentimun di rumah kaca, KP. Banjarbaru, 2005.
Keadaan yang sama juga terjadi pada serapan hara N, P, dan K oleh tanaman lobak (Gambar 2) dan sawi (Gambar 3). Tanaman sawi pada kadar air tanah 120 % menunjukkan kelayuan dan mati pada minggu ke tiga, pemberian air hingga kadar air 370 % meningkatkan serapan hara N, P, dan K. Sedangkan tanaman lobak pada kadar air 120 % memasuki minggu kedelapan baru menunjukkan kelayuan dan mati. Pemberian air hingga kadar air 370 % masih meningkatkan serapan N, P, dan K oleh tanaman lobak. Hardjowigeno (1989) mengatakan bahwa jika kekurangan air, tanaman akan menunjukkan gejala kelayuan. Keadaan layu tersebut bersifat sementara apabila belum mencapai titk layu permanen. Titik layu permanen untuk tanah mineral liat (1:1) kaolinit terjadi pada kadar air sekitar 10 % dan untuk tanah mineral liat (2:1) monmorilonit terjadi pada kadar air sekitar 15 %. Pada tanahtanah bertekstur pasir dan tanah gambut titik layu permanen dapat terjadi pada kadar air lebih tinggi lagi.
245
N (%)
P (%)
K (%)
Serapan N, P dan K (%)
10 8 6 4 2 0 120
170
220 270 320 Kadar Air Tanah (%)
370
Gambar 2. Pengaruh kadar air tanah terhadap Serapan N , P dan K pada pertanaman lobak di rumah kaca, KP. Banjarbaru, 2005 N (%)
P (%)
K (%)
Serapan N, Pdan K (%)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 120
170
220 270 Ka d a r Air T a n a h (%)
320
370
Gambar 3. Pengaruh kadar air tanah terhadap Serapan N , P dan K pada pertanaman sawi di rumah kaca, KP. Banjarbaru, 2005 Keragaan Tanaman Di Rumah Kaca Mentimun Hubungan antara kadar air tanah dengan tinggi tanaman mentimun umur 30 hari setelah tanam (hst), panjang akar pada umur 60 hst, berat akar pada umur 60 hst dan berat kering tanaman pada umur 60 hst diperlihatkan pada Gambar 4. Tanaman mentimun hampir sama dengan sawi, tidak tahan terhadap kekeringan. Pada perlakuan kadar air tanah 120 % tanaman mentimun hanya dapat bertahan hidup tiga minggu, kemudian layu dan mati. Untuk
246
perlakuan kadar air tanah 170 % tanaman mentimun mulai layu pada minggu kelima kemudian mati. Dilihat dari tinggi tanaman (panjang tanaman) pada umur 30 hst, mentimun yang ditanam pada perlakuan kadar air tanah 370 % menunjukkan tinggi tanaman 383 % lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman pada perlakuan kadar air tanah 120 %. Sedangkan dilihat dari panjang akar dan berat kering akar pada umur 60 hst, tanaman mentimun yang ditanam pada perlakuan kadar air tanah 370 % masing-masing lebih besar 294,9 dan 1562,5 % dibandingkan pada perlakuan lengas tanah 120 %. Secara keseluruhan, berat kering tanaman pada umur 60 hst pada perlakuan kadar air tanah 370 % lebih berat 966,7 % dibandingkan dengan berat kering tanaman pada perlakuan kadar air tanah 120 %.
Tinggi Tanaman (cm), Panjang Akar (60), Berat Kering Akar (mg) dan Berat Kering Tanaman (mg)
TT (30)
PA (60)
BA (60)
BKT (60)
140 120 100 80 60 40 20 0 120
170
220 270 Kadar Air Tanah (%)
320
370
Gambar 4. Hubungan antara kadar air tanah dengan tinggi tanaman mentimun umur 30 hst, panjang akar, berat kering akar, dan berat kering tanaman di rumah kaca, KP. Banjarbaru, 2005 Lobak Hubungan antara kadar air tanah dengan rata-rata tinggi tanaman lobak pada umur 30 hst, diameter kanopi pada umur 30 hst, jumlah daun pada umur 30 hst, berat kering akar pada umur 60 hst dan berat kering tanaman pada umur 60 hst disajikan pada Gambar 5. Secara umum pertumbuhan tanaman lobak terbaik diperoleh pada perlakuan kadar air tanah 370%. Tanaman lobak lebih tahan kekeringan dibandingkan dengan sawi, karena tanaman lobak pada perlakuan kadar air tanah 120% dapat bertahan hidup hingga minggu ketujuh. Pada minggu kedelapan (menjelang panen) tanaman lobak pada perlakuan ini mulai layu kemudian mati. Pada kadar air tanah 370% tinggi tanaman, jumlah daun, diameter kanopi, dan berat kering akar mesing-masing 34,4; 86,7; 114,3 dan 728% lebih besar dibandingkan dengan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter kanopi, dan berat kering akar pada perlakuan kadar air tanah 120%. Sedangkan untuk berat kering tanaman pada perlakuan kadar air
247
Tinggi Tanaman (cm), Diameter Kanopi (cm), Berat Kering Akar (mg) dan Berat kering Tanaman (mg)
tanah 370%, 718,2% lebih berat dibandingkan dengan berat kering tanaman pada perlakuan kadar air tanah 120%. TT (30)
DK (30)
BA (60)
BKT (60)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 120
170
220 270 Kadar Air Tanah (%)
320
370
Gambar 5. Hubungan antara kadar air tanah dengan tinggi tanaman lobak umur 30 hst, diameter kanopi umur 30 hst, jumlah daun umur 30 hst, berat kering akar umur 60 hst, dan berat kering tanaman umur 45 hst di rumah kaca, KP. Banjarbaru 2005 Sawi Hubungan antara kadar air dengan rata-rata tinggi tanaman sawi pada umur 30 hst, diameter kanopi pada umur 30 hst, jumlah daun pada umur 30 hst, panjang akar pada umur 45 hst dan berat kering tanaman pada umur 45 hst disajikan pada Gambar 6. Secara visual dirumah kaca tanaman sawi pada perlakuan kadar air tanah 120 % hanya bertahan hingga umur tanaman memasuki mingggu ketiga, tanaman sawi layu kemudian mati. Tinggi tanaman pada perlakuan kadar air tanah 270, 320, dan 370 % masing-masing 35,6, 36,1 dan 38,1 % lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman pada perlakuan kadar air tanah 120 %. Sedangkan diameter kanopi, jumlah daun, panjang akar, dan berat kering tanaman, yang terbaik diperoleh pada perlakuan kadar air tanah 320 dan 370 %. Diameter kanopi tanaman pada kedua perlakuan kadar air tanah ini masing-masing 194,0 dan 204,6 % lebih bersar dibandingkan dengan diameter kanopi tanaman pada perlakuan kadar air tanah 120 %. Jumlah daun pada perlakuan kadar air tanah 320 dan 370 % masing-masing 100 dan 73 % lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daun pada perlakuan kadar air tanah 120 %. Sedangkan panjang akar pada perlakuan kadar air tanah 320 dan 370 % masing-masing 200 dan 158,3 % lebih panjang dibandingkan dengan perlakuan kadar air tanah 120 %. Semua parameter diatas merupakan bagian dari parameter berat kering tanaman, berat kering tanaman pada perlakuan kadar air tanah 320 dan 370 % masing-masing 548,9 dan 437,7 % lebih berat dibandingkan dengan perlakuan kadar air tanah 120 %
248
Tinggi Tanaman (cm), Diameter Kanopi (cm), Jumlah Daun (helai), Panjang Akar (cm) dan Berat Kering Tanaman (mg)
TT (30)
DT (30)
JD (30)
PA (45)
BK (45)
35 30 25 20 15 10 5 120
170
220 270 320 Kadar Air Tanah (%)
370
Gambar 6. Hubungan antara kadar air tanah dengan tinggi tanaman sawi umur 30 hst, diameter kanopi umur 30 hst, jumlah daun umur 30 hst, panjang akar umur 45 hst, dan berat kering tanaman umur 45 hst di rumah kaca, KP. Banjarbaru 2005
KESIMPULAN Tanaman mentimun dan sawi pada kadar air 120 % menunjukkan kelayuan dan mati pada minggu ke tiga, sedangkan tanaman lobak pada kadar air 120 % menunjukkan kelayuan dan mati pada minggu ke delapan. Serapan total N, P, dan K oleh tanaman mentimun, lobak, dan sawi semakin meningkat dengan meningkatnya kadar air tanah dari 120 % hingga 370 %. Hasil penelitian dirumah kaca menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman sawi, lobak dan mentimun terbaik diperoleh pada perlakuan kadar air tanah 370 %.
DAFTAR PUSTAKA Agus, B. S., Jayanto dan Y. A. Hidayat. 1997. Penilaian kesesuaian lahan pertanian pada lahan gambut satu juta hektar di wilayah kerja A. Dalam Expose Hasil Penelitian Tanah/Lahan untuk Pengembangan Lahan Rawa/Gambut Satu Juta Hektar Di Kalimantan Tengah. Kuala Kapuas 28 Pebruari – 1 Maret 1997. Hardjowigeno, S. 1989. Ilmu Tanah. P. T. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta. p. 248.
249
Maas, A. 1993. Perbaikan Kualitas Gambut dan Sematan Fosfat. Dalam Prosiding Seminar Nasional Gambut II. Tri Utomo, S dkk., (Eds). HGI-BPPT Jakarta 13 – 14 Januari 1993. Maas, A. 1997. Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Jurnal Alami 2 (1): 12-16. Nugroho, K. Alkasuma, Paidi, Wahyu Wahdini, Abdurachman, H. Suhardjo, dan IPG. Widjaja-Adhi. 1992. Peta areal potensial untuk pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut, rawa dan pantai. Proyek Penelitian Sumber Daya Lahan. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Sabiham, S. dan Ismangun. 1996. Potensi dan kendala pengembangan lahan gambut untuk pertanian. Makalah pada Kongres VI PERAGI 24-28 Juni 1997. Jakarta. Sardjadidjaja, R. dan S. R. P. Sitorus. 1993. Pemanfaatan lahan gambut untuk pemukiman transmigrasi : Prospek dan Permasalahannya. Dalam Prosiding Seminar Nasional Gambut II. Jakarta 14-15 Januari 1993. Satsijati dan P. Santoso. 1991. Analisis fisik dan Ekonomi pemupukan cabai dan tomat di lahan pasang surut. Jurnal Hortikultura. 4 (2) : 1-14. Badan Litbang Pertanian. Puslitbanghor. Jakarta. Stevenson, F.J. dan A.Fitch, 1994.. Kimia pengomplekan ion logam dengan organik tanah. Dalam : Huang, P.M dan M. Schnitzer (Eds). Interaksi mineral tanah dengan Organik alami dan Mikrobia. Terjemahan (Gunadi dan Soedarsono). Gadjah Mada Univ. Press. Yogyakarta. pp.: 32 – 90. Thamrin, M dan H. Hanafi. 1992. Peranan mulsa sisa tanaman terhadap konservasi lengas tanah pada sistem budidaya tanaman semusim di lahan kering. Dalam. Kartono, G., Ispandi, A., Djunaidi dan Nurida, N. L. (Eds). Pertanian Lahan Kering dan Konservasi Tanah. Badanlibangtan. Deptan. p. 5-12. Valat, B., C. Jouany and L.M Riviere 1991. Characterization of the wetting properties of air-dried peats dan composts. Soil Sci. 152 (2) : 100 – 107. Widjaja Adhi, I.P.G., K. Nugroho, D. Ardi S., dan A.S. Karama. 1992. Sumber daya lahan rawa: potensi, keterbatasn dan pemanfaatan. Dalam Sutjipto P. dan Mahyudin Syam. Pengembangan terpadu pertanian lahan rawa pasang surut dan lebak. Risalah Nasional pengembangan pertanian lahan rawa pasang surut dan lebak. Cisarua, 3-4 Maret 1992. Bogor.
250