Serambi Saintia Vol. I No. 1, April 2013
ISSN : 2337 - 9952
Daftar Isi Aplikasi Phytoremiasi dalam Penyisihan Ion Logam Khromium (Cr) dengan 1 - 7 Menggunakan Tumbuhan Obor (Typha latifolia) Oleh : Irhamni Tinjauan Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Pembuangan Sampah Domestik 8 – 13 di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Oleh : Cut Permataan Cahaya Tinjauan Prilaku Masyarakat terhadap Pemeliharaan Jamban Keluarga di 14 – 22 Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Oleh : Zulfitri Peluang dan Tantangan Penggunaan Agensia Hayati Entomopatogenik dalam 23 - 27 Mewujudkan Pertanian Berkelanjutan Oleh : Lukmanul Hakim Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Buah Laban (Vitex pinnata 28 - 37 Linn) Asal Nanggroe Aceh Darussalam Oleh : Syafruddin Jenis Tumbuhan dan Manfaatnya untuk Bahan Campuran Pembuatan Kue 38 – 46 Chingkhui di Desa Teumarem Kecamatan Lamno Kabupaten Aceh Jaya Oleh : Armi, dan Sri Andriani Jenis-jenis Tumbuhan Epifit pada Phon Sawit di Desa Darussalam Kecamatan 47 - 54 Peusangan Selatan Kabupaten Bireun Oleh : M. Ridhwan Pemanfaatan Kunyit (Curcuma domestica) sebagai Feed Additive untuk 55 – 62 Pertumbuhan Ayam Broiler Oleh : Rita Ariani, Jailani, dan M.Ridhwan
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Serambi Saintia (Jurnal Sains dan Aplikasi) Pembina
: Rektor USM Banda Aceh
Pengelola/Penerbit : Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Dewan Redaksi Ketua
: Drs. M. Ridhwan, M.Pd.
Sekretaris
: Dra. Armi, M.Si.
Anggota
: Drs. Jailani, M.Pd Ir. Lukmanul Hakim, M.P Syafruddin, S.Pd., M.Pd. Drs. Muhammad Saleh, M.Pd Irhamni, ST, M.T. Jalaluddin, S.Pd., M.Pd
Tata Usaha
: Kamaliansyah Walil, S.Pd
Mitra Bestari
: DR. Jufri, M.Si (Unsyiah) DR. Muhibuddin, M.Si (Unsyiah) DR. Mudatsir, M.Si (Unsyiah)
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
APLIKASI PHYTOREMEDIASI DALAM PENYISIHAN ION LOGAM KHROMIUM (Cr) DENGAN MENGGUNAKAN TUMBUHAN OBOR (Typha latifolia) Irhamni Dosen Fakultas Teknik Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh ABSTRAK Penelitian tentang aplikasi phytoremediasi dalam penyisihan ion logam khromium (Cr) dengan menggunakan tumbuhan air (Typha latifolia) telah dilakukan dalam skala laboratorium pada media yang mengandung ion logam Cr. Typha latifolia sebanyak enam batang per media dihidupkan pada air yang mengandung ion logam Cr (35, 43, 65 mg-Cr/L) dan setiap minggu pertumbuhannya, konsentrasi Cr pada lapisan air, tanah, akar, dan daun diambil dan dianalisa untuk mengetahui laju pertumbuhan dan akumulasi ion logam Cr pada tumbuhan. Tanaman pada media kontrol (tidak mengandung Cr) juga dipersiapkan untuk kebutuhan ini. Destruksi ion logam Cr daun, tanah, dan akar dilakukan dengan menggunakan metode standar TCLP yang selanjutnya dianalisa dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrofotometer Shimadzu AA 6300 dengan panjang gelombang 357,80 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ion logam Cr berpengaruh terhadap pertumbuhan Typha latifolia. Laju pertumbuhan Typha latifolia pada media tanpa ion logam Cr lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhannya pada media yang mengandung ion logam Cr. Akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia pada konsentrasi 35, 43, dan 65 mg-Cr/L berkumpul di bahagian akar tumbuhan. Untuk konsentrasi 35 mg-Cr/L (0,3080 mg-Cr/kg), 43 mg-Cr/L (1,0097), dan 65 mg-Cr/L (0,0690 mg-Cr/kg). Kata Kunci : Phytoremediasi, Typha latifolia, khromium, dan removal.
PENDAHULUAN Polusi lingkungan oleh racun logam berat terjadi secara global melalui proses industri, proses pertanian, dan pembuangan limbah. Khromium (Cr) merupakan salah satu logam berat yang paling berbahaya dalam lingkungan, karena dengan levelnya yang tinggi akan berbahaya terhadap kehidupan organisme. Cr tidak dapat dengan mudah di degradasi dan biasanya membutuhkan proses yang sesuai untuk membersihkannya dari lingkungan (Lasat, 2002; Henry, 2000; Bemmicelli, 2004, dalam Faeiza et al. 2007). Cr masuk ke lingkungan melalui udara, air, dan tanah yang pada akhirnya masuk ke dalam ikatan melalui air yang terkontaminasi. Keracunan logam ini pada tubuh manusia dapat berakibat buruk terhadap saluran pernafasan, kulit, pembuluh darah, dan ginjal. Banyak hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh peneliti dalam upaya mencari solusi untuk menangani permasalah kontaminasi logam khromium di lingkungan. Salah satunya adalah aplikasi tumbuhan air melalui proses phytoremediasi (Kay, dkk., 1984 dan Zhu, dkk., 1999). 1
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Phytoremediasi merupakan suatu sistem di mana tanaman tertentu yang bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media (tanah, koral, dan air) dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna secara ekonomi. Sebagai salah satu teknologi yang sedang di kembangkan adalah phytoremediasi yang telah menarik minat banyak pihak termasuk peneliti dan pengusaha. Phytoremediasi diharapkan dapat memberikan sumbangan yang nyata bagi usaha mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Sebagai bagian dari teknik phytoremediasi, proses phytoakumulasi dapat menarik zat kontaminan dan media sehingga dapat terakumulasi di sekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperakumulasi. Phytodegradasi juga merupakan bagian dari teknik phytoremediasi yaitu proses yang dilakukan oleh tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan dengan rantai molekul kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan susunan molekul menjadi lebih sederhana dan dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzim berupa bahan kimia yang dapat mempercepat proses degradasi (Anonymous, 2003). Enzim ini diperlukan oleh tanaman terutama pada sejumlah biomassa dan area permukaan akar pada media hidroponik (Dushenkov, dkk., 2000 dalam Faeiza, dkk., 2007). Pendekatan ini sesuai proses remediasi untuk sebagian besar logam seperti Pb, Cd, Ni, Cu, dan Cr. Beberapa jenis tanaman air mempunyai kemampuan untuk mengurangi logam berat di dalam air seperti Eichhornia crassipes (Kay, dkk., 1984; Zhu, dkk., 1999) dan Hydrocotyle umbellata l. (Dushenkov, dkk., 2000 dalam Faeiza, dkk., 2007), namun tumbuhan ini masih memiliki keterbatasan dalam kemampuan akumulasinya. Tumbuhan lain adalah Typha latifolia yang merupakan tumbuhan yang dapat hidup pada kondisi wetland. Tumbuhan ini dapat digolongkan kepada jenis tumbuhan hiperakumulator. Kemampuan tumbuhan Typha latifolia dalam menyerap logam berat besar, menjadikan tumbuhan ini digunakan sebagai alternatif dalam menyerap limbah logam (Mc Naughten, dkk., 1997 dalam Ye, dkk., 1997). Tumbuhan air lainnya yang dapat menyerap logam berat adalah Salvonella mullesta m, Anturium Merah/Kuning, Alamanda Kuning/Ungu, Akar Wangi, Bambu Air, Cana Presiden Merah/Kuning/Putih, Dahlia, Dracenia Merah/Hijau, Heleconia Kuning/Merah, Jaka, Keladi Loreng/Hitam, Lotus Kuning/Merah, Padi-padian, Papirus, Pisang Mas, Spider Lili, dan lainnya (Anonymous, 2003), yang banyak ditemukan di daerah persawahan dan genangan air. Sayuran merupakan salah satu jenis tumbuhan yang juga dapat menyerap logam berat dari tanah. Kebanyakan logam berat berkumpul di bagian akar tumbuhan, termasuk sayuran berdaun, berbuah, dan berubi, seperti Sawi (Brassica nigra), Tembikai (Citrullus lonatus), Labu (Cucurbita moshata) dan Ubi kayu (Manihot esculenta) (Khairiah, dkk., 2002; Khairiah, dkk., 2003 dalam Khairiah, dkk., 2008). Penelitian ini difokuskan kepada kajian tentang kemampuan tanaman air Typha latifolia untuk proses phytoremediasi. Typha latifolia diprediksikan dapat digunakan sebagai penyerap logam berat sehingga diharapkan dapat digunakan untuk alternatif yang potensial dalam pengembangan teknologi phytoremediasi yang ada. 2
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Hasil penelitian dapat menggambarkan kemampuan Typha latifolia membersihkan kontaminasi logam Cr dari air terkontaminasi.
untuk
METODE PENELITIAN Kulturisasi Tumbuhan Air (Typha latifolia) Tumbuhan Air Typha latifolia dengan ketinggian mencapai 50 cm diambil dari daerah di kawasan Peurada, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, merupakan tumbuhan yang dapat hidup pada kondisi lahan basah (wetland) yang terbuka seperti kolam, danau, parit, dan selokan. Tumbuhan dihidupkan pada reaktor polybag yang tidak mengandung ion logam Cr selama masa kulturisasi (1 bulan). Gambar 1 menunjukkan tumbuhan Typha latifolia yang digunakan pada penelitian. Setelah kulturisasi dilakukan, tumbuhan dipindahkan dan dihidupkan pada reaktor perlakuan (box PVC 20 ltr). Typha latifolia dihidupkan pada air terkontaminasi Cr (35, 43, dan 65 mg-Cr/L), jumlah batang per reaktor 6 batang, air pada reaktor kontrol tidak mengandung Cr, setiap minggu pertumbuhan tumbuhan diukur dengan skala cm dan kandungan Cr pada tanah, akar, daun, dan air dianalisa untuk mengetahui : (1) pengaruh ion logam Cr terhadap pertumbuhan Typha latifolia, (2) pengaruh umur tanaman terhadap kandungan Cr pada effluent, (3) laju penyisihan ion logam Cr pada permukaan air, (4) akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia.
Gambar 1 Tumbuhan Typha latifolia yang digunakan pada penelitian Analisa Kandungan ion Logam Cr Sampel tanah, daun, dan akar yang telah dikeringkan pada oven (60oC), dibersihkan dan ditempatkan pada botol sampel dalam desikator. Destruksi logam berat dari sampel tanah dilakukan berdasarkan metode standar Toxicity Characteristic Leaching Procedure (USEPA, 1989). Sampel tanah dimasukkan bersama-sama asam 3
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
nitrat (HNO3) 5 ml pada extractor, dengan perbandingan 200:1 (cairan:padatan). Sampel selanjutnya dikocok selama 18 jam dengan kecepatan 30 rpm, akhirnya cairan disaring dan ditambah air suling hingga 50 ml. Sampel dipanaskan sampai larutan hampir kering, kemudian sampel dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml melalui kertas saring dan ditambahkan aquades sampai 50 ml, dan akhirnya dianalisa dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Shimadzu AA 6300 untuk menentukan kandungan logam berat yang terdapat pada sampel dengan prosedur standar (Eaton dan Epps, 1995), untuk setiap logam yang dianalisa ditetapkan gas yang digunakan , tekanan udara, hallow katoda dan lampu current yang spesifik. Sementara itu, untuk sampel air dilakukan analisa secara langsung tanpa proses destruksi dengan menggunakan AAS Shimadzu AA 6300 pada panjang gelombang 357,80 nm. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ion Logam Khromium Terhadap Pertumbuhan Typha latifolia Pengaruh ion logam khromium terhadap pertumbuhan Typha latifolia dilakukan dengan menghidupkan tumbuhan ini pada air terkontaminasi Cr dengan jumlah 6 batang per reaktor dan pertumbuhan tumbuhan diukur setiap minggu dengan skala cm. Air pada reaktor kontrol tidak mengandung Cr dan hasilnya ditabulasikan pada Tabel 1 dan diilustrasikan pada Gambar 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh ion logam khromium terhadap pertumbuhan Typha latifolia berbeda-beda, makin besar konsentrasi khromium pada lapisan air menyebabkan semakin kecilnya laju pertumbuhan Typha latifolia. Hal ini ditunjukkan pada media air yang mengandung 5 mg-Cr/L, pertumbuhannya lebih panjang dari pada media yang mengandung ion logam Cr dengan konsentrasi 10, 15 mg-Cr/L maupun yang mengandung 43 mg-Cr/L. Laju pertumbuhan Typha latifolia pada reaktor kontrol (tanpa kandungan ion logam Cr) lebih baik apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan Typha latifolia pada media yang mengandung 43 mg-Cr/L, maka pertumbuhan pada 5,10, dan 15 mg-Cr/L lebih baik sehingga dapat disimpulkan bahwa ion logam Cr mempengaruhi pertumbuhan Typha latifolia. Tabel 1 Pengaruh ion logam khromium terhadap pertumbuhan Typha latifolia selama delapan (8) minggu (dalam cm) Waktu Panjang Tanaman dalam cm Tumbuh Kontrol (0) 43 15 10 5 (Minggu) 0 (Awal) 0 0 0 0 0 1 16 12 34 35 40 2 35 16 42 58 63 3 40 21 53 66 67 4 58 24 60 71 78 8 67 32 75 78 102
4
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Typha latifolia dihidupkan pada air terkontaminasi Cr pada sebuah reaktor, jumlah batang per reaktor 6 batang, air pada reaktor kontrol tidak mengandung Cr, setiap minggu pertumbuhan tumbuhan diukur dengan skala cm.
Pertambahan panjang, cm
120
control 43mg-Cr/L 15mg-Cr/L 10mg-Cr/L 5mg-Cr/L
100 80 60 40 20 0 0
1
2
3
4
8
Waktu pertumbuhan, minggu
Gambar 1 Pengaruh konsentrasi Cr pada umur tanaman ( 50 cm) Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh ion logam Cr berbeda dengan logam berat lainnya, seperti Pb dan Cd. Setiap tanaman memiliki perbedaan sensitivitas terhadap logam berat dan memperlihatkan ketahanan yang berbeda dalam mengakumulasi logam berat. Pada percobaan pot, lumpur yang mengandung logam berat terbukti dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif awal tanaman sayuran di pot (Kalay dan Hindersah, 2003; Muntalif dan Hindersah, 2003). Akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia Pengujian akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia dilakukan dengan menghidupkan tumbuhan ini pada air terkontaminasi Cr (35, 43, dan 65 mgCr/L) dengan jumlah 6 batang setiap reaktor. Setelah 8 minggu masa pertumbuhan, konsentrasi Cr pada tanah, akar, dan daun dianalisa dan kemampuan akumulasinya akan ditabulasikan pada Tabel 4.6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Akumulasi ion logam Cr berpengaruh (berbeda-beda) oleh tanaman Typha latifolia yang ditunjukkan dengan masing-masing konsentrasi awalnya 35, 43, dan 65 mg-Cr/L. Akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia pada konsentrasi 35, 43, dan 65 mg-Cr/L berkumpul dibahagian akar tumbuhan, untuk konsentrasi 35 mg-Cr/L (0,3080 mg-Cr/kg), 43 mg-Cr/L (1,0097), dan 65 mg-Cr/L (0,0690 mg-Cr/kg). Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Hermis, 2004) yang menunjukkan kemampuan tanaman Typha latifolia dalam menyerap Pb. Waktu akar tanaman menyerap, ion Pb yang terlarut dalam air bergerak menuju akar tanpa aliran air, tetapi bergerak secara difusi, dimana bergeraknya suatu zat dari bagian yang berkonsentrasi tinggi kebagian yang berkonsentrasi rendah, disebabkan karena pada saat pengambilan 5
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
1 gram berat kering tanaman banyak yang terambil pada bagian akar. Kandungan Pb dalam tanaman pada waktu tinggal 8 hari adalah 0,1208 mg-Pb/L (konsentrasi Pb pada 5 mg-Pb/L). Tabel 6 Akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia Konsentrasi Cr pada Konsentrasi Cr (mg-Cr/kg) permukaan air (mg-Cr/L) Tanah Akar Daun 35 0,0212 0,3080 0,1110 43 0,0499 1,0097 0,0162 65 0,0301 0,0690 0,0087 Typha latifolia dihidupkan pada air terkontaminasi Cr (35, 43, dan 65 mg-Cr/L) dan jumlah batang pada setiap reaktor sebanyak 6 batang. Akumulasi sebahagian besar logam berat didapati berada dibahagian akar sayuran. (Cary, dkk., 1977; Mishra, dkk.,1995; Vajpayee, dkk., 2000 dalam Ahmad, dkk.,2008), melaporkan bahwa sebahagian besar logam berat yang diambil oleh tumbuhan berkumpul dibahagian akar tumbuhan. Hasil ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Faeiza, dkk., 2007) yang menunjukkan bahwa pengambilan Pb oleh akar Phylidrum lanuginosum tumbuh dalam konsentrasi yang berbeda akar meningkat dalam akar dengan meningkatnya konsentrasi Pb dalam larutan. Pb tertinggi dalam akar tanaman adalah 120,04 mg-Pb/L untuk 200 mg-Pb/L dari konsentrasi awal Pb, persentase pengambilan Pb tertinggi adalah dicapai pada konsentrasi 100 mg-Pb/L dengan 92,41%, sedangkan pengambilan Pb terendah adalah pada konsentrasi 200 mg-Pb/L dengan 66,69%. Penyerapan dan akumulasi logam berat oleh akar, translokasi logam dari akar ke bagian tumbuhan lain, dan lokalisasi logam pada bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tumbuhan tersebut, agar tumbuhan dapat menyerap logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar sel akar (rizosfer), selanjutnya ion logam diangkut melalui jaringan pengangkut xilem dan floem ke bagian tumbuhan lain, untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, ion logam diikat oleh molekul khelat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang aplikasi phytoremediasi dalam penyisihan ion logam khromium (Cr) dengan menggunakan tumbuhan air Typha latifolia, kesimpulan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: (1) Konsentrasi ion logam Cr mempengaruhi laju pertumbuhan Typha latifolia, (2) Akumulasi ion logam Cr oleh tanaman Typha latifolia ditemukan maksimum pada bahagian akar tumbuhan masing-masing untuk konsentrasi 35 mg-Cr/L (0,3080 mg-Cr/kg), 43 mg-Cr/L (1,0097), dan 65 mg-Cr/L (0,0690 mg-Cr/kg). 6
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2003, Fitoremediasi Upaya Mengolah Air Limbah Dengan media Tanaman, Direktorat Perkotaan Dan Perdesaan Wilayah Barat Ditjen Tata Perkotaan Dan Tata Perdesaan Departemen Permukiman Dan Prasarana Wilayah. Eaton, AD., dan Epps, A.A., 1995, Standart Methods for the Examintion of Water and Wastewater, 19th Ed, APHA, AWWA, and WEF, Baltimore, MD Faeiza, B., Kasmawati, M., Zuraimi, O., Darus, F., 2007, The Used Of Aquatic Wetland Plant Phylidrum lanuginosum To Remove Lead From Aqueous Solution, Faculty of Applied Science, University technology MARA Shah Alam, Selangor, Malaysia Kay S.H., Haller W.T. dan Garrard L.A., 1984, Effect of heavy metals on water hyacinths [Eichhornia crassipes (Mart.) Solms], Aquatic Toxicology, 5, 117128. Kalay A. M. dan R. Hindersah, 2003, “Pemanfaatan Lumpur Kering Kolam Anaerob Pengolahan Limbah sebagai Media Pembibitan Tanaman Sayuran”, Prosiding Kongres dan Seminar Nasional Himpunan Ilmu Tanah Indonesia VIII, hal 504510. Khairiah, J., Ahmad, M., Siti, D, dan Maimon, A., 2008, Pemodelan dan Analisis Data Penyerapan Logam Berat oleh Sayuran Berdaun Terpilih, Sains Malaysiana 37(4):351-358 Kumar, P. and Dara, S.S, 1982, Utilisation of agricultural waste for docontaminating industrial/domestic wastewaters from toxic metals. J. Of Agricultural Wastes, 4 : 213-223 Maryani, L, 2004, “Pemanfaatan Lumpur Instalasi Pengolahan Air Limbah dan Pupuk Kandang Sapi sebagai Amelioran pada Tanaman Jagung Manis, Universitas Padjadjaran, hal 26-34. Muntalif, B.S. dan R. Hindersah, 2003, “The Use of Domestic Sludge as Organic Matter for Vegetable Production, Indonesian Journal on Chemistry and Toxicology, 2:32-35. Qodaryah, E.S., 2004, “Pengaruh Lumpur Kering dan Pupuk Kandang Sapi terhadap pH Tanah, Pb Terlarut, Pb Total, Akumulasi Pb pada Pupus Tanaman, dan Hasil Pakcoy pada Fluventic Eutrudepts, Universitas Padjadjaran, hal 30-38. Quek, S.Y., Wase, D.A.J. and Forster, C.F, 1998, The use of sago waste for the sorptions of lead and cooper. J. Of Water SA, 24: 251-256. Suzyana A dan Faeiza Hj, 2004, Fern Tree (Gleichenia linearis) As Metal Sorbent for Lead Ions Removal, Prosiding SKAM, 17, 694-698 US-EPA 1989 EPA Superfund Record of Decision: Picatinny Arsenal (US Army). Rockaway Township, NJ, U. S. Environmental Protection Agency Superfund. http://www.epa.gov/superfund/sites/rods/fulltext/r0289093.pdf Ye, Baker, Wong, dan Willis, 1997, Zinc Lead and Cadmium Tolerance, Uptake and Accumulation by Typha latifolia, Department of Biology, Hongkong Baptist University, Kowloon Tong, Hongkong 7
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
TINJAUAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM PEMBUANGAN SAMPAH DOMESTIK DI DESA LAM ILIE MESJID KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR Cut Permataan Cahaya Dosen Politeknik Kesehatan, Akademi Kesehatan Lingkungan, Banda Aceh ABSTRAK Penelitian tentang tinjauan perilaku ibu rumah tangga dalam pembuangan sampah domestik di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Sampah rumah tangga biasanya ditampung di tempat sementara untuk beberapa lama, perlu disediakan tempat penampungan yang mampu menampung jumlah sampah, sesuai dengan bentuk, ukuran dan jumlah penduduk beserta kondisi lingkungan. Hasil pengamatan masih kurang tersedia tempat sampah dan masih banyak ibu rumah tangga yang belum mengetahui cara pembuangan sampah yang baik sehingga masih ada yang membuang sampah disembarangan tempat. Penelitian ini untuk mengetahui perilaku ibu rumah tangga dalam pembuangan sampah domestik di desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar tahun 2012, bersifat deskriptif dengan populasi dan sampel berjumlah 60 sampel, penelitian dilakukan pada tanggal 26 januari sampai dengan 4 februari 2012. Hasil Penelitian menunjukkan dari 38 ibu rumah tangga dengan pengetahuan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat sebanyak 27 responden (71,1%), dari 41 ibu rumah tangga dengan tindakan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat sebanyak 27 responden (65,9%). Sebagian besar Ibu rumah tangga di desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar mempunyai pengetahuan yang baik, tindakan yang baik dan pengelolaan sampah yang memenuhi syarat. Kata Kunci : Perilaku ibu rumah tangga, pembuangan sampah, sampah domestik PENDAHULUAN Sampah adalah sesuatu bahan atau benda yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan dan dibuang. Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menjangkit penyakit. Adapun penyakit yang ditimbulkan adalah penyakit saluran pencernaan (Diare, kolera, thypus), penyakit kulit, penyakit cacingan, dan penyakit demam berdarah (Aedes Aegypty) yang hidup dilingkungan pengelolaan sampahyang kurang baik (kaleng bekas yang dapat menjadi tempat genangan air) (Notoadmodjo, 2003). Sampah rumah tangga biasanya ditampung ditempat sementara untuk beberapa lama. Untuk itu perlu disediakan tempat penampungan yang mampu menampung jumlah sampah sesuai dengan bentuk, ukuran dan jumlah penduduk beserta kondisi lingkungan setempat. Kadang-kadang sampah yang diangkut langsung ketempat penampungan atau tempat pemusnahan tidak mendapatkan perhatian 8
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
mengenai sarana pembuangan sampah yang baik. Hal ini dapat terlihat bahwa pengelolaan sampah di rumah tangga masih belum memenuhi syarat kesehatan (Depkes RI, 2004). Penduduk Desa Lam Ilie Mesjid berjumlah 60 KK dengan jumlah penduduk sebesar 237 jiwa. Dari hasil pengamatan yang dilakukan di desa lam ilie mesjid masih kurang tersedia tempat-tempat sampah disejumlah rumah tangga dan masih banyak ibu rumah tangga yang belum mengetahui bagaimana cara pembuangan sampah yang baik dan benar sehingga masih ada ibu rumah tangga yang membuang sampah di sembarangan tempat. Selain terbatasnya tempat pembuangan sampah sementara juga dikarenakan kurangnya pemahaman ibu rumah tangga terhadap pengelolaan tempat pembuangan sampah sementara sehingga dapat menimbulkan tempat perindukan vektor-vektor pembawa penyakit, dapat menimbulkan bau busuk dan dapat menggangu pemandangan dan sampah tersebut tidak diambil oleh petugas Dinas Kebersihan dan pertamanan. Dari observasi awal terdapat 23 ibu rumah tangga yang masih membuang sampah di sembarang tempat. Pengelolaan sampah adalah suatu bidang yang berhubungan dengan pengaturan terhadap pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan pemusnahan. Dengan suatu cara yang sesuai dengan prinsip – prinsip terbaik dari kesehatan masyarakat seperti tekhnik, perlindungan alam, keindahan dan pertimbangan – pertimbangan lain nya, serta mempertimbangkan sikap masyarakat. Makin banyak nya sampah yang dihasilkan, beranekaragam komposisinya, makin berkembang nya kota, terbatasnya dana yang tersedia sehingga pengolahan sampah tidak optimal (Anonymous, 2000).
Gambar 1. Tempat Penampungan Sampah di Desa Lam Ilie Mesjid Penelitian ini difokuskan kepada kajian tentang tinjauan perilaku ibu rumah tangga dalam pembuangan sampah domestik di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012. Sehingga diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan ibu rumah tangga terhadap pembuangan sampah domestik. Hasil penelitian dapat menggambarkan kemampuan ibu rumah tangga dalam mengambil tindakan terhadap pembuangan sampah domestik di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012. Sehingga masyarakat khususnya ibu rumah tangga dalam pengelolaan sampah domestik yang aman dan tidak merusak serta mencemari lingkungan sekitar tempat tinggal.
9
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku ibu rumah tangga dalam pembuangan sampah domestik di Desa lam Ilie Mesjid Kecamatan indrapuri tahun 2012. METODE PENELITIAN Jenis penelitian Jenis penelitian ini bersifat Deskriptif yaitu untuk mengetahui Tinjauan perilaku ibu rumah tangga terhadap pembuangan sampah domestik di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar tahun 2012. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut: Pengetahuan
Tindakan
Perilaku Ibu Rumah tangga terhadap pembuangan sampah
Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten aceh Besar pada tanggal 26 Januari sampai dengan 4 Februari 2012. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang tinggal di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar sebanyak 60 responden dari 60 KK. Sampel dalam penelitian ini adalah total sampling yaitu seluruh ibu rumah tangga yang ada di Desa Lam Ilie Mesjid sebanyak 60 sampel dari 60 KK. Kriteria Sampel : a. Bersedia menjadi responden b. Bisa menulis dan membaca c. Umur berkisar antara 15 – 55 tahun d. Tidak meninggalkan tempat selama menjadi responden Pengumpulan data Data primer diperoleh dari wawancara observasi, data skunder diperoleh dari kantor kepala desa. Analisa data Analisa data dengan menggunakan univariat dan bivariat secara deskriptif dan data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. 10
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengetahuan Dari hasil penelitian terhadap pengetahuan ibu rumah tangga di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar maka diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 1. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Dalam Pembuangan Sampah Di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 No
Pengetahuan
Frekuensi
1 2
Baik Kurang Baik Jumlah
38 22 60
Persentase % 63,34 36,66 100
Berdasarkan Tabel 1. menunjukkan bahwa dari 60 responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 38 ibu rumah tangga (63,34%)
Tindakan Hasil penelitian terhadap tindakan ibu rumah tangga didesa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Hasil seperti terlihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Tindakan Ibu Rumah Tangga Dalam Pembuangan Sampah Di Desa Lam Ilie Kabupaten Aceh Besar No
Tindakan
1 2
Baik Kurang Baik Jumlah
Frekuensi 41 19 60
Persentase % 68,33 31,67 100
Berdasarkan Tabel 2. diatas menunjukkan bahwa dari 60 ibu rumah tangga yang melakukan tindakan baik sebanyak 41 orang (68,33 %) Pengelolaan Sampah Dari hasil penelitian terhadap pengelolaan sampah oleh ibu rumah tangga di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Maka diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 3.
11
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Tabel 3. Distribusi Responden bedasarkan Pengelolaan Sampah di Desa Lam Ilie Mesjid Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012 No 1 2
Pengelolaan sampah Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Jumlah
Frekuensi 35 25
Persentase % 58,33 41,67
60
100
Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa dari 60 ibu rumah tangga yang melakukan pengelolaan sampah memenuhi syarat sebanyak 35 orang (58,33 %). Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Ibu Rumah Tangga Terhadap Pengelolaan Sampah Di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Pengelolaan Sampah TMS No Variabel MS jml F % F % 27 71,1 11 28,9 38 1 Penga− Baik 36,4 14 63,6 22 tahuan − Kurang baik 8 2
Tindakan
− Baik − Kurang baik
27 8
65,9 42,1
14 11
34,1 57,9
41 19
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 38 ibu rumah tangga yang memiliki pengetahuan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat sebanyak 27 ibu rumah tangga (71,1%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka peneliti berasumsi sebagian besar ibu rumah tangga di desa Lam Ilie Mesjid sudah mempunyai pengetahuan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 41 ibu rumah tangga yang tindakan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat yaitu sebanyak 27 ibu rumah tangga (65,9%). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka peneliti berasumsi sebagian besar ibu rumah tangga di desa lam Ilie Mesjid sudah mempunyai tindakan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat. Dengan adanya tindakan yang baik dalam pengelolaan sampah maka ibu rumah tangga dapat meminimalkan jumlah sampah dan dapat memusnahkan sampah oleh masing-masing ibu rumah tangga sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang dapat disebabkan oleh sampah dan lingkungan rumah akan bersih dan nyaman. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka peneliti berasumsi sebagian besar ibu rumah tangga di desa Lam Ilie Mesjid sudah mempunyai tindakan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat. Dengan adanya tindakan yang baik dalam pengelolaan sampah maka ibu rumah tangga dapat meminimalkan jumlah sampah dan dapat memusnahkan sampah oleh masing-masing ibu rumah tangga sehingga dapat terhindar dari berbagai penyakit yang dapat disebabkan oleh sampah dan lingkungan rumah akan bersih dan nyaman. 12
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian tentang Tinjauan Perilaku Ibu Rumah Tangga Dalam Pembuangan Sampah Domestik Di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012, kesimpulan yang dapat diperoleh sebagai berikut: (1) Sebagian besar Ibu rumah tangga di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar sudah mempunyai pengetahuan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat yaitu sebanyak 27 responden (71,1%). (2) Sebagian besar Ibu rumah tangga di Desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar sudah mempunyai tindakan baik dan pengelolaan sampah memenuhi syarat yaitu sebanyak 27 ibu rumah tangga (65,9%). Saran Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat menambah wawasan dan meneliti lebih lanjut lagi menyangkut pengelolaan sampah. Diharapkan kepada ibu rumah tangga agar lebih meningkatkan pengetahuan dan tindakan dalam opembuangan sampah DAFTAR PUSTAKA Anonymous, 2000; Petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Dampak Sampah (Aspek Kesehatan Lingkungan), Jakarta. Depkes RI, 2004; Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Lingkungan, Dirjen PPM dan PLP, Jakarta Notoatmodja.S, 2003; Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.
13
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
TINJAUAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PEMELIHARAAN JAMBAN KELUARGA DI GAMPONG LAM ILIE MESJID KECAMATAN INDRAPURI KABUPATEN ACEH BESAR Zulfitri Dosen Sekolah Tinggi Kesehatan Masyarakat U’Budiyah Indonesia, Banda Aceh ABSTRAK Penelitian ini tentang perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan jamban keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri kabupaten aceh Besar, jumlah Kepala Keluarga 60 KK yang sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Hasil pengamatan awal yang dilakukan di Gampong Lam ilie mesjid ternyata masih ada jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan jamban masih kurang. Permasalahan yang timbul adalah perilaku masyarakat di Gampong Lam Ilie Mesjid masih kurang terhadap pemeliharaan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan, sehingga jamban tidak dikelola dengan baik, karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pemeliharaan jamban dan pentingnya jamban. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan populasi adalah seluruh KK yang berjumlah 60 KK, sampel ini diambil adalah total populasi yang berjumlah 60 KK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar berpengaruh dan berpengetahuan tinggi terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 53 orang (88,3%). Masyarakat yang bersikap positif terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 52 orang ( 86,7%), dan masyarakat yang mempunyai tindakan yang baik terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 46 orang (76,7%). Kata Kunci : Perilaku masyarakat, Pemeliharaan Jamban. PENDAHULUAN Perilaku masyarakat Indonesia sehat adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta partisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia (Notoatmodjo, 2003). Salah satu upaya penting untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah pengadaan lingkungan fisik yang sehat bagi masyarakat jamban pada umumnya dan khususnya jamban keluarga merupakan salah satu sarana yang diperlukan untuk mewujudkan lingkungan bersih dan sehat. Dengan tersedianya jamban yang memenuhi syarat kesehatan sehingga dapat terhindar dari penyebaran penyakit. Pengaruh jamban yang tidak sehat terhadap penyakit diare sehingga membawa efek terhadap penurunan tingkat kesehatan (Tarigan, 2008). Pencemaran lingkungan salah satunya pengelolaan lingkungan itu sendiri tidak memenuhi syarat sehat, seperti pengelolaan jamban, sehingga dapat berpengaruh 14
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
terhadap kesehatan manusia. Lingkungan yang bersih dan sehat adalah lingkungan yang didambakan oleh manusia dan dapat bermanfaat terhadap peningkatan hidup sehat (Sukardi, 2000). Menurut Depkes RI (1991) salah satu fasilitas kesehatan yang sangat penting adalah jamban keluarga. Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus/WC. Jamban keluarga merupakan sarana sanitasi dasar untuk menjaga kesehatan lingkungan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Masalah penyakit lingkungan pemukiman khususnya pada pembuangan tinja merupakan salah satu dari berbagai masalah kesehatan yang perlu mendapatkan prioritas. Penyediaan sarana pembuangan tinja terutama dalam pelaksanaan tidaklah mudah, karena menyangkut peran serta masyarakat yang biasanya sangat erat kaitannya dengan perilaku, tingkat ekonomi, kebudayaan dan pendidikan. Pembuangan tinja perlu mendapat perhatian khusus karena merupakan salah satu bahan buangan yang banyak mendatangkan masalah dalam bidang kesehatan dan sebagai media bibit penyakit, seperti diare, typhus, muntaber, disentri, cacingan dan gatal-gatal. Selain itu dapat menimbulkan pencemaran lingkungan pada sumber air dan bau busuk serta estetika (Syaifuddin, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam pemeliharaan jamban keluarga dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan adalah suatu wawasan apa yang diketahui terhadap sikap dan tindakan yang diambil. Tingginya pengetahuan maka perilaku seseorang akan bertambah baik. Sebaliknya jika pengetahuan seseorang kurang maka dapat berperilaku yang kurang wajar. Sehingga keputusan yang diambil sering menimbulkan kegagalan atau kesalahan Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2003). Tindakan adalah kegiatan nyata dari seseorang terhadap stimulus yang ada. Menurut Depkes RI 2005, tindakan yang penting dan dapat dilakukan oleh keluarga untuk mencegah penyebaran penyakit terutama penyakit diare adalah membuang kotoran manusia secara aman yaitu di jamban.Untuk mencegah dan mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, yaitu pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan yaitu tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut, tidak mengetori air permukaan disekiternya, tidak mengotori air tanah sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatangbinatang lainnya, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, sederhana desainnya, murah dan dapat diterima oleh pemakainya ( Notoadmojo (2007). Jamban keluarga adalah suatu bangunan atau tempat yang sengaja dibuat untuk dipergunakan dalam membuang tinja atau kotoran manusia atau najis bagi keluarga yang lazim disebut kakus/WC (Sukardi, 2000). Berikut bagan peranan tinja dalam penularan penyakit : 15
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
Ai r Tan gan Ti Lal
ISSN : 2337 : 9952
M
Makanan, minuman, sayursayuran
Penja mu
sa Ta
Gambar 1. Peranan Tinja Dalam Penyebaran penyakit. Gampong Lam Ilie Mesjid adalah sebuah gampong di daerah Aceh Besar dengan jumlah kepala keluarga 60 KK yang sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani. Dari hasil pengamatan awal yang dilakukan di Gampong Lam Ilie Mesjid ternyata masih ada jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat hal ini dapat dilihat dari lantai jamban, tidak adanya ventilasi, dijumpainya jamban yang penuh dan tidak disedot. Hal ini menunjukkan bahwa pemeliharaan jamban keluarga masih kurang. Permasalahan utama yang timbul adalah perilaku masyarakat di Gampong Lam Ilie Mesjid masih kurang terhadap pemeliharaan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan sehingga jamban tidak dikelola dengan baik. Penelitian ini difokuskan kepada Perilaku Masyarakat Terhadap Pemeliharaan Jamban Keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam memelihara kesehatan lingkungan terutama dari segi hal pemeliharaan jamban yang sehat, bagi masyarakat Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar. Tujuan Penelitian - Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat terhadap pemeliharaan jamban keluarga. - Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap pemeliharaan jamban keluarga. - Untuk mengetahui tindakan masyarakat terhadap pemeliharaan jamban keluarga. Manfaat penelitian Bagi masyarakat agar dapat dijadikan bahan masukan dalam pemeliharaan jamban yang sehat. Bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman bagi penulis
16
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif untuk mengetahui tinjauan perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan jamban keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012, Kerangka Konsep Menurut Notoatmodjo (2003), Sukardi (2000) perilaku pemeliharaan kesehatan termasuk di dalamnya jamban dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan. Berdasarkan teori di atas maka dapat dibuat bagan kerangka penelitian sebagai berikut : Pengetahuan
Sikap
Pemeliharaan Jamban
Tindakan
Gambar 2. Kerangka Konsep Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar, pada tanggal 13 s/d 15 Februari 2012. Populasi dan sampel Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi, semua KK yang ada di Gampong Lam Ilie Mesjid di jadikan sampel sebanyak 60 KK. Pengumpulan data Data diperoleh dari wawancara dan observasi, data sekunder, diperoleh dari kantor kepala Desa. Analisis data Analisis data dengan menggunakan univariat, bivariat dan multivariat secara deskriptif dan data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
17
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeliharaan Jamban Tabel 4. Distribusi Pemeliharaan Jamban Keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Indrapuri Aceh Besar No 1. 2.
Pemeliharaan Jamban Ada Tidak ada Total
Frekuensi % 46 14 60
76,7 23,3 100
Berdasarkan tabel 4. dapat disimpulkan bahwa kepala keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar yang ada melakukan pemeliharaan jamban keluarga yaitu sebanyak 76,7 %. Pengetahuan Tabel 5. Distribusi Pengetahuan Kepala Keluarga Terhadap Pemeliharaan Jamban Keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Indrapuri Aceh Besar No 1. 2.
Pengetahuan Tinggi Rendah Total
Frekuensi 53 7 60
% 88,3 11,7 100
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar berpengetahuan tinggi terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 53 orang (88,3 %). Sikap Tabel 6. Distribusi Sikap Kepala Keluarga Terhadap Pemeliharaan Jamban Keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Indrapuri Aceh Besar No 1. 2.
Sikap Positif Negatif Total
Frekuensi 52 8 60
% 86,7 13,3 100
18
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar bersikap positif terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 52 responden (86,7%). Tindakan Tabel 7.Distribusi Tindakan Kepala Keluarga Terhadap Pemeliharaan Jamban Keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Indrapuri Aceh Besar Tahun 2012 No 1. 2.
Tindakan Baik Kurang baik Total
Frekuensi 46 14 60
% 76,7 23,3 100
Dari 60 responden bahwa kepala keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar mempunyai tindakan yang baik terhadap pemeliharaan jamban keluarga yaitu sebanyak 76,7 %). Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar mempunyai tindakan yang baik terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 46 responden (76,7 %). Tabel 8. Tabulasi Silang Antara Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Kepala Keluarga Dengan Pemeliharaan Jamban Keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Kabupaten Aceh Besar No
Variabel
1 Pengetahuan 2 Sikap 3 Tindakan
− Tinggi − Rendah − Positif − Negatif − Baik − Kurang baik
Pemeliharaan Jamban Ya Tidak 43 10 3 4 39 13 7 1 46 0 0 14
Jml 53 7 52 8 46 14
Dari analisa tabulasi silang antara pengetahuan terhadap pemeliharaan jamban bahwa dari 53 responden yang mempunyai pengetahuan tinggi terdapat 43 responden ada pemeliharaan jamban dan yang tidak ada pemeliharaan jamban sebanyak 10 responden, dari 7 responden yang berpengetahuan rendah terdapat 3 responden yang ada pemeliharaan jamban dan yang tidak ada pemeliharaan jamban sebanyak 4 responden yang tidak ada. Dari 60 responden bahwa kepala keluarga di Gampong Lam ilie mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar berpengetahuan tinggi tentang pemeliharaan jamban keluarga sebanyak 53 KK (88,3 %). Pengetahuan tinggi yang sudah dimiliki oleh masyarakat Lam Ilie Mesjid akan menjadi pemicu yang positif dalam berperilaku terutama dalam pemeliharaan jamban keluarga.Tingginya 19
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
pengetahuan responden tentang pemeliharaan jamban dipengaruhi oleh informasi yang diterima. Hal ini sejalan dengan teori dari Notoatmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan Dari analisa tabulasi silang antara sikap terhadap pemeliharaan jamban bahwa dari 52 responden yang mempunyai sikap positif terdapat 39 responden ada pemeliharaan jamban dan yang tidak ada pemeliharaan jamban sebanyak 13, dari 8 responden yang mempunyai sikap negatif terdapat 7 responden ada pemeliharaan jamban dan yang tidak ada pemeliharaan jamban sebanyak 1 responden Dari 60 responden bahwa kepala keluarga di Gampong Lam ilie mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar bersikap positif terhadap pemeliharaan jamban keluarga yaitu sebanyak 86,7 %. Sikap positif yang sudah dimiliki oleh masyarat Lam Ilie Mesjid dalam pemeliharaan jamban keluarga otomatis terwujud dalam prilaku yang baik, hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan pribadi masyarakat, kebudayaan orang lain yang dianggab lebih baik, dari mediya masa, istalasi pendidikan maupun faktor emosi dalam diri individu tersebut. dari hasil penelitin dapat diketahui bahwa semakin baik sikap masyarakat maka akan semakin baik pula perilakunya dalam pemeliharaan jamban Dari analisa tabulasi silang menunjukkan bahwa dari 46 responden yang melakukan tindakan baik terdapat 46 responden ada pemeliharaan jamban dan yang tidak ada pemeliharaan jamban tidak ada (0 %), dari 14 responden yang melakukan tindakan kurang baik tidak ada (0 %) ada pemeliharaan jamban dan yang tidak ada pemeliharaan jamban sebanyak 14 responden. Semakin baik tindakan maka semakin baik perilaku responden terhadap pemeliharaan jamban keluarga. Tindakan pemeliharaan jamban yag dilakukan adalah merupakan kebiasaan masyarakat di desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar dikarenakan kemajuan moderen dimana setiap rumah sudah memiliki jamban bagus seperti angsalaterine sehingga mendorong responden untuk melakukan perilaku yang baik dalam pemeliharaan jamban seperti menjaga kebersihan, menyiram jamban atau sudah tersedianya air dalam jamban. Rata-rata masyarakat sudah melakukan tindakan yang baik terhadap pemeliharaan jamban.
20
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Tabel 9. Tabulasi Antara Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Terhadap Pemeliharaan Jamban Keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri
Pengetahuan
Rendah
Sikap Negatif Positif Negatif
Tinggi Positif Total
Tindakan Baik Kurang baik Baik Kurang baik Baik Kurang baik Baik Kurang baik
Pemeliharaan Jamban ada 2 0 1 0 5 0 38 0 46
Tidak ada 0 1 0 3 0 0 0 10 14
Total 2 1 1 3 5 0 38 10 60
Dari 60 responden yang mempunyai pengetahuan tinggi, sikap positif, tindakan baik ada pemeliharaan jamban 38 responden. Untuk mengatasi masalah yang sebagian kecil responden masih bersikap negatif maka perlu diberikan bimbingan dan penyuluhan oleh tenaga kesehatan mengenai pemeliharaan jamban, sehingga responden lebih mengetahui bahwa pemeliharaan jamban sangat penting.dengan adanya hal tersebut maka responden pun lebih bersikap baik dalam hal pemeliharaan jamban. Selain itu, dengan bertanya atau berkonsultasi khususnya dengan ahli sanitarian tentang pemeliharaan jamban yang baik dan sehat. Tindakan pemeliharaan jamban yag dilakukan adalah merupakan kebiasaan masyarakat di desa Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar dikarenakan kemajuan moderen dimana setiap rumah sudah memiliki jamban bagus seperti angsalaterine sehingga mendorong responden untuk melakukan perilaku yang baik dalam pemeliharaan jamban seperti menjaga kebersihan, menyiram jamban atau sudah tersedianya air dalam jamban. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang tinjauan perilaku masyarakat terhadap pemeliharaan jamban keluarga Di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar Tahun 2012, kesimpulan yang yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut: (1) Kepala Keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar berpengetahuan tinggi terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 53 responden (88,3 %). (2) Kepala Keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar bersikap positif terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 52 responden (86,7 %). 21
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
(3) Kepala Keluarga di Gampong Lam Ilie Mesjid Kecamatan Indrapuri Kabupaten Aceh Besar mempunyai tindakan yang baik terhadap pemeliharaan jamban yaitu sebanyak 46 responden (76,7 %). Saran Diharapkan kepada Kepala keluarga Gampong Lam Ilie Mesjid agar lebih meningkatkan Pengetahuan Sikap Dan Tindakan dalam pemeliharaan jamban. Kepada petugas Kesehatan lingkungan diharapkan dapat memberikan penyuluhan tentang pentingnya pemeliharaan jamban DAFTAR PUSTAKA Depkes RI, 1991; Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja dan Air Limbah, Pada Institusi Pendidikan Sanitasi/ Kesehatan Lingkungan, Jakarta Notoatmodjo, 2003; Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta Notoatmodjo, 2007, Kesehatan Masyrakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta Sukardi, 2000; Pemeliharaan Jamban, dalam www, jurnallingkungan.co.id. Syaifuddin, 2000; Sikap Manusia, Pustaka Belajar, Bandung. Tarigan, Elisabeth, 2008; Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Keluarga dalam Penggunaan Jamban di Kota Kabanjahe, Tesis, Pasca Sarjana,USU, Medan, .
22
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
PELUANG DAN TANTANGAN PENGGUNAAN AGENSIA HAYATI ENTOMOPATOGENIK DALAM MEWUJUDKAN PERTANIAN BERKELANJUTAN *Lukmanul Hakim *) Staf pengajar Kopertis Wilayah-I dpk pada Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh. ABSTRAK Pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian, guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan, meningkatkan kualitas lingkungan, dan melestarikan sumber daya alam. Agensia hayati merupakan sekelompok organisme dan atau mikroorganisme yang dapat mengendalikan populasi serangga atau hama lain karena rantai nutrient secara berkesinambungan dari waktu ke waktu. Agensia hayati berpeluang besar karena: a) kesadaran masyarakat dunia akan kesehatan dan lingkungan yang selalu berubah, b) aman penggunaan pada tanaman pangan, c) berlimpah ditemukan di alam, d) biaya produksi murah, e) tidak membutuhkan waktu lama untuk pembiakan. Dibalik peluang, tantangan yang mungkin dihadapi, antara lain: 1) ketahanan hidup dari agensia sangat tergantung pada iklim yang berubah, 2) dalam prinsip keseimbangan kadang kala menjadi kedala, karena agensia tinggi serangga sasaran menurun dapat menyebabkan umpan balik, 3) agensia hayati belum seluruhnya diproduksi secara massal. Sasaran yang ingin dicapai dari pemanfaatan agensia hayati: 1) populasi serangga didalam ekosistem tetap lestari, 2) agensia hayati dan serangga merupakan biodiversitas gen yang perlu dipertahankan, 3) terciptanya sebuah badan kajian menyangkut agensia hayati dari kemungkinan produksi secara massal. Kata-kata Kunci : Agensia Hayati, Pertanian Berkelanjutan PENDAHULUAN Kata berkelanjutan (sustainable) sekarang telah digunakan secara luas dalam ruang lingkup program pembangunan. Apa arti sebenarnya dari kata berkelanjutan ? menurut Coen Reijntjes, at. al., (1999) keberlanjutan dapat diartikan “menjaga agar sesuatu rencana dapat berlang secara terus-menerus, kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak terjadi kepunahan”. Consultative group on international agricultural research (CGIAR., 1978) menyebutkan: pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian, guna memenuhi kebutuhan manusia dengan mempertahankan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam. Dari dua pendapat di atas, dapatlah dipahami bahwa pertanian berkelanjutan adalah pertanian dengan mengedepankan prinsip-prinsip ekologi, dimana alam dengan segala kelebihannya dapat mengatur untuk pemulihan dalam jangka panjang dengan tanpa campur tangan manusia. Dalam arti yang lebih luas, Gips (1986) dalam 23
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Coen Reijntjes, at. al., (1999) menjelaskan, 5 hal menyangkut pertanian berkelanjutan: 1) berlanjut secara ekologis, dimana sumberdaya alam dan kemampuan agroekosistem secara menyeluruh yang di dalamnya manusia, tanaman, hewan, dan mikroorganisme. Peran manusia sebagai pengelola sumberdayaan memanfaatkan biomassa, sehingga dapat menekan penggunaan energi tinggi secara eksternal. 2) berlanjut secara ekonomis, dimana petani dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya dari lahan usaha tani yang diusahakan. Keberlanjutan secara ekonomi ini dapat diukur bukan hanya dari produksi total yang dihasilkan, akan tetapi mencakup melestarikan sumberdaya alam dan memimalkan resiko. 3) azas keadilan, dimana kelompok masyarakat dapat berperanserta dan memberikan kesempatan yang sama dalam mewujutkan dan melestarikan lingkungan usaha taninya. 4) manusiawi, dengan menghargai semua bentuk kehidupan yang ada didalam ekosistem. 5) luwes dalam artian mudah, murah dan mampu dilaksanakan pada setiap lapisan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, mari kita menyikapi sebuah folosofi Cina “bukan rusa takut dengan harimau, tetapi keduanya sama-sama mempertahankan hidup”. JAMUR ENTOMOPATOGENIK Tidak asing bagi pembaca memahami tentang jamur, cukup banyak bidang ilmu yang mengkaji tentang jamur. Suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang jamur disebut Mikologi, namu secara etimologi = makna kata, mikes (latin = jamur), logos = ilmu. Dalam ilmu pangan jamur/cendawan sering disebut dengan kapang, sedangkan dalam bahasa inggris menyebutnya dengan fungi. Orang Aceh sering menyebutnya dengan kulat. Jamur adalah sub ujud mikroskopis tergolong dalam mikroorganisme ditemukan dalam berbagai kondisi, panas, kering, lembab, pada manusia, hewan, tanaman, udara, tanah, dan air. Entomopatogenik merupakan jenis jamur tertentu yang diketahui dapat menginfeksi semua jenis serangga. Jenis-jenis jamur entomopatogenik: 1) Metharrizium anisopliae dapat menginfeksi serangga. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk menekan populasi nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti) terutama nyamuk pada stadia larva (Yasmin dan Lenni Fitri, 2010). 2) Jamur Lecanicillium lecanii dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda (cacing parasitik) pada akar tanaman kentang. Berdasarkan hasil penelitian Solichah dkk (2009) dapat menurunkan populasi nematoda pada konsentrasi 1,4x108 mencapai 80% (LD80). Hama uret yang menyerang tanaman padi gogo dalam bahasa latin disebut Phillophaga heleri (Coleoptera : Scarabaeidae) yang menyebabkan gagal panen. Untuk mengatasi masalah ini para peneliti secara terus menerus melakukan penelitian dengan penakanan pada penggunaan agensia hayati dari golongan jamur Metharrizium anisopliae. Berdasarkan hasil penelitian Tri Harjaka (2005) menunjukkan Metharrizium anisopliae yang dicobakan didalam plot-plot percobaan mampu menginfeksi hama Phillophaga heleri. Beauveria bassiana mampu menekan pertumbuhan hama wereng coklat yang selama ini dikenal sangat rentan dengan penggunaan pestisida. Penelitian yang dikembangkan Siti Herlinda dkk (2008) melaporkan: tingkat penurunan nimfa dari wereng coklat significant dengan menggunakan B. bassiana dalam bentuk formulasi 24
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
cair. Hasil pengamatan uji patogenitas cendawan B. brassiana di lapangan menunjukkan walaupun telah disimpan selama 4 bulan di dalam lemari Es masih tetap efektif (Yasin, dkk., 2002). Menurut Surtikanti dan Yasin (2009) di laboratorium B. bassiana dapat ditumbuhkan pada medium kompos, tanah, dedak, dan tepung jagung. Masa inkubasi ditemukan selama penelitian rata-rata 48 jam dalam bentuk propagul (unit penyebaran jamur). Jamur B. bassiana efektif untuk mengendalikan jasad pengganggu tanaman, seperti ulat grayak Spodoptura litura F., dari ordo Lepidoptera, family Noctuidae. AGENSIA HAYATI Agens hayati untuk mengendalikan serangga hama dapat dikelompokkan kedalam tiga golongan besar ( Hufacker, 1988 dalam Eli Korlina, 2011), yaitu: a. Predator, golongan organisme yang memangsa organisme lain, misalnya Menochilus sexmaculatur (Coleoptera : Coccinelidae) sejenis ladybird paling umum dijumpai didataran rendah (di bawah 200 m dpl) dengan suhu rata-rata sepanjang tahun 23-28 oC (Wikipedia Indonesia, 2013), sedangkan dataran tinggi di atas 700 m dpl. Jenis predator lain seperti Rhinocoris marginatus (Heteroptera:Reduviidae). b. Parasitoid, adalah serangga yang memarasit dan hidup berkembang dengan cara menumpang pada serangga lain sebagai inang. Diadegma semiclausum (Hymenoptera : Ichneumonidae) bentuk tubuh ramping berwarna coklat kehitaman, stadia imago 18-20 hari, stadia telur 2 hari, stadia larva ke pupa 8-10 hari. Trichogramma chilonis (Hymenoptera : Trichogrammatidae) merupakan parasit telur serangga terutama dari ordo Lepidoptera. c. Patogen, merupakan mikroorganisme yang menginfeksi organisme lain (Hufacker, 1988), antara lain virus, bakteri, jamur, dan mikoplasma. Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan agens pengendali hayati muncul karena kekhawatiran terhadap pestisida kimia yang berdampak luas pada kesehatan dan lingkungan. Pengertian agensia hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme yang ditemukan didalam ekosistem dari golongan cendawan, bakteri, virus, dan juga protozoa, maupun hasil rekayasa genetic (genetically modified microorganisms). Peraturan Menteri Pertanian nomor 411 tahun 1995 disebutkan: agensia hayati yaitu setiap organisme yang meliputi spesies, sub spesies, varietas, semua jenis serangga, nematode, cendawan (fungi), bakteri, virus, mikoplasma, atau organism lainnya dalam semua tahap perkembangannya yang dapat dipergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau organisme pengganggu, proses produksi, pengolahan hasil pertanian. Penggunaan agensia hayati diyakini memiliki kelebihan karena sesuai dengan prinsip ekosistem (www.gerbangpertanain.com). Agensia hayati memiliki beberapa kelebihan, antara lain: 1) selektif, 2) tersedia di alam, 3) mobilitas tinggi, 4) tidak berdampak negatif, 5) murah. Kelemahan dari agensia hayati alamiah: a) berada dalam jumlah sedikit, b) perkembangannya sangat tergantung kepada cuaca, c) kerjanya lambat, d) dengan peralatan sederhana sulit dikembangkan secara massal. Pusat penelitian Teh dan Kina sejak tahun 1989 telah berhasil mengembangkan agens pengendali hayati dari golongan jamur Paecilomyces fumoso 25
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
ROSEUS (PFR). Di alam jamur P.fomoso R. ditemukan menginfeksi ulat api pada tanaman teh. Secara laboratorium jamur ini mampu meningkatkan kematian mencapai 75-90 % hama Hellopetis antoni yang menyerang tanaman teh. Rayati dan Widayat (1989) hasil penelitiannya menemukan ulat api (Setora nitens) yang terinfeksi dengan jamur P. fumoso (PFR), kemudian dikembangkan secara infitro dilaboratorium. Mekanisme virulensi dari jamur PFR dapat terjadi dengan cara bersentuhan spora pada tubuh serangga atau termakan masuk kedalam lambung. Mekanisme melalui kontak, spora jamur menempel pada permukaan kulit serangga dan akan berkecambah selanjutnya melakukan penetrasi kedalam tubuh serangga melaui permukaan kulit. Didalam tubuh serangga, jamur akan memperbanyak diri, hifa jamur jamur berkembang dan mengisi seluruh jaringan yang berakhir dengan kematian serangga. Pada kondisi yang lembab hifa jamur akan muncul kepermukaan tubuh serangga hama dan akan membentuk konidiofor yang akhirnya akan menghasilkan spora. Spora terbentuk pada permukaan tubuh serangga merupakan alat penularan selanjutnya pada serangga lain (Martanto, dkk. 2010). PELUANG DAN TANTANGAN Dorongan untuk menerapkan pengendalian hayati merupakan salah satu cara untuk mengendalikan patogen tanaman yang sekaligus merupakan peluang yang harus dipertahankan dimasa datang. Beberapa peluang telah diketahui dari penggunaan agensia pengendali hayati untuk mengatasi masalah penyakit tanaman (Soetanto, 2009). Menurut Greathead (1995) dan Soetanto (1998), adalah 1) kesadaran masyarakat dunia akan produk pertanian yang sehat dan aman, 2) ketidak mampuan fungisida sintetis karena berdampak negatif yang berkepanjangan, 3) kepedulian akan ekologi dan keamanan lingkungan, berdampak pada penggunaan fungisida sintetis, kehadiran pengendali hayati untuk mengurangi dampak negatif dan untuk menjaga kelestarian lingkungan, 4) kesadaran petani dan keluarga akan masalah kesehatan, 5) biaya eksplorasi agensia hayati lebih murah , 6) meningkatnya produktivitas hasil pertanian, 7) waktu penyiapan agensia hayati yang singkat, 8) ketersediaan agensia hayati di alam cukup berlimpah. Tantangan penggunaan agensia hayati selama ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) masa hidup agensia yang berbatas karena kondisi iklim yang tidak sesuai dengan perkembangannya, 2) dapat berubah fungsi, hal khususnya terjadi pada agensia hayati dari golongan bakteri dapat berubah karena terjadinya mutasi gen yang diakibatkan kondisi ekstrem di daerah tropika, 3) adanya perbedaan kepentingan, hal ini erat kaitannya dengan status dari sasaran pengguna. Kadangkala agensia hayati dapat berubah menjadi patogenik pada tanaman lain disebabkan tingginya populasi agensia secara tiba-tiba. 4) terbatas penyebaran, karen agensia hayati belum diproduksi secara komersial, maka penyebarannya tidak secepat agensia kimia sintetis. SASARAN YANG INGIN DICAPAI Sasaran yang ingin capai dari pengembangan dan penggunaan agensia hayati adalah: 1) populasi serangga di dalam sebuah ekosistem akan tetap seimbang. 2) biodiversitas dan konservasi serangga, dimana keberadaan serangga pada suatu habitat menjadi indikator biodiversitas dan kesehatan ekosistem. Beberapa serangga 26
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
mempunyai fungsi atau peran penting karena serangga dapat sebagai sumber nutrient bagi organisme lain. 3) pada sisi lain, agensia hayati dapat berperan sebagai predator, parasit dan pathogen, akan tetapi serangga-serangga secara umum dapat bermanfaat sebagai pakan burung, ikan diperairan yang mengkonsumsi larva atau jentik. 4) terciptanya kajian secara kontinu melalui penelitian dan penerapan secara praktis kepada masyarakat dalam bentuk pengabdian, sehinga terciptanya petani mandiri yang mempunyai kemampuan praktis dalam bidang agensia hayati. KESIMPULAN 1. Agensia hayati dapat berasal dari golongan serangga, jamur, bakteri, virus, dan mikoplasma. 2. Penggunaan agensia hayati bertujuan mewujutkan keseimbangan ekosistem alami yang didalamnya diperlukan campur tangan manusia sebagai proses percepatan. 3. Pertanian berkelanjutan dipat ditopang dengan penggunaan agensia hayati sebagai upaya meminimalkan ketergantungan pada pestisida kimia sintetik. 4. Diperlukan laboratorium pengembangan agensia hayati yang mampu memproduksi agensia secara massal. DAFTAR PUSTAKA CGIAR, 1978. Farming System Research at The International Agriculture Research Centre. F.A.O, 1988. Traditional Food Plans: A Resource Book For Farming The Explanation and Consumption of Food Plant in Arit. Gips., T. 1986. What is Sustainable Agriculture. Agroecology Program. Universitas California. Herlinda, S., Sri Indah, Suwandi, 2008. Jamur Entomopatogen Untuk Mengendalikan Wereng Coklat. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Palembang. Huffacker, C.B. Messenger, P.S., 1988. Theory and Practice of Biologycal Control. Academic Press. New York. Martanto, 2010. Pengembangan dan Pemberdayaan Jamur PFR. Sebagai Agensia Hayati Tanaman Teh. Karlina, 2011. Pengembangan dan Pemanfaatan Agensia Hayati Terhadap Penyakit Tanaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur. Santoso. L., 2009. Pengendalian Hayati Patogen Tanaman: Peluang dan Tantangan Dalam Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Fitopatologi. Universitas Sudirman. Purwekerto. Semarang. Solochah, N.R. Gatot Suparmo, 2009. Uji Kemampuan Parasitik Jamur Lecanicillium lecanii Terhadap Mortalitas Nematoda. E-Journal. Reijntjes., C., Bertus Havarkort. Water Bayer., 1999. Pertanian Masa Depan Berkelanjutan. Kanisius. Yogyakarta. Yasmin. Lenni Fitri., 2010. Pemanfaatan Metharrizium anisopliae Terhadap Jentik Nyamuk Demam Berdarah. Jurnal Natura. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. 27
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID DARI BUAH LABAN (Vitex pinnata Linn.) ASAL NANGGROE ACEH DARUSSALAM Syafruddin, S.Pd., M.Si. Staf Pengajar pada FKIP Kimia Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh ABSTRAK Telah dilakukan isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid dari buah laban (V. pinnata) asal Nanggroe Aceh Darussalam. Spektrum UV-Vis memberikan serapan pada λmaks 282 nm dan 230 nm. Spekrum inframerah memberikan serapan karakteristik di daerah bilangan gelombang υmaks (KBr) cm-1: 3200-3500 (OH), 2920 dan 2850,6 (CH alifatik), 1606,6; 1514 dan 1463,9 (cincin aromatik), 1124,4 (C-O-C). Analisis LCMS (Ionisation Electrospray Positive) memberikan puncak ion pada m/z (intensitas relatif): 763 [2M + Na]+ (10), 393 [M + Na]+ (10) dan 371 [M + H]+ (100) dengan sedikit bahu yang menunjukkan bahwa isolat B5.2.2 merupakan campuran dua senyawa dengan berat molekul 370. Hal ini didukung oleh sinyal-sinyal dari spektrum resonansi magnet karbon dan resonansi magnet proton yang tumpang tindih, sehingga memperkuat dugaan bahwa isolat B5.2.2 merupakan campuran dua senyawa isomer. Perbedaan karakteristik antara kedua senyawa adalah posisi proton H-3 pada cincin C. Pada senyawa 1 proton H-3 terletak di posisi α (δ 4,45 ppm), sedangkan untuk senyawa 2 proton H-3 terletak pada posisi β (δ 4,22 ppm). Berdasarkan analisis data spektrometri UV, IR, LC-MS, 13C NMR dan 1H NMR serta uji fitokimia, maka diusulkan bahwa senyawa 1 dan 2 isolat B5.2.2 yang berasal dari fraksi kloroform buah laban (V. pinnata) secara berturut-turut 3’,5dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3α-ol dan 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6prenilflavan-3β-ol Kata Kunci: Vitex pinnata, elusidasi struktur, flavonoid. ABSTRACT The flavonoid compounds have been isolated and identified from the fruit of laban (V. pinnata) collected from Nanggroe Aceh Darussalam. UV spectrum gave absorption at λmaks 282 nm and 230 nm. Infrared spectrum gave characteristic absorption at the wavenumber υmaks (KBr) cm-1: 3200-3500 (OH), 2920 and 2850,6 (CH aliphatic), 1606,6; 1514 and 1463,9 (aromatic ring), 1124,4 (C-O-C). LC-MS analyses (Ionisation Electrospray Positive) gave ion peak at m/z (relative intensity): 763 [2M + Na]+ (10), 393 [M + Na]+ (10) and 371 [M + H]+ (100) with shouder showed isolate is a mixture of two compounds has Molecular Weight 370. This data supported by overlapping signals of 13C NMR and 1H NMR spectrum, it is pruposed that isolate B5.2.2 is mixture of two isomer compounds. The characteristic difference of both compounds is position H-3 proton at C ring. H-3 proton of compound 1 to be located at α position (δ 4,45 ppm), whereas H-3 proton of compound 2 to be located at β position (δ 4,22 ppm). 28
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Based on the spectrometry datas of UV-Vis, IR, LC-MS, 13C NMR and 1H NMR with phytochemical test, the compounds 1 and 2 of isolate B5.2.2 from chloroform fraction the fruit of laban (V. pinnata) presumably is 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6prenilflavan-3α-ol and 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3β-ol, respectively. Key word : Vitex pinnata, structure elucidation, flavonoid. PENDAHULUAN Pencarian senyawa bioaktif alami saat ini dirasakan makin bertambah penting untuk menghadapi tantangan pertambahan jumlah penduduk dunia yang memerlukan bahan untuk makanan, pakaian, obat untuk menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh serta keperluan lahan untuk pertanian dan tempat tinggal. Desakan kebutuhan tersebut mengakibatkan eksploitasi hutan dan lahan hijau yang berlebihan. Terjadilah kepunahan berbagai spesies tumbuhan dan binatang yang tak terperbaharui sedangkan potensinya belum sempat diketahui. Juga terjadi kepunahan budaya setempat yang berarti kehilangan pengetahuan etnobotanik empirik yang sudah berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun (Tarigan, 1997). Sekitar 54% dari spesies tumbuhan di dunia terdapat di hutan tropis yang tersebar di tujuh negara termasuk Indonesia. Dari 250.000 spesies tumbuhan tinggi yang terdapat di dunia, lebih dari 30.000 spesies di antaranya terdapat di Indonesia. Dari seluruh spesies tumbuhan tinggi tersebut hanya 0,4% saja yang telah diselidiki kandungan kimianya, padahal lebih dari 25% resep obat-obatan yang digunakan saat ini mengandung bahan kimia bioaktif yang berasal dari tumbuhan tinggi (Ferlinahayati et al., 1999). Laban (Vitex pinnata Linn.) atau sinonimnya Vitex pubescens Vahl. merupakan salah satu tumbuhan tinggi famili Verbenaceae yang banyak tersebar di Indonesia dan di beberapa negara Asia lainnya, seperti Malaysia, India, Srilanka, Bangladesh, Burma, Indo-China, Thailand, dan Philipina. Bahkan juga ditemukan di daerah tropis Afrika dan Amerika Selatan (Lemmens et al., 1995). V. pinnata adalah tumbuhan tropis Asia yang sangat berpotensi sebagai tumbuhan obat. Hampir semua bagian tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Daunnya digunakan sebagai obat demam, patah selera, dan luka. Kulit batang dilaporkan dapat menyembuhkan sakit perut, luka, dan juga digunakan sebagai bahan pewarna sedangkan akar digunakan sebagai obat sakit perut (Ogata et al., 1995). Burkill (1966) menyatakan bahwa air rebusan kulit V. pinnata dapat menghilangkan sakit perut, dan daunnya digunakan sebagai obat demam dan luka. Sedangkan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), tumbuhan Laban (V. pinnata) yang dikenal dengan nama “mane” buahnya digunakan oleh masyarakat sebagai obat bisul dan demam. Pendekatan etnobotanik ini memberikan suatu asumsi bahwa tumbuhan V. pinnata mengandung senyawa aktif terhadap demam, bisul, sakit perut, dan luka, maka perlu dilakukan studi dan penelitian lebih lanjut. Namun dalam penelitian ini hanya akan dilakukan pendekatan secara kimia. Suksamrarn dan Sommechai (1993) telah mengisolasi tiga jenis ekdisteroid dari kulit batang V. Pinnata, yaitu pinnatasteron (1) yang merupakan ekdisteroid baru. 29
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Sedangkan dua lainnya, yaitu 20-hidroksiekdison (2) dan turkesteron (3) merupakan ekdisteroid yang sudah banyak ditemukan dalam V. rehmani, V. sereti, V. madiensis, V. thyrsiflora, V. megapotamica, V. Canescens (Suksamrarn, et al., 1993, 1995, 1997), V. glabrata (Werawattanametin, et al., 1986), dan V. stricker (Zhang, et al., 1992). Douk (1967) melaporkan bahwa pada daun V. Pinnata mengandung senyawa sianogen dan flavonoid. OH H
OH Me
Me
21
OH
Me
19 HO OH
2 3
HO
HO
H O
1 10 4
20
18
R1
Me HO
R2
OH OH
Me
11
12
13
5 6
8
24
26
25
23
R3 27
17 16
14 9
22
15 OH
7
H O
(1)
1
(2) R = R2 = R3 = OH (3) R1 = R3 = OH, R2 = H
Gambar 1. Senyawa Ekdisteroid yang sudah diisolasi dari kulit batang V. pinnata asal Thailand (Suksamrarn dan Sommechai, 1993). Dari telaah literatur yang telah peneliti lakukan ternyata belum ada penelitian dan publikasi tentang kandungan kimia buah laban (V. pinnata). Hasil penapisan fitokimia dari buah laban (V. pinnata) ternyata mengandung senyawa golongan steroid, triterpen, flavonoid, dan tanin. Senyawa yang akan diteliti lebih lanjut adalah golongan flavonoid karena berdasarkan hasil pengamatan (semi kuantitaf) kandungannya terbanyak, dan senyawa flavonoid pada umumnya mempunyai spektrum aktivitas yang luas seperti antibakteri, antitumor, atikanker, antialergi, sitotoksit, dan antihipertensi (Nomura, et al., 1998).
METODE Umum. Untuk menentukan kemurnian isolat dilakukan pengukuran titik leleh dengan menggunakan alat penetapan titik leleh mikro Fisher Johns Melting Point dan analisis Kromatografi Cair Kineja Tinggi (C-18 dengan panjang kolom 12.50 mm, diameter 0,4 mm dan tekanan pompa 5,6 Kgf/cm2). Spektrum UV dan IR diukur masing-masing dengan menggunakan spektrometer UV-210 A Shimadzu dan FTIR8510 A Shimadzu. Spektrum 13C NMR dan 1H NMR diukur masing-masing dengan menggunakan spektrometer Jeol JNM PNX 400 MHz dan Unity Plus Varian 400 MHz, menggunakan CDCl3 sebagai pelarut. Spektrum massa diperoleh dengan menggunakan LC-MS Mariner Biospectrometry Electrospray Ionisation. Kromatografi 30
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
cair vakum (KCV) dilakukan menggunakan silika gel 60 (230-400 mesh), kromatografi gravitasi (KG) menggunakan fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh), sedangkan kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan silika gel GF254 (tebal 0,2 mm, ukuran plat 10 x 20 cm, jarak elusi 8,5 cm). Pengumpulan Bahan Tumbuhan. Bahan tumbuhan berupa buah V. pinnata dikumpulkan dari desa Teupin Bayu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Spesies tumbuhan ini diidentifikasi di Herbarium Bandungense ITB Bandung. Estraksi dan Isolasi. Buah laban (V. pinnata) sebanyak 2 Kg dibersihkan dan dikeringkan pada suhu kamar di dalam ruangan terbuka, kemudian digiling sampai kehalusan 100 mesh. Serbuk kering sebanyak 650 gram diekstraksi secara sokletasi dengan pelarut n-heksan sampai lipid terekstraksi sempurna. Setelah residu dikeringkan pada suhu kamar dan bebas n-heksan, kemudian disokletasi dengan etanol sampai semua senyawa terekstraksi sempurna. Setelah pelarutnya diuapkan pada tekanan rendah dihasilkan ekstrak etanol sebanyak 98,83 gram, kemudian disuspensi dalam air. Esktrak air kemudian dipartisi cair-cair berturut-turut dengan pelarut kloroform dan etil asetat. Setelah dipekatkan diperoleh ekstrak air (10,5 g), ekstrak kloroform (20 g), dan ekstrak etil asetat (14,5 g), terhadap ketiga ekstrak tersebut diuji flavonoid. Ekstrak kloroform (20 g) difraksinasi dengan KCV menggunakan eluen kloroform, campuran kloroform-metanol (9:1, 7:3, 5:5, 3:7, 1:9), kemudian metanol. Fraksi-fraksi yang diperoleh digabung berdasarkan harga Rf yang sama, sehingga diperoleh 7 fraksi utama, yaitu: fraksi A (1,09 g), B (5,26 g), C (0,30 g), D (0,10 g), E (0,09 g), F (0,06 g), dan G (0,02 g). Selanjutnya Fraksi B (5,26 g) difraksinasi dengan kromatografi gravitasi (KG) menggunakan campuran eluen kloroform-metanol (9,2 : 0,8). Fraksi-fraksi yang diperoleh digabung berdasarkan harga Rf yang sama, sehingga diperoleh 8 fraksi utama, yaitu: fraksi B1 (250 mg), B2 (290 mg), B3 (270 mg), B4 (190 mg), B5 (380 mg), B6 (90 mg), B7 (30 mg), B8 (120 mg). Fraksi B5 (380 mg) selanjutnya difraksinasi lagi dengan kromatografi gravitasi menggunakan campuran eluen n-heksan-etilasetat (1,5 : 9). Hasil gabungan fraksi berdasarkan harga Rf diperoleh 5 fraksi utama, yaitu: fraksi B5.1 (3,2 mg), B5.2 (35 mg), B5.3 (8,6 mg), B5.4 (11,6 mg), B5.5 (2,3 mg). Lebih lanjut fraksi B5.2 (35 mg) dimurnikan lagi dengan kromatografi gravitasi menggunakan campuran eluen kloroform-metanol (9 : 1) sehingga diperoleh isolat murni positif flavonoid sebanyak 23 mg berupa padatan amorf berwarna kuning dan memiliki titik leleh 104-106oC. Bagan kerja tahap ekstraksi dan isolasi ditunjukkan pada Lampiran 1. 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3α-ol (1) diperoleh sebagai padatan amorf berwarna kuning dengan titik leleh 104-106 oC; UV (MeOH) λmaks 282 nm dan 230 nm; (MeOH+NaOH) λmaks menunjukkan pergeseran batokromik dari spektrum awal sehingga menjadi 290 nm dan 250 nm. IR (KBr) υmaks cm-1: 3200-3500 (OH); 2920; 2850,6; 1272,9 (CH alifatik); 1606,6; 1514; 1463,9 (cincin aromatik); 1124,4 (C-O-C). LC-MS m/z (intensitas relatif): 763 [2M + Na]+ (10), 393 [M + Na]+ (10) dan 371 [M + H]+ (100), 370 [M]. Data 13C NMR dan 1H NMR secara berturut-turut ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. 31
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3β-ol (2) diperoleh sebagai padatan amorf berwarna kuning dengan titik leleh 104-106 oC; UV (MeOH) λmaks 282 nm dan 230 nm; (MeOH+NaOH) λmaks menunjukkan pergeseran batokromik dari spektrum awal sehingga menjadi 290 nm dan 250 nm. IR (KBr) υmaks cm-1: 3200-3500 (OH); 2920; 2850,6; 1272,9 (CH alifatik); 1606,6; 1514; 1463,9 (cincin aromatik); 1124,4 (C-O-C). LC-MS m/z (intensitas relatif): 763 [2M + Na]+ (10), 393 [M + Na]+ (10) dan 371 [M + H]+ (100), 370 [M]. Data 13C NMR dan 1H NMR secara berturut-turut ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Data spektrum 13C NMR senyawa 1 dan 2 Karbon (C) terkait
Pergeseran kimia, δ (ppm) Senyawa 1
73,7 2 66,8* 3 4 23,8 5 153,6 5-OMe 56,8 6 119,3* 128,8* 7 8 102,6 9 147,2* 10 108,6 1’ 130,9 2’ 114,3* 3’ 146,7 3’-OMe 52,1 4’ 145,0 5’ 114,9* 6’ 122,4* 1” 28,9 2” 120,0* 3” 135,2* 4” 22,7 5” 29,7 *) Geseran kimia dalam satu baris saling tumpang tindih.
Pergeseran kimia, δ (ppm) Senyawa 2 87,0 66,8* 24,5 157,5 59,1 119,3* 128,8* 103,9 147,2* 109,5 133,7 114,3* 146,8 56,0 145,3 114,9* 122,4* 29,3 120,0* 135,2* 22,9 30,4
Tabel 2. Data spektrum 1H NMR senyawa 1 dan 2 δ (ppm) Multiplisitas dan δ (ppm) Multiplisitas dan Senya tetapan Senyawa tetapan wa 1 gandengan (Hz) 2 gandengan (Hz) 7,71 d (J = 3,2) 7,54 d (J = 3,6) 7,71 dd (J = 3,2 & 6) 7,53 dd (J = 3,6 & 6) 7,70 d ( J = 6) 7,52 d ( J = 6) 6,90 d (J = 8) 6,69 d (J = 8)
Jumlah proton relative 1 1 1 1
Dugaan gugus terkait H-2’ H-6’ H-5’ H-7 32
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013 6,86 4,70 4,45 3,99* 3,19* 5,61* 2,33* 2,05* 3,82* 3,91*
d (J = 8) d (J = 5,6) t (J = 8) dd (J = 5,1&16) br s br d (J = 21) br s s s s
6,25 4,17 4,22 3,99* 3,19* 5,61* 2,33* 2,05* 3,82* 3,91*
ISSN : 2337 : 9952 d (J = 8) d (J = 5,6) t (J = 6,4) dd (J = 5,1&16) br s br d (J = 21) br s s s s
1 1 1 2 2 1 3 3 3 3
H-8 H-2 H-3α/H-3β H-4 H-1” H-2” Me-4” Me-5” OMe-3’ OMe-5
*) Geseran kimia dalam satu baris saling tumpang tindih. HASIL DAN PEMBAHASAN Senyawa 1 dan 2 merupakan campuran dua isomer. Hal ini didukung oleh data LC-MS yang menunjukkan adanya bahu pada puncak utama dengan waktu retensi 14,1 menit dan kelimpahan 100% . Dari perhitungan puncak ion pada m/z 763 [2M + Na]+ (10), 393 [M + Na]+ (10) dan 371 [M + H]+ (100), 370 [M] menunjukkan bahwa senyawa 1 dan 2 memiliki berat molekul 370 sesuai rumus molekul C22H26O5. Keisomeran senyawa 1 dan 2 juga didukung oleh data 13C NMR yang memberikan beberapa geseran kimia (δ) yang tumpang tindih, yaitu pada δ (ppm): 66,8; 119,3; 128,8; 147,2; 114,3; 114,9; 122,4; 120,0; dan 135,2. Bahkan pada spektrum 1H NMR muncul enam kelompok sinyal khas aromatik yaitu pada δ 6,25 – 5,61 ppm dan muncul beberapa sinyal yang tumpang tindih pada δ 2,05 – 5,61 ppm. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa senyawa 1 dan 2 merupakan campuran dua isomer. Perbedaan karakteristik senyawa 1 dan 2 adalah pada cincin C yaitu posisi proton H-3. Pada senyawa 1 proton H-3 terletak pada posisi α dengan pergeseran kimia (δ) 4,45 ppm, sedangkan senyawa 2 proton H-3 terletak pada posisi β dengan pergeseran kimia(δ) 4,22 ppm. 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3α-ol (1) diperoleh sebagai padatan amorf berwarna kuning dengan titik leleh 104-106 oC. Spektrum UV (MeOH) memberikan serapan pada dua panjang gelombang (λmaks), yaitu 230 nm (bahu) dan 282 nm, yang merupakan serapan khas untuk senyawa flavonoid golongan flavan. Penambahan pereaksi geser (MeOH+NaOH) terhadap senyawa 1 menunjukkan pergeseran batokromik sebesar 8 nm pada serapan 282 nm sehingga menjadi 290 nm dan 20 nm pada serapan 230 nm seingga menjadi 250 nm. Perseseran batokromik ini menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH) pada posisi 4’. Sedangkan penambahan pereaksi geser (MeOH+AlCl3+HCl), (MeOH+NaOAc), dan (MeOH+NaOAc+H3BO3) tidak terjadi pergeseran batokromik. Spektrum IR (KBr) senyawa ini menunjukkan adanya serapan yang ditimbulkan oleh vibrasi ulur gugus OH pada bilangan gelombang 3200-3500 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 1400,2 cm-1 yang menunjukkan vibrasi tekukan OH dalam bidang. Adanya cincin aromatik ditunjukkan oleh serapan 33
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
pada daerah bilangan gelombang 1606,6 cm-1, 1514 cm-1 cm-1, dan 1463,9 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 1031,8 cm-1 dan 817,8 cm-1 yang menunjukkan vibrasi tekukan CH aromatik dalam dan luar bidang. Adapun vibrasi ulur CH alifatik ditandai dengan munculnya serapan di daerah bilangan gelombang 2920 cm-1 dan 2850,6 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 1272,9 cm-1 yang menunjukkan tekukan CH alifatik. Sedangkan gugus C-O-C terlihat dari munculnya serapan pada bilangan gelombang 1124,4 cm-1. Sedangkan serapan dari gugus C=O yang biasanya muncul sebagai serapan tajam dan kuat pada bilangan gelombang 1650-1750 cm-1 tidak terindikasi pada spekrum IR senyawa ini, sehingga semakin memperkuat dugaan bahwa senyawa 1 adalah senyawa flavonoid golongan flavan. Spektrum 13C NMR menunjukkan bahwa senyawa 1 tersusun atas 22 atom karbon, terdiri dari 8 atom karbon sp3 dan 14 atom karbon sp2, yang terakhir berkaitan dengan dua cincin aromatik dan satu ikatan olefina. Tiga atom karbon sp3 beresonansi pada δ (ppm): 73,7; 66,8 dan 23,8 masing-masing untuk atom C-2 (-CH-O), C-3 (-CHO) dan C-4 (-CH2-) karakteristik suatu flavan-3-ol. Selanjutnya dua atom karbon sp3 beresonansi pada δ (ppm): 56,8 dan 52,1 masing-masing untuk atom C-3’ dan C-5 pada gugus metoksi Sedangkan tiga atom karbon sp3 lainnya beresonansi pada δ (ppm): 28,9; 22,7 dan 29,7 merupakan sinyal atom C-1” (-CH2-), C-4” (-CH3) dan C5” (-CH3) pada gugus prenil. Spektrum 1H NMR senyawa 1 memperlihatkan sejumlah sinyal pada δ (ppm): 4,70 (1H, d, J = 5,6 Hz), 4,45 (1H, t, J = 8 Hz), dan 3,99 (2H, dd, J = 5,1 dan 16 Hz), masing-masing untuk proton H-2, H-3α dan H-4 yang merupakan karakteristik flavan3-ol. Sinyal yang muncul pada δ (ppm): 7,71 (1H, d, J = 3,2 Hz), 7,71 (1H, dd, J = 3,2 dan 6 Hz) dan 7,70 (1H, d, J = 6 Hz) diduga berasal dari proton aromatik pada cincin B, masing-masing untuk proton H-2’, H-6’ dan H-5’ yang mempunyai sistem penjodohan AMX (Creswell et al., 1982 dan Breitmaier et al., 1993). Dua sinyal yang muncul pada δ (ppm): 6,90 (1H, d, J = 8 Hz) dan 6,86 (1H, d, J = 8 Hz) merupakan sinyal proton H-7 dan H-8 pada cincin A yang saling berorientasi orto. Hal ini memperkuat dugaan bahwa gugus prenil terletak pada C-6 dan metoksi pada C-5 (Chen et al., 1996). Adapun sinyal karakteristik untuk gugus prenil muncul pada δ (ppm): 3,19 (2H, br s), 5,61 (1H, br d, J = 21 Hz), 2,33 (3H, br s) dan 2,05 (3H, s) masing-masing untuk proton H-1”, H-2”, Me-4” dan Me-5”. Di samping itu muncul dua sinyal pada δ (ppm): 3,82 (3H, s) dan 3,91 (3H,s) yang diduga berasal dari proton metoksi, masing-masing untuk proton OMe-3’ dan OMe-5. 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3β-ol (2) diperoleh sebagai padatan amorf berwarna kuning dengan titik leleh 104-106 oC. Spektrum UV (MeOH) memberikan serapan pada dua panjang gelombang (λmaks), yaitu 230 nm (bahu) dan 282 nm, yang merupakan serapan khas untuk senyawa flavonoid golongan flavan. Penambahan pereaksi geser (MeOH+NaOH) terhadap senyawa 2 menunjukkan pergeseran batokromik sebesar 8 nm pada serapan 282 nm sehingga menjadi 290 nm dan 20 nm pada serapan 230 nm seingga menjadi 250 nm. Perseseran batokromik ini menunjukkan adanya gugus hidroksil (OH) pada posisi 4’. Sedangkan penambahan 34
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
pereaksi geser (MeOH+AlCl3+HCl), (MeOH+NaOAc), dan (MeOH+NaOAc+H3BO3) tidak terjadi pergeseran batokromik. Spektrum IR (KBr) senyawa ini menunjukkan adanya serapan yang ditimbulkan oleh vibrasi ulur gugus OH pada bilangan gelombang 3200-3500 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 1400,2 cm-1 yang menunjukkan vibrasi tekukan OH dalam bidang. Adanya cincin aromatik ditunjukkan oleh serapan pada daerah bilangan gelombang 1606,6 cm-1, 1514 cm-1 cm-1, dan 1463,9 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 1031,8 cm-1 dan 817,8 cm-1 yang menunjukkan vibrasi tekukan CH aromatik dalam dan luar bidang. Adapun vibrasi ulur CH alifatik ditandai dengan munculnya serapan di daerah bilangan gelombang 2920 cm-1 dan 2850,6 cm-1 yang diperkuat oleh serapan pada bilangan gelombang 1272,9 cm-1 yang menunjukkan tekukan CH alifatik. Sedangkan gugus C-O-C terlihat dari munculnya serapan pada bilangan gelombang 1124,4 cm-1. Sedangkan serapan dari gugus C=O yang biasanya muncul sebagai serapan tajam dan kuat pada bilangan gelombang 1650-1750 cm-1 tidak terindikasi pada spekrum IR senyawa ini, sehingga semakin memperkuat dugaan bahwa senyawa 2 adalah senyawa flavonoid golongan flavan. Spektrum 13C NMR menunjukkan bahwa senyawa 2 tersusun atas 22 atom karbon, terdiri dari 8 atom karbon sp3 dan 14 atom karbon sp2, yang terakhir berkaitan dengan dua cincin aromatik dan satu ikatan olefina. Tiga atom karbon sp3 beresonansi pada δ (ppm): 87,0; 66,8 dan 24,5 masing-masing untuk atom C-2 (-CH-O), C-3 (-CHO) dan C-4 (-CH2-) karakteristik suatu flavan-3-ol. Selanjutnya dua atom karbon sp3 beresonansi pada δ (ppm): 59,1 dan 56,0 masing-masing untuk atom C-3’ dan C-5 pada gugus metoksi. Tiga atom karbon sp3 lainnya beresonansi pada δ (ppm): 29,3; 22,9 dan 30,4 merupakan sinyal atom C-1” (-CH2-), C-4” (-CH3) dan C-5” (-CH3) pada gugus prenil. Spektrum 1H NMR senyawa 2 juga menunjukkan sinyal-sinyal karakteristik untuk flavan-3-ol pada δ (ppm): 4,17 (1H, d, J = 5,6 Hz), 4,22 (1H, t, J = 6,4 Hz), dan 3,99 (2H, dd, J = 5,1 dan 16 Hz), masing-masing untuk proton H-2, H-3β dan H-4. Sinyal-sinyal proton aromatik pada cincin B muncul pada δ (ppm): 7,54 (1H, d, J = 3,6 Hz), 7,53 (1H, dd, J = 3,6 dan 6 Hz) dan 7,52 (1H, d, J = 6 Hz), masing-masing untuk proton H-2’, H-6’ dan H-5’ yang mempunyai sistem penjodohan AMX (Creswell et al., 1982 dan Breitmaier et al., 1993). Dua sinyal yang muncul pada δ (ppm): 6,69 (1H, d, J = 8 Hz) dan 6,25 (1H, d, J = 8 Hz) diduga berasal dari resonansi proton H-7 dan H-8 pada cincin A yang saling berorientasi orto. Fakta ini menunjukkan bahwa gugus prenil terletak pada C-6 dan metoksi pada C-5 (Chen et al., 1996). Adapun sinyal karakteristik untuk gugus prenil muncul pada δ (ppm): 3,19 (2H, br s), 5,61 (1H, br d, J = 21 Hz), 2,33 (3H, br s) dan 2,05 (3H, s) masing-masing untuk proton H-1”, H-2”, Me-4” dan Me-5”. Sedangkan dua sinyal pada δ (ppm): 3,82 (3H, s) dan 3,91 (3H, s) diduga berasal dari proton metoksi, masing-masing untuk proton OMe-3’ dan OMe-5. Sinyal pada δ (ppm): 1,25 dan 0,9 diduga berasal dari pengotor lipid yang terkontaminasi pada tabung yang digunakan sebagai tempat sampel untuk determinasi spektrum (Seigler, 1975). Sinyal pada δ 1,66 ppm diduga berasal dari pengotor air yang berasal dari pelarut kloroform-d3, dimana tingkat kemurnian kloroform 35
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
terdeuterasi yang tersedia di pasaran (sumber: Merck, Sharp dan Dohme-Canada) adalah 99,5%. Sedangkan sinyal yang muncul pada δ 7,25 ppm adaah berasal dari pelarut klorofoem-d3 (Silverstein et al., 1991). OCH3 OCH3 3' 2' 8 9
7 5" H3C
3'
4'
2
2'
5'
8
6'
2" 3"
O
OH
3
6
5
1"
4
4" CH3
OH
OCH3
Senyawa 1
9
7 5" H3C
6
2
5'
3 5
1" 4" CH3
4'
6'
2" 3"
O
OH
4
OH
OCH3
Senyawa 2
KESIMPULAN Dari hasil isolasi dan pemurnian buah laban (Vitex pinnata Linn.) asal Nanggroe Aceh Darussalam diperoleh dua senyawa flavonoid golongan flavan yang merupakan campuran isomer. Berdasarkan analisis data UV, IR, LC-MS, 13C NMR, dan 1H NMR serta uji fitokimia, maka diusulkan bahwa senyawa 1 dan 2 yang berasal dari fraksi kloroform, secara bertutut-turut adalah 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6prenilflavan-3α-ol dan 3’,5-dimetoksi-4’-hidroksi-6-prenilflavan-3β-ol. DAFTAR KEPUSTAKAAN Backer, A. C. and R. C. Bakhuizen Van den Brink Jr. (1963) Flora of Java, N. V. P. Noordhoff N. V. Groningen, Vol. I, The Netherlands. Breitmair, E. (1993) Structure Elucidation by NMR In Organic Chemistry, John Willey & Sons, New York. Burkill, I. H. (1966) A Dictionary of The Economic Products of The Malay Penisula, Vol. II, Ministry of Agriculture and Cooperative, Kuala Lumpur. Chen, Chien – Chih., Yu – Lin., Sun, Chang-Ming and Shen, Chien – Chang (1966) New Prenylflavones from the Leaves of Epedemedium sagittatum, J. Natural Product, 59, 412 – 414. Creswell, C. J., Runquist, O. A. and Campbell, M. M. (1982) Analisis Spektrum Senyawa Organik, alih bahasa: Kosasih Padwawinata dan Iwang Soediro, ITB, Bandung. Douk, P. (1967) Chemical Abstrack, 66, 79512n. Ferlinahayati, Hakim, E. H., Achmad, S. A., Aimi, N., Kitajima, M., dan Makmur, L. (1999) Artonin E dan Norartokapetin Dua Senyawa Fenol dari Tumbuhan Artocarpus Scortechimi King. Prosiding Seminar Nasional Kimia Bahan Alam ’99, UI-UNESCO, Jakarta. 36
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Lemmens, R. H. M. J., Soerianegara, I. dan Wong, W. C. (1995) Timber Tress: Minor Commercial Timbers, Plant Resources of South-East Asia, Bogor, Indonesia. Nomura, T., Hano, S., and Aida, M. (1998) Isoprenoid Subtituted Flavonoid from Artocarpus, Heterocycles, 47 (2), 1179-1205. Ogata, Y., Kasaharea, Y., and Iwasaki, T. (1995) Medicine Herb Index Indonesia, Second edition, PT. Eisai Indonesia. Seigler, D. S. (1975) Review: Isolation and Characterization of Naturally Cyanogenic Compound, Phytochemistry, 14: 9-29 Silverstein, R. M., Bassler, G. C., and Morill, T. C., (1991) Spectrometric Identification of Organic Compounds, 5th ed., John Wiley and Sons Inc, New York. Suksamrarn, A., and Sommechai, C. (1993) Ecdysteroids from Vitex pinnata, Phytochemistry, 32 (2), 303-306 Suksamrarn, A., Sommechai, C., Charulpong, P., and Chitkul, B. (1995) Ecdysteroids from Vitex canescens, Phytochemistry, 38 (2), 473-476 Suksamrarn, A., Promrangsan, N., Chitkul, B., Homvisasevongsa, S., and Sirikate, A. (1997) Ecdysteroids of The Root Bark of Vitex canescens, Phytochemistry, 45 (6), 1149-1152 Tarigan, Ponis (1997) Analisis Senyawa Bioaktif Alami, Pengantar Praktikum, Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung. Werawattanametin, K., Podimnang, V., and Suksamrarn, A. (1986) Ecdysteroids from Vitex glabrata, J. Natural Product, 49, 365. Zhang, M., Stout, M. J., and Kubo, I. (1992) Isolation of Ecdysteroids from Vitex stickeri Using RLCC and Recycling HPLC, Phytochemstry, 31 (1), 247-25
37
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
JENIS TUMBUHAN DAN MANFAATNYA UNTUK BAHAN CAMPURAN PEMBUATAN KUE CHINGKHUI DI DESA TEUMAREM KECAMATAN LAMNO KABUPATEN ACEH JAYA Dra. Armi, M.Si* dan Sri Andriani** *Dosen Pendidikan Biologi Universitas Serambi Mekkah **Mahasiswa Universitas Serambi Mekkah ABSTRAK Penganan atau kue adalah makanan yang enak dan mengenyangkan, akan tetapi sering kali makanan yang kita makan tidak sehat. Makanan yang sehat itu tidak hanya sekedar untuk memenuhi rasa lapar saja tetapi dapat berguna bagi tubuh kita. Kue chingkui merupakan kue tradisional yang terbuat dari berbagai jenis tumbuhan, dimana kue ini dipercaya oleh masyarakat di Lamno dapat berkhasiat sebagai obat. Tujuan dalam penelitian ini adalah: untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan apa saja yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui, dan untuk mengetahui bagian tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui. Objek penelitian ini adalah seluruh tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui. Tekhnik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara dengan masyarakat. Penelitian ini bersifat eksploratif sehingga data diolah dengan mendiskripsikan tumbuhan yang diperoleh dari lokasi penelitian. Hasil penelitian di Desa Teumarem Kecamatan Lamno Lamno Kabupaten Aceh Jaya diperoleh ada 21 jenis tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan kue chingkui, bagian tumbuhan yang digunakan yaitu ada yang berupa daun, batang, biji, rimpang maupun umbinya. Key Words: Jenis Tumbuhan, Kue Chingkhui PENDAHULUAN Penganan atau kue adalah makanan yang enak dan mengenyangkan, akan tetapi sering kali makanan yang kita makan tidak sehat, baik dari segi kebersihannya maupun dari segi mamfaat makanan itu sendiri untuk kesehatan. Makanan yang sehat itu tidak hanya sekedar untuk memenuhi rasa lapar saja tetapi dapat berguna bagi tubuh kita. Akhir-akhir ini banyak bermunculan makanan modern, yang mana membuat sebahagian dari masyarakat kita beralih mengkomsumsi makanan modern tersebut, disebabkan makanan modern lebih praktis dalam penyajiannya, instan dan enak, serta mudah didapat dan berbagai alasan lainnya. Akibatnya makanan tradisional ditinggalkan dan dilupakan. Oleh sebab itu kita harus menjaga kelestarian tradisi, budaya leluhur kita, yaitu salah satunya adalah makanan tradisional yang telah diturunkan secara turun temurun oleh nenek moyang kita. Kalau bukan kita siapa lagi yang akan melestarikan budaya bangsa kita. Lingkungan hidup merupakan bagian mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain lingkungan hidup tidak terlepas dari kehidupan manusia. Manusia dan lingkungan pada hakikatnya merupakan suatu bangunan yang seharusnya saling menguatkan karena manusia sangat bergantung kepada lingkungan sedang lingkungan 38
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
sangat bergantung pada aktifitas manusia. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang bijak harus senantiasa mengupayakan untuk dapat menjaga dan melestarikan lingkungan. Karena semua tumbuhan yang ada dilingkungan kita memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya. Banyak tumbuhan disekitar kita dapat dibuat menjadi makanan yang sehat dan mengenyangkan dan pastinya juga berguna untuk kesehatan. Tumbuhan yang berkhasiat obat-obatan ternyata selain diramu untuk obat dapat juga diolah menjadi makanan yang enak, mengenyangkan dan tentunya menyehatkan. Dengan demikian perlu untuk mengidentifikasi jenis- jenis tumbuhan apa saja yang digunakan pada proses pembuatan kue chingkui. Seperti yang dikemukakan oleh Hadiat (2002:168) bahwa “Identifikasi adalah mengenali suatu benda atau makhluk hidup dengan mempelajari ciri-ciri khas yang dimiliki”. Identifikasi suatu pohon dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Cara yang paling kurang ilmiah adalah membandingkan atau menyamakan tumbuhan yang ingin diketahui dengan gambargambar didalam manual atau dengan material herbarium yang sudah diketahui identitas (Tjahjono, 2000:1). Kue chingkui merupakan kue tradisional yang terbuat dari berbagai jenis tumbuhan, dimana kue ini dipercaya oleh masyarakat di Lamno dapat berkhasiat sebagai obat. Kue chingkui ini sendiri merupakan kue tradisional yang sudah sejak lama ada/ dikomsumsi oleh masyarakat lamno. Kue chingkui ini mempunyai aroma yang sangat khas dan rasa yang khas pula, aroma dan rasanya seperti aroma dan rasa jamu tetapi disinilah keunikan kue ini, jamu dalam bentuk kue. Pada umumnya jamu berupa cairan atau pil, dan terkadang orang-orang enggan mengkomsumsinya karena rasanya yang kurang enak, pahit, sepet, tetapi kue ini walaupun terbuat dari berbagai jenis tumbuhan obat mempunyai rasa yang jauh lebih enak dari jamu. Dari wawancara dengan masyarakat Lamno, dapat diambil kesimpulan, bahwa mereka menyukai kue chingkui ini karena khasiatnya dapat mencegah masuk angin, daya tahan tubuh selama berpuasa, menghilangkan nyeri pada lambung, serta mereka percaya kalau kue ini dapat mengobati berbagai macam penyakit disebabkan tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan kue ini merupakan tumbuhan-tumbuhan obat. Nenek moyang bangsa Indonesia sejak dulu telah menekuni pengobatan dengan memanfaatkan aneka tanaman yang terdapat dialam. Warisan yang berharga ini secara turun temurun diajarkan oleh generasi yang terdahulu ke generasi selanjutnya. Didaerah pedesaan, tradisi ini sebagian besar masih dipertahankan. Namun, masyarakat perkotaan umumnya sudah melupakannya. (Fauziah M, 2008:5). Demikian juga dengan kue chingkui ini yang sudah terlupakan dan tergantikan oleh makanan modern. Oleh sebab itu masyarakat Lamno masih mempertahankan tradisi kue chingkui sebagai penganan hidangan buka puasa. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan apa saja yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui. 2. Untuk mengetahui bagian tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui. 39
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Tumbuhan adalah salah satu makhluk hidup yang terdapat dibumi. Makhluk hidup lain, seperti manusia dan hewan hidupnya sangat bergantung pada tumbuhan secara langsung maupun tidak langsung. Campbell (2000:153) mengatakan, “yang kita defenisikan sebagai tumbuhan hampir semuanya merupakan organisme daratan, meskipun beberapa tumbuhan, seperti teratai, telah kembali secara sekunder ke air selama evolusinya”. Dunia tumbuhan beranggotakan organisme yang memiliki ciriciri: (1) . Memiliki klorofil sehingga mampu melakukan fotosintesis, (2). Tubuhnya tersusun atas banyak sel (multi seluler), (3). Merupakan organisme eukariota, (4). Tidak dapat berpindah tempat, (5). Serta dapat berreproduksi secara seksual. Diantara spesies-spesies tumbuhan terdapat jenis yang sangat tinggi dalam hal bentuk dan ukuran. Beberapa jenis tumbuhan berukuran kurang dari 1 mm dan beberapa jenis lainnya tumbuh hingga mencapai tinggi lebih dari 100 meter. Tumbuhan mendominasi wilayah daratan dan beberapa bentuk badan air. Sebagian besar tumbuhan berkembang biak dengan biji. Namun, ada pula yang berkembang biak dengan menggunakan spora. Dibandingkan spora, biji lebih efektif sebagai alat pemencaran tumbuhan. Dalam siklus hidupnya semua tumbuhan mengalami pergiliran keturunan (metagenesis), (Pujianto ,2008:189). Penganan Kue Cingkui Kue ini dibuat dengan menggunakan bahan-bahan dasar berupa tumbuhtumbuhan, bagian yang digunakan adalah daun, batang, umbi serta bijinya. a. Tahapan dalam pembuatan tepung chingkui. 1. Semua tumbuhan yang digunakan dicuci sampai bersih lalu potong kecil-kecil. 2. Jemur dipanas matahari sampai benar- benar kering . 3. Jika sudah kering lalu tumbuk dengan menggunakan alu, ditumbuk sebaiknya ketika sedang dalam keadan panas supaya tumbuhannya cepat halus. 4. Lalu tepung chingkui yang sudah ditumbuk diayak hingga didapatkan chingkui yang halus seperti tepung. 5. Ampasnya dapat dijemur lagi, lalu ditumbuk lagi sampai halus dan ayak lagi demikian seterusnya sampai semua ampas habis terpakai. 6. Tepung chingkui siap digunakan. b.
Bahan yang digunakan. • ¼ Kg tepung chingkui • 500 Gr tepung beras ketan putih • Air secukupnya • Garam secukupnya • Gula secukupnya • 1 buah kelapa parut c. Cara Pengolahan. Masukkan tepung chingkui dan tepung beras ketan dan garam, aduk-aduk kemudian tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diremas-remasa adonannya 40
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
hingga tercampur merata, setelah tercampur merata adonan telah siap untuk dimasak, adonannya jangan terlalu encer dan keras. Oleskan sedikit minyak pada daun pisang supaya tidak lengket. Masak bisa dengan direbus dan dikukus. Kukus ± 15 menit. Setelah masak adonan kue dimasukan kedalam kelapa parut sambil ditekan-tekan supaya kelapanya merata sempurna lalu gulung kemudian potong serong/ bulat. Kue siap dihidangkan. Cara membuat kelapa parut: 1 buah kelapa parut tambahkan garam, gula sesuai selera lalu aduk hingga tercampur merata. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan sejak tanggal 13 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 16 Oktober 2012 di Lamno Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah seluruh tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui di Lamno kabupaten Aceh Jaya, yang diambil tumbuhannya di Desa Teumarem dengan luas wilayah 12,5 km². Alat dan Bahan Penelitian Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Buku dan alat-alat tulis. 2. Kamera digital. 3. Buku identifikasi tumbuhan, Taksonomi tumbuhan (Spermatophyta). Tekhnik Pengumpulan Data Observasi Tekhnik dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati langsung ke lokasi penelitian untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui yang ada dilokasi penelitian. Wawancara 1. Untuk mendapatkan informasi dari masyarakat yang sering membuat kue chingkui, tumbuhan apa saja yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui. 2. Untuk mendapatkan informasi dari masyarakat nama-nama tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui dalam bahasa daerah Aceh. Identifikasi Mengamati, mencari serta mencatat dan mendiskripsikan semua jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui.
41
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Teknik Pengolahan Data Penelitian ini bersifat eksploratif dengan menentukan lokasi penelitian, tempat serta ukuran luas areal penelitian maka data tidak diolah dengan statistik tetapi dengan mendiskripsikan yaitu mencatat hal-hal yang berhubungan dengan tumbuhan yang digunakan dalam proses pembuatan kue chingkui yang terdapat di lokasi penelitian, yaitu di Desa Teumarem Lamno Aceh Jaya. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Setelah dilakukan penelitian di Desa Teumarem diketahui terdapat 21 jenis tumbuhan yang digunakan dalam pembuatan kue chingkui, bagian tumbuhan yang digunakan yaitu ada yang berupa daun, batang, biji, rimpang maupun umbinya. Berikut ini akan dijelaskan dengan menggunakan tabel mengenai jenis-jenis tumbuhan yang digunakan untuk bahan campuran pembuatan kue chingkui sebagai penganan buka puasa di Lamno kabupaten Aceh Jaya. Tabel 4.1
Jenis-jenis Tumbuhan yang Digunakan Untuk Bahan Campuran Pembuatan Kue Chingkui.
Nama Daerah
No
Nama Indonesia
Nama jenis
Bagian yang Digunakan
1
Seke Pulot
Pandan Wangi
Pandanus amrillylius
Daun
2
Temurui
Kari
Murraya koenigii
Daun
3
Rei
Serai
Cymbopongan narchus L
Daun, Batang
4
Saga
Saga
Abrus precatorius L
Daun
5
On ie meh
Puring
Codiaeum variegatum
Daun
6
Kerundong page
Kedondong Laut
Nothopanax fruticosum
Daun
7
On be
Senggani
Melastoma polyanthun
Daun
8
Salam Rei
Salam
Syzygium polyanthum
Daun
9
Bak Buah
Legundi
Vitex trifolia L
Daun
10
Selimeng
Belimbing wuluh
Averrhoa balimbing L
Daun
11
Tapak guda
Mangkokan
Nothopanax scutellarium
Daun
42
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
12
Subum bate
Gempur Batu
Ruellia napifera Zoll
Daun
13
Sampengat
Pulutan
Urena lobata L
Daun
14
Kunyet
Kunyit
Curcuma domestica Val
Rimpang
15
Haliya
Jahe
Zingiber officinale
Rimpang
16
Bawang puteh
Bawang Putih
Allium sativum L
Umbi
17
Bawang Mirah Bawang Merah
Allium cepa L. Var
Umbi
18
Aweh
Ketumbar
Coriandrum sativum
Biji
19
Lada
Lada
Piper nigrum
Biji
20
Langkuweh
Lengkuas
Langua galanga val
Rimpang
21
Breh bit
Beras
Oriza satifa
Biji
Manfaat Tumbuhan yang Digunakan dalam Pembuatan Kue Chingkui Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat maupun sebagai pencegahan sudah dilakukan sejak dulu. Tradisi itu berlangsung terus secara turun temurun dikalangan keluarga maupun masyarakat, dan dengan berbagai alasan juga masyarakat lebih memilih mengkomsumsi tumbuhan obat. Hal ini didukung oleh pendapat Winarto (2004:41) yang menyatakan bahwa, “Adanya kecenderungan masyarakat mengkomsumsi tanaman obat bukan tanpa alasan, hal ini terjadi karena obat kimia memiliki beberapa kelemahan antara lain adanya efek samping langsung atau pun tidak langsung, harga cenderung tinggi, dan tidak semua obat kimia efektif menyembuhkan penyakit tertentu. Adanya kelemahan obat kimia ini justru menjadi faktor unggulnya tanaman obat”. Obat tradisional yang berasal dari tanaman memiliki efek samping yang jauh lebih rendah tingkat bahayanya dibandingkan obat-obatan kimia, selain murah dan mudah diperoleh, tanaman obat bersifat alami tidak sekeras efek dari obat-obatan kimia. Jenis tanaman obat dapat beranekaragam karena alam Indonesia yang subur memungkinkan banyak sekali tanaman yang berguna tumbuh disekitar kita. Ada yang berupa bumbu dapur, tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur. Selain itu, ada pula tanaman yang berupa tanaman liar yang tumbuh disembarang tempat (Fauziah M, 2008:7). Berikut ini adalah manfaat tumbuhan yang digunakan sebagai bahan campuran dalam proses pembuatan kue chingkui. 1. Kunyit bermanfaat untuk pengobatan kanker ovarium, pencegah kanker usus besar, mengurangi nyeri dan peradangan, mengobati pilek dan flu, meredakan migraine, meredakan kram menstruasi, dapat meningkatkan kekebalan tubuh, 43
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
2.
3.
4. 5.
6.
7.
8. 9.
10.
11.
12.
13.
ISSN : 2337 : 9952
atasi rambut berketombe, dapat menjadi pereda yang aman untuk mual dan muntah selama kehamilan (Rina N, 2012: 231-232). Jahe berkhasiat untuk mengobati rematik, luka karena lecet, ditikam benda tajam, terkena duri, jatuh serta gigitan ular, jahe juga dapat menambah nafsu makan, memperkuat lambung dan memperbaiki pencernaan (Fauziah M, 2008:26). Lengkuas berkhasiat untuk mengobati penyakit kulit seperti kudis, koreng dan borok, mengatasi rematik, obat gosok penghangat badan, pelancar kemih dan penguat empedu, obat tetes telinga, menguatkan lambung dan isi perut, memperbaiki pencernaan, mengeluarkan lendir dari saluran pencernaan, menyembuhkan sakit kepala, serta menambah nafsu makan (Fauziah M, 2008: 43-44). Serai berkhasiat untuk mengobati badan terasa pegal, batuk, nyeri atau ngilu,obat sakit kepala, nyeri lambung dan diare (Fauziah M, 2008:66 ). Daun pandan wangi berkhasiat untuk kecantikan, untuk menghilangkan ketombe dan menghitamkan rambut, serta dapat mengobati penyakit demam campak. Belimbing wuluh khasiatnya: Buah untuk menurunkan hipertensi, batuk rejan,gusi berdarah, sariawan, jerawat dan panu. Daunnya untuk mengatasi rematik, demam, gondongan dan bisul. Bunga untuk mengatasi sariawan, batuk, dan TBC paru (Hembing W, 2008: 259). Daun saga berkhasiat: Daun, batang, dan akar berkhasiat untuk menurunkan panas, anti radang, dan peluruh kemih ( diuretik ). Daun digunakan untuk batuk, bronkhitis, sariawan mulut, panas dalam, serak, dan sakit tenggorokan (Hembing W, 2008: 291). Daun kari berkhasiat untuk menyuburkan rambut Bawang putih berkhasiat untuk menurunkan kolesterol tinggi, penyempitan pembuluh darah, mencegah stroke dan jantung koroner, mencegah kanker dan influenza, batuk, TBC paru, asma, rematik, cacingan, serta penyakit kulit, seperti bisul, kudis dan panu (Hembing W, 2008: 258). Bawang merah berkhasiat untuk menurunkan panas/ demam pada anak, influenza, batuk pada anak, batuk dahak, masuk angin, menghilangkan kalu/ mata ikan pada kaki, mengobati kencing manis, mengobati luka, meredakan rasa sakit, mengobati wasir, untuk menyembuhkan susah buang air kecil, untuk mengobati radang paru (Rina N, 2012: 443). Daun Salam berkhasiat menurunkan kadar kolesterol tinggi, asam urat tinggi, tekanan darah tinggi, kencing manis, radang lambung, kudis dan kulit gatal (Hembing W, 2008: 292). Legundi Khasiatnya sebagai: beri-beri,batuk, datan bulan tidak teratur, pusing. Buahnya untuk obat cacing gelang, cacing kremi.Batangnya untuk bengkak-bengkak. Pada pertanian dipakai sebagai pengusir serangga. Mangkokan berkhasiat sebagai radang payudara, rambut rontok, sukar kencing, bau badan, luka, pembengkakan dan melancarkan/ memperbanyak asi. 44
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
14. Pulutan berkhasiat daunnya sebagai peluruh dahak, obat mencret dan obat luka baru, akarnya sebagai obat demam, obat sakit nyeri perut, bunganya untuk mengobati bisul. 15. Senggani berkhasiat sebagai daunnya untuk obat mencret, keputihan, radang usus, akar dan getahnya untuk mengobati kejang dan ayan. 16. Gempur Batu berkhasiat sebagai obat kencing batu dan batu empedu. 17. Ketumbar berkhasiat sebagai anti radang, menurunkan gula darah, untuk mengobati jerawat dan komedo, dapat menyehatkan pencernaan, menghilangkan sindrom pra menstruasi pada perempuan. 18. Lada berkhasiat sebagai obat disentri, kolera, kaki bengkak, nyeri haid, rematik ( nyeri otot, salesma, sakit kepala. Daunnya sebagai obat batu ginjal. 19. Kedondong Laut berkhasiat: Daun kedondong laut bermanfaat untuk menyembuhkan luka dengan cara dicampur garam. Daun dan akar untuk peluruh air seni, obat sakit kepala, rematik, dan digunakan dalam mengobati sistem saraf. 20. Beras berkhasiat dalam dunia kecantikan untuk mencerahkan dan menghaluskan kulit, juga pada selaput beras dapat berguna untuk menolak penyakit beri-beri. (http://id.wikipedia.org/wiki/padi) SIMPULAN Simpulan yang dapat diambil dari tulisan ini adalah: 1. Tumbuhan yang digunakan untuk bahan campuran pembuatan kue chingkui di lokasi penelitian adalah sebanyak 21 jenis tumbuhan, yaitu pandan wangi ( Pandanus amrillylius Rox ), Kari ( Murraya koenigii ), Serai ( Cymbopogon narchus L ), Saga ( Abrus precatorius L ), Puring ( Codiaeum variegatum ), Kedondong laut ( Nothopanax fruticosum Mig ), Senggani ( Melastoma polyanthum BI ), Salam ( Syzygium polyanthum), Legundi ( Vitex trifolia L ), Belimbing Wuluh ( Averrhoa balimbing L ), Mangkokan ( Nothopanax scutellarium Merr ), Gempur batu ( Ruellia napifera Zoll ), Pulutan ( Urena lobata L ), Kunyit ( Curcuma domestica Val ), Jahe ( Zingiber officinale ), Bawang Putih ( Allium sativum L ), Bawang Merah ( Allium cepa L ), Ketumbar ( Coriandrum sativum ), Lada ( Piper nigrum ), Lengkuas ( Langua galanga Val ), Beras (Oriza satifa ). 2. Bagian yang digunakan berupa daun, batang, rimpang, umbi dan biji, namun yang paling banyak digunakan daun. DAFTAR PUSTAKA Andreas Maryoto. (2009). Jejak Pangan: Sejarah, Silang Budaya, dan Masa Depan. Jakarta: Kompas. Alzurjani. Blogspot. Com/ 2011/ 12/ sejarah- sosial- makanan- di- Indonesia. Html. Bittner. (2005). Terrestrial Plant Ecologi Individual, Population and Comunities. The Benjamin/ Cumuings Publishing Compani Inc, California. Campbell,A.N, Mitchell, G.L & Reece. (2000). Biology. Jakarta: Erlangga. 45
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Harmanto, N. (2006). Herbal untuk Bumbu dan Sayur. Jakarta: Penebar Plus. http: // Empimuslion. Wordpress. Com/ Filsafat rendang. http: // Kuliah 9 Dunia Tumbuhan. Pdf-IPB official websites. http: // id.m.wikipedia.org/wiki/Masakan-Indonesia. http: // id.wikipedia.org/wiki/padi. Mul Mulyani Sutedjo. (2004). Pengembangan Kultur Tanaman Berkhasiat Obat. PT. Rineka Cipta. Jakarta. Fauziah Muhlisah. (2008). Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Jakarta; Penebar Swadaya. W.P. Winarto, Tim Karya Sari. (2004). Sambiloto Budidaya & Pemanfaatan untuk Obat; Penebar Swadaya. Depok. Kuntowijoyo. (2003). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Prof.H.M.Hembing Wijayakusuma. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta; Pustaka Bunda. Pujianto, S. (2008). Pembelajaran Biologi Kelas X. Platinum. Pustaka Mandiri Solo: PT Tiga Serangkai. Rina Nurmalina. (2012). Herbal Legendaris utuk Kesehatan Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Tjitrosoepomo Gembong. (2009). Morfologi Tumbuhan. University Gadjah Mada, Press. Tjitrosoepomo Gembong. (2007). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). University Gadjah Mada,Press. Tjitrosoepomo Gembong. (2005). Taksonomi Umum, Dasar-dasar Taksonomi Tumbuhan. Jakarta; Gadjah Mada University. Wawantris. Wordpress. Com/2011/12/.../ manfaat-tumbuhan-bagi-manusia. Zesy- rahantoknam. Blogspot. Com/2010/05/ Manfaat Tumbuhan Hijau. Html.
46
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
JENIS-JENIS TUMBUHAN EPIFIT PADA POHON SAWIT DI DESA DARUSSALAM KECAMATAN PEUSANGAN SELATAN KABUPATEN BIREUN M. Ridhwan Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh ABSTRAK Tumbuhan epifit merupakan tumbuhan yang menempel pada batang pokok, dahan, bahkan pada daun, perdu dan liana. Tumbuhan epifit dapat tumbuh pada berbagai jenis tumbuhan termasuk pada tumbuhan budidaya, misalnya tanaman kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Jenis-jenis Tumbuhan Epifit di perkebunan kelapa sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun. Luas lokasi penelitian yang diambil dalam identifikasi epifit adalah adalah 1 hektar, namun sampel yang diambil adalah sebanyak 25 pohon sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 7 (tujuh) jenis tumbuhan epifit, 6 (enam) diantaranya adalah tumbuhan paku, sedangkan satu yang lainnya adalah tumbuhan Spermatophyta yaitu beringin. Kata-kata Kunci : Epifit, Sawit. PENDAHULUAN Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang dapat membuat makanan sendiri dengan bantuan sinar matahari dan adanya khlorofil. Andrew Dharman (2004:4) mengemukakan: “Tumbuhan merupakan sumber makanan dan oksigen. Di dumia ini ada bermacam-macam bentuk dan ukuran tumbuhan, mulai dari rumput laut yang pendek hingga ukuran pohon yang tinggi. Tumbuhan ada di hutan, ladang, gurun, pegunungan, dan dimana-mana di permukaan bumi”. Selanjutnya Andrew Darman (2004:4) mengemukakan bahwa: “Di dunia ini ada sekitar 300.000 jenis tumbuhan, selain membutuhkan udara, tumbuhan juga membutuhkan sinar matahari dan air”. Dari ribuan jenis tersebut yang ada di bumi, tidak semuanya tumbuhan tersebut hidup di permuakaan tanah, melainkan ada yang hidup parasit pada tumbuhan lain dan ada juga yang hidup sebagai epifit pada tumbuhan lain. Tumbuhan epifit merupakan tumbuhan yang menempel pada batang pokok, dahan, bahkan pada daun, perdu dan liana (Ewusie, 1990:294). Epifit mempunyai peranan yang penting dalam ekosistem yaitu sebagai habitat utama bagi hewan tertentu. Epifit juga sangat menarik dalam menunjukkan adaptasi struktural dan memiliki keanekaragaman yang cukup besar (Soerianegara, 1988:534). Epifit menjadi penyumbang penting dalam jumlah biomassa dan keanekaragaman jenis hutan (Anwar, dkk, 1984:307). Tumbuhan epifit dapat tumbuh pada berbagai macam pohon. Walaupun tumbuhan epifit tidak mengambil makanan dari tumbuhan induknya, namun epifit juga 47
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
dapat mengganggu misalnya dalam hal persaingan dalam hal pengambilan cahaya matahari. Disamping itu juga dapat mengganggu keindahan dari suatu pohon dan tempat bersarangnya binatang-binatang pengganggu seperti tikus dan lain-lain. Salah satu tanaman budi daya yang dapat ditumbuhi tanaman epifit adalah kelapa sawit. Pada tanaman sawit dapat ditumbuhi bermacam-macam tanaman epifit seperti paku, anggrek, dan juga beberapa tumbuhan dikotil lainnya. Berdasarkan amatan penulis di kebun sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun juga terdapat banyak tumbuhan epifit di atas pohon sawit, sehingga sangat mengganggu aktifitas masyarakat dalam memanen buah sawit. Karena itu penulis tertarik mengadakan penelitian dengan judul Jenis-jenis tumbuhan epifit yang terdapat di atas pohon sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Jenis-jenis Tumbuhan Epifit di perkebunan kelapa sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tumbuhan Epifit Tumbuhan epifit merupakan tumbuhan yang hidup menempel pada batang pokok, dahan bahkan daun pohon, perdu dan liana. Diperkirakan terdapat lebih dari 200 genus dari 33 famili tumbuhan bungan dan sekitar 20 genus Pteridophyta yang merupakan epifit.Diantara epifit tumbuhan bunga adalah famili Arecaceae, Bromeliaceae, dan orchidaceae yang termasuk tumbuhan monocotyl, dan tumbuhan dicotyl yang meliputi Asclepiadaceae, Cactaceae, Ericaceae, Rubiaceae, dan Melastomaceae (Ewusie, 1990:295-296). Ciri-ciri Tumbuhan Epifit Ciri-ciri morfologi tumbuhan epifit ditinjau dari sistem akar, batang, daun, buah, biji, dan penyebaranya dikemukakan sebegai berikut: Sistem (susunan) Akar Epifit memiliki akar-akar pelekat, beberapa epifit memusatkan akarnya di dahan-dahan dimana air dan zat hara dapat tingga lebih lama (Anwar, dkk. 1990:309). Beberapa monokotil, terutama anggrek dan talas-talasan yang hidup sebagai epifit pada cabang-cabang pohon mempunyai akar gantung yang tumbuh di udara. Akar seperti itu, selain mempunyai ciri-ciri anatomi khas monokotil, juga mempunyai modifikasi struktural yang sejalan dengan fungsinya untuk menyerap air dari udara, bukan dari tanah. (Loveless, 1991:71). Tjitrosoepomo (1993:96) menjelaskan bahwa akar udara atau akar gantung yang menggantung dari udara menuju ke tanah. Akar ini menolong menyerap air dan gas dari udara dan seringkali mempunyai jaringan khusu untuk menimbun air/udara yang disebut velamen. Batang Sistem pembuluh pada batang tanaman epifit dapat berkembang secara luas. Beberapa jenis epifit memiliki sifat batang berair yang disebut pseudobulbous atau tuberous misalnya anggrek (Desmukh, 2002). 48
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Daun Epifit mempunyai daun berlilin tebal untuk mengurangi kehilangan air. Daunnya seringkali tersusun sebagai corong untuk menyalurkan air ke bawah akarnya. Beberapa epifit mempunyai daun yang menyerap air secara langsung (Hadisunarso, 2002). Buah, Biji dan Penyebarannya Hampir semua epifit mempunyai buah, biji atau spora dengan mekanisme khusus untuk penyebaran. Mekanisme itu mungkin cocok untuk penyebaran oleh hewan atau oleh angin. Sering buahnya berdaging lengket, dengan demikian bijinya mudah melekat pada pepagan pohon. Anggrek dan tumbuhan paku mempunyai biji yang ringan dan mudah terbawa oleh angin. Sedangkan biji yang lebih berat sering mempunyai perlengkapan yang menyerupai payung (Ewusie, 1990:300). Banyak epifit mempunyai biji-biji kecil yang dipencarkan oleh burung atau kelelawar, yang menempel pada substrat tinja, jarang sekali diasporanya berperekat. Beberapa anggrek epifit mempunyai kait-kait pada bijinya (Ewusie, 1990). Jenis-jenis Tumbuhan Epifit Berdasarkan perbedaan dalam penyesuaian terhadap [engumpulan air dan tanah, Ewusie (1990:299) menggolongkan tumbuhan epifit dalam empat kelompok, yaitu protoepifit, epifit sarang, epifit tangki, dan hemi epifit. Proto-epifit Proto-epifit berbentuk sangat sederhana, tanpa struktur khusus untuk pengumpulan air atau tanah. Akar atau rhizomanya menjalar pada tumbuhan inang untuk memanfaatkan lapis alas yang luas. Epifit jenis ini berstruktur xeromorf dengan berbagai organ untuk menyimpan air. Struktur anatomi yang khas adalah jaringan nir hidup pada bagian luar akar udaranya, yaitu velamen. Apabila hujan turun, jaringan velamen itu menjadi penuh air. Manakala air ini mengering dalam cuaca yang kering, velamen itu berfungsi sebagai lapisan pencegah air lebih banyak atau pemanasan berlebih. Epifit-sarang Epifit sarang mengumpulkan humus dan bahan luruhan yang merupakan sumber air dan mineral bagi akarnya. Akar epifit sarang membentuk massa teranyam rapat dan mirip sarang burung. Semut bersarang dalam akar tersebut dan membantu dalam penyediaan humus. Epifit tangki Epifit tangki berdaun panjang, lebar, dan kaku, dengan membentuk roset dengan alas pelepah daun yang bertumpang tindih sehingga merupakan tangki yang menyimpan air. Keadaan ini hanya diketahui terdapat pada Bromeliaceae. Serangga yang jatuh dalam dalam air di dalam tangki itu dan juga hewan lain. Ada yang berkembang biak di dalamnya. Semua ini menyediakan humus dan mineral yang diserap lebih oleh strukttur epidermis yang khusus pada daun ketimbang oleh akarnya. 49
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Hemi-epifit Hemi epifit membentuk akar udara panjang-panjang yang akhirnya mencapai tanah sehingga memungkinkan tumbuhan air itu mendapatkan air dan zat hara seperti tumbuhan darat pada umumnya. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perkebunan kelapa sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun, sejak tanggal 3 sampai 18 Agustus 2012. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah seluruh tumbuhan epifit yang ada di perkebunan sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun. Rancangan Penelitian Luas lokasi penelitian yang diambil dalam identifikasi epifit adalah adalah 1 hektar. Untuk menentukan sampel batang sawit ditentukan dengan metode sampel selang. Untuk pohon sawit pertama yang diambil satu batang pohon sawit yang terdapat di tengah-tengah kebun. Untuk selanjutnya ditentukan dengan cara selang satu pohon ke arah barat, selang satu pohon ke arah timur, selang satu pohon ke arah selatan, dan selang satu pohon ke arah utara. Pohon sawit yang diambil adalah sebanyak 25 pohon sawit. Metode Pengumpulan data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei lapangan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini keberadaan tumbuhan epifit pada tanaman sawit. Metode Pengolahan Data Setelah semua data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini terkumpul maka data diolah dengan mendeskripsikan jenis-jenis tumbuhan epifit yang ada pada pohon sawit HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Jenis Epiphyt di lokasi penelitian Hasil penelitian di perkebunan kelapa sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun ditemukan sebanyak 7 jenis (spesies) tumbuhan epiphyt. Jenis-jenis epiphyt tersebut disajikan dalam Tabel 4.1.
50
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Tabel 4.1 Jenis-jenis Tumbuhan Epiphit di perkebunan kelapa sawit masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun No 1 2 3 4 5 6 7
Nama Jenis (Spesies) Pityrogramma calomelanos Pteris ensiformis Gleichenia linearis Asplenium nidus Ficus benjamina Drimoglossum piloselloides Nephrolepis exaltata
Nama Indonesia Paku Perak Paku Paku Payung Paku Sarang Burung Beringin Pakis duwitan Pakis sayur
Famili Polypodiaceae Polypodiaceae Gleicheniaceae Polipodiaceae Euphorbiaceae Polipodiaceae Polypodiaceae
Deskripsi Tumbuhan Epiphit pada Pohon Sawit 1. Pityrogramma calomelanos (Paku perak) Paku tanah. Akar rimpang pendek, tegak atau kecondong-condongan, di sekitarnya berdaun lebat, pada bagian yang muda bersisik rapat dan coklat. Daun tidak beruas terhadap akar rimpang, bulat telur panjang, 10 – 90 kali 5 – 30 cm; sirip orde pertama dapat dikatakan berturutan rapat, menjauhi sekali, anak daun bertangkai pendek, yang besar kebanyakan berbagi dalam. Sorus tersebar di atas sisi bagian bawah, kerapkali agak berturutan rapat, akhirnya kadang-kadang mendekat. Di daerah yang tidak terlalu kering, di tempat matahari cerah atau daerah keteduhan yang ringan, 15 – 1.300 m. Di lereng terjal, tepi selokan, daerah berbatu.
Gambar 1. Pityrogramma calomelanos
Gambar 2. Pteris ensiformis
2. Pteris ensiformis Perawakan: herba, paku tanah, 015 – 0,70 m. Rimpang: tegak atau merayap, tertutup akar, diameter 3 – 5 mm. Daun gundul, tegak menyirip rangkap, kuat, tidak beruas dengan akar rimpang. Daun steril panjang 5 – 20 cm, di atas tangkai 5 – 20 cm, sirip akhir 5 – 8 cm, sirip samping kedua belah sisi 3 – 7, bertangkai pendek atau duduk; anak daun kedua belah sisi dari poros, sirip 1 – 4, memanjang bulat telur terbalik, membualat atau tumpul, bergerigi tajam, 1 – 2 kali 4 – 6 mm, yang terbawah krapkali berbagi, anak daun terujung adalah terpnjang. Daun fertil jelas berbeda dengan daun steril, panjang 20 – 40 cm, anak daun atau taju daun berbentuk garis, lebar 2 – 4 mm, tepi rata, tetapi yang pada ujung bergerigi. Sori pada sisi bawah daun 51
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
di atas urat daun yang berjalan sepanjang tepi, tertutup oleh tepi daun yang tipis seperti selaput dan menggulung. Ada bentuk antara anak daun fertil dan steril. Habitanya terestrial (Van Steenis, 1997). 3. Gleichenia linearis (Paku Payung) Menggantung atau memanjat, herba yang sangat berubah-ubah, 1 – 6 m. Daun berjauhan satu sama lain, tidak beruas dengan akar rimpang., bercabang menggarpu, dua kali sampai banyak kali. Pada tiap cabang kecuali yang teratas, terdapat dua segmen daun melintang dan membengkok, panjang 5 – 25 cm. Dekat langsung di bawah garpu yang termuda terdapat tangkai yang tidak berdaun, juga semua tangkai tangkai yang lebih bawah tidak berdaun. Tajuk daun membelok tgak lurus, bentuk garis atau memanjang, panjang 18 – 75 mm, termasuk kaku, dari bawah hijau kebirubiruan. Sorus umumnya per taju daun lebih dari satu. Terutama di daerah banyak hujan, 30 – 2.800 m, kadang-kadang merupakan belantara yang rapat. Tempat terbuka dari rimba, daerah hutan yang dibuka, hutan sekunder yang kena cahaya matahari, jurang, lereng, tepi sungai (Van Steenis, 1997).
Gambar 3. Gleichenia linearis
Gambar 4. Asplenium nidus
4. Asplenium nidus (Paku Sarang Burung) Epiphit, 1,5 m. Akar rimpang tegak, pendek, bersisik. Daun tunggal, bertulang daun menyirip, tidak beruas dengan akar rimpang, rapat berjejal, setelah mongering menggantung lemah, duduk atau bertangkai sangat pendek, berbentuk lanset sampai pita, dengan pangkal menyempit, lancip atau pendek meruncing, tepi rata, seperti kulit, 40 – 120 kali 2,5 – 25 cm, jarang lebih besar, ibu tulang daun berasal dari bawah, coklat mengkilat, tulang daun lateral banyak, sejajar. Sorus banyak, berobah-robah panjangnya. Di daerah yang tidak begitu kering, mulai dari mangrove sampai 2000 m. Daerah perkebunan yang sangat teduh, juga ditanam sebagai tanaman hias. 5. Ficus benjamina (Beringin) Beringin banyak ditemukan di tepi jalan, pinggiran kota atau tumbuh di tepi jurang. Pohon besar, dengan tinggi 20 – 25 meter berakar tunggang. Batang tegak, bulat, permuakaan kasar, coklat kehitaman, percabangan simpodial, pada batang keluar akar gantuing (akar udara). Daun tunggal, bertangkai pendek, letak bersilang berhadapan, bentuknya lonjong, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, panjang 3 – 6 cm, lebar 2 – 4 cm, pertulangan menyirip, warnanya hijau. Bunga tunggal, keluar dari kelopak daun, kelopak bentuk corong, mahkota bentuk bulat, benang sari 52
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
kehijauan. Buahnya buah buni, bulat, panjang 0,5 – 1 cm, maasih muda hijau, setelah masak warnanya merah.. Biji bulat, keras, putih (Dalimartha, 2003:22).
Gambar 5. Ficus benjamina
Gambar 6. Drimoglossum piloselloides
6. Drimoglossum piloselloides (Paku duwitan) Epifit, panjang 5 – 22 cm. Akar rimpang panjang, kecil, merapa, bersisik; sisik menempel dengan kuatnya. Daun tertancap dengan jarak pada akar rimpang, dan beruas dengannnya, tepi rata, dimorph, kaki lancip, ujung membulat atau tumpul, berdaging, dewasanya gundul atau berambut jarang di bagian bawah, urat brjalan mendekat, kerapkali tak terlihat. Daun fertil bertangkai pendek atau duduk, oval memanjang, 1,5 kali 1 – 2 cm; yang fertile jauh lebih panjang, berbentuk garis, dengan tangkai sepanjang 1 – 2 cm. Sori panjang, sejajar dan dengan jarak tertentu dengan tulang daun tengah, pada ujung selalu mendekat. Terutama di derah perkebunan, 1 – 1.000 m. Pada batang dan cabang pohon dan perdu dengan tajuk yang tidak begitu rapat. (Van Steenis, 1997). 7. Nephrolepis exaltata (Pakis sayur) Paku tanah, jarang epifit. Akar rimpang tegak, berdaun lebat. Tangkai daun 10 – 60 cm, pangkalnya gundul atau bersisik jarang. Helaian daun dari tanaman normal 20 – 120 kali 5 – 16 cm, kerapkali kaku tegak; poros gundul. Anak daun duduk atau hampir duduk, kerapkali dengan sisik yang berkapur, yang terbawah agak berjauhan, kecil, yang elbih tinggi terkumpul rapat, tidak tersusun seperti genting, ujung menyempit, lancip. Anak daun fertil lurus berbentuk sabit, pada pangkal tepi atas bertelinga, tepinya beringgit bergerigi ringan. Urat daun sejajar berdekatan rapat, diakhiri pada sorus atau pori air. Di daerah tidak begitu kering, 5 – 1.200 m. Hutan belukar dan rimba rumput, pagar, tepi air, rumpun bambu, tepi hutan, hutan sekundair (Van Steenis, 1997:87). Pembahasan Dari hasil penelitian didapatkan bahwa tumbuhan epiphyt pada tumbuhan kelapa sawit yang terdapat di lokasi penelitian adalah 7 jenis (spesies). 6 (enam) jenis merupakan tumbuhan paku, sedang 1 (satu) lainnya merupakan spermatophyta, yaitu Beringin (Ficus benjamina). Hal yang menarik adalah bahwa pada pohon sawit tumbuh tumbuhan yang sebenarnya bukanlah epifit sesungguhnya, seperti paku sayur dan juga beringin. Hal disebabkan karena biasanya pohon sawit adalah mempunyai media yang 53
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
subur. Di samping itu Nephrolepis exaltata (Pakis Sayur) juga mempunyai sifat yang suka terhadap naungan dan tentu saja media yang lembab. PENUTUP Dari analisis data penelitian epiphyt pada kelapa sawit di perkebunan masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: a. Pada pohon sawit di perkebunan masyarakat Desa Darussalam Kecamatan Peusangan Selatan Kabupaten Bireun didapat 7 jenis (spesies) epiphyt. b. Epifit yang diperoleh tidak hanya tumbuhan paku namun juga terdapat tumbuhan Spermatophyta DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 1996. Bercocok Tanam Kelapa Sawit. Jakarta; Deptan. Anonimous, 2001. Data Ukuran Pohon Pinus sebagai Media Tumbuh Paku Epifit. Proseding Seminar PPD HEDS FMIPA Universitas Andalas. Andrew Dharman, 2004. Pohon Memiliki Daun. Jakarta: Gradier International, Inc. Anwar, Jazanul, Sangil J. Damanik, Nazaruddin Hisyam., 1990. Ekologi Ekosistem Sumatera. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Desmukh, I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ewusie, J. Yanney, 1990, Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB. Hadisunarso, 2002. Buku Saku Pohon. Jakarta: Erlangga. Loveless, A.R 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: Gramedia Mitchell, 1997. Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Odum, 1993. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press. Setiadi, D., dan Tjondronegoro, P.D. 1989. Dasar-dasar Ekologi. Bogor: PAU-ITB. Soerianegara, I. dan A. Indrawan, 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan. Steenis, C.G.G.J., 1997. Flora. Jakarta: Pradnya Paramita. Syafei, E.S. 1994. Pengantar Ekologi Tumbuhan. Bandung: ITB. Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
54
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
PEMANFAATAN KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI FEED ADDITIVE UNTUK PERTUMBUHAN AYAM BROILER Rita Ariani*, Jailani**, dan M.Ridhwan** *Mahasiswa Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh **Dosen Biologi FKIP Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh ABSTRAK Penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak kunyit terhadap pertumbuhan ayam broiler (Gallus gallus), dilaksanakan di Gampong Ie Alang Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak kunyit (Curcuma domestica) terhadap pertumbuhan ayam. Penelitian ini dilakukan terhadap 15 ekor ayam berumur 4 hari. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAK dengan 5 perlakuandan 3 ulangan. Perlakuan yang dimaksud adalah P0 = 0 ml ekstrak kunyit + 100 ml air, P1 = 2 ml ekstrak kunyit + 98 ml air, P2 = 3 ml ekstrak kunyit + 97 air, P3 = 4 ml ekstrak kunyit + 96 air, P4 = 5 ml ekstrak kunyit + 95 ml air. Parameter yang diamati adalah berat badan ayam dan tingkat konsumsi per minggu. Penimbangan berat badan ayam dilakukan seminggu sekali selama 3 minggu dan penimbangan tingkat konsumsi dilakukan setiap hari selama 3 minggu. Pertambahan berat badan tertinggi pada minggu I P2 = 218.33 gram dan tingkatkonsumsi minggu I tertinggi P3 = 127,26, minggu II P4 = 756.67 gram dan tingkat konsumsi tertinggi minggu II P4 = 682.03, minggu III P4 = 690.00 gram dan tingkat konsumsi minggu III P4 = 1546.96. Data dianalisis dengan ANAVA dan uji lanjut dengan BNJ. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang nyata antar perlakuan, dimana F hitung > F table (α = 0,05) kecuali pada minggu I. dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrakkunyit berpengaruh positif terhadap pertambahan berat badan ayam. Kata-kata Kunci : Kunyit, Feed Additive, Ayam PENDAHULUAN Kunyit tak hanya berguna untuk masak opor . Umbi-umbian berwarna oranye itu ternyata bisa menjadi pakan tambahan (feed additive) pemacu pertumbuhan broiler . Mekanisme kerjanya, kunyit mampu membantu proses metabolisme secara enzimatis pada tubuh ayam. Ini dikarenakan kandungan senyawa curcuminoid dan minyak atsiri pada kunyit . Selain memacu pertumbuhan, Manfaat lain penggunaan kunyit adalah menghasilkan karkas broiler yang berwarna kuning. Alternatif dalam mengurangi biaya obat-obatan sehingga bisa meningkatkan pendapatan peternak broiler . Ramuan obat tradisional dari bahan alami tumbuh-tumbuhan telah digunakan secara turun temurun oleh nenek moyang kita untuk menjaga stamina dan mengobati beberapa jenis penyakit. Ramuan tradisional tersebut sering dikenal dengan istilah jamu . Saat kini jamu tidak hanya digunakan untuk manusia saja, tetapi pemberian jamu sudah mulai dikenal di kalangan peternak ungags . Mereka memanfaatkan 55
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
beberapa tanaman obat sebagai obat tradisional untuk ternaknya sebagai pengganti obat-obatan buatan pabrik yang dirasa cukup mahal terutama bagi peternak skala menengah ke bawah . Semenjak krisis moniter sampai masa kini harga obat-obatan buatan pabrik dirasakan peternak cukup mahal . Disisi lain pengurangan dosis atau tanpa pemberian obat, vitamin maupun vaksin dalam pemeliharaan ayam broiler akan menimbulkan suatu masalah yang cukup serius yaitu terjadi penurunan kesehatan atau bahkan terjadi peningkatan angka kematian. Hal ini akan mengakibatkan terjadi penurunan produksi sehingga tidak tercapai standart produksi yang diinginkan. Disamping harga obat cukup mahal, pemberian obat-obatan, antibiotik, hormon maupun vitamin yang berlebihan pada ayam broiler dikhawatirkan akan berpengaruh pula terhadap penurunan kualitas dagingnya, sehingga apabila dikonsumsi oleh manusia secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama dikhawatirkan akan membahayakan bagi kesehatannya. Kelebihan dan penggunaan obat-obatan yang terus menerus dalam tubuh dapat merupakan residu dan sedikit demi sedikit akan tertimbun dalam tubuh manusia yang akhirnya dapat mengganggu kesehatan manusia. Dari kedua alasan tersebut peternak berupaya untuk mencari alternative lain sebagai pengganti obat buatan pabrik yaitu dengan memanfaatkan beberapa tanaman obat untuk diberikan kepada ternaknya. Ramuan jamu untuk ternak ini dapat dibuat sendiri dengan harga yang relatif murah. Cara dan aturan pemberiannya dapat dalam bentuk larutan yang dicampur dalam air minum atau dalam bentuk simplisia (tepung) yang dicampur kedalam ransum sebagai “feed additive” maupun “feed supplement”. Tujuan pemberian feed additive dalam ransum adalah untuk memperbaiki konsumsi, daya cerna serta daya tahan tubuh serta mengurangi tingkat stres pada ayam broiler. Feed additive yang ditambahkan pada umumnya menggunakan antibiotik. Penggunaan antibiotik sebagai feed additive menghasilkan residu dalam karkas ayam kampung/ broiler. Apabila daging ayam dikonsumsi oleh manusia maka dikawatirkan akan menjadi resistensi terhadap antibiotik tersebut. Hal ini berbeda dengan sifat jamu, dimana jamu untuk ternak ini berkhasiat sebagai feed additive dan bukan merupakan antibiotik, sehingga tidak berbahaya bagi manusia, bahkan terbukti dapat meningkatkan konsumsi dan nafsu makan ayam broiler. Pertumbuhan ayam broiler terutama harus dilakukan dengan mempercepat tercapainya berat badan maksimal. Untuk itu peternak ayam broiler perlu memperhatikan tentang pemberian makanan yang baik serta terhadap pertumbuhan ayam broiler dengan cepat. Jika ternak tidak memperhatikan tentang makanan ayam, maka bukan tidak mungkin pertumbuhan ternak ayam broiler akan lambat. Pada umumnya pakan makanan penguat terdiri dari zat-zat yang lemak, protein, mineral dan vitamin-vitamin . Pemberian estrak kunyit tersebut diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ayam broiler. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1) Mengetahui pengaruh pemberian kunyit(Curcuma domestica) terhadap pertumbuhan ayam broiler, 2) Mengetahui seberapa banyak dosis dalam pemberian kunyit (Curcuma domestica) terhadap pertumbuhan ayam broiler. 56
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat dirumuskan hipotesis bahwa kunyit dapat meningkatkan nafsu makan pada pertumbuhan ayam broiler. LANDASAN TEORITIS Pembuatan Air Rebusan Kunyit Kunyit diambil bagian rimpang induknya yang memiliki warna kuning tua dan seragam. Selanjutnya dicuci menggunakan air bersih, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan, kemudian ditimbang sebanyak 1 kg. Selanjutnya, kunyit diiris tipis-tipis dan diblender sampai halus. Kunyit yang sudah halus direbus dalam panci dengan air 1000 ml hingga tersisa air rebusan sebanyak 600 ml. Air rebusan kunyit diproses malam hari dan diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari.Pemberian dilakukan berselang sejak ayam umur satu hari sampai umur 6 minggu.Jumlah pemberian air rebusan kunyit berpedoman pada kebutuhan air minum broiler sesuai umur pemeliharaan. Kunyit Kunyit atau nama lainnya Curcuma domestica adalah tumbuhan rimpang yang banyak dimanfaatkan untuk keperluan dapur, kunyit juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional, kunyit juga membantu meningkatkan daya tahan tubuh karena kandungan utama kunyit adalah kurkumin dan minyak atsiri berfungsi untuk pengobatan (Balittro, 2008). Disamping itu rimpang tanaman kunyit itu juga bermanfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba dan kunyit dapat meningkatkan kerja organ pencernaan unggas adalah untuk merangsang dinding kantong empedu mengeluarkan cairan empedu dan merangsang keluarnya getah pankreas yang mengandung enzim amylase, lipase dan protease yang berguna untuk meningkatkan pencernaan bahan pakan seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Disamping itu minyak atsiri yang dikandung kunyit dapat mempercepat pengosongan isi lambung (Riyadi, 2009). Kunyit merupakan jenis temu-temuan yang mengandung zat aktif seperti minyak atsiri dan senyawa kurkumin. Kandungan bahan kimia yang sangat berguna adalah curcumin yaitu diarilhatanoid yang memberi warna kuning.Selain itu kandungan kimianya adalah tumeron, zingiberen yang berfungsi sebagai anti-bakteria, anti-oksidan dan anti-inflamasi (anti-radang) serta minyak pati yang terdiri dari turmerol, fellandren, kanfer, curcumon dan lain-lain. Kurkumin adalah senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang tanaman kunyit. Senyawa tersebut memiliki dua gugus vinilguaiacol yang saling dihubungkan dengan rantai alfa beta diketon. Kurkumin (senyawa fenolik alam) memiliki potensi dalam pengobatan kanker. Penelitian terhadap kurkumin ini melibatkan prosespengujian atau di kenal sebagai screening process terhadap kurang lebih 3.000 jenis senyawa yang diperkirakan aktif menghambat pertumbuhan sel kanker, dan akhirnya diperoleh fakta bahwasenyawa kurkumin memiliki aktifitas kemopreventif. (Azwar Agoes 2010:68). Hubungan Feed Additive dengan Pakan Pakan ayam pedaging perlu ditambahkan pemacu pertumbuhan berupa pemakaian feed additive dengan dosis rendah. Penggunaannya diyakini dapat 57
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
mengontrol infeksi subklinis dan memilki pengaruh terhadap peningkatan laju pertumbuhan. Selain itu, penambahan feed additive ke dalam pakan atau ke dalam air minum diharapkan dapat meningkatkan nafsu makan dan menambahkan berat badan ayam pedaging ( Muhammad ichwan :2002:47) . Additive adalah susunan bahan tertentu yang sengaja ditambahkan kedalam ransum pakan ternak untuk menaikkan nilai gizi pakan guna memenuhi kebutuhan khusus atau imbuhan yang umum digunakan dalam meramu pakan ternak. Jadi feed additivemerupakan pelengkap yang dipakai sebagai sumber penyedia vitamin-vitamin, mineral, dan juga antibiotika. Fungsi feed additive adalah untuk menambah vitamin, mineral dan antibioka dalam ransum, menjaga dan mempertahankan kesehatan tubuh terhadap serangan penyakit dan pengaruh stress, merangsang pertumbuhan badan (pertumbuhan daging menjadi baik) dan menambah nafsu makan, meningkatkan produksi daging maupun telur. Ada beberapa macam tujuan dalam memberikan feed additive yaitu: a) Memperbaiki kondisi fisik ransum, terutama yang dibuat pellet, baik dari segi warna maupun tekstur ransum contohnya ialah bentonit. b) Memberikan aroma atau bau khasdari ransum (flavoring agent) sehingga palatabilitas atau rasa kesukaan terhadap ransum meningkat. c) Memperbaiki atau meningkatkan proses pencernaan dan penyerapan zat nutrisi dari ransum. METODE PENELITIAN Metode, tempat dan waktu penelitian Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode eksperimental. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ie alang lamghui Aceh Besar. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Alat tulis, Baskom plastik, Panci, Ember, Pisau, Tempat pakan, Timbangan digital Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah: Kunyit, Ayam, broiler sebagai bahan uji, Air, Pelet, Serbuk kayu, goni plastik, lampu 20 watt dan tali kabel Rancangan Penelitian Prosedur penelitian Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan pola rancangan acak kelompok (RAK)yang terdiri 5 kelompok dengan 3 ulangan, perlakuan adalah pemberian air kunyit dengan konsentrasi berbeda dalam feed additive ayam broiler. Tingkat persentase air kunyit diberikan (berdasarkan studi pendahuluan) adalah sebagai berikut: P0 = tanpa pemberian air kunyit 0% (sebagai control) P1 =pemberian air kunyitl 2 % dan air 98 % P2 =pemberian air kunyit 3 % dan air 97 % P3=pemberian air kunyit 4 % dan air 96 % P4 =pemberian air kunyit 5 % dan air 95% 58
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Prosedur pembuatan larutan biang (ekstraks) Kunyit diambil bagian rimpang induknya yang memiliki warna kuning tua. Selanjutnya dicuci menggunakan air bersih, dikeringkan dengan cara dianginanginkan. Kunyit ditimbang sebanyak 1 kg. Kunyit diiris tipis-tipis dan diblender sampai halus. Kunyit yang sudah halus direbus dalam panci dengan air 1000 ml hingga tersisa air sebanyak 600 ml. Air rebusan kunyit diproses malam hari dan diberikan dalam keadaan dingin pada pagi hari sesuai dengan perlakuan. Metode pengolaan data Data yang diperoleh diuji dengan Analisis Varian (ANAVA). Jika hasil analisis varian terdapat perbedaan yang nyata maka dilakukan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Ketentuan yang digunakan: jika harga setiap rata-rata antara dua perlakuan ≤ BNJ, maka terdapat perbedaan yang nyata. Sebaiknya jika harga selisih rata-rata antara dua perlakuan < BNJ, maka tidak terdapat perbadaan yang nyata . Parameter Pengumpulan data diukur setelah ayam broiler diberi air rebusan kunyit selama 2 hari, 4 hari, 6 hari, Parameter yang di amati adalah sisa makanan ayam broiler di setiap hari sampai 3 minggu, penimbangan ini di lakukan pada waktu sore hari HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler Pada Minggu I Penimbangan terhadap berat badan ayam broiler pada minggu I dapat dilihat pada tabel lampiran 2. Hasil perhitungan terhadap pertambahan berat badan ayampada minggu I dari hasil masing-masing perlakuan dapat ditunjukkan sebagai berikut: pada perlakuan P2 pertambahan berat badan rata-rata ayam menunjukkan angka 218,33 gram, diikuti oleh P3 sebesar 210 garam, P4 sebesar 206,67 gram, P1 sebesar 200 gram, dan P0 sebesar 193,33gram. Dari data di atas rata-rata pertambahan berat badan ayam minggu I dengan konsentrasi berbeda dapat ditunjukkan dalam grafik berikut ini: Analisis Varian (ANAVA) terhadap pertambahan berat badan ayam setelah I minggu perlakuan didapatkan F hitung sebesar 0,484. Berdasarkan analisis Varian terhadap pertambahan berat badan ayam tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuan, dimana F hitung < F tabel yaitu F hitung 0,484 dan F tabel 3,478. Tingkat Konsumsi Makanan Padat/Pellet Minggu I Tingkat konsumsi terhadap ayam broiler pada minggu I menunjukkan bahwa pada perlakuan P3 tingkat konsumsi rata-rata ayam menunjukkan angka 127,26 gram, diikuti oleh P4 sebesar 121,97gram, P1 sebesar 119,50 gram, P2 sebesar 111,89 gram, dan P0 sebesar 107,87gram. Analisis Varian (ANAVA) terhadap tingkat konsumsi ayam setelah I minggu perlakuan diperoleh F hitung sebesar 0,157. Berdasarkan analisis Varian terhadap 59
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
tingkat konsumsi ayam tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuan, dimana F hitung < F tabel yaitu F hitung 0,157 dan F tabel 3,478. Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler Pada Minggu II Penimbangan terhadap berat badan ayam broiler pada minggu II di dapat bahwa pada perlakuan P4 pertambahan berat badan rata-rata ayam menunjukkan angka 756,67 gram, diikuti oleh P3 sebesar 650 garam, P1 sebesar 600 gram, P2 sebesar 570 gram, dan P0 sebesar 520gram. Analisis Varian (ANAVA) terhadap pertambahan berat badan ayam setelah II minggu perlakuan di dapat F Hitung sebesar 20,525. Berdasarkan analisis Varian terhadap pertambahan berat badan ayam terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuan, dimana F hitung > F tabel yaitu F hitung 20,525dan F tabel 3,478. Karena terdapat perbedaan yang nyata antara setiap perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji beda Nyata jujur (BNJ), sehingga di dapat nilai BNJ sebesar 66,12. Dengan demikian perlakuan yang berbeda nyata antar perlakuan adalah pada perlakuan P4. Tingkat Konsumsi Makanan Padat/Pellet Minggu II Tingkat konsumsi terhadap ayam broiler pada minggu II didapatkan bahwa pada perlakuan P4 tingkat konsumsi rata-rata ayam menunjukkan angka 682,03gram, diikuti oleh P3 sebesar 666,61gram, P2 sebesar 658,70 gram, P0 sebesar 656,56 gram, dan P1 sebesar 644,19gram. Analisis Varian (ANAVA) terhadap tingkat konsumsi ayam setelah II minggu perlakuan didapat bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuan, dimana F hitung < F tabel yaitu F hitung 0,015dan F tabel 3,478. Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler Pada Minggu III Penimbangan terhadap berat badan ayam broiler pada minggu III didapat bahwa pada perlakuan P4 pertambahan berat badan rata-rata ayam menunjukkan angka 690 gram, diikuti oleh P3 sebesar 653,33 gram, P2 sebesar 593,33 gram, P1 sebesar 386,67gram, dan P0 sebesar 286,67gram. Analisis Varian (ANAVA) terhadap pertambahan berat badan ayam setelah III minggu perlakuan terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuan, dimana F hitung > F tabel yaitu F hitung 77,232 dan F tabel 3,478. Dari hasil uju BNJ di dapat bahwa pada perlakuan P4 terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Tingkat Konsumsi Makanan Padat/Pellet Minggu III Tingkat konsumsi terhadap ayam broiler pada minggu III didapatkan bahwa pada perlakuan P4 tingkat konsumsi rata-rata ayam menunjukkan angka 1546.96 gram, diikuti oleh P3 sebesar 1536.11gram, P2 sebesar 1530.40 gram, P1 sebesar 1530.40 gram, dan P0 sebesar 1525.79 gram. Analisis Varian (ANAVA) terhadap tingkat konsumsi ayam setelah III minggu perlakuan didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata diantara setiap perlakuan, dimana F hitung < F tabel yaitu F hitung 0,005dan F tabel 3,478. 4.2 Pembahasan 60
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
Berdasarkan hasil pengamatan dan hasil analisis tentang pengaruh pemberian ekstrak kunyit sebagai feed additive ternak ayam untuk meningkatkan pertumbuhan ayam menunjukkan bahwa pengamatan pada minggu I ( lampiran 2), pada P2 diperoleh berat rata-rata tertinggi yaitu 218.33gram. Sedangkan berat rata-rata terendah terjadi pada P0 yaitu sebesar 193.33 gram. Hal ini didukung oleh uji analisis varian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan, dimana F hitung < Ftabel. Pengamatan tentang pengaruh pemberian ekstrak kunyit sebagai feed additive ternak ayam untuk meningkatkan konsumsi/nafsu makan pada minggu I menunjukkan (lampiran 3) bahwa, pada P3 diperoleh tingkat konsumsi rata-rata tertinggi yaitu sebesar 127,26 gram, sedang tingkat konsumsi rata-rata terendah terjadi pada P0 yaitu sebesar 107,87 gram. Hal ini didukung oleh uji analisis varian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan dimana F hitung
Ftabel. Pengamatan tentang pengaruh pemberian ekstrak kunyit sebagai feed additive ternak ayam untuk meningkatkan konsumsi/nafsu makan pada minggu II menunjukkan (lampiran 5) bahwa, pada P4 diperoleh tingkat konsumsi rata-rata tertinggi yaitu sebesar 682.03 gram, sedang tingkat konsumsi rata-rata terendah terjadi pada P1 yaitu sebesar 644.19 gram. Hal ini didukung oleh uji analisis varian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan dimana F hitung < F tabel. Pada minggu III berdasarkan pengamatan tentang pengaruh pemberian ekstrak kunyit sebagai feed additive ternak ayamuntuk meningkatkan pertumbuhan ayam (lampiran 6), diperoleh hasil rata-rata tertinggi yaitu pada P4 sebesar 690.00 gram, sedangkan nilai rata-rata terendah yaitu pada P0 sebesar 286.67gram. Hal ini didukung oleh uji analisis varian yang menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara tiap perlakuan, dimana F hitung > Ftabel. Pada minggu III berdasarkan pengamatan tentang pengaruh pemberian ekstrak kunyit sebagai feed additive ternak ayam untuk meningkatkan konsumsi/nafsu makan ayam (lampiran7), diperoleh hasil rata-rata tertinggi yaitu pada P4 sebesar 1546.96 gram, sedangkan nilai rata-rata terendahyaitu pada P0 sebesar 1525.79 gram. Hal ini didukung oleh uji analisis varian yang menunjukkan adanya perbedaan yang tidak nyata antara tiap-tiap perlakuan, dimana F hitung< F tabel. Komposisi ataupun campuran yang baik digunakan adalah pada perlakuan P4 yaitu campuran 5 ml ekstrak kunyit dengan 95 ml air minum, hal ini sesuai dengan hasil akhir penelitian yang menunjukkan terdapat peningkatan yang signifikan terhadap berat badan ayam. Faktor peningkatan berat badan ayam dapat terjadi karena asupan zat gizi yang mencukupi untuk proses pertumbuhannya, salah satu zat yang paling berperan adalah protein. Protein merupakan zat pembangun dalam tubuh yang berfungsi sebagai 61
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
pembentuk, pemelihara, penyedia asam amino, pengatur keseimbangan, dan mempertahankan konsentrat tubuh. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pemberian ekstrak kunyit (Curcuma domestica) terhadap pertumbuhan ayam broiler, dapat ditarik kesimpulan: 1. Pemberian ekstrak kunyit dalam air minum ternak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pertambahan berat badan ayam 2. Konsentrasi ekstrak kunyit yang baik untuk pertumbuhan ayam yaitu dengan campuran 5 ml ekstrak kunyit di tambah 95 ml air minum (P4). 3. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada minggu ke III mencapai 1730 gram berat badan ayam 4. Pemberian ekstrak kunyit ternak ayam dengan campuran air minum dapat memacu pertumbuhan dan pertambahan berat badan ayam setiap minggunya mencapai 100% DAFTAR PUSTAKA Agoes,Azwar. 2010. TanamanObat Indonesia .Jakarta: SalembaMedika Andayani, Dewi. 2011. Pemberian tepung ikan untuk berat badan ayam broiler. Serambimekkah: bandaaceh. http://riduwanto.blogspot.com/2010/10/usaha-pemeliharaan-ayambroilerdengan.html Fadilah,Roni. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Agro Media Pustaka: Jakarta Hanafiah.2005. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi Edisi ke-3. Jakarta : PT. Raja grafindopersada. http://abanauval.blogspot.com/2012/10/jenis-ramuan-untuk-ayam-kampung. http://www.ternakayamkampung.com/2012/08/manfaat-kunyit-untuk-ayamkampung.html Muhammad ichwan, wawan . 2003. MembuatPakanAyamRasPedaging .Jakarta :AgroMediaPustaka. Rasyaf ,Muhammad. 2007. BeternakAyamPedaging. Jakarta: Penebarswadaya Sarwono,B.2002. BeternakAyamBuras.penebarswadayaanggotaIKAPI:Jakarta Sugandi, Edan Sugiarto.1994. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta:AndiOffest Yuwanta,Tri. 2004. DasarTernakUnggas. Yogyakarta: Kanisius
62
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
63
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
64
Serambi Saintia : Vol. I No.1, April 2013
ISSN : 2337 : 9952
65