SENSOR OPTIK UNTUK PENENTUAN TIMBAL (II) BERDASARKAN IMOBILISASI DITIZON PADA MEMBRAN KITOSAN-SILIKA
YUSPIAN NUR
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sensor Optik untuk Penentuan Timbal (II) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon pada Membran KitosanSilika adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Yuspian Nur NRP G451130351
RINGKASAN YUSPIAN NUR. Sensor Optik untuk Penentuan Timbal (II) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon pada Membran Kitosan-Silika. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan LATIFAH K. DARUSMAN. Kontaminasi logam berat timbal (Pb) pada lingkungan telah menjadi sumber perhatian dikarenakan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu diperlukan suatu metode untuk mendeteksi kadar logam timbal (Pb) di lingkungan. Dewasa ini, beberapa metode telah digunakan untuk penentuan logam Pb. Meskipun metode tersebut sangat sensitif dan selektif, akan tetapi prosedur yang digunakan cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup lama serta instrumen yang digunakan juga cukup mahal. Sensor optik (optode) merupakan alternatif untuk analisis pencemaran logam berat terutama logam Pb di lingkungan karena memiliki kinerja yang baik, waktu deteksi yang cepat dan biaya yang cukup murah,. Memban yang terbuat dari campuran kitosan dan silika dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembuatan optode. Membran tersebut dapat dibuat dengan metode sol gel. Namun membran kitosan-silika belum spesifik mendeteksi ion logam Pb2+ sehingga perlu suatu reagen yang spesifik. Reagen ditizon merupakan salah satu zat pengkelat yang memiliki selektivitas dan sensitivitas terhadap logam Pb. Tujuan penelitian ini adalah membuat optode dari membran kitosansilika terimobilisasi ditizon serta mengetahui kinerja optode sebagai pendeteksi ion logam Pb2+. Optode dibuat dari membran kitosan-silika yang terimobilisasi ditizon dan diuji pada larutan Pb(NO3)2. Kitosan dan silika dicampur dengan perbandingan (v/v) 2:1. Membran yang terbentuk digunakan sebagai media imobilisasi larutan ditizon 5×10-4 M dan menghasilkan membran berwarna jingga (optode). Optode dikontakkan ke dalam larutan Pb(NO3)2 dengan berbagai konsentrasi, pH dan waktu kontak serta larutan Pb(NO3)2 yang diberikan ion-ion penggangu seperti Cd2+, Zn2+, dan Fe3+. Optode akan berubah warna dari jingga menjadi merah muda apabila terdapat ion logam Pb2+. Absorbansi optode sebelum dan sesudah pencelupan diukur menggunakan spektrofotometer zat padat Ocean Optisc.. Optode yang telah dibuat memiliki kinerja sebagai berikut. Selektivitas terbaik diperoleh pada pH 5. Linieritas yang diperoleh pada rentang konsentrasi 0.2 – 1.1 ppm dengan nlai r2 sebesar 0.9921. Limit deteksi dan limit kuantitas diperoleh cukup rendah yaitu 0.11 dan 0.37 ppm. Optode memiliki akurasi yang baik dengan rerata perolehan kembali (%PK) sebesar 100.96% ± 7.35 dan presisi yang teliti dengan rerata standar deviasi relatif (%RSD) 1.43% serta waktu respon yaitu 3 menit. Optode yang diperoleh cukup sensitif namun belum selektif terhadap ion logam Pb2+, terutama dengan adanya ion logam Fe3+ dalam larutan. Optode cukup stabil dengan penyimpanan selama 12 minggu dengan kemampuan kurang lebih 85% dalam mendeteksi ion logam Pb(II) dari pembuatan awal optode. Kata kunci: sensor optik, membran kitosan silika, ditizon, ion logam timbal(II)
SUMMARY Yuspian Nur. Optical Sensor For The Determination Of Lead (II) Based On Immobilization Of Dithizonee Onto Chitosan-Silica Membrane. Supervised by ETI ROHAETI and LATIFAH K. DARUSMAN. Heavy metal contamination of lead (Pb) in the environment has become a source of concern due to their effects on human health. Therefore we need a method to detect levels of metallic lead (Pb) in environment. Recent, the various methods have been used for the determination of metal ions Pb 2+. Despite the procedure is complicated, requiring considerable time as well as the instruments used are also quite expensive. The optical sensor (optode) is an alternative for the analysis of heavy metal pollution, especially of Pb in environment because the costs are cheap, fast time detection and good performance. Membranes were made from a mixture of chitosan-silica may be an alternative optode.. The membrane can be prepared by sol gel method. But the chitosan-silica membranes can not yet detect specific metal ions Pb2+ so need a reagent specific. Dithizone reagent is the chelating agent which shows excellent sensitivity and selectivity towards Pb2+. metal ions. The purpose of this research is to prepared the optode of chitosan-silica membrane which was immobilized by dithizone and to evaluate the optode performance asan the detector of Pb2+. metal ions. Optode made from the chitosan-silica membrane which was immobilized by dithizone and tested on the Pb(NO3)2 solution. Chitosan and silica mixed in ratio (v/v) 2:1. The membranes formed used as a medium of immobilization by 5×10-4 M dithizone solution and the membrane obtained orange color (optode). The optode contacted into Pb(NO3)2 solution with various concentration,pH, contact time and the Pb(NO3)2 solution interfered by Cd2+, Zn2+, and Fe3+ ions. The optode color will change from orange to pink if it contains Pb2+ ion. The optode absorbance before and after dyeing measured by solid spectrophotometer Ocean Optics. Optode have been made and had the following perrformance. The best selectivity at pH 5. The linearity obtained in the range of concentration 0.2 - 1.1 ppm with r2 value 0.9921. The limit of detection and limit of quantification were quite low i.e. 0:11 and 0:37 ppm. Optode has good accuracy with the average of %PK of 100.96% ± 7.35 and meticulous precision with the average % RSD 1:43 as well as the response time is 3 minutes. Optode obtained sufficiently sensitive but not selective for the metal ions Pb2+, especially in the presence of metal ions Fe3+ in solution. Optode quite stable for 12 weeks storage with the ability of approximately 85% in the detection of metal ions Pb (II) from the initial preparation optode. Keywords: optical sensor, chitosan-silica membrane, dithizone, lead(II) metal ion
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SENSOR OPTIK UNTUK PENENTUAN TIMBAL (II) BERDASARKAN IMOBILISASI DITIZON PADA MEMBRAN KITOSAN-SILIKA
YUSPIAN NUR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Judul Penelitian : Sensor Optik untuk Penentuan Timbal (II) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon pada Membran Kitosan-Silika Nama : Yuspian Nur NRP : G451130351
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Eti Rohaeti, MS Ketua
Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua program studi Kimia
Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MSc Agr
Tanggal Ujian: 21 April 2016
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah sensor optik, dengan judul “Sensor Optik untuk Penentuan Timbal (II) Berdasarkan Imobilisasi Ditizon pada Membran KitosanSilika”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai dengan Desember 2015. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS dan Ibu Prof Dr Ir Latifah K. Darusman, MS selaku pembimbing yang selalu memberikan motivasi, arahan, kritik dan saran untuk kelancaran penelitian dan penulisan, serta laboran Laboratorium Kimia Analitik dan rekan-rekan mahasiswa Sekolah Pascasarjana Kimia yang telah banyak memberi bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan Bogor, Mei 2016
Yuspian Nur
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
3
3 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Kerja
10 10 10 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
13
5 SIMPULAN DAN SARAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
43
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6
Skema operasional ion-selektif membran optode logam Struktur kitosan Kesetimbangan tautomerik ditizon Reaksi kompleks ditizon-Pb Morfologi permukaan membran kitosan-silika xerogel
4 5 7 8 9
Skema alat spektrofotometer UV-Vis sampel padat
10
7
Membran dengan berbagai perbandingan kitosan silika Spektrum FTIR Interaksi Kitosan dan Silika Hasil payaran SEM perbesaran 10000x Membran yang telah direndam dalam ditizon dan dibilas aquades Ilustrasi ditizon terimobilisasi pada pori-pori membran Warna optode a) sebelum dan b) setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+ Nilai absorbansi maksimum optode pada berbagai konsentrasi ion logam Pb2+ dalam larutan a) Absorbansi optode pada larutan Pb2+ 0,5 ppm pada beragam pH dan b) Absorbansi optode pada larutan Pb2+ 0,5 ppm pada beragam waktu Grafik linieritas optode Spektrum absorbansi optode pada ion logam Pb2+ dengan adanya ion penggangu Fe3+, Zn2+, dan Cd2+ dalam larutan Spektrum absorbansi optode pada minggu ke-0 hingga minggu ke-12
14 15 16 16 17 17 18
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
18 19 21 22 23
DAFTAR TABEL 1. 2.
Berbagai membran pada sensor kimia optik Perbandingan kinerja optode menggunakan ditizon sebagai reagen pengenal
5 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3
Bagan Alir Penelitian Nilai absorbansi optode pada pH 3.14 – 9.30 Nilai absorbansi optode dengan larutan Pb(II) dengan waktu kontak 1 – 6 menit 4 Nilai absorbansi optode yang telah dikontakkan dengan larutan Pb(II) serta perhitungan limit deteksi dan limit kuantitas 5 Perhitungan absorptivitas spesifik dan absorptivitas molar 6 Perhitungan akurasi optode berdasarkan perolehan kembali 7 Perhitungan presisi optode berdasarkan nilai strandar deviasi relatif 8 Data absorbansi optode pada ion logam Pb2+ dengan adanya ion pengganggu Fe3+, Zn2+ dan Cd2+ dalam larutan 9 Lampiran 8 Data konsentrasi masing-masing logam pada larutan campuran sebelum dan sesudah optode dicelupkan. 10 Data kestabilan absorbansi optode selama 12 minggu
30 31 32 33 37 39 40 41 41 42
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kontaminasi logam berat timbal (Pb) di lingkungan telah menjadi sumber perhatian dikarenakan memberikan dampak negatif terhadap kesehatan manusia. Keracunan Pb dapat menyebabkan anemia, penurunan IQ dan penurunan fungsi organ seperti otak dan ginjal. Sumber utama kontaminasi oleh Pb berasal dari limbah industri besar dan sisa hasil pembakaran bahan bakar dari sarana transportasi. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengeluarkan regulasi yang mengatur kadar logam Pb dalam air yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Data Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-3553-2006 memberikan batas maksimum logam Pb sebesar 0.005 ppm. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 serta World Health Organization (WHO) menyebutkan batas kadar logam Pb pada air minum sebesar 0.01 ppm. Kadar ion logam berat terutama logam Pb dapat ditentukan dengan berbagai metode. Menurut SNI nomor 06-6989.8-2004, kadar logam Pb dapat ditentukan menggunakan spektrofotometri serapan atom. Selain itu, metode seperti isotope dilution inductively coupled plasma mass spectrometry (Christopher & Thompson 2013), inductively coupled plasma optical emission spectrometry (Alomary & Belhadj 2007) serta metode voltametri (Zhuang et al. 2007) dapat juga digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Meskipun beberapa teknik tersebut sangat sensitif dan selektif, akan tetapi prosedur yang digunakan cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup lama serta instrumen yang digunakan juga cukup mahal (Moyo et al. 2014). Beberapa tahun terakhir, sensor optik (optode) dan biosensor telah digunakan sebagai alternatif untuk analisis pencemaran logam berat terutama Pb di lingkungan. Sensor optik memiliki beberapa kelebihan yaitu kinerja yang baik, waktu deteksi yang cepat, serta biaya yang cukup murah. Aksuner (2011) membuat sensor fluoresen menggunakan turunan triazolo-thiadiazin yang diimobilisasi pada membran polivinil klorida untuk mendeteksi ion logam Pb2+ dengan limit deteksi sensor pada konsentrasi 2.2×10-8 M. Zargoosh dan Babadi (2014) membuat optode menggunakan membran agarosa yang terimobilisasi ditizon untuk ion logam Pb2+ dan Hg2+ dengan limit deteksi berturut-turut untuk Hg2+ dan Pb2+ sebesar 2x10-9 mol/L dan 4x10-9 mol/L. Sensor optik menggunakan membran sebagai matriks dalam mendeteksi suatu analit. Salah satu bahan yang dapat menjadi alternatif dalam pembuatan membran adalah kitosan-silika. Sifat rapuh dan biokompatibilitas rendah yang dimiliki silika dapat diatasi dengan mencampurkan kitosan (Repo et al. 2011). Silika juga dapat meningkatan kestabilan serta pori-pori dari membran kitosan (Yunianti & Maharani 2012). Parameter ini sangat berpengaruh untuk membran optode, pori pada membran dibutuhkan sebagai media penjerapan analat (SamadiMaybodi & Rezaei 2014). Membran kitosan-silika telah diaplikasikan pada biomedis, farmasi, biosensor, dan adsorben. Pembuatan membran dari campuran kitosan silika dapat menggunakan metode sol gel. Metode ini menggunakan temperatur rendah untuk sintesis bahanbahan anorganik di alam atau pencampuran antara bahan anorganik dan organik.
2
Metode sol gel memiliki kelebihan yaitu reaktivitas kimia yang rendah, stabilitas mekanik tinggi, kompatibilitas yang baik dengan berbagai substrat, serta tidak memerlukan temperatur yang tinggi (Yari & Abdoli 2010). Salah satu agen pengompleks yang memberikan warna spesifik terhadap ion logam Pb2+ adalah ditizon. Ditizon menunjukkan sensitivitas yang dapat mendeteksi ion logam Pb2+ hingga 0.0035 ppm dan memiliki selektivitas yang baik terhadap ion logam Pb2+ pada medium alkalin (Rajesh & Manikandan 2008). Oleh karena itu ditizon dapat digunakan sebagai reagen pengenal dalam pembuatan sensor optik. Membran kitosan-silika yang termodifikasi ditizon diharapkan dapat digunakan sebagai sensor optik untuk mendeteksi ion logam Pb2+ secara sensitif dan selektif, akurat, berbatas deteksi rendah, serta prosedur analisis cepat dan sederhana.
Perumusan Masalah Sensor optik untuk penentuan logam berat terutama logam Pb(II) telah dikembangkan. Namun, kinerja sensor optik tersebut harus tetap ditingkatkan untuk menghasilkan sensor optik yang memiliki akivitas yang baik, sehingga diperlukan suatu bahan yang dapat meningkatkan aktivitas dari sensor optik. Membran merupakan salah satu bagian penting dalam pembuatan sensor optik, sehingga membran kitosan-silika yang termodifikasi ditizon dapat menjadi salah satu alternatif dalam pembuatan sensor optik untuk penentuan logam Pb(II).
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk membuat sensor optik berbasis membran kitosan-silika yang terimobilisasi ditizon dan mengetahui kinerja dari sensor yang telah dibuat terhadap logam Pb(II).
Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai rujukan untuk pembuatan serta pengembangan metode sensor optik bagi logam berat lainnya. Hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai pendeteksi awal kontaminan logam Pb(II) di lingkungan.
Hipotesis Penelitian Membran kitosan-silika dapat digunakan dalam pembuatan sensor optik untuk penentuan logam Pb(II) dan memberikan batas deteksi rendah, waktu respon yang cepat serta stabilitas jangka panjang.
3
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan atas tiga tahapan utama, yaitu: pembuatan sensor (optode) dari membran kitosan-silika terimobilisasi ditizon, karakterisasi membran menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi membran dan Fourier Transform Infrared (FTIR) untuk mengetahui terbentuknya komposit kitosan-silika. Pengujian kinerja sensor meliputi uji presisi, linearitas, akurasi, waktu respon, limit deteksi, pengujian lama penyimpanan (untuk mengetahui kemampuan sensor selama penyimpanan), serta rentang konsentrasi Pb(II) yang dapat dideteksi. Diagram alir penelitian disajikan pada Lampiran 1.
2
TINJAUAN PUSTAKA Sensor Optik (Optode)
Sensor optik (optode) merupakan salah satu tipe sensor kimia yang menghubungkan pengukuran spektroskopi dengan reaksi kimia yang terjadi. Optode didasarkan pada reaksi suatu komponen analat yang berupa gugus ionofor (gugus pengenal) yang selektif terhadap suatu komponen aktif yang ditempatkan dalam sebuah matriks contohnya seperti indikator atau kromoionofor. Optode memiliki sensitivitas terhadap analit khusus. (Guell et al. 2007). Optode pertama kali dipelajari untuk penginderaan jarak jauh dalam aplikasi medis. Miniaturisasi perangkat serat optik dirancang dan dibuat dalam matriks biologis yang digunakan untuk mengukur hamburan balik cahaya degan teknik pendaran. Pada tahun 1968, Bergman membuat jenis sensor optik oksigen pertama berdasarkan teknik fluoresensi yang kemudian diterapkan dalam pengobatan oleh Lubbers dan Opitz, pada tahun 1975. Bregman membuat membran dengan ketebalan sekitar 25 – 50 μm dari tiga polimer berbeda yaitu polietilena, karet silikon, dan karet alam yang sebelumnya telah dicampurkan hidrokarbon aromatik polisiklik di masing-masing membran. Membran tersebut kemudian direndam dalam sikloheksana yang mengandung pewarna fluoresen. (Spichiger-keller 1998). Sensor optik menggunakan membran sebagai matriks dalam mendeteksi suatu analit. Membran ini dibuat dengan berbagai teknik seperti ikatan kovalen reagen dengan matriks membran, serapan kimia fisika, serta penjeratan reagen secara fisika (Deepa & Ganesh 2014). Guell et al. (2007) membuat sensor optik menggunakan membran yang terbuat dari campuran PVC dan o-NPOE yang ditambahkan reagen (4,5 dibromofluoresen oktadesil ester) untuk mendeteksi pencemaran air. Bidang sensor kimia optik telah mengalami berbagai pengembangan, seperti pengembangan transduser, bahan pengenal (sensor) serta teknik pengukuran analitis untuk mengkorelasi sinyal optik untuk kuantitas analit. Dalam sensor / biosensor kimia, harus ada beberapa proses pengenalan reversibel atau regenerable selektif yang relevan untuk analit, dan alat yang dapat menerjemahkan proses ini menjadi sinyal optik yang memadai (transduksi) untuk
4
optode. Deteksi optik yang terkait dengan kuantitas analit dapat mengandalkan efek optik intrinsik dan karakteristik optik yang melekat, molekul host berlabel atau analit kompetitif berlabel serta transduser kimia seperti indikator atau kromoionofor, yang merespon selektif untuk proses pengenalan primer. (Spichiger-keller 1998).
Gambar 1 Skema operasional ion-selektif membran optode logam Skema Operasional ion-selektif membran optode logam (dilambangkan dengan persegi panjang) pada Gambar 1, di mana molekul host adalah kromoionofor atau ligan kromogenik CL dan I+ merupakan ion logam. Pada tipe membran (a), kromoionofor merupakan spesies bermuatan. Jenis membran ini membutuhkan penambahan anion lipofilik R dengan J+ sebagai ion pengganggu. Pada tipe membran (b) terjadi kompetisi antara ion logam dengan H+ sebagai ion pengganggu dari larutan (Spichiger-keller 1998).
Membran Membran merupakan selaput semi permeabel yang dapat menahan dan melewatkan molekul tertentu tergantung dengan ukuran molekul tersebut. Operasi membran dapat diartikan sebagai proses pemisahan dua atau lebih komponen dan aliran fluida melalui sebuah membran. Membran berfungsi sebagai penghalang untuk memisahkan antara 2 fasa, yang dapat melewatkan komponen tertentu dan menahan komponen lain dari suatu aliran fluida melalui membran (Mulder, 2000). Membran dapat diklasifikasi dalam beberapa kategori. Klasifikasi berdasarkan jenis bahan, struktur dan prinsip pemisahan, serta morfologinya. Berdasarkan jenis bahan dibagi menjadi membran alami, yaitu membran yang terbentuk secara alamiah, dan membran sintetik, yaitu membran yang biasanya tersusun dari bahan sintetik (Mulder 2000). Berdasarkan struktur dan prinsip pemisahan dibagi menjadi tiga, yaitu: a. membran berpori, yaitu membran yang proses pemisahannya berdasarkan ukuran pori b. membran tidak berpori, yaitu membran yang proses pemisahannya berdasarkan perbedaan kelarutan atau difusivitas c. membran pembawa, yaitu membran yang proses pemisahannya terjadi karena ada molekul gas pembawa yang memindahkan komponen yang diinginkan melewati pemisah Berdasarkan struktur morfologinya, membran dibagi menjadi dua, membran simetrik dan membran asimetrik. Membran simetrik yaitu membran
5
yang memiliki struktur yang sama dari lapisan atas hingga lapisan bawah. Kelemahan dari membran ini adalah struktur yang lebih rapat dan permeabilitasnya rendah. Sedangkan membran asimetrik yaitu membran yang memiliki struktur berbeda antara lapisan atas dan bawah. Kelebihannya memiliki selektivitas dan permeabilitas yang tinggi (Mulder 2000). Membran sebagai sensor merupakan pengembangan kegunaan membran yang lazimnya digunakan dalam pemisahan, pemekatan, dan pemurnian setelah berbagai modifikasi dilakukan pada membran tersebut. Penelitian menggunakan membran sebagai sensor optik telah dilaporkan menggunakan berbagai polimer serta berbagai zat pengenal untuk beberapa deteksi ion logam dan oksida ion logam tersaji pada Tabel 1. Tabel 1 Berbagai membran pada sensor kimia optik Membran (matriks)
Zat pengenal
Penggunaan Sensor
Peneliti
Agarosa
Ditizon
Logam Hg2+, Pb2+
Polivinil klorida
Turunan triazolothiadiazin 8-hydroxyquinaldine (HQ) dan 4- (2thiazolylazo) – resorsinol 1,5-difenilkarbazon
Logam Pb2+
Zargoosh et al.(2015) Aksuner, 2011
2-(4-pyridylazo) resorsinol
Logam Co(II)
Selulosa triasetat
Silika Kitosan
UO22+
Kalyan et al. (2009)
Logam Zn(II)
Samadi-Maybodi & Rezaei (2014) Yusof &Ahmad (2002)
Komposit Kitosan-Silika Kitosan (poli-β-(1,4)-D-glukosamin) merupakan makromolekul yang dapat diperoleh dari proses deasetilasi kitin (poli-β-(1,4)-N-asetil-D-glukosamin). Kitin tersedia melimpah pada cangkang kepiting, kulit udang dan cangkang serangga. Kitin merupakan biopolimer alami kedua terbanyak di alam setelah selulosa (Kusumaningsih 2005). Kitosan memiliki gugus amino dan gugus hidroksil (Gambar 2) yang menyebabkan kitosan memiliki reaktivitas kimia yang tinggi, sifat polielektrolit kation dan dapat berperan sebagai penukar ion sehingga kitosan dapat digunakan sebagai pengikat atau absorben logam-logam berat (Nugroho 2011).
Gambar 2 Struktur kitosan
6
Aplikasi kitosan berkembang pesat karena senyawa polisakarida ini tidak hanya tersebar banyak di alam, tetapi juga nontoksik, biodegradabel dan memiliki banyak manfaat seperti kemampuannya dalam menyerap ion-ion logam, fenol, protein, dan zat warna (Taba et al. 2010). Pada sensor kimia, membran kitosan digunakan sebagai tempat imobilisasi reagen kimia seperti gallocynin dengan cara penjebakan (Yusof & Ahmad 2002). Silika gel merupakan substrat yang menarik untuk organosilanisasi sebab permukaannya yang didominasi gugus hidroksil dapat bereaksi cepat dengan agen organosilan. Ikatan antara Si-O-Si-C yang terbentuk mempunyai stabilitas kimia yang tinggi. Kualitas dan daya tahan dari material organosilan tergantung pada sifat alamiah dari ikatan pada permukaannya (Cestari 2000). Silika gel yang mempunyai gugus silanol bebas (-Si-OH) dan gugus siloksan (-Si-O-Si-) diketahui mampu mengadsorpsi ion logam berat. Karnib et al. (2014) menggunakan silika dalam menghilangkan beberapa logam nikel. Aktivitas penghilangan nikel oleh silika sebesar 70 persen. Hasil ini meningkat hingga 92 persen ketika silika di kompositkan dengan karbon aktif. Komposit kitosan-silika telah diaplikasikan pada biosensor, medis dan farmasi, serta sebagai adsorben logam berat dikarenakan kelebihan dari masingmasing materi. Kitosan memiliki sifat yang bagus yaitu murah, tidak beracun, kekuatan mekanik dan hidrofobik yang tinggi, biokompatibilitas, serta mampu membentuk film yang bagus (Solanki et al., 2009). Sedangkan silika menurut Tan et al. (2005) memiliki kelebihan yaitu porositas yang tinggi, inert kimia, stabilitas termal, fotokimia tinggi, dan kekakuan fisik (rigidity). Membran yang hanya terbuat dari kitosan saja memiliki struktur yang rapuh sehingga tidak dapat digunakan begitu saja sehingga perlu dimodifikasi (Yunianti dan Maharani 2012). Komposit film kitosan-silika mengatasi kekurangan masing-masing sifat dari kitosan dan silika sehingga mencegah keretakan dari tekstur silika. Komposit film mempertahankan manfaat dari kedua bahan ini (tempat imobilisasi enzim atau reagen), murah dan dapat digunakan sebagai mediator yang efektif sehingga menguntungkan bagi analisis klinis.
Logam Timbal Logam timbal (Pb) dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Logam Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan, tak mengkilap, tebal, sangat halus, dapat ditempa dengan titik leleh pada 327.5 ºC dan titik didih 1740 ºC pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil, yaitu 82. Logam Pb merupakan logam yang banyak dimanfaatkan oleh manusia sehingga logam ini juga menimbulkan dampak kontaminasi terhadap lingkungan. Logam Pb memiliki toksisitas yang tertinggi dan menyebabkan racun bagi beberapa spesies (MacFarlane & Burchett 2002). Keracunan timbal dapat menyebabkan kerusakan pada otak serta penurunan IQ, merusak fungsi organ, penurunan fungsi ginjal dan anemia. Tahun 2008, Badan pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Bandung, mengukur kadar Pb di udara
7
dengan mengambil sampel darah dari siswa dibeberapa sekolah dasar. Kadar Pb yang diperoleh melebihi ambang batas yang telah ditentukan yaitu 10 µg/dL (Gusnita 2012). Tahun 2012, menurut Kementrian Lingkungan Hidup di Jabodetabek telah teridentifikasi 71 lokasi lahan tercemar timbal akibat kegiatan daur ulang aki bekas. Salah satu lokasi lahan yang tercemar logam berat timbal adalah Desa Cinangka, Kecamatan Ciampea. Hasil penelitian menunjukkan kadar timbal (Pb) di dalam tanah mencapai 270.000 ppm (270.000 mg/Kg), sedangkan standar maksimal yang ditetapkan oleh WHO sebesar 400 ppm (400 mg/Kg). Kompleks Ditizon-Pb2+ Ditizon merupakan padatan hitam-lembayung yang tidak larut dalam air, namun larut dalam larutan amonia serta larut dalam kloroform dan karbon tetraklorida menghasilkan larutan hijau (Jeffery et al. 1989). Kelarutan ditizon dalam CCl4 adalah 0,5 mg/mL sedangkan dalam kloroform adalah 20 mg/mL. Larutan ditizon tidak stabil terhadap panas, sinar kuat, dan oksidan. Ditizon mampu bereaksi dengan beberapa logam membentuk kompleks logam ditizonat yang spesifik dan larut dalam pelarut organik. Ditizon memiliki dua atom hidrogen aktif yang terikat pada sulfur dan nitrogen yang dapat diganti dengan beberapa logam seperti Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Pd, Ag, Cd, In, Sn, Pt, Au, Hg, Ti, Pb, Bi, Se, Te, dan Po (Costa et al. 2002). Kompleks dapat terbentuk dengan baik tergantung pada kation yang bereaksi dengan ditizon, karena ditizon memiliki dua bentuk tautomer yaitu tioketo dan tiol yang berada pada kesetimbangan tautomerik yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3 Kesetimbangan tautomerik ditizon (Woźnica et al. 2012) Tembaga (II) dapat membentuk kompleks dengan kedua bentuk tautomer ditizon, sedangkan seng hanya dapat membentuk kompleks dengan ditizon pada bentuk tiol (Woźnica et al. 2012). Reaksi pembentukan senyawa kompleks logam ditizonat ditunjukkan pada persamaan : Mn+ + H2O + n H2Dz(o) ⇄ Mn(HDz)n(o)+ n H3O+ Ditizon dapat dibuat selektif untuk logam tertentu melalui salah satu atau dua prosedur berikut : a. Mengatur pH larutan yang akan diekstraksi. Perak, merkuri, tembaga, dan paladium dapat dipisahkan dari logam lain pada media asam (0.1-0.5 M). Bismut dapat diekstraksi dari media asam lemah, timbal dan seng dari media netral atau sedikit basa, serta kadmium dari media basa kuat yang mengandung sitrat atau tartrat.
8
b. Menambahkan agen pembentuk kompleks atau masking agent, misalnya sianida, tiosianat, tiosulfat, atau EDTA. Ditizon merupakan reagen yang sangat sensitif untuk jumlah logam dalam satuan mikrogram. Hanya ditizon murni yang dapat digunakan, karena ditizon cenderung teroksidasi menjadi difeniltiokarbadiazon (S=C(N=NC6H5)2) yang tidak bereaksi dengan logam dan tidak larut dalam larutan amonia, namun larut dalam pelarut organik dengan memberikan larutan berwarna kuning atau coklat (Jeffery et al. 1989). Salah satu ion logam yang dapat dideteksi oleh ditizon dengan sensitivitas dan selektivitas yang baik adalah ion logam Pb2+ dalam suasana basa (Rajesh & Manikandan 2008). Dalam suasana basa, ion OH- akan berikatan dengan salah satu ion H+ pada ditizon sehingga membentuk anion ditizonat. Bentuk anion ini akan membentuk kompleks yang stabil dengan Pb2+. Sedangkan pada suasana asam, terjadi kompetisi antara ion Pb2+ dengan H+ untuk berikatan dengan ditizon. Jika H+ berikatan dengan ditizon maka akan terbentuk asam ditizonat sedangkan bila Pb2+ berikatan dengan ditizon akan terbentuk kompleks ditizon-Pb2+ yang tidak stabil. Kompleks memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 520 nm (Lang et al. 2008). Ditizon akan membentuk kompleks dengan ion logam Pb2+ membentuk kompleks berwarna merah. Reaksi yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 4. Ditizon digunakan untuk ekstraksi analitis dan untuk penentuan kolorimetri ion logam (Harris, 2010)
Merah
Hijau
Gambar 4 Reaksi kompleks ditizon-Pb (Harris, 2010)
Scanning Electron Microscopy Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengetahui morfologi suatu permukaan suatu bahan. SEM merupakan mikroskop elektron yang menggambarkan permukaan suatu bahan dengan menggunakan pancaran energi yang tinggi dari suatu elektron. SEM dimanfaatkan untuk melihat struktur topografi permukaan, ukuran butiran, cacat struktural, dan komposisi pencemaran suatu bahan. Hasil yang diperoleh dapat dilihat secara tiga dimensi berupa foto atau gambar. Salah satu hasil SEM pada membran kitosan-silika dapat dilihat pada Gambar 5.
9
A
B
Gambar 5 Morfologi permukaan membran kitosan-silika xerogel. a) Perbesaran 50x dan b) 10000x (Lee et al. 2009) Berdasarkan hasil foto SEM, dapat dilihat morfologi dari membran kitosan-silika yang menunjukkan permukaan yang kasar serta silika terdistribusi homogen. Gambar ini menunjukkan membran kitosan-silika yang diperoleh dari proses sol gel menyediakan struktur berpori dan seragam (Lee et al. 2009). Membran kitosan-silika dapat dibuat dengan berbagai sumber silika. Rashidova (2004), menggunakan tetraetil ortosilikat (TEOS) dan polietoksisiloksan (PEOS). Permukaan yang terbentuk dari campuran kitosan dengan masing-masing sumber silika tersebut memberikan morfologi yang kasar, namun bentuk silika yang terlihat berbeda. TEOS menyebabkan bentuk dari partikel silika berbeda-beda (bulat, oval, siku-siku dan segitiga), sedangkan PEOS menyebabkan bentuk silika seragam yaitu bulat atau bola.
Spektrofotometer UV-VIS Padat Spektrofotometer UV-Visible (UV-Vis) merupakan alat untuk mengukur respon yang dihasilkan dari interaksi kimia suatu zat dengan sinar/cahaya daerah UV-Vis yang melewatinya. Apabila sinar/cahaya yang jatuh pada suatu medium homogen, sebagian dari sinar masuk akan dipantulkan, sebagian sinar lagi akan diserap oleh medium, dan sisanya akan diteruskan. Hal ini dapat diukur dan dinyatakan sebagai reflektansi, absorbansi, dan transmitan. Reflektansi merupakan pengukuran besarnya cahaya yang dipantulkan oleh suatu bahan. Nilai absorbansi menunjukkan perbandingan intensitas sinar yang diserap zat terhadap intensitas sinar asal sedangkan transmitan merupakan fraksi antara intensitas sinar yang masuk terhadap intensitas sinar yang keluar. Spektrofotometer Ocean Optics merupakan perangkat yang dapat mengukur reflektansi, transmitan dan absorbansi. Spektrofotometer ini terdiri dari 3 komponen utama yaitu sumber cahaya, pemilih panjang gelombang (wavelenght selector) dan detektor yang dapat dilihat pada Gambar 6 (OceanOpticsInc 2013).
10
Gambar 6 Skema alat spektrofotometer UV-Vis sampel padat (OceanOpticsInc, 2013) Spektrofotometer Ocean optic Vis-NIR USB4000 telah dikonfigurasikan untuk aplikasi pada gelombang 350-1000 nm, memiliki 3648-elemen Toshiba linear CCD array untuk meningkatkan signal-to-noise dan meningkatkan elektronik untuk mengendalikan spektrofotometer dan aksesoris. Spektrofotometer Vis-NIR USB4000 telah dilengkapi dengan DET4-350-1000 detektor dan ketertiban pemilahan filter mencakup rentang panjang gelombang 350-1000 nm (OceanOpticsInc, 2013). Dibandingkan dengan spektrofotometer lain, spektrofotometer Ocean optic dapat digunakan untuk sampel yang berbentuk cairan maupun padatan atau film. Cuvvet holder pada alat ini dapat dimodifikasi sesuai sempel yang akan diukur.
3
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga November 2015. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB, Laboratorium Fisika Departemen Fisika IPB, Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB.
Bahan dan Alat Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bahan berkualitas analitis (analytical grade). Kitosan komersil dengan derajat deasetilasi 80-85%. Tetraetil ortosilikat (TEOS), etanol absolut (EtOH), asam klorida (HCl), asam asetat (CH3COOH), natrium hidroksida (NaOH), larutan standar Pb(NO3)2, larutan standar Fe(NO3)3, larutan standar Zn(NO3)2, larutan standar Cd(NO3)2 dan ditizon yang berasaldari Merck. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter (Hanna HI 2211) untuk menentukan pH larutan sampel. Spektrofotometer UV-VIS (Ocean Optics) untuk penentuan absorbansi dari optode. Scanning Electron Microscope (SEM) (Carl Zeis EVO MA 10) dan Fourier Transform Infrared
11
(FTIR) (Bruker Tensor 3) untuk karakterisasi membran serta SSA Shimadzu AA6800 untuk menentukan jumlah konsentrasi ion logam dalam larutan sampel.
Prosedur Kerja Pembuatan Membran Kitosan-Silika (modifikasi Samadi-Maybodi 2014 dan Yunianti & Maharani 2012) Pembuatan membran kitosan-silika dengan mencampurkan larutan kitosan dan larutan sol silika. Larutan kitosan dibuat dengan cara 3 gr kitosan dilarutkan dalam 100 mL CH3COOH 2% dan diaduk selama 3 jam (larutan kitosan 3%). Larutan sol silika dibuat dengan cara 22.2 mL tetra etil orto silikat (TEOS) ditambahkan 22.2 mL etanol, 88.8 mL aquades serta 0.5 mL HCl 0.1 M. Campuran larutan diaduk selama 24 jam menggunakan pengaduk magnetik (sol silika). Selanjutnya larutan kitosan ditambahkan pada sol silika dengan variasi rasio volume larutan kitosan : silika masing-masing 3:7; 1:1; 2:1; dan 3:1 (v/v) dengan pengadukan selama 2 jam. Larutan yang telah homogen selanjutnya dituangkan ke dalam plat kaca dan dikeringkan pada suhu kamar hingga diperoleh membran kitosan-silika kering. Untuk melepas membran dari cetakan, diperlukan perendaman dengan menggunakan NaOH 1%. Membran yang diperoleh selanjutnya dibilas dengan aquades hingga netral (Yunianti dan Maharani 2012). Membran kitosan-silika direndam pada larutan ditizon 5x10-4 M selama 6 jam untuk mengimobilisasi ditizon pada membran kitosan-silika. Setelah direndam, membran dibilas dan direndam kembali dalam aquades selama 12 jam (Samadi-Maybodi 2014). Pencirian Membran Kitosan-Silika Karakterisasi membran diuji menggunakan FTIR dan SEM. FTIR digunakan untuk mendapatkan spektrum inframerah dari membran sehingga dapat dianalisis gugus fungsinya pada saat sebelum dan sesudah terbentuknya komposit. SEM digunakan untuk melihat morfologi permukaan membran kitosan dan kitosansilika. Membran yang terbentuk, terlebih dahulu disalut dengan emas selama kurang lebih 40 menit. Setelah membran disalut, permukaan membran dilihat menggunakan SEM. Pengukuran menggunakan UV-Vis Ocean Optics (Scindia et al. 2004) Kinerja optode diketahui dari pengukuran panjang gelombang maksimum, pH optimum serta waktu respon optode terhadap ion logam Pb2+. Pengukuran kinerja optode menggunakan spektorfotometer UV-VIS Ocean Optics. Optode dengan ukuran 1 x 1 cm direndam terlebih dahulu dalam larutan Pb2+ dengan pH optimum hingga optode berubah warna dari jingga menjadi merah muda. Optode kemudian diangkat dan dikeringkan. Optode yang telah kering ditaruh pada Cuvette holder Ocean Optics dan diukur dengan panjang gelombang visible pada kisaran 450-500 nm.
12
Penentuan pH optimum dan Waktu respon (Samadi-Maybodi 2014) Uji pH optimum. Optode direndam ke dalam larutan Pb(NO3)2 dengan pH larutan 3. Diukur absorbansi dari optode tersebut. Dilakukan kembali prosedur tersebut dengan variasi pH larutan dari 4 hingga 9. Uji Waktu respon. Optode direndam ke dalam larutan Pb(NO3)2 selama 1 menit. Diukur absorbansi dari optode tersebut. Dilakukan kembali prosedur tersebut dengan variasi perendaman selama 2 menit, 3 menit, 4 menit, 5 menit, dan 6 menit. Penentuan rentang kerja membran kitosan-silika (modifikasi Scindia et al. 2004) Penentuan rentang kerja dilakukan dengan cara merendam optode dalam larutan Pb(II) dengan berbagai variasi konsentrasi yaitu pada rentang 0.01 ppm hingga 2.8 ppm. Selanjutnya diukur absorbansi masing-masing optode menggunakan Spektrofotometer UV-Vis Ocean Optics untuk mendapatkan jangkauan kerja optode. Uji Linearitas (Aldinomera et al. 2014) Kurva standar dibuat menggunakan nilai absorbansi dari optode yang telah direndam dengan beberapa konsentrasi larutan Pb(NO3)2. Konsentrasi kurva standar yang dibuat meliputi lima konsentrasi. Analisis dilakukan pada masingmasing preparat menggunakan metode yang akan divalidasi dengan jumlah pengulangan sebanyak 3 kali. Penentuan Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi (Harmita 2004) Penentuan limit deteksi dan limit kuantitasi dapat menggunakan rumus : Q=
kx
s Keterangan : Q = Limit deteksi atau limit kuantitasi k = Nilai k berlaku 3 untuk limit deteksi dan 10 untuk limit kuantitasi SD = Standar deviasi s = Rerata kemiringan kurva standar
Uji Ketelitian (Aldinomera et al. 2014) Uji ketelitian dilakukan dengan melihat persen standar deviasi relatif dengan menggunakan rumus : % RSD = Keterangan : RSD = standar deviasi relatif SD = standar deviasi x = rerata absorbansi
x 100%
13
Uji Akurasi (Aldinomera et al. 2014) Uji akurasi dapat dinilai dari persen perolehan kembali suatu pengukuran. Penentuan akurasi dapat menggunakan rumus : % Perolehan Kembali =
a-b
x 100%
Keterangan : a = Konsentrasi sampel + Konsentrasi sampel hasil pengukuran b = Konsentrasi sampel c = Konsentrasi standar teoritis Uji Selektivitas dan Stabilitas Optode (Samadi-Maybodi 2014) Uji Selektivitas. Pada optode perlu dilakukan pengujian selektifitas untuk
melihat adanya pengaruh dari zat lain yang dapat mengganggu respon pada optode. Pengujian ini untuk melihat seberapa selektif optode terhadap logam Pb(II). Optode diuji dengan mencelupkan optode pada campuran larutan Pb(II) yang mengandung beberapa ion logam yaitu ion Cd(II), Zn(II), dan Fe(III) dengan berbagai perbandingan konsentrasi. Setelah itu diukur absorbansi untuk mengetahui respon optode menggunakan spektrofotometer Uv-Vis Ocean Optics. Larutan campuran sebelum dan sesudah perendaman optode diuji menggunakan spektrofotometer serapan atom untuk mengetahui konsentrasi masing-masing logam pada larutan. Uji Stabilitas. Optode dipotong dengan ukuran 1 x 1 cm sebanyak 10 lembar dan disimpan di dalam lemari pendingin. Optode diuji dengan cara mengukur absorbansi dari warna yang terbentuk pada optode saat dicelupkan dalam larutan ion Pb(II). Pengujian ini dilakukan selama 10 minggu dengan satu lembar optode setiap minggunya.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Membran Kitosan Silika Membran kitosan silika untuk sensor optik (optode) dibuat menggunakan metode sol gel. Metode sol gel merupakan metode dengan mengubah fase cair menjadi koloid yang mempunyai padatan tersuspensi dalam zat cair (sol) dan kemudian menjadi koloid yang mempunyai fraksi solid yang lebih besar daripada sol (gel). Membran dibuat dengan mencampurkan larutan kitosan dan tetraetil ortosilikat sebagai prekursor silika dengan berbagai variasi perbandingan yaitu 3:7, 1:1, 2:1, dan 3:1 ditunjukkan pada Gambar 7. Membran dengan perbandingan kitosan dan silika 3:7 menunjukkan permukaan membran yang retak sehingga membran yang terbentuk tidak sempurna dan tidak dapat digunakan sebagai optode (Gambar 7a). Membran dengan perbandingan kitosan 1:1, 2:1, dan 3:1 menghasilkan membran yang tidak retak dan homogen, ditunjukkan oleh Gambar 7b, 7c dan 7d. Membran dengan perbandingan kitosan silika 2:1 menghasilkan membran berbentuk lembaran yang tidak mengkerut dan cukup transparan sehingga mengurangi gangguan sifat optik
14
dari membran yang akan dibuat optode. Membran dengan perbandingan lain tidak baik digunakan untuk pembuatan optode karena pada perbandingan 1:1 lembaran membran mengkerut setelah dilepas dari wadah cetak dan pada perbandingan 3:1 lembaran yang dihasilkan memiliki warna yang tidak trasnparan walaupun membran tersebut tidak mengkerut sehingga kedua perbandingan ini tidak dapat digunakan dalam pembuatan membran optode karena akan mempengaruhi kinerja dari optode yang akan dibuat. Jumlah penambahan kitosan dan silika mempengaruhi terbentuknya membran, semakin tinggi jumlah silika membran tidak terbentuk (retak). Sedangkan dengan penambahan kitosan yang berlebih mempengaruhi warna membran (semakin buram). Hal ini dapat mempengaruhi hasil pengukuran optode yang dihasilkan. Beberapa parameter seperti stabilitas mekanik, permeabilitas membran untuk analit dan kemampuan membran mengimobilisasi reagen dapat mempengaruhi kinerja dari optode seperti selektivitas dan waktu respon (Jerónimo et al. 2007). Kitosan merupakan biopolimer yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan membran, namun membran yang terbentuk rapuh sehingga membran dimodifikasi dengan silika untuk memperbaiki sifat dari membran tersebut (Yunianti & Maharani 2012). Komposisi kitosan silika 2:1 menunjukkan membran yang memiliki transparan yang baik dan tidak retak sehingga dapat digunakan sebagai membran untuk pembuatan sensor optik (optode). a
b
c
d
Gambar 7 Membran dengan berbagai perbandingan kitosan silika. a) 3:7, b) 1:1, c) 2:1, serta d) 3:1
Hasil Pencirian Membran Kitosan Silika Spektrum FTIR membran kitosan (Gambar 8a) menunjukkan adanya pita serapan yang melebar dan kuat pada daerah 3384 cm- 1 yang merupakan regangan NH amina yang tumpang tindih dengan regangan OH. Serapan pada bilangan gelombang 2920 cm- 1 menunjukkan regangan C-H. Vibrasi tekuk NH pada daerah 1589 cm- 1. Regangan C-O-C terdapat pada 1152 cm-1 dan regangan C-O pada bilangan gelombang 1074 cm- 1. Spektrum membran kitosan yang terkomposit dengan silika (Gambar 8b) serta spektrum membran kitosan-silika terimobilisasi ditizon (Gambar 8c) tidak berbeda jauh dengan spektrum membran kitosan. Puncak yang muncul pada spektrum membran kitosan juga terdapat pada spektrum komposit kitosan silika dan komposit kitosan silika terimobilisasi ditizon. Namun terdapat puncak baru pada kedua spektrum tersebut dan pergeseran bilangan gelombang. Pada spektrum
15
100
a
Transmitan (%)
membran kitosan silika, daerah 1076 cm-1 menunjukkan serapan regangan Si-OSi, serta pada 897 cm-1 yang menunjukkan Si-OH. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yunianti dan Maharani (2012), bahwa silika memiliki serapan pada daerah sekitar 1073.65 cm-1 serta pada kisaran 872.63 cm-1 yang menunjukkan adanya serapan regangan Si-O-Si dan Si-OH. Pergeseran terjadi pada daerah bilangan gelombang dari 3384 cm-1 menjadi 3367 cm-1. Menurut Yunianti dan Maharani (2012), pergeseran bilangan gelombang terjadi karena adanya interaksi gugus OH pada silika dengan NH pada kitosan. Sedangkan pada membran yang teimobilisasi ditizon, terdapat puncak baru pada daerah 2460 cm-1 yang merupakan gugus S-H dan 2340 cm-1 yang merupakan gugus C=N dari ditizon.
b 897
c 2460 2340
3384 2920 3367
1152 1589 1076
3384
4000
3500
3000
2500 2000 1500 Bilangan gelombang (cm-1)
1000
500
0
Gambar 8 Spektrum FTIR Spektrum kitosan yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan beberapa gugus yang khas dari kitosan. Menurut Taba et al. (2010), gugus–gugus yang khas untuk kitosan akan terlihat pada daerah serapan 1558 cm -1 yang merupakan vibrasi tekuk NH dan 2928 cm-1 yang merupakan daerah serapan regangan C-H. Berdasarkan karakterisasi gugus fungsi menggunakan FTIR, terdapat interaksi antara kitosan dan silika. Menurut Al-Sagher dan Muslim (2010), interaksi tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya ikatan hidrogen antara gugus amida pada kitosan dengan silanol (Gambar 9). Interaksi lain yaitu ikatan kovalen yang terbentuk dimungkinkan karena reaksi esterifikasi dari gugus hidroksil kitosan pada gugus silanol silika. Namun interaksi yang diperoleh tidak mengubah struktur inti dari masing-masing material baik kitosan maupun silika. Komposit dari kedua material saling memperbaiki kelemahan masing-masing dan dapat mempertahankan manfaat dari masing-masing material.
16
Kitosan dalam asam asetat
TEOS
Gambar 9 Interaksi kitosan dan silika (Al-Sagher dan Muslim 2010) Karakterisasi menggunakan SEM menunjukkan permukaan yang rapat dan halus pada membran kitosan dengan perbesaran 10000x (Gambar 10a). Dari gambar tersebut terlihat bahwa membran kitosan memiliki permukaan yang rapat, sehingga pori atau rongga pada permukaan tidak terlihat. Terdapat gumpalan pada permukaan yang mungkin menunjukkan bahwa larutan kitosan yang dibuat belum semuanya terlarut dengan sempurna sehingga perlu penambahan lama pengadukan dalam pembuatan larutan kitosan. Penambahan silika pada membran kitosan membuat permukaan kitosan menjadi kasar dengan adanya partikel dari silika (Gambar 10b). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lee et al. (2009), bahwa silika dapat mempengaruhi permukaan kitosan yang halus menjadi kasar. Partikel silika pada penelitian ini tidak terdistribusi dengan baik karena campuran komposit yang tidak homogen. Lama pengadukan dapat mempengaruhi homogenitas dari silika pada permukaan kitosan. Tidak terdistribusinya silika dengan baik menunjukkan bahwa keberadaan silika dalam komposit tidak terpusat pada satu tempat saja. Bentuk partikel silika pada permukaan membran tidak seragam dikarenakan prekursor yang digunakan dalam komposit adalah TEOS. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rashidova et al. (2004), dengan penggunaan TEOS sebagai prekursor silika dapat menyebabkan partikelpartikel yang terlihat pada permukaan membran berbeda-beda (bulat, oval, sikusiku dan segitiga). Permukan kasar yang dihasilkan dapat membantu dalam penjerapan ditizon serta logam yang akan digunakan dalam pengujian sensor.
A
B
Gambar 10 Hasil payaran SEM perbesaran 10000x, a) Membran kitosan, b) Membran komposit kitosan silika
17
Imobilisasi Ditizon pada Membran Kitosan Silika Ditizon merupakan salah satu reagen yang dapat bereaksi dengan logam membentuk kompleks logam ditizonat yang spesifik. Imobilisasi ditizon pada membran dilakukan agar sensor optik spesifik terhadap logam. Membran yang telah terimobilisasi ditizon ditandai dengan perubahan warna membran menjadi jingga (Gambar 11). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Zargoosh dan Babadi Ditizon (2015), membran agaros yang terimobilisasi ditizon menunjukkan warna jingga. larutan ditizon akan berwarna hijau pekat pada konsentrasi tinggi dan berwarna jingga pada konsentrasi rendah.
Gambar 11 Membran yang telah direndam dalam ditizon dan dibilas aquades Membran yang terbuat dari kitosan silika menghasilkan pori pada pemukaannya. Salah satu metode imobilisasi pada pembuatan sensor adalah penjebakan reagen pada pori matriks (Jerónimo et al. 2007). Berdasarkan hal tersebut, diduga ditizon berdifusi pada permukaan membran sehingga dapat terjebak pada pori-pori membran kitosan silika. Ilustrasi ditizon terjebak di dalam pori-pori membran dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Ilustrasi ditizon terimobilisasi pada pori-pori membran
Hasil Pengukuran Sensor Optik (Optode) Ion Logam Timbal (II) Sensor optik (optode) yang diujikan menghasilkan perubahan warna dari jingga menjadi merah muda pada saat mendeteksi ion logam Pb2+ yang ditunjukkan pada Gambar 13. Perubahan warna terjadi dikarenakan ditizon yang telah terimobilisasi pada membran kitosan-silika membentuk kompleks dengan ion logam Pb2+ yang terdapat pada larutan.
18
A
B
Gambar 13 Warna optode a) sebelum dan b) setelah dikontakkan dengan larutan Pb2+
Absorbansi
Logam Pb2+ membentuk kompleks dengan ditizon dengan bentuk perbandingan mol logam : ditizon yaitu 1:2. Hidrogen pada atom nitrogen dan sulfur akan terlepas, sehingga atom nitrogen dan sulfur pada ditizon akan berikatan membentuk kompleks dengan ion logam Pb2+. Skema kompleks yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 4. Panjang gelombang maksimum optode yang telah dibuat diperoleh dengan mengukur absorbansi pada berbagai panjang gelombang dengan kisaran 300-780 nm. Hasil pengukuran menunjukkan optode yang diujikan ke dalam larutan Pb2+ memberikan puncak serapan maksimum pada panjang gelombang 488 nm (Gambar 14). Nilai absorbansi yang diperoleh berbeda-beda, sesuai dengan meningkatnya jumlah konsentrasi Pb2+ pada larutan yang membentuk kompleks dengan ditizon. 1.2
1.10 ppm
1
1.45 ppm
0.8
1.85 ppm
0.6
2.30 ppm
0.4
2.80 ppm
0.2 0 300
380
460
540
620
700
780
Panjang Gelombang (nm)
Gambar 14 Nilai absorbansi maksimum optode pada berbagai konsentrasi ion logam Pb2+ dalam larutan Panjang gelombang maksimum yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan panjang gelombang maksimum yang dilaporkan oleh peneliti lain. Rajesh dan Manikandan (2008) melaporkan panjang gelombang maksimum yang diperoleh yaitu 486 nm. Zargoosh dan Babadi (2015), melaporkan panjang gelombang maksimum pada 425 nm. Hal ini dikarenakan perbedaan membran yang digunakan dalam pembuatan optode. Warna membran optode yang dihasilkan berbeda. Membran agarosa yang dibuat oleh Zargoosh dan Babadi (2015) bening transparan, sedangkan pada penelitian ini menghasilkan membran
19
agak kekuningan sehingga mempengaruhi pergeseran panjang gelombang maksimum. Perbedaan panjang gelombang maksimum juga dapat disebabkan oleh pelarut yang digunakan untuk melarutkan ditizon. Rajesh dan Manikandan (2008), menggunakan pelarut klorofom, sedangkan pada penelitian ini menggunakan pelarut etanol. Pelarut dapat mempengaruhi struktur dari ditizon yang menyebabkan terjadinya perbedaan delokalisasi elektron dimana bertambahnya delokalisasi elektron menyebabkan terjadi pergeseran panjang gelombang ke arah batokromik atau hipsokromik sehingga memberikan warna yang berbeda (Irving & Iwantscheff 1980). Hasil Penentuan pH dan Waktu Respon Optimum Kondisi pH lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan kompleks ditizon dengan beberapa ion logam. Penentuan pH optimum bertujuan untuk mendapatkan optode dengan kinerja yang terbaik. Pada penelitian ini, pH larutan dibuat bervariasi dengan rentang pH dari 3-9. Hasil penelitian menunjukkan pada pH dibawah dan diatas 5 menghasilkan nilai absorbansi yang rendah, sedangkan pada pH 5 menghasilkan nilai absorbansi tertinggi. Hal ini menyatakan bahwa pH optimum optode untuk penentuan ion logam Pb2+ berada pada pH 5 (Gambar 15a). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Zargoosh dan Babadi (2015), kestabilan kompleks ditizon dengan ion logam Pb2+ berada pada pH 5.2. Reaksi antara ditizon pada optode dengan ion logam Pb2+ pada pH larutan dibawah 5 belum stabil dikarenakan pada kondisi tersebut terjadi protonasi atom nitrogen dan sulfur sehingga mengurangi interaksi donor-akseptor antara ditizon dan ion logam Pb2+. Sedangkan pada kondisi pH larutan diatas 5 juga tidak stabil dikarenakan pada pH tersebut ion logam Pb2+ membentuk kompleks hidroksil sehingga dapat terbentuk endapan. Nilai absorbansi optode pada setiap pH dapat dilihat pada Lampiran 2. A
0.5
Absorbansi
Absorbansi
0.4 0.3 0.2 0.1 0 2
3
B
1
4
5
6 pH
7
8
9
10
0.9 0.8 0.7 0.6 0
1
2
3
4
5
6
7
Waktu (m) 2+
Gambar 15 a) Absorbansi optode pada larutan Pb 0,5 ppm pada beragam pH dan b) Absorbansi optode pada larutan Pb2+ 0,5 ppm pada beragam waktu
20
Waktu kontak optimum optode ditentukan untuk mengetahui kecepatan deteksi optode terhadap ion logam Pb2+ dalam larutan. Hasil penelitian menunjukkan pada menit ke-1, perubahan warna pada optode telah terlihat namun belum maksimal yang ditunjukkan oleh nilai absorbansi sebesar 0.868 (Gambar 15b). Nilai absorbansi meningkat seiring dengan bertambahnya waktu kontak optode dengan ion logam Pb2+ pada larutan. Nilai absorbansi yang konstan terjadi pada menit ke-3 hingga ke-6, sehingga diperoleh waktu optimum pada menit ke-3. Penambahan waktu kontak setelah 3 menit tidak mempengaruhi nilai serapan dikarenakan kesetimbangan reaksi ion Pb2+ dalam larutan dan ion Pb2+ yang terkompleks dengan ditizon yang terimobilisasi pada optode telah tercapai. Nilai absorbansi optode pada menit ke-1 hingga menit ke-6 dapat dilihat pada Lampiran 3. Optode yang diperoleh pada penelitian ini memiliki waktu respon yang lebih baik dibanding dengan optode yang dibuat oleh Tavallalid dan Dorostghoal (2014). Membran yang dibuatnya menggunakan triasetilselulosa dan diperoleh waktu respon selama 11 – 15 menit.
Hasil Penentuan Rentang Kerja, Akurasi dan Presisi Linieritas terbaik optode yang telah dibuat diperoleh pada rentang konsentrasi 0.2 – 1.1 ppm dengan nilai koefisien korelasi (r2) sebesar 0.9921 (Gambar 16) mendekati nilai 1. Hubungan linieritas yang ideal memiliki nilai mendekati 1 (Harmita 2004). Nilai tersebut lebih baik dibandingkan dengan pengukuran optode pada rentang 0.01-2.8 ppm dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0.9631 yang ditunjukkan pada Lampiran 4. Rentang linieritas yang diperoleh pada penelitian ini masih sempit dibandingkan dengan penelitian Zargoosh dan Babadai (2015) (Tabel 2). Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi ion logam Pb2+ menghasilkan suatu persamaan linier y = 0.2357x0.0336. Sensitivitas optode dapat diketahui dari nilai adsorpivitas spesifik. Dengan persamaan Lambert-Beer, absorptivitas spesifik dari optode dapat dihitung. Dengan asumsi tebal optode seragam pada semua pengukuran yaitu 0.25 mm, absortivitas spesifik rerata yang diperoleh sebesar 0.626 ± 0.206 ppm-1 mm-1 atau absorptivias molar sebesar 1.298 x 106 ± 0.428 x 106 M-1 cm-1. Nilai absorptivitas molar optode yang diperoleh lebih besar daripada absorptivitas molar yang dilaporkan oleh Parveen dan Rohan (2011) yaitu sebesar 1.43 x 104 M-1cm-1. Parven dan Rohan, menentukan konsentrasi ion logam Pb2+ pada sampel air menggunakan spektrofotometer Uv-Vis. Perhitungan absortivitas spesifik dan absorptivias molar dapat dilihat pada Lampiran 5.
21
0.25 Absorbasi
0.2 0.15 0.1 y = 0.2357x - 0.0336 R² = 0.9921
0.05 0 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
Konsentrasi (ppm)
Gambar 16 Grafik linieritas optode Limit deteksi dan limit kuantitasi diperoleh pada penelitian ini berturutturut sebesar 0.11 ppm dan 0.37 ppm. Optode dapat mendeteksi larutan Pb2+ dengan konsentrasi terkecil yaitu 0.11 ppm, namun konsentrasi terkecil yang dapat dinyatakan dengan kuantitasi yaitu 0.37 ppm. Perhitungan limit deteksi dan kuantitasi dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil limit deteksi yang diperoleh sama dengan penelitian yang telah dilakukan Tavallalid dan Dorostghoal (2014). Limit deteksi yang diperoleh oleh Tavallalid dan Dorostghoal sebesar 0.15 ppm. Namun limit deteksi yang diperoleh lebih besar daripada penelitian yang dilakukan oleh Zargoosh dan Babadi (2015), yaitu 0.0008 ppm. Perbandingan optode yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perbandingan kinerja optode menggunakan ditizon sebagai reagen pengenal Rentang Kerja Limit Deteksi Membran Sumber (ppm) (ppm) Triasetilselulosa Tavallalid dan 0.5 – 5.5 0.15 Dorostghoal (2014) Agarosa Zargoosh dan 0.002 – 0.49 0.0008 Babadi (2015) Kitosan-silika 0.2 - 1.1 0.11 Penelitian ini Akurasi sebuah metode sangat diperlukan dalam sensor termasuk pembuatan optode dan merupakan salah satu uji validasi. Nilai akurasi merupakan persen nilai perbandingan dari konsentrasi yang diperoleh dari pengukuran dengan konsentrasi yang sebenarnya (Purwanto et al. 2007). Nilai akurasi yang baik terdapat pada rentang 80 – 110 % (untuk konsentrasi dalam ppm) (Harmita 2004). Analisis dilakukan dengan menghitung persen perolehan kembali (%PK). Nilai %PK yang diperoleh dari konsentrasi 0.2 – 1.1 ppm masuk dalam rentang nilai akurasi yang baik yaitu berkisar 91.24 -109.50% (Lampiran 6). Ketelitian suatu optode juga diperlukan dalam penentuan kadar suatu analit. Ketelitian optode yang diperoleh merupakan nilai keterulangan yang dilihat dari persen standar deviasi relatif (%RSD). Keterulangan merupakan keseksamaan hasil yang diperoleh jika dilakukan pengukuran secara berulang ((Harmita 2004). Syarat penerimaan %RSD sesuai standar AOAC (2002) adalah sebagai berikut:
22
sangat teliti: %RSD <1, teliti: %RSD 1- 2, sedang: %RSD 2-5, dan tidak teliti: %RSD >5. Analisis dilakukan dengan mendeteksi ion Pb2+ dalam larutan dengan konsentrasi uji 0.35 ppm, 0.55 ppm dan 5.00 ppm. %RSD yang diperoleh secara berturut-turut yaitu 1.35; 1.61; dan 1.34 sehingga optode yang telah dibuat memiliki nilai yang teliti dan dapat digunakan sebagai pendeteksi ion logam Pb2+ dalam larutan. Perhitungan %RSD dapat dilihat pada Lampiran 7.
Selektivitas dan Stabilitas Optode Pengukuran selektivitas optode dilakukan dengan penambahan ion logam lain kedalam larutan uji. Ion logam yang digunakan yaitu Fe3+, Zn2+, dan Cd2+. Konsentrasi dari ion logam Pb terhadap ketiga logam tersebut divariasi dengan tiga perbandingan konsentrasi (dalam ppm) yaitu Pb2+ : Fe3+ : Zn2+ : Cd2+ sebesar 2:0:0:0; 2:2:2:2; dan 2:4:4:4 dengan kondisi pH 5 pada larutan campuran.. Optode diukur pada panjang gelombang maksimum 488 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 8. Terjadi penurunan nilai absorbansi optode dalam mendeteksi logam Pb2+ dengan adanya kehadiran ketiga ion logam tersebut di dalam larutan. Pada perbandingan konsentrasi 2:0:0:0, nilai absorbansi optode sebesar 0.968, sedangkan pada perbandingan 2:2:2:2; dan 2:4:4:4 menjadi 0.836 dan 0.145. Penurunan absorbansi yang diperoleh pada deteksi logam Pb2+ (Gambar 17) disebabkan adanya interferensi dari ketiga logam yang terdapat dalam larutan campuran sehingga terjadi kompetisi pembentukan kompleks dengan ditizon yang terdapat pada optode.
Absorbansi
2+
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 -0.2 300
3+
2+
2+
(Pb : Fe : Zn : Cd ) 2 ppm : 0 ppm : 0 ppm : 0 ppm 2 ppm : 2 ppm : 2 ppm : 2 ppm 2 ppm : 4 ppm : 4 ppm : 4 ppm
400
500
600
700
Panjang gelombang (nm)
Gambar 17 Spektrum absorbansi optode pada ion logam Pb2+ dengan adanya ion penggangu Fe3+, Zn2+, dan Cd2+ dalam larutan. Larutan campuran sebelum dan sesudah pencelupan optode diuji menggunakan SSA untuk mengetahui ion logam yang paling berpengaruh dalam menurunkan nilai absorbansi optode terhadap logam Pb2+. Ion-ion logam yang paling banyak tejerap pada optode akan menyisakan konsentrasi terkecil pada larutan setelah pencelupan optode. Hasil uji SSA (Lampiran 9) menunjukkan bahwa ion logam Fe3+ mengalami penurunan konsentrasi yang lebih besar dibandingkan dengan ion logam lain yaitu 70% pada larutan campuran dengan
23
perbandingan (2:2:2:2) dan 28.95% pada perbandingan (2:4:4:4) dari konsentrasi awal sebelum dikontakkan dengan optode. Pada ion logam Pb2+ hanya mengalami penurunan sekitar 60% (2:2:2:2) dan 18.42% (2:4:4:4). Hal ini menunjukkan lebih banyaknya ion logam Fe3+ yang terjerap pada membran kitosan-silika daripada ion logam Pb2+, sehingga optode menjadi kurang selektif terhadap ion Pb2+. Stabilitas optode ditentukan dengan membandingkan nilai absorbansi pada setiap waktu dengan nilai absorbansi pada pengukuran awal. Hasil menunjukkan kemampuan optode yang telah disimpan selama 12 minggu masih memiliki aktivitas deteksi ion logam Pb2+ sebesar 85% dari pengukuran awal (Lampiran 10). Hal ini menunjukkan bahwa optode yag disimpan selama 12 minggu masih dapat digunakan untuk mendeteksi logam Pb2+. Penyimpanan optode dapat mempengaruhi aktivitas dari optode. Optode yang disimpan pada suhu ruang mengalami perubahan warna sehingga tidak dapat mendeteksi ion logam Pb2+. Ditizon yang terimobilisasi pada membran kitosansilika tidak stabil sehingga warna membran pudar. Sedangkan optode yang disimpan pada lemari pendingin, memiliki warna yang stabil dan ditizon masih terimobilsasi pada membran.
Absorbansi
0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Waktu (minggu)
Gambar 18 Spektrum absorbansi optode pada minggu ke-0 hingga minggu ke-12 Ditizon mudah terurai apabila terpapar cahaya kuat, panas, dan oksidan sehingga perlu penyimpanan khusus. Zargosh dan Babadi (2015) menyimpan optode pada suhu 4°C dan direndam pada etanol 20%, optode tersebut memilki kestabilan hingga 3 bulan. Tavallalid dan Dorostghoal (2014) menyimpan optode yang dibuat didalam air untuk mencegah optode menjadi kering. Optode tersebut masih stabil selama 6 minggu .
24
5
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Sensor optik (optode) untuk penentuan timbal (II) dapat dibuat dengan membran kitosan-silika yang diimobilisasi ditizon. Optode memiliki akurasi yang baik dengan rerata perolehan kembali sebesar 100.96% dan presisi yang teliti dengan rerata standar deviasi relatif 1.43% serta waktu respon selama 3 menit. Linieritas berada pada rentang konsentrasi 0.2 – 1.1 ppm dengan nilai r2 = 0.9921. Limit deteksi dan limit kuantitasi diperoleh sebesar 0.11 dan 0.37 ppm. Optode yang diperoleh cukup sensitif dengan nilai absorptivitas molar sebesar 1.298 x 106 ± 0.428 x 106 M-1 cm-1. Selektivitas optode terhadap ion logam Pb2+ tetap baik dengan kehadiran ion logam Zn2+ dan Cd2+, namun kurang baik karena adanya ion logam Fe3+ dalam larutan. Optode juga cukup stabil dengan penyimpanan selama 12 minggu. Saran Sensor yang dihasilkan belum menghasilkan kinerja yang cukup baik sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan zat pengenal lain untuk logam Pb2+ selain ditizon seperti turunan triazolo-thiadiazin atau gallocynin. Selain itu perlu mencoba mengkompositkan membran kitosan dengan material lain atau menggunakan jenis silika selain TEOS seperti silika titania atau polyetoksisilosan (PEOS).
25
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2002. AOAC International Methods Committee Guidelines for Validation of Qualitative and Quantitative Food Microbiological Official Methods of Analysis. J AOAC Int. 85:5. [BSN] Badan Standar Nasional. 2006. SNI 01-3553-2006: Air minum dalam kemasan, Jakarta (ID). [Menkes] Mentri Kesehatan. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010: Persyaratan kualitas air minum. Jakarta (ID) Aksuner N. 2011. Development of a new fluorescent sensor based on a triazolothiadiazin derivative immobilized in polyvinyl chloride membrane for sensitive detection of lead(II) ions. Sensors and Actuators B: Chemical. 157: 162-168. doi : 10.1016/j.snb.2011.03.044 Aldinomera R, Destiarti L, Ardiningsih P. 2014. Penentuan kadar timbal (II) pada air sungai kapuas secara spektrofotometri ultra violet-visible. Jurnal Kimia Khatulistiwa. 3(1): 1-6 Al-Sagher F, and Muslim S. 2010. Thermal and mechanical properties of chitosan/SiO2 hybrid composites. Journal of Nanomaterials. 2010: 1-7. doi:10.1155/2010/490679 Alomary AA, Belhadj S. 2007. Determination of heavy metals (Cd, Cr, Cu, Fe, Ni,Pb, Zn) by ICP-OES and their speciation in algerian mediterranean sea sediments after a five-stage sequential extraction procedure. Environmental Monitoring and Assessment 135(1-3): 265–280. doi: 10.1007/s10661-0079648-8 Cestari AR, Viera EFS, Simoni JDA, Airoldi C. 2000. Thermochemical investigation on the adsorption of some divalent cations on modified silicas obtained from sol-gel process. Thermochemica Acta. 348: 25-31. doi: 10.1016/S0040-6031(99)00380-9 Christopher SJ, Thompson RQ. 2013. Determination of trace level cadmium in SRM 3280 multivitamin/multielement tablets via isotope dilution inductively coupled plasma mass spectrometry. Talanta. 116: 18–25. doi: 10.1016/j.talanta.2013.04.068 Costa ACS, Lopes L, Korn MDGA, Portela JG. 2002. Separation and preconcentration of admium, copper, lead, nickel by solid-liquid extraction of their cocrystallized naphthalene ditizon chelate is saline matrices. Journal of Brazilian Chemical Society. 13(5):674-678. doi: 10.1590/S010350532002000500022 Deepa N, Ganesh AB. 2014. Sol-gel based portable optical sensor for simultaneous and minimal invasive measurement of pH and dissolved oxygen. Measurement. doi:10.1016/j.measurement.2014.09.072 Guell R, Fontas C, Salvado V, Antico E. 2007. Development of a selective optical sensor for Cr(VI) monitoring in polluted waters. Analytica Chimica Acta 594: 162 – 168. Gusnita D. 2012. Pencemaran logam berat timbal (Pb) di udara dan upaya penghapusan bensin bertimbal. Berita Dirgantara. 13(3): 95-101. ISSN : 14118920
26
Harmita. 2004. Petunjuk pelaksanaan validasi metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1:117-135. Harris DC. 2010. Quantitative Chemical Analysis 8th ed. New York: W.H. Fewwman and Company Irving HMNH, Iwantsceff G. 1980. The analytical applications of ditizone, Analytical Chemistry. 8(4):321-366. doi: 10.1080/10408348008542714 Jeffery GH, Bassett J, Mendham J, Denney RC. 1989. Vogel’s Textbook of Quantitative Chemical Analysis 5th ed. New York: John Wiley & Sons Inc. Jerónimo PCA, Araújo AN, Montenegro MCBSM. 2007. Optical sensor and biosensor based on sol-gel films. Talanta. 72: 13-27. doi: 10.1016/j.talanta.2006.09.029 Kalyan Y, Pandey AK, Naide GRK, Reddy AVR. 2009. Membrane optode for uranium(IV) ions preconcentration and quantification based on a synergistic combination of 4-(2-thiazolylazo)-resorcinol with 8-hydroxyquinaldine. Spechtrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy. 74():1235-1241. doi: 10.106/jsaa.2009.09.045 Karnib M, Kabbani A, Holail H, Olama Z. 2014. Heavy metals removal using activated carbon, silica and silica activated carbon composite. Energy Procedia. 50():113-120. doi: 10.1016/j.egypro.2014.06.014 Kusumaningsih T, Masykur A, Arief U. 2004. Pembuatan Kitosan dari Kitin Cangkang Bekicot (Achatina fulica). Biofarmasi. 2(2): 64-68. Lang L, Chiu K, Lang Q. 2008. Spectrometric determination of lead in agricultural, food, dietary supplement, and pharmaceutical samples. Pharmaceutical Technology 32:74-83 Lee EJ, Shin DK, Kim HE, Kim HW, Koh YH, Jang JH. 2009. Membrane of hybrid chitosan-silica xerogel for guided bone regeneration. Biomaterials. 30():743-750. doi: 10.1016/j.biomaterials.2008.10.025 MacFarlane, G.R. 2002. Leaf biochemical parameters in Avicennia marina (Forsk.) Vierh as potential biomarkers of heavy metal stress in estuarine ecosystems. Marine Pollution Bulletin, 44(3): 244–256. doi: 10.1016/S0025326X(01)00255-7 Moyo M, Okonkow JO, Agyei NM. 2014. An amperometric biosensor based on horseradish peroxidase immobilized onto maize tassel-multi-walled carbon nanotubes modified glassy carbon electrode for determination of heavy metal ions in aqueous solution. Enzyme and Microbial Technology. 56: 28-34. doi: 10.1016/j.enzmictec.2013.12.014 Mulder M. 2000. Basic Principles of Membrane Technology 2nd ed. Netherland: Kluwer Academic Publisher Nugroho ACS, Nurhayati ND, Utami B. 2011. Sintesis dan karakterisasi membran kitosan untuk aplikasi sensor deteksi logam berat. Molekul. 6(2): 123 – 136 Parven N, Rohan Y. 2011 Spectrophotometric determination of some environmental sampels. Journal of Environmental Research And Development. 6:57-62 Purwanto A, Supriyanto C, Samin P. 2007. Validasi pengujian Cr, Cu dan Pb dengan metode spektrometri serapan atom. Prosiding PPI - PDIPTN 2007. ISSN 0216 – 3128
27
OceanOpticsInc. 2013. Spectrasuite Spectrometer Operating Software : Installation and Operation Manual. USA: Halma Group Company Rajesh N, Manikandan S. 2008. Spectrophotometric determination of lead after preconcentration of its diphenylthiocarbazone complex on an Amberlite XAD-1180 column. Spectrochim Acta A 70:754-757 Rashidova SSh, Shakarova DSh, Ruzimuradov ON, Satubaldieva DT, Zalyalieva SV, Shpigun OA, Varlamov VP, Kabulov BD. 2004. Bionanocompositional chitosan-silica sorbent for liquid chromatography. Journal Of Chromatography B 800:49-53. doi:10.1016/j.jchromb.2003.10.015 Repo E, Warchol JK, Bhatnagar A, Sillanpaa M. 2011. Heavy metals adsorptoin by novel EDTA-modified chitosan-silica hybrid materials. Journal of Colloid and Interface science. 358():261-267. doi: 10.1016/j.jcis.2011.02.059 Taba P, Natsir H, Fauziah St, Ismail M. 2010. Adsorpsi ion Cd(II) oleh kitosansilika mesopori MCM-48. Marina Chimica Acta. 11(1): 13-22 Tan X, Li M, Cai P, Luo L, Zou X. 2005. An amperometric cholesterol biosensor based on multiwalled carbon nanotubes and organically modified solgel/chitosan hybrid composite film. Analytical Biochemistry. 337(1): 111-120. doi : 10.1016/j.ab.2004.10.040 Tavallali H, Dorostghoal L. 2014. Design and evaluation of a lead (II) optical sensor based on immobilization of ditizone on triacetylcellulose membrane. International Journal of ChemTech Research. 6 : 3179 -3186 Samadi-Maybodi A, Rezaei V. 2014. A new sol–gel optical sensor with nonporous structure for determination of trace zinc. Sensorsand Actuators B: Chemical. 199: 418-423. doi: 10.1016/j.snb.2014.03.037 Sani RR. 2013. Pemulihan lahan terkontaminasi limbah B3 dengan cara encapsulation in situ. [Internet] Jakarta (ID): Kementrian Lingkungan Hidup [diunduh 2016 Mar 20]. Tersedia pada: http://www.menlh.go.id/pemulihanlahan-terkontaminasi-limbah-b3-dengan-cara-encapsulation-in-situ/ Scindia YM, Pandey AK, Reddy AVR, Manohar SB. 2004. Chemically selective membrane optode for Cr(VI determination in aqueous samples. Analytica Chimica Acta. 515():311-321. doi:10.1016/j.aca.2004.03.074 Solanki PR, Kaushik A, Ansari AA, Malhotra TBD. 2009. Multi-walled carbon nanotubes/sol-gel-derived silica/chitosan nanobiocomposite for total cholestrol sensor. Sensor and Actuators B: Chemical. 137():727-735. doi: 10.1016/j.snb.2008.12.044 Spichiger-keller UE. 1998. Chemical Sensors and Biosensors for Medical and Biological Application. Germany: WILEY-VCH Woźnica E, Wójcik MM, Wojciechowski M, Mieczkowski J, Bulska E, Maksymiuk K, and Michalska A. 2010. Ditizone modified gold nanoparticles films for potentiometric sensing. Analytical Chemistry. 84: 4437-4442. doi: 10.1021/ac300155f Yari A, Abdoli HA. 2010. Sol–gel derived highly selective optical sensor for sensitive determination of the mercury (II) ion in solution. Journal of Hazardous Materials. 178: 713-717. doi: 10.1016/j.jhazmat.2010.01.146 Yunianti S, Maharani DK. 2012. Pemanfaatan membran kitosan-silika untuk menurunkan kadar ion logam Pb(II) dalam larutan. Journal of Chemistry. 1(1): 108-115
28
Yusof NA, Ahmad M. 2002. A flow cell optosensor for lead based on immobilized gallocynin in chitosan membrane. Talanta. 58(3): 459 – 466. doi : 10.1016/S0039-9140(02)00308-9 Van Staden JF, Taljaard RE. 2007. Determination of lead(II), copper(II), zinc(II), cobalt(II), cadmium(II), iron(III), mercury(II) using sequential injection extractions. Talanta. 64 : 1203-1212. doi : 10.1016/j.talanta.2004.06.020 Zargoosh K, Babadi FF. 2015. Highly selective and sensitive optical sensor for determination of Pb2+ and Hg2+ ions based on the covalent immobilization of ditizone on agarose membrane. Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy. 137 : 105-110. doi : doi.org/10.1016/j.saa.2014.08.043 Zhuang J, Zhang L, Lu W, Shen D, Zhu R, Pan D. 2011. Determination of trace copper in water samples by anodic stripping voltammetry at gold microelectrode. International Journal of Electrochemical Science. 6(10): 4690–4699
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian Sol Silika
Larutan Kitosan
Larutan Kitosan-Silika
Diaduk selama 2 jam
Pencetakan membran pada plat kaca Didiamkan hingga kering (terbentuk membran) Direndam NaOH 1% Dibilas dengan air hingga netral Imobilisasi ditizon Optode
Uji SEM
Rentang Konsentrasi Pb(II) yang dapat dideteksi
Uji Lama Penyimpanan (12 Minggu)
Uji UV-Vis
Uji Presisi Uji Linearitas Uji Akurasi Uji Selektivitas ( UV-Vis dan SSA )
pH Optimum Waktu Respon
Limit Deteksi Limit Kunatisasi
31
Lampiran 2
Nilai absorbansi optode pada pH 3.14 – 9.30
Ulangan pH Absorbansi 1 0.694 2 3.14 0.696 3 0.695 Rerata absorbansi terkoreksi 1 0.760 2 4.30 0.763 3 0.764 Rerata absorbansi terkoreksi 1 1.033 2 5.20 1.031 3 1.029 Rerata absorbansi terkoreksi 1 0.934 2 6.12 0.936 3 0.935 Rerata absorbansi terkoreksi 1 0.893 2 7.30 0.891 3 0.897 Rerata absorbansi terkoreksi 1 0.908 2 8.03 0.908 3 0.907 Rerata absorbansi terkoreksi 1 0.684 2 9.30 0.678 3 0.685 Rerata absorbansi terkoreksi
Faktor Koreksi 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606 0.606
Absorbansi terkoreksi 0.088 0.090 0.089 0.089 0.154 0.157 0.158 0.156 0.427 0.425 0.423 0.425 0.328 0.330 0.329 0.329 0.287 0.285 0.291 0.287 0.302 0.302 0.301 0.301 0.078 0.072 0.079 0.076
32
Lampiran 3 Nilai absorbansi optode dengan larutan Pb2+ dengan waktu kontak 1 hingga 6 menit Waktu Absorbansi Ulangan Absorbansi Faktor Koreksi (menit) terkoreksi 1 1.474 0.606 0.868 2 1 1.475 0.606 0.869 3 1.473 0.606 0.867 Rerata absorbansi terkoreksi 0.868 1 1.549 0.606 0.943 2 2 1.552 0.606 0.946 3 1.553 0.606 0.947 Rerata absorbansi terkoreksi 0.945 1 1.585 0.606 0.979 2 3 1.584 0.606 0.978 3 1.583 0.606 0.977 Rerata absorbansi terkoreksi 0.978 1 1.575 0.606 0.969 2 4 1.572 0.606 0.966 3 1.575 0.606 0.969 Rerata absorbansi terkoreksi 0.968 1 1.588 0.606 0.982 2 5 1.585 0.606 0.979 3 1.586 0.606 0.98 Rerata absorbansi terkoreksi 0.980 1 1.581 0.606 0.975 2 6 1.584 0.606 0.978 3 1.581 0.606 0.975 Rerata absorbansi terkoreksi 0.976
33
Lampiran 4 Nilai absorbansi optode yang telah dikontakkan dengan larutan Pb2+ serta perhitungan Limit Deteksi dan Limit Kuantitasi rentang konsentrasi 0.2 – 1.1 ppm Ulangan
Konsentrasi Pb2+ (ppm)
0.623 0.625 0.624
Faktor Koreksi 0.606 0.606 0.606
0.648 0.649 0.646
0.606 0.606 0.606
0.696 0.698 0.7
0.606 0.606 0.606
0.772 0.772 0.773
0.606 0.606 0.606
0.827 0.826 0.828
0.606 0.606 0.606
Absorbansi
1 2 0.2 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.35 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.55 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.8 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 1.1 3 Rerata absorbansi terkoreksi
Absorbansi terkoreksi 0.017 0.019 0.018 0.018 0.042 0.043 0.040 0.041 0.090 0.092 0.094 0.092 0.166 0.166 0.167 0.166 0.221 0.220 0.222 0.221
Persamaan Regresi Linier : y = 0.2357x - 0.0336 r² = 0.9921 x 0.2 0.35 0.55 0.8 1.1
y yi (yi-y) 0.018 0.01354 -0.00446 0.042 0.048895 0.006895 0.092 0.096035 0.004035 0.166 0.15496 -0.01104 0.221 0.22567 0.00467 0.0001 Jumlah
Standar Deviasi = √
∑
=√
(yi-y)2 1.99 x 10-5 4.75 x 10-5 1.63 x 10-5 0.000122 2.18 x 10-5 0.000227404
= 0.008706
Ket = Standar deviasi merupakan standar deviasi residual. Variasi variabel respon (y), didapat dari data-data yang dekat dengan garis regresi (Harmita 2004)
34
Limit Deteksi
=
Limit Kuantitasi =
3x s 10 x s
=
3 x 0 008706
=
0 2357
= 0.11 ppm
10 x 0 008706 0 2357
Keterangan : SD = standar deviasi s = rerata kemiringan kurva standar
= 0.4 ppm
35
Lanjutan Lampiran 4 Nilai absorbansi optode yang telah dikontakkan dengan larutan Pb2+ rentang konsentrasi 0.01 – 2.8 ppm Ulangan
Konsentrasi Pb2+ (ppm)
1 2 0.01 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.05 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.1 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.2 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.35 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.55 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 0.8 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 1.1 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 1.45 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 1.8 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 2.3 3 Rerata absorbansi terkoreksi 1 2 2.8 3 Rerata absorbansi terkoreksi
0.672 0.675 0.678
Faktor Koreksi 0.606 0.606 0.606
0.655 0.66 0.659
0.606 0.606 0.606
0.625 0.628 0.629
0.606 0.606 0.606
0.623 0.625 0.624
0.606 0.606 0.606
0.648 0.649 0.646
0.606 0.606 0.606
0.696 0.698 0.7
0.606 0.606 0.606
0.772 0.772 0.773
0.606 0.606 0.606
0.827 0.826 0.828
0.606 0.606 0.606
0.822 0.827 0.826
0.606 0.606 0.606
0.994 0.991 0.989
0.606 0.606 0.606
1.052 1.056 1.054
0.606 0.606 0.606
1.099 1.106 1.104
0.606 0.606 0.606
Absorbansi
Absorbansi terkoreksi 0.066 0.069 0.072 0.069 0.049 0.054 0.053 0.052 0.019 0.022 0.023 0.021 0.017 0.019 0.018 0.018 0.042 0.043 0.040 0.041 0.090 0.092 0.094 0.092 0.166 0.166 0.167 0.166 0.221 0.220 0.222 0.221 0.216 0.221 0.220 0.219 0.388 0.385 0.383 0.385 0.446 0.450 0.448 0.448 0.493 0.500 0.498 0.497
36
Lanjutan Lampiran 4 Kurva linieritas optode dengan rentang konsentrasi larutan Pb2+ sebesar 0.01 – 2.8 ppm 0.6
Absorbansi
0.5 0.4 0.3 y = 0.1781x + 0.0143 R² = 0.9631
0.2 0.1 0 0
0.5
1
1.5 Konsentrasi (ppm)
2
2.5
3
37
Lampiran 5 Perhitungan absorptivitas spesifik dan absorptivitas molar Hukum Lambert-Beer A=a.b.c A = Absorbansi a = absorptivitas (ppm-1 mm-1) b = tebal optode = 0.25 mm c = kosentrasi larutan Pb2+ (ppm) Absorptivitas spesifik juga sering digunakan sebagai ganti absorptivitas. Apabila, konsentrasi yang diketahui dalam bentuk molar, maka absorptivitas yang digunakan adalah adsorptivitas molar (ɛ), dengan persamaan : A=ɛ.b.c A = Absorbansi ɛ = absorptivitas molar (M-1. cm-1) b = tebal optode = 0.025 cm c = kosentrasi larutan Pb2+ (Molar) Konsentrasi Pb2+ (ppm) 0.20 0.35 0.55 0.80 1.10
absorbansi 0.018 0.041 0.092 0.166 0.221
Penentuan absroptivitas spesifik A
ɛ= b.c contoh perhitungan untuk ɛ pada konsentrasi 1.10 ppm ɛ=
0.018 0.25 mm
0.20 ppm
= 0.360 ppm-1 mm-1
Sehingga diperoleh data sebagai berikut : Konsentrasi Pb2+ (ppm) absorbansi 0.20 0.018 0.35 0.041 0.55 0.092 0.80 0.166 1.10 0.221 Rata-rata
Absorptivitas spesifik (ppm-1 mm-1) 0.360 0.469 0.669 0.830 0.804 0.626
Absorptivitas spesifik = 0.626 ± 0.206 ppm-1 mm-1
38
Lanjutan Lampiran 5 Perhitungan absorptivitas spesifik dan absorptivitas molar Konversi satuan ppm ke molar 0.20 ppm = 0.2 mg/L = 0.0002 g/L mol =
gr b2 Mr b2
=
0.0002 g 207.19 g/
= 0.9653 x 10-6
Molar Pb2+ = mol/L = 0.965 x 10-6 mol / 1 L = 0.965 x 10-6 M Sehingga diperoleh data Konsentrasi Pb2+ (ppm) 0.20 0.35 0.55 0.80 1.10
Konsenrasi Pb2+ (Molar) 0.965 x 10-6 1.689 x 10-6 2.654 x 10-6 3.861 x 10-6 5.309 x 10-6
Absorbansi 0.018 0.041 0.092 0.166 0.221
Penentuan absroptivitas ɛ=
A b.c
contoh perhitungan untuk ɛ pada konsentrasi 0.965 x 10-6 M dan tebal optode 0.025 cm ɛ=
-
= 0.746 x 106 cm-1 M-1
Sehingga diperoleh data sebagai berikut : Konsentrasi Pb2+ (M) absorbansi Absorptivitas molar (M-1cm-1) -6 0.965 x 10 0.018 0.746 x 106 -6 0.041 1.689 x 10 0.971 x 106 0.092 2.654 x 10-6 1.387 x 106 0.166 3.861 x 10-6 1.720 x 106 0.221 5.309 x 10-6 1.665 x 106 Rata-rata 1.298 x 106 Absorptivitas Molar = (1.298 ± 0.428) x 10-6 M-1 cm-1
39
Lampiran 6 Perhitungan akurasi optode berdasarkan % perolehan kembali (%PK) Ulangan
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Standar Teoritis (ppm)
0.2
0.35
0.55
0.8
1.1
Absorbansi
Konsentrasi yang terukur (ppm)
Perolehan Kembali (%)
0.017 0.019 0.018 0.042 0.043 0.04 0.09 0.092 0.094 0.166 0.166 0.167 0.221 0.22 0.222
0.215 0.223 0.219 0.321 0.325 0.312 0.524 0.533 0.541 0.847 0.847 0.851 1.080 1.076 1.084
107.50 111.50 109.50 91.71 92.86 89.14 95.27 96.91 98.36 105.88 105.88 106.38 98.18 97.82 98.55
Rerata PK (%) ± SD
109.50 ± 2.00
91.24 ± 1.91
96.85 ± 1.55
106.04 ± 0.29
98.18 ± 0.37
Contoh Perhitungan % Perolehan Kembali Persamaan Regresi Linier : y = 0.2357x - 0.0336 Konsentrasi hasil pengukuran (0.2-1) : 0.017 = 0.2357x - 0.0336 x = 0.215 ppm % Perolehan Kembali =
a-b
x 100%
0 215-0
= x 100% 02 = 107. 5 % Keterangan : a = Konsentrasi sampel + Konsentrasi sampel hasil pengukuran b = Konsentrasi sampel = 0 c = Konsentrasi standar teoritis
40
Lampiran 7 Perhitungan presisi optode berdasarkan nilai % strandar deviasi relatif (%RSD) Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi 0.042 0.043 0.043 0.093 0.096 0.095 0.981 0.969 0.955
0.35
0.55
5.00
Rerata Absorbansi
Standar Deviasi
RSD (%)
0.043
0.00057735
1.35
0.095
0.001527525
1.61
0.968
0.013012814
1.34
Contoh Perhitungan % Standar Deviasi Relatif (RSD) % RSD (0.35 ppm)
=
=
x 100%
0 043
= 1.35 % Keterangan : RSD = standar deviasi relatif SD = standar deviasi x = rerata absorbansi
x 100%
41
Lampiran 8 Data absorbansi optode pada ion logam Pb2+ dengan adanya ion pengganggu Fe3+, Zn2+ dan Cd2+ dalam larutan. Perbandingan konsentrasi (Pb2+ : Fe3+ : Zn2+ : Cd2+)
Absorbansi 0.967 0.965 0.969 0.836 0.832 0.839 0.416 0.410 0.419
2:0:0:0
2:2:2:2
2:4:4:4
Rerata
0.968
0.836
0.145
Lampiran 9 Konsentrasi masing-masing logam pada larutan campuran sebelum dan sesudah optode direndam. Perbandingan (Pb , Cd2+, Zn2+, Fe3+) 2+
Konsentrasi sebelum perendaman 1.16 0.06 2.11 0.56 0.38 0.05 2.00 0.38
Ion Logam Pb2+ Cd2+ Zn2+ Fe3+ Pb2+ Cd2+ Zn2+ Fe3+
2:2:2:2
2:4:4:4
Konsentrasi sesudah perendaman 0.46 0.05 2.04 0.16 0.31 0.05 1.94 0.27
Contoh perhitungan % penurunan konsentrasi ion logam % penurunan = x 100%
=
1.16
x 100%
= 60.34 % Keterangan : a = Konsentrasi sebelum perendaman b = Konsentrasi sesudah perendaman
Penurunan (%) 60.34 16.67 3.32 71.43 18.42 0 3 28.95
42
Lampiran 10 Data kestabilan absorbansi optode selama 12 minggu Minggu ke-
Absorbansi
Stabilitas (%)
0 1 2 3 4 5 8 10 11 12
0.092 0.090 0.093 0.089 0.085 0.082 0.084 0.081 0.075 0.078
100 97.83 98.91 96.74 92.39 89.13 91.3 88.04 81.52 85.45
43
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 16 Mei 1989 dari pasangan Bapak Muhammad Yusuf Achmad dan Ibu Siti Paisah. Penulis merupakan anak kedua, mempunyai satu orang kakak bernama Yuspa Nur Indah dan satu orang adik bernama Yusliana Nur. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mulawarman Samarinda, lulus pada tahun 2010. Pada Tahun 2013 penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti program S-2, penulis menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Pascasarjana Kimia (IMAPASKA) IPB.