SENGKETA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANGERANG 2013: Masalah dan Penyelesaian
Skripsi Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana sosial (S. Sos) Oleh: Sopian Hadi Permana 1110112000012
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M
ABSTRAK Skripsi ini membahas mengenai sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang melatar belakangi KPUD Kota Tangerang tidak meloloskan pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto, bagaimana peran Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa tersebut, dan Bagaimana proses penyelesaiannya. Kerangka teoritis dan konseptual yang digunakan dalam skripsi adalah konsep dan regulasi Pemilihan Kepala Daerah, sengketa Pemilihan Kepala Daerah, dan teori dilema dan pilihan rasional politisi. Dalam penelitian skripsi ini menggunakan metodologi kualitatif. Penelitian dilakukan di wilayah Kota Tangerang selatan secara bertahap sejak bulan Maret sampai Desember 2014. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara dan studi dokumentasi. Berdasarkan studi lapangan dalam bentuk wawancara dan studi dokumentasi seperti dokumen KPUD, artikel, berita, dan foto-foto peneliti menemukan bahwa Pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos sebagai pasangan calon pada Pilwalkot karena Sachrudin tidak melampirkan surat pengunduran diri sebagai Camat Pinang yang disetujui oleh atasannya yaitu Wahidin Halim.Sedangkan pasangan AMK-Gatot dinyatakan tidak lolos karena jumlah partai pengusungnya kurang setelah partai Hanura melakukan perpindahan dukungan kepada pasangan HMZ-Iskandar. Keputusan KPUD tersebut adalah penyebab terjadinya sengketa pada Pilwalkot Tangerang 2013, hal tersebut karena KPUD telah salah menafsirkan regulasi sehingga keputusan yang dikeluarkan tidak memiliki kekuatan hukum dan keputusan tersebut sarat akan kepentingan. Peran WH sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa yang terjadi cukup besar, karena dengan WH tidak memberikan izin kepada Sachrudin telah menyebabkan pasangan Arief-Sachrudin tidak lolos. Hal tersebut dilakukan WH untuk memuluskan pencalonan adiknya yaitu Abdul Syukur. Proses penyelesaian sengketa yang terjadi dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dimana kedua pasangan calon yang dinyatakan tidak lolos kemudian melapor ke DKPP terkait keputusan tersebut dan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh KPUD Kota Tangerang. DKPP dalam putusannya memberhentikan sementara KPUD Kota Tangerang karena terbukti melanggar kode etik, menginstruksikan KPUD Banten mengambil alih tugas KPUD Kota Tangerang dan mengembalikan hak konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan AMK Gatot sebagai kandidat Pilwalkot Tangerang 2013.
v
KATA PENGANTAR Segala puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, nikmat sehat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skiripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Rasullullah Muhammad SAW, yang telah berjasa besar membentuk peradaban Islam dan dunia, pembawa jalan kebenaran hingga akhir zaman. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) di FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Syukur alhamdulillah dengan keyakinan dan usaha serta atas segala petunjuk dan kemudahan yang diberikan Allah SWT kepada penulis akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan. Dalam proses penyelesaian Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, peranan, dan bantuan serta doa dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan ungkapan terima kasih kepada : 1. Kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr, Bahtiar Effendy, M.A. 2. Kepada Ketua Program Studi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Ali Munhanif, Ph.D., 3. Kepada Sekretaris Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah yang sekaligus menjadi Dosen pembimbing skripsi, Bapak M. Zaki Mubarak, M. Si,. Terima kasih telah meluangkan waktu, membimbing, memberi nasehat, masukan dan motivasi tanpa henti sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. 4. Seluruh Dosen dan staf pengajar pada Program Studi Ilmu Politik di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terimakasih atas pengorbanan waktu dan ilmu yang diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT mencatat semuanya sebagai amal ibadah yang tidak akan terputus hingga akhir zaman. 5. Kepada Bapakku Abdul Jalal M dan Ibuku Rodiah yang tidak hentihentinya memberikan cinta dan kasih sayang serta doa dan semangat vi
kepadaku. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan perlindungan, kesehatan dan umur panjang kepada mereka. 6. Kepada Kakaku Nurjanah, Abangku Ade Wahyu Hidayat dan adikku Noeroel Hikmah yang selalu memberikan support dan semangat. 7. Kawan-kawan seperjuangan Ilmu Politik angkatan 2010, ade mulyawan, Ramdhani,
Astlusani, Imam Utomo, Ichwan, Abdurahman Abudan,
Angga, Aris Setiyawan, Maulana, Masrizal, Novian Dwi Cahyo, Sandi Lasmana, Yosep Saepullah. Terimakasih semangat dan motivasinya. 8. Kawan-kawan seperjuangan dan sahabat-sahabatku tercinta, Faisal Husen, Fadil Arrosyad, Hari Dona Finanda, Aisyah, Adis Puji Astuti, M. Indra Giri, Erwin Saputra, Fathi Andini, Ferdian Ramadhani, Miftahul Choir, Dewi Pratiwi dan Rifai Tobri. 9. Kawan seperjuangan dalam menyusun skripsi, Dinar Annisa Susanti. Akhirnya selesai juga skripsi ini mba setelah perjuangan panjang. 10. Fanny Fatwati Putri yang selalu menjadi penyemangat dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih untuk doa, semangat dan kebahagiaannya. Aku menyayangimu. 11. Kanda dan Yunda tercinta keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam. Yunda Yeni Safitri, Yunda Chitra Dea Gemala, Yunda Elva Farhi Qolbina, Kanda M. Yan Anwar, Kanda Ahmad Fanani, Kanda Kholil dll. 12. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fisip Cabang Ciputat. Irfan Zharfandy, Gerry Novandika, Alfrad Rusyd, Ahmad Fatoni, Afina, Aulia Akbar, Rizki Ahmad, Rahmat Syahputra, Dara Amalia, Atina, Hijri Prakarsa, Afdal Fitrah, Bayu Nanda Permana, Alfira, Mutiarani Zahara, Fadli Noor, Fajar Fachrian, Tadzkira, Robiyatul Adawiyah, Aldo, Hervi, Dhoni dan seluruh kader HMI Komfisip. 13. Kawan sekaligus
guru Spiritual
Kanda Satyawan Pari Kresno,
Terimakasih wan atas konsultasinya selama ini. 14. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Kota Tangerang Selatan. 15. Kelompok KKN Permata UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013.
vii
16. Kawan-kawan LEPPAMI yang menjadi teman Mendaki disaat penulis membutuhkan penyegaran. 17. Lisanul Fikri dan Sri Handayani, terimakasih selalu meluangkan waktunya untuk mendengarkan curhatan dan terimakasih sudah membantu perjuanganku. 18. Kepada Kanda Sanusi Ketua KPUD Kota Tangerang 2013-2018 yang telah membantu dan memudahkan proses pencarian data Skripsi ini 19. Bapak Sachrudin Wakil Walikota Tangerang, Bapak Safril Elain mantan Ketua KPUD Kota Tangerang, Bapak Arief Fadilah Sekjen DPC Hanura Kota Tangerang, Bapak Dasep Ketua Teamsus Pasangan Arief-Sahcrudin dan Bapak Syahrul Effendi Kasubag Tekpem KPUD Kota Tangerang yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menjadi narasumber dalam penyusunan skripsi ini 18. Seluruh pihak yang turut memberikan dukungannya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah ikut serta memberikan semangat sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa bantuan, petunjuk, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Semoga Allah SWT melimpahkan karunia serta anugrah-Nya atas segala bantuan yang telah diberikan, Amin. Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pikiran bagi para pembaca sekalian. Jakarta, 19 Desember 2014
Sopian Hadi Permana
viii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................
i
LEMBAR PERYATAAN BEBAS PLAGIARISME ....................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ............................. iv ABSTRAK .......................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vi DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi BAB I PENDAHULUAN A. Peryataan Masalah ...........................................................................
1
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 10 C. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 11 D. Metode Penelitian ............................................................................. 13 E. Sistematika Penulisan ...................................................................... 17 BAB II KERANGKA TEORITIS & KONSEPTUAL A. Pemilihan Kepala Daerah .................................................................. 19 1. Asas Pemilihan Kepala Daerah .................................................. 2. Asas dan Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah .. 3. Persyaratan Bakal Calon dan Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ................................. B. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah dan Proses Penyelesaian .........
24 24 25 29
1. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah ........................................... 29 2. Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah ..................... 33 C. Dilema Politisi dan Pilihan Rasional Politisi ................................... 42 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG & PELAKSANAAN PILWALKOT TANGERANG 2013 A. Gambaran Umum Kota Tangerang ................................................... 44 1. Kondisi Geografis ....................................................................... 45 2. Kondisi Ekonomi ........................................................................ 46 3. Kependudukan Kota Tangerang ................................................. 48
ix
B. Dinamika Sosial Politik Kota Tangerang ......................................... 48 1. Pemilu 2004 ................................................................................ 2. Pilkada 2008 ............................................................................... 3. Pemilu 2009 ................................................................................ C. Tahapan & Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 .....
49 50 54 55
1. Tahapan Persiapan ...................................................................... 55 2. Tahapan Pelaksanaan .................................................................. 56 BAB IV SENGKETA PILWALKOT TANGERANG 2013 A. Latar Belakang Sengketa Pilwalkot Tangerang 2013 ....................... 65 1. Perpindahan Dukungan Partai Hanura & Tidak Lolosnya Pasangan AMK-Gatot Sebagai Kandidat Pilwalkot 2013 .......... 2. Tidak Lolosnya Pasangan Arief-Sachrudin Sebagai Kandidat Pada Pilwalkot 2013 ................................................... 3. Netralitas dan Lemahnya Pemahaman KPUD Terhadap Regulasi ...................................................................... 4. Respon Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot .................. B. Peran Wahidin Halim dalam Sengketa
66 69 72 78
Pilwalkot Kota Tangerang 2013 ....................................................... 80 1. Usaha Wahidin Halim Menjegal Pasangan Arief-Sachrudin ..... 1 2. Posisi Dilematis dan Netralitas Wahidin Halim ......................... 84 C. Proses Penyelesain Sengketa Pilwalkot Tangerang 2013 ................ 86 1. Arief-Sachrudin Melapor ke Panwaslu dan Menggugat ke PTUN ..................................................................................... 86 2. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot Melapor ke DKPP ..................................................................................... 88 3. Sidang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang oleh DKPP .................................................................................. 90 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 94 B. Saran ................................................................................................. 98 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ xii LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL Tabel III.I. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Tangerang ................... 46 Tabel III.II. Kependudukan Kota Tangerang ....................................................... 48 Tabel III.III. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD Kota Tangerang Tahun 2004 ............................................................. 49 Tabel III.IV. Perolehan Suara Pilkada Kota Tangerang 2008 ............................. 52 Tabel III.V. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD Kota Tangerang 2009 ........................................................................ 54 Tabel III.VI. Hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilwalkot Tangerang 2013................................................................. 62 Tabel III.VII. Hasil Perolehan Suara Pilwalkot Tangerang 2013 Pasca Putusan MK ............................................................................ 64
xi
1
BAB I PENDAHULUAN A. Pernyataan Masalah Sejak gelombang reformasi bergulir, tuntutan akan terlaksananya proses demokratisasi yang lebih baik dan terlaksananya otonomi daerah terdengar disanasini. Ini menjadi euforia yang wajar, mengingat pemerintahan sebelumnya yang dipimpin oleh rezim otoritarian telah menciderai proses berdemokrasi dan sangat memonopoli Pemerintahan Daerah. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah, telah membawa angin segar bagi terlaksananya otonomi daerah dan proses demokrasi yang lebih bermutu di Indonesia. 1 Perubahan format Pemerintah Daerah setelah berlakunya undangundang tersebut telah mengakhiri pengaruh Pemerintah Pusat yang begitu dominan terhadap Pemerintah Daerah. Sejalan dengan semangat desentralisasi, pada tanggal 15 Oktober 2004 disahkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang merupakan perubahan atas UU No. 22 tahun 1999. 2 Dengan demikian, terjadi perubahan terhadap sistem pemilihan Kepala Daerah di Indonesia yang pada awalnya Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan melalui sistem perwakilan (dipilih oleh DPRD) berubah menjadi sistem pemilihan langsung (dipilih langsung oleh rakyat). Pilkada langsung sebagai implementasi 1
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 67. 2 Mohammad Fajrul Falaakh, Legislasi Daerah dan Demokrasi, 8th ed. (Jakarta: Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, 2012), h. 40.
UU No. 32 tahun 2004 pertama kali diselenggarakan di Kabupaten Kutai Kartanegara pada tanggal 1 Juni 2005.3 Mekanisme pendaftaran calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam sistem Pilkada langsung menggunakan jalur partai politik. Dimana setiap pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang ingin berkontestasi dalam Pilkada langsung harus diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik. Namun pada tahun 2007 seorang calon Gubernur dari NTB melakukan uji materi UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur persyaratan pencalonan Kepala Daerah yang hanya lewat partai politik.4 Permohonan pengujian yang dilakukan oleh Lalu Ranggalawe (anggota DPRD kabupaten Lombok Tengah) tersebut telah memberikan secercah harapan bagi masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada kedepan yang lebih demokratis setelah MK mengabulkan adanya calon independen atau perseorangan dalam proses pencalonan Kepala Daerah. 5 Keputusan tersebut kemudian dikuatkan dengan keluarnya UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 Tahun 2004.6
Dengan
dikeluarkannya
Undang-Undang
tersebut
tentunya
telah
menambah angin segar bagi perjalanan Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia 3
Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta:LEMLIT-UIN Jakarta, 2011), h.
117. 4
Teuku Kemal Fasya, ”Tantangan Demokrasi Calon Independen”, artikel diakses pada 21 Januari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/29/02044581/Tantangan. Demokrasi.Calon.Independen 5 Yasir Fatahillah, “Calon Independen dalam Pilkada”, artikel diakses pada 21 Januari 2014 dari http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/01/15/calon-independen-dalam-pilkada/ 6 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan Pemilukada (Jakarta: Perludem, 2011), h. V.
2
kearah yang lebih demokratis. Selama ini banyak putra-putri terbaik yang gagal maju sebagai calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah akibat tidak adanya dukungan dari partai politik dan keterbatasan finansial. Namun, setelah adanya keputusan tersebut banyak calon dari independen atau perseorangan yang ikut berkontestasi dalam Pilkada. Walaupun memang tidak banyak dari calon perseorangan yang terpilih menjadi Kepala Daerah.7
Pilkada secara langsung merupakan sebuah bentuk pembangunan demokrasi di Indonesia kearah yang lebih baik. Banyak kalangan yang berpendapat dengan berubahnya sistem Pilkada menjadi pemilihan langsung, akan lebih mendekati makna demokrasi yang dimaksud dalam pasal 18 ayat (4) UUD 1945.8 Pilkada secara langsung telah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam pembangunan demokrasi di Indonesia. Hal itu karena, Pilkada langsung merupakan sebuah bentuk konsolidasi demokrasi di tingkat lokal yang diyakini menjadi bagian yang sangat penting dalam mewujudkan konsolidasi tingkat nasional secara lebih kokoh dan demokratis.9 Walaupun sistem Pilkada langsung merupakan bentuk peningkatan kadar demokratisasi dan transparansi, serta dapat terpilihnya figur-figur yang mampu menyelenggarakan
Pemerintahan
Daerah
dalam
rangka
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi pada pelaksanaan Pilkada langsung sejak
7
Diakses pada 21 Januari 2014 dari http://www.antaranews.com/print/71463/ artikel diakses pada 21 Januari 2014. 8 Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi (konstitusi Press), Demokrasi lokal: Evaluasi Pemilukada DI Indonesia (Jakarta: Konpress, 2012), h. 7. 9 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan Pemilukada, h. IV.
3
Juni 2005 hingga pertengahan tahun 2013 yang sudah dilaksanakan sebanyak 1.026 pilkada (Provinsi 63, Kabupaten 776, dan Kota 187) terdapat banyak problem-problem dalam proses pelaksanaannya.10 Selama hampir satu dekade pelaksanaan Pilkada secara langsung di Indonesia terdapat banyak sekali permasalahan yang muncul, antara lain: daftar pemilih yang tidak akurat, penyelenggara yang tidak adil dan netral, politisisasi birokrasi, biaya pelaksanaan yang sangat besar, praktik politik uang, pelanggaran kampanye (curi strart kampanye, pelaporan dana kampanye dan kampanye diluar jadwal, serta black campaign), proses pencalonan yang bermasalah, masalah pemungutan dan penghitungan suara, penetapan calon terpilih, tingkat partisispasi yang rendah dan tindak kekerasan. Permasalahan yang ada ini melahirkan ketidakpuasan yang berujung pada pengajuan keberatan atas keputusan yang dikeluarkan oleh penyelenggara Pilkada dan hasil Pilkada ke pengadilan dengan alasan yang beragam. Berdasarkan data rekapitulasi perkara PHPUD yang dimuat oleh MK sejak tahun 2008 sampai tahun 2013 terdapat 719 gugatan Pilkada ke MK. Dari total tersebut sebanyak 14 gugatan ditarik kembali, 1 dinyatakan gugur, 106 tidak diterima, 318 ditolak, dan hanya 54 yang diterima. 11 Sejak tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2013 ini, tercatat terjadi kekerasan dalam Pemilihan
10
Diakses pada 26 Agustus 2014 dari Web Resmi Direktorat Jendral Otda Kemendagri RI http://otda.kemendagri.go.id/ 11 Diakses pada 27 Agustus 2014 dari Web Resmi Mahkamah Konstitusi http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.RekapPHPUD
4
Kepala Daerah langsung di 104 lokasi. Dari total 104 lokasi terjadi 585 insiden kekerasan dan 58 persen telah menyebabkan rusaknya sarana fisik.12 Beberapa daerah yang mengalami konflik atau sengketa pada pelaksanaan Pilkada langsung diantaranya Kabupaten Gowa (2010), Kabupaten Ilaga (2011), Provinsi Aceh (2012), Kota Jaya Pura (2010), Kabupaten Lamongan (2010), Kota Tangerang Selatan (2010), Kabupaten Buton (2011) dan yang baru-baru ini terjadi adalah Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang (2013). 13 Sengketa yang terjadi pada Pilwalkot Tangerang tahun 2013 silam diawali dengan gugurnya dua pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 (Arief R Wismansyah-Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot) oleh KPUD Kota Tangerang. Sengketa yang terjadi pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang tersebut telah menyita perhatian banyak orang.
Perlu diketahui pada proses pendaftaran Pilwalkot Kota Tangerang setidaknya ada lima bakal calon Walikota dan Wakil Walikota yang mendaftarkan diri ke KPUD Kota Tangerang. Mereka adalah H. Arief R. Wismansyah, Bsc. M.kes-Drs. H. Sachrudin (Demokrat, Gerindra, dan PKB), H. Abdul SyukurHilmi Fuad ST.M.Kom (Golkar dan PKS), TB Dedy Suwandi Gumelar-Ir. Suratno Abubakar, MM (PDI-P dan PAN), Dr. HM. Harry Mulya Zein M.SiIskandar S.Ag (PPP, PKNU dan Gerindra), dan Ir. H. Ahmad Marju Kodri-Drs.
12
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri), Konflik dalam Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung: Problematika dan Penanganan (Kajian dan Diskusi Interaktif Strategi Antara) (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, 2013), h. 7. 13 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, 2th ed. (Depok: Themis Books, 2013), h. 10-11.
5
Gatot Suprijanto (Hanura, PDP, PPRN, PKPI, PBR, PDS, PNI Marhaenisme, Partai Patriot dan 15 partai politik non parlemen lainnya).14
Selanjutnya pada pleno tahapan Pilwalkot Kota Tangerang, KPUD Kota Tangerang menetapkan hanya tiga pasangan yang lolos dan ditetapkan sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota pada Pilwalkot Kota Tangerang. Ketiga pasangan calon tersebut adalah, Abdul Syukur-Hilmi Fuad, Dedi GumelarSuratno Abubakar, Harry Mulya Zein (HMZ)-Iskandar Zulkarnanen. Pasangan Arief R. Wismansyah-Sachrudin dinyatakan tidak lolos karena mereka terganjal masalah administratif yaitu tidak dilengkapinya surat pengunduran diri Sachrudin yang menjabat sebagai Camat Pinang, lantaran Walikota Tangerang Wahidin Halim tidak mengeluarkan surat persetujuan pengunduran dirinya. Sedangkan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot dinyatakan tidak lolos karena tidak memenuhi syarat dukungan partai politik, yaitu partai pengusungnya kurang dari 15% total raihan suara pada Pileg 2009 setelah partai Hanura menarik dukungannya.15 Keputusan ini tentu sangat mengejutkan banyak pihak, salah satunya adalah pendukung pasangan bakal calon Arief R Wismansyah-Sachrudin. Setelah mendengar keputusan KPUD Kota Tangerang bahwa pasangan yang mereka usung tidak lolos, pada tanggal 25 Juli 2013 ribuan orang pendukung pasangan 14
Himah Komariah, “Pilkada Kota Tangerang: Aksi Pilih Kasih Sang Walikota”, artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari http://politik.kompasiana.com/2013/07/27/pilkada-kotatangerang-aksi-pilih-kasih-sang-walikota-580220.html 15 Sumantri Handoyo, “Tiga Pasangan Calon Resmi Bersaing di Pemilukada Kota Tangerang”, artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari http://www.metrotvnews.com /metronews/read/2013/07/25/5/170964/Tiga-Pasangan-Resmi-Bersaing-di-Pemilu-Kada-KotaTangerang
6
calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah-Sachrudin melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor KPUD Kota Tangerang.16 Kemudian pada tanggal 29 Juli 2013, pendukung Arief R Wismansyah-Sahcrudin kembali menduduki kantor KPUD Kota Tangerang.17 Pada hari yang sama para pendukung Arief R Wismansyah-Sachrudin juga melakukan aksi di Kantor KPUD Banten.18 Selain itu, Arief R Wismansyah-Sachrudin dan juga Ahmad Marju KodriGatot mengadukan KPUD Kota Tangerang ke DKPP atas dugaan pelanggaran kode etik. Pada sidang pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang, DKPP mengabulkan seluruh pengaduan dan menjatuhkan sanksi kepada KPUD Kota Tangerang dan memutuskan agar KPUD Provinsi Banten mengambil alih tugas KPUD Kota Tangerang. Dilain sisi, DKPP memutuskan agar KPUD Provinsi Banten untuk mengembalikan hak atas Ahmad Marju Kodri-Gatot serta Arief R Wismansyah-Sachrudin untuk maju menjadi pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013.19 Terlepas dari permasalahan yang ada, pada 31 Agustus 2013 proses pemungutan suara dilaksanakan. Pelaksanaan pemungutan suara Pilwalkot Kota
16
Amba Dini Sekarningrum, “Pendukung Arif-Sachrudin Demo KPUD Kota Tangerang”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://jakarta.okezone.com/read 2013/07/25/501/ 842291/pendukung-arif-sachrudin-demo-kpud-kota-tangerang 17 Amba Dini Sekarningrum, “Demo Sunyi Pendukung Arief-Sachrudin”, Artikel diakses pada 12 Desember 2013 dari http://ekbis.sindonews.com/read/2013/07/29/31/766653/demo-sunyipendukung-arief-sachrudin 18 Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://www.beritasatu.com/nasional/ 128861-massa-pendukung-pasangan-ariefsachrudin-demo-di-kantor-kpu-banten.html 19 Laksono Hari Wiwoho, “KPU Banten Siap Ambil Alih Pelaksanaan Pilkada Tangerang”, artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com /read/2013/08/06/1921449/KPU.Banten.Siap.Ambil.Alih.Pelaksanaan.Pilkada.Tangerang
7
Tangerang di ikuti oleh 1.161.855 pemilih di 2.938 TPS. 20 Berdasarkan rapat pleno penghitungan suara tingkat KPU, pasangan Arief R WismansyahSachrudin memperoleh suara terbanyak dengan meraih 340.810 suara. Sementara, pasangan Harry Mulya Zein-Iskandar meraih 45.627 suara, pasangan Abdul Syukur-Hilmi Fuad meraih 187.003 suara, pasangan Deddy Gumelar-Suratno Abu Bakar memeroleh 121.375 suara, dan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto memperoleh 15.060 suara.21
Akan tetapi sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Kota Tangerang belum juga usai, sengketa harus berakhir di PTUN dan Mahkamah Konstitusi. Setalah proses pemungutan suara ada gugatan yang dilakukan oleh pasangan Harry Mulya Zein–Iskandar, Abdul Syukur–Hilmi Fuad, dan Dedi Gumelar-Suratno Abu Bakar ke PTUN terkait keputusan KPUD Provinsi Banten yang meloloskan pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot dan Arief-Sachrudin. Namun PTUN akhirnya menolak gugatan tersebut, karena putusan KPUD Provinsi Banten dianggap tidak merugikan penggugat secara nyata sebagai akibat adanya keputusan KPUD Provinsi Banten.22
Merasa tidak puas dengan keputusan PTUN, pasangan Harry Mulya ZeinIskandar dan Abdul Syukur-Hilmi Fuad kemudian menggugat KPUD Provinsi
20
Laksono Hari Wiwoho, “KPU Banten Siap Ambil Alih Pelaksanaan Pilkada Tangerang”. 21 Eri Komar Sinaga, “PTUN Banten Tolak gugatan Miing”, artikel diakses pada 09 Februari 2014 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/31/ptun-bantentolakgugatan-miing-pilkada-tangerang-kini-di-tangan-mk 22 Amba Dini Sekarningrum, “PTUN Tolak Gugatan 3 Paslon di Pilkada Kota Tangerang”, artikel diakses pada 09 Februari 2014 dari http://metro.sindonews.com/read /2013/10/31/31 /800517/ptun-tolak-gugatan-3-paslon-di-pilkada-kota-tangerang
8
Banten dan Kota Tangerang ke MK. Kemudian dalam putusan yang dikeluarkan pada 19 November 2013 MK mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut empat, Ir. H. Ahmad Marju Kodri-Drs. Gatot Suprijanto sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang dan memerintahkan KPUD Provinsi Banten untuk menetapkan pasangan nomor urut lima Arief R WismansyahSachrudin sebagai pasangan calon terpilih Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013-2018.23
Berdasarkan pernyataan diatas mengenai sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 saya tertarik melakukan
penelitian
mengenai
sengketa
yang
terjadi
pada
tahapan
penyelenggaraaan Pilwalkot di Kota Tangerang tersebut, adapun judul penelitian saya adalah “Sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013: Masalah dan Penyelesaian”.
B. Pertanyaan Penelitian Penelitian skripsi ini secara umum ingin memberikan analisa terhadap sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013. Adapun untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini, peneliti memiliki beberapa pertanyaan yang menjadi fokus peneliti dalam penelitian ini, yaitu:
23
Islahudin, ”pilkada Tangerang MK Menangkan Pasangan Arif-Sachrudin”, artikel diakses pada 10 Februari 2014 dari http://www.merdeka.com/peristiwa/pilkada-tangerang-mkmenangkan-pasangan-arif-sachrudin.html
9
1. Apakah yang menyebabkan pasangan Arief R Wismansyah–Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto tidak lolos sebagai kandidat pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 oleh KPUD Kota Tangerang? 2. Bagaimana Posisi Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013? 3. Bagaimana proses penyelesaian sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui menyebabkan pasangan Arief R Wismansyah– Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto tidak lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot Tangerang 2013 oleh KPUD Kota Tangerang? b. Untuk mengetahui Posisi Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota 2013? c. Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013? 2. Manfaat Penelitian Manfaat Akademis a. Memperkaya studi tentang politik lokal terutama mengenai Pemilihan Kepala Daerah.
10
b. Memberikan gambaran mengenai sengketa yang terjadi pada Pilwakot Kota Tangerang pada tahun 2013. Manfaat Praktis a. Memberikan kontribusi literatur keilmuan serta menjadikan penelitian ini sebagai literatur dalam bidang Ilmu Politik. b. Menambah informasi bagi penelitian skripsi yang serupa di waktu yang akan datang.
D. Tinjauan Pustaka (Literatur Riview) Dalam penelitian yang telah dilakukan, telah terdapat penelitian terdahulu yang mengkaji mengenai mengenai pelanggaran, permasalahan, dan sengketa atau konflik yang terjadi pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah langsung di Indonesia.
Ada
beberapa
penelitian
yang
berhasil
ditemukan
sebagai
perbandingan dalam melakukan penelitian skripsi ini, yaitu: Pertama, Tesis hasil penelitian dari Radian Syam Mahasiswa Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2005 dengan judul “Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus Sengketa Hasil Pilkada Di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Radia Syam peneliti menemukan perbedaan dengan penelitian ini. Dimana dalam penelitian tersebut lebih terfokus kepada kendala yang dihadapi oleh MA dalam hal terjadinya sengketa terhadap penetapan hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan penerapan penyelesaian sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
11
secara langsung pada kasus sengketa hasil Pilkada di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan lebih terfokus kepada sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013 serta bagimana proses penyelesaiannya. Kedua, Skripsi hasil penelitian dari Mishbah Jamal Al-Islamy Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ditulis pada tahun 2013 dengan judul “Politisasi Birokrasi: Studi Politisasi Birokrasi pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Tangerang Selatan, Banten Tahun 2010-2011”. Peneliti menemukan perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Mishbah dengan yang peneliti lakukan, dimana penelitian tersebut terfokus pada politisasi Birokrasi yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon pada pelaksanaan Pilkada Kota Tangerang Selatan, dimana permasalahan atau pelanggaran tersebut menyebabkan sengketa di MK dan membuat pelaksanaan Pilkada harus diulang. Sedangkan Penelitian yang peneliti lakukan terfokus pada peran Walikota dan penyelenggara Pilwalkot pada sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013. Ketiga, skripsi hasil penelitian dari Halim Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang ditulis pada tahun 2013 dengan judul “Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Bangkalan Jawa Timur (Studi Kasus Pembatalan Pasangan calon Imam Bukhori Kholil-Zainal Alim Dalam Pemilukada 2013)”. Dalam penelitian tersebut, peneliti menemukan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Dimana penelitian tersebut mengenai konflik yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada yang 12
disebabkan oleh pembatalan salah satu pasangan calon pada H-6 pemungutan suara Pilkada Bangkalan 2012. Penelitiannya terfokus pada konflik yang melibatkan pasangan Calon Imam Bukhori Kholil-Zainal Alim, DPC PPD, KPUD bangkalan, dan PTUN. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan terfokus pada sengketa tahap pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013 yang disebabkan oleh netralitas KPUD Kota Tangerang dalam penetapan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013, lemahnya pemaham KPUD Tangerang tentang regulasi, peran Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa dan bagaimana proses penyelesaian sengketanya.
E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam mengkaji permasalahan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Lexy Moleong, metode penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi motivasi, tindakan secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata dan bahasa, yang pada suatu kontak khusus yang alamiah. 24 Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif karena penelitian yang akan peneliti lakukan lebih cenderung memahami fenomena dan mengeksplorasi
24
Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 23th ed. (Bandung: Rosda Karya, 2007),
h. 4-6.
13
sedetail mungkin sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 serta proses penyelesaiannya. 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Tangerang, sedangkan untuk waktu penelitian dilakukan secara bertahap mulai dari bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2014. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam proses pengumpulan data penulis menggunakan 2 buah teknik pengumpulan data, yaitu: a. Studi Dokumentasi Peneliti mengumpulkan dokumentasi yang digunakan sebagai literatur penelitian berupa: buku, jurnal, dokumen hasil penelitian, artikel, foto-foto, video, dan segala macam benda yang dapat memberikan keterangan yang tertulis ataupun tidak. Dokumetasi diperlukan untuk mempermudah peneliti menemukan jawaban dari permasalahan tersebut dan juga peneliti dapat menjelaskan secara detail dan jelas terkait dengan sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013. b. Wawancara Wawancara adalah percakapan langsung dan tatap muka dengan maksud dan tujuan tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh kedua pihak, yaitu pencari
14
informasi (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan
sumber informasi
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 25
Selain itu
wawancara didefinisikan juga sebagai sebuah proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan sebuah informasi yang di inginkan.26 Wawancara juga merupakan metode tepat untuk pengumpulan data tentang subjek kontemporer yang belum dikaji secara ekstensif dan tidak banyak literatur yang membahasnya.27 Peneliti melakukan wawancara kepada mantan Ketua KPUD Kota Tangerang (Safril Elain), Kasubag Tekpem KPUD Kota Tangerang (Syahrul Effendi), Wakil Walikota Tangerang terpilih (Sachrudin), Ketua Tim Sukses Pasangan Arief-Sachrduin (Dasep), dan Sekjen DPC Hanura Kota Tangerang (Arief Fadillah). 4. Sumber dan Jenis Data Sumber data diperoleh dari dokumen-dokumen yang peneliti masukan serta hasil dari wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti. Sebelum digunakan dalam proses analisis, data dikelompokan terlebih dahulu sesuai dengan jenis dan karakteristik yang menyertainya. Berdasarkan sumber pengambilannya, data dibedakan atas dua macam, yaitu data primer dan data sekunder.
25
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Obsevasi & Wawancara, h. 63. Nurul Zurihah, Metode Penulisan Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT. Bumi Perkasa, 2007), h. 197. 27 Lisa Harrison, Metodologi Penelitian Politik (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), h. 104. 26
15
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan dari sumber asli oleh orang yang melakukan penelitian. 28 Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada.29 5. Teknik Analisis Data Setelah data dikumpulkan, selanjutnya yang dipelukan adalah kegiatan pengolahan data (data prcessing). Pengolahan data mencakup kegiatan menyunting dan mengklasifikasikan data. Menyunting data merupakan kegiatan memeriksa dan yang terkumpul, termasuk kelengkapan dan keperluannya untuk penelitian. Sedangkan mengklasifikasikan atau mengelompokan data berguna untuk memfokuskan spesifikasi dalam penelitian. Tahap pengelolaan data ini kemudian dilanjutkan dengan menganalisis dan menginterpretasikan data. Analisis data merujuk kepada kegiatan pengorganisasian data ke dalam susunansusunan tertentu dalam rangka interpretasi data untuk menjawab pertanyaan penelitian.30 Data yang sudah diperoleh kemudian diolah dan dijelaskan menggunakan teknik analisis deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang diupayakan untuk mencandera atau mengamati permasalahan secara sistematis dan akurat mengenai fakta dan sifat objek tertentu.31 Dengan menggunakan teknik
28
Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 146. 29 Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, h. 147. 30 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 33-34. 31 Pupuh Fathurahman, Metode Penelitian Pendidikan, h. 100.
16
analisis ini penulis berharap mampu memberikan gambaran suatau fenomena atau permasalahan yang terjadi secara sistematis, faktual, aktual, akurat, dan jelas berdasarkan data yang diperoleh mengenai problematika yang terjadi pada pelaksanaan Pemilukada langsung di Indonesia khususnya pada penyelenggaraan Pemilukada kota Tangerang 2013. Adapun
sebagai
pedoman
penelitian
karya
ilmiah
ini,
peneliti
menggunakan buku pedoman “Panduan Penyusunan Proposal dan Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Jakarta.
F. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya menjadi 5 Bab, yaitu: Bab I : Pendahuluan, pada bab ini penulis menjelaskan permasalahan yang melatar belakangi pembahasan dan perumusan masalah serta manfaat dan tujuan dari penulisan itu sendiri. Selain itu pada bab ini akan dipaparkan juga mengenai tinjauan pustaka dan metodologi penelitian skripsi ini. Bab II : Kerangka teoretis dan konseptual, pada bab ini menjelaskan mengenai teori dan konsep yang digunakan dalam pendekatan yang menjelaskan pokok permasalahan skripsi ini, yaitu sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013: masalah dan penyelesaian. Adapun kerangka teoritis dan konseptual yang digunakan adalah Konsep Pemilihan Kepala Daerah,
17
Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah, dan Teroi Dilema dan Pilihan Rasional Politisi. Bab III : Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai gambaran umum, dinamika sosial-politik di Kota Tangerang dan penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013. Bab IV : Pada bab ini merupakan bagian yang berisi tentang permasalahan yang peneliti angkat. Peneliti menjelaskan mengenai penyebab pasangan Arief R Wismansyah–Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto tidak lolos verifikasi oleh KPUD Kota Tangerang, peran Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013 dan bagaimana proses penyelesaian sengketa yang terjadi. Bab V : Pada bab ini peneliti menyimpulkan pembahasan mengenai skripsi ini sekaligus menjadi penutup pada pokok permasalahan sengketa Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2013 dan selanjutnya di bab penutup ini terdapat juga saran yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi agar
memperoleh
sebuah
solusi
untuk
permasalahan tersebut terjadi lagi.
18
meminimalisir
atau
mencegah
19
BAB II KERANGKA TEORETIS & KONSEPTUAL A. Pemilihan Kepala Daerah Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa "kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar", ini berarti rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Perwujudan kedaulatan rakyat tersebut dilaksanakan melalui Pemilu secara langsung.1 Secara sederhana, pemilihan umum didefinisikan sebagai sarana atau suatu cara untuk menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan pemerintahan. Pemilihan umum didefinisikan juga sebagai sebuah kesempatan ketika warga memilih pejabatnya dan memutuskan apa yang mereka ingin pemerintah lakukan untuk mereka. 2 Selanjutnya, dalam UU No. 8 Tahun 2012: “Pemilihan umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.3 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2 Diakses pada 30 Mei 2014 dari http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisipemilihan-umum-secara.html. 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
Sedangkan menurut Dr. Indria Samego, Pemilihan Pmum disebut sebagai ”Political Market”. Jadi, Pemilihan Umum adalah pasar politik tempat individu ataupun masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial antara peserta pemilu dengan pemilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi: kampanye, propaganda, iklan politik melalui media cetak, audio maupun audio visual serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face atau lobby yang berisi penyampaian pesan mengenai program, platfrom, asas, ideologi serta janji-janji politik lainnya untuk meyakinkan para pemilih sehingga pada pencoblosan dapat menentukan pilihannya terhadap salah satu partai politik yang menjadi peserta Pemilihan Umum untuk mewakili dalam badan legislatif ataupun eksekutif.4 Di Indonesia Pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah selanjutnya disebut Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemilihan tersebut
4
A. Rahman H.I, Sistem Politik Indonesia (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h. 147.
20
dilakukan oleh penduduk daerah setempat yang telah memenuhi syarat.
5
Sedangkan dalam PP 49 Tahun 2008: “Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah”.6
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia merupakan kelanjutkan atas dikeluarkannya ketetapan MPR No.XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah, dilanjutkan dengan UU Otonomi Daerah No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, serta UU No. 32 Tahun 2004.7 Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, Pengisian jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD melalui pemilihan secara bersamaan, dimana calon Kepala Daerah dan calon Wakil Kepala Daerah ditetapkan oleh DPRD melalui tahap pencalonan dan pemilihan. 8 Dalam peraturan ini jelas bahwa pengesahan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara prosedural kewenangannya berada ditangan anggota DPRD. Kewenangan yang sangat luas tersebut tidaklah diimbangi oleh keterampilan untuk mengartikulasi dan mengagresikan aspirasi masyarakat daerah secara optimal, hal ini terbukti dengan banyaknya praktik politik uang, politik ansich, dukungan irasional partai politik, dan adanya campur tangan elit pejabat 5
KPU Provinsi Banten, “Buku Peraturan tentang Pemilukada” (Serang: T.tp, 2011), h.
04. 6
Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 7 Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia (Jakarta: LEMLIT-UIN Jakarta, 2011), h. 117. 8
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.
21
dalam pelaksanaan Pilkada. 9 Selain itu adanya tuntutan dari masyarakat yang menginginkan Kepala Daerah dipilih secara langsung, karena masyarakat yakin bahwa pemimpin yang terpilih nanti adalah pemimpin yang arif dan bijak serta mampu membawa masyarakat daerah menuju perbaikan dan kemakmuran turut mendorong lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 yang merubah sistem Pilkada menjadi sistem pemilihan langsung. Dasar hukum secara umum bagi pelaksanaan Pilkada secara langsung yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 adalah adanya amandemen UUD 1945 yang telah mengubah bab IV tentang pemerintah daerah dan perubahan UU No. 4 Tahun 1999 menjadi UU No. 22 Tahun 2003 yang didalamnya tidak disebutkan lagi kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah. Pilkada Langsung juga dijiwai oleh pasal 1 ayat 2 UUD 1945 dan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis”.10 Pilihan untuk memaknai UUD 1945 dengan memilih mekanisme pemilihan secara langsung sebagaimana diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 merupakan pilihan yang sangat tepat dalam mengelola masa transisi Indonesia dari era otoritarian ke era demokratisasi yang sesungguhnya. 11 Kehadiran UU tersebut tentunya membuka peluang untuk mewujudkan aspirasi daerah, yaitu keinginan untuk memiliki pemimpin lokal yang disepakati oleh rakyat melalui 9
Prof. Drs. HAW. Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), h. 120-121. 10 Prof. Drs. HAW. Wijaya, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, h. 121. 11 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan Pemilukada (Jakarta: Perludem, 2011), h. V.
22
proses Pilkada secara langsung. 12 Pilkada langsung atas implementasi dari UU No. 22 Tahun 2004 pertama kali diselenggarakan pada bulan Juni 2005 di Kabupaten Kutai Kartanegara.13 Seiring berjalannya waktu, Pilkada langsung semakin baik kualitasnya setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi UU No. 32 tahun 2004 yang mengatur persyaratan pencalonan Kepala Daerah hanya lewat parpol oleh seorang calon Gubernur dari NTB Pada tahun 2007.14 MK mengabulkan adanya calon independen dalam proses pencalonan Kepala Daerah. Hal itu tertuang dalam Keputusan MK No. 5/PUU-V/2007 yang menggugurkan Pasal 56, 59, dan 60 UU No. 32/2004 yang memuluskan calon independen maju dalam Pilkada dengan acuan Pilkada Aceh.15 Keputusan MK itu kemudian dilegalisasi ke dalam UU No. 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon independen yang didukung oleh sejumlah orang.
Dalam perjalanannya, telah terjadi beberapa kali perubahan mengenai istilah Pemilihan Kepala Daerah. Pertama Pilkada, lalu Pemilukada, kemudian Pilgub/Pilbup/Pilwalkot. Ketiganya terasa sama, tapi sebetulnya berbeda. Pertama, Pemilihan Kepala Daerah merupakan bagian dari Otonomi Daerah yang ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka istilahnya Pilkada. Akan tetapi, dalam UU No. 22 Tahun 2007 dijelaskan Pemilihan Kepala Daerah merupakan
12
Irtanto, Dinamika Politik Lokal Era Otonomi Daerah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 71. 13 Haniah Hanafie dan Suryani, Politik Indonesia, h. 117. 14 Teuku Kemal Fasya, ”Tantangan Demokrasi Calon Independen”, artikel diakses pada 10 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/29/02044581/Tantangan. Demokrasi.Calon.Independen 15 Teuku Kemal Fasya, ”Tantangan Demokrasi Calon Independen” .
23
bagian dari rezim Pemilu, sehingga istilah Pilkada diubah menjadi Pemilukada. Selanjutnya pada 2011 di sahkan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu, dalam Undang - Undang ini tidak lagi disebut sebagai Pemilukada melainkan Pilgub/Pilbup/Pilwalkot.16
1. Asas Pemilihan Kepala Daerah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusung oleh partai politik maupun melalui jalur perseorangan (Independen) dipilih dalam satu pasangan calon, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,rahasia, jujur, dan adil.17 2. Asas dan Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah Penyelenggara Pilkada adalah lembaga yang menyelenggarakan Pilkada untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Walikota secara demokratis yang terdiri dari KPU, KPU Provinsi/ KIP Aceh dan KPU Kabupaten/Kota/KIP Kabupaten/Kota Aceh. Kemudian untuk membantu KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Pilkada di tingkat Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan di TPS dibentuklah PPK, PPS, dan KPPS yang merupakan panitia yang bersifat sementara. Selanjutnya, Bawaslu membentuk Panwaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten Kota sebagai
16
M. Iqbal, “Dulu Pilkada, Lalu Pemilukada, Sekarang Pilgub”, artikel diakses pada 15 Februari 2014 dari http://news.detik.com/read/2012/07/10/093845/1961693/10/dulu-pilkada-lalupemilukada-kini-pilgub. 17 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008.
24
panitia yang bersifat sementara untuk mengawasi penyelenggaraan Pilkada di wilayah Provinsi dan Kabupaten/Kota.18 Penyelenggara Pilkada berpedoman pada asas: mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas.19 Sedangkan untuk menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota penyelenggara Pemilu/Pilkada, ada Kode Etik Penyelenggara Pemilu. Kode Etik adalah satu kesatuan landasan norma moral, etis dan filosofis yang menjadi pedoman bagi perilaku penyelenggara Pemilu/Pilkada yang diwajibkan, dilarang, patut atau tidak patut dilakukan dalam semua tindakan dan ucapan. 20 Kode Etik tersebut bersifat mengikat dan setiap Penyelenggara Pilkada wajib mematuhinya, Penegakan pelanggaran Kode Etik dilaksanakan oleh DKPP.21 3. Persyaratan Bakal Calon dan Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah a. Persyaratan Pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik, gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang dan dilaksanakan secara
18
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. 20 KPUD Kab. Gunung Kidul, “Kode Etik Penyelenggara Pemilu”, diakses pada 9 Juni 2014 dari www.kpu-gunungkidulkab.go.id. 21 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode etik Penyelenggara Pemilihan Umum. 19
25
demokratis. Persyaratan pencalonan melalui partai politik atau gabungan partai politik dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15%
dari
akumulasi perolehan suara sah dalam Pemilihan Umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan. Selanjutnya partai politik hanya bisa mengusung 1 calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala daerah. 22 Selain itu partai politik tidak dibenarkan melakukan penarikan dukungan seperti yang diatur dalam Peraturan KPU: “Partai politik atau gabungan partai politik yang sudah mengajukan bakal pasangan calon dan sudah menandatangani kesepakatan pengajuan bakal pasangan calon, tidak dibenarkan menarik dukungan kepada bakal pasangan calon yang bersangkutan, dengan ketentuan apabila partai politik atau gabungan partai politik tetap menarik dukungan terhadap bakal pasangan calon yang bersangkutan, partai politik atau gabungan partai politik tersebut dianggap tetap mendukung bakal 23 pasangan calon yang telah diajukan”.
Sedangkan peryaratan pencalonan melalu jalur perseorangan untuk calon Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota dapat dilakukan dengan syarat dukungan dengan ketentuan: Kabupaten/Kota dengan jumlah penduduk sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 6,5%, 250.000500.000 jiwa 5%, 500.000-1.000.000 jiwa 4%, dan 1.000.000 jiwa harus didukung sekurang-kurangnya 3% (tiga persen).24
22
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. 23 Peraturan KPU Nomor 09 Tahun 2012 Tentang Pedeoman Teknis Pencalonan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 24 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008.
26
1) Persyaratan Calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah dan Pendaftaran Bakal Calon yang di Usung oleh Partai Politik. Persyaratan yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga Negara Republik Indonesia serta:25 “Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UUD Tahun 1945, cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17Agustus 1945, dan kepada NKRI. c) Berpendidikan sekurang-kurangnya SMA atau sederajat. d) Berusia sekurang-kurangnya 25 tahun bagi calon bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota. e) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter. f) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. g) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. h) Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di Daerahnya. i) Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan. j) Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara. k) Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. l) Memiliki (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak. m) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri. n) Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. o) Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah dan mengundurkan diri sejak pendaftaran bagi kepala daerah atau wakil yang masih menduduki jabatannya”.
a) b)
Selanjutnya pada saat mendaftarkan diri, calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang melalui Partai politik atau gabungan partai politik wajib menyerahkan:26 a) Surat pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik. b) Kesepakatan tertulis antar partai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon. 25
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. 26 Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010.
27
c) Surat pernyataan tidak akan menarik pencalonan atas pasangan yang dicalonkan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau gabungan. d) Surat pernyataan kesediaan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah secara berpasangan. e) Surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon. f) Surat pernyataan kesanggupan mengundurkan diri dari jabatan apabila terpilih sesuai dengan peraturan perundang-undangan. g) Surat pernyataan tidak aktif dari jabatannya bagi pimpinan DPRD. h) Surat pemberitahuan kepada pimpinan bagi anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. i) Visi, misi, dan program dari pasangan calon secara tertulis”.
2) Persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang Menjabat Sebagai PNS Bagi seorang PNS (pegawai negeri sipil) yang ingin mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 dijelaskan bahwa mereka harus membuat Surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan PNS. Hal ini dijelaskan juga didalam PKPU, dimana bagi setiap calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang berasal dari PNS, TNI dan anggota Kepolisian wajib melampirkan surat pernyataan pengunduran diri sejak pendaftaran dari jabatannya dalam surat pencalonannya. Surat yang dimaksud adalah adalah surat pernyataan yang bersangkutan tidak aktif dalam jabatan struktural atau jabatan fungsional yang disampaikan kepada atasan langsungnya untuk diketahui.27 Sedangkan dalam peraturan BKN Nomor 10 Tahun 2005 dijelaskan bahwa PNS yang akan didaftarkan menjadi calon Kepala Daerah atau calon wakil Kepala Daerah wajib mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan negeri. Surat pernyataan yang dimaksud diatas dibuat dalam rangkap 2, masing-
27
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010.
28
masing diberi materai dan disampaikan kepada atasan langsung dengan ketentuan : pertama, 1 surat pernyataan dikembalikan kepada PNS yang bersangkutan setelah diberi tandatangan atasan langsung dan stempel dinas. Kedua, 1 surat pernyataan diteruskan kepada pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan melalui saluran hierarki, sebagai bahan penetapan keputusan pemberhentian dari jabatan PNS.28 Pejabat yang berwenang tersebut setelah menerima surat pernyataan PNS yang bersangkutan, menetapkan keputusan pemberhentian dari jabatan negeri yang dibuat menurut contoh dalam lampiran II peraturan kepala BKN. Pemberhentian dari jabatan PNS tersebut berlaku mulai tanggal PNS yang bersangkutan ditetapkan oleh KPUD sabagai calon Kepala daerah atau calon Wakil Kepala Daerah.29
B. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah dan Proses Penyelesaian 1. Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Pemilihan Kepala Daerah sebagai bagian dari sistem demokrasi adalah sebuah
keniscayaan.
Karena
melalui
Pilkada
tidak
hanya
menjamin
berlangsungnya proses sirkulasi dan regenerasi kekuasaan di tingkat daerah. Akan tetapi partisipasi dan representasi atas kepentingan rakyat terhadap terpenuhinya pemerintahan yang baik, akan senantiasa terwujud. Kepentingan rakyat sebagai bagian dari hak-hak konstitusional yang harus selalu dijamin, dilindungi dan 28
Peraturan kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Calon Kepala daerah/calon wakil Kepala Daerah. 29 Peraturan kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 Tahun 2005.
29
dijunjung tinggi. Oleh sebab itu sistem Pilkada yang dibangun, hendaknya dikreasikan
dengan
tujuan
dan
maksud
tersebut.
Selain
itu,
setiap
penyelenggaraan Pilkada diharapkan mampu berjalan secara jujur dan adil (free and fair election) serta transparan. Namun tidak bisa pungkiri, bahwa dalam setiap penyelenggaraan Pilkada sering kali muncul permasalahan atau sengketa.30 Dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada terdapat beberapa masalah hukum yang berpotensi muncul, misalnya pelanggaran pidana dan administrasi. Pelanggaran pidana adalah perbuatan yang melanggar ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang dikategorikan sebagai tindak pidana. Sementara
pelanggaran
administrasi
adalah
semua
pelanggaran
kecuali
pelanggaran pidana sebagaimana yang ditetepkan dalam Undang-Undang tersebut. Sedangkan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada adalah bentuk pelanggaran kode etik penyelenggara.31 Sengketa menurut KBBI diartikan sebagai sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, perbantahan, pertikaian, perselisihan, atau
perkara di
pengadilan. 32 Sengketa adalah perbenturan dua kepentingan, antara kepentingan dan kewajiban hukum, atau antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum.33 Sengketa Pilkada dapat diartikan sebagai sebuah perselisihan antara peserta Pilkada dengan penyelenggara Pilkada, penyelenggara Pilkada dengan warga 30
Yulianto dan Veri Junaidi, Pelanggaran Pemilu 2009 dan Tata cara Penyelesaiannya (Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2009), h. 3. 31 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, 2th ed. (Depok: Themis Books, 2013), h. 87 32 Diakses pada 30 Mei 2014 dari http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/ .php?keyword= sengketa&varbidang=all&vardialek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabe 33 Tri Cahyo Wibowo, “Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 15 Februari dari http://tricahyowibow.blogspot.com/2012/12/sengketa-pemilukada.html
30
Negara yang memiliki hak pilih yang diakibatkan dikeluarkannya keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada.34 Ketentuan mengenai sengketa Pilkada diatur dalam pasal 66 ayat (4c) UU No. 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan
Daerah,
didalam
Undang-undang
tersebut
hanya
menyebutkan bahwa salah satu tugas dan kewenangan Panwaslu adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada. Namun tidak dijelaskan definisi atau pengertian tentang sengketa Pilkada itu sendiri.35 Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada yang kemudian menyebabkan sengketa diantaranya adalah: 1. Daftar Pemilih tidak akurat, 2. Proses pencalonan yang bermasalah (munculnya dualisme pencalonan dalam tubuh partai politik, berpindah-pindahnya dukungan patai politik dan KPU tidak netral dalam menetapkan pasangan calon), 3. Pemasalahan pada masa kampanye (Money politics, pemanfaatan fasilitas negara dan pemobilisasian birokrasi, kampanye negatif/ terselubung/ di luar waktu yang telah ditetapkan dan curi start), 4. Manipulasi dalam penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan, 5. Penyelenggara Pilkada tidak adil dan netral (keberpihakan anggota KPUD dan Panwaslu kepada salah satu pasangan calon, kewenangan KPUD yang besar dalam menentukan pasangan calon, tidak adanya
34
Topo Santoso, dkk, Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014 (Jakarta: Perludem, 2006), h. 96. 35 Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan Pemilukada, h. 93.
31
ruang bagi para bakal calon untuk menguji kebenaran hasil penelitian administrasi persyaratan calon, 6. Kandidat yang kalah tidak siap menerima kekalahannya.36 Dalam penyelenggaraan Pilkada setidaknya ada dua jenis Sengketa, yaitu Sengketa Pelaksanaan Pilkada dan Sengketa Hasil Pilkada.37 Pertama, sengketa pelaksanaan Pilkada atau yang biasa dikenal dengan perselisihan administrasi Pilkada. Perselisihan administrasi Pilkada yaitu perselisihan yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada yang dianggap merugikan Warga negara yang memiliki hak memilih dan dipilih, partai peserta Pilkada, dan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, serta Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah yang terjadi dalam tahapantahapan Pilkada.38 Kedua, Sengketa hasil Pilkada. Sengketa hasil Pilkada adalah sengketa terhadap keputusan KPUD menyangkut hasil Pilkada. Sedangkan dalam UU No. 12 tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sengketa hasil Pilkada adalah yang berkenaan dengan perselisihan hasil penghitungan suara yang mempengaruhi terpilihnya pasangan calon. 39
36
Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu (Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011), h. 7. 37 Panwaslu Purwakarta, “Pelanggaran Pemilu dan Penanganannya” artikel diakses pada 24 April 2014 dari http://panwaslupurwakarta.blogspot.com/2012/09/bagaimana-anda-harusmelaporkan.html 38 Topo Santoso, dkk, Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014. 39 Topo Santoso, dkk, Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014.
32
2. Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Daerah Suksesnya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah tidak hanya ditentukan dari terlaksananya pemungutan suara dan terpilihnya Kepala Daerah, tetapi juga dilihat dari penyelesaian sengketa yang terjadi. Masalah penyelesaian sengketa Pilkada di Indonesia mulai ramai dibahas khususnya sejak diterapkannya sistem pemilihan langsung pada tahun 2005. 40 Dalam penyelesaian sengketa Pemilu dan Pilkada, ada prinsip-prinsip penyelesaian sengketa yang diterapkan sebagai instrumen yang digunakan untuk menegakkan keadilan Pemulu dan Pilkada. Prinsip-prinsip tersebut diperlukan agar dapat mewujudkan paradigma keadilan Pemilu/Pilkada. Melalui mekanisme tersebut, hak pilih masyarakat dapat dikembalikan kepada kehendak semula.41 Menurut International Foundation For Electoral (IFES), tujuh standar penyelesaian sengketa yang efektif dalam menjamin integritas dan legitimasi Pemilu/Pilkada adalah: Pertama, Hak untuk memperoleh pemulihan pada keberatan dan sengketa pemilu. Kedua, Sebuah rezim standar dan prosedur pemilu yang didefinisikan secara jelas. Ketiga, Abiter yang tidak memihak dan memiliki pengetahuan. Keempat, Sebuah sistem peradilan yang mampu menyelesaikan putusan dengan cepat. Kelima, penentuan beban pembuktian dan standar bukti yang jelas. Keenam, Ketersediaan tindakan perbaikan yang berarti dan efektif. Ketujuh, pendidikan yang efektif bagi para pemangku kepentingan.42
40
Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu, h. 2. Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 45. 42 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 46. 41
33
Pelanggaran dan permasalahan hukum yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada, baik yang menyebabkan sengketa ataupun tidak, diselesaikan dalam tahapan penyelenggaraan Pilkada. Masing-masing bentuk pelanggaran dan permasalahan hukum memiliki mekanisme penyelesaian dengan kelembagaan yang berbeda-beda.43 a. Panwaslu Kabupaten/Kota Panwaslu Kabupaten/Kota pada pelaksanaan Pilkada memiliki beberapa tugas dan wewenang; Pertama, mengawasi tahapan penyelenggaraan Pilkada di Wilayah Kabupaten/Kota. Kedua, menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
Pilkada.
Ketiga,
menyelesaikan temuan dan laporan sengketa penyelenggaraan Pemilu yang tidak mengandung unsur tindak pidana. Keempat, menyampaikan temuan dan laporan kepada KPU Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Kelima, meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang. Keenam, menyampaikan laporan kepada Bawaslu sebagai dasar untuk mengeluarkan rekomendasi Bawaslu yang berkaitan dengan adanya dugaan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan penyelenggaraan Pilkada oleh Penyelenggara Pilkada di tingkat Kabupaten/Kota.44 Jadi, pelanggaran baik pidana maupun administrasi semua dilaporkan kepada Panwaslu. Panwaslu kemudian melakukan kajian untuk menentukan dugaan terjadinya pelanggaran Pilkada. Jika kemudian Panwaslu menemukan atau
43 44
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011.
34
menilai terjadi pelanggaran maka akan meneruskan penanganannya kepada lembaga yang berwenang. Mengenai pelanggaran pidana akan diselesaikan melalui mekanisme pidana, yaitu penyidikan dilakukan oleh pihak kepolisian, penentutan oleh kejaksaan dan pemeriksaan dilakukan di pengadilan.45 Laporan disampaikan kepada Panwaslu sesuai wilayah kerjanya selambatlambatnya 7 hari sejak terjadinya pelanggaran. Panwaslu memutuskan untuk menindaklanjuti atau tidak menindaklanjuti laporan selambat-lambatnya 7 hari setelah laporan diterima. Dalam hal Panwaslu memerlukan keterangan tambahan dari pelapor untuk melengkapi laporan, keputusan tindak lanjut dilakukan paling lambat 14 hari setelah laporan diterima. Sedangkan untuk penyidikan terhadap laporan sengketa yang mengandung unsur tindak pidana dilakukan sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penyidikan atas tindak pidana diselesaikan dalam waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.46 b. KPUD KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota bertugas untuk menindaklanjuti dengan segera rekomendasi dari Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota atas temuan dan laporan adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada. Setelah itu, KPU Provinsi memberikan sanksi administratif atau menonaktifkan sementara anggota KPU Kabupaten/Kota, sekretaris KPU Provinsi, dan pegawai sekretariat KPU Provinsi yang terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan 45
Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan Pemilukada. h. 71. 46
35
terganggunya tahapan penyelenggaraan Pilkada berdasarkan rekomendasi Bawaslu Provinsi atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan KPU Kabupaten/Kota memberikan sanksi atau menonaktifkan sementara PPK, anggota PPS,
sekretaris
KPU
Kabupaten/Kota,
dan
pegawai
sekretariat
KPU
Kabupaten/Kota.47 KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota berfungsi untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi akibat terjadinya pelanggaran administrasi dalam tahapan yang sedang berjalan. Jika pelanggaran tersebut menghasilkan keputusan KPUD yang menyebabkan kerugian bagi salah satu atau pasangan calon, keberatan dapat diajukan ke yang bersangkutan atau diselesaikan di PTUN. 48 Selain itu, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota berkewajiban untuk melaksanakan keputusan yang dikeluarkan oleh DKPP. c. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang disebabkan oleh ketidak netralan atau pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada, DKPP merupakan salah satu dari beberapa lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa administratif. DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan atau laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu/Pilkada. Selain itu, DKPP dibentuk untuk
47
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Achmad Ali, “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan Bawaslu”, artikel diakses pada 05 maret 2014 dari http://www.lensaindonesia.com /2012/11/08/dkpp-memiliki-tugas-dan-kewenangaan-bersama-sama-kpu-dan-bawaslu.html 48
36
menjaga kemandirian, integritas, dan kredibilitas anggota Penyelenggara Pemilu/Pilkada. Tugas DKPP meliputi; Pertama, menerima pengaduan atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu/Pilkada. Kedua, melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas pengaduan atau laporan dugaan adanya pelanggaran kode etik oleh Penyelenggara Pemilu/Pilkada. Ketiga, menetapkan putusan dan menyampaikan putusan kepada pihak-pihak terkait untuk ditindaklanjuti. Putusan DKPP ini bersifat final dan mengikat. 49 Dalam menjalankan tugasnya, DKPP memiliki beberapa kewenangan, diantaranya: untuk memanggil penyelenggara Pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik untuk memberikan penjelasan dan pembelaan, selanjutnya memanggil pelapor, saksi pihak-pihak yang terkait untuk dimintai keterangan termasuk dokumen atau bukti lain yang mendukung proses pelanggaran kemudian memberikan sangsi kepada penyelenggara Pemilu/Pilkada yang terbukti melanggar kode etik. Sebagai bentuk putusannya terdiri atas teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian tetap.50 Pengaduan atau laporan dugaan pelanggaraan Kode Etik disampaikan secara tertulis langsung melalui petugas penerima pengaduan atau melalui media elektronik. Setelah itu dilakukan penelitian kelengkapan administrasi Laporan oleh DKPP.
Dalam hal hasil verifikasi materil DKPP menyampaikan
pemberitahuan kepada pelapor dalam waktu paling lama tiga hari. Selanjutnya 49 50
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Achmad Ali, “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan
Bawaslu”.
37
DKPP menetapkan jadwal sidang dalam waktu paling lama dua hari sejak pengaduan atau laporan dicatat dalam buku registrasi perkara. Penetapan putusan dilakukan dalam rapat pleno DKPP paling lama tiga hari setelah sidang pemeriksaan dinyatakan selesai.51
d. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mekanisme penyelesaian sengketa administrasi Pilkada yang terjadi antara penyelenggara Pilkada dengan peserta Pilkada diselesaikan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah keberatan yang diajukan oleh peserta Pilkada yang merasa dirugikan atas dikeluarkannya keputusan KPUD, keberatan tersebut diajukan kepada KPUD yang mengelurakan keputusan tersebut. Tahap kedua dilakukan apabila peserta Pilkada yang merasa dirugikan tidak puas dapat mengajukan ke PTUN.52 Kenapa demikian? Karena pada pelaksanaan penyelenggaraan Pilkada di lapangan, sebelum memasuki tahap pemungutan suara dan penghitungan suara, telah dilakukan berbagai pentahapan, misalnya tahap pendaftaran pemilih, tahap pencalonan peserta, tahap masa kampanye, dan sebagainya. Pada tahapan tersebut sudah ada keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara (beschikking), yaitu keputusan Komisi Pemilihan Umum di tingkat Daerah. Tata Usaha Negara adalah administrasi negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.
51
Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. 52 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. 88.
38
Pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, KPUD adalah salah satu Pejabat TUN. Jadi, keputusan yang dikeluarkan oleh KPUD merupakan Keputusan TUN. Keputusan TUN merupakan suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.53 Jadi, sengketa administrasi Pilkada antara Penyelenggara Pilkada dengan Peserta Pilkada atas dikeluarkannya keputusan oleh Penyelenggara Pilkada adalah sengketa TUN, yaitu sengketa yang timbul dalam bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan TUN.54 Ruang lingkup kewenangan PTUN terhadap sengketa administratif yang berkaitan dengan pemilukada Pilkada pada hakekatnya hanya mencakup proses administratif pra pelaksanaan Pilkada, antara lain: Pertama, keputusan KPUD mengenai proses pendaftaran dan verifikasi bakal calon peserta Pilkada, termasuk
53
Dr. Titik Triwulan T., S.H, M.H dan Kombes Pol. Dr. H. Ismu Gunadi Widodo, Sh., C.N., M.M, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonessia (Jakarta: Kencana, 2011), h. 313. 54 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
39
keputusan mengenai penerimaan atau penolakan bakal calon. Kedua, Keputusan KPUD mengenai penetapan/pengumuman calon yang dapat mengikuti Pilkada.55 Jenis-jenis keputusan KPUD yang merupakan keputusan tata usaha negara tersebut dimungkinkan untuk digugat di PTUN. Akan tetapi gugatan tersebut tentu saja harus memenuhi syarat prosedural-formal atau tidak karena dismissal process ( gugatan yang tidak dapat diterima), persyaratan tersebut diantaranya: 56 1) Pokok gugatan nyata-nyata tidak termasuk dalam wewenang pengadilan. 2) Syarat-syarat gugatan tidak dipenuhi oleh penggugat sekalipun ia telah diberitahu dan diperingatakan. 3) Gugatan tidak didasarkan pada alasan-alasan yang layak. 4) Apa yang dituntut dalam gugatan sebenarnya sudah terpenuhi oleh keputusan TUN yang digugat. 5) Gugatan diajukan sebelum waktunya atau telah lewat waktunya. Dimana jangka waktu pengajuan gugatan adalah 90 hari sejak diterimanya keputusan objek sengketa bagi pihak yang dituju, atau 90 hari sejak diketahuinya keputusan tersebut bagi pihak yang tidak dituju).
e. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang perubahan UU No 32 tahun 2004 yang mengatakan bahwa penanganan sengketa hasil penghitungan suara Pilkada dialihkan dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi. 57 Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam memutus perselisihan hasil Pilkada berfungsi
55
Priyatmanto Abdoellah, SH. MH, “Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam Mengadili Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 1 Juli 2014 dari http://www.scribd.com/doc/128370181/Kewenangan-Pengadilan-Tata-Usaha-Negara-DalamMengadili-Sengketa-Pemilukada 56 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 3th ed. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 94. 57 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h, Viii.
40
sebagai mekanisme kontrol terhadap kinerja KPUD sebagai penyelenggara Pilkada, dan juga untuk menjamin prinsip keadilan (fairness) dalam Pemilu.58 Dalam menyelesaikan sengketa hasil Pilkada, MK lebih banyak membatasi perselisihan
hasil
pemilu
sebagai
perselisihan
mengenai
kesalahan
penghitungan. Kemudian MK memperluas pengertian dari perselisihan hasil Pilkada yang tidak terbatas hanya salah penghitungan, akan tetapi termasuk kesalahan dalam proses yang mempengaruhi hasil Pilkada.59 Sebagaimana yang diketahui, MK telah melakukan redefenisi terhadap sengketa hasil Pilkada melalui beberapa putusannya. Dalam Undang-Undang dan peraturan yang ada, sengketa hasil Pilkada diartikan hanya sebagai perselisihan hasil perhitungan suara. Namun, MK dalam praktiknya tidak mau hanya terbatas pada penyelesaian sengketa angka atau hasil penghitungan, akan tetapi termasuk memeriksa dan mengadili pelanggaran yang mempengaruhi hasil Pilkada tersebut. MK beralasan bahwa hak konstitusional setiap orang dalam Pilkada harus dilindungi dari berbagai praktik kecurangan atau pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada. Pelanggaran-pelanggaran yang dianggap mampu mempengaruhi hasil Pilkada adalah yang memenuhi syarat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan massive.60 Sebagai Peradilan perselisihan hasil Pilkada, peradilan MK bersifat cepat dan sederhana. Peradilan ini merupakan tingkat pertama dan terakhir yang
58
Ramlan Surbakti, dkk, Penanganan Sengketa Pemilu, h. 1. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Menata Kembali Pengaturan Pemilukada, h. 114-115. 60 Veri Junaidi, Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, h. Xi. 59
41
putusannya bersifat final dan mengikat. Objek perselisihan hasil Pilkada yang dapat diajukan oleh termohon kepada MK adalah yang mempengaruhi penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pilkada atau terpilihnya pasangan calon sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pilkada diajukan ke MK paling lambat tiga hari kerja setelah termohon menetapkan hasil penghitungan suara Pilkada di daerah yang bersangkutan. Permohonan yang diajukan setelah melewati tenggat waktu tiga hari maka tidak dapat diregistrasi.61
C. Dilema Politisi dan Pilihan Rasional Politisi Para politisi sering menghadapi situasi dilematis dalam memutuskan sesuatu yang lebih banyak didasari oleh kalkulasi pragmatis. Dikatakan dilema karena politisi idealis selalu sulit dalam memperjuangkan kepentingan riil publik. Jadi, sesungguhnya tidak semua politisi bersifat super pragmatis, tetapi sayangnya yang idealis selalu berada di posisi marjinal. Dalam Politician’s Dilemma Barbara Geddes menggambarkan perilaku bernegara merupakan hasil akhir dari Rational Choices yang dilakukan oleh para pejabat yang memiliki kepentingan pribadi tetapi bertindak dalam kerangka institusi tertentu. Mereka memposisikan diri membela kepentingan masyarakat apabila kepentingan itu selaras dengan kepentingan mereka sendiri.62
61
Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalm Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. 62 Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America (Los Angeles : university of California press Berkeley, 1994), h. 132.
42
Kerangka pikir ini dipinjam dari tradisi berfikir teori pilihan rasional di level individual yang mengasumsikan bahwa kepentingan dan motivasi individu selalu menyetir segala tindakan yang akan diambilnya dengan terlebih dahulu menghitung peluang keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dari tindakannya. Teori ini mengasumsikan bahwa semua individu berwatak rasional dalam mengambil tindakan dan memiliki kebebasan dalam mengambil langkahlangkah yang mendukung kepentingannya. Semua politisi memiliki target untuk terus bertahan dalam posisinya setidaknya dalam satu periodenya. Selanjutnya menurut Geddes, penentuan struktur insentif individual politisi disesuaikan dengan institusi yang didiaminya. Dalam kasus politisi eksekutif di daerah, strategi untuk mencapai popularitas bagi dirinya mungkin harus ditempuh dengan melakukan penerobosan terhadap struktur birokrasi yang kaku dan tidak fleksibel. Barbara Geddes mengatakan ketika seorang terpilih di puncak kekuasaan eksekutif ada tiga hal yang akan dilakukan, yaitu: Pertama, memastikan bahwa ia akan bertahan setidaknya dalam periode kepemimpinannya. Kedua, menciptakan mesin politik yang loyal yang akan mendukungnya. Ketiga, menciptakan pemerintah yang efektif. Itulah mengapa pada dasarnya praktek desentralisasi menumbuhkan dilematis pada politisinya.63
63
Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America, h. 8.
43
44
`BAB III GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG & PELAKSANAAN PILWALKOT TANGERANG 2013 A. Gambaran Umum Kota Tangerang Pertumbuhan perekonomian Kabupaten Tangerang sebagai daerah lintasan perdagangan dan berdekatan dengan Ibukota Negara melesat dengan pesat. Terlebih lagi setelah diterbitkannya Inpres No.13 Tahun 1976 tentang pengembangan Jabotabek, di mana Kabupaten Tangerang menjadi salah satu daerah penyanggah Ibu Kota dan berdasarkan undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 Kota Tangerang ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Tangerang.1
Pembangunan Kota Administratif Tangerang secara makro berpijak pada kebijaksanaan pembangunan berdasarkan prioritas tahapan Repelita yang dimulai sejak Pelita pertama sampai dengan Pelita kelima.Pembangunan Kota Administrasif dilatar belakangi juga oleh beberapa faktor, diantaranya: merupakan Ibukota
Kabupaten
Tangerang,
pesatnya
pertumbuhan
ekonomi
yang
memungkinkan dapat memperbaiki kualitas kehidupan dan banyak tersedianya sumber daya alam yang membuat daya tarik para investor. Sebagai daerah yang termasuk wilayah pengembang Jabotabek, Tangerang dipersiapkan untuk mengurangi ledakan jumlah penduduk di DKI Jakarta, mendorong kegiatan
1
Diakses pada 01 Juli 2014 dari Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang http://www.tangerangkota.go.id/.
perdagangan
dan
industri
yang
berbatasan
dengan
DKI
jakarta
dan
mengembangkan pusat-pusat pemukiman.2
Kemudian pada tanggal 28 Pebruari 1993 terbit Undang-Undang No. 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kota Tangerang. Berdasarkan UU tersebut wilayah Kota Administratif Tangerang dibentuk menjadi daerah otonomi Kota Tangerang, yang lepas dari Kabupaten Tangerang. Adapun beberapa orang yang telah menjabat sebagai Walikota Tangerang sebagai berikut:Tahun 1982-1986 : Karso Permana,1986-1990 Drs. H. Yitno, 1990-1993 dan 1993-1998 Drs. H. Djakaria Mahmud, 1998-2003 Drs. H. Moc. Thamrin, 2003-2008 dan 2008-2013 Drs. H. Wahidin Halim, dan 2013-2018H.Arief R. Wismansyah, BSc., Mkes.3
1. Kondisi Geografis Secara geografis, Kota Tangerang yang berjarak 60 km dari Ibukota Provinsi Banten dan berjarak 27 km dari Ibukota DKI Jakarta. Kota Tangerang terletak pada posisi 106036’ - 106042’ Bujur Timur dan 606’- 6013’ Lintang Selatan. Batas-batas wilayah Kota Tangerang adalah: Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga, Kosambi dan Sepatan Timur di Kabupaten Tangerang. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug dan Kelapa Dua di Kabupaten Tangerang serta Kecamatan Serpong Utara dan Pondok Aren di Kota Tangerang Selatan. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar
2
Drs. H. Saeful Rohman, M. Si., Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online (Kota Tangerang: Dinas Infokom, 2010),h. 7. 3 Drs. H. Saeful Rohman, M. Si., Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online, h. 8.
45
Kemis dan Cikupa di Kabupaten Tangerang.Sebelah timur berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan di Provinsi DKI Jakarta.4 Tabel III.I. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Tangerang Nama Luas No. Kelurahan RW RT Kecamatan Wilayah 1. Ciledug 8 102 356 8,769 Km2 2. Larangan 8 89 407 9,611 Km2 3. Karang Tengah 7 74 358 10,474 Km2 4. Cipondoh 10 97 585 17,910 Km2 5. Pinang 11 74 438 21,590 Km2 6. Tangerang 8 78 398 15,785 Km2 7. Karawaci 16 127 528 13,475 Km2 8. Jatiuwung 6 41 220 14,406 Km2 9. Cibodas 6 86 450 9,611 Km2 10. Periuk 5 60 373 9,543 Km2 11. Batu Ceper 7 45 216 11,583 Km2 12. Neglasari 7 50 240 16,077 Km2 13. Benda 5 42 199 5,919 Km2 Sumber: Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ AMJ Walikota Tangerang Tahun 2009-2013) Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa Kota Tangerang memiliki 13 kecamatan, 104 kelurahan dengan jumlah rukun warga (RW) 981 dan rukun tetangga (RT) sebanyak 4.900. Kota Tangerang memiliki luas wilayah 184,24 km2, Dari luas wilayah tersebut pertumbuhan fisik Kota yang ditunjukkan oleh besarnya kawasan terbangun kota seluas 10.127,231 Ha (57,12 % dari luas kota). 2. Kondisi Ekonomi Letak Kota Tangerang sangat strategis karena berada di antara DKI Jakarta, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Posisi strategis tersebut membuat perkembangan Kota Tangerang berjalan sangat pesat. Pada satu sisi Kota Tangerang menjadi daerah limpahan berbagai kegiatan dari DKI Jakarta,
4
Pemerintah Kota Tangerang (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Walikota Tangerang Tahun 2009-2013).
46
di sisi lain menjadi daerah kolektor pengembangan wilayah Kabupaten Tangerang yang merupakan daerah dengan sumber daya alam yang sangat produktif.5 Kedudukan geostrategis Kota Tangerang tersebut telah mendorong bertumbuh kembangnya aktivitas industri, perdagangan dan jasa yang merupakan basis perekonomian dari Kota Tangerang. Beberapa kawasan strategis dan potensi ruang yang mempunyai nilai ekonomis untuk dikembangkan di Kota Tangerang, antara lain: Keberadaan Jalan Toll, Bandara Soekarno Hatta, Jalan rel double track Kereta Api, sungai cisadane, danau, pertanian, pariwisata, dan industri.6 Pendapatan Kota Tangerang pada tahun anggaran 2012 ditargetkan Rp. 2.003.183.730.952,41 dengan realisasi Rp.2.188.913.825.554,00 yang terdiri dari: Pertama, PAD ditargetkan Rp. 461.383.233.872,66 dengan realisasi Rp. 631.519.353.723,00.
Kedua,
Dana
perimbangan
ditargetkan
Rp.
1.038.314.546.121,00 dengan realisasi Rp. 1.069.716.222.828,00. Ketiga, Lainlain pendapatan daerah yang sah ditargetkan Rp. 503.485.950.958,75 dengan realisasi Rp. 487.678.249.003,00.7 Sedangkan pendapatan Kota Tangerang pada tahun anggaran 2013 ditargetkan sebesar 2,283 triliun rupiah, terealisasi sebesar 1,118 triliun rupiah pada triwulan II yang terdiri dari: Pertama, PAD ditargetkan sebesar Rp. 563.108.410.987,00 dengan realisasi Rp. 363.317.489.168,00. Kedua, Dana perimbangan ditargetkan Rp. 1.211.848.034.032,00 dengan realisasi Rp. 5
Pemerintah Kota Tangerang (Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Tangerang Tahun 2012). 6 Pemerintah Kota tangerang (LKPJ Walikota Tangerang 2012). 7 Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ AMJ Walikota Tangerang 2008-2013).
47
589.268.277.264,00. Ketiga, Lain- lain pendapatan daerah yang sah ditargetkan Rp. 508.026.402.000,00 dengan realisasi Rp. 165.831.982.756,00.8 3. Kependudukan Kota Tangerang Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi pembangunan jika memiliki kualitas yang memadai, namun sebaliknya akan menjadi beban pembangunan. Oleh karena itu, penanganan kependudukan tidak hanya pada upaya pengendalian jumlah penduduk tetapi juga menitik beratkan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Tabel III.II. Kependudukan Kota Tangerang No Tahun Laki-Laki Wanita Jumlah Luas Kepadatan Penduduk (km2) (Jiwa/km2) 805.415 766.407 1. 2009 1.571.822 164,55 9.552 863.041 817.590 2. 2010 1.680.631 164,55 10.213 969.367 914.390 3. 2011 1.883.757 164,55 11.448 1.040.677 990.617 4. 2012 2.031.294 164,55 12,345 Sumber:Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ Walikota Tangerang Tahun 2012). Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa Kota Tangerang merupakan daerah yang cukup padat, dimana dengan luas wilayah 164,55 Km2 Kota Tangerang memiliki jumlah penduduk sebanyak 2.031.294 jiwa.Selain itu dalam kurun waktu tahun 2009–2012 terjadi kenaikan rata-rata per tahun atas kepadatan penduduk sampai dengan 8.69% jiwa/km2.
B. Dinamika Sosial Politik Kota Tangerang Jakarta sebagai Ibu Kota Negara berfungsi sebagai barometer politik nasional, sehingga situasi politik di Jakarta harus selalu kondusif dan senantiasa 8
Pemerintah Kota Tangerang (LKPJ AMJ Walikota Tangerang 2008-2013).
48
harus di dukung oleh situasi politik yang kondusif pula di wilayah penyangga Ibu Kota. Kota Tangerang sebagai Pemerintahan Kota, memiliki peranan yang besar dalam hal ini, terutama dalam bidang Politik, Keamanan, dan kebijakan publik untuk dapat meminimalisir dan menanggulangi gejolak sosial politik yang mungkin terjadi di wilayah Jabodetabek.9 1. Pemilu 2004 Pada tahun 2004 suhu perpolitikan di Kota Tangerang meningkat, hal ini dikarenakan pada tahun 2004 diselenggarakan Pemilu. Setidaknya ada 45 kursi DPRD tingkat II yang diperebutkan oleh 24 partai politik di Kota Tangerang pada pelaksanaan pemilihan pada tanggal 5 April 2004.10 Tabel III.III. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD Kota Tangerang Tahun 2004 No Nama Partai Perolehan Kursi Presentasi 1. GOLKAR 9 20 % 2. PKS 7 15,5 % 3. DEMOKRAT 7 15,5 % 4. PDIP 5 11,1 % 5. PPP 5 11,1 % 6. PAN 5 11,1 % 7. PKB 2 4,4% 8. PBR 2 4,4% 9. PBB 2 4,4 % 10. PPDK 1 2,2 % 45 100 % Sumber: Humas Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang. Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partai Golkar merupakan partai pemenang Pemilu di Kota Tangerang pada tahun 2004 dengan perolehan
9
Muhammad Rifki Pratama, “Politik Pemekaran Wilayah. Studi Kasus Proses Pembentukan Kota Tangerang Selatan”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2010), h. 48. 10 KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kota Tangerang 2004 (Kota Tangerang: KPUD Kota Tangerang, 2004), h. 19.
49
kursi di DPRD sebanyak 9 kursi, diikuti oleh PKS dan Demokrat 7 kursi, PDIP, PPP dan PAN 5 kursi, PKB, PBR dan PBB 2 kursi, serta PPDK dengan 1 kursi. Dari data yang diperoleh pelaksanaan Pemilu Legislatif di Kota Tangerang tahun 2004 berjalan dengan lancar, hanya terjadi keberatan yang dilakukan beberapa saksi pada proses rekapitulasi. Keberatan atau temuan yang dilaporkan diantaranya disampaikan oleh saksi dari partai PBR, PNBK, PPD, Golkar, dan PDK. Dari kesemua keberatan yang disampaikan pada dasarnya mengenai hilangnya atau berkurangnya perolehan suara partai mereka, akan tetapi keberatan yang disampaikan banyak yang tidak memiliki bukti kuat. Setelah dilakukan klarifikasi akhirnya KPUD tetap mengesahkan hasil rekapitulasi Pemilu legislatif 2004 di Kota Tangerang dan diterima semua saksi.11 2. Pilkada 2008 Pada tahun 2008 Kota Tangerang kembali melaksanakan Pilkada, Pilkada kali ini dilaksanakan menggunakan sistem baru yaitu pemilihan langsung oleh masyarakat. Dinamika yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada di Kota Tangerang tahun 2008 tentunya sangat jauh berbeda dibandingkan tahun 2003. Masyarakat yang tadinya hanya menjadi penonton kini merekalah yang menjadi penentu siapa yang akan menjadi pemimpin di Kota Tangerang. Sistem Pilkada langsung telah membuka peluang bagi siapa saja untuk berkontestasi merebutkan tahta tertinggi di Kota Tangerang, hal ini terbukti dengan adanya tujuh bakal calon jalur
11
KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kota Tangerang 2004, h. 21-23.
50
perseorangan dan dua pasang bakal calon melalui partai politik yang mengambil formulir.12 Pada proses pendaftaran dan pengembalian berkas ada empat pasang bakal calon perseorangan dan dua pasang bakal calon yang diusung partai politik. Berdasarkan hasil rapat pleno KPUD Kota Tangerang tanggal 31 Agustus 2008 menetapkan hanya tiga pasang bakal calon yang lolos menjadi calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2008. Ketiga pasangan calon yang berkontestasi pada Pilkada Kota Tangerang 2008 diantaranya pasangan nomor urut satu Wahidin Halim-Arief R Wismansyah yang diusung Partai Golkar dan diperkuat 10 partai lainnya (Demokrat, PDIP, PPP, PAN, PBB, PBR, PKB, PDS, PP, dan PKPB), nomor urut dua pasangan H Bonie Mufidjar - Diedy Faried yang diusung Partai Keadilan Sejahtera, dan nomor urut tiga Ismet Sadeli Hasan - KH Machfud Abdullah yang melalui jalur perseorangan.13 Jika melihat kursi yang dimiliki partai pengusung masing-masing di DPRD berdasarkan hasil Pemilu 2004, pasangan nomor urut satu didukung oleh 82, 2 % kursi di DPRD, sedangkan pasangan nomor urut dua didukung oleh 15,5% kursi di DPRD. Ketiga pasangan calon tersebut memperebutkan suara sebanyak 972.207 yang tersebar di 2.273 TPS pada pelaksanaan pemungutan
12
Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008 (Kota Tangerang: KPUD Kota Tangerang, 2005), h. 46. 13 KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008, h. 52-65.
51
suara tanggal 26 Oktober 2008.14 Dari total DPT pada pelaksaan Pilkada tersebut sebanyak 72 % atau sekitar 668.670 orang mendatangi TPS.15 Berdasarkan hasil rapat Pleno terbuka mengenai rekapitulasi perolehan suara Pilkada Kota Tangerang pada 30 Oktober 2008, Ketua KPUD Kota Tangerang Drs. Imron Khamami menetapkan incumbent Wahidin Halim dan pasangannya Arief R Wismansyah sebagai pemenang Pilkada Kota Tangerang 2008 dan terpilih menjadi Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2008-2013.16 Tabel III.IV. Perolehan Suara Pilkada Kota Tangerang 2008 No Pasangan Calon Perolehan Suara Presentase 1. Wahidin Halim & Arief R 576.894 88, 22 %, Wismansyah 2. kedua Bonie Mufidjar & Diedy 64.741 9,90 % Faried Wajdi 3. Ismet Syadeli Hasan & Machfudz 12.309 1,88 % Abdullah Sumber: KPUD Kota Tangerang (Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008). Berdasarkan tabel diatas mengenai perolehan suara pada Pilkada Kota Tangerang 2008 pasangan Wahidin Halim-Arief Wismansyah meraih 576.894 suara atau 88, 22 %, disusul Bonie Mufidjar-Diedy Faried 64.741 suara atau 9,90 % dan Ismet Syadeli Hasan-Machfudz Abdullah 12.309 suara atau 1,88 %. Digandengnya Arief oleh WH sebagai pendampingnya telah menimbulkan banyak pertanyaan, hal ini karena WH diusung oleh 11 partai politik. Sehingga muncul pertanyaan dimana tokoh-tokoh politik dipartai pengusung tersebut, kenapa mereka tidak berani unjuk kemampuan untuk mendampingi Wahidin, 14
Diakses pada 13 Agustus 2014 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=55967 http://www.bantenhits.com/agenda-kpu/605-kpud-targetkan-partisipasi-70-persen 16 KPUD Kota Tangerang, “Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008”, h. 97. 15
52
padahal mereka memiliki peluang yang lebih besar ketimbang Arief karena lebih dikenal masyarakat. Faktor yang paling dominan kenapa WH memilih Arief karena Arief merupakan pengusaha muda sukses yang sudah teruji kinerjanya dan untuk menghindari perpecahan partai pengusung. Faktor lainnya adalah faktor pragmatis,
dimana
sebagai
pengusaha
sukses
tentunya
Arief
mampu
mengeluarkan Cost Politic yang cukup besar.17 Pada Pilkada 2008 tersebut tingkat partisipasi masyarakat Kota Tangerang cukup tinggi, yaitu menyentuh angka 72 %. Tingginya tingkat partisipasi setidaknya dipengaruhi oleh 2 oleh dua faktor: Pertama, merupakan Pilkada pertama di Kota Tangerang yang menggunakan sistem pemilihan langsung. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat banyak yang berpartisipasi dengan datang ke TPS untuk memilih pemimpin yang mereka inginkan. Kedua, sosok Wahidin Halim yang dianggap berhasil pada kepemimpinan sebelumnya. Secara keseluruhan pelaksanaan Pilkada Kota Tangerang tahun 2008 berjalan dengan baik, tidak ada permasalahan yang menggangu jalannya proses Pilkada. Hanya ada sedikit permasalahan mengenai ketidak akuratan DP4, tidak optimalnya kinerja petugas pemutakhiran data dan keadaan TPS yang dibuat seadanya.18 Pada saat proses rekapitulasi hasil pemungutan suara, tidak ada keberatan dari masing-masing saksi mengenai hasil rekapitulasi.19
17
Diakses pada 29 Agustus 2014 dari http://rumalutfi.wordpress.com/2008/11/21/kenapa -wahidin-arief/ 18 KPUD Kota Tangerang, “Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008”, h. 98-99. 19 Diakses pada 13 Agustus 2014 dari http://www.pelita.or.id/baca.php?id=58161
53
3. Pemilu 2009 Pada tahun 2009 lagi-lagi Kota Tangerang dihadapkan dengan proses Pemilihan Umum. Berbeda dengan Pemilu 2004, pada Pemilu 2009 diikuti oleh 38 Partai nasional dan ditambah dengan 6 partai lokal aceh.20 Jumlah tersebut jauh lebih banyak dibandingkan dengan Jumlah partai peserta Pemilu tahun 2004. 38 partai politik peserta Pemilu tersebut bertarung untuk merebutkan 50 kursi DPRD tingkat II di Kota Tangerang, jumlah tersebut lebih banyak 5 kursi dibanding tahun 2004. Pelaksanaan Pileg dilaksanakan pada tanggal 9 april 2009. Tabel III.V. Perolehan Kursi Partai Politik di DPRD Kota Tangerang 2009-2014 No Nama Partai Jumlah Kursi Presentase 1 DEMOKRAT 13 26 % 2 GOLKAR 6 12 % 3 PKS 6 12 % 4 PPP 5 10 % 5 PDIP 5 10 % 6 GERINDRA 5 10 % 7 PAN 4 8% 8 PKB 3 6% 9 HANURA 2 4% 10 PKNU 1 2% 50 100 % Sumber: Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa partai Demokrat merupakan pemenang Pemilu 2009 di Kota Tangerang dengan mendapatkan 13 kursi, sedangkan Partai Golkar yang merupakan partai pemenang pemilu 2004 dan PKS masing-masing mendapatkan 6 kursi. Partai PPP, Partai Gerindra dan PDIP 5 kursi, PAN 4 kursi, PKB 3 kursi, Partai Hanura 2 kursi dan PKNU 1 kursi.
20
Diakses pada 16 Agustus 2014 dari http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-namapartai-politik-parpol-peserta-pemilu-2009-pemilihan-umum-republik-indonesia.html
54
Pada pelaksanaan Pemilu 2009 di Kota Tangerang terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilu, dimana Ketua KPUD Kota Tangerang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penambahan suara bagi calon legislatif DPRD Provinsi Banten Partai Golkar atas nama Krisna Gunata. Tidak hanya ketua KPUD, 4 orang dari KPUD lainnya yaitu Dadang Hermawan, Hisweni Dumaria, Baihaqi dan Namun Kosasih juga terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan ikut serta karena kelaliannya sehingga terjadi perubahan sertifikat suara bagi Krisna Gunata sebanyak 260 suara. Selanjutnya Hakim yang memimpin Persidangan di Pengadilan Tinggi Tangerang menjerat mereka dengan dakwaan primer pasal 299 ayat 2 UU No 10 tahun 2008.21
C. Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 Pilwalkot Tangerang 2013 merupakan Pemilihan Kepala Daerah yang kedua kalinya menggunakan sistem pemilihan langsung setelah sebelumnya diselenggarakan pada tahun 2008 silam. Dalam melaksanakan Pilwalkot, KPUD Kota Tangerang telah menetapkan tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013. 1. Tahapan Persiapan Penyelenggaraan Pilwalkot Kota Tangerang tahun 2013 dimulai sejak tanggal 2 Februari 2013 yang diawali dengan tahapan persiapan yaitu: Pertama, penyusunan program dan anggaran Pemilu Walikota dan Wakil Walikota
21
Diakses pada 20 Agustus 2014 dari http://tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009 _berita_mutakhir/2009/06/12/brk,20090612-181657,id.html
55
Tangerang. Rencana kebutuhan biaya pada Pilwalkot Tangerang 2013 sebesar 60 Miliar yang terdiri dari 42,51 Miliar kebutuhan anggaran putaran pertama, 842 juta untuk penyelesaian sengketa dan 16,62 Miliar untuk biaya putaran kedua.22 Kedua, Penetapan Keputusan KPU Kota Tangerang yang terdiri dari Keputusan Non tahapan dan tahapan, format-format tahapan pelaksanaan keputusan, pembentukan dan pelatihan PPK, PPS dan petugas pemutakhiran data pemilih, pemberitahuan dan pendaftaran pemantau, menerima pemberitahuan DPRD Kota Tangerang kepada KPU Kota Tangerang mengenai berakhirnya masa jabatan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, dan rapat koordinasi/rapat kerja/Bimtek kepada KPU Kota Tangerang dengan penyelenggara Pilwalkot.23 2. Tahapan Pelaksanaan Pada Pilwalkot Tangerang 2013 tahapan Pelaksanaan dibagi menjadi 6 tahap, yaitu: 1. Pemutakhiran data dan pemilih, 2. Pencalonan, 3. Pengadaan dan pendistribusian perlengkapan pemungutan serta penghitungan suara, 4. kampanye, 5. Pemungutan dan penghitungan suara, 6. Pelantikan dan pengucapan janji.24 a. Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih Tahap Pemutakhiran data dan pemilih dimulai sejak 3 Maret 2013, pada tahap ini KPUD menerima DP4 dari Pemkot dan selanjutnya dilakukan penyusunan data pemilih, pemutakhiran data pemilih dan penetapan DPS, 22
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada) (Kota Tangerang: T.pn., 2013), h. 28-32. 23 SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013. 24 SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
56
pengesahan dan pengumuman DPS, serta perbaikan DPS yang dilaksanakan sampai 28 Juni 2013. Pada 03 Agustus 2013 KPUD Kota Tangerang menetapkan rekapitulasi jumlah DPT sebanyak 1.161.855 yang terdiri dari pemilih laki-laki 588.892 dan pemilih perempuan 572.963 yang tersebar di 2.938 TPS.25 b. Proses Pencalonan 1) Pendaftaran Proses pencalonan diawali dengan sosialisasi tentang tata cara pencalonan pada Pilwalkot Tangerang 2013 baik calon perseorangan maupun dari partai politik atau gabungan partai politik sejak tanggal 3-22 April 2013. KPUD Kota Tangerang menetapkan prosentase persyaratan pencalonan Pilwalkot dari partai politik adalah 15% jumlah kursi partai politik atau gabungan di DPRD Kota Tangerang yaitu 8 kursi atau 15% perolehan suara partai politik atau gabungan pada Pileg 2009 yaitu 104.910 suara.26 Tanggal 31 Mei sampai 1 Juni 2013 merupakan waktu untuk pengambilan formulir pendaftaran pasangan calon yang diajukan partai politik atau gabungan partai politik, sedangkan tahap pendaftaran dibuka sejak tanggal 2 Juni sampai 8 Juni 2013.27
Pada pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013 tidak ada pencalonan yang menggunakan jalur perseorangan, semua melalui jalur partai politik. Hingga waktu pendaftaran ditutup pada 08 Juni 2013 pukul 24.00 WIB setidaknya ada
25
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada, h. 34. 26 SKKPUD Kota Tangerang No. 60/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/V/ 2013 tentang Penetapan Prosentase Persyaratan Bakal Pasangan Calon Dari Partai Politik Atau Gabungan dalam Pilwalkot Tangerang 2013. 27 SKKPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
57
enam pasangan bakal calon Walikota/Wakil Walikota Tangerang mendaftar ke KPUD, lima pasangan balon resmi diterima dan akan diverifikasi. Sedangkan satu pasang balon yaitu Sherisada Manaf–Sutan Rabat ditolak karena tidak membawa pengurus dan rekomendasi parpol pengusung.28
Pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin yang didukung oleh Partai Demokrat, Partai Gerindra dan PKB serta pasangan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto yang diusung oleh Partai Hanura dan 22 parpol non parlemen (PPRN, PKPI, PBR, PDS, Partai Barnas, PMB, Partai Patriot, Partai Pelopor, PNBKI, PKDI, PRN, Partai Kedaulatan, PNI Marhaenisme, PSI, Pakar Pangan, PDK, PPDI, PPI, PPPI, Partai Merdeka, PPIB dan PDP) mendaftar ke KPUD pada Kamis 06 Juni 2013. Kemudian pada hari berikutnya Pasangan Tb.Dedy GumelarSuratno Abubakar yang diusung oleh PDIP dan PAN mendaftarkan diri.29
Pada hari terakhir pendaftaran tangggal 08 Juni, pasangan balon Abdul Syukur-Hilmi Fuad yang diusung oleh Partai Golkar, PKS, PBB, dan PKPB mendaftarkan dirinya ke KPUD. Sedangkan pasangan balon Harry Mulya ZeinIskandar Zulkarnain yang diusung oleh PPP, PKNU, dan Partai Gerindra murapakan pasangan terakhir yang mendaftarkan diri. Terkait dukungan ganda Partai Gerindra, ketua KPUD kota Tangerang mengatakan tetap menerima
28
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain (Mantan Komisioner KPUD Kota Tangerang) Pada Tanggal 12 Agustus 2013. 29 Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain.
58
pendaftarannya karena nanti akan dilakukan verifikasi terhadap semua persyaratan seluruh bakal calon, termasuk keabsahan dukungan parpol.30
2) Verifikasi dan Penetapan Pasangan Calon Pada tanggal 9 Juni sampai 15 Juni 2013 KPUD Kota Tangerang melakukan verifikasi kelengkapan dan kebenaran persyaratan para bakal calon kandidat Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, dari hasil verifikasi dua pasangan calon yaitu AMK-Gatot dan HMZ-Iskandar dinyatakan tidak memenuhi syarat dukungan partai politik. Dimana untuk pasangan AMK-Gatot ditemukan permasalahan kepengurusan dan surat rekomendasi partai pengusung, dan untuk pasangan HMZ-Iskandar dukungan partai Gerindranya tidak sah karena sudah memberikan dukungan kepada pasangan Arief Sachrudin. Sedangkan untuktiga pasangan lainnya ada beberapa berkas yang kurang lengkap. Kelima pasangan bakal calon tersebut kemudian diberi waktu sampai tanggal 29 Juni 2013 untuk memperbaiki dan melengkapi persyaratan yang kurang atau bermasalah.31 Selanjutnya KPUD melakukan penelitian ulang pada 30 Juni sampai 13 Juli 2013 dan dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk para pasangan bakal calon pada tanggal 14 sampai 20 Juli 2013.32 Pada tanggal 24 juni 2013 dilakukan rapat Pleno tertutup penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013, hasil dari rapat Pleno tersebut menetapkan tiga pasang calon Walikota dan Wakil Walikota yaitu HMZ-Iskandar,
30
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. 32 SKKPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013. 31
59
Syukur-Hilmi Fuad dan Tubagus Suwandi Gumelar-Suratno dinyatakan lolos dan dua pasang lainnya yaitu Arief-Sachrudindan AMK-Gatot dinyatakan tidak lolos.Pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos karena Sachrudin yang menjabat sebagai Camat Pinang tidak menyertakan surat izin dari Walikota Tangerang untuk mencalonkan diri pada Pilwalkot 2013. Sedangkan pasangan AMK-Gatot dinyatakan tidak lolos karena tidak memenuhi syarat dukungan partai pendukung, yaitu 15% total suara partai politik pada pemilu legislatif 2009 setelah partai Hanura mengalihkan dukungannya kepada pasangan HMZ-Iskandar.33 Kemudian KPUD Kota Tangerang menggelar rapat Pleno penetapan nomor urut pada 26 Juli 2013, hasilnya pasangan Harry Mulya Zein-Iskandar Zulkarnaen mendapatkan nomor urut 1, Abdul Syukur-Hilmi Fuad nomor urut 2 dan Tubagus Dedi Gumelar-Suratno Abu Bakar mendapat nomor urut 3.34 Menyikapi keputusan KPUD Kota Tangerang,Arief-Sachrudin dan AMKGatotmenggugat keputusan tersebut ke DKPP. Sidang pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang digelar pada 05 dan 06 Agustus 2013, pada sidang lanjutan DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara KPUD Kota Tangerang, memerintahkanKPUD Banten mengambil alih tugas KPUD Kota Tangerang dan mengembalikan hak konstitusional atas Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot sebagai pasangan calon Pilwalkot 2013.35 Maka Pilwalkotmenjadi
33
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. Alsadad Rudi, “Nomor Urut Peserta Pilkada Kota Tangerang 2013”, Artikel diakses pada 03 November 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/26/1754036/Ini. Nomor.Urut.Peserta.Pilkada.Kota.Tangerang.2013 35 Iqbal Fadil, “DKPP Loloskan dua Pasangan Calon yang digagalkan KPU Tangerang”, http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-2-pasang-calon-yang-digagalkankpu-tangerang.html 34
60
diikuti lima pasangan calon. Selanjutnya, KPUD Banten melakukan rapat Pleno penetapan nomor urut untuk dua pasangan tersebut. Dari hasil pengundian nomor urut pada tanggal 11 Agustus 2013, pasangan AMK-Gatot mendapatkan nomor urut empat dan pasangan Arief-Sachrudin mendapatkan nomor urut lima.36 c. Masa Kampanye Tahapan kampanye diawali dengan pemberitahuan tim kampanye dan rekening awal dana kampanye serta diadakan pertemuan peserta Pilwalkot tentang pelaksanaan kampanye. Masa kampanye terbuka bagi lima pasang calon dilaksanakan selama sepuluh hari terhitung mulai tanggal 16 Agustus 2013. Masing-masing pasangan calon memperoleh jatah waktu dua hari untuk berkampanye. Selanjutnya tanngal 18-30 Agustus 2013 adalah masa tenang sekaligus dilakukan pembersihan atribut dan alat peraga kampanye.37
d. Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Tahapan pemungutan dan penghitungan suara diawali dengan masa persiapan yang berlangsung mulai tanggal 10 sampai 30 Agustus 2013. Masa persiapan terdiri dari pembentukan KPPS dan bimbingan teknis serta sosialisasi, pengecekan persiapan pemungutan suara, penyampaian salinan DPT untuk TPS, PPL dan saksi pasangan calon, pengumuman dan pemberitahuan tempat, hari dan waktu pemungutan suara di TPS, serta yang terakhir adalah penyiapan TPS.38
36
SK KPUD Kota Tangerang No. 083/Kpts/KPU.Prov-015/Tahun 2013 tentang Perubahan Terhadap Keputusan KPUD Kota Tangerang tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang sebagai Peserta Pilwalkot 2013. 37 SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013. 38 SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013.
61
Proses pemungutan suara Pilwalkot Kota Tangerang 2013 dilaksanakan secara serentak pada 31 Agustus 2013. Selanjutnya dilakukan proses penghitungan dan rekapitulasi suara serta penyusunan sertifikat dari tingkatan TPS sampai tingkatan KPUD sejak 31Agustus sampai 06 September 2013 sekaligus penetapan dan pengumuman hasil Pilwalkot Tangerang 2013.39 Berdasarkan hasil rekapitulasi perhitungan suara Pilwalkot Tangerang 2013, dari jumlah DPT 1.161.855 pemilih yang menggunakan hak pilihnya hanya 715.491 pemilih yang terdiri dari 709.875 suara sah dan 5.616 suara tidak sah.40 Tabel III.VI. Hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilwalkot Tangerang 2013 NO
Nama Pasangan Calon
Perolehan Suara
Prosentase
1.
Dr. HM. Harry Mulya Zein M.Si 45.627 6,43 % & Iskandar S. Ag 2. H. Abdul Syukur & Hilmi Fuad 187.003 26,34 % ST.M.KOM 3. Tubagus Suwandi Sumelar & Ir. 121.375 17,10 % Suratno Abubakar, MM 4. Ir. H. Ahmda Marju Kodri & 15.060 2,12 % Drs. Gatot Suprijatno 5. H. Arief R. Wismansyah, Bsc. 340.810 48,01 % M.kes & Drs. H. Sachrudin Sumber: KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada 2013). Dari tabel hasi rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilwalkot Tangerang 2013 dapat dilihat bahwa pasangan nomor urut lima yaitu Arief-Sachrudin merupakan pasangan yang meraih suara terbanyak dengan presentasi 48,01 % atau 340.810 suara, disusul dengan pasangan nomor urut dua dengan 26, 34 %, nomor 39
SKKPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013. KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada, h. 59-60. 40
62
urut tiga dengan 17,10 %, nomor urut satu dengan 6,43 % dan pasangan nomor urut 4 dengan raihan suara sebanyak 2,12%. e. Perselisihan Hasil Pilwalkot Tangerang 2013 Pada Tanggal 11 September 2013 pasangan Abdul Syuku-Hilmi Fuad dan Harry Mulya Zein-Iskandar mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi. Isi permohonan kedua pasang calon tersebut pada intinya tidak terima dengan
keputusan
KPUD
Provinsi
Banten
yang
mengembalikan
hak
konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot berdasarkan hasil keputusan DKPP. Mereka juga menganggap ikut sertanya kedua pasangan tersebut telah mempengaruhi hasil Pilwalkot 2013 dan telah terjadi kecurangan seperti Money Politic yang dilakukan pasangan Arief-Sachrudin.41 Kemudian pada sidang tanggal 01 Oktober 2013 MK mengeluarkan putusan sela yang isinya memerintahkan KPUD Provinsi Banten untuk mengklarifikasi dukungan ganda partai Hanura dan melakukan tes kesehatan pasangan AMK-Gatot. Selanjutnya pada sidang tanggal 19 November MK memutuskan mendiskualifikasi pasangan AMK-Gatot karena tidak memenuhi syarat sebagai pasangan calon dan memerintahkan KPUD Provinsi Banten untuk menetapkan pasangan nomor urut 5 yaitu Arief-Sachrudin sebagai calon terpilih.42 f. Penetapan Hasil Pilwalkot Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi
41
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada, h. 81. 42 KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka PemilukadaKota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada, h. 313-316.
63
Pasca dikeluarkannya putusan MK terkait sengketa Pilwalkot Kota Tangerang 2013, KPUD Banten pada tanggal 20 November 2013 kemudian menggelar rapat Pleno penetapan hasil penghitungan perolehan suara Pilwalkot Tangerang 2013 dan Pleno penetapan calon Walikota dan Wakil Walikota terpilih pada Pilwalkot Tangerang 2013 yaitu pasangan nomor urut lima Arief R Wismansyah – Sachrudin sebagai pasangan calaon terpilih dengan rincian: Tabel III.VII. Hasil Perolehan Suara Pilwalkot Tangerang 2013 Pasca Putusan MK NO
Nama Pasangan Calon
Perolehan Suara
1.
Dr. HM. Harry Mulya Zein 45.627 M.Si & Iskandar S. Ag 2. H. Abdul Syukur & Hilmi 187.003 Fuad ST.M.KOM 3. Tubagus Suwandi Sumelar & 121.375 Ir. Suratno Abubakar, MM 5. H. Arief R. Wismansyah, 340.810 Bsc. M.kes & Drs. H. Sachrudin Sumber: SK KPUD Banten No. 178/BA/XI/Tahun 2013
Prosentase 6,43 % 26,34 % 17,10 % 48,01 %
Dari tabel perolehan suara Pilwalkot Tangerang 2013 yang ditetapkan KPUD Banten setelah dikeluarkannya keputusan MK tidak ada yang berubah dari hasil
rekapitulasi,
hanya
perolehan
didiskualifikasi menjadi suara tidak sah.
64
suara
pasangan
AMK-Gatot
yang
65
BAB IV SENGKETA PEMILIHAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANGERANG 2013 Pemilihan Kepala Daerah langsung merupakan sebuah terobosan baru yang bermakna bagi proses konsolidasi demokrasi di tingkat lokal, karena sistem Pemilihan Kepala Daerah langsung akan membuka ruang partisipasi yang lebih luas bagi masyarakat dalam proses demokrasi untuk menentukan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Selain itu, sistem tersebut membuka peluang bagi masyarakat untuk mengaktualisasi hak-hak politiknya secara lebih baik tanpa harus direduksi oleh kepentingan-kepentingan elite politik seperti ketika berlaku sistem demokrasi perwakilan. Tidak hanya itu, Pemilihan Kepala Daerah secara langsung akan memicu timbulnya figure pemimpin yang aspiratif, kompeten, legitimate, dan berdedikasi di daerah.1 Akan tetapi, sistem pemilihan langsung yang notabene adalah sebuah antitesa
dari
sistem
pemilihan
oleh
DPRD
nyatanya
belum
mampu
menghilangkan permasalahan yang terjadi pada pemilihan melalui DPRD. Sistem pemilihan langsung justru memperlebar cakupan permasalahan yang terjadi pada sistem perwakilan dan menimbulkan permasalahan baru. Permasalahan yang terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah langsung di Indonesia di antaranya adalah DPT tidak akurat, Proses pencalonan yang bermasalah (munculnya dualisme pencalonan dan berpindah-pindahnya dukungan 1
Zoulexander, “Pilkada Dalam Perspektif Sosial”, artikel diakses pada 02 November 2014 dari http://www.scribd.com/doc/84073352/PILKADA-DALAM-PERSPEKTIF-SOSIAL
partai politik, serta KPU tidak netral dalam menetapkan pasangan calon), pemasalahan pada masa kampanye, manipulasi dalam penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan, netralitas incumbent dan Kepala Daerah, serta penyelenggara tidak adil dan netral. Pada pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013 juga tidak luput dari permasalahan, permasalahan banyak terjadi pada tahap pencalonan hingga menyebabkan terjadinya sengketa.
A. Latar Belakang Sengketa Adimistrasi Pilwalkot Tangerang 2013 Pada penyelanggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 banyak permasalahan dan pelanggaran yang terjadi pada tahap pencalonan yang kemudian menyebabkan terjadinya sengketa. Sengketa yang terjadi pada Pilwalkot Tangerang 2013 bisa dikatakan cukup rumit dan berkepanjangan, hal itu karena banyaknya permasalahan dan pelanggaran yang terjadi. Selain itu sengketa juga melibatkan banyak unsur, mulai dari peserta, penyelenggara, dan juga melibatkan Wahidin Halim yaitu Walikota Tangerang. 1. Perpindahan Dukungan Partai Hanura dan Tidak Lolosnya Pasangan AMK-Gatot Sebagai Kandidat Pada Pilwalkot 2013 Pada tahap pendaftran Pilwalkot Tangerang 2013 partai Hanura memberikan dukungannya kepada pasangan AMK-Gatot. Walaupun memang DPC Hanura mengakui bahwa dukungan dari partai-partai non kursi di parlemen kepada pasangan AMK-Gatot masih banyak kekurangan seperti masalah SK kepengurusan dan beberapa partai yang sudah berganti nama. Akan tetapi mereka
66
tetap memutuskan untuk mendaftarkan AMK-Gatot ke KPUD sambil memenuhi kekurangan yang ada.2 Pasangan AMK-Gatot pada awalnya didukung oleh Partai Hanura dan 22 partai non parlemen dengan akumulasi raihan suara pada Pileg 2009 sebanyak 111.352 suara, jumlah tersebut sudah melebihi syarat minimal yang ditetapkan oleh KPUD Kota Tangerang sebanyak 104.910 suara atau 15%. 3 Kemudian setelah KPUD melakukan verifikasi, tepatnya pada tanggal 15 Juni 2013 pasangan AMK-Gatot
mendapatkan
015.436421/VI/2013
yang
surat
dari
menyatakan
KPUD
bahwa
No.312/KPU-Kota-
kelengkapan
administrasi
dukungan terhadap AMK-Gatot tidak lengkap dan tidak memenuhi syarat karena dukungan PKDI, PPIB dan PDP yang diberikan kepada pasangan AMK-Gatot bermasalah.4
KPUD Kota Tangerang kemudian memberikan waktu sejak tanggal 15 Juni sampai 29 Juni 2013 kepada pasangan AMK-Gatot untuk memperbaiki dan melengkapi kekurangan yang ada. Mendapat informasi bahwa ada indikasi pasangan AMK-Gatot tidak lolos sebagai pasangan calon pada Pilwalkot 2013, pengurus partai Hanura mencoba mencari alternatif pasangan calon lain untuk
2
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah (Sekjen DPC Hanura Kota Tangerang pada tanggal 31 Agustus 2014. 3 Diakses pada 02 Desember 2014 dari http://www.antaranews.com/berita/389393/dkppberhentikan-anggota-kpu-kota-tangerang 4 Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain (Mantan Komisioner KPUD Kota Tangerang) Pada Tanggal 12 Agustus 2013.
67
didukungnya. Hal tersebut dilakukan karena partai Hanura sangat ingin berpartisipasi pada Pilwalkot Tangerang 2013.5
Pada saat itu pasangan HMZ-Iskandar yang kekurangan jumlah partai pengusung karena partai Gerindra yang dicantumkan sebagai partai pengusung pasangan tersebut pada saat pendaftaran dinyatakan tidak sah, dimana dukungan yang sah dari Partai Gerindra adalah kepada pasangan Arief-Sachrudin. Pasangan HMZ-Iskandar
ketika
mendapat
informasi
bahwa
Partai
Hanura
akan
mengalihkan dukungan mereka memberikan respon positif.
Akhirnya DPC Hanura memutuskan untuk mengalihkan dukungannya kepada pasangan HMZ-Iskandar karena dari empat pasangan calon yang tersisa hanya pasangan tersebut yang memberikan respon positif. Kemudian DPC Hanura melakukan kordinasi terkait permasalahan yang dialami oleh pasangan AMKGatot dan keinginan untuk mengalihkan dukungan kepada pasangan HMZIskandar ke DPP Hanura. DPP Hanura kemudian mengeluarkan SK DPP partai Hanura No SKEP/B/683/DPP-HANURA/VI/2013 tanggal 18 Juni yang berisi keputusan untuk mendukung pasangan Hari Mulya Zein-Iskandar pada Pilwalkot Tangerang 2013.6
Pada saat pasangan AMK-Gatot bersama tim mencoba menyelesaikan permasalahan dan melengkapi kekurangan yang ada, timbul permasalahan baru
5 6
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah. Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah.
68
ketika yaitu Partai Hanura melakukan perpindahan dukungan dari pasangan AMK-Gatot dan kepada pasangan HMZ-Iskandar.
Perpindahan dukungan Partai Hanura tersebut kemudian berefek pada surat: 378/KPU-Kota-015.436421/VII/2013 yang dikeluarkan KPUD Kota Tangerang tanggal 13 Juli 2013 tentang pemberitahuan hasil penelitian ulang kelengkapan dan perbaikan persyaratan dan perbaikan persyaratan bakal calon Pilwalkot Tangerang yang memberitahukan bahwa persyaratan dukungan partai politik atau gabungan partai politik pasangan AMK-Gatot tidak lengkap atau memenuhi syarat.7
Kemudian pada saat dilaksanakan rapat Pleno tertutup penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013, KPUD Kota Tangerang menetapkan bahwa pasangan AMK-Gatot tidak lolos sebagai pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013 karena dukungan pasangan AMK-Gatot setelah dikurangi Partai Hanura tidak memenuhi syarat. Total partai pengusung pasangan AMK-Gatot adalah 22 partai dan hanya memiliki total suara pada pileg 2009 sebanyak 75.761 suara.8
2. Tidak Lolosnya Pasangan Arief-Sachrudin Sebagai Kandidat Pada Pilwalkot 2013
Pada penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 KPUD mensyaratkan bahwa setiap pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang berasal dari PNS/Polisi/TNI harus melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya yang 7
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013 tentang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang. 8 Wawancara langsung dengan Bapak Safril Elain.
69
di tanda tangani atau disetujui oleh atasannya. KPUD Kota Tangerang berpedoman pada peraturan Kepala BKN Nomor 10 Tahun 2005 Tentang PNS yang menjadi calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah.9 Pada tanggal 6 Juni 2013 pasangan Arief-Sachrudin telah menyerahkan dokumen pendaftaran pencalonan Walikota dan Wakil Walikota kepada KPUD Kota Tangerang. Namun, formulir surat pernyataan pengunduran diri dan tidak aktif dalam jabatan Negeri bagi PNS calon Wakil Walikota Sachrudin tidak ada. 10 Kemudian pada tanggal 14 Juni 2013, calon Wakil Walikota Sahcrudin yang menjabat sebagai Camat Pinang mengajukan surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatannya kepada Walikota Tangerang Bapak Wahidin Halim untuk memenuhi kelengkapan dokumen yang diperlukan. Pengajuan surat tersebut ada tanda terimanya dan WH panggilan akrab Wahidin Halim telah memberikan disposisi kepada BKPP hukum untuk diproses lebih lanjut.11 Pada tanggal 15 Juni 2013 pasangan Arief-Sachrudin menyerahkan surat pengunduran diri Sachrudin dari jabatannya kepada KPUD Kota Tangerang, ditanggal yang sama KPUD mengeluarkan surat pemberitahuan yang isinya menyatakan bahwa kelengkapan pasangan Arief-Sachrudin tidak lengkap atau tidak memenuhi syarat dengan dasar karena belum ada daftar susunan tim kampanye dan rekening khusus kampanye. Sedangkan untuk surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan negeri Sachrudin sudah dinyatakan memenuhi syarat. Kemudian KPUD Kota Tangerang memerintahkan agar pasangan Arief-
9
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 11 Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin (Wakil Walikota tangerang) pada tanggal 17 September 2014. 10
70
Sachrudin untuk memperbaiki atau melengkapi kekurangan tersebut pada masa perbaikan berkas persyaratan pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013.12 Selanjutnya pada tanggal 20 Juni 2013, pasangan Arief–Sachrudin melengkapi dokumen daftar susuan tim kampanye dan rekening khusus dana kampanye kepada KPUD Kota Tangerang, namun tiba-tiba surat pernyataan pengunduran diri dan tidak aktif Sachrudin sebagai PNS dikatakan sedang dalam proses. Pada tanggal 13 Juli 2013, KPUD kembali mengeluarkan surat pemberitahuan hasil penelitian kelengkapan administrasi bakal calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang yang menyatakan bahwa kelengkapan administrasi pasangan Arief-Sachudin lengkap atau memenuhi syarat.13 Akan tetapi, didalam lampiran berita acara nomor 28/BA/VII/2013 tanggal 13 Juli 2013 oleh KPUD ditambahkan keterangan sebagai berikut : 1. Klarifikasi yang sudah dilakukan oleh KPU Kota Tangerang belum mendapatkan jawaban. 2. Apabila pada penetapan pasangan calon belum ada surat pemberhentian dari jabatan negeri bagi Pegawai Negeri Sipil maka status memenuhi syarat (MS) tersebut akan dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS).14 Atas dasar tersebut pada tanggal 17 Juli 2013 Sachrudin kembali mengirimkan surat pernyataan pengunduran diri dari jabatannya kepada atasannya yaitu Walikota Tangerang. Sejak pertama kali mengajukan surat pengunduran diri dari jabatan tanggal 14 Juni setidaknya Sachrudin sudah lima kali menemui WH, akan tetapi tidak ada tanggapan dari WH mengenai surat pengunduran diri
12
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril. Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 14 Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 13
71
tersebut. 15 Atas dasar hal tersebut dan berdasarkan peraturan KPU bahwa bagi calon Walikota atau Wakil Walikota yang berasal dari PNS hanya pelu melampirkan surat pengunduran diri, maka Sachrudin hanya melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai Camat pinang tanpa ditandatangain dan diberi stempel dinas oleh WH. Tepat pada tanggal 24 Juli 2013 KPUD Kota Tangerang menggelar rapat Pleno penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013, KPUD Kota Tangerang memutuskan bahwa pasangan Arief-Sachrudin tidak lolos sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013. Pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot Tangerang 2013 oleh KPUD Kota Tangerang karena mereka tidak melampirkan surat pengunduran diri Sachrudin sebagai PNS dan Camat Pinang yang di setujui oleh atasannya yaitu Wahidin Halim. 3. Netralitas dan Lemahnya Pemahaman KPUD Terhadap Regulasi Sumber permasalahan yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013 hingga menyebabkan terjadinya sengketa adalah penyelenggara Pilwalkot itu sendiri yaitu KPUD Kota Tangerang. Hal itu karena KPUD tidak netral dalam menjalankan tugasnya dan lemahnya pemahaman KPUD Kota Tangerang terhadap regulasi.
Pertama, KPUD Kota Tangerang mengizinkan perpindahan dukungan Partai Hanura dan tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot sebagai pasangan
15
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin.
72
calon. Dalam peraturan KPU tentang pedoman teknis pencalonan Pemilihan Kepala Daerah menyebutkan bahwa partai politik yang sudah memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon tidak diperbolehkan untuk menarik dukungannya dan memberikan dukungannya kepada pasangan calon Kepala Daerah yang lain. 16 Akan tetapi yang terjadi pada Pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013 Partai Hanura yang pada awalnya memberikan dukungannya kepada pasangan AMK-Gatot justru melakukan penarikan dukungan dan mengalihkannya kepada pasangan HMZ-Iskandar.
Kemudian dalam peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa apabila partai politik tetap melakukan penarikan dukungan dari pasangan calon yang sudah mereka dukung dan mengalihkannya kepada pasangan lainnya maka KPUD tetap menganggap dukungan yang sah adalah kepada pasangan calon pertama.17 Namun KPUD Kota Tangerang melakukan hal yang berbeda, dimana mereka justru menerima dan mengesahkan dukungan partai Hanura yang diberikan kepada pasangan HMZ-Iskandar.
Berdasarkan peraturan yang ada seharusnya pasangan AMK-Gatot pada saat penetapan pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot, karena dukungan partai Hanura tetap dimiliki oleh pasangan AMK-Gatot bukan pasangan HMZ-Iskandar. Dengan demikian pasangan yang seharus tidak lolos pada penetapan pasangan calon adalah pasangan HMZ-Iskandar. Jadi, Keputusan KPUD Kota Tangerang yang 16
Peraturan KPU Nomor 09 tahun 2012 tentang pedoman teknis pencalonan Pemilihan Kepala Daerah. 17 Peraturan KPU Nomor 09 tahun 2012.
73
menerima perpindahan dukungan partai Hanura dan tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot adalah keputusan yang keliru dan apapun alasannya sangat tidak dibenarkan karena melanggar peraturan yang ada. Tidak hanya itu, keputusan KPUD dengan tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot telah merenggut hak konstitusional mereka. “Keputusan komisioner KPUD Kota Tangerang yang mengizinkan perpindahan dukungan partai Hanura tidak tepat karena melanggar peraturan. Sehingga dukungan partai Hanura tetap untuk pasangan AMK-Gatot. Jadi, pasangan AMK-Gatot seharusnya lolos sebagai kandidat pada Pilwalkot Tangerang 2013 bukan pasangan 18 HMZ-Iskandar yang jelas-jelas kekurangan partai pengusung”.
Kedua, KPUD tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin. Keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin karena surat pengunduran diri Sachrudin tidak ditandatangani dan diberi stempel dinah oleh Wahidin Halim tidak berdasar dan menimbulkan banyak pertanyaan. Salah satu pertanyaan mendasarnya adalah kenapa KPUD Kota Tangerang berpedoman pada peraturan BKN bukan kepada peraturan KPU. Padahal sudah sangat jelas bahwa peraturan BKN tersebut mengatur mengenai kewajiban seorang PNS yang akan mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah kepada negara. Sedangkan kewajiban seorang PNS kepada KPUD ketika akan mencalonkan diri pada Pilwalkot/Pilbub/Pilgub hanya membuat dan melampirkan surat pernyataan pengunduran diri dari jabatannya.
Pernyataan diatas berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 dan Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa bagi setiap PNS yang akan
18
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi (Kasubag Tekpem KPUD Kota Tangerang) pada 11 Agustus 2014.
74
mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kelapa Daerah hanya perlu membuat dan melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya. Pada saat mendaftarkan diri sebagai Wakil Walikota Tangerang pada Pilwalkot 2013 Sachrudin sudah membuat dan melampirkan surat pengunduran diri tersebut. Dengan demikian sudah sangat jelas bahwa seharusnya pasangan Arief-Sachrudin lolos sebagai kandidat pada saat rapat Pleno penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013 oleh KPUD. “Pasangan Arief-Sachrudin seharusnya lolos pada saat Pleno penetapan pasangan calon, hal itu karena pasangan tersebut sudah mendapatkan dukungan gabungan partai politik melebihi 15% kursi di parlemen. Mengenai tidak di izinkannya Sachrudin oleh WH tidak dapat menjadi alasan, karena diperaturan KPU hanya dikatakan bahwa calon Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah yang berasal dari 19 PNS cukup membuat surat laporan ke atasan dalam bentuk tertulis”. “keputusan yang dikeluarkan oleh KPUD Kota Tangerang itu sangat jelas menyimpang dan tidak berdasar, karena memang di dalam UU tidak diatur mengenai surat pengunduran diri harus mendapat tanda tangan dari atasan. Dalam UU hanya mengatakan melampirkan surat pengunduran diri saja kepada atasan dan dilampirkan 20 pada saat pendaftaran”. “Keputusan tersebut terlalu mengada-ada atau dibuat-buat alasannya, karena memang itu bukan persyaratan yang ada di dalam UU. Kami sudah melampirkan surat pengunduran diri kepada KPUD yang merupakan salinan dari surat yang kami sampaikan kepada Bapak WH, seharusnya dengan surat tersebut saja pasangan kami sudah lolos, karena di dalam UU hanya disyaratkan melampirkan surat pengunduran 21 diri”.
Keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan pasangan AriefSachrudin adalah keputusan yang sarat akan kepentingan. Hal tersebut dapat dilihat sejak awal masa pendaftaran, pada saat itu KPUD Kota Tangerang menerima berkas pendaftaran pasangan HMZ-Iskandar yang mencantumkan
19
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul. Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin. 21 Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep (Ketua Team Sukses Arief-Sahcrudin) Pada Tanggal 23 Oktober 2013. 20
75
partai Gerindra sebagai partai pengusungnya. Padahal pasangan Arief-Sachrudin sudah terlebih dahulu mendaftarkan diri dengan mencantumkan partai Gerindra sebagai partai pengusungnya.
Selain itu telah terjadi keterangan yang berubah-ubah pada masa verifikasi dan perbaikan berkas pendaftaran. Pertanggal 15 Juni KPUD mengatakan bahwa surat pengunduran diri Sachrudin tidak bermasalah, akan tetapi pada tanggal 20 Juni KPUD mengatakan bahwa surat pengunduran tersebut sedang dalam proses. Kemudian pada tanggal 13 Juli KPUD Kota Tangerang menerangkan bahwa surat pengunduran diri Sachrudin sudah memenuhi syarat. Akan tetapi pada Pleno penetapan psasangan calon KPUD tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin.
Tidak hanya itu, penjelasan KPUD Kota Tangerang mengenai alasannya tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin tidak masuk akal. KPUD mengatakan bahwa pasangan Arief-Sachrudin selain tidak melengkapi surat pengunduran diri Sachrudin juga melakukan kebohongan. Dimana dalam berkas pendaftaran pasangan Arief-Sachrudin melampirkan surat pengunduran diri Sachrudin sebagai Camat Pinang yang disampaikan kepada WH pada tanggal 01 Juni, akan tetapi ketika di cross check ke WH ternyata tidak benar. 22 Padahal Sachrudin baru mengajukan surat pengunduran diri pada tanggal 14 Juni kepada WH dan dilampirkan ke KPUD pada tanggal 15 Juni.
Melihat fakta-fakta di atas sudah cukup membuktikan bahwa KPUD Kota Tangerang tidak netral pada pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013. KPUD Kota 22
Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain.
76
Tangerang memang sejak awal terbukti ingin menggugurkan pasangan AriefSachrudin. Akan tetapi hal tersebut bukan keinginan KPUD semata, melainkan ada pihak lain yang mencoba mempengaruhi keputusan KPUD yaitu WH. Kenapa WH? karena pada Pilwalkot Tangerang 2013 adik kandung Wahidin yaitu Abdul Syukur mencalonkan diri sebagai calon Walikota bersama Hilmi Fuad, sehingga WH ingin memuluskan langkah adiknya untuk menjadi Walikota Tangerang. Terlebih lagi pasangan Arief-Sachrudin merupakan kandidat terkuat. Walaupun tidak ada bukti nyata yang memperkuat statement ini, akan tetapi dari kronologis dan keterangan beberapa pihak sudah cukup menguatkan. “Ada kemungkinan empat orang Komisioner KPUD Kota Tangerang tidak netral dalam melakukan verifikasi dan menetapkan pasangan calon. Hal ini karena KPUD Kota Tangerang menggunakan APBD dalam menyelenggarakan Pilwalkot, sehingga perlu membangun hubungan baik dengan Walikota agar dana yang 23 dibutuhkan dapat terpenuhi”. “Kumungkinan besar WH melakukan intervensi kepada KPUD Kota Tangerang sehingga KPUD tidak netral dalam mengambil keputusannya. Intervensi dilakukan karena adik kandung WH mencalonkan diri dan melihat pasangan AriefSachrudin merupakan kandidat terkuat”.24
Terkait
isu
mengenai
netralitas
KPUD
Kota
Tangerang dalam
menjalankan tugasnya, Sachrudin juga angkat bicara “saya pikir saya tidak perlu mengatakan KPUD netral atau tidak, masyarakatpun bisa menilainya sendiri”.25 Walaupun tidak secara ekplisit mengatakan bahwa KPUD tidak netral, namun dari pernyataan tersebut membuktikan bahwa Sachrudin mengamini bahwa KPUD Kota Tangerang memang tidak netral dalam menjalankan tugasnya.
23
Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah. Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul. 25 Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin. 24
77
Jika diambil benang merahnya, maka sangat masuk akal kalau pernyataan bahwa KPUD Kota Tangerang tidak netral dalam menjalankan tugasnya dan ada keterlebiatan WH dalam beberapa keputusan KPUD. Pertama, WH tidak memberikan izin kepada Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai calon Wakil Walikota. Kedua, KPUD Kota Tangerang tidak meloloskan pasangan AriefSachrudin karena permasalahan surat pengunduran diri Sachrudin sebagai Camat Pinang yang tidak disetujui oleh WH.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa KPUD Kota Tangerang dalam menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara Pilwalkot Tangerang 2013 tidak berpegang teguh pada asas penyelenggara pemilihan umum, yaitu: mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, akuntabilitas, efisiensi, efektivitas. 4. Respon Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot
Para pendukung pasangan Arief-Sachrudin setelah mendengar keputusan KPUD Kota Tangerang bahwa pasangan yang didukungnya tidak lolos, pada tanggal 25 Juli 2013 Ribuan orang mengepung kantor KPUD Kota Tangerang. Dalam aksi yang dilakukan mereka membawa berbagai atribut yang meminta KPUD untuk menunda pengumuman sebelum jelas apa yang menjadi substansi dan mengecam WH yang tidak memberikan izin kepada Sachrudin untuk
78
mencalonkan diri. Aksi tersebut berlangsung ricuh, bahkan dua anggota polisi terpaksa harus di evakuasi karena terluka di bagian kepalanya.26
Kemudian pada tanggal 29 Juli 2012, pendukung Arief-Sahcrudin kembali menduduki kantor KPUD Kota Tangerang.
27
Pada hari yang sama para
pendukung Arief -Sachrudin juga melakukan aksi di Kantor KPUD Banten. Mereka menuntut agar KPUD Banten untuk segera mengkaji ulang keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan pasangan bakal calon Arief– Sachrudin dan mereka meminta Arief-Sachrudin ditetapkan sebagai calon wali kota dan wakil wali kota Tangerang 2013.28 Sejalan dengan aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para pendukung dan simpatisannya, pasangan Arief-Sachrudin beserta tim sukses menempuh jalur hukum. Langkah yang diambil oleh pasangan Arief-Sachrudin adalah melaporkan KPUD Kota Tangerang ke Panwaslu Kota Tangerang dan PTUN. Selain itu juga pasangan Arief-Sachrudin melaporkan KPUD Kota Tangerang ke DKPP pada 29 Juli 2013.29
Sedangkan untuk pasangan AMK-Gatot ketika Mendapatkan informasi bahwa Partai Hanura akan melakukan perpindahan dukungan kepada pasangan HMZ-Iskandar, mereka merasa terdzalimi oleh DPC Hanura Kota Tangerang. 26
Amba Dini Sekarningrum, “Pendukung Arif-Sachrudin Demo KPUD Kota Tangerang”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://jakarta.okezone.com/read 2013/07/25/501/ 842291/pendukung-arif-sachrudin-demo-kpud-kota-tangerang 27 Amba Dini Sekarningrum, “Demo Sunyi Pendukung Arief-Sachrudin”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://ekbis.sindonews.com/read/2013/07/29/31/766653/demo-sunyipendukung-arief-sachrudin 28 Berita Satu, “Massa Pendukung Pasangan Arief-Sachrudin Demo di Kantor KPU Banten”, Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://www.beritasatu.com/nasional/ 128861massa-pendukung-pasangan-ariefsachrudin-demo-di-kantor-kpu-banten.html 29 Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep.
79
Mereka bersama para pendukungnya kemudian mendatangi kantor DPC Hanura pada 19 Juni 2013 untuk mempertanyakan kebenaran pencabutan dukungan.30
AMK bersama ratusan pendukungnya kemudian meminta pihak DPC Hanura untuk bersama sama membawa permasalahan ini ke DPP HANURA dan meminta Ketua DPC Hanura untuk menandatangani fakta integritas yang berisi bahwa Partai Hanura tidak akan melakukan penarikan dukungan karena tim bisa menyelesaikan kekurangan yang ada. Merasa diperlakukan tidak menyenangkan akhirnya DPC Hanura melaporkan pasangan AMK-Gatot dan tim ke polisi atas pemaksaan dan perbuatan tidak menyenangkan. 31 Kemudian AMK-Gatot pada tanggal 18 Juli 2013 mengajukan pengaduan kepada DKPP terkait keputusan KPUD yang mengesahkan dukungan Partai Hanura kepada pasangan HMZIskndar sehingga membuat pasangan AMK-Gatot kekurangan partai pengusung.
B. Peran Wahidin Halim dalam Sengketa Administrasi Pilwalkot Kota Tangerang 2013 Pada penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 Wahidin Halim tidak bisa ikut bertarung memperebutkan kursi kepemimpinan di Kota Tangerang, hal itu karena WH sudah dua periode menjabat sebagai Walikota Tangerang. Tidak berpartisipasinya WH sebagai seorang tokoh sentral Kota Tangerang merupakan peluang emas bagi berbagai kalangan yang ingin berkontestasi pada Pilwalkot
30
Diakses pada 06 Desember 2014 dari http://jurnalkota.com/pilwakot-tangerang-amkmenunggu-hasil-klarifikasi-dpp-hanura/ 31 Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah.
80
Kota Tangerang 2013, ini terbukti dengan adanya lima pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota yang berpartisipasi. WH yang dikenal sebagai seorang tokoh Kota Tangerang memang mempunyai pengaruh sangat besar. Kiprahnya di dunia perpolitikan membuat dirinya sebagai seorang tokoh panutan untuk masyarakat Kota Tangerang, terlebih lagi WH merupakan ketua DPD Partai Demokrat Banten. Tidak bisa mencalonkan diri bukan berarti WH tidak berperan aktif pada pelaksanaan Pilwalkot, hal itu karena WH tidak ingin melepas begitu saja kursi kepemimpinan di Kota Tangerang yang sudah dua periode didudukinya. 1. Usaha Wahidin Halim Menjegal Pasangan Arief-Sachrudin Perlu diketahui bahwa pada penyelenggaraan Pilwalkot 2013 setidaknya ada dua orang calon Wakil Walikota yang berasal dari PNS, yaitu Sachrudin yang menjabat sebagai Camat Pinang dan Harry Mulya Zein yang menjabat sebagai Sekda Kota Tangerang. Bagi seorang PNS yang ingin mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah berdasarkan UU No. 12 Tahun 2008 dan peraturan BKN Nomor 10 Tahun 2005 dijelaskan bahwa mereka harus membuat surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan PNS yang disampaikan kepada atasannya dalam hal ini Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang. Sachrudin dan HMZ menyikapi hal tersebut kemudian mengajukan surat pengunduran dirinya kepada WH, akan tetapi hanya HMZ yang surat pernyataannya dikembalikan setelah diberi tandatangan WH dan stempel dinas atau bisa dikatakan disetujui pengunduran dirinya. Sedangkan untuk Sachrudin
81
tidak mendapatkan surat pernyataan yang sudah ditandatangani dan diberi stempel dinas atau bisa dikatakan tidak disetujui pengunduran dirinya. Banyak isu yang beredar bahwa Bapak Sachrudin tidak mengajukan surat pengunduran diri, namun faktanya Sachrudin sudah mengajukan surat pengunduran diri sebagai PNS dan Camat Pinang kepada WH dan mendapatkan bukti tanda terima serta sudah di disposisikan kepada BPPK. Akan tetapi tidak ada respon positif dan tanggapan yang jelas hingga Pleno penetapan pasangan calon oleh KPUD Kota Tangerang digelar. “WH tidak mengatakan apakah saya (Sachrudin) diizinkan atau tidak untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota Tangerang pada Pilwalkot 2013 silam, akan tetapi WH sangat sulit ditemui”.32 “Setelah surat dimasukan dikantor dan tidak ada respon, selanjutnya Sachrudin menemui WH dirumahnya. WH kemudian mengatakan temui saya dikantor nanti 33 akan dibuatkan, namun ketika kita tunggu dikantor WH tidak juga datang”.
WH memang tidak mengatakan secara terang-terangan mengapa tidak memberikan izin kepada Sachrudin, akan tetapi dengan dia tidak memberikan kepastian dan terkesan mengulur-ulur waktu hal tersebut membuktikan bahwa WH menginginkan agar Sachrudin gagal mencalonkan diri. Hal itu karena memang KPUD mensyaratkan bahwa surat pengunduran diri yang dilampirkan pada berkas pencalonan harus ditandatangani dan diberi stempel dinas. “Ini adalah salah satu cara yang dilakukan WH untuk melancarkan pencalonan adik kandungnya, karena pasangan kami (Arief-Sachrudin) adalah lawan terberat dan memiliki peluang yang sangat besar untuk menang pada Pilwalkot Tangerang 2013”. 34
32
Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin Wawancara Langsung dengan Bapak Bapak Dasep. 34 Wawancara Langsung dengan Bapak Bapak Dasep. 33
82
“WH tidak memberikan izin karena dia menganggap Sachrudin kacang lupa kulitnya. Seperti yang kita ketahui Abdul Syukur adik kandung WH mencalonkan diri sebagai Walikota Tangerang, sebagai Camat kesayangan dan yang dibesarkan oleh WH seharusnya Sachrudin tidak mencalonkan diri agar Abdul Syukur berjalan lancar dan meraih kemenangan”.35 “Tidak diberikannya izin pengunduran diri Sachrudin sebagai Camat pinang merupakan upaya WH memuluskan Abdul Syukur meraih kemenangan. Karena jika pasangan Arief-Sachrudin lolos sebagai kandidat Pilwalkot Tangerang 2013 maka 36 pasangan Syukur-Hilmi Pasti kalah”.
Ketika digelar rapat Pleno penetapan pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013 oleh KPUD Kota Tangerang pada tanggal 24 Juli 2013 pasangan AriefSachrudin dinyatakan tidak lolos, KPUD mengatakan bahwa tidak lolosnya pasangan tersebut karena tidak dilampirkannya surat pengunduran diri Sachrudin sebagai Camat Pinang yang sudah ditandatangani oleh WH dan diberi stempel dinas. Ini jelas membuktikan bahwa WH memang ingin menjegal pasangan AriefSachrudin untuk memuluskan adiknya Abdul Syukur-Hilmi Fuad. Fakta lain yang membuktikan bahwa WH memang ingin menjegal pasangan Arief-Sachrudin karena takut adik kandungnya kalah dalam Pilwalkot Tangerang 2013 adalah ketika WH menghentikan kerjasama JAMKESDA dengan empat Rumah Sakit Sari Asih milik Arief pada 21 Agustus 2013 dengan alasan paling banyak menyerap anggaran dan memiliki hutang terbanyak. Padahal empat RS ini memiliki ruang dan kamar terbanyak untuk melayani masyarakat yang mempergunakan akses kesehatan gratis.37 Anehnya pada tanggal 26 Agustus WH
35
Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi. Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah. 37 Diakses pada 03 Desember 2014 dari http://news.okezone.com/read/2013/08/26/501/ 855748/wahidin-halim-tuding-rs-sari-asih-dijadikan-alat-politik 36
83
dalam jumpa pers alasannya memutus kerjasama karena Rumah Sakit tersebut terindikasi jadi alat politik pemiliknya yaitu Arief.38 2. Posisi Dilematis dan Netralitas Wahidin Halim Pada saat itu posisi WH memang dalam situasi yang dilematis, dimana pada Pilwalkot Tangerang 2013 adik kandung WH yaitu Abdul Syukur mencalonkan diri dan disaat yang bersamaan kader Partai Demokrat yaitu Arief juga mencalonkan diri. Kemudian di sisi lain WH merupakan seorang Kepala Daerah yang harus bersikap netral pada pelaksanaan Pilwalkot. Menurut Barbara Geddes para politisi sering menghadapi situasi dilematis dalam memutuskan sesuatu yang lebih banyak didasari oleh kalkulasi pragmatis. Dikatakan dilema karena politisi idealis selalu sulit dalam memperjuangkan kepentingan real publik. 39 Dalam konteks WH Ini terbukti dengan diberikan izinnya HMZ akan tetapi tidak kepada Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota Tangerang. Pada Pilwalkot Tangerang 2013 WH memiliki kepentingan untuk mengamankan kursi kepemimpinan Kota Tangerang agar jatuh ketangan adiknya, kepentingan tersebut dapat diraih apabila tidak ada lawan yang kuat. Untuk itu WH tidak memberikan Izin kepada Sachrudin karena Pasangan Arief-Sachrudin merupakan kandidat terkuat. Barbara Geddes juga mengatakan ketika seorang terpilih di puncak kekuasaan eksekutif salah satu hal yang akan dilakukannya adalah menciptakan 38
Diakses pada 03 Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/koran/newsupdate/13/08/27/ms5eoz-wahidin-sebut-rs-sari-asih-alat-politik 39 Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America (Los Angeles : university of California press Berkeley, 1994), h. 132.
84
mesin politik yang loyal yang akan mendukungnya. 40 Tindakan yang dilakukan oleh WH pada Pilwakot 2013 merupakan cara untuk menciptakan mesin politik yang loyal yang akan mendukungnya setelah ia lengser dari jabatannya. Hal tersebut karena setelah lengser dari jabatannya sebagai Walikota Tangerang WH mencalonkan diri sebagai Caleg DPR-RI dan akan mencalonkan diri lagi sebagai Gubernur Banten pada Pilgub 2016. Dapat dikatakan juga sikap WH merupakan usaha yang dilakukan untuk membangun dinasti politik. Akan tetapi, apapaun yang mendasari WH tidak memberikan izin kepada Sachrudin, tindakan tersebut adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Dengan tidak dikeluarkannya izin maka WH telah merenggut hak Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota, padahal setiap orang yang sudah memenuhi syarat memiliki hak untuk berkontestasi pada Pilwalkot atau hak untuk dipilih. Terlebih lagi HMZ diberikan izin oleh WH untuk mencalonkan diri, ini jelas tidak adil dan syarat kepentingan. Sebagai sebuah pemimpin seharusnya WH bersikap netral dalam penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013 walaupun adik kandungnya mencalonkan diri. Akan tetapi yang terjadi justru WH secara terang-terangan mendukung Abdul Sykur. Hal tersebut dibuktikan juga dengan statement WH di media yang mengatakan “lebih mending saya dukung anak emak sendiri di banding anak tetangga”.41
40
Barbara Geddes, Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America, h. 8. Diakses pada tanggal 01 Desember 2014 dari http://politik.kompasiana.com/2013 /08/27/tangerang-punya-cerita-586854.html 41
85
Padahal sudah sangat jelas di dalam Undang-Undang, salah satu tugas Kepala Daerah adalah melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan. Tidak hanya itu, Kepala Daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dilarang membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi (dirinya, keluarga golongan tertentu) dan merugikan kepentingan umum. Selain itu juga dilarang menyalahgunakan wewenang serta melanggar sumpah jabatannya.42 Tindakan yang dilakukan Wahidin Halim pada Pilwalkot Tangerang 2013 telah menciderai keberhasilannya dalam membangun Kota Tangerang selama sepuluh tahun. Masyarakatpun tidak sedikit yang menjadi tidak simpatik lagi dengannya. Selain itu, tindakan WH yang menjegal pasangan yang berasal dari Partai Demokrat telah menyebabkan WH dipecat sebagai Ketua DPD Partai Demokrat Provinsi Banten.
C. Proses Penyelesain Sengketa Pilwalkot Tangerang 2013
Sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013 dapat dikatakan sebagai sengketa administrasi, dikatakan sengketa administrasi karena perselisihan yang terjadi akibat dikeluarkannya keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh penyelenggara Pemilihan Kepala Daearah yang dianggap merugikan bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala
Daerah. Ada beberapa
lembaga yang memiliki kewenangan untuk menyelesaikan sengketa ini, di
42
Undang-Undang Nomor Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
86
antaranya adalah Panwaslu dan PTUN. Apabila KPUD melakukan pelanggaran kode etik maka ada DKPP lembaga yang khusus menegakkan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilihan umum.
1. Arief-Sachrudin Melapor ke Panwaslu dan Menggugat ke PTUN
Pada tangal 25 Juli 2013 atau sehari setelah dinyatakan tidak lolos sebagai pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013 pasangan Arief-Sachrudin melaporkan KPUD Kota Tangerang ke Panwaslu Kota Tangerang. Kemudian menindaklanjuti laporan tersebut Panwaslu memanggil Sachrudin, Ketua tim suksesnya Bapak Dasep dan partai politik pengusungnya untuk dimintai keterangan. Selanjutnya pada tanggal 27 Juli Panwaslu menyampaikan surat pemanggilan ketua KPUD ke Kantor KPUD Kota Tangerang. Pada tanggal 29 Juli 2013 Syafril Elain ketua KPUD Kota Tangerang memenuhi pemanggilan Panwaslu, kemudian Panwaslu menyampaikan 31 pertanyaan kepada Syafril terkait tidak lolosnya pasangan Arief-Sachrudin.43 Ketua Panwaslu Kota Tangerang Bapak Takhono menjelaskan bahwa semua hasil klarifikasi keterangan dari semua pihak yang berkaitan akan dikaji terlebih dahulu. Selanjutnya Panwaslu akan menyimpulkan dan hasilnya akan disampaikan kepada masyarakat melalui media. Dalam mengkaji hasil klarifikasi
43
Diakses pada 06 Desember 2014 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional /jabodetabek-nasional/13/07/30/mqqwof-panwaslu-panggil-kpu-kota-tangerang-terkaitariefsachrudin
87
tersebut Panwaslu membutuhkan waktu agar menghasilkan kesimpulan yang benar.44 Selanjutnya pada tanggal 29 Juli 2013 memasukan gugatan hasil keputusan rapat Pleno KPUD Kota Tangerang tentang penetapan pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banten. Mereka meminta agar PTUN membatalkan keputusan KPUD Kota Tangerang tersebut dan mengembalikan hak konstitusional mereka sebagai pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013. Akan tetapi gugatan ke PTUN tidak dilanjutkan karena seminggu kemudian DKPP menyidangkan laporan pasangan AriefSachrudin dan AMK-Gatot terkait pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang.45
2. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot Melapor ke DKPP
Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot melaporkan KPUD Kota Tangerang atas pelanggaran kode etik yang dilakukan pada penyelenggaran Pilwalkot Tangerang 2013. Pasangan Arief-Sachrudin mengajukan pengaduan kepada DKPP pada tanggal 29 Juli 2013 dengan akta pengaduan Np. 152/I-P/L18. 46 Dalam pengaduan tersebut pada intinya pasangan Arief-Sachrudin tidak terima dengan keputusan KPU Kota Tangerang No. 67/KPTS/KPU-KOTA TNG/015.436421/VIII/2013 yang tidak meloloskan mereka sebagai kandidat pada Pilwalkot 2013 karena tidak adanya surat persetujuan pengunduran diri Sachrudin 44
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/13/07/30/mqqwofpanwaslu-panggil-kpu-kota-tangerang-terkait-ariefsachrudin 45 Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep. 46 Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep.
88
sebagai Camat Pinang dari WH selaku atasannya. Padahal dalam PKPU No. 09 Tahun 2012 hanya disebutkan menyerahkan surat pengunduran diri bagi PNS sesuai format BB11 – KWK.KPU partai politik. Jadi jelas bahwa keputusan tersebut tidak berdasar dan KPUD telah melanggar kode etik penyelenggara.47
Berdasarkan fakta tersebut pasangan Arief-Sachrudin mengajukan beberapa tuntutan kepada DKPP yang tiga di antaranya : Pertama, menuntut DKPP untuk menjatuhkan sanksi atas pelanggaran Kode etik KPUD Kota Tangerang berupa pemberhentian secara tetap. Kedua, membatalkan atau menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum keputusan KPU Kota Tangerang Nomor 67/Kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/VIII/2013. Ketiga, menyatakan pasangan
Arief-Sachrudin
memenuhi
syarat
dan
dikembalikan
hak
konstitusinalnya sebagai pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013.48
Sedangkan untuk Pasangan AMK-Gatot sudah terlebih dahulu melaporkan KPUD Kota tangerang ke DKPP, yaitu pada tanggal 18 Juli 2013. Pengaduan DKPP pasangan AMK-Gatot dengan akta penerimaan pengaduan Nomor 140/IP/L-DKPP/2013 yang diregistrasi dengan Nomor Perkara 83/DKPP-PKE-II/2013. Dalam pengaduan tersebut pada intinya menyebutkan bahwa tindakan KPUD Kota Tangerang yang menyatakan syarat administrasi partai pengusung pasangan AMK-Gatot tidak memenuhi syarat dan menerima perpindahan dukungan Partai Hanura adalah tindakan yang melawan hukum dan melanggar kode etik.49
47
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 49 Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 48
89
Kemudian AMK dan kuasa hukumnya menuntut DKPP untuk: Pertama, memberikan sanksi pemberhentian tetap kepada Komisioner KPUD Kota Tangerang. Kedua, memerintahkan kepada KPU R.I untuk meninjau kembali serta menganulir hasil Rapat Pleno KPUD Kota Tangerang berdasarkan Berita Acara No. 29/BA/VII/2013 tanggal 13 Juli 2013 tentang hasil penelitian ulang kelengkapan dan perbaikan persyaratan bakal Calon AMK-Gatot. Ketiga, memulihkan hak konstitusi AMK-Gatot sebagai pasangan calon pada Pilwalkot Tangerang 2013 untuk menggantikan pasangan HMZ-Iskandar.50
3. Sidang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang oleh DKPP
Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh pasangan Arief-Sachrudin dan AMK Gatot kepada DKPP, DKPP kemudian menggelar sidang pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang pada tanggal 05 Agustus 2013. Dalam sidang tersebut DKPP memeriksa bukti-bukti, meminta kesaksian dari para pengadu yaitu Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot, teradu yaitu komisioner KPUD Kota Tangerang, pihak terkait yaitu Panwaslu Kota Tangerang dan keterangan dari Anggota KPU RI.51
Menimbang bahwa alasan KPUD tidak meloloskan pasangan AMK-Gatot karena kurangnya dukungan suara dari partai-partai pendukung setelah Partai Hanura telah mengajukan calon lain yatiu HMZ-Iskandar. Terkait perpindahan dukungan Hanura KPUD mendasarkan diri pada pasal 95 ayat 1 PKPU No 9
50 51
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013.
90
Tahun 2012. Akan tetapi dari bukti yang ada partai Hanura bersama partai gabungan lainnya tidak pernah mendaftarkan calon lain. Selain itu dasar hukum KPUD yang menerima perpindahan dukungan Partai Hanura tidak dapat diterapkan karena akan mengakibatkan kekacauan pada tahap pencalonan. Terlebih lagi hal tersebut adalah pengalihan dukungan yang jelas dilarang dalam PKPU yang disebutkan KPU sendiri.52 Menimbang bahwa KPUD Kota Tangerang beralasan tidak lolosnya pasangan Arief-Sachrudin karena tidak adanya surat izin mencalonkan diri Sachrudin yang menjabat sebagai Camat Pinang dari atasannya berdasarkan PP No. 6 dan Peraturan Kepala BKN No 10 Tahun 2005. Padahal seharusnya KPUD berpedoman pada PKPU karena mereka merupakan anggota KPU. Didalam PKPU No. 09 Tahun 2012 tidak mewajibkan bakal pasangan calon yang berasal dari unsur pegawai negeri sipil untuk diberhentikan dari jabatan negeri tetapi cukup dengan melampirkan surat pengunduran diri dari jabatan negeri bagi bakal pasangan calon yang bersangkutan.53 Setelah melihat dan memperhatikan kesaksian para pengadu, KPUD, Panwaslu dan keterangan Anggota KPU RI, DKPP menyimpulkan bahwa keputusan KPUD yang tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin dan AMKGatot didasarkan pada penggunaan peraturan dan dasar hukum yang tidak kuat. DKPP Kemudian pada sidang lanjutan yang dipimpin Hakim Ketua Jimly Asshidiqi pada 06 Agustus 2013 mengabulkan seluruh gugatan.54 52
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. 54 Diakses Pada 11 Desember 2014 dari http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan2-pasang-calon-yang-digagalkan-kpu-tangerang.html 53
91
Pertama, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada Komisioner KPUD Kota Tangerang Kedua, Memerintahkan kepada KPUD Banten untuk mengambil alih pelaksanaan tahapan Pilwalkot Tangerang 2013. Ketiga, Memerintahkan KPUD banten untuk memulihkan dan mengembalikan hak konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot untuk menjadi pasangan calon peserta Pilswalkot Tangerang 2013.55 Akan tetapi penyelesaian sengketa yang terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013 yang dilakukan oleh DKPP tidak mampu menyelesaikan sengketa yang terjadi. Keputusan DKPP yang menerima gugatan dari pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot dianggap telah melebihi kewenangannya dan membuat sengketa menjadi berkepanjangan. “Keputusan yang dikeluarkan oleh DKPP mengenai pengembalian hak pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto untuk bisa berkontestasi pada Pilwalkot Tangerang 2013 sudah melampaui wewenangnya, karena wewenang DKPP hanya terbatas pada pelanggaran kode etik”.56 “Keputusan DKPP mengenai pengembalian hak kedua pasangan calon tersebut untuk maju dalam Pilkada Kota Tangerang 2013 tidak memiliki dasar yang jelas dan sudah melebihi wewenang yang dimiliki oleh DKPP”.57 KPUD Kota Tangerang kemudian menggugat keputusan DKPP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Gugatan langsung didaftarkan oleh Safril Elain Ketua KPUD dan Edy Supriadi Hafas anggota KPUD PN Jakarta Pusat pada 27 Agustus 2013.58 Selain itu, setelah KPUD Banten melaksanakan keputusan DKPP
55
Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013. Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi. 57 Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain. 58 Diakses pada 10 Desember 2014 dari http://www.tempo.co/read/news/2013/08/28 /064508142/Merasa-Dipaksa-KPU-Kota-Tangerang-Gugat-DKPP 56
92
dengan mengembalikan hak dua pasangan calon yang tidak lolos, pasangan HMZIskandar, Abdul Syukur-Hilmi Fuad dan Dedi Gumelar-Suratno melakukan gugatan ke PTUN. Namun gugatannya di tolak karena hak konstitusional ketiga pasangan calon tidak diabaikan oleh KPUD. Tidak puas dengan keputusan DKPP, pasangan Abdul Syukur-Hilmi Fuad dan HMZ-Iskandar Pada Tanggal 11 September 2013 mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi. Akan tetapi
pada
sidang
yang
digelar
tanggal
19
November,
MK
hanya
mendiskualifikasi pasangan AMK-gatot dan tetap memutuskan pasangan AriefSachrudin sebagai pasangan terpilih pada Pilwalkot 2013.59 Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sengketa yang terjadi pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 sudah diselesaikan secara baik dan demokratis walaupun harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Hal tersebut karena setelah putusan MK tidak ada pihakpihak yang mencoba untuk mempersengketakan lagi.
59
KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada, h. 81.
93
94
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia pada awalnya menggunakan sistem perwakilan atau dipilih oleh anggota DPRD, namun setelah disahkannya undangundang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sistem Pemilihan Kepala Daerah berubah menjadi sistem pemilihan langsung atau dipilih langsung oleh rakyat. Sistem Pemilihan Kepala Daerah langsung atas implementasi undangundang nomor 32 tahun 2004 sudah berjalan hampir satu dekade. Sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2005, Pemilihan Kepala Daerah langsung selalu menyisahkan banyak permasalahan dari setiap pelaksanaannya. Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi tidak jarang menjadi sebuah sengketa, baik sengketa administrasi maupun sengketa hasil pemilihan. Pada pelaksanaan Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 juga terjadi sebuah sengketa, sengketa terjadi pada tahap pencalonan Pilwalkot Tangerang 2013. Sengketa tersebut melibatkan banyak pihak, mulai dari peserta, penyelenggara, dan Walikota Tangerang. Setelah menganalisa dari hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Pertama, Latar belakang sengketa yang terjadi pada Pilwalkot Tangerang 2013 disebabkan oleh keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan Pasangan Arief R Wismansyah-Sachrudin dan Ahmad Marju Kodri-Gatot Suprijanto sebagai pasangan calon Pilwalkot 2013.Pasangan AMK-Gatot
dinyatakan tidak lolos karena syarat partai pengusung yaitu 15% kursi di DPRD atau hasil suara pada Pileg 2009 tidak terpenuhi. Hal tersebut terjadi karena partai Hanura yang pada awalnya mengusung pasangan AMK-Gatot berpindah dukungan kepada pasangan HMZ-Iskandar pada tahap perbaikan berkas. Sedangkan untuk pasangan Arief-Sachrudin dinyatakan tidak lolos oleh KPUD Kota Tangerang karena tidak adanya surat izin pengunduran diri Sachrudin yang menjabat sebagai camat Pinang dari atasannya yaitu Wahidin Halim. Pada Pilwalkot Tangerang 2013 KPUD Kota Tangerang mensyaratkan bahwa bagi PNS yang mencalonkan diri harus melampirkan surat pengunduran diri dari jabatannya dan sudah diberi tandatangan Walikota berdasarkan Peraturan Kepala BKN No 10 tahun 2005 tentang PNS yang mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah. Dimana pada saat mencalonkan diri Sachrudin hanya melampirkan surat pernyataan pengunduran diri tanpa ditandatangani atau disetujui oleh Wahidin Halim. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot tidak terima dengan keputusan KPUD karena dianggap telah melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah merenggut hak konstitusional. Terlebih lagi keputusan KPUD tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudinadalah keputusan yang sarat kepentingan, ini dibuktikan dengan KPUD mensyaratkan harus ada izin dari WHakan tetapiWH tidak memberikan izin kepada Sachrudin. Kedua, Peran Wahidin Halim sebagai Walikota Tangerang dalam sengketa administrasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2013 sangat besar. Seperti yang kita ketahui bahwa adik kanding WH yaitu Abdul Syukur
95
bersama Hilmi Fuad mencalonkan diri pada Pilwalkot Tangerang 2013, sehingga WH melakukan berbagai cara untuk membantu kemenangan adiknya tersebut. Salah satu cara yang dilakukan oleh WH adalah dengan tidak memberikan izin kepada Sachrudin untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Walikota mendampingi Arief R Wishmansyah. Akan tetapi pada saat yang bersamaan WH memberikan izin mencalonkan diri kepada Sekda Kota Tangerang yaitu Harry Mulya Zein. Hal tersebut jelas bahwa WH memang ingin menjegal pasangan AriefSachrudin karena pasangan tersebut merupakan pasangan terkuat. Terlebih lagi KPUD mensyaratkan bahwa Seorang PNS yang mencalonkan diri pada Pilwalkot harus melampirkan surat pengunduran diri yang ditandatangani dan diberi stempel dinas. Usaha lain yang dilakukan WH untuk membantu adiknya mengalahkan pasangan Arief-Sachrudin adalah dengan memutus kontrak Jamkesda dengan 4 rumah sakit milik Arief. Keberpihakan Wahidin kepada Adik Kandungnya terbukti juga dengan mengatakan di medialebih baikmendukung anak Ibu sendiri di banding anak tetangga. Pada Pilwalkot 2013 WH memang mengalami posisi yang dilematis. Disatu sisiadik kandungnya mencalonkan diri dan disisi lain kader partai demokrat yang dipimpinnya mencalonkan juga. Selain itu WH adalah seorang Walikota yang harus bersikap netral, akan tetapi tidak menginginkan jika adiknya kalah. Namun apapun alasannya sikap yang dilakukan WH dengan berpihak pada adiknya dan tidak memberikan izin kepada Sachrudin adalah sikap yang salah dan tidak dapat dibenarkan karena hal tersebut telah menciderai proses demokrasi di Kota Tangerang. 96
Ketiga, penyelesaian sengketa yang disebabkan atas keputusan KPUD yang tidak meloloskan pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot dilakukan oeleh DKPP. Pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatotmelapor ke DKPP terkait pelanggaran kode etik KPUD Kota Tangerang dan keputusan KPUD Kota Tangerang yang telah melanggar hukum danmerugikan kedua pasangan calon tersebut. Tuntutan yang mereka lakukan pada intinya hampir sama, yaitu menuntut DKPP untuk menonaktifkan KPUD Kota Tangerang, membatalkan keputusan KPUD Kota Tangerang yang tidak meloloskan kedua pasangan tersebut, dan mengembalikan hak konstitusional kedua pasangan calon tersebut sebagai pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013. DKPP setelah melakukan penelitian bukti, meminta kesaksian kedua pasangan yang melapor, KPUD, Panwaslu, dan keterangan dari Anggota KPU RI akhirnya mengabulkan tuntutan kedua pasangan tersebut.DKPPmenjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada KPUD Kota Tangerang. Selain itu memerintahkan KPUD Banten untuk mengambil alih tugas KPUD Kota Tangerang dan memulihkan serta mengembalikan hak konstitusional pasangan Arief-Sachrudin dan AMK-Gatot untuk menjadi pasangan calon Pilwalkot Tangerang 2013. Akan tetapi proses penyelesaian sengketa administrasi Pilwalkot Tangerang 2013 tidak berhasil, hal tersebut karena keputusan DKPP dianggap telah melebihi kewenangannya yang sebatas pada penegak pelanggaran Kode Etik. Hal inilah yang kemudian menyebabkan sengketa yang terjadi berlanjut dan
97
harus berakhir di Mahkamah Konstitusi. Sehingga dapat dikatakan bahwa pelaksanaan Pilwalkot Tangerang 2013 cacat hukum.
B. SARAN Permasalahan dan pelanggaran yang terjadi pada setiap pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah selain disebabkan oleh faktor individunya juga disebabkan oleh tidak jelas dan tumpang tindihnya regulasi serta sanksi yang tidak tegas. Maka, penulis memberikan beberapa saran agar permasalahan dan pelanggaran yang terjadi dapat diminimalisir. Pertama, Pemerintah dan KPU membuat regulasi yang jelas, baku dan tidak tumpang tindih sehingga dapat meminimalisir permasalahan dan tidak ada lagi kasus salah menafsirkan regulasi. Kedua, memberikan sanksi pidana bagi setiap pelanggaran yang terajdi, lebih khusunya untuk penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah dan Kepala Daerah yang tidak netral, serta partai politik yang melakukan perpindahan dukungan. Sehingga proses Pemilihan tidak terganggu dan berjalan demokratis. Ketiga, semua rapat Pleno yang dilaksanakan oleh KPUD dilakukan secara terbuka untuk menghindari keputusan yang dikeluarkan tidak obyektif. Keempat¸ selama ini ada 3 lembaga yang berwenang menyelesaikan permasalahan atau sengketa, yaitu PTUN, DKPP, dan MK. Sehingga perlu dibentuk lembaga peradilan yang khusus menangani sengketa Pemilihan Kepala Daerah agar prosesnya berjalan cepat dan tidak tumpang tindih.
98
DAFTAR PUSTAKA Buku: Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, 26th ed. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004. Fathurahman, Pupuh. Metode Penelitian Pendidikan.. Bandung: CV Pustaka Setia, 2011. Falaakh, Mohammad Fajrul. Legislasi Daerah dan Demokrasi, 8th ed. Jakarta: Komunitas Indonesia untuk Demokrasi, 2012. Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. Geddes, Barbara. Politician’s Dillemma: Building State Capacity in America. Los Angeles : university of California press Berkeley, 1994. Harrison,Lisa. Metodologi Penelitian Politik Jakarta: Prenada Media Group, 2007. Hanafie, Haniah dan Suryani. Politik Indonesia. Jakarta: LEMLIT-UIN Jakarta, 2011. Harahap, Zairin. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, 3th ed. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Junaidi, Veri. Mahkamah Konstitusi Bukan Mahkamah Kalkulator, 2th ed. Depok: Themis Books, 2013. Khazanah Peradaban Hukum dan Konstitusi (Konstitusi Press). Demokrasi lokal: Evaluasi Pemilukada DI Indonesia. Jakarta: Konpress, 2012. Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri). Konflik dalam Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung: Problematika dan Penanganan (Kajian dan Diskusi Interaktif Strategi Antara). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendagri, 2013. KPU Provinsi Banten. Buku Peraturan tentang Pemilukada. Serang: T.tp, 2011). KPU Kota Tangerang, KPU dalam Angka Pemilukada Kota Tangerang (Dokumentasi Pemilukada). Kota Tangerang: T.pn., 2013. Moleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif, 23th ed. Bandung: Rosda Karya, 2007. Nurcholis,Hanif. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo, 2005. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Menata Kembali Pengaturan Pemilukada. Jakarta: Perludem, 2011..
xii
Pito, Toni Andrianus. Mengenal Teori-Teori Politik Dari Sistem Politik Sampai Korupsi. Bandung: Nuansa, 2006. Rahayu, Iin Tri dan Ardani,Tristiadi Ardi. Obsevasi & Wawancara. Malang: Banyumedia publishing, 2004. Rahman, A. H.I. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Surbakti, Ramlan. Dkk. Penanganan Sengketa Pemilu. Jakarta: Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan, 2011. Rohman, M. Si, Drs. H. Saeful. Buku Saku Pelayanan Pengaduan Online. Kota Tangerang: Dinas Infokom, 2010. Santoso, Topo. Dkk. Penegakan Hukum Pemilu Praktik Pemilu 2004, Kajian Pemilu 2009-2014. Jakarta: Perludem, 2006. Santoso, Topo. Hukum dan Proses Demokrasi (Problematika Seputar Pemilu dan Pilkada). Jakarta: Kemitraan, 2007. Triwulan T., S.H, M.H, Dr. Titik dan Kombes Widodo, Sh., C.N., M.M, Pol. Dr. H. Ismu Gunadi. Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonessia. Jakarta: Kencana, 2011. Wijaya, Prof. Drs. HAW. Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2005. Yulianto dan Junaidi, Veri. Pelanggaran Pemilu 2009 dan Tata cara Penyelesaiannya. Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, 2009. Zurihah, Nurul. Metode Penulisan Sosial dan Pendidikan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Perkasa, 2007. Media Elektronik: Ali, Achmad. “DKPP Memiliki Tugas dan Kewenangan Bersama-sama KPU dan Bawaslu”, artikel diakses pada 05 Maret 2014 dari http://www.lensaindonesia.com/2012/11/08/dkpp-memiliki-tugas-dan kew enangaan-bersama-sama-kpu-dan-bawaslu.html Fasya, Teuku Kemal. ”Tantangan Demokrasi Calon Independen”. Artikel diakses pada 10 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03 /29/02044581/Tantangan.Demokrasi.Calon.Independen Fatahillah, Yasir. “Calon Independen dalam Pilkada”. Artikel diakses pada 21 Januari 2014 dari http://gagasanhukum.wordpress.com/2009/01/15/calonindependen-dalam-pilkada/ Fadil, Iqbal. “DKPP Loloskan dua Pasangan Calon yang digagalkan KPU Tangerang”, http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-2-pasangcalon-yang-digagalkan-kpu-tangerang.html
xiii
Handoyo, Sumantri. “Tiga Pasangan Calon Resmi Bersaing di Pemilukada Kota Tangerang”. Artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/07/25/5/170964/TigaPasangan-Resmi-Bersaing-di-Pemilu-Kada-Kota-Tangerang http://sospol.pendidikanriau.com/2009/12/definisi-pemilihan-umum-secara.html artikel diakses pada 30 Mei 2014. http://panwaslupurwakarta.blogspot.com/2012/09/bagaimana-andaharusmelapor kan.html arikel diakses pada 30 Mei 2014. http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/kbbi.php?keyword=sengketa&varbidang=all&vardia lek=all&varragam=all&varkelas=all&submit=tabel artikel diakses pada 30 Mei 2014. http://www.bantenhits.com/agenda-kpu/605-kpud-targetkan-partisipasi-70-persen artikel diakses pada 01 Juli 2014. http://tabloidforsas.wordpress.com/2009/09/23/herry-rumawatine-ketua-dprdkotatangerang/ artikel diakses pada 01 Juli 2014. http://www.scribd.com/doc/128370181/Kewenangan-Pengadilan-Tata-UsahaNega ra-Dalam-Mengadili-Sengketa-Pemilukada diakses pada 01 Juli 2014. http://rumalutfi.wordpress.com/2008/11/21/kenapa-wahidin-arief/ artikel diakses pada 29 Agustus 2014. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=58161 artikel diakses pada 13 Agustus 2014. http://www.organisasi.org/1970/01/daftar-nama-partai-politik-parpol-pesertapemilu-2009-pemilihan-umum-republik-indonesia.html artikel diakses pada 16 Agustus 2014. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=55967 artikel diakses pada 13 Agustus 2014. http://tempointeraktif.com/hg/Pemilu2009berita_mutakhir/2009/06/12/brk,200906 12-181657,id.html artikel diakses pada 20 Agustus 2014. http://www.beritasatu.com/nasional/128861-massa-pendukung-pasangan-ariefsac hrudin-demo-di-kantor-kpu-banten.html diakses pada 07 Februari 2014 http://www.antaranews.com/berita/389393/dkpp-berhentikan-anggota-kpu-kotatangerang artikel diakses pada 02 Desember 2014. http://jurnalkota.com/pilwakot-tangerang-amk-menunggu-hasil-klarifikasi-dpphanura/ artikel diakses diakses pada 06 Desember 2014. http://news.okezone.com/read/2013/08/26/501/ 855748/wahidin-halim-tuding-rssari-asih-dijadikan-alat-politik artikel diakses pada 03 Desember 2014. http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/08/27/ms5eoz-wahidinsebut-rs-sari-asih-alat-politik artikel diakses pada 03 Desember 2014.
xiv
http://politik.kompasiana.com/2013 /08/27/tangerang-punya-cerita-586854.html artikel diakses pada tanggal 01 Desember 2014. http://www.republika.co.id/berita/nasional /jabodetabeknasional/13/07/30/mqqwo f-panwaslu-panggil-kpu-kota-tangerang-terkait-ariefsachrudin.artikel diakses pada 06 Desember 2014. http://www.tempo.co/read/news/2013/08/28 /064508142/Merasa-Dipaksa-KPUKota-Tangerang-Gugat-DKPP artikel diakses pada 10 Desember 2014. http://www.merdeka.com/politik/dkpp-loloskan-2-pasang-calon-yang-digagalkankpu-tangerang.html artikel diakses Pada 11 Desember 2014. Islahudin. ”pilkada Tangerang MK Menangkan Pasangan Arif-Sachrudin”. Artikel diakses pada 10 Februari 2014 dari http://www.merdeka.com /peristiwa/pilkada-tangerang-mk-menangkan-pasangan-arif-sachrudin.html Iqbal, M. “Dulu Pilkada, Lalu Pemilukada, Sekarang Pilgub”. Artikel diakses pada 15 Februari 2014 dari http://news.detik.com/read/2012/07/10/ 093845/1961693/10/dulu-pilkada-lalu-pemilukada-kini-pilgub. Komariah, Himah. “Pilkada Kota Tangerang: Aksi Pilih Kasih Sang Walikota. Artikel diakses pada 06 Februari 2014 dari http://politik.kompasiana. com/2013/07/27/pilkada-kota-tangerang-aksi-pilih-kasih-sang-walikota580220.html Kemendagri. “Profil Kota Tangerang-Banten”, diakses pada 13 Juni 2014 dari http://www.kemendagri.go.id/pages/profildaerah/kabupaten/id/36/name/ba nten/detail/3671/kota-tangerang. Mawardi, Irvan. ”Problem Tenggang Waktu UU PTUN Dalam Penyelesaian Perkara Pilkada”, artikel diakses pada 02 Januari 2014 dari http://www.hukum.bunghatta.ac.id/tulisan.php?dw.38 Rudi, Alsadad “Nomor Urut Peserta Pilkada Kota Tangerang 2013”, Artikel diakses pada 03 November 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2013/07/26/1754036/Ini. Nomor.Urut .Peserta.Pilkada.Kota.Tangerang.2013 Sinaga, Eri Komar. “PTUN Banten Tolak gugatan Miing Artikel diakses pada 09 Februari 2014 dari http://www.tribunnews.com/metropolitan/2013/10/ 31/ptun-bantentolak-gugatan-miing-pilkada-tangerang-kini-di-tangan-mk Sekarningrum, Amba Dini. “Pendukung Arif-Sachrudin Demo KPUD Kota Tangerang”. Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://jakarta.okezone.com/read 2013/07/25/501/ 842291/pendukung-arifsachrudin-demo-kpud-kota-tangerang Sekarningrum, Amba Dini. “Demo Sunyi Pendukung Arief-Sachrudin”. Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://ekbis.sindonews.com/read /2013/07/29/31/766653/demo-sunyi-pendukung-arief-sachrudin
xv
Sekarningrum, Amba Dini. “PTUN Tolak Gugatan 3 Paslon di Pilkada Kota Tangerang”. Artikel diakses pada 09 Februari 2014 dari http://metro.sindonews.com/read/2013/10/31/31/800517/ptun-tolak gugatan-3-paslon-di-pilkada-kota-tangerang Wibowo, Tri Cahyo. “Sengketa Pemilukada”, artikel diakses pada 15 Februari dari http://tricahyowibow.blogspot.com/2012/12/sengketapemilukada.html Wiwoho, Laksono Hari. “KPU Banten Siap Ambil Alih Pelaksanaan Pilkada Tangerang”. Artikel diakses pada 07 Februari 2014 dari http://megapolitan.kompas.com/read/2013/08/06/1921449/KPU.Banten.Si ap.Ambil.Alih.Pelaksanaan.Pilkada.Tangerang Website Resmi Direktorat Jendral Otda Kemendagri http://otda.kemendagri.go.id/ artikel diakses pada 26 Agustus 2014.
RI
Website Resmi Pemerintah Kota Tangerang http://www.tangerangkota.go.id/. artikel diakses pada 01 Juli 2014. Website Resmi Mahkamah Konstitusi http://www.mahkamahkonstitusi.go.id /index.php?page=web.RekapPHPUD diakses pada 27 Agustus 2014. Website Resmi KPU Yogyakarta. “Kode Etik, Peran dan Fungsi DKPP, Penyelesaian Pemilu Pada PTUN”, artikel diakses pada 05 Maret 2014 dari http://www.kpu-jogjakota.go.id/main.php?hal=berita&id=24 Zoulexander. “Pilkada Dalam Perspektif Sosial”, artikel diakses pada 02 November 2014 dari http://www.scribd.com/doc/84073352/PILKADADALAM-PERSPEKTIF-SOSIAL
Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 10 tahun 2005 Tentang Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Calon Kepala daerah/calon wakil Kepala Daerah. Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah. Peraturan KPU Nomor 9 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilukada. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
xvi
Peraturan KPU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara dalm Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah. Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman Beracara Kode Etik Penyelenggara Pemilu. SEMA Nomor 7 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Sengketa Mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah (PILKADA) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara Jo UU No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Pertama atas UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-Undang Nomor Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Skripsi & Tesis: Halim, “ Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten bangkalan jawa Timur. Studi Kasus: Pembatalan Pasangan Calon Imam Bukhori-Zainal Alim Dalam Pemilukada 2012”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2013). Jamal Al Islamy, Mishbah. “Politisasi Birokras. Studi Kasus Politisasi Birokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Tangerang Selatan Banten tahun 2010-2011”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2013). Rifki Pratama, Muhammad. “Politik Pemekaran Wilayah. Studi Kasus Proses Pembentukan Kota Tangerang Selatan”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta, 2010). Syam, Radian. “Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah Langsung (Studi Kasus Sengketa Hasil Pilkada Di Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat”, (Tesis S2 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
xvii
Laporan Pertanggungjwaban dan Surat Keputusan: Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Walikota Tangerang 2012. Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) Walikota Tangerang 2009-2013. KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilihan Umum Kota Tangerang 2004 KPUD Kota Tangerang, Laporan Penyelenggaraan Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Kota Tangerang 2008 SK KPUD Kota Tangerang No. 27/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/III /2013 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pilwalkot Tangerang 2013. SK KPUD Kota Tangerang No. 60/kpts/KPU-Kota Tng/015.436421/V/ 2013 tentang Penetapan Prosentase Persyaratan Bakal Pasangan Calon Dari Partai Politik Atau Gabungan dalam Pilwalkot Tangerang 2013. SK KPUD Kota Tangerang No. 083/Kpts/KPU.Prov-015/Tahun 2013 tentang Perubahan Terhadap Keputusan KPUD Kota Tangerang tentang Penetapan Nomor Urut Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang sebagai Peserta Pilwalkot 2013. Putusan DKPP Nomor 83/DKPP-PKE-II/2013 tentang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang.
Wawancara Langsung Wawancara Langsung dengan Bapak Safril Elain (Mantan Komisioner KPUD Kota Tangerang) Pada Tanggal 12 Agustus 2013. Wawancara Langsung dengan Bapak Arief Fadillah (Sekjen DPC Hanura Kota Tangerang pada tanggal 31 Agustus 2014. Wawancara Langsung dengan Bapak Sachrudin (Wakil Walikota tangerang) pada tanggal 17 September 2014. Wawancara Langsung dengan Bapak Syahrul Effendi (Kasubag Tekpem KPUD Kota Tangerang) pada 11 Agustus 2014. Wawancara Langsung dengan Bapak Dasep (Ketua Team Sukses AriefSahcrudin) Pada Tanggal 23 Oktober 2013.
xviii
LAMPIRAN
KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANGERANG
PENGUMUMAN NOMOR : 272/KPU-Kota.015.436421/V/2013 TENTANG PENGAMBILAN FORMULIR DAN PENDAFTARAN PENCALONAN WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANGERANG YANG DIAJUKAN OLEH PARTAI POLITIK ATAU GABUNGAN PARTAI POLITIK DALAM PEMILU WALIKOTA DAN WAKIL WALIKOTA TANGERANG TAHUN 2013
Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Pencalonan Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah jo. Keputusan KPU Kota Tangerang Nomor: 60/KPTS/KPU-Kota Tng/015.436421/V/2013 tentang Penetapan Prosentase Persyaratan Pencalonan Bakal Pasangan Calon Dari Partai Politik Atau Gabungan Partai Politik Dalam Pemilihan Umum Walikota Dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2013, maka dengan ini diumumkan bahwa Pengambilan Formulir dan Pendaftaran untuk Bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang yang diajukan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik, akan dilaksanakan pada tanggal 31 Mei s/d 08 Juni 2013 bertempat di Kantor Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang dengan alokasi waktu: 1. Pengambilan Formulir dimulai Tanggal 31 Mei s/d 01 Juni 2013 (pada jam kerja 08.00 s/d 16.00 WIB) atau contoh formulir dapat diunduh (download) pada website KPU Kota Tangerang: www.kpu-tangerangkota.go.id; 2. Pendaftaran dimulai Tanggal 02 s/d 08 Juni 2013 pada jam 08.00 s/d 16.00 WIB., kecuali hari terakhir, tanggal 08 Juni 2013 pada Jam 08.00 s/d 24.00 WIB. Pengajuan Bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2013 harus yang memenuhi syarat sebagai berikut : A. PERSYARATAN UMUM 1. Warga Negara Republik Indonesia; 2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 3. Setia pada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah; 4. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau Sederajat; 5. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun pada saat pendaftaran; 6. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari Tim Pemeriksa Kesehatan yang ditetapkan oleh KPU Kota Tangerang; 7. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
8. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 9. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya; 10. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan; 11. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; 12. Tidak sedang dinyatakan Pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; 13. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran Pajak; 14. Menyerahkan Daftar Riwayat Hidup lengkap yang memuat antara lain Riwayat Pendidikan dan Pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau isteri; 15. Belum pernah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan 16. Tidak dalam status sebagai Penjabat Kepala Daerah. B. PERSYARATAN DAN KETENTUAN KHUSUS 1. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengajukan bakal pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, harus memperoleh paling sedikit 15% perolehan kursi dari 50 kursi pada DPRD Kota Tangerang Hasil Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009, yaitu paling sedikit 8 (delapan) kursi; 2. Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mengajukan bakal pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang, harus memperoleh paling sedikit 15% Suara Sah pada Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2009 di Kota Tangerang, yaitu paling sedikit 104.910 (Seratus Empat Ribu Sembilan Ratus Sepuluh) Suara Sah; 3. Dalam Pendaftaran Bakal Pasangan Calon, Partai Politik atau Gabungan Partai Politik wajib menyerahkan surat pencalonan yang ditandatangani oleh Pimpinan Partai Politik atau para Pimpinan Partai Politik yang bergabung yaitu Ketua dan Sekretaris Partai Politik. 4. Surat pencalonan beserta lampirannya dibuat dalam rangkap 5 (lima) dimasukkan ke dalam map, dan ditulis dengan huruf kapital nama bakal pasangan calon serta Partai Politik atau Gabungan Partai Politik yang mencalonkan. 5. Dalam Pendaftaran Bakal Pasangan Calon, Partai Politik/Gabungan Partai Politik dan/atau Bakal Pasangan Calon wajib menyerahkan daftar nama tim kampanye dan rekening khusus dana kampanye. 6. Bakal Pasangan Calon harus hadir pada saat pendaftaran. 7.Pendaftaran Bakal Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Tangerang Tahun 2013 tidak dipungut biaya. Demikian Pengumuman ini dikeluarkan, untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Kantor KPU Kota Tangerang Jl. Nyi Mas Melati No. 16 Kota Tangerang. Kota Tangerang, 29 Mei 2013 KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANGERANG KETUA, Ttd. Drs. SYAFRIL ELAIN. RB
DOKUMENTASI I Kandidat Pilwalkot Tangerang 2013
DOKUMENTASI II Sidang Pelanggaran Kode Etik KPUD Kota Tangerang di Kantor DKPP
Sumber: www.aktual.com
Aksi Demonstrasi Pendukung Arief-Sachrudin
Sumber: www.tangerangnews.com
Korban Aksi Demonstrasi
Sumber: megapolitan.kompas.com
Sumber:megapolitan.kompas.com
Klarifikasi AMK kepada DPC Hanura
2: jurnalkota.com
3: www.mediakotaonline.com
DOKUMENTASI II
Foto Dengan Bapak Safril Elain mantan Komisioner KPUD Kota Tangeran
Foto Dengan Bapak Dasep Ketua Pasangan Arief-Sachrudin
Foto Dengan Bapak Arief Fadillah Sekjen DPC Gerindra
Foto Dengan Bapak H. Sachrudin Tim Sukses Wakil Walikota tangerang Terpilih