SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
KAJIAN MIKROBIOLOGIS PADA IKAN BANDENG SEGAR YANG DIAWETKAN DENGAN MENGGUNAKAN ASAP CAIR DARI LIMBAH BATOK KELAPA SEBAGAI PENGGANTI FORMALIN
YUNUS KARYANTO * email :
[email protected] SRI WIDYASTUTI** email :
[email protected] *Dosen Jurusan PKK/Tata Boga FKIP **Dosen Jurusan Teknik Lingkungan FTSP Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk melihat keawetan ikan bandeng segar yang diawetkan dengan menggunakan asap cair grade 2 yaitu asap cair untuk bahan makanan yang berasal dari limbah batok kelapa. Keawetan ikan bandeng segar dilihat dengan melakukan uji terhadap ada tidaknya bakteri salmonella. Pengamatan terhadap ikan bandeng segar setelah direndam dalam asap cair dengan Proporsi Ikan segar sebesar 0,5 kilogram dan asap cair grade 2 yang ditambahkan berturut turut sebesar : 50 ml, 75 ml, 100 ml, 125 ml, 150 ml. Ikan bandeng segar disimpan selama 6 jam,12 jam dan 18 jam. Hasil uji pada semua sampel , tidak ditemui salmonella. Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 47
adanya bakteri
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Penelitian ini diharapkan dapat merekomendasi bahwa asap cair dapat digunakan sebagai pengawet ikan bandeng segar sebagai pengganti formalin. Kata kunci : asap cair, kajian mikrobiologi , pengawetan ikan bandeng segar
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu dan teknologi serta intensifikasi usaha manusia di kawasan pesisir dan daratan di sekitarnya menyebabkan terjadinya peningkatan limbah organik maupun an-organik. Material limbah dari industri, rumah tangga maupun limbah alami seperti misalnya luruhan daun, busukan batang pohon dibawa oleh aliran sungai masuk ke dalam perairan pantai. Kondisi tersebut akan menimbulkan permasalahan pada saat limbah yang masuk ke dalam perairan pantai sudah melebihi batas daya dukung keberlanjutan dan kemampuan pulihnya (sustainable capacity dan recovery capability) perairan. Hal ini akan menyebabkan kemungkinan terjadi blooming organisme mikroskopik termasuk didalamnya fito-plankton, zoo-plankton, algae-benthos dan bakteri. Kontaminasi terhadap ikan diduga semakin lama semakin meningkat seiring dengan pengotoran di sekitar kawasan perairan pantai Kontaminasi bakteri pathogen di perairan akibat terlalu suburnya perairan atau Eutrofikasi terutama di lokasi-lokasi yang berdekatan dengan muara sungai sebagai akibat dari berlimpahnya sampah organik yang dibawa aliran sungai ke dalam perairan pantai akan meningkat . Adanya blooming mikro-organisme dimana salah satunya adalah bakteri akan mengakibatkan Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 48
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
bakteri-bakteri tersebut lebih bersifat phagositer atau lebih aktif menyerang terhadap host-intermedier, yaitu ikan-ikan yang ada disekitarnya Pada bidang perikanan terutama sub-bidang budidaya, antibiotik banyak disertakan pada proses pembuatan pakan dan obat-obatan maupun ditambahkan pada pada tambak, kolam, empang, balong serta pada pasca panen.
Batasan dan pengawasan yang ketat amat dibutuhkan,
karena
antibiotik sintetik memiliki rasio residu sangat besar dan berbahaya bagi biota budidaya yang dikonsumsi oleh manusia. Apalagi
sifat residu
antibiotik
adalah akumulatif sehingga perlu pengawasan terhadap kuantitas dan jenis antibiotik yang digunakan, karena efek yang ditimbulkan oleh setiap jumlah dan jenis pemakaian antibiotik pada biota budidaya perairan. Oleh sebab itu didalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 / Menkes / Per / IX / 88 , dijelaskan bahwa “Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan Ingredien
khas pangan,
mempunyai
atau tidak
mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk maksud teknologi pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan suatu komponen
atau
mempengaruhi sifat khas
pangan
tersebut “. Ketika bahan pengawet untuk mencegah kerusakan ditambahkan pada hasil perikanan
maka sangat perlu pengawasan agar bakteri dan virus
yang ada tidak menjadi resisten dan invasif pada manusia serta pada bagian lain residunya tidak mengganggu kesehatan pangan bagi konsumen. Asap cair yang merupakan hasil sampingan dari industri arang aktif diperoleh dari pengembunan asap sebagai hasil penguraian senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam kayu sewaktu proses pirolisis. Saat ini asap cair mempunyai nilai ekonomi, karena dapat digunakan sebagai pengawet. Penggunaan asap cair terutama dikaitkan dengan sifat-sifat fungsional asap cair, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antibakteri, antijamur, dan Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 49
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
potensinya dalam pembentukan warna coklat pada produk (Maga, J.A. 1987). Asap cair dapat diaplikasikan pada berbagai bahan pangan karena dapat berperan dalam pengawetan bahan pangan, selama ini cara pengawetan tradisional ikan biasanya dilakukan dengan pengasapan. Saat ini sudah dikembangkan metode pengawetan yang lain yaitu menggunakan metode pengasapan asap cair dengan mencelupkan bahan pada larutan asap atau menyemprotkan larutan asap pada bahan pangan kemudian produk dikeringkan. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini berusaha menjawab apakah ikan bandeng segar yang diawetkan dengan asap cair sebagai pengganti formalin mampu mencegah proses pembusukkan yang ditandai dengan timbulnya mikroba ? Untuk penelitian ini uji terhadap mikroba dilakukan dengan identifikasi salah satu mikroba dari 4 (empat) mikroba yang paling sering ditemukan pada ikan. Rumusan masalah Pada penambahan volume asap cair berapakah ikan bandeng segar tidak ditemukan adanya mikroba dalam hal ini dilakukan uji terhadap mikroba salmonella Tujuan penelitian Mengetahui kondisi terbaik berbagai volume penambahan asap cair pada ikan bandeng segar sebagai bahan pengawet pengganti formalin. Manfaat penelitian Dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan : volume terbaik asap cair yang yang dapat digunakan sebagai pengawet, dimana ikan bandeng segar yang diberi asap cair kondisinya masih baik yang ditandainya tidak adanya bakteri. Uji terhadap keawetan ikan dilakukan terhadap bakteri salmonella METODA PENELITIAN Desain dan Metode Penelitian Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 50
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Rancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari lima perlakuan yaitu T0.T1,T2,T3,T4, dengan prosentase berdasarkan cara pengawetan yang telah dilakukan oleh Pusat Pengolahan Kelapa Terpadu Jogjakarta. Sehingga perlakuan yang dilakukan sebanyak 5 kali dengan
jumlah ulangan untuk setiap perlakuan
diulang sebanyak 5 kali, sehingga terdapat 25 satuan percobaan. T0
Proporsi Ikan segar : Asap Cair Grade 2
:
0,5 kg : 0 ml
T1
Proporsi Ikan segar : Asap Cair Grade 2
:
0,5 kg : 50 ml
T2
Proporsi Ikan segar : Asap Cair Grade 2
:
0,5 kg : 75 ml
T3
Proporsi Ikan segar : Asap Cair Grade 2
:
0,5 kg : 100 ml
T4
Proporsi Ikan segar : Asap Cair Grade 2
:
0,5 kg : 125 ml
T5
Proporsi Ikan segar : Asap Cair Grade 2
Air yang digunakan untuk merendam 1 liter. Jumlah ulangan untuk setiap perlakuan sebanyak 5 kali, sehingga terdapat 25 satuan percobaan. Variabel Penelitian a. Variabel bebas : Proporsi antara ikan bandeng segar dengan asap cair . b. Variabel terikat : Uji mikrobiologi ikan terhadap bakteri salmonella pada penyimpanan 6 jam, 12 jam dan 18 jam . c. Variabel terkendali : Jenis ikan , jenis / kualitas asap cair , tanpa dengan es batu Definisi Operasional Variabel a. Jenis Ikan segar : ikan yang digunakan sebagai sampel penelitian adalah ikan bandeng yang dijual di pasar tradisionil b. Jenis / kualitas Asap cair Jenis asap cair yang digunakan adalah asap cair grade 2 yang digunakan untuk pengawetan bahan makanan. c. Kajian mikrobiologi : Sesuai dengan SNI-01-2729-1-1992 Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 51
0,5 kg : 150 ml
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Alat dan Bahan Penelitian. Ikan segar, asap cair grade 2 ,gelas ukur, baskom plastik Prosedur Pengumpulan Data Cara pengambilan data : 1. Persiapan asap cair yaitu asap cair grade 2 sebanyak 0 ml, 50 ml , 75 ml , 100 ml 125ml , dan 150 ml dilarutkan dalam air 1 liter 2. Ikan segar yang baru ditangkap siap jual sebanyak 0,5 kg dicelupkan dalam asap cair selama 3 menit kemudian ikan segar ditiriskan 3. Ikan disimpan dan diamati setiap 6 jam , 12 jam dan 18 jam untuk melihat perubahannya, lalu diuji secara mikrobiologi Instrumen Penelitian Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Uji TPC. Cara Pengujian : Uji laboratorium guna memastikan species, konsentrasi serta jumlah bakteri yang ada pada jaringan lunak daging ikan konsumsi digunakan Uji TPC,
yaitu suatu metode pengujian mutu secara laboratoris yang mengacu
pada SNI untuk produk ikan basah dengan seperangkat Score sheet nya .Identifikasi Bakteri menggunakan kunci pada halaman 18 dari buku ’’Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology’’ Edisi ke 8 tahun 1974, atau kunci ‘’komprehensif Skerman’’ ( Kusuma Aji, 2008). HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Hasil uji mikrobiologi pada ikan bandengsegar yang diberi asap cair adalah pada penyimpanan selama
6 jam, 12 jam, 18 jam dan = tidak ditemukan
mikroba salmonella B. PEMBAHASAN Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 52
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim dan mikroorganisme pembusuk, sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya. Hal ini disebabkan kandungan glikogen pada ikan yang relatif rendah yaitu sekitar 0-2% (Winniarti Puji Rahayu dkk,1992). Ikan segar akan membusuk 5-8 jam setelah penangkapan. Daya tahan ikan yang sangat singkat ini dipengaruhi juga oleh kadar air pada ikan yang sangat tinggi, yaitu mencapai 80% berat ikan. Faktor lain yang berperan dalam pembusukan yaitu perubahan yang bersifat enzimatis, mikrobiologis
maupun
fisis
yaitu
pada
saat
pengangkutan
dan
pentimpanan.(Buckle dkk, 1985). Proses penurunan mutu ikan segar diawali dengan perombakan oleh aktivitas enzim yang secara alami terdapat di dalam daging ikan hingga tahap tertentu dan disusul dengan proses pembusukkan . Proses perubahan yang terjadi pada ikan setelah mati meliputi perubahan pre rigor mortis, rigor mortis, aktivitas enzim (autolysis), aktivitas mikroba (bakteriologi) dan oksidasi (Junianto,2006). Penurunan mutu secara Bacterial adalah tahapan dimana bakteri mulai banyak dan secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah rigor mortis berlalu, yaitu setelah daging mengendur dan celah-celah seratnya terisi cairan. Proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat dengan menggunakan suhu rendah, dengan suhu rendah aktifitas enzim terhambat. (Bakteri pembusuk hidup pada suhu antara 0º - 30ºC, dengan suhu optimal bila suhu diturunkan dengan cepat dibawah 0ºC, maka proses pembusukan dapat terhambat (Moelyanto,1992), Cara paling sederhana, mudah, murah dan lazim digunakan untuk membuat ikan bersuhu rendah adalah menurunkan suhu dengan menggunakan es, dengan cara ini ikan menjadi dingin tetapi tidak beku sehingga aktifitas penyebab kemunduran mutu ikan terhambat. Penggunaan es dengan ikan idealnya adalah 1 : 1, kalau penanganan baik dan wadah yang dipakai memiliki insulasi tinggi, es dapat Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 53
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
dikurangi sampai kira-kira 1 : 2 atau 1 : 3. Bahaya makanan dari produk hasil perikanan yang ditimbulkan oleh bakteri ini,
biasanya sangat erat dengan proses penanganan pasca
penangkapan atau pasca panen, dimana pengelolaannya sering tidak sesuai dengan kelayakan teknis yang memenuhi syarat standar Hygiene dan Sanitasi, sehingga bakteri pathogen tidak mati pada saat diolah dijadikan makanan siap saji.. Beberapa bakteri yang sering terdapat pada ikan konsumsi adalah : 1.Vibrio merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang lengkung bersifat fakultatif anaerob menghasilkan enterotoksin sensitif terhadap panas, dapat hidup pada kisaran suhu 10° C sampai 37° C pH idealnya 7,6 , 2. Staphylococcus Merupakan bakteri gram positif bentuk bulat (mirip buah beri) bersifat aerobic atau an-aerobic.
Dapat memproduksi toksin
kemampuan toleransi yang tinggi terhadap perubahan,
memiliki
3. Salmonella
merupakan bakteri gram negatif. Berbentuk tangkai & tidak berspora serta memiliki motil
Bersifat fakultatif an-aerob. Dapat hidup pada pencernakan
manusia & hewan. Dapat hidup pada suhu dan 4. Escherichia coli Bakteri ini merupakan strain dari coliform yaitu Gram Negatif Berbentuk batang & tidak berspora Bersifat Aerob sampai Fakultatif An-aerob Hidup pada pencernakan manusia
Dapat memfermentasi laktosa yang menghasilkan gas dan asam
Dapat hidup pada suhu 35C. Banyak bakteri yang secara normal tidak berpengaruh terhadap proses fisiologi, tumbuh dan perkembang biakan mikrobia tersebut didalam tubuh ikan, bahkan tidak membahayakan ikan. Akan tetapi jika terjadi tekanan lingkungan (akibat perubahan mendadak dan pemakaian antibiotik pada budidaya di pertambakan) dan perairan tidak dalam keadaan seimbang dinamis (stady state), maka dimungkinkan sifat dasar bakteri tersebut secara lambat akan mengalami perubahan dan dapat pula merugikan ikan dan manusia yang mengkonsumsinya. mutasi bakteri dinyatakan sebagai perubahan genetik yang dapat diwariskan, dengan asumsi bahwa semua mikro-organisme berasal dari Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 54
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
nenek moyang yang sama. Faktor yang mendorong mutasi lebih banyak disebabkan oleh komponen ekosistem, karena mutasi berawal dari perubahan kimiawi di dalam DNA bakteri yang dapat terjadi kapan saja akibat kesalahan sel selama pembiakan yang ditunjang oleh stimulan lingkungan yang tidak sesuai (Belvi Vatria 2010) . Untuk menghambat kerusakan pada mutu produk hasil perikanan jenis ikan basah kebanyakan masyarakat pesisir perairan sering menggunakan : trawas, formalin, borak dan es batu,
adapun secara tradisional, bahan-
bahan yang sering digunakan adalah : larutan kunyit, larutan buah asam, larutan garam dan larutan bawang putih atau gabungan dari larutan-larutan tersebut. Bahan-bahan bahan-bahan tradisional yang dimanfaatkan ternyata berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan bakteri, bahkan dapat mematikan beberapa specimen mikrobia ( Kusuma Aji, 2008) . Asap cair (Wood vinegar, Liquid smoke) merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa, hemiselulosa serta senyawa karbon lainnya. Bahan baku yang banyak digunakan antara lain berbagai macam jenis kayu, bongkol kelapa sawit, tempurung kelapa, sekam, ampas atau serbuk gergaji kayu dan lain sebagainya. Selama pembakaran, komponen dari kayu akan mengalami pirolisa menghasilkan berbagai macam senyawa antara lain fenol, karbonil, asam, furan, alkohol, lakton, hidrokarbon, polisiklik aromatik dan lain sebagainya. Asap cair mempunyai berbagai sifat fungsional, seperti ; untuk memberi aroma, rasa dan warna karena adanya senyawa fenol dan karbonil ; sebagai bahan pengawet alami karena mengandung senyawa fenol dan asam yang berperan sebagai antibakteri dan antioksidan; sebagai bahan koagulan lateks pengganti asam format serta membantu pembentukan warna coklat pada produk. Berikut komponen-komponen penyusun asap cair yang meliputi: Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 55
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
1.
Senyawa-senyawa fenol : Senyawa fenol diduga berperan sebagai
antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan. Kandungan senyawa fenol dalam asap sangat tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Menurut Girard (1992), kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 10-200 mg/kg Beberapa jenis fenol yang biasanya terdapat dalam produk asapan adalah guaiakol, dan siringol.Senyawasenyawa fenol yang terdapat dalam asap kayu umumnya hidrokarbon aromatik yang tersusun dari cincin benzena dengan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa-senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, asam dan ester (Maga, 1987). 2.
Senyawa-senyawa karbonil :Senyawa-senyawa karbonil dalam asap
memiliki peranan pada pewarnaan dan citarasa produk asapan. Golongan senyawa ini mepunyai aroma seperti aroma karamel yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain adalah vanilin dan siringaldehida. 3. Senyawa-senyawa asam : Senyawa-senyawa asam mempunyai peranan sebagai antibakteri dan membentuk citarasa produk asapan. Senyawa asam ini antara lain adalah asam asetat, propionat, butirat dan valerat. 4. Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis : Senyawa hidrokarbon polisiklis
aromatis
(HPA)
dapat
terbentuk
pada
proses
pirolisis
kayu.Senyawa hidrokarbon aromatik seperti benzo(a)pirena merupakan senyawa yang memiliki pengaruh buruk karena bersifat karsinogen, pembentukan berbagai senyawa HPA selama pembuatan asap tergantung dari beberapa hal, seperti temperatur pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta kandungan udara dalam kayu.Dikatakan juga bahwa semua proses yang menyebabkan terpisahnya partikel-partikel besar dari asap akan menurunkan kadar benzo(a)pirena. Proses tersebut antara lain adalah pengendapan dan penyaringan (Girard (1992) .5. Senyawa benzo(a)pirena Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 56
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310 oC dan dapat menyebabkan kanker kulit jika dioleskan langsung pada permukaan kulit. Akan tetapi proses yang terjadi memerlukan waktu yang lama (Winaprilani, 2003).
BAB. V KESIMPULAN DAN SARAN. A. KESIMPULAN. – Bakteri pathogen yaitu Salmonellae tidak ditemukan pada ikan bandeng segar yang diawetkan dengan asap cair pada pengamatan 6 jam, 12 jam dan 18 jam . Hal ini berarti asap cair grade 2 dapat digunakan sebagai pengawet yang aman, murah dan dapat diproduksi sendiri oleh para nelayan sebagai pengganti formalin B. SARAN-SARAN. Produk hasil perikanan jenis ikan basah / segar selalu diolah sebelum dikonsumsi
sehingga jarang ditemukan kasus infeksi,
maka yang lebih
diperhatikan adalah produk-produk olahan hasil perikanan secara tradisional. Faktor Lingkungan Pesisir yang kumuh perlu diperhatikan dalam konteks Kesehatan Masyarakat Pesisir secara menyeluruh. DAFTAR PUSTAKA Belvi Vatria 2010, Pengolahan Ikan Bandeng (Chanos-Chanos ) Tanpa Duri Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Rekayasa Januari 2010 Buckle, dkk,1985 Ilmu Pangan, Jakarta. Girrad JP, 1992, Smoking in Technology of Meat Product, Clermont Ferrand .Ellis Horwood, New York pp165-205 Junianto, Haetami dan Maulina. 2006. Produksi Gelatin Dari Tulang Ikan Dan
Pemanfaatannya
Sebagai
Bahan
Cangkang Kapsul. Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 57
Dasar
Pembuatan
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/produksi_gelatin_dari_tulang_ikan. pdf. Kusuma Aji, 2008, Evaluasi KOntaminasi Bakteri Pathogen Pada Ikan Segar di Perairan Teluk Semarang, Thesis Universitas Diponegoro Maga, J.A. 1987, Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. Manual of Determinative Bacteriology’’ Edisi ke 8 tahun 1974, atau kunci ‘’komprehensif Skerman’’ Moelyanto,1992 ,Bahan Mentah. Akademi Usaha Perikanan. Jakarta Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722 / Menkes / Per / IX / 88 Pusat Pengolahan Kelapa Terpadu Jogjakarta SNI-01-2729-1-1992 Winniarti Puji Rahayu, 1992, Tehnologi Fermentasi Produk Perikanan, Bogor, IPB. Volk & Wheeler. 1993. “Mikrobiologi Dasar“. Edisi Kelima. Cetakan Kedua. Penerbit Erlangga.. Jakarta 10430.
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 58