SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
PENENTUAN NILAI AMBANG BATAS KOMPONEN SENYAWA PENYUSUN BAU PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI TAPIOKA Oleh: Yoso Wiyarno *) Sri Widyastuti *) *) adalah Dosen Teknik Lingkungan UNIPA Surabaya ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk menentuan nilai ambang batas komponen senyawa penyusun bau limbah cair industri tapioka dengan menggunakan ekstraktor dan organoleptik. Sampel penelitian diambil dari limbah cair industri tapioka rumah tangga di Desa Sri Hardono, Kecamatan Pudong, Kabupaten Bantul. Bau limbah cair industri tapioka ditangkap dengan ekstraktor yang dimodifikasi, sedangkan tingkat kebauan diperiksa oleh tim panelis untuk mendapatkan sampel yang tidak berbau. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan kromatografi gas dan gabungan kromatografi gas-spektroskopi massa pada sampel yang tidak berbau, maka diperoleh komponen senyawa utama penyusun bau limbah cair industri tapioka adalah Asam 1,2 Benzenedikarboksilat dengan konsentrasi = 13,1902 ppm , dioctyl ester dengan konsentrasi = 15,4880 ppm, diisooctyl phtalat dengan konsentrasi = 20,9203 ppm. Hasil uji organoleptik menunjukkan bau limbah dapat dinetralkan dengan basa NaOH yang ditambahkan Kata kunci: bau, limbah industri tapioka, ekstraktor, organoleptik
PENDAHULUAN Berdasarkan Kepmen. LH No. 50 tahun 1996 dijelaskan yang dimaksud dengan Bau adalah suatu rangsangan dari zat yang diterima oleh indera penciuman. Bau biasanya merupakan senyawa volatil karena untuk bisa menyentuh indera penciuman kita, senyawa tersebut harus berada dalam udara (menguap) dan salah satu indikasinya adalah kevolatilannya. Keterangan mengenai jenis bau yang keluar dari sumbernya dapat diperoleh melalui epitel olfaktori, yaitu suatu bagian yang berwarna kuning kira-kira sebesar perangko yang terletak pada bagian atap dinding rongga hidung di atas tulang turbinate seperti terlihat pada gambar 1 dan 2
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 59
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Gambar 1 Tulang turbinate tempat sel olfaktori
Gambar 2. Epitel olfaktori Bau-bauan baru dapat dikenali apabila berbentuk uap, dan molekulmolekul komponen bau tersebut harus sempat menyentuh silia sel olfaktori, dan diteruskan ke otak dalam bentuk impuls listrik oleh ujung-ujung syaraf olfaktori. Berbagai teori mengenai timbulnya bau sudah dikembangkan, Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 60
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
tetapi belum ada teori yang pasti bagaimana bau bisa kita rasakan. Ada teori yang menyebutkan adanya depolarisasi elektris sel olfaktori bila molekul senyawa bau mengenai sel yang kemudian diteruskan ke otak. Pemilihan metode untuk mengisolasi bau ditentukan oleh sejumlah faktor, termasuk tujuan untuk mempelajari bau, peralatan yang tersedia, jumlah sampel, waktu yang tersedia. Sebuah cara kontrol kualitas
akan
menawarkan metode yang cepat untuk isolasi bau (sebagai contoh teknik sampling headspace, ekstraksi pelarut, atau direct injection ). Teknik tersebut tidak akan memberikan profil bau yang komplit tetapi apabila sudah dapat dianggap memberikan informasi yang dibutuhkan, maka salah satu metode analisis yang cepat tersebut di atas dapat diterima. Pemilihan sampel yang sesuai, preparasi dan metode isolasi bau yang akan dilakukan harus dipertimbangkan masak-masak. Teknik analisis yang sempurna tidak akan memperbaiki kesalahan yang dibuat diawal preparasi isolasi bau. Aturan umum dalam proses isolasi bau yang terakhir adalah sebaiknya pemeriksaan dengan sensory evaluasi atau analisis inderawi untuk meyakinkan bahwa komponen yang dianalisis
(sebagai
contoh off-bau atau karakteristik bau yang diinginkan) terdapat dalam bau isolat. Berbagai cara isolasi senyawa dapat dilakukan dalam penelitian, akan tetapi pertimbangan akan berbagai kepentingan penelitian serta kekurangan dan kelebihan masing–masing alat terhadap hasil penelitian menjadi pertimbangan utama sebelum seorang peneliti memutuskan menggunakan alat tersebut. Menurut Furniss, at all (1978) ekstraksi sebagai salah satu cara yang dapat dipertimbangkan terutama untuk senyawa yang belum diketahui (unknow) disamping itu apabila kita bekerja dengan proses biologi yang memerlukan kisaran temperatur rendah agar bahan yang kita teliti tetap stabil/tidak rusak. Ekstraksi
juga merupakan proses perpindahan suatu
material dari satu fase ke fase yang lain dan sebaliknya, dimana material tersebut dilarutkan atau didispersi ke fase cair. Tujuan perpindahan tersebut Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 61
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
bisa digunakan untuk memindahkan suatu substansi yang diinginkan atau yang tidak diinginkan dari suatu fase ke fase yang diekstraksi. Ekstraksi dikembangkan lebih lanjut dengan maksud untuk memindahkan zat terlarut (solut) ke lingkungan (fase) yang dapat diterima untuk diteliti atau diisolasi. Problem utama penelitian dibidang kimia bau adalah untuk mengisolasi dan memurnikan substansi, sehingga dikembangkan berbagai alat ekstraksi yang dapat digunakan yang akan meningkatkan hasil penelitian terutama untuk senyawa yang sulit dipisahkan. Bau yang tidak enak dan tidak diinginkan oleh manusia/masyarakat saat ini menjadi
isu pencemaran lingkungan yang penting. Perhatian
terhadap bau yang berasal dari pencemaran lingkungan semakin menjadi perhatian karena semakin banyaknya industri yang menghasilkan limbah yang berbau sementara masyarakat semakin menuntut lingkungan yang bersih dan sehat. Oleh karena itu masalah bau menjadi masalah yang harus diselesaikan untuk menjaga kualitas lingkungan. Namun yang menjadi permasalahan adalah instrumen yang digunakan untuk mendeteksi emisi bau yang sederhana dan murah belum ada. Deteksi bau ini menjadi aspek yang penting berkaitan dengan baku mutu lingkungan, karena hasil deteksi ini akan dapat digunakan sebagai bukti bahwa ada senyawa bau yang terlepas ke lingkungan. Teknik pendeteksian bau yang sempurna akan menghasilkan data yang dapat dihitung secara kuantitatif sehingga diperlukan instrumen yang dapat dipertanggungjawabkan (Yuwono dan Lammers, 2004). Pemantauan bau dapat dilakukan dalam beberapa cara seperti: analisis kimia, elektronik dan metode dinamis olfactometry yang didasarkan pada respon indera manusia. Saat ini cara terbaik untuk mengukur bau adalah melalui penggunaan panel manusia yang dikenal sebagai analisis inderawi dan kromatografi gas / massa spektometri (ASTM, 1997 b). Pada penelitian ini dilakukan analisis inderawi untuk menentukan apakah sampel yang telah diekstraksi berbeda dengan sampel asal. Dengan melakukan tes perbedaan triangle tes terhadap Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 62
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
berbagai waktu ekstraksi selama isolasi maka diharapkan diperoleh waktu yang paling tepat untuk isolasi sampel. Cara untuk analisis inderawi dapat dilihat pada gambar 3 berikut
Gambar 3. Uji Organoleptik Kromatografi gas-cair (biasa disebut kromatografi gas) merupakan peralatan untuk analisis senyawa. Seluruh bentuk kromatografi terdiri dari fase diam dan fase gerak. Seluruh bentuk kromatografi yang lain, fase geraknya berupa cairan. Kromatografi gas-cair, fase gerak adalah gas seperti helium dan fase diam adalah cairan yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan. Bagaimana kecepatan suatu senyawa tertentu bergerak, akan tergantung pada seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk bergerak dengan gas dan sebaliknya melekat pada cairan dengan jalan yang sama. Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 100 oC. Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada di dalam kolom. Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan waktunya untuk diserap pada fase diam, sedangkan senyawa yang suka larut akan Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 63
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas. Hasil akan direkam sebagai urutan puncak-puncak, setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang kondisi dalam kolom dikontrol secara hati-hati, maka dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak namun tentu saja harus digunakan senyawa murni sebagai senyawa standart pada kondisi yang sama.
Gambar 4 Kromatogram Kromatografi Gas Area yang muncul dibawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui komputer yang dihubungkan dengan monitor. Area yang akan diukur tampak sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar yang disederhanakan (gambar. 4). Perlu dicatat bahwa tinggi puncak tidak merupakan masalah, tetapi total area dibawah puncaklah yang menjadi permasalahan. Beberapa contoh tertentu, bagian kiri gambar adalah puncak tertinggi dan memiliki area yang paling luas. Mungkin saja sejumlah besar satu senyawa dapat tampak, tetapi dapat terbukti dari kolom dalam jumlah relatif sedikit melalui jumlah yang lama. Pengukuran area selain tinggi puncak dapat dipergunakan dalam hal ini. Ketika detektor menunjukkan puncak, beberapa diantaranya melalui detektor dan pada waktu itu dapat dibelokkan pada spektrometer massa. Hal Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 64
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
ini akan memberikan pola fragmentasi yang dapat dibandingkan dengan data dasar senyawa yang telah diketahui sebelumnya pada komputer. Itu berarti bahwa identitas senyawa-senyawa dalam jumlah besar dapat dihasilkan tanpa harus mengetahui waktu retensinya Secara tradisionil ahli kimia bau menggunakan dua tipe packing kolom yang berguna yaitu Carbowax 20 M yang merupakan polietilen glikol sebagai bahan yang polar dan SE-30 yang merupakan metil silikon sebagai bahan yang non polar. Dimana kedua bahan itu diisikan sejumlah 10% dari fasa diamnya. Langkah inisiasi yang normal untuk mengevaluasi campuran aroma dengan komposisi yang tidak diketahui adalah mengamati pemisahan pada kolom temperatur tinggi jenis apolar (SE-30 atau OV-101) pendek (310 m) (Maga, 1990). Untuk selanjutnya GC dapat dihubungkan dengan spektroskopi massa (MS) karena komponen bau harus diidentifikasikan, dimana hubungan keduanya akan menghasilkan sensitifitas yang sempurna. Bau (odor) yang dikeluarkan dari proses industri sebenarnya tidak tergolong berbahaya. Tetapi, timbulnya bau dapat menurunkan status sosial dan ekonomi, discomfort, nausea, dll. Bau yang tidak sedap biasanya timbul akibat senyawa-senyawa organik dan sulfuric. Karakteristik bau dapat diterangkan dengan menggunakan deskriptor bau yang dapat diterima. Konsentrasi bau umumnya dikenal sebagai olfactory threshold atau ambang bau. SO2
1,0 – 5,0 ppm
H2S
0,047
ppm
Methyl Mercaptan
0,0021
ppm
Dimethyl Sulfide
0,0001
ppm (Moestikahadi, 2001 )
Intensitas bau merupakan ukuran stimulus yang dihasilkan dari ambang bau dari suatu konsentrasi odorant tertentu. Menurut hukum Weber dan Fechner, intensitas bau akan naik secara logaritmik dengan semakin tingginya tingkat konsentrasi odorant. Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 65
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Pada proses industria, dimana industri perminyakan merupakan salah satu variabel penyebab sumber dari bau utama. Dalam penentuan nilai ambang batas variabel yang diukur:
Rata-rata hitung tahunan konsentrasi zat odorant (ppm)
Penetapan bau berdasarkan penentuan “juri bau”, yang terdiri atas panel delapan orang.
Sedangkan skala intensitas bau biasanya dinyatakan sebagai : Tingkat
Deskriptor
0
Tidak berbau
1
Ambang bau (sedikit mulai berbau)
2
Sedikit berbau
3
Cukup berbau
4
Sangat berbau
Pengukuran dapat dilakukan dengan Scentometer dan Odor Judge Panel (Uji Inderawi ). Untuk mitigasi dampak bau yang ditimbulkan dapat dilakukan dengan:
Pengenceran zat odorant (dilusi dapat merubah bau dan kekerasan bau)
Netralisasi dan konsentrasi bau (sepasang bau dalam konsentrasi yang tepat akan saling menetralkan).
Odor masking atau blanketing (bau yang lemah dapat dihilangkan dengan bau/fragrant yang lebih kuat).
Penurunan emisi odorant.
Menjauhkan reseptor dari daerah yang terkontaminasi.
Fatigue of factory odor perception (tingkat bau tertentu dapat ditoleransi dengan timbulnya perception fatigue akibat paparan jangka panjang).
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 66
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Perencanaan/penggabungan dari metoda-metoda di atas. . Dari proses pembuatan tepung tapioka dengan bahan dasar ketela
pohon, baik yang merupakan industri rumahan maupun industri dalam skala pabrik, akan diperoleh berbagai limbah, baik dalam bentuk limbah padat maupun cair. Ketika limbah dibiarkan dalam waktu 6-7 jam akan terjadi perubahan pada limbah tersebut. Perubahan yang paling menonjol adalah timbulnya bau (Amatya,Prasanna Lal ,1996) Selama ini telah dilakukan upaya pengolahan dan pemanfaatan limbah yang diharapkan akan mampu menambah nilai ekonomis limbah maupun mengurangi pencemaran lingkungan. Namun tidak semua limbah dapat dikurangi efeknya terhadap lingkungan. Berbagai penelitian tersebut adalah pengubahan limbah padat menjadi pakan ternak hingga penambahan efektif mikroorganisme pada limbah cair (Hanifah, dkk, 2001) Meskipun telah dilakukan upaya untuk mengolah limbah agar memenuhi baku mutu namun baku mutu untuk tingkat kebauan belum bisa dipenuhi. Kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar dan waktu tertentu yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan hidup . Baku tingkat kebauan adalah batas maksimal bau dalam udara yang diperbolehkan yang tidak mengganggu kesehatan manusia dan kenyamanan hidup (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 50 tahun 1996 tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan). Penggunaan kromatografi gas dan analisis inderawi untuk bau, diharapkan dapat menemukan nilai ambang batas (NAB) bau dan akhirnya baku mutu bau dapat ditetapkan terutama untuk limbah tapioka. MASALAH PENELITIAN Masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penentuan konsentrasi basa pada limbah cair industri tapioka yang dapat dinetralisir oleh basa untuk nilai ambang batas (NAB) Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 67
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
2. Pemeriksaan secara inderawi oleh sekelompok panelis untuk menentukan bahwa limbah cair industri tapioka sudah tidak berbau. METODE PENELITIAN 1. Alat Penelitian 1. Seperangkat alat ekstraksi modifikasi 2. Pompa hisap air yang telah dimodifikasi 3. Peralatan gelas laboratorium 4. Kromatografi gas Hewlett Packard Tipe 5890 Series dengan integrator 5. Formulir uji analisis inderawi 2. Bahan Penelitian 1. Limbah cair industri tapioka 2. Pentana (p.a. dari E.Merck) 3. Natrium sulfat anhidrid (p.a. dari E. Merck) 3. Jalan Penelitian 3.1
Penentuan secara kuantitatif konsentrasi komponen utama
senyawa penyusun bau limbah cair industri tapioka Cara Kerja 1. Sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel (bagian a) sementara
memasukkan
pompa
hisap
dijalankan
sehingga sampel perlahan-lahan dapat masuk dan naik sampai ke labu
speed bowl dan sampel dapat
menyemprot di seputar dinding labu. 2. Apabila proses vakum telah berjalan dan sampel sudah dapat berputar dan mengalir lancar maka aliran sampel terjadi dari bagian (a) mengalir kebagian (b) dan terjadi Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 68
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
penguapan bau dibagian (c) . Proses isolasi dilakukan selama
4
jam setelah itu
ekstrak
mengalami proses pengembunan
yang telah
diekstrak dengan
pentana untuk memisahkan fasa organik dari fasa air yang ada dalam ekstrak. 3. Setelah itu dikeringkan dengan Na2SO4. Hasil ekstraksi dianalisis dengan kromatografi gas untuk penentuan konsentrasi komponen utama senyawa penyusun bau limbah. 4. Langkah–langkah ini diterapkan untuk sampel yang berada pada bak pengendapan 24 jam (sampel A), sampel pada inlet IPAL sebagai sampel B
3.2 Penambahan berbagai konsentrasi basa untuk menetralisisr bau limbah. Adapun variasi konsentrasi yang ditambahkan adalah No. Sampel
1
2
3
Konsentrasi
5
10 15 20 25 30 35 40 45 50
Basa
% %
%
4
%
5
%
6
%
7
%
8
%
9
%
10
%
3.3 Uji analisis inderawi oleh sekelompok panelis untuk menguji pada konsentrasi basa berapa limbah cair tersebut sudah tidak berbau. Langkah-langkah untuk uji analisis inderawi 1. Persiapan awal berupa pelatihan pengenalan bau limbah bagi para panelis.
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 69
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
2. Persiapan sampel : sampel ditempatkan dalam wadah tertutup agar tidak terjadi penguapan bau 3. Dilakukan pengkodean atau penomoran sampel 4. Dilakukan proses uji sensory dengan menggunakan tabel analisis 5. Pertemuan dengan para panelis untuk mendiskusikan hasil 3.4
Analisis dengan kromatografi gas untuk melihat apakah
komponen utama senyawa penyusun bau benar–benar telah hilang berdasarkan hasil kromatogram yang muncul. Cara Kerja : 1. Sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel (bagian a) sementara memasukkan pompa hisap dijalankan sehingga sampel perlahan-lahan dapat masuk dan naik sampai ke labu speed bowl dan sampel dapat menyemprot di seputar dinding labu. 2. Apabila proses vakum telah berjalan dan sampel sudah dapat berputar dan mengalir lancar maka aliran sampel terjadi dari bagian (a) mengalir kebagian (b) dan terjadi penguapan bau dibagian (c). Proses isolasi dilakukan selama 4 jam setelah itu ekstrak yang telah mengalami proses pengembunan
diekstrak dengan pentana untuk
memisahkan fasa organik dari fasa air yang ada dalam ekstrak. 3. Setelah itu dikeringkan dengan Na2SO4. Hasil ekstraksi dianalisis dengan kromatografi gas untuk melihat apakah komponen utama senyawa penyusun bau benar–benar telah hilang berdasarkan hasil kromatogram yang muncul. Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 70
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Langkah–langkah ini diterapkan untuk sampel nomor 1 sampai 10. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Berdasarkan langkah-langkah pengambilan data penelitian tersebut di atas maka diperoleh data sebagai berikut : 1
Pada ekstraksi yang pertama tidak muncul hasil, setelah ditambah pendingin air maka diperoleh ekstrak sampel. Pemantauan secara organoleptik menunjukkan ekstrak sama dengan bau limbah.
2
Hasil analisis dengan menggunakan kromatografi gas muncul puncak
dominan yang dapat dianalisis dengan gabungan
kromatografi gas dan Spektroskopi Massa. 3
Proses ekstraksi diulang selama 3 (tiga) kali , muncul puncak dominan dalam kromatogram.
4
Hasil analisis dengan menggunakan kromatografi gas diperoleh 3 (tiga) puncak dominan. Sampel selanjutnya dianalisis dengan menggunakan gabungan kromatografi gasa dan spektroskopi massa. Hasil analisis dengan menggunakan gabungan kromatografi gas dan spektroskopi massa menunjukkan 9 (sembilan) puncak dengan 3 (tiga) puncak dominan. Selanjutnya dengan menggunakan fasilitas pustaka yang ada dalam spektroskopi massa diperoleh data senyawa yang merupakan komponen senyawa utama penyususun bau limbah cair industri tapioka. Komponen senyawa tersebut adalah Asam 1,2 Benzenedikarboksilat dengan konsentrasi = 13,1902 ppm, dioctyl ester dengan konsentrasi = 15,4880 ppm, diisooctyl phtalat dengan konsentrasi = 20,9203 ppm.
5
Hasil uji organoleptik untuk penetralan bau limbah dengan penambahan basa NaOH dengan konsentrasi seperti pada hasil
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 71
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
ekstrak menunjukkan bau limbah hilang , hal ini berarti senyawa penyusun bau telah dapat dinetralkan. B. Pembahasan 1.
Penentuan secara kuantitatif konsentrasi komponen utama
senyawa penyusun bau limbah cair industri tapioka Penentuan secara kuantitatif komponen senyawa utanm penyusun limbah cair industri tapioka menunjukkkan hasil diperoleh data senyawa yang merupakan komponen senyawa utama penyususun bau limbah cair industri tapioka. Komponen senyawa tersebut adalah Benzenedikarboksilat
Asam 1,2
dengan konsentrasi = 13,1902 ppm , dioctyl ester
dengan konsentrasi = 15,4880 ppm, diisooctyl phtalat dengan konsentrasi = 20,9203 ppm. Senyawa tersebut sesuai dengan teori disebutkan dalam Hartati, Mumpuni Endang, 1999 yaitu Langkah pertama dari proses metanogenesis ini adalah proses hidrolisis dan fermentasi. Dalam proses ini mikroba melakukan hidrolisis dan fermentasi terhadap senyawa organik kompleks yang ada seperti protein, polikarbonat, lemak dan lain sebagainya menjadi senyawa organik sederhana (seperti asam format, asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam lemak lain serta etanol), hidrogen dan karbondioksida. Reaksi fermentasi glukosa oleh bakteri fermentatif adalah sebagai berikut : C6H12O6 + 2H2O
2CH3COOH (Acetic) + 2CO2
C6H12O6 + 2H2
2CH3CH2COOH (Propionic)
+ 4H2 + 2H2O C6H12O6
2CH3CH2CH2COOH (Butyric)+ CO2 + 2H2
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 72
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
(Zeikus, J.G., 1979) Langkah kedua adalah reaksi yang disebut sebagai reaksi sintropik asetogenesis. Mikroba yang melakukan reaksi ini dengan menggunakan hidrogen dari reaksi metanogenesis mengubah produk metabolisme dari reaksi pertama menjadi asam asetat dan hidrogen atau asam format. Langkah ketiga adalah reaksi pembentukan metana dimana reaksi ini merupakan reaksi akhir dari proses peruraian limbah bahan pangan atau limbah yang mengandung zat organik. Reaksi ketiga ini menggunakan produk dari reaksi pertama dan kedua untuk menghasilkan metana dan karbondioksida. Reaksi pembentukkan metana dari etanol , asam asetat dan asam propionat adalah sebagai berikut : Ethanol -
+
CH3CH2OH(aq) + H2O(l) = CH3COO (aq) + H (aq) + 2H2(g) Hydrogen 2H2(g) + 1/2 CO2(g) = 1/2CH4(g) + H2O(l) Acetate -
+
CH3COO (aq) + H (aq) = CH4(g) + CO2(g) Net CH3CH2OH(aq) = 3/2CH4(g) + 1/2CO2(g) Propionate -
-
CH3CH2COO (aq) + 2H2O(l) = CH3COO (aq) + 3H2(g) + CO2(g) Hydrogen 3H2(g) + 3/4CO2(g) = 3/4CH4(g) + 3/2H2O(l) Acetate -
+
CH3COO (aq) + H (aq) = CH4(g) + CO2(g)
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 73
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Net -
+
CH3CH2COO (aq) + H (aq) + 1/2H2O(l)= 7/4CH4(g) + 5/4CO2(g) Butyrate -
-
+
CH3CH2CH2COO (aq) + 2H2O(l) = 2CH3COO (aq) + H (aq) + 2H2(g) Hydrogen 2H2(g) + 1/2 CO2(g) = 1/2CH4(g) + H2O(l) Acetate -
+
2CH3COO (aq) + H (aq) = 2CH4(g) + 2CO2(g) Net CH3CH2CH2COO-(aq) + H2O(l) + H+(aq) = 5/2CH4(g) + 3/2CO2(g) Reaksi keseluruhan adalah sebagai berikut CnHaOb + (n - a/4 - b/2) H2O (n/2 + a/8 - b/4) CH4 + (n/2 - a/8 + b/4) CO2 (Schmidt, J.E., and Ahring, B.K., 1996) Gas metana dan karbondioksida yang mucul kurang lebih 75 – 80 % dari keseluruhan hasil peruraian limbah. Apabila proses pembuatan tepung tapioka menggunakan asam sulfat maka akan muncul juga gas hidrogen sulfida (H2S). Gas yang muncul seperti metana dan hidrogen sulfida inilah yang berpotensi menimbulkan bau. Namun tidak hanya kedua gas itu saja yang berpotensi menimbulkan bau karena reaksi di dalam proses penguraian limbah tersebut juga akan menghasilkan senyawa yang kemudian berkombinasi dengan kedua gas tadi akan menghasilkan bau limbah yang khas untuk bau limbah cair industri tapioka. Suatu ester akan melepaskan molekul asamnya sama seperti halnya alkohol melepaskan air. Pelepasan ini melibatkan perpindahan hidrogen kepada oksigen alkohol dari ester. Salah satu alternatif perpindahan hidrogen tersebut adalah penataan ulang Mc Lafferty (Silverstein, 1991). Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 74
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Menurut Silverstein (1991), pemutusan ikatan cincin hidrokarbon jenuh seperti siklo alkana diikuti dengan hilangnya atom hidrogen dengan karakteristik puncak pada rumusan CnH2n-1 dan CnH2n-2. Sebagai contoh pemutusan siklo-alkana diatas pada n=3 akan muncul karakteristik ion m/e 40 (C3H4), disamping itu juga akan terbentuk karakteristik ion
dengan m/e
42 (82–40) dan ion dengan m/e 99. Karakteristik yang lain adalah adanya pemutusan ikatan karbonkarbon yang akan melepas ion C2H4 atau C3H6 dan karakteristik ion yang limpahannya besar pada m/e 41 (dari alkil dengan pola C nH2n-1 dimana n = 3 ) Penafsiran spektra massa puncak-puncak utama di atas didasarkan pada pendekatan pola fragmentasi spektra massa oleh Mc Lafferty (1980), Silverstein (1991) dan Budzikiewicz (1970) 2. Penambahan berbagai konsentrasi basa untuk menetralisir bau limbah. Variasi konsentrasi basa yang ditambahkan pada sampel sebagai berikut: No.Sampel
1
2
3
Konsentrasi
5
10 15 20
Basa
% %
%
4 %
5
6
7
8
9
10
25 30 35 40 45 50 %
%
%
%
%
%
Hasil Tes organoleptik yang dilakukan oleh 8 panelis didapatkan sampel yang tidak berbau adalah sampel nomor 5 dengan konsentrasi basa 25%. 3. Uji analisis inderawi oleh sekelompok panelis untuk menguji pada konsentrasi basa berapa limbah cair tersebut sudah tidak berbau. Hasil analisis dengan langkah sesuai uji analisis inderawi ASTM 1997 b maupun Kepmen LH tahun 1996 menunjukkan bahwa bau limbah telah hilang.
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 75
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
4.
Analisis dengan kromatografi gas untuk melihat apakah
komponen utama senyawa penyusun bau benar-benar telah hilang berdasarkan hasil kromatogram yang muncul. Analisis kromatografi gas menunjukkan tidak adanya puncak dominan sehingga dapat disimpulkan tidak ada lagi komponen senyawa penyusun abu limbah. Diperoleh nilai ambang batas komponen utama senyawa penyusun bau untuk limbah cair industri tapioka, nilai ambang batas yang ditemukan dapat diusulkan menjadi baku mutu lingkungan khususnya untuk tingkat kebauan dimana selama ini belum ada baku mutu lingkungan tingkat kebauan limbah cair tapioka. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan 1. Diperoleh komponen senyawa utama penyusun bau limbah cair industri tapioka Komponen senyawa tersebut adalah:
asam 1,2
benzenedikarboksilat dengan konsentrasi = 13,1902 ppm , dioctyl ester dengan konsentrasi = 15,4880 ppm, diisooctyl phtalat dengan konsentrasi = 20,9203 ppm. 2. Hasil uji organoleptik menunjukkan bau limbah dapat dinetralkan dengan basa NaOH yang ditambahkan B. Saran 1. Agar diperoleh hasil yang konsisten perlu dilakukan pengambilan sampel pada beberapa industri tapioka di wilayah yang berbeda seperti di Lampung dan Kalimantan. 2. Untuk penentuan nilai ambang batas baku mutu bau selanjutnya menggunakan metoda kuantitatif, terutama untuk bau /odoran campuran. Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 76
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
DAFTAR PUSTAKA Amatya,Prasanna Lal ,1996, Anaerobic
Treatment of
Tapioca Starch
Industry Wastewater by Bench Scale Upflow Anaerobic
Sludge
Blanket (UASB) Reactor, Thesis, Regional Institute of Technology Jamshedpur, India ASTM 1997 b. Standart practice for determination of odor and taste threshold by forced-choice ascending concentration series method of limits. ASTM E679-91. American Society for Testing and Material, West Conshohocken Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, 1996,
Panduan Teknologi
Pengendalian Dampak Lingkungan Industri Tapioka di Indonesia Furniss,B.S., A.J. Hannaford, V. Rogers, P.W.G. Smith, A.R. Tatchel, 1978, Vogel’s Textbook of Practical Organic Chemistry
Fourth Edition,
Longman Group Limited, London Gisela Jellinek,1985,Sensory Evaluation of Food, Ellis Horwood, West Sussex : England http
://www_wetc_org_loyola_mems_fh_17_gif_odorsensor
dikunjungi
tanggal 12 Desember 2007 http
://www_nyses_cornell_edu_fst_faculty_acree__fs 430_notes_acree_odor units dikunjungi tanggal 12 Desember 2007
http : // www.chem-is-try.org diakses tanggal 25 Oktober 2008 Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 77
SEMINAR NASIONAL - Universitas PGRI Adi Buana Surabaya
“Pengembangan Teknologi Ramah Lingkungan Menuju Keberlanjutan Lingkungan Hidup”
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 50 tahun 1996 tentang BakuMutu Tingkat Kebauan Maga, J. A., 1990 , Anaylisis of Aroma
Volatil
In
Principles and
Application of Gas Chromatography in Food Analysis Edited by Michael H. Gordon Ellis Horwood Limited , Essex . Moestikahadi Soedomo, 2001, Pencemaran Udara- Kumpulan Karya Ilmiah, ITB Bandung Nurhasan dan Bambang Pramudyanto, 2006, Panduan Penanganan Limbah Cair Industri Kecil Tapioka, Jakarta : Bapedal Pusat Sabdo Yuwono, Arief dan Peter Schulze Lammers, 2004, Odor Pollution in the Enviroment and the Detection Instrumentation, Agricultural Engineering international : the CIGR Journal of Scientific Research and Development. Invited Overview Paper Volume VI T. Abu Hanifah, Christine Jose dan Titania T. Nugroho, 2001, Pengolahan Limbah
Cair
Tapioka
Dengan
Teknologi
EM
(Effective
Mikroorganisms), Jurnal Natur Indonesia III (2): 95 - 103 (2001)
Makalah Sub Tema-3: MIPA Sains dan Kesehatan Berbasis Lingkungan _ 78