Seminar Nasional& International Conference
Perkebunan Teh Rancabali, Bandung, Jawa Barat; foto oleh Y.S. Kirana
Abs Sem Nas Masy Biodiv Indon vol. 3 | no. 6 |pp. 211-279 | September 2016 ISSN: 2407-8069
Penyelenggara
Manuskrip terseleksi dipublikasikan pada: diterbitkan pada
ALAMAT SEKRETARIAT: 1. Sekretariat Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Kantor Jurnal Biodiversitas, Jurusan Biologi Gd. A, Lt. 1, FMIPA UNS, Jl. Ir. Sutami 36A Surakarta 57126, Jawa Tengah. Tel./fax.: +62-271-663375. Email:
[email protected]. Website: biodiversitas.mipa.uns.ac.id/snmbi.html 2. Laboratorium Kebakaran Hutan dan Lahan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Dramaga Bogor, Jl. Lingkar Akademik, Bogor 16680, Jawa Barat
Penyelenggara & pendukung Manuskrip terseleksi dipublikasikan pada:
THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK
JADWAL Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI) Bogor, 17 September 2016
PUKUL
KEGIATAN
PENANGGUNGJAWAB
RUANG
08.00-08.30 08.30-08.40 08.40-08.50 08.50-09.00
Registrasi dan Persiapan Sambutan Sambutan dan Pembukaan Foto Bersama & Kudapan Pagi
Panitia Pengurus MBI Prof. Bambang H. Saharjo Panitia
09.00-11.00
Panel Prof. Dr. Bambang Hero Saharjo Prof. Dr. Suranto Prof. Dr. I Made Sudiana
Moderator
Selasar R1 R1 R1, Selasar R1
11.00-12.00
Presentasi Oral I Kelompok 1: AO-01 s.d. AO-10 Kelompok 2: AO-11 s.d. AO-20 Kelompok 3: AO-21 s.d. BO-08 Kelompok 4: BO-09 s.d. BO-18 Kelompok 5: BO-19 s.d. BO-82
Moderator Moderator Moderator Moderator Moderator
R1 R2 R3 R4 R5
12.00-13.30
Ishoma dan Presentasi Poster
Panitia
13.30-14.30
Presentasi Oral II Kelompok 6: BO-29 s.d. BO-38 Kelompok 7: BO-39 s.d. BO-48 Kelompok 8: BO-49 s.d. BO-58 Kelompok 9: BO-59 s.d. CO-07 Kelompok 10: CO-08 s.d. CO-17
Moderator Moderator Moderator Moderator Moderator
14.30-14.45
Kudapan Sore
Panitia
14.45-15.45
Presentasi Oral III Kelompok 11: CO-18 s.d. CO-27 Kelompok 12: CO-28 s.d. EO-04 Kelompok 13: EO-05 s.d. EO-13 Kelompok 14: EO-14 s.d. EO-22 Kelompok 15: EO-23 s.d. EO-30
Moderator Moderator Moderator Moderator Moderator
R1 R2 R3 R4 R5
Penutupan dan Penjelasan lain
Ketua Panitia
R1
15.45-16.00
Selasar
R1 R2 R3 R4 R5 Selasar
iv Kegiatan berikutnya: 1. International Conference on Biodiversity, Pontianak, Indonesia, 8 October 2016 2. Seminar Nasional Biodiversitas (UNS), Surakarta, Indonesia, 4 November 2016 3. International Conference on Biodiversity & 3rd SIB Congress, Surakarta, Indonesia, 5 November 2016 4. Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Samarinda, 26 November 2016
ABSTRAK Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI) Bogor, 17 September 2016
KODE
JUDUL
PENULIS
HAL.
GENETIK AO-01
Domestikasi ayam hutan merah: Studi pengadaan bibit oleh masyarakat di Bengkulu Tengah
Johan Setianto, Basyarudin Zain, Sutriyono, Hardi Prakoso
211
AO-02
Produksi dan populasi ayam hutan merah domestikasi di Kabupaten Bengkulu Utara dan skenario pengembangannya
Sutriyono, Johan Setianto, Hardi Prakoso
211
AO-03
Pengujian hasil dan mutu benih beberapa varietas kedelai (Glycine max) dengan variasi jumlah satuan panas panen
Widya Saswita
212
AO-04
Kekerabatan Tribe Shoreae asal Stasiun Penelitian Ketambe Taman Nasional Gunung Leuser berdasarkan keragaman morfologi organ vegetatif
Essy Harnelly, Iqbar, Agus Sara
212
AO-05
Genetic diversity analysis based on SSR markers of TxT cross and dura self oil palm (Elaeis guineensis) parental populations originated from Cameroon
Lalu Firman Budiman, Ardha Apriyanto, Adi Pancoro, Sudarsono Sudarsono
212
AO-06
Polimorfisme 5’ untranslated region gen thyroglobulin (lokus TG|BstYI) pada sapi Bali (Bos javanicus)
Saiful Anwar, Adithya Crisdyantama Putra, Ari Sulistyo Wulandari, Syahruddin Said
213
AO-07
Analisis filogenetik gandaria (Bouea) Indonesia menggunakan penanda molekuler cpDNA trnL-F Intergenik Spacer
Tri Harsono, Nursahara Pasaribu, Sobir, Fitmawati, Eko Prasetya
213
AO-08
Development of SNAP markers based on nucleotide variability of WRKY Genes in coconut and their validation using multiplex PCR
Anneke Pesik, Darda Efendi, Hengky Novarianto, Diny Dinarti, Sudarsono Sudarsono
214
AO-09
Genetic resources consideration of Dyera polyphylla in tropical peatlands restoration
Hesti Lestari Tata, Alice Muchugi, Meine van Noordwijk
214
vi AO-10
Dinamika ekspresi gen responsif salinitas Osr40c1 pada jagung tercekam NaCl secara in vitro
Triono Bagus Saputro, Nur Fadlilatus Sholihah, Dini Ermavitalini
214
AO-11
Keragaan genotipe sorgum pada berbagai tingkat ketersediaan P di tanah masam
Tri Lestari, Didy Sopandie, Trikoesoemaningtyas,
215
AO-12
Keragaan plasma nutfah kopi di Kebun Penelitian Pakuwon, Sukabumi
Laba Udarno, Rudi T. Setiyono
215
AO-13
Tanaman karet asal biji produksi tinggi di Lampung Utara
Rudi T. Setiyono, Laba Udarno
215
AO-14
Identifikasi Ketahanan Sumberdaya Genetik Padi terhadap hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stall).
Dodin Koswanudin, I Made Samudra, Sutoro
216
AO-15
Identifikasi ketahanan sumberdaya genetik kedelai terhadap hama penggerek polong (Etiella zinckenella).
Dodin Koswanudin, I Made Samudra, Asadi Bustomi
216
AO-16
Genetic diversity of Tor douronensis (Pisces: Cyprinidae) in West Sumatra
Dewi Imelda Roesma, Djong Hon Tjong, Warnety Munir, Anugrah Viona Agesi, Ada Chornelia, Wila Karlina
216
AO-17
Usulan strategi konservasi keanekaragaman genetik Mamalia yang terancam punah: Analisis pada harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)
Rahmat Azhari Kemal, Nadya Stephanie, Rizky Kusuma Cahyani
217
AO-18
Studi filogenetik kelelawar Genus Hipposideros (Chiroptera: Hipposideridae) di Sumatera dan Jawa berdasarkan gen sitokrom-b
Ada Chornelia, Dewi Imelda Roesma, Djong Hon Tjong
217
AO-19
Eksplorasi dan karakterisasi buah-buahan lokal Sumatera Barat yang terancam punah dalam mengantisipasi buahbuahan impor
Nurwanita Ekasari Putri, Aries Kusumawati, Nur Oktafiani Azhar, Etti Swasti
217
AO-20
Keragaan kemiri Sunan (Reutealis trisperma) sebagai penghasil bahan bakar nabati di Garut, Jawa Barat
Handi Supriadi, Syafaruddin
218
AO-21
Perubahan morfologi pada mutan Hoya diversifolia hasil irradiasi sinar gamma
Sri Rahayu
218
AO-22
Persilangan bunga lipstik Aeschynanthus radicans dengan Aeschynanthus tricolor
Sri Rahayu
218
AP-01
Analisis keragaman genetik ubi kayu lokal Bangka berdasarkan morfologi dan RAPD
Tri Lestari, Henny Helmi, Rion Apriyadi
218
AP-02
Identifikasi ketahanan sumberdaya genetik jagung terhadap hama lalat bibit (Artherigona exigua)
Dodin Koswanudin, I Made Samudra, Sutoro
219
AP-03
Tolerance of soybean genotypes under manganese toxicity based on the seedling growth
Heru Kuswantoro
219
AP-04
Potential yield of soybean lines that resistant to pod borer (Etiella zinckenella)
Heru Kuswantoro
219
vii
SPESIES BO-01
Keanekaragaman jenis rayap akibat alih guna hutan menjadi agroforestri di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tenggara
Zulkaidhah, Ariyanti
220
BO-02
Pengaruh bahan tanaman terhadap keberhasilan stek kranji (Pongamia pinnata)
Nurmawati Siregar, Dharmawati F. Djam’an
220
BO-03
Keong marga Clithon (Gastropoda: Neritidae) di Jawa: status, kekerabatan dan distribusinya
Nova Mujiono
220
BO-04
Eksplorasi dan karakterisasi buah belimbing merah (Baccaurea angulata) di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan
Gunawan, Tatik Chikmawati, Sobir, Sulistijorini
221
BO-05
Endemics species of dung beetles (Coleoptera: Scarabaeidae) on the southern slope of Mount Slamet, Central Java, Indonesia
Imam Widhiono, Nailil Fasihah,
221
BO-06
Keragaman tumbuhan dan potensi pemanfaatannya di kawasan hutan alam sekunder di Perum Perhutani RPH Cisujen, KPH Sukabumi
Adi Susilo, Denny
221
BO-07
Keanekaragaman Coccinellidae predator pada beberapa ekosistem sayuran di Sumatera Barat, Indonesia
Yaherwandi, Erna Fitria, Hidrayani, Hasmiandy Hamid
222
BO-08
Persebaran dan estimasi populasi surili (Presbytis comata) di kawasan Kamojang, Kabupaten Garut, Jawa Barat
Ana Widiana, Wisnu Uriawan, R. Robbi Januari, Rifki M. Iqbal
222
BO-09
Keanekaragaman dan kelimpahan serangga tanah dengan menggunakan beberapa metode perangkap serangga di ekosisitem Hutan Lindung Jeruk Manis Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur
Immy Suci Rohyani, Hilman Ahyadi
222
BO-10
Isolasi dan karakterisasi bakteri resisten logam berat dari Sungai Kemisan-Tangerang, Indonesia
Wahyu Irawati, Semuel Riak, Nida R. Sopiah, Susi Sulistia
223
BO-11
Diversity of tree species and utilization by local people on peat swamp forest in Central Kalimantan
Titi Kalima, Sumarhani
223
BO-12
Eksplorasi tumbuhan dan studi komposisi vegetasi di zona bukit dari Gunung Patah, Bengkulu
Muhamad Muhaimin, Imawan Wahyu Hidayat, Muslim
223
BO-13
Biofertilizer effect on reduction of inorganic fertilizer and yield of two sweet potato cultivars grown in low fertility soil
Reginawanti Hindersah, Andina Apriliana, Agung Karuniawan
224
BO-14
Spore germination and early gametophyte development of Platycerium wandae (Polypodiaceae) of Papua,Indonesia
Titien Ngatinem Praptosuwiryo
224
BO-15
Diversitas Actinomycetes dan eksplorasi senyawa 6bioaktif dari kawasan mangrove Desa Torosiaje, Gorontalo
Yuliana Retnowati, Abubakar Sidik Katili
225
viii BO-16
Kajian dinamika distribusi populasi ayam Burgo domestikasi
Heri Dwi Putranto, Johan Setianto, Novitri Kurniati, Bing Brata, Yossie Yumiati, Gading Putra Hasibuan
225
BO-17
Pembentukkan komunitas Herpetofauna pada habitat mikro akibat fragmentasi lahan pertambangan di Kalimantan Timur
Teguh Muslim, Ulfah Karmila Sari, Widyawati, Agung Siswanto, Warsidi, Suryanto
226
BO-18
Keanekaragaman spesies tumbuhan pada pertanaman padi sawah di Sumatera Barat
Enie Tauruslina A, Trizelia, Yaherwandi, Hasmiandy Hamid
226
BO-19
Analisis vegetasi Schima walichii (Theaceae) di kawasan hutan Gunung Papandayan, Jawa Barat
Inge Larashati Subro
226
BO-20
Analisis filogenetik mangga (Mangifera) di Sumatera Timur berdasarkan sekuens gen cpDNA trnL-F Intergenic Spacer
Sandi Pratiwi Harahap, Fitmawati, Nery Sofiyanti
227
BO-21
Konservasi Begonia (Begoniaceae) dataran rendah asli Indonesia di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat
Hartutiningsih-M. Siregar, Wisnu H. Ardi
227
BO-22
Peran budidaya perikanan yang berkelanjutan dan restocking dalam konservasi keanekaragaman hayati
Yayat Dhahiyat, Zahidah Hasan, Fiddy Semba Prasetiya
227
BO-23
Mikrofungi rizosfer dan endofitik filosfer tumbuhan sawo kecik (Manilkara kauki) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur
Nia Rossiana, Betty Mayawatie, Hunainah
228
BO-24
Keragaman jenis jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang, Jawa Barat
Putut Fajar Arko, Betty Mayawatie Marzuki, Joko Kusmoro
228
BO-25
Distribution and identification of termites in Urban Area in Pontianak City of West Kalimantan
Yuliati Indrayani, Yoko Takematsu
228
BO-26
Isolasi, karakterisasi dan seleksi mikroalga yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel dari perairan estuari Sungai Porong, Jawa Timur
Dini Ermavitalini, Yudi Apriyatmoko
229
BO-27
Keanekaragaman jenis kelelawar di Sulawesi Utara
Diah Irawati Dwi Arini
229
BO-82
Persepsi masyarakat sekitar kawasan lahan konflik gajah-manusia terhadap konservasi gajah dan habitatbta di Kabupaten Aceh Besar, Aceh
Abdullah, Putri Hilmayanti, M. Ali S.
230
BO-29
Variasi morfometrik protozoa Trichodina sp. dan intensitas pada benih gurame milik petani ikan Bantul, Yogyakarta
Rokhmani, Edy Riwidiharso, Endang Ariyani S., Darsono, Daniel J.W.
230
BO-30
Keragaman jenis pohon lokal di zona sub montana Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, Jawa Barat
Susana P. Dewi, Tati Suryati Syamsudin, Endah Sulistyawati
230
BO-31
KOFFCO Sistem: Inovasi teknologi dalam upaya pelestarian, produksi dan penyimpanan bibit dipterokarpa
Atok Subiakto, Henti Hendalastuti Rachmat
231
ix BO-32
Pengembangan agroforestri untuk mendukung ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan
Sumarhani, Diana Prameswari
231
BO-33
Aspek reproduksi ikan kurisi (Nempiterus furcosus) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka
Eva Utami
232
BO-34
Pengaruh variasi media sapih pada pertumbuhan bibit cabutan Alnus (Alnus nepalensis)
Rina Bogidarmanti, Darwo
232
BO-35
Prospek budidaya bintagur (Callophyllum soulatri) untuk dikembangkan di lahan gambut
Darwo, Rina Bogidarmanti
232
BO-36
Perbandingan keanekaragaman jenis kupu-kupu antara tipe tutupan lahan hutan dengan kebun sawit di perkebunan sawit PT Mitra Unggul Pusaka, Riau
Yanto Santosa, Intan Purnamasari, Isniatul Wahyuni
233
BO-37
Peran areal berhutan di sekitar perkebunan kelapa sawit dalam pelestarian keanekaragaman primata
Yanto Santosa, Anxious Yoga Perdana
233
BO-38
Keanekaragaman kupu-kupu di berbagai tipe tutupan lahan perkebunan kelapa sawit PTPN V Tamora, Kampar, Riau
Yanto Santosa, Yohanna, Isniatul Wahyuni
233
BO-39
Lipid accumulating yeast associated with insect in Papalia, Sulawesi, Indonesia
Atit Kanti
234
BO-40
Variasi keanekaragaman kupu-kupu pada berbagai tipe tutupan lahan di kawasan perkebunan di Kampar, Riau
Isniatul Wahyuni, Yanto Santosa
234
BO-41
Penggunaan mikoriza dan Rhizobium dalam pertumbuhan bibit saga (Adenanthera pavonina) umur 3 bulan
Rina Kurniaty
235
BO-42
Nematoda parasit gastrointestinal pada kura-kura darat Indonesia (Manourya emys Schlegel & Müller, 1840 dan Indotestudo forstenii Schlegel & Müller, 1845)
Herjuno Ari Nugroho, Endang Purwaningsih, Ni Luh Putu Rischa Phadmacanty
235
BO-43
Keanekaragaman jenis cendawan endofit pada tanaman cabai yang berpotensi sebagai bioinsektisida
Trizelia, Haliatur Rahma, Martinius
236
BO-44
Karakteristik Pola Ikatan Pembuluh pada sembilan Jenis Bambu
Nanii Nuriyatin
236
BO-45
Jenis vegetasi pasir peneluran dan hubungannya terhadap keberadaan sarang labi-labi moncong babi di Kaimana, Papua
Richard Gatot Nugroho Triantoro, Sarah yuliana
236
BO-46
Analisis filogenetik mangga (Mangifera) dari Riau berdasarkan sekuens gen cpDNA trnL-F intergenic spacer
Fitmawati, Nery Sofiyanti, Roslina Fauziah, Deden Derajat Matra, Eichi Enue
237
BO-47
Temuan dan karakteristik Anodendron paniculatum (Apocynaceae) di Gunung Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta
Widodo, Muhammad Ja’far Luthfi
237
BO-48
Diversitas dan optimasi kinerja dari Genus Clostridium untuk produksi bioenergi
Hanies Ambarsari
237
x BO-49
Inventarisasi ikan sebagai langkah awal konservasi di kawasan hutan rawa banjiran Sungai Keroh Sub-Das Lematang, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan
Doni Setiawan, Enggar Patriono, Ajiman
237
BO-50
Diversity of insects in wheat as a new crop introduced in West Sumatra
Reflinaldon, Fera Hidayanti, Ujang Khairul
238
BO-51
Diversity and prevalence of some ectoparasites of fish culture in coal ponds, East Kalimantan
Gina Saptiani, Catur Agus Pebrianto, Agustina, Fikri Ardhani
238
BO-52
Pertumbuhan tanaman mindi (Melia azedarach) dan produktivitas sorgum (Sorghum bicolor) dalam sistem Agroforestri
Sopto Darmawan, Nurheni Wijayanto, Sri Wilarso Budi R
238
BO-53
Pendugaan potensi simpanan karbon pada agroforestri sentang (Azadirachta excelsa) dengan kedelai
Yesi Tri Novian, Nurheni Wijayanto
239
BO-54
Pendugaan potensi simpanan karbon pohon induk area bekas tebang IUPHHK-HA Bintuni Utama Murni Wood Industries di Papua Barat
Alin Rahmah Yuliani, Nurheni Wijayanto
239
BO-55
Komposisi dan keanekaragaman jenis vegetasi pada umur pasca penebangan yang berbeda
Rita Diana
239
BO-56
Diversity and identification of bamboo from Pagaralam, South Sumatra based on midrib leaf
Yuanita Windusari, Lailahanum, Entin Nuraentin
240
BO-57
Struktur dan variabilitas komunitas fitoplankton di perairan Teluk Jakarta
Tumpak Sidabutar, Dietriech G. Bengen, Sam Wouthuyzen, Tri Partono
240
BO-58
Studi Jenis Tanaman yang dijadikan Food Plant Bagi Kupu-kupu di Taman Lansia dan Balai Kota Bandung
Melanie, Tika Noviana
240
BO-59
Pemantauan kondisi populasi ikan hias laut secara berkesinambungan pada transek permanen di perairan Padang, Sumatera Barat
Ofri Johan, Norman J. Quinn, Barbara Kojis
241
BO-60
Dampak perkebunan kelapa sawit terhadap diversitas dan komposisi serta kelimpahan serangga penyerbuk rambutan
Syarifuddin, Jasmi, Elida Hafni Siregar
241
BO-61
Distribusi populasi dan keanekaragaman bakteri air sungai, sumur dan laut di Cirebon, Jawa Barat
Ida Indrawati, Rindi Megasari Budiati
241
BP-01
Kebun Raya Samosir: Studi tentang kekayaan flora dan potensinya
Sri Hartini, Sahromi
242
BP-02
Orchid inventory in Bantimurung-Bulusaraung National Park, South Sulawesi
Dwi Murti Puspitaningtyas
242
BP-03
Ex situ conservation of Amorphophallus titanum in Bogor Boranic Garden, West Java
Dwi Murti Puspitaningtyas, Siti Roosita Ariati
242
BP-04
Keanekaragaman semai suku Euphorbiaceae di Kawasan Hutan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa bagian barat
Inge Larashati Subro
242
xi BP-05
Morfologi Daun, Bunga dan Serbuksari serta Implikasi Kekerabatannya; Studi Kasus Famili Lamiaceae
Sudarmono, Sumanto
243
BP-06
Pemetaan Serbuksari di Kebun Raya Bogor
Sudarmono, Sumanto
243
BP-07
Komposisi dan keanekaragaman flora di Kawasan Hutan Lindung Gunung Pesagi, Lampung Barat
Muhammad Efendi, Intani Quarta Lailaty, Nudin, Ujang Rustandi, Ahmad Daseng Samsudin
243
BP-08
Keanekaragaman tumbuhan tinggi dan paku-pakuan Gunung Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat: 200 tahun setelah letusan
Yessi Santika, Arief Hidayat
244
BP-09
Keanekaragaman dan potensi tumbuhan Hutan Lindung Gunung Pesagi, Lampung Barat
Muhammad Imam Surya, Inggit Puji Astuti
244
BP-10
Pemungutan hasil hutan bukan kayu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Adat Kasepuhan Sinarresmi
Yelin Adalina
244
BP-11
Tumbuhan epifit, parasit dan pencekik pada koleksi palem Kebun Raya Bogor
Sumanto
245
BP-12
Biological aspect of Indonesian shortsnout spurdog (Squalus hemipinnis) landed in the Cilacap Port, Indonesia
Ria Faizah
245
BP-13
Size distribution and biological aspect of the scalloped hammerhead shark (Shyrna lewini) in Tanjung Luar, East Lombok, Indonesia
Ria Faizah
245
BP-14
Kondisi fitoplankton di perairan Bintan Timur, Kepulauan Riau
Tumpak Sidabutar
245
BP-15
Potensi regenerasi Shorea spp. di tegakan benih KHDTK Haurbentes, Jawa Barat
Kurniawati Purwaka Putri, Yulianti, Dede Jajat Sudrajat
246
BP-16
Keanekaragaman spesies jamur antagonis rhizosphere competence yang diisolasi dari tanah dan potensinya untuk pengendalian Rhizoctonia solani pada tanaman kedelai
Eriyanto Yusnawan, Alfi Inayati
246
BP-17
Keanekaragaman Piper liar di hutan sekunder Kebun Raya Eka Karya Bali
I Nyoman Peneng, Putri Sri Andila
246
BP-18
Inventarisasi keanekaragaman palem (Arecaceae) di Gunung Mesehe, kawasan Hutan Lindung Bali Barat
I Nyoman Peneng, Putri Sri Andila
247
EKOSISTEM CO-01
Studi populasi dan pola tata ruang anggrek epifit (Orchidaceae) di Cagar Alam Sempu, Malang, Jawa Timur
Asep Sadili
247
CO-02
Trees of West Kalimantan Peatland Forest influence on variability of water and carbon input through stemflow mechanism
Dwi Astiani
247
xii CO-03
Dekomposisi serasah daun mangrove Avicennia marina dan Rhizophora apiculata pada ekosistem mangrove di Desa Leungah Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar
Irma Dewiyanti, Sayyid Afdhal El Rahimi, Kemalahayati, Cut Yulvizar
248
CO-04
Identifikasi lahan dan vegetasi pada kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) untuk pengembangan agroforestri di KHDTK Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Rina Wahyu Cahyani, Asef Kurniyawan Hardjana
248
CO-05
Preliminary assessment of a tropical urban stream using benthic macroinvertebrates as a bioindicator in Muara Angke, Jakarta, Indonesia
Christopher Kelly, Jito Sugardjito, Tatang Mitrasetia
249
CO-06
Phytoplankton diversity in Sand pit Lake: Changes due to eutrophication
Pelita Octorina, Bambang Kustiawan, Arif Supendi, Ujang Dindin, Novita MZ.
249
CO-07
Persepsi masyarakat tentang pengelolaan lahan di Desa Nusapati, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat
Emi Roslinda, Wiwik Ekyastuti, Siti Masitoh Kartikawati, Syarifah
249
CO-08
Fenologi mangrove dan restorasi kawasan mangrove terdegradasi di Semenanjung Banyuasin, Taman Nasional Sembilang, Sumatra Selatan
Sarno, Rujito Agus Suwignyo, Zulkifli Dahlan, Munandar, Moh. Rasyid Ridho, Nita Aminasih, Harmida
250
CO-09
The accuracy of boundary delineation of coral reefs area derived from various vegetation indices analysis of satellite landsat thematic mapper
Bambang Sulistyo
250
CO-10
Association of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) with the rhizosphere of Brachiaria precumbens from Gold Mine Tailing Area in Timika, Papua and its potential to the growth of Zea mays
Suharno, Endang Sutariningsih Soetarto, Retno Peni Sancayaningsih, Rina Sri Kasiamdari
250
CO-11
Karakteristik habitat badak Jawa (Rhinoceros sundaicus) dan kaitannya dengan persaingan sumberdaya pakan dan ruang di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten
Sofiatin, Tati Suryati Syamsudin, Achmad Sjarmidi
251
CO-12
Kualitas madu putih asal Provinsi Nusa Tenggara Barat
Yelin Adalina, Evi Kusmiati
251
CO-13
Komunitas makrozoobentos di ekosistem lotik Kawasan Kampus Institut Teknologi Bandung, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
Andria Oktarina, Tati Suryati Syamsudin
251
CO-14
Populasi dan serangan Leptocorisa acuta (Hemiptera: Alydidae) pada tanaman padi sawah di Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat
Munzir Busniah, Winarto, Parlen Deplomar
252
CO-15
Pengaruh lebar jalur tanam terhadap riap tegakan Shorea leprosula dan Dryobalanops lanceolata pada sistem tebang pilih tanam jalur
M. Taufan Tirkaamiana, Afif Ruchaemi, M. Sumaryono
252
CO-16
Lalat rumah Musca domestica sebagai vektor parasit
Azham Alparisi, Aminah Aminah
253
CO-17
Studi vegetasi di Kawasan Kamojang, Jawa Barat
Indri Wulandari, Teguh Husodo, Herri Y. Hadikusumah
253
CO-18
Studi vegetasi di Kawasan Darajat, Jawa Barat
Teguh Husodo, Indri Wulandari, Herri Y. Hadikusumah
253
xiii CO-19
Kematian ikan nila di budidaya keramba jaring apung Desa Aranio dan Tiwingan Lama
Muhamat, Hidayaturrahmah
253
CO-20
Karakteristik habitat terganggu ikan timpakul (Periphthalmodon schlosseri ) di Muara Sungai Barito
Muhamat, Heri Budi Santoso, Hidayaturrahmah
254
CO-21
Kondisi terumbu karang dan struktur komunitas Karang Giliyang, Pulau Bulu Manuk dan Pulau Raas, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur
Tatang Suharmana Erawan
254
CO-22
Komposisi floristik pada tegakan kaliandra (Calliandra calothyrsus Meisn.) di Taman Hutan Raya IR H. Djuanda, Bandung, Jawa Barat
Asep Sadili
254
CO-23
Persepsi lokal terhadap perubahan variabel Iklim dalam mengelola SDAH dan lingkungannya di Wakatobi, Sulawesi Tenggara
Esti Munawaroh, Y. Purwanto, Joko Suryanto, Purity Sabila Ajiningrum
255
CO-24
Komunitas burung di kantong hutan tropis tersisa dan sekitarnya di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
Ruhyat Partasasmita, Elvyra Aprillia, Johan Iskandar, Teguh Husoso, Erri Noviar Megantara
255
CO-25
Indeks komunitas burung di Taman Kota Bandung, Jawa Barat
Ruhyat Partasasmita
255
CO-26
Adapting climate variability using cropping calendar in rice production centers in Indonesia
Yayan Apriyana
256
CO-27
Komposisi jenis dan cadangan karbon pada hutan sekunder tua di Taman Penghijauan Wanatirta, Bontang, Kalimantan Timur
Rita Diana, Ayu Mayangsari, Raharjo Ari Suwasono, Deddy Hadriyanto
256
CO-28
Meminimalkan risiko kekeringan dengan Decision network untuk mendukung kalender tanam di sentra produksi padi Jawa Barat
Suciantini, Rizaldi Boer, Agus Buono
257
CO-29
Dinamika indeks diversitas entropy dalam perikanan budidaya karamba jaring apung di Cirata, Jawa Barat
Asep Agus Handaka Suryana
257
CO-30
Pemanfatan tumbuhan dari kawasan Hutan Lindung Sesaot, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Syamsul Hidayat
257
CO-31
Uji aktivitas anti bakteri senyawa aktif dari daun pare (Momordica balsamina) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
Salni, Sarno, Yosy Oktaviani
258
ETNOBIOLOGI DO-01
Etnoekologi introduksi albasiah pada perkembangan sistem agroforestri tradisional ‘huma’ di Desa Karangwangi, Cianjur, Jawa Barat
Johan Iskandar, Budiawati S. Iskandar,
258
DP-01
Pelestarian pengetahuan tradisional pada suku asli di kawasan perkotaan; Studi etnofarmasi pada suku Betawi di Depok, Jawa Barat
Ahmad Dwi Setyawan
259
xiv
BIOSAINS EO-01
Ki lemo (Litsea cubeba) di Ciwidey, Jawa Barat: Variasi karakteristik dendrometrik, kapasitas produksi benih dan potensinya sebagai sumber benih
Agus Astho Pramono
259
EO-02
Potensi produksi benih gelam (Melaleuca leucadendron) pada beberapa tegakan di Sumatera Selatan
Agus Astho Pramono, Dida Syamsuwida, Aam Aminah
260
EO-03
Pertumbuhan tanaman pulai (Alstonia scholaris) pada lahan bekas tambang batubara di Kalimantan Timur
Mawazin, Adi Susilo
260
EO-04
Uji toksisitas akut ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum) terhadap tikus (Rattus norvegicus) Wistar betina
Madihah, Nining Ratningsih, Desak Made Malini, Adela Hani Faiza
260
EO-05
Pembentukan sporofit pakis simpei Cibotium barometz pada berbagai konsentrasi KNO3
Yupi Isnaini, Siti Nurmela, Maryanti Setyaningsih, Titien Ngatinem Praptosuwiryo
261
EO-06
Respon pertumbuhan dan ketergantungan jenis pohon terancam punah kayu kuku (Pericopsis mooniana ) dengan inokulasi fungi Mikorhiza Arbuskular lokal
Husna, Faisal Danu Tuheteru, Endah Wigati
261
EO-07
Kontribusi mikroba pelarut fosfat dalam meningkatkan ketersediaan P tanah, pertumbuhan dan jagung pada tanah sub-optimal
Betty Natalie Fitriatin, Anni Yuniarti, Noor Istifadah
262
EO-08
Patogenesitas dan mortalitas Helicoverpa armigera polyhedrosys virus sub kultur (HaNPV1) terhadap Spodoptera litura
Melanie, Mia Miranti Rustama, Madihah, Nurullia Fitriani
262
EO-09
Aktivitas antifidan ekstrak etanol daun tanaman lada (Piper nigrum), jeringau (Acorus calamus), dan kayu bawang (Dysoxylum alliaceum) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura)
Hikmat Kasmara, Melanie, Vita Novianti, Madihah, Desak Made Malini, Rani Maharani, Tri Mayanti, Wawan Hermawan
262
EO-10
Keragaman mikoriza arbuskula pada rizosfir alang-alang (Imperata cylindrica) dan potensinya dalam meningkatkan hasil tanaman jagung di lahan kering marginal
Rachmawati Hasid, Makmur Jaya Arma
263
EO-11
Uji poensi sediaan salep ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum) untuk mempercepat penutupan luka pada kulit mencit (Mus musculus Linnaeus, 1758) model diabet
Desak Made Malini, Madihah, Fitri Kamilawati
263
EO-12
Perkecambahan biji dan morfologi semai tanaman kenanga tanduk (Artabotrys hexapetallus)
Tri Handayani
263
EO-13
Studi komparatif konsentrasi hormon reproduksi pada spesies ruminansia endemik Indonesia
Heri Dwi Putranto, Sura Menda Ginting,Yossie Yumiati, Gading Putra Hasibuan
264
EO-14
Konservasi in vitro ubi kayu (Manihot esculenta) genotipe UJ-5 dan Jame-jame dengan teknik pertumbuhan minimal
Li’ana, Nurul Khumaida, Sintho Wahyuning Ardie
264
xv EO-15
Aktivitas lapang dan jam terbang aktif penyerbuk biologi lebah madu Apis mellifera di perkebunan kopi
Budiaman
265
EO-16
Impregnasi nanopartikel liat untuk meningkatkan kualitas kekuatan kayu sengon (Paraserienthes falcataria)
Taman Alex, Edy Budiarso, Irawan W. Kusuma, Enos T. Arung
265
EO-17
Bioakumulasi timbal dalam pengolahan air limbah baterai oleh Acinetobacter sp. IrC2 menggunakan biofilter lekat diam
Nida Sopiah, Wahyu Irawati, Susi Sulistia
265
EO-18
Pengaruh pemberian unsur hara mikro dalam pembuatan pupuk organik Titonia Plus pada tanaman padi sawah intensifikasi
Nalwida Rozen, Nurhajati Hakim, Jamilah
266
EO-19
Pengaruh waktu ekuilibrasi pada pembekuan semen kerbau lokal Aceh (Bubalus bubalis) dengan pengencer kombinasi laktosa dan gliserol
Nisa Sari, Meutia Ihdina, Kartini Eriani
266
EO-20
Efektivitas formulasi Beauveria bassiana terhadap Spodoptera exigua dan persistensinya pada tanaman bawang merah
Trizelia, Novri Nelly
266
EO-21
Optimasi media campuran serbuk gergaji kayu albasia dan daun pisang kering terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar protein jamur tiram coklat
Betty Mayawatie Marzuki, Devina Octovinata Hadi, Nia Rossiana
267
EO-22
Fertilisasi dan perkembangan embrio preimplantasi mencit (Mus musculus) secara in vitro setelah pemberian ekstrak buah merah (Pandanus conoideus)
Kartini Eriani, Putri Lailan Tifani, Syahruddin Said
267
EO-23
Pemanfaatan berbagai formula jamur antagonis untuk pengendalian penyakit antraknosa pada cabai
Nurbailis, Martinius
268
EO-24
The effectiveness of Carica papaya, Ipomoea aquatica, Alpinia galanga in protecting juvenile catfish from Aeromonas hydrophyla
Gina Saptiani, Catur Agus Pebrianto, Agustina, Esti Handayani Hardi
268
EO-25
Efektivitas biji mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap kematian jentik Culex sp.
Yossi Permatasari Cristianto, Makhabbah Jamilatun, Aminah Aminah
268
EO-26
Pemeliharaan dan perbanyakan Dendrobium IrianaJokowi di Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya LIPI
Eka Martha Della Rahayu
269
EO-27
Isolasi dan seleksi bakteri endofit indigenus untuk mengendalikan Fusarium oxysporum fsp. lycopersicum serta meningkatkan pertumbuhan tanaman Tomat
Yulmira Yanti, Suhelmi Rachma Rachim, Chainur Rahman Nasution
269
EO-28
Perkecambahan kayu gula (Aphanamixix polystachya) dan potensinya
Diana Prameswari, Rima HS. Siburian
269
EO-29
Penambahan Ekstrak Sargassum aquifolium untuk meningkatkan pertumbuhan Kappaphycus alvarezii.
Nunik Cokrowati
270
EO-30
Metarhizium brunneum berpotensi sebagai biotermitisida terhadap rayap Coptotermes curvignathus pada tanaman pala
Muhammad Sayuthi, Teguh Santoso, Iswadi
270
xvi EP-01
Evaluasi aktivitas anti-Mycobacterium tanaman obat Indonesia dengan Resazurin Reduction Assay
Martha Sari, Wien Kusharyoto
270
EP-02
Optimisasi uji berbasis reduksi resazurin dalam menghambat aktivitas Mycobacterium bovis strain BCG 43756
Martha Sari, Eka Arismayanti, Wien Kusharyoto
271
EP-03
Anti-mycobacterial activity of methanol plant extracts against Mycobacterium bovis and Mycobacterium smegmatis
Gita Syahputra, Martha Sari, Wien Kusharyoto
271
EP-04
Kajian pengaruh pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai
Resmayeti Purba
271
EP-05
Verifikasi molekuler metode sexing sperma sapi dengan kolom BSA (Bovine Serum Albumin)
Ekayanti Mulyawati Kaiin, Muhammad Gunawan, Senlie Octaviana, Sukma Nuswantara
272
EP-06
Aplikasi pemanfaatan kompos “Bioposka” pada fase vegetatif tanaman obat: Alpinia malaccensis
Reza Ramdan Rivai, Fitri Fatma Wardani
272
EP-07
The palatability of cajuput leaves waste as the subtitution feed of sheep
Ana Widiana, Deydra Fitria Nur R, Iman Hernaman
272
EP-08
Skrining fitokimia dan aktivitas penangkap radikal bebas DPPH dari ekstrak kayu Sulaeman (Exocarpos longifolius)
Praptiwi, Ahmad Fathoni
273
EP-09
Identifikasi produksi gaba dari kultur bakteri asam laktat (BAL) dengan metode TLC (Thin Layer Chromatography)
Rini Handayani, Sulistiani, Ninu Setianingrum
273
EP-10
Microbe-enriched compost application on germination substrates of three tree species for transplanting success
Hendra Helmanto, Frisca Damayanti, Dian Latifah
273
EP-11
Isolasi bakteri pelarut fosfat dari lingkungan tambang timah dan potensinya sebagai “Plant Growth Promoting Rhizobacteria” (PGPR) terhadap seedling Paraserianthes falcataria
Suliasih, Sri Widawati
274
EP-12
Aktivitas Azotobacter di lingkungan tanah salin dan efeknya terhadap tanaman bawang (Allium cepa)
Sri Widawati, Suliasih
274
EP-13
The role of hydrogel augmentation using borax to start polymerization reaction as adaptation technology for crop cultivation in water limited areas
Arwan Sugiharto
275
EP-14
Peningkatan produktivitas sapi bali melalui inseminasi buatan dengan sperma sexing di Techno Park Banyumulek, NTB.
Muhammad Gunawan, Ekayanti Mulyawati Kaiin, Roni Ridwan
275
EP-15
Studi awal perbanyakan Castanopsis argentea secara in vitro
Muhammad Imam Surya, Neneng Ine Kurnita, Luluk Setyaningsih, Lily Ismaini, Zainal Muttaqin
275
EP-16
Metode perkecambahan buah bersayap: Pohon kapur (Dryobalanops lanceolata)
Dodo
275
xvii EP-17
Produksi bawang merah generasi kedua asal benih biji botani bawang merah (True Seed of Shallot) pada berbagai varietas
Kiki Kusyaeri, Agus Nurawan, Liferdi, Meksy Dianawati
276
EP-18
Konsentrasi dan waktu aplikasi atonik pada produksi benih G0 kentang (Solanum tuberosum)
Meksy Dianawati
276
EP-19
Mutu stater yogurt sediaan kering selama penyimpanan suhu refrigerator
Fitri Setiyoningrum, Gunawan Priadi, Fifi Afiati
276
EP-20
Evaluasi morfometri dan abnormalitas sperma sexing kerbau belang di UPT IB Puca Sulawesi Selatan
Tulus Maulana, Muhammad Gunawan, Ekayanti M Kaiin
277
EP-21
Isolasi dan uji aktivitas bakteri penghasil hormon tumbuh IAA (Indole-3-Acetic Acid ) dan bakteri perombak protein dari tanah pertanian Tual, Maluku Tenggara
Tirta Kumala Dewi, Jodi Suryanggono, Dwi Agustiyani
277
EP-22
Variasi Kandungan Minyak Atsiri pada Beberapa Genus Zanthoxylum dan Potensi Kegunaannya
I Putu Agus Hendra Wibawa, Putri Sri Andila, I Gede Tirta
278
EP-23
The effect of compost on seedling growth of a promising mutant of Hoya diversifolia
Fitri Fatma Wardani, Reza Ramdan Rivai, Sri Rahayu
278
EP-24
Kajian pengolahan tepung mocaf pada empat varietas ubi kayu menggunakan starter Bimo-CF dan lama perendaman 18 jam
Sri Lestari
278
EP-25
Peningkatan pangan fungsional yogurt sinbiotik yang diperkaya ubi ungu (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki)
Fifi Afiati, Gunawan Priadi, Fitri Setiyoningrum
279
Abstrak Seminar Nasional MBI, UI Depok, 20 Desember 2014
THIS PAGE INTENTIONALLY LEFT BLANK
v
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON Volume 3, Nomor 6, September 2016 Halaman: 211-279
ISSN: 2407-8069 DOI: 10.13057/asnmbi/m030601
ABSTRAK Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia (MBI) Bogor, 17 September 2016
Genetik AO-01
merah dan 54% keturunan ayam hutan merah. Pengadaan bibit ayam hutan merah diperoleh dari alam dengan cara berburu di hutan atau perkebunan dan dari masyarakat sekitar baik dengan cara jual beli maupun pemberian.
Domestikasi ayam hutan merah: Studi pengadaan bibit oleh masyarakat di Bengkulu Tengah
Ayam hutan merah, bibit, berburu, domestikasi
Johan Setianto♥, Basyarudin Zain, Sutriyono, Hardi Prakoso
AO-02
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A , Bengkulu. Tel.: +62736-21170, psw. 219, Fax. +62-736-21290, email:
[email protected]
Produksi dan populasi ayam hutan merah domestikasi di Kabupaten Bengkulu Utara dan skenario pengembangannya
Keberadaan ayam hutan merah (Gallus gallus (Linnaeus, 1758) makin terdesak oleh adanya kerusakan habitat, perburuan liar yang tidak terkendali, dan pemangsaan oleh predator, yang dapat berakibat pada kepunahan. Konservasi secara kelembagaan belum dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Masyarakat di Bengkulu Tengah telah melakukan domestikasi ayam hutan merah. Ayam hutan merah dipelihara sebagai kesenangan ataupun dijadikan bibit untuk menghasilkan spesies baru sebagai ayam silangan. Sejauh ini belum banyak dikaji tentang konservasi ayam hutan merah pada masyarakat. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi asal bibit ayam hutan merah, asal pembelian bibit ayam hutan merah, alat yang digunakan untuk berburu ayam hutan merah dan kemurnian bibit ayam hutan merah yang diperoleh. Pemilihan responden dilakukan dengan metode Snow ball sampling. Data dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari peternak yang dipilih sebagai responden menggunakan kombinasi dari wawancara mendalam, daftar pertanyaan dan pengamatan langsung. Hasil studi menunjukkan responden mendapatkan bibit sebanyak 38% berburu, 40% membeli, 2% berburu dan membeli, 6% membeli dan pemberian, dan 14% pemberian. Dari responden yang membeli, 4,2% membeli dari pasar, 91,6% dari pemburu dan 4,2% dari peternak. Sebanyak 40% responden melakukan perburuan dan 60% tidak melakukan perburuan. Dari responden yang berburu, 10% menggunakan alat jaring, 30% alat racit dan 60% kombinasi jaring dan racit. Bibit yang diperoleh responden sebanyak 46% ayam hutan
Sutriyono♥, Johan Setianto, Hardi Prakoso Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A , Bengkulu. Tel.: +62736-21170, psw. 219, Fax. +62-736-21290, email:
[email protected]
Ayam hutan merah (Gallus gallus (Linnaeus, 1758) merupakan sumberdaya alam hayati yang hidup di alam liar yang keberadaannya terancam punah. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi populasi dan produksi ayam hutan merah di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Penelitian menggunakan metode survei. Sample dipilih dengan metode snowball sampling dan hanya peternak pengembang yang disurvei secara mendalam. Berdasarkan survei diperoleh 9 responden pengembang ayam hutan merah. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengisian daftar pertanyaan, dan pengamatan. Data yang dikumpulkan meliputi: jumlah ayam peliharaan, jumlah induk, produksi telur, penetasan telur, daya tetas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ayam hutan merah menghasilkan keturunan ayam burgo yang merupakan persilangan ayam hutan merah jantan dengan ayam kampung betina. Total populasi ayam hutan merah dan keturunannya pada saat penelitian sebanyak 167 ekor. Jumlah induk rata-rata 3,56 ekor per peternak dengan produksi telur rata-rata 6,89 butir/ekor/periode atau 118,4 butir/ekor/tahun dan periode bertelur rata-rata 2,56 kali per tahun. Produksi anak 56,4 ekor/induk/tahun atau 54,95% dari produksi telur. Skenario
212
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
pengembangan populasi dapat dilakukan dengan peningkatan jumlah induk, peningkatan periode bertelur, peningkatan jumlah penetasan, menekan angka kematian dan penjualan. Ayam hutan merah, Bengkulu Utara, populasi, produksi
AO-03 Pengujian hasil dan mutu benih beberapa varietas kedelai (Glycine max) dengan variasi jumlah satuan panas panen Widya Saswita♥ Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-75172702, email:
[email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi yang tepat antara varietas kedelai dengan berbagai waktu panen untuk mendapatkan mutu benih yang lebih baik, menentukan waktu panen yang tepat dan untuk mendapatkan varietas yang terbaik. Penelitian lapangan telah dilaksanakan di Kelurahan Pasar Ambacang, Kecamatan Kuranji, Padang, Sumatera Barat dan Laboratorium Teknologi Benih Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang dari bulan Oktober 2011-Februari 2012. Penelitian ini disusun secara faktorial 3 x 4 dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 kelompok. Data hasil pengamatan dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji lanjut dengan DNMRT pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi antara varietas Bromo dan waktu panen dengan masukan energi satuan panas sebesar 1400-1450 sp. memberikan hasil yang terbaik terhadap nilai indeks kecambah benih dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perbedaan waktu panen berpengaruh terhadap persentase uji muncul tanah sedangkan perbedaan varietas kedelai berpengaruh terhadap bobot 100 biji pada kadar air 14% dan bobot biji kering perplot. Glycine max, kedelai, mutu benih, satuan panas
AO-04 Kekerabatan Tribe Shoreae asal Stasiun Penelitian Ketambe Taman Nasional Gunung Leuser berdasarkan keragaman morfologi organ vegetatif Essy Harnelly♥, Iqbar, Agus Sara Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala. Jl. Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh 23111, Aceh. ♥email:
[email protected]
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kekerabatan suku Dipterocarpaceae di Stasiun Penelitian Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga Juni 2016. Penelitian ini menggunakan metode
kuadrat yang dilakukan secara Purposive Sampling dan untuk mengkaji hubungan kekerabatan secara fenetik dilakukan dengan program R2.10.0. Identifikasi morfologi dan pengawetan sampel tumbuhan dikerjakan di Herbarium Acehense Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat lima jenis tumbuhan Dipterocarpaceae di Stasiun Penelitian Ketambe, yaitu Hopea dryobalanoides, Shorea parvifolia, Shorea lepidota, Shorea johorensis, dan Parashorea lucida. Kelima jenis tersebut dikelompokkan dalam tiga cluster, cluster pertama terdapat tumbuhan Hopea dryobalanoides, cluster kedua terdapat tumbuhan P. lucida, dan cluster ketiga terdapat tiga jenis tumbuhan yaitu S. johorensis, S. parvifolia dan S. lepidota. Hubungan kekerabatan yang paling dekat yaitu antara S. parvifolia dan S. lepidota dengan jarak kemiripan 3.464102. Hubungan kekerabatan yang paling jauh yaitu antara H. dryobalanoides dan P. lucida dengan jarak kemiripan yaitu 6.633250. Kekerabatan, morfologi, Stasiun Penelitian Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser, Shoreae
AO-05 Genetic diversity analysis based on SSR markers of TxT cross and dura self oil palm (Elaeis guineensis) parental populations originated from Cameroon Lalu Firman Budiman1,2,♥, Ardha Apriyanto1, Adi Pancoro3, Sudarsono Sudarsono2 1
PT. Astra Agro Lestari Tbk, Jl. Pulo Ayang Raya, Blok OR-I, Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta Timur. ♥email:
[email protected] 2 PMB Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Institut Pertanian Bogor. Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, West Java 3 Genetics Laboratory, School of Life Science and Technology, Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, West Java.
The success of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) breeding activities depends on the availability of diverse germplasm parental populations, especially between the Dura and the Pisifera types. Therefore, evaluation of the potential Dura and Pisifera genetic diversity is neccessary. The objectives of this research are to analyze the T x T crosses and Dura self oil palm parental populations genetic diversity and evaluate their potential value for creating hybrid progenies in oil palm breeding program. A total of 148 individuals from three T x T crosses and three Dura self populations were evaluated. Genotyping was conducted using 16 SSR marker loci. DNA isolation and PCR amplifications for all of the SSR loci were conducted at the Biotechnology Laboratory, PT. Astra Agro Lestari Tbk. The genotype data were analyzed using software for population genetic and genetic diversity analysis. Results of the analysis indicated the T x T male parent populations were more diverse than the Dura self. The 16 evaluated microsatellite markers are either highly or moderately polymorphic based on their PIC values. Hence, they could be used for further analysis for
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
larger number of Astra Agro Lestari’s T x T and Dura Self population samples. The results of clustering and PCA analysis showed the all populations are grouped into three groups consisting of (1) B02, (2) B57, and (3) the rest of populations (B01 and the three Dura Self populations). In the meantime, the third group is further divided into five subgroups, consisting of sub-group 1: the B01, and subgroup two to five comprised of a mix individuals from members of at least two different Dura self populations. All the studied T x T populations could potentially be used as improved male parents for producing future oil palm hybrid varieties. The T x T populations has a wider genetic distance than that of the D Self populations. Moreover, member of Dura self oil palm population should not be grouped based on the family but it should be based on results of clustering analysis. The reported data should be beneficial for aiding future oil palm breeding in Indonesia.
213
penelitian di kawasan sumber bibit sapi Bali yang lain serta penelitian eksperimental untuk menentukan hubungan variasi genetik yang ditemukan dengan kualitas daging terutama sifat marbling pada sapi Bali. 5’ UTR region, gen thyroglobulin, PCR-RFLP, polimorfisme, sapi Bali
AO-07 Analisis filogenetik gandaria (Bouea) Indonesia menggunakan penanda molekuler cpDNA trnL-F Intergenik Spacer Tri Harsono 1,5, ♥, Nursahara Pasaribu 2, Sobir 3, Fitmawati 4, Eko Prasetya 5 1
Afican oil palm, Dura, Pisifera type oil palm, population structure, Simple Sequence Repeat
AO-06 Polimorfisme 5’ untranslated region gen thyroglobulin (lokus TG|BstYI) pada sapi Bali (Bos javanicus) Saiful Anwar1,2,♥, Adithya Crisdyantama Putra1, Ari Sulistyo Wulandari1, Syahruddin Said1 1
Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected] 2 Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya BandungSumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat.
Lemak intramuskuler (marbling) merupakan komponen penting dalam menghasilkan daging sapi yang berkualitas tinggi. Polimorfisme pada bagian 5’ untranslated region (UTR) gen thyroglobulin (TG) telah banyak digunakan sebagai marker genetik dalam meningkatkan marbling dan eating quality daging pada beberapa bangsa sapi potong. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui polimorfisme lokus TG|BstYI dari 5’ UTR region gen TG pada sapi Bali di kawasan peternakan Maiwa Breeding Center (MBC), Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Sampel DNA berasal dari 100 ekor sapi Bali di kawasan MBC. Metode yang digunakan adalah PCR-RFLP menggunakan enzim BstYI. Hasil penelitian ini hanya menemukan dua tipe genotip yaitu CC dan CT dengan proporsi masing-masing sebesar 98% dan 2%. Frekuensi alel C dan T masingmasing sebesar 0,99 dan 0,01. Uji chi-square menunjukkan populasi sampel yang diuji berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg. Nilai heterozigositas harapan (He) dan observasi (Ho) masing-masing sebesar 0,0198 dan 0,019899. Tingkat informatif penanda genetik (PIC) termasuk dalam kategori rendah (0,0196). Kesimpulan dari penelitian ini adalah lokus TG|BstYI dari 5’ UTR region gen TG pada sapi Bali di kawasan MBC bersifat polimorfik dengan tingkat keragaman yang rendah. Perlu dilakukan
Program Pascasarjana, Jurusan Biologi, Universitas Sumatera Utara. Jl. Bioteknologi, No. 1, Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Sumatera Utara. email:
[email protected] 2 Jurusan Biologi, Universitas Sumatera Utara. Jl. Bioteknologi, No. 1, Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan 20155, Sumatera Utara 3 Pusat Penelitian Buah Tropis, Institut Pertanian Bogor. Jl. Raya Pajajaran, Kampus IPB Baranangsiang, Bogor 16141, Jawa Barat 4 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Kampus Bina Widya Jl. H.R. Subrantas KM 12,5, Pekanbaru 28293, Riau. 5 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan. Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan Estate, Medan 20221, Sumatera Utara
Marga Bouea merupakan anggota dari suku Anacardiaceae yang tersebar luas di kawasan Malesia. Marga Bouea terdiri dari dua jenis yaitu B. oppositifolia (Roxb.) Adelb. dan B. macrophylla Griffit. Penelitian ini bertujuan mengungkap keanekaragaman genetik Bouea di Indonesia berdasarkan penanda molekuler cpDNA trnL-F intergenik spacer. Sampel yang digunakan berjumlah 7 aksesi B. oppositifolia dan 8 aksesi B. macrophylla dari Kebun Raya Bogor dan hasil eksplorasi lapangan di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Ambon (Maluku). Analisis filogenetik menggunakan metode maximum parsimony dan neighbour joining. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa marga Bouea merupakan kelompok monofiletik atau berasal dari nenek moyang yang sama. Bouea yang berasal dari Gunung Tua, Sumatera Utara, memiliki cabang terpanjang dan muncul lebih awal dari sampel lainnya, sehingga dapat dianggap sebagai nenek moyang marga Bouea. B. oppositifolia memiliki cabang yang lebih panjang dan muncul lebih awal, sehingga dapat dianggap sebagai nenek moyang B. macrophylla. Kedua jenis marga Bouea mengelompok terpisah pada pohon filogenetik dan mendukung pengelompokan jenis dalam marga Bouea. Hasil kontruksi pohon filogenetik tidak menunjukkan adanya pengelompokan aksesi secara geografi. Berdasarkan pohon filogenetik, marga Bouea memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan Anacardium occidentale dibandingkan dengan Mangifera indica. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanda cpDNA trnL-F intergenic spacer efektif digunakan untuk menentukan hubungan kekerabatan pada marga Bouea. Bouea, cpDNA, filogenetik, trnL-F intergenic spacer
214
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
AO-08 Development of SNAP markers based on nucleotide variability of WRKY Genes in coconut and their validation using multiplex PCR Anneke Pesik1,2,♥, Darda Efendi2, Hengky Novarianto3, Diny Dinarti3, Sudarsono Sudarsono2 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura. Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon, Maluku. ♥email:
[email protected] 2 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Jl. Meranti, Kampus Dramaga Bogor 3 Balai Penelitian Tanaman Palma,. Jl. Raya Mapanget, Sulawesi Utara
Development of molecular markers benefits coconut breeding program. Availability of DNA sequences for coconuts opens new possibility of developing molecular markers such as: single nucleotide amplified polymorphism (SNAP). The study objectives are to evaluate nucleotide sequence diversities of WRKY gene in the GenBank database, design gene specific primers for generating WRKY specific SNAP markers, optimize multiplex PCR technique and validate SNAP marker effectiveness for evaluating Kopyor coconut germplasm. Based on 35 sequence data of coconut WRKY genes available in the GenBank database, eight informative SNPs were identified and used to generate SNP specific primers. Sixteen primer pairs were designed and validated using singleplex PCR. Subsequently, optimization of the Ta, primer concentrations, and either duplex or triplex PCR were evaluated. Duplex PCR using two sets of primer pairs was more reliable for genotyping Kopyor coconut germplasm than triplex PCR. Duplex PCR has successfully been demonstrated for genotyping Banten Tall, Jember Tall, Kalianda Tall, Pati Dwarf and Sumenep Tall Kopyor coconuts. Therefore, the developed SNAP markers can be used as simple alternative of co-dominant markers for genetic analysis of coconuts. Availability of SNAP markers can be used to investigate possible association between markers and Kopyor endosperm and other important phenotypes in coconuts. Kopyor coconut, multiplex PCR, SNP
AO-09 Genetic resources consideration of Dyera polyphylla in tropical peatlands restoration Hesti Lestari Tata1,♥, Alice Muchugi2, Meine van Noordwijk3 1
Forest Research and Development Centre. Jl. Gunung Batu No. 5, Po. Box. 165, Bogor 16610, Indonesia. Tel.: +62-251- 8633234, 520067, Fax.: +62-251 – 8638111, ♥email:
[email protected] 2 World Agroforestry Centre, Nairobi, Kenya 3 World Agroforestry Centre, Bogor, Indonesia
Dyera polyphylla (‘jelutong’, Apocynaceae) is a native tree species of peat swamp forests that occurs in Southeast Asia, mainly in Sumatra and Borneo islands. Despite of
their economic benefit, little is known about genetic diversity of D. polyphylla from wild and domesticated populations. Amplified fragment length polymorphism (AFLP) analysis was performed to study genetic diversity of seven populations of D. polyphylla that grew naturally in the forests and were cultivated on-farm peatland, originated from Jambi and Central Kalimantan, Indonesia. Sample size of each population varies between 9 to 20 individual trees. Using five selected primers, AFLP analysis has revealed 255 polymorphic loci. Shannon’s indices of diversity (I) and Nei’s gene diversity (h) were 0.58 and 0.39, respectively. Analysis of variance (AMOVA) confirmed the coefficient of gene differentiation (Gst) was 0.15. The AMOVA showed total differentiation among all populations was 0.35 (PhiPT) of wich 0.29 (PhiPR) was due to among populations within a region and 0.07 (PhiRT) was due to among regions component. The cluster analysis of Nei’s distance matrix based on a UPGMA algorithm indicates that population of Senyerang was apparently in the outermost part of the diversity spectrum (5.41), although it is geographically located in the Jambi region. In contrast, the genetic distance between populations of planted jelutong in peat forest reserve of Tanjung Jabung Barat (Jambi) and Tumbang Nusa (Central Kalimantan) was low (0.92), although they were geographically far from each other. Reforestation in peat forest reserve of Tanjung Jabung Barat may reduce gene flow among regions. The genetic makeup of the existing D. polyphylla populations should be considered in the decision of peat rehabilitation program and domestication. AFLP, conservation, domestication, Kalimantan, Sumatra
AO-10 Dinamika ekspresi gen responsif salinitas Osr40c1 pada jagung tercekam NaCl secara in vitro Triono Bagus Saputro♥, Nur Fadlilatus Sholihah, Dini Ermavitalini Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Kampus ITS Keputih, Sukolilo, Surabaya 60111, Jawa Timur. Tel./Fax.: +62- 31-5963857, ♥ email:
[email protected]
Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu bahan pangan pokok potensial di Indonesia dengan tingkat kebutuhan yang terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Tetapi peningkatan kebutuhan berbanding terbalik dengan hasil produksi karena sedikitnya lahan pertanian akibat tingginya konversi lahan. Sebagai salah satu pemecahannya dapat memanfaatkan lahan salin. Tantangan utama dalam pemanfaatan lahan salin untuk meningkatkan budidaya jagung adalah kandungan salinitas tinggi yang berdampak buruk bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketahanan, dan pengaruh cekaman NaCl pada jagung varietas Manding dan Bluto, serta perbedaan ekspresi gen pada jagung tercekam NaCl. Terdapat dua tahap utama yang dilakukan pada penelitian ini. Pertama, dilakukan
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
induksi kalus secara in vitro (MS0 + 2,4-D 3 ppm), kemudian kalus disubkultur pada medium seleksi MS0 + 2,4-D 3 ppm yang ditambah dengan beberapa konsentrasi Sodium Chloride (NaCl) yaitu 0, 2500, 5000 dan 7500 ppm. Selanjutnya dilakukan teknik Quantitative PCR (qPCR) secara relativ untuk menganalisis perbedaan ekspresi gen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Manding lebih tahan dibandingkan varietas Bluto. Cekaman NaCl dapat menyebabkan perubahan morfologi warna kalus menjadi kuning hingga cokelat. Persentase kalus hidup pada kedua varietas sebesar 100%, meskipun terjadi penurunan pertambahan berat kalus seiring dengan meningkatnya konsentrasi NaCl. Selain itu, juga terdapat perbedaan tingkat ekspresi gen Osr40c1 pada kalus yang tercekam NaCl, yakni pada varietas Manding sebesar 0,82 kali lipat dan varietas Bluto sebesar 4,86 kali lipat. Cekaman NaCl, ekspresi gens, seleksi in vitro, Zea mays
AO-11 Keragaan genotipe sorgum pada berbagai tingkat ketersediaan P di tanah masam Tri Lestari1,2,♥, Didy Sopandie3, ♥♥, Trikoesoemaningtyas3, ♥♥♥ 1,2
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Kampus Terpadu UBB, Jl. Raya Balunijuk Merawang, Desa BalunIjuk, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka 33172, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tel.: +62-717- 422145, 422965, Fax.: +62-717-421303, ♥email:
[email protected] 3 Departemen Agronomi dan Hortikultur, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kampus Dramaga, Bogor 16680, ♥♥email:
[email protected], ♥♥♥
[email protected]
Sorgum merupakan tanaman yang toleran terhadap kekeringan, namun jumlah varietas yang toleran terhadap ketersediaan P yang rendah di tanah masam masih sangat terbatas. Percobaan ini bertujuan untuk memperoleh genotipe toleran dan peka di tanah masam. Percobaan dilaksanakan di tanah masam dengan pH 4.4 (sangat masam) dan P-Bray 1 5.8 ppm (sangat rendah) di Desa Bagoang, Jasinga, Bogor pada bulan Maret 2012 dan rumah kaca IPB Bogor pada bulan Maret 2013. Percobaan pertama menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor tunggal tujuh genotipe sorgum, yang terdiri: PI-5193-C, PI-10-90-A, PI-150-20-A, PI-150-21-A, WHP, Numbu dan UPCA-S1. Percobaan kedua menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Tujuh genotipe sorgum diperlakukan dalam kondisi berbagai tingkat ketersediaan P di tanah masam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe Numbu, Watar Hammu Putih (WHP) dan PI-1090-A termasuk ke dalam genotipe toleran, sedangkan genotipe PI-150-21-A, PI-5-193-C, PI-150-20-A dan UPCA-S1 termasuk genotipe peka terhadap P rendah di tanah masam. Seluruh genotipe memberikan respon keragaan pertumbuhan yang berbeda terhadap tingkat kesediaan P di tanah masam. Defisiensi P, genotipe toleran, genotipe peka, tanah masam
215
AO-12 Keragaan plasma nutfah kopi di Kebun Penelitian Pakuwon, Sukabumi Laba Udarno♥, Rudi T. Setiyono Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Jl. Raya PakuwonParungkuda Sukabumi 43357, Jawa Barat. Tel. +62-266-7070941, Fax. +62-266-6542087. ♥email:
[email protected]
Keragaan plasma nutfah kopi robusta di Kebun Percobaan Pakuwon, Sukabumi. Untuk mendapatkan varietas unggul pemuliaan tanaman harus memiliki koleksi plasma nutfah hasil eksplorasi yg dilanjutkan dengan konservasi secara ex situ. Penelitian dilaksanakan di KP Pakuwon, pada bulan Juli-Agustus 2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan keragaman genetik plasma nutfah kopi robusta. Rancangan metode pengambilan samplel berdasarkan seleksi aksesi terpilih. Pengamatan secara morfologi vegetatif dan generatif. Hasil 25 aksesi memiliki warna daun muda hijau muda-hijau. Warna daun tua antara hijau dan hijau tua. Warna pucuk hijau kecoklatan dan coklat. Ujung daun meruncing, pangkal daun tumpul, tepi dan permukaan daun bergelombang. Panjang cabang primer 64-142,8 cm, panjang cabang berbuah 32,2-84,6 cm, jumlah cabang primer 5-26 cabang.Jumlah buah per dompol 10-32 buah, jumlah dompol per cabang 4-12 dompol dan jarak antar dompol 6-10 cm Aksesi, eksplorasi, kopi robusta, morfologi
AO-13 Tanaman karet asal biji produksi tinggi di Lampung Utara Rudi T. Setiyono♥, Laba Udarno Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Jl. Raya PakuwonParungkuda Sukabumi 43357, Jawa Barat. Tel. +62-266-7070941, Fax. +62-266-6542087. ♥email:
[email protected]
Tanaman karet asal biji diuji produksi lateknya di Lampung Utara. Tujuan untuk mendapatkan nomor pohon terpilih yang memiliki potensi produksi lateks tinggi. Metode menggunakan survei dengan penarikan sampel secara purposive sampling yaitu mengambil sampel secara sengaja. Parameter produksi lateks, lingkar batang, tebal kulit, panjang dan lebar daun, luas daun dan panjang tangkai dàun. Hasil produksi lateks antara 334-9800 g/pohon/bulan. pembanding GT1 sebesar 1575 gr/pohon/bulan. Nomor terpilih HB 005, 022, 025, 004, 024, 010, dan HB 002. Hevea brasiliensis, latek, produksi, seleksi
216
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
AO-14 Identifikasi Ketahanan Sumberdaya Genetik Padi terhadap hama wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stall). Dodin Koswanudin♥, I Made Samudra, Sutoro Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Jawa Barat. Tel.: +62-251-8337975, Fax.: +62-251-8338820, ♥email:
[email protected]
Wereng batang coklat (Nilaparvata lugens Stall).) termasuk salah satu hama utama pada tanaman padi, pengendalian yang ideal dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Penggunaan varietas tahan merupakan komponen utama dalam PHT, untuk melakukan perakitan varietas tahan hama diperlukan sumber daya genetik (SDG) sebagai bahan tetua dalam pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketahanan SDG padi terhadap hama wereng batang coklat. Penelitian dilakukan di rumah kaca dan laboratorium Deteksi hama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor, Jawa Barat pada tahun 2015 dan 2016. SDG padi yang dievaluasi sebanyak 100 aksesi pada tahun 2015 dan 100 aksesi pada tahun 2016 ditambah kontrol peka (IR-42 dan IR-64) dan kontrol tahan (PTB) dengan tiga ulangan. Benih ditanam sebanyak 30 biji/aksesi satu baris dalam bak-bak kayu/plastik dalam media tanah dan pupuk kandang, jarak antar aksesi padi 2,5 cm dilakukan skrining massal dengan metode seedling test. Pada umur 15 hari setelah tanam diinfestasi nimfa wereng batang coklat 3-4 ekor/tanaman, selanjutnya tanaman disungkup dengan kurungan kasa. Parameter yang diamati adalah kerusakan tanaman dengan skor 0-9 (standar scoring IRRI 1980 yang disederhanakan INGER 1996). Hasil penelitian tahun 2015 diperoleh 5 (lima) aksesi SDG padi yang tahan terhadap hama wereng batang coklat meliputi aksesi Banda Cina, Rambute, Ketan Botol, Ingsa Cendana dan Padi Darit (Register 19738), sedangkan tahun 2016 diperoleh 9 (sembilan) aksesi tahan terhadap hama wereng batang coklat dengan rerata nilai skoring 1,2-2,9. SDG padi tersebut meliputi Cempu Buluku, Tenuran, Sri Gunung, Jelukuk Bulu Putih, Ampak panjang, Pare bakti, Pare Lomber, Padi Putih dan Mukos. Ketahanan, Nilaparvata lugens, padi
AO-15 Identifikasi ketahanan sumberdaya genetik kedelai terhadap hama penggerek polong (Etiella zinckenella). Dodin Koswanudin♥, I Made Samudra, Asadi Bustomi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Jawa Barat. Tel.: +62-251-8337975, Fax.: +62-251-8338820, ♥email:
[email protected]
Pengerek polong (Etiella zinckenella) termasuk salah satu hama utama pada tanaman kedelai, pengendalian yang ideal dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Penggunaan varietas tahan merupakan komponen utama dalam PHT, untuk melakukan perakitan varietas tahan hama diperlukan sumber daya genetik (SDG) sebagai sumber gen dalam pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketahanan SDG kedelai terhadap hama penggerek polong. Penelitian dilakukan di Desa Playangan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon pada tahun 2015 dan 2016. SDG kedelai yang dievaluasi sebanyak 100 aksesi pada tahun 2015 dan 100 aksesi pada tahun 2016 ditambah kontrol tahan (varietas Dieng dan Tidar) dengan tiga ulangan. Ukuran petak 2 m x 3 m, jarak tanam 30 cm x 20 cm, benih ditanam 2 biji/lubang. Peubah yang diamati meliputi kerusakan polong, kerusakan biji, dan populasi larva E. zinckenella yang diamati pada 100 polong sampel. Hasil penelitian 2015 SDG kedelai dengan intensitas serangan pada polong dan biji berkisar antara 1,0-10% (tidak berbeda nyata dengan pembanding varietas Tidar dan Dieng meliputi aksesi Merapi (Register 520), Columbus (Register 1958), Kerok Lokal (Register 3185), Lokal Madiun (Register 3598), Lokal Pasuruan (Register 3613), Lokal Kediri (Register 3671), AGS 257 (Register 3888), Crb-2 (Register 4127), Klungkung Kuning (Register 4195b), 30070-1-2 (Register B.4198), 301040-1-2 (Register 4200), Lokal Sumbawa (Register 4225), MLG 3109 (Register 4328), GM. 343 Si (Register 4370). Hasil penelitian 2016 SDG kedelai yang tahan meliputi 12 aksesi yaitu No. Reg 868 x 4179/30/1/0/0/0, Reg. C.79276-B-1305, Reg. 82/1248, Reg. Pop x 2 Wart No. 20., Reg. F 623977, Kedelai susu, Kedelai hijau, Lokal Hitam, Jagung kepet, Jagung Godeg, TK No. 5, Lokal Biru Hijau. Etiella zinckenella, ketahanan, kedelai
AO-16 Genetic diversity of Tor douronensis (Pisces: Cyprinidae) in West Sumatra Dewi Imelda Roesma♥, Djong Hon Tjong, Warnety Munir, Anugrah Viona Agesi, Ada Chornelia, Wila Karlina Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Kecamatan Pauh, Padang 25163, Sumatera Barat. PO Box 143. Tel.: +62-751-71671, 777641, Fax.: +62-751-73118, email:
[email protected]
Tor douronensis is one of the freshwater fish, limited only in natural waters, belonging to the family of Cyprinidae. Known as Mahseer or Semah (named as Garing fish in local West Sumatra people) , T. douronensis is one of the threatened species, especially by forest clearing and overfishing. The main objectives of our study was to determine the genetic diversity within and between the populations of T. douronensis, and determine their total genetic diversity of West Sumatra river system. Our results provide firsthand information that may be used in the proper breeding, maintenance and conservation of this fish
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
fauna as well as in other dwindled population. The highest value of genetic diversity showed by the population of Matur (H = 0.1571; I = 0.2411) and the lowest population is the population of Malalo (H = 0, 0880; I = 0.1353). The value of genetic differentiation is GST = 0.4266 which means that 42.66% of the total genetic variation was between population and 57.34% within population in line with the value of heterozygosity between populations (DST = 0.088) and heterozygosity (HS = 0.1184) within the population. The value of gene flow between populations obtained high enough that is Nm = 0.6721. Grouping each individual in a population based on Principal Coordinates Analysis (PCO) and UPGMA in line with the values of genetic distance. Populations with low genetic distance between population are Matur and Malalo (0.0174), while the largest is the genetic distance between populations Batang Gumanti and Batang Sinuruik (0.1918). From the result of the overall analysis, it is known that the genetic variation between populations is lower than the genetic variation in the population of T. douronensis and population of Matur is recommended to be used as broodstock in the procurement of stock. Cyprinidae, genetic variation, Tor douronensis
AO-17 Usulan strategi konservasi keanekaragaman genetik Mamalia yang terancam punah: Analisis pada harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) Rahmat Azhari Kemal♥, Nadya Stephanie, Rizky Kusuma Cahyani Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, Jawa Barat. Tel.: +62 22 251 1575, 250 0258, Fax: +62 22 253 4107. ♥email:
[email protected]
Keanekaragaman genetik suatu spesies yang terancam punah dapat menurun, sehingga menyebabkan inbreeding depression. Depresi genetis dapat menyebabkan penurunan populasi yang dapat berujung pada kepunahan. Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) merupakan salah satu subspesies dari kelompok harimau (Panthera tigris spp.) yang terancam kepunahan. Dalam penelitian ini diuji beberapa teknologi yang dapat diaplikasikan untuk konservasi keanekaragaman genetik harimau sumatra. Penanda molekuler dapat digunakan untuk menyusun silsilah dan merencanakan persilangan untuk menghindari inbreeding, sedangkan teknologi reproduksi buatan seperti kriopreservasi semen dan fertilisasi in vitro dapat mendukung pertumbuhan populasi. Pembentukan biobank sebagai sumber genomik dapat memberikan cadangan untuk konservasi keanekaragaman genetik. Untuk mengimbangi resiko depresi inbreeding dan outbreeding, diajukan sebuah kerangka aliran gen. Pertimbangan terhadap isu etik, hukum, dan sosial terkait pengembangan teknologi dan manajemen aliran gen serta kajian terhadap beberapa terobosan sains dan teknologi terbaru perlu dilakukan. Kerangka yang diajukan diharapkan dapat diuji
217
untuk konservasi keanekaragaman genetik mamalia yang terancam kepunahan, terutama harimau sumatera. Aliran gen, harimau Sumatra, keanekaragaman genetik, konservasi
AO-18 Studi filogenetik kelelawar Genus Hipposideros (Chiroptera: Hipposideridae) di Sumatera dan Jawa berdasarkan gen sitokrom-b Ada Chornelia♥, Dewi Imelda Roesma, Djong Hon Tjong Laboratorium Genetika dan Biologi Sel, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Kecamatan Pauh, Padang 25163, Sumatera Barat. PO Box 143. Tel.: +62-751-71671, 777641, Fax.: +62-751-73118, email:
[email protected]
Genus Hipposideros is belong to Hipposideridae family which has complicated phylogenetic relationship in species and genetic levels. The phylogenetic study is still poorly resolved due to the large extant species number and high rate of cryptic diversity. We used mitochondrial DNA cytochrome-b to inferre phylogenetic relationship within Hipposideros species. The phylogenetic relationship were successfully develop among three species of Hipposideros in Sumatra and Java, and 18 species from Southeast Asia. Data sequence from Southeast Asia were downloaded from NCBI’s GenBank. Of the 408 nucleotide positions examined, there was 73.28% conserved sites and 26.71% variable sites. The phylogenetic trees reconstruction using neighbour-joining (NJ), Maximum Likelihood (ML), Maximum Evolution (ME) and Maximum Parsimony (MP) based on Kimura 2-Parameter Model at 1000 bootstrapping confidence level. All phylogenetic analyses suggest that Hipposideros are monophyletic. Within Hipposideros, H. diadema were placed in a group with H. lylei in Diadema group, H. ater were grouped into other bicolor group, and H. larvatus were placed in Larvatus group. The relationship between H. diadema, H. ater, and H. larvatus were not completely solved as not supported by bootstrap value. Cytochrome-b, Hipposideros, phylogenetic
AO-19 Eksplorasi dan karakterisasi buah-buahan lokal Sumatera Barat yang terancam punah dalam mengantisipasi buah-buahan impor Nurwanita Ekasari Putri♥, Aries Kusumawati, Nur Oktafiani Azhar, Etti Swasti Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-75172702, email:
[email protected]
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
218
Penelitian ini bertujuan mengeksplorasi dan karakterisasi keberadaan buah lokal sebagai informasi penting bagi pemulia dalam merakit varietas baru. Penelitian ini dilakukan pada Juli-Desember 2015 di Kota Padang, Kota Pariaman, Kabupaten 50 Kota dan Kabupaten Darmasraya, Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan dengan metode survey dengan pupossive sampling, tidak ada batasan sampel minimal dan yang penting merepresentasikan populasi. Karakterisasi morfologi dilakukan pada seluruh bagian tanaman termasuk buah dan biji (jika ada) mengikuti Tjitrosoepomo (2007). Hasil menunjukkan bahwa hampir semua tanaman belum memasuki fase generatif pada saat penelitian dilakukan. Sekarang, buahbuahan jarang ditanam di halaman atau di kebun. Telah ditemukan beberapa buah lokal, yaitu: Padang (Jambu kaliang, Sirukam), Pariaman (Duku), Darmasraya (Kasai, Bidaro, Santua, Cupak), dan 50 Kota (Sijontiak, Rambai, Kapulasan, Tapuih). Beberapa buah lokal menunjukkan keagaman morfologi yang besar pada beberapa karakter. Pelu kerjasama berbagai pihak dalam mengkonservasi buah-buah lokal agar tidak tekikis oleh zaman. Buah lokal, eksplorasi, karakterisasi, konservasi
Keragaan, komponen buah, produksi, Reutealis trisperma, vegetatif
AO-21 Perubahan morfologi pada mutan Hoya diversifolia hasil irradiasi sinar gamma Sri Rahayu♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Telah dilakukan irradiasi menggunakan sinar gamma pada setek batang Hoya diversifolia Blume. Perlakuan dengan dosis 2,5 k Gray telah menghasilkan mutan dengan warna bunga putih, berbeda dengan induk asalnya yang berwarna merah muda. Perbedaan warna daun tidak terlalu menyolok, namun memiliki ukuran lebih kecil. Tanaman memiliki potensi dikembangkan sebagai tanaman hias dan sebagai induk silangan. Hoya diversifolia, mutan, mutasi, keragaman morfologi, varietas baru
AO-20 Keragaan kemiri Sunan (Reutealis trisperma) sebagai penghasil bahan bakar nabati di Garut, Jawa Barat ♥
Handi Supriadi , Syafaruddin Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. Jl. Raya PakuwonParungkuda Sukabumi 43357, Jawa Barat. Tel. +62-266-7070941, Fax. +62-266-6542087. ♥email:
[email protected]
Kemiri sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) merupakan tanaman penghasil bahan bakar nabati, yang kernelnya mengandung minyak rata-rata 50%. Selain itu tanaman tersebut dapat ditumpangsarikan dengan tanaman lain (agroforestri), karena umumnya ditanam dengan jarak tanam yang lebar (10 m x 10 m, 9 m x 9 m atau 8 m x 8 m). Salah satu daerah sentra tanaman kemiri sunan di Jawa Barat terdapat di Kabupaten Garut. Untuk mengkarakterisasi dan mengevaluasi keragaan tanaman kemiri sunan dilakukan penelitian pada tahuan 2009-2013 di Kecamatan Selaawi, Balubur Limbangan, Cibatu dan Karang Pawitan yang termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada ketinggian tempat 505720 m dpl. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dan seleksi massa positif. Pengambilan pohon sampel (10 pohon) dilakukan secara purposive. Paramater yang diamati adalah karakter vegetatif, komponen buah dan produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiri sunan di Garut mempunyai tinggi tanaman 10,35-14,67 m, lingkar batang 130,00191,75 cm, lebar tajuk arah timur-barat 9,83-14,61 cm dan utara-selatan 3,04-11,20 m, berat buah 32,20-58,95 g, berat biji kering 6,00-7,40 g, berat kernel 3,50-3,95 g dan ratarata produksi biji kering selama 4 tahun 93,81-130,84 kg/pohon/tahun.
AO-22 Persilangan bunga lipstik Aeschynanthus radicans dengan Aeschynanthus tricolor Sri Rahayu♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Persilangan buatan antara bunga lipstik spesies Aeschynanthus radicans dan Aeschynanthus tricolor telah menghasilkan keturunan F1 yang memiliki ciri morfologi pertengahan dari kedua induknya. Ciri morfologi menghasilkan kombinasi bunga dengan panjang tabung bunga pertengahan antara induk jantan dan betina, namun memiliki pola warna mengikuti induk jantan, yaitu pola warna bergaris. Hasil silangan dapat diperbanyak secara vegetatif dan sangat potensial dikembangkan sebagai tanaman hais. Bunga lipstik, cross pollination, hibridisasi, pola warna baru, varietas baru
AP-01 Analisis keragaman genetik ubi kayu lokal Bangka berdasarkan morfologi dan RAPD Tri Lestari♥, Henny Helmi♥♥, Rion Apriyadi♥♥♥ Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Kampus Terpadu UBB, Jl. Raya Balunijuk Merawang, Desa BalunIjuk,
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016 Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka 33172, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tel.: +62-717- 422145, 422965, Fax.: +62-717-421303, ♥ email:
[email protected], ♥♥
[email protected], ♥♥♥
[email protected]
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz L.) lokal Bangka secara morfologi memiliki cukup banyak jenis, tetapi secara genetik belum diketahui keragamannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi ubi kayu dari Pulau Bangka berdasarkan morfologi dan teknik RAPD untuk berkontribusi pada pengetahuan tentang keragaman genetik dan pemanfaatan yang lebih baik dari potensi genetik tanaman ubi kayu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Universitas Bangka Belitung dan Laboratorium PPSHB IPB Bogor pada Maret-Agustus 2016. Rancangan percobaan yang digunakan rancangan acak kelompok 1 faktor dengan 5 ubi kayu lokal Bangka terdiri dari mentega, sutera, 3 bulan, rakit, selangor dan 1 varietas nasional sebagai pembanding yaitu malang. Karakter morfologi menunjukkan perbedaan antar ubi kayu lokal Bangka dan varietas pembandingnya. Bahan penelitian dalam bentuk daun muda 5 ubi kayu lokal Bangka dan 1 varietas pembanding dan 6 primer. Metode pelaksanaan di mulai dengan isolasi DNA, amplifikasi PCR dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan 6 primer yang digunakan tidak menghasilkan produk polimorfik. Hal ini diduga analisis RAPD berbasis basa belum stabil untuk daun ubi kayu, sehingga 6 primer yang digunakan tidak bisa mendeteksi pola pita. Morfologi, Manihot esculenta, PCR, primer
AP-02 Identifikasi ketahanan sumberdaya genetik jagung terhadap hama lalat bibit (Artherigona exigua) Dodin Koswanudin♥, I Made Samudra, Sutoro Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Jl. Tentara Pelajar No. 3A, Bogor 16111, Jawa Barat. Tel.: +62-251-8337975, Fax.: +62-251-8338820, ♥email:
[email protected]
Lalat bibit (Acrolophus exigua) termasuk salah satu hama utama pada tanaman jagung, pengendalian yang ideal dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT). Penggunaan varietas tahan merupakan komponen utama dalam PHT, untuk melakukan perakitan varietas tahan hama diperlukan sumber daya genetik (SDG) sebagai sumber gen dalam pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketahanan SDG jagung terhadap hama lalat bibit. Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cimanggu, Balitbang Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Bogor pada bulan Februari sampai Maret tahun 2015 dan 2016. SDG jagung yang dievaluasi sebanyak 100 aksesi pada tahun 2015 dan 100 aksesi pada tahun 2016 ditambah kontrol tahan (varietas Bisma dan Arjuna) dengan tiga ulangan. Tiap petak terdiri dari dua baris panjang 3 m, jarak tanam 60 cm x 20 cm, benih ditanam 2 biji/lubang. Peubah yang diamati meliputi kerusakan tanaman dan populasi larva dan pupa A. exigua
219
yang diamati pada 10 sampel tanaman. Hasil penelitian 2015 SDG jagung yang tahan hama lalat bibit 5 aksesi meliputi Turida, Putik, Reket, Seraya dan L. Srimaganti (kerusakan tanaman 5,0-15,0%) dan pada 2016 meliputi aksesi Bengkaung, L. Repok daya, L. Montung Angak, Pena nais, Watar dau, Watar Ndawa, Watar kaka dan BC 10 MS 15 (rata-rata kerusakan tanaman 5,2-9,4%) dibandingkan dengan kontrol tahan rata-rata 9,4-10,0%. Acrolophus exigua, ketahanan, jagung
AP-03 Tolerance of soybean genotypes under manganese toxicity based on the seedling growth Heru Kuswantoro♥ Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Jl. Raya Kendalpayak Km 8, PO Box 66 Malang 65101, Jawa Timur. Tel.: +62341-801468, 801075, Fax.: +62-341-801496, ♥email:
[email protected]
One of the most toxic micronutrients in acid soil is manganese. This nutrient is able to decrease growth and development of the plant. The research was aimed to study the tolerance of twelve soybean genotypes to manganese toxicity based on the seedling growth. The experiment was conducted at Seed Laboratory of Indonesian Legume and Tuber Crops Research Institute, Malang, Indonesia. Twelve soybean genotypes were grown under aquadest with pH 7 and 75 ppm Mn with pH 4. The soybean tolerance was calculated by using highest standard tolerance index (HSTI). Results showed that MLGG 0757 and MLGG 0738 had the highest root dry weight, i.e. 0.29 and 0.22 g respectively. Based on the HSTI, genotype of MLGG 0757 showed the highest HSTI on root dry weight, root length and number of lateral roots. This genotype also showed the highest HSTI on epicotyls length. Other genotype with high HSTI on root dry weight after MLGG 0757 was MLGG 0738. This genotype had also the highest HSTI on shoot dry weight and seedling dry weight. HSTI on seedling dry weight of MLGG 0757 was also high after MLGG 0738. These two genotypes can be used as gene sources in soybean breeding program for Mn toxicity tolerance. Low pH, manganese toxicity, seedling growth, soybean
AP-04 Potential yield of soybean lines that resistant to pod borer (Etiella zinckenella) Heru Kuswantoro♥ Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Jl. Raya Kendalpayak Km 8, PO Box 66 Malang 65101, Jawa Timur. Tel.: +62341-801468, 801075, Fax.: +62-341-801496, ♥email:
[email protected]
220
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Soybean consumption in Indonesia is higher than its production. One of the problems in increasing soybean production is soybean pests, such as pod borer (Etiella zinckenella Treitschke). Ten soybean lines that resistant to pod borer and three check varieties were grown in dry season 2013 at Genteng Research Station, Banyuwangi, East Java. The results showed that the line of Tgm/Anj-778 had the highest grain yield 2.66 t/ha followed by Tgm/Anj743 with 2.59 t/ha and the check variety of Tanggamus with 2.49 t/ha. These three soybean genotypes had small grain size. There were three soybean genotypes having large grain size, i.e. Tgm/Anj-871, Tgm/Brg-565 and the check variety of Anjasmoro with grain size of 14.09, 14.58 and 17.08 g/100 grains respectively. In this study, five genotypes were recorded as early maturing genotypes, i.e. Tgm/Anj-744, Tgm/Anj-795 and Tgm/Anj-908 with 79 days, and Tgm/Brg-558 with 75 days and Tgm/Brg-565 with 77 days. The lines of Tgm/Anj-778 and Tgm/Anj-743 are prospective to be released as high yield soybean varieties resistant to pod borer, while Tgm/Brg-558 and Tgm/Brg-565 are prospective to be released as early maturing soybean varieties resistant to pod borer. Etiella zinckenella, soybean, yield
Spesies BO-01 Keanekaragaman jenis rayap akibat alih guna hutan menjadi agroforestri di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tenggara Zulkaidhah♥, Ariyanti Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako. Jl. Soekarno Hatta Km. 9 Palu, Tondo, Mantikulore, Palu 94148, Sulawesi Tengah. Tel.: +62-451422611 Psw. 173. ♥email:
[email protected]
Perubahan ekosistem hutan menjadi struktur lansekap baru, akan menyebabkan berkurangnya kelimpahan dan keanekaragaman jenis fauna yang hidup di habitat tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu mekanisme deteksi dini yang dapat mengetahui perubahan kondisi habitat dengan cepat. Deteksi dini ini dapat dilakukan menggunakan organisme setempat yang memberikan respon terhadap perubahan tersebut. Rayap (Ordo: Blattodea) adalah organisme tanah yang cocok digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat kerusakan habitat karena merupakan organisme tanah yang paling merespon terjadinya perubahan kondisi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komunitas rayap akibat alih guna hutan. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari-Juni 2016, di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako, Palu. Pengamatan rayap dilakukan menggunakan metode transek. Dari hasil identifikasi rayap pada hutan sekunder dan tipe agroforestri
di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako, ditemukan 14 spesies rayap yang dikelompokkan dalam 10 genus dari 3 famili, yaitu: Termitidae, Rhinotermitidae dan Kalotermitidae. Keragaman jenis rayap menurun seiring dengan alih fungsi hutan. Agroforestri, hutan pendidikan, hutan sekunder, rayap
BO-02 Pengaruh bahan tanaman terhadap keberhasilan stek kranji (Pongamia pinnata) Nurmawati Siregar♥, Dharmawati F. Djam’an Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105, Bogor 16100, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-2518327768. ♥email:
[email protected]
Kranji (Pongamia pinnata Merril) merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang berpotensi sebagai sumber energi yang dapat diperbaharui di masa yang akan datan, benihnya merupakan penghasil bahan bakar nabati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bahan tanaman terhadap keberhasilan setek kranji. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok terdiri dari 3 perlakuan (bagian dari tubus) dan diulang lima kali. Perlakuan yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung tubus. Masing-masing kombinasi perlakuan terdiri dari 45 setek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagian pangkal memberikan persen setek hidup sebanyak 27,6% setek tumbuh 24,0% dan setek mati 72,8%. Bagian tengah memberikan persen setek hidup 76,06% setek tumbuh 68,4% dan setek mati 24,0%. Bagian ujung memberikan persen setek hidup 27,2% setek tumbuh 22,0% dan setek mati 72,4%. Setek yang berasal dari bagian pangkal menjadi kering dan berwarna coklat, setek yang berasal dari ujung menjdi busuk dan berwarna hitam, bahan tanaman dari bagian tengah masih segar dan berwarna hijau. Untuk pengadaan bibit tanaman keranji dengan cara setek sebaiknya menggunakan bagian tengah karena memberikan persen tumbuh setek tertinggi yaitu 68,4%. Bahan tanaman, kranji, Pongamia pinnata, setek
BO-03 Keong marga Clithon (Gastropoda: Neritidae) di Jawa: status, kekerabatan dan distribusinya Nova Mujiono♥ Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21876156. Fax. +62-21-8765068. ♥email:
[email protected]
Keong marga Clithon Montfort, 1810 termasuk dalam suku Neritidae. Nenek moyang suku Neritidae hidup di perairan laut, namun setelah mengalami evolusi, sebagian mampu menginvasi dan beradaptasi terhadap perairan tawar. Salah
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
satunya adalah marga Clithon. Pulau Jawa dikelilingi oleh Laut Jawa dan Samudera Hindia. Saat ini diketahui terdapat sebelas jenis marga Clithon di Pulau Jawa. Mereka ditemukan mulai dari ekosistem pesisir, bakau, sungai hingga danau. Clithon, distribusi, Jawa, kekerabatan, status
BO-04 Eksplorasi dan karakterisasi buah belimbing merah (Baccaurea angulata) di Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan
221
slope of Mount Slamet, Central Java, Indonesia, from April to June 2011. A total of 255 dung beetles of 14 species were collected. Of the 255 specimens collected, 125 (49.42%) were found in secondary forest and 130 (50.58%) were found in Agathis forest. The most abundant species was Phacosoma punctatum with 107 individuals (41.9%), followed by Onthophagus echinus with 53 individuals (20.7%) and Onthophagus palatus with 36 individuals (14.11%). One species (Onthophagus trituber) was discovered to be a cosmopolitan species, while ten species (Onthophagus echinus, Onthophagus holzi, Onthophagus egenus, Onthophagus luridipennis, Onthophagus palatus, Onthophagus lilipunatus, Onthophagus armatus, Onthophagus discedens, Dactylosternum sp. and Apogonia cribrata) were endemic to Mount Slamet
Gunawan1,♥, Tatik Chikmawati2, Sobir3, Sulistijorini3 1
Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat. Jl. A. Yani Km. 36, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan, email:
[email protected],
[email protected] 2 Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680, Jawa Barat 3 Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor, Bogor 16680, Jawa Barat
Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau dengan tingkat keanekaragaman jenis yang tinggi. Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan berada di lereng pegununan Meratus yang banyak terdapat buah buhan lokal yang eksotik. Belimbing merah (Baccaurea angulata Merr.) adalah salah satu buah lokal endemik yang mempunyai potensi sebagai tumbuhan obat. Studi ini bertujuan untuk mengkarakterisasi sumber daya genetik belimbing merah di Balangan, Kalimantan Selatan. Eksplorasi dan karakterisasi dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2016 di Balangan. Keberadaan tumbuhan buah-buahan lokal perlu mendapatkan perhatian, sebagai usaha konservasi dan pengungkapan manfaatnya. Metode penelitian lapangan meliputi: eksplorasi, karakterisasi dan dokumentasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belimbing merah Kalimantan Selatan memiliki karakter morfologi buah yang spesifik. Balangan, belimbing merah, eksplorasi, karakterisasi
BO-05 Endemics species of dung beetles (Coleoptera: Scarabaeidae) on the southern slope of Mount Slamet, Central Java, Indonesia Imam Widhiono1,♥, Nailil Fasihah2, ♥♥ 1
Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Jl. Dr. Soeparno No.63 Karangwangkal, Grendeng, Purwokerto 53122, Banyumas, Jawa Tengah. Tel. +62-281-638794, Faks. +62-281-631700, ♥email:
[email protected] 2 Badan lingkungan Hidup Kabupaten Barito Utara (Environmental Agency, District of Barito Utara). Jl. Simpang Pramuka 1, Muara Teweh, 73811, Central Kalimantan, ♥♥email:
[email protected]
A survey was conducted to gauge the diversity of dung beetles (Coleoptera: Scarabaeidae) on the forested southern
Cosmopolitan species, dung beetles, endemic species, Mount Slamet
BO-06 Keragaman tumbuhan dan potensi pemanfaatannya di kawasan hutan alam sekunder di Perum Perhutani RPH Cisujen, KPH Sukabumi Adi Susilo♥, Denny Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]
Pada kawasan hutan produksi jati Perum Perhutani, beberapa petak dibiarkan tanpa kelola yang umumnya adalah hutan alam sekunder yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap keanekaragaman tumbuhan dan potensi pemanfaatannya di kawasan lindung hutan alam sekunder pada hutan produksi jati RPH Cisujen, KPH Sukabumi, Jawa Barat untuk menunjukkan bahwa kawasan kecil yang tidak dikelola ini masih menyimpan keragaman tinggi dan potensi kemanfaatan yang besar. Tiga transek sabuk (belt transect) berukuran 2 m x 100 m dipakai sebagai sample penelitian. Transek sabuk masing-masing berjarak 20 m. Seluruh vegetasi pada tingkat anakan dan pancang yang terdapat dalam transek sabuk diambil sample herbariumnya untuk identifikasi dan dianalisis kemanfaatannya. Hasil penelitian dari cuplikan seluas 600 m2 terdapat 59 jenis tumbuhan, 45 genus dan 30 famili terdiri dari 46 jenis berhabitus pohon dan 13 jenis tumbuhan bawah. Dari penelurusan pustaka sebanyak 36 jenis, 31 marga dan 22 famili atau sekitar 61% dari total tumbuhan yang terdapat dilokasi penelitian bermanfaat untuk obat atau pangan. Terdapat enam jenis tumbuhan yang termasuk dalam Daftar Merah IUCN dan satu jenis diantaranya merupakan jenis endemik pulau Jawa dan Bali. Kawasan kecil yang tidak dikelola ternyata masih menyimpan keragaman tinggi dengan jenis-jenis bermanfaat. Keragaman spesies, hutan alam sekunder, hutan produksi jati
222
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
BO-07 Keanekaragaman Coccinellidae predator pada beberapa ekosistem sayuran di Sumatera Barat, Indonesia Yaherwandi♥, Erna Fitria, Hidrayani, Hasmiandy Hamid Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-751-72702, email:
[email protected];
[email protected]
Coccinellidae merupakan predator kutu daun (Aphid) yang sangat penting karena keanekaragaman dan efektivitasnya sebagai agen pengendali hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari Komunitas Coccinellidae predator pada ekosistem sayuran di Sumatera Barat. Metode koleksi sampel serangga yang digunakan adalah jaring serangga dan koleksi langsung dengan tangan. Analisis data menggunakan indeks keanekeragaman spesies ShannonWienner, indeks kemerataan spesies Pielou’s, indeks nilai penting spesies, indeks kesamaan spesies, dan kurva akumulasi spesies. Penelitian telah mengkoleksi 471 individu Coccinellidae predator yang terdiri atas 15 spesies. Keanekaragaman dan kemerataan spesies tertinggi diperoleh pada ekosistem sayuran di Kenagarian Batu Palano yaitu 1,40 dan 0,67. Menochillus sexmaculatus adalah spesies yang dominan ditemukan pada semua ekosistem sayuran di Sumatera Barat, yaitu dengan indeks nilai penting 1,0. Hasil penelitian ini juga menunjukan bahwa perbedaan struktur lanskap pertanian mempengaruhi keanekaragaman spesies Coccinellidae predator di Sumatera Barat.
estimasi populasi surili sangat jarang ditemukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui area persebaran dan estimasi populasi surili di Cagar Alam (CA) dan Taman Wisata Alam (TWA) Kamojang dan sekitarnya, di perbatasan Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat sebagai salah satu kantong habitat surili yang cukup besar. Survey persebaran surili dilakukan dengan cara eksplorasi,yaitu menyusuri area tempat keberadaan surili berdasarkan informasi petugas BKSDA dan masyarakat sekitar. Titik koordinat tempat perjumpaan dengan surili dicatat menggunakan GPS dan diaplikasikan ke dalam Peta Kawasan Kamojang menggunakan Software Quantum GIS Wien 2.8.3. Estimasi/perkiraan jumlah surili dilakukan dengan Metode Direct Census, yaitu menghitung lansung jumlah surili yang ditemui. Hasil penelitian memperlihatkan terdapat satu titik perjumpaan dengan suili berjumlah 4 individu di CA Blok Ciharus. Di TWA Blok Kawah Kamojang, Surili ditemukan di beberapa titik dengan jumlah total yang ditemui adalah 21 individu, dan di TWA Blok Cibeureum ditemukan di beberapa titik dengan total 7 individu. Kamojang, persebaran, populasi, surili
BO-09 Keanekaragaman dan kelimpahan serangga tanah dengan menggunakan beberapa metode perangkap serangga di ekosisitem Hutan Lindung Jeruk Manis Lombok Timur, Nusa Tenggara Timur Immy Suci Rohyani♥, Hilman Ahyadi
Aphid, Coccinellidae, ekosistem pertanian, pengendalian hayati, predator
Program Studi Biologi, Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universiatas Mataram. Jl. Majapahit 62, Mataram 83125, Nusa Tenggara Barat. Tel./Fax. +62-370-646506, ♥email:
[email protected]
BO-08
Serangga merupakan organisme yang paling sukses berevolusi karena dapat hidup hampir di semua tipe habitat yaitu air (tawar dan laut), darat, udara, baik di daerah yang beriklim panas maupun di daerah yang beriklim dingin. Adanya keberadaan serangga tanah pada semua tipe habitat memerlukan metode pengumpulan/koleksi yang praktis, mudah, murah dan efiseien, sehingga menghasilkan kelimpahan dan keanekaragam yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keanekaragaman dan kelimpahan serangga tanah menggunakan beberapa metode perangkap serangga di ekosisitem Hutan Lindung Jeruk Manis, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Metode perangkap yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak lima metode diantaranya adalah pitfall trap, yellow pan trap, bait pitfall trap, pencuplikan tanah dan pengunpulan serasah. Hasil yang diperoleh adalah Keanekaragaman serangga tanah di Hutan Lindung jeruk manis secara keseluruhan tergolong sedang. Sebaran keanekaragaman atau tingkat kemerataan termasuk dalam kategori rendah. Metode pencuplikan tanah memberi nilai keanekaragaman dan sebaran keanekaragaman yang tinggi. Metode baited pitfall trap memberi hasil yang tinggi dalam pengumpulan
Persebaran dan estimasi populasi surili (Presbytis comata) di kawasan Kamojang, Kabupaten Garut, Jawa Barat Ana Widiana1,♥, Wisnu Uriawan2, R. Robbi Januari1, Rifki M. Iqbal1 1
Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Jati Bandung. Jl. A.H. Nasution No.105 Bandung 40614, Jawa Barat. Tel.: +62-22-7800525. ♥email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Jati. Jl. A.H. Nasution No.105 Bandung 40614, Jawa Barat
Surili (Presbytis comata Desmarest, 1822) merupakan primata endemik Jawa Barat dengan status konservasi Endangered (terancam punah). Surili termasuk primata yang sensitif terhadap perubahan yang terjadi pada habitatnya dan juga pada kehadiran manusia, sehingga keberadaan dan populasi surili saat ini semakin terancam dengan adanya pemanfaatan ataupun alih fungsi lahan yang kurang memenuhi kaidah ekologis sebagai habitat hidup suatu organisme. Informasi tentang area persebaran dan
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
jumlah individu serangga tanah. Jumlah ordo serangga tanah tertinggi diperoleh menggunakan metode pengumpulan serasah, sedangkan jumlah famili tertinggi diperoleh menggunakan metode pitfall trap. Takson serangga tanah yang memiliki kelimpahan relatif tertinggi berturut-turut adalah Hymenoptera (Formicidae), Collembola (Isotomidae, Entomobridae), Coleoptera (Hydrophilidae, Ptiliidae, Scarabeidae), dan Diptera (Drosophillidae).
isolat PbSI1 merupakan bakteri multiresisten logam berat yang berpotensi sebagai agen bioremediasi logam berat untuk mengatasi pencemaran lingkungan di Indonesia. Bakteri, bioremediasi, tembaga, timbal, seng
BO-11
Ekosistem hutan, metode peranggkap, serangga tanah
Diversity of tree species and utilization by local people on peat swamp forest in Central Kalimantan
BO-10
Titi Kalima, Sumarhani♥
Isolasi dan karakterisasi bakteri resisten logam berat dari Sungai Kemisan-Tangerang, Indonesia Wahyu Irawati1, ♥, Semuel Riak1, Nida R. Sopiah2, Susi Sulistia2 1
Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita Harapan. Jl. M.H. Thamrin Boulevard 1100, Lippo Karawaci, Tangerang 15811, Banten. ♥email:
[email protected] 2 Balai Teknologi Pengolahan Air dan Limbah, Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknlogi. Gedung 820 Geostech, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten
Peningkatan aktivitas industri di Indonesia mengakibatkan peningkatan masalah pencemaran lingkungan karena biasanya limbah industri dibuang ke sungai tanpa proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Sungai Kemisan di Tangerang, Banten merupakan salah satu wilayah industri di Indonesia yang terbukti mengandung beberapa logam berat seperti tembaga dan seng. Bakteri dapat diisolasi dari daerah tercemar dan dapat dimanfaatkan sebagai biosorben logam berat. Eksplorasi bakteri alami perlu dilakukan untuk mendapatkan bakteri potensial yang dapat digunakan sebagai agen bioremediasi logam berat. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan karakterisasi bakteri resisten logam berat dari kawasan industri Sungai Kemisan, serta menguji potensi isolat bakteri dalam menyisihkan logam berat di dalam medium. Resistensi bakteri terhadap logam berat ditentukan dengan mengukur konsentrasi minimum yang menghambat pertumbuhan bakteri pada medium padat. Potensi isolat bakteri dalam menyisihkan logam berat didalam medium ditentukan menggunakan spektrofotometer serapan atom. Isolasi menghasilkan delapan isolat bakteri resisten logam berat yang diberi kode CuA, CuB, PbSI1, PbSI2, PbSI3, PbSI4, ZnSI1, dan ZnSI2.Sebagian besar isolat bakteri adalah bersifat Gram negative. Batas minimum konsentrasi logam berat yang menghambat pertumbuhan isolat bakteri adalah berkisar antara 7 mM hingga 11 mM. Isolat bakteri yang paling resisten terhadap timbal adalah isolat PbSI1. Isolat ini memiliki resistensi terhadap timbal, tembaga dan seng serta dapat menyisihkan logam berat tersebut didalam medium masing-masing sebesar 87,68%, 82,53%, 87,69%. Isolat PbSI1 juga resisten terhadap campuran logam berat timbal, tembaga dan seng serta dapat menyisihkan campuran logam berat tersebut masing-masing sebesar 91,25%, 73,38%, 98,52%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
223
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]
Many peat swamp forests have been degraded due to over logging and deforestation for other purposes. The objective of this study was to identify the composition, diversity, and utilization by local people of tree species in a peat swamp forest. The study was conducted on peat swamp forest area degraded Bagantung in Mantangai Sub-District, Central Kalimantan Province. The method of quadrats established in lines was applied for vegetation analysis. The ShannonWiener (H’) and the Importance Value Index (IVI) indices were used for analyzing the species diversity and the species importance respectively. Utilization of trees species by local people was determined by interviewing respondents in villages surrounding the forest area. The result showed that there were 2,562 individual plants in 32 quadrat plot were recorded with the total area of 1.28 ha for tree stage, consisting of 100 tree species and 16 non-tree species, 74 genus, and 46 families. The diversity of tree stage was moderate (H’=1.46) with the dominant species of Calophyllum nodusum Vesque (IV=38.87%), and that of pole stage was also moderate (H’=1.75) with the same dominant species C. nodusum (IV=29.08%). There were at least 16 tree species and two non-tree species currently used by local people for house construction, boat, furniture, handicraft, medicine, and insect repellent. (9 pt) Degraded forest, peat swamp forest, species composition
BO-12 Eksplorasi tumbuhan dan studi komposisi vegetasi di zona bukit dari Gunung Patah, Bengkulu Muhamad Muhaimin♥, Imawan Wahyu Hidayat, Muslim UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. PO Box 19, Sindanglaya, Cianjur 43253, Jawa Barat. Tel.: +62-263-512233, 520448; Fax.: +62-263-512233. ♥email:
[email protected]
Gunung Patah merupakan bagian dari kawasan konservasi Hutan Lindung Raja Mandare, Bengkulu. Hingga saat ini,
224
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
belum pernah diketahui adanya kajian tumbuhan yang berasal dari kawasan tersebut. Selain itu, ancaman pembukaan hutan yang semakin meningkat, terutama pada zona bukit di Gunung Patah, mendesak untuk dilakukan studi mengenai komposisi vegetasi penyusunnya yang berguna bagi usaha-usaha konservasi ke depannya. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian dasar berupa eksplorasi tumbuhan dan studi komposisi vegetasi di zona bukit (630-800 m dpl.) di Gunung Patah, Bengkulu. Eksplorasi tumbuhan menggunakan metode jelajah, sedangkan studi komposisi vegetasi menggunakan metode transek dengan analisis kuadran, masing-masing 10 plot ukuran 10x10 m2 (untuk vegetasi pohon dengan diameter >10 cm) dan 5x5 m2 (untuk vegetasi tumbuhan bawah). Hasil eksplorasi menunjukkan setidaknya 75 suku (61 suku tumbuhan berbunga dan 14 suku tumbuhan paku) dan 147 marga (129 marga tumbuhan berbunga dan 18 marga tumbuhan paku) tumbuhan terdapat di dalam zona bukit dari Gunung Patah. Selain itu, sebanyak 226 nomor spesimen berhasil dikoleksi selama kegiatan eksplorasi untuk dikonservasi secara ex-situ di Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. Tumbuhan yang diprioritaskan untuk dikoleksi adalah tumbuhan yang bernilai langka (misalnya Shorea platyclados) dan yang bernilai manfaat (obat, pangan, hias, kayu). Dari 226 nomor spesimen, terdapat 9 marga dan 74 jenis merupakan koleksi baru untuk Kebun Raya Cibodas. Selanjutnya, hasil analisis vegetasi pada tingkat pohon menunjukkan suku Dipterocarpaceae memiliki INP tertinggi (66,1%), diikuti oleh Lauraceae, Myristicaceae, dan Myrtaceae. Untuk vegetasi tumbuhan bawah, suku yang mempunyai INP tertinggi adalah Meliaceae (42,08%), diikuti oleh Zingiberaceae, Arecaceae, dan Athyriaceae. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu dasar pertimbangan untuk meningkatkan usaha-usaha perlindungan dan pelestarian tumbuhan pada kawasan konservasi di area Gunung Patah, Bengkulu. Ekplorasi tumbuhan, Gunung Patah, komposisi vegetasi, zona bukit
BO-13 Biofertilizer effect on reduction of inorganic fertilizer and yield of two sweet potato cultivars grown in low fertility soil Reginawanti Hindersah♥, Andina Apriliana, Agung Karuniawan Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7796316, Fax. +62-22-7796316. ♥email:
[email protected]
Sustainable agriculture by used of biofertilizer is an important technique to protect soil and environmental quality. Sweet potato (Ipomoea batatas L.) is among important food crops in Indonesia and usually grown in low to medium fertility soils so that fertilization is important. The objective of this field experiment was to
evaluate the effectiveness of reduced rate of inorganic fertilizer and biofertilizer to maintain yield and sweetness of two local sweet potato cultivar grown in Inceptisols, a low fertility soil. Experimental design was randomized completely block design which tested six different inorganic and biofertilizer doses for each sweet potato cultivar. The dimension of individual experimental plots were 12 m2 where cuttings were grown on the ridge of 200 cm x 70 cm with spacing of 25 cm. Chicken manure and biofertilizer containing nitrogen fixing bacteria and phosphate solubilizing microbes were incorporated during tillage. Second fertilization was carried out at 45 days after planting by used of inorganic fertilizer and biofertilizer. The experiment verified that application of biofertilizer followed by reduced inorganic fertilizer rate up to 75% did not alter soil available nitrogen and phosphor. Yield of both cultivar did not change due to reduction of inorganic fertilizer dose up to 25% when biofertilizer was applied. However yield was potentially decreased when inorganic fertilizer was reduce up to 50%. All fertilizer treatment did not change the sweetness of tuber which indicated by constant brix. This experiment suggested that mixed biofertilizer can substitute 25% of inorganic fertilizer to obtain the same yield and quality of tuber, and maintain the availability of nitrogen and phosphor in soil. Biofertilizer, inorganic fertilizer, soil quality, sweet potato, yield
BO-14 Spore germination and early gametophyte development of Platycerium wandae (Polypodiaceae) of Papua,Indonesia Titien Ngatinem Praptosuwiryo♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Penelitian mengenai gametofit sangat penting, karena data yang dihasilkan berguna untuk menyokong pembatasan takson pada tumbuhan paku dan paku peralihan. Data ini juga penting untuk memahami ekologi, biologi reproduksi, evolusi dan distribusi. Penelitian ini bertujuan untuk mempertelakan perkecambahan spora dan perkembangan gametofit Platycerium wandae Racib. pada media alami. Spora segar P. wandae dikecambahkan pada media campuran yang terdiri dari cacahan akar pakis Cyathea contaminans dan arang sekam padi (1:1) dalam kotak semai bersungkup plastik tembus cahaya dalam lingkungan rumah kaca. Spora P. wandae monolet, elipsoid, tidak berklorofil, coklat gelap, tanpa perin. Spora berkecambah antara 7-14 hari setelah semai (HSS). Perkecambahan spora P. wandae termasuk dalam tipe-Vittaria dan menghasilkan filamen protonema uniseriat sepanjang 4-8 sel. Perkembangan protalus mengikuti type-Aspidium. Gametofit muda yang berbentuk sudip dan memiliki trikom uniselular sekretori terbentuk pada 30-40 HSS. Sampai 60-
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
80 HSS, hanya ditemukan gametofit uniseksual, yaitu gametofit jantan berbentuk hati asimetris dengan trikom uniselular yang terbentuk pada bagian tepi, sayap dan daerah meristem. Paku tanduk rusa, perkecambahan spora, perkembangan gametofit, Platycerium wandae
BO-15 Diversitas Actinomycetes dan eksplorasi senyawa 6bioaktif dari kawasan mangrove Desa Torosiaje, Gorontalo Yuliana Retnowati♥, Abubakar Sidik Katili Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Gorontalo. Jl. Jenderal Sudirman No. 6, Kota Gorontalo 96128, Provinsi Gorontalo. email:
[email protected]
Keberadaan Actinomycetes di alam sangat penting khususnya dalam proses dekomposisi bahan organik. Disamping itu Actinomycetes merupakan kelompok bakteri yang dikenal mempunyai kemampuan untuk menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas biologi seperti antibiotik, antifungi, antivirus, antikanker, enzim dan senyawa lain yang berguna dalam bidang industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap potensi Actinomycetes dari ekosistem mangrove Torosiaje, Gorontalo, mengetahui isolat actinomycetes dari rhizosfer mangrove dalam menghasilkan senyawa bioaktif, mengetahui aktivitas antimikrobia senyawa bioatif yang dihasilkan actinomycetes rhizosfer mangrove, dan mengetahui karakter senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh Actinomycetes rizosfer bakau. Prosedur dalam penelitian ini dengan survei lokasi, pemetaan lokasi, pengambilan sampel sedimen rizosfer tumbuhan mangrove, analisis fisikokimia sampel, analisis DNA genom sampel sedimen mangrove, isolasi Actinomycetes, pemurnian isolat yang diduga Actinomycetes, karakterisasi morfologi koloni dan spora, karakterisasi molekuler melalui tahapan isolasi DNA genom Actinomycetes, amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan PCR, sekuensing dan rekonstruksi pohon filogenetik, isolat unggul ditentukan berdasar pada kemampuan mereka menghambat pertumbuhan bakteri uji yang ditandai dengan pembentukan zona hambat disekitar actinomycetes, dilanjutkan dengan uji produksi senyawa bioaktif oleh isolat terpilih secara fermentasi pada medium ISP2. Senyawa bioaktif terlarut pada medium dipanen dengan cara ekstraksi mengggunakan senyawa pengekstrak ethyl acetate. Aktivitas antimikrobia fase ethyl acetate terhadap mikrobia uji dilakukan berdasar metode difusi cakram terhadap bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan kapang, dan sebagai kontrol positif adalah chloramfenikol, amphysilin, nystatin, cyclohexamde, sedangkan aquades sebagai kontrol negatif. Analisis kualitatif senyawa bioaktif menggunakan KLT untuk deteksi dan identifikasi senyawa dan pemendaran spot dibawah sinar UV 254. Hasil isolasi diperoleh lima isolat Actinomycetes, yaitu satu isolat dari rizosfer Bruguera gymnorizha, dua isolat dari rizosfer Ceripos tagal, dan dua
225
isolat dari rizosfer Xylocarpus sp. Lima isolat actinomycetes tersebut menunjukkan kemampuan tumbuh yang berbeda dengan karakter miselium aerial dan miselium substrat yang spesifik pada medium tumbuh Starch Casein Agar (SCA), Oatmeal Agar (ISP3), Inorganic Salt Starch Agar (ISP4) dan Kuster’s Agar. Hasil penghitungan densitas Actinomycetes menunjukkan bahwa densitas Actinomycetes di hutan bakau Torosiaje sangat rendah dengan rata-rata 1 x 105 CFU/gram sampel sedimen. Ditemukan 2 isolat dari lima isolat yang diperoleh dari rizosfer mangrove, yaitu isolat C2 dan X2 yang menunjukkan potensi penghambatan terhadap bakteri uji. Kedua isolat dianggap sebagai isolat unggul. Hasil pengujian terhadap aktivitas antimikrobia fase ethyl acetate menunjukkan bahwa senyawa memiliki potensi antibakteri khususnya terhadap bakteri gram positif, namun tidak efektif terhadap bakteri gram negatif. Senyawa juga tidak menunjukkan potensi sebagai antifungi terhadap kapang Aspergillus niger. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa berdasar data Rf dan spot yang terbentuk diduga bahwa isolat C2 menghasilkan senyawa antimikroba yaang mirip dengan chloramfenikol, amphisilin, cyclohexamide dan nystatin, sedangkan isolat X2 menghasilkan senyawa yang memiliki karakter serupa dengan cyclohexamide dan nystatin. Actinomycetes, diversitas, mangrove, senyawa bioaktif
BO-16 Kajian dinamika distribusi populasi ayam Burgo domestikasi Heri Dwi Putranto1,2, ♥, Johan Setianto1, Novitri Kurniati2, Bing Brata3, Yossie Yumiati4, Gading Putra Hasibuan5 1
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A , Bengkulu. Tel.: +62736-21170, psw. 219, Fax. +62-736-21290, email:
[email protected],
[email protected] 2 Graduate School of Natural Resources and Environmental Management (PPs-PSL), Faculty of Agriculture, University of Bengkulu, Jalan W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A, Indonesia 3 Department of Agribusiness, Faculty of Agriculture, Universitas Muhammadiyah Bengkulu Jalan Bali PO Box 118, Kampung Bali, Bengkulu 38119, Indonesia 4 Agribusiness Study Program, Faculty of Agriculture, Universitas Dehasen Bengkulu, Jalan Raya Meranti, Sawah Lebar, Bengkulu 38227, Indonesia 5 Office of Forestry Service, Bengkulu Province, Jalan Pembangunan, Padang Harapan, Bengkulu 38225, Indonesia
Sebagai salah satu unggas endemik yang berhabitat di pantai barat dan bagian selatan Sumatera seperti Provinsi Bengkulu, Jambi dan Sumatera Selatan, ayam Burgo dikenal sebagai satwa peliharaan dan simbol status sosial ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk memonitor dinamika distribusi populasi ayam Burgo jantan yang didomestikasi masyarakat pada 4 lokasi kabupaten dan kota di sepanjang pesisir Provinsi Bengkulu. Setelah melakukan survei awal untuk menentukan lokasi, menggunakan perangkat lunak berupa program kuisioner daring,
226
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
enumerator melakukan survei lapangan selama 4 minggu secara purposive sampling pada 4 kabupaten dan kota yaitu Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Bengkulu Tengah. Data real time yang didapat terkoneksi dan tersimpan pada sistem yang disediakan di laman dan dapat diakses secara terbatas. Selanjutnya data populasi dianalisis menggunakan formula Variance-Mean Ratio untuk mengetahui pola distribusi ayam jantan domestikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa distribusi populasi ayam Burgo jantan domestikasi di daerah pesisir Provinsi Bengkulu diklasifikasikan sebagai menyebar secara acak (VMR = 1,0). Dinamika distribusi populasi ini berbeda dengan distribusi populasi ayam Burgo kelamin campuran pada tahun 2009 yang menyebar berkelompok. Burgo, distribusi, dinamika, populasi
BO-17 Pembentukkan komunitas Herpetofauna pada habitat mikro akibat fragmentasi lahan pertambangan di Kalimantan Timur Teguh Muslim1,2,♥, Ulfah Karmila Sari2, Widyawati2, Agung Siswanto2, Warsidi2, Suryanto2 1
Program Studi Magister Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Jl. Ki Hajar Dewantoro Gedung A6, Kampus Gunung Kelua Samarinda, Kalimantan Timur 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Jl. Soekarno-Hatta KM. 38 Samboja, Kalimantan Timur. email:
[email protected]
Komunitas herpetofauna terbentuk karena adanya kesesuaian habitat atau proses adaptasi yang memaksa suatu jenis untuk bertahan hidup. Penelitian ini dilakukan di lahan pertambangan PT. Sing Lurus Pratama, Kalimantan Timur. Pada kawasan pertambangan perubahan habitat herpetofauna telah terjadi, hilangnya habitat asli dan terbentuknya habitat buatan mengakibatkan putusnya koridor sebagai jalur penghubung antar habitat herpetofauna, sehingga hanya habitat mikro yang tersisa. Pada habitat mikro herpetofauna bertahan hidup dengan sumber pakan yang terbatas. Proses bertahan hidup herpetofauna pada habitat mikro tergambar pada fenomena rantai makanan, reptil berperan sebagai predator (top) dan amfibi menjadi mangsa dan predator (middle) bagi serangga. Setidaknya ada 4 jenis herpetofauna yang sering ditemukan pada habita mikro yang berperan dominan dalam pembentukan komunitas rantai makanan. Fragmentasi, habitat mikro, komunitas herpetofauna
BO-18 Keanekaragaman spesies tumbuhan pada pertanaman padi sawah di Sumatera Barat
Enie Tauruslina A1,2,♥, Trizelia3, Yaherwandi3, Hasmiandy Hamid3 1
Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikoltura (BPTPH) Sumatera Barat. Komplek Dinas Pertanian Jl. Raya Padang-Indarung Km.8 Bandar Buat Padang 25231, Sumatera Barat, ♥email:
[email protected] 2 Program Doktoral Universitas Andalas. Kampus Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. 3 Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat
Kelompok yang hidup secara bersama telah menyesuaikan diri dan menghuni suatu tempat alami disebut komunitas. Karakteristik komunitas pada suatu lingkungan adalah keanekaragaman. Keanekaragaman tumbuhan merupakan keanekaragaman spesies tumbuhan yang menempati suatu ekosistem. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman, dominasi spesies tumbuhan dan Summed Dominance Ratio (SDR) di ekosistem sawah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Desember 2015, di Jorong Cacang Tinggi, Nagari Tiku Utara, Kecamatan Tanjung Mutiara, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Pengambilan sampel dilakukan dengan dua metode, (i) metode survei dan pengumpulan data secara langsung; (ii) metode kuadrat, pengamatan plot sampel di lapangan. Tingkat keanekaragaman spesies tumbuhan dianalisis menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wienner (H’). Dominasi spesies tumbuhan dianalisis menggunakan indeks dominasi (C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks Shannon-Wienner berkisar antara 1,00-1,73 yang berarti tingkat keanekaragaman tumbuhan pada lahan penelitian tergolong dalam kategori sedang. Indeks dominasi berkisar antara 0,03-0,47 yang berarti tidak terjadi dominasi individu spesies tumbuhan pada lahan penelitian. SDR tertinggi pada tipe lahan III yaitu Cyperus rotundus (40,87%) dan Borreria laevis (37,43%), selanjutnya tipe lahan I yaitu Cyperus rotundus (34,90%) dan tipe lahan II yaitu Portulaca oleraceae (20,08%). Spesies tumbuhan yang dominan ditemui pada tipe lahan I adalah C. rotundus dan E. indica, tipe lahan II adalah P. oleraceae dan C. rotundus dan tipe lahan III adalah B. laevis dan C. rotundus. Dominasi spesies, ekosistem sawah, keanekaragaman
BO-19 Analisis vegetasi Schima walichii (Theaceae) di kawasan hutan Gunung Papandayan, Jawa Barat Inge Larashati Subro♥ Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected]
Gunung Papandayan merupakan salah satu dataran tinggi di Pulau Jawa yang termasuk kawasan konservasi karena merupakan daerah perlindungan bagi keanekaragaman hayati khas hutan hujan tropis dataran tinggi. Inventarisasi dan koleksi tumbuhan dari Gunung Papandayan, Garut,
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Jawa Barat belum banyak dilakukan terlebih kajian ekologi jenis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap keanekaragaman tumbuhan di kawasan hutan Gunung Papandayan. Penelitian ini menggunakan metoda eksplorasi dengan menjelajahi kawasan hutan. Kemudian pada lokasi yang terpilih dibuat petak penelitian menggunakan Metode Petak Kuadrat. Berdasarkan hasil analisis data diketahui jenis pohon Schima walichii masih mendominasi di kawasan hutan gunung Papandayan. Analisis vegetasi, Gunung Papandayan, Schima walichii
BO-20 Analisis filogenetik mangga (Mangifera) di Sumatera Timur berdasarkan sekuens gen cpDNA trnL-F Intergenic Spacer Sandi Pratiwi Harahap♥, Fitmawati, Nery Sofiyanti Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Kampus Bina Widya Jl. H.R. Subrantas KM 12,5, Pekanbaru 28293, Riau. Tel. +62-761- 65593. email:
[email protected]
Sumatera Timur merupakan daerah yang memiliki kondisi geografis yang unik. Adanya variasi geografi memunculkan dugaan bahwa fenotipe suatu organisme dipengaruhi genotipe dan pengaruh lingkungan, seperti dijumpai pada Anacardiaceae, khususnya genus Mangifera. Adanya plastisitas karakter yang dimiliki oleh genus Mangifera menyulitkan untuk membuat batasan jenis yang jelas berdasarkan karakter morfologi, sehingga dibutuhkan pendekatan molekuler yang mampu memberikan pembeda yang spesifik salah satunya menggunakan lokus gen trnL-F Intergenic Spacer. Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi hubungan kekerabatan Mangifera Sumatera Timur berdasarkan sekuens gen trnL-F Intergenic Spacer. Hasil sekuensing disejajarkan menggunakan Clustal W dan kladogram direkonstruksi dengan PAUP dengan metode Maximum Parsimony (MP) dan Neighbour-Joining (NJ) Kladogram dari MP menghasilkan dua klad dalam ingroup yaitu Klad I terdiri dari M. odorata1, M. odorata2, M. laurina1, M. laurina2, M. indica, M. zeylanica, M. quadrifida dan Mangifera sp. dan klad II hanya terdiri dari M. foetida1 dan M. foetida2. Berdasarkan metode NJ diperoleh M. laurina2 memiliki nilai jarak genetik yang paling tinggi diantara Mangifera lainnya. Variasi sekuen yang tidak terlalu tinggi pada daerah trnL-F Intergenic Spacer menunjukkan bahwa daerah tersebut sangat terkonservasi dan memiliki laju evolusi yang rendah pada genus Mangifera. Filogenetik molekuler, Mangifera, Sumatera Timur, trnL-F Intergenic Spacer
BO-21 Konservasi Begonia (Begoniaceae) dataran rendah asli Indonesia di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat
227
Hartutiningsih-M. Siregar♥, Wisnu H. Ardi Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Indonesia memiliki beragam jenis Begonia spesies atau Begonia alam, yaitu jenis Begonia asli dan yang belum dikawinsilangkan. Habitat aslinya terutama di hutan-hutan di daerah pegunungan di hutan tropik basah pada dataran rendah hingga pegunungan berketinggian 2.400 m dpl. Banyak jenis Begonia alam yang belum dikoleksi, sehingga perlu dieksplorasi dan dikonservasi secara berkelanjutan di Kebun Raya. Konservasi Begonia dataran rendah di Kebun Raya Bogor 250 m dpl., telah dilakukan sejak sepuluh tahun terakhir ini. Penelitian dilakukan dengan menginventarisasi jenis Begonia yang merupakan koleksi. Metode yang digunakan adalah studi data base eksplorasi dan literatur yang meliputi pendataan koleksi hasil eksplorasi, data daerah yang dieksplorasi, habitat, ketinggian tempat, dilanjutkan dengan proses pendataan di registrasi, proses aklimatisasi, perbanyakan dan perawatan koleksi. Dari hasil inventarisasi dilaporkan bahwa Kebun Raya Bogor telah mengkoleksi 134 jenis Begonia yang terdiri atas 93 jenis Begonia alam dan lainnya dikategorikan jenis Begonia eksotik, 11 jenis diantaranya belum teridentifikasi dan diduga berpotensi sebagai jenis baru new species. Terdapat 27 jenis Begonia yang didiskripsi merupakan jenis baru new species yang sudah dipublikasi di jurnal ilmiah internasional, antara lain B. puspitae, B. droopiae, B. sendangensis, B. siregarii, B. aketajawensis, B. holosericeoides, B. galeolepi, B. olivaceae, B. simolapensis, dan lain-lain. Berdasarkan tempat asal koleksi dapat dilaporkan berasal dari Pulau Jawa (6 jenis), Sumatra (43 jenis), Kalimantan (5 jenis), Sulawesi (10 jenis), Maluku (15 jenis), Papua (4 jenis), Bali (4 jenis) dan dari Nusa Tenggara Barat (7 jenis). Jenisjenis Begonia ini mempunyai prospek untuk dikembangkan sebagai tanaman hias langsung ataupun dapat dijadikan induk persilangan untuk merakit varietas unggul Begonia baru. Begonia, Begoniaceae, Kebun Raya Bogor, konservasi
BO-22 Peran budidaya perikanan yang berkelanjutan dan restocking dalam konservasi keanekaragaman hayati Yayat Dhahiyat♥, Zahidah Hasan, Fiddy Semba Prasetiya♥♥ Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Jatinangor Km 21, Jatinangor-Sumedang, Bandung UBR 40600, West Java. Tel. +62-22-87701519. Fax. +62-22-87701518. ♥email:
[email protected], ♥♥
[email protected]
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman hayati (biodiversitas) tinggi baik pada perairan tawar maupun laut di dunia kedua setelah Brazil.
228
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Penelitian terdahulu mengestimasikan bahwa kurang lebih 4000 jenis ikan terdapat di perairan Indonesia.Namun, biodiversitas ikan yang ada di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir hingga saat ini terancam akibat berbagai tekanan lingkungan, seperti perubahan tatagunalahan, eksploitasi sumberdaya yang berlebihan, kerusakan habitat dan kehadiran jenis ikan eksotis ataupun invasif. Keberadaan ekosistem dan keragaman jenis ikan berperan penting dalam keberlanjutan hidup manusia. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan untuk melindungi biodiversitas ikan dan juga habitatnya, salah satunya dengan strategi konservasi biodiversitas pada lingkungan perairan. Makalah ini bertujuan untuk menelaah beberapa upaya strategi konservasi dengan praktik budidaya perikanan yang berkelanjutan dan program restocking ikan dengan studi kasus di beberapa ekosistem perairan di Indonesia. Berbagai aspek dari kedua strategi konservasi tersebut akan dikaji dan didiskusikan secara mendalam. Budidaya, keanekaragaman hayati, restocking
BO-23 Mikrofungi rizosfer dan endofitik filosfer tumbuhan sawo kecik (Manilkara kauki) di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur Nia Rossiana♥, Betty Mayawatie, Hunainah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Sawo kecik (Manilkara kauki Dub.) merupakan tumbuhan langka dari keluarga Sapotaceae biasanya berfungsi sebagai tanaman hias dan pelindung. Diversitasnya cenderung berkurang, salah satu penyebabnya adalah mikrofungi yang bersifat pathogen yang ditemukan pada rizosfer dan endofitik filosfer tanaman sawo kecik. Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi, Jawa Timur dengan metode deskriptif dan eksperimental. Pengambilan sampel dilakukan dari 5 pohon sawo kecik dan pada tiap pohon sampel tanah diambil dari 5 titik rizosfer,endofit filosfer, kemudian sampel tersebut dikompositkan. Metode yang digunakan dalam isolasi mikrofungi dari sampel adalah metode penanaman sampel pada medium PDA dan penghitungan jumlah koloni dilakukan dengan Total Plate Count (TPC). Identifikasi fungi dilakukan non molekuler dengan moist chamber dan buku panduan identifikasi fungi. Mikrofungi yang berhasil diisolasi dari rizosfer terdapat 3 jenis yaitu Aspergillus spp., Mucor spp., Penicillium spp., mikrofungi filosfer yang dominan adalah Aspergillus spp., Penicillium spp., dan Rhizoctonia spp. Endofitik filosfer, mikrofungi, rizosfer
BO-24 Keragaman jenis jamur yang dapat dikonsumsi (edible mushroom) di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang, Jawa Barat Putut Fajar Arko♥, Betty Mayawatie Marzuki, Joko Kusmoro Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Penelitian mengenai potensi jamur makroskopis di hutan Indonesia sebagai bahan pangan masih belum banyak dilakukan. Sampai saat ini, data biodiversitas jamur makroskopis masih sangat terbatas. Di lain pihak, secara cepat terjadi laju penurunan keanekaragaman hayati baik oleh proses alamiah maupun oleh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur yang dapat konsumsi di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Kamojang, perbatasan Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode jelajah dibantu garis transek dan wawancara semi struktural ke penduduk sekitar Taman Wisata Alam Kamojang, Kabupaten Bandung-Garut, Jawa Barat. Hasil penelitian yang didapat lalu di analisis secara deskriptif. Hasil penelitian ini didapatkan 35 jenis jamur makroskopis yang mampu dijadikan bahan konsumsi, yaitu Armillaria sp., Auricularia sp., Cerrena sp.1, Cerrena sp.2, Clavulina sp., Fistulina hepatica, Ganoderma sp.1, Ganoderma sp.2, Inocybe sp., Marasmiellus sp.1, Marasmiellus sp.2, Marasmiellus sp.3, Marasmiellus sp.4, Marasmius sp.1, Marasmius sp.2, Marasmius sp.3, Marasmius sp.4, Microporus xanthopus, Oudemansiella sp., Phellinus sp., Phlebia sp., Pleurotus sp., Pluteus thomsonii, Polyporus meridionalis, Polyporus tenuiculus, Polyporus udus, Postia sp., Schizophyllum commune, Stereum rameale, Stereum gausapatum, Stereum ostrea, Suillus sp., Xylaria longipes, Xylaria sp.1, dan Xylaria sp.2. Dari ke-35 spesies tersebut hanya 10 spesies yang telah dimanfaatkan masyarakat Desa Kamojang sebagai bahan pangan dan obat, yaitu Armillaria sp., Auricularia sp., Fistulina hepatica, Ganoderma sp.1, Ganoderma sp.2, Marasmiellus sp.2, Oudemansiella sp., Polyporus meridionalis, Polyporus tenuiculus, dan Polyporus udus. Edible mushroom, fungi, Kamojang, keragaman
BO-25 Distribution and identification of termites in Urban Area in Pontianak City of West Kalimantan Yuliati Indrayani♥, Yoko Takematsu 1
Faculty of Forestry, Universitas Tanjungpura. Jl. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak 78121, West Kalimantan. Tel.: +62-561-765342, 583865, 732500, Fax.: +62-561-765342, email:
[email protected] 2 Faculty of Agriculture, Yamaguchi University, 1677-1 Yoshida, Yamaguchi, 753-8515 Japan
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
229
Mostly species of termites were categorized as pest insect. Due to termites cause significant economic looses, many researchers pay more attention to this pest insect. In urban area, termite attack either wooden materials houses or building. This study aimed to mapping the distribution of termites in Pontianak City, West Kalimantan and to identify of termites species richness distributed in Pontianak city. Amount of 44 infested buildings spread in six districts, West, East, South, North, Southeast Pontianak, and Pontianak City) were chosen randomly as samples. Ten termite species were identified during the survey, namely Coptotermes curvignathus, Coptotermes kalshoveni, Cryptotermes sp., Cryptotermes sp. 1, Cryptotermes domesticus, Cryptotermes cynocephalus, Nasutitermes havilandi, Schedorhinotermes medioobscurus, Microcerotermes havilandi, and Globitermes globosus. N. havilandi was the most widely spread termite species in all districts. The second most widely spread termites species was C. coptotermes which found in West Pontianak, South Pontianak and Pontianak City. C. domesticus was spread out in North Pontianak and small amount in Pontianak City.
pewarna lipid intraseluler Nile Red, kemudian diamati pendaran warnanya di bawah mikroskop fluoresense. Parameter lingkungan perairan yang diukur antara lain kecerahan air, suhu, salinitas, pH, DO, kadar ammonium, nitrt, nitrat dan fosfat. Genus mikroalga yang berhasil diisolasi dalam penelitian ini adalah Oscillatoria, Nitzschia, Merismopedia, Navicula, Chlorella, dan Melosira. Hasil analisis lipid secara kualititatif dengan pewarnaan nile red menunjukkan bahwa genus Chlorella dan Nitzschia memiliki akumulasi lipid intraseluler yang tinggi, sehingga dapat disimpulkan genus Chlorella dan Nitzschia isolat dari estuaria Sungai Porong berpotensi sebagai bahan baku biodiesel dengan kandungan lipid kualitatif yang tinggi.
Pontianak City, termite species mapping, termite species richness, urban area
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Jl. Raya Tugu Adipura, Kelurahan Kima Atas, Kecamatan Mapanget, Kotak Pos 1390 Manado 95259, Sulawesi Utara. Tel:: +62-431-3666683, Fax.: +62-431-3666683, ♥email:
[email protected]
BO-26 Isolasi, karakterisasi dan seleksi mikroalga yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel dari perairan estuari Sungai Porong, Jawa Timur Dini Ermavitalini♥, Yudi Apriyatmoko Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111, Jawa Timur. Tel./Fax.: +62- 31-5963857, ♥email:
[email protected]
Mikroalga merupakan organisme air mikroskopik yang bersifat fotoautropik uniseluler atau multiseluler. Mikroalga mempunyai kelimpahan yang tinggi di perairan karena memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat. Kandungan lipid yang tinggi dalam biomassa mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Estuaria Sungai Porong, Jawa Timur merupakan perairan yang pernah menjadi lokasi pembuangan limbah industri, kondisi tersebut akan mempengaruhi metabolisme mikroalga terutama dalam proses biosintesis lipid. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan karakterisasi mikroalga di perairan estuaria Sungai Porong yang berpotensi sebagai bahan baku biodiesel melalui seleksi terhadap kandungan lipid secara kualitatif. Sampling dilakukan di tiga stasiun yaitu sungai, muara dan laut. Isolasi dilakukan dalam medium agar padat ditambah media air estuari Sungai Porong steril dengan metode pengenceran dan streak plate. Karakterisasi menggunakan mikroskop cahaya dengan bantuan buku identifikasi Bellinger and David (2010), Vuuren (2006) dan Carmelo (1997). Penentuan lipid secara kualitatif dilakukan dengan cara mewarnai sel mikroalga yang berhasil diisolasi dengan
Biodiesel, Chlorella, lipid kualitatif, nile red, Nitzschia
BO-27 Keanekaragaman jenis kelelawar di Sulawesi Utara Diah Irawati Dwi Arini♥
Kelelawar berperan sangat penting bagi kelangsungan ekologi dan kehidupan manusia, di antaranya sebagai penyebar biji dan penyerbuk bunga serta dimanfaatkan sebagai sumber protein dan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman jenis kelelawar di Sulawesi Utara, khususnya di dalam kawasan konservasi. Penelitian dilaksanakan di dua kawasan konservasi di Sulawesi Utara yaitu di CA. Gunung Ambang (820-1330 m dpl.) dan TN. Bogani Nani Wartabone (44-884 m dpl.). Metode yang digunakan adalah dengan menangkap kelelawar menggunakan jaring kabut (mistnet) yang dipasang pada berbagai lokasi penelitian. Identifikasi kelelawar dilakukan dengan metode preparasi skull yang dilakukan di Laboratorium Zoologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Penelitian menunjukkan sebanyak 26 individu kelelawar tertangkap di dua lokasi penelitian yang termasuk ke dalam tujuh spesies kelelawar, serta dikelompokkan menjadi dua famili yaitu Pteropodidae dan Vespertilionidae. Berdasarkan jumlah individu spesies Rousettus celebensis (K. Andersen, 1907) mendominasi sebanyak 16 individu diikuti spesies Cynopterus luzoniensis (Peters, 1861) dan Pteropus alecto (Temminck, 1837) sebanyak tiga individu. Selebihnya spesies Macroglossus minimus (Geoffroy, 1810), Acerodon celebensis (Peters, 1967), Nyctimene cephalotes (Pallas 1767), dan spesies dari famili Vespertilionidae hanya dijumpai satu individu. Berdasarkan tipe makananannya dapat digolongkan sebagai frugivorus (pemakan buah) dan nectarivorus (pemakan nectar). Berdasarkan distribusinya hanya diketahui dua spesies merupakan endemik Sulawesi yaitu R. celebensis dan A. celebensis. Berdasarkan tingkat kerentanannya menurut IUCN ke tujuh spesies kelelawar yang dijumpai masuk ke dalam kategori resiko rendah (Least
230
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Concern/LC). Informasi keragaman jenis kelelawar terutama di bioregion Wallacea masih sangat kurang, sehingga penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi keragaman jenis di wilayah ini sangat diperlukan. Bogani Nani Wartabone, Gunung Ambang, jenis, kelelawar, keragaman
BO-82 Persepsi masyarakat sekitar kawasan lahan konflik gajah-manusia terhadap konservasi gajah dan habitatbta di Kabupaten Aceh Besar, Aceh Abdullah♥, Putri Hilmayanti, M. Ali S. Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh 23111, Aceh. ♥email:
[email protected]
Sumatran Elephant (Elephas maximus sumatranus) is one of Indonesia biodiversity, this animal clasified in endangered species and near extinction. Habitat loss, degradation, habitat fragmentation and exploitation of resources due to human activities lead to the unavailability of habitat for this wildlife. Fragmentation of wildlife habitat frequently cause loss of natural habitat. The purpose of this research is (i) to describe the Sumatran Elephant habitat disturbance, (ii) determine the extent of damage caused by the Sumatran Elephant and (iii) determine the public perception around the area of human-elephant conflict on the conservation of elephants and their habitats in Aceh Besar District, Aceh Province. Type of this research was descriptive research with quantitative approach and use the subject of proportional sampling. The study was conducted in Lembah Seulawah, Aceh Besar District in 2016. The data was collected by questionnaire and deep interview. Analysis of the Sumatran Elephant habitat disturbance observed in fied by using a percentage. Analysis of the level of damage to the quality scale, and analysis of public perceptions with Chi-square. The results of the study are (i) Disturbance plantation community in Lembah Seulawah between 0.5%-2%, (ii) Damage to habitat in Gampong Panca and Gampong Teuladan medium category, while Gampong Lamkubu is in lightweight category and (iii) the perception of local community for conservation of elephant and habitat was good (X2count> X2table = 35.54> 16.9). Conclusion: (i) Disruption of habitats highest in the plantation and the lowest in the settlement, (ii) The extent of damage was classified in the category of medium and light and (iii) the perception of local community of human-elephant conflict to conservation in Lembah Seulawah, Aceh Besar district was good and support to conservation of Sumatran Elephants. Human-elephant conflict, perception of conservation, Sumatran elephants
BO-29 Variasi morfometrik protozoa Trichodina sp. dan intensitas pada benih gurame milik petani ikan Bantul, Yogyakarta Rokhmani♥, Edy Riwidiharso, Endang Ariyani S., Darsono, Daniel J.W. Laboratorium Entomologi-Parasitologi, Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Jl. Dr. Soeparno No.63 Karangwangkal, Grendeng, Purwokerto 53122, Banyumas, Jawa Tengah. Tel. +62-281-638794, Faks. +62-281-631700, ♥email:
[email protected]
Sentra benih ikan gurami terlihat pada produksinya setiap tahun makin meningkat. Aktivitas budidaya dapat diupayakan dengan upaya manipulasi dan modifikasi pada lingkungan, bio-reproduksi, kepadatan, manajemen pakan dan manajemen kesehatannya. Munculnya kejadian penyakit merupakan resiko biologis yang harus diantisipasi. Mortalitas yang tinggi pada pembenihan gurame disebabkan salah satunya oleh parasit, yaitu Protozoa Trichodina sp. Telah dilakukan penelitian dengan metode survey yang bertujuan untuk mengetahui variasi morfometrik protozoa Trichodina sp. dan intensitasnya pada benih gurame milik petani ikan di Bantul, Yogyakarta. Hasil penelitian berdasarkan ukuran variasi morfometrik tubuh Protozoa Trichodina sp. yang didapat pada sampel benih gurame milik petani ikan di Bantul diduga adalah Trichodina nobilis,Trichodina acuta, dan Trichodina heterodentata. Prevalensi dan intensitas Trichodina adalah 100% dan 25,5. Gurame, intensitas, morfometrik, prevalensi, Trichodina
BO-30 Keragaman jenis pohon lokal di zona sub montana Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, Jawa Barat Susana P. Dewi♥, Tati Suryati Syamsudin, Endah Sulistyawati Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, Jawa Barat. Tel.: +62 22 251 1575, 250 0258, Fax: +62 22 253 4107. ♥email:
[email protected]
Restorasi hutan sangat bergantung pada potensi regenerasi yang meliputi suplai benih dan permudaan jenis pohon lokal untuk menghasilkan keragaman jenis yang optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman jenis pohon lokal di Taman Buru Gunung Masigit Kareumbi, perbatasan Bandung, Sumedang dan Garut, Jawa Barat sebagai sumber benih. Sampling vegetasi dilakukan pada empat strata ketinggian (1000, 1100, 1200 dan 1300 m dpl.), masing-masing terdiri dari lima plot bertingkat yang ditetapkan secara purposive. Penentuan tingkat permudaan jenis pohon lokal mengikuti tiga kelas diameter, dimana jumlah jenis pada kelas diameter ≥ 10 cm cenderung menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat, namun pada kelas diameter ≤ 5 cm dan
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
kelas 5 cm < diameter < 10 cm, jumlah jenis memiliki pola tidak teratur. Dominansi jenis pohon lokal umumnya berbeda pada setiap ketinggian dalam kelas diameter yang sama. Pada ketinggian 1000 m dpl., 1100 m dpl., 1200 m dpl. dan 1300 m dpl., jenis yang dominan berdasarkan Indeks Nilai Penting dalam kelas diameter ≤ 5 cm adalah Itea macrophylla (21,4%), Mischocarpus sundaicus (33,4%), Schima wallichii (22.02%) dan Castanopsis acuminatissima (41,8%). Pada kelas 5 cm < diameter < 10 cm, berturut turut didominasi oleh Itea macrophylla (29,04%), Elattostachys verrucosa (40,97%), Itea macrophylla (65,0%) dan “sauheun” (33,39%). Dominansi jenis Maesopsis eminii pada kelas diameter ≥ 10 cm dijumpai pada ketinggian 1000, 1100 dan 1200 m dpl., namun pada ketinggian 1300 m dpl. didominasi oleh Castanopsis acuminatissima (62,34%). Pola penyebaran jenis berdasarkan analisis indeks Morisita pada tingkat pohon di semua ketinggian umumnya mengelompok dan memiliki indeks kesamaan jenis antara 54,3% (antara kelompok ketinggian 1000-1100 m dpl.) sampai dengan 28,7%. Analisis vegetasi, indeks kesamaan, keragaman jenis, pola penyebaran jenis, pohon lokal
BO-31 KOFFCO Sistem: Inovasi teknologi dalam upaya pelestarian, produksi dan penyimpanan bibit dipterokarpa Atok Subiakto1,♥, Henti Hendalastuti Rachmat2 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan, Jln. Raya Bangkinang-Kuok Km 9, Kotak Pos 04/BKN Bangkinang Riau 28401
Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerjasama dengan Divisi Riset Komatsu. Ltd telah mendesain dan mengembangan teknik perbanyakan massal yang dikenal dengan teknik KOFFCO (Komatsu-FORDA Fog Cooling System). Teknik ini mengontrol faktor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan intensitas cahaya) agar tetap berada dalam kisaran optimum yang mendukung keberhasilan persentase berakar stek yang tinggi. Penelitian ini dilakukan untuk menguji dua sasaran, yang pertama adalah seberapa prospektif teknik KOFFCO untuk diterapkan guna mendukung upayaupaya pelestarian, produksi, dan penyimpanan bibit dipterokarpa. Sasaran kedua adalah untuk menguji pengaruh penggunaan tipe kontainer yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit pasca fase persemaian. Untuk mencapai sasaran pertama maka dilakukan uji stek massal menggunakan teknik KOFFCO untuk jenis-jenis dipterokarpa yang melibatkan 21 jenis dari 6 genus (total material stek > 30.000). Hasilnya menunjukkan bahwa KOFFCO mampu memproduksi stek masal dengan tingkat
231
keberhasilan berakar yang secara umum tinggi dengan kondisi berakar stek tertinggi adalah 97,2% untuk jenis Hopea odorata. Untuk mencapai sasaran kedua, dilakukan uji penyimpanan bibit menggunakan 3 tipe kontainer yaitu tipe kontainer kotak 15 kontainer/tray, tipe kontainer bulat 15 kontainer/tray, dan tipe kontainer kotak kecil 45 kontainer/tray. Masing-masing tipe container diuji dengan 6 jenis dipterokarpa. Hasil menunjukkan bahwa kedua tipe kontainer berukuran medium kotak dan bulat masingmasing memberikan pertambahan tinggi tanaman 19.92 cm dan 21.58 cm dalam setahun, sedangkan kontainer kecil memberikan pertambahan tinggi 13.94 cm dalam setahun. Kedua tipe kontainer berukuran medium cocok digunakan untuk penyimpanan bibit dalam jangka waktu pendek atau tidak terlalu lama, sedangkan tipe kontainer kecil cocok untuk menyimpan bibit dalam jangka waktu lebih lama (bibit sebagai sebagai koleksi hidup). Dipterokarpa, KOFFCO, perbanyakan massal, stek
BO-32 Pengembangan agroforestri untuk mendukung ketahanan pangan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan Sumarhani♥, Diana Prameswari♥♥ Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]; ♥♥
[email protected]
Agroforestri dikembangkan untuk mendukung memberi manfaat atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan khususnya dan masyarakat tani pada umumnya. Agroforestri diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil pertanian melalui penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan. Tingginya laju pertumbuhan penduduk mengindikasikan meningkatnya pangan yang harus tersedia. Pencapaian sasaran produksi pangan dapat dilakukan melalui pola intensifikasi yaitu pengembangan teknologi budidaya tanaman dan ekstensifikasi yaitu perluasan areal pangan di lahan hutan atau disebut sistem agroforestri. Agroforestri adalah penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman hutan dengan tanaman pertanian pada lahan yang sama ditanam secara bersamasama. Masyarakat sekitar KPH Dolago Tanggunung telah mengembangkan agroforestri tanaman hortikultur (sayuran) dengan tanaman hutan penghasil kayu/bukan kayu (HHBK). Penelitian bertujuan mengkaji system agroforestri di sekitar KPHP Dolago Tanggunung, produksi pangan dan pendapatan masyarakat serta mengkaji pemberdayaan masyarakat. Penelitian dilakukan pada bulan September 2015, di Desa Nopa Bomba, Kecamatan Tanantovea, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapang, wawancara dan studi literatur.Wawancara semi terstruktur dengan jumlah responden sebanyak 55 kepala keluarga yang ditentukan
232
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
secara purposive random sampling terhadap petani yang mengembangkan agroforestri. Data dianalisis secata deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan agroforestri yang dikembangkan masyarakat adalah kombinasi tanaman sayuran kobis, wortel, caisim, cabe, kacang-kacangan dan tomat (43,6%); pohon penghasil buah yaitu kemiri, kopi, apukat, cengkeh (40%) dan pohon hutan, yaitu kayu hitam, cempaka dan rotan (16,4%). Pendapatan masyarakat dari hasil usahatani dan luar usahatani < Rp 5 juta (23,55%), Rp 5-10 juta (58,25%) dan > Rp 10 juta (18,2%). Pemberdayaan dalam peningkatan kesadaran, kemampuan masyarakat mengelola kawasan, dan pembinaan teknik budidaya telah dilakukan oleh pihak terkait (stakeholder) cukup baik (63,6%). Manfaat agroforestri bagi masyarakat merupakan salah satu sistem pengelolaan lahan yang effektif dapat meningkatkan pendapatan, produksi pangan dan kelestarian lingkungan. Agroforestri, pendapatan, produksi pangan
BO-33 Aspek reproduksi ikan kurisi (Nempiterus furcosus) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat, Bangka Eva Utami♥ Jurusan Biologi, Fakultas Pertanian, Perikanan, dan Biologi, Universitas Bangka Belitung. Kampus Terpadu Universitas Bangka Belitung, Desa BalunIjuk, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka 33172, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tel.: +62-717- 422145, 422965, Fax.: +62717-421303, ♥email:
[email protected]
Ikan kurisi (Nemipterus furcosus) yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sungailiat memiliki nilai ekonomis penting di Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Informasi tentang aspek reproduksi diperlukan untuk pengelolaan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan mengetahui aspek reproduksi ikan kurisi: rasio kelamin (sex ratio), Tingkat Kematangan Gonad (TKG), fekunditas dan umur. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari Desember 2015. Metode pengambilan sampel menggunakan random sampling. Hasil menunjukkan bahwa rasio kelamin ikan jantan dan betina adalah 1:1,5. Perkembangan gonad ikan betina lebih cepat dibandingkan dengan jantan. Puncak tingkat kematangan gonad Ikan kurisi pada bulan Juli dan Agustus. Identifikasi umur menggunakan otolith. Umur ikan betina dan jantan yang ditemukan antara 1-3 tahun. Pertambahan panjang tubuh seiring dengan pertambahan lingkaran pada otolith. Pembatasan ukuran tangkap perlu dilakukan untuk memberikan kesempatan ikan untuk bereproduksi minimal satu kali dalam hidupnya. Nemipterus furcosus, reproduksi Ikan, Tingkat Kematangan Gonad
BO-34 Pengaruh variasi media sapih pada pertumbuhan bibit cabutan Alnus (Alnus nepalensis) Rina Bogidarmanti♥, Darwo Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]
Alnus (Alnus nepalensis DON) yang juga dikenal dengan nama Alder merupakan salah satu jenis tanaman introduksi dari India dan telah dikembangkan di Indonesia terutama di daerah Jawa Barat. Kegunaan kayu Alnus antara lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kotak teh, penyangga/tiang jembatan, korek api dan kertas. Perbanyakan jenis ini umumnya dilakukan secara generatif menggunakan biji, namun untuk menunjang kesinambungan pengadaan bibit untuk kegiatan rehabilitasi lahan dapat juga digunakan bibit cabutan anakan alamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis media sapih yang sesuai untuk pertumbuhan bibit cabutan Alnus. Jenis media sapih yang digunakan tiga macam yaitu tanah murni, kompos murni dan campuran antara tanah dan kompos [1:1(v/v)]. Rancangan penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan jumlah masing-masing unit percobaan 50 bibit dan ulangan tiga kali. Parameter yang diamati adalah persen tumbuh, tinggi, diameter, biomasa dan indeks mutu bibit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan beberapa jenis media sapih berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan tinggi, diameter, biomas serta indeks mutu bibit Alnus namun tidak berpengaruh nyata terhadap persen tumbuh bibit.dengan. Penggunaan media sapih campuran tanah dan kompos [1:1 (v/v)] menghasilkan bibit Alnus yang memiliki nilai indeks mutu bibit terbaik (1,50). Ketersediaan hara makro pada media campuran tanah dan kompos relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kedua jenis media sapih lainnya. Alnus, bibit cabutan, media sapih
BO-35 Prospek budidaya bintagur (Callophyllum soulatri) untuk dikembangkan di lahan gambut Darwo, Rina Bogidarmanti♥ Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]
Lahan gambut memiliki keterbatasan jenis untuk dikembangkan sebagai hutan tanaman industri. Bintangur (Callophyllum soulatri Burm. F.) merupakan salah satu jenis asli di hutan gambut. Saat ini bintangur belum dikembangkan secara luas sebagai hutan tanaman industri.
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Secara ekonomi, bintangur mempunyai nilai manfaat yang tinggi yaitu kayunya dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan buahnya dapat digunakan sebagai bahan biofuel. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi sejauhmana kemampuan tumbuh dan karateristik tanaman di lahan gambut. Uji coba penanaman dilakukan dengan jarak tanam 3 x 3 m di Kabupaten Siak, Propinsi Riau. Pengamatan dilakukan pada umur 4 tahun setelah tanam dengan parameter yang diukur adalah diameter setinggi dada, tinggi total dan daya hidup tanaman. Analisis data dilakukan untuk mengatahui rata-rata dan standar deviasi. Hasilnya menunjukkan bahwa bintangur mudah diperbanyak secara generatif yaitu cabutan alam dan biji. Pada umur 4 tahun diperoleh rata-rata diameter setinggi dada (3,82 ± 0,90) cm dan tinggi total (3,39 ± 0,72) m dengan riap diameter 0,95 cm/tahun dan riap tinggi 0,85 m/tahun. Bintangur mampu tumbuh baik di lahan gambut terbuka dengan persen hidup (75 ± 15,2)% dan umur 3 tahun sudah berbuah. Dengan demikian, tanaman bintangur potensial dikembangkan sebagai hutan tanaman penghasil kayu pulp dan energi. Callophyllum soulatri, energi, lahan gambut, riap, kayu pulp
BO-36 Perbandingan keanekaragaman jenis kupu-kupu antara tipe tutupan lahan hutan dengan kebun sawit di perkebunan sawit PT Mitra Unggul Pusaka, Riau Yanto Santosa♥, Intan Purnamasari, Isniatul Wahyuni Divisi Ekologi dan Manajemen Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Jawa Barat . Tel.: +62-2518621947, ♥email:
[email protected]
Perubahan areal berhutan menjadi kebun kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) yang bersifat monokultur diduga telah menyebabkan penurunan keanekaragaman jenis kupukupu. Sehubungan dengan itu telah dilakukan serangkaian penelitian di Perkebunan Sawit PT. Mitra Unggul Pusaka, Riau dan areal berhutan di sekitarnya pada bulan MaretApril 2016. Pengumpulan data dilakukan pada tutupan lahan hutan (HS dan NKT) dan sawit (SM dan ST) secara simultan dengan pengulangan sebanyak 3 kali menggunakan metode time search selama 3 jam (08.0011.00). Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah jenis yang ditemukan pada seluruh tutupan lahan yang diamati sebanyak 30 jenis (117 individu) yang termasuk kedalam 5 famili yaitu Papilionidae (3 jenis), Nymphalidae (17 jenis), Pieridae (5 jenis), Lycaenidae (4 jenis), dan Hesperidae (1 jenis). Tipe tutupan lahan HS memiliki jumlah jenis dan nilai indeks kekayaan tertinggi (S=20; Dmg=5.98), sedangkan tutupan lahan sawit berupa SM memiliki jumlah jenis dan nilai indeks kekayaan terendah (S=7; Dmg=1,76). Tingkat kemerataan jenis kupu-kupu pada areal berhutan (NKT=0,98; HS=0,95) juga lebih tinggi dibandingkan dengan tutupan lahan sawit (SM=0,87; ST=0,76). Dilihat dari tingkat kesamaan jenisnya, tutupan lahan SM dan ST
233
(IS=0,67) memiliki tingkat kesamaan jenis tertinggi, sedangkan terendah dijumpai pada HS dan SM (IS=0,00) serta HS dan NKT (IS=0,00). Dengan demikian, keanekaragaman jenis kupu-kupu pada areal dengan tutupan lahan hutan lebih tinggi dibandingkan dengan areal tutupan lahan sawit. Hutan, keanekaragaman, kupu-kupu, perkebunan sawit
BO-37 Peran areal berhutan di sekitar perkebunan kelapa sawit dalam pelestarian keanekaragaman primata Yanto Santosa♥, Anxious Yoga Perdana Divisi Ekologi dan Manajemen Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Jawa Barat . Tel.: +62-2518621947, ♥email:
[email protected]
Salah satu upaya pelestarian keanekaragaman hayati di perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Indonesia adalah pengalokasian kawasan NKT (Nilai Konservasi Tinggi) sebagaimana digariskan oleh RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesia Sustaiable Palm Oil). Sejauh mana kawasan NKT tersebut berperan dalam pelestarian keanekaragaman primata masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu, penelitian keanekaragaman primata di berbagai kondisi kawasan NKT perkebunan kelapa sawit termasuk areal berhutan di sekitar perkebunan kelapa sawit ini dilakukan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode line transek (panjang 1 km dan lebar 100 m). Pengamatan berlangsung pada pagi (06.00-08.00 WIB) dan sore (15.00-17.00 WIB) dengan 3 kali ulangan pada setiap tutupan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 3 dari 4 lokasi pengamatan memperlihatkan tutupan lahan areal berhutan memiliki keanekaragaman primata lebih tinggi (4 jenis) dibandingkan sempadan sungai (0 jenis) ataupun perkebunan kelapa sawit (1 jenis). Monyet beruk merupakan jenis primata yang dijumpai diseluruh lokasi pengamatan. Tingginya keanekaragaman di areal berhutan ini berhubungan dengan variasi serta struktur vegetasi. Fakta membuktikan bahwa areal berhutan lebih disukai satwa primata dibandingkan sempadan sungai dan perkebunan kelapa sawit. Areal berhutan, kawasan Nilai Konservasi Tinggi, keanekaragaman primata, perkebunan kelapa sawit
BO-38 Keanekaragaman kupu-kupu di berbagai tipe tutupan lahan perkebunan kelapa sawit PTPN V Tamora, Kampar, Riau Yanto Santosa♥, Yohanna, Isniatul Wahyuni
234
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Divisi Ekologi dan Manajemen Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Jawa Barat . Tel.: +62-2518621947, ♥email:
[email protected]
Produksi minyak kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Indonesia meningkat menjadi 32 juta ton dan total ekspor sebesar 27 juta ton. Peningkatan jumlah produksi tersebut seiring dengan peningkatan jumlah areal perkebunan. Perubahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit menyebabkan perubahan ekosistem karena sistem penanaman bersifat monokultur. Hal ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat dunia terhadap kelestarian keanekaragaman hayati, termasuk kupu-kupu. Kupu-kupu secara ekologis memberi andil dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem dan berperan dalam membantu proses penyerbukan tanaman berbunga. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu di berbagai tutupan lahan. Penelitian dilakukan di PTPN V Tamora, Riau pada 6 tutupan lahan (kebun sawit tertua berumur 25 tahun, kebun sawit termuda berumur 2 tahun, dan areal NKT (Nilai Konservasi Tinggi) yang ada di dalam perkebunan serta kebun sawit rakyat (KSR) dan hutan sekunder yang ada di sekitarnya. NKT mewakili hutan alam dan hutan sekunder mewakili tutupan lahan sebelum perkebunan masuk. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2016. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode time search selama 3 jam (08.0011.00 WIB) dan dianalisis menggunakan indeks kekayaan Margalef, indeks kemerataan (evenness), dan indeks kesamaan komunitas Sorensen. Berdasarkan hasil pengamatan, total jenis kupu-kupu di keenam tutupan lahan adalah 39 jenis dari 182 individu yang termasuk ke dalam 4 famili yaitu Papilionidae (4 jenis), Nymphalidae (26 jenis), Pieridae (5 jenis), Lycanidae (4 jenis). Famili Nymphalidae memiliki jumlah jenis terbanyak sedangkan jenis yang terbanyak ditemukan adalah Leptosia nina. Jumlah jenis dan individu terbanyak dijumpai pada kebun sawit tertua (S= 19), sedangkan jumlah jenis paling sedikit dijumpai pada kebun sawit termuda (S= 8). Kekayaan jenis kupukupu tertinggi terdapat di KSR2 (Dmg=4.61) sedangkan yang terendah terdapat di kebun sawit muda (Dmg=2.65). Indeks kesamaan tertinggi terdapat diantara kedua kebun sawit swadaya. Berdasarkan status konservasi, seluruh kupu-kupu yang dijumpai tidak ada yang berstatus dilindungi. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan tutupan lahan menjadi monokultur tidak mempengaruhi keanekaragaman jenis kupu-kupu. Keanekaragaman, kebun sawit rakyat, kupu-kupu, perkebunan kelapa sawit, PTPN V Tamora
BO-39 Lipid accumulating yeast associated with insect in Papalia, Sulawesi, Indonesia Atit Kanti♥ Indonesian Culture Collection (InaCC), Research Center for Biology, Indonesian Institute of Sciences. Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong,
Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥ email:
[email protected],
[email protected]
Insect associated yeast play role in the insect life cycle, but their ability to accumulate lipid has not been verified. The objective of this study was to isolate and identify yeast associated insect and verify their ability to accumulate lipid. The samples were collected from insect tunnel, larva and cerambicide. Their lipid accumulating properties were evaluated on N-limited media. Species identification was performed through molecular analyses of LSU D1/D2 region. A total of 18 strains belonged to 7 genera and 11 species were isolated from insect tunnel in Papalia Protected Forest in South East Sulawesi. The species isolated at relatively high frequencies were: Candida kashinagacola and Candida nonsoborphila (4 strains), while Cryptococcus laurentii (2 strains) were isolated in low numbers. In addition, Candida dendrica, Candida saintjacobensis, Candida sinolaborantium, Ogataea philodendra, Pichia membranifaciens, Sugiyamaella smithiae, Wickerhamomyces alni and Yamadazyma mexicana were the species collected only one. Candida kanchanaburiensis and Candida silvatica accumulate lipid 42.6 and 39.2% of their cell dry weight, respectively. The fatty acids compositions were mainly oleic acid C (18:1), palmitic acids (C 16:0), palmitoliec acids C (16:1).The ability of yeast isolated from insect to accumulate lipid implying that oleaginous insect are good sources for biofuel research. Candida kanchanaburiensis, Candida silvatica, Cerambycid larva, insect tunnel, oleaginous yeast
BO-40 Variasi keanekaragaman kupu-kupu pada berbagai tipe tutupan lahan di kawasan perkebunan di Kampar, Riau Isniatul Wahyuni♥, Yanto Santosa Divisi Ekologi dan Manajemen Satwaliar, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Jawa Barat . Tel.: +62-2518621947, ♥email:
[email protected]
Selama 7 tahun terakhir luas areal perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia meningkat antara 3.27%-11.33% per tahun. Ekspansi areal perkebunan kelapa sawit tersebut dikhawatirkan dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati salah satunya kupukupu. Kupu-kupu adalah satwa polinator dan menjadi bioindikator lingkungan. Penelitian mengenai kupu-kupu di perkebunan kelapa sawit belum banyak dilakukan. Berkenaan dengan itu, penelitian ini telah dilakukan untuk membandingkan keanekaragaman jenis kupu-kupu di berbagai tutupan lahan baik di dalam maupun di sekitar areal perkebunan kelapa sawit. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2016 di 6 tipe tutupan lahan perkebunan sawit besar (PSB) PT. Surya Agroleka Reksa yaitu: kebun sawit tertua berumur 14 tahun, kebun sawit muda berumur
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
13 tahun, NKT (Nilai Konservasi Tinggi) yang ada di dalam kawasan serta 2 kebun sawit rakyat (KSR) dan hutan sekunder yang ada di sekitar PSB. Pengumpulan data menggunakan metode time search selama 3 jam (08.0011.00). Data kekayaan jenis dianalisis menggunakan indeks kekayaan Margalef dan untuk kesamaan jenis menggunakan indeks kesamaan Sorensen. Hasil menunjukkan bahwa secara keseluruhan terdapat 39 spesies dari 299 individu yang termasuk ke dalam 5 famili yaitu Papilionidae (4 jenis), Nymphalidae (26 jenis), Pieridae (7 jenis), Lycanidae (1 jenis) and Hesperidae (1 jenis). Tutupan lahan dengan jumlah individu terbanyak terdapat di areal NKT sedangkan jumlah jenis tertinggi terdapat di tipe tutupan lahan KSR1, KSR2 dan NKT (18 jenis). Nilai kekayaan kupu-kupu tertinggi terdapat di KSR2 (Dmg=4.52) sedangkan yang terendah terdapat di kebun sawit tertua (Dmg=2.66). Nilai kemerataan tertinggi terdapat di hutan sekunder dan NKT (E=0.91) sedangkan nilai kemerataan terendah terdapat di KSR (E=0.78) karena terdapat jenis yang mendominasi yaitu Ypthima horsfieldii. Indeks kesamaan tertinggi adalah antara kebun sawit termuda dan KSR1 (IS=0.69). Data-data tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis kupu-kupu bervariasi menurut tutupan lahan dan kekayaan jenis tertinggi terdapat pada kebun sawit rakyat. Keanekaragaman, kebun sawit rakyat, kupu-kupu, perkebunan kelapa sawit
BO-41 Penggunaan mikoriza dan Rhizobium dalam pertumbuhan bibit saga (Adenanthera pavonina) umur 3 bulan Rina Kurniaty♥ Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105, Bogor 16100, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-2518327768. ♥email:
[email protected]
Tanaman saga pohon (Adenanthera pavonina) memiliki manfaat yang serbaguna karena hampir semua bagian tanaman dapat digunakan, sehingga bernilai ekonomis tinggi. Kayu saga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan serta mebel. Biji saga memiliki potensi yang cukup menjanjikan sebagai sumber energi terbarukan diantaranya karena daging biji nya mengandung 14-28% minyak lemak yang tergolong non pangan. Selain itu minyak yang berasal dari biji saga tersebut juga sangat baik untuk mengobati penyakit dalam, kudis, luka-luka, pembuatan lilin, industri batik, dan bahan membuat sabun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan mikoriza dan Rhizobium dalam pertumbuhan bibit saga umur 3 bulan. Rhizobium diinokulasikan dengan cara menyuntikkan Rhizobium sp. cair sebanyak 1 mL pada akar dan sekitar lubang tanaman. Pemberian mikoriza dilakukan dengan cara cemplongan yaitu dengan memasukkan 2 g mikoriza (Glomus sp) kedalam lubang tanaman bersamaan dengan inokulan Rhizobium. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
235
Faktorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah Rhizobium (A) terdiri dari 2 taraf, yaitu:A1 = Kontrol (tanpa Rhizobium) dan A2 = Rhizobium sp. Faktor kedua adalah mikoriza (B) terdiri dari dua taraf yaitu: B1 = Kontrol (tanpa mikoriza) dan B2 = Glomus sp. (2 g per polybag). Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan A2B2 (Rhizobium + mikoriza) memberikan nilai kolonisasi akar tertinggi yaitu 68,88% dengan persen hidup 99,26%, tinggi 10,08 cm, diameter 1,67, biomassa 0,56, NPA 2,01 dan IMB 0,06. Bibit, mikoriza, Rhizobium, saga pohon
BO-42 Nematoda parasit gastrointestinal pada kura-kura darat Indonesia (Manourya emys Schlegel & Müller, 1840 dan Indotestudo forstenii Schlegel & Müller, 1845) Herjuno Ari Nugroho♥, Endang Purwaningsih, Ni Luh Putu Rischa Phadmacanty Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Gedung Widyasatwaloka, Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21876156. Fax. +62-21-8765068. ♥email:
[email protected]
Hewan peliharaan eksotik seperti kura-kura baning coklat (Manouria emys) dan baning sulawesi (Indotestudo forstenii) tidak lepas dari ancaman penyakit infeksi nematoda parasit gastrointestinal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nematoda beserta sifat patogenitas parasit yang ditemukan pada pemeriksaan dua bangkai kura-kura. Bangkai kura-kura dinekropsi dan perubahan patologis yang ditemukan didokumentasikan. Nematoda dikoleksi dan dipreservasi dalam larutan alkohol 70%. Nematoda diperiksa dengan mikroskop cahaya dan mikroskpo elektron. Organ yang diduga mengalami perubahan patologis (sekum) dilanjutkan proses pembuatan preparat histopatologi dan mikroskop elektron. Berdasar pemeriksaan parasit, ditemukan nematoda Cissophyllus sp. sebanyak 318 individu dan Tonaudia sp. sebanyak enam individu pada sekum M. emys. Pada I. forstenii, empat individu Spironoura sp. dikoleksi dari organ intestinum. Berdasarkan pemeriksaan histopatologi dan mikroskop elektron pada organ sekum M. emys ditemukan adanya potongan cacing dan peradangan pada tunika submukosa dan muskularis. Morfologi komplek mulut Cissophyllus sp. dan Tonaudia sp. diduga berkontribusi pada perubahan patologis dan menyebabkan peradangan pada sekum M. emys. Perubahan patologis yang ditemukan, menunjukkan bahwa nematoda parasit Cissophyllus dan Tonaudia sp. memiliki sifat patogenitas untuk hospes M. emys. Kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui patogenesis infeksi jenis-jenis nematoda tersebut. Kura-kura, nematoda, parasit gastrointestinal, patologi
236
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
BO-43 Keanekaragaman jenis cendawan endofit pada tanaman cabai yang berpotensi sebagai bioinsektisida Trizelia♥, Haliatur Rahma, Martinius Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-751-72702, email:
[email protected]
Cendawan endofit merupakan cendawan yang hidup dalam jaringan tanaman dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens pengendali hayati hama tanaman cabai. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi keanekaragaman jenis cendawan endofit pada tanaman cabai yang bersifat patogen pada serangga hama dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida. Cendawan endofit diisolasi dari daun, batang, cabang dan akar tanaman cabai. Uji patogenisitas isolat cendawan endofit yang berhasil diisolasi dilakukan terhadap larva Tenebrio molitor instar V. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah isolat cendawan enfofit yang berhasil diisolasi dari tanaman cabai dan telah diuji pada larva T. molitor sebanyak 42 isolat. Tiga puluh isolat (71,43%) bersifat patogen pada serangga (entomopatogen). Mortalitas larva T. molitor berkisar antara 2,5-30% dan persentase larva yang bersporulasi berkisar antara 33100%. Hasil identifikasi cendawan endofit dari berbagai bagian tanaman cabai yang bersifat patogen terhadap larva T. molitor hanya ditemukan satu genus cendawan, yaitu Aspergillus. Cendawan endofit, entomopatogen, cabai, bioinsektisida
dan spesies bambu juga terkait dengan jenis pola ikatan pembuluh. Tampilan pola ikatan pembuluh dapat dilihat dengan jelas pada penampang melintang bambu Melalui penelitian ini diharapkan dapat menetapkan pola ikatan pembuluh yang ada pada setiap jenis bambu. Bambu yang diteliti adalah 9 jenis yaitu Arundinaria hundsii Munro (Ah), Arundinaria javonica (Aj), Melocanna baccifera (Mb), Cephalostahyum pergracile (Munro) (Cp), Dendrocalamus giganteus (Wallich ex Munro), Dendrocalamus strictus (Roxb.) Nees, Dendrocalamus asper (Schultes f.), Gigantochloa atroviolacea (Widjaja), dan Gigantochloa apus (J.A. & J.H. Schultes) Kurz. Metode analisis dilakukan secara deskripsi terhadap tampilan struktur pola ikatan pembuluh baik dalam posisi vertikal (pangkal, tengah, dan ujung), maupun horizontal (tepi, tengah, pusat dan dalam). Hasil penelitian menetapkan bahwa bambu A. hundsii dan A. javonica memiliki pola 1, bambu M. baccifera dan C. pergracile mempunyai pola 2, D. strictus dan D. giganteus mempunyai pola 3 serta pola kombinasi 3 dan 4 dimiliki oleh bambu D. asper, G. atroviolacea dan G. apus. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa setiap spesies bambu memiliki pola ikatan pembuluh dari pola 1 sampai pola 4, baik itu pola tunggal ataupun pola kombinasi. Bambu, ikatan, pembuluh, penampang, pola
BO-45 Jenis vegetasi pasir peneluran dan hubungannya terhadap keberadaan sarang labi-labi moncong babi di Kaimana, Papua Richard Gatot Nugroho Triantoro, Sarah yuliana
BO-44 Karakteristik Pola Ikatan Pembuluh pada sembilan Jenis Bambu Nanii Nuriyatin♥ Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A , Bengkulu. Tel.: +62736-21170, psw. 219, Fax. +62-736-21290, email:
[email protected]
Negara Indonesia memiliki keanekaragaman spesies bambu yang berlimpah. Sebanyak 143 jenis dari keseluruhan keanekaragaman bambu di dunia (1200-1300 jenis) tumbuh di Indonesia. Demikian pula sekitar 50% bambu-bambu unggul di dunia tumbuh di Indonesia. Kondisi ini mendorong dilakukannya berbagai penelitian terutama di bidang anatomi. Penelitian pada bidang anatomi sebaiknya dikembangkan untuk menggali potensi yang dimiliki bambu, sehingga hasilnya dapat dipergunakan terutama dalam memanfaatkan bambu secara optimum. Struktur anatomi bambu menentukan sifat dasar terutama sifat fisik dan mekanik. Anatomi batang bambu tersusun selain oleh parenkim sebagai jaringan dasar juga oleh ikatan pembuluh yang tertanam dalam parenkim Keragaman di antara genus
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari. Jl. Inamberi, Pasir Putih, Manokwari 98131, Papua Barat. Tel.: Tel.: +62-986 -213437, 213440, Fax.: +62-986 -213441, 213447, email:
[email protected]
Wilayah lahan basah di Papua mempunyai berbagai jenis kura-kura yang potensial, misalnya labi-labi moncong babi. Jenis ini merupakan satwa dilindungi di Indonesia yang sebarannya terbatas hanya di wilayah selatan Papua. Populasinya di alam mulai terancam akibat pemanenan telur dari sarang alami dan perdagangan tukik secara illegal. Selain ancaman oleh manusia, keberhasilan persarangan dapat dipengaruhi oleh keberadaan vegetasi pada pasir peneluran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis vegetasi pasir peneluran dan hubungannya terhadap keberadaan sarang labi-labi moncong babi. Metode yang digunakan adalah survey dan observasi pada Sungai Jeprey dan Omba di Kaimana, Papua. Hasil penelitian diperoleh pasir peneluran bervegetasi sebanyak 2 lokasi dari 10 lokasi pasir peneluran di Sungai Jeprey dan 2 lokasi dari 9 pasir peneluran di Sungai Omba. Total didapat vegetasi pada pasir peneluran sebanyak 36 jenis dari 23 famili. Pasir 1 di sungai Jeprey dan pasir 2 di sungai Omba mempunyai jumlah jenis vegetasi sama yaitu 15, tetapi pada tingkat famili lebih banyak pada pasir 2 di sungai Omba. Jumlah
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
jenis dan famili terendah terdapat pada pasir 9 di Sungai Jeprey dengan 8 jenis dari 7 famili. Jenis Anthocephalus chinensis merupakan jenis vegetasi yang berada pada keseluruhan pasir peneluran bervegetasi di kedua sungai. Beberapa jenis vegetasi perlu diwaspadai terkait pengaruhnya pada habitat persarangan labi-labi moncong babi yaitu Mimosa pudica, Sida rhombifolia, Merremia peltata, Bidens pillosa dan Cassia alata. Indeks kesamaan jenis memberikan nilai 0,455 yang menunjukkan bahwa kesamaan jenis vegetasi pasir peneluran antar kedua lokasi rendah. Jumlah sarang terbanyak terdapat pada pasir peneluran tanpa adanya vegetasi.
237
Ditemukan Anodendron paniculatum di jalur pendakian gunung Nglanggeran pada lokasi 7°50'27.9"S 110°32'20.9"E, 500 m. Identifikasi didasarkan pada herbarium MNHN (P00256390). Informasi tentang Anodendron paniculatum di Jawa dan Indonesia sangat sedikit dan hampir tidak ada. Artikel ini memaparkan foto karakteristik morfologi bunga, kuncup bunga, daun, batang. Spesimen ini merupakan liana, perbunganan tandan majemuk pada ujung percabangan, terdiri puluhan hingga ratusan bunga kecil-kecil berukuran panjang 1,3 cm. Anodendron paniculatum, Apocynaceae, Gunung Nglanggeran
Labi-labi moncong babi, Papua, pasir peneluran, vegetasi
BO-46 Analisis filogenetik mangga (Mangifera) dari Riau berdasarkan sekuens gen cpDNA trnL-F intergenic spacer Fitmawati♥, Nery Sofiyanti, Roslina Fauziah, Deden Derajat Matra, Eichi Enue Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Kampus Bina Widya Jl. H.R. Subrantas KM 12,5, Pekanbaru 28293, Riau. Tel. +62-761- 65593. email:
[email protected]
Keunikan yang dimiliki tanaman dari genus Mangifera (Anacardiaceae) di Riau adalah sifat unggul pada bunga yang adaptif terhadap curah hujan tinggi dan iklim basah, sehingga menjadikan mangga Riau berpotensi sebagai sumber plasma nutfah. Berdasarkan alasan tersebut, maka sangat penting dilakukan penelitian untuk menganalisis dan membandingkan sekuen nukleotida Mangifera Riau berdasarkan lokus gen trnL-F cpDNA. Proses awal penelitian dilakukan dengan mengisolasi DNA sampel Mangifera berdasarkan metode CTAB. Sekuen dari trnL-F dianalisis dengan metode Maximum Parsimony dan Neighbour Joining melalui program PAUP* versi 4.0b10. hasil analisis sekuen dengan metode Maximum Parsimony dan Neighbour Joining menunjukkan filogram yang sama dengan anggota ingroup Mangifera Riau yang diteliti membentuk dua klad utama. Klad pertama terdiri dari spesies Mangifera sp1, M. indica, dan M. macrocarpa, sementara klad kedua terdiri dari spesies M. odorata, M. laurina dan M. kemanga. Analisis filogenetik, Mangifera, sekuen trnL-F
BO-48 Diversitas dan optimasi kinerja dari Genus Clostridium untuk produksi bioenergi Hanies Ambarsari♥ Laboratorium Mikrobiologi Lingkungan, Balai Teknologi Pengolahan Air dan Limbah, Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknlogi. Gedung 820 Geostech, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten. ♥email:
[email protected]
Selain semakin menipisnya persediaan sumber bahan bakar fosil, dunia juga tengah menghadapi masalah dengan pencemaran lingkungan di mana-mana. Konsumsi bahan bakar fosil yang intensif telah mengeluarkan emisi berbagai macam agen pencemar seperti karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), material partikulat, hidrokarbon, oksida dari sulfur and nitrogen yang menyebabkan polusi udara, perubahan iklim yang parah atau pemanasan global. Sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui di alam harus segera diidentifikasi dan diekspansi untuk mengurangi pemakaian berlebihan dari energi fosil yang tidak dapat diperbaharui tersebut. Penggunaan bahan bakar nabati mampu secara signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida. Bioetanol dan biobutanol dapat digunakan sebagai bioenergi alternative di masa depan. Kedua solven ini diproduksi terutama dalam proses fermentasi oleh beberapa spesies bakteria yang tergabung di dalam genus Clostridia. Makalah ini akan menjelaskan tentang diversitas dan karakteristik dari beberapa spesies utama dalam genus Clostridia, juga teknik-teknik isolasi dan optimasi kinerja mereka dalam memproduksi bioetanol dan biobutanol sebagai sumber bioenergi alternatif di masa depan. Clostridia, bioenergi, bioetanol, biobutanol, fermentasi
BO-47 Temuan dan karakteristik Anodendron paniculatum (Apocynaceae) di Gunung Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta Widodo♥, Muhammad Ja’far Luthfi Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga. Jl. Marsda Adisucipto No. 1 Yogyakarta 55281. ♥email:
[email protected]
BO-49 Inventarisasi ikan sebagai langkah awal konservasi di kawasan hutan rawa banjiran Sungai Keroh Sub-Das Lematang, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
238
Doni Setiawan♥, Enggar Patriono, Ajiman Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih Km 32, Kampus Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera Selatan. Tel.: +62-711-580609, 580665, Fax.: +62-711580644, email:
[email protected]
Kawasan hutan rawa yang terdapat di Kelurahan Sungai Medang merupakan hutan rawa banjiran yang terbentuk oleh hutan rawa-rawa dan pertemuan beberapa sungai kecil yang dikenal dengan nama Sungai Keroh dan merupakan Sub-DAS yang akhirnya bermuara langsung ke Sungai Lematang, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan. Perairan ini merupakan perairan yang produktif dan kaya sumberdaya perikanan, Hal ini membuat kawasan ini menjadi salah satu tempat utama masyarakat lokal untuk menangkap ikan. Seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dalam penangkapan ikan dan juga dibidang lain alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan membuat kawasan hutan rawa banjiran Sungai Keroh mulai terganggu yang akan menggerus habitat alami di kawasan tersebut yang pada akhirnya mengancam keberadaan dan kekayaan ikan daerah tersebut yang secara ekologis tak ternilai harganya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai inventarisasi jenis-jenis ikan dikawasan, Penelitian ini bersifat deskriptif eksploratif, yang dilakukan di 4 titik sampling. Pengambilan sampel ikan dilakukan mulai bulan Februari-Juli 2016 menggunakan berbagai alat tangkap dan enemurator nelayan setempat. Data ikan diidentifikasi dengan bantuan buku identifikasi dari Iqbal (2011), Kottelat et al. (1993) dan www.fishbase.com. Hasil penelitian diperoleh lebih dari 72 jenis ikan yang beberapa jenis diantaranya berdasarkan status IUCN termasuk jenis yang yang dilindungi dengan kategori Endagered seperti Balantiocheilos melanopterus dan Himantura signifer. Sedangkan berdasarkan status Perlindungan Indonesia (PP. No. 7/1999), jenis yang dilindungi diantaranya adalah Noptoterus noptoterus dan Noptoterus lopis. Dengan banyaknya jenis ikan yang ditemukan dan beberapa diantaranya termasuk jenis yang dilindungi maka kawasan hutan rawa banjiran Sungai Keroh Sub-Das Lematang perlu dipertahankan keanekaragaman jenisnya dan membuat status perlindungan kawasan. Ikan, inventarisasi, konservasi, rawa banjiran, Sungai Keroh
BO-50 Diversity of insects in wheat as a new crop introduced in West Sumatra
identification, and comparing the species richness and evenness of new wheat cultivars were introduced for one growing season. It has been found 48 species from 45 families within seven orders of insects with its role as herbivorus (12 families ), predators (11 families ), parasitoids (7 families), pollinators (6 families ) and decomposers (9 families ). The most dominant herbivorus is Family Aphididae, while insectivorus was dominated by Formicidae as well as Ichneumonidae, and Onychiuridae for detrivorus. Collembola, hemiptera, hymenoptera, Shanon-Winner index
BO-51 Diversity and prevalence of some ectoparasites of fish culture in coal ponds, East Kalimantan Gina Saptiani1,, Catur Agus Pebrianto1, Agustina1, Fikri Ardhani2 1
Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Universitas Mulawarman. Jl. Gunung Tabur No. 1, Gunung Kelua, Samarinda Ulu, Samarinda 75123, East Kalimantan, Indonesia. Tel./Fax.: +62-541-749482, 749372, 707137, ♥ email:
[email protected] 2 Faculty of Agriculture, Universitas Mulawarman. Jl. Pasir Balengkong Kampus Gunung Kelua, Samarinda 75124, Kalimantan Timur.
In East Kalimantan coal pits are used for fish culture. The most of fish cultured are carp and tilapia. The study aimed to identify, diversity, and prevalence of ectoparasites on fish culture in coal ponds. Sampling were carried out between January until March in coal pond on Kutai Kartanegara District, East Kalimantan. Samples were taken from two different coal ponds, both are the same cultivation of carp and tilapia. The number of fish samples taken were 40 for each type of fish and every coal pond location. Parasite preparation was done by taking every organ of fish, scraped and made preparations to be observed with a microscope. Ectoparasit found in carp and tilapia from coal ponds were Ichtyopthirius multifilis, Trichodina, Oodonium, Dactylogyrus and Gyrodactylus, whereas Epistylis was only found in carp. The average prevalence of ectoparasites in carp was 30.00-59.17%, with intensity of 2.47-4.43 parasites/fish, whereas in tilapia was 27.5-40.83% with the intensity of 1.04-2.83 parasites/fish. The highest prevalence and intensity was Trichodina in carp from a pond that has long been used. Prevalence and intensity of ectoparasites higher in the pond that has long been used rather than new Coal pond, diversity, ectoparasite, fish, prevalence
♥
Reflinaldon , Fera Hidayanti, Ujang Khairul Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-75172773, Fax.: +62-751-72702, email:
[email protected]
Wheat (Triticum spp.) as a new crop is being introduced will be able to affect the diversity of insects in the highlands, which in essence is a vegetable planting area in West Sumatra. This study was focused on the collection,
BO-52 Pertumbuhan tanaman mindi (Melia azedarach) dan produktivitas sorgum (Sorghum bicolor) dalam sistem Agroforestri
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Sopto Darmawan, Nurheni Wijayanto♥, Sri Wilarso Budi R Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat. Tel./Fax.: +62-2518626806/+62-251-8626886. ♥email:
[email protected]
Mindi (Melia azedarach L.) merupakan jenis tanaman yang memiliki potensi tinggi sebagai penghasil kayu. Sedangkan sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) merupakan tanaman yang memiliki prospek untuk dikembangkan karena merupakan sumber bahan pangan, pakan ternak dan energi. Kedua jenis tanaman tersebut dapat dikembangkan dalam sistem agroforestri. Pengembangan sistem agroforestri ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap ketersediaan kayu dan pangan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pertumbuhan mindi dan produktivitas sorgum. yang ditanam dengan sistem agroforestri. Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dua faktor dan tiga ulangan. Faktor utama adalah pola tanam yang terdiri atas agroforestri dan monokultur. Faktor kedua sebagai anak petak adalah perbedaan varietas sorgum. Tanaman mindi yang digunakan berumur satu tahun dan berjarak tanam 2.5 m x 2.5 m. Sedangkan varietas sorgum yang ditanam adalah varietas Numbu, Samurai 01, Galur 22 dan Galur 24. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman mindi pada sistem agroforestri memiliki pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan tanaman mindi pada sistem monokultur. Sedangkan produktivitas sorgum dalam sistem agroforestri lebih rendah dibandingkan dengan sistem monokultur. Varietas Samurai 01 memiliki berat biji dan berat basah biomassa paling tinggi. Agroforestri, pertumbuhan mindi, produktivitas sorgum
BO-53 Pendugaan potensi simpanan karbon pada agroforestri sentang (Azadirachta excelsa) dengan kedelai Yesi Tri Novian, Nurheni Wijayanto♥ Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat. Tel./Fax.: +62-2518626806/+62-251-8626886. ♥email:
[email protected]
Salah satu upaya untuk mengurangi peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui mitigasi perubahan iklim adalah membangun dan menjaga hutan untuk penyeimbangan O2 di udara. Sistem agroforestri memiliki potensi yang besar untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang terkait mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan. Sistem agroforestri dapat menyerap karbon di atmosfer dan menyimpannya dalam bentuk biomassa dengan jumlah cukup banyak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghitung kadar karbon pada bagian-bagian Azadirachta excelsa, menduga potensi simpanan karbon pada agroforestri A. excelsa dengan kedelai, dan membangun model penduga biomassa A. excelsa. Penelitian ini dilakukan dengan metode destruktif. Hasil penelitian
239
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar karbon pada bagian-bagian A. excelsa. Massa karbon tertinggi terdapat pada bagian batang. Nilai potensi simpanan karbon total yang diduga dari semua komponen (A. excelsa, kedelai, tumbuhan bawah, dan serasah kasar) yaitu sebesar 3.5027 ton ha-1. Model penduga biomassa untuk A. excelsa pada tingkat pancang (diameter 3.85 cm-6.94 cm) adalah B = 0.425836931 e0.577613864D. Agroforestri, karbon, metode destruktif, sentang
BO-54 Pendugaan potensi simpanan karbon pohon induk area bekas tebang IUPHHK-HA Bintuni Utama Murni Wood Industries di Papua Barat Alin Rahmah Yuliani, Nurheni Wijayanto♥ Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat. Tel./Fax.: +62-2518626806/+62-251-8626886. ♥email:
[email protected]
Perubahan iklim global terjadi akibat adanya peningkatan gas karbondioksida (CO2) di udara. Kandungan karbondioksida di udara dapat diturunkan melalui penyerapan dan penyimpanan karbon oleh vegetasi hutan, salah satunya hutan mangrove. Areal bekas tebangan hutan mangrove (hutan sekunder) berpotensi sebagai penyimpan karbondioksida yang cukup besar dari adanya pohon induk yang ditinggakan. Penelitian pendugaan simpanan karbon pohon induk dilakukan di IUPHHK-HA Bintuni Utama Murni Wood Industri, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat. Penelitian dilakukan dengan metode cluster sampling dan pengambilan data pohon secara sensus. Potensi simpanan karbon total di area bekas tebangan adalah 23,29 ton/ha dengan potensi biomassa pohon induk di sebesar 49,56 ton/ha. Pohon induk jenis Rhizophora apiculata memiliki simpanan karbon tertinggi (161,03 ton/ha), diikuti Bruguiera gymnorrhiza(45,68 ton/ha), Bruguiera parviflora (32,84 ton/ha), Ceriops tagal (11,53 ton/ha), Rhizophora mucronata (5,10 ton/ha) dan Xylocarpus granatum (0,04 ton/ha). Hutan mangrove, karbon, Papua Barat
BO-55 Komposisi dan keanekaragaman jenis vegetasi pada umur pasca penebangan yang berbeda Rita Diana♥ Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Jl. Ki Hajar Dewantara, PO Box 1013, Gunung Kelua, Samarinda Ulu, Samarinda-75123, East Kalimantan, Indonesia. Tel./Fax.: +62-541-749160. ♥email:
[email protected]
Regenerasi hutan secara alami terjadi setelah penebangan dan pada umumnya menyebabkan berubahnya struktur dan komposisi jenis vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk
240
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
mengetahui perbedaan struktur keanekaragaman jenis vegetasi pada umur pasca penebangan yang berbeda yaitu 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara umur pasca penebangan dan jumlah semai serta pancang namun tidak terdapat korelasi antara umur pasca penebangan terhadap struktur dan komposisi jenis pada tegakan yang berdiameter 10 cm atau lebih. Terdapat perbedaan jenis yang mendominasi tingkat semai, pancang dan pohon pada pasca penebangan yang berbeda. Keanekaragaman jenis yang tinggi (H’ >3) terdapat pada tingkat semai, pancang dan pohon berdiameter 10-19,9 cm dan semakin besar diameter pohon keanekaragaman jenis semakin kecil. Indek kesamaan jenis baik tingkat semai dan pancang, pancang dan pohon maupun antara pohon yang berdiameter 10-19,9 cm sampai pohon >50 cm juga kecil (<50%). Dalam plot penelitian terdapat jenis-jenis dalam daftar merah IUCN yaitu 4 jenis CR, 6 jenis EN, 15 jenis LC dan 18 jenis endemik Borneo. Terdapat peningkatan basal area dan volume jenis komersial seiring meningkatnya besar diameter, sehingga kesinambungan struktur horizontal (diameter) dan terdapat kesinambungan stok jenis komersial pasca penebangan. Keanekaragaman jenis, komposisi jenis, pasca penebangan
BO-56 Diversity and identification of bamboo from Pagaralam, South Sumatra based on midrib leaf Yuanita Windusari♥, Lailahanum, Entin Nuraentin Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Sciences, Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih Km 32, Kampus Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera Selatan. Tel.: +62-711-580609, 580665, Fax.: +62-711-580644, email:
[email protected]
The aims of this study was to identify the species of bamboo in the Bamboo Forest Area of Pagaralam based reed leaf midrib. The identification was performed in the Laboratory of Plant Physiology, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences of Universitas Sriwijaya, South Sumatera. The identification results obtained were 6 types of bamboo, namely Bambusa vulgaris cv. vittata, Dendrocalamus asper Backer, Gigantochloa wrayi Gamble, Gigantochloa robusta Kurz, Gigantochloa scortechinii Gamble, and Schizostachyum silicatum Widjaja. Bamboo, identification, “lack hair”, Pagaralam
BO-57 Struktur dan variabilitas komunitas fitoplankton di perairan Teluk Jakarta Tumpak Sidabutar1,2,♥, Dietriech G. Bengen3, Sam Wouthuyzen3, Tri Partono3 1
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. IPB Campus Darmaga, Bogor 16680, West Java, Indonesia
2
Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, P.O. Box.4801/JKTF Jakarta Utara 11048, Jakarta. Tel. +62-21-64713850, Fax. +62-21-64711948, ♥email:
[email protected] 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat
Fitoplankton memegang peranan penting dalam ekosistem perairan, oleh karena itu kondisi mikro-organisme ini sering dijadikan sebagai tolok ukur produktifitas dan kesehatan ekosistem perairan. Keragaman jenis fitoplankton ini dapat berubah apabila komunitas semakin stabil atau semakin berkurang apabila lingkungan tidak stabil atau mengalami gangguan. Komunitas fitoplankton di Teluk Jakarta mengalami dinamika seiring dengan perubahan komponen fisika-kimia dan kompetisi dalam ekosistem. Variabilitas dalam komunitas fitoplankton ini dapat terjadi akibat adanya interaksi antara organisme dan lingkungan perairan. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2008, 2009, 2010, 2011, 2013 dan 2015, untuk mempelajari kecenderungan perubahan dalam struktur dan variabilitas komunitas fitoplankton, termasuk predominansi dan kelimpahannya. Koleksi sampel dilakukan menggunakan canonical net phytoplankton berukuran pori 20 µm yang diaplikasikan secara veritikal dari kedalaman tertentu pada setiap stasiun penelitian. Dari hasil penelitian diketahui rata-rata kelimpahan fitoplankton di Teluk Jakarta adalah sebesar 390.89 x 106 sel.m-3 dengan kisaran dari 20.20x106 s/d 20.61x108 sel.m-3. Komunitas fitoplankton tersusun atas 27 genus diatom dan 13 genus dinoflagellata dengan jumlah keseluruhan menjadi 40 genus fitoplankton. Kelompok diatom tercatat lebih tinggi dibandingkan kelompok dinoflagellata. Kelimpahan diatom sebesar 98.09% dengan kisaran antara 92.0-99.8% dari total kelimpahan fitoplankton. Kelompok dinoflagellata kelimpahan rata-rata hanya sebesar 1.91% dari total kelimpahan. Tercatat tiga genus fitoplankton yang sering predominan yaitu Skeletonema, Chaetoceros dan Thalassiosira. Rata-rata kelimpahan Skeletonema sebesar 48.89% dengan kisaran 12.25-78.94% dari total kelimpahan, dan Chaetoceros rata-rata kelimpahannya 28.14% dengan kisaran 1.41-63.79%, sedang Thalassiosira rata-rata kelimpahannya sebesar 9.03% dengan kisaran 0.226.26% dari total kelimpahan. Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa jenis-jenis fitoplankton yang predominan tersebut merupakan spesies umum (common species) memegang peranan penting dalam kehidupan di ekosistem perairan ini. Ketiga genus ini sering berperan secara bergantian atau bersamaan mendominasi populasi dan mengakibatkan perubahan warna pada permukaan perairan (discoloration) pada peristiwa fenomena red tide/algal bloom di perairan Teluk Jakarta. Fitoplankton, kelimpahan, struktur komunitas, predominan
BO-58 Studi Jenis Tanaman yang dijadikan Food Plant Bagi Kupu-kupu di Taman Lansia dan Balai Kota Bandung
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Melanie, Tika Noviana♥ Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Kupu-kupu adalah serangga dari ordo Lepidoptera. Kupukupu dewasa menghisap nektar tanaman sebagai makanannya. Tanaman yang digunakan kupu-kupu dewasa sebagai sumber nutrisi dikenal dengan istilah foodplant. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis tanaman yang dijadikan foodplant bagi kupu-kupu di Taman Lansia dan Balai Kota Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode survey untuk mengamati kupu-kupu serta dianalisis secara deskriptif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat 11 species dari 11 famili tanaman yang digunakan sebagai foodplant di Taman Lansia, sedangkan di Balai Kota terdapat 11 spesies dari 8 family tanaman yang digunakan sebagai foodplant. Tanaman yang paling banyak dijadikan foodplant di Taman Lansia adalah Michelia champaca, Bougainvillea glabra dan Bauhinia purpurea sedangkan di Balaikota jenis tanaman food plant yang paling banyak digunakan adalah Hamelia patens. Kupu-kupu, taman, tumbuhan pakan
BO-59 Pemantauan kondisi populasi ikan hias laut secara berkesinambungan pada transek permanen di perairan Padang, Sumatera Barat Ofri Johan1,♥, Norman J. Quinn2, Barbara Kojis2 1
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias. Jl. Perikanan No. 13, Pancoran Mas, Depok 16436, Jawa Barat. email:
[email protected] 2 Tropical Discoveries Foundation, 2855 West Crestview Drive, Prescott, Arizona 86305 USA
Kematian karang secara massal dapat berdampak pada populasi biota yang hidup berasosiasi eksositem karang tersebut. Penelitian secara time series data dalam kurun waktu lama masih jarang dilakukan di Indonesia. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kondisi populasi ikan hias setelah kematian karang secara massal ini telah dilaksanakan sejak tahun 1997 hingga 2014 pada 6 lokasi transek permanen di perairan Kota Padang. Penelitian menggunakan metode transek garis untuk mengetahui kondisi tutupan karang hidup dan transek sabuk dengan ukuran 2.5 m ke kiri, kanan dan atas garis transek. Pengamatan memfokuskan pada ikan kelompok Caetodontidae. Hasil penelitian menjukkan terjadi peningkatan jumlah populasi ikan hias tertinggi di Pulau Pisang (72,46%), Pulau Pieh (40,16%) dan terendah di Gosong Air (30,00%). Sedangkan kondisi jumlah jenis ikan antara ke tiga lokasi tersebut ditemukan tertinggi pada tetap di Pulau Pisang (45,83%), Gosong Air (32,43%) dan terendah (28,57%). Data ini menunjukkan lokasi yang dekat dengan daratan utama lebih tinggi peningkatan pemulihan kondisi baik secara jumlah populasi maupun jenis ikannya, kecuali jumlah populasi di Gosong Air lebih
241
rendah dibandingkan dengan lokasi terluar yaitu Pulau Pieh. ikan hias, jenis, Kota Padang, populasi
BO-60 Dampak perkebunan kelapa sawit terhadap diversitas dan komposisi serta kelimpahan serangga penyerbuk rambutan Syarifuddin1, ♥, Jasmi2, Elida Hafni Siregar1 1
Jurusan Biologi, Universitas Negeri Medan. Jl. Willem Iskandar, Pasar V, Medan, Sumatera Utara. ♥email:
[email protected] 2 STKIP PGRI Sumatera Barat, Padang
Konversi hutan secara masif menjadi perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan ancaman utama terhadap biodiversitas termasuk serangga polinator, namun kajian dampak perkebunan monokultur ini terhadap serangga polinator masih sangat minim. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan diversitas, komposisi, kelimpahan dan pola waktu kunjungan serangga polinator pada tanaman rambutan, Nephelium lappaceum L. yang berbatasan langsung dengan perkebunan kelapa sawit saja (S) dengan yang terdapat disekitar perkebunan kelapa sawit namun bersebelahan dengan kebun polikultur masyarakat (SPl). Survei ini dilakukan pada lima lokasi S dan lima lokasi SPl, pengamatan terhadap serangga polinator yang mengunjungi bunga rambutan dilakukan selama 10 menit per malai dan dihitung ulang dengan interval waktu satu jam dari pukul 8.00 hingga pukul 17.00 sore. Hasil dari 1185 unit pengamatan menunjukkan bahwa diversitas dan kelimpahan serangga polinator, jauh lebih tinggi pada tanaman rambutan yang terdapat pada lokasi SPl dibanding yang teramati pada lokasi S. Dalam hal komposisi, serangga polinator pada lokasi SPl didominasi oleh spesiesspesies lebah sedangkan serangga polinator bunga rambutan yang terdapat pada lokasi S didominasi oleh lalat Chrysomia. Secara umum serangga polinator lebih aktif pada pagi hari dan mencapai puncaknya pada pukul 11, namun Chrysomia pada lokasi SPl menunjukkan pola kunjungan yang sama sepanjang hari. Dengan demikian, perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan berubahnya diversitas, komposisi dan kelimpahan serangga polinator tanaman rambutan bahkan mengubah pola waktu kunjungannya. Diversitas, kelapa sawit, komposisi serangga polinator, rambutan
BO-61 Distribusi populasi dan keanekaragaman bakteri air sungai, sumur dan laut di Cirebon, Jawa Barat Ida Indrawati♥, Rindi Megasari Budiati Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang
242
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Distribusi populasi dan keanekaragaman bakteri yang berasal dari sampel air tawar dan air laut yang berada di wilayah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon, Jawa Barat selalu berfluktuasi sesuai sifat air yang dinamis. Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi tentang distribusi bakteri dan mengetahui keanekaragaman jenis bakteri air tawar dan laut disekitar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Cirebon. Sampel air diambil dari sumur warga, sungai, sumur pantau, dan laut tempat pembuangan air limbah PLTU Cirebon. Metode yang digunakan adalah metode deskriptifeksploratif di laboratorium.metode Total Plate Count (TPC) untuk mengetahui distribusi populasi bakteri. Isolasi bakteri dilakukan dengan medium Nutrient Agar dan diidentifikasi menggunakan pewarnaan Gram dan uji biokimia. Hasil penelitian diperoleh populasi bakteri tertinggi dari air tawar sampel sumur dangkal yaitu 42,62 x 10-7dan air laut sebesar 58,47 X10-7. serta didapatkan sepuluh isolat bakteri, yaitu Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, Eschericia freundii, Shigella shigae, Salmonella Para Type A,B,C, Alcaligenes metallicaligenes, Escherichia alkalescens, Paracolon californe,Alcaligenes faecalis, dan Hafnia (kauffm-ent 257). Air, Cirebon, keanekaragaman bakteri, Total Plate Count
BP-01 Kebun Raya Samosir: Studi tentang kekayaan flora dan potensinya Sri Hartini, Sahromi♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Kebun Raya baru akan dibangun di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Di lokasi ini cukup banyak jenis tumbuhan yang dapat ditemukan. Banyak diantara jenis-jenis tersebut belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi jenis-jenis tumbuhan berpotensi yang terdapat di lokasi calon Kebun Raya Baru di Pulau Samosir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak kurang dari 48 jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil kayu, tanaman hias, penghasil buah, tanaman obat, penghasil rempah terdapat di lokasi ini.
Center for Plant Conservation, Bogor Botanic Gardens, Indonesia Institute of Sciences. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, West Java. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Bantimurung Bulusaraung National Park (or abbreviated as Babul National Park), is located in South Sulawesi, covers an area of 43.750 hectares. Geographically, this area lies between 119o34'17"-119o55'13" E and 4o42’49"-5o06'42" S. Located in the transition area of Asia and Australia zone, the National Park has many unique flora and fauna. Inventory of orchid species in Babul National Park has been conducted to study the orchid diversity in that area. There were found 55 orchid species recorded which consist of 29 genera, including 37 species of epiphytic orchids and 18 species of terrestrial orchids. Habenaria beccarii is very common terrestrial orchid and Aerides inflexa is very common epiphytic orchid in this area. Coelogyne celebensis and Aerides inflexa have known as endemic orchid of Sulawesi. Three species of Genus Nervilia, which are N. punctata, N. plicata, and N. aragoana, have found together in this area. Bantimurung Bulusaraung National Park, inventory, orchid, South Sulawesi
BP-03 Ex situ conservation of Amorphophallus titanum in Bogor Boranic Garden, West Java Dwi Murti Puspitaningtyas♥, Siti Roosita Ariati Center for Plant Conservation, Bogor Botanic Gardens, Indonesia Institute of Sciences. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, West Java. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
The titan arum (Amorphophallus titanum (Becc.) Becc.), is a native and endemic plant to Sumatra. It was discovered in the 19th century by the Florentine botanist Odoardo Beccari (1843-1920).The gigantic inflorescences of this plant have been regarded as a flagship species for Bogor Botanic Gardens. These plants naturally grow in the rainforests, or local inhabitants’ crop plantation. In the wild, its population suffer from an increasing pressure on their natural habitat, or by cutting them off as weed. In addition, illegal loggings may also be the other threats of its population. Bogor Botanic Gardens can play an important role in the ex-situ conservation of the species. This plant has been growing for ex situ conservation since 1954. The cultivation of A. titanum is not easy but it offers a challenge for any horticulturist. Endemic, flagship species, Sumatra
Flora berpotensi, Kebun Raya Samosir, Sumatera Utara
BP-02 Orchid inventory in Bantimurung-Bulusaraung National Park, South Sulawesi Dwi Murti Puspitaningtyas♥
BP-04 Keanekaragaman semai suku Euphorbiaceae di Kawasan Hutan Taman Nasional Halimun Salak, Jawa bagian barat
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Inge Larashati Subro♥ Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected]
Euphorbiaceae adalah salah satu suku dari tumbuhan yang memiliki kemampuan tinggi untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan dan memiliki banyak anggota jenis yang menyebar di berbagai tipe hutan tropis terutama di kawasan Malesia. Walaupun demikian beberapa jenis dari suku Euphorbiaceae diperkirakan memiliki daerah persebaran yang terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan tumbuhan bawah dari suku Euphorbiaceae yang memiliki diameter < 2 cm. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi dan membuat petak kuadrat seluas 1 hektar. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 4 jenis tumbuhan bawah yang termasuk ke dalam suku Euphorbiaceae yaitu Antidesma tetandrum, Glochidion arborescens, Macaranga triloba dan Ostodes panniculata. Euphorbiaceae, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, tumbuhan bawah
BP-05 Morfologi daun, bunga dan serbuksari serta implikasi kekerabatannya; Studi kasus Famili Lamiaceae Sudarmono♥, Sumanto Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Morfologi tidak hanya dilihat secara visual atau makromorfologi namun juga pada skala mikro atau mikromorfologi. Dalam hal ini serbuk sari sebagai bagian dari alat reproduksi tanaman berperan dalam kedekatan kekerabatannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekerabatan pada Famili Lamiaceae melalui morfologi daun, bunga dan serbuk sarinya. Sampel yang digunakan dari marga Orthosiphon, Coleus dan Ocimum. Untuk tingkat jenis yang sama pada Orthosiphon aristatus (Blume) Miq. atau kumis kucing bunga ungu dan putih serta Orthosiphon sp. dilakukan pengamatan morfologi serbuk sari dengan Mikroskop Pemindai (Scanning Electron Microscope). Morfologinya anggota famili Lamiaceae pada daun, bunga dan serbuk sari ternyata mirip satu sama lainnya. Serbuk sari memiliki jumlah apertur 6 atau banyak pada permukaan yang disebut poly, dan permukaan serbuk sari berbentuk reticulate. Morfologi pada tanaman dapat menentukan kekerabatan pada suatu jenis tanaman itu sendiri, khususnya pada famili Lamiaceae. Bunga, daun, morfologi, reticulate, serbuk sari
243
BP-06 Pemetaan Serbuksari di Kebun Raya Bogor Sudarmono♥, Sumanto Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Morfologi serbuk sari berpengaruh terhadap proses evolusi tanaman. Kebun Raya Bogor mempunyai koleksi yang cukup lengkap dalam hal keanekaragaman koleksinya dan keragaman serbuksarinya. Tujuan penelitian ini memberikan informasi tentang serbuksari berupa morfologi, ornamentasi, ukuran dan implikasinya bagi konservasi tanaman pada koleksi Kebun Raya Bogor. Metode yang digunakan yaitu serbuk sari diletkkan pada slide mikroskop dan diperiksa menggunakan mikroskop cahaya di Laboratorium Treub Kebun Raya Bogor, Jawa Barat dimana sebelumnya dibersihkan dengan acetolisis. Ada 35 spesies yang dianalisa secara acak dan ornamentasinya dari simetri oval sampai dengan oval berduri. Ornamentasi dari eksin secara sistematika memberikan informasi sistematika kekerabatan yang jelas. Untuk famili yang sama mempunyai ornamentasi yang sama, misalnya pada Lamiaceae dan Malvaceae. Kebun Raya Bogor, kekerabatan, palinologi, serbuk sari
BP-07 Komposisi dan keanekaragaman flora di Kawasan Hutan Lindung Gunung Pesagi, Lampung Barat Muhammad Efendi, Intani Quarta Lailaty♥, Nudin, Ujang Rustandi, Ahmad Daseng Samsudin UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), PO Box 19, Sindanglaya, Cianjur 43253, Jawa Barat. Tel.: +62-263-512233, 520448; Fax.: +62-263-512233. ♥ email:
[email protected]
Pengungkapan jenis dan komposisi tumbuhan di berbagai kawasan diperlukan dalam upaya konservasi tumbuhan dan perlindungan ekosistem dataran tinggi basah Indonesia, salah satunya di Gunung Pesagi, Lampung Barat. Hutan Lindung gunung ini menyimpan keanekaragaman flora Sumatera, tetapi belum banyak dilaporkan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur, komposisi serta jenis tumbuhan di kawasan Gunung Pesagi. Metode analisis vegetasi menggunakan purposive sampling dengan petak contoh (plot) berukuran 10x10 m2 untuk pohon dan 5x5 m2 untuk tumbuhan bawah. Pengambilan sampel dilakukan dengan membagi 4 plot pada ketinggian 12251375 m dpl. dengan selisih ketinggian 50-75 m dpl. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 37 jenis pohon dan tumbuhan bawah yang terdiri dari 114 jenis diinventarisasi dalam plot pengamatan dengan jumlah secara berurutan 88 dan 1205 total individu. Untuk tingkatan pohon, Ficus spp. mendominasi plot pada ketinggian 1225 m dpl. dengan Indeks Nilai Penting (INP) 31.30%, sedangkan pada
244
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
ketinggian 1270-1375 m dpl. didominasi oleh Syzygium spp. dengan INP berturut-turut yaitu 43.61%, 56.92% dan 58.29%. Jenis Coffea sp. (INP 27.25%), Callamus sp. (INP 16.83%) mendominasi tumbuhan bawah pada ketinggian 1225 dan 1275 m dpl. Strobilanthes sp. mendominasi pada ketinggian 1325-1375 m dpl. dengan INP 2.93% dan 27.53%. Indeks Keanekaragaman Jenis Shannon-Wiener (H’), Indeks Kekayaan (Dmg) dan Indeks Kemerataan (E) untuk jenis pohon tergolong tinggi yaitu secara berurutan sebesar 3.4467, 8.0405 dan 0.9545. Begitu pula pada tingkatan tumbuhan bawah diperoleh nilai indeks yang tinggi, secara berurutan sebesar 8.950, 15.9284 dan 1,8802. Analisis vegetasi, Gunung Pesagi, indeks nilai penting, keanekaragaman tumbuhan
BP-08 Keanekaragaman tumbuhan tinggi dan pakupakuan Gunung Tambora, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat: 200 tahun setelah letusan
Gunung Pesagi merupakan salah satu kawasan Hutan Lindung yang dikelola oleh Dinas Kehutanan, Kabupaten Lampung Barat, Lampung. Data dan informasi terkait keanekaragaman dan potensi tumbuhan dari Hutan Lindung gunung pesagi masih sangat terbatas. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kondisi vegetasi hutan serta menginventarisasi keanekaragaman dan potensi tumbuhan asli Hutan Lindung Gunung Pesagi. Berdasarkan hasil observasi dapat disimpulkan bahwa Hutan Lindung gunung pesagi tergolong dalam hutan primer yang memiliki tingkat kerapatan tegakan cukup (40-70% penutup tajuk) dengan kondisi vegetasi yang cukup baik. Selain itu Hutan Lindung gunung pesagi juga memiliki 337 jenis tumbuhan yang terdiri dari 222 jenis tumbuhan non anggrek dan 115 jenis anggrek. Lebih lanjut, hampir 50% tumbuhan yang dikoleksikan memiliki potensi sebagai penghasil kayu, tanaman obat, tanaman buah maupun tanaman hias. Gunung Pesagi, keanekaragaman, Lampung Barat, potensi, tumbuhan
Yessi Santika♥, Arief Hidayat
BP-10
Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-218765062. ♥email:
[email protected]
Pemungutan hasil hutan bukan kayu di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Adat Kasepuhan Sinarresmi
Status kawasan Gunung Tambora berubah menjadi Taman Nasional pada 7 April 2015. Kajian sebelumnya merupakan dasar bagi perubahan status ini. Kajian lengkap di kawasan ini merupakan hal yang menarik, mengingat 200 tahun lalu Gunung Tambora meletus dan tercatat sebagai letusan terbesar yang tercatat dalam sejarah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman flora spermatophyta dan paku di TN Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat. Eksplorasi dilakukan melalui jalur pendakian Kawinda Toi, yang terdapat di lereng bagian utara. Telah dikoleksi sebanyak 437 spesimen herbarium, yang terdiri dari spesimen lengkap dan voucher specimen. Hasil identifikasi diketahui terdapat 207 jenis tumbuhan tinggi dan 56 jenis paku-pakuan. Hasil eksplorasi ini merupakan penambahan data tumbuhan hasil eksplorasi ini melengkapi data kajian sebelumnya. Gunung Tambora, flora
BP-09 Keanekaragaman dan potensi tumbuhan Hutan Lindung Gunung Pesagi, Lampung Barat Muhammad Imam Surya1,♥, Inggit Puji Astuti2 1
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), PO Box 19, Sindanglaya, Cianjur 43253, Jawa Barat. Tel.: +62-263-512233, 520448; Fax.: +62-263-512233. ♥ email:
[email protected] 2 Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat
Yelin Adalina♥ Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]
Masyarakat Adat Kasepuhan sudah lama bermukim di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sebelum adanya perluasan kawasan taman nasional dari luas 40.000 hektar menjadi 113.000 hektar. Keberadaan masyarakat Kasepuhan tidak dapat dipisahkan dalam pengelolaan TNGHS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan TNGHS oleh masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi. Penelitian dilakukan di Desa Sirnaresmi pada bulan September 2014. Sebanyak 32 responden dipilih secara random. Responden merupakan masyarakat Adat Kasepuhan Sinar Resmi. Data dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Jenis hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang dimanfaatkan antara lain yaitu: sebanyak 18,75% responden memanfaatkan tanaman obat, seluruh responden memanfaatkan kayu bakar, 46,88% memanfaatkan bambu, 4,25% memanfaatkan tanaman hias, 6,25% memanfatkan rotan, dan 40,62% memanfaatkan rumput sebagai pakan ternak. Selain pemungutan HHBK, masyarakat Kasepuhan juga menggunakan lahan garapan TNGHS. Rata-rata pendapatan responden dari penggunaan lahan TNGHS sebesar Rp 848.000/ha/bulan. Penggunaan lahan TNGHS memberikan kontribusi sebesar 42,20% terhadap total pendapatan rumah tangga responden. Sumberdaya TNGHS merupakan tumpuan hidup bagi masyarakat Kasepuhan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
245
Hasil hutan bukan kayu, HHBK, masyarakat adat Kasepuhan, pendapatan
Ria Faizah♥
BP-11
The scalloped hammerhead shark (Sphyrna lewini) is one of member of the family Shyrnidae that have highly mobile, important economic value and susceptible to overharvesting. This research aims to obtain data and information about the size distribution and biological aspects of the scalloped hammerhead sharks as a first step to determine management measures. This research was conducted in March, August, December 2010, January and October 2011 in the PPI Tanjung Luar, Lombok Timur, West Nusa Tenggara. Data were collected from the surveyed areas including the length of frequency and the sex composition. The results showed that the female of the scalloped hammerhead sharks were caught more frequent than males during the observation period with the sex ratio is 2.41: 1. The size distribution of the scalloped hammerhead sharks females and males were between 51310 cmTL with on average length of 208.68 cmTL. The highest number of hammerhead sharks found in December 2010 and January 2011 were between 30 to 40% of total catches in the during of study. There is a positive relationship between the total length and the clasper length.
Tumbuhan epifit, parasit dan pencekik pada koleksi palem Kebun Raya Bogor Sumanto♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Telah dilakukan penelitian tumbuhan efifit,parasit dan pencekik pada koleksi Arecaceae (palem-paleman) dari Kebun Raya Bogor pada 1-27 Juli 2015. Penelitian bertujuan mengidentifikasi tumbuhan yang tumbuh menempel pada batang pohon palem termasuk efifit,parasit atau pencekik, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya. Dari hasil pengamatan ditemukan 16 jenis tumbuhan dalam 12 marga. Efifit, Kebun Raya Bogor, parasit, pencekik, koleksi palem
Pusat Penelitian dan Pengelolaan Perikanan. Gedung Balitbang KP II Jl. Pasir Putih 2 Ancol Timur, Jakarta Utara. ♥email:
[email protected]
BP-12
Biological aspect, clasper length, Scalloped hammerhead shark, size distribution
Biological aspect of Indonesian shortsnout spurdog (Squalus hemipinnis) landed in the Cilacap Port, Indonesia
BP-14
Ria Faizah♥ Pusat Penelitian dan Pengelolaan Perikanan. Gedung Balitbang KP II Jl. Pasir Putih 2 Ancol Timur, Jakarta Utara. ♥email:
[email protected]
Indonesian Shortsnout Spurdog (Squalus hemipinnis) is one of the members Elasmobranchi that have high economic value. Research on shark biology of Indonesian Shortsnout Spurdog was conducted between February-March 2011 in the Cilacap port, Central Java. Data were collected from the surveyed areas including the length of frequency, weight and sex composition. The results showed that the highest frequency of Indonesian Shortsnout Spurdog was found in February with length 60 cmTL (33%) and sex ratio between males and females is 1: 1.97. The relationship between total body length and weight have the equation W = 0,00001 x L 2,7673 with r = 0.8672. The value of exponent b>3, which means this shark has a positive allometric growth pattern. Biology, Indonesian Shortsnout Spurdog, sex ratio, size distribution
BP-13 Size distribution and biological aspect of the scalloped hammerhead shark (Shyrna lewini) in Tanjung Luar, East Lombok, Indonesia
Kondisi fitoplankton di perairan Bintan Timur, Kepulauan Riau Tumpak Sidabutar♥ Lab. Plankton dan Produktivitas, 2Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Pasir Putih I, Ancol Timur, P.O. Box.4801/JKTF Jakarta Utara 11048, Jakarta. Tel. +62-21-64713850, Fax. +62-21-64711948, ♥email:
[email protected]
Kondisi fitoplankton merupakan salah satu parameter ekosistem perairan yang dapat menggambarkan keadaan suatu perairan dan juga sebagai indikator tingkat kesuburan suatu perairan. Oleh karena itu peran fitoplankton sangatlah penting dalam kelangsungan kehidupan di ekosistem perairan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei dan September 2015 di perairan Bintan Timur, Kepulauan Riau untuk mengetahui kondisi fitoplankton sehubungan dengan meningkatnya aktivitas manusia di daratan sekitarnya dan dampak perubahan iklim. Koleksi sampel fitoplankton dilakukan dengan jaring fitoplankton berdiameter 25 cm, panjang 125 cm dan ukuran pori-pori 20µm. Teknik sampling dilakukan dengan menurunkan jaring fitoplankton sampai kedalaman tertentu dan ditarik ke permukaan secara vertikal dengan perlahan-lahan. Dari hasil penelitian diketahui kelimpahan fitoplankton pada Mei lebih rendah dari September 2016. Rata-rata kelimpahan pada Mei 2016 sebesar 4.4 x 105 sel/m3 dan September 2016 dengan kelimpahan 7.6 x 105 sel/m3. Populasi fitoplankton umumnya didominasi oleh jenis
246
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
diatom dengan kelimpahan relatif sebesar 99.28% dari jumlah total dan kelimpahan jenis dinoflagellata sangat rendah sebesar 0.72%. Jenis fitoplankton yang predominan pada Mei adalah Chaetoceros (35%), Thalassiotrix (21%) dan Hemialus (10%) sedang bulan September adalah Thalassiotrix (32%), Chaetoceros (18%) dan Nitzschia (12%). Berdasarkan indeks keanekaragaman dan stabilitas komunitas fitoplankton maka kondisi perairan tergolong sedang dan belum mengalami tekanan ekologis serius. Keseimbangan komunitas fitoplankton tergolong labil mengarah ke kondisi stabil dan kekayaan jenisnya masih tergolong sedang. Kondisi perairan Bintan Timur pada saat penelitian ini relatif masih baik dan belum mengalami tekanan yang cukup serius oleh aktivitas antropogenik. Fitoplankton, kelimpahan, indeks komunitas, struktur komunitas
BP-15 Potensi regenerasi Shorea spp. di tegakan benih KHDTK Haurbentes, Jawa Barat Kurniawati Purwaka Putri♥, Yulianti, Dede Jajat Sudrajat Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105, Bogor 16100, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-2518327768. ♥email:
[email protected]
Biodiversitas suatu ekosistem dipengaruhi oleh tingkat dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. Salah satu syarat penunjukan sumber benih untuk kelas Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) adalah komposisi jenis harus didominasi jenis yang menjadi target untuk menghasilkan benih. Sistem regenerasi sangat penting karena dapat menjamin keberadaan pohon induk pada masa mendatang. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi regenerasi Shorea spp. dalam rangka kelestarian sumber benih di Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Haurbentes, Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Penelitian menggunakan analisis vegetasi dengan plot pengamatan berupa klaster plot berbentuk lingkaran berukuran 17,95 m. Klaster plot dibuat sebanyak 7 plot yang mewakili tahun tanam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis S. pinanga (klaster plot 1 dan 6), S. selanica (klaster-plot 3 dan 4) dan S. stenoptera (klaster plot 2, 5 dan 7) mendominasi tingkat pohon dan tiang. Keadaan ini cukup ideal karena nantinya diharapkan vegetasi tingkat tiang dapat menggantikan pohon induk yang mati atau sudah tidak produktif menghasilkan buah. Faktor penyebab perbedaan jenis yang mendominasi adalah perbedaan jenis yang ditanam pada awal penanaman. Sebagian besar jenis yang mendominasi di tingkat pancang dan semai berbeda dengan tingkat pohon dan tiang (diluar target) (klaster-plot 2, 3, 4, 6,7), sehingga kesempatan untuk berkembang menjadi tingkat tiang dan bahkan pohon menjadi rendah. Dominasi, KHDTK Haurbentes, regenerasi, Shorea, tegakan benih teridentifikasi
BP-16 Keanekaragaman spesies jamur antagonis rhizosphere competence yang diisolasi dari tanah dan potensinya untuk pengendalian Rhizoctonia solani pada tanaman kedelai Eriyanto Yusnawan♥, Alfi Inayati Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Jl. Raya Kendalpayak Km 8, PO Box 66 Malang 65101, Jawa Timur. Tel.: +62341-801468, 801075, Fax.: +62-341-801496, email:
[email protected]
Jamur yang termasuk dalam genus Trichoderma, Fusarium, Penicillium, dan Phoma memiliki sifat mampu mengkoloni perakaran tanaman (rhizosphere competence) dan berpotensi untuk pengendalian penyakit tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi jamur antagonis dari tanah dan menguji potensinya untuk pengendalian penyakit yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani pada tanaman kedelai. Hasil isolasi dari tanah didapatkan 50 isolat jamur, dimana Trichoderma merupakan genus yang mudah diisolasi. Jamur genus ini mudah ditumbuhkan pada media PDA karena bersifat saprofit dengan laju pertumbuhan yang relatif cepat dibandingkan dengan genus yang lain semisal Fusarium, Penicillium, dan Phoma. Hasil uji kultur ganda antara isolat yang didapatkan dengan R. solani menunjukkan bahwa mayoritas isolat yang diuji mampu menekan pertumbuhan koloni patogen. Persentase penghambatan mencapai 98,7%. Dari semua isolat yang didapatkan, tiga belas isolat terpilih diuji kemampuannya untuk mengkoloni perakaran tanaman kedelai. Isolat yang mengkoloni perakaran mampu tumbuh pada media PDA 35 hari setelah inkubasi. Isolat yang mampu mengkoloni perakaran berpotensi digunakan sebagai agen hayati untuk mengendalikan R. solani pada tanaman kedelai. Jamur antagonis, jamur tular tanah, uji kultur ganda, rhizosphere competence
BP-17 Keanekaragaman Piper liar di hutan sekunder Kebun Raya Eka Karya Bali I Nyoman Peneng, Putri Sri Andila♥ UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka Karya’ Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Candikuning, Baturiti, Tabanan 82191, Bali. Tel. +62-368-2033211, ♥email:
[email protected]
Kebun Raya Eka Karya merupakan pelestarian Tanaman secara ex-situ kususnya untuk kawasan Hutan Tropis dataran tinggi di Indonesia bagian Timur. Uniknya, kebun raya Eka Karya Bali merupakan bekas kawasan hutan sekunder yang berlokasi di Bali bagian utara, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Bali. Kawasan reboisasi ini memiliki ekosistem basah, ditumbuhi oleh beranekaragam pepohonan yang telah tumbuh liar dan berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam Batukahu,sehingga keanekaragaman flora
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
lainnya menjadi tinggi, termasuk keragaman Piperaceae (Piper spp.) Piper merupakan anggota Famili Piperaceae yang memiliki banyak potensi, misalnya sebagai tanaman obat dan atsiri. Sebagian besar Piper merupakan tumbuhanwoody climber yang melilit pepohonan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi keanekaragaman Piper liar yang tumbuh di kawasan Hutan sekunder Kebun Raya Eka Karya Bali serta mempelajari habitatnya. Ada 5 spesies Piper liar yang ditemukan yaitu Piper hispidum, P. sarmentosum, P. flavimarginatum, Piper sp. 1, dan Piper sp. 2. Habitat alami teduh dengan kisaran PH tanah 6-7, kelembaban tanah 60-80%, kelembaban 62-73% RH dan ketinggian 1.330 meter di atas permukaan laut. Piper tumbuh dengan berasosiasi dengan pohon-pohon, antara lain: Cyathea contaminans, Biscovia javanica, Syzygium polyanthum, dan Manglietia glauca.
247
Arecaceae, Bali Barat, Gunung Mesehe, Hutan Lindung, palem
Ekosistem CO-01 Studi populasi dan pola tata ruang anggrek epifit (Orchidaceae) di Cagar Alam Sempu, Malang, Jawa Timur Asep Sadili♥
Biodiversitas, dataran Tinggi, hutan sekunder, hutan tropis, Piper
BP-18 Inventarisasi keanekaragaman palem (Arecaceae) di Gunung Mesehe, kawasan Hutan Lindung Bali Barat I Nyoman Peneng, Putri Sri Andila♥ UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka Karya’ Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Candikuning, Baturiti, Tabanan 82191, Bali. Tel. +62-368-2033211, ♥email:
[email protected]
Provinsi Bali memiliki hutan seluas 130.766,06 ha atau 22,42% dari luas daratan Pulau Bali. Sebagian besar kawasan hutan berfungsi sebagai Hutan Lindung, hutan produksi dan hutan konservasi (Cagar Alam, Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya). Dengan luas hutan yang begitu luas masih banyak keanekaragaman flora dan fauna yang belum tercatat dan terkoleksi dengan baik. Gunung Mesehe merupakan salah satu Hutan Lindung di kawasan Bali Barat, Kabupaten Jembaran, Bali. Kawasan hutan ini masih belum banyak terekseplorasi, termasuk jenis tjenis tumbuhan palem. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi keanekaragaman palem di Gunung Mesehe. Penelitian dilakukan pada 7-11 September 2015. Metode eksplorasi digunakan dalam penelitian ini, diikuti oleh pengambilan material herbarium, dan material hidup. Herbarium disimpan di Herbarium Kebun Raya Eka Karya Bali, sedangkan tanaman hidup ditanam kembali sebagai tanaman koleksi. Kondisi ekologi iklim mikro tumbuhan juga dicatat. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat lima jenis palem yang ditemukan yaitu: Pinanga arinasae Witono, Pinang sp., Areca catechu L., Caryota mitis Lour. dan Calamus sp. Penemuan P. arinasae di Gunung Mesehe merupakan catatan baru persebaran jenis palem ini di Pulau Bali, yang sebelumnya hanya ditemukan di Kawasan Bukit Tapak, Bali Utara. Sedangkan Pinang sp. merupakan koleksi baru Kebun Raya Eka Karya Bali yang berpotensi sebagai spesies baru dan catatan baru di Kawasan Kepulauan Sunda Kecil.
Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-218765062. ♥email:
[email protected]
Pulau Sempu merupakan kawasan hutan cagar alam yang berada di Malang, Jawa Timur. Kawasan ini merupakan habitat alami bagi jenis-jenis anggrek epifit dataran rendah. Penelitian menggunakan plot memanjang 10 x 1.000 m2 (1 ha) dari pantai Semut ke arah pantai Sumber Air Tawar. Hasil pendataan tercatat 4 jenis dari 4 marga dengan kerapatan 77 rumpun. Jenis utama adalah anggrek Taeniophyllum cf. biocellatum (NP=130,12% dan SDR=65,60%); Dendrobium subulatum (NP=34,94% dan SDR=17,47%); Grosourdya appendiculata (NP=32,03% dan SDR=16,01%); dan Dendrobium crumenatum (NP=2,91% dan SDR=1,45%). Pola tata ruang sebaran menggunakan tiga variabel yaitu indeks dispersi, indeks clumping dan indeks green’s diuji berdasarkan chi-square dari masing masing jenis menunjukan pola acak. Anggrek, Jawa Timur, populasi, tata ruang, Sempu
CO-02 Trees of West Kalimantan Peatland Forest influence on variability of water and carbon input through stemflow mechanism Dwi Astiani♥ Faculty of Forestry, Universitas Tanjungpura. Jl. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak 78121, West Kalimantan, Indonesia. Tel.: +62-561-765342, 583865, 732500, Fax.: +62-561-765342, email:
[email protected]
Hydrology controls the chemical and biotic processes in peatlands, influencing interactions among vegetation, nutrient dynamics, and carbon fluxes.The effects of forest degradation revealed severe changes in the hydrological cycle such as variability of water input on forest floor, soil water storage and the ability to abstract water from soil depth. A study had been conducted to investigate part of the cycle, the amount of water and carbon input through stemflow mechanisme into peatland forest floor for 2 years.
248
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Stemflows were measured on 13 trees species within the area ranging from 10-30 cm dbh. Then the trees were grouped to three bark types (smooth, mid, and rough) to investigate wether it had influenced the inputs. Results showed that with mean annual precipitation of 3171±122mm, annual mean stemflow for the area was 597±35mm. Further analysis demonstrated that tree species with smoother bark textures tend to bring more water to forest floor compared to mid and rough bark textures (46% and 42.5% more than rough and intermediate consecutively). The carbon input also show similar trend. The results implied that significant amount of water could be slower down come to forest floor through this mechanism and protected forest soil.
terdekomposisi dibandingkan R. apiculata. Laju dekomposisi serasah daun A. marina pada hari terakhir penelitian untuk stasiun 1 dan stasiun 2 adalah 0,026 dan 0,019, sedangkan untuk R. apiculata adalah 0,013 dan 0,011, laju dekomposisi untuk kedua jenis spesies tersebut tergolong dalam kategori cepat. Waktu paruh atau waktu yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi setengah dari berat awal (t50) pada serasah A. marina terjadi pada hari ke 26 (stasiun 1 ) dan pada hari ke 37 pada stasiun 2, dan untuk jenis R. apiculata t50 terjadi pada hari ke 53 dan hari ke 64 untuk stasiun 1 dan stasiun 2. Kandungan C-organik dalam serasah daun A. marina lebih tinggi dibandingkan pada R. apiculata.
Annual stemflow, hydrological cycle, tree barks, tree species
Dekomposisi, Desa Leungah, mangrove, produktivitas, serasah
CO-03
CO-04
Dekomposisi serasah daun mangrove Avicennia marina dan Rhizophora apiculata pada ekosistem mangrove di Desa Leungah Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar
Identifikasi lahan dan vegetasi pada kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) untuk pengembangan agroforestri di KHDTK Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur
Irma Dewiyanti1,♥, Sayyid Afdhal El Rahimi1, Kemalahayati1, Cut Yulvizar2
Rina Wahyu Cahyani♥, Asef Kurniyawan Hardjana
1
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Syiah Kuala. Jl. Teuku Nyak Arief, Darussalam, Banda Aceh 23111, Aceh. Tel./Fax. +62-651-51321, 555622, 51977, Psw. 4187, ♥ email:
[email protected] 2 Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh 23111, Aceh
Mangrove berperan penting secara ekologis karena memiliki produktivitas yang tinggi melalui serasah mangrove yang jatuh keperairan dan lantai hutan mangrove. Serasah mangrove yang mengalami proses dekomposisi merupakan komponen sumber nutrient yang utama dimana daun mangrove diuraikan oleh dekomposer, sehingga menjadi sumber unsur hara bagi tumbuhan mangrove sendiri dan biota akuatik yang menjadikan mangrove sebagai habitat tempat hidup. Produktivitas perairan pada umumnya tergantung pada zat hara yang berasal dari serasah dimana merupakan sumber energi yang penting bagi hewan estuaria. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi dan t50 pada serasah daun mangrove Avicennia marina dan Rhizophora apiculata, serta untuk menentukan kandungan C-organik yang terdapat pada serasah daun A. marina dan R. apiculata yang mengalami dekomposisi. Penentuan kandungan Corganik dilakukan menggunakan metode Walkey Black. Penelitian ini dilaksanakan pada kawasan mangrove Desa Leungah, Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Pada penelitian ini ditempatkan dua stasiun, stasiun I terletak mengarah ke arah laut, stasiun 2 mengarah ke arah darat. Metode yang digunakan untuk pengukuran laju dekomposisi pada penelitian ini adalah menggunakan litterbag yang terbuat dari jaring nilon dengan mesh size1,5 mm (berukuran 20 cm x 30 cm). Hasil penelitian menunjukkan bahwa serasah daun A. marina lebih cepat
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Ekosistem Hutan Dipterokarpa. Jl. A.W. Syahranie No. 68 Sempaja, Samarinda 75119, Kalimantan Timur. ♥email:
[email protected]
Akses masyarakat sekitar KHDTK (Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus) untuk beraktivitas menjadikan kawasan tersebut tidak aman. Menjawab hal tersebut, optimasi produktivitas lahan dengan pola agroforestri bisa diterapkan. Diharapkan melalui sistem agroforestri ini, pemanfaatan dan produktivitas lahan hutan alam di KHDTK Labanan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur dapat lebih dioptimalkan dalam menghasilkan pangan, energi dan mengkonservasi air, selain itu fungsinya sebagai kawasan hutan tetap terjaga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi lahan di bawah tegakan hutan; menghasilkan data vegetasi di dalam plot penelitian; dan mengetahui stok karbon tumbuhan bawah. Metode penelitian dimulai dengan pengambilan sampel tanah, analisis vegetasi dan pengambilan sampel biomassa tumbuhan bawah. Berdasarkan hasil analisa laboratorium keadaan pH tanah pada plot penelitian berkisar antara 5-7, dengan nilai N total < 0,3%, P total < 49 mgP205/100g, K total pada umumnya berkisar 2-8 mgK20/100g, dan kandungan C organic tanah < 2,1%. Vegetasi didominasi oleh jenis cunday (Saraca declinata) yaitu sebanyak 43 pohon/ha dengan luas bidang dasar 21,55 m2/ha. Indeks nilai penting (INP) vegetasi tertinggi terdapat pada jenis cunday (Saraca declinata) sebesar 51,43% dan terendah pada jenis bintangur (Callophyllum sp.) sebesar 2,89%. Stok karbon tumbuhan bawah di lokasi penelitian berkisar antara 1,470-1,752 ton/ha. INP, karbon, KHDTK Labanan, vegetasi
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
CO-05 Preliminary assessment of a tropical urban stream using benthic macroinvertebrates as a bioindicator in Muara Angke, Jakarta, Indonesia Christopher Kelly1,♥, Jito Sugardjito2, Tatang Mitrasetia2 1
King's College London, Strand, WC2R 2LS, London. ♥email:
[email protected] 2 Universitas Nasional, Jl. Sawo Manila, RT.14/RW.3, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520, Jakarta
This paper presents a preliminary investigation into the downstream water quality of a heavily urbanised tropical river. The purpose of the study was to assess the ecosystem health and functioning of the Muara Angke protected mangrove area despite significant degradation of the watercourse and surrounding ecosystems. Mangrove ecosystems are known to function as biological filters, removing pollutants and excess nutrients in a variety of ways. Benthic macroinvertebrates are employed as a biological indicator of water quality; their behaviour and ecology making them ideal candidates for this purpose. Species were assigned a pollution-sensitivity rating to inform later analysis. Samples were collected at 4 upstream sites to establish baseline stream water quality and ecosystem health. These sites were then compared with a site containing water which had already passed through a significant portion of the wetland area. Results showed a clear difference in recorded taxa, with downstream site dominated by a variety of highly pollution-sensitive species, while upstream sites were dominated by species identified as having a high tolerance for both organic and inorganic pollution. These findings suggest that the Muara Angke mangrove forest continues to function as a biological filter, improving the quality of severely degraded upstream inputs and providing conditions suitable for pollution sensitive species. This function requires further investigation to establish potential ecosystem services development in Jakarta. Benthic macroinvertebrates, biological filter, ecosystems services, urban wetland
CO-06 Phytoplankton diversity in Sand pit Lake: Changes due to eutrophication Pelita Octorina♥, Bambang Kustiawan, Arif Supendi, Ujang Dindin, Novita MZ. Muhammadiyah University of Sukabumi. Jl. R. Syamsudin No. 50, Kec. Sukabumi 43115, Jawa Barat, ♥email:
[email protected]
The phytoplankton communities of semi opened eutrophic sand pit lake was analysed during Mei-Juli 2010 and AprilAugust 2015. We evaluated the changing of phytoplankton community characteristics after five years eutrophication and analyzed their potential to support fish production.
249
Physical and chemical water paramaters were also analysed to characterize the lakes and investigate the effect of hydrochemical features on phytoplankton. Water sample was taken from five depth base on secchi disk measurement. The result showed that in 2010 phytoplankton abundance from hypoticzone to survace ranged from 7,678-121,088 cell/L and increased in 2015 which ranged from 55,000-669,933 cell/L. The diversity and homogeny indeks of both years was low. We identified 37 genus from 4 classes in 2010 and the number of genus decrease to 18 genus in 2015. In 2010 we found Chlorophyceae was the largest number (72.48%) followed by Cyanoophyceae (19.19%), Bacillariphyceae (7.76%) and Dinophyceae (0.55%) futher in 2015 Bacillariphyceae (75.4%) take the largest number, the second was Chlorophyceae (18.91%), then Cyanophyceae (5.4%) and Dinophyceae (0.55%). Trophic index evaluated with TSI Carlson method and TSI value rised from 52.14 to 62.15. Abudance, diversity indeks, eutrophycation, phytoplankton, water parameters
CO-07 Persepsi masyarakat tentang pengelolaan lahan di Desa Nusapati, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat Emi Roslinda♥, Wiwik Ekyastuti, Siti Masitoh Kartikawati, Syarifah Fakultas Kehutanan, Universitas Tanjungpura. Jl. Prof. Hadari Nawawi, Pontianak 78121, West Kalimantan, Indonesia. Tel.: +62-561-765342, 583865, 732500, Fax.: +62-561-765342, email:
[email protected]
Pengelolaan lahan merupakan segala tindakan/perlakuan yang diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan mempertinggi hasil produktivitas lahan dengan mempertahankan kelestariannya. Persepsi dalam penelitian ini menggunakan konsep “nilai” dan “kepentingan”. Penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi masyarakat akan pentingnya pengelolaan lahan dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat Nusapati. Pendekatan partisipasi menggunakan skoring dilakukan untuk mengetahui macam-macam pengelolaan lahan yang dilakukan masyarakat. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegiatan skoring dengan teknik diskusi kelompok terfokus. Analisa data dilakukan secara tabulasi berdasarkan nilai dan kepentingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebun dengan pola agroforestri merupakan lahan terpenting bagi masyarakat dengan jenis tanaman kebun utama berupa nenas dan pisang. Kebun dinilai paling penting karena dapat memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat secara langsung dan tidak langsung. Sawah dapat menuhi kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan makanan pokok, dengan tanaman utama berupa padi dan tanaman selingan berupa beberapa jenis palawija. Hutan rakyat merupakan tabungan bagi masa depan dengan berbagai jenis tanaman kehutanan terutama tanaman gaharu, jabon dan sengon serta berbagai jenis pohon buah. Sementara hutan merupakan warisan
250
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
yang terus dipertahankan karena merupakan tempat hidup bagi hewan dan tumbuhan lainnya yang bermanfaat untuk lingkungan. Ancaman akan keberadaan kebun sawit perlu mendapatkan perhatian khusus, karena kepentingan ekonomi sangat mempengaruhi pola pengelolaan lahan selanjutnya. Oleh karena itu, pengelolaan lahan kebun berbasis agroforestri perlu dipertahankan untuk kelangsungan lingkungan yang lebih lestari. Agroforestri, hutan rakyat, lahan, partisipasi, persepsi
CO-08 Fenologi mangrove dan restorasi kawasan mangrove terdegradasi di Semenanjung Banyuasin, Taman Nasional Sembilang, Sumatra Selatan Sarno1,♥, Rujito Agus Suwignyo1, ♥♥, Zulkifli Dahlan2, Munandar2, Moh. Rasyid Ridho1, Nita Aminasih1, Harmida1 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih Km 32, Kampus Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera Selatan. Tel.: +62-711-580609, 580665, Fax.: +62-711-580644, email:
[email protected] 2 Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih Km 32, Kampus Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera Selatan. email:
[email protected]
Hutan mangrove berperan sangat penting bagi keberlangsungan berbagai eksosistem di kawasan pesisir. Penyebab utama terjadinya degradasi mangrove di Semenanjung Banyuasin, Taman Nasional Sembilang (TNS), Sumatera Selatan adalah alih fungsi menjadi tambak. Restorasi kawasan mangrove terdegradasi dimaksudkan untuk memulihkan pada kondisi semula, sehingga fungsi ekosistem mangrove menjadi optimal. Pengelolaan mangrove berbasis masyarakat menjadi kunci keberhasilan kegiatan restorasi kawasan mangrove terdegradasi di TNS. Bibit mangrove dari tanam langsung propagul mempunyai keberhasilan tumbuh (bertunas) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari polybag; Informasi tentang fenologi mangrove sangat penting dalam pengelolaan bibit mangrove untuk penanaman kawasan terdegradasi. Peran dan partisipasi masyarakat sangat penting dalam menjamin keberlangsungan proses restorasi khususnya di lahan tambak, dalam menjaga kondisi hidrologi lahan. Degradasi, fenologi, mangrove, Taman Nasional Sembilang
CO-09 The accuracy of boundary delineation of coral reefs area derived from various vegetation indices analysis of satellite landsat thematic mapper Bambang Sulistyo♥
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A , Bengkulu. Tel.: +62-736-21170, psw. 219, Fax. +62-736-21290, email:
[email protected]
This research was aimed for determining the accuracy of the boundary delineation of coral reefs area derived from various vegetation indices analysis of satellite Landsat Thematic Mapper in Enggano Island, District of North Bengkulu, Bengkulu Province. The research method applied was by doing analysis of various vegetation indices of Landsat TM, which are Ratio Vegetation Index, Normalized Difference Vegetation Index, Soil Adjusted Vegetation Index, Transformed Soil Adjusted Vegetation Index, Modified Soil Adjusted Vegetation Index and Transformed Vegetation Index. The result of every analysis of vegetation index then was used as a base for on-screen digitization or delineation areas where the boundary of coral reefs probably exist such that can be gained digital data. The accuracy of the result was checked by overlaying it onto Map of Coral Reefs derived from topographic map of Joint Operation Group. The result of delineation boundary based on vegetation index is said to be “Good” if the accuracy is ≥ 80%. The result of research shows that the overall accuracy obtained were 67.11% (RVI), 66.42% (NDVI), 73.33% (SAVI), 74.22% (TSAVI), 77.32% (MSAVI) and 77.33% (TVI) respectively. It revealed that the accuracy of the boundary delineation of coral reefs area derived from various vegetation indices analysis of satellite Landsat Thematic Mapper were "Not Good", so that the information obtained should not be used for further analysis. Boundary delineation, coral reefs, Landsat, vegetation index
CO-10 Association of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF) with the rhizosphere of Brachiaria precumbens from Gold Mine Tailing Area in Timika, Papua and its potential to the growth of Zea mays Suharno1,2,♥, Endang Sutariningsih Soetarto 3, Retno Peni Sancayaningsih 3, Rina Sri Kasiamdari 3 1
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Cenderawasih University. Jl. Kamp Wolker, Perumnas 3 Waena, Jayapura 99351, Papua, Indonesia. Tel./Fax. +62-967-572115, ♥email:
[email protected]. 2 Graduate Program of Biology, Faculty of Biology, Universitas Gadjah Mada. Bulaksumur campus, Sleman 55281 Yogyakarta. 3 Faculty of Biology, Universitas Gadjah Mada. Bulaksumur campus, Sleman 55281 Yogyakarta. ♥♥email:
[email protected]
The role of arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) in the process of rehabilitation of degraded land is very important, including the handling of sand tailings. In the rehabilitation process, utilizing the AMF isolates from the tailings area will be easier to adapt to the habitat that will be rehabilitated. The purpose of this study was to determine AMF that associated with Brachiaria precumbens derived from the tailings area in Timika, Papua, and its potential to
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
251
the growth of maize (Zea mays). The method used to determine the presence of AMF is a survey and wet sieving method, while the calculation of percent infection was done by slide method. The compatibility test and effectiveness of AMF inoculation on the Z. mays growth was conducted by completely randomized design (CRD) with 4 treatments: M0: control (without mycorrhiza); M1: Clariodeoglomus etunicatum BGR; M2: C. lamellosum L1A01S; M3: C. etunicatum L1A12D each with eight replications. The results showed that there is a presence of the FMA in the rhizosphere of B. precumbens found in the tailings deposition area Ajkwa Modified Deposition Area (ModADA) of gold mine in Timika. AMF percent colonization at the root reached 73.3%, while the number of spores in the rhizosphere is 8-25 per 10 g samples of soil and increased to reach an average of 49.6 spores per 10 g soil samples by trap methods. Based on morphological identification, AMF found in the B. precumbens rhizosphere are genus Glomus, Scutellospora, Acaulospora, and Claroideoglomus, whereas based on molecular identification, two isolates (L1A01S and L1A12D) identified as C. lamellosum L1A01S and C. etunicatum L1A12D. The compatibility test showed that the AMF is able to increase the growth of maize, and significantly affect plant height, leaf area and relative growth rate. C. lamellosum L1A01S derived from the tailings has better effect than C. etunicatum L1A12D and C. etunicatum BGR
ketinggian tempat 5-20 m dpl., kelerengan 0-8%, suhu 25,0-29,0 oC, kelembaban 80-98% dan intensitas cahaya 154-1148 lux. Jumlah jenis terbanyak berada pada tingkat semai, semak dan herba (35 jenis di wilayah Cikeusik) dengan jenis vegetasi langkap (Arenga obtusifolia) mendominasi hampir di seluruh jalur penelitian (75%), kecuali pada areal-areal dengan tutupan berupa rumpang dan hutan sekunder yang kondisinya masih baik. Vegetasi langkap ini menginvasi habitat badak jawa secara sporadis, sehingga mengakibatkan berkurangnya sumberdaya pakan alami yang disukai badak jawa dan menjadi ancaman yang cukup serius. Di sisi lain, badak jawa juga menghadapi persaingan ruang dan sumberdaya pakan dengan banteng.
AMF, Brachiaria precumbens, tailing, Timika, Zea mays
Kualitas madu adalah faktor yang penting dalam suatu produk yang akan dipasarkan kepada masyarakat. Kualitas madu di Indonesia mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 2013. Tujuan penelitian ini adalah menyediakan informasi tentang kualitas madu putih asal Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sampel madu diperoleh dari pemungut madu lebah hutan (Apis dorsata) di Desa Piong, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima dan produsen madu di Kota Mataram. Madu dianalisa di Laboratorium Akademi Kimia Analisis dan Laboratorium Biofarmaka, Bogor. Parameter yang diamati terdiri fisikokimia madu yang terdiri dari kadar air, tingkat keasaman, pH, warna, kandungan zat aktif, kandungan gula (glukosa, fruktosa dan sukrosa). Data dianalisis secara deskriptif. Hasil analisa laboratorium menunjukkan bahwa kadar air kedua sampel madu tidak memenuhi SNI 2013 (maks 22%). Kandungan gula pereduksi, kandungan sukrosa dan tingkat keasaman kedua sampel madu memenuhi SNI 2013. Madu putih dari jenis lebah Apis dorsata asal Kabupaten Bima mengandung zat aktif saponin, sedangkan madu putih merk X asal Kota Mataram mengandung flavonoid. Selama penyimpanan di dalam suhu refrigerator kedua sampel madu mengalami granulasi/kristalisasi.
CO-11 Karakteristik habitat badak Jawa (Rhinoceros sundaicus) dan kaitannya dengan persaingan sumberdaya pakan dan ruang di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten Sofiatin♥, Tati Suryati Syamsudin, Achmad Sjarmidi Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, Jawa Barat. Tel.: +62 22 251 1575, 250 0258, Fax: +62 22 253 4107. ♥email:
[email protected]
Wilayah Semenanjung Ujung Kulon, Banten merupakan habitat mamalia endemik badak jawa (Rhinoceros sondaicus). Keberadaan badak jawa beserta habitatnya di wilayah ini menjadi penting mengingat satwa ini berada pada status Critically Endangered menurut RedList IUCN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi habitat badak jawa berdasarkan karakteristik biofisik habitat dan bentuk persaingan sumberdaya pakan dengan mengetahui pola penggunaan ruang dan waktu oleh badak jawa dan banteng. Penelitian dilakukan di Semenanjung Ujung Kulon pada empat wilayah konsentrasi sebaran badak jawa, meliputi Cibandawoh, Cikeusik, Citadahan dan Cigenter dengan mengamati kondisi habitat meliputi struktur dan komposisi vegetasi menggunakan metode analisis vegetasi, kondisi fisik kubangan dan tempat-tempat aktivitas badak Jawa. Pengukuran mikroklimat juga dilakukan pada plotplot yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik habitat cukup bervariasi dengan
Analisis vegetasi, badak jawa, banteng, habitat, Ujung Kulon
CO-12 Kualitas madu putih asal Provinsi Nusa Tenggara Barat Yelin Adalina♥, Evi Kusmiati Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111, ♥ email:
[email protected]
Apis dorsata, kualitas, madu
CO-13 Komunitas makrozoobentos di ekosistem lotik Kawasan Kampus Institut Teknologi Bandung, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat
252
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Andria Oktarina♥, Tati Suryati Syamsudin Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung. Jl. Ganesha No. 10 Bandung 40132, Jawa Barat. Tel.: +62 22 251 1575, 250 0258, Fax: +62 22 253 4107. ♥email:
[email protected]
Aliran sungai di Kawasan Kampus ITB Jatinangor, Jawa Barat memiliki rangkaian aliran air dari bagian hulu sampai ke bagian hilir. Pembangunan infrastruktur sekitar area kampus di sepanjang aliran sungai tersebut akan mengubah struktur sungai. Makrozoobentos merupakan salah satu hewan akuatik yang sering digunakan sebagai indikator biologi untuk menentukan perubahan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komunitas makrozoobentos akibat adanya pengaruh dari pembangunan dan perbaikan infrastruktur seperti pembangunan danau buatan, perbaikan jalan dan saluran air di kawasan kampus ITB Jatinangor. Penelitian dilakukan dari Oktober 2013 sampai Maret 2014. Pencuplikan sampel makrozoobentos dilakukan pada 8 stasiun ekosistem lotik menggunakan Jala Surber pada substrat berbatu dan Pengeruk Eijkman pada substrat berpasir dan berlumpur. Hasil penelitian menunjukkan pengaruh dari aktivitas di sepanjang ekosistem lotik yang terjadi mempengaruhi struktur dan komposisi makrozoobentos. Komposisi makrozoobentos di ekosistem lotik ditemukan 71 spesies dengan 3 spesies dominan yaitu Anentome sp. (3.581 ind/ m2), Pleurocera sp. (1.241 ind/ m2) dan Corbicula sp. (1.927 ind/ m2), serta 6 singleton species selama pencuplikan. Ekosistem lotik, Kampus ITB Jatinangor, komunitas makrozoobentos, Singleton spesies, spesies dominan
CO-14 Populasi dan serangan Leptocorisa acuta (Hemiptera: Alydidae) pada tanaman padi sawah di Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat Munzir Busniah♥, Winarto, Parlen Deplomar Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-75172702, email:
[email protected]
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui populasi dan serangan walang sangit (Leptocorisa acuta Thumberg) (Hemiptera: Alydidae) telah dilaksanakan di Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat dari Desember 2014 sampai Februari 2015. Penelitian dilaksanakan dalam bentuk survei menggunakan metode pengambilan sampel secara Purposive Random Sampling. Pengamatan dilaksanakan sebanyak empat kali selama fase generatif pertumbuhan tanaman padi dengan interval pengamatan satu minggu. Parameter pengamatan adalah kepadatan populasi, persentase malai terserang dan persentase bulir terserang. Populasi walang sangit adalah 5,4 ekor per enam rumpun, persentase malai terserang 74,7% dan persentase bulir terserang 31,1%.
Leptocorisa acuta, populasi, serangan, Solok, tanaman padi, walang sangit
CO-15 Pengaruh lebar jalur tanam terhadap riap tegakan Shorea leprosula dan Dryobalanops lanceolata pada sistem tebang pilih tanam jalur M. Taufan Tirkaamiana1,♥, Afif Ruchaemi2, M. Sumaryono2 1
Fakultas Pertanian, Universitas 17 Augustus 1945. Jl. Ir. H. Juanda No. 80, Samarinda 75124, Kalimantan Timur. Tel./Fax. +62-541-743390, email:
[email protected] 2 Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Jl. Ki Hajar Dewantara, Samarinda 75119, Kalimantan Timur
Salah satu upaya penyelamatan hutan tropis di Indonesia, khususnya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas hutan produksi adalah melalui sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) yang sebelumnya disebut Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) atau lebih dikenal dengan SILIN karena menerapkan teknik silvikultur intensif (Silin) dan menanam spesies target yang merupakan pohon unggulan di jalur tanam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui riap tegakan Shorea leprosula dan Dryobalanops lanceolata yang ditanam dengan lebar jalur tanam yang berbeda. Data pertumbuhan diameter, riap diameter, dan riap bidang dasar tegakan S. leprosula dan D. lanceolata diperoleh dengan cara mengamati 4 PUP (Petak Ukur Permanen) dimana masing-masing PUP berukuran 100 m x 100 m dan terdiri dari 5 jalur tanam sebagai ulangan di areal IUPHHK PT Balikpapan Forest Industries di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: rataan riap diameter dan bidang dasar tegakan pada jalur tanam 3 meter untuk jenis S. leprosula sebesar 1,47 cm/th dan 1,09 m2/ha/th, S. leprosula pada lebar jalur tanam 6 meter sebesar 2,08 cm/th dan 0,90 m2/ha/th, D. lanceolata pada jalur tanam 3 meter sebesar 0,74 cm/th dan 0,34 m2/ha/th, dan D. lanceolata pada jalur tanam 6 meter 1,14 cm/th dan 0,33 m2/ha/th. Perbedaan lebar jalur tanam 3 meter dan 6 meter berpengaruh sangat signifikan terhadap pertumbuhan dan riap diameter tegakan S. leprosula. Penerimaan Intensitas cahaya yang optimal pada daun akan mempercepat laju transpirasi, pembukaan stomata, sehingga mempengaruhi proses laju fotosintesis. Sedangkan untuk D. lanceolata perbedaan lebar jalur tanam tersebut tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan dan riap diameter. Perbedaan lebar jalur juga tidak berpengaruh terhadap riap bidang dasar baik tegakan S. leprosula maupun D. lanceolata. Hal ini disebabkan karena jumlah pohon per satuan luas pada lebar jalur 6 meter lebih kecil dibanding pada lebar jalur 3 meter. Intensitas cahaya, jalur tanam, Shorea leprosula, silvikultur
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
CO-16
253
Lalat rumah Musca domestica sebagai vektor parasit
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tutupan lahan di kawasan Kamojang tersusun atas beragam jenis tumbuhan mulai dari strata terendah, yaitu tumbuhan bawah hingga strata tertinggi, yaitu jenis pohon-pohonan.
Azham Alparisi, Aminah Aminah♥
Kamojang, tumbuhan, vegetasi
Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Banten. Jl. Dr. Sitanala Komplek SPK Neglasari, Kota Tangerang 15121, Banten. Tel./Fax.: +6221-5518420, ♥email:
[email protected]
Lalat rumah (Musca domestica) merupakan serangga yang mengganggu estetika, merusak makanan, dan berperan sebagai vektor mekanik penyebab penyakit pada hewan ternak dan manusia. Lalat dapat membawa virus, bakteri, protozoa dan telur cacing pada bulu-bulu permukaan tubuhnya terutama kaki. Lalat menyukai lingkungan kotor sebagai tempat untuk berkembang biak yang biasanya juga berdampingan dengan tempat kegiatan manusia. Untuk mengidentifikasi keragaman parasit yang dapat disebarkan oleh lalat, sebanyak 10 pool lalat M. domestica yang masing-masing terdiri atas 20 ekor lalat ditangkap dari 10 titik di Kelurahan Karangsari, Kota Tangerang, Banten. Sampel lalat tersebut direndam pada larutan KOH 4% selama 24 jam kemudian hasil sedimentasi dengan metode sentrifugasi diperiksa di bawah mikroskop. Hasil identifikasi sedimen menunjukkan bahwa 0,5% lalat yang diperiksa positif membawa telur nematoda usus Ascaris lumbricoides infektif, 6% lalat membawa ektoparasit tungau, dan 2% membawa caplak. Temuan ini memberi petunjuk jelas bahwa lalat M. domestica berperan penting dalam penyebaran cacingan dan infestasi ektoparasit. Ektoparasit, Musca domestica, nematoda, sedimentasi, vektor
CO-17 Studi vegetasi di Kawasan Kamojang, Jawa Barat Indri Wulandari♥, Teguh Husodo, Herri Y. Hadikusumah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas tumbuhan dan komposisi vegetasi di kawasan Kamojang, Jawa Barat. Metode pengambilan data yang digunakan dalam studi ini adalah metode kuadrat menggunakan petak-petak kuadrat pada transek sabuk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kawasan Kamojang ditemukan 267 jenis tumbuhan dari 87 famili. Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan memiliki keragaman berdasarkan stratifikasinya, yang terdiri dari jenis pohon, herba, semak, dan jenis tumbuhan bawah. Jenis-jenis tumbuhan itu tersebar dalam delapan tipe ekosistem, yaitu: ekosistem hutan alam, ekosistem hutan produksi, ekosistem semak belukar, ekosistem rawa, ekosistem riparian, ekosisem kebun, ekosistem pekarangan, dan ekosistem binaan (arboretum). Berdasarkan studi yang telah
CO-18 Studi vegetasi di Kawasan Darajat, Jawa Barat Teguh Husodo♥, Indri Wulandari, Herri Y. Hadikusumah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Kegiatan pembangunan atau pengembangan wilayah dapat menjadikan terganggunya vegetasi disuatu wilayah, seperti yang terjadi di kawasan Darajat, Garut, Jawa Barat. Keberadaan lokasi tujuan wisata di kawasan Darajat memberikan dampak pada keadaan sosial ekonomi di wilayah sekitar, tetapi juga memberikan dampak terhadap keberadaan vegetasi di wilayah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi di kawasan Darajat. Metode pengambilan data yang digunakan dalam studi ini adalah metode kuadrat menggunakan petak-petak kuadrat pada transek sabuk. Hasil dari studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada kawasan Darajat ditemukan 294 jenis tumbuhan dari 93 famili. Diantara jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan, 34 jenis diantaranya termasuk dalam kategori dilindungi berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan tersebar dalam enam tipe komunitas, yaitu komunitas revegetasi, komunitas kawah, komunitas danau/rawa, komunitas hutan alam, komunitas riparian, dan komunitas kebun. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tutupan lahan di kawasan Darajat tersusun atas beragam jenis tumbuhan, meliputi jenis-jenis dari kategori pohon, herba, semak, dan kategori tumbuhan bawah. Darajat, tumbuhan dilindungi, vegetasi
CO-19 Kematian ikan nila di budidaya keramba jaring apung Desa Aranio dan Tiwingan Lama Muhamat♥, Hidayaturrahmah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat. Jl. A. Yani Km. 36, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan, email:
[email protected]
Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan mempunyai wilayah minapolitan, yaitu Kecamatan Martapura, Karang Intan dan Aranio yang terletak disepanjang sungai Riam Kanan. Kecamatan Aranio yang menjadi daerah
254
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
minapolitan ikan nila adalah Desa Aranio dan Tiwingan Lama. Keduanya mempunyai jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) lebih dari 1000 buah. Akhir-akhir ini kematian ikan sering terjadi pada setiap KJA pada fase ikan masih kecil dengan ukuran panjang bibit kurang dari 10 cm. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian menurut petani disebabkan oleh kualitas bibit. Tidak ada bibit ikan yang bersertifikat, sehingga jaminan kualitas bibit tidak ada. Selain bibit juga disebabkan oleh kualitas air yang menurun. Pengukuran salah satu kualitas air yang berhubungan dengan kehidupan ikan yaitu amoniak diperoleh bahwa kandungan amoniak di beberapa stasiun pengambilan sampel yaitu sebesar 0,8-1,8 mg/L. Hal ini melampau ambang batas kualitas air untuk perikanan sesuai dengan PP no 82 tahun 2001,yaitu 0,02 mg/L. Amoniak, Aranio, Keramba Jaring Apung, KJA, sertifikat
CO-20 Karakteristik habitat terganggu ikan timpakul (Periphthalmodon schlosseri ) di Muara Sungai Barito Muhamat♥, Heri Budi Santoso, Hidayaturrahmah Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lambung Mangkurat. Jl. A. Yani Km. 36, Banjarbaru 70714, Kalimantan Selatan, email:
[email protected]
Ikan timpakul (Periphthalmodon schlosseri) merupakan ikan yang mampu hidup lama di daratan yang kering. Salah satu habitat ikan ini adalah muara Sungai Barito. Ikan ini merupakan salah satu spesies ikan yang membuat sarang dengan cara menggali tanah. Perkembangan alih fungsi lahan yang cukup tinggi di muara Sungai Barito menjadi areal tambak ikan dan persawahan menyebabkan ikan ini harus beradapatasi dengan lingkungan baru. Penelitian ini bertujuan untuk memepelajari cara ikan memlih habitat yang terganggu. Penelitian dilakukan dengan metode garis transek. Peneliti berjalan pada wilayah habitat terganggu, melihat sarang dan aktivitas ikan timpakul. Hasil pengamatan bahwa ikan ini mampu beradaptasi pada daerah baru terutama dalam membangun sarang. Ikan ini membangun sarang di bagian timbunan tanah di dekat badan air yang dibuat oleh manusia, seperti pematang sawah tanaman padi. Ikan ini memperoleh makanan dengan memangsa kepiting, ikan kecil-kecil dan udang. Hal ini menjadikan ikan ini menjadi hama bagi ikan-ikan yang dibudidayakan para nelayan di muara Sungai Barito. Habitat, line transek, Periphthalmodon schlosseri
CO-21 Kondisi terumbu karang dan struktur komunitas Karang Giliyang, Pulau Bulu Manuk dan Pulau Raas, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur Tatang Suharmana Erawan♥
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Terumbu karang merupakan ekosistem penunjang kehidupan di laut dan sangat besar peranannya dalam menunjang kesejahteraan masyarakat, perlu dilindungi dari ancaman dampak negatif berbagai kegiatan di darat dan di perairan. Penelitian ini bermaksud mengumpulkan data mengenai tutupan karang pada terumbu karang yang terdapat di Giliyang, Pulau Bulu Manuk, dan Pulau Raas untuk menilai kondisinya dan memperoleh gambaran mengenai struktur komunitas karangnya yang diharapkan akan merupakan rona lingkungan awal yang diperlukan dalam penilaian dampak kegiatan khususnya penambangan minyak di wilayah perairan Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Metode pengumpulan data menggunakan Line Intercept Transect/LIT (English et al, 1994). Penilaian kondisi mengacu kepada Kriteria Baku Kerusakan Terumbu karang (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 04 Tahun 2001). Struktur komunitas karang dianalisis dengan melakukan identifikasi jenis serta life form-nya dan menghitung nilai dominansi relatif jenis. Keanekaan dinilai dengan Indeks Shannon-Wiener. Kondisi terumbu karang di pantai utara Pulau Bulu Manuk dan Pulau Raas termasuk kedalam kategori rusak-sedang dengan Indeks Mortalitas (IM) 0,47 dan 0,60 sedangkan terumbu karang Giliyang termasuk ke dalam kategori rusak-buruk dengan IM 0,22. Jumlah jenis karang yang teridentifikasi dari Giliyang, P. Bulu Manuk dan P. Raas berurut-urut 18, 16 dan 14. Kesamaan jenis antar lokasi rendah (17%).Total jenis 41 dari 10 familia. Familia Acroporidae dan Faviidae merupakan familia yang paling banyak anggotanya. Keanekaan jenis karang di ketiga lokasi termasuk kategori sedang (2,42-2,56). Kerataan komunitas karang di lokasi penelitian tinggi yaitu di atas 0,80. Jenis karang yang dominan di Giliyang adalah Pocillopora verrucosa dan Psamocora contigua, di P. Bulu Manuk adalah Montipora capricornis dan di P.Raas adalah Pocillopora eydouxi. Struktur komunitas, Sumenep, terumbu karang
CO-22 Komposisi floristik pada tegakan kaliandra (Calliandra calothyrsus Meisn.) di Taman Hutan Raya IR H. Djuanda, Bandung, Jawa Barat Asep Sadili♥ Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-218765062. ♥email:
[email protected]
Kaliandra (Calliandra calothyrsus Meisn.) adalah tumbuhan introduksi yang banyak ditemukan di beberapa hutan wilayah Jawa. Jenis ini menjadi invasif di beberapa hutan konservasi termasuk di Taman Hutan Raya Ir. H. Juanda, Bandung, Jawa Barat. Tujuan penelitian untuk
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
mengetahui kondisi tegakan kaliandra terhadap tumbuhan lainnya. Penelitian menggunakan petak 11 buah (9,900 m2). Seluruh tumbuhan dalam petak diukur diameter batang untuk kelompok pohon dan belta, sedangkan semai/herba dihitung kerapatan. Hasil keseluruhan terdapat 73 jenis, 64 marga dan 36 suku. Fabaceae, Poaceae, Asteraceae, dan Meliaceae adalah suku yang memiliki jenis terbanyak (5-6 jenis). Kategori kelompok pohon, belta dan semai/herba dikuasai kaliandra dengan indek kesamaan setiap petak berbeda.
255
akibat dari perubahan variabel klimatik dengan tujuan mengurangi resiko kegagalan dalam kegiatan produksi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa pengetahuan lokal, penilaian kebutuhan dan kepentingan lokal dapat memberikan wawasan praktis untuk pengembangan dan penyusunan strategi adaptasi yang sesuai untuk pengelolaan SDAH di kawasan ini. Kegiatan produksi, pengelolaan SDAH, pengetahuan lokal, strategi adaptasi, variabel klimatik, Wakatobi
Bandung, invasif, Jawa Barat, kaliandra, Tahura Djuanda
CO-24 CO-23 Persepsi lokal terhadap perubahan variabel Iklim dalam mengelola SDAH dan lingkungannya di Wakatobi, Sulawesi Tenggara Esti Munawaroh1,♥, Y. Purwanto2, Joko Suryanto3, Purity Sabila Ajiningrum4 1
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected] 2 Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat 3 Pusat Penelitian Ekonomi, , Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta. 4 Universitas Adi Buana, Surabaya, Jawa Timur
Perubahan iklim telah dirasakan pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat di berbagai wilayah tidak terkecuali masyarakat Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Wakatobi merupakan wilayah kepulauan kecil yang didominasi oleh kawasan laut dan hanya 3% berupa daratan. Wakatobi terletak di pusat kawasan segi tiga karang dunia, sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi berupa 590 jenis ikan dan 396 jenis terumbu karang. Namun kawasan inimemiliki tingkat kerentanan yang tinggi terhadap perubahan iklim yang dapat menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui persepsi, konsepsi dan strategi adaptasi masyarakat lokal di Wakatobi terhadap perubahan iklim yang terjadi. Caranya adalah dengan membandingkan data pengetahuan masyarakat lokal dengan data pengetahuan ilmiah yang berkaitan dengan pengaruh perubahan variabel klimatik dalam mengelola sumber daya alam hayati. Pengumpulan data dilakukan dengan cara FGD (Forum Group Discussion), kuesioner dan wawancara dengan masyarakat Wakatobi yang selanjutnya dilakukan analisis terhadap pengetahuan masyarakat lokal di kawasan tersebut dalam mengembangkan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut. Perubahan yang nyata dirasakan masyarakat adalah tidak menentunya perubahan musim yang menyebabkan masyarakat kesulitan untuk memulai kegiatan produksi seperti penangkapan ikan di laut, budidaya rumput laut dan kegiatan usahatani lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut studi ini mencoba memberikan masukan dalam memperkuat strategi adaptasi
Komunitas burung di kantong hutan tropis tersisa dan sekitarnya di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat Ruhyat Partasasmita♥, Elvyra Aprillia, Johan Iskandar, Teguh Husoso, Erri Noviar Megantara Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Penentuan status komunitas burung dapat dilakukan secara Taxocene dan Guild. Taxocene yang dikaitkan dengan taksa dari setiap burung, sedangkan Guild dikaitkan cara spesies burung dalam memanfaatkan sumberdaya yang sama. Kesamaan karakter burung lebih ditekankan dalam bentuk morfologi adalah Taxocene, sedangkan Guild ditekankan dalam fungsional posisi pemanfaatan sumberdaya. Hal ini untuk menunjang konsep relung (niche) yang kemungkinan suatu spesies tetap eksis dalam lingkungannya. Kajian ini dilakukan pada bulan September-November 2013 dan Februari-September 2014 di kawasan rencana bedungan upper and lower UPCS Sungai Cisokan di Desa Sukarama, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah point count dan opportunistic observation. Keanekaan burung di hutan tersisa blok Gowek (3,01), Curug Japarana (2,71) dan Curug Wallet (2,77), sedangkan tataguna lahan bukan hutan memiliki indeks lebih rendah. Secara umum guild burung menunjukkan bahwa klaster hirarki komunitas burung di lokasi penelitian lebih komplek pada bercak hutan tersisa yang lebih luas dibanding yang lebih sempit, sedangkan klaster hirarki guild di tataguna lahan sekitar hutan lebih komplek pada talun kebun dibanding semak dan sawah. Pada setiap tataguna lahan lebih banyak guild nektarinivora dan frugivora dibanding karnivora dan granivora. Guild, habitat, keanekaan, komunitas, sumberdaya
CO-25 Indeks komunitas burung di Taman Kota Bandung, Jawa Barat Ruhyat Partasasmita♥
256
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Program Studi Magister Biologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Kehadiran komunitas burung disuatu tempat sangat ditentukan oleh kualitas habitat ditempat tersebut, karena burung dapat menyeleksi habitat sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, burung mampu beradaptasi dengan beberapa tipe habitat yang sering digunakan oleh manusia, seperti ruang terbuka hijau. Keberadaan ruang terbuka hijau di kota, selain untuk mengendalikan dan memelihara kualitas lingkungan kota, juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai tempat hidup satwa liar seperti burung. Kondisi taman kota seperti Taman Kota Bandung, Jawa Barat memiliki variasi dalam struktur vegetasi maupun luasan. Perbedaan tersebut diduga akan mempengaruhi komposisi komunitas burung yang menghuninya, baik dalam kategori guild maupun taxocene. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah line transect dan opportunistic observation. Pencuplikan data primer dilakukan pada bulan JuliSeptember 2014, sedangkan analisis data dibandingkan dengan data sekunder tahun 1994, 1995, 2003, 2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunitas burung di Taman Kota Bandung mengalami fluktuasi sejalan dengan perubahan waktu, sedangkan komposisi guild didominasi oleh spesies burung nektarivora secara mewaktu maupun meruang. Peningkatan keanekaan jenis burung disuatu taman tidak selalu diikuti oleh meningkatnya indeks komunitas burung berdasarkan kualitas habitatnya. Guild, indeks komunitas, komunitas burung, taman kota
CO-26 Adapting climate variability using cropping calendar in rice production centers in Indonesia Yayan Apriyana♥ Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jl. Tentara Pelajar No.1A, Indonesia. Tel. +62-251312760. ♥email:
[email protected]
Indonesian climate variability is closely related to ENSO (El Niño Southern Oscillation) in the Pacific Ocean and the IOD (Indian Ocean Dipole) in the Indian Ocean. The impact of these two phenomena are also very pronounced in the cropping pattern changes not only in rainfed but also in irrigated land. Research has been conducted in West Java province (Monsoon rainfall pattern) and West Sumatera province (Equatorial rainfall pattern) province. Analysis of the correlation between ENSO and the IOD with rainfall has been carried out to find the relationship between ENSO and the IOD with rainfall in the period from December to February, March to May, June to August, and September to November. Water Satisfaction Index and irrigation rice-field water balance was used to obtain optimal planting time. In the period of JuneNovember the impact to rice-field in West Sumatera was
only about 20% while, the impact in West Java could reach up to 80%. The peak of early planting occurred in November III/ December I could reach up 30% due to El Niño and 35% due to IOD positif. In the El Niño event had delayed planting time by 2 to 5 dekads (ten days period) in monsoon rainfall pattern (West Java) and 1 dekads in equatorial pattern (West Sumatera). Meanwhile, the IOD positif event in West Sumatera and West Java had delayed planting time by 1 to 2 dekads. Adaptation by farmers to climate anomalies was more apparent in a monsoon rainfall pattern area with adjustment of planting time by 2-3 dekads and changing crop rotation from Rice-Rice-Bare into RiceMaize/Soybean-Bare and Rice-Rice-Maize/Soybean into Rice-Maize/Soybean-Bare. Adaptation, climate variability, cropping calendar, rice production centers
CO-27 Komposisi jenis dan cadangan karbon pada hutan sekunder tua di Taman Penghijauan Wanatirta, Bontang, Kalimantan Timur Rita Diana1,♥, Ayu Mayangsari2, Raharjo Ari Suwasono1, Deddy Hadriyanto1 1
Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman. Jl. Ki Hajar Dewantara, PO Box 1013, Gunung Kelua, Samarinda Ulu, Samarinda-75123, Kalimantan Timur. Tel./Fax.: +62-541-749160. ♥email:
[email protected] 2 Departemen Lingkungan Hidup, PT Pupuk Kalimantan Timur
Salah satu cara untuk mengurangi emisi GRK yaitu dengan upaya menstabilkan konsentrasi karbondioksida di atmosfer, dimana keberadaan tumbuhan baik di dalam atau di luar kawasan hutan menjadi sangat penting. Sejalan dengan hal tersebut keberadaan Taman Penghijauan Wanatirta di Kota Bontang, Kalimantan Timur dengan penyusun vegetasi utamanya adalah jenis-jenis primer dari famili Dipterocarpaceae, Lauraceae dan Euphorbiaceae maka dapat berperan dalam mengurangi emisi GRK khususnya emisi karbon dan berkontribusi pula dalam menyumbang oksigen ke atmosfir. Jenis dari famili Dipterocarpaceae mendominasi kawasan ini dimana kelompok vegetasi ini mempunyai nilai fraksi karbon lebih tinggi, sehingga kemampuan menyerap CO2 juga lebih tinggi dibandingkan vegetasi lain. Metode yang digunakan untuk menghitung sequestrasi karbon adalah dengan membuat plot tunggal untuk tingkat pohon dan plot ganda untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah. Hasil penelitian didapat bahwa cadangan karbon di TPW per hektar adalah sebesar 171,5 ton/ha dan penyerapan CO2 sebesar 628,9 ton CO2/ha. Dengan demikian kawasan ini dapat berkontribusi dalam mewujudkan target pemerintah untuk menurunkan emisi dari sektor berbasis lahan. Cadangan karbon, hutan sekunder tua, komposisi jenis
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
257
CO-28
CO-29
Meminimalkan risiko kekeringan dengan Decision network untuk mendukung kalender tanam di sentra produksi padi Jawa Barat
Dinamika indeks diversitas entropy dalam perikanan budidaya karamba jaring apung di Cirata, Jawa Barat
Suciantini1, ♥, Rizaldi Boer2, Agus Buono3
Asep Agus Handaka Suryana♥
1
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Jatinangor Km 21, Jatinangor-Sumedang, Bandung UBR 40600, West Java. Tel. +62-22-87701519. Fax. +62-22-87701518. ♥email:
[email protected]
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat), Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian. Jl. Tentara Pelajar No.1A, Indonesia. Tel. +62-251312760. ♥email:
[email protected] 2 Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat; Pusat Studi Iklim, Institut Pertanian Bogor (CCROMSEAP-IPB), Bogor 16680, Jawa Barat 3 Departemen Ilmu Komputer, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat
Salah satu informasi yang dirasakan sangat penting dalam kaitan dengan penjadwalan penanaman petani adalah kalender tanam. Penyusunan kalender tanam yang bersifat dinamis dilakukan melalui pendekatan suatu jejaring pengambilan keputusan (Decision network, DN). DN dapat diaplikasikan sebagai strategi penyesuaian bentuk pola tanam dengan prakiraan musim, untuk mengatasi masalah kekeringan yang mungkin terjadi pada tanaman kedua apabila sifat hujan di bawah normal, atau awal masuk musim hujan mengalami keterlambatan dari normal, sehingga penanaman kedua mengalami kemunduran. Tulisan ini memaparkan hasil analisis kalender tanam dinamik sebagai alat bantu pengambil keputusan dalam menyusun strategi pertanaman yang dapat meminimalkan risiko iklim dan meningkatkan keuntungan ekonomi. Tulisan ini merupakan hasil penelitian Balitklimat dengan melakukan otomasi dari model sistem kalender tanam dinamik yang konsep logikanya dikembangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Departemen Meteorologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Pusat Studi Iklim IPB (CCROMSEAP-IPB). Otomasi sistem kalender tanam tersebut dilakukan di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Hasil fungsi utility yang merupakan indikator kalender tanam dinamik memperlihatkan luasan kekeringan yang mungkin terjadi berdasarkan luas areal tanam existing, yang diperlihatkan dengan nilai k, sedangkan nilai D mewakili pilihan pola tanam yang mungkin dilakukan, untuk pertanaman pada musim tanam II (MK). Pada umumnya tingkat risiko kekeringan akan meningkat tajam pada tingkat risiko level k4. Ketepatan waktu tanam, akan meminimalkan kerugian akibat kehilangan hasil. Penghitungan risiko tingkat kekeringan menggunakan pola tanam ideal diharapkan dapat menyumbangkan produksi padi yang optimal dan dapat menurunkan risiko kegagalan panen, apabila kekeringan. Informasi nilai SOI yang dipadukan dengan prakiraan nilai sisa dasarian musim hujan ataupun kondisi curah hujan pada bulan Mei hingga Desember diharapkan dapat menjadi acuan awal untuk perencanaan pertanaman. Decision network, Jawa Barat, kalender tanam, kekeringan, padi
Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki kontribusi produksi perikanan budidaya air tawar terbesar di Indonesia. Kontribusi produksi karamba jaring apung (KJA) terhadap produksi perikanan budidaya air tawar Jawa Barat sangat besar. Keberagaman jenis ikan yang dibudidayakan dalam KJA di Waduk Cirata, Jawa Barat mengalami dinamika. Penelitian yang bertujuan menganalisis dinamika keberagaman jenis ikan yang dibudidayakan di KJA Waduk Cirata, Jawa Barat serta faktor-faktor yang mempengaruhinya telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016. Data diambil dari data sekunder berupa data statistik perikanan Jawa Barat dari tahun 1997 sampai tahun 2015 dan data primer hasil wawancara. Dalam penelitian ini, digunakan Indeks Diversitas Entropy untuk menganalisis dinamika keberagaman jenis ikan yang dibudidayakan di KJA Cirata. Berdasar perumusan diversitas entropy, dihitung nilai diversitas entropy dalam perikanan budidaya air tawar berdasar nilai produksi masing-masing jenis ikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 sampai tahun 2009, nilai indeks diversitas entropy jenis ikan budidaya air tawar menunjukkan peningkatan nilai dari 0,4977 ke 0,71019. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut jumlah dan komposisi berbagai jenis ikan semakin berimbang. Berbeda dengan periode tahun 2009 sampai tahun 2015, justru terjadi penurunan nilai indeks diversitas entropy jenis ikan budidaya air tawar sampai angka 0,70256. Hal ini menunjukkan penurunan jumlah dan komposisi berbagai jenis ikan semakin tidak berimbang. Dominasi jenis ikan mas, nila dan lele semakin dominan dan menjadikan komposisi keberagaman jenis ikan semakin tidak berimbang. Kondisi lingkungan dan faktor-faktor tren sosial ekonomi turut mempengaruhi penurunan keberagaman ini. Budidaya ikan, diversitas entropy, karamba jaring apung
CO-30 Pemanfatan tumbuhan dari kawasan Hutan Lindung Sesaot, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat Syamsul Hidayat♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
258
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Hutan Lindung Sesaot adalah suatu kawasan hutan yang lokasinya sangat dekat dengan pemukiman masyarakat, yaitu di wilayah Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Ketergantungan masyarakat desa terhadap sumberdaya hutan sangat tinggi terutama hasil hutan dari jenis-jenis tumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ragam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar HL Sesaot dan aspek konservasinya. Beragam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Sesaot telah berhasil didata dalam suatu penelitian etnobotani melalui teknik wawancara terbuka dan pengamatan lapangan selama dua minggu. Hasil pendataan diperoleh 61 spesies tumbuhan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Sesaot. Masing-masing spesies ada yang berfungsi tunggal ada pula yang berfungsi ganda. Tercatat 20 spesies bermanfaat sebagai bahan pangan dan minuman, 19 spesies bermanfaat sebagai bahan pengobatan dan rempah, 15 spesies bermanfaat sebagai bahan bangunan, selebihnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar, bahan kerajinan/mebel, perangkap satwa, pembungkus makanan, dan tanaman hias. Bagian tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan adalah kayunya (31,66%) baik sebagai bahan bangunan, bahan kerajinan, kayu bakar, maupun sebagai bahan pengobatan. Pemanfaatan bagian kayu beresiko tinggi bagi kelangsungan hidup spesies bersangkutan, dikarenakan pada umumnya dilakukan penebangan secara ilegal. Tercatat beberapa kayu yang sering menjadi sasaran para penebang liar seperti garu (Dysoxylum caulostachyum), bajur (Pterospermum javanicum), rajumas (Duabanga moluccana) dan beberapa spesies dari famili Myrtaceae. Dari hasil penelitian ini tampak bahwa HL Sesaot memiliki peran penting dalam menopang kehidupan sehari-hari masyarakat sekitarnya. Namun demikian tanpa ada upaya konservasi yang kuat dalam pengelolaan HL Sesaot dikhawatirkan akan terjadi kehilangan beberapa spesies penting dari kawasan ini. Hutan Sesaot, konservasi pemanfaatan, tumbuhan
CO-31 Uji aktivitas anti bakteri senyawa aktif dari daun pare (Momordica balsamina) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus Salni♥, Sarno♥♥, Yosy Oktaviani♥♥♥ Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya. Jl. Palembang Prabumulih Km 32, Kampus Indralaya, Ogan Ilir 30662, Sumatera Selatan. Tel.: +62-711-580609, 580665, Fax.: +62-711580644, email:
[email protected];
[email protected];
[email protected]
Pare (Momordica balsamina L.) merupakan tumbuhan merambat yang banyak tersebar didaerah tropis. Pare memiliki metabolit sekunder yang dapat dijadikan sebagai bahan antibakteri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan daya antibakteri dari senyawa aktif daun pare terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Metode ekstraksi dengan metode
maserasi dan fraksinasi dengan fraksinasi cair-cair, uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar dan isolasi dengan metode kromatografi kolom. Hasil penelitian diperoleh, fraksi etil asetat memiliki kemampuan terbaik menghambat pertumbuhan E. coli dan S. aureus dengan nilai rata-rata diameter 17,78 mm terhadap E. coli dan 14,21 mm terhadap S. aureus. Nilai KHM fraksi etil asetat terhadap E. coli dan S. aureus adalah 62,5 μg/mL. Hasil pemurnian senyawa aktif dari daun pare didapatkan isolat E19 yang diduga merupakan senyawa aktif berupa tannin dengan nilai Rf 0,1167. Nilai KHM dari senyawa aktif terhadap E. coli dan S. aureus adalah 31,25 μg/mL. Kesimpulannya daun pare memiliki senyawa antibakteri yang mampu menghambat pertumbuhan E. coli dan S. aureus,diduga senyawa aktif antibakteri berupa tannin. Escherichia coli, etnobotani, konsentrasi hambat minimum, Momordica balsamina, Staphylococcus aureus
Etnobiologi DO-01 Etnoekologi introduksi albasiah pada perkembangan sistem agroforestri tradisional ‘huma’ di Desa Karangwangi, Cianjur, Jawa Barat Johan Iskandar1,♥, Budiawati S. Iskandar2, ♥♥ 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected] 2 Departemen Antropologi, FISIP, Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. ♥♥email:
[email protected]
Tulisan ini mendiskusikan hasil penelitian tentang introduksi albasiah (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) pada perkembangan sistem agroforestri tradisional ‘huma’ di Desa Karangwangi, Kecamatan Cidaun, Kabupatn Cianjur, Jawa Barat. Metoda yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan etnoekologi dan etnobiologi. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Hasil penelitian menujukkan bahwa walaupun jumlah penduduk di Desa Karangwangi makin padat dan luas hutan telah menyusut, serta ekonomi pasar kian pesat penetrasi ke perdesaan, namun sistem huma masih dipraktikan oleh masyarakat. Berbeda dengan masa lalu, kini sistem huma dipraktikan penduduk Desa Karangwangi tidak lagi di lahan hutan, tapi di lahan non-hutan. Sistem huma dimodifikasi penduduk, antara lain dikembangkan menjadi sistem agroforestri tradisional lebih permanen, seperti kebon (tanaman bambu dan lainnya), kebon kai (campuran kayu-kayuan), dan talun
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
(campuran kayu dan buah-buahan). Selain itu, dengan makin intensifnya penggarapan lahan pertanian, penduduk Desa Karangwangi telah mengadopsi dan membudidayakan tananaman albasiah pada sistem huma yang sejatinya diintroduksikan oleh Dinas Kehutanan melalui program penghijauan. Kemudian, tanaman albasiah telah diterima dan dibudidayakan penduduk Desa Karangwangi, seperti diintegrasikan pada perkembangan sistem agroforestri tradisional huma. Pasalnya, tanaman tersebut dapat memberikan keuntungan, seperti membantu menyuburkan tanah dan dapat memberikan keuntungan ekonomi, serta tidak menghilangkan kebiasaan tradisi berladang (ngahuma) penduduk. Agroforestri tradisional, huma etnoekologi, introduksi albasiah, Karangwangi
259
terbangun. Pada masa lalu kebanyakan jenis-jenis tumbuhan obat tersebut tumbuh liar atau ditanam namun tidak ditujukan khusus untuk pengobatan. Pada saat ini jenis tumbuhan obat liar yang ditemukan umumnya berhabitus herba atau semak seperti tempuyung, meniran, bandotan, centongan dan tumpangan; sedangkan yang berhabitus pohon semuanya merupakan jenis yang ditanam seperti belimbing wuluh, jambu biji, kelapa gading, dan bambu kuning. Meskipun pengobatan secara tradisional kini mulai ditinggalkan, tetapi upaya untuk melestarikan pengetahuan tradisional ini masih tetap dilakukan termasuk membagi pengetahuan dengan generasi yang lebih muda dan upaya konservasi dengan membudidayakan jenis-jenis bermanfaat obat di pekarangan rumah, misalnya sirih, karukan, saga, honje, sembung, sambung nyawa, patah tulang, dan ganyong. Betawi, suku asli, perkotaan, tumbuhan obat
DP-01 Pelestarian pengetahuan tradisional pada suku asli di kawasan perkotaan; Studi etnofarmasi pada suku Betawi di Depok, Jawa Barat Ahmad Dwi Setyawan♥ Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126, Jawa Tengah. Tel./Fax.: +62-271-663375, ♥email:
[email protected]
Suku Betawi merupakan suku asli yang mendiami kawasan Jakarta dan sekitarnya dengan populasi sekitar 5 juta jiwa. Sebagian sejarahwan berpendapat bahwa suku ini hadir sejalan dengan penguasaan kerajaan Sriwijaya terhadap Teluk Jakarta pada abad ketujuh, namun pendapat lain menyatakan bahwa suku ini terbentuk dari percampuran berbagai etnis yang hadir di Jakarta karena tarikan ekonomi, semenjak kota ini dikuasi Belanda pada abad ke17. Perpaduan suku asing Arab, Cina, Eropa dengan suku lokal Sunda, Jawa, Melayu, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan lain-lain membentuk masyarakat berbudaya khas dengan bahasa Melayu sebagai bahasa penghubung. Perkembangan jaman menyebabkan etnis Betawi tidak lagi menjadi etnis utama di Jakarta dan sekitarnya, namun kampung-kampung asli suku Betawi masih tetap bertahan hingga kini, meskipun budaya aslinya mulai terkikis oleh pengaruh jaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan tradisional mengenai jenis-jenis tumbuhan obat yang digunakan para dukun Betawi. Penelitian dilakukan di Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Tapos, Kota Depok, Jawa Barat, pada paruh pertama tahun 2016. Penelitian dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam terhadap 10 orang dukun Betawi atau tetua, dilanjutkan survei lapangan untuk mengetahui masih hadir tidaknya jenis-jenis tumbuhan obat di lingkungan mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 40-50 jenis tumbuhan yang dikenal oleh para dukun atau tetua sebagai obat tradisional, namun hanya sekitar 30 jenis yang masih dapat ditemukan di lingkungan tempat tinggal mereka. Hal ini terjadi terutama karena massifnya proses perubahan lahan kebun, sawan, dan tegalan, bahkan sempadan sungai dan telaga menjadi kawasan perumahan dan lahan
Biosains EO-01 Ki lemo (Litsea cubeba) di Ciwidey, Jawa Barat: Variasi karakteristik dendrometrik, kapasitas produksi benih dan potensinya sebagai sumber benih Agus Astho Pramono♥ Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105, Bogor 16100, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-2518327768. ♥email:
[email protected]
Ki lemo (Litsea cubeba Pers.) merupakan pohon penghasil minyak atsiri potensial, untuk berbagai keperluan industri terutama kosmetika dan obat-obatan. Di Indonesia, keberadaan tumbuhan ini sudah langka. Penelitian ditujukan untuk mengetahui kondisi tegakan alam ki lemo di Kawasan Wana Wisata Kawah Putih, RPH Patuha BKPH Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang meliputi variasi karakteristik dendrometrik pohon, variasi produksi benih dan potensinya sebagai sumber benih. Penelitian dilakukan pada tegakan terpilih seluas 1 ha. Pengamatan dilakukan pada tegakan terpilih yang memiliki populasi ki lemo yag tinggi. Pengukuran dilakukan secara sensus terhadap semua pohon pada 4 plot sampel yang berukuran 20 m x 20 m. Pengamatan produksi benih dilakukan pada 20 pohon contoh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diameter pohon ki lemo berkisar antara 10,0 dan 31,21 cm dengan rata-rata 17,05±5,47cm. Tinggi total pohon berkisar 6,0 dan 12,5 m, dengan ratarata 9,0 + 1,75m. Lebar proyeksi tajuk berkisar 1,81-8,65m, dengan rata-rata 4,64±1,78m. Panjang tajuk berkisar antara 2,0 dan 9,5 m, dengan rata-rata 4,90+1,64. Jumlah ranting
260
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
berkisar antara 4 dan 75 dengan rata-rata 23,86±15,55. Taksiran produksi buah atau benih dari tegakan terpilih adalah 3.549.653 butir per ha. Jumlah buah per pohon berkorelasi positif dengan tinggi bebas cabang dan jumlah ranting per pohon. Potensi tegakan ini untuk menjadi sumber benih memiliki kelebihan dan kekurangan. Tegakan memiliki aksesibilitas sangat baik, berada di pinggir jalan, tegakannya relatif rapat dengan jumlah total pohon adalah 173 pohon/ha. Tegakan berada dikawasan konservasi yang dilindung, sehingga untuk pemanfaatannya sebagai sumber benih memerlukan kebijakan khusus. Benih, buah, ki lemo, minyak atsiri, sumber benih, tanaman obat
EO-02 Potensi produksi benih gelam (Melaleuca leucadendron) pada beberapa tegakan di Sumatera Selatan Agus Astho Pramono♥, Dida Syamsuwida, Aam Aminah Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jl. Pakuan, Ciheuleut PO Box 105, Bogor 16100, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-2518327768. ♥email:
[email protected]
Pemahaman tentang pengaruh faktor lingkungan terhadap reproduksi pohon hutan sangat diperlukan dalam suatu pengelolaan sumber benih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik produski benih gelam (Melaleuca leucadendron L.) dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi variasi produksi benihnya. Bahan penelitian yang digunakan adalah 3 tegakan gelam yang berada di Kelurahan Kedaton, Kecamatan Kayu Agung, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dan di Desa Gasing Kecamatan Tanjung Api-api, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Data yang dikumpulkan meliputi data kondisi ekologis yang meliputi ketinggian tempat, jenis tanah, suhu rata-rata harian, letak geografis dan luas area tegakan, dimensi pohon dan produksi buah. Pada tegakan di OKI (Plot OKI) dan di Desa Gasing (Plot Gasing 2) penghitungan potensi produksi benih dilakukan pada 30 pohon sampel, sedangkan pada Plot Gasing 1 dilakukan pada 9 pohon sampel. Pengukuran potensi produksi dilakukan dengan menghitung jumlah buah yang terdapat pada 3 cabang sampel, kemudian dikonversai menjadi produksi per pohon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pohon gelam telah mampu menghasilkan buah ketika berukuran kecil (diameter batang 1 cm). Tegakan di OKI rata-rata menghasilkan buah sebanyak 1.563 butir/pohon, di Gasing 1 menghasilkan 1.594 butir/pohon dan Gasing 2 menghasilkan 1.468 butir/pohon. Pohon yang berukuran lebih kecil menghasilkan proporsi buah per volume tajuk yang lebih tinggi dari pada pohon yang berukuran besar. Pada kelas diameter yang sama, tegakan gelam di OKI yang memiliki kondisi lingkungan yang lebih terbuka (intensitas cahaya tinggi), kelembaban rendah dan suhu tinggi menghasilkan buah yang lebih banyak daripada tegakan di Gasing.
Benih, Ogan Komering Ilir, gasing, gelam, produksi
EO-03 Pertumbuhan tanaman pulai (Alstonia scholaris) pada lahan bekas tambang batubara di Kalimantan Timur Mawazin, Adi Susilo♥ Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected]
Lahan bekas tambang batubara pada umumnya mengalami kerusakan seperti perubahan sifat fisik dan kimia tanah, terjadi pemadatan, kekurangan unsur hara, pH rendah, pengurangan mikroba tanah, perubahan suhu dan kelembaban, dan tidak bervegetasi. Kegiatan reklamasi bekas tambang membutuhkan jenis yang mampu beradaptasi, memiliki sifat cepat tumbuh, dan dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pupuk terbaik dan efektivitas periode pemupukan terhadap pertumbuhan tanaman pulai pada lahan bekas tambang batubara. Penelitian dilaksanakan di lahan bekas tambang batubara PT. KITADIN, Kalimantan timur, terdiri dari 3 perlakuan pupuk, yaitu pupuk bokasi 2 kg, kombinasi pupuk bokasi 2 kg + pupuk NPK 25 g, dan pupuk kandang 2 kg. Hasil penelitian menunjukkan tanaman pada umur 8 bulan persentase tumbuh tertinggi dicapai oleh perlakuan pupuk bokasi sebesar 91,5%, dan pada umur 16 dan 24 bulan persentase tumbuh tertingi dicapai oleh perlakuan pupuk kandang 2 kg, masing-masing sebesar 80,7% dan 71,7%. Pertumbuhan tinggi yang paling baik pada umur 8, 16, dan 24 bulan adalah perlakuan pupuk kandang 2 kg, berturutturut sebesar 95,35 cm, 106,87 cm, dan 131,15 cm. Demikian juga pertumbuhan diameter tanaman terbesar pada umur 8, 16, dan 24 bulan dicapai oleh perlakuan pupuk kandang 2 kg, berturut-turut adalah 16,54 mm, 25,38 mm, dan 35,75 mm. Lahan bekas tambang batubara, pulai, pemupukan
EO-04 Uji toksisitas akut ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum) terhadap tikus (Rattus norvegicus) Wistar betina Madihah♥, Nining Ratningsih, Desak Made Malini, Adela Hani Faiza♥ Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C.Nielsen) telah teruji dapat
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
261
menurunkan kadar gula darah pada tikus yang hiperglikemik dengan dosis efektif 1.500 mg/kg bb. Langkah uji pra klinis selanjutnya dalam pengembangan ekstrak etanol kulit buah jengkol sebagai bahan baku herbal antidiabetes adalah uji toksisitas akut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lethal dose 50 (LD50) dari ekstrak etanol kulit buah jengkol dan mengamati histopatologi organ hati yang disebabkan oleh toksisitas ekstrak tersebut. Metode uji toksisitas akut diadaptasi dari panduan OECD 423:2001 dengan batas bawah dosis sebesar 5.000 mg/kg bb. Substansi uji diberikan secara oral kepada hewan dalam dosis tunggal 5.500, 6.900, 8.200, 9.100, 12.900, dan 17.500 mg/kg bb. Gejala toksisitas, perubahan berat badan, dan jumlah hewan uji yang mati diamati selama 14 hari, sedangkan histopatologi pada organ hati diamati pada hewan uji yang mati dan yang hidup setelah periode uji selesai. Hasil penelitian menujukkan bahwa perlakuan hingga dosis 9.100 mg/kg bb tidak menimbulkan gejala toksisitas dan penurunan berat badan. Berdasarkan hasil analisis probit, nilai LD50 dari ekstrak etanol kulit buah jengkol diprediksi mencapai 15.382,412 mg/kg bb, sehingga termasuk ke dalam kategori praktis tidak toksik. Nilai Lowest Observed Adverse Effect Level (LOAEL) dideteksi pada dosis 5.500 mg/kg bb yang menyebabkan kerusakan ringan jaringan hati, berupa nekrosis pada hepatosit dan pelebaran diameter vena sentralis, namun susunan hepatosit dan sinusoid masih normal. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penggunaan ekstrak kulit buah jengkol di bawah dosis 5.500 mg/kg bb bersifat aman, sehingga dapat dikembangkan sebagai obat herbal terstandar untuk mengatasi diabetes.
banyak tetapi kualitasnya mengindikasikan gejala kekurangan salah satu unsur hara, diantaranya nitrogen. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi KNO3 yang tepat sebagai salah satu penyumbang nitrogen untuk menginduksi pembentukan sporofit yang sehat. Enam genotype C. barometz (Cb, Cb1, Cb2, Cb3, Cb4 dan Cb5) disubkultur ke media dasar 1/12 MS dengan penambahan KNO3 sesuai konsentrasi MS (1900 mg/L), 1/3 konsentrasi MS (633 mg/L), 1/6 konsentrasi MS (316 mg/L) dan 1/12 konsentrasi MS (158 mg/L). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu pembentukan sporofit paling cepat adalah pada media 1/12 MS dengan penambahan KNO3 dengan konsentrasi tertinggi (1900 mg/L), pada 8 hari setelah subkultur. Ratarata jumlah sporofit yang terbentuk di semua media perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi sporofit dengan performa yang lebih hijau dan sehat terlihat pada media dengan penambahan KNO3 tertinggi. Persentase jumlah protalus yang membentuk sporofit paling banyak pada genotipe Cb1 (69%), tetapi rata-rata jumlah sporofit terbanyak dihasilkan oleh genotipe Cb4.
Antidibetes, berat badan, histopatologis hati, LD50, obat herbal
Husna♥, Faisal Danu Tuheteru, Endah Wigati
EO-05 Pembentukan sporofit pakis simpei Cibotium barometz pada berbagai konsentrasi KNO3 Yupi Isnaini1,♥, Siti Nurmela1, Maryanti Setyaningsih2, Titien Ngatinem Praptosuwiryo1 1
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]. 2 Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jl. Tanah Merdeka, Kampung Rambutan, Pasar Rebo, Jakarta Timur
Pakis simpei (Cibotium barometz (L.) J.Sm.) merupakan salah satu jenis paku pohon yang termasuk komoditi ekspor sebagai bahan obat yang perdagangannya diatur dan dibatasi kuota CITES. Untuk mengantisipasi kepunahan jenis ini diperlukan upaya budidaya. Perbanyakan melalui kultur spora telah dilakukan di Kebun Raya Bogor sejak tahun 2013 tetapi untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak masih terkendala minimnya jumlah sporofit (planlet) yang dihasilkan. Pembentukan sporofit pada media dasar Murashige & Scoog (MS) dengan modifikasi konsentrasi 1/12 mampu menghasilkan sporofit paling
Cibotium barometz, genotype, in vitro, KNO3, sporofit
EO-06 Respon pertumbuhan dan ketergantungan jenis pohon terancam punah kayu kuku (Pericopsis mooniana) dengan inokulasi fungi Mikorhiza Arbuskular lokal Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo. Jl. HEA Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Thidarma Anduonohu, Kendari 93231, Sulawesi Tenggara. ♥email:
[email protected]
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) lokal yang diisolasi dari rizosfer kayu kuku telah diperbanyak dan berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa inokulasi FMA campuran meningkatkan pertumbuhan dan serapan hara bibit kayu kuku baik di media tanah ultisol maupun serpentine. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas jenisjenis FMA lokal terhadap pertumbuhan kayu kuku. Semai ditumbuhkan pada media tanah ultisol tanpa dan dengan inokulasi FMA (Clareodeglomus etunicatum, Glomus KDI, Glomus HA dan campuran) selama 12 minggu pada kondisi rumah kaca. Inokulasi C. etunicatum signifikan meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah daun, berat kering (akar, pucuk dan total), nodulasi serta panjang akar dan daun bibit kayu kuku dibanding kontrol dan tidak berbeda nyata dengan jenis FMA lainnya, kecuali dengan Glomus HA pada peubah tinggi tanaman. Lebar daun dan nisbah pucuk akar tidak dipengaruhi FMA. Kayu kuku memiliki ketergantungan tinggi (<75%) dengan nilai Mycorrhiza Inoculation Effect (MIE) 54-68%. C. etunicatum dan jenis FMA lainnya potensial dikembangkan untuk mendukung konservasi kayu kuku. Clareodeglomus etunicatum, nodulasi, Sulawesi Tenggara
262
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
EO-07 Kontribusi mikroba pelarut fosfat dalam meningkatkan ketersediaan P tanah, pertumbuhan dan jagung pada tanah sub-optimal Betty Natalie Fitriatin♥, Anni Yuniarti, Noor Istifadah Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7796316, Fax. +62-22-7796316, ♥email:
[email protected]
Beberapa mikroba (bakteri dan jamur) di dalam tanah memiliki kemampuan meningkatkan ketersediaan P melalui mekanisme pelarutan P anorganik maupun mineralisasi P organik yang dikenal sebagai mikroba pelarut fosfat (MPF). Mikroba pelarut fosfat ini mampu menghasilan asam organik yang mampu melarutkan fosfat. Selain itu MPF juga menghasilkan enzim fosfatase secara ekstraseluler yang mengkatalis mineralisasi P organik menjadi P anorganik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi MPF dalam meningkatkan ketersediaan P Tanah, pertumbuhan dan hasil jagung pada tanah sub optimal khususnya Ultisols. Percobaan lapangan dilakukan di Lahan Percobaan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran di Ciparanje, Jatinnagor, Semedang, Jwa Barat dari bulan April sampai dengan Agustus 2016. Perlakuan terdiri dari 9 perlakuan yaitu kombinasi dari dosis SP-36 (100% dan 50% dosis rekomendasi) dan dosis MPF (150%, 100% dan 50% dosis rekomendasi). Hasil penelitian menunjukkan aplikasi MPF mampu meningkatkan ketersediaan P tanah sub optimal, pertumbuhan dan hasil jagung. Aplikasi pupuk hayati MPF ini mampu mengurangi kebutuhan pupuk P sampai 50%.
bahkan mampu bertahan dengan meningkatkan aktivitas makan, diantaranya tetap mengalami kematian dan yang bertahan akan berpotensi resisten. Melalui penelitian pendahuluan mengenai respon imunitas S. litura. HaNPV hasil subkultur pada S. litura dalam bahan pembawa air ini bertujuan untuk mengetahui patogenesitas infeksi HaNPV1 yang teramati melalui penampakan morfologi maupun aktivitas larva dan pupa yang terinfeksi. Di samping itu infeksi HaNPV1 yang efektif mengakibatkan kematian teramati melalui persentase mortalitas, waktu kematian dan aktivitas makan larva. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 taraf yaitu formulasi HaNPV dalam dalam bahan pembawa air dan dalam bentuk serbuk sebagai pembanding. Hasil penelitian patogenesitas infeksi HaNPV1 terhadap larva S. litura menunjukkan penampakan morfologi tubuh larva yang terlihat mengkilap, pucat, sedikit membengkak serta warna integumen menjadi lebih gelap. Aktivitas larva yang terinfeksi menunjukkan gerakan yang lambat dan cenderung diam dan diawali terjadinya peningkatan konsumsi makan, menjelang kematian larva nafsu makan berkurang hingga akhirnya berhenti dan mati. Pengamatan mortalitas memperlihatkan bahwa HaNPV1 dalam bahan pembawa air menyebabkan mortalitas sebesar 90% lebih tinggi dari mortalitas HaNPV1 dalam bentuk serbuk sebesar 80%, dengan waktu kematian selama 6,35 hari lebih pendek dari waktu kematian infeksi HaNPV1 dalam bentuk serbuk selama 8,75 hari. Adapun konsumsi makan larva yang terinfeksi HaNPV1 dalam pembawa air sebesar 0,383 gr/ekor/hari lebih tinggi dari infeksi HaNPV1 dalam bentuk serbuk sebesar 0,356 gr/ekor/hari.
Jagung, mikroba pelarut fosfat, sub optimal
HaNPV, mortalitas, patogenesitas, respon imunitas, Spodoptera litura
EO-08
EO-09
Patogenesitas dan mortalitas Helicoverpa armigera polyhedrosys virus sub kultur (HaNPV1) terhadap Spodoptera litura
Aktivitas antifidan ekstrak etanol daun tanaman lada (Piper nigrum), jeringau (Acorus calamus), dan kayu bawang (Dysoxylum alliaceum) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura)
Melanie♥, Mia Miranti Rustama, Madihah, Nurullia Fitriani Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) merupakan virus entomopatogen yang berpotensi mengendalikan populasi Spodoptera litura Fabricius, diketahui memiliki kisaran inang yang relatif luas diantaranya terhadap S. litura sebagai inang pengganti. HaNPV yang disubkultur dalam inang ini disebut HaNPV1. Patogenesitas S. litura yang terinfeksi HaNPV1 sangat penting untuk diketahui, karena serangga memiliki mekanisme pertahanan eksternal maupun internal apabila terinfeksi oleh mikroorganisme patogen. Respon imun menjadikan serangga yang terinfeksi mampu lolos hidup
Hikmat Kasmara1,♥, Melanie1, Vita Novianti1, Madihah1, Desak Made Malini2, Rani Maharani2, Tri Mayanti2, Wawan Hermawan1 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected] 2 Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor, Jl. Raya BandungSumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat
Penelitian mengenai uji aktivitas antifidan ekstrak etanol tanaman lada (Piper nigrum L.), jeringau (Acorus calamus L.), dan kayu bawang (Dysoxylum alliaceum (Blume) Blume) terhadap ulat grayak (Spodoptera litura Fabricius) telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak tanaman yang terbaik
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
263
dalam menghambat aktivitas makan larva instar-3 S. litura. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode ekperimental menggunakan bioassay uji tanpa pilihan (no choice antifeedant test). Parameter yang diamati adalah jumlah luas daun yang dimakan larva instar-3 S. litura. Data yang diperoleh dianalisis dengan Uji Mann Whitney U. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak tanaman lada, jeringau, dan kayu bawang memiliki aktivitas antifidan terhadap larva instar-3 S. litura. Ekstrak tanaman lada, jeringau, dan kayu bawang menunjukkan aktivitas antifidan yang baik dengan konsentrasi minimum 625 ppm.
EO-11
Acorus calamus, antifidan, Dysoxylum alliaceum, ekstrak, Piper nigrum, Spodoptera litura
Luka akibat komplikasi diabetes menyebabkan kerusakan jaringan yang dalam dan sulit disembuhkan. Salah satu obat tradisional yang digunakan untuk mengobati luka diabet adalah kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C.Nielsen). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimum dari sediaan salep ekstrak etanol kulit buah jengkol yang mempercepat penutupan luka pada kulit mencit (Mus musculus) yang diinduksi streptozotocin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan enam perlakuan dan empat ulangan. Induksi diabetes dilakukan dengan menginjeksikan streptozotocin dosis 150 mg/kg bb secata intraperitoneal. Sebanyak 20 ekor tikus model diabet kemudian dilukai pada bagian dorsolateral sepanjang ±1 cm2 menggunakan gunting steril, lalu dibagi menjadi lima perlakuan yaitu hanya diolesi basis salep (KP), salep Betadine® (PB), sediaan salep ekstrak kulit buah jengkol konsentrasi 5% (P1), 10% (P2) atau 15% (P3). Perlakuan KN dilakukan pada empat ekor tikus non diabet yang hanya diberi basis salep. Pengolesan salep dilakukan dua kali sehari selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sediaan salep ekstrak etanol kulit buah jengkol mempercepat penutupan luka pada kulit tikus model diabet. Pada tikus perlakuan konsentrasi 10% (P2) secara morfologis memiliki luka paling pendek pada hari pengamatan ke-3, 7 dan 14 yang berbeda nyata dengan KP dan PB (p<0,05), namun sebanding dengan pelakuan KN. Berdasarkan hasil pada penelitian ini, maka pemberian sediaan salep ekstrak etanol kulit buah jengkol konsentrasi 10% merupakan konsentrasi optimum untuk mempercepat penutupan luka pada kulit mencit model diabet.
EO-10 Keragaman mikoriza arbuskula pada rizosfir alang-alang (Imperata cylindrica) dan potensinya dalam meningkatkan hasil tanaman jagung di lahan kering marginal Rachmawati Hasid♥, Makmur Jaya Arma Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo. Jl. H.E.A. Mokodompit, Kampus Hijau Bumi Tridharma, Anduonohu, Kendari, Sulawesi Tenggara. Tel.: +62-401-3193596, Fax.: +62-4013191692, ♥email:
[email protected]
Alang-alang (Imperata cylindrica L.) adalah salah satu inang mikoriza arbuskula yang banyak tersebar di seluruh Indonesia, merupakan potensi yang sangat besar sebagai sumber inokulum alami mikoriza arbuskula. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari keberadaan mikoriza arbuskula rizosfir alang-alang dan potensinya dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman pada lahan kering marginal. Eksplorasi mikoriza arbuskula (MA) telah dilakukan dengan pengambilan sampel tanah dan akar alang-alang, isolasi spora untuk pengamatan jumlah spora, serta pembersihan dan pewarnaan akar alang-alang untuk pengamatan persentase infeksi akar. Pengujian potensi MA dilakukan dengan penanaman jagung pulut lokal Ereke pada lahan kering marginal, menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dalam tiga kelompok dengan perlakuan tanpa pemberian pupuk kandang ± inokulasi MA indigenous, pemberian pupuk kandang (2,5; 5,0; 7,5; 10,0; dan 12.5 t. ha-1) ± inokulasi MA indigenous. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa MA pada rizosfir alangalang cukup beragam, didominasi genus Glomus. Infeksi akar mencapai 80% dan jumlah spora mencapai 600 spora per 100 g tanah. Pengujian potensinya pada tanaman menunjukkan peningkatkan P tersedia, serapan P, serta pertumbuhan dan hasil tanaman yang diinokulasi MA dibandingkan tanpa inokulasi pada berbagai level pemupukan. Inokulasi mikoriza arbuskula pada tanaman jagung tidak mampu mendukung pertumbuhan dan hasil tanaman tanpa dipadukan dengan pemberian pupuk pada lahan kering marginal. Alang-alang, fosfor tersedia, Imperata cylindrica, mikoriza arbuskula indigenous, serapan fosfor
Uji poensi sediaan salep ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum) untuk mempercepat penutupan luka pada kulit mencit (Mus musculus Linnaeus, 1758) model diabet Desak Made Malini♥, Madihah, Fitri Kamilawati Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. Kampus Jatinangor, Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, Jawa Barat. Tel. +62-22-7797712 psw. 104, Fax. +62-22-7794545, ♥email:
[email protected]
Diabetes, kulit buah jengkol, luka, mencit
EO-12 Perkecambahan biji dan morfologi semai tanaman kenanga tanduk (Artabotrys hexapetallus) Tri Handayani ♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Kenanga tanduk (Artabotrys hexapetalus (L.f) Bhandari), termasuk dalam suku Annonaceae. Jenis ini dimanfaatkan untuk tanaman hias, penghasil parfum dan obat tradisional.
264
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Biji merupakan bahan utama untuk perbanyakan jenis ini, namun lama berkecambahnya. Penelitian perkecambahan yang bertujuan untuk mengetahui sifat perkecambahan biji, karakter biji, perkembangan semai dan morfologi semai telah dilakukan di Kebun Raya Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkecambahan terjadi dalam waktu yang lama. Masaknya buah yang tidak bersamaan, embrio kecil yang belum matang, struktur biji yang keras dan tekstur endoperm yang keras menjadi faktor pemicu lamanya perkecambahan biji. Biji keras karena terdiri atas lapisan eksotesta, mesotesta dan endotesta. Endosperm termamah (ruminate endosperm) berbentuk lamella / lempengan yang lebar. Awal perkecambahan biji terjadi 159 hari setelah disemai. Lamanya perkecambahan dari awal sampai akhir biji berkecambah membutuhkan waktu selama 138 hari. Daya tumbuh biji mencapai 80%, dengan kecepatan tumbuh berkisar 0,02-0,08% per hari. Tipe perkecambahan FEA (Fanerokotilar-Epigeal-Asimilasi). Proses perkecambahan biji sejak radikula muncul sampai daun pertama terbuka melalui 6 fase, yaitu munculnya radikula, pertumbuhan hipokotil dan akar, munculnya hipokotil ke atas media tumbuh, munculnya kotiledon, terbukanya kotiledon dan terbukannya daun pertama. Kotiledon sepasang, berupa lembaran menyerupai daun asli dan tidak cepat luruh.
KK sebagai ulangan. Perlakuan yaitu non-suplementasi, suplementasi tepung tanaman katuk 3%, dan suplementasi tepung tanaman katuk 6%. Selama 60 hari perlakuan terlihat bahwa Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa suplementasi 3 aras tepung katuk pada KK betina berpengaruh tidak nyata terhadap konsentrasi hormon progesteron (P4) dan estradiol-17β (E2) pada pengambilan ke-1 (hari ke-0, P < 0,05) dan berpengaruh nyata terhadap konsentrasi hormon reproduksi pada pengambilan ke-2 dan ke-3 (hari ke-28 dan ke-56, P > 0,05). Disimpulkan bahwa utilisasi mikronutrisi tepung katuk pada ternak KK betina aras 3% bahan kering dari berat hidup cenderung paling berpengaruh terhadap parameter reproduksi (konsentrasi hormon) dibanding perlakuan lainnya.
Artabotrys hexapetalus, daya tumbuh, kotiledon, struktur biji, tipe kecambah
Departemen Agronomi dan Hortikultur, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jl. Meranti, Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, West Java. Tel./Fax. +62-251-8629353, ♥email:
[email protected]
EO-13
Ubi kayu merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat. Konservasi beberapa genotipe ubi kayu penting dilakukan untuk penyelamatan plasma nutfah dan mutan-mutan hasil iradiasi sinar gamma. Teknik pertumbuhan minimal merupakan salah satu alternatif untuk konservasi ubi kayu secara in vitro. Penelitian ini bertujuan mendapatkan media terbaik untuk konservasi in vitro ubi kayu genotipe UJ-5 dan Jame-jame. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan November 2015 hingga Agustus 2016 terdiri atas dua percobaan terpisah. Kedua percobaan tersebut menggunakan rancangan faktorial dua faktor yang disusun secara acak lengkap. Percobaan pertama merupakan kombinasi media MS (MS0 dan ½ MS0) dengan konsentrasi sukrosa (0, 1, 2, dan 3%) pada ubi kayu genotipe UJ-5 dengan 12 ulangan. Percobaan kedua merupakan kombinasi konsentrasi manitol (2% dan 3%) dengan konsentrasi paclobutrazol (0, 2, dan 4 ppm) pada ubi kayu genotipe Jame-jame dengan 9 ulangan. Kombinasi media MS0 + sukrosa 0% merupakan media terbaik untuk konservasi ubi kayu genotipe UJ-5 karena menyebabkan penghambatan pertumbuhan tinggi tunas 96,63% pada 15 MSK, jumlah daun 85,65% pada 28 MSK, dan jumlah buku 86,25% pada 28 MSK. Kombinasi media tersebut juga menyebabkan planlet ubi kayu genotipe UJ-5 tidak mengalami gugur daun dan tidak menghasilkan akar. Media terbaik untuk konservasi ubi kayu genotipe Jamejame adalah manitol 2% + paclobutrazol 0 ppm. Media tersebut mampu menekan pertumbuhan tinggi tunas, jumlah daun hidup, jumlah buku, dan jumlah akar serta menghasilkan persentase hidup tertinggi saat recovery yaitu sebesar 50%.
Studi komparatif konsentrasi hormon reproduksi pada spesies ruminansia endemik Indonesia Heri Dwi Putranto1, ♥, Sura Menda Ginting,Yossie Yumiati, Gading Putra Hasibuan 1
Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A , Bengkulu. Tel.: +62736-21170, psw.219, Fax. +62-736-21290, email:
[email protected],
[email protected] 2 Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Bengkulu. Jl. W.R. Supratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371A, Bengkulu 3 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu. Jl. Raya Meranti, Sawah Lebar, Bengkulu 38227, Bengkulu 4 Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu. Jl. Pembangunan, Padang Harapan Bengkulu 38225
Kambing kacang (Capra aegragus) adalah salah satu spesies plasma nutfah ruminansia endemik Indonesia yang umum dipelihara oleh petani peternak di Indonesia. kambing ini digolongkan sebagai ruminansia kecil yang mudah dipelihara, mudah beradaptasi dan bernilai ekonomis karena difungsikan sebagai tabungan bagi para petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi mikronutrisi berupa 3 aras tepung tanaman katuk (Sauropus androgynus) dalam pakan terhadap konsentrasi hormon reproduksi kambing kacang (KK) betina. Sebanyak 9 ekor KK betina dewasa kelamin dengan berat badan seragam (12,00 ± 1,00 kg) dan dalam kondisi sehat dibagi dalam 3 perlakuan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan setiap perlakuan terdiri dari 3
Capra aegragus, estradiol-17β, kambing kacang betina, progesteron, tepung katuk
EO-14 Konservasi in vitro ubi kayu (Manihot esculenta) genotipe UJ-5 dan Jame-jame dengan teknik pertumbuhan minimal Li’ana, Nurul Khumaida♥, Sintho Wahyuning Ardie
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Genotipe lokal, manitol, paclobutrazol, planlet, sukrosa
EO-15 Aktivitas lapang dan jam terbang aktif penyerbuk biologi lebah madu Apis mellifera di perkebunan kopi Budiaman♥ Jurusan Kehutaan, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin. Jl. Perintis Kemerdekaan km.10, Makassar 90245, Sulawesi Selatan. Tel.. +62-411-585917, Fax.: +62-411-585917, ♥email:
[email protected]
Untuk meningkatkan produksi tanaman perkebunan kopi, berbagai upaya intensifikasi telah dilakukan, namun faktor penyerbuk, belum mendapat perhatian sebagai bagian vital dalam intensifikasi. Lebah madu Apis mellifera L. merupakan lebah yang jinak dan berpotensi sebagai penyerbuk pada tanaman kopi, namun sampai saat ini aktivitas lapang dan jam terbang aktifnya belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas lapang dan jam terbang aktif penyerbuk biologi A. mellifera di perkebunan Kopi Toraja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan menempatkan 20 koloni pada lokasi perkebunan Kopi Toraja, Sulwesi Selatan untuk mengamati perilaku aktivitas lapang dan jam terbang aktif, sedangkan data dianalisis secara deskriptif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas lapang lebah pekerja penyerbuk biologi A. mellifera cukup tinggi pada musim kemarau (musim bunga kopi), dan aktivitas penyerbukan cenderung meningkat dengan peningkatan suhu, jam terbang aktif rata-rata lebah pekerja berkisar antara jam 05.32-17.59 WITA dengan jumlah rata-rata jam aktif 11,913 per hari pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau jam terbang aktif berkisar antara jam 05.20-18.50 WITA dengan jumlah ratarata jam terbang aktif 12,168 jam per hari. Aktivitas lapang, Apis mellifera, jam terbang aktif, perkebunan kopi
Impregnasi nanopartikel liat untuk meningkatkan kualitas kekuatan kayu sengon (Paraserienthes falcataria) 3
3
Taman Alex , Edy Budiarso , Irawan W. Kusuma , Enos T. Arung4 1.
Impregnasi nanopartikel liat pada kayu sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) bertujuan untuk meningkatkan kuailitas. Penggunaan nanopartikel liat sebagai bahan partikel halus yang larut dalam air yang diimpregnasikan ke dalam kayu sengon bertujuan untuk meningkatkan sifat kekuatannya. Impregnasi adalah proses memasukkan bahan yang dilarutkan dalam air atau cairan tertentu pada kayu di dalam tabung dengan cara divakum dan tekanan udara rendah. Bahan yang digunakan adalah nanopartikel liat dan jenis kayu sengon yang dibuat contoh uji dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 40 cm sebanyak 30 contoh uji dan dikeringkan udara. Sebanyak 10 potong sampel tanpa impregnasi dijadikan pembanding, 10 sampel untuk 5% dan 10 sampel untuk 2,5%. Selanjutnya 20 sampel tersebut diukur volume dan beratnya. Sebanyak 10 sampel dimasukkan kedalam tabung dan ditutup rapat serta divakum selama 30 menit sebesar 10 cmHg. Kemudian dimasukkan larutan nanopartikel liat yang konsentasinya di tetapkan sebesar 2,5%, selanjutnya diberikan tekanan sebesar 60 psi selama 2 jam. Kemudian larutan dikeluarkan dan divakum kembali selama 15 menit. Setelah itu contoh uji dibersihkan dan diukur beratnya, untuk menghitung nilai retensi dari nanopartikel liat yang terkandung didalam kayu sengon. Proses perlakuan yang sama juga dilakukan pada sampel untuk konsentrasi larutan 5%. Untuk mendapatkan nilai kekuatan seluruh sampel kayu dikeringkan dalam oven dengan suhu 750C selama satu minggu agar kadar air seimbang 12%, kemudian diuji sifat kekuatan kayu menggunakan mesin Universal Testing Machine (UTM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai retensi nanopartikel liat dapat mencapai 22,73 kg/m3 pada konsentrasi larutan 5%. Impregnasi dengan nanopartikel liat dapat meningkatkan kekuatan kayu sengon berdasarkan nilai tegangan pada batas proporsi, modulus elastisitas dan modulus patah dibandingkan dengan kayu sengon tanpa impregnasi. Impregnasi, kekuatan, nanopartikel liat
EO-17
EO-16
1, 2,♥
265
Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Jl. Samratulangi Samarinda 75131, Kalimantan Timur. Tel.: +62-541-260421, 260680, Fax.: +62-541260680, email:
[email protected] 2 Program Pascasarjana, Universitas Mulawarman, Samarinda 75123, Kalimantan Timur 3 Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda 75123, Kalimantan Timur 4 Lembaga Penelitian, Universitas Mulawarman, Samarinda 75123, Kalimantan Timur
Bioakumulasi timbal dalam pengolahan air limbah baterai oleh Acinetobacter sp. IrC2 menggunakan biofilter lekat diam Nida Sopiah1,♥, Wahyu Irawati2, Susi Sulistia1 1
Balai Teknologi Pengolahan Air dan Limbah, Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknlogi. Gedung 820 Geostech, Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan 15314, Banten. ♥email:
[email protected] 2 Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pelita Harapan. Jl. M.H. Thamrin Boulevard 1100, Lippo Karawaci, Tangerang 15811, Banten
Acinetobacter sp. IrC2 merupakan bakteri yang memiliki sifat multiresistensi terhadap berbagai logam berat, salah satunya terhadap logam timbal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakterisasi Acinetobacter sp. IrC2 dalam menyisihkan kadar timbal dalam air limbah baterai yang diolah menggunakan biofilter lekat diam bermedia
266
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
sarang tawon selama 8 hari. Fluktuasi proses penyisihan kadar timbal dalam air limbah oleh Acinetobacter sp. IrC2 terjadi selama proses bioakumulasi timbal. Proses penyisihan kadar timbal pada jam ke-28 adalah sebesar 86,5% (6,31mg)/L). Proses penyisihan mengalami penurunan sampai jam ke-50 dan meningkat kembali pada jam ke-56 menjadi 2,08 mg/L (95,5%). Penyisihan kadar timbal kembali mengalami peningkatan pada jam ke-52 sampai jam ke-56 yaitu dari 88,5% (5,39 mg/L) menjadi 95,5% (2,08 mg/L). Pada jam ke-58 sampai jam ke-76 terjadi penurunan kembali penyisihan kadar timbal dari 77,3% (10,62 mg/L) menjadi 14,2% (40,08 mg/L). Pada jam ke-78 penyisihan kadar timbal kembali meningkat menjadi 90,2% (4,6 mg/L), dan pada jam ke-80 terjadi penurunan penyisihan menjadi 59,6% (18,87 mg/L). Peningkatan penyisihan terjadi kembali sampai jam ke-84 menjadi 94,9% (2,36 mg/L) dan mengalami penurunan kembali pada jam ke-150 menjadi 80,5% (9,1 mg/L). Pada jam ke 152 terjadi peningkatan penyisihan kadar timbal menjadi 93,9% (2,87), dan pada jam ke-176 kadar timbal dalam air olahan limbah baterai dalam bioreaktor menjadi < 0,01 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Acinetobacter sp. IrC2 mampu bertindak sebagai agen bioremediasi dalam menyisihkan kadar timbal dalam air limbah baterai menggunakan biofilter lekat diam bermedia sarng tawon. Acinetobacter sp. IrC2, bioakumulasi, biofilter lekat diam, sarang tawon
EO-18 Pengaruh pemberian unsur hara mikro dalam pembuatan pupuk organik Titonia Plus pada tanaman padi sawah intensifikasi Nalwida Rozen1, ♥, Nurhajati Hakim1, Jamilah2 1
Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-75172702, email:
[email protected] 2 Fakultas Pertanian Universitas Taman Siswa Padang. Kampus Unitas Padang Baru Padang, Sumatera Barat
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi, namun negara kita masih melalukan impor beras karena belum terpenuhinya konsumsi beras dalam negeri. Salah satu upaya yang telah banyak dilakukan adalah pemberian pupuk. Penggunaan pupuk sisntetik merupakan faktor penentu produksi terbesar, tetapi harganya makin mahal dengan dihilanghkannya subsidi pupuk, sehingga menjadi masalah nasional. Oleh karenanya, pupuk alternatif harus ditemukan. Hasil penelitian terbaru Hakim et al. (2009-2011) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik titonia plus (POTP) dapat mengurangi aplikasi pupuk sintetik hingga 50% dalam meningkatkan hasil padi pada sawah bukaan baru di Dharmasraya, serta sawah intensifikasi di Padang, Solok, dan Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Tetapi, hasil padi pada sawah intensifikasi dengan POTP tersebut masih sekitar 6 ton/ha, padahal hasil optimal yang diharapkan
dengan POTP sekitar 8 ton/ha. Hal itu diduga akibat adanya gejala kekurangan unsur hara mikro. Jenis unsur hara mikro yang diperlukan dalam pembuatan POTP belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan jenis unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman padi pada sawah intensifikasi yang diberi POTP. Percobaan pot telah dilakukan pada tahun 2014, menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan 6 macam unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, B, Mo) pada padi sawah yang diberi POTP+50% pupuk sintetik N dan K, ditambah perlakuan POTP saja, dan 100% pupuk sintetik saja. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa, unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman padi yang diberi POTP adalah Mn dengan kenaikan hasil 21% dan Zn dengan kenaikan hasil 17%. Pupuk organik titonia plus, POTP, unsur hara mikro
EO-19 Pengaruh waktu ekuilibrasi pada pembekuan semen kerbau lokal Aceh (Bubalus bubalis) dengan pengencer kombinasi laktosa dan gliserol Nisa Sari♥, Meutia Ihdina, Kartini Eriani Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah Kuala. Jl. Syeh Abdur Rauf No. 3, Banda Aceh, 2311, Aceh, ♥email:
[email protected]
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu ekuilibrasi terhadap kualitas spermatozoa kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang telah diencerkan dengan pengencer Tris Kuning Telur kombinasi krioprotektan laktosa dan gliserol. Semen kerbau lumpur segar diencerkan menggunakan pengencer Tris Kuning Telur kombinasi krioprotektan laktosa 0 mM (L0), 60 mM (L60), 120 mM (L120) dan gliserol 3% (G3), 5% (G5), 7% (G7) dengan waktu ekuilibrasi masing-masing kombinasi 2,5 jam, 3 jam dan 4 jam. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah persentase motilitas, persentase hidup, persentase TAU dan persentase MPU. Hasil menunjukkan bahwa pada perlakuan ekuilibrasi 2,5 jam krioprotektan kombinasi L60G7 memberikan hasil terbaik pada setiap parameter. Perlakuan perlakuan ekuilibrasi 3 jam krioprotektan kombinasi L60G7 menunjukkan hasil terbaik pada setiap parameter sedangkan hasil terbaik pada setiap parameter pada perlakuan ekuilibrasi 4 jam adalah krioprotektan kombinasi L120G7. Ekuilibrasi, kriopreservasi, gliserol, laktosa, semen kerbau lumpur
EO-20 Efektivitas formulasi Beauveria bassiana terhadap Spodoptera exigua dan persistensinya pada tanaman bawang merah Trizelia♥, Novri Nelly
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016 Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-751-72702, email:
[email protected]
Beauveria bassiana merupakan salah satu cendawan yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama tanaman bawang merah, Spodoptera exigua. Efektivitas B. bassiana dalam mengendalikan hama bawang merah sangat tergantung pada formulasi dan persistensi formula pada tanaman. Percobaan ini bertujuan untuk menguji efektivitas formulasi B. bassiana terhadap S. exigua dan persistensi formula pada tanah pertanaman bawang merah. B. bassiana diformulasi dalam bentuk tepung dengan campuran bahan pembawa berupa tepung sagu, tepung susu, kulit udang, jerami dan dekstrosa. Hasil uji efektifitas formulasi cendawan entomopatogen B. bassiana terhadap larva S. exigua instar III menghasilkan mortalitas larva sebesar 85100% setelah 7 hari aplikasi dan tidak ada perbedaan yang nyata antar formulasi. Jenis bahan pembawa dalam formulasi mempengaruhi persistensi konidia B. bassiana pada tanah pertanaman bawang merah. Konidia B. bassiana yang diformulasi dengan campuran tepung sagu dan tepung susu lebih persisten dibandingkan dengan campuran tepung sagu dan dekstrosa, jerami dan udang. Bawang merah, Beauveria bassiana, formulasi, persistensi, Spodoptera exigua
EO-21 Optimasi media campuran serbuk gergaji kayu albasia dan daun pisang kering terhadap pertumbuhan, produksi dan kadar protein jamur tiram coklat Betty Mayawatie Marzuki♥, Devina Octovinata Hadi, Nia Rossiana Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran. ♥email:
[email protected]
Baik buruknya pertumbuhan dan produksi jamur tiram tergantung media yang dipergunakan, oleh karena itu dibutuhkan jenis dan takaran media yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan takaran Serbuk Gergaji Kayu Albasia (SGKA) dan Daun Pisang Kering (DPA) yang optimal untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram coklat yang maksimal. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu factor, enam perlakuan dan empat kali pengulangan.perlakaun tersebut yaitu 100% (SGKA) ditambah 0% (DPA), 95% (SGKA) ditambah 5% (DPA), 90% (SGKA) ditambah 10% (DPA) 85% (SGKA) ditambah 15% (DPA) 80% (SGKA) ditambah 20% (DPA )dan75% (SGKA) ditambah 25% (DPA).Parameter yang diukur yaitu kecepatan pertumbuhan mycelium mencapai100%, bobot segar dan kadar protein jamur tiram putih Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar penambahan daun pisang kering, memberikan kecenderungan semakin lambat kecepatan pertumbuhan
267
mycelium, semakin tinggi produksi dan kadar protein. Kesimpulan bahwa campuran serbuk gergaji kayu albasia 90% dan daun pisang kering 10% memberikan perlakuan terbaik waktu muncul primordia (26 hari), campuran serbuk gergaji kayu albasia dan daun pisang kering 25% merupakan perlakuan terbaik untuk bobot segar (116,29 g)dan kadar protein jamur tiram coklat. Jamur, kadar protein, pertumbuhan, produksi
EO-22 Fertilisasi dan perkembangan embrio preimplantasi mencit (Mus musculus) secara in vitro setelah pemberian ekstrak buah merah (Pandanus conoideus) Kartini Eriani1,♥, Putri Lailan Tifani1, Syahruddin Said2 1
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Unsyiah Jl.Syeh Abdur Rauf No. 3, Banda Aceh 23111, Aceh, ♥email:
[email protected] 2 Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat
Ekstrak buah merah (EBM) (Pandanus conoideus Lam.) mengandung betakaroten dan alfatokoferol, yaitu suatu kelompok senyawa antioksidan yang dapat menangkap radikal bebas yang terbentuk pada saat proses fertilisasi in vitro. Reactive oxygen species (ROS) merupakan radikal bebas yang dihasilkan berupa derivate oksigen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh pemberian EBM terhadap kualitas oosit, tingkat fertilisasi dan perkembangan embrio mencit in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kelompok perlakuan (pemberian dosis EBM 0 mL, 0,05 mL dan 0,1 mL) dan tiga ulangan. Setiap dosis diberikan ke 5 ekor mencit selama 7 hari. Prosedur kerja meliputi ekstraksi buah merah, perlakuan terhadap hewan percobaan, superovulasi, persiapan sperma, koleksi oosit, fertilisasi in vitro, dan kultur in vitro. Parameter yang diamati adalah kualitas oosit, tingkat fertilisasi mencit yang diberi ekstrak buah merah dan tingkat perkembangan embrio mencit preimplantasi secara in vitro. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif menggunakan metode statistic One Way ANAVA, dilanjutkan dengan uji beda Duncan menggunakan tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pemberian EBM tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) antara pelakuan terhadap kualitas oosit. EBM dosis 0,05 mL dan 0,1 mL tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap tingkat fertilisasi oosit in vitro. Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa EBM pada dosis 0,05 mL dan 0,1 mL tidak berpengaruh terhadap kualitas oosit, tingkat fertilisasi dan perkembangan embrio in vitro. Ekstrak buah merah, fertilisasi, in vitro, mencit, Mus musculus, Pandanus conoideus, perkembangan awal embrio
268
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
EO-23 Pemanfaatan berbagai formula jamur antagonis untuk pengendalian penyakit antraknosa pada cabai Nurbailis♥, Martinius Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-75172702, email:
[email protected]
Penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum gloeosporioides sulit dikendalikan karena patogen dapat menular melalui benih, patogen memiliki keragaman genetik yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan formula aplikasi terbaik dari jamur antagonis unggul yang efektif dalam pengendalian penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. gloeosporioides pada cabai. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok dengan dua faktor dan empat ulangan. Faktor I adalah: jenis jamur antagonis yaitu: Trichoderma sp. 1, Paecilomyces sp. 4 dan tanpa jamur antagonis. Faktor II adalah jenis formulasi yaitu: kultur cair, filtrat dan suspensi konidia. Parameter pengamatan adalah tingkat serangan penyakit antraknosa yang meliputi: masa inkubasi, persentase buah terserang dan intensitas serangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tunggal jenis antagonis dan berbagai formula tidak berpengaruh terhadap penekanan penyakit antraknosa pada cabai. Interaksi antara jenis antagonis dengan berbagai formula menunjukkan perbedaan yang nyata dalam menekan penyakit antraknosa pada cabai. Kombinasi perlakuan yang terbaik adalah Trichoderma sp. 1 dalam formula kultur cair (a1b1) dan Paecilomyces sp. 4 dalam formula filtrat (a2b2) Cabai, Colletotrichum gloeosporoides, formula jamur antagonis
EO-24 The effectiveness of Carica papaya, Ipomoea aquatica, Alpinia galanga in protecting juvenile catfish from Aeromonas hydrophyla Gina Saptiani♥, Catur Agus Pebrianto, Agustina, Esti Handayani Hardi Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Universitas Mulawarman. Jl. Gunung Tabur No. 1, Gunung Kelua, Samarinda Ulu, Samarinda 75123, East Kalimantan, Indonesia. Tel./Fax.: +62-541-749482, 749372, 707137, ♥ email:
[email protected]
Carica papaya, Ipomoea aquatica, Alpinia galanga are oftenly used by local community as culinary and traditional medicine. Its is potential to be developed as the sources of pharmaceutical products. This study aims to assess the effectiveness of plants as antibacterial and immunostimulatory agent and as an agent to enhance the durability of fish against Aeromonas hydrophyla. These plant’s leaves were dried and extracted with ethanol 80%.
The treatments given to juveniles were extract of C. papaya, I. aquatica, and A. galanga, it was given in immersion. Next, the challenge test was conducted toward Aeromons hydrophyla. As the result, the extract of plants possess activities of inhibiting the growth of A. hydrophyla, reducing the prevalence of attacks and improving survival of prawn. In general, based on clinical symptoms and pathological anatomy, extract of the C. papaya leaves possess the best protection, along with extract of I. aquatica, and A. galanga. Alpinia galanga, Carica papaya, Ipomoea aquatica, juvenile catfish, protecting
EO-25 Efektivitas biji mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap kematian jentik Culex sp. Yossi Permatasari Cristianto, Makhabbah Jamilatun, Aminah Aminah♥ Jurusan Analis Kesehatan, Poltekkes Kemenkes Banten. Jl. Dr. Sitanala Komplek SPK Neglasari, Kota Tangerang 15121, Banten. Tel./Fax.: +6221-5518420, ♥email:
[email protected]
Penyebaran filariasis menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Banten tahun 2012 tercatat sebanyak 88 kasus filariasis. Pemberantasan Culex sp. sebagai salah satu vektor filariasis terutama di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan penggunaan larvasida. Salah satu alternatif larvasida menggunakan bahan alami yaitu biji mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas biji mahoni terhadap kematian jentik Culex sp. dalam waktu kontak 24 jam serta untuk menentukan konsentrasi biji mahoni yang efektif membunuh jentik Culex sp. Jenis penelitian ini yaitu eksperimen menggunakan 4 variasi konsentrasi yaitu 4%, 4,25%, 4,5%, 5% dan kontrol. Data diperoleh dari pengamatan jumlah jentik Culex sp. yang mati setelah 24 jam kontak dengan biji mahoni pada masing-masing perlakuan. Hasil menunjukkan konsentrasi yang tingkat kematian jentik Culex sp. terendah yaitu konsentrasi 4% dengan tingkat kematian 80% dan hasil tingkat kematian jentik Culex sp. tertinggi pada konsentrasi 5% dengan tingat kematian 100%. Uji statistik menggunakan one way anova, didapatkan nilai sig. = 0,000 yang artinya biji mahoni efektif membunuh jentik Culex sp. yang selanjutnya dilakukan uji post hoc. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa biji mahoni efektif membunuh jentik Culex sp. dengan konsentrasi 5% efektif membunuh jentik Culex sp. dengan persentase 100%., sehingga disarankan untuk menggunakan biji mahoni sebagai pembasmi jentik Culex sp. Biji mahoni, flavonoid, larvasida, saponin, Culex
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
EO-26 Pemeliharaan dan perbanyakan Dendrobium Iriana-Jokowi di Pusat Konservasi Tumbuhan, Kebun Raya LIPI Eka Martha Della Rahayu♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Dendrobium “Iriana Jokowi” merupakan anggrek Dendrobium hibrida baru di Indonesia yang belum diperbanyak secara massal. Perbanyakan massal perlu dilakukan untuk menjamin ketersediaan bibit anggrek Dendrobium “Iriana Jokowi”. Anggrek tersebut dipelihara di Rumah Kaca Unit Koleksi Anggrek Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI (PKT KR-LIPI) sejak 30 Juli 2015. Pemeliharaan yang dilakukan berupa penyiraman, pemberian pupuk, serta pemberian fungisida maupun insektisida. Usaha perbanyakan anggrek ini yang telah dilakukan adalah dengan kultur biji. Biji berasal dari 2 bunga yang diserbuki pada 11 Agustus 2015. Buah Dendrobium “Iriana Jokowi” dipanen pada 21 dan 22 Desember 2015. Selanjutnya biji Dendrobium “Iriana Jokowi” disemai di 4 macam media kultur, yaitu VWS, HS, KC, dan KCA. Persentase biji berkecambah tertinggi pada 5 minggu setelah semai (5 MSS) terdapat pada media KCA, yaitu sebesar 72.26%. Biji yang berkecambah kemudian disubkultur di 4 macam media penjarangan, yaitu T1A, T1V, HS, dan KCA. Hasil pengamatan pada 19 minggu setelah tanam (19 MST) menunjukkan bahwa keempat media yang diujikan menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah daun dan akar. Rata-rata jumlah daun tertinggi, yaitu 4,8 daun terdapat pada media T1. Sedangkan rata-rata jumlah akar tertinggi terdapat pada media T1V, yaitu sebanyak 4,2 akar. Dendrobium “Iriana Jokowi”, in vitro, kultur biji
EO-27 Isolasi dan seleksi bakteri endofit indigenus untuk mengendalikan Fusarium oxysporum fsp. lycopersicum serta meningkatkan pertumbuhan tanaman Tomat Yulmira Yanti1,♥, Suhelmi Rachma Rachim2, Chainur Rahman Nasution3 1
Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat. Tel. +62-751-72773, Fax.: +62-751-72702, email:
[email protected] 2 Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat 3 Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas. Kampus Unand Limau Manih, Padang 25163, Sumatera Barat
269
Penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum fsp. lycopersicum merupakan salah satu patogen utama yang menyebabkan kerugian pada tanaman tomat. Bakteri endofit merupakan bakteri yang berada dalam jaringan inang tanpa menimbulkan gejala penyakit dan memiliki kemampuan mengendalikan patogen dan memacu pertumbuhan serta hasil tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat bakteri endofit yang mampu mengendalikan penyakit layu Fusarium dan meingkatkan pertumbuhan tanaman tomat. Introduksi isolat bakteri endofit dilakukan dua kali yaitu pada benih dan pada bibit tomat berumur 21 hari. Seleksi isolat dilakukan dengan teknik in planta. Hasil isolasi dan seleksi terhadap reaksi Hipersensitif (HR) didapatkan 25 isolat bakteri endofit indigenos. Seleksi kemampuan meningkatkan pertumbuhan pada tahap bibit didapatkan 11 isolat potensial. 5 isolat terbaik yaitu TL.E.2.5, KL.E.3.2, TL.E.2.3, TL.E.2.2, dan TL.E.1.2 mampu meningkatkan pertumbuhan serta mengendalikan F. oxysporum fsp. lycopersicum. Bakteri endofit, Fusarium, Teknik in planta, tomat
EO-28 Perkecambahan kayu gula (Aphanamixix polystachya) dan potensinya Diana Prameswari1,♥, Rima HS. Siburian2 1
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Jl. Gunung Batu No. 5. PO Box 165, Bogor 16001, Jawa Barat. Tel. +62-251-8633234, 7520067; Fax. +62-251 8638111; ♥ email:
[email protected] 2 Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua. Jl. Gunung Salju Amban Manokwari 98314, Papua Barat
Kayu gula (Aphanamixis polystachya) termasuk famili Meliaceae merupakan tumbuhan yang mulai langka dan hampir terancam punah. Daerah penyebarannya adalah Cina, India, Sri Lanka, Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Filippina, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon. Namun dewasa ini semakin sulit memperoleh tanaman tersebut, sehingga perlu dilestarikan dengan melakukan penanaman. Tujuan penelitian untuk mengetahui perkecambahan benih kayu gula. Penelitian dilakukan di Kebun Persemaian Puslitbang Hutan, Bogor. Metode perlakuan menggunakan pola acak lengkap faktor tunggal dengan tiga kali ulangan. Faktor media terdiri dari: tanah, pasir, tanah dicampur sekam padi (1:1) dan tanah dicampur arang (1:1). Parameter yang diamati adalah kadar air benih, daya kecambah dan kecepatan berkecambah. Hasil penelitian menunjukan bahwa perkecambahan kayu gula yang terbaik menggunakan media pasir dengan persen kecambah sebanyak 96% sedangkan yang terendah pada media tanah sekitar 65%. Aphanamixis polystachya, benih, media tumbuh, potensi perkecambahan
270
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
EO-29 Penambahan Ekstrak Sargassum aquifolium untuk meningkatkan pertumbuhan Kappaphycus alvarezii. Nunik Cokrowati♥ Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universiatas Mataram. Jl. Majapahit 62, Mataram 83125, Nusa Tenggara Barat. Tel./Fax. +62-370-621435, ♥email:
[email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Sargassum aquifolium terhadap pertumbuhan Kappaphycus alvarezii serta untuk mengetahui lama waktu perendaman yang efektif dari ekstrak Sargassum aquifolium untuk meningkatkan pertumbuhan Kappaphycus alvarezii. Penelitian ini dilakukan di perairan Teluk Ekas Buana Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur pada Bulan Mei sampai dengan Juni 2016. Budidaya Kappaphycus alvarezii dilakukan pada longline dengan ukuran 8m x 8m memuat 40 ris. Jarak tanam tiap ris adalah 1 m dan jarak antar rumpun adalah 25 cm. Penanaman dilakukan selama 45 hari dan dilakukan penimbangan berat setiap 7 hari. Ekstrak Sargassum yang digunakan adalah konsentrasi 5% dengan lama waktu perendaman 2 jam, 4 jam, 6 jam, 8 jam, dan 10 jam. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan Kappaphycus alvarezii, laju pertumbuhan Kappaphycus alvarezii dan kualitas air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak Sargassum aquifolium dengan konsentrasi 5% tidak berpengaruh nyata tethadap pertumbuhan Kappaphycus alvarezii dan waktu perendaman yang efektif dilakukan selama 10 jam. Ekstrak, Kappaphycus alvarezii, Sargassum aquifolium, perendaman, pertumbuhan
EO-30 Metarhizium brunneum berpotensi sebagai biotermitisida terhadap rayap Coptotermes curvignathus pada tanaman pala Muhammad Sayuthi 1, ♥, Teguh Santoso2 , Iswadi1 1
Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh 23111, Aceh. ♥email:
[email protected] 2 Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Jawa Barat
Salah satu komoditas unggulan di Provinsi Aceh dan bernilai ekonomi tinggi adalah pala (Myristica fragrans). Budidaya tanaman pala pada saat ini mengalami gangguan rayap dan sekitar 50-60% tanaman pala mengalami perlukaan pada bagian pangkal akar hingga patah dan mati. Serangannya semakin meningkat hingga menular terhadap tanaman sehat lain. Pengendalian rayap hingga saat ini masih menggunakan insektisida sintetis yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Karena itu perlu pengendalian lain yang ramah lingkungan menggunakan Metarhizium brunneum sebagai biotermitisida yang memiliki
patogenisitas tinggi dibanding cendawan lain.Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keefektifan M. brunneum sebagai biotermitisida terhadap rayap Coptoterme curvignathus pada tanaman pala. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dan di Perkebunan Tanaman Pala Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, menggunakan metode triple mark recapture technique. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap hektar ditemukan 55 koloni rayap C. curvignathus.Rata-rata ukuran populasi koloni 225,248 individu per hektar. Rata-rata daya jelajah maksimum rayap C. curvignathus sejauh 35,50 m. Kerapatan konidia M. brunneum 109/mL akuades mampu mampu menurunkan ukuran populasi koloni rayap C. curvignathus mencapai 80,50% (180.198 individu) dari ukuran populasi awal 225,248 individu. Biotermitisida, Coptoterme curvignathus, hama, Metarhizium brunneum, pala
EP-01 Evaluasi aktivitas anti-Mycobacterium tanaman obat Indonesia dengan Resazurin Reduction Assay Martha Sari♥, Wien Kusharyoto Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
Tuberculosis (TB) adalah salah satu penyakit paling berbahaya yang menular dan disebabkan oleh pathogen tunggal. Tuberculosis menginfeksi baik individu sehat maupun individu dengan daya tahan tubuh lemah. Produk alami yang berasal dari mikroba dan tanaman obat merupakan sumber yang sangat penting untuk pengobatan TB. Microplate Resazurin Assay (MRA) biasa digunakan dalam mengevaluasi produk alami dan senyawa sintetis untuk aktivitas anti-mycobacterial. Kami menggunakan metode MRA untuk mengevaluasi aktivitas antimycobacterial dari ekstrak tanaman menggunakan Mycobacterium smegmatis dan Mycobacterium bovis BCG serta membandingkannya dengan antibiotik antimycobacterial rifampicin. MRA dioptimalkan menggunakan 2% pelarut DMSO, dan larutan indikator 62.5 μg/mL resazurin dalam 5% larutan Tween 80 selama 96 jam inkubasi. Ekstrak methanol tanaman dihasilkan dari berbagai tanaman obat Indonesia yang telah diketahui memiliki aktivitas anti-mikobakterial, termasuk Baeckea frutescens (Myrtaceae), Caesalpinia sappan (Fabaceae), Centella asiatica (Apiaceae), Ficus deltoidea (Moraceae), Merremia mammosa (Convolvulaceae), Pluchea indica (Asteraceae), Sida rhombifolia (Malvaceae), Tinospora crispa (Menispermaceae), Usnea barbata (Parmeliaceae), dan Zingiber aromaticum (Zingiberaceae). Aplikasi MRA menggunakan M. smegmatis atau M. bovis BCG sebagai target anti-mikobakterial memberikan beberapa kelebihan
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
yaitu rendah biaya, pengujian cepat dan aman untuk aktivitas anti-mikobacterial dalam format high-throughput. Aktivitas, anti-mikobakterial, ekstrak fitokimia, microplate resazurin assay, MRA, tanaman obat
EP-02 Optimisasi uji berbasis reduksi resazurin dalam menghambat aktivitas Mycobacterium bovis strain BCG 43756 Martha Sari♥, Eka Arismayanti, Wien Kusharyoto Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
Microplate Reduction Resazurin Assay (MRRA) adalah metode cepat untuk mengevaluasi produk ekstrak alam dan obat sintesis bertujuan menekan pertumbuhan mikobakterium menggunakan pewarna resazurin sebagai indikator. Variasi kondisi pengujian dievaluasi diantaranya konsentrasi indikator resazurin, konsentrasi pelarut DMSO dan durasi waktu inkubasi ditentukan sebagai aktivitas antimikobakterial. Dalam penelitian ini, dievalusi tiga kinerja optimasi pengujian dan deteksi ekstrak kimia tanaman menggunakan mikroba Mycobacterium bovis strain BCG 43756. Optimisasi MRRA menggunakan pelarut 0.5% DMSO, 60 µg/mL pewarna resazurin dengan 5% tween 80 selama 24 jam inkubasi. Hasil menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk MRRA menggunakan isolat M. bovis BCG 43756 telah diperoleh deteksi cepat, sederhana dan sensitivitas yang baik untuk pengembangan ekstrak-ekstrak alami dari tanaman obat Indonesia. Anti-mycobacterium, MRRA, Mycobacterium bovis strain BCG 43756, optimisasi metode
EP-03 Anti-mycobacterial activity of methanol plant extracts against Mycobacterium bovis and Mycobacterium smegmatis Gita Syahputra♥, Martha Sari, Wien Kusharyoto Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
The plant important source of new drug for treatment of Tuberculosis (TB). Natural products derived from Indonesian medicinal plants have been important source of TB therapeutics. This study aims to screened for antimycobacterial activity from methanol plant extracts of Azadirachta indica, Zingiber americans, Desmodium triquetum, Clerodendron serratum, Caesalpinia sappan, and Morus alba against Mycobacterium bovis and Mycobacterium smegmatis by using disc diffusion method.
271
The minimum inhibitory concentration (MIC) was indicator of plant extracts of anti-mycobacterial activity. M.smegmatis most sensitive bacteria against of plant extracts. The extracts of D.triquetrum, C.serratum, and C.sappan, shows that against all of tested bacteria. Variation of extract concentration data shows that the methanol extract of D.triquetrum is the most potential to anti-mycobacterial. Based on phytochemical assay, the compounds in D.triquertum are flavonoid and tannin. Would need to isolation of the active compounds to get a anti-mycobacterium drug. Anti-mycobacterial activity, disc diffusion, minimum inhibitory concentration, MIC, plant extract
EP-04 Kajian pengaruh pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai Resmayeti Purba♥ Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten. Jl. Ciptayasa Km 01 Ciruas-Serang 42182, Banten. Tel. +62-254-281055, Fax. +62254282507. Email:
[email protected]
Permasalahan dalam budidaya kedelai di lahan kering diantaranya defisiensi unsur hara, bahan organik rendah dan takaran pemberian pupuk anorganik yang tidak berimbang. Penggunaan pupuk hayati yang kaya hara dan mikroba mampu mengurangi takaran pupuk anorganik, memperbaiki struktur tanah dan menyediakan unsur hara dalam mendukung pertumbuhan serta meningkatkan hasil kedelai. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Pengkajian dilaksanakan di desa Cisehreheun, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten. Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri atas 6 perlakuan dengan 6 ulangan menggunakan petak perlakuan berkuran 20 m x 7 m (140 m2). Perlakuan yang dikaji ialah sebagai berikut: (A). Tanpa pupuk hayati dan tanpa pupuk NPK (kontrol), (B). Pupuk Rekomendasi 50 kg/ha Urea + 50 kg/ha SP-36 + 250 kg/ha NPK Phonska; (C) pupuk hayati: Agrimeth + 25% pupuk Rekomendasi; (D). pupuk hayati Agrimeth + 50% pupuk Rekomendasi, (E) pupuk hayati Gliocompost + 25% pupuk Rekomendasi, (F). pupuk hayati Gliocompost + 50% pupuk rekomendasi. Benih kedelai dicampurkan dengan Agrimeth sebanyak 40 gram/8 kg benih, kemudian 2 benih ditanam dengan jarak tanam 40 x 20 cm. Gliocompost 20 kg/ha diberikan sebagai penutup pada lubang tanam. Parameter yang diamati adalah tinggi dan jumlah daun tanaman, efisiensi polong isi, panjang akar, bintil akar, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, bobot 100 biji, hasil biji kedelai. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati memberikan respon pertumbuhan dan hasil kedelai yang lebih baik dibanding tanpa pemupukan maupun pupuk Rekomendasi. Pupuk hayati Agrimeth + 50% pupuk Rekomendasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah polong isi, efisiensi polong isi, panjang akar, jumlah bintil akar, hasil biji kedelai. Pemberian pupuk hayati Agrimeth memperoleh
272
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
hasil kedelai 2,52 t/ha dan mensubtitusi setengah takaran pupuk rekomendasi anorganik.
EP-06
Agrimeth, hasil, kedelai, pertumbuhan, pupuk hayati
Aplikasi pemanfaatan kompos “Bioposka” pada fase vegetatif tanaman obat: Alpinia malaccensis Reza Ramdan Rivai♥, Fitri Fatma Wardani
EP-05 Verifikasi molekuler metode sexing sperma sapi dengan kolom BSA (Bovine Serum Albumin) Ekayanti Mulyawati Kaiin♥, Muhammad Gunawan, Senlie Octaviana, Sukma Nuswantara Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
Penentuan jenis kelamin anak sapi merupakan salah satu langkah strategis dalam perkembangan teknologi inseminasi buatan. Metoda pemisahan spermatozoa pembawa kromosom jenis kelamin betina (X) atau jantan (Y) dengan kolom BSA (Bovine Serum Albumine) telah menghasilkan keberhasilan kesesuaian jenis kelamin anak sapi di lapangan sebesar 76-89%. Tujuan dari penelitian ini adalah memverifikasi hasil pemisahan sperma pembawa kromosom X dan kromosom Y dengan metode kolom BSA secara molekuler. Sperma sexing sapi Simmental yang telah dipisahkan kromosom X dan Y dengan kolom BSA 5% (sperma X) dan 10% (sperma Y), diuji kualitas sperma secara mikroskopis meliputi parameter motilitas, viabilitas dan abnormalitas sperma. DNA sperma pada masingmasing kolom (5% atau 10%) diekstrasi menggunakan metoda spin-column dan kemudian diamplifikasi menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan design primer gen Sex-determining Region Y (SRY) yang berada pada daerah kromosom Y dan gen autosomal GADPH (Glyceraldehyde 3-phosphate dehydrogenase) pada daerah HMG Box (High Mobility Group Box). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motilitas sperma X dan Y sebesar 60%, viabilitas sperma X sebesar 73,5% dan sperma Y sebesar 86,4%, sedangkan abnormalitas sperma X sebesar 15.4% dan sperma Y sebesar 8,2%. Hasil pemisahan sperma pada kolom BSA konsentrasi 10% dan sperma yang tidak disexing (kontrol), terverifikasi adanya gen SRY yang ditunjukkan dengan adanya satu pita pada 318 bp. Hal ini menunjukkan bahwa pada kolom BSA 10% terdapat lebih banyak sperma Y. Hasil pada kolom BSA 5% tidak tampak adanya pita yang terbentuk pada gel elektroforesis, menunjukkan sperma pada kolom tersebut adalah sperma X. Hasil ini menunjukkan bahwa sexing sperma sapi dengan metoda kolom BSA 5% dan 10%, dapat terverifikasi secara molekuler memisahkan sperma sapi pembawa kromosom X dan Y. BSA, PCR, sperma, sexing, SRY
Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Alpinia malaccensis Rosc. merupakan salah satu jenis tumbuhan dari suku jahe-jahean (Zingiberaceae). Masyarakat mengenal tumbuhan ini dengan sebutan laja gowah dan terutama digunakan sebagai obat herbal. Organ vegetatif merupakan bagian tanaman yang sering dimanfaatkan untuk bahan baku obat herbal. Ekstrak daun A. malaccensis terbukti mengandung antioksidan yang baik bagi kesehatan. Upaya peningkatan produksi organ vegetatif perlu dilakukan, salah satu metode yang dapat diterapkan adalah dengan cara penambahan input nutrisi berupa kompos. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis kompos yang tepat dalam upaya peningkatan produksi organ vegetatif A. malaccensis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan faktor utama yang diujikan adalah dosis kompos. Kompos yang digunakan pada penelitian ini adalah “Bioposka” yang merupakan produk hasil teknologi pengolahan sampah organik Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Taraf dosis kompos yang digunakan adalah 0, 25, 50, 75 dan 100%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman A. malaccensis yang mendapat input nutrisi berupa kompos “Bioposka” sebanyak 75% memiliki tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun dan jumlah daun lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya. Alpinia malaccensis, Bioposka, kompos, obat, vegetatif
EP-07 The palatability of cajuput leaves waste as the subtitution feed of sheep Ana Widiana1, ♥, Deydra Fitria Nur R1, Iman Hernaman2 1
Department of Biology, Faculty of Science and Technology, UIN Sunan Gunung Jati. Jl. A.H. Nasution No.105 Bandung 40614, Jawa Barat. Tel.: +62-22-7800525. ♥email:
[email protected] 2 Faculty of Animal Husbandry, Universitas Padjadjaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Jatinangor, Sumedang 45363, West Java
BKPH Jatimunggul, District of Indramayu, West Java has cajuput oil refining industry. Currently distillery waste of cajuput leaves (Melaleuca cajuputi Powell) has not been handled properly and become pollution. As in vitro, the waste of cajuput leaves are known potential to be used as cattle feed. The purpose of this research is to know the utilization of waste cajuput leaves and grass field with the addition of concentrates in the form of pellets through physical testing and palatability of the pellets in sheep.
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Organic waste as animal feed is identical to the economic value and start widely used as a feed supplement. One of the technologies use organic waste as feed is made in the form of pellets. This study was conducted from October 2015 to January 2016 at the Laboratory of Animal Nutrition and Mini Feedmill, Faculty of Animal Husbandry, Universitas Padjadjaran, West Java also at community animal hasbandry in Pangalengan, Bandung, West Java. The method used in this study is experimental design in the form of completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 3 repetitions. The ration consists of three kinds of treatment, namely R1: 50% field grass + 50% concentrate, R2: 25% field grass + 25% waste of cajuput leaves + 50% concentrate, and R3: 50% of waste of cajuput leaves + 50% concentrate. The data were analyzed by ANOVA followed by Duncan Multiple Range Test. The results showed that treatment of R2 has the best level of palatability and has potential as livestock feed because the content of nutrients in the waste of cajuput leaves are qualify to SNI 3148.1: 2009 standard for animal feed and best impact resistance is the pellets with the treatment of R3 that is equal to 96%.The utilization waste of cajuput leaves as fodder must satisfy three aspects like quality, quantity, and continuity. Cajuput leaves, organic waste, pellets, palatability
EP-08 Skrining fitokimia dan aktivitas penangkap radikal bebas DPPH dari ekstrak kayu Sulaeman (Exocarpos longifolius) Praptiwi, Ahmad Fathoni♥ Laboratorium Kimia Bahan Alam, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected]
Skrining fitokimia ekstrak ranting dan daun kayu sulaeman (Exocarpos longifolius) dan aktivitas penangkap radikal bebas DPPH dilakukan pada penelitian ini. Skrining fitokimia meliputi kandungan saponin, alkaloida, terpenoida, flavonoida dan tanin dengan metode baku. Aktivitas penangkap radikal bebas DPPH dilakukan dengan metode KLT-bioautografi dan penetapan nilai IC50 ekstrak. Profil komponen kimia ekstrak etil asetat ranting E. longifolius dilakukan dengan analisis GC/MS. Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa semua ekstrak mengandung tanin dan terpenoida, saponin hanya ada pada ekstrak metanol ranting E. longifolius, alkaloida hanya terdapat pada ekstrak etil asetat ranting dan daun sedang flavonoida terdapat pada ekstrak metanol ranting dan ekstrak etil asetat ranting dan daun E. longifolius. Ekstrak yang mempunyai aktivitas penangkap radikal bebas DPPH sangat kuat adalah ekstrak etil asetat ranting kayu sulaeman (IC50 = 15.65 ppm), kuat adalah ekstrak etil asetat daun (IC50 = 78.59 ppm) dan ekstrak metanol ranting (IC50 = 67.24 ppm).
273
DPPH, Exocarpos longifolius, IC50, penangkap radikal bebas
EP-09 Identifikasi produksi gaba dari kultur bakteri asam laktat (BAL) dengan metode TLC (Thin Layer Chromatography) Rini Handayani♥, Sulistiani, Ninu Setianingrum Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected]
Bakteri asam laktat (BAL) berkontribusi besar memberikan manfaat fungsional bagi tubuh manusia sebagai bakteri probiotik. BAL juga diketahui dapat menghasilkan senyawa antioksidan. Fungsi sebagai antioksidan ditunjukkan oleh galur L. plantarum DM5. Isolat yang digunakan adalah isolat bakteri asam laktat 478 dan 515. Bakteri asam laktat memiliki kemampuan untuk menghasilkan γ-aminobutyric acid (GABA). Produksi GABA dapat diketahui secara kualitatif dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan lempeng alumunium (Silica gel F254, Merck, Mumbai India). Inokulum BAL dalam MRS cair disentrifugasi pada kecepatan 1.500 x gravitasi selama 15 menit, kemudian sebanyak 10 µl supernatan diteteskan pada lempeng KLT. KLT dilakukan menggunakan larutan pengembang (eluen) yang terdiri dari campuran n-butanol:asam asetat:akuades dengan perbandingan 4:1:1 dengan larutan pewarna ninhydrin dengan konsentrasi 0,2% (w/v-etanol). Setelah selesai, lempeng KLT disemprot menggunakan larutan ninhydrin 0,5% (w/v) dan kemudian dipanaskan hingga 110oC selama 10 menit. Senyawa GABA yang dihasilkan oleh isolat BAL dapat dilihat dari nilai Retention factor (Rf) yang sama dengan standar GABA yang digunakan. Asam laktat, anti oksidan, GABA, KLT
EP-10 Microbe-enriched compost application on germination substrates of three tree species for transplanting success Hendra Helmanto, Frisca Damayanti, Dian Latifah♥ Bogor Botanical Garden, Indonesian Institute of Sciences. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, West Java. Tel./Fax. +62-2518322187, ♥email:
[email protected]
The success of transplanting has been an important issue in many restoration programs. The nutritious reserves in the cotyledons of some species can runs out shortly after the completion of the germination. The transplanting delay may lead to the deterioration of the death of the seedlings. Bioposka compost (microbe-enriched compost) were applied as one of the sowing media of three study-tree
274
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
species. The compost can hold water well and be fertilized, so it were hypothesized to increase the success of the transplanting compared to sands that are commonly used as a sowing media. The research aimed at investigating the effect of bioposka compost to the germination and the seedling growth of the study species. The completerandomized research design was used for three sowing media: sand, bioposka compost and the mixture of sand:compost (1:1 ratio) with three study species: Syzygium polycephalum, Bouea oppositifolia and Beilsmedia roxburghiana. The variables observed were total andnormal germination capacity, first germination, final germination, germination rate, germination simultaneity and seedling growth. The results were analysed using STAR (Statistical Tool for Agricultural Research). In addition, the microbial abundance for bacteria, fungi and yeast in each media were calculated using the spread-plate technique. The germination and seedling growth responses were varied between the different media. The germination capacity and seedling growth of Syzygium polycephalum and Bouea oppositifolia were lower by microbe-enriched compost. By contrast, the germination capacity and the seedling growth of Beilsmedia roxburghiana were not significantly different. Moreover, the microbe-enriched compost application increased the abundance of bacteria, fungi and yeast in the media.
mempunyai kemampuan dalam melarutkan fosfat anorganik dan organik yang dicirikan dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni. Indeks pelarutan fosfat anorganik dan organik pada media padat pikovskaya dan Ca fitat masing-masing berkisar antara 2,12-2,6 dan 2,152,61. Pelarutan fosfat anorganik pada media cair berkisar antara 1,07-9,749 mg/L, demikian juga pelarutan fosfat organik (aktivitas fosfatase dan fitase) masing-masing berkisar antara 4,09-350,98 µm/mL p-nitrofenol/jam dan 0.04-0,67 U/mL. Sedangkan produksi IAA sebesar 0,04519,98 mL/L. Pada kondisi laboratorium, perlakuan inokulasi biji dengan BPF meningkatkan perkecambahan biji dan vigor kecambah. Demikian juga pada percobaan rumah kaca, hampir semua isolat yang diuji dapat meningkatkan panjang tunas, panjang akar, berat kering tanaman, total P tanaman, P tersedia dalam tanah.
Beilsmedia roxburghiana, Bouea oppositifolia, Compost, Microbe, Syzygium polycephalum
Sri Widawati♥, Suliasih
EP-11 Isolasi bakteri pelarut fosfat dari lingkungan tambang timah dan potensinya sebagai “Plant Growth Promoting Rhizobacteria” (PGPR) terhadap seedling Paraserianthes falcataria Suliasih♥, Sri Widawati♥♥ Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected], ♥♥
[email protected]
Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) adalah bakteri yang dapat melarutkan fosfat anorganik dan organik dalam bentuk sukar larut menjadi tersedia bagi tanaman. Tujuan percobaan yaitu mencari isolat BFP potensial sebagai “plant growth promoting rhizobacteria” (PGPR) untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pada percobaan ini telah diisolasi 11 BPF dari tanah tambang timah Bangka. Isolat tersebut diuji kemampuannya dalam melarutkan fosfat anorganik (Ca3(PO4)2) dan fosfat organik (Ca fitat dan p-nitrofenol fosfat) pada media padat dan cair, dan produksi IAA secara in-vitro. Berdasarkan hasil pengujian secara in-vitro, dipilih 6 isolat untuk diuji kemampuannya dalam meningkatkan kualitas perkecambahan biji pada kondisi laboratorium dan pertumbuhan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) pada kondisi rumah kaca. Hasil menunjukkan semua isolat yang diuji
Bakteri Pelarut Fosfat, BPF, Paraserianthes falcataria, sengon
EP-12 Aktivitas Azotobacter di lingkungan tanah salin dan efeknya terhadap tanaman bawang (Allium cepa) Research Center for Biology, Indonesian Institute of Sciences. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:,
[email protected]
Peran Azotobacter sebagai bakteri penyedia unsur N sekaligus unsur P sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya di lingkungan tanah salin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas Azotobacter dalam menyediakan N dan P tersedia dalam tanah serta pengaruhnya pada pertumbuhan dan hasil tanaman bawang (Allium cepa L.) di lingkungan tanah normal dan salin. Penelitian menggunakan polybag berisi tanah kebun yang berasal dari Cibinong, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dalam rumah kaca di Puslit Biologi LIPI, Cibinong Science Center. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial. Faktor pertama yaitu Penyiraman yaitu: (i) Air tawar, (ii) Air laut. Faktor kedua yaitu inokulasi yaitu: (i) Kontrol tanpa inokulan, (ii) Pupuk NPK, (iii) Azotobacter paspalii, (iv) Azotobacter chroccocum, (v) Azotobacter sp.1. (vi) Azotobacter sp.2, (vii) Inokulan Azotobacter mix. Semua perlakuan diulang sebanyak 4 kali. Hasil penelitian menujukkan bahwa aktivitas bakteri terbaik didapatkan dari Azotobacter chrococcum. Bakteri tersebut dapat meningkatkan CN ratio, P total dan P tersedia dalam tanah sebesar 85%; 82,22%; 106,5% (lingkungan normal), 36,32%; 65,22%; 205% (lingkungan salin) serta meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman bawang sebesar 1,32% dan 30,38% (lingkungan normal); 146% dan 88,50% (lingkungan salin) jika dibandingkan kontrol di lingkungan normal dan salin.
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Allium cepa, Azotobacter, PMEase tanah, P tersedia tanah, salin
EP-13 The role of hydrogel augmentation using borax to start polymerization reaction as adaptation technology for crop cultivation in water limited areas Arwan Sugiharto Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected]
Several soil ameliorant technology has been developed to enable plant survive under limited water in soil. The objective of study was to find out doses of borax which was not toxic to soil microorganism but still able to maintain water stock in soil. Hydrogel was produced using mixture of carboxymethyl cellulose, carboxyethyl cellulose Boron. The toxicity of borax on soil microbes was determined by 3 methods namely direct inhibition growth rate of Rhizobium, and evaluating the total enzyme activities using FDA(fluorescein diacetate methods), and soil respirations. The concentration of borax less than 2.0% (w/w) was not toxic to Rhizobium and also to other soil microbes, and did not inhibit respiration. Augmentation of 1% hydrogel to soil increased soil holding capacity by 40%. Thus it extends the growth of sorghum for 2 weeks. Augmentation of hydrogel with boron to start polymerization has double benefit i.e provide microelement for the growth of plant and increase water retention in soil. Boron, carboxymethyl cellulose, carboxyethyl cellulose, FDA, Rhizobium
EP-14 Peningkatan produktivitas sapi bali melalui inseminasi buatan dengan sperma sexing di Techno Park Banyumulek, NTB. Muhammad Gunawan♥, Ekayanti Mulyawati Kaiin, Roni Ridwan Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah salah satu daerah penghasil ternak terbesar untuk memenuhi kebutuhan daging nasional. Populasi terbesar yang dikembangbiakkan oleh kelompok tani ternak adalah sapi bali. Keunggulan sapi bali sebagai plasma nutfah asli Indonesia adalah memiliki kekuatan adaptasi lingkungan dan perkembangbiakan yang baik. Upaya peningkatan produktivitas sapi bali dilakukan dengan program
275
inseminasi buatan menggunakan sperma dari pejantan sapi bali unggul terseleksi. Penelitian ini dilakukan di Techno Park Banyumulek untuk mengaplikasikan hasil produksi sperma sapi sexing beku dari Balai Inseminasi Buatan Lelede Banyumulek, Nusa Tenggara Barat. Parameter produktivitas pejantan sapi bali sebagai sumber sperma meliputi kualitas makroskopis dan mikroskopis serta uji motilitas setelah pembekuan. Produktivitas sapi di peternakan rakyat dilakukan dengan mengukur nilai efisiensi reproduksi pada sapi betina akseptor Inseminasi Buatan (IB) menggunakan sperma sexing. Parameter nilai efisiensi reproduksi berdasarkan nilai Service per Conception (S/C) dan Conception Rate (CR). Inseminasi buatan, efisiensi reproduksi, produktivitas, sapi bali, sperma sexing
EP-15 Studi awal perbanyakan Castanopsis argentea secara in vitro Muhammad Imam Surya1, Neneng Ine Kurnita1,2, ♥, Luluk Setyaningsih2, Lily Ismaini1, Zainal Muttaqin2 1
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), PO Box 19, Sindanglaya, Cianjur 43253, Jawa Barat. Tel.: +62-263-512233, 520448; Fax.: +62-263-512233. ♥ email:
[email protected] 2 Fakultas Kehutanan, Universitas Nusa Bangsa. Jl. K.H. Sholeh Iskandar Km 4, Bogor 16166, Jawa Barat
Saninten (Castanopsis argentea) merupakan spesies kunci yang memiliki potensi cukup tinggi sebagai bahan pangan. Buah C. argentea yang banyak digemari hewan mengakibatkan sulit ditemukannya permudaan secara alami. Perbanyakan secara in vitro merupakan salah satu upaya untuk memperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak. Namun, informasi terkait perbanyakan C. argentea secara in vitro masih sangat terbatas. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam konservasi saninten yang ditujukan untuk mengetahui metode inisiasi awal perbanyakan C. argentea secara in vitro. Dua metode sterilisasi digunakan pada eksplan biji dan tunas, serta ditanam pada media MS dan WPM yang telah dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup, jumlah tunas dan waktu berkecambah terbaik ditemukan pada eksplan biji yang telah di sterilisasi menggunakan metode sterilisasi I. Untuk jumlah kalus terbanyak ditemukan pada eksplan tunas menggunakan metode sterilisasi II. Media tanam tidak berpengaruh terhadap perkecambahan eksplan biji, namun berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan tunas. Castanopsis argentea, perbanyakan, sterilisasi, in vitro
EP-16 Metode perkecambahan buah bersayap: Pohon kapur (Dryobalanops lanceolata)
276
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
Dodo♥ Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, Jawa Barat. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected]
Dryobalanops lanceolata merupakan tumbuhan endemik Kalimantan yang berpotensi sebagai penghasil kayu komersial, namun keberadaannya di alam sudah terancam kepunahan. Perbanyakan bibit dapat menyelamatkan pohon kapur dari kepunahan karena bibit yang dihasilkan dapat dikembalikan ke habitat alaminya. Banyaknya bibit yang dihasilkan ditentukan oleh prosentase daya kecambahan biji dan daya sintas anakan saat adaptasi. Penelitian daya kecambah biji dilakukan dengan Rancangan Percobaan Acak Lengkap yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan yaitu faktor perlakuan buah (buah utuh, buah tanpa sayap, dan buah tanpa kelopak sayap) dan faktor media semai (tanah top soil, pasir kali, sekam padi, dan kompos bioposka). Setiap satuan percobaan terdiri dari 10 buah/biji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media semai pasir yang biasa digunakan untuk menyemai biji, dalam penelitian ini tidak memberikan hasil yang baik. Pada media semai pasir, daya kecambah D. lanceolata rendah (60%), kecepatan berkecambah rendah (1.33 biji/hari), dan lambat berkecambah (mulai hari ke-8). Hasil perkecambahan D. lanceolata yang baik pada penelitian ini adalah pada media semai sekam padi, tanah, dan kompos dengan daya kecambah lebih dari 80% dan awal berkecambah pada hari kedua atau ketiga. Perlakuan buah pada penelitian ini tidak memberikan respon yang baik, meskipun pemotongan sayap meningkatkan daya kecambah dan awal berkecambah namun responnya tidak berbeda nyata. Perlakuan buah dengan menghabiskan sayap hingga ke pangkalnya (tanpa sayap) malah mengurangi daya kecambah dan memperlambat awal berkecambah, karena perlakuan ini merusak jaringan buah. Buah bersayap, Dryobalanops lanceolata, kecambah
EP-17 Produksi bawang merah generasi kedua asal benih biji botani bawang merah (True Seed of Shallot) pada berbagai varietas Kiki Kusyaeri, Agus Nurawan, Liferdi, Meksy Dianawati♥ Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Jl. Kayuambon 80, PO Box 8495, Lembang, Bandung Barat 40391, Jawa Barat. Tel.: +6222-2786238, 2789846, Fax.: +62-22-2786238, ♥email:
[email protected]
Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas tanaman. Selain umbi, benih biji botani bawang merah dapat menjadi alternatif sumber benih yang menghasilkan umbi yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produksi bawang merah generasi kedua asal benih biji botani pada berbagai varietas bawang merah. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah
Desa Silih Asih, Kecamatan Pabedilan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada April-Juni 2016. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan varietas dan 10 ulangan. Varietas yang diuji adalah Bima, Mentes, dan Pikatan. Data dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji contras ortogonal dan uji korelasi pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan varietas mempengaruhi tinggi tanaman umur 5 dan 7 minggu setelah tanam, diameter umbi, bobot brangkasan, dan bobot kering umbi. Bobot kering umbi varietas dominan Bima berbeda nyata dengan varietas unggul baru (Mentes dan Pikatan). Bobot kering umbi dipengaruhi tinggi tanaman umur 5 minggu setelah tanam sebesar 47%. Bawang merah, benih biji, varietas
EP-18 Konsentrasi dan waktu aplikasi atonik pada produksi benih G0 kentang (Solanum tuberosum) Meksy Dianawati♥ Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Barat. Jl. Kayuambon 80, PO Box 8495, Lembang, Bandung Barat 40391, Jawa Barat. Tel.: +6222-2786238, 2789846, Fax.: +62-22-2786238, ♥email:
[email protected]
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi benih kentang G0 dengan berbagai konsentrasi dan waktu aplikasi atonik. Penelitian dilaksanakan di rumah plastik di Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat pada Juni-September 2015. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan dua faktor perlakuan dan lima ulangan. Faktor perlakuan pertama adalah konsentrasi atonik, yaitu 0,5; 1; 1,5; dan 2 g/L. Faktor perlakuan kedua adalah waktu aplikasi atonik, yaitu 1, 2, dan 3 minggu sekali, serta 1 minggu dua kali. Data dianalisis dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji Duncan, uji polinomial ortogonal, dan uji korelasi pada taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara konsentrasi dan waktu aplikasi atonik terhadap total jumlah umbi. Penggunaan atonik yang lebih jarang (3 minggu sekali) memerlukan konsentrasi yang lebih tinggi (2 g/L), sedangkan pada penggunaan atonik yang lebih sering, konsentrasi atonik tidak mempengaruhi total jumlah umbi. Konsentrasi atonik membentuk grafik kuadratik terhadap jumlah umbi ukuran sedang dan besar, serta bobot umbi per tanaman. Jumlah umbi ukuran sedang terbaik pada perlakuan waktu aplikasi atonik 1 minggu dua kali. Total jumlah umbi dipengaruhi jumlah umbi ukuran kecil sebesar 75%. Benih, kentang, konsentrasi, waktu aplikasi, atonik
EP-19 Mutu stater yogurt sediaan kering selama penyimpanan suhu refrigerator
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Fitri Setiyoningrum, Gunawan Priadi, Fifi Afiati♥ Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
Dalam industri yogurt, stater menjadi salah satu penentu kualitas produk yogurt yang dihasilkan. salah satu jenis sediaan stater yogurt yang diminati pengrajin yogurt adalah stater yogurt dalam bentuk kering/powder dengan merk "Yougrmet". sayangnya, belum ada informasi mengenai nasa simpan atau sampai kapan turunan berapa stater ini bisa digunakan, tetapi tetap menghasilkan yogurt dengan kualitas yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai turunan berapa dan stater Yourgmet layak digunakan sebagai stater dalam pembuatan yogurt. Parameter yang diamati adalah viabilitas bakteri asam laktat (BAL), total bakteri, total kapang khamir, nilia pH, dan uji sensori melalui uji perbandingan jamak. Stater yogurt kering "Yougrmet" diturunkan sebanyak empat kali. Masing-masing turunan (F1, F2, F3, dan F4) disimpan dalam refrigerator selama 25 hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa viabilitas BAL dalam stater yogurt pada turunan keempat (F4) yang telah disimpan 25 hari di refrigerator masih berkisar antara 7-8 log di refrigerator, masih masuk standar SNI, yang mengsyaratkan viabilitas BAL minimal 7 log CFU/mL. Selama penyimpanan, viabilitas BAL dalam stater yogurt turuan F1, F2, F3 dan F4 cenderung menurun. Tida terdeteksi adanya pertumbuhan kapang khamir pada setiap turunan stater yogurt selama penyimpanan. Nilai pH stater yogurt cenderung menurun pada stater F4 bila dibandingkan pada F1. Hasil uji sensori menunjukan produk yogurt yang dihasilkan dari stater F4 yang telah disimpan 25 hari masih dapat diterima oleh panelis dan belum terdapat atribut yang menyimpang bila dibanding dengan kontrol. Mutu, penyimpanan, stater kering, turunan
EP-20 Evaluasi morfometri dan abnormalitas sperma sexing kerbau belang di UPT IB Puca Sulawesi Selatan Tulus Maulana♥, Muhammad Gunawan, Ekayanti M Kaiin Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ukuran morfometri dan abnormalitas spermatozoa hasil pemisahan kromosom X dan Y pada kerbau belang. Semen segar ditampung dari pejantan kerbau belang menggunakan vagina buatan di UPT-IB Puca, Sulawesi Selatan. Semen yang ditampung kemudian diuji kualitas secara makroskopis dan mikroskopis, apabila layak sperma
277
diproses lebih lanjut untuk pemisahan kromosom sperma menggunakan metode kolom bovine serum albumin (BSA) 5% dan 10%. Sperma hasil pemisahan kemudian dievaluasi kualitas mikroskopisnya meliputi meliputi motilitas, konsentrasi, viabilitas, abnormalitas dan MPU, kemudian dilakukan serta dibuat preparat ulas kemudian dilakukan pewarnaan menggunakan Eosin-Nigrosin untuk pengamatan morfometri dan abnormalitas spermatozoa. Evaluasi morfometri dan abnormalitas spermatozoa hasil pemisahan dilakukan menggunakan mikroskop objektif Axioovision Imager Z7 dengan pembesaran 400x, sebanyak 200 sel sperma untuk setiap pengamatan. Parameter morfometri yang diamati antara lain ukuran kepala, luas area kepala dan panjang ekor spermatozoa kromosom X dan Y. Data dianalisis secara deskriptif dengan minitab. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran spermatozoa Y lebih kecil dari pada spermatozoa X. Abnormalitas, kerbau belang, morfometri, sexing, spermatozoa
EP-21 Isolasi dan uji aktivitas bakteri penghasil hormon tumbuh IAA (Indole-3-Acetic Acid ) dan bakteri perombak protein dari tanah pertanian Tual, Maluku Tenggara Tirta Kumala Dewi 1,♥, Jodi Suryanggono 2, Dwi Agustiyani 1 1
Bidang Mikrobiologi, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Jakarta Bogor Km 46 Cibinong, Bogor 16911, Jawa Barat. Tel.: +62-21-876156. Fax. +62-21-8765062. ♥email:
[email protected] 2 Fakultas Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Jl. Dr. Soeparno No.63 Karangwangkal, Grendeng, Purwokerto 53122, Banyumas, Jawa Tengah
Tanah pertanian yang terletak di daerah Tual, Maluku Tenggara memiliki keragaman mikroba dengan berbagai aktivitas antara lain penghasil hormon tumbuh IAA (Indole-3-Acetic acid) dan perombak protein. Bakteri yang mampu menghasilkan IAA dapat meningkatkan pertumbuhan dan perpanjangan akar, sehingga permukaan akar menjadi lebih luas dan akhirnya tanaman mampu menyerap nutrisi dari dalam tanah lebih banyak. Bakteri yang mampu menghasilkan enzim protease memiliki kemampuan untuk mengurai atau menghilangkan protein kompleks pada lingkungan yang tercemar, sehingga dapat berperan dalam bioremediasi lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk isolasi dan uji aktivitas bakteri penghasil hormon tumbuh IAA dan bakteri perombak protein. Isolasi dan seleksi di lakukan dengan metode TPC (Total plate count ) pada media TSB (Triptic Soy Broth ) dan skim milk agar. Uji aktivitas bakteri penghasil IAA di lakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode yang di gunakan adalah spektrofotometri pada panjang gelombang 530 nm dan HPLC (High Performance Liquid Chromatography ). Pada HPLC kolom yang digunakan adalah C-18 reverse phase
278
ABS SEM NAS MASY BIODIV INDON, Bogor, 17 September 2016, hal. 211-279
dengan detektor UV-Visible pada panjang gelombang 280 nm. Pengukuran aktivitas enzim protease dilakukan dengan metode spektrofotometri pada panjang gelombang 442 nm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat 8 Tual mampu menghasilkan IAA tertinggi, yaitu 64 ppm. Aktivitas enzim protease tertinggi ditunjukkan oleh isolat TL5B sebesar 551,6 unit/mL pada waktu 36 jam.
EP-23 The effect of compost on seedling growth of a promising mutant of Hoya diversifolia Fitri Fatma Wardani 1,2,♥, Reza Ramdan Rivai1, Sri Rahayu1 1
Bakteri, IAA, protease, Tual,
EP-22 Variasi Kandungan Minyak Atsiri pada Beberapa Genus Zanthoxylum dan Potensi Kegunaannya I Putu Agus Hendra Wibawa, Putri Sri Andila♥, I Gede Tirta UPT. Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya ‘Eka Karya’ Bali, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Candikuning, Baturiti, Tabanan 82191, Bali. Tel. +62-368-2033211, ♥email:
[email protected]
Minyak atsiri (essential oil) merupakan salah satu komoditas ekspor agroindustri potensial yang dapat menjadi andalan bagi Indonesia untuk mendapatkan devisa. Data statistik ekspor-impor dunia menunjukan bahwa konsumsi minyak atsiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri penyedap rasa, industri komestik dan wewangian. Indonesia menghasilkan 40 dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia. Dari jumlah tersebut 13 jenis telah memasuki pasar atsiri dunia. Hutan di Indonesia kaya dengan jenis tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mempunyai prospek sangat baik sebagai komoditi ekspor. Salah satu marga tumbuhan penghasil minyak atsiri adalah genus Zanthoxylum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk; mengetahui variasi kandungan minyak atsiri dari beberapa spesies Zanthoxylum koleksi Kebun Raya Bali; mengetahui kandungan kimia dari minyak atsirinya menggunakan GCMS; serta mengetahui potensi kegunaan dari senyawa kimia yang dikandung tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima spesies Zanthoxylum yang diteliti hanya Zanthoxylum limonella yang mengandung minyak atsiri. Dilihat dari kandungannya minyak atsirinya minyak Z. limonella mengandung senyawa 4-terpineol, senyawa ini diketahui memiliki efek relaksasi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai aromaterapi untuk membantu tidur serta relaksasi otot. Senyawa lain yang dikandungnya adalag limonene senyawa ini merupakan golongan terpenoid yang diketahui sebagai pewangi alami. Menariknya adanya senyawa limonene, senyawa ini telah dikembangkan menjadi agen kemopreventif untuk beberapa tipe kanker. Adanya senwa limonene memberikan minyak ini wangi khas seperti jeruk. Anti kanker, aroma terapi, minyak atsiri, Zanthoxylum
Center for Plant Conservation, Bogor Botanic Gardens, Indonesia Institute of Sciences. Jl. Ir. H. Juanda No. 13, P.O. Box 309, Bogor 16003, West Java. Tel./Fax. +62-251-8322187, ♥email:
[email protected] 2 Program of Plant Breeding and Biotechnology, Graduate School, Institut Pertanian Bogor. Jl. Meranti Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, West Java
Hoya diversifolia Blume is a plant from the Apocynaceae with beautiful flowers. It is a species with commercial potential as a decorative plant. A genetic improvement program to produce new H. diversifolia variants based on mutation using gamma rays generated a white flowered mutant that differed from the parent. Because we lacked information about the mutant’s potential seedling growth that we need for its cultivation, an experiment was designed to compare the seedling growth of the whiteflowered mutant with the growth of its parent in media containing a range of different nutrient levels provided by compost. The experimental design was a completely randomized design (CRD) with two factors: the varieties of plants, and the compost dose in the growth medium. The plant varieties were H. diversifolia (V2) and its mutant (V1). The growth medium was cocopeat, mixed with different doses of compost, i.e. 0% (B1), 25% (B2), and 50% (B3). Data analysis of plant growth showed that the varieties differed significantly in plant height, stem diameter, number of leaves, leaf length, leaf width and petiole length. Compost doses had a significant effect on stem diameter and petiole length. The interaction of variety and compost dose was statistically significant for plant height, stem diameter, number of branches, number of leaves, leaf length, and petiole length: the best treatment for H. diversifolia was the growth medium with no compost added (0% dose) while the best treatment for its mutant was the treatment in which there was 50% compost mixed in the growth medium (ANOVA, α = 5%). We conclude from the research that the H. diversifolia mutant has better growth than the parent at the highest compost dose level. Compost doses, growth, Hoya diversifolia, mutant,
EP-24 Kajian pengolahan tepung mocaf pada empat varietas ubi kayu menggunakan starter Bimo-CF dan lama perendaman 18 jam Sri Lestari♥ Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten. Jl. Ciptayasa Km 01 Ciruas-Serang 42182, Banten. Tel. +62-254-281055, Fax. +62254282507. ♥email:
[email protected]
Abstrak Seminar Nasional Masyarakat Biodiversitas Indonesia, Bogor, 17 September 2016
Pengolahan ubi kayu menjadi tepung mocaf diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui rendemen tepung mocaf yang dihasilkan dari empat varietas ubi kayu yaitu Manggu, UJ5, Mentega, Perelek, untuk mengetahui apakah perlakuan varietas mempengaruhi jumlah rendemen, untuk mengetahui kesesuaian kadar air dan kadar HCN tepung mocaf yang dihasilkan dengan SNI tepung mocaf serta menganalisa kelayakan usaha tepung mocaf skala rumah tangga (home industry). Rancangan penelitian dilakukan dengan perlakuan 4 varietas ubi kayu (Manggu, UJ-5, Mentega, Perelek) dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen tepung mocaf dari varietas Manggu, UJ-5, Mentega dan Perelek secara berurutan sebesar 23.90%, 24.40%, 25.29% dan 24%. Perlakuan varietas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap rendemen yang dihasilkan. Nilai kadar air dan HCN masing-masing tepung mocaf sesuai dengan SNI tepung mocaf. Usaha pengolahan tepung mocaf memiliki nilai R/C sebesar 1.21, sehingga layak untuk dilakukan. BIMO-CF, mocaf, varietas
EP-25 Peningkatan pangan fungsional yogurt sinbiotik yang diperkaya ubi ungu (Ipomoea batatas var. Ayamurasaki)
279
Fifi Afiati♥, Gunawan Priadi, Fitri Setiyoningrum Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Cibinong Science Center, Jl. Raya Bogor Km. 46 Cibinong-Bogor 16911, Jawa Barat, Tel. +62-21-8754587, Fax. +62-21-8754588, ♥email:
[email protected]
Penelitian dilakukan untuk mengetahui pemanfaatan ubi ungu (Ipomoea batatas var. ayamurasaki) dalam peningkatan pangan fungsional yogurt sinbiotik. Data dianalisis menggunakan rancangan faktorial dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi susu skim 0%, 3% dan 6%, faktor kedua adalah konsentrasi ubi ungu 0%, 2% dan 4%. Parameter yang diamati adalah viabilitas bakteri asam laktat (BAL), pH, kadar air, protein, lemak, karbohidrat, abu dan serat kasar serta organ oleptik. Bila terdapat perbedaan diuji Duncan taraf 0,05. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara konsentrasi susu skim dan ubi ungu terhadap total BAL, kadar air dan serat kasar, namun interaksi terjadi pada kadar lemak, protein, karbohidrat dan abu. Hasil pengujian organ oleptik pangan fungsional yogurt simbiotik yang diperkaya ubi ungu [0,2; 2% ubi ungu tanpa penambahan skim] lebih disukai panelis dengan nilai 3,65. Ubi ungu, pangan fungsional, susu skim, yogurt sinbiotik