SELF-REGULATED LEARNING MAHASISWA FAST TRACK Irma Yulinawati, Sri Hartati, Dian Ratna Sawitri Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro
Abstract Fast track is an accelerated S1 and S2 program which is held by Institut Teknologi Bandung. Fast track students had the same load as S1 plus S2 regular students. They had to accomplish S1 and S2 in five years (four years to complete S1 and one year to finish S2). Therefore, they had a lot of work to do and had to manage themselves. The purpose of this study was to understand the self-regulated learning (SRL) of fast track students, and the dynamics of it. Phenomenology was used in this study. In depth interview, as well as observation and field notes were used to collect data from three respondents. The results showed that all respondents used self-regulated learning to solve academic and non-academic problems. However each of them used their own way to manage their time, as well as physical and social environment. The use of SRL were affected by internal factors (personality factors, goal setting, effective habits) and external factors (environmental factors). Keywords: self-regulated learning (SRL), fast track students.
PENDAHULUAN Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menyebabkan kehidupan masyarakat berubah. Kontak antar manusia berubah sehingga masalah waktu dan ruang menjadi sangat relatif. Nilai-nilai moral, nilai-nilai etika turut berubah karena visi mereka juga berubah, sehingga proses globalisasi telah merubah tata cara dan kehidupan umat manusia. Kemajuan IPTEK menjadi tantangan dunia akademik perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Institut Teknologi Bandung (ITB) menyelenggarakan program fast track untuk meningkatkan kualitas outputnya. Program fast track merupakan suatu program
1
yang memfasilitasi mahasiswa untuk mempercepat pendidikan pascasarjana (S2) bagi lulusan program sarjana (S1) ITB yang mempunyai watak, potensi dan kemampuan akademik yang sangat tinggi. Fast track adalah program percepatan studi (S1-S2) yang telah dituangkan dalam Keputusan Rektor nomor: 129/SK/K01/PP/2006 tanggal 28 Juli 2006 perihal Program Jalur Cepat pada Pendidikan Program Magister ITB. (http://www.material.itb.ac.id//index.php?option=comcontent&task=view&d=62&Ite mid= delapan0) Program fast track dilatarbelakangi kebutuhan Program Studi akan Sumber Daya Manusia (SDM) mahasiswa S2 yang lebih berkompeten agar dapat meningkatkan mutu dari program S2. Diharapkan dengan program tersebut diperoleh input S2 yang lebih baik, yaitu mahasiswa yang berkualitas yang berasal dari jurusan yang sama sehingga nantinya dapat meningkatkan kualitas output program S2. Keunggulan dari program fast track selain waktu studi yang singkat, juga biaya studi S2 ditanggung oleh Program Studi tempat program ini diberlakukan. Fasilitas
tersebut
diberikan
dengan
konsekuensi
bahwa
mahasiswa
harus
menyelesaikan studi S1 dengan indeks prestasi minimal 3,0 dan ideks prestasi program S2 minimal mencapai angka 3,5. Mahasiswa yang tidak bisa mencapai indeks prestasi tersebut secara otomatis gugur, sehingga mereka kembali menjadi mahasiswa reguler yang hanya melaksanakan program S1. Kesulitan mahasiswa fast track adalah dalam manajemen waktu dan menentukan skala prioritas. Mahasiswa fast track yang memiliki jadwal kuliah yang
2
padat dan disibukkan dengan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan studinya, sulit mendapatkan waktu yang cukup untuk berinteraksi dengan lingkungan serta untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Berdasarkan sistem pendidikan di Indonesia usia seorang mahasiswa ada pada tahap dewasa awal yang menekankan kebutuhan akan hubungan sosial. Menurut Boekaerts (dalam Susanto, 2006, h.65), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan mahasiswa untuk mencapai prestasi yang optimal, yaitu inteligensi, kepribadian, lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Salah satu faktor yang turut mempengaruhi keberhasilan mahasiswa dalam mencapai prestasi optimal yaitu self-regulation (SR). Mahasiswa yang memiliki tingkat inteligensi yang baik, kepribadian, lingkungan rumah dan kampus yang mendukung, perlu ditunjang dengan kemampuan SR untuk mencapai prestasi optimal. Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons (Papalia dkk, 2001, h.434) berpendapat bahwa individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. Usaha individu untuk mencapai tujuan belajar dengan mengaktifkan dan mempertahankan pikiran, emosi dan perilaku disebut self-regulated learning (SRL). Fokus penelitian ini adalah mahasiswa fast track yang dituntut mencapai prestasi akademis tinggi. Mahasiswa fast track tidak hanya membutuhkan SR, namun lebih spesifik lagi yaitu SRL. Zimmerman (1989, h.329) mengatakan bahwa individu
3
yang memiliki SRL merupakan individu yang aktif secara metakognisi, motivasi, dan perilaku di dalam proses belajarnya. Self-regulated learner adalah individu yang mampu menentukan tujuan dan menggunakan strategi yang tepat untuk mencapai tujuan belajar. Schunk dan Zimmerman (dalam Wolters, 1998, h.224) mengemukakan bahwa SRL bukan merupakan kemampuan mental (inteligensi) atau keterampilan akademik seperti kecakapan membaca, tetapi suatu proses pengarahan diri yang melibatkan transformasi dari kemampuan mental menuju keterampilan akademik individu. Mahasiswa fast track dituntut untuk mencapai prestasi yang optimal dengan beban tugas dan tanggung jawab dua kali lipat dari mahasiswa reguler. Mahasiswa membutuhkan SRL agar dapat menjalankan perannya dengan baik, terutama peran akademis. Berdasarkan uraian diatas peneliti ingin memahami pengalaman mahasiswa fast track dalam melakukan SRL. Mahasiswa fast track dihadapkan pada kondisi akademik yang menuntut prestasi yang optimal, sedangkan tugas perkembangan mahasiswa pada masa dewasa awal tidak hanya berorientasi pada bidang akademik namun juga pada kehidupan pribadi dan sosial.
METODE Perspektif Fenomenologis Pada fenomenologis.
penelitian Moleong
kualitatif (2007,
ini h.17)
peneliti
menggunakan
memaparkan
bahwa
pendekatan
peneliti
yang
menggunakan pendekatan fenomenologis berusaha untuk masuk ke dalam dunia
4
konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari. Peneliti mengembangkan sikap ephoke, yaitu mengurung prasangka dan kemudian membiarkan pengalaman orang lain masuk ke dalam diri peneliti sehingga perasaan dalam diri peneliti akan bersifat netral dan prasangka peneliti tidak mempengaruhi pengalaman orang lain tersebut. Sehingga sesuai dengan yang dikatakan oleh Husserl (dalam Dagun, 2005, h.254) melalui metode fenomenologi akan didapatkan pengetahuan sejati dari fenomena yang ditemukan. Subjek Penelitian Penelitian ini melibatkan tiga subjek penelitian yang diperoleh dengan purposive sampling. Karakteristik subjek yaitu mahasiswa ITB jurusan Teknik Industri angkatan 2005 (angkatan pertama program fast track di Program Studi Teknik Industri), terdaftar mengikuti program fast track dan berusia 20-25 tahun. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara, observasi dan menggunakan wawancara audio dan maeri visual. Pada penelitian ini, peneliti memilih wawancara dengan pedoman umum. Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan observasi berperan serta. Peneliti juga menggunakan alat perekam suara (tape recorder) selama wawancara berlangsung dan menggunakan kamera digital untuk mendapatkan bukti visual pelaksanaan penelitian.
5
Verifikasi Verifikasi penelitian ini meliputi kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konformabilitas. Kredibilitas diperoleh dengan memperpanjang keikutsertaan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan, melakukan observasi secara terus menerus dan sungguh-sungguh, membicarakan penelitian dengan orang lain (peer debriefing), kecukupan referensial, pengecekan anggota, dan melakukan triangulasi. Transferabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan uraian rinci (thick description). Sedangkan dependabilitas penelitian dilakukan dengan memeriksa kembali catatan pelaksanaan keseluruhan hasil dan proses penelitian yang mencakup keseluruhan dokumen yang terekam dalam catatan lapangan. Dalam proses ini, peneliti berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk memeriksa kekonsistenan materi, tahap, dan hasil penelitian. Verifikasi yang terakhir adalah konformabilitas dengan melakukan konsultasi mengenai penelitian dengan pembimbing.
HASIL DAN PEMBAHASAN Unit Makna Unit-unit makna yang diperoleh dari penelitian dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Unit Makna dan Makna Psikologi UNIT MAKNA Metakognisi
MAKNA PSIKOLOGIS Perencanaan jenjang pendidikan Penetapan skala prioritas Identifikasi strategi efektif dalam belajar Kendala dalam implementasi strategi belajar
6
Motivasi
Perilaku aktif
Faktor personal
Faktor lingkungan
Penilaian cara belajar Tuntutan lingkungan sosial untuk mandiri Lingkungan sosial mempengaruhi keinginan berprestasi Identifikasi cara memotivasi diri Motivasi internal tinggi untuk belajar Kemandirian dalam penyelesaian tugas Manajemen waktu Penyesuaian diri terhadap jadwal kuliah Penyesuaian diri dengan lingkungan sosial Perilaku mencari bantuan dari orang lain Mencari sumber pendukung Identifikasi TA sebagai masalah Identifikasi beban berat di S2 Identifikasi tuntutan akademik yang berat Identifikasi tingkat kesulitan belajar Identifikasi tuntutan akademik yang dirasa masih wajar Identifikasi kondisi lingkungan sosial Identifikasi manfaat pendidikan Identifikasi kaitan pendidikan dan karier Penetapan orientasi tujuan belajar Meniru teman S2 mencatat Lingkungan sosial sebagai model Lingkungan sosial mempengaruhi cara belajar
Dinamika Prikologis Subjek 1 (Silvia Rahmawati) Subjek 1 memiliki persepsi mengenai belajar yang ideal, yaitu proses belajar yang diawali dengan mendengarkan perkuliahan, membaca materi setelah kuliah serta mempersiapkan materi perkuliahan. pengaturan belajar yang ideal menurut subjek yaitu dengan belajar rutin setiap hari, minimal satu jam sehari. Meskipun subjek memiliki gambaran pengaturan belajar yang ideal, namun subjek belum
7
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Subjek 1 belajar dengan sistem kebut semalam (SKS). Subjek mempersepsikan pengaturan belajar yang selama ini digunakan efektif karena hasil belajar yang diperoleh cukup memuaskan. Pengaturan balajar yang dilakukan oleh subjek 1 diawali dengan pembuatan skala prioritas. Subjek 1 memberikan prioritas pada studi S1 dibandingkan studi S2 yang dijalankan secara bersamaan. Tekanan yang dirasakan subjekpun berbeda, selama mengikuti perkuliahan S1 subjek merasa lebih santai dibanding saat mengikuti perkuliahan S2. Diawal mengikuti perkuliahan S2, subjek merasakan ada gep antara mahasiswa regular dengan mahasiswa fast track. Saat mengikuti pendidikan jenjang S1 subjek merasa bahwa kebiasaan mencontek sangat mudah dilakukan, jawaban satu orang dapat dapat digunakan untuk semua, namun di jenjang S2 subjek harus berusaha sendiri untuk menyelesaikan tugasnya. Tugas akhir (TA) dipersepsikan subjek sebagai tugas yang bersifat individual yang sulit untuk diselesaikan. Subjek akan sulit memahami TA mahasiswa lain demikian dengan mahasiswa yang lain. Sebelum subjek mampu menyelesaikan TA, subjek tidak dapat membantu teman yang lain. Meskipun cara belajar subjek tidak berubah, namun pengaruh teman-teman S2 terhadap subjek sendiri cukup signifikan. Subjek sebelumnya sangat jarang mencatat materi kuliah terpengaruh teman-teman untuk mencatat materi kuliah sendiri. Subjek mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan S2 dengan mendekatkan diri pada teman-teman sekelas selain anggota fast track.
8
Dinamika Prikologis Subjek 2 (Raka Pradipta Nandiwardhana) Pengaturan belajar yang digunakan oleh subjek 2 yaitu dengan metode trial and error, yaitu belajar dengan cara mencoba-coba. Belajar dengan mencoba-coba sendiri akan meningkatkan pemahaman subjek mengenai materi yang dipelajari dan nantinya dapat meningkatkan hasil belajar yang diperoleh. Materi yang menurut subjek menarik akan di gali lebih dalam dengan mencari di internet maupun litelatur. Subjek terbiasa mengerjakan tugasnya sendiri, karena masing-masing mahasiswa memiliki kesibukan masing-masing. Subjek 2 lebih menyukai tugas kelompok dibanding tugas individu, karena subjek dapat belajar lebih banyak dari ide-ide teman sekelompoknya. Subjek 2 merasa teman-teman di S2 banyak mempengaruhi cara belajarnya yang sekarang. Rasa ingin tahu subjek 2 menjadi semakin besar setelah melihat teman-teman S2 yang lebih senior mampu menjawab dengan lebih baik. Pada mulanya Subjek 2 juga merasa kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar S2 yang dirasa berbeda dengan situasi belajar di S1. Subjek mengatasi perbedaan situasi dengan menganggap diskusi dengan teman S2 sebagai kesempatan untuk menjadi lebih bijaksana dan bukan sebagai hambatan. Tujuan utama subjek
melanjutkan pendidikan bukan
hanya untuk
mendapatkan gelar, namun juga untuk menambah pengetahuan. Pendidikan menjadi hal yang paling penting bagi subjek 2 karena mempengaruhi karier subjek kedepan. Subjek berkeinginan bekerja di suatu perusahaan agar dapat mempelajari soft skill
9
yang dibutuhkan untuk membuat usaha sendiri. Subjek memiliki cita-cita nantinya dapat membuat perusahaan sendiri. Sejak semester tujuh studi S1 subjek harus mengikuti perkuliahan S1 sekaligus S2 serta menyusun TA. Subjek merasa kesulitan dalam mengatur waktu karena selain beban kuliah S1, subjek juga harus mengikuti perkuliahan S2 yang keseluruhan beban kuliah subjek menjadi 24 SKS. Subjek 2 mengatasi masalah padatnya jadwal dengan membuat prioritas. Interaksi subjek 2 dengan para dosen semakin tinggi setelah mengikuti program fast track. Subjek 2 berusaha mengatur waktu dengan baik, karena ada tuntutan lulus cepat bagi mahasiswa fast track. Selain itu sebisa mungkin subjek memanfaatkan waktu luang untuk hal-hal yang bermanfaat, salah satunya untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Dinamika Prikologis Subjek 3 (Wyke Kusmasari) Subjek 3 merupakan individu yang perfeksionis, yang selalu mengejar kesempurnaan. Subjek 3 merasa cara belajar yang selama ini digunakan belum optimal. Subjek merasa sebagai seorang yang perfeksionis dalam merealisasikan rencana yang dibuat tidak sempurna. Sifat moody dan kesulitan dalam menentukan waktu yang paling tepat untuk belajar menjadi halangan utama subjek dalam mencapai target yang telah direncanakan. Subjek 3 juga senang berkompetisi. Setiap mengerjakan tugas subjek selalu lebih banyak daripada teman yang lain. Subjek 3 memperbanyak latihan agar dapat meningkatkan motivasi diri sendiri dan mampu bersaing dengan orang lain.
10
Cara belajar yang menurut subjek ideal adalah belajar dengan tidak menunda pekerjaan, tugas langsung dikerjakan, mencatat materi kuliah dan membaca catatan. Dalam keseharian subjek telah mengaplikasikan cara belajar yang menurutnya efektif dengan membuat catatan materi kuliah dan belajar melalui catatan tersebut. Subjek masih tinggal bersama kedua orangtua dan merasa suasana rumah kurang mendukung untuk belajar karena banyaknya pekerjaan rumah tangga yang harus dikerjakan. Subjek 3 selalu membuat perencanaan mengenai segala aktifitasnya. Subjek menjadikan laboratorium PSKE yang suasananya hening sebagai tempat favorit untuk belajar. Padatnya jadwal kuliah dan menjadi asisten laboratorium tidak menghambat subjek dalam menyelesaikan semua tugasnya. Subjek 3 kurang suka menerima batuan orang lain dalam menyelesaikan tugas dan lebih suka mengerjakan tugasnya sendiri. Subjek 3 sulit mempercayai tugas yang dikerjakan oleh orang lain, sehingga subjek harus mengoreksinya kembali. Subjek 3 memfokuskan tujuannya untuk mencapai prestasi terbaik di studi S2 dan melepas semua keanggotaan dalam organisasi. Subjek merasa tidak puas dengan hasil belajar pada studi S1 karena teman-teman subjek yang fokus pada kegiatan kuliah mendapatkan hasil yang lebih baik. Pada semester akhir subjek memutuskan untuk menikah, hal ini sudah direncanakan sejak setahun sebelumnya. Rencana subjek 3 apabila memiliki anak setelah lulus S2 yaitu membesarkan anak sampai usia satu tahun sambil mencari pekerjaan yang tidak terlalu membutuhkan banyak waktu, misalnya menjadi pengajar honorer.
11
Subjek memiliki cita-cita untuk menjadi dosen, sehingga subjek memiliki motivasi yang besar untuk meneruskan pendidikan sampai jenjang S2 dan S3. Subjek tidak mempersepsikan tuntuan lulus cepat sebagai tuntutan yang berat. Subjek menganggap tuntutan akademik yang dimiliki dirasa masih wajar. Dinamika Self-regulated learningMahasiswa Fast track Program fast track merupakan suatu trobosan baru bagi dunia pendidikan. Program ini memfasilitasi mahasiswa S1 yang memiliki potensi untuk mempercepat studi S2. Beban belajar dan tanggung jawab mahasiswa fast track dua kali lipat dibandingkan dengan mahasiswa reguler, karena secara bersamaan mereka menjalankan peran sebagai mahasiswa S1 sekaligus S2. Mahasiswa fast track tidak hanya memiliki problem dalam bidang akademik, namun juga problem non-akademik yang harus diatasi agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mahasiswa fast track secara akademik memiliki beban lebih besar dari mahasiswa reguler, namun mereka diberi perlakuan yang sama dengan mahasiswa reguler mereka tidak mendapat dispensasi dalam hal jangka waktu penyelesaian tugas. Problem akademik yang dihadapi oleh mahasiswa fast track adalah standar kelulusan yang tinggi, tugas yang banyak, jadwal kuliah yang padat dan menghadapi dua lingkungan belajar. Problem non-akademik mahasiswa fast track meliputi pemenuhan tugas-tugas perkembangan mereka sebagai individu dalam tahap dewasa awal. Tugas-tugas perkembangan dewasa awal meliputi mulai bekerja, memilih pasangan hidup, mengambil tanggung jawab sebagai warga negara, mencari kelompok sosial yang
12
menyenangkan. Tuntutan sebagai mahasiswa fast track menyebabkan mereka sulit untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya karena keterbatasan waktu yang mereka miliki. Tugas perkembangan individu pada masa dewasa awal tidak hanya berorientasi pada bidang akademik namun juga pada kehidupan pribadi dan sosial. Mahasiswa fast track mengatasi problem yang dihadapi dengan menggunakan SRL. Self-regulated learningadalah usaha individu untuk mengatur diri dalam proses belajar
dengan
menggunakan
kemampuannya
yang
meliputi
penggunaan
metakognisi, pengaturan motivasi, dan pengarahan perilaku secara aktif untuk mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Self-regulated learning mahasiswa fast track diawali dengan pengaturan usaha dan waktu yang dilakukan oleh mahasiswa itu sendiri. Mahasiswa membuat perencanaan jenjang pendidikan yang akan ditempuh. Perencanaan ini juga tidak dapat lepas dari penetapan skala prioritas yang dimiliki masing-masing mahasiswa. Perencanaan yang dilakukan mahasiswa akan direalisasikan dalam bentuk cara belajarnya. Cara belajar yang digunakan nantinya akan dinilai oleh mahasiswa itu sendiri. Pengaturan belajar yang dianggap efektif akan dipertahankan, sedangkan pengaturan yang dirasa kurang efektif akan diganti dengan pengaturan yang lebih baik. Mahasiswa mengatur belajarnya tidak terlepas dari motivasi yang dimilikinya. Pengaturan belajar mahasiswa fast track tidak terlepas dari adanya motivasi internal mahasiswa untuk belajar. Motivasi belajar didukung dengan tuntutan lingkungan
13
sosial untuk mandiri sehingga mahasiswa lebih termotivasi untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Perilaku aktif mahasiswa fast track yang menunjukkan adanya self-regulated learning adalah adanya manajemen waktu dalam mengatur kegiatan sehari-hari. mahasiswa harus mampu menyesuaikan diri dengan jadwal kuliah serta lingkungan sekitar. Mahasiswa mencari bantuan dari orang lain dan mencari sumber pendukung bila mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Berdasarkan hasil penelitian perbedaan self-regulated learning yang dimiliki oleh mahasiswa fast track berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Faktor kepribadian Subjek 1 merupakan sosok pribadi yang santai, mudah bergaul dan fleksibel. Sehingga pengaturan belajar yang dilakukan oleh subjek 1 kurang sistematis, yaitu subjek belajar dengan sistem kebut semalam (SKS). Subjek 2 memiliki sifat yang tekun dan fokus dalam mengatur belajarnya. Pengaturan belajar subjek 2 lebih sistematis dan teratur dengan setiap hari belajar materi kuliah dan mencari materi tambahan. Serupa dengan subjek 2, subjek 3 yang memiliki keinginan berprestasi yang tinggi, mengatur belajarnya dengan lebih terencana. 2. Goal setting Subjek 1 meneruskan studi sampai jenjang S2 dengan tujuan untuk memenangkan persaingan diantara fresh graduate. Subjek memiliki cita-cita untuk bekerja di Bank Indonesia. Usaha yang dilakukan subjek untuk mencapai
14
tujuannya tersebut adalah dengan mengikuti program fast track, sehingga subjek dapat mencapai jenjang S2 dalam tempo waktu yang lebih cepat. Subjek 2 memiliki cita-cita untuk nantinya berwirausaha dengan memiliki perusahaan sendiri. Untuk mencapainya subjek memiliki kesadaran untuk mengeksplorasi materi-materi kuliahnya sendiri agar mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam. Subjek mengeksplorasi dengan memanfaatkan literatur dan browsing di internet mengenai materi yang menurutnya menarik. Subjek 3 juga mengembagkan softskill yang dimiliki dengan mengikuti kompetisi business plan. Sedangkan Subjek 3 yang memiliki cita-cita menjadi akademisi memiliki motivasi yang besar untuk meneruskan studi lanjutan S2 bahkan sampai jenjang S3. Subjek memiliki kesadaran yag besar dalam mengatur cara belajar agar dapat mencapai target yang telah ditetapkannya. 3. Kebiasaan yang efektif Cara belajar subjek 1 sejak di sekolah menengah pertama adalah dengan sistem kebut semalam (SKS). Selama menggunakan cara belajar SKS subjek mendapatkan hasi belajar yang baik sehingga subjek menganggap cara belajar SKS dan tetap mempertahankan cara belajar tersebut. Berbeda dengan subjek 1, cara belajar subjek 2 mengalami perubahan, subjek mengatur waktu dengan lebih proposional. Subjek mengembangkan cara belajarnya yang tadinya hanya sebatas membaca materi, subjek sekarang lebih mendalami materi pelajaran. Hampir sama dengan subjek 2, subjek 3 mengembangkan cara belajar yang dirasa paling cocok dengannya. Kebiasaan
15
subjek 3 dalam belajar adalah mencatat materi kuliah dan sesering mungkin membacanya. Berdasarkan pengalaman subjek selama ini, cara belajar tersebut efektif. 4. Faktor lingkungan Subjek 1 adalah seorang mahasisa yang fleksibel dan memiliki pergaulan yang luas. Subjek memiliki lingkungan sosial yang tidak pernah menuntutnya. Subjek terbiasa dengan cara belajar SKS dan lingkungan sekitar tidak memberikan tanggapan yang negatif membuat subjek tetap mempertahankan cara belajarnya tersebut. Berbeda dengan subjek 1, subjek 2 yang memiliki kesadaran atas lingkungannya
dengan
selalu
membandingkan
performansinya
dengan
performansi teman-teman di sekitarnya. Subjek mencoba meniru cara belajar teman-teman yang dianggap lebih berkompeten agar memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Sedangkan subjek 3 yang hidup di keluarga yang memiliki orientasi besar dibidang akademik semakin meningkatkan motivasi subjek untuk berprestasi. Subjek bahkan memiliki cita-cita menjadi akademisi, dan membuat perencanaan pendidikan sampai jenjang S3.
KESIMPULAN DAN SARAN Ketiga subjek dalam penelitian menggunakan kemampuan self-regulated learning (SRL) dalam menjalankan aktifitasnya. Dari penemuan di lapangan
16
menunjukkan bahwa sebagai mahasiswa fast track subjek membuat perencanaan untuk melaksanakan kegiatannya. Self-regulated learning mahasiswa fast track yang digunakan untuk menyelesaiakn problem yang dihadapi berbeda-beda. Mahasiswa menggunakan cara yang dianggapnnya paling efektif untuk mengatasi masalahnya. Peneliti pada akhir pembahasan dapat menjawab pertanyaan penelitian, yaitu: 1. Secara umum self-regulated learing mahasiswa fast track meliputi manajemen waktu dan usaha dalam mengatur belajarnya. Mahasiswa juga mengatur lingkungan fisiknya agar kondusif sehingga menunjang aktifitas belajarnya. Pengaturan yang dilakukan tidak hanya pada lingkungan fisik namun juga lingkungan sosial. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning mahasiswa fast track yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal yang mempengaruhi SRL mahasiswa fast track yaitu kepribadian, tujuan yang hendak dicapai atau goal setting dari masing-masing mahasiswa,dan kebiasaan yang efektif. b. Faktor eksternal yang mempengaruhi SRL mahasiswa fast track adalah faktor lingkungan. Lingkungan disekitar mahasiswa akan mempengaruhi bagaimana mahasiswa mengatur proses belajarnya. Berdasarkan kesimpulan diatas dapat diberikan beberapa saran kepada pihak yang berkepentingan pada penelitian ini:
17
1. Untuk Mahasiswa Fast track a. Mahasiswa sebaiknya membuat evaluasi terhadap hasil belajarnya sendiri agar mengetahui kelemahannya serta mencari cara yang lebih efektif dan perlu mencari lingkungan sosial yang dapat meningkatkan motivasi belajar serta dapat dijadikan model pengaturan belajar yang efektif. 2. Untuk Subjek a. Saran untuk subjek 1, Subjek sebaiknya mengevaluasi kembali cara belajar SKS, apabila ada cara belajar yang lebih efektif baginya lebih baik mulai meninggalkan cara belajar SKS agar hasil belajar stabil. Selain itu sebaiknya subjek membuat penjadwalan kegiatan lebih sistematis dan melakukan pengelolaan waktu luang lebih bermanfaat. b. Berdasarkan hasil penelitian saran untuk subjek 2, subjek diharapkan membuat perencanaan yang lebih sistematis dan membuat antisipasi kegiatan di luar kuliah, serta memperbanyak interaksi dengan lingkungan sosial yang memiliki daya saing tinggi sehingga meningkatkan motivasi belajar. c. Saran untuk subjek 3, sebaiknya subjek meningkatkan perencanaan belajar dan merealisasikannya dengan optimal, dan sebaiknya subjek lebih memperbanyak interaksi dengan lingkungan sosial yang dirasa memiliki kemampuan lebih agar motivasi berprestasi semakin meningkat. 3. Untuk Penyelenggara Program Fast track Penyelenggara program fast track disarankan memberi informasi yang lengkap mengenai pelaksanaan program fast track kepada mahasiswa fast track,
18
dosen dan seluruh pihak terkait. Sosialisasi, seleksi dan rekruitmen mahasiswa program fast track dimulai sejak semester awal, agar mahasiswa dapat mempersiapkan diri dengan baik, dan dapat mencapai hasil yang lebih optimal. 4. Untuk Peneliti Selanjutnya Peneliti-peneliti lain diharapkan dapat lebih memperdalam lagi hasil temuan di lapangan, karena masih sedikit penelitian self-regulated learning pada mahasiswa fast track dan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai sumber referensi.
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal. 2002. Analisis Eksistensial untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung:Refika Aditama. Ablard, K.E., dan Lipschultz, R.E. 1998. Self-regulated learning in high achieving students: relations to advanced reasoning, achievement goals, and gender. Journal of Educaional Psychology, 90(1), 94-101. Ajisukmo, Clara R.P. 1996. Self Regulated Learning in Indonesia Higher Education a Carried Out at Atma Jaya Catholic University in Jakarta Indonesia. Jakarta: Atma Jaya Research Centre. Arnett, Jeffrey Jensen. 2004. Emerging Adulthood. New York : Oxford University Press, Inc. Bagus, Lorens. 2002. Kamus Filasafat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Baron, R. A., dan Byrne, D. 2003. Psikologi Sosial Jilid 2. Edisi 10. Penerjemah: Ratna Juwita. Jakarta: Penerbit Erlanggga. Boekaerts,M., Printrich, Paul R., Zeidner,M. 2000. Handbook of Self-Regulation : California : Academic Press. Bungin, Burhan. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta:PT. Radjagrafindo Persada. Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta:PT. Rajagrafindo Persada. Chen, C.S. 2002. Self-regulated learning Straegies and Achievement in an Inroduction to Information of Information Systems ourse. Information Technology, Learning, and Performancce Journal, 20, 1, 11-25. Echos, J.M., dan Shadily, H. 1992. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT.Gramedia. Gerungan. 2004. Psikologi Sosial. Bandung: Aditama.
19
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Jourard, Sidney M. 1976. Personal Adjustment. New York: Mc. Graw-Hill. Kartono, K dan Gulo, D. 2000. Kamus Psikologi. Bandung : CV.Pionir Jaya. Lambing, P. dan Kuehl, C.R. 2000. Entrepreneurship 2nd edition. New Jersey: Prentice Hall Inc. Moleong, Lexy J.. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Montalvo, F.T., and Torres, M.C.G. 2004. Self-regulated learning; Current and Future Directions. Electronisc Journal of Research in Educational Psychology, 2(1), 1-34. Papalia, Diane E. 2002. Adult Development and Aging, Second Edition. New York: Mc.Graw Hill. Paris, S. G. 2001. The Role of Self-regulated learning in Contextual Teaching : Principles and Practices for Teacher Preparation. http://www.ciera.org/library/archieve/2001-04htm. Poerwandari, Kristi. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Fakultas Psikologi UI. Susanto, Handy. 2006. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 7, 64-71. Winne, Philip H. 1997. Eksperimenting to Bootstrap Self-regulated learning. Journal of Educational Psychology, 89, 3, 397-410. Wolters, Chistopher A. 1998. Self-Regulaed Learning and College Students’Regulaion of Motivation. Journal of Educational Psychology, 90, 2, 224-235. Wahyuningsih, Sri Endah. 2002. Peran Perguruan Tinggi di Masa Depan dalam Menghadapi Era Pasar Bebas Tahun 2020. LIK UNNES, XXXI, 3, 512-529. Zimmerman, B.J. 1986. Becoming a Self-Regulated Learner: Which Are the Key Subprocesses?. Contemporary Educational Psychology. 11, 307-313. Zimmerman, B.J. 1989. A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning. Journal of Education Psychology, 81(3). 329-339. Zimmerman, B.J. 1994. Dimensions of Academic Self-Regulation: A Conceptual Framework for Education. In Schunk, D.H., and Zimmerman, B.J. (Eds.), Self-Regulation of Learning and Performance: Issues and Educational Applications (pp. 3-21). New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Davis,Hilarie B&Davey, Bradford T. hilarine@techforlearning
[email protected] NN. (2008, Desember) Informasi Umum dan Sejarah. (http://www.itb.ac.id/aboutitb/page/2) NN. (2008, Desember). Fast track. (http://www.material.itb.ac.id//index.php?option =com_content&task=view&id=62&Itemid=80)
20