1.408 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 15 Tahun ke-5 2016
SELF EFFICACY ANAK TUNADAKSA DI SD NEGERI MARGOSARI SELF EFFICACY OF PHYSICAL DISABILITY CHILDREN AT SD N MARGOSARI Oleh: Angkat Hesti Pancawati, PGSD/PSD,
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan self efficacy anak tunadaksa di SD Negeri Margosari. Self efficacy pada anak tunadaksa dapat dilihat melalui 3 dimensi yaitu tingkat kesulitan (Level), tingkat keyakinan (strength), dan generalisasi (generality). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Subjek penelitian ini adalah satu anak tunadaksa. Informan dalam penelitian ini adalah guru kelas II, guru PAI, guru penjasorkes, guru seni tari, orang tua anak tunadaksa, pengasuh anak tunadaksa, dan perwakilan teman sekelas anak tunadaksa. Objek dalam penelitian ini berupa self efficacy. Pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Analisis data menggunakan reduksi data, display, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Berdasarkan hasil penelitian self efficacy pada anak tunadaksa di SD Negeri Margosari dengan inisial BR didapatkan hasil yang menunjukan bahwa self efficacy yang dimiliki anak tunadaksa tampak bervariasi pada setiap dimensi aspek yang diteliti dalam penelitian ini. Kata Kunci: self efficacy, anak tunadaksa
Abstract This research aimed to describe the self efficacy of physical disability children at SD N Margosari. The self efficacy of physical disability children could be seen through 3 dimentions, that were level, strength, and Generality.this research was qualitative research with case study type. This research subject was a physical disability children. This research informants were the teacher of grade II, The religion teacher, the sport teacher, the dancing teacher, the parents of physical disability children, the guardian of physical disability children, and some her friends. The research object was self efficacy. The data collecting technique were observation, interview, and documentation study. The data analyzed were data reduction, data display, and conclusion. The data validation used source triangulation and technique triangulation. Based on the data of self efficacy of physical disability children at SD N Margosari with initial BR, the research showed that the self efficacy of physical disability children be visible had variation at each aspect dimensions in this research.
Key Words: self efficacy, physical disability
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti Pancawati) 1.409
sistem otot, tulang, dan persendian yang dapat
PENDAHULUAN Tidak semua manusia yang dilahirkan ke
mengakibatkan
gangguan
koordinasi,
dunia ini memiliki bentuk fisik yang lengkap
komunikasi, adaptasi, mobilisasi, dan gangguan
atau sempurna. Ada beberapa yang dilahirkan
perkembangan keutuhan pribadi.
dengan
karakteristik
atau
keistimewaan
Selain
permasalahan
akibat
kurangnya
tersendiri. Persepsi kebanyakan orang tentang
kemampuan dalam fungsi anggota tubuh yang
anak yang dilahirkan dengan keistimewaan atau
menghalangi para tunadaksa dalam melakukan
biasa disebut anak berkebutuhan khusus (ABK)
aktivitas
ini juga masih sering kali keliru. Istilah anak
permasalahan lain akibat kecacatan maupun
berkebutuhan khusus
karena
oleh sebagian orang
tertentu,
timbul
ketidakmampuan
pula
berbagai
mereka
dalam
dianggap sama artinya dengan istilah anak
melakukan suatu fungsi atau aktivitas tertentu.
berkelainan
cacat.
Salah satu permasalahan yang harus mereka
Anggapan yang demikian itu tentu tidak tepat,
hadapi yaitu perlakuan diskriminatif yang kerap
sebab pengertian anak berkebutuhan khusus
timbul dari masyarakat. Sebagaian besar dari
mengandung makna yang lebih luas. Asep
masyarakat
Karyana dan Sri Widati (2013: 7) menyatakan
seorang tunadaksa tidak dapat melakukan apa
bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan
yang
anak-anak
hambatan
umumnya. Pernyataan tersebut didukung dengan
perkembangan dan hambatan belajar termasuk di
pendapat Suparno, dkk (2007: 137) yang
dalamnya anak-anak penyandang cacat atau
menyebutkan bahwa keberadaan anak tunadaksa
disabilitas.
di masyarakat belum sepenuhnya dapat diterima.
atau
anak
yang
penyandang
memiliki
Pernyataan di atas sesuai dengan undang-
bisa
cenderung
dilakukan
ada
1997
mempergunjingkan
penyandang
cacat
yang
orang
bahwa
normal
pada
Tidak cukup sampai disitu bahkan tidak jarang
undang Republik Indonesia Nomer 4 Tahun tentang
beranggapan
masyarakat
yang anak
mengejek tunadaksa
dan karena
menyatakan bahwa penyandang cacat adalah
dipandang sebagai sosok yang tidak berdaya dan
setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/
tidak dapat melakukan sesuatu yang berarti.
atau mental, yang dapat mengganggu atau
Timbulnya sikap tersebut dari masyarakat
merupakan rintangan dan hambatan baginya
tentu akan cukup mengganggu bagi keadaan
untuk melakukan kegiatan secara selayaknya
psikologis seorang anak tunadaksa. Misbach D
yang terdiri dari: penyandang cacat fisik,
(2012: 14) menyatakan bahwa dilihat dari kajian
penyandang cacat mental, dan penyandang cacat
psikologis
fisik dan mental. Penyandang cacat fisik atau
mempengaruhi kemampuan dalam hal interaksi
tubuh merupakan istilah lain dari Tunadaksa.
dan sosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya
Misbach D (2012: 15) menyebutkan bahwa
serta dalam pergaulan sehari-harinya. Contohnya
seorang tunadaksa dapat didefinisikan sebagai
ketika bergaul, anak tunadaksa akan dapat
penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada
menghadapi sejumlah kesulitan baik dalam
keadaan
anak
tunadaksa
dapat
1.410 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 15 Tahun ke-5 2016
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti P) 3
kegiatan fisik, psikologi, dan sosial. Hal tersebut
dimilikinya dalam melakukan suatu tugas untuk
menjadi
semua
mencapai tujuan. Semakin tinggi self efficacy
aktivitas seseorang selalu berinteraksi langsung
yang dimiliki seseorang, maka keinginan untuk
dengan lingkungan sekitarnya. Keyakinan diri
berprestasi juga semakin tinggi. Bandura (1997:
atau self efficacy merupakan salah satu faktor
122) juga menjelaskan “…efficacy beliefs play a
yang cukup penting dibutuhkan oleh seseorang
central role in the cognitive regulation of
untuk
tersebut.
motivation”. Self Efficacy mempunyai peran
Bandura (Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan,
penting pada pengaturan motivasi seseorang. Self
2011: 135) meyakini bahwa self efficacy
efficacy
merupakan elemen kepribadian yang krusial bagi
individu, termasuk anak tunadaksa di Sekolah
seseorang. Mengingat keterbatasan yang dimiliki
Dasar. Self efficacy dibutuhkan anak tunadaksa
oleh anak tunadaksa tentu self efficacy menjadi
untuk meyakinkan dirinya dalam meraih prestasi
salah satu elemen kepribadian yang cukup
belajar dan agar tidak merasa rendah diri dengan
penting pula dalam kegiatan berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya
lingkungan
seseorang
seorang anak mempunyai self efficacy dalam
memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu maka
menghadapi setiap mata pelajaran di sekolah,
keyakinan inilah yang akan dapat digunakan
maka keinginan untuk berprestasi dan mengatasi
untuk
yang
setiap kesulitan yang dialami juga semakin
diinginkan. Keyakinan diri untuk berusaha
besar. Anak dengan self efficacy yang tinggi
meraih apa yang diinginkan inilah yang disebut
akan lebih merasa yakin atas kemampuan yang
dengan self efficacy.
dia miliki yaitu mampu dan tidak mudah
sangat
penting
menghadapi
permasalahan
sekitarnya.
berusaha
mengingat
Ketika
mendapatkan
apa
Self Efficacy merupakan salah satu pendorong dalam keberhasilan seseorang. Menurut Bandura
terdapat
dalam
kehidupan
yang
lain.
setiap
Ketika
menyerah dalam menghadapi setiap kesulitan yang ditemui.
(1997: 42-43) self efficacy terdiri dari 3 dimensi
Mengingat pentingnya self efficacy pada diri
yaitu level, strength dan generality. Level
anak tunadaksa guna menghadapi berbagai
merupakan tingkat keyakinan individu terhadap
pandangan dari masyarakat yang ditujukan pada
kemampuan yang dimiliki terkait dengan tingkat
dirinya, selain dari faktor dirinya sendiri faktor
kesulitan tugas. Strength merupakan kemantapan
lingkungan juga berperan terhadap semakin
hati individu. Generality adalah keluasan bidang
tinggi atau rendahnya self efficacy pada diri anak
tugas yang dilakukan.
tunadaksa
tersebut.
Pernyataan
tersebut
Seseorang yang yakin akan kemampuannya
ditegaskan oleh Feist dan Feist (2008: 416) yang
memiliki motivasi tinggi dan berusaha untuk
menyatakan bahwa bila self efficacy rendah
sukses. Self efficacy dapat diartikan sebagai
berkombinasi dengan lingkungan yang tidak
suatu keyakinan tentang sejauh mana individu
responsive, maka manusia akan merasakan apati,
dapat
untuk
mudah menyerah dan merasa tidak berdaya.
yang
Lingkungan dalam hal ini merupakan situasi
meyakinkan
memaksimalkan
potensi
dirinya, dan
talenta
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti Pancawati) 1.411
yang dialami anak, baik secara psikis maupun
terdekat dengan teman-teman sebayanya yang
emosi.
normal.
Sekolah
inklusi
ini
menyediakan
Seorang anak dengan self efficacy yang tinggi
program pendidikan yang layak, menantang, tapi
walaupun dihadapkan pada kondisi yang sulit,
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap
maka mereka akan berusaha keras untuk
murid maupun bantuan dan dukungan yang
mengubahnya maupun membuat alternaf lain
dapat diberikan oleh guru agar anak-anak
yang lebih baik. Hal tersebut juga ditegaskan
berhasil. Lebih dari itu, juga merupakan tempat
oleh Feist dan Feist (2008: 415-416) bahwa bila
dimana setiap anak dapat diterima menjadi
self efficacy tinggi namun bertemu lingkungan
bagian dari kelas tersebut dan saling membantu
yang tidak responsif, manusia biasanya akan
dengan guru dan teman sebayanya, maupun
berusaha keras mengubah lingkungannya. Upaya
anggota
yang mungkin mereka akan gunakan yaitu dapat
individunya terpenuhi.
berupa
protes,
aktivisme
sosial,
masyarakat
lain,
agar
kebutuhan
Ditinjau dari adanya sekolah dengan sistem
bahkan
kekerasan untuk mendorong perubahan. Namun
pendidikan
jika semua upaya gagal, mereka akan mencari
memberikan keuntungan bagai peserta didik
alternatif lain yang lebih dapat diterima. Dengan
penyandang
demikian untuk menghadapi berbagai pandangan
penerimaannya. Namun demikian, peserta didik
negatif yang kerap muncul baik dari masyarakat
penyandang tunadaksa harus tetap mampu
maupun
anak
meningkatkan self efficacy pada dirinya untuk
tunadaksa haruslah memiliki self efficacy yang
menunjukan meski berbeda dengan kebanyakan
tinggi agar ia mampu membuktikan bahwa
siswa normal lainnya, tapi ia tetap mampu
dirinya mampu.
menunjukan keyakinan dirinya bahwa ia mampu
teman
sebayanya,
seorang
Berdasarkan atas segala keistimewaan yang dimiliki
oleh
anak
tunadaksa,
kini
inklusi
tersebut
tunadaksa
tentu
cukup
dalam
hal
berhasil seperti anak normal lain dikelasnya. Berdasarkan
anak
hasil
observasi
di
SD
N
tunadaksa bisa bersekolah pada sekolah regular
Margosari, Pengasih, Kulon Progo pada hari
pada umumnya yang sudah ditunjuk sebagai
Selasa, 1 Desember 2015 dapat diketahui bahwa
sekolah yang menerapkan sistem pendidikan
pertama, di SD N Margosari yang termasuk
inklusi, sehingga tidak harus bersekolah pada
dalam SD inklusi tersebut terdapat berbagai jenis
SLB (Sekolah Luar Biasa) yang biasanya
anak berkebutuhan khusus. Meski demikian, SD
lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal
N
dikarenakan tidak setiap wilayah terdapat SLB.
pendamping khusus ABK meski sudah sempat
Menurut Asep Karyana dan Sri Widati (2013:
mengajukan beberapa kali ke dinas. ABK yang
101) pada dasarnya pendidikan inklusi menuntut
ada di SD N Margosari ini terdiri mulai dari tuna
agar semua anak berkebutuhan khusus, terlepas
grahita, slow learner, autis, tunalaras, dan
dari tingkat dan jenis kecacatannya harus dididik
tunadaksa.
di kelas biasa secara penuh, di sekolah yang
Margosari
ini
belum
memiliki
guru
1.412 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 15 Tahun ke-5 2016
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti P) 5
Kedua, dari beberapa jenis ABK yang ada di
Pada saat ada waktu luang ditengah-tengah
SD N Margosari tersebut ada satu anak yang
proses pembelajaran berlangsung anak tunadaksa
secara eksplisit teramati sebagai anak dengan
lebih banyak diam dan tidak berinteraksi dengan
kelainan fisik (tunadaksa). Beberapa anak yang
temannya yang lain. Keadaan tersebut didukung
termasuk ABK tersebut, pengamatan difokuskan
lagi dengan posisi duduk anak tunadaksa yang
kepada anak dengan kelainan fisik (tunadaksa) di
berada
kelas 2. Kelas 2 merupakan salah satu kelas
disebelahnya.
dengan jumlah ABK paling banyak yaitu terdiri
didepan
sendiri
tanpa
ada
teman
Kelima, saat berada di dalam kelas siswa
dari 5 anak dengan jenis kebutuhan khusus yang
dengan
berbeda-beda yaitu 3 anak teridentifikasi sebagai
mengikuti
ABK dengan jenis slow learner, 1 anak
memperhatikan. Dalam mengerjakan tugas yang
tergolong autis, dan 1 anak tergolong tunadaksa .
diberikan oleh guru, anak tunadaksa terlihat
Kelainan yang ditunjukkan oleh anak tunadaksa
telaten dan tidak mudah menyerah untuk
ini yaitu berupa ketidakmampuannya berjalan
mengerjakannya tanpa mencontoh pekerjaan
dan hambatan dalam mobilitas. Anak tunadaksa
temannya. Namun saat diadakan interaksi oleh
dibantu oleh ayah atau ibunya ketika hendak
guru anak tersebut belum menunjukan self
berpindah tempat pada saat pelajaran belum
efficacy yang ada pada dirinya. Hal tersebut
dimulai, istirahat, dan pulang sekolah. Sementara
terlihat dari perilaku anak tunadaksa yang masih
saat proses pembelajaran berlangsung untuk
belum
berpindah tempat anak tunadaksa dibantu oleh
menanyakan atau mencari tahu kepada guru atau
beberapa teman sekelasnya. Selain itu untuk
teman sebayanya ketika mengalami kesulitan.
membantu mengeluarkan buku pelajaran dan alat
Jika
tulis dari dalam tas, anak tersebut dibantu oleh
kesulitan dia harus menunggu ditanya dan
guru maupun teman sebayanya.
didekati secara khusus oleh guru dan saat siswa
Ketiga,
menunjukkan
anak
tunadaksa
dengan
terlihat
baik
kesadaran
tersebut
dan
untuk
mengalami
memberikan respon secara aktif saat diajak
diberikan oleh guru, anak tunadaksa tersebut
berkomunikasi. Hal tersebut terlihat saat peneliti
lebih
berusaha untuk menyapanya dengan mengajak
mengacungkan jari padahal sebenarnya anak
berbicara waktu istirahat. Saat itu respon yang
tunadaksa mampu.
anak
terlihat
pelajaran
tersebut
lain berusaha berebut untuk menjawab soal yang
oleh
tunadaksa
tunadaksa
tidak
diberikan
anak
jenis
tunadaksa
terlihat
pasif
dengan
tidak
ikut
hanyalah
Berdasarkan berbagai keadaan tersebut, yang
menjawab dengan nada yang sangat lirih bahkan
cukup luar biasa ketika diadakan wawancara
sering kali hanya tersenyum untuk menimpali
dengan guru kelas 2 pada hari Jumat, 4
pertanyaan peneliti.
Desember
Keempat, hubungan interpersonal antara anak
2015
diketahui
bahwa
siswa
penyandang tunadaksa tersebut merupakan salah
tunadaksa dengan teman sebayanya masih
satu
siswa
terpandai
di
kelasnya
dan
terlihat belum terlalu berkolaborasi dengan baik.
mendapatkan peringkat 1 saat berada dikelas 1
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti Pancawati) 1.413
dan peringkat 3 saat berada di awal semester
tugas
kelas 2. Hal tersebut juga diperkuat dengan nilai
kesadaran atau percaya diri yang dimilikinya
di buku tugas siswa penyandang anak tunadaksa
untuk menanyakan atau mencari tahu ketika
tersebut
Dari
mengalami kesulitan masih cenderung rendah.
laporan hasil belajar anak tunadaksa diketahui
Padahal sejatinya kepercayaan diri yang tinggi
bahwa dalam pelajaran akademik anak tunadaksa
bermanfaat
mendapatkan nilai yang termasuk cukup tinggi,
melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang.
namun dalam pelajaran yang berkaitan dengan
Kesenjangan perilaku yang mencolok dalam diri
kemampuan fisik seperti SBK anak tunadaksa
anak tunadaksa ini terhadap hasil prestasi yang
mendapatkan
rendah
diperolehnya tentu memicu rasa ingin tahu
dibandingkan dengan nilai anak tunadaksa pada
peneliti tentang tingkat keyakinan diri (self
ma pelajaran yang lain dan untuk mata pelajaran
efficacy) yang ada pada diri anak tunadaksa.
penjasorkes dan seni tari anak tunadaksa hanya
Rasa keingin tahuan peneliti tersebut didukung
mendapatkan
oleh
yang
memang
nilai
nilai
bagus-bagus.
yang
sesuai
lebih
batas
kriteria
yang
diberikan
untuk
pendapat
oleh
guru,
mendorong
Ormord
(2008:
namun
individu
22)
yang
ketuntasan minimal. Keadaan tersebut didukung
menyatakan bahwa individu yang memiliki self
oleh pernyataan Aqila Smart (2012: 44) yang
efficacy
menyatakan bahwa tidak semua anak-anak
mengerahkan
tunadaksa memiliki keterbelakangan mental,
menyerah
bahkan ada yang memiliki kemampuan daya
Keyakinan pada diri seorang anak tuna daksa ini
pikir lebih tinggi dibandingkan anak normal
dapat dilihat dari 3 aspek yaitu tingkat keyakinan
pada umumnya.
Dibalik kekurangan yang
diri anak yang berkaitan dengan tingkat kesulitan
dimiliki Ia mampu memperoleh prestasi yang
tugas, tingkat keyakinan diri anak yang berkaitan
cukup bagus dibanding anak normal pada
dengan kemantapan hati, dan tingkat keyakinan
umumnya dikelasnya. Dilihat dari prestasi yang
diri anak yang berkaitan dengan tingkat keluasan
berhasil dicapai dengan segala kekurangnya
tugas. Berdasarkan berbagai penjelasan yang
tentu tidak hanya kecerdasan dan kemampuan
telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
kognitif
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai self
saja
yang
terlibat
didalamnya,
tinggi
lebih
segenap ketika
pada
mungkin tenaga
menghadapi
melainkan harus ada keyakinan diri (self
efficacy
anak
tunadaksa
efficacy) yang kuat dalam diri anak sehingga
Margosari, Pengasih, Kulon Progo.
untuk
dan
tidak
kesulitan.
di SD
N
mampu memperoleh prestasi tersebut. Tetapi jika melihat
dari beberapa perilaku anak
tunadaksa tersebut, keyakinan diri (self efficacy) yang dimilikinya masih cenderung rendah. Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa anak tunadaksa memiliki ketekunan yang baik dalam memperhatikan dan mengerjakan
METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus.
1.414 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 15 Tahun ke-5 2016
Tempat Penelitian
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti P)
7 HASIL PENELITIAN DAN
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Margosari, Pengasih, Kulon Progo.
Anak tunadaksa terkadang cenderung PEMBAHASAN merasa
malu,
rendah
diri,
sensitive,
dan
memisahkan diri dari lingkungan. Salah satu faktor
Waktu Penelitian Pengambilan
data
dalam
yang
menjadi
sebab
timbulnya
penelitian
permasalahan dalam aspek psikologis tersebut
dilaksanakan pada bulan Februari himgga Maret
yaitu dikarenakan tingkat keyakinan diri (self
2016.
efficacy) pada diri anak yang dapat tinggi pada suatu situasi, namun juga dapat rendah dalam situasi yang lain. Untuk dapat mengetahui self
Subjek Penelitian Subjek
penelitian
ini
adalah
anak
tunadaksa.
efficacy pada anak tunadaksa, peneliti melihat dari 3 dimensi yang meliputi tingkat kesulitan tugas (level), tingkat kekuatan (strength), dan
Teknik Pengumpulan Data
generalisasi (generality).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian
Dimensi level mengacu kepada persepsi
ini melalui teknik observasi, wawancara, dan
tugas yang dianggap sulit oleh individu. Persepsi
dokumentasi.
terhadap tugas yang sulit ini dipengaruhi oleh kompetensi yang dimiliki oleh individu tersebut. Misalnya
Teknik Analisis Data
keyakinan
seorang
siswa
dapat
mengerjakan soal ujian, keyakinan ini didadasari
Teknik analisis data dalam penelitian ini
oleh pemahamannya terhadap materi yang
melalui teknik reduksi data, penyajian data, dan
diujikan. Peneliti melihat tingkat kesulitan tugas
verifikasi.
(level) dengan membagi menjadi 2 aspek yaitu tingkah
Instrumen Penelitian
laku
yang
dirasa
mampu
untuk
menghadapi kesulitan tugas dan tingkah laku
Instrumen penelitian ini terdiri dari pedoman
yang dihindari karena berada diluar batas
observasi, pedoman wawancara, dan pedoman
kemampuan. Dalam indikator tingkat kesulitan
dokumentasi yang berhubungan dengan self
tugas (level) secara keseluruhan dalam bidang
efficacy pada anak tunadaksa.
akademis BR mampu menghadapi berbagai kesulitan tugas yang diterima dengan baik secara
Uji Keabsahan Data Pengujian keabsahan data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
mandiri, berbeda dalam bidang yang berkaitan dengan
fisik
membutuhkan
BR bantuan
akan orang
lebih lain
banyak karena
rendahnya daya inisiatif BR untuk melakukan suatu aktivitas untuk menghadapi kesulitan yang ditemui BR. Lebih lanjut mengenai tingkat
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti Pancawati) 1.415
kesulitan tugas (level) dibagi kembali menjadi 2
menghindari tugas untuk menggunting, meniru
aspek yaitu tingkah laku yang dirasa mampu
pekerjaan teman BR mempunyai kemampuan
untuk menghadapi kesulitan tugas dan tingkah
untuk mengerjakan tugas-tugas BR sendiri tanpa
laku yang dihindari karena dirasa berada diluar
meniru pekerjaan teman, dan meminta orang lain
batas kemampuan. Aspek tingkah laku yang
untuk mengerjakan tugas-tugasnya sehingga
dirasa mampu untuk menghadapi kesulitan tugas
perlu diminta bantuan orang tua untuk ikut
dibagi atas lima sub aspek meliputi kemauan dan
mengawasi proses pelaksanaan pengerjaan tugas
kemampuan anak dalam melaksanakan latihan
terutama dalam bidang non akademis.
tugas-tugas dimana anak tunadaksa (BR) tampak
Dimensi
strength
melaksanakan latihan tugas-tugas baik dalam
menghadapi
bidang akademis maupun non akademis., daya
permasalahan. Tingkat self efficacy yang lebih
kreatif dalam memanfaatkan waktu luang untuk
rendah mudah digoyangkan oleh pengalaman
berlatih tugas-tugas dimanfaatkan BR untuk
yang memperlemahnya, sedangkan seseorang
melanjutkan hasil pekerjaan BR yang belum
yang memiliki self efficacy tinggi tekun dalam
selesai pada pelajaran sebelumnya, daya inisiatif
meningkatkan usahanya meskipun dijumpai
dalam mencari tahu sendiri pengetahuan yang
pengalaman yang memperlemahnya. Dalam
dibutuhkan BR menunjukan perilaku bahwa BR
indikator tingkat keyakinan (strength) rasa
tidak memiliki daya inisiatif untuk mencari tahu
optimisme anak tunadaksa dalam usahanya
sendiri
dibutuhkan,
untuk menyelesaikan tugas maupun belajar
mengembangkan daya berfikirnya sendiri dalam
sudah tampak dimiliki tercermin dari berbagai
mengerjakan tugas BR mampu mengerjakan
aktivitas yang dilakukan oleh BR. Peneliti
tugas
yang
diberikan
tugas
atau
ketika suatu
guru
dengan
melihat tingkat keyakinan (strength) pada anak
berfikirnya
sendiri
tunadaksa dari 2 aspek yaitu optimisme dalam
terutama dalam bidang akademis, dan tanggung
belajar dan optimism dalam menyelesaikan
jawab
secara
tugas. Aspek optimisme dalam belajar dapat
terintegrasi BR memiliki sikap tanggung jawab
dilihat dari lima sub aspek yang meliputi usaha
dalam mengerjakan tugas secara terintegrasi baik
dalam meningkatkan prestasi BR yaitu dengan
dalam tugas di sekolah maupun pekerjaan
menjadi siswa penurut; memperhatikan ketika
rumah. Aspek tingkah laku yang dihindari
diajar; sering berlatih sendiri saat dirumah;
karena dirasa berada diluar batas kemampuan
belajar dengan tekun; dan tetap hadir pada saat
dapat
dalam
pelajaran penjasorkes dan seni tari walau hanya
menghindari tugas-tugas yang dirasa sulit BR
melihat tanpa diikutsertakan, keunggulan yang
selalu
tugas-tugas
dimiliki BR termasuk salah satu siswa yang
akademis yang diberikan kepada BR dengan
unggul dalam bidang akademis dibandingkan
baik sementara untuk tugas non akademis BR
dengan teman sekelas BR yang lain, memiliki
mengembangkan
dalam
dilihat
daya
oleh
tuntutan
seseorang
dengan
kekuatan
yang
efficacy
terkait
memiliki kemauan dan kemampuan dalam
pengetahuan
self
ini
mengerjakan
dari
berusaha
kebiasaan
mengerjakan
tugas
anak
1.416 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 15 Tahun ke-5 2016
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti P) 9
motivasi dalam belajar , memiliki tujuan yang
Generalisasi ini menyinggung pada kemampuan
positif dalam belajar yaitu untuk menjadi
pemindahan atau pengalihan keyakinan individu
seorang pengusaha, dan belajar sesuai jadwal
pada suatu aktivitas atau situasi tertentu dan
yang teratur BR belajar sesuai jadwal yang telah
kepercayaan diri pada serangkaian aktivitas dan
diatur di sekolah dan juga belajar secara rutin
situasi yang bervariasi. Pada indikator yang
saat
ketiga
dirumah.
Aspek
optimisme
dalam
berupa
generalisasi
(generality)
menyelesaikan tugas dapat dilihat dari lima sub
kepercayaan diri yang dimiliki oleh BR tidak
aspek yang meliputi melakukan penundaan baik
terdapat dalam semua aktivitas, namun lebih
dalam memulai maupun menyelesaikan suatu
cenderung
kepada
tugas BR tidak melakukan penundaan dalam
akademis.
generalisasi
mengerjakan tugas yang diberikan baik saat di
lakukan dengan membagi menjadi 2 aspek yaitu
sekolah maupun di rumah., keterlambatan dalam
kepercayaan diri pada suatu aktivitas atau situasi
menyelesaikan suatu tugas BR tampak mampu
tertentu dan kepercayaan diri pada serangkaian
menyelesaikan tugas yang diberikan kepada BR
aktivitas dan situasi yang bervariasi. Aspek
mengimbangi teman-teman satu kelas BR meski
mengenai kepercayaan diri pada suatu aktivitas
dengan hambatan yang dimiliki oleh BR berupa
dapat dilihat melalui empat sub aspek yang
kekakuan
dan
meliputi sikap terhadap suatu tugas atau materi
kelumpuhan pada kedua kaki BR, kegagalan
pembelajaran yang baru BR tampak menerima
dalam
bidang
dengan senang saat mendapat tugas maupun
akademis BR tidak selalu mendapatkan nilai
materi pembelajaran yang baru, tidak mudah
sempurna namun nilai yang diperoleh oleh BR
menyerah dalam menghadapi suatu aktivitas BR
cenderung
tampak
pada
kedua
mengerjakan
tangan
tugas
tinggi,
BR
dalam
perencanaan
dalam
tidak
aktivitas
yang
bersifat
(generality)
peneliti
mudah
menyerah
dalam
menyelesaikan tugas BR mulai mengerjakan
menghadapi suatu aktivitas baik akademis
tugas dimulai dari yang gampang terlebih
maupun non akademis, yakin akan kemampuan
dahulu., dan komitmen dalam menyelesaikan
diri pada satu mata pelajaran tertentu BR tidak
tugas BR juga mempunyai komitmen dalam
menunjukan keyakinan akan kemampuan yang
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan
dimiliki dengan tidak ikut berpartisipasi saat
memanfaatkan
guru memberikan soal rebutan, dan rasional
waktu
mengerjakan
dengan
dalam mengukur kemampuan yang dimiliki BR
optimal. Generalisasi dapat bervariasi pada sejumlah dimensi
yang
berbeda,
meliputi
derajat
tampak tidak memaksa untuk ikut dilibatkan dalam pembelajaran penjasorkes dan seni tari.
kesamaan dari suatu aktivitas, modalitas, dalam
Aspek
hal
diekspresikan
aktivitas dan situasi yang bervariasi dapat dilihat
(perilaku kognitif, afektif), kualitas utama dari
dari empat sub aspek yang meliputi usaha yang
suatu situasi dan karakteristik individu yang
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan dan
menjadi
tuntutan
apa
kemampuan
tujuan
suatu
dapat
perilaku
diarahkan.
kepercayaan
yang
harus
diri
pada
dicapai
serangkaian
BR
tampak
Self Efficacy Anak ... (Angkat Hesti Pancawati) 1.417
mengikuti setiap proses pembelajaran dengan
pintar dikelas, memiliki motivasi, memiliki
tenang dan memperhatikan meski cemoohan
tujuan yang positif untuk menjadi pengusaha,
kadang muncul dari salah satu teman BR, sikap
belajar
menghadapi perbedaan yang muncul baik dalam
penundaan dalam mengerjakan, memperoleh
tugas maupun materi pembelajaran dalam bidang
nilai
akademis tidak ada perbedaan yang diterima
mempunyai perencanaan serta komitmen dalam
oleh BR baik dalam segi materi maupun tugas,
menyelesaikan
keyakinan diri atas kemampuan yang dimiliki
(generality), kepercayaan diri yang dimiliki oleh
dalam menghadapi berbagai macam tugas BR
BR tidak terdapat dalam semua aktivitas, namun
terlihat memiliki keyakinan atas kemampuan
lebih cenderung kepada aktivitas yang bersifat
dalam mengerjakan tugas bidang akademis, dan
akademis.
secara
yang
teratur,
termasuk
tidak
cukup
tugas;
(3)
melakukan
tinggi,
dan
generalisasi
sikap tanggung jawab dalam menghadapi segala aktivitas tugas dalam proses pembelajaran BR mengikuti proses pembelajaran dengan tenang dan tidak membuat gaduh sendiri.
Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka beberapa saran yang diajukan oleh peneliti adalah sebagai berikut. Guru kelas menambah
SIMPULAN DAN SARAN
wawasan tentang self efficacy pada anak
Simpulan
tunadaksa baik melalui buku, internet, mengikuti
Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
seminar atau diklat agar dapat memberikan
pembahasan yang telah dideskripsikan, maka
pelayanan
dapat disimpulkan bahwa self efficacy pada anak
karakteristik dan kebutuhan anak tunadaksa.
tunadaksa adalah sebagai berikut: (1) tingkat
guru mata pelajaran penjasorkes dan seni tari
kesulitan tugas (level), dalam bidang akademis
sebaiknya mengikutsertakan anak tunadaksa
BR mampu menghadapi berbagai kesulitan tugas
dalam pembelajaran walaupun tentunya harus
yang diterima dengan baik secara mandiri,
disesuaikan dengan kemampuan anak tunadaksa
berbeda dalam bidang yang berkaitan dengan
sehingga anak tunadaksa tidak hanya sekedar
fisik BR akan lebih banyak membutuhkan
melihat namun dapat dilibatkan secara aktif guna
bantuan orang lain karena rendahnya daya
melatih
inisiatif BR untuk melakukan suatu aktivitas
tunadaksa.
untuk menghadapi kesulitan yang ditemui BR;
bekerjasama dengan guru untuk menyusun
(2) tingkat keyakinan (strength), rasa optimisme
Kriteria Ketuntasan Minimal sendiri bagi anak
siswa dalam usahanya untuk menyelesaikan
tunadaksa
tugas maupun belajar sudah tercermin dari
pencapaiannya sehingga tidak menimbulkan
berbagai aktivitas yang dilakukan oleh BR
kecemburuan bagi siswa lain. Orang tua anak
seperti melakukan usaha dalam meningkatkan
tunadaksa sebaiknya lebih aktif dalam menjalin
prestasi, BR termasuk salah satu siswa yang
komunikasi dengn sekolah agar kebutuhan anak
dengan
kemampuan Kepala
beserta
tepat
non
sesuai
akademis
sekolah
dengan
anak
hendaknya
indikator-indikator
1.418 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 15 Tahun ke-5 2016
tunadaksa dapat terpenuhi oleh pihak sekolah sesuai dengan karakteristiknya.
DAFTAR PUSTAKA Asep Karyana & Sri Widati. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa. Jakarta: Luxima Metro Media Aqila Smart. (2012). Anak Cacat Bukan Kiamat : Metode Pembelajaran & Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Katahati Bandura, Albert. (1997). Self Efficay The Exercise of Control. New York: W.H Freeman and Company Feist, Jess & Feist, Gregory J. (2008). Theories of Personality Edisi Keenam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Misbach D. (2012). Seluk Beluk Tunadaksa & Strategi Pembelajarannya. Jogjakarta: Javalitera. Ormrod, Jeanne Ellis. (2008). Psikologi Pendidikan : Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta : Erlangga. Suparno, dkk. (2007). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Bahan Ajar Cetak). Jakarta: Dirjen DIKTI Departemen Pendidikan Nasional. Syamsu Yusuf & A. Juntika Nurihsan. (2011). Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya Undang-undang Republik Indonesia Nomer 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat.