SELEKSI IN VITRO UNTUK KETENGGANGAN TERHADAP ALUMINIUM PADA EMPAT VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh ABDULLAH BIN ARIF A34404012
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SELEKSI IN VITRO UNTUK KETENGGANGAN TERHADAP ALUMINIUM PADA EMPAT VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)
SKRIPSI sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh ABDULLAH BIN ARIF A34404012
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Seleksi In Vitro Untuk Ketenggangan Terhadap
Aluminium Pada Empat Varietas Jagung (Zea mays L.) Nama Mahasiswa
: Abdullah Bin Arif
Nomor Pokok
: A34404012
Menyetujui Komisi Pembimbing
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II `
Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS NIP : 131.284.838
Dr. Ir. Ika Mariska, APU NIP : 080.036.621
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP : 131.124.019
Tanggal Lulus :
RINGKASAN Abdullah Bin Arif. Seleksi In Vitro Untuk Ketenggangan Terhadap Aluminium Pada Empat Varietas Jagung (Zea mays L.) dibimbing oleh Sriani Sujiprihati dan Ika Mariska. Untuk mengatasi permasalahan produktivitas jagung yang relatif rendah di lahan masam, maka diperlukan varietas jagung yang toleran terhadap Al. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan varietas jagung yang toleran Al. Dalam upaya perbaikan varietas jagung untuk meningkatkan sifat ketahanan terhadap Al, maka kultur in vitro digunakan sebagai teknologi untuk melakukan seleksi terhadap ketahanan Al tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman jagung hasil kultur in vitro yang toleran aluminium dan dapat berproduksi (menghasilkan). Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2007 - Januari 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, rumah kaca dan Kebun Percobaan Cikemeuh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Kota Bogor, Jawa Barat Hasil percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa secara umum pengaruh perlakuan AlCl3 tidak berbeda nyata untuk semua peubah yang diamati (jumlah embrio somatik, jumlah akar dan jumlah tunas), kecuali pada 1 MSK pengaruh AlCl3 berbeda nyata pada peubah jumlah embrio somatik. Sementara itu faktor varietas berpengaruh terhadap semua peubah. Rata-rata jumlah embrio somatik dan jumlah akar terbanyak terdapat pada Varietas Sukmaraga dan Antasena. Untuk jumlah tunas terbanyak terdapat pada Varietas Sukmaraga. Hasil percobaan saat aklimatisasi menunjukkan bahwa persentase tanaman yang hidup paling banyak terdapat pada kombinasi Varietas Sukmaraga dan perlakuan AlCl3 500 ppm. Hasil percobaan di lapang diperoleh 9 tanaman jagung dari Varietas Sukmaraga dan 2 tanaman jagung dari Varietas Arjuna yang dapat menghasilkan tongkol.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bangkalan, Madura tanggal 24 Januari 1986 dari ayah Moh Arifin dan ibu Kamaria. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SMUN 1 Bangkalan dan lulus tahun 2004. Pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) periode 2005/2006. Penulis Pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa yang dibiayai oleh DIKTI. Penulis juga pernah menjadi asisten dosen mata kuliah Metode Statistika, dan Perancangan Percobaan, serta asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Pemuliaan Tanaman. Tugas akhir (skripsi) penulis berjudul ”Seleksi In Vitro Untuk Ketenggangan Terhadap Aluminium Pada Empat Varietas Jagung (Zea mays L.)”.
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan sejak Juni 2007 sampai dengan April 2008 dengan judul “Seleksi In Vitro Untuk Ketenggangan Terhadap Aluminium Pada Empat Varietas Jagung (Zea mays L.) ”. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Allah SWT atas karunia dan limpahan rahmat yang telah diberikan kepada hamba sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS dan Ibu Dr. Ir. Ika Mariska, APU selaku dosen pembimbing untuk semua ilmu, bimbingan, arahan, saran dan masukan yang sangat berarti sejak penyusunan skripsi sampai selesainya skripsi ini. 3. Bapak Willy Bayuardi SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, arahan dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura atas ilmu yang telah diberikan. 5. Seluruh staf pegawai BB Biogen atas kerjasama dan bantuannya. 6. Orang tua yang tercinta atas do’a yang tidak pernah putus, harapan, motivasi, kepercayaan, jerih payah, dukungan moril dan materiil serta limpahan kasih sayang yang tiada pernah henti. 7. Saudara-saudara penulis yang tiada henti mendukung kemajuan penulis. 8. Linda Oktaviana yang selalu setia menemani penulis. 9. Amin, Gita, Rahma, Astri, Yono, Santi, Purwati, Novita, Mba Adin, Mba Cici, Tesa, Aries, Ganang, Gunawan, Resqi, Roni, Maksum, Ratna, Icha, atas bantuannya.
10. Teman-teman di Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih semoga sukses semua. 11. Teman-teman KKP yang selalu mendukung atas keberhasilan penulis. 12. Semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis harapkan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan juga bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2008
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................iii DAFTAR GAMBAR.........................................................................................iv LAMPIRAN ....................................................................................................... v PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 Latar Belakang..................................................................................................... 1 Tujuan Penelitian................................................................................................. 3 Hipotesis Penelitian ............................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4 Botani dan Syarat Tumbuh Jagung....................................................................... 4 Metode Seleksi In Vitro Untuk Cekaman Aluminium........................................... 5 BAHAN DAN METODE ................................................................................... 8 Waktu dan Tempat............................................................................................... 8 Bahan dan Alat ................................................................................................... 8 Metode Penelitian ................................................................................................ 9 Pelaksanaan Percobaan ...................................................................................... 10 Sterilisasi Bahan Tanaman ........................................................................ 10 Seleksi In Vitro di Laboratorium ............................................................... 10 Produksi Kalus Embriogenik ............................................................ 10 Seleksi In Vitro.....................................................................................10 Pembentukan Tanaman Sempurna yang Toleran Terhadap AlCl3.6H2O dan pH rendah............................................................... 10 Aklimatisasi .............................................................................................. 11 Penanaman Tanaman Jagung di Lapangan Setelah Aklimatisasi................ 11 Penanaman Jagung yang Toleran AlCl3.6H2O .................................. 11 Pemeliharaan.................................................................................... 11 Panen ............................................................................................... 11 Pengamatan ....................................................................................................... 12 Analisis Data ..................................................................................................... 14 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................... 15 Di Laboratorium ................................................................................................ 15 Jumlah Embrio Somatik ........................................................................... 16 Jumlah Akar.............................................................................................. 19 Jumlah Tunas ............................................................................................ 22 Aklimatisasi ...................................................................................................... 23
i
Penanaman di Lapangan .................................................................................... 25 Fase Vegetatif ........................................................................................... 25 Panen ....................................................................................................... 27 KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 31
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel 1. Analisis Ragam ............................................................................ 14 2. Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Peubah-Peubah yang Diamati di Laboratorium ........................................................................................... 15 3. Tabel 3. Rata-Rata Jumlah Embrio Somatik 1 MSK pada Tiga Perlakuan Al................................................................................................................. 16 4. Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Embrio Somatik pada Empat Varietas .............. 18 5. Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Akar pada Tiga Perlakuan Al. .......................... 19 6. Tabel 6. Rata-Rata Jumlah Akar pada Empat Varietas................................ 19 7. Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Akar pada Berbagai Kombinasi Varietas dan Perlakuan Al pada saat 5 MSK..................................................................... 20 8. Tabel 8. Rata-Rata Jumlah Tunas pada Empat Varietas .............................. 22 9. Tabel 9. Jumlah Rata-Rata Tunas pada Tiga Perlakuan Al.......................... 22 10. Tabel 10. Jumlah Persentase Tanaman yang Hidup Setelah Aklimatisasi...... 24 11. Tabel 11. Rata-Rata Nilai Peubah pada Tiga Perlakuan Al pada Varietas Sukmaraga. .................................................................................................. 26 12. Tabel 12. Rata-Rata Nilai Peubah pada Dua Perlakuan Al pada Varietas Arjuna.......................................................................................................... 26 13. Tabel 13. Rata-Rata Nilai Peubah pada Tiga Perlakuan Al pada Varietas Sukmaraga. .................................................................................................. 27 14. Tabel 14. Rata-Rata Nilai Peubah pada Dua Perlakuan Al pada Varietas Arjuna.......................................................................................................... 29
iii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Gambar 1. Kalus yang Mati....................................................................... 18 2. Gambar 2. Kalus yang Hidup .................................................................... 18 3. Gambar 3. Grafik Jumlah Akar Interaksi Varietas dengan Perlakuan Al .... 20 4. Gambar 4. Grafik Jumlah Akar Hasil Kombinasi Varietas dengan Perlakuan Al ................................................................................................ 21 5. Gambar 5. Akar Varietas Sukmaraga 750 ppm 5 MSK.............................. 21 6. Gambar 6. Tunas Varietas Sukmaraga pada Perlakuan Al 250 ppm ........... 23 7. Gambar 7a. Tanaman Jagung yang Baru Diaklimatisasi ............................. 24 8. Gambar 7b. Tanaman jagung Varietas Arjuna Hasil Seleksi pada Media Al 750 ppm Umur 5 MSA ............................................................................ 24 9. Gambar 8. Grafik Tanaman yang Hidup Setelah Aklimatisasi .................. 25 10. Gambar 9. Grafik Korelasi Panjang Daun dengan Jumlah Daun ................ 26 11. Gambar 10. Grafik Korelasi Jumlah Biji/Tongkol dengan Panjang Tongkol ....................................................................................................... 28 12. Gambar 11. Grafik Korelasi Jumlah Biji/Tongkol dengan Bobot Biji Tanpa Tongkol............................................................................................. 28 13. Gambar 12. Grafik Korelasi Panjang Tongkol dan Bobot Biji Tanpa Tongkol............................................................................................. 28 14. Gambar 13. Tongkol Jagung Varietas Sukmaraga dan Arjuna yang Baru Dipanen............................................................................................... 31
iv
LAMPIRAN Halaman 1. Lampiran 1. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik pada 1 MSK. ........................................................................................................ 33 2. Lampiran 2. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik pada 3 MSK. ........................................................................................................ 33 3. Lampiran 3. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik pada 5 MSK. ........................................................................................................ 33 4. Lampiran 4. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik pada 7 MSK. ........................................................................................................ 33 5. Lampiran 5. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik pada 9 MSK. ........................................................................................................ 34 6. Lampiran 6. Analisis Ragam Jumlah Akar pada 1 MSK. ............................ 34 7. Lampiran 7. Analisis Ragam Jumlah Akar pada 3 MSK. ............................ 34 8. Lampiran 8. Analisis Ragam Jumlah Akar pada 5 MSK. ............................ 34 9. Lampiran 9. Analisis Ragam Jumlah Akar pada 7 MSK. ............................ 35 10. Lampiran 10. Analisis Ragam Jumlah Akar pada 9 MSK. ............................ 35 11. Lampiran 11. Analisis Ragam Jumlah Tunas pada 1 MSK. .......................... 35 12. Lampiran 12. Analisis Ragam Jumlah Tunas pada 3 MSK. .......................... 35 13. Lampiran 13. Analisis Ragam Jumlah Tunas pada 5 MSK. .......................... 36 14. Lampiran 14. Analisis Ragam Jumlah Tunas pada 7 MSK. .......................... 36 15. Lampiran 15. Analisis Ragam Jumlah Tunas pada 9 MSK. .......................... 36 16. Lampiran 16. Korelasi Jumlah Struktur Embrio Somatik dengan Jumlah Akar................................................................................................. 36 17. Lampiran 17. Korelasi Jumlah Struktur Embrio Somatik dengan Jumlah Tunas. .............................................................................................. 37 18. Lampiran 18. Korelasi Jumlah Akar dengan Jumlah Tunas........................... 37 19. Lampiran 19. Analisis Ragam Tinggi Tanaman............................................ 37 20. Lampiran 20. Analisis Ragam Panjang Daun................................................ 37 21. Lampiran 21. Analisis Ragam Jumlah Daun. ................................................ 37 22. Lampiran 22. Analisis Ragam Lebar Daun. .................................................. 38 23. Lampiran 23. Korelasi Antar Karakter Vegetatif. ......................................... 38 24. Lampiran 24. Analisis Ragam Umur Panen. ................................................. 38 v
Halaman 25. Lampiran 25. Analisis Ragam Bobot Tongkol Panen.................................... 38 26. Lampiran 26. Analisis Ragam Diameter Tongkol. ........................................ 38 27. Lampiran 27. Analisis Ragam Jumlah Biji / Tingkol. ................................... 39 28. Lampiran 28. Analisis Ragam Panjang Tongkol. .......................................... 39 29. Lampiran 29. Analisis Ragam Bobot Kering Tongkol. ................................. 39 30. Lampiran 30. Analisis Ragam Bobot Biji tanpa Tongkol. ............................. 39 31. Lampiran 31. Analisis Ragam Jumlah Baris / Tongkol. ................................ 39 32. Lampiran 32. Analisis Ragam Bobot 100 Butir. ........................................... 40 33. Lampiran 33. Korelasi Antar Karakter Panen . ............................................. 41
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Tingginya kebutuhan masyarakat akan jagung (Zea mays L.) di Indonesia baik sebagai pangan maupun pakan, menyebabkan pemerintah harus mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan nasional. Hal ini disebabkan produksi nasional masih rendah. Pada tahun 2002 produksi nasional sebesar 9.654 juta ton, tahun 2003 sebesar 10.886 juta ton, tahun 2004 sebesar 11.225 juta ton, tahun 2005 sebesar 12.523 juta ton dan tahun 2006 sebesar 12.136 juta ton. Namun demikian, peningkatan produksi jagung yang telah dicapai masih belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga pemerintah masih harus mengimpor jagung dalam jumlah yang cukup besar, dimana impor jagung saat ini mencapai 2 juta ton (BPS, 2006). Saat ini produktivitas tanaman jagung relatif masih rendah yaitu berkisar antara 3.4 ton/ha sampai 3.7 ton/ha. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pengembangan tanaman jagung dengan memanfaatkan lahan bermasalah (marginal), diantaranya adalah lahan masam. Lahan masam di Indonesia cukup luas yaitu ± 48.3 juta ha (Sudjadi, 1984), meliputi tanah podsolik, organosol, latosol dan alluvialhidromorf. Masalah yang dijumpai pada tanah ini antara lain adalah tingkat erosi yang tinggi dan pencucian hara, sehingga gejala kekurangan unsur Ca, Mg, P, K dan N serta keracunan Al sering ditemukan. Dengan demikian lahan masam yang banyak mengandung Al dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Rao et al., 1993). Gejala umum yang dijumpai adalah sistem perakarannya yang tidak berkembang (pendek dan tebal) karena proses pemanjangan sel yang terlambat dan rusaknya plasmalema sel-sel akar (Wagatsuma, 1988). Kendala pertumbuhan tanaman jagung di lahan masam antara lain adalah pertumbuhan tanaman jagung relatif akan mengalami gangguan bila kadar aluminium lebih dari 60% (Sanchez, 1976). Pada kejenuhan aluminium 40% tanaman jagung masih mampu memberikan hasil yang relatif tinggi (Kamprath, 1970). Pada tanah dengan kejenuhan Al tinggi, tanaman jagung cenderung
tumbuh pendek, tepi daun yang menguning berubah menjadi coklat lalu kering, tanaman jagung akan mudah rebah, karena batangnya lemah (Ismunadji, 1976). Dalam upaya perbaikan tanaman jagung untuk meningkatkan sifat ketahanan terhadap Al, maka kultur in vitro digunakan sebagai teknologi pilihan yang dapat memberikan harapan. Seleksi in vitro merupakan salah satu metode yang lebih efektif dan efisien karena perubahan lebih terarah kepada sifat yang diinginkan. Pada berbagai tanaman, seleksi in vitro telah berhasil mendapatkan varietas baru yang tahan penyakit dan sifat tersebut diwariskan ke keturunannya. Hasil penelitian Sutjahjo (1994) menunjukkan bahwa tanaman somaklon jagung yang diperoleh dari hasil regenerasi dan seleksi in vitro mempunyai ketenggangan yang relatif lebih baik dari pada tanaman asalnya. Mutasi atau perubahan karakter yang diwariskan dapat terbentuk pada fase sel bebas maupun kalus pada tahap kultur in vitro atau pada eksplan karena adanya sel-sel bermutan pada jaringan tersebut. Perubahan genetik pada kultur in vitro dapat disebabkan oleh adanya perubahan jumlah dan struktur kromosom (Ahloowalia, 1986). Suatu hal yang menguntungkan dan diwariskan pada tanaman jagung yaitu adanya perubahan bentuk somaklon jagung yang menyebabkan saat pembentukan malai menjadi lebih awal (Brook Houzen, 1984). Dalam perbaikan tanaman baik melalui kultur in vitro atau rekayasa genetika penggunaan struktur embrio somatik lebih disukai karena berasal dari satu sel sehingga kepastian hasilnya (perubahan) lebih tinggi dan terhindar dari hasil yang menjadi khimera. Mariska (1999) telah berhasil mendapatkan metode embriogenesis somatik pada beberapa varietas kedelai. Tanaman hasil seleksi in vitro harus diuji di lapang karena sering kali terjadi sifat
yang telah diperoleh tidak terekspresi di lapang (Wenzel dan
Fouroughl-Wehr, 1993). Sifat-sifat yang tidak terekspresi tersebut dapat disebabkan oleh mutasi yang tidak stabil, khimera dan lain-lain. Untuk mengatasi permasalahan produktivitas jagung yang relatif rendah di lahan masam, maka diperlukan varietas jagung yang toleran terhadap Al. Penelitian ini merupakan langkah awal untuk mendapatkan varietas jagung yang toleran Al.
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan tanaman jagung hasil sekeksi in vitro yang tenggang terhadap aluminium dan dapat menghasilkan.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Massa sel yang tahan terhadap AlCl3 dan pH rendah hasil seleksi in vitro bila diregenerasikan melalui jalur embriogenesis somatik akan diperoleh tanaman yang tenggang terhadap aluminium. 2. Tanaman hasil seleksi in vitro dapat berproduksi (menghasilkan).
TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Jagung Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk dalam ordo Tripsaceae, family Poaceae, subfamily Panicoideae dan genus Zea. Tanaman jagung memiliki akar serabut dengan tiga tipe akar, yaitu akar seminal yang tumbuh dari radikula dan embrio, akar adventif yang tumbuh dari buku terbawah, dan akar udara (brace root) (Sudjana et al., 1991). Batang jagung berbentuk silindris dan terdiri dari sejumlah ruas dan buku, dengan panjang yang berbeda-beda tergantung varietas dan lingkungan tempat tumbuh (Goldsworthy dan Fischer, 1992). Batangnya mempunyai pelepah dan terdiri dari 8-21 buku. Daun jagung muncul dari buku-buku batang, sedangkan pelepah daun menyelubungi ruas batang. Kedudukan daun berlawanan antara yang satu dengan yang lainnya. Tepi helaian daun halus dan kadang berombak. Bagian bawah permukaan daun tidak berbulu (glabrous) dan umumnya mengandung stomata lebih banyak dibandingkan dengan permukaan atas (Subandi et al., 1988). Tanaman jagung merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Rangkaian bunga terdapat dalam spikelet dengan bunga jantan di ujung tanaman (apikal) dan bunga betina di ketiak daun (aksilar). Jagung bersifat protandrus yaitu mekarnya bunga jantan (pelepasan tepung sari) biasanya terjadi satu atau dua hari sebelum munculnya tangkai putik. Oleh karena itu jagung merupakan spesies yang menyerbuk silang (Fischer dan Palmer, 1992). Jagung termasuk tanaman C-4 yang mampu beradaptasi baik pada faktorfaktor pembatas pertumbuhan dan hasil. Ditinjau dari segi kondisi lingkungan, tanaman C-4 beradaptasi pada terbatasnya banyak faktor seperti intensitas radiasi surya yang tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat yang menguntungkan dari tanaman jagung sebagai tanaman C-4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah serta efisien dalam penggunaan air. Sifat-sifat tersebut merupakan sifat fisiologis dan anatomi yang sangat menguntungkan dalam kaitannya dengan hasil (Muhadjir, 1988).
Daerah pertumbuhan jagung meliputi skala lingkungan yang sangat luas yaitu antara 580 LU – 400 LS. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 0-1300 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan tahunan 25010000 mm. Jagung dapat hidup di daerah yang beriklim panas dan di daerah yang beriklim sedang, yaitu pada temperatur 23-270C (Suprapto dan Marzuki, 2002). Jagung dapat tumbuh di semua jenis tanah, tanah berpasir maupun tanah liat berat. Namun tanaman ini akan tumbuh lebih baik pada tanah yang gembur dan kaya akan humus dengan pH tanah (kemasaman tanah) antara 5.5 – 7.0 (Suprapto dan Marzuki, 2002). Menurut Djaenudin et al., (2003), temperatur tanaman jagung berkisar antara 16-320C, yang optimum antara 20-260C. Curah hujan berkisar antara 5001500 mm/tahun. Persyaratan kebutuhan tanah jagung sebagai berikut : tanah dalam, konsistensi gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase agak cepat sampai baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu dengan kandungan humus sedang. Reaksi tanah (pH) berkisar antara 5.2-8.5 yang optimum antara 5.8-7.8.
Metode Seleksi In Vitro Untuk Cekaman Aluminium Penggunaan tanaman jagung toleran Al merupakan cara yang lebih murah dan ramah lingkungan untuk mengatasi masalah tanah masam bila dibandingkan dengan pengapuran dan pemupukan. Menurut Little (1988) penggunaan varietas toleran tanah masam mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (1) memungkinkan tanaman untuk berproduksi pada daerah-daerah yang tidak dikapur, (2) mengurangi kebutuhan kapur, (3) meningkatkan produksi di daerah yang dikapur bila kemasaman subsoil menjadi kendala, dan (4) memungkinkan masa produksi yang lebih lama pada tanah-tanah marginal dimana penggunaan pupuk meningkatkan kemasaman di atas ambang kritis. Keragaman merupakan modal dasar untuk merakit suatu varietas baru. Salah satu seleksi untuk merakit suatu varietas dapat melalui seleksi in vitro. Menurut Wenzel dan Fouroughi-Wehr (1993) seleksi in vitro mempunyai beberapa keuntungan yaitu tidak terlalu dipengaruhi lingkungan, memungkinkan
untuk melakukan seleksi dalam tingkat sel dengan memberi perlakuan tunggal yaitu perlakuan aluminium. Eksplan yang umum digunakan dalam seleksi in vitro adalah dalam bentuk sel embriogenik dan kalus. Sementara itu masalah yang sering muncul dalam seleksi in vitro adalah sistem regenerasi sel atau kalus tersebut. Regenerasi sel dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui organogenesis dan embriosomatis. Umumnya cara embriosomatis lebih disukai karena dapat menghasilkan tanaman dari satu sel (Mariska et al., 2001). Tahapan sterilisasi bahan tanaman harus dilakukan karena bahan tanaman yang berupa embrio jagung muda hasil panen dari lapang belum steril. Torres (1989) menyatakan bahwa untuk melakukan sterilisasi tidak mudah, hal ini dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi proses sterilisasi tersebut. Faktorfaktor penting yang harus dipertimbangkan meliputi jenis bahan tanaman, ukuran bahan tanaman yang akan disterilkan, bahan sterilan dan konsentrasi pemakaiannya, serta teknik yang digunakan. Proses sterilisasi menjadi lebih sulit bila sumber kontaminan tidak hanya berada pada permukaan bahan. Torres (1989) menyatakan bahwa secara umum jaringan internal tanaman bebas dari patogen, akan tetapi jaringan internal yang telah dewasa dapat terinfeksi oleh cendawan atau bakteri yang keberadaannya tidak menyebabkan gejala apapun pada tanaman inang. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal ini harus digunakan bahan sterilisasi yang bersifat sistemik sehingga patogen yang berada didalam jaringan tanaman dapat terbunuh. Proses
sterilisasi
juga
ditunjang
oleh
perlakuan
pra
sterilisasi.
Penyemprotan fungisida dan bakterisida pada awal pertumbuhan tanaman sangat membantu dalam mengurangi jumlah yang kontaminasi. Begitu juga lokasi penanaman dan saat pengambilan eksplan yang tepat. Armini et al., (1992) menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam kultur jaringan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat digolongkan menjadi 4 golongan utama yaitu : 1) genotipe tanaman, 2) media tanam dan komposisi penyusunnya, 3) lingkungan tumbuh dan 4) keadaan fisiologi jaringan tanaman yang digunakan sebagai eksplan. Interaksi faktor-faktor ini memegang peranan penting dalam menentukan metode yang tepat untuk
memperoleh pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang optimal sehingga diperoleh tanaman lengkap. Dari faktor-faktor tersebut diatas maka genotipe merupakan hal yang terpenting yang berpengaruh terhadap regenerasi tanaman secara in vitro. Media yang digunakan dan kondisi fisik lingkungan seringkali berbeda antar genus, spesies dan bahkan antar varietas.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2007 – Januari 2008. Tempat penelitian di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, rumah kaca dan Kebun Percobaan Cikemeuh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Kota Bogor, Jawa Barat.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat varietas jagung bersari bebas yaitu Sukmaraga, Arjuna, Antasena dan Bisma. Bagian yang digunakan adalah embrio zygotik muda yang berumur 10 hari setelah selfing. Varietas Sukmaraga dan Antasena merupakan varietas yang diidentifikasi sudah toleran Al, sedangkan Varietas Arjuna dan Bisma merupakan varietas yang umum digunakan oleh petani. Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Murashige dan Skoog (MS), yang ditambahkan 2,4 D dan sukrosa (gula pasir) serta manitol. Selain itu digunakan Al Cl3.6H2O untuk seleksi terhadap ketahanan aluminium. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah bahan untuk sterilisasi eksplan yaitu larutan clorox, air steril, dan alkohol. Bahan-bahan yang digunakan pada saat aklimatisasi dan penanaman di lapang adalah polybag, tanah (media tanam), pupuk Urea, SP-36, KCl, label, Gandasil B (perangsang pembungaan) plastik penutup, dan Furadan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pinset, petridish, gunting, laminar air flow, bunsen, korek api, gelas ukur, tabung reaksi, pH meter, autoklaf, cangkul, arit, ember, meteran, pensil dan alat semprot. Untuk memunculkan mutan-mutan baru yang berasal dari kalus maka konsentrasi NH4NO3 pada media MS ditingkatkan menjadi 2400 mg/l. Selanjutnya untuk menimbulkan sifat toksisitas pada AlCl3 maka konsentrasi CaCl2.2H2O dan KH2PO4 diturunkan menjadi 15 dan 13 mg/l dari standar yang telah ditetapkan oleh Murashige.
Metode Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan pada saat di laboratorium dan aklimatisasi di rumah kaca adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor, yaitu terdapat empat perlakuan AlCl3.6H2O dan empat varietas. Masingmasing perlakuan diulang sepuluh kali, sehingga terdapat 160 satuan percobaan. Model rancangan percobaan yang digunakan pada saat di laboratorium dan di rumah kaca adalah : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ε ijk ;
i = 1, 2, 3, …., a j = 1, 2, 3, …., b k = 1, 2, 3, …., r
Yijk
= nilai pengamatan pengaruh faktor perlakuan Al ke-i, faktor varietas ke-j, dan ulangan ke-k
µ
= rataan umum
αi
= nilai tambah pengaruh faktor perlakuan Al ke-i
βj
= nilai tambah pengaruh faktor varietas ke-j
(αβ)ij
= nilai tambah pengaruh interaksi faktor perlakuan Al ke-i dengan faktor varietas ke-j
εijk
= galat percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada saat penanaman di lapangan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor, dengan tiga perlakuan. Masing-masing perlakuan diulang empat kali, sehingga terdapat 12 satuan percobaan Model rancangan percobaan yang digunakan pada saat penanaman di lapangan adalah : Yij = µ + αi + ε ij ;
i = 1, 2, 3, …., a j = 1, 2, 3, …., r
Yij
= nilai pengamatan pengaruh faktor Al ke-i dan ulangan ke-j
µ
= rataan umum
αi
= nilai tambah pengaruh faktor perlakuan Al ke-i
εij
= galat percobaan
Jika hasil analisis ragam yang diperoleh terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) diantara perlakuan pada taraf 5% untuk mengetahui beda nilai tengah.
Pelaksanaan Percobaan Sterilisasi Bahan Tanaman Bahan tanaman yang berupa embrio jagung muda hasil panen dari lapang, perlu disterilisasi terlebih dahulu. Sterilisasi dilakukan dengan cara merendam tongkol jagung muda 10 hari setelah penyerbukan sendiri (selfing) dalam larutan clorox 30% selama 30 menit kemudian dibilas dengan air steril. Seleksi In Vitro di Laboratorium Produksi Kalus Embriogenik Pembentukan massa sel embriogenik dilakukan dengan cara mengkulturkan embriozygotik setelah sterilisasi pada media MS + 2,4 D 1 mg/l + sukrosa 3% + manitol 1%.
Seleksi In Vitro Setelah diperoleh massa sel embriogenik yang berupa kalus, kemudian diseleksi pada media yang mengandung AlCl3.6H2O
pada
beberapa taraf (0, 250, 500 dan 750 ppm) dan pH rendah.
Pembentukan
Tanaman
Sempurna
yang
Toleran
Terhadap
AlCl3.6H2O dan pH Rendah Tunas yang terbentuk pada proses seleksi in vitro dikulturkan pada media regenerasi yang diperkaya dengan sitokinin dan auksin (BA 1 mg/l dan IAA 0.5 mg/l).
Aklimatisasi Tanaman hasil seleksi yang sudah terbentuk sempurna, kemudian diaklimatisasi di rumah kaca dalam media campuran tanah + pupuk organik dengan perbandingan 1:1. Pada minggu pertama tanaman disungkup dengan plastik kemudian dibuka secara bertahap.
Penanaman Tanaman Jagung di Lapangan Setelah Aklimatisasi Penanaman Jagung yang Toleran AlCl3.6H2O Tanaman hasil aklimatisasi kemudian ditanam di dalam polybag yang diletakkan di lapangan. Penanaman dilaksanakan ketika tanaman jagung berumur 5 - 7 minggu setelah aklimatisasi (MSA). Tanaman di dalam polybag tersebut diletakkan di petak percobaan sesuai dengan rancangan percobaan, dengan jarak tanam 75 cm x 25 cm. Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea ; SP36 ; KCl masing-masing 300 ; 200 ; 100 kg/ha. Pupuk SP36 dan KCl diberikan sekaligus saat tanam. Pemberian pupuk Urea dilaksanakan secara bertahap yaitu pada saat tanam sebanyak 30%, pada umur 4 minggu setelah tanam (MST) sebanyak 40% dan saat berumur 7 MST sebanyak 30%.
Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman, pengendalian gulma, hama dan penyakit tanaman, serta penyemprotan Gandasil B untuk mempercepat pembungaan.
Panen Pemanenan dilakukan saat tanaman jagung berumur 70-85 hari atau saat klobot telah mengering, biji mengilap, dan terdapat lapisan hitam (black layer) pada biji. Kadar air biji jagung siap panen umumnya berkisar 30-40%.
Pengamatan Pengamatan dilakukan pada tahap seleksi in vitro terhadap ketahanan Al, aklimatisasi dan penanaman di lapang (fase vegetatif dan panen). Pengamatan dilakukan pada masing-masing tanaman contoh. Adapun peubah-peubah yang diamati adalah : Di Laboratorium a. Jumlah struktur embrio somatik, dihitung jumlah struktur embrio somatik per botol. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah pemindahan massa sel embriogenik ke media seleksi in vitro yang mengandung Aluminium. b. Jumlah tunas, dihitung jumlah tunas per botol. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah pemindahan massa sel embriogenik ke media seleksi in vitro yang mengandung Aluminium. c. Jumlah akar, dihitung jumlah akar per botol. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah pemindahan massa sel embriogenik ke media seleksi in vitro yang mengandung Aluminium.
Aklimatisasi Persentase tanaman yang hidup saat aklimatisasi, dihitung jumlah tanaman yang hidup dibagi jumlah tanaman yang diaklimatisasi. Waktu pengamatan dilakukan 5-7 minggu setelah aklimatisasi.
Di Lapangan a. Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai pangkal daun teratas / dasar malai. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah tanaman berumur 1 MST. b. Jumlah daun, dihitung banyaknya jumlah daun per tanaman. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah tanaman berumur 1 MST.
c. Panjang daun, diukur panjang daun yang paling panjang dalam tiap tanaman. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah tanaman berumur 1 MST. d. Lebar daun, diukur lebar daun yang paling lebar dalam tiap tanaman. Pengamatan dilakukan tiap minggu setelah tanaman berumur 1 MST. e. Umur panen, dihitung saat tanaman telah siap dipanen (klobot telah mengering, biji mengilap dan terlihat ada lapisan hitam pada pangkal yang menempel pada tongkol di biji. f. Bobot 100 butir, ditimbang pada kadar air sekitar 10%. g. Jumlah biji / tongkol, dihtung jumlah biji total tiap tongkol. h. Diameter tongkol, diukur diameter tongkol yang paling lebar. i. Bobot tongkol panen, ditimbang tongkol tanpa klobot yang baru dipanen. j. Bobot kering tongkol, ditimbang tongkol tanpa klobot yang telah dikeringkan dengan kadar air sekitar 10%. k. Panjang tongkol, diukur panjang tongkol dari pangkal sampai ujung tongkol. l. Bobot biji tanpa tongkol, ditimbang biji yang telah dipipil. m. Jumlah baris / tongkol, dihitung jumlah baris biji tiap tongkol.
Analisis Data Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi analisis ragam dan analisis korelasi. Analisis ragam merupakan analisis data untuk mengetahui keragaman dari masing-masing faktor, interaksi faktor tersebut dan galat dari percobaan. Analisis korelasi bertujuan untuk mengetahui hubungan antar peubah terikat / tidak bebas. Berikut disajikan analisis sidik ragamnya (Tabel 1). Tabel 1. Analisis Ragam Derajat bebas (db) abr-1
Jumlah Kuadrat (JK) JKT
A
a-1
B
Sumber Keragaman Total terkoreksi
AxB Galat
Kuadrat Tengah (KT)
F-hit
JKA
JKA/a-1
KTA/KTG
b-1
JKB
JKB/b-1
KTB/KTG
(a-1)(b-1)
JKAB
JKAB/(a-1)(b-1)
KTAB/KTG
ab(r-1)
JKG
JKG/ab(r-1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Di Laboratorium Hasil rekapitulasi analisis ragam menunjukkan bahwa secara umum pada peubah jumlah embrio somatik, faktor varietas, perlakuan aluminium dan interaksi varietas dengan perlakuan aluminium tidak berpengaruh nyata, kecuali pada 5 Minggu Setelah Kultur (MSK) varietas berpengaruh nyata, perlakuan aluminium juga berpengaruh nyata pada 1 MSK. Pada peubah jumlah akar, varietas dan interaksi antara varietas dengan perlakuan aluminium berpengaruh nyata terhadap jumlah akar pada 3 MSK dan 5 MSK, sedangkan perlakuan aluminium tidak berpengaruh nyata. Pada peubah jumlah tunas, varietas berpengaruh nyata kecuali pada 1 MSK, sedangkan perlakuan aluminium dan interaksi varietas dengan aluminium tidak berpengaruh nyata. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1-15. Tabel 2. Rekapitulasi Analisis Ragam Peubah-Peubah yang Diamati di Laboratorium. Peubah jumlah embrio 1 MSK 3 MSK 5 MSK 7 MSK 9 MSK jumlah akar 1 MSK 3 MSK 5 MSK 7 MSK 9 MSK jumlah tunas 1 MSK 3 MSK 5 MSK 7 MSK 9 MSK
Varietas (V)
Perlakuan AL (P)
V*P
tn tn * tn tn
* tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
13.94 9.89 10.15 59.75 51.94
** * ** ** *
tn tn tn tn tn
tn * ** tn tn
41.13 47.20 41.82 62.74 75.92
tn * ** ** **
tn tn tn tn tn
tn tn tn tn tn
39.75 41.53 34.33 31.20 31.20
KK (%)
Ket: * berbeda nyata pada taraf 5%, ** berbeda nyata pada taraf 1%, tn tidak berbeda nyata , Minggu Setelah Kultur (MSK), data merupakan hasil transformasi x + 0.5. KK = koefisien keragaman.
Untuk melihat hubungan masing-masing peubah dilakukan analisis korelasi. Hasil yang diperoleh ternyata tidak ada hubungan diantara masingmasing peubah yang diamati di laboratorium. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16-18.
Jumlah Embrio Somatik Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan embrio somatik adalah jenis eksplan, sumber nitrogen dan gula, serta zat pengatur tumbuh. Penggunaan eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi, eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil. Menurut Ammirato (1983) bentuk nitrogen reduksi dan beberapa asam amino seperti glutamine dan casein hidrolisal sangat penting untuk inisiasi dan perkembangan embrio somatik. Untuk inisiasi dan pendewasaan embrio somatik diperlukan keseimbangan yang tepat antara NH4+ dan NO3(Bhojwani dan Razdan, 1989). Konsentarsi NO3- yang terlalu tinggi akan meningkatkan pH media sehingga kalus tidak dapat membentuk embrio somatik. Perlakuan aluminium berpengaruh nyata terutama pada 1 MSK, dimana semakin tinggi konsentrasi AlCl3 maka semakin rendah jumlah kalus embrio somatiknya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-Rata Jumlah Embrio Somatik 1 MSK pada Tiga Perlakuan Al. Peubah Jumlah embrio somatik
250 2.96a
Perlakuan aluminium (ppm) 500 2.80ab
750 2.56b
Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%.
Dari Tabel 3 diperoleh hasil bahwa perlakuan AlCl3 250 ppm menghasilkan jumlah embrio somatik yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan AlCl3 750 ppm. Data jumlah embrio somatik tanpa perlakuan Al tidak disajikan dan tidak dianalisis, hal ini karena pada perlakuan tanpa Al banyak yang mengalami kontaminasi sehingga hanya tersisa 1 ulangan.
Pertumbuhan kalus sangat terhambat pada media yang ditambah AlCl3 dibandingkan pada media tanpa ditambah AlCl3. Gejala yang nyata yang tampak pada kalus yang tertekan akibat keracunan aluminium adalah perubahan kalus dari warna putih atau kuning menjadi coklat yang pada akhirnya mati serta terhambatnya ukuran kalus, dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini diduga karena pemberian Al yang tinggi mengakibatkan keracunan Al pada kalus. Secara umum kalus melakukan mekanisme pertahanan terhadap cekaman, salah satunya dengan pembentukan senyawa fenol yang biasanya diikuti dengan perubahan warna kalus menjadi coklat (George dan Sherrington, 1995). Hal ini menunjukkan bahwa AlCl3 yang diberikan ke dalam media kultur cukup efektif dalam menekan pertumbuhan sel dari jaringan kalus. Selain itu laju pertambahan ukuran kalus sangat lamban, bahkan pada konsentrasi Al yang tinggi kalus-kalus yang tidak tenggang mengalami kematian sejak dini. Beberapa kalus berusaha bertahan dari pengaruh Al dengan cara menghindar bersentuhan langsung dengan media yang mengandung racun Al melalui mekanisme pembentukan akar baru secara ekstensif. Beberapa kalus lainnya dapat bertahan hidup terus sampai membentuk planlet. Hasil penelitian Mariska et al., (2000) menunjukkan bahwa seleksi pada eksplan embrio kedelai, umumnya tidak dapat membentuk kalus dan tidak dapat beregenerasi. Hal ini sejalan dengan penelitian Van Sint Jan et al., (1997) dengan peningkatan konsentrasi Al akan menurunkan kemampuan regenerasi pada padi. Menurut Ojima dan Ohira (1986) masalah regenerasi akan meningkat apabila massa sel yang dikulturkan pada media yang mempunyai komponen seleksi yang umumnya bersifat toksik. Selain itu, diperlukan waktu 4 tahun untuk meregenerasikan sel wortel yang toleran Al. Demikian pula sel tembakau yang telah diseleksi dengan Al sulit beregenerasi (Yamamoto et al., 1994). Gambar 1, merupakan gambar kalus yang mulai mengalami kematian setelah beberapa MSK, sedangkan Gambar 2 menunjukkan kalus yang masih bertahan hidup. Kalus-kalus tersebut adalah kalus yang diamati struktur embrio somatiknya dalam tiap botol.
Gambar 1. Kalus yang Mati
Gambar 2. Kalus yang Hidup
Varietas yang berbeda menunjukkan perbedaan jumlah embrio somatik pada 5 MSK (Tabel 4). Varietas Sukmaraga dan Antasena mempunyai jumlah embrio somatik deskripsi
lebih tinggi dibandingkan Bisma dan Arjuna. Berdasarkan
Varietas
Sukmaraga
dan
Antasena
merupakan
varietas yang
diidentifikasi toleran terhadap aluminium. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa setelah 5 MSK jumlah rata-rata embrio somatik semakin menurun, karena terjadi kematian kalus. Tabel 4. Rata-Rata Jumlah Embrio Somatik pada Empat Varietas. Varietas
Jumlah Embrio Somatik
Sukmaraga
1 MSK 2.58
3 MSK 2.99
5 MSK 3.12a
7 MSK 1.68
9 MSK 1.25
Antasena
2.78
3.04
3.24a
2.32
1.63
2.81
b
2.20
1.61
ab
1.27
1.07
Bisma Arjuna
2.85 2.87
3.09
2.76 3.06
Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi x + 0.5
Jumlah Akar Perlakuan Al tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Semakin meningkat konsentrasi AlCl3 sampai dengan 750 ppm tidak berpengaruh terhadap jumlah akar yang terbentuk (Tabel 5). Pada 3 dan 5 MSK interaksi varietas dengan perlakuan aluminium juga berpengaruh nyata
terhadap jumlah akar
(Tabel 2). Tabel 5. Rata-Rata Jumlah Akar pada Tiga Perlakuan Al. Perlakuan AlCl3 (ppm) 250
Jumlah akar 5 MSK 7 MSK 1.98 1.37
1 MSK 1.52
3 MSK 1.79
9 MSK 1.13
500
1.62
2.36
2.67
1.88
1.72
750
1.59
2.30
2.33
1.41
1.27
Secara umum jumlah akar terbanyak terdapat pada saat eksplan berumur 5 MSK. Pada 9 MSK jumlah akar pada Varietas Sukmaraga dan Antasena lebih banyak dibandingkan Bisma dan Arjuna. Hal ini kemungkinan karena kedua varietas tersebut merupakan varietas yang telah diidentifikasi bersifat toleran aluminium. Pada 5 MSK Varietas Bisma berbeda nyata dengan varietas lainnya. (Tabel 6). Tabel 6. Rata-Rata Jumlah Akar pada Empat Varietas. Varietas Sukmaraga Antasena Bisma Arjuna
1 MSK 1.41b 1.51b 1.11b 2.28a
3 MSK 1.85b 2.32ab 1.49b 2.94a
Jumlah akar 5 MSK 2.31a 2.52a 1.31b 3.16a
7 MSK 2.41a 2.11a 0.71b 0.99b
9 MSK 2.07a 1.99a 0.86b 0.71b
Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi x + 0.5.
Tabel 7, Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan kombinasi perlakuan Varietas Sukmaraga dengan AlCl3 500 ppm lebih baik dari kombinasi perlakuan Sukmaraga dengan AlCl3 250 ppm, Sukmaraga dengan AlCl3 750 ppm, Antasena dengan AlCl3 500 ppm dan Bisma dengan AlCl3 500 ppm. Setelah 5 MSK tidak
terjadi perbedaan yang nyata diantara masing-masing kombinasi perlakuan. Salah satu contoh akar yang muncul pada embrio somatik Varietas Sukmaraga pada media 750 ppm saat berumur 5 MSK dapat dilihat pada Gambar 5. Tabel 7. Rata-Rata Jumlah Akar pada Berbagai Kombinasi Varietas dan Perlakuan Al pada saat 5 MSK. Varietas
Perlakuan aluminium (ppm) 500 750 4.01a 1.52cde bcde 2.09 3.15abcd e 0.71 2.35abcde ab 3.86 2.29abcde
250 1.39de 2.31abcde 0.88e 3.33abc
Sukmaraga Antasena Bisma Arjuna
Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi x + 0.5.
4,5 4
Jumlah akar
3,5 3 p1
2,5
p2
2
p3
1,5 1 0,5 0 v1
v2
v3
v4
varietas
Gambar 3. Grafik Jumlah Akar Hasil Interaksi Perlakuan Varietas dengan Al Ket : Data merupakan hasil transformasi
x + 0.5 pada saat 5 MSK
p1 = Perlakuan Al-250 ppm
V1 = Varietas Sukmaraga
p2 = Perlakuan Al-500 ppm
V2 = Varietas Antasena
p3 = Perlakuan Al-750 ppm
V3 = Varietas Bisma V4 = Varietas Arjuna
4,5 4 Jumlahakar
3,5 3 2,5
jumlah akar
2 1,5 1 0,5 0 k1
k2
k3
k4
k5
k6
k7
k8
k9 k10 k11 k12
Perlakuan
Gambar 4. Grafik Jumlah Akar Hasil Kombinasi Varietas dengan Perlakuan Al Ket : Data merupakan hasil transformasi
x + 0.5 pada saat 5 MSK
k1 = Sukmaraga – 250
k5 = Antasena – 500
k9 = Bisma – 750
k2 = Sukmaraga – 500
k6 = Antasena – 750
k10 = Arjuna – 250
k3 = Sukmaraga – 750
k7 = Bisma – 250
k11 = Arjuna – 500
k4 = Antasena – 250
k8 = Bisma – 500
k12 = Arjuna – 750
Gambar 5. Akar Varietas Sukmaraga pada Media dengan Perlakuan Al 750 ppm Saat Berumur 5 MSK
Jumlah Tunas Varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas, kecuali pada 1 MSK. Jumlah rata-rata tunas pada berbagai varietas dapat dilihat pada Tabel 8. Perlakuan AlCl3, interaksi varietas dengan perlakuan AlCl3 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas. Tabel 8. Rata-Rata Jumlah Tunas pada Empat Varietas. Varietas Sukmaraga Antasena Bisma Arjuna
1 MSK 1.14 0.88 0.82 0.98
Jumlah Tunas 5 MSK 1.46a 1.01b 0.82b 0.98b
3 MSK 1.42a 1.11ab 0.82b 0.98ab
7 MSK 1.62a 0.98b 0.76b 1.02b
9 MSK 1.62a 0.98b 0.76b 1.02b
Ket: angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Data merupakan hasil transformasi x + 0.5
Dari Tabel 8 diketahui bahwa varietas Sukmaraga merupakan varietas dengan jumlah tunas tertinggi pada 5 sampai 9 MSK. Jumlah tunas yang terbentuk pada Varietas Sukmaraga cenderung mengalami peningkatan pada 1 sampai 9 MSK dibandingkan varietas yang lain. Sementara varietas yang lain cenderung mengalami penurunan jumlah tunas karena terjadi kematian kalus. Pengaruh perlakuan Al terhadap jumlah tunas tidak berbeda nyata (Tabel 9). Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah tunas tidak mengalami perubahan setelah 7 MSK. Salah satu contoh tunas yang muncul pada embrio somatik Varietas Sukmaraga pada media 250 ppm dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 9. Jumlah Rata-Rata Tunas pada Tiga Perlakuan Al. Jumlah tunas
Perlakuan AlCl3 (ppm)
1 MSK
3 MSK
5 MSK
7 MSK
9 MSK
250
1.00
1.05
1.08
1.08
1.08
500
1.03
1.03
1.00
1.00
1.00
750
0.84
1.20
1.12
1.21
1.21
Gambar 6. Tunas Varietas Sukmaraga pada Perlakuan Al 250 ppm
Aklimatisasi Tujuan dari proses aklimatisasi adalah untuk mengadaptasikan tanaman hasil kultur jaringan dengan lingkungan tumbuhnya yang baru. Hal ini disebabkan tanaman hasil kultur jaringan telah terbiasa tumbuh pada kondisi yang aseptik dengan ketersediaan unsur hara dan kelembaban yang cukup. Setelah dipindahkan ke rumah kaca tanaman harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Proses aklimatisasi ini merupakan proses yang paling sulit dilakukan, hal ini dibuktikan dengan persentase tanaman yang bertahan hidup yang relatif kecil. Tahap ini merupakan tahap yang kritis karena kondisi di rumah kaca atau rumah plastik dan di lapangan sangat berbeda dengan kondisi di dalam botol kultur. Lama aklimatisasi berkisar antara 4-7 Minggu setelah dipindahkan dari ruang kultur. Gambar 7a menunjukkan tanaman jagung yang baru diaklimatisasi. Gambar 7b menunjukkan tanaman jagung Varietas Arjuna yang dapat bertahan hidup, hasil seleksi pada media Al 750 ppm yang berumur 5 minggu setelah aklimatisasi (MSA). Persentase tanaman yang hidup setelah aklimatisasi yang paling tinggi adalah Varietas Sukmaraga pada media Al 500 ppm (Tabel 10). Pada media Al 250 ppm Varietas Arjuna belum dapat dikatakan yang terbaik, meskipun
persentase yang hidup 100%, karena jumlah planlet yang diaklimatisasi hanya satu. Oleh karena itu belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa Varietas Arjuna pada media Al 250 ppm merupakan kombinasi yang terbaik (Gambar 8).
Gambar 7a. Tanaman Jagung yang Baru Diaklimatisasi
Gambar 7b .Tanaman Jagung Varietas Arjuna Hasil Seleksi pada Media Al 750 ppm Umur 5 MSA
Tabel 10. Jumlah Persentase Tanaman yang Hidup Setelah Aklimatisasi.
Varietas Sukmaraga Antasena Bisma Arjuna
Perlakuan Al (ppm)
Jumlah yang di aklimatisasi
250 500 750 250 500 750 250 500 750 250 500 750
23 34 29 1 0 0 0 1 0 1 0 4
Jumlah tanaman yang bertahan hidup 4 10 5 0 0 0 0 0 0 1 0 1
Persentase tanaman yang hidup (%) 17.39 29.41 17.24 0 0 100 25
% tanaman yang hidup
120 100 80 60 40 20 0 p1
p2
p3
p4
p8
p10
Gambar 8. Grafik Tanaman yang Hidup Setelah Aklimatisasi Ket : p1 = Sukmaraga-250 p2 = Sukmaraga-500 p3 = Sukmaraga-750 p4 = Antasena-250 p8 = Bisma-500 p10 = Arjuna-250 p12 = Arjuna-750
p12
Penanaman di Lapangan Setelah aklimatisasi, tanaman yang bertahan hidup hanya Varietas Sukmaraga dan Arjuna. Jumlah tanaman Varietas Sukmaraga yang bertahan hidup hingga menghasilkan tongkol ada 9 tanaman (3 ulangan), sedangkan jumlah tanaman Varietas Arjuna hanya ada 2 tanaman (1 ulangan). Oleh karena itu, yang dapat dianalisis hanya tanaman Varietas Sukmaraga. Fase Vegetatif Dari hasil rekapitulasi analisis ragam diketahui bahwa secara umum tidak berbeda nyata pengaruh perlakuan Al terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun pada Varietas Sukmaraga, hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 19-22. Rata-rata nilai peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Rata-Rata Nilai Peubah pada Tiga Perlakuan Al pada Varietas Sukmaraga. Peubah Tinggi tanaman (cm) Panjang daun (cm) Jumlah daun Lebar daun (cm)
250 113.00 82.75 10.25 7.85
Perlakuan Al (ppm) 500 119.50 87.18 10.50 7.28
750 124.95 88.58 10.75 6.73
Untuk melihat hubungan masing-masing peubah antar karakter yang diamati dilakukan analisis korelasi (Lampiran 23). Gambar 9 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata dengan arah yang searah (berkorelasi positif) pada peubah panjang daun dengan jumlah daun sebesar 0.75.
Gambar 9. Grafik Korelasi Panjang Daun dengan Jumlah Daun (r = 0.75) Rata-rata nilai peubah yang diamati pada Varietas Arjuna dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Rata-Rata Nilai Peubah pada Dua Perlakuan Al pada Varietas Arjuna. Peubah Tinggi tanaman (cm) Panjang daun (cm) Jumlah daun Lebar daun (cm)
250 109.00 79.60 7.00 5.80
Perlakuan Al (ppm)
750 158.00 79.00 14.00 7.00
Ket: Data hanya berasal dari 1 ulanagan.
Panen Pemanenan dilakukan pada masing-masing tanaman 5-10 hari setelah masak fisiologis. Ciri-ciri tongkol yang sudah masak fisiologis diantaranya adalah terdapat black layer pada pangkal biji. Hasil rekapitulasi analisis ragam terhadap peubah-peubah yang diamati setelah panen menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada Varietas Sukmaraga. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 24-32. Rata-rata nilai peubah yang diamati, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Rata-Rata Nilai Peubah pada Tiga Perlakuan Al pada Varietas Sukmaraga.
Peubah
Perlakuan AlCl3(ppm) 250 71.00
500 71.00
750 78.60
142.50
120.00
89.00
3.80
4.14
4.15
234.00
243.00
252.00
Panjang tongkol (cm)
15.35
12.93
10.64
Bobot kering tongkol (g)
77.50
70.00
55.60
Bobot biji tanpa tongkol (g)
63.50
54.75
46.40
Jumlah baris / tongkol (baris)
11.50
13.75
14.60
Bobot 100 butir (g)
23.24
22.75
18.27
Umur panen (hari) Bobot tongkol panen (g) Diameter tongkol (cm) Jumlah biji / tongkol (butir)
Dari Gambar 10 dapat terlihat bahwa antara peubah jumlah biji/tongkol dengan panjang tongkol terdapat hubungan yang nyata dengan arah korelasi yang berkebalikan sebesar -1.00. Antara peubah jumlah biji/tongkol dengan bobot biji tanpa tongkol terdapat hubungan yang sangat nyata dengan arah korelasi yang berkebalikan sebesar -1.00 (Gambar 11). Antara peubah panjang tongkol dengan bobot biji tanpa tongkol terdapat hubungan yang sangat nyata dengan arah korelasi yang searah (positif) sebesar 1.00 (Gambar 12). Hasil korelasi selengkapnya antar karakter panen dapat dilihat pada Lampiran 33.
Gambar 10. Grafik Korelasi Jumlah Biji/Tongkol dengan Panjang Tongkol (r = -1.00)
Gambar 11. Grafik Korelasi Jumlah Biji/Tongkol dengan Bobot Biji Tanpa Tongkol (r = -1.00)
Gambar 12. Grafik Korelasi Panjang Tongkol dengan Bobot Biji Tanpa Tongkol (r = 1.00) Gambar 13 menunjukkan tongkol jagung Varietas Sukmaraga dan Arjuna yang baru dipanen. Umur panen berkisar antara 65-80 hari setelah tanam (HST).
Gambar 13. Tongkol Jagung Varietas Sukmaraga dan Arjuna yang Baru Dipanen Rata-rata nilai peubah yang diamati pada Varietas Arjuna dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-Rata Nilai Peubah pada Dua Perlakuan Al pada Varietas Arjuna. Peubah
Perlakuan AlCl3 (ppm)
Umur panen (hari)
250 65.00
750 72.00
Bobot tongkol panen (g)
95.00
60.00
3.55
3.20
327.00
97.67
Panjang tongkol (cm)
10.60
8.50
Bobot kering tongkol (g)
45.00
35.00
Bobot biji tanpa tongkol (g)
35.00
27.67
Jumlah baris / tongkol (baris)
14.00
9.33
Bobot 100 butir (g)
11.76
26.02
Diameter tongkol (cm) Jumlah biji / tongkol (butir)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Hasil percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa secara umum pengaruh perlakuan AlCl3 tidak berbeda nyata untuk semua peubah yang diamati (jumlah embrio somatik, jumlah akar dan jumlah tunas), kecuali pada 1 MSK pengaruh AlCl3 berbeda nyata pada peubah jumlah embrio somatik. Sementara itu faktor varietas berpengaruh terhadap semua peubah. Rata-rata jumlah embrio somatik dan jumlah akar terbanyak terdapat pada Varietas Sukmaraga dan Antasena, sedangkan jumlah tunas terbanyak terdapat pada Varietas Sukmaraga. Hasil percobaan saat aklimatisasi menunjukkan bahwa persentase tanaman yang hidup paling banyak terdapat pada kombinasi Varietas Sukmaraga dengan perlakuan AlCl3 500 ppm. Hasil Percobaan di lapang diperoleh 9 tanaman jagung dari Varietas Sukmaraga dan 2 tanaman jagung dari Varietas Arjuna yang dapat menghasilkan tongkol.
Saran Perlu pengujian lebih lanjut terhadap tanaman hasil seleksi yang dilakukan langsung di lahan masam.
DAFTAR PUSTAKA Ahlowalia, B. S. 1986. Limitations to the use of somaclonal variation in crop improvement, p. 14-27. In J. Serial (Ed). Somaclonal variation and crop improvement. Martinus Nijhoff Publisher. USA.
Ammirato, P. V. 1983. Embryogenesis In D. A. Evans, W.R. Sharp, P.V. Ammirato and Y. Yamada. (Eds). Handbook of Plant Cell Culture 1:82123. Anonim. 2006. Statistik Indonesia. Statistical Year Book of Indonesia. 2006 BPS Badan Pusat Statistik, Jakarta, Indonesia. Armini, N. M., G. A. Watimena dan l. W. Gunawa. 1992. Perbanyakan Tanaman. Dalam G. A. Wattimena. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. IPB. Bhojwani, S.S. and M.K. Razdan. 1989. Plant tissue culture. Theory and Practise. Elsevier, New York.153 p. Fischer, K. S. And A. F. Palmer. 1992. Jagung tropik. Hal 281-328. Dalam Golsdworthy, P. R. Dan N. M. Fischer (Eds). Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta George, E.F. and P.D. Sherrington. 1995. Plant propagation by tissue culture. Exegetics Ltd. Inggris. p:10-12. Golsdworthy, P. R. dan N. M. Fischer. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 874 hal. Ismunadji, M., S. Partohardjono dan Satsijati. 1976. Peranan K dalam peningkatan produksi tanaman pangan. Dalam Ismunadji et al, (Eds). Kalium dan Tanaman Pangan. LP3 Bogor. 62 hal. Kamprath, E. J. 1970. Exchangable aluminium as acriterion for liming leached mineral soil. Soil Sci. Amer Proc. 34:252-254. Little. R. 1988. Plant soil interactions at low pH problem solving the genetic approch. Commun In Soil. Sci Plant Anal19(7-12):1239-1257. Mariska. I., D. Manohara, Hobir, M. Tombe, K. Mulya, M. Kosmiatin, A. Husni, R. Purnamaningsih, S. Rahayu, E. Gati dan Y. Rusyadi. 1999. Peningkatan Mutu Genetik pada Tanaman Panili, Lada dan Jahe. Laporan Hasil Penelitian, Bogor; BALITBIO. Mariska, I, E. Sjamsudin, D. Sopandie, S. Hutami, A. Husni, M. Kosmiatin, dan A. Vivi. 2004. Peningkatan ketahanan tanaman kedelai terhadap aluminium melalui kultur in vitro. Jurnal Litbang 23(2):46-52. Marschner, Horst. 1986. Mineral Nutrition of Higher Plants Academic Press Inc. London. 186 p
Muhadjir, F. 1988. Karateristik tanaman jagung. Hal 33-48. Dalam Subandi, M. Syam dan A. Widjono (Eds). Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Rao, I.M., R. A. Zeigler, R. Vera and S. Sarkarung. 1993. Selection and breeding for acid soil tolerance. Crops Biology Science. 43 : 454-465. Sanchez, P.A. 1976. Properties and management of soil in the tropics John Wiley & Sons, New York. Sudjana, A., A. Arifin, dan M. Sudjadi. 1991. Jagung. Buletin Teknik (3): 1-27. Suprapto dan H. A. R. Marzuki. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 48 hal. Sutjahjo, S. H. 1994. Induksi Keragaman somaklon kearah ketenggangan terhadap keracunan aluminium pada tanaman jagung. Tesis Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 139 hal. Sutjahjo, S.H., A. Ernawati, and O. Hancock. 2004. Seleksi in vitro untuk toleransi terhadap cekaman aluminium pada varian somaklon dua kultivar tomat (lycopersicon esculentum Mill) Zuriat 15(1):77-85. Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in vitro untuk ketenggangan terhadap aluminium pada empat genotipe jagung. Dalam Jurnal Akta Agrosia 9(2):61-66. Taylor, G. J. 1988. The physiologi of aluminium tolerance in higher plants commun. In Soil Sci Plant Anal 19(7-12): 1179-1194. Torres. K.C.1989. Tissue Culture Techniques For Horticutural Crops. Chapman & Hall, one. Penn Plaza. New York. Van Sint Jan, V., C. Costa De Macedo, J.M. Kinet, and J. Bouharmont. 1997. Selection of Al resistant plants from a sensitive roce cultivar using somaclonal variation, in vitro selection and hydroponic culture. Euphytica 97 : 303-310. Wagatsuma, T. 1988. Plant nutritional studies on the mechanism of aluminium tolerance. Bull Yamagara University. Agronomy Science. 10(3): 637-745.
Lampiran 1. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik 1 MSK. Sumber Keragaman
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F- Hitung
Pr > F
Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Bebas 3 2 6 24 35
Kuadrat 0.482 0.969 1.095 3.574 6.121
Tengah 0.161 0.485 0.183 0.149
1.08 3.25 1.23
0.376 0.049 0.328
Lampiran 2. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik 3 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 0.406 0.135 0.734 2.090 3.365
Kuadrat Tengah 0.135 0.068 0.122 0.087
F- Hitung
Pr > F
1.55 0.78 1.40
0.227 0.471 0.254
Lampiran 3. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik 5 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 1.102 0.436 1.067 2.296 4.901
Kuadrat Tengah 0.367 0.218 0.178 0.096
F- Hitung
Pr > F
3.84 2.28 1.86
0.022 0.124 0.130
Lampiran 4. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik 7 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 6.340 1.028 4.919 29.928 42.275
Kuadrat Tengah 2.133 0.514 0.820 1.247
F- Hitung
Pr > F
1.71 0.41 0.66
0.192 0.667 0.684
Lampiran 5. Analisis Ragam Jumlah Struktur Embrio Somatik 9 MSK. Sumber Keragaman
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F- Hitung
Pr > F
Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Bebas 3 2 6 24 35
Kuadrat 2.022 1.248 0.651 12.510 16.431
Tengah 0.674 0.624 0.108 0.521
1.29 1.20 0.21
0.230 0.319 0.971
Lampiran 6. Analisis Ragam Jumlah Akar 1 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 6.781 0.060 5.568 10.094 22.503
Kuadrat Tengah 2.260 0.030 0.928 0.421
F- Hitung 5.37 0.07 2.21
Pr > F 0.006 0.921 0.078
Lampiran 7. Analisis Ragam Jumlah Akar 3 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 10.670 2.389 16.672 24.728 54.490
Kuadrat Tengah 3.567 1.194 2.779 1.030
F- Hitung 3.46 1.16 2.70
Pr > F 0.032 0.331 0.038
Lampiran 8. Analisis Ragam Jumlah Akar 5 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 15.876 2.853 20.854 22.703 62.287
Kuadrat Tengah 5.292 1.427 3.476 0.946
Lampiran 9. Analisis Ragam Jumlah Akar 7 MSK.
F- Hitung 5.59 1.51 3.67
Pr > F 0.005 0.242 0.009
Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 18.678 1.939 5.435 22.852 48.904
Kuadrat Tengah 6.226 0.969 0.906 0.952
F- Hitung 6.54 1.02 0.95
Pr > F 0.002 0.276 0.478
Lampiran 10. Analisis Ragam Jumlah Akar 9 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 14.074 2.115 7.038 27.416 50.643
Kuadrat Tengah 4.691 1.057 1.173 1.142
F- Hitung 4.11 0.93 1.03
Pr > F 0.017 0.410 0.432
Lampiran 11. Analisis Ragam Jumlah Tunas 1 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 0.510 0.253 1.040 3.450 5.254
Kuadrat Tengah 0.170 0.126 0.173 0.144
F- Hitung 1.18 0.88 1.21
Pr > F 0.337 0.428 0.337
Lampiran 12. Analisis Ragam Jumlah Tunas 3 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 1.727 0.250 1.159 4.832 7.968
Kuadrat Tengah 0.576 0.125 0.193 0.201
Lampiran 13. Analisis Ragam Jumlah Tunas 5 MSK.
F- Hitung 2.86 0.62 0.96
Pr > F 0.049 0.545 0.473
Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 2.015 0.096 0.741 3.214 6.066
Kuadrat Tengah 0.672 0.048 0.123 0.134
F- Hitung 5.02 0.36 0.92
Pr > F 0.007 0.701 0.497
Lampiran 14. Analisis Ragam Jumlah Tunas 7 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 3.634 0.264 0.204 2.798 6.900
Kuadrat Tengah 1.211 1.132 0.034 0.117
F- Hitung 10.39 1.13 0.29
Pr > F 0.0001 0.3383 0.9350
Lampiran 15. Analisis Ragam Jumlah Tunas 9 MSK. Sumber Keragaman Varietas Perlakuan Al Varietas*Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 3 2 6 24 35
Jumlah Kuadrat 3.634 0.264 0.204 2.798 6.900
Kuadrat Tengah 1.211 1.132 0.034 0.117
F- Hitung 10.39 1.13 0.29
Pr > F 0.0001 0.3383 0.9350
Lampiran 16. Korelasi Jumlah Struktur Embrio Somatik dengan Jumlah Akar. Umur 1 MSK 3 MSK 5 MSK 7 MSK 9 MSK
r ( p-value) 0.26 (0.423) 0.23 (0.473) 0.12 (0.703) 0.21 (0.515) -0.29 (0.355)
Lampiran 17. Korelasi Jumlah Struktur Embrio Somatik dengan Jumlah
Tunas. Umur 1 MSK 3 MSK 5 MSK 7 MSK 9 MSK
r ( p-value) 0.41 (0.190) 0.33 (0.294) 0.37 (0.243) -0.27 (0.391) -0.32 (0.308)
Lampiran 18. Korelasi Jumlah Akar dengan Jumlah Tunas. Umur 1 MSK 3 MSK 5 MSK 7 MSK 9 MSK
r ( p-value) 0.49 (0.105) 0.32 (0.318) 0.36 (0.251) 0.41 (0.190) 0.48 (0.112)
Lampiran 19. Analisis Ragam Tinggi Tanaman. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 9 11
Jumlah Kuadrat 286.340 8278.230 6564.570
Kuadrat Tengah 143.170 919.803
F- Hitung
Kuadrat Tengah 36.981 165.807
F- Hitung
Kuadrat Tengah 0.250 8.055
F- Hitung
0.16
Pr > F 0.858
Lampiran 20. Analisis Ragam Panjang Daun. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 9 11
Jumlah Kuadrat 73.962 1492.265 1566.227
0.22
Pr > F 0.804
Lampiran 21. Analisis Ragam Jumlah Daun. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 9 11
Jumlah Kuadrat 0.500 72.500 73.000
Lampiran 22. Analisis Ragam Lebar Daun
0.03
Pr > F 0.969
Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 9 11
Jumlah Kuadrat 2.532 22.745 25.277
Kuadrat Tengah 1.266 2.527
F- Hitung
Pr > F
0.50
0.622
Lampiran 23. Korelasi Antar Karakter Vegetatif. Peubah Panjang Daun Jumlah Daun Lebar Daun
Tinggi Tanaman 0.38 (0.222) 0.41 (0.183) 0.24 (0.454)
r (P-Value) Panjang Daun 0.75 (0.005) 0.09 (0.775)
Jumlah Daun 0.45 (0.141)
Lampiran 24. Analisis Ragam Umur Panen. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 157.527 505.200 662.727
Kuadrat Tengah 78.763 63.150
F- Hitung 1.25
Pr > F 0.338
Lampiran 25. Analisis Ragam Bobot Tongkol Panen. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Jumlah Bebas Kuadrat 2 4717.500 8 22682.500 10 27400.000
Kuadrat Tengah 2358.750 2835.313
F- Hitung 0.83
Pr > F 0.470
Lampiran 26. Analisis Ragam Diameter Tongkol. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 0.194 1.202 1.396
Kuadrat Tengah 0.097 0.150
F- Hitung 0.65
Pr > F 0.549
Lampiran 27. Analisis Ragam Jumlah Biji / Tongkol. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Jumlah Bebas Kuadrat 2 500.727 8 68462.000 10 68962.727
Kuadrat Tengah 250.364 8557.750
F- Hitung 0.03
Pr > F 0.971
Lampiran 28. Analisis Ragam Panjang Tongkol. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 33.937 71.926 105.862
Kuadrat Tengah 16.969 8.991
F- Hitung 1.89
Pr > F 0.213
Lampiran 29. Analisis Ragam Bobot Kering Tongkol. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 853.936 5419.700 6273.636
Kuadrat Tengah 426.968 677.463
F- Hitung 0.63
Pr > F 0.557
Lampiran 30. Analisis Ragam Bobot Biji Tanpa Tongkol. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 448.277 3610.450 4058.727
Kuadrat Tengah 224.139 451.306
F- Hitung 0.50
Pr > F 0.626
Lampiran 31. Analisis Ragam Jumlah Baris per Tongkol. Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 13.732 40.450 54.182
Kuadrat Tengah 6.866 5.056
F- Hitung 1.36
Pr > F 0.311
Lampiran 32. Analisis Ragam Bobot 100 Butir . Sumber Keragaman Perlakuan Al Galat Total Terkoreksi
Derajat Bebas 2 8 10
Jumlah Kuadrat 59.237 99.539 158.776
Kuadrat Tengah 29.619 12.442
F- Hitung 2.38
Pr > F 0.155
Lampiran 33. Korelasi Antar Karakter Panen. r (P-Value) Peubah Bobot Tongkol Panen Diameter Tongkol Jumlah Biji / Tongkol Panjang Tongkol Bobot Kering Tongkol Bobot Biji Tanpa Tongkol Jumlah Baris / Tongkol Bobot 100 Butir
Umur Panen -0.91 (0.275)
Bobot Tongkol Panen
Diameter Tongkol
Jumlah Biji / Tongkol
Panjang Tongkol
Bobot Kering Tongkol
0.52 (0.651) 0.87 (0.333) -0.86 (0.344) -0.94 (0.219) -0.86 (0.342)
-0.83 (0.376) -1.00 (0.058) 1.00 (0.069) 1.00 (0.056) 0.99 (0.067)
0.88 (0.317) -0.89 (0.306) -0.78 (0.432) -0.89 (0.309)
-1.00 (0.011) -0.98 (0.115) -1.00 (0.009)
0.98 (0.125) 1.00 (0.002)
0.98 (0.123)
0.71 (0.496) -1.00 (0.057)
-0.94 (0.221) 0.94 (0.218)
0.97 (0.155) -0.60 (0.593)
0.97 (0.162) -0.91 (0.276)
-0.97 (0.151) 0.90 (0.287)
-0.91 (0.277) 0.97 (0.161)
Bobot Biji Tanpa Tongkol
-0.97 (0.154) 0.90 (0.285)
Jumlah Baris / Tongkol
-0.77 (0.438)