Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
Lin, C. S.; M. R. Binns & L. P. Lefkovitch (1986). Stability analysis: Where do we stand?. Crop Sci., 26, 894—900. Mawardi, S.; A. Iswanto & S. Hartobudoyo, (1983). Seleksi pada populasi F2 tanaman kopi Arabika I. Penentuan keriterium seleksi berdasar komponen hasil. Menara Perkebunan, 51, 97—101. Mawardi, S.; G. Suprijadji; S. Wiryadiputra; A. M. Nur; Sudarsianto; A. Soedarsan & F. F. Leupen (2001). BP 308: Klon harapan kopi Robusta tahan terhadap nematoda parasit Pratylenchus coffeae. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 17, 161—171. Mawardi, S. & R. Hulupi (2003). Hasil pengujian daya adaptasi klon-klon unggul harapan kopi Robusta. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 19, 83—90. Mathius, N. T.; R. Hulupi; S. Mawardi & T. Hutabarat (1998). Genetic polymorphism of Robusta coffee germplasm in Indonesia determined by RAPD. Menara Perkebunan, 66, 76—86. Meinel, A.; C. Richter & G. Batz (1997). Breeding aspects of clustering winter wheat cultivars for yield response. Plant Breeding, 166, 437—441. Priyono; A. Henry; A. Deshayes; B. Purwadi & S. Mawardi (1999). The polymorphism level of Coffea canephora in several clone couple, restriction enzymes and probe sources. Pelita Perkebunan, 15, 152—161.
Priyono; A. Henry; A. Deshayes; B. Purwadi & S. Mawardi (2001). Verification of hybrid progenies by using RFLP technique on Coffea canephora Pierre. Pelita Perkebunan, 17, 1—9. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (1997). Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kopi (Coffea sp.). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jember. Schmidt, F.H. & J.H.A. Ferguson (1951). Rainfall Types Based On Wet And Dry Period Ratios For Indonesia With Western New Guinea. Verhandelingen no. 42, Kementerian Perhubungan Djawatan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta. Wiryadiputra, S. (1996). Ketahanan kopi Robusta terhadap nematoda luka akar kopi, Pratylenchus coffeae. Pelita Perkebunan, 12, 137—148. Yahmadi, M. & S. Mawardi (2001). Satu abad budidaya kopi Robusta di Indonesia (1900-2000). Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 17, 123—137. Zainal, A. & B. Amirhusin (2005). Pengelompokan tetua padi hibrida berdasarkan sifat-sifat morfologi dan RAPD-PCR. Zuriat, 16, 9—21.
*********
173
Sumirat, Priyono dan Mawardi
dengan nomor seleksi A 95, B 28, B 62, B 66, B 74 dan C 38. 2. Analisis gerombol yang digunakan dalam proses seleksi ini dapat digunakan sebagai alat seleksi yang baik karena mampu menyeleksi genotipe-genotipe dengan sifat unggul yang diinginkan yang dalam hal ini adalah daya hasil dan kandungan biji besar tinggi.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia atas fasilitas penelitian yang telah diberikan sehingga tulisan ini dapat dibuat. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada Nestle Research and Development Centre, Tours-Perancis dan PT Nestle Indonesia atas dukungannya dalam kegiatan penelitian ini. Kepada Sdr. Buniman dan rekan-rekan teknisi pemuliaan tanaman lainnya juga diucapkan rasa terima kasih atas bantuannya dalam kegiatan pengamatan dan koleksi data. DAFTAR PUSTAKA Brandle, J. E. & A. L. Brûlé-Babel (1991). An integrated approach to oilseed rape cultivar selection using phenotypic stability. Theor. Appl. Genet., 81, 679—684. Chapman, S. C.; J. Crossa & G. O. Edmeades, (1997a). Genotype by environment effects and selection for drought tolerance in tropical maize II: Two mode pattern analysis of yield. Euphytica, 95, 1—9.
172
Chapman, S. C.; J. Crossa; K. E. Basford & P. M. Kroonenberg (1997b). Genotype by environment effects and selection for drought tolerance in tropical maize II: Three-mode pattern analysis. Euphytica, 95, 11—20. Cramer, P. J. S. (1957). A Review Of Literature Of Coffee Research In Indonesia. Ed. by F. L. Wellman. SIC Editorial, InterAmerican Institute of Agriculture Sciences. Turrialba, Costa Rica. Cui, H.; M. Zhang & J. Deng (1994). Cucumber cultivar cluster analysis. Cucurbit Genetics Cooperative Report, 17, 14— 17. Direktorat Jenderal Perkebunan (2006). Statistik Perkebunan Indonesia 2004—2006: Kopi. Ditjenbun, Jakarta. Hulupi, R. (1998). Variasi fenotipik beberapa sifat morfologi kopi Arabika berperawakan katai pada berbagai kondisi lingkungan. Pelita Perkebunan, 14, 1—9. Hulupi, R. (1999). Bahan tanam kopi yang sesuai untuk kondisi agroklimat di Indonesia. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15, 64—81. Johnson, R. A. & D. W. Wichern (1992). Applied Multivariate Statistical Analysis. 3rd ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey. Karuniawan, A. (2005). Multivariate analysis of morphological traits in yam bean Pachyrhizus erosus. Zuriat, 16, 44—51. Lerceteau, E.; J. Quiroz; J. Soria; S. Flipo; V. Petiard & D. Crouzilat (1997). Genetic differentiation among Ecuadorian Theobroma cacao L. accessions using DNA and morphological analyses. Euphytica, 95, 77—87.
Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
terseleksi sehingga akan diketahui stabilitas dan adaptabilitasnya pada berbagai karakteristik agroklimat daerah penanaman seperti yang disebutkan oleh Hulupi (1999). Metode penggerombolan yang digunakan pada penelitian ini sama dengan yang digunakan oleh Meinel et al. (1997) yaitu complete linkage karena diharapkan jarak antargerombol yang terbentuk pada peubahpeubah yang digunakan akan maksimum. Dalam penelitiannya, Meinel et al. (1997) berhasil mengelompokkan kultivar-kultivar dengan respons daya hasil yang sama dan sejalan dengan harapan pemulianya. Lain halnya dengan Brandle and Brûlé-Babel (1991) yang dalam penelitiannya menggunakan unweight pairs group average (UPGA) sebagai metode penggerombolan, namun demikian hasil penelitiannya berhasil menyeleksi kultivar-kultivar yang stabil dan berdaya hasil tinggi. Perbedaan metode penggerombolan mungkin bergantung pada kecocokannya dengan banyak faktor lain seperti jenis komoditas dan parameter yang digunakan. Dasar tujuan dari analisis gerombol, sebagaimana yang dikemukakan oleh Johnson & Wichern (1992), adalah untuk menemukan group yang terbentuk secara alami dari variabel yang ditentukan. Analisis gerombol dilakukan tanpa ada asumsi jumlah grup atau struktur group yang akan terbentuk sehingga secara umum pada aplikasi penggunaan analisis gerombol, pengguna harus tahu banyak tentang permasalahan yang dihadapi sehingga dapat membedakan gerombol yang baik dengan gerombol yang jelek. Oleh karena itu, pemilihan peubah yang digunakan merupakan bagian terpenting
dan harus ditentukan berdasarkan tujuan awal penggerombolan karena perbedaan peubah yang digunakan dalam analisis juga akan berdampak pada perbedaan hasil penggerombolan yang dicapai. Cui et al. (1994) dalam penelitiannya yang membandingkan berbagai metode penggerombolan dengan dugaan kedekatan antarindividu menggunakan jarak mahalanobis menemukan perbedaan dan persamaan hasil dari berbagai metode penggerombolan yang diujikan. Selanjutnya, Cui et al. (1994) menyatakan bahwa untuk memperkirakan jarak genetik atas dasar parameter yang diamati diperlukan metode penggerombolan dan parameter yang tepat. Dalam penelitian ini, penggunaan peubah berat buah segar per pohon, berat biji per pohon, persentase ukuran biji > 6,5 mm dan berat 100 biji per pohon telah mampu mengelompokkan genotipe-genotipe yang respons daya hasil dan kandungan biji besarnya tinggi, sejalan dengan tujuan penelitian yang diharapkan. Penggunaan analisis gerombol dalam kegiatan seleksi kopi Robusta memberikan keuntungan munculnya gerombol terseleksi yang memuat beberapa anggota dan hal ini sangat sesuai dengan sifat tanaman kopi Robusta yang menyerbuk silang walaupun ada kemungkinan hanya terdapat satu anggota saja pada gerombol terseleksi yang dihasilkan.
KESIMPULAN 1. Hasil seleksi individual pada populasi bastar terkontrol yang berasal dari hasil persilangan resiprokal tiga genotipe tetua BP 409, BP 961 dan Q 121 telah didapatkan 6 genotipe unggul harapan
171
Sumirat, Priyono dan Mawardi
bahkan lebih rendah dari pada populasi awal sebelum proses penggerombolan tahap kedua dilakukan. Potensi daya hasil dan mutu fisik biji genotipe-genotipe terseleksi dapat dilihat pada Tabel 3. Terlihat bahwa hampir semua genotipe terseleksi mempunyai potensi produksi yang jauh lebih tinggi dari pada tetua dan klon kontrolnya dengan peningkatan potensi produksi minimum dan rerata terhadap genotipe kontrol BP 409 berturutturut sebesar 111,5% dan 142%. Di sisi lain, kandungan biji dengan ukuran > 6,5 mm pada genotipe-genotipe terseleksi juga jauh lebih baik daripada genotipe kontrol dan tetuanya, kecuali dengan tetua BP 961 yang juga mempunyai kandungan biji besar tinggi. Seleksi pada tahap pertama penggerombolan menghasilkan populasi terseleksi dengan nilai minimum dan rerata yang lebih baik daripada kontrol, namun bila dilihat potensi per individu maka tidak semua individu akan mempunyai nilai yang minimal sama atau lebih tinggi dengan kontrol berdasarkan keempat peubah yang digunakan. Perlu dicermati bahwa dengan penghitungan nilai standar deviasi, maka dimungkinkan terdapat klon-klon yang mempunyai nilai yang lebih rendah daripada kontrol, terutama pada peubah berat buah/ pohon dan proporsi ukuran biji > 6,5 mm. Hasil yang dicapai pada penggerombolan tahap pertama berbeda dengan hasil penggerombolan pada tahap kedua yang memungkinkan semua genotipe terseleksi tidak akan mempunyai nilai di bawah genotipe kontrol walaupun nilai standar deviasi diperhitungkan dan keberhasilan tersebut secara jelas telah dapat dilihat pada Tabel 3 di atas.
170
Selain daya hasil, karakter pertumbuhan dan komponen produksi sering digunakan dalam pendekatan seleksi genotipe-genotipe unggul kopi (Mawardi et al., 1983). Namun demikian, daya hasil per pohon tetap merupakan komponen utama dalam kegiatan seleksi klon-klon unggul kopi Robusta berdaya hasil tinggi seperti halnya yang dilakukan oleh Mawardi & Hulupi (2003) karena peubah ini merupakan peubah yang lebih nyata dalam menggambarkan potensi produksi genotipegenotipe yang diseleksi. Daya hasil masih akan menjadi tujuan utama dalam kegiatan seleksi kopi Robusta di masa mendatang mengingat bahwa sampai saat ini produktivitas kopi Robusta secara nasional masih rendah (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Bahan tanam unggul bukan saja diperlukan untuk mengatasi rendahnya produktivitas sebagai akibat penanaman bahan tanam asalan, tetapi juga permasalahan akibat serangan hama dan penyakit serta faktor abiotik seperti kekeringan. Seleksi ini dilakukan di KP. Kaliwining yang memiliki tipe iklim kering sehingga diharapkan bahwa genotipe-genotipe terseleksi ini mempunyai harapan adaptif di daerah beriklim kering. Menurut Hulupi (1999), tinggi tempat dan tipe curah hujan merupakan faktor utama yang paling berpengaruh terhadap perubahan morfologi, pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi. Hal ini juga didukung oleh hasil pengujian Hulupi (1998) yang memperlihatkan keragaman morfologi pada kopi arabika yang ditanam di berbagai kondisi lingkungan. Oleh karena itu, sebelum dilepas sebagai klon komersial, uji multilokasi akan dilakukan terhadap genotipe-genotipe
Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
silangan tersebut dibanding hasil persilangan dengan salah satu tetua di luar Q 121. Keberhasilan seleksi pada tahap pertama dapat dilihat dari indikator seleksi sebelum dan sesudah seleksi seperti yang terlihat pada Tabel 1. Terlihat bahwa terjadi peningkatan nilai minimum dan rerata pada indikator seleksi dibandingkan dengan populasi awalnya dengan perbedaan nilai yang sangat tinggi, tetapi jika dibandingkan dengan nilai klon kontrol BP 409 nilainya relatif tidak berbeda. Berdasarkan hal tersebut, penggerombolan pada tahap pertama ini telah berhasil menyeleksi populasi ke arah positif. Pada analisis gerombol, obyek yang ada pada sebuah gerombol lebih mirip satu sama lain dibandingkan dengan antarobyek di kelompok lain yang tercermin dari turunnya nilai standar deviasi pada populasi terseleksi dibanding dengan populasi awalnya. Proses penggerombolan tahap kedua juga diawali dengan standarisasi nilai-nilai peubahnya. Peubah yang digunakan adalah persentase ukuran biji > 6,5 mm serta bobot 100 biji. Peubah daya hasil yang digunakan pada seleksi tahap pertama, juga diikutsertakan kembali karena hasil penggerombolan tahap kedua yang diharapkan adalah kelompok genotipe yang memiliki sifat daya hasil dan kandungan biji besar tinggi. Hasil penggerombolan tahap kedua dapat dilihat pada Gambar 3. Terlihat bahwa pada jarak 7,0; gerombol kembali terbagi menjadi dua kelompok besar yaitu gerombol dengan genotipe kontrol dan gerombol non genotipe kontrol. Anggota populasi terseleksi yang lebih mengerucut pada penggerombolan tahap kedua ini menyebabkan jarak pautan tertinggi yang dicapai lebih rendah dari pada
saat penggerombolan tahap pertama. Hal ini dapat dimengerti mengingat gerombol terseleksi yang dihasilkan pada penggerombolan tahap pertama lebih mempunyai kemiripan di antara anggotanya dibanding dengan populasi awalnya. Pada penggerombolan tahap kedua ini, kriterium populasi terseleksi masih sama dengan sebelumnya yaitu mempunyai nilai yang lebih tinggi atau minimal sama dengan klon kontrol BP 409. Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa sebagian besar anggota populasi berada dalam satu kelompok dengan klon kontrol BP 409. Oleh karena itu, untuk menentukan gerombol terseleksi pada tahap kedua ini dapat dilihat pada indikator sesudah seleksi pada dua gerombol yang dihasilkan seperti terlihat pada Tabel 2. Terlihat bahwa nilai minimum dan rerata pada gerombol non genotipe kontrol mempunyai nilai yang lebih tinggi daripada gerombol lainnya. Dengan demikian, pada proses penggerombolan tahap kedua ini, gerombol yang terseleksi adalah gerombol non genotipe kontrol yang memuat enam anggota yaitu A 95, B 28, B 62, B 66, B 74 dan C 38. Genotipe kontrol BP 409, seperti yang terlihat sebelumnya pada Gambar 3, memiliki nilai minimum dan rerata yang lebih rendah dengan nilai pada populasi terseleksi, atau dengan kata lain proses seleksi ini telah berhasil mendapatkan genotipe-genotipe yang lebih baik potensi daya hasil dan kandungan biji besarnya daripada kontrol. Standar deviasi pada gerombol terseleksi terlihat lebih rendah daripada populasi awal seperti yang juga terjadi pada penggerombolan tahap pertama, kecuali pada peubah berat buah per pohon. Sebaliknya, pada gerombol yang tidak terpilih terlihat bahwa nilai minimum dan reratanya
169
Sumirat, Priyono dan Mawardi
Tabel 3. Potensi daya hasil dan mutu fisik biji pada genotipe-genotipe terpilih Table 3. Yield potential and physical quality of bean of the selected genotypes Genotipe Genotype
Asal-usul Pedigree
Potensi hasil kopi Kandungan biji biji/ha*, ton dengan ukuran Yield potential > 6.5 mm, % of green bean Proportion of /ha*, ton bean size > 6.5 mm, %
Berat 100 butir biji, g 100 bean weight, g
Kandungan biji bulat (%) Proportion of caracole bean, %
Rendemen, % Outturn, %
A 95
Q 121 x BP 961
4.22
87.2
19.1
13.5
22.9
B 28
Q 121 x BP 409
4.80
87.8
19.5
6.50
23.3
B 62
BP 409 x Q 121
5.66
95.3
23.0
15.0
24.0
B 66
BP 409 x Q 121
4.42
92.6
24.6
11.0
19.9
B 74
BP 409 x Q 121
4.29
80.2
18.8
16.0
21.7
C 38
BP 961 x BP 409
3.58
94.9
21.8
8.00
18.2
BP 409
Tetua (Parental)
3.17
60.4
16.9
4.94
17.4
BP 961
Tetua (Parental)
2.26
91.6
20.0
3.75
20.1
Q 121
Tetua (Parental)
2.48
64.2
15.7
8.75
24.0
* Asumsi populasi adalah 1600 tanaman/ha (Population asumed at 1600 trees/ha).
posisi klon untuk pertanaman kopi Robusta skala produksi. Genotipe-genotipe terseleksi pada tahap pertama dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan Gambar 2, jumlah genotipe yang berhasil diseleksi pada tahap pertama penggerombolan adalah sebanyak 30 genotipe, yaitu kelompok progeni A sebanyak 15 genotipe dengan anggota A 30, A 37, A 57, A 59, A 62, A 63, A 73, A 74, A 75, A 76, A 77, A 83, A 90, A 94 dan A 95; kelompok progeni B sebanyak 12 genotipe dengan anggota B 8, B 11, B 28, B 38, B 62, B 66, B 74, B 80, B 83, B 85, B 95 dan B 99; serta kelompok progeni C dengan anggota C 38, C 55 dan C 66. Seleksi di tahap pertama ini telah berhasil mereduksi jumlah genotipe sebanyak 89% dari populasi awal sehingga diharapkan bahwa seleksi pada tahap kedua akan lebih efektif. Kedua peubah yang digunakan mempunyai nilai standar deviasi paling tinggi sehingga cocok diguna-
168
kan untuk mereduksi jumlah genotipe yang akan diseleksi kemudian. Hasil yang telah dicapai pada tahap pertama seleksi memperlihatkan bahwa hasil persilangan dengan salah satu tetua yaitu Q 121 (persilangan “A” dan “B”) melahirkan genotipe-genotipe harapan unggul yang lebih banyak berdasar peubah daya hasil dari pada hasil persilangan lainnya (persilangan “C”). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Priyono (1999) yang memperlihatkan tingkat polimorfisme yang tinggi ketika Q 121 dijadikan sebagai salah satu pasangan persilangan dibanding pasangan tetua lainnya. Dengan demikian, hasil persilangannya juga akan melahirkan keturunan dengan variasi yang lebih tinggi sehingga peluang lahirnya genotipegenotipe dengan karakter agronomi yang lebih baik dari tetuanya juga akan lebih tinggi. Dalam penelitian ini terlihat lebih banyak genotipe harapan unggul yang muncul pada per-
Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
Tabel 2. Perbandingan potensi dayahasil dan proporsi biji besar sebelum dan sesudah seleksi pada penggerombolan tahap kedua Table 2. Comparison of the yield potential and large bean proportion before and after selection on the second stage of clustering Populasi Population
Peubah Variables
Populasi awal, 30 genotipe Early population: 30 genotypes
Populasi padagerombol yang terdapat klon kontrol, 24 genotipe Population at cluster with control genotype, 24 genotypes)
Populasi padagerombol non klon kontrol, 6 genotipe Population at cluster with non control genotype, 6 genotypes
Genotipe kontrol, BP 409 Control genotype, BP 409
Catatan (Notes) :
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g* Berat buah/pohon, g** Cherries weight/tree, g** Kadar biji >6,5 mm, % Proportion of bean size > 6.5 mm, % Berat 100 biji, g(100 bean weight, g)
Indikator Seleksi (Indicator of Selection) Minimum Minimum
Rerata Average
Standar Deviasi Standard of deviation
1425
2155
448.7
3651
5365
1202
27.56
74.12
17.48
12.97
18.28
2,590
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g* Berat buah/pohon, g** (Cherries weight/tree, g**) Kadar biji >6.5 mm, % Proportion of bean size > 6.5 mm, % Berat 100 biji, g 100 bean weight, g
1,425
1,996
281,3
3,651
5,055
932,3
27.56
70.39
17.33
12.97
17.60
2,170
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g* Berat buah/pohon, g** Cherries weight/tree, g** Kadar biji >6,5 mm, % Proportion of bean size > 6.5 mm, % Berat 100 biji, g 100 bean weight, g
2,240
2,810
432,6
5,068
6,660
1,416
80.21
89.64
5,760
18.80
21.12
2,360
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g* Berat buah/pohon, g** Cherries weight/tree, g** Kadar biji >6,5 mm, % Proportion of bean size > 6.5 mm, % Berat 100 biji, g (100 bean weight, g)
——-
1,981
——-
——-
5,373
——-
——-
60.44
——-
——-
16.88
——-
* Berat biji pada satu periode merupakan nilai tertinggi (Bean weight in one period which was the highest value). ** Berat buah rataan (Average of cherries weight).
167
Sumirat, Priyono dan Mawardi
Tabel 1. Perbandingan potensi daya hasil sebelum dan sesudah seleksi pada penggerombolan tahap pertama Table 1. Comparison of yield potential before and after selection on the first stage of clustering Populasi Population
Peubah Variables
Indikator Seleksi (Indicator of selection) Minimum Minimum
Rerata Average
Standar Deviasi Standard of deviation
Populasi awal, 267 genotipe
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g*
79.78
983.8
586.6
Early population, 267 genotypes
Berat buah/pohon, g** Cherries weight/tree, g**
246.0
2700
1489
Setelah seleksi, 30 genotipe
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g*
1425
2155
448.7
After selection, 30 genotypes
Berat buah/pohon, g** Cherries weight/tree, g**
3651
5365
1202
Genotipe kontrol, BP 409
Berat biji/pohon, g* Bean weight/tree, g*
——-
1981
——-
Control genotype, BP 409
Berat buah/pohon, g** Cherries weight/tree, g**
——-
5373
——-
Catatan (Notes) : * Berat biji pada satu periode merupakan nilai tertinggi (bean weight in one period was the highest value). ** Berat buah rerata (average of cherries weight).
gerombol besar yaitu gerombol dengan populasi bersama tetua BP 409 dan gerombol populasi bersama kedua tetua lainnya. Tampak bahwa sebagian besar anggota populasi awal berada dalam gerombol terbesar bersama dua klon tetua BP 961 dan Q 121. Dalam penelitian ini, BP 409, selain merupakan tetua, juga digunakan sebagai klon kontrol terhadap daya hasil karena merupakan genotipe yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai klon komersial. Selain itu, klon tersebut juga diketahui adaptif pada daerah beriklim kering seperti di tempat pelaksanaan penelitian ini. Mawardi dan Hulupi (2003) juga menggunakan genotipe BP 409 sebagai klon kontrol di daerah beriklim kering.
166
Hasil seleksi pada populasi bastar dikatakan berhasil bila individu-individu terpilih memiliki keunggulan sifat yang minimal setara dengan genotipe induk terbaiknya. Oleh karena itu, pada pengujian ini, setiap genotipe yang berada pada satu gerombol yang sama dapat diasumsikan mempunyai daya hasil yang mirip satu dengan lainnya termasuk dengan klon kontrol BP 409. Dengan demikian, populasi bastar yang berada dalam satu gerombol dengan BP 409 merupakan genotipe terseleksi pada tahap pertama. Mawardi & Hulupi (2003) di akhir kegiatan penelitiannya masih memasukkan genotipe-genotipe yang sebanding daya hasilnya dengan klon kontrol sebagai klon anjuran dalam alternatif penyusunan kom-
0
Figure 3.
Dendogram of second stage of clustering (based on variables cherries weight/tree, bean weight/tree, percentage of bean size > 6.5 mm and 100 bean weight).
Gambar 3. Dendogram pengelompokan tahap kedua (berdasar peubah berat buah/pohon, berat biji/pohon, persentase ukuran biji > 6,5 mm dan berat 100 biji).
Jarak pautan (Linkage distance) 2
4
6
8
10
Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
165
164 0
Figur e 2. Dendogram of the selected cluster at the first stage of clustering.
Gambar 2. Dendogram gerombol terseleksi pada penggerombolan tahap pertama.
Jarak pautan (Linkage distance) 2
4
6
8
10
Sumirat, Priyono dan Mawardi
0
Q 121
BP 961
BP 409
Figur e 1. D
e n d o g r a m
o f t h e
fi r s t
s t a g e
o f
c l u s t e r i n g
( b a s e d
o n
v a r i a b l e s
c h e r r i e s
w e i g h t / tr e e
a n d
b e a n
w e i g h t/ t r e e ) .
Gambar 1. Dendogram pengelompokan tahap pertama (berdasar peubah berat buah per pohon dan berat biji per pohon).
Jarak pautan (Linkage distance) 2
4
6
8
10
Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
163
Sumirat, Priyono dan Mawardi
Penelitian Kopi dan Kakao, 1997). Adapun peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu berat buah segar per pohon (g), berat biji per pohon (g) (kadar air 12%), persentase ukuran biji > 6,5 mm dan berat 100 biji per pohon (kadar air 12%). Pengamatan mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 4-7 tahun. Semua peubah diamati pada tiap genotipe pada masa pembuahan tahun 2006, kecuali untuk peubah berat buah per pohon yang diamati selama tiga kali masa pembuahan
yaitu tahun 2003, 2004 dan 2006. Pengamatan daya hasil antar tahun yang diwakili peubah berat buah per pohon diperlukan untuk melihat tingkat fluktuasi pembuahan tahunan. Peubah berat biji per pohon merupakan peubah yang langsung menggambarkan daya hasil. Kualitas ukuran biji diwakili oleh peubah persentase ukuran biji > 6,5 mm dan berat 100 biji. Kedua peubah ini dianggap relatif konstan antar tahun sehingga cukup diwakili oleh pengamatan di tahun tertentu. Seleksi terhadap genotipe-genotipe unggul dengan daya hasil dan ukuran biji besar dilakukan melalui penerapan analisis gerombol dengan salah satu metode penggerombolan berhierarki yaitu complete linkage, sedangkan jarak antarindividu dilihat dengan jarak Euclidean. Penggunaan metode gerombol ini dimaksudkan untuk memaksimalkan jarak ketidakmiripan di antara gerombol-gerombol yang terbentuk sehingga anggota-anggota pada gerombol yang terseleksi diharapkan memiliki potensi keunggulan daya hasil dan kandungan biji besar tinggi yang lebih baik dari pada anggota-anggota pada gerombol lainnya.. Analisis dilakukan dengan program Statistica ver.5. Sebelum analisis dilakukan, data distandarisasi terlebih dahulu dengan cara
162
membagi nilai peubah dengan standar deviasinya. Jumlah genotipe yang akan diseleksi cukup banyak sehingga seleksi akan dilakukan dua tahap, sekaligus pada tiga populasi bastar terkontrol. Seleksi terhadap daya hasil dilakukan di tahap pertama, selain untuk menyeleksi genotipe-genotipe yang memiliki daya hasil tinggi, juga untuk mereduksi jumlah genotipe yang akan diseleksi pada tahap kedua agar proses seleksi untuk mendapatkan genotipe-genotipe yang sesuai dengan tujuan penelitian dapat berjalan efektif. Seleksi di tahap pertama menggunakan peubah berat buah per pohon dan berat biji per pohon. BP 409 pada penelitian ini juga digunakan sebagai klon kontrol sehingga menjadi indikator pemilihan gerombol terseleksi. Pada tahap ini, gerombol yang terseleksi adalah gerombol yang memuat BP 409 sebagai salah satu anggotanya. Genotipe-genotipe yang lolos pada seleksi tahap pertama akan diseleksi di tahap kedua dengan mengikutkan peubah karakter besar biji yang diwakili oleh proporsi ukuran biji > 6,5 mm dan berat 100 biji. Dengan demikian diharapkan akan didapatkan genotipe-genotipe unggul dengan daya hasil tinggi dan kandungan biji besarnya juga tinggi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Seleksi terhadap daya hasil dilakukan di tahap pertama menggunakan peubah berat buah per pohon dan berat biji per pohon. Hasil penggerombolan pada tahap pertama seleksi menunjukkan bahwa ketiga tetua terlihat menyebar seperti yang terlihat pada Gambar 1. Namun demikian, pemisahan gerombol pada jarak 7.0 menghasilkan dua
Seleksi genotipe unggul c. canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
negara-negara pemasok lain seperti Vietnam, Thailand, Brazil dan Uganda (Yahmadi dan Mawardi, 2001). Selain memiliki daya hasil yang tinggi, bahan tanam unggul juga diharapkan tidak mempunyai kandungan biji kecil yang tinggi yang diindikasikan oleh tingginya persentase kandungan biji lolos ayakan 6,5 mm. Biji kecil secara umum tidak disukai karena kegiatan sortasi akan membutuhkan tenaga lebih banyak daripada sortasi pada biji besar. Terbatasnya jumlah tenaga sortir akan berakibat pada tingginya nilai cacat sehingga menurunkan kualitas biji kopi secara keseluruhan. Tulisan ini bertujuan untuk menyeleksi genotipe-genotipe unggul pada populasi bastar terkontrol kopi Robusta yang memiliki daya hasil dan persentase kandungan biji besarnya tinggi. Selanjutnya, genotipe-genotipe terpilih akan digunakan dalam pengujian dengan skala yang lebih luas untuk melihat potensi agronomis sebenarnya.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di KP Kaliwining (45 m dpl) yang memiliki tipe iklim C-D menurut Schmidt & Ferguson (1951). Populasi yang diseleksi adalah populasi bastar berasal dari hasil persilangan resiprokal tiga genotipe kopi Robusta yaitu BP 409, BP 961 dan Q 121, koleksi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Q 121 merupakan genotipe kopi Robusta hasil seleksi pada populasi asal keturunan introduksi dari Libreville, French Congo di kebun Bangelan, Malang (Cramer cit. Cramer, 1957 dan Ferwerda cit. Cramer, 1957). BP 961 merupakan genotipe unggul harapan hasil seleksi di Kebun Percobaan
Sumber Asin, Malang dengan nomor seleksi MB 101. Genotipe ini mempunyai ketahanan yang baik terhadap nematoda parasit Pratylenchus coffeae (Wiryadiputra, 1996) tetapi masih relatif kurang tahan dibanding klon unggul kopi Robusta terbaru, BP 308 (Mawardi et al. 2001), yang direkomendasikan sebagai batang bawah tahan nematoda parasit dan telah dilepas oleh Menteri Pertanian untuk tujuan tersebut. BP 409 merupakan genotipe unggul kopi Robusta yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai klon komersial dengan surat keputusan nomor 733/Kpts/TP.240/7/97 tanggal 21 Juli 1997. Ketiga genotipe ini dipilih sebagai tetua karena mempunyai jarak genetik yang paling jauh dari sejumlah klon yang diseleksi berdasarkan hasil pengujian Priyono et al. (1999). Populasi bastar yang digunakan pada penelitian ini sebagian telah diverifikasi kemurniannya secara molekuler oleh Priyono et al. (2001) menggunakan teknik Restriction Fragments Lenght Polymorphism (RFLP) sehingga genotipe-genotipe kontaminan telah dikeluarkan dari populasi. Jumlah progeni yang digunakan dalam penelitian ini adalah 274 genotipe yang terdiri atas tiga kelompok hasil persilangan resiprok BP 961 x Q 121 sebanyak 88 nomor (kode progeni “A”), BP 409 x Q 121 sebanyak 97 nomor (kode progeni “B”) dan BP 961 x BP 409 sebanyak 89 nomor (kode progeni “C”). Tiap progeni ditanam tunggal berdampingan dengan genotipe penyerbuk BP 42, walaupun pada kenyataannya proses penyerbukan dapat berlangsung di antara progeni. Metode budi daya sesuai dengan standar baku budi daya kopi Robusta (Pusat
161
Sumirat, Priyono dan Mawardi
superior genotypes of Robusta coffee for high yield and high proportion of large bean. The parameters used (cherries weight/tree, bean weight/tree, bean size percentage > 6.5 mm and 100 cherries weight) were effective in clustering the superior genotypes, indicated by increased minimum and average value of population. Yield potential and percentage of bean size > 6.5 mm of those genotypes were having better performance than the control genotype and its parent. The selection code A 95, B 28, B 62, B 66, B 74 and C 38 were considered as promising superior genotypes of Robusta coffee, respectively. Key words: Coffea canephora, selection, bean size, yield, cluster analysis
PENDAHULUAN Telah umum diketahui bahwa kegiatan seleksi untuk mendapatkan genotipe-genotipe unggul akan efektif dilakukan pada populasi yang tingkat keragaman genetiknya tinggi. Pada populasi bastar, jarak genetik tetua yang digunakan akan menentukan tingkat keragaman genetiknya. Penentuan jarak genetik pada tetua sebaiknya dilakukan melalui analisis secara molekuler agar akurasinya lebih tepat serta bias variasi fenotipik yang sering terjadi pada pengujian di lapang karena adanya faktor interaksi genotipe dengan lingkungan dapat dibuat minimum. Menurut Priyono et al. (2001), untuk membuat populasi bastar terkontrol diperlukan usaha persilangan dengan prosedur yang ketat sehingga kontaminasi serbuk sari dapat dihindari. Selanjutnya, verifikasi terhadap kebenaran bahwa tiap individu merupakan hasil bastar dari tetua yang diinginkan harus dilakukan untuk menjaga kemurniannya dari genotipe-genotipe kontaminan. Salah satu metode yang dikembangkan untuk kegiatan seleksi adalah dengan penerapan analisis gerombol, baik digunakan
160
secara mandiri seperti yang dilakukan oleh Cui et al. (1994) ataupun diintegrasikan dengan analisis lain seperti yang dilakukan oleh Brandle and Brûlé-Babel (1991), Meinel et al. (1997) serta Chapman et al. (1997a dan 1997b). Analisis gerombol juga banyak diterapkan pada penelitian untuk melihat kekerabatan atau pengelompokan berdasar sifat-sifat agronomis tertentu di antara aksesi pada suatu koleksi yang dilakukan dengan teknik molekuler ataupun berdasarkan pengamatan morfologi seperti yang dilakukan oleh Lerceteau et al. (1997), Mathius et al. (1998), Zainal & Amirhusin (2005) dan Kurniawan (2005). Penggunaan analisis gerombol dalam kegiatan seleksi genotipegenotipe unggul dimungkinkan mengingat respons genotipe terhadap lingkungan bersifat multivariate (Lin et al., 1986). Seleksi untuk mendapatkan bahan tanam unggul kopi Robusta diperlukan untuk mengatasi rendahnya produktivitas kopi di Indonesia yang pada tahun 2005 tercatat hanya mencapai 670 kg/ha (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006). Di lain pihak, persaingan pasar kopi Robusta di masa depan diperkirakan akan semakin ketat seiring intensifnya pengembangan kopi Robusta di
Seleksi genotipe unggul Pelita Perkebunan 2007, 23(2),c.—canephora pierre pada populasi bastar menggunakan metode analisis gerombol
Seleksi Genotipe-Genotipe Unggul Coffea canephora Pierre Pada Populasi Bastar Terkontrol Menggunakan Metode Analisis Gerombol Selection of Superior Genotypes of Coffea Canephora Pierre on Controlled Hybrid Population Using Cluster Analysis Method Ucu Sumirat1), Priyono1) dan Surip Mawardi1) Ringkasan Seleksi genotipe-genotipe unggul kopi Robusta dengan sifat-sifat agronomi penting perlu selalu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas pertanaman agar menjadi lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi genotipe-genotipe unggul kopi Robusta yang mempunyai daya hasil dan kandungan biji besar tinggi. Seleksi dilakukan pada populasi bastar terkontrol yang berasal dari hasil persilangan tiga tetua yaitu BP 961 x Q 121 (A), BP 409 x Q 121 (B) dan BP 961 x BP 409 (C). Seleksi dilakukan melalui penerapan analisis gerombol dengan complete linkage dan jarak Euclidean sebagai metode penggerombolan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seleksi yang dilakukan telah berhasil mengidentifikasi genotipe-genotipe unggul kopi Robusta yang memiliki daya hasil dan proporsi kandungan biji besar tinggi. Peubah yang digunakan (berat buah/pohon, berat biji/pohon, persentase ukuran biji > 6,5 mm dan berat 100 biji) efektif untuk mengelompokkan genotipe-genotipe unggul yang diindikasikan oleh naiknya nilai minimum dan rerata populasi. Potensi hasil dan persentase ukuran biji > 6,5 mm pada genotipe-genotipe terseleksi mempunyai nilai yang lebih baik daripada genotipe kontrol dan tetuanya. Nomor seleksi A 95, B 28, B 62, B 66, B 74 dan C 38 merupakan genotipe-genotipe unggul harapan kopi Robusta yang dihasilkan pada penelitian ini.
Summary Selection of superior genotypes of robusta coffee (Coffea canephora) to improve its important agronomic characters should be conducted continuously to get better planting productivity. The aim of this research was to select superior genotypes of Robusta coffee for high yield and high proportion of large bean. Selection was conducted on controlled hybrid populations, developed from three crossing parental clones, i.e. BP 961 x Q 121 (A), BP 409 x Q 121 (B) and BP 961 x BP 409 (C). Selection was done by applying cluster analysis with complete linkage and Euclidean distance as the clustering method. The result of the research showed that the selection was successful to identify
1) Peneliti (Researcher); Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman No. 90, Jember.
159