71
SELEKSI DAN KARAKTERISASI KETAHANAN PISANG KATE (Dwarf Banana) KHAS SULAWESI TENGGARA TERHADAP NAUNGAN Oleh : Muhidin 1) ABSTRACT Banana is one of the important fruit in Indonesia. Their specific role as table fruit and material for other source traditional food, and as source of mineral. Demand for banana is increasing, parallel with the increase on mineral and nutrition need, due to improvement programs on Indonesian nutrition. Unfortunately, the increase in demand for banana cannot be respond by the sufficiently in production of this crop. In Indonesia, Banana usually planting as intercrop plant between tree plant and other agriculture commodity or as border plant. The Planting banana as interplant facing the problem with lower light intensity and influence on lower growth and production. One of the effort to increase banana production in Indonesia is thru the development of banana that tolerant to low light intensity condition. The aim of the research is to selection and characterization of dwarf banana plant under low light intensity. The result show that there is no significant different on growth of banana on different shading condition. Key words : dwarf banana, selection, shading
PENDAHULUAN Pisang merupakan tanaman asal Asia Tenggara yang kini sudah tersebar luas ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Pisang merupakan komoditas buah tropis yang sangat populer dan mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola secara intensif dan berorientasi agribisnis. Tanaman pisang memiliki banyak manfaat untuk keperluan manusia. Selain buahnya, dari tanaman pisang juga dapat dimanfaatkan bunganya untuk dijadikan sayur, daunnya untuk pembungkus, batangnya untuk tali pengikat, kulitnya untuk pakan ternak, bahkan bonggolnya pun dapat dikonsumsi sebagai sayur. Pisang dapat berperan sebagai sumber pangan substitusi beras yang mengandung kalori, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pisang mempunyai potensi pengembangan cukup besar karena memiliki daya adaptasi yang luas terhadap berbagai zone agriklimat. Tanaman pisang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan secara komersial sebagai salah satu komoditas ekspor. Potensi pasar luar negeri senantiasa meningkat demikian juga di dalam negeri. Peningkatan pasar di dalam negeri
diduga akibat meningkatnya pendapatan, kualitas hidup dan variasi berbagai pengolahan pisang. Produksi pisang di Indonesia menurut Sunarjono (2002) rata-rata setiap tahun sebesar 3.2 juta ton dengan sentra produksi utama berada di Pulau Jawa dan Sumatera. Dari jumlah produksi tersebut, diperkirakan 1.5 juta ton diantaranya merupakan pisang meja untuk dikonsumsi segar. Apabila diasumsikan sekitar 60% (120 juta) dari jumlah penduduk Indonesia (200 juta) menyukai pisang, maka besarnya tingkat konsumsi pisang per kapita di Indonesiai hanya 12.5 kg tahun-1 atau 34.2 gram hari-1. Padahal rata-rata berat pisang ambon kuning saja diperkirakan mencapai 100 gram, ini berarti kemampuan penyediaan buah pisang untuk konsumsi buah meja saja masih sangat kecil dan memiliki peluang untuk ditingkatkan produksinya. Terbukanya peluang pasar ini belum direspon dengan baik karena sampai dengan tahun 2000, industri pisang di Indonesia masih dalam fase berkembang. Sebagian besar pisang masih diperuntukkan terutama untuk kebutuhan di dalam negeri, meskipun akhir-akhir ini telah mulai didirikan berbagai perkebunan pisang komersial dengan varietas-varietas yang mempunyai nilai ekspor.
) Staf Pengajar Pada AGRIPLUS, Jurusan Agroteknologi Volume Fakultas 20 Nomor Pertanian : 01Universitas Januari Haluoleo, 2010, ISSN Kendari. 0854-0128
1
71
72
Pembudidayaan pisang di Indonesia umumnya belum dilakukan secara intensif. Penanaman pisang hanya masih terbatas sebagai tanaman sela dan tanaman tumpang sari, bahkan pada beberapa lokasi, pisang ditanam sebagai tanaman pagar di pinggir-pinggir tanah atau kebun. Selaian budidayanya yang belum intensif, pengembangan pisang juga terkendala oleh terbatasnya lahan yang dimiliki petani. Petani umumnya melakukan pembudidayaan tanaman dengan sistem polikultur dengan menanam berbagai jenis tanaman dan pisang sebagai salah satunya. Budidaya pisang kate juga dapat dilakukan pada barisan gawangan di antara barisan tanaman perkebunan atau kehutanan yang masih kecil pada saat kanopi tanaman belum menutup seluruh areal. Setiap tahunnya diperkirakan terdapat satu juta hektar lahan diremajakan dengan tanaman perkebunan atau kehutanan. Apabila pada lahan tersebut dapat ditanami dengan pisang kate, maka dengan tingkat produksi yang ada pada saat ini, diperkirakan akan terdapat tambahan produksi pisang sebesar satu juta ton per tahun atau setara 30 persen dari tingkat produksi pisang nasional. Sementara pada sisi yang lain, meningkatnya permintaan akan bahan kayu olahan baik untuk industri, perumahan maupun furniture telah meningkatkan kegiatan eksploitasi dan penebangan kayu. Eksploitasi dan penebangan kayu ini harus diimbangi dengan upaya penanaman kembali agar dapat dicapai tingkat produksi yang lestari. Kegiatan penanaman ini dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat dengan kayu yang bernilai ekonomi tinggi seperti jati. Beberapa keuntungan akan diperoleh antara lain menambah pendapatan yang dapat digunakan untuk mengurangi biaya pemeliharaan tanaman jati, meningkatkan intensitas pemanfaatan lahan, meningkatkan konservasi tanah dan dapat meningkatkan persediaan bahan pangan sehingga mencegah terjadinya kerawanan pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan diseleksi terhadap klon-klon dan lanras pisang kate lokal yang secara ekologis adaptif dan toleran terhadap naungan.
Penelitian ini bertujuan untuk menyeleksi klon-klon plasma nutfah pisang lokal tipe pendek yang memiliki toleransi tinggi terhadap naungan. Dari penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan klon-klon pisang lokal tipe pendek yang memiliki toleransi tinggi terhadap naungan sehingga dapat dijadikan sebagai tanaman sela pada tanaman perkebunan dan kehutanan serta dapat digunakan sebagai sumber keragaman genetik untuk menghasilkan galur/varietas pisang tipe pendek yang toleran terhadap naungan. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari dua tahapan kegiatan meliputi (1) koleksi sumber plasma nutfah pisang lokal tipe pendek asal SULTRA, (2) seleksi dan penapisan klon pisang lokal tipe pendek yang toleran terhadap naungan pada naungan buatan berupa paranet. Penelitian eksplorasi dilakukan di Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton, Kabupaten Muna dan Kota Kendari untuk melakukan identifikasi dan pengumpulan koleksi plasma nutfah pisang tipe pendek. Percobaan ini disusun secara faktorial dalam rancangan petak terpisah (split plot) dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah perbedaan tingkat naungan yang terdiri dari 4 taraf yaitu tingkat naungan 0%, 25%, 50% dan 75%. Faktor kedua sebagai anak petak adalah perbedaan genotipe pisang lokal tipe pendek asal Sultra. Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Unhalu. Parameter yang diamati meliputi: (1) Peubah vegetatif meliputi tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan yang diukur setiap bulan. (2) Karakter daun meliputi panjang daun dan lebar daun rata-rata, diukur dari satu tanaman. (3) Karakter generatif meliputi umur tanaman mulai berbunga, umur panen dan bobot panen. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi tanaman pisang tipe pendek Berdasarkan hasil eksplorasi pada berbagai sentra pertanaman pisang di Beberapa Kabupaten dan Kota di Sulawesi Tenggara,
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
73
diketahui bahwa tanaman pisang tipe pendek memiliki karakter morfologi yang relatif seragam baik pada karakter vegetatif maupun karakter generatif. Berdasarkan pedoman karakterisasi
dilakukan karakterisasi terhadap plasma nutfah pisang kate tipe pendek asal Sulawesi Tenggara seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Deskripsi pisang tipe pendek asal Sulawesi Tenggara No
Karakter morfologi
A
Bagian vegetatif: a. Tinggi batang semu b. Tumbuhnya anakan c. Bercak batang semu d. Pigmentasi batang & helaian daun e. Adanya lilin f. Pangkal helaian daun g. Bentuk helaian daun (perbandingan panjang dan lebar daun) h. Warna getah i. Tepi tangkai daun
B.
C.
Skor
Keterangan
3 5 3 3 3 1 3 1 2
pendek (1,8 – 2,0 m) sedang sedikit sedikit sedikit bentuk baji/pasak sedang (2,7 – 2,9) pucat/putih tegak/lurus
3 1
sedikit (6 – 7 sisir); hijau glaucous glaucous hijau ke kuningan tidak merekah bertangkai pendek sedang (4-5) tumpul tumpul seperti susu manis dan beraroma
Sifat buah: a. Jumlah sisir b.Warna kulit buah belum masak c. Tekstur kulit buah belum masak d. Tekstur kulit buah masak e. Warna kulit buah masak f. Perekahan Buah masak g. Penyisipan pangkal buah h. Bentuk buah (perbandingan panjang dan lebar) i. Bentuk penampang melintang buah j. Ujung buah k. Warna daging buah masak l. Sifat daging buah saat masak Karangan bunga: a. Sudut aksis bunga betina b. Rambut ibu tangkai bunga c. Warna tenda bunga majemuk bunga jantan d. Bentuk kuncup bunga e. Ujung kuncup bunga jantan f. Lilin daun pelindung bunga jantan g. Susunan bunga jantan h. Bekas daun pelindung bunga jantan i. Penyiripan bunga jantan j. Ketahanan daun pelindung bunga jantan
7 0 4 1 2 3 1 7 2 +
k. Bentuk daun pelindung bunga jantan
3
l. Ujung daun pelindung bunga jantan m. Sudut aksis bunga jantan n. Warna luar daun pelindung bunga jantan
5 7 2
2 2 0 3 5 1 1 1 1
Menggantung gundul yang lain sempit – lanset runcing sedikit; 1 baris menonjol agak menyirap tahan, mengering pada aksis jantan lanset (paling besar <0,28 panjangnya dari pangkal) sedang menggantung merah – ungu
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
74
Tabel 1. Lanjutan No C.
Karakter morfologi
Skor
Karangan Bunga: o. Warna dalam daun pelindung bunga jantan p. Warna bunga jantan
3 4
q. Tekstur daun pelindung bunga jantan r. Warna kepala putik
1 1
Ketahanan tanaman pisang tipe pendek terhadap naungan Berdasarkan hasil analisis ragam nampak bahwa perbedaan tingkat naungan belum berpengaruh nyata terhadap karakter vegetatif tanaman yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun, sejak
Keterangan merah tua terang sampai ke pangkal pucuknya kuning – orange pada tepala majemuk tumpul/berombak tumpul spt susu/kuning pucat/pink pucat
pengamatan pertama pada satu bulan sejak tanaman dipindahkan (BSP) sampai dengan pengamatan terakhir tiga bulan setelah tanaman dipindahkan. Secara umum hasil pengamatan terhadap parameter pertumbuhan vegetatif terlihat pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Pengaruh tingkat penaungan terhadap tinggi tanaman dan panjang daun pada tiga bulan pertama Tingkat naungan Tanpa naungan Naungan 25% Naungan 50% Naungan 75%
Tinggi tanaman (cm) 1BSP 2BSP 3BSP 14,67 30,28 40,72 16,58 30,24 40,08 24,53 30,90 41,10 18,21 30,82 40,91
1BSP 21,39 21,60 21,81 22,37
Panjang daun (cm) 2BSP 3BSP 30,92 49,37 30,94 49,89 31,37 50,76 31,10 50,73
Tabel 3. Pengaruh tingkat penaungan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan lebar daun pada tiga bulan pertama Tingkat naungan Tanpa naungan Naungan 25% Naungan 50% Naungan 75%
1BSP 3,19 3,15 3,18 3,19
Jumlah daun 2BSP 4,40 4,07 4,30 4,26
3BSP 6,00 6,03 5,93 6,00
Lebar daun (cm) 1BSP 2BSP 12,02 15,54 11,53 14,83 10,92 13,88 11,59 14,40
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
75
Perbedaan tingkat naungan meskipun belum menunjukkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman tetapi secara visual terdapat perbedaan pertumbuhan seperti terlihat pada Gambar 2. 45,00 40,00 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 -
TT 1 TT 2 TT 3
S1
S2
S3
S4
(a) 60,00 50,00 40,00
PD 1 PD 2
30,00
PD 3
20,00 10,00 S1
S2
S3
S4
(b)
Secara umum nampak bahwa semakin tinggi tingkat penaungan maka tinggi tanaman dan panjang daun semakin besar. Hal ini diduga pada tingkat penaungan yang lebih tinggi, tanaman telah mengalami etiolasi sehingga panjang daun dan tinggi tanaman menjadi lebih tinggi tetapi lebar daun makin menyempit. KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil eksplorasi nampak bahwa pertanaman pisang tipe pendek yang terdapat di lokasi penelitian umumnya tidak terdapat perbedaan baik dilihat dari karakter vegetatif maupun karakter generatif, meskipun asal dan penyebaran tanaman pisang tipe pendek ini berbeda-beda. Hasil pengujian pada naungan buatan berupa paranet menunjukkan bahwa perbedaan tingkat naungan belum berpengaruh nyata terhadap karakter pertumbuhan vegetatif yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun pada tahap awal pertumbuhan tanaman, sampai dengan tanaman berumur 3 bulan.
25,00 20,00 15,00
LD 1
10,00
LD 2 LD 3
DAFTAR PUSTAKA Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Penerbit Universitas Indonesia Jakarta. hal 485.
5,00 S1
S2
S3
S4
Allard, G., C.J. Nelson, and S.G. Pallardy. 1991. Shade effects on growth of tall fescue: I. Leaf anatomy and dry partitioning. Crop. Sci. 31:163-167.
(c) 7,00 6,00 5,00 JD 1
4,00
JD 2
3,00
JD 3
2,00
Gardner, W.R and H.R. Gardner. 1983. Principles of water management under drought condition. Agrics. Water. Manag. 7:143155. Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Physiological Crop Plant. John and Willey Son. New York.
1,00 S1
S2
S3
S4
(d) Gambar 2. Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman (a), panjang daun (b), lebar daun (c) dan jumlah daun (d) pada tiga bulan pertama pertumbuhan vegetatif pisang kate
Gent, M.P.N. 1995. Canopy light interception, gas exchange and biomass reduced height isolines of winter wheat. Crop. Sci. 35:1636-1640.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128
76
Janning, P. R., W.R. Coffman and H. E. Kaufman. 1979. Rice Improvement. IRRI. Philipines.
Salisbury , T.B. and C.W. Ross. 995. Plant Physiology. Jhon and Willey Son. NY.
Kephart, K.D., D.R. Buxton, and S.E. Taylor. 1972. Growth of C3 and C4 Perennial grasses reduced irradiance. Crop Sci. 32:1033-1038.
Seemen, J. 1979. Green house climate. In J. Seemen, Y.I. Chircov.J.Lamos, B. Primaoult (eds). Agrometeorology. Springer-Verlag. New York.
Las. I. 1982. Efisiensi Radiasi Surya dan pengaruh Naungan Fisik terhadapPadi Gogo. Tesis Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Smith, H. 1982. Light quality, photo perception and plant strategy. Ann. Rev.Plant. Physiol. 33:481-518.
Levit, J. 1972. Response of plant to enviromental stress. Academic Press. NY. 570p.
Squire, G. R. 1993. Tropical crop production. CAB International Wallingfolr. Nairobi. Kenya.
Levit, J. 1980. Response of plant to environmental stress. Academic Press. NY. 570 p
Sunarjono, H., 2002. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan. Penerbit. PT. Penebar Swadaya jakarta.
Mae, T.A. Makino and K. Ohira. 1983. Change of ribulosa bisphosphate carboxylase synthesized and degraded during the life span of rice (Oriza sativa). Palnt and Cell. Physiol. 26:1079-1086. Mohr, H and P. Schoopfer. 1995.Plant physiology. Translator Gudrum and David W. Lawlor, Springer-Verlag.NY. 629p. Rosenberg, N.J.1974. Microclimate; The biological environment. Jhon and Wiley Sons, New York. 315p.
William W.A., R.S. Looms, W.G. Duncan, A. Dovrat, and F. Nunes A. 1968. Canopy architecture at various population density and the growth and grain yield of corn. Crop. Sci. 8:303-308. Yoshida S. and F.T. Parao. 1976. Climatic influence on yields and yields of lowland rice in tropics. In climate and rice. IRRI.Phillipines.
Rubatzky, V. E and M. Yamaguchi. 1995. World Vegetables : Principles, production and nutritives value. Van Nostrand Reinhold. NY.
AGRIPLUS, Volume 20 Nomor : 01 Januari 2010, ISSN 0854-0128