0264: Tatas H.P. Brotosudarmo dkk.
EN-27
SEL SURYA BIOHYBRID: PENANGKAPAN ENERGI CAHAYA MASA DEPAN Tatas H.P. Brotosudarmo1,∗ , Indriatmoko1 , Monika Utami Prihastyanti1 , Leenawaty Limantara1 , dan Ocky Karna Radjasa2 1
Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments, Universitas Ma Chung, Villa Puncak Tidar N-01, Malang 65151 2 Pusat Studi Pesisir Laut Tropis, Universitas Diponegoro, Prof. Soedarto SH No.1, Semarang 50275 ∗
e-Mail:
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Alam memberikan model sistem yang dapat menangkap energi cahaya matahari dan mampu menggunakan energi tersebut untuk memecah air serta mereduksi karbon dioksida menjadi bahan bakar berbasis seyawa karbon. Sel surya organik dikembangkan meniru alam, namun belum mampu menangkap energi matahari secara optimal. Sel surya biohybrid merupakan teknologi terkini memadukan antena komplek penangkap cahaya alami dengan struktur nano anorganik seperti nano metal dan semikonduktor polimer. Teknologi tersebut mampu untuk meningkatkan performansi penangkapan cahaya dari antena komplek secara berlipat ganda. Kedepan teknologi tersebut juga adalah batu loncatan untuk mengembangkan sel surya fotosintesis artifisial yang mengkombinasikan antara antena protein penangkap cahaya dan enzim format dehidrogenase untuk fiksasi karbon dioksida. Kata Kunci: fotoautotrof kelautan, antena penangkap cahaya, resonansi plasmon, partikel nano.
I.
PENDAHULUAN
Sumber energi alternatif yang aman kini bukan lagi menjadi wacana, namun telah menjadi kebutuhan yang mendesak. Negara maju seperti di Uni Eropa telah menyusun rancangan strategis untuk mengembangkan berbagai inovasi peralatan yang mampu mengambil sumber energi yang melimpah di alam, yaitu cahaya matahari.[1] Sel surya menggunakan fotosensitizer dari pigmen pertama kali dipublikasikan oleh Prof. Gr¨atzel tahun 1991 dengan efisiensi 7.1% untuk mengubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik.[2] Sedangkan efisiensi terbaik saat ini (11.1%) dicapai dengan menggunakan pigmen berbasis rutinium polipiridil.[3] Namun demikian kebanyakan pigmen sensitizer yang dipakai kurang mempu menangkap energi cahaya pada panjang gelombang dekat inframerah. Contohnya, sel surya berbasis pigmen D149 yang hanya dapat menyerap panjang gelombang 400∼700 nm.[4] Dengan demikian perlu dikembangkan sistem baru yang memiliki potensi kemampuan cakupan area spektrum penangkapan energi cahaya yang lebar. Letak geografis di katulistiwa antara 94◦ -141◦ E dan ◦ 6 N-11◦ S menjadikan Indonesia menerima paparan ca-
haya matahari secara intens selama kurang lebih 8.2 jam setiap harinya.[5] Hal ini menyebabkan Indonesia kaya akan keanekaragaman organisme fotosintesis, khususnya di laut dengan berbagai niche habitatnya. Disebabkan kondisi habitat, organisme fotosintesis laut mengembangkan sistem antena penangkap cahaya unik, mampu menangkap cahaya matahari pada berbagai panjang gelombang. Kemampuan tersebut sering dihubungkan dengan adanya pigmen jenis klorofil (Chls, hingga 700 nm, in vivo), bakterioklorofil (BChls, hingga 1020 nm, in vivo) dan karotenoid (Cars, 400∼600 nm, in vivo) yang terikat dengan polipeptida dan membentuk suatu kompleks sistem antena penangkap cahaya. Antena kompleks penangkap cahaya mampu mengkonversi energi pada intensitas cahaya yang rendah hingga sedang dengan efisiensi kuantum hampir sama dengan 100%.[6] Hal ini berarti bahwa setiap foton yang diserap digunakan dalam proses fotokimia. Berdasarkan struktur kristal yang telah ditemukan, setiap jenis antena kompleks penangkap cahaya memiliki paling tidak dua jenis pigmen, misalnya klorofil a dan karotenoid peridinin pada organisme dinoflagelata Amphidinium carterae, di mana pigmen tersebut
Prosiding InSINas 2012
0264: Tatas H.P. Brotosudarmo dkk.
EN-28 secara simultan menangkap energi cahaya dan mentransferkan energi tereksitasi ke pusat reaksi di mana terjadi pemisahan muatan yang kemudian mendorong terjadinya sintesis ATP dan NADH. Kemampuan antena penangkap cahaya alami dalam menyerap energi cahaya pada daerah panjang gelombang yang lebar serta kemampuan efisiensi kuantum yang tinggi tersebut menarik perhatian untuk dapat digunakan langsung sebagai antena kompleks penangkap cahaya dalam aplikasi sel surya. Kami telah mengembangkan teknologi baru dalam sel surya biohybrid yaitu dengan menggabungkan antena penangkap cahaya alami dengan partikel nano metal atau polimer. Sebagai hasil maka sel surya biohybrid mampu menangkap cahaya matahari lebih dari sepuluh kali lipat dari kemampuan serapan yang semula. Penggunaan teknologi tersebut selain akan memberikan arah penelitian baru tingkat tinggi di Indonesia, dapat memberikan sumbangsih berupa prototipe atau cetak biru dalam mendesain sel surya masa depan.
II.
METODOLOGI
Kegiatan riset meliputi pengambilan sampel, kultivasi dan optimasi kultivasi berbagai mikroorganisme autotrof laut Indonesia. Di samping itu riset juga meliputi isolasi dan karakterisasi pigmen beserta isolasi
G AMBAR 2: Spektra serapan LH2 Rps. palustris yang ditumbuhkan pada intensitas tinggi (merah) dan pada intensitas rendah (magenta).
dan karakterisasi antena penangkap cahaya. Pengambilan sampel bakteri simbion pada terumbu karang dilakukan di perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Riset sampling, kultivasi dan optimasil kultivasi mikroorganisme autotrof laut dilakukan di laboratorium Dr. Karna TABEL 1: Jenis pigmen yang diekstrak dari bakteri dan simbion fotosintetik
No. 1.
Spesies Rhodobium marinum
2.
Rhodospirilium rubrum
3.
Rhodopseudomonas palustris
4.
Isolate no. KJ71
5.
Isolate no. KJ74
6.
Isolate no. KJ79
7.
Isolate no. KJ67
8.
Isolate no. SCTG1M1 Isolate no. G1RZZ1 Roseobacter denitrificans
9. G AMBAR 1: Bakteri simbion yang ditemukan di Wakatobi. 6 bakteri yang telah dioptimasi dan sedang dalam proses identifikasi rDNA 16S. Hasil 3D-HPLC menunjukkan kandungan karotenoid.
10.
Pigmen Bchl Cars Bchl
λmax 359 580 769 388 493 521 364 608 770 388 492 524
Cars Likopen, anhidrorodovibrin, rodopin, rodovibrin Belum diketahui Belum diketahui Belum diketahui Belum diketahui -
375 493 589 807 865
390 397 397 502 536 -
Dinoxanthin 416 439 468 Ekstrak kasar
363 480 769
Prosiding InSINas 2012
0264: Tatas H.P. Brotosudarmo dkk. Radjasa. Sedangkan isolasi antena penangkap cahaya hingga uji performansi penangkapan cahaya dilakukan di laboratorium Ma Chung Research Center for Photosynthetic Pigments (MRCPP), Universitas Ma Chung dan di laboratorium partner MRCPP di luar negeri. Metode untuk isolasi dan pemurnian antena penangkap cahaya dari mikroorganisme laut berdasarkan Bioorg. Radjasa et al. (2011), Radjasa et al. (2009), Radjasa et al. (2007a,b), Brotosudarmo et al. (2006), Brotosudarmo et al. (2011) dan Chen et al. (2005).[7–13]
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivitas penelitian eksplorasi bakteri simbion pada terumbu karang di Wakatobi menghasilkan penemuan 6 bakteri yang masih dalam proses identifikasi sekuen rDNA 16S (G AMBAR 1). Identifikasi pigmen fotosintesis dengan menggunakan metoda 3D-HPLC pada beberapa isolat karakter spektra pigmen fotosintetik yang dapat menyerap energi matahari pada panjang gelombang bervariasi dalam kisaran 300∼550 nm. Hasil analisa spektra bakteri fotosintetik dan isolat bakteri simbion selengkapnya dapat dilihat pada TABEL 1. Selain bakteri simbion juga telah tumbuhkan empat bakteri fotosintetik yang telah teridentifikasi yaitu Rhodobium (Rb.) marinum, Rhodospirillum (Rsp.) rubrum, Rhodopseudomonas (Rps.) palustris dan Roseobacter (Rs.) denitrificans yang memiliki variasi serapan 300∼950 nm. Khusus pada Rps. palustris, telah ditemukan antena penangkap cahaya yang unik. Apabila Rps. palustris yang ditumbuhkan pada intensitas cahaya yang rendah (10lux), maka bakteri mensintesis antena penangkap cahaya LH2 yang memiliki absorpsi rendah pada pita 850. Pita serapan pada 850 nm akan kembali tinggi apabila Rps. palustris ditumbuhkan pada intensitas cahaya yang tinggi. Kemampuan adaptasi tersebut disebabkan karena kemampuan Rps. palustris yang mensintesis polipeptida tertentu sebagai respon terhadap intensitas cahaya sedimikian sehingga mengubah karakteristik serapan pigmen bakterioklorofil a.[14] Aplikasi pengembangan sel surya biohibrid dilakukan dengan mengkombinasikan antena penangkap cahaya LH2 dari Rps. palustris dan nanopartikel bola emas seperti pada G AMBAR 3. SiO2 digunakan sebagai pengatur jarak antara antena LH2 dan nanopartikel bola emas sehingga interaksi plasmonik antara emas dan LH2 dapat dipelajari. Hasil interaksi antara nanopartikel bola emas dan LH2 menunjukkan adanya peningkatan intensitas fluoresen pada antena LH2 yang disebabkan oleh efek plasmon dari nanopartikel bola emas, apabila LH2 diletakkan pada jarak 12 nm di atas bola emas (G AMBAR 4). Penelitian dikembangkan dengan menggunakan polimer yang dapat menyerap energi cahaya serta
EN-29 lebih fleksibel dalam aplikasi mendatang dalam desain prototipe. Studi ini dilakukan dengan menggunakan polimer terkonjugasi (poly (9,9-dioctylfluorenyl2,7- diyl) : poly (2-methoxy-5- (2-ethyl hexyloxy)-1, 4-phenylene vinylene) (PFO/MEH-PPV) dan polimer murni. Tampak pada G AMBAR 6, penggunaan polimer PFO/MEH-PPV mampu memperluas panjang gelombang serapan dari kompleks LH2 khususnya di daerah 550∼700 nm sehingga kemampuan melakukan penangkapan cahaya menjadi meningkat seiring dengan kemampuan penangkapan panjang gelombang yang lebih luas. Pengukuran flouresens untuk mengetahui waktu hidup (lifetime) dilakukan untuk mendeteksi transfer energi dari polimer ke LH2. G AMBAR 6B menunjukkan
(A)
(B)
G AMBAR 3: A. Citra SEM bola emas nano yang digunakan dalam studi (tidak dipublikasikan) dan kartun skema sel surya biohibrid di mana antena penangkap cahaya LH2 diletakkan di atas nanopartikel bola emas (AuNP) yang akan menjadi elektroda. B. Spektra serapan LH2 Rps. palustris (hitam), nanopartikel bola emas (biru) dan spektra floresen LH2 (merah)
Prosiding InSINas 2012
0264: Tatas H.P. Brotosudarmo dkk.
EN-30
rofil b (2), klorofil a (3), feofitin a (4), dan β-karoten (5). Informasi ini membuka peluang bagi pengembangan sel surya biohibrid dengan komposisi pigmen sebagai penangkap cahaya yang diisolasi dari mikroalga perairan Indonesia.
G AMBAR 4: Ketergantungan intensitas fluoresen LH2 yang diletakkan pada jarak tertentu di atas nanopartikel bola emas (data tidak dipublikasikan)
bahwa terjadi penurunan lifetime fluoresen pada kompleks PFO/MEH-PPV+LH2 pada eksitasi di panjang gelombang 405 nm dan deteksi fluoresen pada panjang gelombang 550 nm menunjukan adanya transfer energi non-radiatif dari polimer ke LH2. Penelitian mengenai aplikasi PFO/MEH-PPV+LH2 ini merupakan penelitian terbaru yang dapat memberikan terobosan besar dalam bidang integrasi molekul fungsional biologis dalam fotovoltaik organik.
IV.
KESIMPULAN
Penelitian eksplorasi pigmen fotosintetik potensial untuk pengembangan sel surya biohibrid dilakukan dengan menggunakan sampel mikroalga dari perairan Indonesia. Chlorella sp. adalah salah satu spesies mikroalga yang dapat dikultur dengan baik di Indonesia. Analisa komposisi pigmen (G AMBAR 6) menunjukkan bahwa Chlorella sp. mengandung lima pigmen dominan utama di antaranya adalah zeasantin (1), klo-
G AMBAR 5: (A) Spektra absorbsi dan flouresens kompleks LH2 dari Rps. Palustris dan polimer PFO/MEH-PPV. (B) Pengukuran flouresens kompleks PFO/MEH-PPV+LH2[15]
Prosiding InSINas 2012
0264: Tatas H.P. Brotosudarmo dkk.
G AMBAR 6: Kromatogram (KCKT) ekstrak pigmen pellet Chlorella sp. yang diekstraksi menggunakan pelarut aseton: metanol (3:7) (A), etanol 80% (B), dan etanol murni (C).
EN-31 [8] Radjasa, O.K., L. Limantara.,and A. Sabdono. (2009), J. Coast. Dev. Vol. 12. pp 100-104. [9] Brotosudarmo, T.H.P., Hofmann, E., Hiller, R.G., Wrmke, S., Mackowski, S., Zumbusch, A., Bruchle, C. and Scheer, H. (2006), FEBS Lett. Vol. 580. pp 5257. [10] Brotosudarmo, T.H.P., Collins, A.M., Gall, A., Roszak, A.W., Gardiner, A.T., Blankenship, R.E. and Cogdell, R.J. (2011), Biochem. J. Vol. 440. pp 51. [11] Radjasa, O.K., T. Martens., H-P. Grossart., T. Brinkoff., A. Sabdono., and M. Simon.(2007a), Acropora sp. J. Biol. Sci. Vol. 7, No. 2. pp 239-246. [12] Radjasa, O.K., SIO. Salasia., A. Sabdono., J. Wiese, J.F. Imhoff., C. Lmmler and M.J. Risk. (2007b), Int. J. Pharmacol. Vol. 3, No. 2 pp170-174. [13] Chen M, Telfer A, Lin S, Pascal A, Larkum AW, Barber J and Blankenship RE. (2005), Photochem Photobiol Sci. Vol. 4. pp1060-1064. [14] MoulisovE V., Luer, l., Hoseinkhani, S., Brotosudarmo, T.H.P., Collins, A.M., Lanzanu, G., Blankenship, R.E., and Cogdell, R.J. (2009)., Low Light Adaption: Energy Transfer Processes in Different Types of Light Harvesting Complexes from Rps. palustris. Biophysical Journal. Vol. 97. pp 3019-3028. [15] D. Buczynska, Bujak, M. A. Loi, T. H. P. Brotosudarmo, R. Cogdell. 2012. Energy transfer from conjugated polymer to bacterial light-harvesting Complex. Appl. Phys. Lett. 101, 173703.
DAFTAR PUSTAKA [1] European Science Foundation (2008), Harnessing Solar Energy for the Production of Clean Fuel, Science Policy Briefing 34, September [2] O‘Regan, B and Gr¨atzel, B. 1991. A low-cost, highefficiency solar cell based on dye-sensitized colloidal TiO2 films. Nature 353, 737-740. [3] American Chemical Society, ”Ultrathin, Dyesensitized Solar Cells Called Most Efficient To Date”, ScienceDaily, 20 September 2006 [4] Hsin-Ming Cheng and Wen-Feng Hsieh. 2010. Electron transfer properties of organic dyesensitized solar cells based on indoline sensitizers with ZnO nanoparticles. Nanotechnology 21 (2010) 485202 [5] Blankenship, R.E.(2002) Molecular Mechanism of Photosynthesis, Blackwell Science, Oxford [6] Richard J Cogdell, Tatas HP Brotosudarmo, Alastair T Gardiner, Pedro M Sanchez & Leroy Cronin.2010. rtificial photosynthesis Esolar fuels: current status and future prospects. Biofuels (2010) 1(6), 861-876. [7] Radjasa, O.K., Y. M. Vaske., G. Navarro., H. C. Vervoort., K. Tenney., R. G. Linington., and P. Crew. (2011), Bioorg. Med. Chem. Vol. 19. pp 6658-6674. Prosiding InSINas 2012