Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Masalah apakah Islam memiliki konsep politik atau tak sudah menjadi perdebatan ulama-ulama Islam sejak abad ke-19 sampai dengan abad ke-20, yaitu ketika timbulnya Modernisme Politik dalam bentuk Sekulerisme [1] . Di masa awalnya para ulama masih amat tradisionil yang mengkafirkan pencetus Sekulerisme itu.
Mereka berbuat demikian karena memandang Islam bukan hanya Agama ritual saja tetapi sebagai suatu kebudayaan yang maha lengkap, apalagi mereka sudah terbiasa dengan keadaan ini sejak masa Nabi. Tak dapat disangkal bahwa Sekulerisme dikalangan Umat Islam ditimbulkan akibat pengaruh Penjajahan Bangsa Eropa. Bangsa Eropa menanamkan paham itu agar mereka lebih lama dapat bertahan di Dunia Islam setelah melemahkan Aqidah Umat Islam, tapi tak boleh dilupakan bahwa sebagaian besar Pencetus Sekulerisme adalah kaum Intelektual yang tak begitu saja menerima apa-apa yang diberikan Penjajah.
Mereka pun memandang bahwa para penguasa dengan kedok sebagai Raja Islam berperang satu sama lain yang dapat mencemarkan Nama Agama Islam itu sendiri. Setiap orang yang memakai Politik Islam dapat mengasosiasikan bahwa segala tindak politiknya itulah yang diajarakan Islam, hal ini namanya memperalat Agama untuk kepentingan politik. Apa yang terjadi didunia Islam sejak masa Nabi hingga abad ke-19 itu bukanlah hal yang demikian, yang benar adalah bahwa hal itu terjadi karena Syari’at Islam telah menguasai kehidupan politik dan tentu saja menolak Sekulerisme.
Dalam Qur’an sendiri masalah politik tak dijadikan objek penting, Kitabullah itu hanya menyinggung musyawarah untuk kehidupan duniawi , Akhlaq Pemimpin, aturan-aturan perang. Tak ada ayat yang mengatur hal ikhwal sistem politik seperti masalah jabatan pemimpin, batas kuasa pemerintah, pergantian pimpinan dan sebagainya. Bahkan Al-Qur’an juga tak menyinggung tentang apa yang kita namakan Negara Islam/Daulah Islamiyah/Darul Islam [2] . Juga dalam hadist Nabi tak disebut hal-hal seperti itu. Nabi mengatakan “Apabila ada sesuatu urutan duniamu maka kamu yang lebih tahu, tetapi apabila dalam urutan Agamamu maka saya yang mengaturnya” (HR Ahmad Ibn Hambal dari Anas Ibn Malik).
Nabi Muhammad memang Nabi “Istimewa” Beliau tak hanya memimpin umatnya tentang
1 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Rohani saja, tapi juga pemimpin keduniaan umatnya dalam hal ini selalu Kepala Negara dari Negara yang terbentang luas diseluruh Jazirah Arab. Namun Rasulullah sendiri tak pernah memberi nama Negaranya tersebut juga perilaku Nabi tak mencerminkan watak politik melainkan moral. Kejadian pertama yang menunjukan
pentingnya politik yakni, ketika para sahabat baik kaum Muhajirin maupun Anshar mendahulukan pemilihan Kepala Negara dari urusan pemakaman Muhammad Ibn Abdullah Rasul terakhir. Sepeninggalan Nabi kepemimpinan berada ditangan Khalifah [3] . Di antara Khalifah-khalifah, yang pertama kali mengadakan peraturan-peraturan perihal ketatanegaraan adalah Khalifah Umar Ibn Khatab (634-644). Bahkan Beliau mendapat gelar “Amirul Mu’minun” (penguasa orang-orang beriman). Gelar ini selanjutnya dipakai oleh para penggantinya. Tradisi ini dilanjutkan oleh khlaifah-khalifah dan Umayyah dan Bani Abbas yang boleh dikatakan Rajanya rata-rata lemah Aqidahnya dan hidup bersenang-senang. Demikian pula tradisi ini masuk ke Nusantara di masa Dakwah Islam karena hampir semua muslim dimana saja menoleh keadaan ke Timur Tengah yang dianggapnya sebagai Realisasi Ajaran Islam, khususnya di Nusantara pada masa itu dibedakan antara Kerajaan Islam dan Kesultanan, yang disebut Kesultanan, bila Rajanya memakai gelar [4] , ( Penguasa ).
Namun perbedaan ini sama sekali tak dapat dijadikan patokan pemahaman dan pelaksanaan Islam dari penguasa dan kerajaannya itu. Masyhurlah Kesultanan Pasai (Abad ke-13 sampai dengan abad ke-16), Demak (1487-1568), Aceh Darussalam (1514-1874), Banten (1552-1813), Palembang (abad ke-17 sampai dengan tahun 1825), Mataram (1586-1755), Banjarmasin (abad ke-17 sampai dengan tahun 1860), Goa-Tallo (1605-1905), Bone (1611-1905), Ternate (1466-1946), Jambi (abad ke-16 sampai dengan tahun 1907) dan Cirebon (abad ke-16 sampai dengan tahun 1811).
Kesultanan-kesultanan ini telah cekcok satu sama lain dan bila timbul perang di antaranya ada yang minta bantuan kafir Eropa yang dengan mudah menguasai. Datangnya dan berkuasanya Bangsa Eropa di Nusantara adalah akibat langsung dari kejadian penting di Eropa. Kejadian itu adalah Renaissance, yaitu kebangkitan kembali Bangsa Eropa. Masa ini mengakhiri masa abad pertengahan, di abad 15 M yang berciri Khas Feodalisme dan Clericalisme (Kekuasaan Gereja Atas Pemerintahan). Di masa itu wibawa Gereja sudah amat merosot dan timbul kebencian padanya karena mereka mengekang pertumbuhan akal yang bertentangan dengan kehendak Injil. Dari sisnilah timbul anti Clericalisme yaitu Sekularisme. Kemunafikkan Gereja yang menyongkong kaum Feodal juga di abad 19 menimbulkan bentuk extrim dari Sekulerisme yaitu Atheisme dari Komunisme. Juga karena merosotnya wibawa kaum Feodal di Dunia Islam, maka menyebarlah Sekularisme di Kawasan Islam. Ditandainya dengan perubahan bentuk pemerintahan dari Kerajaan Republik. Yang paling keterlaluan menerapkan adalah Republik
2 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Turki (1924) yang mengadakan “Westernisasi“ (Pem-barat-an) atas rakyatnya yang Muslim. Tapi ini sudah lebih baik dari negara-negara yang di cengkram Komunisme seperti Yaman Selatan dan Afganistan (1978). Demekian pula di Indonesia penganut Sekularisme adalah politisi-politisi penganut Ideologi Nasionalisme, Sosialisme ataupun Komunisme. Sedangkan tradisi untuk mendirikan negara Islam dipertahankan penganut Ideologi Islam. Biasanya penganut ideologi Islam itu dengan jalan konstitusional yakni dalam partai-partai politik. Tapi ada pula dengan cara pemberontakan seperti yang dilakukan oleh SM. Kartosuwiryo yang memproklamasikan Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 di Tasikmalaya Jawa Barat.
Teks Proklamasi NII
PROKLAMASI
BERDIRINYA
NEGARA ISLAM INDONESIA
Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah dan Yang Maha Pengasih
Kami Umat Islam Indo
Menyatakan Berdirinya
Negara Islam Indones
3 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Maka Hukum yang berlaku adalah
HUKUM ISLAM
Allahu Akbar !
Atas Nama Umat
Islam Bangsa Indones
SM Kartosuwiryo
4 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Madinah – Indonesia 12 Syawal 1368 H / 7-8 –1949
Jejak Kartosuwiryo itu diikuti DI/TII Jawa Tengah dipimpin Amir Fattah (1949), DI/TII Kalimantan Selatan dipimpin Ibn Hajar (1950), Sulawesi Selatan dipimpin Kahar Muzakar (1952) dan Aceh dipimpin Daud Beureueh (1953). Juga mereka khususnya DI/TII Aceh berhubungan erat dengan pemberontakan PRRI/PERMESTA yang dipimpin tokoh-tokoh Masyumi dan PSI memproklamasikan Republik Persatuan Indonesia (RPI) pada tanggal 8 Februari 1960 (ini sangat mengherankan karena pada masa sebelumnya Masyumi walaupun sama berhasrat Negara Islam tapi paling tegas menindas DI/TII).
Bila diperhatikan ternyata terutama di Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan PRRI/PERMESTA adalah Golongan Militer yang membangkang. Jadi dari “Pemberontakan Nasional“ ini kira-kira hanya separuhnya yang benar-benar asli berhasrat yang mendirikan NII. Golongan extrim ini tak puas dengan hanya pertanyaan bahwa RI bukan negara sekuler dan bukan pula Negara Islam yang dinyatakan dalam Pancasila, UUD 1945 maupun perwujudannya dengan dibentuknya Departemen Agama (1946) .
Jadi kesimpulannya Negara-negara didunia menurut pola hubungan negara dengan Agama ada 4 :
5 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Negara
Dasar
Sikap Terhadap Agama
Atheis
Tak percaya kepada tuhan yang Maha Esa.
Theoritas diakui kebebasan beragama (Urusan Pribadi) tetapi dimustahilkan oleh propaganda resmi ya
Sekuler
Tak berdasarkan ketuhanan dan tak berdasarkan Agama
Praktis diakui kebebasan berAgama dan kebebasan beragama.
Theis Demokratis
Berdasarkan ketuhanan dan tak berdasarkan Agama
6 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Melindungi dan menjamin Agama-Agama yang diberi kesempatan yang sama. Negara tak diatur oleh S
Negara Agama
Berdasarkan Ketuhanan menurut suatu Agama tertentu
Mengatur urusan Agama dan mewajibkan melakukan Syari’at Agama. Negara diatur oleh Syariat Agam
1.1 PERKEMBANGAN IDEOLOGI ISLAM DI INDONESIA
Dimuka telah disinggung mengenai ideologi Islam yang menyuarai aspirasi Negara Islam di zaman Modern. Disitu juga dinyatakan definisi Ideologi Islam yakni [5] ideologi berdasarkan Islam, untuk mempertegas bahwa Ideologi Islam itu ditimbulkan oleh manusia bukan langsung dari Ill-a dan untuk menyamakan dengan ideologi-ideologi lainnya, maka ideologi Islam kita sebut saja “ISLAMISME“ sedangkan penganutnya golongan Islam/Islamis.
7 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Di Indonesia timbulnya ideologi-ideologi itu bersamaan dengan bangkitnya Pergerakan Bangsa Indonesia yang disebabkan oleh Penjajahan Belanda, usaha untuk melenyapkan identitas dan harga diri bangsa Indonesia mendorong timbulnya Nasionalisme. Tindakan Penjajah untuk melemahkan Ajaran Islam menyebabkan bangkitnya Golongan Islam, kesengsaraan dan kemelaratan rakyat menimbulkan Sosialisme. [6]
Budi Utomo yang dianggap sebagai Pelopor Pergerakan Nasional (20 Mei 1908) awalnya tak lebih dari Organisasi Sukuisme (Jawa), aspirasi Nasionalisme pertama kali dibawa oleh De Indische Partaj (25 desember 1912) yang beranggotakan semua orang yang menganggap sebagai “Indier“ (Bangsa Indonesia Pribumi dan Nonpribumi). Sedang SDI yang berkembang menjadi SI (10 Maret 1912 dalam anggaran dasarnya menyatakan diri sebagai Organisasi Sosial namun kenyataan SI dibawah HOS Cokroaminoto menyuarakan tuntutan-tuntutan politik dan menjadi suatu partai masa (keanggotaannya terbuka bagi semua orang Islam).
8 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Sebelum Revolusi Rusia 1917 Sosialisme yang ada di Indonesia adalah aliran [7] Sosial Demokrasi yang diwakili oleh ISDV yang dipimpin Sneevliet (9 Mei 1914). Golongan Nasional, Islamis dan Marxist inilah yang memegang peranan terbesar dalam Pergerakan Bangsa Indonesia, masing-masing golongan amat teguh mempertahankan ideologinya, walaupun begitu tak berarti bahwa Ideologi mereka tak saling mempengaruhi. Walaupun masih terhadap keraguan sikap Islam terhadap Nasionalisme [8] , namun pengaruh Nasionalisme pada SI (selaku satu-satunya parpol Islam hingga tahun 30-an) terlihat ketika ia berhasil menyelenggarakan kongres “Secara Nasional“ di Bandung pada tahun 1916 yang dihadiri 16 ribu wakil SI dari Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi. Ini menyatakan bahwa SI adalah “Pelopor Nasionalisme dan Realisasinya“ sedangkan BU dan Indische Partaj hanya berupa “Aspirasi“ semata, terlebih lagi dalam kesempatan itu HOS Cokroaminoto menyatakan bahwa “Kita cinta bangsa sendiri dan kekuatan Ajaran Agama kita Agama Islam, kita berusaha mempersatukan seluruh bangsa kita“.
Juga Marxisme berpengaruh pada tubuh SI, melalui tokoh-tokoh muda yang memimpin SI Semarang seperti Semaun, Tan Malaka dan Darsono yang juga merupakan anggota ISDV (1916). Marxis-marxis muda ini berusaha meyakinkan persamaan antara Marxisme yang Atheis dengan Sosialisme Islam yang Religius. Hasil upaya terlihat dengan tindakan-tindakan SI mengutuk “Zondig Capitalisme“ (Kapitalisme Berdosa), menggerakkan masa Buruh (melalui serikat-serikat kerja yang dipimpin RM Suryopranoto) dan berpolitik keras pada pemerintah (walaupun tetap duduk dalam Volksraad) yang menjurus kepada kerusuhan-kerusuhan berdarah yang ditimbulkan petani-petani anggota SI dibeberapa daerah.
Sementara itu berkuasanya kaum komunis dalam revolusi oktober 1917 juga mempengaruhi ISDV. Sneevliet manyatakan akan mengikuti pola perjuangan komunis di Rusia itu. Sneevliet dan tokoh-tokoh Belanda di ISDV diusir dari Indonesia (1918), kekosongan pemimpin ISDV diisi oleh tokoh-tokoh SI Semarang pada tahun 1920 mengubah nama ISDV menjadi Party der Comministen In Indie (PKI) yang dipimpin Semaun. PKI merupakan partai komunis pertama diluar Eropa, lalu PKI berafiliasi dalam Komintren (Komunis Internasional di Moskow).
9 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Di Kongres Komintern PKI membela sikapnya “Bekerja“ yang berjuang melawan Kapitalisme, Imperialisme dan Fondalisme. Dalam waktu bersamaan terbentuklah barisan persatuan yaitu “P ersatuan Pergerakan Kemerdekaan Rakyat “ (PPKR) terdiri dari SI, PKI dan Insulinde Lanjutan De Idische Partaj ). Ternyata United From ini tak bertahan lama karena perbedaan kepentingan PKI yang menonjolkan Internasionalisme dan Perjuangan Klas, Insulinde yang mengutamakan Nasionalisme dan SI yang mengemukakan Islam sebagai alat persatuan.
Cengkraman kaum Marxist pada SI juga mulai goyah, pertentangan antara Golongan Islam dengan Golongan Marxist sebenarnya telah dimulai sejak 1918, namun lebih menghebatkan setelah berdirinya PKI karena golongan Marxist terang-terangan menanamkan dari “Komunis“. Terhadap golongan SI ini pemerintah Kolonial bersikap amat keras, karena golongan komunis yang disebut “Afdeling B“ itu biang keladi dari kerusuhan-kerusuhan yang diatas namakan pada SI. Dalam Afdeling B terkenal Haj Misbach dari SI Solo yang menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an untuk menyongkong ajaran komunis yang Atheist itu. “Perang terbuka“ antara Golongan Islam dan komunis meletus setelah kongres Kominteren memutuskan untuk menentang Pan Islamisme sebagai “Corak Baru dari Imperialisme“. Hal ini dirasakan oleh Golongan Islam sebagai permusuhan terhadap Agama Islam, apalagi nyata bahwa Golongan komunis ini mengambil alih kepemimpinan SI dengan melancarkan fitnah-fitnah. Puncak semua ini adalah diselenggarakannya debat antara HA.Salim yang mewakili Golongan Islam dengan Semaun yang Komunis dalam Kongres SI, pada tanggal 6-10 Oktober 1921. Semaun menyerang bahwa Islam bukanlah landasan yang hakiki dari organisasi semacam SI. Lalu HA.Salaim membalas dengan menyatakan bahwa Sosialisme dalam Al-Qur’an jauh lebih dulu dari Marxisme dan Islam adalah landasan terbaik dari gerakan Sosialisme. Kaum komunis kalah suara maka mereka dikeluarkan dari SI. Setelah melihat kemunduran SI, HOS Cokroaminoto yang tak hadir dalam kongres 1921 berusaha
10 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
mendamaikan kedua belah pihak dengan menulis ” Islam dan Sosialisme “ (1924), namun usahanya gagal dan kaum komunis tak diperbolehkan kembali masuk ke SI. Permusuhan golongan Islam dengan komunis ditambah lagi dengan aksi PKI menggerakkan “ SI Merah “ yang terdiri dari golongan “ Abangan “ untuk menyaingi SI Putih yang asli (1922).
Perpecahan Komunis-Islamisme ini juga disesali Ir.Soekarno Pemimpin Nasionalis yang beragama Islam, tapi amat terpengaruh Marxisme yang menulis “Nasionalisme”, Islamisme dan Markisme (1926) dimana ia menyatakan bahwa ketiga ideologi dapat bersatu untuk menumbuhkan penjajahan. Idaman Soekarno itu tak pernah terlaksana, karena PKI yang merasa dirinya kuat secara nekat memberontak pada Belanda di Jawa dan Sumatera 1926-1927 dengan mengikutsertakan Golongan Islam Radikal, 13 ribu orang ditangkap dan komunisme dilarang.
Kemunduran SI dan hancurnya PKI, Golongan Nasionalisme dipimpin Tokoh-tokoh Muda [9] , yang membangkitkan Nasionalisme Radikal mengambil alih kepemimpinan Pergerakan Indonesia. Namun Golongan Islam tak menghentikan aktivitasnya, mereka berusaha menyaingi Golongan Nasionalisme sehingga disemua bentuk organisasi pergerakan baik Organisasi Wanita, Organisasi Pemuda dan Kependudukan selalu terdapat organisasi yang Islamis dan yang Nasionalis. Dilain pihak terjalin juga kerjasama keduanya melalui Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (1927) atas prakarsa PNI. Partai Sarikat Islam yang selaku satu-satunya Parpol Islam di dalam PPPKI, berhubung Program Pan Islamismenya (yang dicetuskan HA.Salim tahun 1924) mendapat kecaman keras dari golongan Nasionalis yang sekuler dengan menyatakan bahwa PSI bekerja kearah “Persatuan Palsu” yakni Persatuan Islam bukan Indonesia, bahkan adapula sindiran ”Islam adalah jalan ke Surga bukan ke kemerdekaan”. Walau bagaimanapun masuknya PSI ke PPPKI membawa masuk aspirasi Nasionalisme yang terlihat dengan digantinya nama PSI menjadi Partai Serikat Islam Indonesia dan ditinggalkannya program Pan Islam (1929).
11 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Tapi akhirnya PSII keluar pula dari PPPKI karena serangan kaum Nasionalis yang kali ini tertuju pada ajaran Islam sendiri (seperti Poligami dan Naik Haji dipandang dari sudut keuangan dan tradisi ke Arab-an) yang amat menyinggung perasaan keagamaan (1930).
Kerjasama yang terakhir antara Bolongan Nasionalisme dan golongan Islam sebelum kemerdekaan adalah tahun 1940 dalam aksi Indonesia berpalemen dan kerjasama antar pemimpin Nasionalis dan Islamis yang Pro-Pemerintah Jepang (1942-1945) [10] . Masih berupa kerjasama antara Golongan Nasionalis dan Islamis yang Pro-Jepang adalah permusyawaratan pembentukan RI yang dijanjikan Jepang.
Untuk itu dibentuklah BPUPKI diketuai Rajiman Wedyodiningrat, seorang Nasionalis senior yang beranggotakan 60 orang (+ 90% tokoh Nasional dan 10% tokoh Islam). Dalam sidangnya Mei-Juni 1945 dalam rangka mencari dasar negara bagi RI dikemukakan beberapa pendapat seperti usul M. Yamin tentang 5 dasar yang belum diberi nama dan usul Golongan Islam yang menyodorkan Islam sebagai dasar negara. Usul itu ditolak pemerintahan Jepang dan golongan Nasionalis yang diwakili Hatta yang menyatakan “Mendirikan Negara Islam, berarti tak akan mendirikan Negara persatuan melainkan Negara yang akan mempersatukan diri dengan golongan mayoritas…”. Usul Pancasila dari Soekarno (1 Juni 1945) umumnya telah mendapat ketua, KH Waahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakir, Dr. Moh. Hatta, Mr.AA.Maramis, Abi Kusno Cokrosujoso, Mr.Moh.Yamin, Mr.Ahmad Subarjo dan HA. Salim [11] .
Hasil musyawarah mereka adalah Piagam Jakarta (22 Juni 1945) yakni Rumusan Pancasila Ir.Soekarno ditambah tujuh patah kata pada sila ke-1 yaitu “Dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” usul dari Abdul Kahar Muzakir. Piagam Jakarta ini Masyhur disebut
12 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
“Kesepakatan yang Luhur” (Gentleman Agreement) karena kedua pihak dapat mendahulukan kepentingan Nasional dari pada kepentingan pribadi dan golongan dengan memecahkan problem dasar Negara yang telah diperdebatkan satu bulan hanya dalam tempo satu hari. Lalu setelah tercapai kemerdekaan yang diidam-idamkan rakyat Ina, lagi-lagi tokoh-tokoh kedua pihak terutama dari pihak Islam merelakan penghapusan Tujuh Kata hingga Pancasila dalam UUD 45 yang diresmikan pada tanggal 18 Juli 1945 menjadi Pancasila yang ada kini [12] .
Kemerdekaan adalah karunia Allah SWT pada rakyat Ina, oleh karena itu harus benar-benar dipertahankan. Hal ini disadari benar oleh umat Islam. Awal Oktober 1945 KH.Hasyim Asy’ari dari NU yang mengeluarkan “Resolusi Jihad” untuk mempertahankan tanah air dan kewajiban Jihad itu Fardhu A’in bagi setiap Muslimnya. Begitu pentingnya kewajiban membela negara itu, hingga para Ulama sepakat mengeluarkan Fatwa yang melarang Muslim Ina naik Haji, karena hendaknya Jihad didahulukan.
13 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Rasa partiotik umat Islam terlihat dengan digerakan Lassykar Pemuda Hizbullah (manusia yang menjalankan kebaikan) yang telah dibentuk pada tanggal 18 Desember 1944 dan Lassykar untuk orang awam “Sabilillah” (Tentara Allah) yang dibentuk November 1945, Lassykar Ulama Mujahuddin (Penegak Agama) dll. Dalam Lapangan Politik Golongan Islam mengorganisir diri dalam Masyumi. Berhubung Masyumi adalah satu-satunya parpol Islam maka ialah yang membawa aspirasi Islamisme. Di masa Revolusi fisik belum nampak tindakan-tindakan Parpol yang mencerminkan Ideologi mereka, tindakan dan langkah kebijaksanaan Parpol semata-mata atas pertimbangan politik belaka, kecuali misalnya PKI yang menjalankan taktik “ From Nasional ” dalam bentuk Fraksi Demokrasi, rakyat menyerukan agar RI masuk Blok Sovier dan berpuncak pada pemberontakan PKI di Madiun dipimpin Musso (1948).
Di masa Demokrasi Liberal baru timbul kekisruhan akibat perbedaan ideologi Parpol. Menurut ideologinya partai-partai di masa itu dapat dikelompokkan :
a. Berazaskan Islam : Masyumi, PSII, NU dan Perti.
b. Berazaskan Kristen : Partai Katholik dan Parkindo.
c. Berazaskan Sosial-Demikrasi : Partai Sosialis Indonesia (PSI)
d. Berazaskan Komunisme : PKI
e. Berazaskan Nasionalisme : PNI
f. Berazaskan Pancasila : Beberapa Partai Kecil.
14 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Pertengahan Ideologi pertama kali terjadi antara Islamisme dengan Komunisme. Masyumi yang khawatir akan perkembangan PKI setelah pemberontakan Madiun, di masa kabinet Sukiman (Masyumi), Agustus 1951 mengadakan razia terhadap PKI dimana kantor PKI diobrak-abrik dan tokohnya ditahan. Inilah yang menjadi pangkal “Dendam Kesumat” PKI terhadap Masyumi. Satu bukti lagi bahwa Islam sebagai Ideologi dan pemersatu politik rakyat Indonesia amat lapuk, yakni keluarnya NU dari Masyumi (1 Mei 1952), malah NU bersama PSII dan Perti membentuk “Liga Muslimin Indonesia” yang seolah-olah mengucilkan Masyumi. Kedudukan Masyumi di masa itu memang amat sulit, pola kabinet lama yaitu, koalisi PNI-Masyumi-PSI diganti dengan pola koalisi PNI-NU yang didukung PKI. Dengan taktik yang jitu PKI mengadakan semacam aliansi dengan PNI dan NU. PKI mendukung tokoh-tokoh NU untuk menduduki posisi-posisi pemerintah, PKI juga mengadakan pernyataan untuk tak saling menyerang dengan PSII, sehingga persekutuan itu menempatkan Masyumi dan PSI diposisi lawan.
Hasil pemilu 1955 yang menempatkan PKI No.4 merupakan pukulan berat bagi bekas sekutunya. PNI dan NU segera mengakhiri aliansi mereka dengan PKI. PKI dikucilkan dan tak diikutsertakan dalam “Kabinet Pemilu” yang terkenal sebagai Kabinet Ali (PNI), Rum (Masyumi), Idham (NU) yang dilantik pada tanggsl 24 Maret 1956. Komposisi kabinet ini adalah dari 25 Menteri , 13 dipegang parpol Islam (Masyumi, NU, PSII dan Perti), sedangkan lainnya dibagi antara PNI (Nasionalis) dengan Partai Katholik dan Parkindo (Kristen). Presiden Soekarno kecewa melihat tak diikut sertakannya PKI, namun usaha yang dilakukannya untuk mendudukan PKI tetap gagal. Kabinet Pemilu tak berusia panjang dan mulai terlihat gejala otoriter, Presiden Soekarno dan tokoh-tokoh Masyumi dan PSI membelot pada pemberontakan militer (1957). Sejak itulah dikemukakan niat Presiden untuk kembali ke UUD 1945. hal ini ditentang keras golongan Islam. Alasan politiknya adalah kekhawatiran akan membesarnya kekuasaan PKI dan juga kekuasaan Presiden Soekarno yang didukung militer.
Sidang Konstituante Nov-Des 1957 pihak Islam dimotori Masyumi dan NU mengemukakan Islam sebagai dasar negara yang gagal diakui karena hanya mendapat 48% suara dari 66% (2/3 suara) yang ditetapkan. Ironisnya dalam usaha penentangan itu PKI yang paling keras menolaknya sehingga ada kesan bahwa PKI adalah “Pembela Pancasila” yang paling gigih (padahal Pancasila dipakai PKI bukan sebagai dasar Ideologi negara, tapi hanya sebagai alat pemersatu untuk mengkomuniskan Ina bila hal itu tak terjadi Pancasila disingkirkan dan diganti Komunisme).
Belum menyerah parpol-parpol Islam bulan Juni 1959 berusaha untuk memasukkan tujuh
15 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
kalimat yang telah dihilangkan dari Piagam kedalam Mukadimah UUD 45 dan Pasal 29 UUD 45 juga mengalami nasib yang sama (201 suara melawan 256 suara penentang). Untuk mengambil simpati golongan Islam dalam dekrit tersebut ditulis, “…… Bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 dan adalah merupakan rangkaian kesatuan dengan konstituante tersebut…..”.
Dengan Dekrit Presiden itu berlakulah masa Demokrasi Terpimpin secara resmi (1959-1965). Yang menjadi figur utama di masa itu adalah : Presiden Soekarno yang berlaku secara diktator dan di “Kultus Individukan”. Lalu PKI yang dianggap sebagai pendukung Presiden paling taat dan “Revolusioner”. Dan yang terakhir adalah Militer dipimpin oleh Jenderal AH. Nasution berdasarkan Demokrasi Terpimpin militer menjadi Golongan Fungsional dan berstatus “Dwi Fungsi”. Pengaruh militer terhadap Soekarno lebih kecil dibandingkan pengaruh PKI. Dimuka telah disebut bahwa Ir.Soekarno adalah Nasionalis yang terpengaruh Marxisme. Maka di masa ini disatukanlah Nasionalisme dan Komunisme dengan nama Marhaenisme inilah yang dianut oleh PNI di masa itu.
Di antara pengaruh PKI dalam kebijaksanaan pemerintah Orde Lama yang nyata adalah:
a. Ajaran “Revolusi“ yang diartikan oleh Soekarno “Suatu proses jangka panjang yang dinamis dengan segala tantangannya yang segera bertahap menuju Sosialisme. Indonesia dan suatu dunia baru tanpa ”Penghisapan Manusia oleh Manusia “.
Dikatakannya bahwa Revolusi perlu-perlu perlengkapan yaitu Ideologi Progressif Revolusioner yaitu pancasila yang dilengkapi Manifesto Politik (GBHN-nya Orde Lama) dan USDEK (UUD 1945 Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin Ekonomi Terpimpin Kepribadian Indonesia) dan Pemimpin Besar Revolusi (PBR): Soekarno.
16 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
b. Pembentukan Front Nasional sebagai dewan yang menghimpun kekuatan Revolusioner rakyat sebagai landasan membangkitkan aksi masa berdasarkan prinsip Gotong Royong “ Ho Lopis Kuntul Baris “. Diterapkan pula dalam MPR, DPRGR, DPA dan dewan-dewan lainnya.
Ini adalah strategi klasik komunisme yaitu bekerjasama dengan kaum Borjulis Nasional lalu menghancurkan mereka.
c. NASKOM (Nasionalis, Agama, Komunis) manifestasi dari tulisan Soekarno di tahun 1926 agar ketiga unsur bergotong royong, PKI disimbolkan unsur NAS, NU untuk A dan PKIKomunis. Hal ini juga berarti diterimanya kehadiran komunisme di Alam Indonesia.
Semua ini adalah “ Peng-Indonesiaan Komunis “ yang merupakan target strategi PKI yang digariskan oleh DN Aidit, ketika itu parpol telah lumpuh dan sebagian diinfiltrasi PKI yaitu PNI, Partindo juga Partai Islam Perti. Sikap Parpol yang memalukan dan “Yes-Men“ khas mental Orde Lama juga terbukti ketika para pemimpin partai menandatangani pengutukan terhadap demonstrasi mahasiswa dan pelajar terhadap PKI dan antek-anteknya (10 Maret 1966). Setelah PKI tertumpas oleh ABRI baru mereka ramai-ramai mengadakan pernyataan mengutuk PKI dan G-30 S/PKI-nya, yang menjadi penentang G-30 S/PKI sesungguhnya adalah ABRI, pemuda dan ulama di desa.
Para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan Kesatuan Aksi-aksi Indonesia dengan “Parlemen jalannya” mengadakan Demonstrasi. Teristimewa dikalangan pemuda Islam mereka punya dendam tersendiri. Rekan-rekannya dari Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) dibubarkan karena merupakan Ormas Masyumi sedangkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) nyaris dibubarkan karena Fitnah PKI yang menyatakannya sebagai antek-antek Masyumi.
Tak heran bila pemuda Islam dipelopori GP Ansor (Ormas NU) yang pertama kali menuntut akan pembubaran PKI. Dalam usaha PKI untuk mengahancurkan Basis keagamaan di
17 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
desa-desa mereka menyerang dan menuduh kaum ulama sebagai “Tuan Tanah“, “Kapitalis Korup“, “Pendukung DI/TII “, dan menjadi sumber mitos “Tujuh Setan Desa“ yang dirasakan para Ulama sebagai penghinaan yang melewati batas dan menimbulkan kebencian. Maka dalam Epiloog G-30 S para Ulama menggerakkan Rakyat desa untuk menggulung Komunis Pribumi sehingga menimbulkan banyak kOrde Barun.
Ternyata di Masa Orde Baru Ideologi Islam masih unjuk gigi, walaupun Rehabilitir Masyumi dan PSI gagal karena alasan mereka telah mengkhianati Pancasila dengan Pemberontakan PRRI/ PRMESTA, disamping itu Masyumi dirasakan sebagai pelopor “Extrim Kanan“ yang membahayakan. Sejak mulai pemerintah merencanakan membentuk suatu Parpol Islam pengganti Masyumi yaitu Parmusi, ternyata sebagian anggota Parmusi malah mengikuti Masyumi dengan bersama Parpol-parpol Islam lainnya berusaha untuk memperoleh status hukum bagi Piagam Jakarta yang lagi-lagi gagal.
Semantara itu pemerintah Orde Baru menjalankan pembaharuan Politik. Jendral Soeharto selaku Pejabat Presiden dalam pidato Kenegaraan pada tanggal 17 Agustus 1967 menyatakan : “Masalah Ideologi tak berguna untuk diperuncing dan tak banyak manfaatnya bagi pertumbuhan bangsa untuk dipertentangkan satu sama lain, sebab kita semuanya telah menentukan Pancasila sebagi pandangan hidup kita bersama, sebagai ideologi dari setiap Partai Politik dan Organisasi lainnya. Pengelompokkan Partai dalam Kompartimentasi phisik ala Orde Lama (Golongan Nasional, Agama, Komunis) harus ditinggalkan sebab mengakibatkan timbulya pancingan Ideologi yang menjadi sumber pertentangan dan curiga mancurigai “.
Prinsip inilah yang dilaksanakan Orde Baru. Berdasarkan prinsip itu diadakan Pem-Fusia-an Partai-partai Politik dan Partai Persatuan Pembangunan untuk Parpol-parpol berciri Islam, Partai Demokrasi Indonesia untuk Parpol berciri Nasionalis Kristen dan Sosial Demokrasi dimana setiap partai harus berazaskan Pancasila. Prinsip ini dituntaskan dengan ditegaskannya Pancasila sebagai satu-satunya azas kekuatan sosial politik dalam TAP MPR No.II/MPR/83 (GBHN).
1.2 ISLAM DAN DEMOKRASI DI INDONESIA
18 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Demokrasi dalam Islam
“Dan orang-orang yang menerima seruan Allah dengan mendirikan Shalat, sedang dalam urusan (Keduniawian) mereka putuskan dengan bermusyawarah sesama meraka “. (Qs. Asy Syuara/musyawarah ayat 38).
Tapi dalam prakteknya sesudah masa Khulafaur Rasydin yang diganti oleh Kerajaan Bani Umayyah (660-750) lalu Bani Abbas (750-1258) prinsip Syura ini tak terdengar lagi akibat sensor Khalifah-khalifahnya yang lazim, atau dengan kata lain prinsip musyawarah yang mulia ini “dikubur“ oleh sistem Kerajaan.
Ketika Islam masuk ke Nusantara yang dikuasai kaum Feodal Hindu, masyarakat Hindu adalah mayarakat yang berlapis-lapis dari atas kebawah, dimana tak menginginkan berlangsungnya demokrasi secara stabil. Aturan kasta-kasta dan pendewaan raja inilah menghapus sikap Demokrasi rakyat Indonesia, yakni tradisi bermusyawarah. Untunglah pengaruh Hindu kurang kuat melekat di desa-desa, hingga kini di desa-desa masih berlangsung sistem “Demokrasi Langsung” dimana semua warga desa memilih kepala desa dan pembantu-pembantunya.
Seperti yang telah dikemukakan bahwa prinsip suara dalam Islam, telah tak menonjol lagi akibat dinasti-dinasti di Indonesia, demikian pula bila kita lihat disuatu Kerajaan Islam terhadap Lembaga Demokrasi, hal ini sebenarnya bukan digali dari Ajaran Islam, tetapi dari peninggalan adat tradisi daerah tersebut. Hal yang demikian banyak terdapat di daerah yang mana pengaruh Hindu amat kurang atau tak ada sama sekali, yang terlihat keras pada kerajaan-kerajaan Sulawesi Selatan, yakni Bate Salapanga di Gowa, Adek Pitu di Bone dan Puang ri (Wojo) adalah lembaga kerakyatan yang memilih dan mendampingi Raja. Di Minangkabau terdapat lembaga Ninik Mamak sebagai Wadah Permusyawaratan pemimpin-pemimpin kaum masing-masing. Di Bima Nusa Tenggara, 5 Kepala Kelompok Suku disebut Ntjuhi, bermusyawarah untuk memilih Raja atau Sangaji, dll.
19 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Terlebih lagi di masa penjajahan, kaum penjajah mencoba mengikis habis kepribadian asli bangsa Indonesia ini disamping melemahkan ajaran Islam. Revolusi Prancis (1789) menimbulkan Demokrasi dan Liberalisme yang berpengaruh pada Bangsa Eropa, malah tentara Revolusioner Perancis merebut Belanda dan mendirikan Republik Bataaf (1795) yang juga berkuasa di Indonesia melalui Daendeles dan Jansens (1808-1811). Tapi semangat Revolusi Perancis tak terlihat pada pemerintah Daendeles, malah ia berlaku amat kejam.
Pengaruhnya terhadap pemerintahan Belanda baru terlihat diakhir abad ke-19 M, dimana kaum Liberalis dan Demokratis berhasil menghapuskan Culturstelsel, mengadakan Politik Etis dan Politik Pemerintahan Hindia Belanda yang Moderat dengan menghapus larangan untuk mengadakan perkumpulan dan persidangan politik berhubung dengan dibentuknya Volksraad Dewan Rakyat tahun 1918, akibatnya ajaran Demokrasi dari Revolusi Perancis itu menjalar ke Rakyat Indonesia diawal abad ke-20 M. hal ini menyebabkan timbulnya organisasi-organisasi Modern Bangsa Ina untuk menuju Kemerdekaan yang tenar sebagai “ Pergerakan Nasional “. Sedang Partai Politik Islam adalah “ Serikat Islam (1912) “. Di SI inilah kaum muslimin diberi pendidikan Demokrasi kembali setelah berabad-abad terkubur di dunia Islam.
Muslim Indonesia sudah tergolong “Maju“ dengan dapat mempraktekkan prinsip Demokrasi Itu, sementara di Timur Tengah dan Asia Selatan, Ulama-ulama Islam masih terus berdebat menentukan sikap mereka terhadap Demokrasi yang berasal dari kaum Kolonialis-Imperialis itu. Sejak Volksraad dibuka, SI turut duduk didalamnya sebagai “satu-satunya Parpol Islam di masa itu“. Disana ia mendudukkan ketuanya yang merupakan pemimpin Islam terbaik di masa itu HOS Cokroaminot. Debutnya yang juga mengharumkan nama Parpol Islam dalam menegakkan Demokrasi adalah Mosi Cokroaminoto tahun 1918 yang pokok-pokok tuntunannya adalah :
a. Pembentukan Parlemen hasil pilihan Rakyat
20 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
b. Pembentukan Parlemen mempunyai kekuasaan Legislatif penuh.
c. Pembentukan suatu pemerintahan (jajahan) sistem Parlementer.
Usul yang sepenuhnya didukung kaum pergerakkan ini menimbulkan kegemparan di Pemerintah Hindia Belanda, sehingga Gubjen Van Limburg Stirum merasa perlu mengeluarkan janji di Bulan November tahun 1918 untuk meninjau kembali Struktur administrasi pemerintahan Hindia Belanda dan kekuasaan Volksraad, namun pelaksanaan tak kunjung datang. Pengaruh Demokrasi Liberal menyebabkan dikeluarkannya Statsblad No.27 tahun 1929 yang mengakui kemerdekaan rakyat untuk mendirikan Organisasi Politik. Tapi untuk menolak penentangan pada pemerintah kolonial, juga terdapat Haatzzaai Artikelen yang menghukum setiap orang yang menimbulkan sikap permusuhan dan kebencian serta merendahkan martabat Pemerintah. Namun tak pelak lagi Demokrasi Liberal turut memberikan pendidikan politik dan Demokrasi bagi Rakyat dalam bentuk Partai Politik.
Meskipun begitu benih Mosi Cokroaminoto tahun 1918 dulu timbul lagi menjelang PD II, kali ini membentuk Gabungan Politik Indonesia (GAPI) yang menuntut “Indonesia Berparlemen“. Aksi ini berhasil penghimpun segenap kekuatan Pergerakkan Nasional baik dari PPPKI perhimpunan Nas, PVPN Perhimpunan Pengerah Praja dan juga Perhimpunan Golongan Islam MIAI kesemuanya turut bergabung dalam Majelis Rakyat Indonesia (1941) hal ini membuktikan bahwa cita-cita demokrasi dapat mempersatuan Pergerakkan Nasional.
Pada awal pendudukan Jepang dikeluarkan UU Balatentara yang melarang adanya perkumpulan Politik dan Rapat yang membicarakan urusan Politik, hingga praktis di masa
21 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
1942-1945 tak ada nafas Demokrasi, yang ada hanya kekuasaan Fasisme-Totaliter.
Masa pelaksanaan demokrasi di Indonesia :
a. Demokrasi berdasarkan UUD 1945 (Agustus-November 1945) Sistem Presidentil dengan lembaga perwakilan: PPKI (sebagai MPR) dan KNIP (Sebagai DPR) ide 1 Partai (PNI)
b. Demokrasi Liberal (1945-1957):
1. Semi Liberal (1945-1957) UUD 1945 Sistem Parlementer Multi Partai.
2. Liberal Penuh (1950-1957) UUDS Sistem Parlementer Multi Partai badan perwakilan DPRS dan konstituante (sebagai MPR) hasil pemilu 1955.
c. Demokrasi Terpimpin, ide Soekarno tahun 1957 dengan kabinet Presidentil. 1959 kembali UUD 1945 dan 1960 menyederhanakan kepartaian serta pembentukan DPRGR dan MPR Tapi pelaksanaannya Presiden berlaku diktator.
d. Demokrasi Pancaila, Orde Baru berkuasa tahun 1966, dikemukakan Jendral Soeharto tahun 1967 murni berdasarkan Pancasila UUD 1945, dengan lembaga Perwakilan MPR dan DPR hasil pemilu-pemilu dari tripartai, pedoman pelaksanaannya ditetapkan dalam TAP XXXVII/ MPRS/1968.
22 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Dan kemerdekaan Golongan Islam tak ketinggalaan mendirikan RI yang demokratis, pengaruh Demokaratis Liberal rupanya masih erat dengan jiwa politik di Indoneisa. Dalam sidang-sidang sebelum pembentukan RI, Dr.Moh Hatta pernah mengemukakan agar sistem parlementer diberlakukan yang ditolak oleh Prof. Sopomo bahwa sistem Parlementer tak sesuai untuk Indonesia. Maka dalam UUD ’45 dipakailah Sistem Presidential dan tak berlakunya Trias Politika secara penuh serta kekuasaan Presiden amat besar.
Golongan Demokrasi dipelopori M.Hatta dan Sultan Syahrir kurang puas atas ketentuan tersebut. Setelah terlebih dahulu menggagalkan gagasan satu partai yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) (22 Agustus 1945) yang dikemukakan oleh Ir.Soekarno dan berhasil mengadakan pelimpahan kekuasaan Legislatif DPR dan MPR pada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) . Sukses terbesar adalah dikeluarkannya maklumat-maklumat pemerintah pada tanggal 3 November 1945 yang ditandatangani Wapres Hatta yang berisi :
a. Membuka kesempatan pada Rakyat untuk mendirikan Partai Politik
b. Rencana pelaksanaan pemilu Januari 1946
Disusul dengan pembentukan Kabinet Parlementer Sultan Syahrir (14 November 1945). Maka bermunculan parpol bagi “Cendawan Di musim Hujan“. Golongan Islam sebagai salah satu penggolongna maklumat itu juga mendirikan wadah Partai Politik Islam dengan nama Masyumi (Majelis Syura Muslimin Ina) pada tanggal 7 November 1945. Namanya saja sudah menunjukkan Parpol ini sebagai lembaga musyawarah antara alim ulama yang duduk di Majelis Syura sebagai pemberi Fatwa dengan tokoh-tokoh muda sebagai DPP yang mengendalikan politik.
23 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Ternyata permusyawarahan dalam parpol Islam tunggal inipun tak berjalan mulus, Masyumi yang sebelumnya aktif mendukung Kabinet Parlementer (Syahrir I dan 2) Memboikot Kabinet Amir Syarifuddin karena tuntutan jatah kabinet tak dipenuhi. Atas bujukan PM Amir, PSII menghidupkan lagi dirinya sebagai Parpol dan turut dalam Kabinet itu (Juli 1947) meskipun begitu PSII belum dapat menandingi kekuatan Masyumi.
Leburnya RIS menjadi NKRI menyebabkan berlakunya UUDS 1950 sebagai pengganti Kons RIS. Dengan berlakunya UUDS 1950 ini syahlah adanya Kabinet Parlementer dan dimulailah masa demokrasi liberal dengan Parpol sebagai tokoh-tokohnya. Nyata bahwa Masyumi amat berperan di masa ini dengan terbukti berkuasanya kabinet Natsir, sebagai Kabinet I di masa ini disusul Kabinet Sukiman, keduanya adalah Tokoh Masyumi, sementara itu permusyawaratan Masyumi gagal lagi mencegah perpecahan Inter, kali ini bentrok antara DPP dengan Majelis Syura akibat pertimbangan politik lebih diutamakan dari Fatwa Majelis Syura dari NU keluar, sehingga yang duduk di Masyumi kini tinggal terdiri dari tokoh-tokoh politisi muda, walaupun demikian, Masyumi tetap memperlihatkan peranannya dengan disamping menguasai Kabinet Natsir dan Sukiman, juga Kabinet Burhanuddin Harahap yang berhasil melaksanakan “Pesta Demokrasi “ yaitu pemilu 1955 yang telah diidamkan sejak 10 Tahun sebelumnya.
Dari PEMILU yang diikuti 118 Partai Politik, Parpol-parpol Islam berhasil merebut 43,7% suara, hal ini menyebabkan Golongan Islam memperoleh kursi terbanyak lembaga perwakilan. Kabinet pemilu hanya bertahan hanya 1 tahun karena pergolakan militer di daerah yang makin gawat disamping itu kekuatan dalam kabinet sendiri yaitu Masyumi menarik diri.
Setelah memberlakukan Negara dalam bahaya (SOB), Presiden Soekarno mengemukakan gagasan Demokrasi Terpimpin pada tanggal 21 Februari 1957 yang ditolak oleh semua parpol-parpol Islam, Partai Kristen dan PSI serta Perwira-perwira Militer di daerah. Maka Presiden membentuk Kabinet Karya dari pada Ir. Juanda (non Parpol) setelah terlebih dahulu Presiden menunjuk dirinya sendiri sebagai Formateur Kabinet, hal ini dimulainya pengaruh kuasa parpol dan mulai berkuasanya Presiden Presiden melalui Kabiet Presidentil-nya yang didukung penuh oleh PKI dan Militer.
Gejala-gejala ini menandai runtuhnya Demokrasi Liberal, apalagi sebelumnya “Arsitek Demokrasi Liberal“ Moh. Hatta mengundurkan diri sebagai Wapres setelah melihat ambisi otoriternya Presiden Soekarno (2 November 1956) . Di antara golongan penentang konsepsi Presiden yang paling teguh “Mempertahankan Demokrasi untuk terakhir kalinya“ adalah Masyumi, sikap keras Masyumi terlihat dengan memecat anggotanya yang duduk dalam Kabinet Karya.
24 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Sikap Konfrintasi langsung dengan pemerintah ini tak mendapat dukungan luas kecuali dari Ex-Wapres Hatta dan PSI Pimpinan Syahrir yang melukiskan kembali aliansi mereka ketika “Menggolakkan“ Maklumat 3 November 1945. Hanya kali ini mereka dipihak yang kalah, rakyat bosan dengan praktek “Dagang Sapi“ Parpol-parpol dalam berebut jatah kabinet sementara pembangunan terus tertunda. Oleh karena itu masa Demokarsi Liberal itu disebut “ Free Fight Liberalisme “ sedangkan Masyumi dicap sebagai “ Kampiun lIberalisme di Indonesia “, Ironisnya bahwa pemimpin Masyumi dan PSI seperti :
Moh. Natsir, Syaffrudin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, (Masyumi) dengan asat dan Sumitro (PSI) “Membelot“ dan kaum pemberontak militer di Sumbar dan Sulut karena merasa keamanannya terancam di Jakarta akibat aksi teror dan balas dendam dari PKI dan antek-anteknya, lebih celaka pada 1958 mereka mendirikan pemerintahan separatis PRRI/PERMESTA. Hal ini malah merugikan Perjuangan Demokrasi itu sendiri, walaupun Hatta dan sisa tokoh Masyumi dan PSI menyalahkan tindakan rekan-rekannya itu. Hal ini mempercepat lenyapnya Demokrasi Liberal di Indonesia, bahwa sistem Demokrasi Liberal memang tidak cocok dengan Kepribadian Bangsa Indonesia, dan tidak dapat disangkal [13] . Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandai mulainya masa Demokrasi Terpimpin, mengenai nama ini kita akan teringat dengan tindakan Blok Soviet yang di masa itu memberi nama “Demokrasi Rakyat“ ataupun “Republik Rakyat“ bagi negara komunis dan kenyataannya Demokrasi Terpimpin tak ada bedanya dengan Demokrasi Rakyat yaitu Diktat Totaliter berkedok nama Demokrasi.
Langkah selanjutnya adalah membubarkan DPR hasil Pemilu setelah mereka berani menolak RAPEN yang disodorkan Presiden (5 Maret ’60), sebagai gantinya dibentuk DPR Gotong Royong yang seluruh anggotanya diangkat Presiden. Meskipun nama parlemen ini DPR Gotong Royong yang katanya lebih menitikberatkan musyawarah dari pada Votting, tapi bila DPRGR gagal mencapai mufakat, maka Presidenlah yang mengambil keputusan itu. Disusul dengan Ret ooling kepartaian dari 40 parpol dari parpol (1958) maka kini jadi 13 parpol. Bila tadinya kelompok parpol yang mengambil sikap diam antara konfrontasi pemerintah dengan golongan “Pejuang Demokrat”, baru sadar bahwa Presiden benar-benar bermaksud “ Mengebiri ” kehidupan Demokrasi di Ina. Maka tahun itu juga LMI Parkindo, Partai Katholik, IPKI serta
25 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
sisa-sisa Masyumi dan PSI yang berhubungan dengan Hatta mendirikan Liga Demokrasi dari pada Imron Rasyadi (NU) dengan maksud memperjuangkan Demokrasi dengan cara Konstitusional.
Pada tanggal 17 Agustus 1960 Masyumi dan PSI dinyatakan sebagai “Partai Terlarang”. Sejak 1961 rezim Soekarno berhasil menumpas habis musuh-musuhnya dengan melumpuhkan para pemberontakan PRRI/PERMESTA, memenjarakan tokoh-tokoh Masyumi dan PSI (termasuk Syahrir ketua PSI) serta membubarkan dan memenjarakan pemimpin-pemimpin Liga Demokrasi. Juga dilakukan penghancuran Surat Kabar dan pelanggaran hak-hak asasi lainya. Dengan demikian lenyapnya demokrasi.
Tumbangnya rezim Orde Lama memungkinkan lagi timbulnya Demokrasi. Aspirasi rakyat terhadap kehidupan demokrasi yang bebas terlihat dari aksi-aksi selama Epiloog G-30 S/PKI, para Mahasiswa meneriakkan suara-suara tuntutan keadilan, aksi coret-coret, pers bernyawa kembali hingga ada tindakan-tindakan yang menjurus pada anarki dan tidak memperdulikan hukum. Pemerintahan Orde Baru lalu menetapkan “Demokrasi Pancasila” yang hanya mengenal kebebasan yang bertanggung jawab. Pemerintahan juga menolak suara-suara yang menentukan pembubaran partai-partai politik yang disebut sebagai “Biang Kemunafikan” di masa Orde Lama, karena parpol mutlak diperlukan dalam Demokrasi Pancasila.
Walaupun belum pernah LUBER, (Pemerintah berhasil melaksanankan PEMILU 1971 rencana akan diselenggarakan tahun 1968), PEMILU 1977 dan 1982 yang menghasilkan komposisi keanggotaan lembaga perwakilan DPR/MPR pilihan rakyat. Diselingi peristiwa-peristiwa menuntut lebih ditekankan demokrasi seperti Petisi 50 (1980) dan Demonstrasi Mahasiswa (1978) kita melihat suatu prospek kearah kehidupan yang lebih demokratis.
26 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
Memang menurut pengamatan menyatakan bahwa Pemerintah lebih menitikberatkan pada peningkatan stabilitas Nasional dari pada lebih meningkatkan pada peningkatan penyaluran suara rakyat. Para pengamat politik juga Indonesia ditahun 80 – an ini mengalami kehidupan bernegara yang paling stabil sejak Indonesia merdeka. Hal ini menjadi modal utama untuk menyempurnakan kehidupan demokrasi disamping “Tinggal Landas” menuju masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila.
KOMPOSISI LEMBAGA PERWAKILAN INDONESIA
a. Masa Kolonial Belanda
PERIODE
GOLONGAN ISLAM
GOLONGAN NASIONALIS INDONESIA
27 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
SI
JIB
PII
Jumlah
Colsraad 1918-1931 (194 Kursi)
3
-
-
3
6
Volkasraad
28 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
-
1
1
2
29
b. Masa Reublik Indonesia
PERIODE
GOLONGAN ISLAM
PNI
29 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
PKI
GOL
Masyumi
NU
PSII
Perti
Lain -Lain
Jmlh
1.KNIP 1946 (407 kursi)
Ketua:Kasman. S
60
30 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
-
-
-
-
60
45
35
-
2.KNIP 1949 (536 kursi)
Ketua:Assat (PSI)
42
-
31 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
12
-
-
72
45
32
-
3.DPRS 1950-1955 (235 kursi)
Ketua: Sartono (PNI)
57
7
32 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
4
1
-
55
41
17
-
4.DPR PEMILU 1955 (272 Kursi)
Ketua: Sariono (PNI)
-
45
8
33 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
4
AKUI: 1
PPTI : 1
121
57
39
-
5.DPRGOrde Lama (283 kursi)
Ketua:KH. Zainul Arifin (NU)
-
36
34 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
5
2
-
43
44
30
15
6.DPR PEMILU 1971 (460 kursi)
Ketua:KH. Idham Chalid (NU)
-
58
10
35 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
2
Parmusi : 24
94
20
-
33
7.DPR PEMILU 1977(60kursi)
Ketua: Daryatmo (GOLKAR)
-
56
14
36 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
5
Parmusi : 24
Total PPP : 99
PDI 29
-
33
[1] Kata Sekuler berasal dari kata “Secularis” (tak termasuk lingkungan Gereja) artinya adalah Non= Rohaniah jadi keduniaan.
37 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
[2] Segara Islam sering diidentikkan dengan “Baldatun Thayyiabtun Warrubun Ghafur” (Negara Sejahtera penuh dengan Ridha Allah). Hal ini tertulis dalam surat As-Saba ayat 15 yang sebenarnya bukan dimaksud sebagai Negara Islam melainkan Negeri Bangsa Saba (Kaum Nabi Sulaiman AS) yang amat sejahtera.
[3] Khalifah asal kata Khulaif (Pengganti). Dalam Al-Qur’an yang disebut Khalifah adalah Nabi Adam.As selaku pengganti Allah di muka Bumi.
[4] Gelar Sultan mula-mula dipakai oleh Wazir (Perdana Menteri) kekhalifahan Abbasiyah di abad ke-10 M, gelar ini masuk ke-Indonesia melalui Dinasti Ayyubi di Mesir (1171-1250)
[5] Ideologi berasal dari kata Idea (cita-cita) dan Logika (ajaran)
definisinya ; suatu ajaran atau gagasan yang mampu membangkitkan sikap emosional, pengikutnya dalam menjalankan program menuju satu tujuan Sosial Politik tertentu
[6] Disamping itu terdapat juga faktor luar negeri yang mendorong pergerakan Indonesia.
Gerakan Pan Islamisme yang sejak abad 19 mendorong pergerakan Islamisme. Kemenangan Jepang terhadap Rusia 1905, revolusi Turki muda 1908 dan revolusi Nasionalisme di China 1911 turut membangkitkan Nasional Indonesia.
38 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
[7] Social Demokrasi adalah nama bagi parpol- parpol Marxist.
Di Rusia tahun 1912 kaum Radikal keluar dari Partai Sos.Dem Rusia dan menamakan diri “Golongan Sosial Revolusioner“. Ideologinya adalah Marxisme-Leninse atau komunisme.
[8] Islam adalah Agama Universal dan semua muslim tak ada perbedaannya (Qs. Hujurat ayat 13) juga terdapat dalam Hadits “Bukan dari golongan kami orang yang menyeru berperang dan mati atas dasar Asabiyah “ (HR. Abu Daud). Ada yang mengartikan “Asabiyah“ itu sebagai kesukuan (Suku-Isme) kebangsaan (Nasionalisme) ataupun “ Asabiyah “ Jahiliyah yaitu Chauvinisme.
[9] Tokoh-tokoh muda golongan Nasional itu adalah hatta, Syahrir dan kawan-kawan dari Indonesia Verniging di Belanda (1922) yang lalu menjadi Perhimpunan Ina (1924) dan Ir.Soekarno dan Sartono yang mendirikan Partai Nasional Ina (1927).
[10] Pemimpin Nasionalis yang pro-Jepang adalah Soekarno dan Hatta sedangkan dari pihak Islam adalah Pemimpin MIAI dari unsur PSII, NU dan Muhammadiyah.
[11] Identifikasi tokoh –tokoh panitia sembilan itu sebagai berikut :
a. Ir. Soekarno : Seorang Nasionalis berAgama Islam
39 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
b. KH.Wahid Hasyim : Seorang Islamis
c. Dr. Moh.Hatta : Nasionalis muslim yang taat.
d. Moh. Yamin : Nasionalis berAgama Islam
e. Kahar Muzakir : Seorang Islamis
f. Abikusno Cokrosujoso : Seorang Islamis
g. Ahmad Subarjo : Nasionalis muslim yang taat.
h. Haji Agus Salim : Seorang Islamis
i. AA.Maramis : Seorang Nasionalis Kristen.
[12] Penghapusan tujuh kata itu karena Wapres Hatta dikabari bahwa orang Kristen Ina bagian Timur tak menyukai kaliamat yang berbau Driskriminasi itu. Lalu Hatta bermusyawarah dengan tokoh – tokoh Islam, yaitu: Ki Bagus Hadi Kusumo, KH. Wahid Hasyim, Kasman Singodimejo dan Teuku Hasan dan setelah 15 menit mereka sepakat untuk menghapus tujuh kata tersebut.
40 / 41
Sejarah Islam di Indonesia : BAB V : ISLAM SEBAGAI SISTEM POLITIK DI INDONESIA Written by Administrator Tuesday, 06 October 2009 11:56 -
[13] Sesungguhnya Demokrasi Liberal tak cocok dengan jiwa Bangsa Asia, hal ini ditunjukakan dengan perkembangan Politik di Asia tahun 1958 di Thailand, Iraq, Birma dan Pakistan terjadi Krisi Politik yang ditimbilkan Sistem Demokrasi Liberal yang menggerakkan Kudeta Militer.
41 / 41