SEGMENTASI VENASI CITRA DAUN TANAMAN OBAT MENGGUNAKAN MATRIKS HESSIAN
ADZKIA SALIMA
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Segmentasi Venasi Citra Daun Tanaman Obat Menggunakan Matriks Hessian adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Adzkia Salima NIM G6410099
ABSTRAK ADZKIA SALIMA. Segmentasi Venasi Citra Daun Tanaman Obat Menggunakan Matriks Hessian. Dibimbing oleh YENI HERDIYENI Penelitian ini mengajukan metode untuk mensegmentasi citra venasi daun tanaman obat menggunakan matriks Hessian. Venasi daun merupakan salah satu fitur biometrik yang dapat dijadikan penciri suatu tanaman. Fitur tersebut spesifik untuk setiap spesies sehingga dapat menjadi penciri suatu tanaman Matriks Hessian merupakan metode deteksi tepi dengan turunan kedua yang dapat mensegmentasi citra berdasarkan kelompok strukturnya melalui nilai eigen piksel citra tersebut. Proses thinning dilakukan untuk menghasilkan citra yang siap ekstraksi. Sebagai tambahan, operasi morfologi dilakukan untuk memperbaiki garis rusak atau venasi yang tidak terhubung. Metode diujikan pada empat tipe venasi daun dari 346 sampel digital. Evaluasi visual yang dilakukan menunjukkan bahwa metode yang diajukan dapat digunakan untuk mengekstrak venasi primer, sekunder, dan tersier. Metode ini menjanjikan untuk membantu botanis dan taksonomis untuk mengidentifikasi tanaman obat secara otomatis. Kata kunci: deteksi tepi, matriks Hessian, segmentasi venasi daun
ABSTRACT ADZKIA SALIMA. Leaf-vein Segmentation of Medicinal Plants using Hessian Matrices. Supervised by YENI HERDIYENI. This research proposes leaf vein segmentation method using Hessian matrix. Leaf venation pattern is one of biometric features that form the basis of leaf characterization and classification. It is specific for every species thus it can be used as a key feature. Hessian matrix is a method of the second derivative edge detection that can be used to segment the image based on its group structure by analyzing the pixel‘s eigenvalues. We applied thinning to achive the better result of leaf vein. In addition, we performed morphological image processing to fix broken ridges or unconnected leaf veins. We evaluated four leaf veins type of 346 digital leaves. The experimental results show that our proposed method is able to extract the primary, secondary and tertiary leaf vein. This method is promising to help botanist and taxonomist identifying medicinal plant species automatically. Keywords: edge detection, Hessian matrix, leaf vein segmentation
SEGMENTASI VENASI CITRA DAUN TANAMAN OBAT MENGGUNAKAN MATRIKS HESSIAN
ADZKIA SALIMA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji: 1 Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom 2 Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi : Segmentasi Venasi Citra Daun Tanaman Obat Menggunakan Matriks Hessian Nama : Adzkia Salima NIM : G64110099
Disetujui oleh
Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahi Rabbil ‗alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‘ala yang telah menganugerahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini merupakan hasil penelitian penulis selama kurang lebih satu semester yang bertempat di Departemen Ilmu Komputer. Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah berperan penting pada penelitian ini yaitu: 1 Bapak dan Ibu penulis yaitu Nindyantoro dan Dini Sumaryanti atas motivasi, dukungan, nasihat, kasih sayang dan doa yang tidak pernah putus serta kepada Adik Fafa, Fayza, Hanif, dan keluarga besar penulis atas semangat, perhatian dan doanya. 2 Ibu Dr Yeni Herdiyeni, SSi MKom. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis tidak hanya dalam menyelesaikan penelitian ini tapi juga dalam membentuk karakter peneliti pada diri penulis. 3 Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang, SSi MKom dan Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom selaku dosen penguji yang telah memberikan saran agar penyajian hasil penelitian ini lebih baik dan koreksi terutama pada bagian matematisnya. 4 Teman-teman satu bimbingan dan grup riset yang telah menjadi teman diskusi dan membantu pengumpulan data. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Adzkia Salima
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA Venasi Daun
2
Segmentasi Daun
4
Deteksi Tepi untuk Segmentasi
4
Matriks Hessian Sebagai Metode Deteksi Tepi
5
Algoritme Fast Parallel Thinning
8
METODE Data Penelitian
9
Tahapan Penelitian
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses Citra
11
Segmentasi Menggunakan Matriks Hessian
12
Penipisan Citra Ouput
16
Hasil Evaluasi Visual
16
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
20
Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
23
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi tipe venasi daun 2 Hubungan nilai eigen pada matriks Hessian dan orientasi struktur citra (L low, H+ high positive, H- High negative)
3 6
DAFTAR GAMBAR 1 Venasi primer, sekunder, dan tersier pada daun 2 Ilustrasi perubahan intensitas pada tepi 3 Plot turunan pertama fungsi f’(x) dan turunan kedua f’’(x) terhadap fungsi f(x) 4 Citra fraktal di-blur (atas) kemudian dilakukan edge detection (bawah) dengan skala 1, 2, 3, 4, dan 5. 5 Diagram alir penelitian 6 Hasil pemisahan channel (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru 7 Hasil segmentasi dan thinning jika citra (a) berukuran 1200x2500 piksel, dan (b) citra diubah menjadi lebih kecil 462x800 piksel, dengan (c) citra asli 8 Citra hasil Gaussian edge detection (a) Dxx, (b) Dyy, dan (c) Dxy 9 Citra grayscale yang melalui tahap gaussian blur (atas) dan hasil deteksi tepi Dxx dengan skala s (bawah) 10 Representasi citra nilai eigen untuk (a) nilai eigen yang lebih kecil, (b) nilai eigen yang lebih besar, 11 Contoh bagian dari venasi daun 12 Perbandingan vektor eigen dari skala s = 1 (atas) dan skala s = 5 (bawah) dengan (a) edge atau venasi daun yang tersegmentasi, (b) vektor eigen e+, dan (c) vektor eigen e13 Hasil citra pada perhitungan dissimilarity measure (a) blobness measure (b) second order structureness, dan kombinasi keduanya (c) hasil thresholding 14 Hasil segmentasi pada skala 1, 3, 5, 7 dan hasil akhir 15 Citra asli, citra hasil segmentasi Hessian, citra hasil thresholding, citra hasil thinning 16 Contoh skor terhadap hasil output citra 17 Hasil penilaian evaluasi visual pada empat tipe venasi 18 Hasil segmentasi spesies Clidemia hirta dengan banyak venasi sekunder yang tidak tersambung dengan venasi primer 19 Sampel daun Pilea melastomoides (a) citra daun asli, (b) hasil akhir pada skala [1 3], (c) hasil akhir pada skala [3 5] 20 Hasil segmentasi (a) Coleus scutellarioides (b) Ageratum conyzoides (c) Guazuma ulmifolia (d) Morus alba 21 Hasil segmentasi Piper umbellatum dan Hatuina cordata 22 Venasi daun dari spesies Daedalacanthus montanus 23 Venasi daun Piper betle (a) citra grayscale, (b) hasil segmentasi dengan praproses inversi, (c) hasil segmentasi tanpa praproses inversi
3 4 5 6 9 11
11 12 12 13 13
14
15 15 16 17 17 18 18 19 19 20 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 Citra daun tanaman obat 2 Hasil penilaian evaluasi visual pada semua spesies
23 25
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman obat dengan 940 jenis varietas yang tersebar di seluruh nusantara. Jumlah tersebut mencakup 90% dari jumlah tanaman obat di Asia (Dephut 2009). Namun kekayaan alam tersebut belum termanfaatkan dengan baik karena masyarakat belum dapat mengidentifikasi tanaman obat disekitarnya. Hal tersebut dikarenakan identifikasi tanaman memerlukan pengetahuan khusus dengan terminologi yang kompleks (Roth-Nebelsick et al. 2001). Bahkan ahli taksonomi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengidentifikasi suatu tanaman. Untuk itu dibutuhkan sistem identifikasi tanaman obat otomatis. Sistem identifikasi tanaman obat menggunakan daun sebagai biometrik. Biometrik adalah karakter fisiologi makhluk hidup yang dapat membedakan individu satu dan individu lainnya. Venasi atau pola pertulangan merupakan salah satu fitur daun. Fitur tersebut spesifik pada spesies tertentu sehingga dapat menjadi penciri suatu tanaman (Hickey 1973). Venasi daun juga akan konsisten tumbuh ke pola dan bentuk yang ditentukan secara genetik (Roth-Nebelsick et al. 2012). Rahmadhani et al.(2010) mengimplementasikan pemodelan Fourier dan BSpline untuk ekstraksi bentuk dan venasi daun. Akurasi hasil ekstraksi citra kurang sempurna dikarenakan hasil segmentasi hanya sampai venasi sekunder dan banyak bagian dari venasi yang tidak tersegmentasi sementara banyak jenis daun yang memiliki pola venasi primer dan sekunder yang sama. Agar ekstraksi lebih akurat, dibutuhkan pra proses citra dan metode segmentasi yang dapat memisahkan bagian venasi hingga venasi tersiernya. Frangi et al. (1998) memperkenalkan filter enhancement multi skala matriks Hessian untuk segmentasi pembuluh atau vessel. Pembuluh adalah organ yang berbentuk saluran pada tubuh manusia. Segmentasi dilakukan dengan menghitung vesselness measure berdasarkan nilai eigen dari matriks Hessian. Vesselness measure ini kemudian menjadi standar yang digunakan pada banyak penelitian setelahnya untuk segmentasi objek yang berbentuk vessel. Salem et al. (2007) menggunakan matriks Hessian untuk segmentasi retinal blood vessel. Adapun Rudzki (2009) menggunakan matriks Hessian untuk segmentasi airway tree atau saluran pernapasan pada manusia. Matriks Hessian digunakan karena dapat merepresentasikan garis 3D menggunakan turunan kedua. Venasi daun berbentuk vessel dua dimensi sehingga untuk segmentasi dapat digunakan vesselness measure oleh Frangi et al. (1998). Untuk itu, pada penelitian ini, akan diimplementasikan segmentasi venasi daun menggunakan analisis nilai eigen matriks Hessian agar dapat merepresentasikan garis venasi dengan lebih baik. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah; bagaimana mengimplementasikan matriks Hessian untuk segmentasi venasi pada citra daun tanaman obat?
2
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah melakukan segmentasi citra venasi daun tanaman obat sampai venasi tersier menggunakan matriks Hessian. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat bagi taksonomis untuk membantu identifikasi tanaman obat lebih cepat dan mempermudah ekstraksi fitur venasi lebih akurat untuk penelitian lebih lanjut. Ruang Lingkup Penelitian 1 2 3 4
Penelitian ini dilakukan dengan batasan berikut: Data yang digunakan bersumber dari laboratorium Computational Intelligence Departemen Ilmu Komputer IPB. Penelitian dibatasi sampai segmentasi venasi daun. Penelitian menggunakan bahasa C++ dan library OpenCV. Data dikelompokkan berdasarkan tipe venasi.
TINJAUAN PUSTAKA Venasi Daun Venasi daun, yang terdiri dari sel-sel xilem dan floem, berperan penting dalam transportasi zat-zat untuk pertumbuhan tanaman. Roth-Nebelsick et al. (2001) menjelaskan terdapat dua fungsi utama dari venasi daun. Fungsi pertama, sistem venasi berperan sebagai sistem transportasi utama. Sistem venasi mengirimkan air dan larutan melalui xilem ke lamina daun. Adapun pada floem, karbohidrat yang diproduksi pada jaringan asimilasi pada daun dikirim ke luar melalui floem. Substansi lain seperti hormon juga ditransportasikan pada floem dan xilem. Fungsi kedua, sistem venasi daun menstabilkan secara mekanis, berbasis pada lignified xilem (elemen xilem yang mengandung lignin) dan elemen yang memiliki sclera. E-modulus yang tinggi pada lignin membuat sistem venasi daun cocok sebagai struktur penstabil. E-modulus adalah rasio antara tekanan dan regangan pada suatu materi. Semakin tinggi E-modulus maka semakin kaku suatu material tersebut. Niklas (1992) menyimpulkan bahwa struktur arsitektural dari venasi daun sangat mempengaruhi aspek fungsional daun. Dengan demikian cukup dengan mengetahui struktur venasi daun, dapat duperoleh informasi mengenai aspek fungsional. Karakteristik pola venasi daun pada suatu species tetap secara genetik (Roth-Nebelsick et al. 2001). Hal tersebut menjadi dasar untuk menggunakan venasi daun sebagai alat taksonomi. Secara umum, Harlow dan Harrar (1969) menjelaskan terdapat dua jenis tipe venasi daun yaitu parallel atau tertutup yang
3 ditemukan pada monokotil dan tipe net atau terbuka yang ditemukan pada tumbuhan dikotil. Kemudian Hickey (1973) memperinci klasifikasi venasi daun pada tumbuhan dikotil pada Tabel 1. Klasifikasi tersebut berdasarkan derajat venasi yaitu primer, sekunder, dan tersier. Venasi primer merupakan venasi single di tengah daun, yang memiliki struktur paling tebal dan tersambung dengan petiole (batang) daun. Venasi sekunder adalah cabang-cabang venasi yang tumbuh dari venasi primer yang memiliki ukuran lebih kecil. Venasi primer, sekunder dan tersier ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel 1 Klasifikasi tipe venasi daun Gambar
Deskripsi Pinnate- venasi primer (midvein) sebagai asal untuk order venasi yang lebih tinggi. Parallelodromous—dua atau lebih venasi primer yang berasal samping satu sama lain di dasar daun dan berjalan parallel ke apex Campylodromous—Beberapa venasi primer atau cabang tumbuh di lengkungan yang amat terbentuk bengkok sebelum konvergen menuju apex. Acrodromous—dua atau lebih venasi primer atau venasi sekunder sangat dikembangkan tumbuh konvergen menuju puncak daun. Lengkungan tidak bengkok di pangkalan. Actinodromous—tiga atau lebih venasi primer divergen radial dari satu titik. Palinactinodromous—Sama dengan actinodromous namun venasi primer memiliki percabangan tambahan yang bukan di base.
Sumber: Hickey (1973)
Venasi Tersier Venasi Sekunder Venasi Primer Gambar 1 Venasi primer, sekunder, dan tersier pada daun.
4 Segmentasi Daun Salah satu tahap penting pemrosesan citra adalah tahap segmentasi. Segmentasi citra adalah proses pemisahan citra menjadi beberapa bagian yang homogen dan mengekstrak bagian-bagian tersebut menjadi objek yang akan diamati sehingga didapati region of interest-nya (Gonzalez et al. 2004). Pada segmentasi untuk pengenalan daun, region of interest dari daun dapat berupa kontur dan venasi daun. Algoritme segmentasi pada umumnya berbasis pada dua sifat dari nilai intensitas yaitu discontinuity dan similarity. Pada pendekatan discontinuity citra dibagi berdasarkan perubahan intensitas yang tiba-tiba seperti deteksi tepi. Pada pendekatan similarity citra dipisahkan ke region yang mirip berdasarkan suatu kriteria, contohnya thresholding, region growing, dan region splitting (Klette 2014). Rahmadhani et. al (2009) menggunakan Histogram based-thresholding untuk mendapatkan kontur daun dengan memisahkan objek daun dengan latar belakang. Kemudian ekstraksi venasi dilakukan dengan B-Spline. Kemudian Katyal dan Aviral (2012) menggunakan filter Odd Gabor dan operasi morfologi untuk segmentasi venasi daun. Deteksi Tepi untuk Segmentasi Tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang cepat atau tiba-tiba (besar) dalam jarak yang singkat seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Pada obyek satu dimensi, perubahan dapat diukur dengan menggunakan fungsi turunan (derivative function) pada Gambar 3. Perubahan mencapai maksimum pada saat nilai turunannya pertamanya mencapai nilai maksimum atau nilai turunan kedua (second derivative) bernilai 0 (Gonzalez et al. 2004). Turunan pertama fungsi menghasilkan edge yang lebih tebal. Penggunaan turunan kedua memiliki beberapa kelebihan di antaranya, lebih responsif terhadap detil, dan dapat digunakan untuk menentukan transisi intensitas dari cerah ke gelap atau gelap ke cerah.
Jarak
Perubahan Intensitas
= arah tepi
Gambar 2 Ilustrasi perubahan intensitas pada tepi
5
Gambar 3 Plot turunan pertama fungsi f’(x) dan turunan kedua f’’(x) terhadap fungsi f(x) Matriks Hessian Sebagai Metode Deteksi Tepi Matriks adalah susunan bilangan yang diatur berdasarkan baris dan kolom (Leon 2010). Bilangan-bilangan tersebut dinamakan entri dalam matriks atau disebut juga elemen (unsur). Matriks Hessian adalah matriks yang setiap elemennya dibentuk dari turunan parsial kedua dari suatu fungsi. Misalkan sebuah fungsi f(x) dengan n buah variabel memiliki turunan parsial kedua dan turunannya kontinu, maka matriks Hessian dari f(x) adalah matriks H, yaitu (Leon 2010): 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 … 𝜕𝑥1 2 𝜕𝑥1 𝑥2 𝜕𝑥1 𝑥𝑛 2 2 𝜕 𝑓 𝜕 𝑓 𝜕2 𝑓 ⋯ 𝐻 𝑓 = 𝜕𝑥2 𝑥1 𝜕𝑥2 2 𝜕𝑥2 𝑥𝑛 ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 𝜕2 𝑓 ⋯ 𝜕𝑥𝑛 𝑥1 𝜕𝑥𝑛 𝑥2 𝜕𝑥𝑛 2
(1)
Matriks Hessian digunakan untuk melakukan uji turunan kedua fungsi lebih dari satu variabel dengan mengidentifikasi optimum lokal dari fungsi tersebut. Fungsi dua variabel digunakan karena intensitas piksel citra I(x,y) memiliki dua variabel yaitu x dan y. Nilai optimum dapat dicari menggunakan nilai eigen dari matriks Hessian. Leon (2010) juga mendefinisikan nilai eigen sebagai berikut: Jika A matriks berordo (n × n) dan suatu skalar yang memenuhi persamaan Ax = x untuk suatu vektor kolom tak nol dalam ruang dimensi n, maka: 1 disebut nilai eigen atau akar-akar karakteristik dari matriks A. 2 x disebut vektor eigen atau vektor karakteristik dari matriks A. 3 Vektor-vektor eigen x membentuk ruang vektor eigen dari A yang bebas linier dan disebut basis untuk ruang eigen yang bersesuaian dengan nilai eigen . Matriks Hessian memberikan turunan kedua dari variasi intensitas lokal citra terhadap piksel di sekelilingnya. Nilai eigen dan vektor eigen dari matriks Hessian tersebut digunakan untuk menganalisis struktur citra. Frangi et al. (1998) mendefinisikan hubungan antara nilai eigen dengan |1|≤|2|≤|3| pada Tabel 2.
6 Tabel 2 Hubungan nilai eigen pada matriks Hessian dan struktur citra D 1 L L L L L H– H+ a
2 L L L H– H+ H– H+
1 L L L L L H– H+
D 2 L L L H– H+ H– H+
Struktur
3 L H– H+ H– H+ H– H+
No structure Sheet-like (bright) Sheet-like (dark) Tubular (bright) Tubular (dark) Blob-like (bright) Blob-like (dark)
L low, H+ high positive, H- high negative, +/- menunjukan tanda pada nilai eigen Sumber: Frangi et al. (1998)
b
Untuk mendapatkan matriks Hessian pada citra 2D, dihitung turunan parsial kedua dari suatu citra; Dxx, Dyy dan Dxy (Kroon 2009). 𝐻 𝑥, 𝑦 =
𝐷𝑥𝑥 𝐷𝑥𝑦
𝐷𝑥𝑦 𝐷𝑦𝑦
(2)
Frangi et al. (1998) menggabungkan proses image enhancement smoothing menggunakan konvolusi Gaussian dengan turunan kedua untuk mendeteksi ―vesselness‖ pada citra. Misal pada kasus 1D, citra respon 𝐷 𝑥, 𝜎 dari filter tersebut diberikan pada persamaan ( 3 ) (Sato et al. 1998). 𝐷 𝑥, 𝜎 = −
𝑑2 𝐺(𝑥, 𝜎) ∗𝐼 𝑥 𝑑𝑥 2
(3)
dengan I(x) merupakan citra input dan ∗ merupakan operator konvolusi. Perhitungan respon citra 𝐷 𝑥, 𝜎 tersebut disebut juga Gaussian scale space. Linderberg (1996) menjelaskan teori scale space sebagai rangkaian dari citra 1D yang diblurkan dengan index blur 𝜎 atau standar deviasi dari fungsi Gaussian. Index blur 𝜎 didefinisikan sebagai ―skala s‖ yaitu ukuran kernel Gaussian yang mempengaruhi hasil blur citra. Gambar 4 menunjukkan citra fraktal yang diblur kemudian dilakukan edge detection pada skala yang berbedabeda. Peningkatan smoothing dapat menyebabkan distorsi bentuk pada edge yang terekstraksi. Sementara itu, penerapan smoothing pada skala rendah mengekstrak terlalu banyak edge sehingga pemilihan skala s harus dilakukan dengan cermat.
Gambar 4 Citra fraktal di-blur (atas) kemudian dilakukan edge detection (bawah) dengan skala 1, 2, 3, 4, dan 5. Direproduksi dari Linderberg (1998)
7
Misal, untuk fungsi Gaussian smoothing yang sederhana ditunjukkan pada persamaan (4) (Kroon 2009). 𝐺 𝑥, 𝑦, 𝑠 =
𝑥 2 +𝑦 2 1 − 2𝑠 2 𝑒 2𝜋𝑠 2
(4)
Untuk mendapatkan elemen matriks Hessian yaitu turunan parsial kedua dari citra, citra dikonvolusikan dengan fungsi Gaussian turunan kedua yaitu 𝐷𝑥𝑥 = 𝐼 𝑥 ∗ 𝒢𝑥𝑥 , 𝐷xy = 𝐼 𝑥 ∗ 𝒢𝑥𝑦 dan 𝐷𝑦𝑦 = 𝐼(𝑥) ∗ 𝒢𝑦𝑦 . Adapun fungsi Gaussian scale space tersebut 𝒢𝑥𝑥 , 𝒢𝑦𝑦 , dan 𝒢𝑥𝑦 ditunjukkan pada persamaan (5), (6), dan (7) (Kroon 2009). 𝒢𝑥𝑥 =
𝑥 2 +𝑦 2 𝜕 2 𝐺 𝑥, 𝑦, 𝑠 1 𝑥2 − 2𝑠 2 = ( − 1)𝑒 𝜕2 𝑥 2𝜋𝑠 4 𝑠 2
𝒢𝑦𝑦 =
𝑥 2 +𝑦 2 𝜕 2 𝐺 𝑥, 𝑦, 𝑠 1 𝑦2 − 2𝑠 2 = ( − 1)𝑒 𝜕2 𝑦 2𝜋𝑠 4 𝑠 2
𝒢𝑥𝑦
𝜕 2 𝐺 𝑥, 𝑦, 𝑠 𝑥𝑦 − 𝑥 2 +𝑦2 2 = = 𝑒 2𝑠 𝜕 2 𝑥𝑦 2𝜋𝑠 6
(5)
(6)
(7)
dengan x,y=[-3s:3s] sehingga dihasilkan kernel filter gaussian turunan kedua. Nilai eigen dicari dengan menggunakan persamaan (8) dan (9) (Salem et al. 2007 Dxx + Dyy + α ( 8 ) = 2 =
Dxx + Dyy - α 2
( 9 )
dengan = ((Dxx + Dyy)2 + 4D2xy.)2. Nilai eigen diurutkan sedemikian sehingga Nilai eigen tersebut digunakan untuk mendeteksi struktur seluruh piksel. Berdasarkan asumsi pada Tabel 2, piksel yang merupakan bagian dari wilayah vessel ditandai dengan ≈ 0 dan 2 ≫ 1. Syarat tersebut dirumuskan oleh fitur blobness measure yaitu Rb = (1 / 2)2. Adapun S = ||ℋ||F = (2 + 1 merupakan ―second order structureness”. Nilai S akan rendah jika pada background tidak ada struktur. Pada bagian dengan kontras yang tinggi nilai norm akan semakin besar karena salah satu nilai eigen akan membesar. Fitur dari Rb dan S dipetakan oleh vesselness measure persamaan (10) (Frangi et al. 1998). 0, 𝑉𝑜 𝑠
=
Rb2 exp - 2 2β
S2 1- exp - 2 2c
λ2 >0 , lainnya
( 10 )
Pada persamaan di atas, 𝛽 dan 𝑐 adalah nilai threshold yang mengontrol sensitivitas dari filter garis matriks Hessian. Respon filter garis tersebut akan
8 maksimum pada skala yang cocok dengan venasi aslinya. Hasil thresholding tersebut dianalisis pada skala s yang berbeda-beda yaitu pada Persamaan (11) (Frangi et al. 1998). Vo =
max
Smin ≤s≤Smax
Vo(s)
( 11 )
Segmentasi menggunakan matriks Hessian banyak dilakukan di bidang medis seperti deteksi pembuluh darah (Salem et al. 2007), deteksi saluran pernapasan (Rudzki 2009), dan organ dalam tubuh lainnya yang membentuk saluran. Pada bidang biologi tanaman, McCarthy et al. (2009) menggunakan matriks Hessian untuk mendeteksi percabangan dari batang utama tanaman, kemudian Mohammed et al. (2013) menggabungkan matriks Hessian dan Hough Transform untuk segmentasi batang tanaman. Matriks Hessian digunakan karena mampu merepresentasikan citra 3D. Dengan menganalisis nilai eigen dari matriks Hessian, dapat dideteksi struktur saluran, bidang datar, dan gelembung baik pada citra 2D maupun 3D. Algoritme Fast Parallel Thinning Algoritme thinning oleh Zhang (1984) bertujuan untuk menghasilkan kerangka dari suatu citra dengan ketebalan satu piksel. Algoritme tersebut terdiri dari dua subiterasi. Subiterasi pertama bertujuan untuk menghapus titik boundary tenggara dan titik pojok barat laut yang memenuhi persamaan: 1) 2 ≤ B(P1) ≤ 6 2) A(P1) = 1 3) P2*P4*P6 = 0 4) P4*P6*P8 = 0 A(P1) adalah banyaknya pola 01 pada himpunan terurut P2, P3, P4, .. P8, P9 yang merupakan tetangga P1 dan B(P1) adalah banyaknya tetangga tak nol dari P1 yaitu B(P1) = P2 + P3 + P4 + .... + P8 + P9 Subiterasi kedua bertujuan untuk menghapus titik boundary barat laut dan titik pojok tenggara yang memenuhi kondisi sebagaimana subiterasi pertama kecuali untuk kondisi (3) dan (4) sebagai berikut: 3) P2*P4 *P8 = 0 4) P2*P6 *P8 = 0 P9 P2 P3 (i-1, j-1) (i-1, j) (i-1,j+1) P8 P1 P4 (i, j-1) (i,j) (i,j+1) P7 P6 P5 (i+1, j-1) (i+1, j) (i+1, j+1) Gambar 5 Contoh sembilan pixel pada window 3 × 3. Direproduksi dari Zhang (1984)
9
METODE Data Penelitian Data yang digunakan bersumber dari laboratorium Computational Intelligence Departemen Ilmu Komputer IPB. Citra daun tanaman obat terdiri dari empat tipe venasi yang terdiri dari 55 spesies dengan total 346 sampel. Semua spesies tanaman obat yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Citra diambil menggunakan scanner Epson 14907. Citra tersebut memiliki dimensi sekitar 3000 × 2000 piksel dengan channel RGB. Beberapa karakteristik dari data tersebut ialah: Citra daun diambil pada bagian belakang daun agar venasi lebih terlihat. Citra diambil dengan latar belakang putih. Venasi sekunder memiliki warna yang lebih terang dari warna daun, sementara venasi tersier memiliki warna yang lebih gelap. Tahapan Penelitian Tahapan penelitian dimulai dengan praproses terhadap data citra daun yang meliputi konversi citra dan penskalaan citra. Setelah itu dilakukan segmentasi venasi daun yang meliputi pengambilan nilai matriks Hessian, perhitungan nilai eigen dan vektor eigen, perhitungan dissimilarity measure dan thresholding, serta perhitungan output maksimum berbagai skala. Kemudian dilakukan thinning lalu evaluasi visual pada hasil akhir. Diagram alir tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.
Citra daun
Praproses citra
Evaluasi visual
Penipisan citra
Pengambilan nilai matriks Hessian
Perhitungan nilai eigen dan vektor eigen
Menentukan nilai optimum dari proses konvolusi
Ekstraksi venasi
Segmentasi menggunakan matriks Hessian
Gambar 6 Diagram alir penelitian Praproses Citra Tahap praproses dilakukan untuk mempersiapkan citra sebelum masuk ke tahap segmentasi. Pada tahap ini, dilakukan konversi citra, dan penskalaan citra. Konversi citra dilakukan dengan mengubah citra RGB menjadi citra grayscale. Citra grayscale dapat dihasilkan dengan mengambil salah satu channel red, green, atau blue. Untuk menghasilkan segmentasi yang optimal, antara venasi dan latar
10 daun harus memiliki kontras yang tinggi. Penelitian mengenai image processing pada daun sebelumnya (Katyal dan Aviral 2012; Rudzki 2009; Pahlawatta 2008) menggunakan channel hijau karena memiliki kontras yang tinggi. Setelah itu citra diinversi karena Frangi et al. (1998) menjelaskan filter garis matriks Hessian bekerja dengan baik jika struktur garis memiliki warna yang lebih terang dibanding warna latar belakang. Citra juga diubah ukurannya secara proporsional. Kemudian dilakukan pula histogram equalisation untuk menyesuaikan kontras dan kecerahan. Pengambilan Nilai Matriks Hessian Pada tahap ini dilakukan proses segmentasi dengan menggunakan matriks Hessian. Masing-masing fungsi Gaussian turunan kedua mengekstrak venasi pada arah yang berbeda. Pada citra daun horizontal 𝒢𝑥𝑥 mengekstrak tepi pada arah sumbu x sehingga pada citra daun, akan terekstrak venasi primer dengan jelas. 𝒢𝑦𝑦 , mengekstrak arah sumbu y sehingga pada citra daun akan terekstrak venasi sekunder dengan jelas, sementara 𝒢𝑥𝑦 mengekstrak venasi pada arah diagonal. Perhitungan Nilai Eigen dan Vektor Eigen Matriks Hessian Pada tahap ini dihitung nilai eigen matriks Hessian pada piksel D(x,y). Nilai eigen diperlukan untuk analisis struktur citra pada tahap selanjutnya yaitu perhitungan dissimilarity measure. Sementara itu, arah vektor eigen yang saling tegak lurus digunakan untuk menganalisis karakteristik struktur venasi daun. Pada struktur vessel (Frangi et al. 1998) vektor eigen yang besar menunjukkan arah perubahan nilai intensitas, sementara vektor eigen yang kecil menunjukkan arah venasi. Ekstraksi Venasi Karena venasi daun memiliki struktur tubular maka berdasarkan (Frangi et al. 1998) pada Tabel 1, ada dua dissimilarity measure yang akan dihitung yaitu blobness measure dan second order structureness. Venasi daun memiliki nilai blobness measure yang kecil karena venasi daun memiliki struktur line-like. Sementara itu, venasi daun memiliki nilai second order structureness yang besar karena terdapat struktur pada venasi. Kedua dissimilarity measure tersebut dikombinasikan ke dalam persamaan thresholding vesselness measure. Menentukan Nilai Optimum dari Proses Konvolusi Venasi daun memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Venasi primer jauh lebih tebal dibanding venasi sekunder. Venasi sekunder juga lebih tebal dibanding venasi tersier. Oleh karena itu, citra venasi daun perlu disegmentasi dengan skala s yang berbeda-beda berdasarkan teori scale space (Linderberg 1996). Penipisan Citra Output Untuk mempermudah proses ekstraksi fitur, venasi daun harus memiliki ketebalan satu piksel. Oleh karena itu, diimplementasikan algoritme Fast Parallel Thinning (Zhang 1984). Sebelumnya, citra output matriks Hessian di-threshold menjadi citra biner karena algoritme hanya bekerja pada citra biner.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN Praproses Citra Sebelum dilakukan segementasi, citra terlebih dahulu diubah menjadi citra grayscale. Berdasarkan percobaan, respon citra dari channel hijau memiliki kecerahan dan kontras yang paling baik seperti ditunjukkan pada Gambar 7a. Sementara channel merah (Gambar 7b) memiliki saturasi yang tinggi dan channel biru (Gambar 7c) cenderung gelap. Sehingga untuk mengkonversi menjadi citra grayscale, hanya diambil satu channel yaitu channel hijau.
(a)
(b)
(c)
Gambar 7 Hasil pemisahan channel (a) merah, (b) hijau, dan (c) biru Selain itu, penskalaan citra secara manual juga dilakukan. Citra diubah ukurannya menjadi lebih kecil agar sesuai dengan kernel konvolusi Gaussian. Jika tidak dilakukan penskalaan citra, maka venasi yang tebal tidak terekstraksi. Gambar 8a menunjukkan hasil ekstraksi venasi daun citra berukuran 1200 x 2500 piksel. Venasi daun primer dan sekunder pada citra tersebut tidak dapat tersegmentasi karena pada skala s terbesar, ukuran kernel Gaussian hanya mampu mengekstraksi venasi yang sangat tipis. Sementara itu, pada citra yang dilakukan penskalaan menjadi lebih kecil (Gambar 8b), venasi primer, sekunder, dan tersier dapat tersegmentasi. Hasil segmentasi citra yang diskala juga lebih mendekati citra asli (Gambar 8c) dibanding citra yang tidak diskala menjadi lebih kecil.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Hasil segmentasi dan thinning jika citra (a) berukuran 1200x2500 piksel, dan (b) citra diubah menjadi lebih kecil 462 × 800 piksel, dengan (c) citra asli
12 Segmentasi Menggunakan Matriks Hessian Pengambilan Nilai Matriks Hessian Pada tahap ini dilakukan ekstraksi nilai Dxx, Dxy, dan Dyy matrix Hessian untuk seluruh piksel menggunakan Gaussian Edge detection. menunjukkan citra hasil konvolusi terhadap 𝒢𝑥𝑥 , 𝒢𝑥𝑦 , dan 𝒢𝑦𝑦 ,. Masing-masing hasil konvolusi menunjukkan respon yang dapat dibedakan dengan tegas. Dxx dapat mensegmentasi venasi primer di arah sumbu x dengan baik (Gambar 9a) sementara Dyy mampu mensegmentasi venasi sekunder dengan cukup tegas (Gambar 9b). Adapun Dxy mensegmentasi arah diagonal dengan tegas (Gambar 9c).
(a)
(b)
(c)
Gambar 9 Citra hasil Gaussian edge detection (a) Dxx, (b) Dyy, dan (c) Dxy Berdasarkan percobaan, filter smoothing Gaussian mempengaruhi hasil dari edge detection. Pada Gambar 10 ditunjukkan hasil edge detection pada sumbu x berdasarkan skala s. Semakin besar skala s, semakin besar kernel yang terbentuk sehingga citra semakin blur. Semakin blur citra, edge yang didapatkan juga semakin sedikit. Pada skala s = 1, kernel Gaussian turunan kedua memiliki ukuran 7 × 7. Dengan ukuran tersebut, dihasilkan efek smoothing yang tidak terlalu terlihat dan dihasilkan pula banyak edge yang terekstrak. Pada skala s = 3, kernel Gaussian memiliki ukuran 19 × 19. Dengan ukuran tersebut, efek blur yang dihasilkan mulai terlihat dan venasi primer terekstrak dengan sedikit noise disekitarnya. Pada skala s = 5, kernel Gaussian memiliki ukuran 31 × 31. Dengan ukuran tersebut, dihasilkan efek blur yang cukup kuat dan dihasilkan ekstraksi venasi primer tanpa noise. Pada skala s = 7, kernel Gaussian memiliki ukuran 43 × 43. Dengan ukuran kernel tersebut, dihasilkan efek blur yang kuat sehingga sehingga hanya terekstrak venasi primer yang terputus-putus.
s=1
s=3
s=5
s=7
Gambar 10 Citra grayscale yang melalui tahap Gaussian blur (atas) dan hasil deteksi tepi Dxx dengan skala s (bawah)
13 Perhitungan Nilai Eigen dan Vektor Eigen Matriks Hessian Setelah didapatkan nilai matriks Hessian, Dxx, Dxy, dan Dyy, pada masingmasing piksel citra, selanjutnya dihitung nilai eigen dan . Gambar 11 menunjukkan representasi citra untuk nilai eigen dan . Berdasarkan Frangi et al. (1998), piksel pada struktur tubular memiliki karakteristik ≈ 0 dan ≫Pada citra representasi (Gambar 11a), dapat diamati bahwa intensitas piksel pada venasi primer lebih rendah yaitu pada rentang nilai intensitas 0-120 dibanding intensitas piksel sekelilingnya (rentang nilai intensitas 100-255). Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan teori bahwa pada struktur tubular, 1 memiliki nilai yang kecil. Pada citra representasi (Gambar 11b) juga dapat diamati piksel pada venasi primer memiliki intensitas yang tinggi yaitu pada rentang nilai intensitas 200-255 dan sangat tegas. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa pada struktur tubular, ≫
(a)
(b)
Gambar 11 Representasi citra nilai eigen untuk (a) nilai eigen yang lebih kecil, (b) nilai eigen yang lebih besar, Pada matriks 2D, vektor eigen tegak lurus satu sama lain. Vektor eigen e+, yang berpasangan dengan menunjukkan arah perubahan nilai intensitas, sementara vektor eigen e-, yang berpasangan dengan , menunjukkan arah venasi (Frangi et al. 1998). Untuk mengamati karakteristik tersebut, dibutuhkan citra venasi daun berukuran kecil (Gambar 12) agar arah vektor pada setiap piksel dapat terlihat.
Gambar 12 Contoh bagian dari venasi daun Gambar 13 menunjukkan perbandingan vektor Eigen pada skala s = 1 dan skala s = 5. Kedua skala tersebut memberikan hasil yang berbeda terhadap hasil segmentasi (Gambar 13a). Skala s = 1 hanya mengekstrak tepi pada venasi daun,
14 sementara skala s = 5 mengekstrak venasi daun tersebut secara utuh. Vektor eigen e+ (Gambar 13b) pada skala s = 1, memiliki arah yang tidak beraturan sepanjang venasi daun namun pada tepi daun Ia memiliki arah yang tegak lurus terhadap venasi daun, baik keluar arah perubahan intensitas atau memusat ke tengah. Sementara itu, pada skala s = 5, vektor eigen e+ memiliki arah perubahan nilai intensitas yang seragam. Adapun vektor eigen e- (Gambar 13c) pada skala s = 1, memiliki arah yang sejajar venasi daun pada tepiannya, sementara pada bagian tengah memiliki arah yang tidak teratur. Pada skala s = 5, vektor eigen ememiliki arah seragam searah venasi daun. Arah vektor eigen e- inilah yang akan menjadi arah orientasi venasi daun. Arah tersebut akan seragam pada skala yang sesuai dengan venasi daun aslinya.
s=1
s=5
(a)
(b)
(c)
Gambar 13 Perbandingan vektor eigen dari skala s = 1 (atas) dan skala s = 5 (bawah) dengan (a) edge atau venasi daun yang tersegmentasi, (b) vektor eigen e+, dan (c) vektor eigen eEkstraksi Venasi Venasi daun memiliki struktur tubular sehingga terdapat dua dissimilarity measure yang menentukan suatu piksel bagian dari venasi daun atau tidak. Kedua dissimilarity measure tersebut ialah blobness measure dan second order strucuturness. Dissimilirity measure tersebut kemudian dipetakan dengan persamaan thresholding. Dissimilarity measure yang pertama adalah blobness measure. Blobness measure menghitung rasio change rate vektor eigen pada dua arah yang berbeda. Jika blobness measure besar maka piksel tersebut merupakan struktur ―blob-like‖. Berbeda jika blobness measure suatu piksel kecil maka change rate arah vektor besar sehingga piksel tersebut dikelompokkan sebagai struktur ―line-like‖. Gambar 14a menunjukkan venasi daun memiliki intensitas yang rendah karena venasi daun dikelompokkan sebagai struktur ―line-like‖. Dissimilarity measure yang kedua ialah second order structureness. Jika suatu piksel memiliki nilai eigen yang besar maka terdapat perubahan intensitas yang besar di sekitar piksel tersebut. Dengan demikian, nilai second order structureness yang besar menggambarkan bahwa piksel memiliki suatu struktur
15 tertentu. Gambar 14b menunjukkan intensitas maksimum pada seluruh bagian daun. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seluruh bagian dari daun memiliki suatu struktur, baik ―blob-like‖ maupun ‖line-like‖. Kombinasi dari kedua dissimilarity measure tersebut ditunjukkan pada Gambar 14c.
(a)
(b)
(c)
Gambar 14 Hasil citra pada perhitungan dissimilarity measure (a) blobness measure (b) second order structureness, dan kombinasi keduanya (c) hasil thresholding Menentukan Nilai Optimum dari Proses Konvolusi Hasil output thresholding dihitung pada berbagai skala karena venasi daun memiliki ketebalan yang berbeda-beda. Skala yang dicobakan pada penelitian ini yaitu skala 1, 3, 5, dan 7. Gambar 15 menunjukkan hasil thresholding pada skala yang berbeda dan output maksimum akhir. Skala 1 mengekstrak venasi tersier secara jelas, venasi sekunder dan primer juga terekstrak namun tipis. Pada skala 3 venasi primer sudah terekstrak dengan jelas. Kemudian pada skala 5 venasi primer dan sekunder terekstrak tanpa ada venasi tersier sama sekali. Pada skala 7 venasi daun yang terdeteksi tidak banyak berbeda dari venasi. Hal tersebut karena ketebalan venasi daun hanya sampai skala 5 sehingga pada penelitian skala yang digunakan ialah 1 sampai 5. Nilai optimum dari masing-masing skala digabungkan pada hasil akhir citra.
s= 1
s=3
s=5
s=7
hasil akhir
Gambar 15 Hasil segmentasi pada skala 1, 3, 5, 7 dan hasil akhir
16 Penipisan Citra Ouput Sebelum proses thinning dilakukan, hasil akhir di-threshold agar menjadi citra biner. Kemudian citra biner diproses secara morfologi dengan dilasi dan erosi untuk memperbaiki edge yang terputus. Parameter nilai threshold, ukuran disk dilasi dan erosi berbeda-beda untuk masing-masing sampel. Thinning citra hasil akhir dilakukan dengan beberapa kali percobaan untuk mendapatkan hasil terbaik yaitu venasi daun yang tersambung. Gambar 16 menunjukkan proses thinning.
Gambar 16 Citra asli, citra hasil segmentasi Hessian, citra hasil thresholding, citra hasil thinning
Hasil Evaluasi Visual Metode diimplementasikan pada 55 spesies tanaman obat dengan total 346 sampel citra daun. Evaluasi visual dilakukan dengan memberikan penilaian 0,1, dan 2 berdasarkan venasi yang terekstraksi. Sampel citra yang tersedia mencakup empat tipe venasi yaitu Pinnate, Acrodomous, Campylodromous, dan Actinodromous. Penilaian 0 diberikan jika seluruh venasi primer terekstraksi, penilaian 1 diberikan jika venasi primer dan sekunder terekstraksi, penilaian 2 diberikan jika venasi primer, sekunder dan tersier terekstraksi. Gambar 17 menunjukkan contoh penilaian dan citra hasil. Masing-masing spesies dihitung total sampel dengan skor 0, 1, dan 2 kemudian dihitung persentasenya (Gambar 18). Perhitungan persentase dilakukan karena jumlah data dari masing-masing tipe venasi berbeda-beda. Pada tipe venasi Acrodromous, dari total 18 sampel, sebanyak 27% sampel diberi penilaian 0, kemudian 44% diberi penilaian 1, dan 27% sampel diberi penilaian 2. Pada tipe venasi Actinodromous, dari total 56 sampel sebanyak 16% sampel diberi penilaian 0, lalu 55% diberi penilaian 1, dan 28% diberi penilaian 0. Pada tipe venasi Campylodromous, dari total 14 sampel, sebanyak 14% diberi penilaian 0, kemudian 57% diberi penilaian 1, dan 28% diberi penilaian 2. Untuk tipe Pinnate dari total 258 sampel, sebanyak 16% diberi penilaian 0, kemudian 41% diberi penilaian 1, dan 42% diberi penilaian 2. Hasil evaluasi lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2.
17
Skor 0
Skor 1
Skor 2
Persentase skor (%)
Gambar 17 Contoh skor terhadap hasil output citra
70 60 50 40 30 20 10 0
Skor 0 Skor 1 Skor 2
Tipe Venasi Daun Gambar 18 Hasil penilaian evaluasi visual pada empat tipe venasi Pada setiap kelas, jumlah data terbanyak memiliki skor 1 atau segmentasi hanya sampai venasi sekunder. Sampel dengan total skor 1 memiliki jumlah paling banyak karena untuk menghasilkan seluruh venasi sekunder yang menempel pada venasi tersier harus dilakukan operasi closing. Operasi closing dilakukan dengan menebalkan lalu menipiskan citra. Operasi tersebut dilakukan agar garis yang terputus dapat tersambung. Venasi tersier akan menyatu jika dilakukan operasi closing sehingga pemilihan skala dinaikan rentangnya menjadi [3 5] agar venasi tersier tidak ikut tersegmentasi oleh matriks Hessian. Adapun penyebab venasi sekunder yang tidak menempel dengan venasi primer adalah karena terdapat bayangan di sepanjang venasi primer sehingga vektor eigen venasi sekunder yang tertimpa bayangan memiliki arah yang berbeda. Nilai eigen dari matriks Hessian amat dipengaruhi oleh intensitas disekitarnya sehingga intensitas yang berbeda dapat menghasilkan nilai eigen yang berbeda pula.
18 Acrodromous Hasil segmentasi untuk tipe Acrodromous paling banyak mendapat penilaian 1. Pada tipe ini, spesies Smilax sp, dan Melastoma malabathricum memang tidak memiliki venasi tersier yang dapat teramati, seperti ditunjukkan pada Lampiran 1a. Oleh karena itu, venasi tersier pada dua spesies tersebut tidak dapat terekstrak. Kesalahan segmentasi pada tipe ini juga disebabkan oleh struktur venasi primer yang timbul sehingga ketika diambil gambarnya dengan scanner terdapat bayangan sepanjang venasi primer yang menyebabkan venasi sekunder tidak tersambung dengannya (Gambar 19). Selain itu, terdapat daun yang memiliki bekas lipatan (Gambar 20a) sehingga lipatan salah terdeteksi sebagai venasi daun. Pada skala [1 3] lipatan tidak terdeteksi sebagai venasi daun namun hal tersebut menyebabkan venasi daun yang seharusnya terdeteksi menjadi tidak terdeteksi (Gambar 20b). Pada skala [3 5] ketika hanya ingin mendeteksi venasi primer dan sekunder, bekas lipatan tersebut tersegmentasi sementara venasi sekunder disekitarnya tidak tersegmentasi (Gambar 20c).
Gambar 19 Hasil segmentasi spesies Clidemia hirta dengan banyak venasi sekunder yang tidak tersambung dengan venasi primer
(a)
(b)
(c)
Gambar 20 Sampel daun Pilea melastomoides (a) citra daun asli, (b) hasil akhir pada skala [1 3], (c) hasil akhir pada skala [3 5] Actinodormous Pada tipe ini, spesies Coleus scutellarioides memiliki hasil segmentasi (Gambar 21a) paling baik karena venasi primer, sekunder dan tersier pada daun tersebut memang dapat diamati dengan mata. Adapun hasil segmentasi pada spesies lain seperti Ageratum conyzoides (Gambar 21b), Guazuma ulmifolia
19 (Gambar 21c), Morus alba (Gambar 21d), hanya dapat tersegmentasi sampai venasi sekunder. Hal tersebut karena venasi tersier pada spesies tersebut tidak jelas seperti ditunjukkan pada Lampiran 1b.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 21 Hasil segmentasi (a) Coleus scutellarioides (b) Ageratum conyzoides (c) Guazuma ulmifolia (d) Morus alba Campylodromous Pada tipe ini, venasi daun paling banyak juga mendapat penilaian 1. Hal tersebut karena untuk spesies Piper umbellatum dan Hatuina cordata banyak terdapat lipatan, seperti ditunjukkan pada lampiran 1c. Hal tersebut karena pada saat pengambilan daun dilem ke kertas sehingga terbentuk gelembung pada daun. Pada Gambar 22a dapat diamati bahwa venasi tersier dapat terekstraksi, namun pada bagian ujung terdapat lipatan yang salah terekstraksi sebagai venasi tersier. Adapun Gambar 22b menunjukkan hasil ekstraksi Hatuina cordata.
(a)
(b)
Gambar 22 Hasil segmentasi Piper umbellatum dan Hatuina cordata Pinnate Pada tipe ini, rata-rata spesies memiliki venasi tersier yang jelas, namun pada beberapa spesies seperti Amaranthus tricolor, Castanopsis argentea, Dahlia sp, Dillenia philippinensis, Eupatorium odoratum, Euphorbia prunifolia, Ixora javanica venasi tersier tidak dapat teramati seperti ditunjukkan pada lampiran 1d. Spesies Daedalacanthus montanus memiliki hasil segmentasi paling baik dengan seluruh sampel mendapatkan skor 2. Hal tersebut karena warna venasi spesies tersebut seragam. Seluruh venasi daun Daedalacanthus montanus memiliki warna yang lebih gelap dibanding kulit daun (Gambar 23). Filter garis matriks Hessian bekerja dengan baik jika struktur garis memiliki warna yang lebih terang dibanding warna latar belakang. Untuk warna obyek yang lebih gelap dari warna latar belakang seperti daun pada percobaan ini, Frangi et al. (1998) menjelaskan bahwa harus dilakukan inversi. Namun, citra venasi daun pada
20 umumnya memiliki warna yang tidak seragam (Gambar 24a). Venasi tersier memiliki warna yang lebih terang daripada daun, sementara venasi primer dan sekunder memiliki warna yang lebih gelap sehingga terdapat trade off untuk mensegmentasi venasi primer dan sekunder atau mensegementasi venasi tersier. Pada citra daun yang sebelumnya dilakukan praproses inversi (Gambar 24b), venasi daun tersegmentasi dengan baik. Sementara itu,venasi primer dan sekunder tidak tersegmentasi melainkan hanya bayangannya yang tersegmentasi. Pada citra daun yang tidak dilakukan praproses inversi (Gambar 24c), venasi primer dan sekunder terdeteksi dengan jelas sementara venasi tersier tidak tersegmentasi.
Gambar 23 Venasi daun dari spesies Daedalacanthus montanus
(a)
(b)
(c)
Gambar 24 Venasi daun Piper betle (a) citra grayscale, (b) hasil segmentasi dengan praproses inversi, (c) hasil segmentasi tanpa praproses inversi
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan dari hasil penelitian ini ialah analisis nilai eigen matriks Hessian dapat digunakan untuk segmentasi venasi pada citra daun tanaman obat. Perubahan intensitas dari piksel tetangga diagregasi menggunakan filter Gaussian. Kemudian segmentasi dilakukan berdasarkan dekomposisi nilai eigen matriks
21 Hessian. Struktur venasi daun memiliki struktur tubular sehingga setiap piksel pada citra venasi daun memiliki nilai eigen yang kecil atau idealnya nol dan yang besar. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa analisis multiskala perlu digunakan karena venasi daun memiliki ketebalan yang beragam. Venasi primer memiliki skala 3-5, venasi sekunder memiliki skala 3, dan venasi tersier memiliki skala 1. Evaluasi visual dilakukan dengan memberi penilaian 0, 1, dan 2. Evaluasi visual yang dilakukan menunjukkan bahwa metode yang diajukan memiliki kinerja yang baik untuk mengekstrak venasi primer, sekunder, dan tersier. Metode ini menjanjikan untuk membantu botanis dan taksonomis untuk mengidentifikasi tanaman obat secara otomatis. Saran Analisis nilai eigen matriks Hessian merupakan metode yang amat baik untuk mengekstrak venasi daun. Walaupun demikian, hasil akhir masih bermasalah karena banyak venasi daun yang terputus. Hal tersebut dapat diantisipasi dengan bebarapa cara. Pertama, pengambilan citra daun sebaiknya dilakukan dengan cahaya yang merata sehingga tidak ada bayangan. Daun juga jangan terlipat karena akan terdeteksi sebagai struktur garis. Selain itu, untuk memperbaiki hasil segmentasi akhir dapat menggunakan metode minimum spanning tree. Kelebihan metode tersebut dibanding operasi morfologi adalah metode tersebut dapat menyambungkan garis tanpa mengubah bentuk garis yang sudah ada.
DAFTAR PUSTAKA [Dephut] Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (ID). 2009. Lokakarya Nasional Tanaman Obat Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Nov 20]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/7043.pdf Frangi AF, Niessen WJ, Vincken KL, Viergever MA. 1998. Multiscale vessel enhancement filtering. Di dalam: Wells WM, Colchester A, Delp SL, editor. Medical Image Computing and Computer-Assisted Intervention - MICCAI'98; 1998 Okt 11-13; Cambridge, Massachussets. Berlin (DE): Springer. hlm 130137. Gonzalez RC, Woods RE, Eddins SL. 2004. Digital Image Processing Using MATLAB. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Harlow WM dan Harrar ES. 1969. Textbook of Dendrology. New York (US): McGraw Hill. Hickey L. 1973. Classification of the architecture of dicotyledonous leaves. American Journal of Botany. 60: 17-33. Katyal V dan Aviral. 2012. Leaf vein segmentation using Odd Gabor filters and morphological operations. International Journal of Advanced Research in Computer Science. 3(3):95-100. Klette R. 2014. Concise Computer Vision: An Introduction Into Theory And Algorithms. London (GB): Springer
22 Kroon D. 2009. Numerical optimization of kernel based image derivatives. Short Paper University Twente. Leon SJ. 2010. Linear Algebra with Application 8th edition. New York (US): Macmillan. Lindeberg T. 1996. Edge detection and ridge detection with automatic scale selection. Conf. on Comp. Vis. and Pat. Recog. 30(2): 465-470. McCarthy CL, Hancock NH, Raine SR. 2009. Automated internode length measurement of cotton plants under field condition. American Society of Agricultural and Biological Engineers, 52: 2093-2103. doi: 10.13031/2013.29198 Mohammed Z, Low T, McCarthy C, Hancock N. 2013. Automatic plant branch segmentation and classification using vesselness measure. Proceedings of Australasian Conference on Robotics and Automation; 2013 Dec 2-4; Sydney, Australia. New York (US): Curran Inc. hlm 1-9. Niklas KJ. 1992. Plant Biomechanics. Chicago (US): The University of Chicago Press. Rahmadhani, Herdiyeni Y. 2010. Shape and vein extraction on plant leaf images using fourier and b-spline modeling. Asian Federation for Information Technology in Agriculture 3(7): 60-64. Roth-Nebelsick A, Dieter U, Mosbrugger V, Kerp H. 2001. Evolution and function of leaf venation architecture: A Review. Annals of Botany 87(2): 553566. doi:10.1006/anbo.2001.139 Rudzki M. 2009. Vessel detection method based on eigenvalues of the hessian matrix and its applicability to airway tree segmentation [disertasi]. Silesian (DE): Silesian University of Technology. Salem N, Salem S, & Nandi A. 2007. Segmentation of retinal blood vessels based on analysis of the Hessian matrix and clustering algorithm. European Signal Processing Conference; 2007 Sep 3-7; Poznan, Poland. London (GB): EURASHIP. hlm 428-432. Sato Y, Nakajima S, Shiraga N, Atsumi H, Yoshida S, Koller T. 1998. Threedimensional multi-scale line filter for segmentation and visualization of curvilinear structures in medical images. Medical Image Analysis 2(2): 143168. Zhang TY. 1984. A fast parallel algorithm for thinning digital patterns. Communications of the ACM 27(3): 102-106.
23 Lampiran 1 Citra daun tanaman obat A. Acrdodromous
Clidemia hirta
Melastoma malabathricum
Pilea melastomoides
Smilax sp
Ageratum conyzoides
Akar bilawan
Synedrella nodiflora
Coleus scutellarioides
Guazuma ulmifolia
Coleus ambinicus Lour
Morus alba
Plantago major
Mikania micrantha
Piper umbellatum
Centella asiatica
Aegle marmelos
Amaranthus tricolor
Berberis fortunei
Blumea balsamifera
Borreria hispida schum
Castanopsis argentea
Graptophyllum pictum
Daedalacanthus montanus
Dahlia sp
Datura sp
B. Actinodromous
Ricinus communis
C. Campylodromous
Hatuina cordata
D. Pinnate
24
Lanjutan D. Pinnate
Dillenia philippinensis
Eupatorium odoratum
Euphorbia prunifolia
Euphorbia pulcherrina
Excoecaria bicolor
Gardenia augusta
Impatiens balsamina
Indigofera suffruticosa
Isotam longiflora
Ixora javanica
Jasminum sambac
Mirabilus jalapa
Morinda citrifolia
Artocarpus heterophyllus
Orthosiphon aristatus
Phaleria macrocarpa
Piper aduncum
Pluchea indica
Psidium guajava
Sonchus arvensis
Sida rhombifolia
Piper betle
Solanum nigrum l
Solanum sp
Solanum torvum
Stachytarpheta cayen nensis
Strobilanthes crispus
Tabernaemonta na sp
25 Lampiran 2 Hasil penilaian evaluasi visual pada semua spesies Tipe Venasi
Acrodromous
Actinodromous
Campylodromous
Pinnate
Nama Spesies Clidemia hirta Melastoma malabathricum Pilea melastomoides Smilax sp Ageratum conyzoides Akar bilawan Centella asiatica Coleus scutellarioides Guazuma ulmifolia Coleus ambinicus Lour Morus alba Plantago major Ricinus communis Synedrella nodiflora Hatuina cordata Mikania micrantha Piper umbellatum Aegle marmelos Amaranthus tricolor Berberis fortunei Blumea balsamifera Borreria hispida schum Castanopsis argentea Graptophyllum pictum Daedalacanthus montanus Dahlia sp Datura sp Dillenia philippinensis Eupatorium odoratum Euphorbia prunifolia Euphorbia pulcherrina Excoecaria bicolor Gardenia augusta Impatiens balsamina Indigofera suffruticosa Isotam longiflora Ixora javanica Jasminum sambac
Skor 0
Skor 1 1 2 2 2 0 0 2 0 0 0 0 2 0 5 0 2 0 0 2 0 0 2 0 0 0 0 1 0 0 1 1 6 2 0 0 2 4 3
2 3 1 0 3 4 4 2 3 6 3 2 2 2 4 4 0 2 8 3 1 6 7 4 0 13 5 5 5 7 1 7 3 4 2 0 1 5
Skor 2 3 1 1 0 2 0 4 6 1 2 0 0 1 0 2 2 0 4 0 6 1 1 3 3 7 1 0 1 0 0 1 0 0 0 7 3 0 0
26 Lanjutan Tipe Venasi
Pinnate
Nama Spesies Mirabilus jalapa Morinda citrifolia Artocarpus heterophyllus Orthosiphon aristatus Phaleria macrocarpa Piper aduncum Pluchea indica Psidium guajava Sonchus arvensis Sida rhombifolia Piper betle Solanum nigrum l Solanum sp Solanum torvum Stachytarpheta cayennensis Strobilanthes crispus Tabernaemontana sp
Skor 0
Skor 1 0 0 1 0 0 0 3 1 3 3 3 0 0 0 1 0 0
Kolom skor 0, skor 1, skor 2 berisi total sampel yang memperoleh skor tersebut.
Skor 2 3 0 3 6 2 2 6 4 0 4 7 2 0 1 2 4 3
4 4 0 2 6 1 0 2 0 0 0 4 5 5 4 6 0
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Agustus 1993 di Boyolali sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Nindyantoro dan Dini Sumaryanti. Penulis menempuh pendidikan di SDIT Ummul Quro Bogor, SMPIT Ummul Quro Bogor dan SMAN 6 Bogor. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor (IPB) di Departemen Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan Imu Pengetahuan Alam melalui jalur Ujian Talenta Mandiri. Penulis merupakan penerima beasiswa prestasi PPA. Pada tahun 2013, penulis menjadi ketua dalam proyek PKM didanai DIKTI yang berjudul GoTani, aplikasi mobile Android untuk analisis usaha tani. Selama masa perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Penerapan Komputer dan Rekayasa Perangkat Lunak. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang di Pusat Studi Ekonomi dan Pertanian Bogor dengan project membangun Online Analytical Processing dan Data Warehouse Komoditas Pertanian. Selain itu penulis juga aktif pada kegiatan kemahasiswaan BEM KM IPB dan BKIM IPB.