SISTEM IDENTIFIKASI JENIS TANAMAN OBAT MENGGUNAKAN MATRIKS KOOKURENSI ARAS KEABUAN (GLCM) DAN JARAK CANBERRA Mentari Hidanti, Ajub Ajulian Zahra, R. Rizal Isnanto
DepartemenTeknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Obat-obatan herbal digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit dengan efektif dan murah. Daun merupakan bagian dari tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan herbal. Namun, karena kemampuan masyarakat untuk mengenali tanaman obat masih terbatas,dibutuhkan sebuah perangkat lunak yang dapat mengenali tanaman sehingga masyarakat dengan mudah dapat mengenali tanaman obat yang ada di sekitar mereka. Pada penelitian ini dirancang sebuah perangkat lunak untuk mengidentifikasi jenis tanaman obat berdasarkan tekstur daun. Pada sistem ini citra uji hasil pemindaian akan melalui proses prapengolahan yang kemudian akan di ekstraksi cirinya menggunakan Matriks Kookurensi Aras Keabuan (GLCM), pada tahap ini didapatkan 5 ciri GLCM. Kemudian kelima ciri tersebut dicocokkan dengan hasil ciri basis data menggunakan metode jarak Canberra. Pada penelitian ini menggunakan 25 variasi yang merupakan kombinasi dari 5 sudut orientasi GLCM dan jarak piksel dengan rentang 1 sampai 5 piksel.Tingkat pengenalan tertinggi terhadap 75 citra uji daun tanaman obat terdapat pada variasi sudut 90o dengan jarak piksel 1 dengan persentase sebesar 85,33%. Sedangkan pengenalan terendah sebesar 57,33%terdapat pada variasi sudut 135o dengan jarak piksel 5. Pada pengujian 15 citra luar basis data didapatkan persentase pengenalan sebesar 93,3%. Kata Kunci : Identifikasi, Daun tanaman obat, Matriks Kookurensi (GLCM), Jarak Canberra.
1. Pendahuluan Obat-obatan herbal yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dapat mengobati berbagai macam penyakit dengan efektif dan murah[1]. Pada tanaman obat, daun merupakan bagian dari tanaman yang sering dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan herbal, karena daun sangat mudah ditemukan dan diolah. Namun, karena kemampuan masyarakat untuk mengenali tanaman obat yang terbatas, tanamanobat yang sering dijumpai dan memiliki khasiat sebagai obatpun terkadangdibiarkan begitu saja tanpa dibudidayakan. Maka, dibutuhkansebuah perangkat lunak yang dapat mengenali tanaman sehingga masyarakat dengan mudah dapat mengenali tanamanobat yang ada di sekitar mereka. Pada penelitian ini dirancang sebuah perangkat lunakuntuk mengidentifikasi jenis tanaman obat dan manfaatnya dengan masukan sebuah citra daun tanaman obat yangtelah dipindai dan diolah kemudian diekstraksi ciri untuk memperoleh karakteristik dari tekstur daun tersebut. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan ekstraksi ciri dan pengenalan terhadap objek daun dengan berbagai macam metode, salah satunya yaitu pada penelitian yang dilakukan oleh [2] dengan membangun
sebuah sistem identifikasi jenis tanaman obat-obatan berdasar pola daun menggunakan metode ekstraksi ciri Tujuh Invarian Momen Hu dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik. Mengacu pada penelitian tersebut yang menggunakan pola daun sebagai karakteristiknya, maka dibuatlah penelitian yang masih berkaitan dengan pengenalan tanaman obat namun berdasarkan tekstur daun dengan menggunakan metode Matriks Kookurensi Aras Keabuan GLCM merupakan metode ekstraksi ciri berdasarkan analisis tekstur[3]. Pada metode ini akan didapatkan 5 ciri GLCM yang dihasilkan dari ekstraksi ciri yaitu Angular Second Moment, Kontras, Inverse Different Moment, Entropi, dan Korelasi[4]. Setelah didapatkan ciri-ciri tersebut,proses selanjutnya yaitu mencocokkan data hasil ekstraksi dengan basis data yang telah dibuat sebelumnya. Pencocokkan data dilakukan dengan metode jarak Canberra yang merupakan salah satu metode perhitungan jarak yang dapat digunakan untuk pengenalan[5]. Dari perancangan sistem ini diharapkan dapat diketahui apa saja yang dapat mempengaruhi persentase tingkat pengenalan menggunakan GLCM dan jarak Canberra.
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.115 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
2. Metode Penelitian A. Perancangan Sistem Diagram alir sistem pengenalan jenis dauntanaman obatditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Perancangan Sistem Gambar 1 menunjukkan sistem pengenalan jenis tanaman obat terdiri dari dua proses utama yaitu proses pelatihan dan pengenalan. Proses pelatihan berfungsi untuk mendaftarkan dan menyimpan karakteristik citra daun pada basis data yang kemudian akan dijadikan pembanding untuk menentukan dikenali atau tidaknya citra daun pada proses pengenalan.Sedangkan pada proses pengenalan dilakukan pengolahan pada citra daun baru (citra uji). Pengolahan dan ekstraksi ciri akan menghasilkan karakteristik dari citra uji yang kemudian dibandingkan dengan basis data sehingga didapatkan hasil pengenalannya. B. Konversi RGB MenjadiArasKeabuan Konversi citra berwarna menjadi citra aras keabuan bertujuan untuk menyederhanakan model citraagar mempermudah proses pemrograman, karena jumlah bit aras keabuan lebih sedikit dibandingkan citra warna RGB. Persamaanberikut merupakan persamaan yang digunakan untuk melakukan konversi citra berwarna atau RGB menjadi citra aras keabuan. Aras Keabuan= 0,2899*R + 0,5870*G + 0,1140*B
(6)
Keterangan: Aras Keabuan:nilai aras keabuan R :nilai matriks dari komponen merah G :nilai matriks dari komponen hijau B :nilai matriks dari komponen biru
1. Thresholding Proses pengambangan citra (image thresholding) merupakan metode yang paling sederhana untuk melakukan segmentasi. Operasi pengambangan membagi citra menjadi dua wilayah, yaitu wilayah objek dan wilayah latar belakang[4]. Wilayah objek diset berwarna putih sedangkan sisanya diset berwarna hitam. Hasil dari operasi pengambangan adalah citra biner yang hanya mempunyai dua derajat keabuan, yaitu hitam dan putih. 2. Bounding Box Bounding Box atau kotak pembatas adalah kotak terkecil yang dapat melingkupi sebuah objek[4]. Kotak Pembatasberorientasi citra yang dimiliki suatu area R dapat dinyatakan dengan, Kotak Pembatas(R) = {ymin, ymax, xmin, xmax} (2) Dalam hal ini, ymin menyatakan Y terkecil, ymax menyatakan Y terbesar, xmin menyatakan X terkecil, dan xmax menyatakan X terbesar. Adapun tinggi dan lebar kotak berupa, Tinggi = y − y , lebar = x −x (3)
Gambar 2.Kotak pembatas D. Ekualisasi Histogram Ekualisasi histogram bertujuan untuk memperoleh histogram dengan mengubah intensitas derajat keabuan menjadi seragam pada sebuah citra[4]. Tujuannya untuk memperoleh sebaran histogram dengan intensitas merata, sehingga setiap derajat keabuan memiliki jumlah piksel yang relatif sama. Persamaan untuk menghitung ekualisasi histogram pada citra dengan skala keabuan k bit adalah: = Keterangan: Ci : Ko w h
: : :
(2 − 1) ℎ
(4)
distribusi kumulatif dari nilai skala keabuan ke-i dari citra asli nilai keabuan hasil ekualisasi histogram lebar citra tinggi citra
E. Ekstraksi CiriMatriks Kookurensi Aras Keabuan C. Segmentasi Citra Segmentasi citra merupakan proses yang ditunjukan untuk mendapatkan objek-objek yang terkandung di dalam citra atau membagi citra ke dalam beberapa daerah dengan setiap objek atau daerah memiliki atribut. Pada citra yang mengandung hanya satu objek, objek dibedakan dari latar belakangnya.
GLCM adalah matriks pembantu yang berfungsi untuk mengelompokkan serta menghitung elemen-elemen matriks GLCM, yang merupakan sepasang piksel yang memiliki nilai intensitas tertentu. Dimana pola pasangan piksel tersebut terpisah jarak sejauh d, dan dengan arah orientasi θ. Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.116 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
sudut dinyatakan dalam derajat. Ketetanggaan piksel dalam metode ekstraksi ciri GLCM ini dapat diilustrasikan dalam empat arah pilihan dengan interval sudut 45o, antara lain sudut 0o, sudut 45o, sudut 90o, dan sudut 135o.
Gambar 3. Ilustrasi arah GLCM berdasar sudut Tahapan ketika melakukan pengolahan citra dengan metode GLCM adalah[6]: 1. Kuantisasi piksel citra aras-keabuan ke matriks bentukan. 2. Membuat area kerja matriks GLCM. 3. Menentukan hubungan spasial antara piksel referensi dengan piksel tetangga untuk nilai d dan sudut θ. 4. Menghitung jumlah pasangan piksel yang memiliki intensitas sama dan memasukkan nilainya ke dalam area kerja matriks GLCM, sehingga menghasilkan matriks kookurensi. 5. Mengubah matriks kookurensi agar menjadi simetris dengan cara menjumlahkan matriks kookurensi tersebut dengan transposenya. 6. Menormalisasi matriks GLCM simetris menjadi bentuk probabilitas. Terdapat 5 parameter GLCM untuk menghitung ciri statistik orde dua dari citra[4]: 1. ASM (Angular Second Moment) ASM atau energi berfungsi untuk mengukur konsentrasi pasangan piksel dengan intensitas keabuan tertentu pada matriks GLCM. Nilai ASM akan semakin besar jika variasi intensitas dalam citra mengecil. Fungsi untuk menghitung ASM ditunjukkan oleh persamaan (5). =
{ ( , )}
3.
|
|
(, )
(6)
IDM (Inverse Different Moment) IDM adalah fitur penunjuk kehomogenan citra yang memiliki derajat keabuan sejenis pada matriks kookurensi. Nilai IDM akan semakin besar bila pasangan piksel yang memenuhi syarat matriks intensitas
{ ( , )} log{ ( , )}
Entropi = −
(8)
5.
Korelasi Merupakan ukuran ketergantungan linear antar nilai aras keabuan dalam citra. Fungsi korelasinya dapat dilihat pada pada persamaan (9).
Korelasi =
∑
∑
−
)( −
{ ( , )}
(9)
F. Jarak Canberra Jarak merupakan pendekatan yang umum dipakai untuk mewujudkan pencarian citra. Fungsinya adalah menentukan kesamaan atau ketidaksamaan dua fitur vektor. Pengukuran jarak dilakukan dengan metode jarak Canberra. Setiap nilai dari dua fitur vektor akan dicocokkan, kemudian dihitung dengan jarak Canberra dengan membagi absolut selisih dua nilai dengan jumlah dari absolut dua nilai tersebut. Hasil dari setiap dua nilai yang dicocokkan lalu dijumlahkan untuk mendapatkan nilai jarak Canberra[5]. Perhitungan jarak Canberra ditunjukkan pada persamaan (10). ,
Kontras Kontras adalah ciri yang digunakan untuk mengukur perbedaan intensitas atau variasi keabuan piksel dalam citra. Persamaan (6) digunakan untuk mengukur kontras suatu citra. ( − )
4. Entropi Entropi pada GLCM menyatakan ukuran ketidakteraturan distribusi aras keabuan suatu citra pada matriks kookurensi. Nilainya tinggi jika elemen-elemen GLCM mempunyai nilai yang relatif sama.Untuk menghitung nilai entropi, dapat menggunakan persamaan (8).
(5)
2.
Kontras =
kookurensi terkonsentrasi pada beberapa koordinat dan akan mengecil apabila letaknya menyebar. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai IDM terdapat pada persamaan (7). { ( , )} = (7) 1+ ( − )
=
|
|
− |+|
| |
(10)
Keterangan: DA,B= jarak Canberra citra A dan citra B n = jumlah vektor ciri XAk= fitur vektor citra uji XBk= fitur vektor citra pembanding atau referensi Pengenalan dilakukan dengan menghitung jarak terdekat atau terkecil antara citra uji dengan citra pada basisdata atau referensi. Citra basisdata dengan jarak terdekat yang akan dikenali sebagai citra uji. Semakin kecil nilai DA,Bmaka semakin mirip kedua vektor yang dicocokkan. Sebaliknya semakin besar nilai DA,Bmaka semakin berbeda kedua vektor ciri tersebut.
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.117 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
membuat program pengenalan tidak berfungsi dengan baik.
3. Hasil dan Analisis A. Ekstraksi Ciri GLCM Nilai hasil ekstraksi ciri dengan GLCM ditampilkan di dalam tabel ciri. Terdapat lima ciri yang digunakan antara lain ASM, kontras, IDM, entropi, dan korelasi. Berikut contoh nilai ciri GLCM dari citra uji oleh 2 jenis daun tanaman obat pada jarak piksel 1 dan sudut orientasi 0oyang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai ciri GLCM citra uji sudut 0o jarak piksel 1. Nama Citra Daun Jarak (1) Daun Jarak (2) Daun Pepaya (1) Daun Pepaya (2)
ASM
Kontras
IDM
Entropi
Korelasi
0.0026
55.6993
0.4506
7.4150
2.3731 e-04
0.0032
89.5582
0.4081
7.6394
2.1302 e-04
0.0055
162.0788
0.4759
7.4269
1.6576 e-04
0.0061
89.5520
0.5770
6.9361
2.0096 e-04
C. Pengenalan Citra Uji Pengenalan citra uji daun tanaman obat dilakukan untuk mencari persentase keberhasilan pengenalan dari 15 jenis daun tanaman obat. Tiap jenis daun diambil 5 citra sebagai citra uji yang tidak melalui tahap pelatihan, kemudian diujikan terhadap 5 variasi sudut orientasi GLCM dan 5 jarak piksel. Untukmenghitungpersentase tingkat keberhasilanpengenalan dapat menggunakan persamaan 11. =
∑ Citra uji yang dikenali benar × 100% ∑ Seluruh data citra uji
(11)
Berikut contoh hasil pengujian pada variasi sudut orientasi 90o dengan jarak piksel1. Tabel 3. Hasil pengujian citra uji sudut 90o, d=1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa antarnilai ciri GLCM yang digunakan pada sistem pengenalan ini terpaut selisih yang cukup jauh. Artinya adalah nilai ASM berbeda jauh dengan kontras, dengan entropi, dengan IDM, dan korelasi, sehingga, kelima parameter tersebut dapat dijadikan sebagai ciri pembeda untuk masing-masing citra daun tanaman obat. B. Pengenalan Citra Latih Pengenalan citra latih adalah pengenalan yang dilakukan terhadap citra yang sebelumnya sudah ada di dalam basis data. Pengujian dengan citra latih ini bertujuan untuk validasi apakah jarak Canberra yang dihasilkan bernilai nol atau tidak. Berikut tabel hasil pengujian citra latih. Tabel 2. Pengujian Citra Latih Nama Data Uji
Jarak Canberr a
Dikenali Sebagai
Daun Jarak (10)
0
Daun Jarak
Daun Pepaya (31) Daun Mangkokan (19)
0
Daun Pepaya
0
Daun Mangkokan
Ket.
Nama Data Uji
Jarak Canberr a
Dikenali Sebagai
Ket.
Daun Beluntas (1)
0.487328
Daun Binahong
Daun Beluntas (2)
0.487245
Daun Beluntas
Daun Mangkokan (1)
0.263474
Daun Mangkokan
Daun Mangkokan (2)
0.308556
Daun Mangkokan
Salah Bena r Bena r Bena r
Daun Pepaya (1)
0.196501
Daun Pepaya
Bena r
Daun Pepaya (2)
0.33279
Daun Pepaya
Bena r
Hasil tingkat pengenalan seluruh pengujian yang telah dilakukan terhadap 75 citra uji dengan semua variasi terdapat dalam Tabel 4. Tabel 4.Persentase pengenalan seluruh variasi parameter GLCM
Bena r Bena r Bena r
Sudut Orientas i
Jarak Piksel d=1
d=2
d=3
d=4
d=5
Semua sudut
Hasil jarak Canberra pada pengujian citra latih bernilai nol yang merupakan hasil selisih dari vektor ciri citra latih yang diuji dan citra latih pada basis data. Dengan demikian, diketahui bahwa program pengenalan berfungsi dengan baik karena citra latih yang diujikan sama persis dengan citra yang ada pada basis data. Jika pada pengujian citra latih tidak menghasilkan jarak Canberra nol, artinya masih terdapat kesalahan pada program yang
Sudut 45
80.00 % 70.66 % 80.00 % 85.33 % 77.33 %
81.33 % 78.66 % 78.66 % 80.00 % 72.00 %
80.00 % 74.66 % 77.33 % 80.00 % 65.33 %
77.33 % 78.66 % 68.00 % 77.33 % 62.66 %
76.00 % 66.66 % 66.66 % 73.33 % 57.33 %
Sudut 0o o
Sudut 90 o
Sudut 135 o
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.118 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
Semua Sudut
Sudut 0
Sudut 45
Sudut 90
Sudut 135
85% 80% 80% 77%81,33% 80% 80,00%77% 80% 77% 79% 79% 79% 77% 76% 73% 72% 75% 71% 68% 67% 67% 65% 62,66% 57%
d= 1
d= 2
d=3
d= 4
d= 5
Gambar 4.Grafik tingkat keberhasilan pengenalan citra uji Pada grafik di atas merupakan grafik tingkat keberhasilan pengenalan 75 citra uji. Setelah dilakukan pengujian, sistem pengenalan dengan metode GLCM dan jarak Canberra ini menghasilkan tingkat akurasi tertinggi sebesar 85,33% yaitu pada variasi jarak 1 piksel dengan sudut orientasi tunggal 90o. Pada variasi ini terdapat banyak kemiripan nilai ciri antara citra uji dengan citra yang terdapat di dalam basis data, sedangkan angka persentase terendah adalah 57,33% ketika menggunakan arah orientasi sudut 135o berjarak 5 piksel tetangga.. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa tingkat keberhasilan tertinggi dengan metode GLCM berbedabeda untuk setiap citra dan tingkat keberhasilan pengenalan pada setiap variasinya berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan olehpengaruharah sudut orientasi GLCM dan jarak ketetanggan piksel pada prosespembentukan matriks kookurensi. Dari grafik tersebut juga dapat dilihat bahwa kombinasi dengan jarak 5 piksel pada setiap sudutnya menghasilkan tingkat pengenalan terendah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa semakin jauh jarak ketetanggaan akan menghasilkan nilai pengenalan yang semakin jauh atau buruk. D. Pengenalan Citra Luar Proses verifikasi bertujuan agar citra uji yang tidak terdaftar dalam basis data automatis tidak dapat dikenali pada saat melakukan proses pengenalan. Di dalam proses verifikasi membutuhkan sebuah nilai ambang. Nilai ambang yang digunakan dalam sistem pengenalan jenis daun tanaman obat ini ditentukan dari nilai terbesar dari kumpulan jarak Canberra terkecil hasil pengujian seluruh citra uji. Pada sistem ini nilai ambang yang digunakan sebesar 0,919.Tabel 5 berikut menujukkan hasil pengenalan 15 citra luar.
Tabel 5. Pengujian Citra Luar Jarak N Nama Data Canberr o Uji a Citra Luar 1 1.13484 1.jpg Citra Luar 2 1.24501 2.jpg Citra Luar 3 1.52024 3.jpg Citra Luar 4 0.727415 4.jpg Citra Luar 5 1.14595 5.jpg Citra Luar 6 1.4273 6.jpg Citra Luar 7 2.83123 7.jpg Citra Luar 8 1.0613 8.jpg Citra Luar 9 1.18285 9.jpg Citra Luar 10 2.57092 10.jpg Citra Luar 11 1.13879 11.jpg Citra Luar 12 1.08368 12.jpg Citra Luar 13 1.21947 13.jpg Citra Luar 14 1.31669 14.jpg Citra Luar 15 1.03755 15.jpg
Dikenali Sebagai Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Daun Keji Beling Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal Tidak dikenal
Ket Benar Benar Benar Salah Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar Benar
Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah pengujian benar dengan tidak dikenalinya citra luar sebanyak 14 kali dan 1 citra yang masih dikenali. Pengujian dilakukan pada 15 citra luar. Citra yang tidak dikenali memiliki nilai Canberra lebih besar dari nilai ambang yang ditentukan.Sehinggapada pengujian ini nilai persentase tingkat keberhasilan pengujian citra luar didapatkan sebesar 93,3%.
4. Kesimpulan 1. Tingkat keberhasilan pengenalan jenis daun tanaman obat didapatkan dari jumlah citra yang dikenali benar pada sistem ini dibandingkan dengan keseluruhan data yang diujikan. Pengenalan yang dilakukan divariasikan pada dua parameter yakni,sudut orientasi GLCM 0o, 45o, 90o, 135o dan gabungan dari semua sudut dengan variasi jarak piksel 1 sampai 5. Dari kombinasi kedua variasi tersebut, persentase pengenalan tertinggi sebesar 85,33% diperoleh pada kombinasi sudut 90o dengan variasi jarak piksel 1, sedangkan pengenalan terendah diperoleh dari kombinasi sudut 135o
ISBN 978-979-097-420-3
Proceedings Seminar Nasional Teknik Elektro (FORTEI 2016). Hal.119 Departemen Teknik Elektro Undip, 19 Oktober 2016
dengan jarak piksel 5 dengan persentase sebesar 57,33%. 2. Penggunaan arah sudut orientasi GLCM memberi pengaruh pada pembentukan matriks kookurensi, sehingga tiap sudut orientasi akan menghasilkan nilai ciri GLCM yang berlainan pada setiap citranya. Persentase keberhasilan pengenalan bernilai optimal pada sudut 90o. 3. Variasi jarak ketetanggaan piksel berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pengenalan. Persentase keberhasilan terendah pada setiap sudutnya terdapat pada jarak ketetanggaan 5 piksel. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, semakin jauh jarak ketetanggaan akan menghasilkan nilai pengenalan yang semakin jauh atau buruk. Hal ini mempengaruhi proses pembentukan matriks GLCM dan akan menyebabkan tingkat pengenalan yang rendah. 4. Nilai ambang merupakan nilai batasan yang digunakan untuk membatasi citra uji yang tidak terdaftar dalam basis data agar tidak dapat dikenali pada saat melakukan proses pengenalan. Penggunaan nilai ambang dalam sistem pengenalan ini yaitu sebesar 0,919.Persentase keberhasilan pengenalannya sebesar 93,3%.
[6]
[7]
[8]
[9] [10] [11]
[12]
[13]
[14]
Referensi [1]
[2]
[3] [4] [5]
[1] Hutagalung. A. K., “Perancangan Sistem Informasi Obatobatan Herbal dengan Menggunakan Pemrograman PHP dan MySQL,” Makalah Tugas Akhir, D-3 Teknik Informatika, Universitas Sumatera Utara, 2015. [2] Eskanesiari, Hidayatno. A., Isnanto. R. R., “Sistem Identifikasi Jenis Tanaman Obat-Obatan Berdasar Pola Daun Menggunakan Tujuh Invarian Momen Hu dan Jaringan Saraf Tiruan Perambatan Balik”,Makalah Tugas Akhir, S-1 Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, 2014 [3] Prasetyo. E., Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya menggunakan Matlab. Yogyakarta: ANDI, 2011. [4] Kadir. A., Susanto. A., Teori dan Aplikasi Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: ANDI, 2013. [5] Hanapi. Y., Ningrum. I. P., Ramadhan. R., “Discrete Wavelet Transform dan Canberra Distance,” Jurnal, Teknik Informatika, Universitas Halu Oleo, vol. 1, no. 1, pp. 1–10.
[15]
[16]
[17]
[18]
[6] Mantika. F., Isnanto. R. R., Zahra. A. A., “Pengenalan Garis Utama Telapak Tangan dengan Ekstraksi Ciri Matriks Kookurensi Aras Keabuan Menggunakan Jarak Euclidean”, Makalah Tugas Akhir, S-1 Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, 2015. [7] Khisan. I., “Ekstraksi Ciri Citra Telapak Tangan Dengan Alihragam Gelombang Singkat Haar Menggunakan Pengenalan Jarak Euclidean”, Makalah Tugas Akhir, S-1 Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, 2014. [8] Putra. D., “Binerisasi Citra Tangan dengan Metode Otsu,” Jurnal, Teknik Elektro, Universitas Udayana, vol. 3, no. 2, pp. 11– 13, 2004. [9] Putra. D., Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: ANDI, 2010. [10] Marques. O., Practical Image and Video Processing using Matlab. Kanada: Wiley, 2011. [11] Angkoso. C. V., Nurtanio. I., Purnama. I. K. E.,“Analisa Tekstur Untuk Membedakan Kista dan Tumor Pada Citra Panoramik Rahang Gigi Manusia”, Jurnal, Seminar on Intelligent Technology and Its Applications, Teknik Informatika,Universitas Trunojoyo, 2011. [12] Falasev. R. S., Hidayatno. A., Isnanto. R. R., “Pengenalan Sidik Jari Manusia dengan Matriks Kookurensi Aras Keabuan (Gray Level Co-ocurence Matrix)”, Makalah Tugas Akhir, S-1 Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, 2011. [13] Ganis. Yudhistira, Santoso. I., Isnanto. R. R., “Klasifikasi Citra dengan Matriks Ko-Okurensi Aras Keabuan (Gray Level CoOccurrence Matrix -GLCM) Pada Lima Kelas Biji-Bijian”, Makalah Tugas Akhir, S-1 Teknik Elektro, Universitas Diponegoro, 2011. [14] Neneng, Adi. Kusworo, Isnanto, R. Rizal., “Support Vector Machine Untuk Klasifikasi Citra Jenis Daging Berdasarkan Tekstur Menggunakan Ekstraksi Ciri Gray Level Co-Occurrence Matrices (GLCM )”, Jurnal Sistem Informasi Bisnis, 2016. [15] Putra, Toni Wijanarko, “Hasil Pengenalan Citra Wajah Ditinjau dari Jarak Piksel pada Gray Level Co- Occurence Matrix dan Probabilistic Neural Network”, Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) , 2014. [16] Jamaluddin. M., Suciati. Nanik, Wiajaya. Arya Yudhi, “Implementasi Temu Kembali Citra Tekstur Menggunakan Rotated Wavelet Filter”, Makalah Tugas Akhir, Teknik Informatika, Institut Teknologi Sepuluh November, 2011. [17] Agmalaro. Muhammad Asyhar, Kustiyo. Aziz, Akbar. Auriza Rahmad, “Identifikasi Tanaman Buah Tropika Berdasarkan Tekstur Permukaan”, Jurnal, Ilmu Komputer Agri-Informatika, vol. 2, no. 2, pp. 73–82, 2013. [18] Rakasiwi. Intan Putri, Pramunendar, Ricardus Anggi, “Temu Kembali Citra Untuk Pengenalan Batik Pada Citra 2d Menggunakan Fitur Tekstur Matriks Kookurensi Aras Keabuan dan Fungsi Jarak Canberra”, Makalah Tugas Akhir, Teknik Informatika,Universitas Dian Nuswantoro, 2015.
ISBN 978-979-097-420-3