Diah A| Sefalgia Kronik dan Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion
Sefalgia Kronik dan Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion Diah Andini, RizkiHanriko Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Space occupying lesion (SOL) merupakan suatu lesi yang meluas atau memenuhi ruang dalam otak dengan jenis yang tersering adalah tumor otak primer. Tumor intrakranial dapat menimbulkan sefalgia kronik dan defisit neurologi fokal tergantung pada lokasinya.Ny.E, 47 tahun dengan keluhan nyeri kepala berdenyut pada bagian depan kepala sejak 6 bulan yang lalu, lengan dan tungkai lemah sertamudah lupa sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan kelemahan motorik dan kemungkinan gangguan kognitif. Dari pemeriksaan penunjang CT scan diperoleh kesan space occupying lesion dengan edema cerebri berat. Sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.c SOL tumor otak. Pasien direncanakan mendapat terapi suportif, yaitu IVFD RL XX tetes/menit (makro), ranitidin ampul 1 gram/12 jam, dexamethason 1 ampul/6 jam. Diagnosis telah ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penatalaksaan sesuai dengan evidence based medicine. Kata kunci: hemiparese, sefalgia, space occupying lesion, tumor otak
Chronic Cephalgia and Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion Abstract Space occupying lesion (SOL) is widespread lesion or filling space in the brain with the most common type of SOL is primary brain tumor. Intracranial tumor can cause chronic cephalgia and focal neurological deficit depends on its location. Ny. E, 47 years old with headache in the front head since 6 months ago, the left hand and the left leg is weak and also easy to forget something since 2 weeks ago. From the physical examination, we found motoric weakness and probable cognitive impairment. From supportive examination, CT scan, we found a space occupying lesion (SOL) with extensive edema of cerebri. Chronic cephalgia and hemiparese sinistra e.c. SOL brain tumor. Patients got supportive therapy, ie RL XX IVFD drops / minute (macro), ampoule ranitidine 1 gram/12 hours, dexamethason 1 ampoule/6 hours. Diagnosis has been established based on history, physical examination, supporting examination and management are appropiate to evidence based medicine. Keywords: brain tumor, cephalgia, hemiparese, space occupying lesion Korespondensi : Diah Andini, S.Ked, Jl. Pulau Bacan Gg. Jambu no 30 Bandar Lampung, 085267939222,
[email protected]
Pendahuluan Space occupying lesion (SOL) merupakan suatu lesi yang meluas atau memenuhi ruang dalam otak termasuk massa (tumor), hematoma dan abses.SOLbanyak disebabkan oleh tumor, yang tersering adalah tumor intraserebral primer dan sisanya berasal dari luar sistem saraf pusat dan metastase. Efek dari tumor bersifat fokal karena kerusakan otak bersifat fokal dan gambaran klinis memberikan indikasi terhadap letak lesi. Gejala umum yang terjadi berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial, perubahan perilaku atau tanda fokal.1,2 Tumor intrakranial dapat mengarah pada defisit fokal tergantung pada lokasinya. Lesi pada lobus frontalis sering mengarah pada penurunan progresif intelektual, perlambatan aktivitas mental dan gangguan personalitas. Lesi pada lobus temporalis dapat mengarah pada depersonalisasi, gangguan emosi, gangguan sikap, gangguan lapang pandang,
ilusi auditorik atau halusinasi auditorik. Lesi pada lobus parietalis dapat mengakibatkan gangguan sensasi kontralateral, kejang dan penurunan sensorik. Lesi pada lobus oksipitalis dapat menghasilkan gangguan lapang pandang parsial.3 Space occupying lesions intrakranial mempunyai beberapa etiologi, semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Pembengkakan pada otak dapat dibagi dua yaitu, difus dan fokal. Pembengkakan difus sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di otak yang diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor dapat menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di serebral. Hal ini terjadi sebagai respons terhadap hiperkapnia dan hipoksia, dan juga terjadi akibat trauma kepala. Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga
J Medula Unila|Volume 5 |Nomor 1 | Mei 2016 |45
Diah A| Sefalgia Kronik dan Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion
mekanisme yaitu vasogenik, sitotoksik dan interstisial. Pada edema vasogenik terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah serebral akibat disfungsi sawar otak. Pada edema sitotoksik terjadi jejas terhadap sel endotel, sel glia dan neuron pada otak. Pada edema interstisial terjadi kerusakan pada ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus. Pembengkakan fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau neoplasma. Lesi menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan meningioma juga meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut sebagai space occupying lesion.4 Sefalgia kronik didefinisikan sebagai sebagai nyeri kepala yang terjadi selama 15 hari atau lebih dalam satu bulan. Nyeri kepala timbul dari pagi sampai malam hari dan tidak pernah menghilang. Sefalgia adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada daerah atas kepala memanjang dari orbital sampai ke daerah belakang kepala (area oksipital dan sebagian daerah tengkuk). Sefalgia dapat merupakan tanda dari proses penyakit tertentu baik ekstrakranial maupun intrakranial. Tumor dan abses serebral merupakan contoh dari SOLyang menimbulkan nyeri kepala oleh karena terjadinya kompresi jaringan otak terhadap tengkorak sehingga meningkatkan tekanan intrakranial. Mual dengan atau tanpa muntah dapat menyertai nyeri kepala yang disebabkan oleh migrain, glaukoma, SOLdan meningitis. Sefalgia kronik yang timbul akibat peningkatan intrakranial biasanya memburuk saat bangun tidur, berbaring, perubahan posisi dan batuk. Keluhan juga disertai dengan muntah, papiledema dan kejang, tanda lokalisasi fokal atau perubahan perilaku.5-6 Hemiparese merupakan kelemahan atau paralisis parsial dari lengan dan tungkai pada satu sisi tubuh. Lesi biasanya berada pada suatu tempat di sepanjang traktus piramidal, dari servikal hingga korteks serebri. Hemiparese yang timbul perlahan mengarah kepada adanya SOL di otak maupun di medula spinalis servikal. Diagnosis dapat ditegakkan dari pemeriksaan penunjang CT-scan maupun Magnetic Resonance Imaging (MRI).7 Menurut American Brain Tumor Association, karakteristik tumor otak primer di Amerika Serikat terdiri dari 36,4% meningioma, 27% glioma, 15,1% glioblastoma dan sisanya merupakan nerve sheath tumor, tumor pituitari J Medula Unila|Volume 5 |Nomor 1 | Mei 2016 |46
dan limfoma.8 Sedangkan menurut Porter, insidensi tumor otak primer di Amerika Serikat adalah 18,1 per 100.000 orang dengan prevalensi pada wanita lebih besar daripada pria.9 Kasus Nyonya E, usia 47 tahun diantar ke Rumah Sakit Abdul Moeloek oleh keluarganya dengan keluhan nyeri kepala dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Nyeridirasakanberdenyutpadabagiandepankep ala dan seringmunculpadapagihari. Pasien hanya minum obat warung bila sakit kepalanya kambuh. Tetapi semakin lama pasien merasakan nyeri kepala terus menerus dan semakin bertambah sakit dari sebelumnya, hal ini mengganggu aktifitas pasien. Pasien juga mengatakan sejak dua minggu yang lalu, lengan dan tungkai kiri terasa lemah. Kelemahan dirasakan muncul perlahan dan satu minggu yang lalu, pasien terjatuh dalam posisi duduk karena tungkainya semakin lemah, namun kepala tidak terbentur maupun pingsan. Menurut keluarganya, dalam satu minggu terakhir pasien menjadi sering lupa, misalnya untuk mengingat dimana pasien meletakkan suatu barang. Pasienmasihbisamerasakankeinginanu ntukbuang air kecildanbuang air besar.Pasienmasihdapatmengingat orangorang di sekitarnyadanpasienmasihdapatmengetahuibe nda-benda di sekitarnya.Pasientidak merasakanmualdanmuntah.Pasientidakdemam dansesaknafas.Pasien juga masihdapatmendengardenganbaikdanpasienti dakmengeluhkanadanyatelingaberdenging.Pasi en tidak mengeluhkan adanya pandangan kabur, rasa baal dan kesemutan. Menurut keluarganya, pasien juga tidak pernah mengalami kejang. Pasienpernahberobatke Rumah SakitYukum Medical Centre, Lampung Tengah1 minggu yang lalu.Setelahdilakukanpemeriksaan, pasiendirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Abdul Moeloek. Pemeriksaan fisik pasien didapatkan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, frekuensi nadi 76 kali/menit, frekuensi pernapasan 20 kali/menit, suhu 36,7oC. Status generalis pasien didapatkan kepala, hidung, mulut, leher, jantung dan paru pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan
Diah A| Sefalgia Kronik dan Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion
neurologis nervus kranialis dalam batas normal. Pada pemeriksaan motorik didapatkan kelemahan pada lengan dan tungkai kiri dan dari mini mental status examniation (MMSE) diperoleh hasil kemungkinan gangguan kognitif dengan jumlah skor 19. Pada pemeriksaan patologis tidak ditemukan refleks patologi. Pasien menjalani pemeriksaan CT scan dan diperoleh kesan sugestif SOL pada regio frontotemporal dextra, massa intracerebri dengan midline shift dan udema cerebri berat. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis klinis yaitu sefalgia kronik dan hemiparese sinistra. Diagnosis topis adalah fronto-temporal dekstra dan diagnosis etiologi adalah suspect SOL tumor otak. Pembahasan Pada pasien ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis, pasien mengeluh nyeri kepala sudah terjadi selama 6 bulan dan dirasakan terus–menerus yang semakin memberat. Nyeri kepala seperti ini biasa terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial, misalnya pada tumor otak. Nyeri kepala dirasakan lebih hebat pada pagi hari karena selama tidur malam hari, tekanan karbondioksida (pCO2) pada pembuluh darah otak meningkatkan aliran darah otak sehingga tekanan intrakranial meningkat. Hal ini didukung dengan adanya pernyataan bahwa gejala-gejala peningkatan tekanan intrakranial disebabkan oleh tekanan yang berangsurangsur terhadap otak akibat pertumbuhan tumor sehingga terjadi nyeri kepala. Nyeri kepala yang dihubungkan dengan tumor otak disebabkan oleh traksi dan pergeseran struktur peka nyeri dalam rongga intrakranial.10 Nyeri kepala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, salah satunya yang disebabkan oleh tumor serebral, umumnya terjadi pada saat bangun tidur atau dapat membangunkan pasien dari tidurnya. Nyeri kepala diperberat saat bersin, mengejan, membungkuk, mengangkat beban atau berbaring yang semuanya dapat meningkatkan tekanan intrakranial. Muntah yang proyektil dengan atau tanpa disertai mual adalah gejala massa pada fosa posterior, dekat ventrikel otak keempat, yang mengiritasi pusat muntah.11 Pada pasien ini, nyeri kepala terutama dirasakan pada pagi hari saat bangun tidur
namun tidak ditemukan keluhan mual dan muntah karena kemungkinan lokasi lesi tidak mengiritasi pusat muntah. Pasien mengatakan semakin hari lengan dan tungkai kirinya semakin sulit digerakkan. Keluhan sulit menggerakkan lengan dan tungkai kiri pasien sesuai dengan gejala lain tumor otak yaitu hemiparese. Efek herniasi dari SOL dapat mengakibatkan herniasi lobus temporal. Herniasi lobus temporal menyebabkan kompresi nervus kranialis III, kompresi pedunkel serebral midbrain, kompresi arteri serebral posterior dan kompresi batang otak. Tanda klinis kompresi pada saraf kranialis nervus III adalah dilatasi pupil ipsilateral karena serabut parasimpatis terletak diluar dari saraf dan menjadi terinaktivasi oleh kompresi tersebut. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya kelainan pada nervus III, sedangkan gejala kelemahan pada lengan dan tungkai kiri yang timbul adalah akibat dari kompresi pada pedunkel serebral sehingga terjadi hemiparesis kontralateral.12 Dari pemeriksaan fisik, ditemukan bahwa terdapat penurunan kekuatan otot pada lengan dan tungkai kiri pasien, serta dari pemeriksaan MMSE ditemukan kemungkinan gangguan kognitif. Dari pemeriksaan penunjang berupa CT-scan didapatkan gambaran masa intraserebral di lobus frontotemporal dextra dan tampak midline shift ke kiri dengan udema cerebri berat. Hal tersebut sesuai dengan teori dimana lokasi tumor pada lobus frontalis dapat menyebabkan timbulnya kelemahan lengan dan tungkai kontralateral serta perubahan kepribadian seperti penurunan tingkat intelektual. Pasien mengeluh sering lupa sejak satu minggu yang lalu. Keluhan pasien ini memungkinkan lobus temporal yang terkena. Gejalaklinisfokalmaupunumumdariadanya tumor, ditandaidenganadanyapeningkatantekanan intrakranial, halinidapatberupaadanyanyerikepala, muntahtanpadiawalidenganmual, perubahan status mental, meliputigangguankonsentrasi, cepatlupa, perubahankepribadian, perubahan mood danberkurangnyainisiatif yang terletakpadalobus frontal atau temporal, ataksiadangangguankeseimbangan, kejang, danpapiledema.1 J Medula Unila|Volume 5 |Nomor 1 | Mei 2016 |47
Diah A| Sefalgia Kronik dan Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion
Tumor merupakan bentuk terbanyak dariSOL pada otak dan medula spinalis. Dogar menemukan dari 102 kasusSOL, 89% merupakan lesi tumor dengan gejala tersering adalah nyeri kepala dan muntah. Rata – rata usia pasien yang menderita SOLadalah usia dekade keempat.13 Hal tersebut sesuai dengan pasien yang berusia 47 tahun dan memiliki gejala utama nyeri kepala.
Gambar 1. CT-Scan kepala pasien
Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa masa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah atau tinggi. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya yang hiperdens, yaitu tampak lebih putih dibanding jaringan otak sekitarnya. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Setelah pemberian kontras, akan terlihat kontras enhancement dimana tumor mungkin terlihat sebagai daerah hiperdens.CT-scan dapat membantu penegakan diagnosis dan menentukan lokalisasi lesi di sistem saraf pusat namun masih memiliki akurasi yang rendah. Diagnosis histopatologi masih tetap lebih tinggi daripada diagnosis radiologi dalam konteks SOL pada otak.13 Pada pasien ini tidak ditemukan gejala afasia karena lesi yang terjadi tidak melibatkan J Medula Unila|Volume 5 |Nomor 1 | Mei 2016 |48
bagian girus posterior frontalis inferior sinistra maupun area broka. Pada pasien juga tidak ditemukan gejala anosmia karena tidak ada penekanan pada saraf olfaktorius. Lesi pada lobus temporalis dapatmengakibatkankejangdenganhalusinasi, fenomenamotorikdangangguankesadaranekste rnaltanpapenurunankesadaran yang benar. Lesilobus temporalis dapatmengarahkepadadepersonalisasi, gangguanemosi, gangguansikap, mikropsiaataumakropsia, gangguanlapanganpandangdanilusiauditorikata uhalusinasiauditorik.Lesipadalobus frontalis dapatmenyebabkanterjadinya anosmia.Afasiadapatterjadiapabila area brocaterlibat.Tumor padalobus frontalis seringkalimengarahkepadapenurunanprogresifi ntelektual, perlambatanaktivitas mental, gangguanpersonalitasdanrefleks grasping kontralateral.Pasienmungkinmengarahkepadaa fasiaekspresifjikamelibatkanbagiangirus posterior frontalis inferior sinistra.Anosmia dapatterjadikarenatekananpadasarafolfaktoriu s.Lesipresentraldapatmengakibatkankejangmot orikfokalataudefisitpiramidaliskontralateral.4 Kejang yang terjadi pertama kali setelah usia 15 tahun harus dipertimbangkan kemungkinan penyebabnya adalah SOLintrakranial akibat adanya gangguan pada sirkuit kortikal oleh tumor yang menginvasi atau menekan korteks serebral. Keluhan juga disertai dengan onset mendadak dari defisit neurologi seperti demensia, perubahan kepribadian serta gangguan gait. Pada pasien ini tidak ditemukan kejang namun telah timbul gejala yang mengarah kepada demensia. Kejang terjadi bila tumor berada di hemisfer serebri serta merangsang korteks motorik, sehingga kemungkinan pada pasien ini lesi dari tumor otak belum mengenai bagian hemisfer serebri dan tidak merangsang korteks motorik. Penatalaksanaan SOL tergantung pada penyebab lesi. 1 a. Untuk tumor primer, jika memungkinkan dilakukan eksisi sempurna, namun umumnya sulit dilakukan sehingga pilihan pada radioterapi dan kemoterapi, namun jika tumor metastase pengobatan paliatif yang dianjurkan. b. Hematom membutuhkan evakuasi. c. Lesi infeksi membutuhkan evakuasi dan terapi antibiotik.
Diah A| Sefalgia Kronik dan Hemiparese Sinistra e.c. Space Occupying Lesion
2. Penatalaksanaan untuk pasien ini adalah pengobatan medikamentosa dan pembedahan. Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian kortikosteroid yang bertujuan untuk mengatasi edema otak. Alasanpenggunaankortikosteroidpadatumorad alahmengurangi edema yang terjadiakibat tumor intrakranial.Deksametason dapat menurunkan edema serebral. Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangi tekanan intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Deksametason adalah kortikosteroid yang dipilih karena aktivitas mineralokortikoid yang minimal. Dosis deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam untuk mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi intrakranial. Prinsip penanganan tumor jinak adalah pengambilan total, sedangkan pada tumor ganas memiliki tujuan untuk dekompresi dan juga untuk mengetahui jenis tumor sehingga dapat menentukan langkah pengobatan selanjutnya, ke arah kemoterapi atau radioterapi. Penanganan selanjutnya yang ideal dilakukan pada pasien ini adalah tumor itu dapat diangkat secara menyeluruh. Bila hal ini tidak mungkin maka sebanyak mungkin tumor diangkat. Bila tumor itu tidak dapat diangkat maka akan dilakukan dekompresi. Untuk mengurangi tekanan intrakranial dapat pula dipasang suatu ventrikulocaval shunt. Penatalaksanaan sementara yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah terapi suportif, yaitu IVFD RL XX tetes/menit (makro), ranitidin ampul 1 gram/12 jam, deksametason1 ampul/6 jam. Simpulan Telah ditegakkan diagnosis sefalgia kronik dan hemiparese sinistra e.c space occupying lesion(SOL) pada pasien wanita usia 47 tahun berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang serta telah diberi penatalaksanaan yang sesuai dengan evidence based medicine.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11. 12.
13.
Satyanegara. Ilmu bedah saraf satyanegara. Edisi 5. Jakarta: PT Gramedia; 2014. Maxine AP, Stephen JM, Michael WR. Current medical diagnosis and treatment. McGrawHill; 2013. Cross S, Underwood JCE. Intracranial space occupying lesion. General and systematic pathology.Edisi 4. Churcill Livingstone: Elsevier; 2009. Addison B, Brown A, Edwards R, Gray G. Minor Illness or Mayor Disease. 5th Edition. London: Pharmaceutical Press; 2005. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 9th Edition. United States: Oxford University Press; 2014. Collins D. Atlas of neurologic diagnosis and treatment. Philadephia: Lippincott Williams and Wilkins; 2005. Ostrom QT, et al. American brain tumor association adolescent and young adult primary brain and central nervous system tumors diagnosed in the united states in 2008-2012. Neuroonc. 2015;18:1-50. Porter KR, McCarthy BJ, Freels S, Kim Y, Davis FG.Prevalence estimates for primary brain tumors in the United States by age, gender, behaviour and histology. Neuroonc. 2010;12(6): 520-7. Price AS, Lorraine WM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. Ginsberg L. Neurology. Edisi 9. New York: Wiley Blackwell; 2010. Kathryn L, Margaret Z. Causes and effects of increased intracranial pressure and brain herniation [internet]; diakses tanggal 1 Mei 2016. Tersedia dri http://www.kobiljak.msu.edu/CAI/Patholo gy. Dogar R, Imran AA, Hasan M, Jaffar R, Bajwar, Qureshi. Space occupying lesions of central nervous system: a radiological and histopathological correlation. Biomed. 2015; 31(1): 15-20.
Daftar Pustaka 1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
J Medula Unila|Volume 5 |Nomor 1 | Mei 2016 |49