Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam
2007
Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam Sebuah tinjauan tentang globalisasi dalam perspektif harapan kejayaan Islam di masa mendatang
oleh : Army Alghifari1 Dewasa ini kita sering mendengar sebuah istilah yang bagi sebagian orang memiliki tendensi negatif, namun tak sedikit juga diantara kita yang masih memiliki anggapan positif terhadapnya. Istilah itu adalah globalisasi dan globalisasi ekonomi. Apakah globalisasi, dan apakah globalisasi ekonomi itu? Pada hakikatnya, globalisasi belum menemukan makna yang cukup mapan kecuali sebagai 2
3
definisi proses (process definitions) . Sebagian orang mendefinisikan, seperti IMF , bahwa globalisasi merupakan sebuah proses sejarah (historical process) yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, dan budaya masyarakat. Beberapa orang juga berpendapat, bahwa globalisasi merupakan sebuah proses sosial yang terjadi secara perlahan yang menyebabkan sekat antar negara menjadi putus-putus, sehingga terwujudnya sebuah sistem yang universal di muka bumi. Secara garis besar kita bisa menarik satu benang merah, bahwa globalisasi merupakan sebuah proses dimana interaksi manusia dengan domain manusia yang lain menjadi meningkat dan meluas, baik dalam interaksi bisnis, sosial, ataupun ilmu pengetahuan, seiiring dengan berjalannya waktu. Sehingga merujuk benang merah tersebut, kita pun bisa mempersempit makna globalisasi untuk globalisasi ekonomi, yakni sebuah proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang semakin terintegrasi dengan sedikit atau bahkan tanpa rintangan batas teritorial negara.
Globalisasi dan PDB Saat ini kami tidak sedang ingin memperdebatkan, apakah harus bergabung dengan gerakan anti globalisasi, ataukah bersama-sama dengan kaum pro globalisasi. Satu hal yang ingin kami tinjau terlebih dahulu adalah sebuah sudut pandang dan konsep dasar, bagaimana sebuah globalisasi ini bekerja. Kita mengenal sebuah sistem pengukuran kesejahteraan suatu bangsa yang disebut PDB, Produk Domestik Bruto, yang berarti jumlah produksi barang dan jasa bruto suatu negara yang dihitung dalam jangka waktu 1 tahun. PDB ini telah dijadikan sebuah indikator aktivitas produksi barang dan jasa suatu bangsa yang diyakini berbanding linier dengan kesejahteraan bangsa tersebut. Sebagai contoh, baru-baru ini BPS mengeluarkan data terbaru tentang PDB indonesia4. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur berdasarkan kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II tahun 2007 mencapai 2,4 persen dibanding triwulan I tahun 2007 (q-to-q) dan apabila dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun 2006 mengalami pertumbuhan 6,3 1
Mahasiswa Teknik Mesin ITB 2004 Diambil dari wikipedia.com 3 Diambil dari situs resmi IMF 4 Diambil dari bps.go.id. 2
Halaman 1 dari 6
Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam
2007
persen (y-on-y). Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2007 dibandingkan dengan semester I tahun 2006 sebesar 6,1 persen. Bisa kita amati disini bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan sebesar 6,1 % jika dibandingkan dengan semester yang sama di tahun lalu. Inilah kedudukan PDB, sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi rakyat Indonesia skala makro. Namun jika kita amati lebih jauh, kedudukan PDB sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi ini ternyata tidak bisa memberikan informasi yang akurat mengenai kondisi sesungguhnya di lapangan, meskipun kita masih berbicara dalam skala makro. Apa artinya? Coba kita tinjau satu fakta lagi yang menarik. Dalam PDB Indonesia tahun 20065, untuk satu bagian terbesar dari 15 item yang menjadi input pendapatan pemerintah dalam sektor barang dan jasa, yaitu industri dan manufaktur, PDB-nya mencapai 514,192 trilyun rupiah dari total PDB yaitu 1700 trilyun rupiah atau 27 % dari total PDB Indonesia. Mengutip dari Sri Hartati Samhadi, seorang wartawan ekonomi senior harian Kompas, hampir 80 persen peningkatan ekspor manufaktur hingga sebelum krisis masih bersumber pada produk berbasis SDA, seperti produk kayu, metal dasar, atau industri padat karya, yang mengandalkan upah buruh murah, seperti tekstil, garmen, dan alas kaki. Dan angka tersebut tidak akan berubah cukup signifkan jika kta ekstrapolasi pada tahun-tahun sekarang. Artinya, industri manufaktur kita masih dikuasai oleh non-pribumi atau biasa kita sebut tangan-tangan asing. Artinya lagi, bahwa 27 persen itu mayoritas tidak mengalir ke kantong kita, melainkan kantong-kantong asing. Sehingga fungsi PDB yang semula ingin menunjukkan tingkat produktivitas anak bangsa, menjadi semu. Lalu, apa kaitan PDB dengan globalisasi? Globalisasi telah mengantarkan makna PDB menuju ke pendistorsian maknanya. Produk Domestik Bruto, yang merujuk pada suatu negara tertentu, tidak relevan lagi untuk mengukur produktivitas rakyat. Begitu datarnya dunia, seperti ungkapan Thomas L. Friedman dalam The World Is Flat, telah membuat mereka yang memiliki kapital menebarkan modalnya ke seluruh penjuru negara di dunia. Sebagai contoh, Jerman saja yang hampir mengalami zero growth dengan peningkatan PDB dibawah 2 persen tiap tahunnya
6
ternyata
masih lebih makmur dibandingkan Indonesia, seperti data yang telah diungkap diatas, dengan PDB 6,1 persen. Mengapa? Karena sebagian warga Jerman ada yang masih memiliki saham terbesar di VW, Adidas, TOA, dll yang pabrikasinya tersebar di seluruh penjuru dunia. Dan absurdnya, hal itu telah diakui oleh negara dimana tempat pabrikasi itu berada sebagai bagian dari PDB mereka. Konsep domestikisasi ini, merujuk pada sebuah buku berjudul Mind Set yang ditulis oleh John Naisbitt, perlu diubah menjadi sebuah konsep baru : domainisasi.
Domain dan Kaum Kapitalis Domain, merupakan sistem cluster sektor ekonomi tertentu dan khas. Kita tidak mengatakan domain adalah Indonesia, Jerman, Amerika, Jepang, tapi kita menyebut Hyundai, Ford, Toyota, Honda, dalam satu domain, yaitu domain manufaktur otomotif. Batas-batas negara telah menjadi
5 6
Dari Economic And Financial Data for Indonesia www.bi.go.id www.ekonid.com
Halaman 2 dari 6
Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam
2007
tidak nyata namun tetap ada. dan inilah yang kita sebut sebagai globalisasi ekonomi, sebuah perubahan batas-batas geografis negara menjadi domain-domain, baik dalam satu negara ataupun antarnegara. Domain ekonomi adalah sebuah kenyataan riil sekarang yang tidak bisa kita pungkiri. Sebuah negara tidak bisa sangat berpengaruh terhadap segmen peristiwa globalisasi ini dengan membuat regulasi ekonomi dan seolah-olah menciptakan perekonomian. Bukanlah negara yang menciptakan perekonomian, melainkan warga yang berada di dalamnya. Kewajiban pemerintah seharusnya menciptakan sebuah kondisi yang kondusif dimana pertumbuhan domain dan optimalisasi domain ekonomi bisa tumbuh subur di negara tersebut. Hal lain lagi yang perlu diperhatikan adalah, yang kita saksikan selama ini dalam percaturan ekonomi dunia bukanlah globalisasi negara-negara, melainkan globalisasi aktivitas ekonomi. Kita tidak sedang berbicara tentang kondisi perpolitikan dunia di tahun 1970-an tentang perusahaan multinasional tentang pengambilalihan dunia, namun tentang pergeseran aktivitas ekonomi dalam berbagai bidang yang telah mengambil alih dunia, menggantikan aktivitas geopolitik. Seorang akuntan publik memiliki domainnya sendiri tanpa dia harus peduli terhadap batasbatas negara. Seorang engineer tidak akan mempedulikan sekat-sekat bangsa jika ternyata aktivitas tekniknya mengharuskan ia meloncat dari satu negara dan negara yang lain. Yang terjadi adalah loncatan dari satu negara ke negara yang lain, bukan dari satu domain ke domain yang lain. Semakin tidak jelasnya batas-batas suatu negara dalam aktivitas ekonomi ini bukan berarti lantas akan menuju ke sebuah pemerintahan dunia dalam waktu yang singkat dan meleburkan nasionalisme dan budaya yang telah mendarah daging dalam suatu negara seperti Indonesia. Namun dengan globalisasi ekonomi, dimana semakin terjadi kesaling-tergantungan dalam hal ekonomi, justru akan terjadi keinginan akan sebuah penguatan identitas dan semakin memperkental serta mendorong aktivitas warganegara menjadi semakin spesifik, berorientasi pada kekhasan budaya dan kondisi geografis negara. Namun, Berita buruknya, dalam perjalanannya sampai saat ini, faktor-faktor penting dalam globalisasi ekonomi dan domain-domain besar ekonomi tersebut telah dimanfaatkan oleh kaum kapitalis. Bagaimana pola pikir yang berkembang dalam komunitas kaum kapitalis-materialistis? Kapitalisme berkembang pada abad ke-16 hingga abad ke-19 pada masa perbankan komersial eropa. Secara umum, makna kapitalisme pada zaman tersebut adalah sebuah paham yang berpendapat bahwa individu ataupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas dimana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan dimana statusnya dilindungi oleh Negara melalui hak pemilikan serta tunduk pada kepada hukum Negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal. Pola pikir yang berkembang adalah usaha pemilikan sarana produksi barang dan jasa oleh individu untuk kepentingan individu. Karena erat kaitannya dengan paham materialisme, maka
Halaman 3 dari 6
Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam
2007
orientasi yang berkembang adalah sebuah materi, idealita akan tercapainya kesejahteraan masyarakat. Beginilah kaum kapitalis-materialistis bekerja. Oleh karena itu, terakhir yang harus kita camkan setelah mengetahui fenomena globalisasi ekonomi dan domain ekonomi ini bekerja adalah, bagaimana sebagai muslim kita bisa menjadi pemain utama dalam domain tertentu dan bagaimana kita membuat domain kita sendiri? Bagaimana kita mengisi globalisasi ini bukan dengan logika kapitalis-materialistis, namun dengan logika masyarakat madani spiritual (spiritual civil society)?
Kemenangan Islam Allah berfirman, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.(QS An Nuur : 55).
Dalam sebuah buku karangan Sayyid Quthb, Beliau pernah mengutip pernyataan dari 7
seorang sosialis barat, Bernard Shaw, yang berbunyi , “Sesungguhnya dunia Barat kini sudah mulai bergeser dan sedang mendekati Islam. Telah diramalkan bahwa agama Muhammad kelak di kemudian hari akan diterima oleh bangsa Eropa, dan kini gejala itu sudah mulai terlihat. Para tokoh gereja abad pertengahan sengaja memberi gambaran yang kelam tentang ajaran Islam. Hal itu disebabkan karena kebodohan dan fanatisme yang ketat. Padahal kenyataannya mereka sesungguhnya tidak mau bersikap jujur dengan membenci Muhammad dan agama Beliau serta menganggapnya sebagai musuh bagi Al Masih (Kristus). Adapun saya sendiri, maka saya wajib mengatakan bahwa Muhammadlah penyelamat kemanusiaan. Saya yakin sepenuhnya, bahwa bila orang seperti dia ini memimpin dunia modern saat ini pasti dapat memecahkan segala kemusykilannya dan dapat menciptakan perdamaian bagi alam semesta.”
Hal ini bisa kita rasakan menjadi sebuah pertanda bahwa kemenangan Islam sebagai minhajul hayah di muka bumi ini akan segera terealisasi. Kenyataan bahwa negara-negara Eropa mulai tertarik ke dalam Islam, sebut saja sosialis moderat dari Eropa seperti Thomas Carlyle, Goethe, dan Gibbon yang tidak lagi se naif pemikir-pemikir abad 19 terhadap Islam, menambah daftar positif tentang dunia Islam. Bahkan dalam salah satu bukunya, Samuel P. Huntington juga pernah menyatakan bahwa peradaban yang tersisa dan menguasai dunia nanti salah satunya adalah Islam.
7
Sayyid Quthb, Keadilan Sosial dalam Islam (al-‘adalah al-‘ijtimaiyyah fil Islam)
Halaman 4 dari 6
Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam
2007
Globalisasi ekonomi dengan domainnya telah menjadikan sistem perekonomian dunia menjadi datar dan selalu mencari pemain terbaik di setiap domainnya. Globalisasi ekonomi ini akan membuat runtuhnya sistem monopolistik dan ekonomi-geopolitik seperti kondisi dunia pada tahun 1970-an. Kondisi yang ada menjadikan setiap insan manusia bisa berlomba-lomba menjadi pemain terbaik dalam domain tertentu, atau bahkan menciptakan domainnya sendiri. Maka, strategi permainan kita saat ini bukan dengan menghantam, tapi dengan memasuki domain-domain itu atau membuat domain sendiri. Namun, fenomena yang ada, gerakan Islam sampai saat ini masih berkisar pada tataran pemikiran dan belum mencapai pada titik amaliyah. Masyarakat muslim kontemporer abad 20 belum mencapai kondisi yang mendekati ideal, masih bergelut dengan pemahaman yang parsial tentang Islam dalam konteks ubudiyah. Sejatinya, konsep Islam yang diturunkan oleh ke muka bumi ini adalah konsep Islam yang syumuliyah, menyuluruh meliputi ruang-ruang ubudiyah, politik ekonomi, muamalat, aqidah, dan cinta kasih. Muslim yang dibesarkan dengan kondisi yang parsial, tidak akan pernah menjadi muslim dengan karakter Rasulullah dan sahabatnya. Dengan islam yang syumuliyah, kita dibentuk untuk menjadi muslim yang gigih dan tangguh, memiliki semangat juang yang tinggi untuk mempersembahkan sesuatu yan terbaik bagi Islam. Dan mental seperti inilah yang dibutuhkan untuk menjawab segala tantangan tiap zaman, termasuk era globalisasi saat ini. Dengan mental seperti ini, seharusnya kita bisa menjadi pemain terbaik. Allah sudah menggiring dunia menuju sebuah globalisasi, dan tinggal tugas kita berjuang untuk menjadi yang terbaik dalam domain yang kita punya. Dan jika semua bergerak serentak, di seluruh penjuru dunia dengan pemikiran yang global tentang Islam dan memiliki karakter Islam ‘amaliyah, maka bukan tidak mungkin, apa yang termaktub dalam QS : An Nuur : 55 akan tercapai.
Penutup : Sebuah PR besar Setidaknya ada dua PR besar kita : 1) Bagaimana negeri ini mengelola pemenuhan kebutuhan rakyatnya, dan 2)
Bagaimana kita
sebagai muslim
bisa
memanfaatkan dan
mengembangkan potensi keislaman kita dalam menjalani globalisasi ekonomi dan dunia saat ini. Sebuah refleksi bagi negara kita, bahwa arus globalisasi sudah mulai kita rasakan dampaknya. Apakah dengan kita terus bergelut dalam dialektika globalisasi akan mampu mengubah bangsa ini? Tidak. Fenomena globalisasi akan selalu menuntut sebuah spesialisasi atau Customizing Talent8 warganegaranya. Sudah bukan saatnya negeri ini berpura-pura menciptakan perekonomian dan regulasi, padahal sejatinya penciptaan situasi kondusif untuk berlangsungnya kegiatan prekonomian saja tidak ada, yang notabene peran sesungguhnya pemerintah adalah dalam hal tersebut. Berbicara tentang globalisasi di tingkat negara, berarti kita berbicara tentang pendidikan dan pelatihan yang memadai bagi setiap waganegara. Dukungan situasi kondusif seperti itulah yang diharapkan. Sebentar lagi sudah berakhir era pekerja murah. Semua pekerja akan berharga mahal, sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dan jika kita terus berkutat dalam kebodohan, maka lupakanlah mimpi-mimpi sukses masa depan negeri kita. Maka, jawaban pertanyaan pertama adalah dengan pengelolaan pendidikan yang baik. 8
John Naisbitt, Mind Set
Halaman 5 dari 6
Globalisasi Ekonomi dan Kemenangan Islam
2007
Kemenangan Islam dimulai dari kemenangan individu-individu muslim pada domain-domain globalisasi dalam bingkai jamaah. Sudah saatnya sebagai muslim kita berpikir global dan mulai menjadi pemain global, karena sesungguhnya prinsip Islam adalah ‘alamiyah dan sudah menjadi fitrahnya sebagai soko guru bagi dunia (ustadziatul ‘alam). Islam tidak akan pernah berjaya jika setiap individu muslim hanya berada di dalam tempurung kejahiliyahan dan kebodohan. Sudah saatnya kita menjadi pemain terbaik di domain ekonomi dunia dan menciptakan domain sendiri bagi kejayaan Islam. Peluang terbesar dalam tercapainya kemenangan Islam ternyata tengah berada di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, Allah menganugerahi kita kuantitas dan jika kita mau, kita bisa memiliki talenta yang besar untuk menjadi pemain terbaik di setiap domain. Dan kunci pertama sebagai muslim yang harus kita miliki dalam menuju persaingan global itu adalah berjamaah. Jika kunci ini sudah kita miliki, bukan tidak mungkin, kejayaan Islam menjadi milik kita dan dimulai dari sini : Indonesia. Wallahu a’lamu bish Showab.
Daftar bacaan Al-Khatib, Muhammad Abdullah. Model Masyarakat Muslim (Al Mujtama’ Al Islami). Bandung : Syamil 2006 Al Quran dan terjemahnya Friedman, Thomas. The World Is Flat. Jakarta : Dian Rakyat 2007 Mubyarto. Ekonomi Kerakyatan dan Globalisasi, www.ekonomirakyat.org : 2005 Naisbitt, John. Mind Set. Jakarta : Daras Book 2007 Quthb, Sayyid. Keadilan Sosial dalam Islam (al-‘adalah al-‘ijtimaiyyah fil Islam). Bandung : Pustaka 1984 Surya, Yohannes. Mestakung, Jakarta : 2007
http://id.wikipedia.com www.bps.go.id www.ekonid.com/IND/ www.republika.co.id http://globalis.gvu.unu.edu www.bappenas.go.id www.bi.go.id
Halaman 6 dari 6