KEKERASAN DALAM MEDIA PENYIARAN
Sebuah Studi Kasus Program “Pesbukers”
MAKALAH NONSEMINAR Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Ilmu Komunikasi
Steven William 1006762442
Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia 2013
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
HALAMAN PENYATAAN ORISINALITAS
Makalah Nonseminar ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk, telah saya nyatakan dengan benar.
Steven William 1006762442
Tanda tangan
Tempat: Jakarta Tanggal: 8 Januari 2014
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Kekerasan dalam Media Penyiaran (Sebuah Studi Kasus Program “Pesbukers”) Steven William Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, 16424 Indonesia
[email protected]
Abstrak Tingkat kekerasan yang terjadi pada anak- anak di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2013 angka kekerasan pada anak- anak yang dilaporkan kepada Komisi Nasional Perlindungan Anak sebanyak 2.637. Media penyiaran sebagai salah satu agen sosialisasi dianggap ikut berperan dalam meningkatnya kasus kekerasan. Saat ini banyak sekali tayangan dalam televisi yang menampilkan adegan kekerasan. Adegan kekerasan itu tampil dalam banyak bentuk program salah satunya hiburan komedi. Dan berdasarkan dengan Teori Pembelajaran Sosial bahwa televisi dapat menjadi model untuk seseorang anak belajar mengenai apa yang ada dalam tayangan televisi mereka termasuk kekerasan. Melalui metode studi pustaka pembahasan dalam makalah ini bertujuan untuk melihat bagaimana sebuah tayangan televisi dapat memberikan dampak negatif dalam pertumbuhan anak- anak dikaikan dengan pembelajaran sosial melalui pengamatan melalui media penyiaran. Selain itu ingin melihat apakah regulasi yang ada untuk mengatur isi siaran telah dilaksanakan dengan baik oleh stasiun televisi. Sehingga dengan mengetahui permasalahan kita dapat mencari jalan keluar dalam pengawasan isi siaran televisi agar lebih ramah anak dan dapat menjadi sarana pendidikan bagi anak.
Violence in Broadcast Media (A Case Study from Pesbukers TV Show) Abstract The level of violence that happens to children in Indonesia has an increase in every year. At 2013 the number of violence happening to children is estimated to around 2.637 cases as it is reported by the National Committee on Child Protection. Media broadcast as an agent of socialization also plays a role in the increasing number of violence. Right now many programs in television show violence. Those violent scenes are shown in many formats including comedy. Based on social learning theory, television shows can be a model for children to learn including one of them which is violence. Through the studies in this writing we will see how TV programs can give negative impact to a children’s growth where we will see it through the analysis of social learning theory. Also we will look at how regulations that exist to regulate have been carried out well or not. By knowing the problems we currently then we could have a better way to fix and find a way out so our TV programs would be more children friendly and can be a way to educate them.
Keywords: child protection; social learning theory; violence; broadcast; television
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Pendahuluan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2013 ditetapkan sebagai Tahun Darurat Kekerasan Seksual Anak. Hal ini terjadi menyusul sejumlah kasus kekerasan seksual yang menimpa anak Indonesia. Pada tahun 2012 Komnas PA menerima 2.637 laporan kasus kekerasan pada anak, meningkat jika dibandingakan pada tahun 2011 sebanyak 2.509 laporan. Dimana 58 persen kasus merupakan kekerasan seksual dan selebihnya kekerasan fisik. Jumlah ini diperkiran lebih sedikit dari yang dilaporkan karena seringkali kasus kekerasan pada anak dilakukan dalam institusi keluarga dan sering kali tidak diketahui oleh orang lain. Komnas PA juga memperkirakan jumlah ini akan meningkat pada tahun 2013. Tidak heran jika 2013 ditetapkan sebagai kondisai darurat kekerasan pada anak. Kasus terakhir yang sempat menghebohkan masyarakat adalah kematian bocah 11 tahun yang menderita penyakit kelamin yang tertular dari bapak kandungnya akibat pelecehan seksual yang dilakukannya. Bila kita melihat ini adalah sebuah keadaan yang sangat bahaya bagi generasi muda yang kelak akan meneruskan perjuangan dan menjadi pemimpin- pemimpin bangsa. Kekerasan dan pornografi telah menjadi ancaman nyata bagi tumbuh kembang anak- anak Indonesia.
Banyak pihak menilai bahwa kondisi ini juga tidak lepas dari peran media termasuk media penyiaran di dalamnnya. Media penyiaran dianggap ikut berperan dalam meningkatnya angka kekerasan pada anak. Hal ini bukan tanpa alasan karena tayangan televisi yang ditonton masyarakat memiliki sejumlah efek. Dalam teori media dan masyarakat massa sebagai salah satu bagian dalam komunikasi massa, media penyiaran memiliki sejumlah asumsi untuk dapat membentuk masyarakat yaitu (1) bahwa media penyiaran memiliki efek yang berbahaya sekaligus menular bagi masyarakat sehingga perlu diawasi dengan sejumlah peraturan yang ketat, (2) media penyiaran memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pola pikir rata- rata audiennya (3) rata- rata orang yang terpengaruh media dikarenakan mengalami keterputusan dengan institusi sosial yang sebelumnya justru melindungi dari efek negarif media. Salah satu yang paling efektif dalam menyaring efek negatif adalah melalui pendidikan (Mufid, hal 19)
Sejumlah tayangan televisi yang hadir hari- hari ini adalah adegan kekerasan yang terdapat dalam hampir di berbagai tayangan televisi, baik sinetron, talkshow, acara komedi, atau bahkan film kartun yang memang ditujukan bagi anak. Kekerasan adalah perlakuan fisik secara kejam atau bengis dalam mencapai tujuan dan merupakan salah satu formula dalam
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
dunia tontonan (Siregar, hal 21). Seringkali kekerasan itu muncul dalam sebuah sinetron yang tayang pada jam anak keran dalam bentuk pergaulan anak- anak dalam sebuah sekolah, lengkap dengan atribusi pendidikan namun sama sekali tidak menunjukkan nilai- nilai mendidik. Ada cerita bullying yang dilakukan seorang pelajar pada temannya, persaingan antara kelompok sepermainan, atau bahkan berbagai bentuk pelecehan terhadap profesi guru. Tayangan itu tampil hampir setiap hari dan seolah masyarakat menjadi terbiasa dengan hal tersebut dan menganggap hal- hal tersebut bukanlah sesuatu yang bermasalah.
Tayangan televisi saat ini seakan menjadi agen sosialisasi yang utama dalam sebuah keluarga menggantikan peran orang tua seringkali harus meninggalkan anak mereka akibat kesibukkannya mencari nafkah. Atie Rachmiatie, seorang pengamat penyiaran dalam Bimbingan Teknis Lembaga Penyiaran di Ciamis, Jawa Barat, 22 November 2012 mengatakan bahwa rata- rata anak Indonesia menghabiskan waktu 5 jam untuk menonton televisi setiap harinya. Jauh diatas angka anak- anak di sejumlah negara Asia Tenggara yang menghabiskan 2- 3 jam untuk menonton televisi. Keadaan lingkungan masyarakat yang tidak ramah anak juga mendorong orang tua untuk tidak memperbolehkan anak mereka untuk beraktivitas bermain di luar bersama dengan teman sebayanya, dan lebih memilih membiarkan anak untuk di rumah dan menghabiskan waktu dengan menonton televisi. Padahal tayangan televisi tidak kalah bahaya bagi pertumbuhan anak- anak akibat suguhan kekerasan yang ditampilkan berulang dalam tayangan televisi.
Anak- anak adalah kelompok yang paling riskan terkena dampak dalam media karena sesuatu yang ditampilan berulang- ulang bisa dianggap sebagai suatu kebenaran. Apalagi dalam suatu tahap masa perkembangan anak ada masa imitasi ataupun meniru apa yang dilihatnya. Ini adalah kemampuan kognitif anak dalam masa pertumbuhan yang diakibatkan sebuah rangsangan. Rangsangan ini dapat diterima melalui indera yang dimiliki manusia. Untuk itu perlu dilakukan pendampingan terhadap anak- anak saat menonton televisi untuk itu perlu dilakukan klasifikasi program sesuai dengan usia yang sesuai dengan peruntukkannya. Namun saat ini sering kali stasiun televisi tidak melakukan klasifikasi program dengan jelas dan menyiarkannya dalam jam siaran yang tepat bagi anak- anak. Ataupun terkadang dalam pelaksanaannya banyak program TV yang tidak layak untuk anak- anak disaksikan oleh mereka, untuk itu orang tua tetap perlu melakukan pendampingan bagi anak- anak agar terhindar dari dampak negatif menonton televisi.
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Salah satu tayangan televisi yang masuk dalam 10 besar program televisi yang paling banyak ditonton berdasarkan data yang dirilis AC Nielsen dalam pengamatan selama 10- 16 November 2013 adalah Pesbukers sebuah acara hiburan komedi yang disiarkan oleh stasiun televisi ANTV dengan angka rating 2,50 dan share sebesar 12,5. Program ini tayang pada pukul 17.00 setiap harinya. Acara ini merupakan acara komedi yang menampilkan sejumlah artis terkenal seperti Olga Syahputra, Raffi Ahmad, Jessica Iskandar, Tarra Budiman, Chand Kelvin, dan Sapri. Tidak jelas sebenarnya apa yang ingin diceritakan program ini tiap harinya. Dalam setiap episode yang ada hanya adu gombal antar pemain, saling menyebar gossip, saling mencela, dan dorong- dorongan ataupun pukul- pukulan antar pemain yang dianggap sebagai bentuk komedi. Acara ini biasanya mengunda sekolah- sekolah dari daerah untuk menjadi penonton di studio.
Makalah ini bertujuan untuk melihat apakah televisi di Indonesia sudah melaksanakan sejumlah regulasi perihal perlindungan anak dalam menjalankan aktivitas penyiaran. Perlu diingat bahwa frekuensi yang digunakan stasiun televisi untuk bersiaran adalah milik publik. Sehingga stasiun televisi memiliki tanggung jawab moral untuk mengutamakan kepentingan publik, dan tidak hanya mengejar keuntungan semata. Publik berhak mendapatkan tayangan televisi yang selain menghibur juga dapat memberikan pencerahan bagi mereka yang menonton. Termasuk anak- anak dalam menanamkan nilai- nilai yang baik bagi perkembangan dan pertumbuhan kejiwaan mereka. Salah satunya adalah melakukan filtrasi tayangan untuk meminimalisir sejumlah efek negatif daripada siaran bagi anak- anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Selain itu dapat diketahui bahwa media penyiaran memiliki sejumlah kemampuan untuk mempengaruhi pengetahuan, sikap, nilai, keyakinan, budaya, konstruksi sosial, dan sebagainya. Sesuai dengan Teori Pembelajaran Sosial yang dikembangkan Albert Bandura segala hal yang dipertontonkan dapat menjadi model bagi anak- anak untuk melakukan imitasi dan menganggap suatu hal yang ada dalam tayangan adalah sesuatu kebenaran.
Tinjauan Teoritis Teori Pembelajaran Sosial Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) merupakan pengembangan dari teori perilaku yang tradisional. Teori Pembelajaran Sosial menyatakan bahwa faktor- faktor kognitif, sosial, dan tingkah laku, mempunyai peranan penting dalam pembelajaran. Faktor
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
kognitif akan mempengaruhi wawasan peserta didik tentang pemahaman dan pola pikir akan segala fenomena yang ada di alam semesta, sementara faktor sosial termasuk perhatian dan kepedulian peserta didik terhadap tingkah laku orang tua, keluarga, serta lingkungannnya akan mempengaruhi tindakan dan tingkah laku peserta didik tersebut.
Dalam pandangan sosial manusia tidak didorong oleh kekuatan- kekuatan dari dalam dan juga tidak dipaksakan oleh kekuatan-kekuatan dari luar. Teori pembelajaran sosial menganggap manusia sebagai makhluk yang aktif, yang berupaya membuat pilihan, menentukan keputusan, dan menggunakan proses-proses perkembangan yang ada untuk menyimpulkan kejadian serta komunikasi yang baik dengan orang lain. Perilaku manusia, khusunya peserta didik tidak ditentukan oleh pengaruh lingkungan dan sejarah perkembangan seseorang. Dalam hal ini, manusia cenderung bersifat selektif dan bukan sebagai entitas yang pasif serta mudah dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Teori Bandura menjelaskan perilaku individu dalam konteks interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh dalam teori perkembangan belajar ini. Contohnya, seorang peserta didik yang hidupnya di lingkungan keras yang masyarakatnya cenderung tidak taat pada agama dan selalu meminum minuman keras, maka dia cenderung juga akan bertingkah laku yang sama, yakni tidak taat pada agama dan meminum minuman keras. Namun tak menutup kemungkinan bila seorang peserta didik tersebut akan menganggap bahwa tidak taat pada agama dan meminum minuman keras itu tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan yang sebenarnya. Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B=Behavior), lingkungan (E=Environment), dan kejadian-kejadian internal pada peserta didik yang mempengaruhi presepsi dan aksi (P=Perception) merupakan hubungan yang saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). Menurut Albert Bandura, tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh mengubah kesan- kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi dari individu.
Teori belajar sosial memiliki konsep yang menekankan pada komponen kognitif dan pikiran serta pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, seseorang belajar melalui pengalaman
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
langsung atau pengamatan. Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dari orang lain dan lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak tentang perilaku melalui peniruan (modelling), bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut observational learning atau pembelajarn melalui pengamatan. Bandura juga megemukakan bahwa Teori Pembelajaran Sosial membahas tentang bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan
kita
dan
menciptakan
penguat
(reinforcement)
dan
observational
opportunity. Teori Pembelajaran Sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan mengamati dengan cara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Dalam
observational
learning
terdapat
empat
tahap
belajar
dari
proses
pengamatan. Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain: a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap model yang diamati dengan cermat. b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang ditampilkan oleh model yang diamati, maka seseorang perlu memiliki ingatan yang bagus terhadap perilaku model. c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang telah ditampilkan oleh modelnya, maka berikutnya adalah mencoba menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model. d. Motivasional, pada tahapan ini seseorang harus memiliki motivasi untuk belajar dari model.
Teori Pembelajaran Sosial menekankan, bahwa lingkungan- lingkungan yang dihadapkan pada individu tidak terjadi secara kebetulan. Lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri. Menurut Albert Bandura, bahwa sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain. Inti dari Teori Pembelajaran Sosial adalah pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran terpadu.
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning), yaitu: 1. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondidsi yang dialami orang lain atau vicarious conditioning. Misalnya seorang siswa melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya karena perbuatannya, maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama yaitu ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious reinforcement. 2. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian dan penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak harus visualisasi tiruan sebagai model
Prosedur-prosedur Pembelajaran Sosial
Conditioning Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan hadiah (reward) dan hukuman (punishment). Dasar pemikirannya yaitu sekali seseorang mempelajari perbedaan antara perilaku- perilaku yang menghasilkan hadiah dengan perilaku- perilaku yang mengakibatkan hukuman, sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku mana yang akan dia perbuat.
Immitation Dalam hal ini, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran penting sebagai seorang model. Berkaitan dengan pengajaran di kelas, guru hendaknya menempatkan dirinya sebagai tokoh perilaku bagi peserta didik. Proses kognitif peserta didik hendaknya mendapat perhatian dan dukungan dari guru maupun lingkungan sekitarnya. Perhatian yang dimaksud adalah perhatian terhadap perbedaan individual, kesediaan, motivasi, dan proses kognitif masing- masing peserta didik. Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan ialah kecakapan peserta didik untuk belajar, termasuk dalam penyelesaian masalah dalam pembelajaran. Kualitas kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada ketajaman persepsinya mengenai hadiah dan hukuman yang berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada persepsi peserta didik tentang “siapa” yang menjadi model. Maksudnya, semakin piawai
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
dan berwibawa seorang model, semakin tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral peserta didik tersebut. Jadi dalam Teori Pembelajaran Sosial, anak belajar karena contoh lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan menimbulkan pengalaman baru bagi anak tersebut.
Unsur- unsur Teori Pembalajaran Sosial Proses pembelajaran sosial menurut teori Bandura, terjadi dalam tiga komponen, yaitu:
1. Perilaku Model Individu melakukan pelajaran dengan proses mengenal perilaku model (perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri. Perilaku model adalah berbagai perilaku yang dikenal di lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat, pengalaman, citacita, tujuan dan sebagainya), maka perilaku itu akan ditiru. 2. Pengaruh Perilaku Model Untuk memahami pengaruh perilaku model, maka perlu diketahui fungsi model itu sendiri, yaitu: -
Untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu.
-
Memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada.
-
Memindahkan pola-pola perilaku yang baru.
3. Proses Internal Pelajar Model- model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan rangsangan kepada individu yang membuat individu memberikan tindak balas apabila terjadi hubung kait antara rangsangan dengan dirinya. Macam-macam model boleh berasal dari ibu, bapak, orang tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman sebaya, anggota keluarga, anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berprestis seperti penyanyi, pahlawan, bintang film, dan sebagainya. Dalam kaitan dengan pembelajaran, ada tiga macam model, yaitu: -
Live Model: model yang berasal dari kehidupan nyata, misalnya perilaku orang tua di rumah, perilaku guru, teman sebaya, atau perilaku yang dilihat sehari-hari di lingkungan.
-
Simbolic Model: model yang berasal dari suatu perumpamaan, misalnya dari cerita buku, radio, TV, film atau dari berbagai peristiwa lainnya.
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
-
Verbal Description Model: model yang dinyatakan dalam suatu uraian verbal, misalnya petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti resep yang memberikan arahan bagaimana membuat suatu masakan
Pembahasan 1. Program Pesbukers Pesbukers adalah sebuah program komedi yang disiarkan ANTV setiap hari pada pukul 17.00. Dengan konsep sketsa yang dipandu oleh Olga Syahputra, Rafii Ahmad, Jessica Iskandar, Tarra Budiman, Chand Kelvin, dan Sapri. Penjelasan yang dikutip dari laman online ANTV menjelaskan bahwa Pesbukers adalah program yang menghadirkan guyonan segar, dan unik seperti pantun jenaka dan rayuan gombal. Program Pesbukers menggunakan konsep Sketsa Reality dimana memasukkan unsur gosip yang sedang hot ke dalam bentuk sketsa, seperti kisah percintaan Olga dan Jessica yang sangat ditunggu para fansnya, serta kisah cinta Raffi Ahmad dan gosip sejumlah bintang tamu yang berganti tiap episodenya.
Acara ini pertama kali bersiaran pada tanggal 25 Juli 2011 dan menjadi salah satu acara andalan ANTV dalam masa Ramadhan kala itu untuk menunggu waktu berbuka. Namun karena kesuksesannya acara ini dapat berjalan hingga sekarang. Acara ini menjadi acara dengan angka rating dan share paling tinggi yang dimiliki ANTV. Dalam perjalanannya sejumlah kritik menghiasi perjalan program ini karena dinilai penuh dengan kekerasan dan tidak mendidik. Salah satu kejadian yang sempat membuat acara ini berhenti bersiaran adalah kasus pelecehan agama. Acara Pesbukers dianggap melakukan pencemaran agama pada siaran langsungnya di ANTV pada episode 19 Juni 2012 silam. Saat itu ada pemirsa yang menelepon ke studio dan diterima Julia Perez, salah satu bintang tamu di acara itu, yang mengucapkan salam, ”Assalamualaikum”. Perkataan itu langsung disambut Olga dengan mengatakan "Lu assalamualaikum terus, ah, kayak pengemis." Sejumlah organisasi kemasyarakatan Islam bereaksi dan menganggap apa yang disiarkan adalah bentuk pelecehan terhadap simbol agama Islam. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai badan yang mengawasi siaran mendapatkan sejumlah pengaduan dari masyarakat dan pada tanggal 4 Juli 2012. Mohamad Riyanto ketua KPI pada saat itu mengatakan bahwa acara Pesbukers telah terbukti melanggar Pasal 36 ayat 6 Undang- undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam pasal itu ditegaskan bahwa isi siaran dilarang
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia Indonesia, atau merusak hubungan internasional. Dalam aturan itu disebutkan sanksi penghentiannya antara lima sampai tujuh hari.
2. Mengamati Kekerasan Pada tanggal 21 Oktiober 2013, KPI kembali mengeluarkan peringatakan kepada Pesbukers akibat sejumlah adegan kekerasan yang dipertontonkan yaitu aksi lempar tepung yang kerap dilakukan pada Sapri seorang pengisi acara yang selalu menjadi objek cela- celaan.
Sejumlah pelanggaran diatas semakin menunjukkan bahwa acara ini sendiri tidak mengerti bagaimana cara menyajikan sebuah tayangan yang menghibur dan juga mendidik. Satu hal lagi yang selalu terjadi dalam tayangan Pesbukers adalah tindakan kekerasan yang sering dilakukan pengisi acara pada Sapri, salah satu pengisi acara yang sengaja diposisikan sebagai objek celaan dan kekerasan. Kekerasan yang dilakukan Sapri tidak selalu dalam bentuk fisik seperti mendorong, memukul kepala, ataupun menghantam dengan perlengkapan yang walaupun terbuat dari styrofoam namun hal ini dikhawatirkan akan dititu oleh penonton di rumah. Kekerasan verbal juga selalu terjadi dengan sejumlah pelecehan yang ditujukan bagi Sapri berkaitan dengan kepalanya yang plontos. Dan yang lebih tidak jelas lagi biasanya segala celaan kemudian akan diakhiri dengan lembaran bedak ataupun foam di kepala Sapri
Seperti yang terjadi pada Pesbukers edisi 21 November 2013 saat itu sketsa sedang bercerita tentang sebuah sekolah di dunia hantu. Diawali dengana adegan antara Jessica Iskandar dan Raffi Ahmad dengan bintang tamu Bedu dan Okky Lukman, setelah mereka berbincang tidak lama kemudian masuklah Sapri dalam sketsa. Sesaat baru masuk Raffi langsung memukul kepala Sapri tanpa alasan dan dilakukan dengan wajah tanpa penyesalan, tidak lama kemudian Sapri didorong secara kasar ke arah penonton, kemudian penonton pun menghindar, melihat reaksi penonton Raffi Ahmad kemudian mengeluarkan candaan “Biasanya artis kalau dilempar ke penonton biasanya dikerebutin, ini malah pada jijik”. Kemudian Sapri kembali didorong ke arah penonton. Tidak lama setelah itu adegan berlanjut dengan membacakan pantun dan Sapri disemprot dengan foam di kepalanya. Semua adegan itu ditertawai dan mendapatkan riuh tepuk tangan oleh semua penonton yang hadir di studio pada saat itu. Dan yang lebih menyedihkan penonton pada saat itu
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
berasal dari siswa SMP Negeri 4 Padang Cermin, Lampung mereka datang dengan ditemani oleh guru mereka. Padahal sebagai tenaga pendidik, guru juga harus peka terhadap hal yang dapat memberikan efek negatif kepada para muridnya. Adegan kekerasan ini hampir setiap episode terjadi. Terkadang kekerasan juga menimpa beberapa pengisi acara, namun Sapri yang paling sering menjadi objek kekerasan dan celaan.
Apa yang dipertontonkan oleh Pesbukers dalam setiap episodenya sangat berbahaya karena sesuai dengan Teori Pembelajaran Sosial bahwa saat tindakan kekerasan dilakukan, tidak terlihat adanya konsekuensi negatif atas tindakan kekerasan tersebut. Maka dengan tidak adanya hukuman dalam perbuatan tersebut namun yang tampil malah konsekuensi positif, seperti tepuk tangan dari orang yang menonton maka akan dapat membuat anak- anak yang juga menyaksikan program ini menganggap bahwa tindakan memukul dan mendorong orang adalah suatu hal yang biasa dan tidak salah. Adegan yang ditampilkan Raffi Ahmad sebagai model simbolis karena disaksikan melalui televisi serta reputasi Raffi Ahmad sebagai artis yang digemari banyak anak- anak dapat menjadi contoh pembelajaran melalui pengamatan. Tepuk tangan dan riuh penonton di studio pun dapat menjadi penguatan terhadap perbuatan tersebut.
Sebuah studi yang didanai Asosiasi Televisi Kabel Nasional (NCIA) yaitu National Television Violence Study di Amerika Serikat merupakan proyek besar yang dimulai pada 1994. Melibatkan lebih dari 300 peneliti dari empat universitas: University of California Santa Barbara; Texas; Wisconsin; dan North Carolina. Penelitian tentang TV ini menggunakan metode analisis konten dengan sampel yang sangat representatif. Menganalisis rekaman video hampir 10.000 jam program televisi selama periode tiga tahun. Melibatkan lebih dari 1.600 individu sebagai peserta studi dalam lima percobaan terpisah. Sejumlah temuan dalam studi tersebut adalah konstruksi kekerasan di media membantu
peningkatan
imitasi
kekerasan
dan mendorong agresi
antarpribadi.
Penggambaran kekerasan yang masif dalam berbagai jenis media dapat menyebabkan anak menjadi cepat dewasa sebelum waktunya. Kekerasan yang digambarkan dalam media seringkali tidak ada beda yang nyata antara yang baik dan yang buruk, dan biasanya kekerasan dilakukan oleh tokoh yang diidolakan. Dan menurut berdasarkan studinya, NTVS menyimpulkan bahwa kekerasan di TV ditampilkan dalam tiga ciri/ bentuk (Bushman & Huesmann dalam Singer & Singer, 2001, hal. 228).
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
1. Violence is glamorized, atau ditampilkan dalam cara positif (dilakukan oleh karakter baik, atraktif, banyak kekerasan tidak diikuti dengan hukuman) 2. Violence is sanitized, disajikan dengan konsekuensi negatif minimal 3. Violence is trivialized, banyak disajikan dengan humor.
3. Pelanggaran Regulasi Karena sejumlah efek yang begitu besar oleh media penyiaran, maka sudah ada sejumlah aturan yang dikeluarkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia yaitu Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS), salah satu tujuannya juga untuk memberikan perlindungan pada anak. Agar tumbuh kembang anak tidak dipengaruhi oleh tindakan kekerasan. Dalam hal ini ANTV telah melanggar sejumlah regulasi yaitu a. Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) pasal 14 (1) Lembaga penyiaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada anak dengan menyiarkan program siaran pada waktu yang tepat sesuai dengan penggolongan program siaran. (2) Lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepentingan anak dalam setiap aspek produksi siaran.melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja. b. P3 pasal 17 Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan. c. Standar Program Siaran (SPS) pasal 15 (1) Program siaran wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja d. SPS pasal 24 (1) Program siaran dilarang menampilkan ungkapan kasar dan makian, baik secara
verbal maupun nonverbal, yang mempunyai kecenderungan menghina atau merendahkan martabat manusia, memiliki makna jorok/mesum/cabul/vulgar, dan/atau menghina agama dan Tuhan. (2) Kata-kata kasar dan makian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas
mencakup kata-kata dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing. e. SPS pasal 25 Promo program siaran yang mengandung muatan adegan kekerasan dibatasi hanya boleh disiarkan pada klasifikasi D, pukul 22.00-03.00 waktu setempat.
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
f. SPS pasal 36 dan 37 tentang Program Siaran Klasifikasi A (Anak) dan R (Remaja), yang wajib memperhatikan kepentingan anak dan/atau remaja, termasuk dalam larangan menampilkan adegan kekerasan dan/atau perilaku yang tak pantas.
Acara ini memang sudah seringkali mendapatkan teguran dari KPI namun karena kewenangan KPI yang dibatasi hanya pada memberikan teguran dan penghentian sementara sering kali membuat KPI seperti tidak bisa secara tegas menghentikan acara ini dan acara- acara yang sarat dengan kekerasan ini masih dengan mudah dijumpai dalam televisi kita. Para stasiun televisi pun menjadi sembarangan dalam membuat program televisi dan tidak melakukan secara bijaksana mengingat sejumlah efek yang akan terjadi dalam sebuah program televisi.
Kesimpulan Sejumlah teori dan studi yang ada telah membuktikkan bahwa tayangan kekerasan yang ditampilkan dalam televisi akan sangat berdampak bagi pertumbuhan anak- anak. Oleh karena itu apapun bentuknya setiap adegan kekerasan harus dibatasi dalam tayangan televisi. Oleh karena itu seharusnya stasiun televisi taat pada aturan penggolongan jenis tayangan. Bila ada adegan kekerasan maka tayangan itu hanya diperbolehkan ditonton oleh orang dewasa dan jam tayanganya diatur pada jam 22.00 sampai dengan 03.00 waktu setempat.
Pesbukers yang ditayangkan pada pukul 17.00 tentu membuat tayangan ini mudah untuk diakses oleh anak- anak. Padahal konten dari program ini sering kali bermuatan materi dewasa dan penuh dengan kekerasan dalam candaannya. Pesbukers juga seringkali menghadirkan penonton di studio yang merupakan anak- anak pada umur SMP sehingga menjustifikasi bahwa program ini boleh disaksikan untuk anak- anak.
Selain itu setiap tindakan kekerasan yang dilakukan tidak disertai dengan konsekuensi negatif namun malah mendapatkan tepuk tangan dan tertawaan sehingga dapat membuat konsepsi pada anak- anak yang menonton bahwa kekerasan adalah suatu hal yang biasa saja dan boleh ditiru sesuai dengan Teori Pembelajaran Sosial dimana anak- anak akan cenderung meniru melakukan sesuatu yang mendapatkan penghargaan (reward) dan menghindari segala hal yang bersifat hukuman (punishment).
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
KPI sebagai badan independen yang mengawasi isi siaran harus diperkuat dan diberikan kewenangan untuk dapat melarang tayangan- tayangan yang terbukti melanggar regulasi dalam P3SPS. Sehingga stasiun televisi akan lebih mawas diri dan tidak lagi membuat program televisi yang asal- asalan dan tidak mendidik. Karena perlu disadari saat ini televisi telah menjadi teman keseharian anak- anak saat mereka tidak punya pilihan untuk menghabiskan waktu sehari- hari. Hal ini juga didorong dengan tidak kondusifnya lingkungan mereka bila mereka bermain di luar rumah bersama dengan teman sebaya.
Bagi para orang tua juga harus dapat mengawasi tontonan anak mereka karena sejumlah dampak negatif akibat menonton televisi dapat menganggu tumbuh kembang anak- anak mereka. Salah satu bentuk peran orang tua adalah dengan melakukan pemilihan tayangan yang sesuai dengan klasifikasi anak- anak. Selain lebih bijak dalam mengawasi tayangan, orang tua juga harus dapat memberikan hiburan alternatif bagi anak- anak agar tidak hanya menonton televisi. Karena hal tersebut dapat mengganggu perkembangan psikomotorik anak karena hanya secara pasif menerima rangangan dari tayangan televisi.
Daftar Referensi
Armando, Ade. (2011). Televisi Jakarta Di Atas Indonesia. Jakarta: Bentang Pustaka
Armando, Nina Mutmainah, & B. Guntarto. (2012). Konstruksi Kekerasan Dalam Media Anak (Studi tentang Penggambaran Kekerasan pada Film Animasi dan Majalah Anak). Paper was presented on Konferensi Nasional Komunikasi 2013, Depok, Indonesia
Bali Post. (2010). Jangan Biarkan Anak Nonton TV Terus. Accessed on December 26, 2013 from http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=13&id=3044 6
Komisi Penyiaran Indonesia. (2012). Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS). Jakarta
……….. (2012). Anak Indonesia Kedapatan Paling Lama Menonton TV. Accessed on December 25, 2012 from http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/30944-anakindonesia-kedapatan-paling-lama-menonton-tv
……….. (February 2013). Penyiaran Kita: Menyongsong Tahun Perlindungan Anak dan Remaja di Penyiaran. Jakarta
Mufid, Muhammad. (2005). Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Prenada Media
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014
Parents Indonesia. (2013). Anak Banyak Nonton TV Karena Orangtua. Accessed on December 26, 2013 from http://parentsindonesia.com/article.php?type=article&cat=kids&id=1235
Pitung, Abah. (2013). Kebodohan di Acara Pesbukers ANTV. Accessed on December 28, 2013 from http://hiburan.kompasiana.com/televisi/2013/04/25/kebodohan-acarapesbukers-antv-554520.html
Remotivi. (2013). Izinkan Anak- Anak Tumbuh Tanpa Tayangan Kekerasan. Accessed on December 27, 2013 from http://remotivi.or.id/meja-redaksi/siaran-pers-izinkan-anakanak-tumbuh-tanpa-tayangan-kekerasan
Roselina (2011). Jangan Sampai Anak Pilih TV Sebagai Sahabat. Accessed on December 25, 2013 from http://remotivi.or.id/kabar-tv/jangan-sampai-anak-pilih-tv-sebagai-sahabat
Siregar, Ashadi. (2006). Etika Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Syah, Muhibbin. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: Grafindo
West, Richard, & Lynn H. Turner. (2010). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika
Kekerasan dalam ..., Steven William, FISIP UI, 2014