Science Garden Sebagai Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa Sugeng Handayani
Abstract: This study was based on the problem emerged in Physics learning process, especially in class 7.1 of SMP Nasional KPS. The students scientific performance ability in observation, the use of instruments and materials for experiment,and the communication of their experiment result was still low. That was why the writer used the concept ‘Science Garden’, that is a garden in which the students could find various kinds of Physics media in real size. This study is aimed at finding out how science garden can improve students’ scientific performance in Physics learning. The subjects of this study were the students ofclass 7.1 of SMP Nasional KPS Balikpapan. It was carried out on December 2006, on the 1st, 2nd, and 3 rd week, in two cycles. The research observation towards scientific performance used direct observation in the learning process. It was found in the result that in cycle I the average of students performance reached 73.33%, and in cycle II the average reached 82.50%. There was an increase of 9.17% in the students’ performance.
Key Words: science garden, contextual learning, scientific performance
Berbicara mengenai proses belajar mengajar di sekolah khususnya mata pelajaran fisika seringkali membuat kita kecewa, apalagi bila hal ini dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar yang masih sangat rendah. Berdasarkan pengamatan penulis, permasalahan yang sering muncul di setiap pembelajaran fisika antara lain: (1) siswa mampu menyajikan tingkat hapalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya namun masih kurang dalam memahami materi ajar tersebut, (2) siswa tidak mampu menghubungkan konsep fisika dengan pemanfaatan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) alat peraga yang ada tidak mendukung usaha guru dalam menghubungkan konsep yang ada dengan pemanfaatannya dalam kehidupan siswa. Untuk itu diperlukan strategi pembelajaran khusus yang setidaknya mampu mereduksi permasalahan yang terjadi tersebut. Strategi pembelajaran fisika yang tepat adalah strategi pembelajaran yang menekankan pada kegiatan aktif siswa dalam menggunakan semua indera melalui memahami dan menyerap konsep-
konsep fisika melalui kegiatan ilmiah. Siswa perlu berinteraksi secara langsung dengan objek-objek konkret karena fisika bukan hanya teori-teori yang menjelaskan gejala-gejala fisis saja, tapi juga proses untuk mencari penjelasan mengenai gejala-gejala fisis tersebut. Sehingga keaktifan siswa dalam proses pembelajaran ini diharapkan akan berpengaruh pada pertumbuhan kinerja ilmiah siswa. Sebagai salah satu sekolah yang senantiasa melakukan beragam inovasi dalam setiap pembelajaran di kelas, SMP Nasional KPS Balikpapan selalu berupaya memperbaiki metode pengajaran agar sesuai dengan karakteristik fisika sebagai mata pelajaran sains yang sarat dengan kegiatan ilmiah agar tidak menimbulkan kesenjangan antara pemahaman konsep teoritis dengan gejala nyata yang terkait dengan konsep tersebut. Hal ini memang cukup beralasan mengingat selama ini permasalahan yang sering muncul dalam pembelajaran fisika di kelas adalah rendahnya kemampuan siswa dalam: (1) mengamati objek, (2) menggunakan alat dan bahan praktikum, dan (3) mengkomunikasikan
Sugeng Handayani adalah guru Sains-Fisika SMP Nasional KPS Balikpapan 74
Handayani, Science Garden Sebagai Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa
pemahaman konsep fisika. Sekarang tantangan yang dihadapi oleh guru setiap hari adalah bagaimana guru dapat terus menerus mengembangkan kemampuannya untuk membuat jembatan yang dapat memberikan hubungan yang konstektual antara materi pelajaran fisika yang diajarkan di sekolah dengan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai usaha untuk menjawab permasalahan tersebut, dalam penelitian ini dikemukakan konsep Science Garden. Science Garden merupakan konsep yang menawarkan terjadinya pembelajaran yang kontekstual, memotivasi, dan menyenangkan dengan menggunakan alat peraga yang dirancang dan dibuat oleh guru. Science Garden, yang secara harfiah berarti taman ilmu, tidak hanya menyediakan beragam tanaman saja. Science Garden juga menyediakan beberapa alat peraga materi pelajaran fisika yang dimaksudkan sebagai tempat untuk mengasah pemahaman dan kemampuan siswa dalam menerapkan beragam konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari. Adapun alat-alat peraga yang berada di dalam Science Garden adalah alat peraga yang berukuran besar dan diletakkan di luar kelas secara permanen sehingga dapat digunakan setiap saat. Alat peraga tersebut meliputi: pertama, pipa komunikasi. Saat berbicara melalui pipa (lihat gambar 1), suaranya akan menggetarkan udara dalam pipa sehingga udara tersebut beresonansi dan
75
menghantarkan bunyi tersebut ke ujung pipa lainnya walaupun terpisah jauh karena udara termasuk zat perantara perambatan gelombang bunyi. Kedua, kaca seribu bayangan. Dua cermin datar disusun berdampingan dan terbuka membentuk sudut tertentu (lihat gambar 2). Jika benda tertentu diletakkan di antara kedua cermin tersebut, maka banyak bayangan benda yang terbentuk pada cermin tergantung dari besar sudut kedua cermin. Ketiga, pipa bernada. Beberapa pipa dengan luas penampang yang sama namun dengan tinggi yang berbeda disusun sedemikian rupa sehingga membentuk barisan nada dasar jika dipukul secara bergantian (lihat gambar 3). Dengan memanfaatkan resonansi getaran bunyi pada tiap panjang pipa yang berbeda-beda, kita dapat mengatur irama bunyi yang dihasilkan. Panjang pendeknya kolom udara dalam pipa tersebut mempengaruhi frekuensi bunyi yang terdengar, sehingga bisa menghasilkan bunyi yang harmonis. Keempat, manusia listrik. Manusia memiliki hambatan listrik yang besar dalam tubuhnya. Ketika dialiri arus listrik bertegangan rendah misalnya baterai tubuh kita pun akan mampu menahannya karena hambatan listrik dalam tubuh kita. Ilustrasi alat peraga ini dapat dilihat pada gambar 4. Kelima, katrol bergerak. Katrol adalah cakram yang berputar pada porosnya dan dilewati tali untuk mengangkat beban (lihat gambar 5). Sema-
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
76
JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 3, NOMOR 2, MARET 2008
Gambar 7
Gambar 8
kin banyak katrol yang digunakan untuk mengangkat beban, maka gaya yang dikeluarkan akan semakin sedikit. Untuk mengangkat beban menggunakan dua buah katrol, maka gaya yang dikeluarkan adalah setengah dari berat beban semula. Keenam, roda inersia. Roda inersia hampir mirip dengan sepeda roda yang sering dimanfaatkan orang di arena sirkus (lihat gambar 6). Jika berputar dengan cepat, roda inersia ini akan meliuk ke kanan dan ke kiri dengan sendirinya tanpa digerakkan. Sudah menjadi sifat suatu benda untuk mempertahankan kedudukannya. Jika benda diam, maka benda tersebut akan cenderung diam sampai diberi gaya yang memaksanya untuk bergerak. Begitu pula pada benda yang sedang bergerak, maka benda tersebut cenderung untuk terus bergerak. Ketujuh, kompor matahari. Alat ini bekerja dengan cara mengumpulkan energi sinar matahari yang diubah menjadi energi panas. Dengan menggunakan prinsip kerja cermin cekung, sinar matahari dikumpulkan ke dalam satu titik fokus yang menjadi titik pusat panas yang dihasilkan. Ilustrasi alat peraga ini dapat dilihat pada gambar 7. Kedelapan, botol nadaku. Botol kaca kosong (lihat gambar 8) jika kita ketuk akan memberikan getaran dan udara di dalamnya akan beresonansi menghasilkan bunyi. Air akan memberikan rendaman getaran di dalam botol, sehingga ketika kita atur volume air di dalam botol botol akan memberikan nada yang sangat harmonis. Kesembilan, roketku melesat. Botol minuman yang kita isi dengan air dan kita pompa akan memberikan tekanan dalam yang sangat kuat. Tekanan tersebut mendorong air untuk keluar dari botol, sehingga ketika lubang botol kita buka, air akan mendorong botol melesat ke atas mengikuti tali tempat botol terkait (lihat gambar 9).
Gambar 9
METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Nasional KPS Balikpapan dengan subjek penelitian sebanyak 20 siswa. Dalam mengumpukan data, penulis menggunakan beberapa prosedur pengumpulan data. Pertama, observasi. Observasi ini dilakukan oleh peneliti dengan melihat dan mengamati sendiri, mencatat perilaku, dan kejadian sesuai dengan keadaan yang sebenarnya akibat adanya tindakan yang diberikan kepada siswa. Observasi ini lebih menitikberatkan pada peningkatan kinerja ilmiah siswa yang meliputi kemampuan mengamati, menggunakan alat dan bahan, serta berkomunikasi. Kedua, wawancara. Wawancara dilakukan terhadap sebagian siswa untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap pembelajaran fisika dengan menggunakan media pembelajaran kontekstual yang telah diberikan. Secara garis besar, pertanyaan yang diajukan berupa: kesulitan apa yang dialami siswa dalam memahami konsep, melakukan pengamatan, memahami penggunaan alat dan bahan, pelaksanaan diskusi kelompok, dan berkomunikasi. Wawancara ini juga bermaksud untuk lebih memperjelas ada tidaknya peningkatan kinerja ilmiah siswa dengan diterapkannya pembelajaran ini. Ketiga, catatan lapangan. Catatan lapangan ini digunakan untuk mencatat perilaku siswa yang muncul selama proses belajar mengajar yang berkaitan dengan tindakan yang diberikan. Keempat, dokumentasi. Dokumentasi digunakan peneliti untuk merekam secara teratur segala peristiwa yang terjadi selama proses belajar berlangsung. Untuk mengolah data, penulis menggunakan teknik reduksi data, penyajian data, dan penarikan
Handayani, Science Garden Sebagai Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa
kesimpulan. Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi pemfokusan dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna. Data-data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara ditulis dalam bentuk rekaman data, dikumpulkan, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang pokok, kemudian dicari tema atau polanya. Jadi, rekaman data sebagai bahan mentah singkat, disusun lebih sistematis dan ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga pengamatan yang dilakukan lebih tajam dan mempermudah peneliti untuk mencatat data bila diperlukan. Data yang sudah diklasifikasikan dan disederhanakan, dideskripsikan dalam bentuk kata-kata yang bermakna untuk melihat gambaran keseluruhan atau bagian tertentu dalam format rekaman data. Dengan demikian, didapat kesimpulan sementara yang berupa temuan penelitian, yaitu apa saja yang harus diperbaiki dalam proses pembelajaran selanjutnya.
HASIL Pada siklus I, waktu yang diperlukan adalah 3 jam pelajaran. Siklus ini dimulai dengan membagi kelas menjadi 6 kelompok yang terdiri atas 5 siswa. Penulis lalu membagikan lembar kerja kepada setiap kelompok dan memberikan pengarahan mengenai aturan yang berlaku selama siswa berada di Science Garden. Setelah itu, penulis menggiring siswa ke Science Garden untuk memperkenalkan dan menjelaskan cara kerja 5 jenis media pembelajaran, yaitu: cermin seribu bayangan, pipa irama, pipa komunikasi, roda inersia, dan botol bernada. Pada saat penulis mendemonstrasi cara kerja alat-alat tersebut, siswa aktif melakukan pengamatan, mencatat hal-hal yang perlu, kemudian menjawab pertanyaan dari penulis yang bertindak sebagai fasilitator. Dalam menjawab pertanyaan dari penulis, kebanyakan siswa menjawab serempak atau menjawab dengan suara pelan, sehingga penulis harus meminta salah satu siswa yang menjawab serempak untuk memberikan alasan jawabannya dan mendekati siswa yang bersuara pelan untuk memintanya mengulangi jawaban dengan suara yang lebih keras. Penulis juga mencatat nama siswa yang bertanya atau mengeluarkan pendapat. Selanjutnya setiap kelompok secara bergantian menggunakan kelima alat di Science Garden de-
77
ngan mengikuti langkah-langkah percobaan pada lembar kerja. Mereka melakukan diskusi kelompok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di lembar kerja. Penulis berkeliling mengamati dan berdiskusi dengan tiap kelompok. Penulis mengobservasi kinerja ilmiah siswa dan mengajukan pertanyaan kepada beberapa siswa untuk mendeteksi peningkatan kinerja ilmiah siswa melalui format observasi kinerja ilmiah. Bagian terakhir pelaksanaan tindakan pada siklus I adalah kegiatan komunikasi melalui presentasi hasil percobaan tiap kelompok. Pada saat presentasi, kelompok yang lain mengajukan pertanyaan, saran, sanggahan, atau pendapat. Selama diskusi berlangsung, penulis mengajukan pertanyaan yang membimbing siswa menuju konsep yang tepat untuk masing-masing alat. Berdasarkan hasil observasi terhadap kegiatan pembelajaran berbasis pada siklus I, peneliti menemukan beberapa hal sebagai berikut: (1) media pembelajaran yang digunakan mampu menarik perhatian siswa sehingga siswa termotivasi belajar fisika, (2) penulis memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan pendapatnya, serta memberikan penguatan dengan menanyakan dan mencatat nama-nama siswa yang bersangkutan, dan (3) kemampuan berkomunikasi siswa yang masih kurang. Selain observasi kegiatan pembelajaran, penulis juga melakukan observasi kinerja ilmiah siswa. Hasil observasi kinerja ini selengkapnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1 Hasil Observasi Kinerja Ilmiah Siklus I Aspek Kinerja Ilmiah Siswa Mengamati Menggunakan alat peraga Berkomunikasi Persentase rata-rata siklus I
Persentase 75,00% 80,00% 65,00% 73,33%
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa kinerja ilmiah belum semuanya dilaksanakan dengan baik sehingga perlu dilaksanakan tindakan siklus II. Berdasarkan temuan pada siklus I, maka diadakan perbaikan pada perencanaan siklus II. Perbaikan yang dilakukan dalam perencanaan tinda-
78
JURNAL PENDIDIKAN INOVATIF VOLUME 3, NOMOR 2, MARET 2008
kan II antara lain: (1) dibuat media pembelajaran yang lebih rumit dan menantang siswa untuk meningkatkan keingintahuan dan motivasi siswa belajar fisika, (2) lembar kerja siswa dibuat lebih terbuka, sehingga siswa bisa meningkatkan kemampuan berkomunikasinya, (3) penulis memberikan pertanyaan-pertanyaan yang lebih bervariasi dan berurutan sampai ke pertanyaan yang termudah untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa pada alatalat yang digunakan, dan (4) penulis membimbing siswa untuk meningkatkan kepercayaan dirinya agar berani mengungkapkan pendapatnya dan berkomunikasi dalam kegiatan imiah, dan (5) waktu pembelajaran ditambah 1 jam pelajaran menjadi 4 jam pelajaran (atas permintaan siswa). Pada siklus II, waktu yang diperlukan adalah 4 jam pelajaran. Secara garis besar pelaksanaan siklus II hampir sama dengan siklus I. Yang membedakan adalah media pembelajaran yang digunakan meliputi kompor matahari, katrol bergerak, manusia listrik, dan roketku melesat. Selain itu, lembar kegiatan yang digunakan siswa bersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi menggunakan media dan membuat petunjuk penggunaannya sendiri. Pada bagian presentasi, setiap kelompok memiliki petunjuk penggunaan alat dengan kalimat yang berbeda-beda. Berdasarkan kegiatan observasi pada siklus II, didapatkan temuan sebagai berikut: (1) keaktifan siswa dalam diskusi dan tanya jawab meningkat. Keadaan ini ditunjukkan oleh bertambah banyaknya siswa yang menjawab pertanyaan. (2) Adanya lembar kerja yang memadai tenyata dapat meningkatkan kreativitas siswa dalam percobaan, sehingga penulis tidak perlu campur tangan terlalu banyak. (3) Siswa aktif dalam melaksanakan percobaan dan mengerjakan lembar kerja. (4) Waktu yang digunakan untuk tahap ini lebih lama dari siklus I, karena diskusi yang berlangsung lebih menarik. Selain observasi pembelajaran, penulis juga melakukan observasi kinerja ilmiah. Berdasarkan hasil observasi siklus I dan siklus II ternyata ada peningkatan kinerja ilmiah siswa. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata kinerja ilmiah siklus I sebesar 73,33% menjadi 82,50% pada siklus II. Dengan kata lain terjadi peningkatan persentase sebesar 9,17%. Untuk selengkapnya lihat tabel 2.
Tabel 2 Hasil Observasi Kinerja Ilmiah Aspek Kinerja Ilmiah Mengamati Menggunakan alat peraga Berkomunikasi Persentase rata-rata siklus I
Persentase Siklus I Siklus II 75,00% 82,50% 80,00% 90,00% 65,00% 75,00% 73,33% 82,50%
KESIMPULAN Proses pembelajaran dengan media kontekstual dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa SMP Nasional KPS Balikpapan, khususnya kelas VII-1. Pada siklus I dan II kinerja ilmiah siswa mengalami peningkatan sebesar 9,17%, yaitu dari siklus I sebesar 73,33% menjadi 82,50%.
SARAN Pembelajaran fisika dengan media pembelajaran kontekstual dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan model pembelajaran, karena dapat memudahkan siswa dalam memahami konsep fisika melalui interaksi secara langsung dengan objek konkret, sehingga dapat meningkatkan penguasaan kinerja ilmiah siswa dan dapat meningkatkan motivasi belajarnya. Salah satunya dengan menggunakan media pembelajaran kontekstual.
DAFTAR PUSTAKA Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Depdikbud Handayanto, S. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: FMIPA UM Hartatiek. 2002. Pemberdayaan Penulis Fisika dalam Melakukan PTK untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran. Malang: LPM Universitas Negeri Malang Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: UM Setyosari, P. 2001. Rancangan Pembelajaran: Teori dan Praktek. Malang: Elang Mas Wartono. 2003. Strategi Belajar Mengajar fisika. Malang: Universitas Negeri Malang