BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Kepuasan Kerja Karyawan
1. Pengertian Kepuasan Kerja Menurut Mohammad Abdul Mukhyi dan Tati Sunarti (2007), “Kepuasan kerja (Job
Satisfaction) adalah suatu keadaan emosional karyawan dimana terjadi atau tidak terjadi titik temu antara batas jasa karyawan dengan tingkat nilai balas jasa baik finansial maupun non-finansial.” Robbins (2005, p724) mendefinisikan kepuasan kerja adalah : “The term job
satisfaction refers to an individual’s general attitude toward his or her job. A person with a high level of job satisfaction hold positive attitudes toward the job: a person who dissatisfied with his or her jobs holds negative attitudes about the job.” Menurut Noe et.al. (2003, p430): “Job satisfaction is a pleasurable feeling that
results from the perception that one’s job fulfills or allows for the fulfillment of one’s important job values.” Dari pernyataan-pernyataan di atas, disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum, keadaan emosional, reaksi emosional seorang karyawan terhadap pekerjaannya pada saat bekerja dan tindakan yang menyukai pekerjaan, perasaan yang nyaman dan menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para karyawan dalam memandang pekerjaannya.
6
7
2. Indikasi Adanya Kepuasan Kerja Menurut Jerald Greenberg dan Robert A. Baron dalam bukunya “ Behavior in
Organizations ” (2003, p148) kepuasan kerja yang secara individual dapat dilihat dari tingkah laku positif dan negatif terhadap pekerjaannya. Ada beberapa grup orang yang puas terhadap pekerjaan dan profesinya dari pada yang lainnya, seperti: 1. White Collar Personnel umumnya sebagai managerial dan profesional lebih puas dari pada Blue Collar Personnel yaitu karyawan, staff, dan buruh. 2. Orang lebih tua umumnya lebih puas dari yang lebih muda, dikarenakan orang yang lebih tua cenderung lebih mempertahankan pekerjaannya dari pada orang yang muda yang cenderung ambisius. 3. Orang yang lebih berpengalaman umumnya lebih puas dari pada orang yang kurang berpengalaman, dikarenakan orang yang tingkat kepuasannya rendah umumnya dapat diprediksi untuk mendapat pekerjaan yang sedapatnya. 4. Perempuan umumnya tidak puas terhadap pekerjaannya dari pada laki-laki. Ini disebabkan karena mereka menempati
tingkat terendah dari pekerjaan dan
kesempatan dalam meraih jabatan yang lebih tinggi sangat sulit.
Selanjutnya, masih menurut Jerald Greenberg dan Robert A. Baron (2003, p152) mengatakan bahwa tingkat kepuasan dapat dilihat dengan berbagai cara, seperti : 1. Job Descriptive Index (JDI) merupakan skala rating untuk melihat tingkat kepuasan yang dapat dilihat cara kerja seseorang dan pandangan seseorang akan posisi serta pekerjaannya. 2. Minnesota Satisfaction Questionnaire (MSQ) merupakan skala rating akan kepuasan kerja dimana
kepuasan setiap orang didapat dari berbagai macam aspek dalam
pekerjaan mereka.
8
3. Pay Satisfactions Questionnaire (PSQ)
merupakan sebuah kuesioner yang dibuat
untuk melihat tingkat kepuasan karyawan yang didapat dari berbagai macam aspek (tingkat pekerjaannya, perkembangannya, keuntungannya). 4. Critical Incidents Technique merupakan suatu prosedur untuk mengetahui kepuasan kerja tiap karyawan dangan cara melihat apakah karyawan merasa puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya.
3. Dimensi Pengukuran Kepuasan Kerja Faktor yang menentukan kepuasan karyawan menurut Stephen P. Robbins (2006, p149-150), adalah: a. Kerja yang secara mental menantang Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka miliki menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan. b. Imbalan yang pantas Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka presepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan. Banyak orang bersedia menerima uang lebih kecil untuk bekerja di lokasi yang diinginkan atau pada pekerjaan yang kurang menuntut atau
9
mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam pekerjaan yang mereka lakukan dan jam kerja. Tetapi kunci yang menautkan upah dengan kepuasan bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan, lebih penting lagi adalah persepsi keadilan. Sama halnya pula, karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang adil. Promosi memberikan kesempatan untuk kebutuhan pribadi, tanggung jawab yang lebih banyak, dan status sosial yang meningkat. Oleh karena itu, individu yang mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil ( Fair and
Just ) kemungkinan besar akan merasakan kepuasan dengan pekerjaan mereka. c.
Kondisi kerja yang mendukung Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik, seperti kondisi fisik kerja yang nyaman dan aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam mengerjakan tugasnya dengan baik.
d. Rekan kerja yang mendukung Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosisal. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan kerja yang meningkat. Perilaku atasan juga merupakan determinan utama dari kepuasan. Umumnya kepuasan karyawan meningkat bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami, memberikan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui kepuasan karyawan terhadap program pengembangan karyawan dalam mendukung pelaksanaan pekerjaan karyawan.
10
e. Kesesuaian pribadi dengan pekerjaan Pada hakikatnya adalah orang-orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun) dengan pekerjaan yang mereka pilih sebisanya akan menunjukkan bahwa mereka mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari pekerjaan mereka. 2.1.2
Komitmen Organisasi
1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robbins (2006, p92), “Komitmen organisasional didefinisikan sebagai suatu keadaan di mana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuantujuannya serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu”. Komitmen pada organisasi yang tinggi dapat diartikan bahwa pemihakan karyawan (loyalitas) pada organisasi yang memperkerjakannya adalah tinggi. Sedangkan Mathis dan Jackson (2006, p99) berpendapat bahwa “Komitmen organisasional adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut”. Lain halnya dengan Steers dan Porter dalam Djati dkk., (2003, p31), suatu bentuk komitmen organisasional melibatkan hubungan aktif dengan organisasi kerja yang memiliki tujuan memberikan segala usaha demi keberhasilan organisasi kerja yang bersangkutan. Menurut Kreitner dan Kinicki (2003) dalam (H. Teman Koesmono, 2007), “komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya”. Sedangkan Charles O’Reilly dalam (Djati dkk., 2003, p31) menyatakan bahwa “komitmen organisasi secara umum dipahami sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap
11
organisasi termasuk keterlibatan kerja, kesetiaan, dan perasaan percaya pada nilai-nilai organisasi”. Berdasarkan beberapa uraian yang ada tentang komitmen organisasi, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasional merupakan identifikasi seorang individu terhadap
organisasi
dan
tujuan-tujuannya
serta
berniat
mempertahankan
keanggotaannya
2. Dimensi Pengukuran Komitmen Organisasi Menurut Greenberg dan Baron (2003, 131-132), Allen dan Meyer (1990) ada 3 dimensi komitmen, yaitu: 1.
Komitmen afektif (affective commitment) yaitu keterlibatan emosi pekerja terhadap organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan, apabila keterlibatan dalam organisasi terbukti menjadi pengalaman yang memuaskan. Organisasi memberikan kesempatan untuk melakukan pekerjaan dengan semakin baik atau menghasilkan kesempatan untuk mendapatkan skill yang berharga.
2.
Komitmen berkesinambungan (continuance commitment) yaitu keterlibatan komitmen berdasarkan biaya yang dikeluarkan akibat keluarnya pekerja dari organisasi. Komitmen ini dipengaruhi dan atau dikembangkan pada saat individu melakukan investasi. Investasi tersebut akan hilang atau berkurang nilainya apabila individu beralih dari organisasinya.
3.
Komitmen normatif (normative commitment) yaitu keterlibatan perasaan pekerja terhadap tugas-tugas yang ada di organisasi. Komitmen normatif dipengaruhi dan atau dikembangkan sebagai hasil dari internalisasi tekanan normatif untuk
12
melakukan tindakan tertentu, dan menerima keuntungan yang menimbulkan perasaan akan kewajiban yang harus dibalas.
3. Karakteristik dan Faktor Komitmen Organisasi Steers dan Porter (1983 ; dalam S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003) mengemukakan adanya tiga karakteristik yang bisa digunakan sebagai pedoman telah komitmen kerja, yaitu : a. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan tujuan serta nilai-nilai yang dimiliki organisasi kerja. b. Terdapatnya keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap dapat menjadi anggota organisasi tersebut. c. Adanya kemauan untuk berusaha keras sebagai bagian dari organisasi kerja. Dalam kerangka perilaku organisasi terdapat sejumlah sikap yang berkaitan dengan pekerjaan. Kebanyakan riset dalam ilmu perilaku organisasi memperhatikan ketiga sikap yang meliputi : kepuasan kerja, keterlibatan kerja, dan komitmen organisasi (Brooke, Russel, Price, 1988, 139-145 ; dalam S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003). Disamping itu Chrles O’Reilly (1989, 9-25 ; dalam S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003) menyatakan bahwa komitmen organisasi secara umum dipahami sebagai ikatan kejiwaan individu terhadap organisasi termasuk keterlibatan kerja, kesetiaan dan perasaan percaya pada nilai-nilai organisasi. Faktor-faktor komitmen kerja dapat dilihat dari kajian David (S. Pantja Djati dan M. Khusaini, 2003) dengan membagi faktor-faktor komitmen kerja menjadi empat karakteristik yang meliputi : faktor personal, karakteristik kerja, karakteristik struktur dan pengalaman kerja.
13
Menurut Steers (dalam Dessler, 2005, p3) komitmen organisasi dapat didefinisikan sebagai kekuatan relatif identifikasi individu terhadap organisasinya, yang dapat dilihat paling tidak dengan 3 faktor, yaitu : 1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi 2. Kemauan untuk mengusahakan kepentingan organisasi 3. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan jadi anggota organisasi. Dari paparan di atas nampak bahwa komitmen organisasi bukan hanya kesetiaan pada organisasi, tetapi suatu proses yang berjalan dimana karyawan mengekspresikan kepedulian mereka terhadap organisasi dan prestasi kerja karyawan yang tinggi. Komitmen organisasi sebagai suatu sikap karyawan, bagaimanapun juga akan menentukan perilakunya sebagai perwujudan dari sikap.
2.1.3
Prestasi Kerja Karyawan
1.
Pengertian Prestasi kerja Setiap perusahaan pada dasarnya menginginkan dan menuntut agar seluruh
karyawan selalu menyelesaikan pekerjaannya dengan sebaik mungkin. Namun karyawan tidak dapat diperlakukan seenaknya seperti menggunakan faktor-faktor produksi lainnya (mesin, modal, dan bahan baku). Karyawan juga harus selalu diikutsertakan dalam setiap kegiatan serta memberikan peran aktif untuk menggunakan alat-alat yang ada. Karena tanpa peran aktif karyawan, alat-alat canggih yang dimiliki tidak ada artinya bagi perusahaan untuk mencapai tujuannya. Definisi prestasi kerja menurut Mangkunegara (2005, p67) adalah sebagai berikut: “Prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. “
14
Definisi prestasi kerja menurut Hasibuan (2005, p94) adalah sebagai berikut: “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.” Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan atau hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya yang sesuai dengan tanggung jawab, kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu yang diberikan perusahaan kepadanya dan harus dipertanggung jawabkan hasilnya kepada perusahaan.
2.
Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Menurut Davis dan Werther (2001, p341), pengertian penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut: “Performance appraisal is the process by which organizations
evaluate individual job performance.” Penilaian prestasi kerja adalah proses dimana organisasi menilai kinerja pekerjaan individual. Menurut Bernardin & Russel (Ruky, 2006, p12), prestasi kerja
adalah cara
mengukur kontribusi individu (karyawan) kepada organisasi tempat mereka bekerja.
3.
Tujuan dan Manfaat Penilaian Prestasi Kerja Karyawan Menurut Dessler (2005, p3), tujuan perusahaan melaksanakan penilaian prestasi kerja dapat diartikan sebagai berikut: a.
Penilaian prestasi kerja menyediakan informasi tentang keputusan promosi dan gaji yang dapat dibuat.
b.
Penilaian prestasi kerja memberikan kesempatan untuk mengkaji ulang pekerjaan karyawan yang berhubungan dengan perilaku.
15
c.
Penilaian prestasi kerja merupakan proses perencanaan karir yang penting bagi perusahaan karena hal ini dapat memberikan kesempatan baik untuk mengkaji ulang rencana karir seseorang dalam posisinya sesuai dengan kekuatan dan kelemahannya.
Penilaian prestasi kerja karyawan mempunyai dasar yang sangat penting bagi perusahaan sebagai alat untuk mengambil keputusan bagi karyawannya. Menurut T. Hani Handoko (2005, p135), manfaat penilaian prestasi kerja adalah: a.
Perbaikan prestasi kerja Umpan balik prestasi kerja memungkinkan para pegawai, manajer dan departemen personalia untuk memberikan perlakuan yang tepat untuk memajukan prestasi kerja.
b.
Penyesuaian kompensasi Evaluasi prestasi kerja membantu membuat keputusan untuk menentukan siapa yang berhak menerima kenaikan gaji.
c.
Keputusan penempatan Promosi, transfer dan demosi biasanya berdasarkan pada prestasi kerja di masa lalu atau antisipasinya.
d.
Kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan Prestasi kerja yang buruk menunjukkan adanya kebutuhan akan pelatihan kembali. Demikian pula prestasi kerja yang baik mungkin mencerminkan potensi untuk dikembangkan.
e.
Perencanaan dan pengembangan karier Umpan balik prestasi kerja mengarahkan keputusan mengenai karier tentang jalur karier spesifik yang harus diteliti.
16
f.
Penyimpangan proses staffing Baik atau buruknya prestasi kerja menunjukkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing pada departemen personalia.
g.
Ketidakakuratan informasi Prestasi kerja yang buruk dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada informasi analisis pekerjaan dan bagian lain sistem informasi manajemen personalia.
h.
Kesalahan desain pekerjaan Prestasi kerja yang buruk dapat menjadi tanda kesalahan mengartikan desain pekerjaan.
i.
Kesempatan kerja yang adil Penilaian prestasi kerja yang akurat dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.
j.
Tantangan dari luar Kadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga, keuangan dan masalah pribadi lainnya.
4.
Langkah-langkah dan Proses Penilaian Prestasi Kerja Karyawan Dessler (2005, p154) mengemukakan beberapa langkah dalam menilai kinerja: a.
Mendefinisikan pekerjaan Memastikan bahwa atasan dan bawahan sepakat tentang tugas-tugasnya dan standar jabatan.
17
b.
Menilai prestasi kerja Membandingkan prestasi kerja aktual bawahan anda dengan standar-standar yang telah ditetapkan.
c.
Penilaian prestasi kerja Biasanya menuntut satu atau lebih sesi umpan balik. Disini prestasi kerja dan kemajuan bawahan dibahas dan rencana-rencana dibuat untuk perkembangan apa saja yang dituntut.
Proses penilaian prestasi kerja menurut Noe, et.al. (2003, p397): 1) Identify specific performance appraisal goal Hal ini sangat penting karena karyawan dapat mengetahui apa yang menjadi tujuan dari penilaian prestasi kerja dan sistem penilaian harus dapat mengefektifkan maksud dari tujuan tersebut. 2) Establish job expectation Karyawan harus mengetahui apa yang diharapkan dari dirinya dalam menjalankan pekerjaannya. 3) Examine Work Performed Karyawan perlu mengetahui hasil dari prestasi kerjanya. 4) Appraisal Performance Mengamati hasil kerja, mengevaluasi sesuai dengan standar yang ditetapkan dan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan. 5) Discuss Appraisal with Employee Penilai mengadakan diskusi dengan yang dinilai untuk memberikan informasi hasil penilaian yang dilakukan.
18
5.
Metode Penilaian Prestasi Kerja Menurut Husein Umar (2005, p15) metode penilaian prestasi kerja terbagi sebagai berikut: a.
Metode penilaian berorientasi masa lalu Kebaikan dari metode ini adalah dalam hal perlakuan terhadap prestasi kerja yang telah terjadi dan sampai derajat tertentu dapat diukur. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa prestasi kerja di masa lalu tidak dapat diubah. Namun dengan mengevaluasi prestasi kerja di masa lalu, para karyawan memperoleh umpan balik mengenai upaya-upaya mereka. Umpan balik ini selanjutnya dapat mengarahkan kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik-teknik penilaian ini mencakup antara lain: 1) Rating Scale Metode penilaian prestasi kerja yang paling tua dan paling banyak digunakan adalah metode rating scale. Pada metode ini, evaluasi subjektif dilakukan oleh penilai terhadap prestasi kerja karyawan dengan skala tertentu dari rendah sampai tinggi. Formulir penilaian biasanya diisi oleh atasan langsung dengan menandai tanggapan yang paling sesuai untuk setiap dimensi pelaksanaan kerja. Tanggapan-tanggapan dari penilai dapat diberikan dalam bentuk nilainilai
numerik
supaya
memungkinkan
nilai
rata-rata
dihitung
dan
diperbandingkan di antara para karyawan. Kebaikan metode ini adalah tidak mahal dalam penyusunan dan administrasinya, penilai hanya memerlukan sedikit latihan, tidak memakan waktu dan dapat diterapkan untuk jumlah karyawan yang banyak. Keburukan dari metode ini adalah kesulitan dalam menentukan kriteria yang relevan dengan pelaksanaan kerja, merupakan
19
peralatan penilaian yang subjektif dan bias penilai cenderung tercermin dalam metode skala penilaian. 2) Checklist Metode ini dimaksudkan untuk mengurangi beban penilai. Penilai tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan prestasi kerja atau karakteristik karyawan. Penilaian biasanya adalah atasan langsung. Tanpa diketahui oleh penilai, departemen personalia dapat memberikan bobot pada item-item yang berbeda pada checklist. Kebaikan dari metode ini adalah ekonomis,
mudah
administrasinya,
latihan
bagi
penilai
terbatas
dan
terstandarisasi. Keburukan dari metode ini adalah meliputi penggunaan kriteria kepribadian di samping kriteria prestasi kerja, kemungkinan terjadinya bias penilai terutama halo effect, interpretasi salah terhadap item-item checklist, penggunaan bobot yang tidak tepat dan tidak memungkinkan penilai memberikan penilaian relatif. 3) Peristiwa Kritis Metode ini merupakan metode penilaian yang mendasarkan pada catatan penilaian yang menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat jelek dalam kaitannya dengan pelaksanaan kerja. Catatan ini disebut peristiwa kritis. Berbagai peristiwa tersebut dicatat oleh penyelia selama periode evaluasi terhadap setiap karyawan. Kebaikan dari metode ini adalah sangat berguna dalam memberikan umpan balik kepada karyawan dan mengurangi kesalahan kesan terakhir. Keburukan dari metode ini adalah para atasan sering tidak berminat mencatat peristiwa-peristiwa kritis, cenderung mengada-ada dan bersifat subjektif.
20
4) Tes dan observasi prestasi kerja Pada metode ini, wakil ahli departemen personalia turun ke “lapangan” dan membantu para penyelia dalam penilaian mereka. Spesialis personalia mendapatkan informasi khusus dari atasan langsung mengenai prestasi kerja karyawan, kemudian mempersiapkan evaluasi, lalu hasilnya dikirim kepada karyawan yang dinilai. 5) Evaluasi kelompok Metode ini berguna untuk pengambilan keputusan kenaikan upah, promosi dan berbagai bentuk penghargaan organisasional karena dapat menghasilkan peringkat karyawan dari yang terbaik sampai yang terjelek. Berbagai metode evaluasi kelompok, diantaranya adalah: a)
Metode ranking Pada metode ini, penilai membandingkan karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya untuk menentukan siapa yang lebih baik, kemudian menempatkan setiap karyawan dalam urutan dari yang terbaik sampai yang terjelek. Kebaikan dari metode ini adalah menyangkut kemudahan administrasi dan penjelasannya. Keburukan dari metode ini adalah kesulitan menentukan faktor pembanding, subjek kesalahan kesan terakhir dan hallo effect.
b)
Metode grading atau forced distributions Pada metode ini, penilai diberikan sejumlah nilai total untuk dialokasikan diantara para karyawan dalam kelompok. Karyawan dengan prestasi lebih baik diberi nilai lebih besar daripada karyawan yang kurang berprestasi. Kebaikan dari metode ini adalah penilai dapat mengevaluasi perbedaan
21
relatif diantara para karyawan. Keburukan dari metode ini adalah masih ada hallo effect dan bias kesan terakhir. b.
Metode penilaian berorientasi masa depan Metode ini memusatkan prestasi kerja di waktu yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan atau melalui penetapan sasaran prestasi di masa datang. Teknikteknik yang dapat digunakan adalah dengan cara: 1)
Penilaian diri (self appraisals) Metode ini berguna apabila bertujuan untuk melanjutkan pengembangan diri. Apabila karyawan menilai dirinya, perilaku defensive cenderung tidak terjadi, sehingga upaya perbaikan diri juga cenderung dilaksanakan.
2)
Penilaian psikologis (psychological appraisals) Metode ini terdiri atas wawancara mendalam, tes psikologi, diskusi dengan atasan langsung dan review evaluasi lainnya. Biasanya dilakukan oleh para psikolog, terutama digunakan untuk menilai potensi karyawan di waktu yang akan datang. Evaluasi terhadap intelektual, emosi, motivasi karyawan dan karakteristik hubungan pekerjaan lainnya sebagai hasil penilaian diharapkan dapat membantu untuk memperkirakan prestasi kerja di waktu yang akan datang. Evaluasi tersebut terutama digunakan untuk keputusan mengenai penempatan dan pengembangan. Akurasi penilaian sepenuhnya tergantung pada keterampilan para psikolog.
3)
Pendekatan Management By Objective (MBO) Inti dari metode pendekatan MBO adalah bahwa setiap karyawan dan penyelia secara bersama menetapkan tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang. Dengan menggunakan sasaran tersebut, maka penilaian prestasi kerja dapat dilakukan secara bersama pula.
22
Metode-metode penilaian prestasi kerja menurut Dessler (2005, p5) yaitu: a.
Skala Penilaian Grafik Skala yang mendaftarkan sejumlah ciri dan kisaran kinerja untuk masingmasingnya karyawan kemudian dinilai dengan mengidentifikasi skor yang paling baik menggambarkan tingkat kinerja untuk masing-masing ciri.
b.
Metode Peningkatan Alternasi Membuat peringkat karyawan dari yang terbaik ke yang terjelek berdasarkan ciri tertentu.
c.
Metode Perbandingan Berpasangan Memeringkatkan karyawan dengan membuat peta dari semua pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri dan menunjukkan mana karyawan yang lebih baik dari pasangannya.
d.
Metode Distribusi Paksa Serupa dengan pemeringkatan pada sebuah kurva, persentase yang sudah ditentukan dari peserta penilaian ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
e.
Metode Insiden Kritis Membuat satu catatan tentang contoh-contoh yang luar biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan kerja seseorang karyawan dan meninjaunya bersama karyawan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
6.
Unsur-unsur Prestasi Kerja Unsur–unsur yang dinilai dalam prestasi kerja adalah sebagai berikut (Hasibuan,
2005, p95):
23
a. Kesetiaan Kesetiaan yang dimaksud adalah kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya dan terhadap organisasi tempat ia bekerja. b. Prestasi Kerja Yang dimaksud prestasi kerja adalah hasil kerja para karyawan. Setiap organisasi mempunyai sasaran maupun target yang ingin dicapai. c.
Kedisiplinan Penilaian terhadap kedisiplinan karyawan dalam melaksanakan tugasnya, apakah sesuai dengan peraturan – peraturan di dalam organisasi.
d. Kreativitas Kreativitas dalam suatu pekerjaan sangatlah diperlukan karena suatu pekerjaan dapat menjadi lebih mudah dan dapat lebih cepat terselesaikan. e. Kerjasama Dalam proses menjalankan suatu organisasi diperlukan kerjasama dan partisipasi setiap pihak yang bersangkutan dalam segala jenis tugas. f.
Kepemimpinan Hal yang dinilai dalam kepemimpinan adalah kemampuan seorang pekerja dalam memimpin, memotivasi dan pengaruh mereka di dalam suatu organisasi.
g. Kepribadian Kepribadian seseorang sangat mempengaruhi dalam prestasi kerja mereka. h. Prakarsa Dalam hal ini unsur yang dinilai adalah kemampuan pekerja dalam berpikir dan berdasarkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya.
i.
24
Kecakapan Menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan bermacam–macam elemen yang semuanya terlibat di dalam situasi kerja.
j.
Tanggung Jawab Penilaian mencakup bagaimana seorang karyawan dapat mempertanggung jawabkan pekerjaannya beserta hasil pekerjaannya.
2.2
Kerangka Pemikiran Kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah bahwa kepuasan kerja
seorang karyawan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: kerja yang secara mental menantang, imbalan yang pantas, kondisi kerja yang mendukung, rekan kerja yang mendukung dan kesesuaian pribadi dengan pekerjaan. Kepuasan kerja yang tidak mampu diberikan oleh perusahaan akan menimbulkan ketidakpuasan karyawan dan secara psikologis akan berdampak pada berkurangnya prestasi kerja karyawan. Demikian pula dengan komitmen karyawan pada organisasi, dimana dapat diukur berdasarkan Komitmen afektif (affective commitment) dan Komitmen berkesinambungan (continuance commitment). Apabila hal ini terus berlanjut maka akan mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Dalam hal ini prestasi kerja seorang karyawan dapat dinilai berdasarkan tingkat Kesetiaan, Prestasi Kerja, Kedisiplinan, Kreativitas, Kerjasama, Kepemimpinan, Kepribadian, Prakarsa, Kecakapan dan Tanggung Jawab. Secara garis besar kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
25
Kepuasan Kerja Prestasi Kerja Karyawan Komitmen Organisasi
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual yang Menjelaskan Pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan dan Komitmen Organisasi terhadap Prestasi Kerja Karyawan.
2.3 H1
Hipotesis :
Terdapat pengaruh kepuasan kerja terhadap prestasi kerja karyawan pada J-Co Donuts.
H2
:
Terdapat pengaruh komitmen organisasi terhadap prestasi kerja karyawan pada J-Co Donuts.
H3
:
Terdapat pengaruh kepuasan kerja dan komitmen organisasi terhadap prestasi kerja karyawan pada J-Co Donuts.