SARSILAH DIKIR SAMAN, Upacara Daur Hidup Masyarakat Rancakalong: Edisi Teks dan Terjemahan
SKRIPSI diajukan untuk dipertahankan dalam Sidang Sarjana Sastra Sunda
Oleh: Neneng Rani Nuroniah 180210080012
PROGRAM STUDI SASTRA SUNDA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR Agustus, 2012
SARSILAH DIKIR SAMAN Upacara Daur Hidup Masyarakat Rancakalong: Edisi Teks dan Terjemahan Oleh Neneng Rani Nuroniah1 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Sarsilah Dikir Saman, Upacara Daur Hidup Masyarakat Rancakalong: Edisi Teks dan Terjemahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan edisi teks yang dianggap paling mendekati teks aslinya, serta menyajikan terjemahan teks SDS ke dalam bahasa Indonesia. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebuah naskah yang berjudul Sarsilah Dikir Saman, menggunakan aksara Pegon, sedikit huruf Latin berbahasa Arab dan Sunda pengaruh/serapan Melayu dan Arab. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, sedangkan metode kajian yang digunakan adalah edisi naskah tunggal (codex uniqus) dengan memakai metode edisi standar. Teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah teori atau pendapat yang relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk mengkaji naskah, teks, transliterasi, edisi teks, dan metode filologi digunakan teori Baried, dkk, (1985) dan Djamaris (2002). Mengenai kasus salah tulis digunakan teori Reynolds dan Wilson (dalam Suryani, 2011). Untuk terjemahan digunakan teori Catfort (dalam Darsa, 2002) berdasarkan kualitas terjemahannya. Kata Kunci: Naskah Sarsilah Dikir Saman (SDS), kritik teks, edisi teks dan terjemahan. ABSTRACT
The research is entitled Sarsilah Dikir Saman, Upacara Daur Hidup Masyarakat Rancakalong: Edisi Teks dan Terjemahan. The purpose of this research was to produce a text that comes closest to edit the original text, and 1
Mahasiswa Sastra Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, 19 Agustus 2012, kajian Filologis
presents the Sarsilah Dikir Saman text translation into Indonesian language. Source of data used in this research is a manuscript entitled Sarsilah Dikir Saman that uses a script Pegon, a little Latin letters and that uses Arabic language and Sunda influence language or uptake of Malay and Arabic. The research method used is descriptive method of analysis, while the assessment method used is the issue of a single manuscript (codex uniqus) using methods standard edition. The theory is used as a reference in this research is a theory or opinion relevant to the issue under review. To review the manuscript, text, transliteration, text editions, and the methods used theory Baried philology, et al, (1985) and Djamaris (2002). Regarding the case of the pen used the theory of Reynolds and Wilson (in Suryani, 2011). Catfort used for translation theory (in Darsa, 2002) based on the quality of the translation. Keywords: Sarsilah Dikir Saman (SDS) manuscript, textual criticism, text editions and translations. PENDAHULUAN Di Rancakalong terdapat upacara tradisional Daur Hidup yang terdiri atas kelahiran, sunatan, pernikahan dan kematian. Hanya saja pada upacara kematian ada perbedaan, yaitu dengan membacakan Dikir Saman.
Teks Dikir Saman
tercatat dalam sebuah naskah yang berjudul Sarsilah Dikir Saman (selanjutnya disebut SDS). Judul SDS terdapat pada halaman sampul dan (h.26). Dalam naskah SDS, ada teks lain yang berjudul Sawér Pangantén (h.9) dan Buka Pintu (h.22). Banyak ketertarikan penulis dari naskah SDS, yaitu (1) Teks Sarsilah Dikir Saman berbentuk puisi pupujian yang berisi shalawat mengagungkan Asma Allah dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang dilantunkan pada saat pelaksanaan Dikir Saman. Selain itu terdapat judul lain yaitu Sawér Pangantén dan Buka Pintu yang digubah dengan syair dan dangding; (2) Naskah SDS bahannya dari kertas lokal tahun 1980-an, bersampul batik, berwarna kekuningkuningan namun tulisannya masih jelas dibaca sehingga memungkinkan untuk diteliti; (3) Naskah SDS menggunakan bahasa Sunda dengan pengaruh bahasa
Arab dan Melayu untuk teks Sawér Pangantén dan Buka Pintu sedangkan teks Sarsilah Dikir Saman menggunakan bahasa Arab berupa doa-doa namun, uniknya teks doa yang menggunakan bahasa Arab tersebut direkam dengan aksara Pegon, sehingga terjadi keunikan dalam penulisannya, contohnya saja, kata Allah ()ﷲ pada naskah SDS ditulis () َا َا ْه, ( )ثmenggunakan ()س, ( )خmenggunakan ()ھ, ()غ menggunakan (( ;)ڳ4) Naskah SDS menggunakan aksara Pegon dan sebagian huruf Latin, uniknya aksara Pegon yang digunakan ada perbedaan dengan aksara Pegon yang terdapat pada naskah yang lain, yaitu ( )چyang biasa dibaca (ca) menjadi (nya), sedangkan (ca) ditulis ()ڃ, dan jika pada naskah lain ga ()ڮ, nga ()ڠ, pada naskah SDS ga ( )ڳserta nga ()ݝ. (5) Dilihat dari Katalog Induk Naskahnaskah Nusantara Jilid 5A: Jawa Barat Koleksi Lima Lembaga (Ekadjati dan Undang. A. Darsa) dan Naskah Sunda: Inventarisasi dan Pencatatan (Ekadjati, dkk. 1998) tidak terdapat naskah SDS. Di jurusan Sastra Sunda pun belum ada yang menggarapnya; (6) Masyarakat Rancakalong merupakan masyarakat Sunda yang masih kuat memegang adat tradisi. Dikir Saman, Sawér Pangantén dan Buka Pintu yang teksnya terdapat dalam naskah SDS merupakan upacara tradisional Daur Hidup Masyarakat Rancakalong. Tradisi masyarakat Rancakalong untuk mendoakan orang yang meninggal dengan Dikir Saman merupakan salah satu upacara tradisional Daur Hidup yang berbeda dengan daerah lain, sehingga menjadi daya tarik bagi penulis untuk meneliti. Keenam hal tersebut dijadikan alasan penulis untuk meneliti naskah SDS khususnya dari filologis. Tujuan penelitian ini, yaitu menyajikan kritik teks untuk menentukan adanya data kasus salah tulis dalam redaksi teks SDS; menyajikan edisi teks SDS yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya; menyajikan terjemahan teks SDS ke dalam bahasa Indonesia supaya dapat dipahami oleh masyarakat masa kini secara luas; menyajikan gambaran fungsi naskah SDS. Dilihat dari segi bentuknya, naskah SDS berbentuk puisi, puisi tradisional Sunda yang digubah dengan syair dan dangding serta pupujian. Maka dari itu, penelitian ini sangat bermanfaat bagi bidang sastra karena naskah tersebut bisa menunjukkan hasil karya sastra zaman dahulu dan bisa menggambarkan perkembangan sastra Sunda. Edisi teks SDS dan hasil pembahasan teksnya dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan sejarah sastra ataupun teori sastra. Hasil penelitian naskah SDS juga dapat mengungkap bagaimana kepercayaan, adatistiadat, kesenian masyarakat Rancakalong Sumedang. Berdasarkan identifikasi masalah dan tujuan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis, sedangkan metode kajiannya adalah kajian filologis yang terdiri atas dua bagian, yaitu metode kajian naskah dan metode kajian teks. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan dalam metode kajian naskah, yaitu pengumpulan data berupa inventarisasi dan mengumpulkan bahan berupa naskah; pengolahan data, naskah yang berhasil dikumpulkan kemudian diolah melalui pendeskripsikan naskah; penyingkatan atau penyebutan naskah sumber yang diteliti oleh penulis disebut SDS; Collatio „perbandingan‟ antarnaskah yang ditempuh melalui perbandingan kuantitas redaksioanal/bacaan teks; dasar-dasar penentuan naskah yang akan ditransliterasi yang dilakukan dengan pertimbangan, antara lain: memiliki versi yang jelas, isinya lengkap dan tidak lebih banyak penyimpangan dibanding dengan naskah lainnya, kondisi naskah utuh, bahasanya lancar serta mudah dipahami. Metode kajian teks yang digunakan adalah metode naskah tunggal edisi standar, melalui tahapan-tahapan berikut. Pertama, transliterasi teks yang tertuang dalam naskah sumber data primer. Dalam kajian teks ini, dilakukan transliterasi dari aksara Pegon ke huruf Latin. Kedua, resensi teks dengan maksud menilai kuantitas dan kualiatas variasi bacaan yang diakibat berbagai penyimpangan yang tergolong ke dalam empat kategori salah tulis, yaitu (a) Substitusi/penggantian; (b) Omisi/penghilangan; (c) Adisi/penambahan; (d) Transposisi/perubahan. Perbaikan keempat kategori kasus salah tulis tersebut ditelusuri berdasarkan lima parameter. Kelima parameter tersebut menurut Robson (dalam Darsa, 2002: 12), yaitu pola metrum, tataran gramatikal, unsur leksikon, bacaan yang sulit, mempelajari karya-karya sebanding. Ketiga, edisi teks; tahapan ini merupakan garapan puncak. Edisi teks yang disajikan adalah yang dianggap paling dekat dengan aslinya yang diperkirakan bersih dari kesalahan atau perubahan yang timbul selama proses penyalinan. Empat, terjemahan; teks diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia supaya lebih mudah dipamahami oleh masyarakat yang
lebih luas dan pembaca yang tidak paham bahasa sumber merasa tertarik dengan membaca terjemahannya. Sumber data dalam penelitian ini adalah naskah SDS milik Bapak Pupung Desa Rancakalong Kecamatan Rancakalong Kabupaten Sumedang.
PEMBAHASAN “Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan dan kebudayaan” (Baried, dkk, 1985: 1). Secara etimologis Filologi berasal dari kata Yunani philos yang berarti „cinta‟ dan kata logos yang berarti „kata‟. Pada kata filologi, kedua kata tersebut membentuk arti „cinta kata‟ atau „senang bertutur‟ Shipley dan Wagenvoort (dalam Baried, dkk, 1985: 1). “Filologi mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks. Dalam filologi istilah teks menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret” (Baried dkk, 1985: 4). “Naskah juga diartikan sebagai tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Sedangkan teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja” (Baried, dkk, 1985: 54-56). Kritik teks dengan berbagai metode berusaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya seperti yang diciptakan oleh penciptanya. Dalam mengkaji naskah perlu adanya kritik teks karena ada kemungkinan terjadinya penyimpangan atau korup yang dilakukan oleh penulis/penyalin ketika proses penyalinan. Tujuan kritik teks ialah menghasilkan suatu teks yang dianggap paling mendekati teks aslinya. Ada beberapa metode kritik teks, baik untuk naskah tunggal maupun untuk naskah jamak. Metode naskah jamak menurut Baried, dkk (1985:67-68 ) ada empat macam, yaitu intuitif, objektif, gabungan dan landasan. Berhubung naskah SDS hanya ditemukan satu, maka pengkajian naskah SDS, menggunakan edisi naskah tunggal. Metode naskah tunggal menurut Baried, dkk, (1985: 69) ini terdiri atas dua pilihan yaitu: edisi diplomatik dan edisi standar. Penelitian ini menggunakan metode standar. Edisi standar atau edisi kritik, yaitu menerbitkan
naskah dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan, sedangkan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku sesuai dengan ejaan yang telah disempurnakan. Semua perubahan dicatat ditempat yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lagi oleh pembaca (Baried, dkk, 1985: 69). Tujuan menggunakan edisi standar untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi teks yang terkandung dalam naskah SDS. Tujuan dari edisi teks yaitu untuk mendapatkan teks naskah yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya yang diperkirakan bersih dari kesalahan atau perubahan yang timbul selama proses penyalinan serta memudahkan pembaca dalam memahami teks. Dalam proses edisi teks disusun sebuah teks berdasarkan kebenaran bentuk dan makna tiap kata, bentuk dan makna tiap kalimat, bentuk dan makna keseluruhan teks serta dilengkapi dengan tanda baca sesuai dengan sistem ejaan bahasa Sunda tahun (1988) dan berdasarkan EYD pada bahasa Indonesia. Berdasarkan kualitasnya ada tiga model terjemahan yang perlu dipahami. Catfort (dalam Darsa, 2002: 25) mengemukakan ketiga model terjemahan tersebut, yaitu: terjemahan harfiah, terjemahan setengah bebas dan terjemahan bebas. Metode terjemahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode terjemahan setengah bebas, mengingat naskah SDS merupakan naskah dalam bentuk puisi dan untuk mempertahankan semaksimal mungkin pesan dan tema, keindahan bahasa dan keutuhan makna teks asli. Apabila ditemukan kata-kata yang sulit dan padanan katanya tidak ditemukan, maka dibiarkan saja dalam bentuk bahasa aslinya dan dijelaskan dalam glosarium. Menurut Catfort (dalam Darsa, 2002: 25) terjemahan setengah bebas, yaitu terjemahan yang berusaha memindahkan pesan dan kesan naskah asli semaksimal mungkin, dan berusaha memelihara kewajaran serta kelancaran bahasa terjemahan. Dahulu naskah SDS sering digunakan, dilantunkan pada saat Dikir Saman yaitu salah satu upacara daur hidup masyarakat Rancakalong. Menurut pemilik naskah, Dikir Saman berfungsi untuk mendoakan orang yang meninggal. Dikir Saman biasanya dilaksanakan pada hari ke-40 setelah orang tersebut meninggal
tepatnya dilakukan pada waktu subuh. Pada saat pelaksanaannya harus dalam keadaan gelap, tidak boleh ada sedikit cahaya bahkan gorden pun harus ditutup. Selain itu, ketika perjalanan dari rumah menuju pemakaman, Dikir Saman ini pun suka dibaca untuk mengiringi jenajah. Cara penyajian Dikir Saman dinyanyikan dengan suara keras, nyaring dan melengking seperti beluk. Lagu dan lagamnya sama dengan solawat Mulud pada kesenian Terebang Rancakalong yang dilaksanakan pada bulan Maulud. Bedanya, Dikir Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan solawat mulud diiringi oleh alat musik yang disebut Terebang yaitu semacam Rebana besar. Dikir Saman dilakukan oleh kaum laki-laki yang dipimpin oleh satu/dua orang yang disebut Dalang serta diiringi oleh beberapa orang yang disebut Nasib. Jumlah Nasib biasanya tidak tentu, tapi jumlah keseluruhan pemain dalam Dikir Saman biasanya 10 orang. Pelaksanaan Dikir Saman dilakukan dengan husyu bahkan orang-orang yang mengikuti Dikir Saman biasanya merasakan suasana sedih dan mistis. Ketika melaksanakan Dikir Saman selalu dilengkapi sesajen dan sebaki tepung yang disimpan di atas lemari atau di atas perapian. Jika Dikir Saman telah selesai dilantunkan, tepung itu dilihat oleh keluarga yang meninggal untuk melihat tanda atau oleh masyarakat Rancakalong disebut cap atau tanda tangan hal ini berdasarkan keterangan dari informan sebagai tanda tangan orang yang meninggal. Tanda yang ditinggalkan berupa cap jempol, cap tiga jari, lima jari bahkan ada dengan sikut. Pembacaan Dikir Saman pertama, diawali dengan ijab. Ijab adalah penyampaian maksud dan tujuan pelaksanaan Dikir Saman. Kedua, acara inti yaitu pembacaan Dikir Saman dengan cara dinyanyikan dengan suara nyaring, keras dan melengking. Ketiga, penutup yaitu doa. Sejak tahun 2003, Dikir Saman sudah tidak dilaksanakan lagi. Hal ini dikarenakan tidak ada penerusnya, salah satu sulitnya mencari penerus adalah orang yang membawakan Dikir Saman harus memiliki suara nyaring, keras dan melengking.
Identitas Naskah SDS 1. Judul; a. dalam teks b. luar teks
:: Sawér Pangantén (h.9), Buka Pintu (h.22), Sarsilah Dikir Saman (h.sampul depan ) dan (h.26)
c. umum
:-
2. Nomer/Kode koleksi
:-
3. Nama pengarang/penyusun
:?
4. Tarikh penyusunan
:?
5. Tempat penyusunan
:?
6. Pemrakarsa penyusunan
:?
7. Nama penyalin
: Mama Kuwu Wiria
8. Tarikh penyalinan
:?
9. Tempat penyalinan
: Rancakalong
10. Pemrakarsa penyalinan
: Mama Kuwu Wiria
11. Aksara/huruf
: Pegon dan Latin
12. Bahasa
: Arab dan Sunda
pengaruh/serapan Arab dan Melayu 13. Bentuk karangan
: Puisi
14. Ukuran; a. sampul
: 16 x 21 cm
b. halaman
: 20,7 x 31,5 cm
c. ruang tulisan
: 21 x 31 cm
15. Jumlah baris setiap halaman : 10 baris 16. Bahan naskah
: Kertas
17. Jenis kertas
: Kertas bergaris dalam negri
18. Cap kertas
:-
19. Tebal naskah
: 66 halaman
a. halaman kosong
: h.1-h.3, h.5-h.8, h.25, h.33-h.61, h.63, h.66
b. halaman yang ditulis
: h.4, h.9-h.24, h.26-h.32, h.62, h.64-h.65
c. halaman bergambar
:-
20. Jilid/serial naskah
: 1 dari 1
21. Penomoran halaman
:-
22. Kondisi fisik
: Kertas bergaris, warna kertas menguning,
namun masih mudah dibaca, sebagian lembar halaman robek, pinggir kertasnya rusak karena dimakan ngengat sehingga sukar dibaca. Tinta berwarna biru dan hitam, tinta warna biru h.26-h.32 dan h.64-h.65, tinta warna hitam h.9-h.24, tulisan dengan balpoint pada h.1, tulisan dengan pensil h.62. Penjilidan longgar, berjilid batik. 23. Asal/riwayat naskah
: Warisan keluarga
24. Pemilik naskah
: Bapak Pupung
25. Keterangan umum
: Naskah ini terdiri atas 3 judul yaitu Sawér
Pangantén, Buka Pintu dan Sarsilah Dikir Saman. Teks Sawér Pangantén dalam naskah SDS berisi pepatah perkawinan untuk kedua mempelai, yaitu memberi nasihat, pengajaran, dan pendidikan agar menjadi manusia yang bermanfaat, selamat dunia akhirat.
Buka pintu berisi ungkapan ijin dari
pengantin laki-laki sebelum masuk ke dalam rumah pengantin perempuan. Sarsilah Dikir Saman berisi ijab, shalawat, dikir dan doa, mengagungkan Asma Allah, shalawat dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang digunakan untuk mendoakan orang yang meninggal. Sebagian teksnya terdapat dalam Barzanji. Teks digubah dalam pupuh Asmarandana 3 pada, Dangdanggula 3 pada, syair 70 pada, dan pupujian 20 pada. Catatan di luar teks: Pada h.62 terdapat catatan nama-nama orang beserta alamatnya, h.64 terdapat catatan matematika dan doa yang dibaca setelah shalat maghrib dan isya yang berbunyi: h͇ual habībulladzī turja safā ‘atuhū likulli haulin minal ahwā limuqtahīm, mawwaliwashal liwasalli limdā iman ‘abadā, ‘alalhabībika khoiri kholqikullihīm (7x) ba’da solat Magrib sareng isya. Pada h.4 terdapat doa setelah shalat Tahazud yang berbunyi: Sayyid al-istigfār Bismillāhirrāhmānirrahīm
Allaāhumma anta rabbi lā ilāha illā anta khalaqtanī „abduka, wa anaa „alla „ahdika wawa‟dika mastath‟tu a‟ūdzubika min sarrimā shana’tu abū-ulaka bini‟matika „alayya, wa abū ubidzambī fagfirli, fa innahu lā yagfirudz dzunūba illā anta. Kertas buatan dalam negeri, pada sampul terdapat cap kembang yang menunjukkan bahwa buku tersebut ada sekitar tahun 1980-an, dan menunjukkan pula bahwa naskah tersebut disalin sekitar tahun 1980-an. 26. Data pencatat
: Neneng Rani Nuroniah Program Studi Sastra
Sunda Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran. Setelah dianalisis, maka penyimpangan-penyimpangan tulis/salin dalam naskah SDS secara keseluruhan berjumlah 44 buah kasus. Dengan rincian sebagai berikut: (a) Substitusi sebanyak 26 buah kasus; (b) Omisi sebanyak 11 buah kasus; (c) Adisi sebanyak 6 buah kasus; (d) Transposisi sebanyak 1 buah kasus. Keseluruhan kasus tersebut dapat dipersentasikan sebagai berikut : 1. Substitusi
: 26 44
x 100 = 59,09%
2. Omisi
: 11 44
x 100 = 25%
3. Adisi
:6 44
x 100 = 13,63%
4. Transposisi
: 1 44
x 100 = 2,27%
SIMPULAN Setelah dilakukan penganalisisan naskah SDS, ditemukan kesalahankesalahan tulis dalam penelitian ini yang meliputi kasus-kasus salah tulis, Substitusi (59,09%), Omisi (25%), Adisi (13,63%) dan Transposisi (2,27%). Kasus salah tulis pada naskah SDS dengan prosentase tertinggi adalah kasus substitusi yang menunjukkan bahwa penulis/penyalin banyak kekeliruan atau cenderung lalai dalam menuliskan teks tersebut juga dapat terjadi karena penyalin
tergesa-gesa dalam penyalinannya yang mengakibatkan penggantian huruf, sukukata/kata serta ada hubungannya dengan latar belakang penyalin, penyalin adalah seorang Umaroh (Kuwu) Rancakalong bukan ulama, sehingga sangat wajar bila penyalin kurang mengenal aksara. Sedangkan prosentase terendah adalah transposisi yang menunjukkan perubahan kata. Jadi, kasus salah tulis yang terjadi pada naskah SDS diakibatkan oleh salah bacanya penyalin karena kemiripan bentuk aksara dalam naskah SDS dan perubahan kata. Naskah SDS ini juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan metode terjemahan setengah bebas dengan tujuan untuk mempertahankan semaksimal mungkin pesan dan tema, keindahan bahasa dan keutuhan makna teks asli. Selain itu agar teks dapat dipahami oleh masyarakat yang lebih luas, yang tidak paham dengan bahasa Sunda. Gambaran Fungsi Naskah SDS juga telah diketahui, naskah SDS digunakan untuk membacakan Dikir Saman pada upacara kematian, pada upacara Sawér Pangantén serta Buka Pintu.
DAFTAR PUSTAKA Baried, dkk. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ekadjati, dkk. 1998. Naskah Sunda: Inventarisasai dan Pencatatan. Bandung: Lembaga
Kebudayaan
Universitas
Padjadjaran
dan
The
Toyota
Foundation. Shihab, M.Quraish. 1996. Hidangan Ilahi: Ayat-ayat Tahlil (dipersembahkan Untuk Almarhum Ibu Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto). Jakarta: Lentera Hati. Tim Peneliti Unpad, 1995. Antologi Puisi Sunda. Jatinangor: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. Tim Penyusun. 2008. Palanggeran Éjahan Basa Sunda. Bandung: Sonagar Press.
LAMPIRAN I HALAMAN AWAL NASKAH SDS
LAMPIRAN II HALAMAN TENGAH NASKAH SDS
LAMPIRAN III HALAMAN AKHIR NASKAH SDS