PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
TESIS
SANTRI TANPA KIAI: Kajian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swa-bantu Islami di Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Magister Humaniora (M. Hum) Pada Program Magister Ilmu Religi dan Budaya
Oleh: Ridwan Muzir NIM: 086322012 PROGRAM MAGISTER ILMU RELIGI DAN BUDAYA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
TESIS SANTRI TANPA KIAI: Kaiian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swa-bantu lslami di lndonesia
Oleh: Ridwan iiuzir t{liil: 0863322412
ffi *sd ii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
TESIS SANTRI TANPA KIAI: Kajian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swa-bantu lslami di lndonesia
Oleh: Ridwan Muzir NIM:08633220{2 PengujiTesis
Ketua
Sekretaris/ Moderator
Anggota
Yogyakarta, 23 Agustus 2013
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini:
: Ridwan Muzir
Nama NIM Program lnstitusi
:0863322012 : Program Pascasarjana llmu Religidan Budaya : Universitas Sanata Dharma
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis: : Santri Tanpa Kiai: Kaiian Psikoanalitik atas
Judul
Buku Swa-bantu lslami di lndonesia Pembimbing
Tanggal
diuji
Judul- iudul
: 1. Dr. St. Sunardi 2. Dr. Katrin Bandel : 23 Agustus 2013
adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam Tesis ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambildengan cilra menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang saya aku seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulls aslinya. Apa bila kemudian terbukti bahwa saya temyata melakukan tindakan menyalin atau meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, saya bersedia menerima sanksi sesuaidengan peraturan yang berlaku di Program PascasarJana llmu Religidan Budaya Universitas Sanata Dhanna Yogyakarta, termasuk pencabutan gelar Magister Humaniora (M. Hum) yang telah saya peroleh.
lv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
PERNYATAAN PERSETUJ UAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Dharma
Nama
: Ridwan Muzir
NomorMahasiswa :086322412 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang beriudul:
SAIITR' TANPA KTAI: KaJian Psikoanalltik atas Judul-Judul Buku Swa-bantu lslami di lndon*la Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dhanna hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di lnternet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pemyataan iniyang saya buat dengan sebenamya. Dibuat diYogyakarta Pada tanggal23 Agustus 2013
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Buat yang tercinta: Alm. Muzir “Laki-laki yang tabah dengan jalan kakinya”
vi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
motto
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta (Terjemahan bebas dari al-Quran, Surah al-‘Alaq: 1.)
vii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
KATA PENGANTAR Penulis mengucap syukur kepada Allah SWT karena diberi limpahan nikmat ketabahan (endurance) dalam menyelesaikan tesis yang jadi salah satu syarat dinyatakan lulus dari program studi Ilmu Religi dan Budaya (IRB), Pascasarjana Universitas Sanata Dharma ini. Tema dasar dan masalah umum tesis ini sudah menggelayuti pikiran penulis jauh sebelum duduk di bangku perkuliahan IRB. Salah satu pemicunya adalah pekerjaan penulis sebagai editor di sebuah penerbitan di Yogyakarta. Dalam bekerja penulis mengalami sendiri bagaimana proses sebuah buku lahir dari dapur penerbitan, sebuah proses yang tak punya perbedaan mendasar dari proses yang berlangsung di pabrik tempe atau sepeda motor. Selain itu, penulis merasakan ada hal yang perlu didalami lebih jauh ketika menyaksikan pameran buku Islam, memasuki toko buku, atau melihat katalog online dari sebuah toko buku. Tema-tema pengembangan diri begitu dominan di situ sehingga memunculkan pertanyaan apakah ada yang salah, yang kurang, yang rusak dalam diri manusia muslim di Indonesia (termasuk penulis sendiri) sehingga perlu dikembangkan? Perkuliahan di IRB mengenalkan penulis dengan teori psikoanalisa, terutama teori Jacques Lacan. Sedari awal penulis sudah merasa teori ini dapat dipakai untuk menjawab kegelisahan tadi dengan cara yang beda dari cara-cara yang telah disampaikan teori-teori lain, terutama yang berhaluan Marxis. Sebab dalam teori ini yang diutak-atik adalah pertanyaan mengapa orang menginginkan sesuatu, mengapa orang bisa tergiur dengan sesuatu, bukan mengapa orang perlu membuat atau melakukan sesuatu. Belajar psikoanalisis Lacanian sangat menantang penulis, sehingga proses menjawab kegelisahan pribadi tadi jadi sangat lambat. Akibatnya, proses penulisan tesis ini jadi sangat panjang –tiga tahun lebih. Walaupun dalam jangka waktu itu tidak
viii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
hanya tesis yang penulis kerjakan, namun setiap saat perhatian selalu tertuju pada apa saja yang berbau Lacan. Harus penulis akui bahwa perhatian itu dikendalikan oleh keinginan egoistik untuk menjawab kegelisahan tentang dunia perbukuan Islam tidak dengan teori lain. Pokoknya harus dengan Lacan! Keinginan tak rasional dan tidak punya perhitungan itu akhirnya mengantarkan penulis pada buku Graph of Desire karya Alfredo Eidelstein yang dibedah bersamasama di Akademia Erupsi Yogyakarta. Buku itulah yang membuat penulis dapat sedikit peta untuk menuliskan Bab IV, untuk tetap menjawab kegelisahan awal dengan Lacan. Tesis ini mungkin dapat disebut sebagai simptom penulis, sesuatu yang harus dibaca dan ditafsirkan oleh orang lain untuk menemukan subjek wicara di baliknya, bukan subjek pernyataan. Sebab subjek pernyataan mampu menjelaskan secara logis dan rasional lewat pernyataan penuh makna kepada orang lain, dan orang lain pun dapat menangkap makna itu. Subjek pernyataan itu adalah penulis yang sedang menulis dan membubuhkan tanda tangan di kata pengantar ini. Orang-orang berikut akan penulis hadiahi doa dan ucapan terima kasih, karena merekalah yang akan membaca tesis ini sebagai simptom. Devi Adriyanti, istri penulis, atas kasih sayang dan ketabahannya. Ibu dan adikadik atas dukungan dan nasihat mereka. Keluarga besar Surau Tuo Institute yang tak dapat disebutkan satu persatu, terutama yang telah bersedia jadi pembaca dan pembahas draf tesis ini. Teman-teman di Akademia Erupsi. Hasan Basri, Wahyudin dan Zuhdi Sang. Serta teman dan pihak-pihak lain yang tak dapat disebutkan satu per satu. Doa dan ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada Romo G. Budi Subanar yang telah memberikan pesan tentang ketabahan (endurance) saat penulis tes masuk IRB. Terima kasih juga disampaikan kepada dosen dan guru-guru di IRB yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu di sini atas ilmu dan pengalaman yang mereka ajarkan.
ix
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kepada Pembimbing II tesis ini, Mbak Katrin Bandel, yang telah mengajarkan bagaimana apresiasi terhadap pendapat orang lain dapat disampaikan dengan sangat indah. Terakhir, terima kasih sebesar-besarnya kepada Pembimbing I, Bapak St. Sunardi. Penulis tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata enigma yang dimiliknya sehingga apa yang dia katakan, terutama buku, selalu menarik perhatian penulis. Kepadanya penulis sampaikan harapan untuk selalu sabar memberikan bimbingan lanjutan supaya penulis dapat mengalami lack yang ada pada dirinya, diri St. Sunardi. Semoga Allah memberkati kita semua.
Yogyakarta, Agustus 2013
Ridwan Muzir
x
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRAK Muzir, Ridwan. 2013. Santri tanpa Kiai: Kajian Psikoanalitik atas Judul-judul Buku Swabantu Islami di Indonesia. Tesis. Yogyakarta: Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini membahas buku-buku populer Islam bergenre swa-bantu (selfhelp) yang mendominasi industri perbukuan Indonesia tahun 2000-an. Penelitian tentang produk kultural ini menyoroti judul-judul buku swa-bantu Islami karena dalam industri buku, judul adalah hal utama yang diperhatikan produsen dalam menarik calon pembeli. Masalah utama yang dihadapi penelitian ini adalah subjektivitas pembaca muslim yang dituju buku tersebut lewat judul-judulnya. Apa yang ada dibalik judul-judul ini sehingga pembaca begitu tertarik. Masalah ini dipilih karena gairah industri buku swa-bantu Islami mengisyaratkan tingginya permintaan pasar. Di balik permintaan pasar itu ada calon pembaca yang akan mengonsumsi/membacanya. Masalah subjektivitas penting karena dengan mengetahui sosok pembaca yang mengonsumsi buku-buku tersebut dapat diperoleh gambaran dinamika kebudayaan masyarakat muslim Indonesia saat ini. Kebudayaan dinamis sebab subjek yang menghidupinya tidak berpuas diri dengan apa yang tersedia. Dalam menjawab masalah utama penelitian ini dipakai teori subjektivitas Lacan. Bagi Lacan subjektivitas seseorang terbentuk dari dialektika antara kebutuhannya dengan apa yang diinginkan orang lain (Liyan). Dialektika terjadi lewat perantaraan bahasa dan selalu menghasilkan residu sebab apa yang diinginkan Liyan dan ditawarkannya pada seseorang tidak akan berhasil memuaskan kebutuhan seseorang itu. Masih ada keinginan yang tersisa di dalamnya. Itulah hasrat. Orang lain (Liyan) tidak bisa memberikan kepuasan sebab mereka juga menginginkan sesuatu yang tak bisa terpenuhi oleh apa yang terbahasakan. Jika seseorang memilih/memiliki sesuatu sebagai objek yang dia anggap memuaskan Liyan, dia menjadi subjek perversif dan objek itu menjadi fetis baginya. Penelitian ini menemukan bahwa judul-judul buku swa-bantu Islami diposisikan pembaca sebagai fetis untuk menutupi kekurangan Liyan yang tak dapat memenuhi hasrat pembaca maupun hasratnya sendiri akan kemusliman sejati (being moslem). Dengan fetis itu, pembaca merasa jadi muslim sejati. Kekuatan judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis terletak pada fungsinya sebagai cermin imajiner. Di dalam cermin ini terpantul bayangan kediriannya yang kemudian dia identifikasi sebagai identitasnya. Identifikasi ini berlangsung melalui pengetahuan yang salah sangka (connaissance), karena menganggap identitas yang disampaikan buku swa-bantu itu memiliki makna yang mapan. Padahal yang ditawarkan adalah konstruksi wacana yang bergerak dinamis karena adanya hasrat subjek yang menghidupi wacana tersebut. Kata kunci: subjektivitas, subjek, Liyan Simbolis, hasrat, identifikasi imajiner, connaissance.
xi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ABSTRACT Muzir, Ridwan. 2013. Santri tanpa Kiai: A Psychoanalitical Study on the Titles of Islamic Self-help Book in Indonesia. MA. Thesis. Yogyakarta: Religious and Cultural Studies, Sanata Dharma University. This study discusses Islamic self-help genre that dominated Indonesian books industry in the 2000s. This study on the cultural product highlights Islamic self-help book titles, because the titles are the main thing considered by book industry in attracting prospective consumers. The main problem in this study is about muslim subjectivity addressed by the books through their titles. Why these titles is so fascinating to the readers. This problem is chosen because the passion of the Islamic self-help book industry signaled high market demand. Behind this market demand, there are prospective readers that will consume/read it. Subjectivity is important because by knowing the figure of readers who consume the books, we can obtain a description of the cultural dynamics of Indonesian Muslim today. This study used Lacan's theory of subjectivity to answer its main questions. For Lacan, subjectivity is constructed through the dialectic between one’s need and demand of the Other. The dialectic occurs through the medium of language and always produces a kind of residue, because what is demanded and offered by the Other to someone will not satisfy all of his/her need. There is some need that is left. That is desire. Others can not give a full satisfaction because they also want something that can not be fulfilled by what can be expressed through language. If someone chose/have something as an object which he recognize can satisfy Other’s demand, he become pervert subject and the will become his fetish. This study found that the titles of Islamic self-help book were taken by the muslim reader as fetish to fulfill the Other’s lack in satisfying reader’s desire to become a true moslem. With the fetish, readers (mis)recognize themselves have become a true Muslim. The power of self-help book titles as fetish Islami lies in its function as an imaginary mirror. This mirror reflected some self-image which he/she later identified as his/her identity. This identification takes place through the imaginary knowledge (connaissance) in Lacanian sense, because they consider the identity which is reflected in the titles has an established meaning. Whereas, identity is constructed in a discourse which is always moving because of subject’s desire that animate it.
Keywords: subjectivity, identification, connaissance.
subject,
xii
Symbolic
Other,
desire,
imaginary
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................................... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................................................... v PERSEMBAHAN ........................................................................................................ vi MOTTO ....................................................................................................................... vii KATA PENGANTAR................................................................................................... viii ABSTRAK ................................................................................................................... xi ABSTRACT................................................................................................................. xii DAFTAR ISI ................................................................................................................ xiii DAFTAR TABEL......................................................................................................... xvi DAFTAR GAMBAR..................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ................................................................................................ 1 B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 18 C. Tujuan dan Manfaat......................................................................................... 18 D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 19 E. Kerangka Teoretis 1. Teori Subjektivitas Lacanian dan Konsep-konsep Terkait......................... 30 2. Teori Pengetahuan Lacanian .................................................................... 34 F. Metode 1. Data .......................................................................................................... 36 2. Teknik Analisis........................................................................................... 38 G. Sistematika Pembahasan ................................................................................ 39 BAB II DINAMIKA EKONOMI-KULTURAL PENERBITAN BUKU-BUKU ISLAM POPULER DI INDONESIA.................................................................................... 41 A. Sekilas Sejarah Percetakan dan Penerbitan Buku-buku Islam di Indonesia ......................................................................................................... 41
xiii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Buku Murah dan Sederhana untuk Kecerdasan Masyarakat (Era Balai Pustaka sampai akhir 1970-an) .......................................... 42 2. Buku sebagai Komoditas Intelektual yang Menguntungkan (Era 1980-an sampai menjelang 2000-an) .................................................. 48 3. Buku sebagai Produk Pelengkap Gaya Hidup (Era Pasca 2000an)........................................................................................................ 53 B. Buku sebagai Benda Kultural dalam Dinamika Sosial-Ekonomi...................... 56 1. Buku sebagai Benda Kultural............................................................... 57 2. Buku sebagai Benda Ekonomis ........................................................... 62 C. Lika-liku Pengadaan Naskah ........................................................................... 66 D. Kendali Pasar atas Tema-tema dan Rekayasa Judul Buku ............................ 69 E. Sampul Buku sebagai Media Promosi bagi Dirinya Sendiri............................. 78 BAB III KATEGORISASI JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI ......................... 90 A. Ragam Umum Tema Buku Islam Populer ....................................................... 90 1. Tema Generik ............................................................................................ 91 2. Tema Non-Generik .................................................................................... 93 B. Kategorisasi Judul-judul Buku Swa-bantu Islami............................................. 95 1. Dasar Kategorisasi ...................................................................................... 95 2. Kategori Judul-judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Tema .............. 97 a.
Tema Kesehatan dan Kebugaran fisik................................................... 99
b.
Tema Kesejahteraan Psikis ................................................................... 104 i. Judul-judul dengan Tema Kerumahtanggaan.................................. 105 ii. Judul-judul dengan Tema Parenting ................................................ 113 iii. Tema Aktivitas Ekonomi .................................................................. 116 iv. Judul-judul dengan Tema Penggemblengengan Daya Tahan Psikis .................................................................................. 122
C. Kategori Judul-judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Teknik Persuasi........................................................................................................... 127 1. Menarik Karena Berbeda............................................................................. 128 2. Menarik Karena Menggiurkan...................................................................... 132 BAB IV “BACALAH, WALAU BUKAN DENGAN NAMA TUHANMU!”: FETISISME PENANDA DAN DOMINASI PENGETAHUAN IMAJINER DALAM JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI........................................ 142 A. Pembaca Judul-judul Buku Swa-bantu Islami: Identifikasi Simbolis................ 143
xiv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. “Islami” sebagai penanda utama dan poin de capiton ............................... 144 2. “Islami” sebagai Ideal yang Diminta oleh Liyan Simbolis (Pembaca sebagai Subjek Permintaan)...................................................................... 152 3. Permintaan agar “Islami” sebagai Langkah Awal untuk “Menjadi Islami” (Pembaca sebagai Subjek Hasrat) ................................................ 159 4. Fantasi yang Mestinya Dilahirkan Buku Swa-bantu Islami: Strategi Menghadapi Objet petit a...........................................................................167 5. Judul-judul Buku Swa-bantu Islami sebagai Fetis (Pembaca sebagai Subjek Perversif).......................................................................... 175 B. Janji Pengetahuan dalam Buku Swa-bantu Islami: Judul sebagai Cermin Imajiner ............................................................................................... 182 1. Pengetahuan Imajiner bagi Pembaca yang Dianggap Rasional (Pembaca sebagai Ego Modern) ............................................................... 185 2. Eksploitasi Hasrat Metonimik Pembaca oleh Industri Perbukuan (Pembaca sebagai Subjek Ketidaksadaran).............................................. 192 3. Sihir Judul: Pengetahuan Imajiner dengan Kemasan Pengetahuan Simbolis ..................................................................................................... 195 BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 201 A. Kesimpulan-kesimpulan................................................................................... 201 1. Kesimpulan umum ..................................................................................... 201 2. Temuan khusus ......................................................................................... 202 B. Harapan ........................................................................................................... 205
DAFTAR PUSTAKA
xv
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I.1: Judul-judul dengan Tema Ritual Ibadah Umum .................................... 91 Tabel I.2: Judul dengan Tema Kisah-kisah Hikmah ............................................. 92 Tabel I.3: Judul dengan Tema Teks Suci dan/atau Terjemahannya .................... 92 Tabel I.4: Judul dengan Tema tentang Disiplin Tertentu....................................... 94 Tabel I.5: Judul dengan Tema Generik Terkait Masalah Spesifik ......................... 94 Tabel I.6: Judul dengan Tema Generik yang Menyasar Pembaca Spesifik .......... 95 Tabel I.7: Judul-judul tentang Kesehatan .............................................................. 99 Tabel I.8: Judul-judul tentang Pencegahan/Pengobatan Penyakit........................ 100 Tabel I.9: Judul-judul tentang Jilbab...................................................................... 102 Tabel I.10: Judul-judul tentang Seksualitas dan Kehiduapn Pasutri ..................... 103 Tabel I.11: Judul-judul tentang Keluarga Sakinah................................................. 106 Tabel I.12: Judul-judul tentang Kebahagiaan Keluarga......................................... 106 Tabel I.13: Judul-judul tentang Keluarga sebagai Proyek Seseorang.................. 107 Tabel I.14: Judul-judul tentang Peran Suami/Istri dalam Keluarga ...................... 108 Tabel I.15: Judul-judul tentang Masalah yang Perlu Diwaspadai dalam Kehidupan Keluarga ............................................................................ 109 Tabel I.16: Judul-judul tentang Poligami .............................................................. 109 Tabel I.17: Judul-judul tentang Pernikahan .......................................................... 111 Tabel I.18: Judul-Judul Tentang Figur Nabi sebagai Orang Tua.......................... 114 Tabel I.19: Judul-judul tentang Nama-nama Bayi Islami ...................................... 115 Tabel I.20: Judul-judul tentang Kesejahteraan Ekonomi ...................................... 116 Tabel I.21: Judul-judul tentang Sukses dan Bahagia yang Dikonkretisasi ........... 117 Tabel I.22: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan ...................................... 118 Tabel I.23: Judul-judul tentang Penggemblengangan Daya Tahan Psikis (recovering).......................................................................................... 123 Tabel I.24: Judul-judul tentang Penyembuhan “Penyakit” Kejiwaan .................... 124 Tabel I.25: Judul-judul tentang Keadaan Hidup yang Ideal................................... 125 Tabel I.26: Judul-judul tentang Pribadi Muslim Ideal............................................ 125 Tabel I.27: Judul-judul dengan Teknik Retorika Bombastis dan Sensasional ......................................................................................... 129 Tabel I.28: Judul-judul dengan Teknik Retorika Kontradiktif/kontroversial ........... 129 Tabel I.29: Judul-judul dengan Teknik Retorika Interogatif (tanya) dan Ekslamatif (seruan) ............................................................................. 130 Tabel I.30: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan................. 133 Tabel I.31: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keluarbiasaan................... 134
xvi
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.32: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Kelebihan.......................... 135 Tabel I.33: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan........................ 137 Tabel I.34: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka” ..................... 137 Tabel I.35: Judul-judul dengan Teknik Retorika yang Menempatkan Ibadah sebagai Sarana Menuju Tujuan ........................................................... 139 Tabel I.36: Judul-judul dengan Teknik Retorika Pertukaran dan Investasi ........... 140 Tabel II.1: Keanekaragaman Judul Akibat Sifat Metonimik Hasrat ....................... 162 Tabel II.2: Judul-judul dengan kata “kaya” dan “rezeki” ........................................ 178 Tabel II.3: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan ........................................ 178 Tabel II.4: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka” ...................... 180 Tabel II.5: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan................... 180 Tabel II.6: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan.......................... 180 Tabel II.7: Judul-judul dengan Bilangan Tertentu.................................................. 181 Table II.8: Contoh Konkretisasi Pembaca dalam Judul Buku Swa-bantu Islami.................................................................................................... 188 Table II.9: Contoh Judul-judul yang menawarkan Sosok Pribadi Muslimah.......... 197
xvii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR GAMBAR Gambar I.1: Contoh sampul Buku Swa-bantu Islami dari tahun 1980-an dan 2000-an ........................................................................................ 80 Gambar I.2: Contoh Sampul yang Memanfaatkan Citra Fotografis yang Realis .................................................................................................. 81 Gambar I.3: Contoh Sampul Buku yang Memanfaatkan Citra Fotografis yang Didistorsi .................................................................................... 81 Gambar I.4: Sampul Buku dengan Citra-citra yang Tidak “Nyambung” ................ 82 Gambar I.5: Sampul Buku dengan Image-image yang Naif ................................. 83 Gambar I.6: Sampul Buku dengan Ornamen-Ornamen Arabesque ..................... 84 Gambar I.7: Sampul Buku dengan Ornamen sebagai Pelengkap ........................ 85 Gambar I.8: Sampul Buku dengan Image Kartun Makhluk Hidup Ornamen sebagai Pelengkap ............................................................................. 86 Gambar I.9: Sampul Buku yang hanya Menonjolkan Kata-kata Judul ................. 87 Gambar II.1: Fungsi Retroaktif Penanda Utama dalam Sampul Buku .................. 148 Gambar II.2: Wujud Fantasi Keberhasilan dalam Sebuah Buku Swa-bantu Islami.................................................................................................... 171
xviii
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Dunia perbukuan Indonesia dalam lebih kurang satu dasawarsa terakhir diwarnai maraknya buku-buku Islam populer. 1 Buku-buku ini biasanya berisi tuntunan ibadah praktis, tuntunan psikologis, tuntunan kehidupan rumah tangga, tuntunan karir dan kewirausahaan, tuntunan pendidikan anak, novel-novel populer untuk dewasa dan remaja, sampai kisah-kisah religius yang dikemas dalam bentuk kartun. Suasana semarak ini paling jelas terlihat dalam pameran-pameran buku, terutama yang bertajuk pameran buku Islam (Islamic Book Fair) yang diadakan di beberapa kota besar di Indonesia, bahkan ada yang dua sampai tiga kali dalam setahun. Seorang pengelola pameran buku Islam di Jakarta tahun 2010 mengatakan “Ada ribuan judul buku baru, di samping puluhan ribu judul buku yang sudah terbit sebelumnya. Buku-buku tersebut mencakup berbagai bidang, dari ibadah, Alquran, Hadis, fiqih, anak, keluarga, pemikiran, referensi, hingga how to dan buku-buku fiksi.” 2
1
Meski dalam masyarakat Muslim buku (Arab: kitab) bukan barang baru, namun yang dimaksud dengan buku-buku Islami (Islamic books) di sini adalah dalam pengertian seperti yang dikemukakan Armando Salvatore dan Dale F. Eicklemann: “a style of writing that appeals to new audiences. These are inexpensive, attractively printed mass market texts that address such practical questions as how to live as a Muslim in the modern world and the perils of neglecting Islamic obligations. Some offer advice to young women on how to live as a Muslim in modern urban society, and some take the form of popular catechisms. These books articulate basic questions bearing directly on the lives of average citizens.” Dale F. Eicklemann dan Armando Salvatore, "Muslim Publics”, dalam Armando Salvatore and Dale F. Eicklemann (eds.), Public Islam and the Common Good, Leiden: Brill, 2004, hlm. 14-15. 2
Penuturan Iwan Setiawan sebagai Ketua Panitia Jakarta Islamic Book Fair 2010 yang berlangsung tanggal 5-10 Maret 2010 ini dimuat dalam Harian Republika, 05 Maret 2010. Diakses dan diunduh dari Blog Indonesia Buku tanggal 05 April 2010.
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Fenomena ini belum mencolok sampai awal tahun 2000-an, karena yang jadi tren saat itu adalah buku-buku teoretis, terutama yang berasal dari wacana ilmu sosial kritis dan Marxis. Bahkan dalam konteks ilmu keislaman pun, buku-buku yang muncul juga tidak kalah kritisnya terhadap pemikiran Islam ortodoks. Memasuki tahun 2000-an terjadi perubahan yang cukup drastis. Tren buku kritis dan kiri perlahan-lahan digeser oleh buku-buku religius populer dengan berbagai subgenrenya. Salah satu sub-genre buku-buku Islam populer yang jadi trend adalah buku swa-bantu Islami. Di sini istilah buku-buku swa-bantu dipakai sebagai terjemahan istilah bahasa Inggris self-help literature. 3 Sedangkan istilah kata sifat “Islami” sendiri ingin menunjukkan bahwa buku tersebut secara eksplisit memuat teks-teks kanonik dari khazanah ajaran agama Islam, entah itu al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad, tafsir, teks-teks karya para ulama, kisah-kisah hikmah, ajaran moral atau akhlak yang sudah populer dalam masyarakat Islam dan lain sebagainya. Literatur swa-bantu adalah subgenre tulisan non-fiksi yang umumnya memuat panduan dan tuntunan bagi pembaca dalam membantu dirinya sendiri untuk menjawab pertanyaan dan persoalan-persoalan yang dihadapinya. Istilah buku-buku swa-bantu memayungi beberapa istilah populer lain yang juga sedikit banyak mengacu pada pengertian umum ini, di antaranya: self-improvement books (buku-buku pengembangan-diri), advice books (buku-buku tuntunan), how to books (buku-buku kiat dan tips), motivational books (buku-buku motivasi), dan inspirational books (buku-buku inspiratif). Secara tersirat perbedaan istilah ini
3
Meski pun belum terlalu lazim dalam pemakaian bahasa Indonesia sehari-hari, di sini istilah “swa-bantu” dipakai mengikuti penerjemah dan editor buku The Last Self-Help Book: Sebuah Renungan Filsafat dan Semiotika Diri dengan Gaya Humor Satir, karya Walker Percy. Buku ini adalah terjemahan dari Lost in The Cosmos: The Last Self-Help Book , terbitan Picador, New York, 1983. Lihat Walker Percy The Last Self-Help Book: Sebuah Renungan Filsafat dan Semiotika Diri dengan Gaya Humor Satir, terjemahan Lucky Ginanjar Adipurna, Yogyakarta & Bandung: Jalasutra, 2006. Lihat juga artikel “Buku Dibutuhkan tapi Diabaikan” dalam Koran Jakarta edisi Senin, 18 Mei 2009, dimuat lagi di blog www.dinamikaebooks.com, dilihat dan diunduh 28 Feb 2011.
2
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
disebabkan oleh perbedaan kegunaan yang diandaikan akan diperoleh oleh pembaca. Semua istilah itu bermuara pada pengertian tentang fungsi sebuah buku, atau lebih tepatnya, pada mode of reading pembaca dari sudut fungsional. Jika dilihat dari sudut ini, maka nyaris semua teks/buku bisa memenuhi “fungsi membantu.” Karena setiap pembaca berkeinginan untuk dibantu dalam menjawab pertanyaan yang ada pada dirinya, atau mendapat petunjuk mengatasi masalah yang dia hadapi dalam kehidupannya. Orang ingin mendapatkan pengetahuan dengan membaca buku. Untuk membedakannya dari buku atau bahan bacaan lain pada umumnya, perspektif fungsional ini harus ditambah dengan perspektif lain, yaitu dari karakteristiknya. Steven Starker, seorang sosiolog Amerika, mengatakan ada dua prinsip yang harus diperhatikan untuk menentukan apakah sebuah buku memiliki karakteristik buku swa-bantu atau tidak, yaitu: pembaca yang ingin dituju (intended audience) dan kegunaan yang dijanjikan (presumed utility). 4 Berbeda dari bukubuku akademis yang berasal dari riset atas suatu topik yang terfokus, buku-buku swa-bantu
dialamatkan
kepada
pembaca
awam.
Buku
semacam
itu
mengomunikasikan suatu pembahasan untuk pembaca luas dengan cara yang menarik, gampang dicerna dan sederhana sehingga tidak memerlukan latar belakang pengetahuan dan keilmuan yang khusus. Sementara kegunaan yang dijanjikan bersifat langsung dan praktis dengan menawarkan instruksi-instruksi yang relatif jelas tentang suatu hal. Ciri penting lainnya adalah buku-buku swa-bantu ditujukan kepada pembaca individual yang memerlukan bantuan panduan untuk menolong dirinya sendiri dalam mengatasi berbagai persoalan, mulai dari persoalan praktis dan teknis tentang bagaimana memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam
4 Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 9.
3
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tanaman-tanaman obat atau bagaimana menata ruangan di rumah; persoalan kesehatan
dan
kebugaran
tentang
bagaimana
mengatasi
insomnia
atau
mengurangi berat badan; persoalan kejiwaan tentang bagaimana mengatasi stres; sampai tentang persoalan pandangan hidup yang lebih filosofis tentang bagaimana memahami kesuksesan dan kegagalan. 5 Starker menyimpulkan tiga ciri eksplisit buku-buku swa-bantu yang lahir dari dua prinsip tadi. Pertama, “anekdotal versus informasional.” Ada buku-buku yang lebih banyak berisi kisah-kisah yang disampaikan dalam rangka menopang argumen, dan ada pula buku yang lebih banyak berisi informasi-informasi tentang fakta yang sudah diterima luas untuk mendukung perspektif atau panduan yang ditawarkan. Kedua, “Preskriptif versus deskriptif.” Ada buku-buku yang memang secara eksplisit menyatakan “harus begini, harus begitu” dan ada pula yang hanya melukiskan suatu keadaan, sehingga pembaca diberi keleluasaan untuk membuat kesimpulan. Dan ketiga, “tertutup versus terbuka.” Ada buku-buku yang mengetengahkan pandangan yang tertutup dan sempurna dalam dirinya sendiri sehingga menutup kemungkinan untuk berinteraksi dengan perspektif lain, dan ada pula yang sifatnya terbuka tentang usulan tawaran-tawaran yang diberikan. 6 Ciri-ciri yang disebutkan di atas terlihat pada konteks kemunculan dan perkembangan genre ini. Setidaknya ada tiga konteks yang memungkinkan lahirnya genre ini, yaitu: pertama, perkembangan teknologi dan industri cetak. Selain didorong oleh kepentingan menyebarkan informasi dan pengetahuan, perkembangan teknologi dan industri cetak juga didorong kepentingan ekonomi,
5
Judul-judul yang mengilustrasikan hal ini dapat dilihat sebagai berikut: Yusuf Mansur, Kun Fayakun: Mudahnya Mewujudkan Keinginan dan Mengatasi Persoalan Hidup, Jakarta: Zikrul, 2010; Yusep Nurjatmi, Aplikasi Desain-Desain Unik Ruang Belajar Anak, Yogyakarta: Harmoni, 2011; Wahyu Gunawan Wibiso, Tanaman Obat Keluarga Berkasiat, Yogyakarta, VIVO PUBLISHER, 2011; Sara C. Mednick, Misteri Tidur Siang (Tidur Sejenak, Rasakan Manfaatnya), Yogyakarta: LIRIS, 2011; Imam Musbikin, La Takhof wa la Tayasu: Jangan Menyerah, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011 6 Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 10-12.
4
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebab selain mengandung nilai budaya, pada saat yang sama barang cetakan juga mengandung nilai ekonomis sebagai komoditas. Kedua, perubahan budaya akibat perubahan cara-mengetahui (mode of knowing) dan cara transmisi pengetahuan yang semula bertumpu pada kelisanan kepada keberaksaraan. Faktor ini sebenarnya setali tiga uang dengan faktor pertama, karena tersebarnya bahan bacaan secara massif tidak akan mungkin terjadi jika tidak ada massa yang mampu membaca, sebaliknya massa pembaca ini tercipta juga diakibatkan oleh makin banyaknya materi bacaan yang tersebar. Ketiga, posisi manusia yang jadi “tuan rasional” bagi dirinya sendiri dalam kehidupan zaman modern. 7 Manusia menjadi “tuan rasional” bagi dirinya sendiri dalam menentukan bagaimana dia akan menjalani hidup. Jika di zaman tradisional, tradisi memainkan peran kunci dalam penentuan ini, di zaman modern manusia telah “tercerahkan” untuk mengandalkan rasio dalam membuat keputusankeputusannya. Namun optimisme ini bukannya tidak bermasalah, karena ilmu pengetahuan dalam praktik kehidupan sehari-hari justru menciptakan dua masalah yang tak kurang peliknya dibanding ketergantungan pada tradisi: kecemasan akibat risiko-risiko yang diprediksi ilmu pengetahuan dan spesialisasi pengetahuan yang membuat spesialis di satu bidang menjadi awam di bidang lain. Untuk yang pertama soalnya adalah bagaimana mengelola kehidupan agar tak sampai pada risiko yang diprediksi, sedangkan untuk yang kedua adalah bagaimana mengatasi masalah yang bukan spesialisasi kita. Pertanyaan tentang bagaimana setiap manusia bisa secara sendiri mengamalkan ilmu pengetahuan dalam pengertian zaman modern tadi menjadi latar belakang kemunculan literatur swa-bantu, bagaimana manusia bisa mengatasi 7 Ketiga konteks ini ditemukan berdasarkan pembacaan atas beberapa literatur terkait, yang terpenting di antaranya adalah Benedict Anderson, Imagined Community: Reflections on the Origin of the Nationalism, Rev. Ed., London: Verso, 1990, Walter J. Ong, Orality and Literacy, New York: Routledge, 2002 dan Anthony Giddens, Modernity and Self-Identity: Self and Society in the Late Modern Age, Stanford, CA.: Stanford University Press, 1991.
5
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sendiri persoalan dan pertanyaan yang dia hadapi dalam hidupnya. Ketika berhadapan dengan berbagai pilihan, dia harus segera menentukan pilihan tanpa berpanjang-panjang membandingkan mana pilihan yang paling tepat. Maka tidak salah jika istilah self-help (swa-bantu) diambil dari judul buku Samuel Smiles yang jadi titik awal popularitas genre ini dalam kebudayaan Barat modern. Smiles mengatakan tujuan buku yang dia tulis, […] to stimulate youths to apply themselves diligently to right pursuits, –sparing neither labor, pains, nor self-denial in prosecuting them,– and to rely upon their own efforts in life, rather than depend upon the help or patronage of others, [and] it will also be found, from the examples given of literary and scientific men, artists, inventors, educators, philanthropists, missionaries, and martyrs, that the duty of helping one’s self in the highest sense involves the helping of one’s neighbors.” 8
Dalam
perkembangannya,
terutama
di
Amerika, 9
genre
tulisan
sebagaimana yang dirintis oleh Samuel Smiles ini menjelma jadi salah satu segmen industri perbukuan terbesar. McGee mengatakan buku-buku swa-bantu adalah bagian dari segmen industri perbukuan yang bertajuk literatur panduanpanduan (advice literature). Industri ini adalah bagian dari industri yang lebih besar di Amerika di paruh kedua abad kedua puluh, yakni industri pengembangan-diri (self-improvement) yang mencakup perbukuan, seminar-seminar pengembangan diri, produk-produk audio-video, kursus-kursus kepribadian yang bernilai dua setengah miliar dollar per tahun dan hampir sepertiga orang Amerika pernah
8
Samuel Smiles, Self-Help, London: Hazel, Watson and Viney, I.D., 1908, hlm. Vi.
9
Akar buku-buku swa-bantu di Amerika dapat ditemukan dalam tradisi Protestan yang salah satu nilainya adalah individu diyakini punya andil dalam menentukan kualitas hidup mereka. Buku-buku seperti The Practice of Piety (1611) karangan Pendeta Bayly dan Guide to Heaven (1673) karangan Samuel Hardy adalah contoh buku-buku pengembangan diri berbasis nilai-nilai puritan ini. Memasuki abad kedelapan belas, buku-buku swa-bantu di Amerika menjadi makin sekuler. Tokoh yang paling berpengaruh di sini adalah Benjamin Franklin (1706-1790) seorang pengarang, ilmuwan, pengusaha, diplomat dan negarawan. Setidaknya ada dua tulisannya yang paling terkenal dalam kaitannya dengan genre swa-bantu, yakni The Way to Wealth (1757) yang menjelaskan prinsip-prinsip hidup yang harus ditempuh seseorang agar sukses dalam kehidupan duniawi dan buku Poor Richard’s Almanac (17321757) yang berisi nasihat-nasihat praktis dan how to. Lihat Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 13-15. Sementara pembahasan tentang popularitas genre ini dalam masyarakat Amerika dapat dibaca dalam Susan K. Dolby, Self-help books: Why Americans Keep Reading Them, Illinois: University of Illinois Press, 2005.
6
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
membeli sebuah buku swa-bantu selama hidup mereka. 10 Bahkan ada beberapa buku yang popularitasnya mendunia sehingga menjadi semacam “kitab suci” baru seperti Emotional Intelligence: Why It Can Matter More than IQ karya Daniel Goleman; You Can Heal Your Life karya Louise Hay; The Power of Positive
Thinking karya Norman Vincent Peale; Learned Optimism karya Martin Seligman; How to Win Friends and Influence People karya Dale Carnegie; The Seven Spiritual Laws of Success karya Deepak Chopra; The 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey; Awaken the Giant Within Secrets of Happiness Doing what you love doing what works karya Anthony Robbins; Men Are from Mars Women Are from Venus karya John Gray; Life Strategies: Doing What Works Doing What Matters karya Philip C. McGraw; Rich Dad Poor Dad karya Robert T. Kyosaki. 11 Pengertian self-help juga mengalami perubahan. Kalau di zaman Samuel Smiles yang hidup di akhir abad ke-19 kesuksesan hidup yang ingin diwujudkan oleh seseorang secara swadaya dilihat dari hal-hal eksternal dan dapat diukur seperti kekayaan, status atau kekuasaan, maka di paruh kedua abad ke-20 ukurannya menjadi kesejahteraan emosional, pengalaman kebahagiaan secara subjektif dan pencarian kenikmatan hidup. 12
10 Micki McGee, Self-Help Inc.: Makeover Culture in American Life, New York: Oxford University Press, 2005, hlm. 11 (Dalam bentuk PDF). 11
Hampir seluruh buku ini sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan para pengarangnya juga sangat terkenal di Indonesia. Contoh-contoh ini dikutip dari Tom Butler-Bowdon, 50 Self-Help Classics: 50 Inspirational Books to Transform Your Life Your Life from Timeless Sages to Contemporary Guru, London: Nicholas Brealey Publishing, 2003, hlm. 4-5. 12
Dalam konteks lain, yakni konteks bantuan-bantuan internasional, lembaga-lembaga bantuan kemanusiaan terutama di bidang kesehatan, istilah self-help justru bukan mengacu pada praktik-praktik pengembangan-diri secara individual, melainkan usaha dan gerakan bersama dalam rangka memperbaiki keadaan-keadaan dalam kehidupan bersama. Pengertian self-help sebagai usaha tolong-menolong
7
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Di Indonesia sendiri perkembangan yang sama juga terjadi. Hal ini tentu dimungkinkan karena perkembangan teknologi modern dan proses globalisasi lewat media di mana apa-apa yang dibicarakan dan diberitakan di belahan dunia lain dengan cepat dapat pula dibaca dan dibicarakan di sini. Walaupun keterangan pasti tentang bagaimana sejarah kemunculan dan perkembangan buku-buku swabantu di Indonesia belum diperoleh, namun dapat dipastikan bahwa genre buku ini juga muncul dan berkembang seiring dengan kemunculan dan perkembangan dunia penerbitan dan perbukuan di Indonesia, setidaknya sejak awal abad keduapuluh. Karena genre ini lahir dari kebudayaan masyarakat Barat modern, maka hampir bisa dipastikan bahwa pada awalnya buku-buku swa-bantu yang berkembang di Indonesia adalah terjemahan dari bahasa asing. Di awal abad ke20 banyak yang berasal terjemahan atau saduran dari buku-buku berbahasa Belanda, karena waktu itu bahasa Belanda mendominasi wacana intelektual Indonesia sementara setelah Indonesia merdeka didominasi oleh terjemahanterjemahan dari bahasa Inggris. Hal ini setidaknya dibuktikan sebuah buku berjudul
Ilmu Bergaul karangan M. Yunan Nasution, seorang jurnalis dan pemikir Muslim Indonesia pertengahan abad dua puluh. Buku ini awalnya adalah tulisan bersambung Yunan Nasution di mingguan Pedoman Masyarakat tahun 1940 yang kemudian dibukukan. Di bagian pengantar penulis secara eksplisit mengakui bahwa yang dijadikannya acuan utama adalah buku berbahasa Belanda Zo Maakt
U Vrienden en Goede Relaties yang tak lain adalah terjemahan Belanda untuk buku
(mutual aid) seperti ini setidaknya berlangsung sampai era 1970-an di Amerika, namun tiga puluhan tahun kemudian pengertian ini berubah seratus delapan puluh derajat, di mana usaha bersama dalam memperbaiki diri komunitas berubah menjadi usaha setiap individu memperbaiki diri masing-masing. Lihat Micki Mcgee, Ibid., hlm. 18-19.
8
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
How To Win Friends and Influence People karangan Dale Carnegie yang terbit pertama kali tahun 1926. 13 Menarik untuk diperhatikan bahwa dalam dunia perbukuan Indonesia tahun 2000-an, buku-buku swa-bantu sebagaimana dicirikan di atas mengadopsi wacana Islami –terutama yang berasal dari teks-teks normatif-kanonik seperti al-Quran dan Hadits Nabi, tafsir dan kitab-kitab fiqh (yurisprudensi Islam)– untuk memberi dasar dan legitimasi bagi panduan-panduan yang ditawarkannya. Sebagai ilustrasi, buku
La Tahzan: Jangan Bersedih, misalnya, adalah buku terjemahan dari bahasa Arab berjudul Laa Tahzan karangan Dr. ‘Aid Al-Qarni. Penerjemah menjelaskan tujuan penerjemahan
dan
penerbitan
buku
ini
dalam
Bahasa
Indonesia
untuk
mengimbangi “buku-buku self-help, buku-buku petunjuk cara hidup,” yang hanya memberi nuansa “bagaimana kita mencapai kesuksesan dunia, atau lebih tepatnya kesuksesan materiil,” sedangkan “buku ini sangat padat dengan nuansa rabbani tanpa mengesampingkan sisi-sisi duniawi.” 14 Pengadopsian ini tidak bisa dijelaskan dengan sekadar mengatakan bahwa produsen buku berhasil memperhatikan dan memanfaatkan ceruk pasar yang ada dengan teknik diferensiasi dan diversifikasi produk. Memang sebelum tren subgenre ini muncul, literatur swa-bantu yang tidak mengadopsi wacana agama telah lebih dahulu jadi tren dan meraup pangsa pasar yang sangat besar, terutama dalam bentuk terjemahan dari bahasa Inggris. Terjemahan buku-buku karangan Stephen Covey, Daniel Carnegie, Deepak Chopra, Daniel Coleman, Robert T.
13
Sayangnya data tentang tahun terbitan pertama buku ini dalam bahasa Belanda tidak berhasil ditemukan. Lihat M. Yunan Nasution, Ilmu Bergaul, Medan: Pustaka Madju, tt., hlm. 3 (“Tutur Sepatah”) dan situs Wikipedia edisi Belanda di bawah entri “Dale Carnegie”. 14 Samson Rahman, “Pengantar Penerjemah”, dalam Aid Al-Qarni, La Tahzan: Jangan Bersedih, Jakarta: Qisthi Press, hlm. ix. Begitu populernya buku ini sampai-sampai dia dimunculkan dalam film Naga Bonar Jadi 2 dan dalam sinetron Kiamat Sudah Dekat yang tayang bulan Ramadhan beberapa tahun lalu di stasiun TV SCTV. Film dan sinetron ini sama-sama disutradarai oleh Dedi Mizwar, seorang tokoh perfilman Indonesia yang belakangan identik dengan karya-karya bernuansa Islami.
9
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kyosaki sangat populer di kalangan pembaca Indonesia. 15 Mengatakan tren bukubuku swa-bantu Islami ini hanya sekadar mengikuti kesuksesan komersial bukubuku swa-bantu yang tidak membawa embel-embel ajaran Islam adalah penjelasan sederhana dan “permukaan” atas dinamika perubahan kultural dan sosial-politik masyarakat Muslim Indonesia. Di antara masalah yang tidak akan terjelaskan dengan logika dagang “ada permintaan, ada barang” itu adalah kebutuhan apa sesungguhnya yang coba dipuaskan oleh buku-buku swa-bantu Islami itu, karena kalau hanya nasihat atau tuntunan normatif berdasarkan ajaran-ajaran Islam, bukankah tradisi masyarakat Muslim Indonesia sudah mengenal nasihat dan tuntunan tersebut, meskipun melalui media lain? Dinyatakan dengan cara lain, pertanyaannya adalah apa yang membedakan buku-buku swa-bantu Islami itu dengan teks-teks normatif lain, baik dari segi bentuk dan cara penyampaian, maupun dari isi substansi persoalan yang dibahas. Ataukah tuntunan atau bantuan yang diberikannya memang sangat berbeda dari yang diberikan oleh teks-teks normatif tradisional? Tak dapat diragukan bahwa perkembangan teknologi telah mempengaruhi penyebaran teks-teks keagamaan di tengah umat Muslim Indonesia. Kemajuan di bidang teknologi komunikasi memungkinkan orang berkirim teks dalam bentuk data digital dari jarak jauh dalam waktu yang sangat cepat. Sebagai ilustrasi bagaimana kecanggihan teknologi berimbas pada penyebaran tersebut dapat dilihat dari bagaimana seorang penulis atau penerjemah tidak perlu mengirimkan naskah karangan atau terjemahannya dalam bentuk berkas-cetak kepada penerbit, cukup dengan berkas-elektronik lewat email dan bisa langsung ditelaah oleh editor di layar komputer tanpa harus membalik-balik kertas. Begitu pula dalam proses pra15 Layak pula diperhatikan bahwa buku-buku ini hampir seluruhnya tetap mempertahankan judul dalam bahasa Inggris ketika sudah terbit dalam edisi Bahasa Indonesia. Barangkali penerbit melakukan hal ini karena judul dalam bahasa Inggris itu sudah menjadi ikon yang mengacu pada suatu gagasan ideal yang telah memukau banyak orang. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dikhawatirkan tuahnya akan hilang.
10
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
cetak sebuah buku, kemajuan teknologi komputer telah memangkas waktu yang diperlukan untuk penyuntingan (editing) dan tata letak (layout) secara revolusioner dibanding cara-cara manual. Bayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan seorang penyunting ketika harus menemukan kekeliruan penulisan kata depan “dimana” dalam naskah setebal 300 halaman kwarto spasi ganda dan membetulkannya menjadi “di mana” secara manual? Sedangkan kemajuan yang paling berpengaruh dalam persebaran ini adalah kemajuan di bidang sistem transportasi dan jasa ekspedisi yang menjadi jantung dari usaha yang dijalankan perusahaan-perusahaan distributor buku. Masyarakat Muslim memang sudah mengenal teks-teks keagamaan yang lazim disebut kitab, yakni buku berbahasa Arab yang berisi pesan-pesan normatifteologis agama Islam. Mulai dari yang berisi pembahasan sederhana tentang tata cara ibadah sehari-hari seperti berwudhu, mandi wajib, shalat, puasa, dan sebagainya sebagaimana dalam kitab Fathul Qarib yang jadi bacaan wajib santri tahun pertama di pondok-pondok pesantren sampai pembahasan yang mendalam tentang tauhid (keesaan Allah) dan tashawuf (sufisme) seperti kitab Ihya ‘Ulum alDin karangan al-Ghazali. Terlepas dari fakta bahwa kemajuan-kemajuan tadi juga memperluas persebaran kitab-kitab ini, namun kenyataan yang tak dapat dipungkiri adalah bahwa teks ini hanya bisa dibaca oleh kalangan yang mendapat pendidikan bahasa Arab dan disiplin-disiplin ilmu agama tradisional di pondok pesantren dan sekolah-sekolah agama. Kehidupan modern telah membawa perubahan pada sarana dan cara komunikasi keagamaan beserta kode dan isi pesan yang dikomunikasikan. Perubahan sarana dan mode komunikasi diakibatkan oleh pengadopsian teknologi canggih dan sistem kapitalisme, sementara perubahan kode dan isi pesan diakibatkan oleh perubahan sistem makna dan cara pemahaman masyarakat
11
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tentang kehidupan yang mereka jalani karena meluas dan meningkatnya taraf pendidikan modern masyarakat Muslim Indonesia. Pendidikan modern memberi akses bagi orang Muslim ke dalam berbagai informasi dan pengetahuan modern. Alam pikiran modern yang terinternalisasi lewat pendidikan ini kemudian melahirkan masalah-masalah yang dikonseptualisasi, dirumuskan dan didefinisikan secara modern, begitu pula kondisi-kondisi yang memungkinkan pemecahannya. Secara sosiologis, gejala perubahan sistem makna dan cara pemahaman ini lebih kentara jika dilihat di lingkungan Muslim perkotaan (urban), karena orang Muslim yang mengenyam pendidikan yang relatif tinggi akan memperoleh atau berusaha memperoleh pekerjaan “kerah putih” yang lebih banyak tersedia di kota. Maka maraknya buku-buku swa-bantu Islami tadi dapat diletakkan dalam kerangka perkembangan ini. Di satu sisi, kemajuan teknologi telah memudahkan proses produksi teks, mulai dari tahap pencarian tema dan bahan yang akan ditulis sampai distribusi dan promosinya sehingga yang muncul kemudian adalah apa yang dikatakan Francis Robinson sebagai “terkikisnya otoritas ulama sebagai penafsir
Islam.” 16
Revolusi
percetakan
mengakibatkan
berubahnya
cara
penyebaran pengetahuan umat Muslim yang semula bertumpu pada transmisi lisan menjadi transmisi aksara. Robinson mengatakan bahwa “yang jadi inti transmisi pengetahuan Islam adalah transmisi orang ke orang. Cara paling tepat untuk sampai pada kebenaran adalah dengan mendengar langsung pengarang. Itulah sebabnya mengapa ulama-ulama Muslim berkelana ke berbagai penjuru negeri untuk mendengar dan belajar langsung dari ulama yang dianggap terpercaya.” 17 Cara menuntut ilmu seperti ini juga dilakoni oleh ulama-ulama “tradisional” Indonesia yang mau belajar ke kiai-kiai terkenal di berbagai tempat.
16
Francis Robinson, “Technology and Religious Change: Islam and the Impact of Print”, dalam Modern Asia Studies, 27, 1 (1993), hlm. 244. 17
Francis Robins, Ibid., hlm. 237.
12
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pergeseran titik tumpu transmisi pengetahuan ke arah keberaksaraan dimungkinkan oleh perkembangan teknologi cetak dan sistem pendidikan modern sehingga akhirnya “pengetahuan tidak lagi merupakan milik segelintir elit, namun terbuka untuk dipahami bagi siapa saja yang bisa membaca, menghafal dan mendengar.” 18 Dari sisi pengetahuan keagamaan, pergeseran ini di satu pihak memungkinkan terjadi demokratisasi pengetahuan agama di mana setiap orang relatif bisa mengaksesnya, dan di pihak lain mentransformasi otoritas keagamaan para ulama sebagai pemegang otoritas pengetahuan keagamaan. Ulama mau tak mau harus menyesuaikan cara mereka dalam membangun, menegaskan, menunjukkan dan mempertahankannya. 19 Di samping faktor pendidikan dan budaya modern tadi, sebagai produk kultural yang telah jadi komoditas, maraknya buku-buku swa-bantu itu juga dikarenakan meningkatnya permintaan pasar akibat perubahan situasi politik di Indonesia di Era Reformasi yang memberikan kebebasan kepada masyarakat Muslim mengekspresikan segala macam paham dan ideologi keagamaannya. Dalam periode yang disebut Abdul Munip –seorang peneliti buku-buku terjemahan dari Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia– sebagai “periode kebebasan” ini “negara telah melonggarkan tekanan ideologisnya dan membuka kran demokrasi. Dengan ideologinya masing-masing, penerbit-penerbit yang didirikan di periode ini justru berhadap-hadapan sesama mereka sendiri dalam kontestasi ideologi dan merebut pembaca setia, sebab negara yang sebelumnya jadi lawan ternyata telah beralih lakon menjadi penyelenggara pertandingan dan menyerahkan otoritas wasit yang
18
Francis Robins, Ibid., hlm. 241.
19 Pendapat ini dinyatakan oleh Muhammad Qasim Zaman sebagai kritik terhadap pendapat Robinson yang menyimpulkan bahwa perkembangan cetak menggerogoti otoritas keulamaan. “New religious intellectuals” are not indebted to the ‘ulama for their own understanding of Islam, nor do they acknowledge the ‘ulama’s superior claim to that understanding. But while all of this is true in practically all Muslim societies, what is often overlooked is that the way in which the ‘ulama themselves articulate their discourses is not monolithic. The critical question, then, is not whether their authority has increased or decreased, but how that authority is constructed, argued, put on display, and constantly defended.
13
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
akan mengatur permainan kepada mekanisme pasar (pasar perbukuan).” 20 Sementara dari sisi ekonomi, “buku-buku reliji atau spiritual Islam memang masih menunjukkan kedigdayaannya meskipun sebuah tema kadang dikeroyok puluhan penerbit. Sebut saja tema shalat dhuha (shalat sunnah yang dilaksanakan di waktu pagi menjelang siang) ataupun sedekah yang dengan berbagai judul dan pengemasan ditawarkan oleh penerbit. Namun, anehnya semuanya kadang bisa laku normal (3.000 eksemplar).” 21 Meningkatnya permintaan buku-buku populer Islam dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat Muslim Indonesia untuk memenuhi kebutuhan akan wacanawacana keislaman yang sebelumnya tidak tersedia. Kebutuhan itu bisa berbentuk kebutuhan akan wacana yang membahas masalah-masalah kehidupan yang memang belum tersedia dalam buku-buku atau kitab-kitab lama, bisa juga berbentuk kebutuhan akan wacana yang disampaikan lewat bahasa Indonesia yang lebih gampang diakses, meski masalah yang dibicarakan di dalamnya sudah dibahas dalam kitab-kitab. Di antara wacana yang beredar melalui tersebarnya buku bergenre swabantu Islami adalah wacana kemusliman modern, karena pengertian dan ciri-ciri buku swa-bantu bertumpu pada “kedirian” pembaca sebagai seorang individu yang hidup di alam modern (sebagaimana yang dicerminkan kata self dalam istilah selfhelp books). Hal ini perlu digarisbawahi karena kehidupan modern mengharuskan seseorang menjadikan dirinya sebagai “proyek.” Pertanyaan “Bagaimana aku akan menjalani hidup ini” harus dijawab dan diputuskan hari ke hari di tengah berbagai
20
Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 203. 21 Bambang Trim, "Bahaya Bisnis Penerbitan, " dalam blog Indonesia Buku, diakses dan diunduh 05 04 2010.
14
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pilihan dan kemungkinan yang tersedia. Penyebab keadaan ini adalah ciri kehidupan modern yang bertumpu pada keraguan radikal di mana pengetahuan apa pun selalu mengambil bentuk hipotetis yang terbuka untuk direvisi dan dirombak. Prinsip ini berakibat pada lahirnya sistem-sistem pengetahuan yang terspesialisasi dan saling mengkritisi satu terhadap yang lain: dari sini lahirlah pilihan-pilihan. Sehari-hari seorang Muslim dihadapkan pada berbagai pilihan, mulai dari jenis makanan yang akan dikonsumsi agar sehat sampai ke jenis orang kurang mampu yang seperti apa zakat atau sedekah akan diberikan, misalnya. Selain itu kehidupan modern adalah kehidupan penuh risiko, karena kemampuan prediktif ilmu pengetahuan rasional tidak hanya memetakan risiko, akan tetapi juga menciptakan risiko-risiko baru yang di zaman sebelumnya belum dikenal. Maka di antara tugas terpenting ilmu pengetahuan adalah antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan risiko yang ada. Misalnya, di zaman Nabi dulu mungkin orang tidak akan perlu berpikir panjang tentang bentuk investasi apa yang aman dan halal terkait dengan sistem moneter internasional. Buku-buku swa-bantu dapat diletakkan dalam konteks ini, artinya buku-buku itu mencoba menyuguhkan hikmah masa lalu yang bisa dipetik jadi pelajaran, situasi dan kondisi faktual sekarang yang bisa dikelola sebagai peluang, dan perkiraan masa depan yang bisa dicita-citakan oleh seorang individu. Tiga inti orientasi waktu inilah yang dapat dia jadikan sebagai “bantuan”, “motivasi” dan “inspirasi” tentang “bagaimana” (how to) membuat sebuah “diri” yang dia inginkan. Tidak heran jika dalam bahasa populer genre buku swa-bantu juga disebut “bukubuku kiat sukses” dalam hidup, sebab “diri” yang ingin dibantu pembikinannya oleh buku-buku tersebut adalah diri yang “sukses” dalam pengertian seluas dan seumum-umumnya istilah ini. Pertanyaan yang kemudian muncul terkait dengan maraknya buku-buku swa-bantu Islami adalah “diri” seorang Muslim seperti apa yang ingin dibantu
15
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“pembuatannya” oleh buku-buku tersebut. Pertanyaan ini patut diperhatikan karena masyarakat Muslim Indonesia modern, dihadapkan pada berbagai pilihan panduan dan pandangan hidup. Masyarakat Muslim Indonesia, serta umat Muslim pada umumnya, diwarisi identitas normatif keislaman yang jelas dari masa lalu. Seseorang Muslim yang ditanya “Apa bukti Anda seorang Muslim?” akan menjawab “Aku beriman pada keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad, melaksanakan shalat, berpuasa, membayarkan zakat dan melaksanakan haji jika mampu. Namun ketika ditanya “Sebagai seorang Muslim, bagaimana Anda menjalani hidup sehari-hari, mengatasi kesulitan hidup saat ini dan merancang kehidupan masa depan yang lebih baik?” belum tentu dia akan memberikan jawaban sejelas dan setegas tadi. Dengan kata lain, dia merasa perlu mempertimbangkan dan memilih sekian banyak alternatif tentang bagaimana mengatasi kendala dan menggagas cita-citanya, di mana ajaran dan resep dari tradisi Islam hanyalah salah satu dari sekian banyak alternatif tersebut. Topik ini layak diperhatikan karena selama ini masalah bagaimana dan seperti apa umat Islam Indonesia menghadapi perkembangan zaman modern hampir selalu dibicarakan dari sudut pandang sosial-politik atau sejarah politik Indonesia modern. Padahal peristiwa “menjadi orang Islam” (being Moslem) itu bisa saja berlangsung dalam kehidupan keseharian dan terkait dengan hal-ihwal yang kadang kala tidak terkait langsung dengan soal gerakan pembaharuan Islam versus tradisionalisme, HAM dalam al-Quran, khilafah-isme, pendidikan pesantren dan terorisme, dan sebagainya, melainkan soal bagaimana memilih nama bayi: apakah akan diawali Ahmad atau tidak; apakah seorang balita akan dimasukkan ke PAUD (pendidikan anak usia dini) milik sebuah yayasan sekolah Islam terpadu atau TK milik yayasan Bhayangkara; atau apakah diet untuk berat badan bisa dilakukan lewat puasa sunnah Senin-Kamis.
16
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Diungkapkan secara konkret, di sini kegelisahan yang jadi pemicu dibicarakannya fenomena maraknya buku-buku swa-bantu Islam adalah seperti apa gambaran buku-buku yang ditawarkan industri perbukuan Islam untuk dibaca/dikonsumsi oleh kaum Muslimin Indonesia. Apa yang dijual di dalamnya sehingga industri perbukuan menjadi alternatif bisnis dan lapangan pekerjaan? Apa yang ditawarkan dan dikemas di dalamnya sehingga rak toko buku, stand pameran, dan katalog cetak dan online dipenuhi oleh judul-judul buku dari genre ini? Orang Muslim seperti apa dan yang bagaimana yang ada dalam judul-judul itu? Berdasarkan latar belakang di atas, tesis ini akan mengkaji subjektivitas kemusliman yang terwacanakan lewat produksi buku-buku swa-bantu Islami. Pembahasan akan difokuskan pada dua hal: proses produksi wacana subjektivitas kemusliman di arena perbukuan Islami-populer dan subjektivitas kemusliman yang diwacanakan secara tekstual lewat “bantuan”, “kiat”, atau “panduan” yang dicantumkan secara eksplisit maupun implisit dalam judul-judul buku tersebut. Penelitian ini akan fokus pada judul-judul buku swa-bantu Islami karena judul-judul inilah yang pertama kali dilihat dan dibaca pembaca sebelum “memutuskan” membeli atau tidak. Judul-judul adalah ujung tombak yang dipakai penerbit untuk menarik perhatian calon pembaca/pembeli. Di sini perlu dinyatakan terus terang bahwa kajian ini tidak akan menyentuh terlalu jauh perihal resepsi pembaca, meski secara teoretis setiap pembicaraan tentang produksi mau tak mau harus mengikutsertakan pembicaraan tentang konsumsi. Alasan tidak dilakukannya cara ini sederhana, namun mendasar, yakni keterbatasan sumber daya dalam melakukan penelitian. Di sini hanya bisa disampaikan harapan agar masalah resepsi pembaca atau konsumsi wacana kemusliman yang terdapat dalam buku-buku swa-bantu Islami dapat dilakukan di lain kesempatan.
17
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B. Rumusan Masalah Untuk menjaga fokus kajian sebagaimana disampaikan di atas, penelitian ini berpatokan pada rincian pertanyaan berikut: 1. Bagaimana proses pengadaan, penyeleksian dan pengolahan buku-buku swabantu Islami dalam dunia penerbitan buku di Indonesia pasca-reformasi? 2. Pembaca Muslim yang bagaimana yang disasar oleh judul-judul buku swabantu Islami? 3. Subjektivitas kemusliman seperti apa yang ditawarkan oleh buku-buku swabantu Islami melalui judul-judulnya? 4. Apa jenis pengetahuan dominan yang disodorkan judul-judul tersebut dan apa fungsinya bagi pembacanya.
C. Tujuan dan Manfaat Sesuai dengan pokok-pokok persoalan yang dirumuskan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan dan mengetahui gambaran umum proses produksi buku-buku swa-bantu Islami dalam konteks industri perbukuan tanah air. Di sini ada dua proses penting yang ingin diketahui: proses yang terkait dengan pasar dan yang terkait dengan pernaskahan dan keredaksian. Selanjutnya penelitian ini hendak mengetahui kategori dan ciri-ciri pembaca Muslim seperti apa yang dituju secara eksplisit maupun implisit oleh judul bukubuku swa-bantu Islami dan subjektivitas kemusliman yang ditawarkan di dalamnya. Akhirnya, penelitian ini akan dikerucutkan pada sebuah tujuan yang lebih mendasar, yaitu mengetahui wacana dominan apa yang mewarnai buku-buku swabantu Islami yang marak, dan oleh karena itu laku keras, dalam hampir satu setengah dasawarsa terakhir di Indonesia. Adapun manfaat yang diharapkan dapat dipetik penulis maupun orang lain dari penelitian ini adalah diperolehnya pengetahuan tentang orang Muslim
18
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Indonesia seperti apa dan yang bagaimana yang sedang ramai dibicarakan, yang marak diwacanakan, secara tekstual. Dari sini penulis dan pembaca lebih kurang akan mengetahui subjektivitas kemusliman yang sedang dikonstruksi melalui wacana populer –untuk tidak mengatakan wacana non-ilmiah dan non-akademis. Pengetahuan tentang subjektivitas tersebut diharapkan dapat dipakai sebagai salah satu pertimbangan untuk membicarakan (menulis) tentang salah satu segmen umat Islam Indonesia ini. Sedangkan bagi umat Islam Indonesia itu sendiri, dia dapat dipakai sebagai salah satu dasar sikap ketika diri mereka dibicarakan (ditulis). Terlepas dari itu semua, manfaat terbesar yang dicita-citakan penulis dalam penelitian ini adalah diperolehnya pembacaan dan pengetahuan yang lebih segar tentang bagaimana umat Islam Indonesia khususnya, dan umat beragama pada umumnya, menyikapi dan mengolah tata kehidupan yang telah berubah menjadi sebuah pasar maha besar, di mana hampir semua “yang ada” bisa jadi barang dagangan.
D. Tinjauan Pustaka Penelitian-penelitian yang telah ada terkait dengan topik yang dibahas di sini dapat dipilah menjadi tiga kategori: penelitian yang mengaitkan dunia perbukuan Islam Indonesia dengan situasi sosial politik Indonesia secara umum, penelitian yang menitikberatkan pada dinamika dunia perbukuan Islam itu sendiri sebagai salah satu bentuk industri media, dan penelitian yang mencoba mengkaji kaitan literatur swa-bantu dengan masyarakat Indonesia. Meski diakui bahwa kategori yang paling relevan dengan penelitian ini adalah kategori terakhir, namun dua kategori pertama tetap ditelusuri secukupnya karena dua alasan. Pertama, untuk mendapatkan latar belakang yang lebih luas tentang bagaimana temuan-temuan ilmiah mewacanakan masyarakat Muslim
19
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Indonesia yang tak pelak lagi memang dikepung oleh berbagai media, termasuk media cetak. Kedua, penelitian atau tulisan kategori ketiga jumlahnya tidak banyak dan masih berbentuk artikel-artikel lepas yang dipublikasi di media massa. Di antara penelitian yang membahas hubungan dunia penerbitan Islam dan situasi sosial politik Indonesia adalah tulisan C. W. Watson berjudul “Islamic Books and Their Publishers: Notes on The Contemporary Indonesian Scene,” 22 Robert W. Hefner berjudul Robert Hefner, “Print Islam: Mass Media and Ideological Rivalries among Indonesians Muslims,” 23 dan tulisan Dale F. Eickelman dan Jon Anderson dengan judul “Print Islam and the Prospect for Civic Pluralism: New Religious
Writings
and
their
Audiences,”1997). 24
Watson
berusaha
menggambarkan ide-ide Islami dan topik-topik bahasan yang beredar di tengah masyarakat Muslim Indonesia kontemporer yang kerap kali luput dari amatan penelitian-penelitian yang cuma fokus pada elit politik kelompok Islam di pusat. Watson juga berusaha melukiskan geliat generasi baru Islam Indonesia dalam memperjuangkan identitasnya di ranah sosial-politik. Adapun Heffner mencoba mengaitkan media cetak Islam dan pertarungan ideologis yang berlangsung di dalam masyarakat Islam Indonesia. Golongan Islam konservatif cenderung mengidentifikasi diri dengan media Islam tertentu sementara golongan yang lebih moderat dengan media Islam lain. Sedangkan Eickelman dan Anderson melihat dunia cetak secara umum di Indonesia tidak bisa dilepaskan oleh paham pluralisme yang dimungkinkan oleh ideologi Pancasila. Buku-buku Islam yang terbit di masa Orde Baru cenderung mengusung gagasan pluralisme yang dalam pengalaman
22
C. W. Watson, “Islamic Books and Their Publishers: Notes on The Contemporary Indonesian Scene,” dalam Journal of Islamic Studies 16:2 (2005) hlm. 177 dan 210;. 23 Robert Hefner, “Print Islam: Mass Media and Ideological Rivalries among Indonesians Muslims, Indonesia, 87, 1997 24 Eickmann, Dale dan Jon. W. Anderson, “Print Islam and the Prospect for Civic Pluralism: New Religious Writings and their Audiences,” Journal of Islamic Studies, 8: 1 (1997)
20
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
negara-negara Islam lain, terutama yang di Timur Tengah, agak sulit digulirkan. Hal yang belum didalami lebih jauh oleh ketiga penulis ini, terutama oleh Watson yang melakukan penelitian saat buku-buku Islam populer sudah sangat marak, adalah hubungan
konsumsi
buku-buku
ini
dengan
ekspresi
ideologi
serta
pola
keberagamaan generasi baru Islam Indonesia yang tidak bisa lagi dilihat berdasarkan kategori-kategori tradisional (Muhammadiyah atau NU, menerima asas tunggal Pancasila atau tidak, dan lain sebagainya). Terdapat
satu penelitian yang dapat dikatakan menjembatani kategori
pertama dan kedua, yaitu disertasi Dr. Abdul Munip yang kemudian dibukukan menjadi Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan
Buku
Berbahasa
Arab
di
Indonesia
1950-2004. 25
Dalam
penelitiannya, Munip memfokuskan diri pada seluk beluk penerbitan terjemahan buku-buku (kitab) berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia serta latar belakang historis yang memungkinkan proses tersebut. Dalam kesimpulannya Munip menyatakan bahwa meledaknya buku-buku Islam populer di Indonesia, termasuk yang terjemahan dari buku berbahasa Arab, dimungkinkan oleh faktor peningkatan taraf pendidikan masyarakat Muslim Indonesia yang bermula pada era 1980-an serta faktor pengebirian ideologi Islam oleh kekuasaan Orde Baru. Pengebirian ini mendesak
umat
Muslim
untuk
mencari
kanal-kanal
penyaluran
aspirasi
ideologisnya ke tempat lain selain jalur politik formal, salah satunya adalah pada media buku. 26
25
Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008 26 “Indikatornya antara lain meningkatnya penerbitan buku-buku agama, ceramah-ceramah, seminar ilmiah, aktivitas keagamaan di kampus-kampus, padatnya jamaah masjid, semaraknya pengajian di kantor-kantor pemerintah maupun swasta, hingga meriahnya fashion show busana Muslimah di hotelhotel berbintang. [...] Bagian Perpustakaan dan Dokumentasi Majalah Tempo dalam surveynya (1987) menyimpulkan bahwa kecenderungan bacaan 1980-an adalah cermin meningkatnya kajian keagamaan. Dari sebanyak 7.241 judul buku yang dihimpunnya sejak tahun 1980, buku-buku yang bertema agama jumlahnya 19.949. Dari jumlah terakhir itu, sebanyak 1374 (70,5%) adalah buku bertemakan Islam, baik
21
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sementara penelitian yang secara khusus mencermati maraknya bukubuku Islam populer di Indonesia dalam konteks geliat industri perbukuan tanah air di antaranya adalah di antaranya adalah dari Haidar Bagir berjudul “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim ” 27 dan “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional” 28 dan Novriantoni berjudul “Membaca Peta Industri Perbukuan Islam,” 29 dan Phillip J. Vermonte berjudul “Penerbitan Islam di Indonesia: Menuju Sebuah Print Culture?”. 30 Haidar Bagir, yang juga merupakan pendiri dan direktur Penerbit Mizan, secara eksplisit memandang positif perkembangan industri perbukuan Islam Indonesia, terutama dari perspektif ekonomi. Dia menyatakan “Dilihat dari sudut pandang apa pun, penulis kolom ini berpendapat bahwa ini adalah perkembangan yang positif. Ia mendukung demokratisasi informasi dengan memperkaya tawaran informasi yang dilempar ke pasar bebas informasi. Ia juga dapat memperkuat ketahanan ekonomi bangsa. Ya, kekuatan ekonomi yang dapat dilahirkan oleh industri kreatif Islam ini --kalau tidak sekarang, di masa depan-- dapat terbukti merupakan salah satu pilar penting penyangga ekonomi kita. Hal ini sekaligus menunjukkan keuletan dan etos ekonomi dan bisnis kaum santri di Indonesia.” 31 (Cetak miring dari penulis)
Sedangkan kelompok sosial yang dianggap Bagir berada di balik geliat perbukuan Islam ini adalah “kelompok kelas menengah Muslim” yang berasal dari “kelompok yang dulunya tradisional dan berasal dari kelompok psikososial yang ‘bawah’ di satu sisi, dan kelompok ‘born again Muslim’ di sisi lain.” dari penulis Muslim Indonesia maupun terjemahan atau saduran dari penulis asing.” Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008, hlm. 184186. 27
Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra edisi khusus (7 September
2011) 28
Haidar Bagir, “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional”, diakses dan diunduh dari situs Mizan.com tanggal 16 November 2009, pernah dimuat dalam Tempo, edisi 19-26 Mei 2008 29
Novriantoni, “Membaca Peta Industri Perbukuan Islam”, dalam situs Jaringan Islam Liberal, edisi 19 Maret 2007, diakses dan diunduh 13 Mei 2009. 30 Phillip J. Vermonte, “Penerbitan Islam di Indonesia: Menuju Sebuah Print Culture?” dalam Rizal Sukma dan Clara Joewono (ed.), Gerakan & Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer, Jakarta: CSIS, 2007 31 Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra edisi khusus (7 September 2011), hlm. 127.
22
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dalam artikelnya ini, Bagir memang sudah menyinggung apa yang jadi topik utama penelitian ini dengan mengatakan bahwa kelompok kelas menengah Muslim ini memiliki “kebutuhan baru untuk menunjukkan identitas keislaman yang lebih kental.” 32 Hanya saja apa yang melatari kebutuhan itu serta gambaran yang lebih konkret tentang identitas keislaman yang dimaksud belum sempat dia sampaikan. Hal ini bisa dimaklumi mengingat ruang dan konteks tulisannya sebagai artikel di sebuah majalah umum. Dia hanya menyinggung dalam sebuah kalimat pendek apa bisa dijadikan kata kunci untuk meneruskan pembicaraan tentang identitas keislaman yang dia maksud: “Bahkan bisa dikatakan, ia harus memenuhi berbagai syarat yang dapat menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup Muslim modern.” 33 Ada pun tulisan Novriantoni, seorang penulis yang aktif di komunitas Jaringan Islam Liberal Jakarta, dan Phillip J. Vermonte, seorang sosiolog dan peneliti ADB dari Filipna, memakai cara pandang yang lebih dikotomis dan terangterangan dibanding Haidar Bagir ketika melihat kelompok pembaca yang mengonsumsi buku-buku Islam populer. Mereka membedakan segmen pembaca menjadi golongan elit-terpelajar dan golongan awam, di mana buku-buku swabantu Islami dimasukkan ke dalam kategori buku populer Islam dan diandaikan paling banyak dikonsumsi oleh golongan awam. Secara khusus tulisan Vermonte memang berniat menjawab pertanyaan sosiologis apakah maraknya buku-buku
32
Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra edisi khusus (7 September 2011), hlm. 127. 33
Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra edisi khusus (7 September 2011), hlm. 127. Di bagian akhir tulisannya yang kedua, Haidar menyatakan demikian: “Inilah suatu perkembangan yang membesarkan hati, kalau saja pemikiran dan praktik Islam yang diwakilinya dapat tetap memelihara sifat modern, rasional, dan terbuka dari agama ini. […] Semangat zaman tampaknya akan berpihak pada kecenderungan seperti ini. Dengan demikian, ada harapan besar bahwa Islam dan buku-buku Islam di negeri ini akan berperan positif dalam menjamin kelanjutan kebangkitan dan tegaknya nation Indonesia yang multikulturalistik, maju, dan damai, tanpa kehilangan identitas religiusnya.” Lihat Haidar Bagir, “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional”, diakses dan diunduh dari situs Mizan.com tanggal 16 November 2009, pernah dimuat dalam Tempo, edisi 19-26 Mei 2008. (Cetak miring dari penulis).
23
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Islam populer itu menandai kemunculan budaya cetak (print culture) di tengah masyarakat Indonesia di mana peran ulama merosot karena umat berusaha mencari pengetahuan keagamaan secara mandiri? Sayangnya pertanyaan ini tidak dijawab Vermonte dengan memuaskan, karena yang justru ditonjolkan dalam tulisannya adalah kategorisasi buku-buku keislaman secara umum dan segmen pembaca masing-masing –hal yang lebih-kurang juga dilakukan Novriantoni. Nampaknya Vermonte mengandaikan adanya hubungan ketergantungan langsung antara ulama dan umat, jika umat tidak lagi sering berinteraksi dengan ulama, dengan sendirinya peran ulama dianggap merosot. Sedangkan Novriantoni menakar terlalu rendah apa yang dia sebut segmen pembaca awam hanya karena mereka tidak membaca buku-buku Islam yang “berat-berat.” Selanjutnya buku berjudul Declare! Dari Balik Dapur Penerbit-penerbit Jogja karangan Adhe 34 memaparkan informasi dan data-data tentang apa yang terjadi di “dapur” penerbitan buku. Meski penelitian yang melahirkan buku ini menyoroti penerbit-penerbit di Yogyakarta dan tidak membedakan antara penerbit yang cuma menerbitkan buku bertema Islam dan yang tidak, namun dia dapat memberikan gambaran yang lumayan utuh tentang nasib sebuah buku semenjak masih berupa “gagasan” yang ada di kepala penulis sampai terpampang di ruang pajang atau rak toko buku. Hal terpenting yang bisa diambil dari penelitian Adhe ini adalah dia menyodorkan sebuah kenyataan tak terbantahkan bahwa apa pun jenis dan bentuknya, apa pun dalih dan motif yang diklaim mendasari produksinya, buku adalah barang dagangan. 35 Yang perlu diselidiki lebih jauh lagi adalah apa yang
34
Adhe. Declare! Dari Balik Dapur Penerbit-penerbit Jogja. Yogyakarta: KPJ (Komunitas Penerbit Jogja), 2007. 35
“Penerbitan adalah salah satu jenis pekerjaan ang juga tidak luput dari dipakainya hukumhukum dagang. Yang agak membedakannya dengan jenis aktivitas bisnis lainnya hanyalah sifat dari produk penerbitan yang sekaligus bermuatan wacana serta pengetahuan sehingga terkesan lebih bernilai
24
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
membuat satu spesies dagangan lebih laku dari spesies lain, meski dari jenis yang sama, sehingga pedagang berlomba-lomba memproduksi dan menjual spesies tersebut? Pertanyaan di atas seakan terjawab oleh tulisan yang tercakup ke dalam kategori penelitian ketiga, yang menyoroti kaitan literatur swa-bantu dengan masyarakat Indonesia. Tulisan tersebut berjudul “Buku Apa Yang Dibaca Bangsa Kita?: Refleksi 1 Abad Kebangkitan Nasional” 36 dari Arif Toga yang pernah menjadi pimpinan Toko Buku Diskon Toga Mas Yogyakarta. Berdasarkan analisisnya atas data-data kuantitatif angka penjualan di toko buku yang dia kelola, dia menyimpulkan bahwa 62% eksemplar buku yang diminati/laku hanya berasal dari sebagian kecil (10%) jenis buku yang dipajang di Toga Mas Yogyakarta (80 jenis buku). Jumlah 62% itu disumbang secara berurutan oleh: “golongan buku computer, komik, novel, agama, majalah, motivasi, psikologi, dan keterampilan praktis.” 37 Dua hal menarik yang perlu dicatat dari penelitian Arif Toga terkait dengan topik penelitian penulis: pertama, yang laku dari buku-buku golongan agama kategori non-generik (yakni buku-buku yang bukan teks kanonik seperti al-Quran, kitab doa, tuntutan shalat dan ibadah wajib lain) adalah “buku yang judulnya selalu memakai kata ‘menguak’, ‘mukzizat’, ‘keajaiban’, ‘rahasia’, atau ‘misteri’. … Sementara yang laku dari golongan motivasi adalah “buku self improvement atau how to yang bersaudara erat dengan dunia multilevel marketing [dan] buku tentang meraih kesuksesan dan menjadi kaya raya. Jargon-jargon yang membalutnya
dibanding produk dagang lainnya.” Lihat Adhe. Declare! Dari Balik Dapur Penerbit-penerbit Jogja. Yogyakarta: KPJ (Komunitas Penerbit Jogja), 2007, hlm. 315-316. 36
Arif Toga Mas, "Buku Apa yang Dibaca Bangsa Kita?", dimuat dalam blog Tangkai Padi, milik Ahmad Fikri AF. diakses dan diunduh 10 05 2010. Tulisan ini pada mulanya adalah pengantar Pameran Buku IKAPI DIY 2008. 37 Arif Toga Mas, "Buku Apa yang Dibaca Bangsa Kita?", dimuat dalam blog Tangkai Padi, milik Ahmad Fikri AF. diakses dan diunduh 10 05 2010.
25
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
adalah terminologi seperti cepat, mudah, memenangkan, menguasai, dan semacamnya.” Kedua, kekhawatiran Arif Toga sebagai pengamat sekaligus pelaku industri perbukuan ketika mencoba mengaitkan budaya konsumsi buku dengan teori budaya massa Dominique Srinati yang dia kutip dalam tulisannya bahwa “budaya massa adalah suatu kebudayaan yang kurang memiliki tantangan dan rangsangan intelektual, lebih cenderung pada pengembaraan fantasi tanpa beban dan pelarian.” 38 Dia mengkhawatirkan “budaya massa berpotensi mengancam peranan buku sebagai salah satu media pencerdasan bangsa. Buku yang dipilih dan dibaca sebagian besar masyarakat (penyeragaman rasa) adalah buku yang kurang memiliki tantangan intelektual. Buku akan dihadirkan (diiming-imingkan, dijejalkan) untuk dikonsumsi seperti komoditi lain di budaya massa.” 39 (cetak miring dari penulis)
Secara ringkas, Arif khawatir –setengah memastikan– bahwa pembaca Indonesia mengonsumsi buku yang tidak bermutu karena sudah mengalami penyeragaman pasar. Jika logika di balik kekhawatiran ini diteruskan, salah satu kesimpulan yang akan diperoleh adalah bahwa kebanyakan pembaca buku-buku yang laku itu adalah orang-orang “bodoh,” sebab bacaan mereka tidak memiliki “tantangan intelektual” 40 Sayangnya dalam tulisan ini tidak ditemukan penjelasan tentang kebodohan macam apa yang diidab sebagian besar pembaca buku-buku tersebut. Kalau pun berdasarkan kerangka teoretis yang dijadikan Arif Toga sebagai dasar kekhawatirannya kesimpulan tersebut diterima, masih tetap diperlukan penelitian lebih lanjut perihal apa yang membuat buku-buku itu begitu
38
Arif Toga Mas, "Buku Apa yang Dibaca Bangsa Kita?", dimuat dalam blog Tangkai Padi, milik Ahmad Fikri AF. diakses dan diunduh 10 05 2010. 39
Arif Toga Mas, "Buku Apa yang Dibaca Bangsa Kita?", dimuat dalam blog Tangkai Padi, milik Ahmad Fikri AF. diakses dan diunduh 10 05 2010. 40 Arif Toga menutup tulisannya dengan sebuah pertanyaan retoris: “…jika disandingkan dengan data golongan buku yang paling diminati, lalu budaya konsumsi buku masyarakat yang ikut-ikutan (massif) dan keseragaman rasa, serta ancaman atas peranan buku sebagai media pencerdasan bangsa dari realitas media dan konsumsi yang mengabaikan nilai-nilai intelektualitas, maupun mode of consumption masyarakat saat ini yang rawan eksploitasi, maka pertanyaannya adalah sudah cerdaskah kita? Atau sudah merdekakah kita?” Lihat Arif Toga Mas, "Buku Apa yang Dibaca Bangsa Kita?", dimuat dalam blog Tangkai Padi, milik Ahmad Fikri AF. diakses dan diunduh 10 05 2010.
26
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diminati oleh khalayak pembaca yang “bodoh”? Apakah memang pembaca “bodoh” yang akhirnya terbentuk ketika membaca buku-buku itu? Tulisan lain yang memiliki pandangan atau kesimpulan lebih kurang sama dengan Arif Toga, namun dengan nada yang lebih cemas lagi adalah tulisan Taufiq Rahman, wartawan The Jakarta Post, berjudul “Kunci Sukses dalam Berkarir.” 41 Kecemasan akut Rahman tercermin dalam petikan berikut: “[…] sudah saatnya kita membicarakan secara jujur dan terbuka bahwa ada yang salah kalau semua orang merasa perlu untuk membaca buku-buku motivasional untuk mencari panduan dan inspirasi dalam hidup, memasang kutipan-kutipan yang di akhiri dengan salam aneh di media sosial dan menyaksikan siaran-siaran televisi yang meneriakkan kata-kata indah tentang bagaimana menjalani hidup dan sukses mengumpulkan uang adalah kunci menuju kebahagiaan.” 42 (cetak miring dari penulis).
Rahman dengan tegas mengatakan buku swa-bantu itu ibarat kupon lotere, karena “berpretensi untuk menjanjikan perubahan dalam hidup,” dan sekarang “cenderung untuk membungkus dirinya dengan aura spiritualisme, atau paling tidak berpretensi menjadi universal sebagaimana layaknya agama.” 43 Dengan mengutip buku Self-Help Inc. karangan Angie McGee yang telah disinggung di muka, Rahman mengamini kesimpulan bahwa di dalam kondisi susah, seperti yang terjadi di era resesi Amerika tahun 1930-an yang jadi latar belakangan sosial-ekonomi meledaknya genre buku ini di Amerika sebagaimana yang diterliti McGee, orang memerlukan spiritual boosterism atau penyemangat spiritual. “Kalau Marx mengatakan agama itu candu bagi orang miskin, maka mantra-mantra self-help, dengan janji eskapisme dan perbaikan diri, justru mungkin candu palsu dengan kualitas rendah ” 44
41
Taufiq Rahman, “Kunci Sukses dalam Berkarir,” dimuat 22 Februari 2012 dalam situs The Jakartabeat.net edis. Diakses dan diunduh 23 Februari 2012. 42
Taufiq Rahman, “Kunci Sukses dalam Berkarir,” dimuat 22 Februari 2012 dalam situs The Jakartabeat.net edis. Diakses dan diunduh 23 Februari 2012. 43
Taufiq Rahman, “Kunci Sukses dalam Berkarir,” dimuat 22 Februari 2012 dalam situs The Jakartabeat.net edis. Diakses dan diunduh 23 Februari 2012.
27
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Apa yang dituju oleh kritikan pedas Taufiq Rahman adalah apa yang dia sebut sebagai “asumsi terbesar dan yang paling salah” dalam literatur swa-bantu, yaitu menganggap manusia hanya sebagai homo economicus. Dengan hanya menyasar individu yang “haus” kesuksesan dan kekayaan, “kandungan literatur swa-bantu kehilangan kemampuan melihat bahwa pengangguran, gaji rendah, kemampuan komunikasi yang terbatas sangat mungkin dihasilkan oleh masalah struktural dan sistemik di luar diri setiap individu. 45 ” Meski kesimpulan Taufiq Rahman nyaris tak terbantahkan, namun pertanyaan naif yang tersisa adalah terkait dengan agama. Apakah ajaran dan doktrin agama secara umum, dan Islam secara khusus, memang hanya jadi dalih dan kedok untuk memperalat individu agar mau mengkesploitasi dirinya untuk kepentingan keuntungan individu yang lebih punya modal? Apakah tradisi ajaran dan doktrin agama yang telah berusia ribuan tahun tidak punya daya sedikit pun sehingga hanya jadi macan ompong ketika dikendalikan oleh kepentingan ekonomi? Ataukah proses pembajakan agama ini bisa jadi akan melahirkan pemeluk-pemeluk “jenis baru” yang sebelumnya belum pernah ada dalam sejarah? Penelitian yang akan dilakukan penulis dalam tesis ini akan mencoba menjajaki pertanyaan terakhir di atas. Tulisan Akh. Muzaki, dosen di IAIN Sunan Ampel Surabaya dan peneliti di P3M, berjudul “Popular Islamic book a trendsetter” kiranya dapat dinilai akan mengarahkan ke sana. Dia menyatakan “Popular Islamic publications have an important role in constructing a certain Islamic intellectual tradition among ordinary Muslim communities. This intellectual tradition of religious beliefs refers not only to the transmitting of the tradition of the sacred text itself, but also to the determining of variants within the interpretation and understanding of the text within communities. Borrowing the terms of Edward Shils, popular Islamic books along with a process of transmission of Islamic teachings, reflect the so-called "recurrent reaffirmation" of
44 Taufiq Rahman, “Kunci Sukses dalam Berkarir,” dimuat 22 Februari 2012 dalam situs The Jakartabeat.net edis. Diakses dan diunduh 23 Februari 2012. 45 Taufiq Rahman, “Kunci Sukses dalam Berkarir,” dimuat 22 Februari 2012 dalam situs The Jakartabeat.net edis. Diakses dan diunduh 23 Februari 2012. (Cetak miring dari penulis).
28
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
certain traditions by means of artifacts and symbols (in writing and publication).” 46 (Cetak tak-miring dari penulis).
Dari kutipan di atas terdapat celah yang akan dimasuki penelitian ini. Bukankah proses konstruksi (“constructing”) tradisi dan proses peneguhan ulang yang selalu terjadi (“recurrent reaffirmation”) di sisi lain akan menghasilkan Muslim “baru”?
Di
satu
sisi
dia
tetap
Islam
karena
terus
meneguhkan
ulang
keMuslimannya, sementara di sisi lain dia menjadi baru karena proses “konstruksi” identitas yang menentukan tafsiran dan pemahamannya atas teks-teks ajaran agama. Secara umum, jika dilihat dari sudut pandang yang dipakai para peneliti dalam kepustakaan yang telah ditinjau di atas terlihat dua macam pembacaan terhadap fenomena maraknya buku-buku swa-bantu Islami dan kaitannya dengan masyarakat Muslim Indonesia: sudut pandang pengamat dan sudut pandang pemangku kepentingan dunia perbukuan itu sendiri. Pengamat hampir selalu mengaitkan geliat industri perbukuan Islam ini dengan situasi sosial-politik yang menaungi umat Islam Indonesia di paruh terakhir abad ke-20: bahwa selama Orde Baru aspirasi politik mereka tersumbat dan setelah reformasi mendapat momentum untuk bersuara dengan bebas. Mereka juga nyaris satu suara memandang secara elitis buku-buku Islam populer sebagai produk budaya populer yang berkualitas rendah, tidak merangsang dan menantang intelektual pembacanya. Para pengamat ini biasanya berpretensi untuk netral dalam membaca gelagat ini, seakan hanya melukiskan suatu keadaan kelas di mana para murid tiba-tiba heboh dan ribut berceloteh menunggu guru lain pada masa pergantian jam pelajaran.
46 Akh. Muzaki, “Popular Islamic book a trendsetter,” dalam The Jakarta Post edisi 3 Agustus 2008. Diakses dan diunduh dari situs resmi The Jakarta Post 04 April 2010.
29
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sementara pandangan pemangku kepentingan justru lebih berterus terang dengan mengatakan bahwa geliat industri perbukuan ini adalah keadaan yang perlu disyukuri karena umat Islam Indonesia ternyata juga bisa kreatif. Yang masih harus dibicarakan lagi adalah orang Islam seperti apa yang tengah dikreasi atau terbentuk melalui industri ini dan melalui apa pembentukan itu?
E. Kerangka Teoretis 1. Teori Subjektivitas Lacanian dan Konsep-konsep Terkait Persoalan konseptual mendasar yang menantang penulis dalam merancang kerangka teoretis untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan di atas adalah bagaimana menjelaskan lika-liku terbentuknya subjektivitas seorang Muslim oleh wacana swa-bantu yang terdapat dalam buku-buku swa-bantu Islami. Secara teoretis yang ingin dijelaskan penelitian ini adalah proses konstruksi subjektivitas oleh bahasa, karena –seperti yang ditegaskan Lacan– “What I’m trying to articulate […] is that what dominates (society) is the practice of language,” sementara bentuk praktik itu adalah wacana sebagai “a necessary structure that subsists in certain fundamental relations and thus conditions every speech act and the rest of our behavior and actions as well.” 47 Lacan memahami subjektivitas tidak hanya menggunakan asumsi dasar tentang
manusia
sebagai
makhluk
pencari
kesenangan/kenikmatan,
sebagaimana cetusan revolusioner Freud, tapi juga mengaitkan asumsi dasar tersebut dengan bahasa. Dalam teori subjektivitas Lacanian, selain sebagai subjek pemburu kenikmatan/kesenangan (pleasure), subjek juga adalah efek bahasa karena dia adalah makhluk berbicara (speaking being). Sederhananya: 47
Dikutip Mark Bracher, "On the Psychological and Social Functions of Language: Lacan's Theory of the Four Discourses," dalam Mark Bracher et.al., (eds) Lacanian Theory of Disccourse: Subject, Structure, and Society, New York: New York University Press, 1994, hlm. 107.
30
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
seseorang dianggap sebagai “memang-orang” jika dia berkata-kata dengan bahasa yang dikuasainya karena menginginkan sesuatu yang membuatnya senang. Subjek dikatakan sebagai efek bahasa karena apa yang diinginkan seseorang untuk mendapatkan kenikmatan/kesenangan dipelajari dari orang lain melalui medium bahasa. Teori subjektivitas Lacan berkisar pada hubungan subjek dengan orang lain (Liyan), karena pada prinsipnya apa yang diinginkan seseorang untuk mendapatkan kesenangan selalu merupakan pilihan-pilihan tawaran dari orang lain. Namun persoalannya, tawaran-tawaran dari orang lain ini pada dasarnya adalah permintaan mereka supaya seseorang menginginkan apa yang ditawarkan. Hubungan antara keinginan subjek dengan permintaan Liyan ini menyisakan suatu keinginan yang tak bisa dipenuhi oleh tawaran-tawaran itu. Keinginan yang tak terpenuhi itulah yang disebut hasrat, suatu konsep yang teramat penting dalam psikoanalisis Lacanian. Karena keinginan yang tak terpenuhi itu tetap terasa, maka subjek akan mencari-cari pemenuhannya di dalam tawaran-tawaran permintaan Liyan. Tawaran-tawaran ini disediakan Liyan dalam bentuk bahasa yang unit terkecilnya adalah penanda-penanda. Dengan kata lain, subjek mencari-cari pemenuhan hasratnya di dalam rangkaian penanda yang tersedia dalam bahasa. Liyan yang berwujud bahasa ini disebut Liyan Simbolis oleh Lacan. Keadaan ini membuat hasrat seorang subjek sebenarnya adalah hasrat orang lain. Pencarian subjek ini tidak akan pernah berhenti karena apa yang akan memuaskan hasratnya mustahil diperoleh dalam bentuk rangkaian penanda simbolis –dalam bentuk makna. Apa yang mustahil disimbolisasi namun dihasrati inilah yang diistilahkan dengan objet petit a.
31
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Subjek tidak akan berhasil menemukan apa yang akan memuaskan hasratnya (objet petit a) dalam bahasa (Liyan Simbolis) karena bahasa memang tak menyediakannya. Dengan kata lain, Liyan Simbolis berkekurangan (lack). Meski bahasa menyediakan kata “cinta,” namun pernyataan “Aku cinta kamu” kepada seorang kekasih oleh pasangannya tak akan bisa membuat si pasangan berhenti menghasrati kekasihnya. Tetap saja ada sesuatu di dalam diri si kekasih yang diinginkan si pasangan, sesuatu yang melebihi makna yang diwakili kata “cinta” tadi, bahkan melebihi diri si kekasih itu sendiri. Dengan demikian, hasrat bisa muncul jika seseorang mengalami bahasa (Liyan simbolis) sebagai sesuatu yang berkekurangan (lack), dalam arti tak mampu menyediakan makna yang akan memenuhi hasrat sekali dan untuk selamanya. Wujud dari pengalaman akan kekurangan Liyan ini dalam psikoanalisis Lacanian disimpulkan pada pertanyaan “Apa yang kamu mau?” Pertanyaan ini muncul karena subjek mengalami Liyan –dalam hal ini bahasa– juga berkekurangan dan karena itu juga berhasrat akan sesuatu. Agar subjek tidak jadi permainan hasrat Liyan Simbolis, dia harus memisahkan hasratnya dari hasrat Liyan. Dia harus menghasrati sesuatu yang tidak dihasrati oleh orang lain. Ketika Liyan menawarkan sesuatu yang dia hasrati lewat permintaan ini dan itu kepada subjek untuk dia hasrati pula, si subjek harus berani mengatakan “Yang kuinginkan bukan ini dan bukan yang itu.” Kebuntuan yang terjadi akibat jawaban “bukan ini dan bukan itu” ini harus diselesaikan dengan fantasi. Dengan fantasi subjek menghadapi objet petit a yang enigmatik. Dia membayangkan objet petit a yang mustahil diungkapkan lewat penanda bermakna. Apa yang difantasikan inilah yang kemudian mengarahkan subjek untuk melampaui fantasi agar sampai pada suatu keadaan di mana kenikmatan
32
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
(jouissance) yang dia peroleh tidak lagi terikat dengan makna yang ditawarkan Liyan Simbolis. Keadaan yang nikmat itu adalah being-nya si subjek. Di sini yang jadi kunci adalah pelampauan fantasi supaya sampai pada being. Namun ada satu keadaan di mana subjek berhenti pada fantasi –tidak melampauinya– dan kemudian kembali berpegang pada makna-makna yang ditawarkan Liyan Simbolis untuk memuaskan hasratnya. Ini terjadi karena pelampauan fantasi adalah kerja keras yang harus dilakukan subjek mengingat status objet petit a yang enigmatik. Kerja keras tidaklah enak (unpleasure), yang enak adalah tinggal memungut penanda-penanda mengandung makna yang ditawarkan Liyan. Dengan kata lain, ada kenikmatan tersendiri yang dialami subjek ketika dia membiarkan dirinya jadi bulan-bulanan permintaan Liyan Simbolis lewat makna. Penanda-penanda yang dipungut subjek yang tak mau melampaui fantasi itu akan menjadi fetis ketika dia dipakai untuk menambal kekurangan (lack) yang juga dialami oleh Liyan Simbolis. Sesuatu yang akan memuaskan hasrat Liyan disebut falus maternal. Ketika subjek menyangkal bahwa pada hakikatnya Liyan Simbolis berkekurangan, lalu mencari-cari objek yang dia jadikan falus maternal, saat itu si subjek menjadi perversi. Perversi adalah subjek yang menyangkal Liyan berkekurangan dengan cara mengambil suatu objek tertentu untuk penutupnya (falus maternal). Jika yang dia jadikan objek penambal itu adalah objek, maka objek itu menjadi fetis, dan dia disebut subjek fetisis. Jika yang dia jadikan objek itu adalah dirinya sendiri, maka disebut subjek masokis. Sementara kalau subjek lain yang dia jadikan objek falus maternalnya, dia menjadi subjek sadis.
33
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Teori pengetahuan Lacanian dan Konsep-konsep Terkait Pengetahuan dalam konsepsi psikoanalisis Lacanian terkait dengan pelampauan fantasi. Pelampauan fantasi ditentukan oleh terikat atau tidaknya subjek pada makna di tataran simbolis. Jika pengetahuan yang beredar di dunia simbolis –dalam wujud rangkaian penanda bermakna– mampu mendorong subjek melahirkan makna baru, artinya mendorongnya berfantasi untuk kemudian dilampaui, maka pengetahuan itu disebut Lacan dengan savoir. Tapi jika pengetahuan dalam bentuk rangkaian penanda itu membuat subjek menemukan keidentikan antara keinginannya dengan makna yang tersedia, pengetahuan itu disebut Lacan dengan connaissance (pengetahuan imajiner). 48 Subjek-mengetahui dalam savoir (pengetahuan simbolis) adalah subjek ketidaksadaran (subject of unconsciousness) karena subjek inilah yang bisa berfantasi dan melampauinya. Pelampauan fantasi bisa terjadi karena adanya dialektika hasrat antara subjek dengan hasrat Liyan. Hasrat subjek yang menghantarkannya pada fantasi muncul akibat adanya represi yang datang dari permintaan-permintaan Liyan Simbolis lewat bahasa. Represi adalah hal yang membuat manusia mampu berbohong dengan menyatakan kebenaran. Dalam ilustrasi sederhana, prinsip ini dapat dinyatakan demikian: ketika seseorang yang bersedekah karena mengetahui –berkat bahasa– aturan normatif moral, ditanya mengapa dia bersedekah tentu akan menjawab “Bersedekah adalah wujud rasa kasihan saya pada sesama.” Dari sudut psikoanalisis, dengan kejujuran ini dia bisa jadi berbohong, sebab alasan sebenarnya dia bersedekah adalah ingin merasakan nikmatnya berkuasa saat melihat wajah berseri si fakir saat menerima pemberiannya. Subjek yang berbohong dengan mengatakan 48
Bagian ini mendapat inspirasi teoretis dari buku Kirsten Campbell Jacques Lacan and Feminist Epistemology, terutama Bab II, “Lacanian Epistemologies.” Lihat Kirsten Campbell, Jacques Lacan and Feminist Epistemology, London: Routledge, 2004, hlm. 25-58.
34
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kebenaran
demi
mendapat
kenikmatan
inilah
yang
disebut
subjek
ketidaksadaran. Sementara subjek yang menyatakan secara sadar dan rasional –sebab ingin patuh pada aturan normatif– adalah subjek kesadaran, yang merupakan subjek connaissance. Connaissance
adalah
pengetahuan
yang
membuat
seseorang
menganggap dapat mengenali realitas, termasuk dirinya sendiri, dengan kesadaran penuh dan secara objektif. Anggapan ini hanyalah ilusi, karena keobjektifan itu muncul akibat ilusi kemapanan makna. Makna di tataran simbolis (bahasa) sesungguhnya tidak mapan. Dia terkesan mapan karena campur tangan satu penanda yang berfungsi mengikat rangkaian penanda menjadi satu kesatuan yang punya makna. Penanda yang memiliki fungsi seperti ini disebut Lacan dengan point de capiton. Karena sifatnya yang ilusif, Lacan menyebut pengetahuan ini dengan meconnaissance (misrecognition): salah anggap. Anggapan keliru tentang adanya kemapanan makna ini bersifat imajiner seperti imajinernya anggapan seorang bayi yang berada di depan cermin mengira image yang tampak di cermin merupakan dan sama dengan dirinya. Itulah mengapa pengetahuan ini disebut pengetahuan imajiner. Karakter dari connaissance adalah narsistik-agresif, karena dalam connaissance, hubungan seseorang (ego) dengan apa yang dia ketahui adalah hubungan penguasaan (mastery) demi dirinya sendiri. Sementara cara kerjanya adalah identifikasi imajiner, sebab hubungan seseorang dengan apa yang dia ketahui pantul memantulkan (spekular). Sehingga hubungan seseorang dengan yang
diketahuinya
terperangkap
dalam
hubungan
menguasai
dan
mengobjektifikasi.
35
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan uraian di atas, 49 dalam penelitian ini subjektivitas dipahami sebagai sesuatu yang ditawarkan atau datang dari luar, bukan sesuatu yang sudah mapan sejak awal dalam diri seorang Muslim. Salah satu tawaran tersebut datang dalam wujud buku-buku yang mengandung wacana swa-bantu Islami. Pengertian subjektivitas sebagai bentukan dari luar ini intinya ingin menyatakan bahwa proses pembentukan subjektivitas selalu bertumpu pada bayangan yang dilihat subjek ketika bercermin (speculary character of the constitution of subjectivity). Penelitian ini akan menempatkan wacana buku-buku swa-bantu Islami yang diproduksi dan ditawarkan industri perbukuan Indonesia kepada subjek pembaca Muslim sebagai cermin tempat mereka melihat bayangan tertentu yang kemudian dia pakai sebagai identitasnya: tempat dia mengidentifikasi diri. 50
3. Metode a. Data Berdasarkan rumusan persoalan yang akan dijawab dan kerangka konseptual yang digunakan, maka jenis penelitian ini secara formal adalah penelitian produk kultural. Sementara bentuknya adalah analisis wacana dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis Lacanian. Sementara metode yang dipakai untuk mengumpulkan dan menganalisis data adalah gabungan teknik kualitatif dan kuantitatif.
49
Elaborasi lebih konkret atas kerangka teoretis dan konsep-konsep psikoanalisis lacanian ini disampaikan dalam bagian analisis di Bab IV. 50
Pengertian identifikasi dinyatakan Lacan dalam kutipan berikut: “It suffices to understand the mirror stage in this context as an identification, in the full sense analysis gives to the term: namely, the transformation that takes place in the subject when he assumes [assume] an image.” Jacques Lacan, “The Mirror Stage as Formative of the I Function as Revealed in Psychoanalytic Experience,” dalam Ecrits: The First Complete Edition in English, terjemahan Bruce Fink, New York: W.W. Norton and Company, 2006, hlm. 76.
36
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Data primer yang akan dijadikan pijakan tahapan analisis penelitian ini adalah judul-judul buku swa-bantu Islami dan wawancara mendalam. Judul-judul yang terkumpul adalah 12490: dari katalog online kategori agama di website resmi toko buku Gramedia 6969 judul dan Social Agency Baru (5521 judul). Dipilihnya katalog dari toko buku dan distributor besar untuk skala nasional ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang lebih kurang menyeluruh dari judul-judul buku yang beredar. Katalog toko buku, terutama Gramedia, dipilih karena diasumsikan buku yang didistribusikan lewat jaringannya dicetak dalam jumlah besar untuk ukuran kapasitas produksi rata-rata penerbit di Indonesia. Manajemen Gramedia memberlakukan kebijakan hanya menerima buku di atas 2500 eksemplar per judul untuk mereka distribusikan. Sementara katalog dari distributor dipilih karena penerbit-penerbit berkemampuan produksi rendah biasanya memasarkan produknya menggunakan jasa distributor, dan jumlah penerbit yang kemampuannya menengah kebawah ini lebih banyak dari penerbit bermodal kuat. Selanjutnya adalah data primer berupa hasil wawancara dengan para pelaku dunia perbukuan. Mereka adalah Hairus Salim (tokoh penerbit LKiS Yogyakarta); Bambang Trim (pengamat industri perbukuan nasional); Ashad Kusuma Djaya (pimpinan Penerbit Kreasi Wacana); Syahrial Dukat (pimpinan penerbit dan percetakan AK Grup Yogyakarta); Indra (pimpinan pelaksana dan editor kelompok penerbit AK Grup); Ade Makruf (praktisi penerbitan dan penulis buku Declare! Dari Balik Dapur Penerbitan Yogyakarta); Anwar Basit (ex-editor penerbit Insan Madani dan pemilik percetakan RGB Yogyakarta); Okdinata (karyawan Toko Buku Diskon Togamas Yogyakarta).
37
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Selain data primer di atas, penelitian ini juga akan memanfaatkan data sekunder sebagai pendukung. Data sekunder yang akan dipergunakan adalah keterangan, pengantar singkat, atau endorsment dari yang terdapat di sampul belakang buku. Karena data jenis ini hampir selalu disertakan di setiap judul buku di katalog online, maka dia diambil sejauh dirasa perlu. Selanjutnya adalah data-data dari kepustakaan yang berkaitan dengan topik penelitian dan pengalaman serta pengamatan pribadi penulis sebagai penerjemah lepas buku-buku bahasa Inggris untuk beberapa penerbit di Yogyakarta dan Jakarta dan sebagai editor tetap di Penerbit Kreasi Wacana Yogyakarta (2004-2011). b. Teknik Analisis Data-data yang terkumpul secara kualitatif akan diolah dan dianalisis dengan berpatokan pada masalah-masalah yang dibahas buku-buku swabantu Islami sebagaimana tergambar dari judul-judulnya untuk jenis data primer pertama dan pembahasan di dalam contoh-contoh dan ilustrasi di dalam jenis data primer kedua. Dengan kata lain, unit analisis pada data judul adalah kata-kata judul dan pada data buku adalah satu atau beberapa kalimat dalam paragraf ilustratif. Teknik ini dilakukan karena gugusan penanda utama dapat dikenali dan dikumpulkan lewat wacana yang menawarkan solusi atas masalah, sebab penanda tuan adalah penanda yang secara eksplisit mengatakan kepada subjek bahwa “Kamu adalah ini dan oleh karena itu harus begini!” 51 Dengan cara berangkat dari masalah yang dijanjikan akan dibahas dan ditawarkan pemecahannya oleh judul-judul ini, serta dengan membaca
51 Lihat Mark Bracher, Lacan, Discourse and Social Change: A Psychoanalytic Cultural Criticism, New York: Cornell University Press, 1993, hlm. 28
38
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ilustrasi-ilustrasi persoalan dalam masing-masing buku, maka siapa dan bagaimana pembaca yang dituju dengan sendirinya akan dapat diketahui. Diungkapkan
dengan
cara
lain,
data
akan
dikategorisasi
berdasarkan masalah yang dijanjikan akan dibantu penyelesaiannya oleh judul atau buku terkait. Relasi dalam gugusan penanda tuan yang muncul dari kategorisasi ini akan dianalisis untuk menemukan benang merah yang menyatukannya sehingga wacana dominan (fantasi) yang ditawarkan oleh wacana swa-bantu Islami dapat diketahui. Pada titik kategorisasi inilah metode kualitatif akan dilengkapi dengan perhitungan persentase masingmasing kategori (metode kuantitatif) untuk mendukung argumentasi hasil analisis. Sedangkan data wawancara akan dianalisis sejauh berkaitan dengan masalah “politik tema dan judul” dalam dunia perbukuan. Selain itu data ini dipergunakan sebagai latar belakang produksi tempat wacana swabantu buku-buku Islami berkembang sebagai bagian dari industri media.
F. Sistematika Pembahasan Bab I berisi pendahuluan yang memaparkan latar belakang pemilihan topik penelitian, perumusan masalah, serta kerangka teoretis yang dipakai untuk menjawab permasalahan penelitian. Bab II akan memberikan gambaran seluk-beluk proses pengadaan dan penyeleksian naskah dalam dunia penerbitan buku-buku Islam secara umum. Pembahasan akan difokuskan pada faktor-faktor penentu –semisal motif dan wewenang, pendek kata “politik judul dan tema serta perwajahan sampul buku ”– dalam proses keredaksian sebuah naskah sehingga menjadi buku yang diedarkan secara komersial.
39
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III akan memaparkan hasil temuan ketika mengklasifikasi judul-judul buku swa-bantu Islami, baik dari segi pembaca, masalah yang dibahas, bahasa yang dipakai, dan sebagainya. Bab IV akan berisi analisis tentang penanda utama dan jenis pengetahuan yang jadi tempat subjek pembaca Muslim mengidentifikasi diri. Setelah itu akan dipaparkan apa posisi penanda-penanda yang ada pada judul-judul itu bagi subjek dan apa posisi subjek bagi penanda tersebut. Bab VI Penutup.
40
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB II DINAMIKA EKONOMI-KULTURAL PENERBITAN BUKU-BUKU ISLAM POPULER DI INDONESIA
Bab ini mula-mula akan mengetengahkan sejarah singkat dunia penerbitan bukubuku Islam populer di Indonesia. Tujuannya adalah untuk memberikan latar belakang bagi pembahasan tentang buku-buku sebagai sebuah produk industri. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan pembicaraan tentang posisi buku di tengah kehidupan kultural-ekonomi masyarakat Indonesia secara umum. Pembahasan lebih dititikberatkan pada bagaimana kalangan produsen buku –pelaku industri penerbitan– memosisikan buku-buku yang diterbitkannya dalam hubungannya dengan masyarakat secara lebih luas. Pembahasan seperti ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang motif dan kepentingan ekonomis yang sebenarnya berada di balik aneka rupa buku-buku Islami populer yang beredar di pasaran.
A. Sekilas Sejarah Percetakan dan Penerbitan Buku-buku Islam di Indonesia Pembicaraan tentang penerbitan buku-buku Islam populer di Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari latar belakang sejarah penerbitan buku Islam secara umum di sepanjang abad ke-20. Sejak diperkenalkannya mesin cetak oleh VOC pada abad ke-17, usaha penerbitan buku memang sangat terkait dengan aktivitas di jalur keagamaan, di samping aktivitas di jalur pendidikan dan umum sebagai hiburan, sumber pengetahuan umum dan sebagainya.
41
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Buku Murah dan Sederhana untuk Kecerdasan Masyarakat ( Era Balai Pustaka sampai akhir 1970-an) Sejarah awal dunia penerbitan buku di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari pendirian Balai Pustaka yang kemudian tercatat sebagai tonggak sejarah sastra Indonesia modern. Balai Pustaka awalnya didirikan berdasarkan keputusan pemerintah kolonial HIndia-Belanda untuk membentuk suatu komisi yang mengurusi bacaan untuk masyarakat jajahan. Komisi ini didirikan tahun 1908 dengan nama Commissie Voor de Inlandsche Chool en Voklslectuur (Komisi Bacaan Rakyat). Pemerintah kolonial merasa perlu membentuk komisi ini sebagai respon bagi keadaan yang tercipta akibat diterbitkannya peraturan sensor baru pada tahun 1906. Peraturan baru ini menerapkan sensor pada bahan bacaan yang telah diproduksi dan tersebar. Penindakan atas pelanggaran ditujukan pada buku yang telah ada di tengah masyarakat. Sementara dalam peraturan sebelumnya, sensor diterapkan pada naskah buku sebelum
naik
cetak.
Akibat
dari
perubahan
peraturan
ini
adalah
berkecambahnya usaha percetakan dan penerbitan. Mereka berlomba-lomba memproduksi buku dan berusaha untuk tidak kena sensor. Hasilnya, pemerintah merasa perlu untuk membikin “perusahaannya” sendiri. Itulah Komisi Bacaan Rakyat. Nama komisi ini diubah menjadi Balai Pustaka pada tahun 1917. Menjelang kemerdekaan Indonesia, ratusan penerbit berdiri di berbagai kota di seluruh tanah air, mulai dari Aceh, Medan, Bukittinggi, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya sampai Ambon dan Ende. 1 Setelah bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, dunia perbukuan Indonesia berkembang lebih jauh. Di antara 1
Sebagai ilustrasi, di wilayah Sumatera bagian barat saja sampai dengan tahun 1939 terdapat 33 penerbit dan setidaknya 118 surat kabar. Lihat Sudarmoko, “Indonesia and the Malay World, 38:111, (2010), hlm. 186-187.
42
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
perkembangan yang cukup mencolok adalah makin dominannya terbitan bukubuku berbahasa Indonesia dan umumnya adalah cetak ulang. Sampai tahun 1950, misalnya, Balai Pustaka berhasil menerbitkan dan mencetak ulang 128 judul buku dengan tiras 603.000 ekslempar. 2 Dalam perkembangan yang sama, beberapa penerbit lain juga berdiri dalam periode ini untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan bahan bacaan. Di antara penerbit yang berdiri tak lama setelah Indonesia merdeka, tepatnya tahun 1949, adalah Pustaka Antara, Pustaka Rakyat (yang kemudian berganti nama menjadi Dian Rakyat) dan Penerbit Endang yang kesemuanya berlokasi di Jakarta dan penerbit Ganaco yang berlokasi di Bandung. 3 Salah satu momen penting dalam masa pasca-kemerdekaan adalah berdirinya IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) pada tanggal 17 Mei 1950. Saat awal berdirinya, IKAPI hanya beranggotakan 17 penerbit yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, seperti Medan, Bukittinggi, Padang, Jakarta, Bandung, Solo, Yogyakarta, Surabaya, dan kota-kota lain. 4 Peristiwa lain yang juga penting disebut terkait dengan dunia percetakan dan penerbitan buku di Indonesia pasca-kemerdekaan adalah pameran buku nasional pertama. Pameran ini diprakarsai oleh Haji Mas Agung, pendiri dan pemilik pertama Toko Buku Gunung Agung yang terkenal. “Saat peresmian NV Gunung Agung, Wie Tay membuat gebrakan dengan menggelar pameran buku pada 8 September 1953. Dengan modal Rp 500 ribu, mereka berhasil memamerkan sekitar 10 ribu buku. Tanggal ini yang kemudian dianggap sebagai hari lahirnya Toko Gunung Agung -yang juga menjadi hari kelahiran Wie Tay sendiri. Menggelar pameran buku, seolah 2
Ahmad Husen, "Kisah Tentang Buku (bag.2): Sekilas Perkembangan di Indonesia," dimuat dalam blog dua mata. 02 08 2006, diakses dan diunduh 10 04 2010. Sementara untuk membayangkan berapa judul yang dihasilkan Balai Pustaka sebelum kemerdekaan dapat dilihat keterangan Sudarmoko yang mengatakan bahwa antara tahun 1925 sampai 1941 Balai Pustaka menerbitkan sekitar 872 judul buku dengan berbagai bahasa Jawa, Melayu, Sunda, Belanda, dan Madura. Lihat Sudarmoko, “Indonesia and the Malay World, 38:111, (2010), hlm. 186. 3 Ahmad Husen, "Kisah Tentang Buku (bag.2): Sekilas Perkembangan di Indonesia," dimuat dalam blog dua mata. 02 08 2006, diakses dan diunduh 10 04 2010. 4 Eduard J. J. M. Kimman, Indonesian Publishing: Economic Organizations in a Langganan Society, West German: Holandia Baarn, 1981. Sedangkan anggota Ikapi sampai dengan awal tahun 2012 adalah 1009 penerbit. Sumber: Ikapi.org, diakses pada tanggal 27 Maret 2012.
43
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menjadi ‘trade mark’ bentuk promosi yang dilakukan Gunung Agung. Tahun 1954, Wie Tay mengadakan lagi pameran buku tingkat nasional bertajuk Pekan Buku Indonesia 1954. Pada acara inilah Wie Tay bertemu dan berkenalan dengan dua tokoh nasional yang sangat dikaguminya,yakni Bung Karno dan Bung Hatta. [...] Tahun 1963, Toko Gunung Agung sudah memiliki sebuah gedung megah berlantai tiga di Jln Kwitang 6. Acara ulang tahun ke-10 tersebut yang diikuti dengan peresmian gedung tersebut dihadiri langsung Bung Karno. Pada tahun itu juga, tepatnya 26 Agustus 1963,Wie Tay berganti nama menjadi ‘Mas Agung’.” 5
Nama Haji Mas Agung penting disebut dalam membicarakan sejarah perbukuan Indonesia pasca-kemerdekaan sampai akhir era 1960-an karena hubungannya Presiden Soekarno. Dia adalah orang yang ditunjuk Bung Karno untuk mengelola perkembangan buku di tanah air. Sebagaimana yang dinyatakan dalam situs resmi Toko Buku Walisongo, Haji Mas Agung mengaku bahwa Bung Karno pernah mengatakan kepadanya "Masagung, saya ingin saudara meneruskan kegiatan penerbitan. Ini sangat bermanfaat untuk mencerdaskan bangsa, jadi jangan ditinggalkan." Selain itu, Bung Karno mempercayakan penerbitan buku Di Bawah Bendera Revolusi (dua jilid) dan biografi resmi Bung Karno karya Cindy Adams kepada penerbitan Gunung Agung. Penerbitan buku-buku Bung Karno inilah yang membuat nama Penerbit Gunung Agung makin menanjak di masa itu. 6 Penerbitan buku-buku Islam populer mulai berkembang pesat dalam periode pasca kemerdekaan ini. Di antara penerbit buku Islam yang patut disebut di sini karena telah mendominasi pasar perbukuan Islam tahun 1950-an sampai akhir 1970-an adalah Penerbit Al-Maarif dan Penerbit Bulan Bintang. Penerbit al-Maarif didirikan di Bandung pada tahun 1949 oleh H. M. Baharthah, Abu Bakar MA dan A. Hasan. Sejak berdiri sampai dengan akhir
5 Nama “Gunung Agung” sendiri adalah terjemahan dari nama Tionghoa pendirinya, yaitu Tjio Wie Tay. Lihat “Sejarah Berdirinya Toko Walisongo," dalam situs Toko Walisongo, diakses dan diunduh 10 04 2010. 6 “Sejarah Berdirinya Toko Walisongo," dalam situs Toko Walisongo, diakses dan diunduh 10 04 2010.
44
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tahun 1970-an, penerbit ini praktis menjadi raja penerbitan buku-buku agama Islam baik teks-teks kanonik-normatif seperti al-Quran, hadits Nabi, tuntunan Ibadah, surah Yasin, kumpulan doa dan sebagainya maupun buku-buku pemikiran Islam. Ada dua kekhususan yang patut dicatat dari sejarah penerbit al-Maarif ini. Pertama, buku atau kitab yang mereka terbit dan edarkan memiliki harga yang jauh lebih murah dibanding penerbit-penerbit lain. Menurut laporan Majalah Tempo tahun 1977, H. M. Baharthah menyatakan dengan terus terang bahwa mereka berhasil menjadi penerbit besar yang omzet penjualannya hanya bisa disaingi penerbit Gramedia kala itu adalah karena “sudah menempuh monopoli dengan cara ‘mematikan persaingan sebelum lahir,’ yakni dengan menekan harga serendah dapat dilakukan. ‘Tetapi harga rendah itulah pokok kepentingan rakyat, dan di situlah ibadah saya.’” 7 Sebagai ilustrasi, pada masa itu penerbit lain memproduksi kitab al-Quran dan terjemahannya dengan bandrol harga Rp. 2.000,- sementara penerbit al-Maarif berani mematok harga hanya Rp.1.250,-, sedangkan untuk al-Quran biasa mereka mamatok harga Rp. 350,- pada saat penerbit lain hanya berani menjual dengan harga Rp. 500,-. 8 Namun niat H.M. Baharthah untuk beribadah dengan cara seperti ini berakibat pada rendahnya kualitas cetakan dan tampilan buku-buku terbitan alMaarif. Baharthah punya penjelasan tersendiri untuk keadaan ini. Menurut dia, buku-buku agama Islam, terutama yang berjenis kitab kanonik-normatif tidak perlu kualitas bagus karena keinginan setiap orang, terutama anak-anak yang sedang belajar membaca al-Quran di masjid dan mushala-mushala kampung, adalah memiliki kitabnya sendiri dan kalau pun rusak bisa dibeli lagi.
7
Lihat “Perginya seorang penjaga benteng”, Majalah Tempo edisi 13 Maret 1982, dibaca dan diunduh dari Tempo Online. 29 Maret 2012. 8 Lihat “Perginya seorang penjaga benteng”, Majalah Tempo edisi 13 Maret 1982, dibaca dan diunduh dari Tempo Online. 29 Maret 2012.
45
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sementara orang dewasa memang tidak terbiasa mewariskan kitab al-Quran,
Juz Amma (kitab yang berisi surat-surat pendek dari al-Quran), atau surat Yasin. Sementara kelemahan dari segi tampilan terjadi karena Baharthah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formal apa pun memang tidak memperhatikan segi ini. Dia menganggap sebuah buku sudah dapat dinilai baik jika punya sampul dan judulnya tertera dengan jelas. Sampul buku terbitan alMaarif biasanya hanya satu warna dasar dengan sedikit variasi, tipografi judul dan nama pengarang yang tidak “artistik” namun kontras dengan warna sampul sehingga jelas. Barangkali Baharthah berkeyakinan bahwa sebuah buku yang penting bukan tampilannya, melainkan apa yang tertulis di dalamnya. Namun justru kelemahan inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh generasi penerbit baru Islam di era 1980-an, seperti Mizan, Pustaka Bandung dan sebagainya. Kedua, usaha penerbit al-Maarif mencetak sendiri kitab-kitab berbahasa Arab yang umumnya dipelajari di pesantren-pesantren Indonesia. Setelah puluhan tahun umat Muslim terbiasa mengimpor kitab-kitab dari Timur Tengah, terutama Kairo dan Beirut, penerbit al-Maarif berinisiatif mengkopi dan mencetak sendiri kitab-kitab itu. Sebagai hasilnya, harga kitab produksinya bisa jauh lebih murah dari kitab impor. Sebuah kitab impor dari Timur Tengah yang di tahun 1970-an berharga Rp. 6.000,- bisa ditekan menjadi Rp.2.000,- saja. Strategi “ibadah” ini makin membuat al-Maarif jadi raja penerbit Islam di Indonesia pada eranya, sampai-sampai mereka mampu mengekspor kitab alQuran dan kitab-kitab berbahasa Arab ke Afrika Timur. 9 Selanjutnya adalah Penerbit Bulan Bintang. Penerbit ini didirikan di daerah Kwitang, Jakarta, pada tahun 1951 oleh Teungku Haji Amelz (Abdul Manaf El-Zamzami). Berbeda dengan Penerbit al-Maarif, dan ini diakui juga
9 Lihat “Perginya seorang penjaga benteng”, Majalah Tempo edisi 13 Maret 1982, dibaca dan diunduh dari Tempo Online. 29 Maret 2012.
46
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
oleh H.M. Baharthah pendiri dan pemiliknya, 10 Penerbit Bulan Bintang sedari awal memang berkomitmen untuk menerbitkan buku-buku Islam “berkwaliteit” dalam arti berisi pembahasan pemikiran dan perenungan tentang Islam yang mendalam dan tidak bisa diakses secara luas oleh masyarakat umum. Beberapa nama tokoh dan pemikir Islam Indonesia menjadi kondang lewatkarya mereka yang diterbitkan oleh Penerbit Bulan Bintang seperti Prof Dr Teungku M Hasbi Ash-Shiddiegy, KH Moenawar Chalil, Prof Dr Hamka, Mohammad Natsir, Mohamad Roem, M Yunan Nasution, Prof A Hasjmy, Prof Dr HM Rasjidi, Prof Dr Harun Nasution, Prof Dr Zakiah Darajat, dan lainnya. 11 Di masa keemasannya sekitar tahun 1977/1978, Penerbit Bulan Bintang mampu menerbitkan 120 judul buku per tahun, atau rata-rata 10 judul perbulan. Produktivitas ini relatif masih bertahan sampai tahun 1980-an meski sudah menunjukkan penurunan karena tiap bulan hanya bisa memproduksi 3 sampai 5 judul buku. Memasuki tahun 1990-an, jumlah dan oplah terbitan Bulan Bintang seolah terjun bebas. Hal ini selain disebabkan persaingan yang makin ketat dengan penerbit-penerbit Islam baru yang berdiri tahun 1980-an, juga dikarenakan
persoalan
manajemen.
Di
antara
persoalan
itu
adalah
dibatalkannya kontrak penerbitan puluhan judul buku karya Prof. Dr. Teungku M. Hasbi Ash-Shiddiqie oleh pihak ahli waris yang lebih memilih penerbit lain. Padahal seperti yang dikatakan Abdullah Fakih, yang dikutip Dwi Hardiyanto, ”buku karya Prof Hasbi memang laku dipasaran, sehingga rata-rata dicetak ulang hingga 10 edisi. Setiap edisi dicetak 10.000 eksemplar.” 12 Jika penerbit Bulan Bintang dan al-Maarif dibandingkan, dengan jelas akan terlihat orientasi pembaca yang disasar oleh masing-masing penerbit. 10
Lihat “Perginya seorang penjaga benteng”, Majalah Tempo edisi 13 Maret 1982, dibaca dan diunduh dari Tempo Online. 29 Maret 2012. 11 Dwi Haryanto, “Penerbit Bulan Bintang, Riwayatmu Kini”, dalam blog Dwi Hardianto:Note a Journalist who Tried to be Consistent and Inner Voice, diakses dan diunduh 29 Maret 2012. 12 Dwi Haryanto, “Penerbit Bulan Bintang, Riwayatmu Kini”, dalam blog Dwi Hardianto:Note a Journalist who Tried to be Consistent and Inner Voice, diakses dan diunduh 29 Maret 2012.
47
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Penerbit al-Maarif sejak awal didirikan berkomitmen menyediakan bahan bacaan agama Islam, mulai kitab al-Quran sampai tuntunan penyelenggaraan jenazah atau kisah-kisah Nabi, dengan harga murah. Dengan sendirinya, pembaca yang disasar sebenarnya adalah “kelas bawah.” Ini buktikan oleh sebuah liputan Majalah Tempo edisi 08 Oktober 1977 bertajuk “Buku Agama Seharga Kerupuk.” 13 Sementara Penerbit Bulan Bintang sedari awal didirikan memang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam akan bahan bacaan yang “berat-berat.” Ali Audah, seorang sastrawan dan penerjemah karya-karya Muhammad Iqbal ke bahasa Indonesia, menyebut penerbitan Bulan Bintang "diperuntukkan bagi golongan menengah ke atas. Berbeda dengan buku AlMa'arif yang mayoritasnya ditujukan bagi ‘golongan bawah’-dan murah.” 14
2. Buku sebagai Komoditas Intelektual yang Menguntungkan (Era 1980-an sampai menjelang 2000-an) Memasuki era 1980-an penerbitan buku-buku Islam populer memasuki masa kejayaannya. Dua faktor penting yang mendorong pesatnya penerbitan buku di era ini adalah politik dan sosial. Kedua faktor ini sama-sama meningkatkan produksi buku Islam baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pemerintahan Orde Baru yang berkuasa sejak akhir 1960-an selalu menaruh kekhawatiran bangkitnya kekuatan-kekuatan masyarakat Islam secara politik. Kekhawatiran ini mendorong rezim untuk membungkam aspirasi dan ekspresi politik umat Islam. Di sisi lain, usaha pembangunan yang dijalankan rezim Orde Baru selama dasawarsa 1970-an, terutama di bidang ekonomi yang morat-marit akibat gonjang-ganjing politik era 1960-an dan di bidang 13
“Baharthah […] menyatakan bahwa cita-citanya sedari muda ialah: menerbitkan buku yang benar-benar bisa dijangkau rakyat, ‘yang tidak lebih mahal dari harga sebuah kerupuk.’” Lihat “Buku Agama Seharga Kerupuk,” dalam Majalah Tempo edisi 08 Oktober 1977, diakses dan diunduh dari Tempo online 29 Maret 2012. 14 Lihat “Perginya seorang penjaga benteng”, Majalah Tempo edisi 13 Maret 1982, dibaca dan diunduh dari Tempo Online. 29 Maret 2012.
48
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pendidikan, telah menciptakan perubahan sosial yang cukup mendasar di tengah masyarakat. Pembangunan di kedua bidang ini kemudian menghasilkan segmen masyarakat Islam yang sudah berhasil “naik kelas,” bukan lagi “santri ndeso yang kolot.” Umumnya segmen masyarakat ini memperoleh penghasilan utama bukan dari pertanian di desa dan, yang terpenting, sudah melek huruf dan informasi. Represi rezim Orde Baru atas aspirasi dan ekspresi politik umat Islam di satu sisi dan penggemblengan mereka di bidang ekonomi dan pendidikan di era 1970-an dapat dilihat dari kenyataan bahwa mayoritas buku-buku Islam yang membanjiri pasaran waktu itu, terutama yang dipasok oleh Penerbit alMaarif, lebih berorientasi pada teks-teks kanonik-normatif. Selain Penerbit alMaarif, masih banyak penerbit lain yang juga mengikuti jalur yang sama, seperti Penerbit Thoha Putra Semarang, Menara Kudus di Surabaya. Walau pun bukubuku “berat” tentang Islam, bahkan yang membahas isu-isu sensitif secara politik seperti kajian karya M. Natsir, Syafruddin Prawiranegara, Nurcholis Madjid dan sebagainya, memang diterbitkan oleh penerbit-penerbit seperti Penerbit Bulan Bintang atau Pustaka Panjimas, namun penerbitannya tidak mewabah. Secara sederhana, tanda dari mewabahnya penerbitan buku-buku pemikiran yang “serius” dan “berat” ini adalah banyaknya penerbit yang mengkhususkan diri mengusung tema-tema berat. Wabah itulah yang kemudian merebak di tahun 1980-an, dan tanda awalnya adalah dengan didirikannya Penerbit Mizan pada tahun 1983 di Bandung oleh tiga orang mantan dewan redaksi jurnal Pustaka Salman ITB 15 –
15
Jurnal Pustaka Salman ITB adalah unit kegiatan para aktivis Masjid Salman ITB. Selain penerbit Mizan yang lahir dari mantan aktivis masjid, terdapat dua penerbit lain yang tak kalah kondangnya sebagai penerbit buku Islam di tahun 1980-an, yaitu penerbit Pustaka dan Pustaka Hidayah. Penerbit Pustaka terkenal dengan terjemahan karya-karya Fazlur Rahman, seorang pemikir Islam kelahiran Pakistan dan jadi guru beberapa tokoh Muslim Indonesia sekarang di Universitas Chicago, di antaranya Nurcholis Madjid, M. Amien Rais, dan M. Syafi’i Ma’arif. Penerbit ini juga menerbitkan edisi terjemahan Orientalismnya Edward Said (1982).
49
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Haidar Bagir, Zainal Abidin Shahab, Ali Abdullah Assegaf (ketiganya keturunan Arab, dan yang disebut terakhir pernah berpengalaman sebagai staf redaksi Penerbit al-Maarif). Buku pertama penerbit Mizan adalah Dialog Sunnah-
Syiah: Surat Menyurat antara Syeikh al-Bisyri al-Maliki dan Sayyid Syarafuddin
al-Musawi
karya
Sayyid
Syarafuddin
al-Musawi,
yang
merupakan terjemahan dari kitab berbahasa Arab. 16 Dalam perkembangannya sampai sekarang, Penerbit Mizan mengembangkan diri menjadi berbagai lini penerbit (imprint) seperti Khazanah (buku referensi serius), Kronika (buku umum), Qanita (buku tentang kewanitaan), Kaifa (buku how to), al-Hikmah (buku esoterik), DAR Mizan (buku remaja dan anak-anak), Teraju, Mizan Learning Centre. Karena penerbit ini dalam perkembangannya juga memiliki perusahaan distribusi buku sendiri, maka ada beberapa penerbit yang memasarkan buku mereka dengan bendera Mizan, seperti buku-buku karya Komunitas Lingkar Pena dan Bentang Budaya Yogyakarta setelah diakuisisi Mizan pada tahun 2006. Tidak hanya itu, perkembangan usahanya juga merambah pada pengembangan software dan konten Islami serta production house yang memproduksi film Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Emak
Ingin Naik Haji.
17
Penerbit Mizan layak mendapat catatan sendiri terkait dengan perkembangan pesat dunia perbukuan Islam era 1980-an setidaknya karena tiga
hal yang dicermati dan dimanfaatkannya sebagai peluang: perubahan
kultural dalam konteks kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, pluralisme wacana, dan kreativitas keredaksian.
16
Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 187. 17 Lihat Gatra Edisi 11 September 2011, hlm. 93.
50
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Perubahan kultural yang terjadi akibat represi rezim Orde Baru terhadap aspirasi dan ekspresi masyarakat Islam secara politik dan pembangunan di bidang ekonomi dan pendidikan seperti yang telah di singgung di atas menghasilkan segmen masyarakat yang disebut oleh Haidar Bagir –pendiri sekaligus direktur Penerbit Mizan– sebagai “kelas menengah baru Muslim. Anggota-anggotanya memiliki ciri-ciri kelas menengah pada umumnya -terpelajar, berpendapatan cukup, dan memiliki kesadaran sosial-politik yang tinggi-- hanya saja yang ini diikat oleh kesamaan agama.” 18 Salah satu bentuk perubahan kultural yang dialami oleh segmen masyarakat Muslim ini adalah meningkatnya kebutuhan akan pilihan-pilihan wacana yang akan menunjukkan identitas mereka sebagai Muslim namun tetap sesuai dengan ciri-ciri mereka sebagai “kelas menengah” seperti yang dinyatakan Bagir tadi. Jika kebutuhan ini memang akan dipenuhi, maka konsekuensinya adalah terjadinya apa yang disebut Azyumardi Azra dengan “pluralisme wacana.” Besarnya kebutuhan akan buku-buku Islam di satu pihak dan kenyataan sulitnya memperoleh naskah-naskah asli karangan penulis asli Indonesia mengharuskan dilakukannya penggalian sumber-sumber naskah dari bahasa asing, terutama Arab dan Inggris. Usaha penggalian sumber-sumber naskah bahasa asing ini, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, mengakibatkan makin banyaknya altermatif wacana yang diperkenalkan kepada pembaca untuk memenuhi kebutuhan mereka. 19 Sebagai contoh, meski sebuah buku memang berbicara tentang hadits secara umum, namun karena pengarangnya terkenal sebagai ulama dari salah satu aliran Islam yang tidak jamak di Indonesia, buku itu akan mengundang keingintahuan lebih jauh dari
18
Haidar Bagir, “Kebangkitan Industri Kreatif Muslim,” dalam Gatra, edisi 11 September 2011. Azyumardi Azra, “Perbukuan Islam dan Intelektualisme Baru”, dalam Ruh Islam dalam Budaya Bangsa: Agama dan Problema Masa Kini, Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal, 1996, hlm. 278-279. 19
51
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pembaca tentang aliran Islam tersebut, dan oleh karena itu menambah permintaan jenis wacana lain. Di dapur redaksi, kedua hal tadi diramu dan diolah secara kreatif sehingga bisa menghasilkan buku dengan kandungan dan tampilan yang berbeda dari buku-buku Islam terbitan di era sebelumnya. Kreativitas awak redaksi
ini
tentunya
dibarengi
dengan
penguasaan
mereka
akan
perkembangan teknologi dan informasi paling mutakhir. Tiga hal di ataslah yang membuat generasi penerbit di era 1980-an, sebagaimana
yang
dirintis
penerbit
Mizan,
berbeda
dan
pelan-pelan
menggeser dominasi penerbit generasi sebelumnya. Penerbit generasi lama yang tetap ingin bertahan harus belajar pada yang lebih muda, dan oleh karena itu tidak lagi berada di depan. Inilah yang dialami oleh Penerbit al-Maarif, Penerbit Bulan Bintang, Penerbit Pustaka Panjimas, Budaja Djaja, dan sebagainya di paruh terakhir 1980-an sampai seterusnya. Apa yang dirintis oleh penerbit Mizan kemudian diikuti oleh penerbitpenerbit lain dengan kekhasan (label) masing-masing. 20 Untuk menyebut beberapa di antaranya yang besar dan sampai saat ini masih bertahan: (1) Penerbit Pustaka yang didirikan tahun 1985-an di Jakarta. Para pendiri awalnya adalah Ammar Haryono, Tohiruddin Lubis, Noe'man dan Anas Mahyuddin. Buku yang diterbitkan pertama kali adalah buku Kuliah Tauhid karya Dr. Immaduddin Abdurrahim. (2) Media Dakwah adalah toko buku sekaligus penerbit yang berada di bawah Dewan Dakwah Islamiyah, ormas dakwah yang didirikan H.M. Natsir. Toko buku Media Dakwah berubah menjadi penerbit tahun 1985 saat dia menerbitkan majalah "Media Dakwah". Penerbit ini memiliki visi "Menggapai berkah mencapai ukhuwah", sedangkan misinya 20
Abdul Munip, Transmisi Pengetahuan Timur Tengah ke Indonesia: Studi tentang Penerjemahan Buku Berbahasa Arab di Indonesia 1950-2004, Yogyakarta: Bidang Akademik UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, hlm. 35.
52
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
adalah upaya untuk menerapkan syariat Islam di Indonesia. (3) Penerbit Gema Insani Press (GIP) yang didirikan pada tahun 1986 oleh Aziz Salim Basarahil. Latar belakang pendiriannya adalah pemahaman pendirinya bahwa dakwah juga bisa dilakukan lewat qalam (bahasa Arab untuk "pena") yakni tulisan atau buku. Awalnya penerbit GIP berkonsentrasi pada penerbitan buku tentang ajaran Islam bagi kalangan awam dengan mengambil tema-tema yang ringan dan dengan bahasa yang populer. Namun dalam perkembangannya GIP juga membidik pasar remaja dan anak-anak. Penerbit GIP dapat dikategorikan sebagai penerbit besar mengingat banyaknya jumlah buku yang tercantum dalam katalognya. (4) Penerbit LKiS yang kelahirannya diawali oleh kelompok diskusi aktivis IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang dimotori oleh Imam Azis dan Akhmad Fikri. Diskusi ini diikuti oleh komunitas anak-anak muda NU, santri dari berbagai pesantren dan alumni IAIN Sunan Kalijaga. LKiS didirikan sebagai wadah mereka mereka beraktivitas dalam gerakan pro-demokrasi dan Islam moderat yang berbasis pada sosialisasi gagasan dan wacana melalui penerbitan buku, khususnya kajian keislaman kritis. Visi penerbit ini adalah mewujudkan masyarakat yang mampu secara dewasa berpikir mandiri dan sadar atas pilihan-pilihan yang diambilnya. Untuk mewujudkan visi ini, misi pertama kali yang diemban penerbit ini adalah menerbitkan buku-buku keislaman kritis sebagai tawaran alternatif berbagai wacana keislaman yang berkembang di Indonesia.
3. Buku sebagai Produk Pelengkap Gaya Hidup (Era Pasca 2000-an) Rintisan
Mizan
terus
berlanjut
di
tahun
2000-an
Dalam
perkembangannya selain tetap berkonsentrasi menerbitkan buku-buku Islam pemikiran dengan tetap menggunakan bendera Mizan, penerbit ini kemudian membentuk penerbit-penerbit baru dengan nama lain seperti Kaifa untuk buku-
53
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
buku berjenis how to dan Qanita untuk buku-buku bertema perempuan. Bahkan, mulai tahun 2003, Mizan Pustaka dibagi lagi dalam dua divisi, yakni Mizan Pustaka untuk buku-buku Islam dewasa dan DAR! Mizan khusus bukubuku bernuansa Islam untuk konsumsi anak-anak dan remaja. Strategi yang didasarkan pada segmen-segmen pembaca semacam ini ternyata cukup efektif. Buku-buku novel remaja bernuansa Islam hasil kembangan penerbit ini, misalnya, ternyata juga mendapat sambutan yang cukup baik dari pembaca. Novel- novel remaja yang di antaranya dikarang Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, dan Gola Gong, menurut pengakuan penerbit ini, ada yang sudah terjual sampai 50.000-an eksemplar. Jumlah sebanyak ini tergolong istimewa, masuk buku best seller untuk kategori buku lokal. Dalam khazanah penerbit buku Islam, GIP dan kelompok Penerbit Mizan tidak berjalan sendirian. Perkembangan pasar buku Islam juga diramaikan penerbit-penerbit lain yang tergolong spektakuler penampilannya. Di antaranya, MQ Publishing. Penerbitan buku yang merupakan salah satu unit usaha di bawah kelompok usaha MQ Corporation pemimpin pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhid Bandung, KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym, ini juga mencatatkan rekor penjualan. MQ Publishing sebenarnya tidak lain adalah pengembangan dari divisi MQS Pustaka Grafika dan MQ Publication yang sebelumnya telah menerbitkan buku-buku dengan materi dari ceramahceramah maupun wawancara dengan Aa Gym. Seperti halnya buku-buku Aa Gym sebelumnya yang sudah diterbitkan Mizan dan GIP yang terjual ratusan ribu eksemplar, buku pertama terbitan MQ Publishing yang untuk pertama kalinya ditulis Aa Gym sendiri ini laris manis diserap pasar. Dalam waktu kurang dari sebulan, buku Aa Gym Apa Adanya: Sebuah Qolbugrafi yang diterbitkan pada pertengahan tahun 2003 sudah laku sebanyak 40 ribu buku lebih. Buku-buku terbitan MQ Publishing ini masih
54
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sekitar Aa Gym karena sangat laku di pasar. Belakangan, ketika kasus poligami Aa Gym mencuat dan menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat, terutama karena diberitakan secara bertubi-tubi oleh acara hiburan di media massa,
penjualan
buku-buku
bertema
Qolbugrafi
ini
merosot
seiring
merosotnya pamor Aa Gym. Besarnya peluang pasar bagi buku-buku Islam ini sudah pasti menarik berbagai penerbit untuk ikut terjun menerbitkan buku- buku bertema Islam. Bahkan, beberapa penerbit yang sebelumnya dikenal sebagai penerbit umum saat ini mulai menerbitkan buku- buku bertema Islam. Salah satunya, Penerbit Erlangga. Sejak tahun 2002 Penerbit Erlangga yang lebih dikenal sebagai penerbit buku-buku teks pelajaran ini memiliki divisi penerbitan buku Islam. Motifnya sudah tentu pasar yang tengah menggeliat. "Kami melihat market share yang sangat besar, 90 persen penduduk Indonesia ini kan Muslim, karena pasar begitu besar, kami coba masuk sedikit. Sifatnya partisipasi saja," kata Singgih, salah satu editor Penerbit Erlangga. 21 Sekalipun sifatnya hanya berpartisipasi, tidak kurang sudah 17 judul buku bernuansa Islam yang mereka terbitkan, baik buku berjenis pemikiran Islam maupun cerita- cerita ringan. Bahkan, salah satu buku terbitan Erlangga berjudul Kisah Hikmah ini selama tahun 2002 mampu dicetak ulang hingga lima kali. Betapa semarak memang pasar buku-buku Islam saat ini. Tidak heran, ibarat pepatah Ada Gula Ada Semut, buku-buku Islam saat ini layaknya gula yang banyak diminati berbagai pihak lantaran cukup menggairahkan secara bisnis
21 penerbitbukuislam.blogspot.com Pasar Buku Islam Tengah Menggeliat.htm, diakses 13 Januari 2011. sumber asal http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0311/15/pustaka/688306.htm
55
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
B.
Buku sebagai Benda Kultural dalam Dinamika Sosial-Ekonomi Uraian singkat perkembangan sejarah penerbitan buku-buku Islam di Indonesia yang disampaikan di bagian sebelumnya menyediakan latar historis untuk satu kenyataan yang tak terbantahkan: bahwa sejak awal dunia penerbitan buku adalah bagian dari industri yang mengikuti logika dan aturan main yang berlaku pada dunia usaha pada umumnya. Secara akal sehat, tentu tidak ada yang akan mempermasalahkan lagi pandangan bahwa dunia usaha –termasuk penerbitan buku– pada dasarnya digerakkan dan sekaligus berputar-putar di sekitar tiga persoalan kunci: modal-pemasaran-keuntungan, di mana yang terakhir ditentukan oleh seberapa besar sumber daya yang dijadikan modal dan seberapa strategis dan jitu cara pemasaran yang dipakai. Hanya saja pembicaraan tentang dunia penerbitan dan perbukuan tidak bisa berhenti sampai di titik ini saja. Sebab jika industri penerbitan dan dunia perbukuan pada umumnya dilihat tanpa membedakannya dari industri yang menghasilkan spidol atau ballpoint, umpamanya, maka banyak hal yang akan luput dari pembicaraan. Apalagi jika pembicaraan sudah menyangkut kehidupan sosial budaya sebuah masyarakat tempat buku dibuat, diedarkan dan dibaca. Nyaris bisa dipastikan bahwa secara awam orang akan memandang berbeda status spidol atau ballpoint merk Snowman yang dipakai seorang guru menulis di papan tulis dengan buku pelajaran yang diperhatikan para murid sesuai perintah gurunya. Kenyataan dasar yang membedakan buku dari benda-benda produksi massal lain adalah dia merupakan teks yang berisi pesan-pesan penulis buku yang ingin menyampaikan sesuatu kepada penerima (pembaca). Pesan yang termuat dalam buku –di mana pengetahuan dalam pengertian umum hanyalah salah satu dari sekian pesan yang mungkin dimuat dalam buku– membedakannya dari komoditas-komoditas produksi massal lain. Kue coklat memang punya makna budaya, namun makna itu muncul ketika dia sudah difungsikan dalam konteks yang
56
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tepat. Misalnya, dia diberikan kepada seseorang dalam rangka Hari Valentine tanggal 14 Februari. Ini pun dengan syarat bahwa pengirim dan penerima samasama paham bahwa di tanggal 14 Februari terdapat perayaan hari kasih sayang. Jika salah satu pihak tidak paham, atau kedua-duanya sama-sama berada dalam latar belakang sosial budaya yang menganggap tanggal 14 Februari sama saja dengan tanggal-tanggal lain, maka kue coklat itu hanya kue coklat. Kalau pun dia diberikan kepada orang lain, makna yang diberikan padanya tidak akan dikaitkan dengan apa yang disebut Hari Valentine sebagai hari perayaan kasih sayang. Sedangkan buku sejak sedari awal memang sudah punya pesan dan makna di dalamnya. Tidak ada orang yang akan memandang buku hanya sebatas lembaran kertas yang dijilid dengan sampul. Meski pun buku itu ditulis dengan abjad asing (misalnya huruf Kanji atau Arab), tapi tetap saja ada kesadaran kultural yang mengatakan bahwa itu adalah buku. Kemudian dari itu, buku sebagai benda kultural berbeda dari teks-teks produksi massal lain semisal lembaran surat perjanjian, pengumuman, spanduk, leaflet, bahkan surat kabar, karena dia memiliki dua nilai sekaligus: nilai kultural dan nilai ekonomis.
22
1. Buku sebagai Benda Kultural Nilai kultural buku lahir dari fungsinya sebagai sarana tempat diinskripsikannya wacana dalam pengertian umum dan luas. Inti wacana itu adalah “pengalaman” yang ingin ditularkan, ditransmisikan atau diwariskan penulis kepada orang lain (pembaca). Kata “pengalaman” dipakai untuk mengisyaratkan bahwa yang terinskripsi dalam buku bukan hanya pengetahuan dalam pengertian ilmiah-kognitif, melainkan bisa juga dalam arti apa yang 22
Catatan tentang nilai simbolis, yang tidak dimasukkan ke sini, karena walau pun tidak tertutup kemungkinan buku dijadikan simbol dan karena itu memiliki nilai simbolis dalam sebuah pertukaran simbolis, namun untuk penelitian ini, relevansi dari jenis nilai ini tidak terlalu banyak.
57
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diimajinasikan orang lain (sastra dan seni), apa yang terjadi pada orang di masa lalu (sejarah), atau apa yang diuji-coba atau dipikirkan orang lain (sains dan filsafat). Fungsi seperti inilah yang membedakan buku dari “buku” manual perawatan kendaraan atau buku telepon, misalnya. Sebagaimana nilai-nilai lain, nilai kultural sebuah buku dalam pengertian yang dikemukakan di atas juga dapat dipertukarkan dan dari pertukaran ini akan diperoleh selisih yang akan menentukan apakah pertukaran itu menghasilkan keuntungan atau kerugian. Di dalam dunia penerbitan buku, nilai kultural buku yang diterbitkan saling dipertukarkan antar-penerbit dan antara penerbit dengan pembaca. Salah satu wujud keuntungan atau kerugian yang kemudian lahir dari pertukaran ini adalah pengakuan. Setiap penerbit dan para pemangku kepentingan dalam dunia perbukuan secara umum menyadari adanya nilai kultural ini –buku sebagai wadah wacana.
Karena nilai ini kemudian secara sadar atau tidak, secara
langsung atau tidak, akan dipertukarkan, maka mereka mau tak mau juga menyadari
bahwa
dalam
memproduksi
buku
posisi
menjadi
sangat
menentukan. Penerbit akan sangat memperhatikan “pandangan” pembaca terhadap mereka, karena dalam tingkatan tertentu, pandangan pembaca inilah yang kemudian juga dipakai oleh para kompetitor dalam memandang mereka. Titik di mana penerbit akan dipandang inilah yang jadi posisi yang harus selalu diperhatikannya dalam mengelola sumber daya modal, menentukan strategi pemasaran, dan mengevaluasi penjualan. Ade Makruf, penulis buku seorang praktisi dunia penerbitan Yogyakarta sejak tahun 1999 dan penulis buku
Declare! Kamar Kerja Penerbit-penerbit Jogja (1998-2007), menjelaskan demikian: “Penerbit Andi, misalnya, akan sangat tergopoh-gopoh menggarap dan menerbitkan Jean Baudrillard dibanding Penerbit Jalasutra. Sementara Penerbit Jalasutra akan tergopoh-gopoh pula menerbitkan buku-buku
58
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
komputer dibanding Penerbit Andi. Atau bagi LKiS, misalnya, apa yang menurut saya bukan buku swa-bantu, tapi mereka tetap menerbitkannya lewat imprint (anak perusahaan) LKiS yang khusus menerbitkan bukubuku populer dan awam, termasuk swa-bantu. Jadi, poin saya adalah bahwa positioning itu penting dalam dunia penerbitan. Positioning ini bisa ditentukan sejak awal bisa juga diperoleh setelah bereksperimen dengan pasar.” 23
Pertukaran nilai kultural yang dibawa sebuah buku berimplikasi pada keuntungan atau kerugian yang dialami penerbit dari segi kultural. Wujud dari keuntungan atau kerugian ini adalah ada atau tidaknya, bertambah atau berkurangnya, pengakuan dari khalayak pembaca terhadap sebuah penerbit. Pengakuan ini akan sulit sekali dideteksi dan diterjemahkan ke dalam grafik kuantitatif kalau tidak merujuk pada angka-angka di laporan penjualan, karena pemberian atau penarikan pengakuan itu berlangsung dalam obrolan seharihari antar pembaca, entah itu di rumah, di tempat ibadah, di ruang kelas, di perpustakaan, di warung kopi dan lain sebagainya. Omong-omongan yang berisi pengakuan inilah yang kemudian menghadirkan apa yang disebut citra sebuah penerbit. Memang dalam dalam pelajaran atau ceramah manajemen pemasaran dikenal apa yang disebut teknik branding, yang tak lain adalah cara-cara membuat citra sebuah produk atau produsen agar diakui, dan oleh karena itu diinginkan calon konsumen. Akan tetapi, serevolusioner apa pun cara yang diajarkan atau dipakai, sehebat apa pun penceramah teknik pemasaran yang diundang, kalau calon konsumen (dalam hal ini calon pembaca) tidak mau memberikan pengakuan itu, maka implikasi riilnya akan langsung terlihat dalam angka penjualan. Argumen di atas dikemukakan untuk menguatkan pernyataan bahwa penempatan posisi menjadi sangat penting dalam industri perbukuan. Ada
23
Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
59
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sebuah
penerbit
yang
teknik pemasaran
dan
branding-nya
dilakukan
berdasarkan prinsip lillahi ta’ala (apa adanya). 24 Penerbit ini tidak mau ikut pameran sekecil apa pun dan di mana pun, sementara menurut penerbit lain pameran adalah salah satu media promosi paling ampuh karena langsung ke konsumen. Pemasaran produk penerbit ini pun hanya mengandalkan jaringan distributor sendiri melalui 4 kios bukunya di shoping Bringharjo dan Terban, Yogyakarta dan satu kios buku dekat kampus Universitas Soedirman, Purwokerto. Namun sejak awal berdiri tahun 2000 penerbit ini berkomitmen ingin menerbitkan buku-buku teoretis standar yang berhaluan ilmu sosial kritis. Citra yang didapat penerbit ini –untuk tidak mengatakan keuntungan– adalah obrolan dan celetukan yang beberapa kali penulis dengar langsung bahwa penerbit ini “terkenal dengan buku-buku ilmu sosial serius. Saat ini sudah jarang penerbit yang mau menerbitkan buku-buku seperti ini.” 25 Lain lagi dengan positioning yang ditempuh Edi AH. Iyubenu, pemilik dan pimpinan penerbit Diva Press Yogyakarta. Di awal tahun 2000 Edi menerbitkan buku terjemahan penulis bersama seorang teman di bawah bendera penerbit Ircisod Yogyakarta. Buku tersebut membahas tujuh teori tentang agama. Dalam perjalanannya, buku tersebut jadi salah satu buku pegangan wajib bagi mahasiswa yang belajar sosiologi atau antropologi agama sehingga tetap dicetak ulang sampai tahun 2011. Namun karena pemilik perusahaan menilai bahwa tren buku sejak awal tahun 2000-an akan bergerak ke arah sastra Islami populer dan buku-buku populer lainnya, termasuk yang bergenre swa-bantu, maka dia memutuskan untuk mendirikan Diva Press (yang
24 Wawancara dengan Ashad Kusuma Jaya, pendiri dan pimpinan Penerbit Kreasi Wacana, 10 Juni 2010 di Yogyakarta. 25 Pernyataan ini penulis dengar ketika mengobrol dalam suasana tidak formal dengan beberapa orang kenalan. Poin yang ingin disampaikan di sini adalah betapa cara kerja pemberian pengakuan, atau terbentuknya citra sebuah penerbit, berlangsung tidak kasat mata dan kadang tidak rasional. Pernyataan teman penulis bahwa itu tentu bisa langsung dibantah karena tetap ada penerbit lain yang menggarap buku-buku serius.
60
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diambil dari nama anak pertamanya) sebagai anak penerbit Ircisiod. Hasilnya, sekarang ini justru nama Diva Press yang berkibar dan sangat produktif, dan oleh karena itu sangat profit. Pengakuan yang dia peroleh adalah citra penerbitnya sebagai penerbit “buku populer”, buku “laris”, sastra “cinta-cintaan Islami”, sedangkan penerbit pertama yang dia rintis, yang semula diniatkan untuk menerbitkan buku-buku serius, sudah nyaris terlupakan. Ini dibuktikan ketika orang menyebut nama sang pemilik, namanya digandeng bukan dengan nama penerbit awalnya, melainkan nama penerbitnya yang laris (si Edi Diva, bukan si Edi Ircisod). Keuntungan/kerugian kultural yang lahir dari citra sebuah penerbit tadi juga berimbas bagi keuntungan/kerugian kultural yang diperoleh penulis. Sebuah buku yang diterbitkan oleh penerbit yang sesuai citranya dengan buku tersebut, akan melahirkan kebanggaan (baca: keuntungan) tersendiri bagi penulisnya, walau pun penjualannya tidak baik. Sebagai contoh, skripsi seorang mahasiswa UIN tentang Gus Dur diterbitkan oleh LKiS yang memiliki citra sebagai salah satu ujung tombak generasi intelektual muda NU akan memberikan kebanggaan tersendiri ketimbang diterbitkan oleh penerbit yang tidak punya citra tersebut. Sebaliknya, seorang penulis sebuah buku sejarah barangkali tidak akan mendapatkan keuntungan seperti si mahasiswa UIN tadi jika naskah dia diterbitkan oleh Elexmedia Komputindo, salah satu imprint Kelompok Gramedia yang sudah mendapat pengakuan sebagai penerbit bukubuku komputer dan komik manga Jepang! Di sini harus disampaikan sebuah catatan terkait keuntungan/kerugian kultural yang diperoleh seorang penulis: bahwa keuntungan/kerugian itu akan dialami seorang penulis jika namanya memang punya arti, punya signifikansi, di mata
pembaca
ketika
memandang,
memegang,
menimbang-nimbang,
membeli, dan membaca buku karangan dia. Jika tidak, maka penulis tidak akan
61
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memperoleh apa-apa dari segi nilai kultural sebuah buku terlepas apa pun penerbit yang menerbitkan bukunya.
Catatan ini disampaikan mengingat
kenyataan bahwa inilah yang kerap terjadi dalam kasus-kasus buku populer, di mana satu tema dikeroyok banyak penerbit dan penulis, termasuk kasus bukubuku swa-bantu Islami. Untuk menelaah keadaan ini lebih jauh, selanjutnya akan dibicarakan seluk-beluk buku sebagai komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Tidak mungkin satu komoditas diproduksi oleh banyak pihak, jika komoditas itu tidak memiliki sesuatu yang jadi incaran utama mereka. Nilai itu adalah nilai ekonomis: bahwa satu tema buku populer ditulis banyak orang, diterbitkan berbagai penerbit, karena dia laku keras dan mampu segera mendatangkan keuntungan rupiah.
2. Buku sebagai Benda Ekonomis Nilai ekonomi buku lahir dari fungsinya sebagai komoditas yang dapat dipertukarkan dengan komoditas lain dengan perantaraan uang. Sepintas lalu memang tidak ada bedanya buku sebagai pembawa nilai kultural dengan buku sebagai pembawa nilai ekonomis karena sama-sama bertumpu pada fungsinya sebagai tempat terinskripsinya wacana. Penerbit atau penulis beruntung/merugi baik secara kultural maupun ekonomi gara-gara fungsi tersebut. Perbedaan tipis antara keduanya akan terasa di dalam dunia nyata keseharian, termasuk wacana
yang
berkembang
di
kalangan
pelaku
dunia
penerbitan.
Keuntungan/kerugian kultural tidak bisa diperbandingkan meski terkait erat dengan
keuntungan/ekonomis
karena
ukurannya
berbeda.
Keuntungan/kerugian kultural didasarkan pengakuan yang diperoleh dan tidak melulu ditentukan oleh modal kultural konkret yang ditanam pada momen produksi, melainkan lebih pada investasi kultural abstrak yang bentuk paling
62
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kentaranya adalah rekam jejak secara historis sebuah penerbit. 26 Sedangkan keuntungan/kerugian ekonomi sudah barang tentu dengan mudah dapat diukur secara konkret dari neraca penjualan. Dalam omong-omongan di kalangan pelaku industri penerbitan buku, nilai ekonomi sebuah buku tergambar dari status buku yang cuma dipandang sebagai barang dagangan! “Bagi kami, para produsen buku, kata kuncinya adalah terjual dan laku. Bisnis buku tidak lebih dan tidak kurang afdol dari bisnis lain. Ujung-ujungnya adalah keuntungan,” kata Ade Makruf. 27 Ada pun hubungan antara keuntungan kultural dan keuntungan ekonomi terjadi demikian: dalam situasi konkret, pengakuan yang diperoleh dapat dilihat dari angka penjualan. Buku laporan penjualan adalah cermin bagi penerbit untuk melihat siapa dirinya, penerbit yang bagaimana dia di mata pembaca. Gambaran umum berapa besar “kue” industri perbukuan di Indonesia dari kacamata ekonomi dapat dilihat dari keterangan Bambang Trim berikut ini: [Meski] industri penerbitan buku di Indonesia tidak memiliki angka pasti berapa market share dunia buku di Indonesia, khususnya buku umum. Hal ini karena setiap penerbit memang menutup diri untuk data-data pencapaian target. Bahkan, ada penerbit yang merasa tabu untuk membuka rahasia berapa mereka mencetak kali pertama buku tertentu seperti takut dengan persaingan di dunia buku Indonesia yang ketat. [Namun] saya sendiri memprediksi angka itu mencapai lebih dari 4 T dan kuenya terbagi pada lebih kurang 400-500 penerbit seluruh Indonesia. Penerbit-penerbit kelas menengah menurut saya adalah mereka yang mampu membukukan target penjualan satu tahun antara 100 M-200 M. Penerbit-penerbit kelas atas tentu lebih dari Rp 300 M. Adapun yang paling banyak adalah penerbit sejenis UKM yang bermain dalam omzet di 28 bawah Rp 50 M. (cetak miring dari penulis)
26 Bisa jadi sebuah penerbit tidak akan mendapatkan pengakuan yang besar atas sebuah buku yang berasal dari disertasi berpredikat cum laude dan laku keras, hanya gara-gara dia selama ini terkenal sebagai penerbit buku-buku “ringan.” Sebaliknya, sebuah penerbit justru bisa jadi bahan tertawaan garagara menerbitkan buku kiat-kiat menembus tes PNS, misalnya, hanya karena selama ini dia diakui sebagai penerbit buku-buku pemikiran Islam kontemporer. Kejadian seperti ini memang sangat jarang terjadi, bahkan bisa dikatakan tidak pernah, karena sekali lagi, sebagaimana yang dikatakan Ade Makruf, “positioning itu amat menentukan dalam dunia penerbitan, sehingga sejak awal penerbit berkenalan dengan sebuah naskah, amatannya sudah ditentukan dan digiring oleh posisi yang dia ambil.” Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta. 27 Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta. 28 Bambang Trim, “Penerbit dan Penulis Buku 2011: Kau Mau ke Mana,” dalam blog iboekoe. Dimuat 03 Januari 2011, diakses dan diunduh 02 Maret 2011.
63
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kalau kutipan di atas masih terlalu global untuk menggambarkan seberapa prospek dan menguntungkan bisnis ini, berikut ini akan dikemukakan ringkas simulasi atau hitung-hitungan di atas kertas berapa modal dan keuntungan yang dapat diperoleh penerbit dari “sebuah” buku yang diterbitkan dan dijualnya. Keterangan ini disampaikan Ade Makruf dalam petikan berikut: Bisnis ini sangat menguntungkan…sangat menguntungkan. Untuk menentukan harga jual sebuah buku di pasaran produsen tinggal mematok harga 5 atau 6 kali dari ongkos produksi. Tapi pada prinsipnya, patokan ini terserah produsen, mau dikalikan 10 juga boleh, karena tidak ada regulasi yang mengaturnya selain hukum pasar. Misalnya, ongkos produksi dari awal sampai akhir untuk satu judul buku yang dicetak 1000 eksemplar adalah Rp. 10 juta, maka harga buku itu dipatok kira-kira Rp. 50.000 per buku, karena modal produksi per buku (Rp. 10.000,-) dikali 5. Kemudian, 40-50 % dari harga buku itu diperuntukkan untuk macammacam diskon, mulai dari diskon untuk distributor, untuk toko buku, dan konsumen. Dengan demikian, harga riil yang bisa diharapkan penerbit untuk satu buah buku itu sebenarnya hanya Rp. 25.000-,. Jika dari jumlah ini dikeluarkan sebesar Rp. 10.000 untuk mengambalikan ongkos produksi, penerbit telah memperoleh keuntungan 150 %! Tapi ini hanya hitung-hitungan di atas kertas, karena banyak kejadian yang menunjukkan bahwa buku yang dilempar ke pasar malah jeblok sehingga untuk mengembalikan ongkos produksi yang 10 juta saja tidak bisa. Karena itulah, ukuran sehatnya sebuah penerbit menengah ke bawah (yang omzetnya per bulan 200-300 juta) paling kurang harus melempar 5-6 judul per bulan dengan rerata oplah per judul 3000 eksemplar. Artinya, per bulan penerbit itu minimal harus melempar 15000-18000 eksemplar ke pasar. Di antara 5 sampai 6 judul buku yang dilempar itu, pasti ada satudua judul yang rekor penjualannya bagus, sehingga memasuki bulan kedua, minimal setengah modal yang dikeluarkan untuk kesemua judul 29 sudah bisa kembali.
Kutipan di atas kiranya dapat menggambarkan betapa menggiurkan sekaligus berisikonya bisnis penerbitan. Lalu lintas perputaran modal dan keuntungan berlangsung dalam hitungan bulan dan setiap penerbit dituntut untuk terus berproduksi setiap bulan untuk mengembalikan modal dan memutarnya lagi. “Perhitungan di atas kertas,” sebagaimana dikemukakan Ade Makruf tadi, tidak bisa dijadikan jaminan bahwa setiap pihak yang menanamkan modal dalam bisnis penerbitan buku sudah pasti beruntung lebih dari 100 %. Hal ini dikarenakan buku yang beredar di pasaran sudah sangat banyak, 29
Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
64
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sehingga produsen dituntut untuk memproduksi banyak judul tiap bulan, agar aliran dana segar yang masuk tetap besar. Artinya, di antara judul-judul yang dilempar penerbit ke pasar per bulan terjadi subsidi silang. Jika judul A laku keras, sementara judul B tersendat-sendat penjualannya, maka keuntungan sementara yang diperoleh dari judul A dipakai untuk mengembalikan ongkos produksi yang dipakai untuk menerbitkan judul B. Begitulah jalannya roda penerbitan dari bulan ke bulan. Mekanisme ini menjadi makin wajib dilakukan oleh penerbit yang mengandalkan jasa perusahaan distributor buku untuk penjualannya, karena setiap distributor mematok presentase diskon yang besar, bahkan ada yang sampai 50% –diskon besar harus diberikan penerbit yang belum punya posisi tawar kuat karena masih kecil atau tidak terkenal (tidak banyak mengantongi keuntungan kultural). Bayangkan risiko yang dihadapi penerbit kecil dan masih jadi pemain baru ketika menggerakkan roda penerbitannya dengan modal pinjaman dari bank sebesar 200-300 juta? 30 Di titik inilah jaringan toko buku Gramedia memiliki kelebihan dan kekuatannya di mata para penerbit. Dia tidak mematok diskon. Jika penerbit menetapkan harga jual buku Rp. 50.000,-, maka manajemen Gramedia akan memberikan jumlah itu kepada penerbit jika buku itu memang terjual di tokonya. Kelebihan dan kekuatan ini bukannya tanpa konsekuensi, karena secara tidak langsung Gramedia menjadi salah satu –untuk tidak mengatakan satu-satunya– pendikte pasar perbukuan nasional. Di kalangan penerbit berlaku guyonan, “Kalau mau tahu apa buku yang sedang laris, intip saja rak best seller Gramedia.” 31 Selain mendikte, dia juga menghegemoni penerbit, karena “Kami,
30
Pernyataan ini disampaikan dalam percakapan pribadi dengan penulis oleh Abdullah Masrur, pendiri dan pemilik kelompok penerbit Arruz Media Yogyakarta. 31 Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
65
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
produsen buku, tidak akan risau jika buku kami tidak masuk Toga Mas, tapi kami akan sangat risau jika buku kami tidak bisa menembus Gramedia.” 32 Ketat dan cepatnya persaingan di industri perbukuan yang berlangsung dalam hitungan bulan, bahkan minggu, karena tiap penerbit selalu mengamati pengumuman top hit penjualan per minggu di toko Gramedia, berakibat langsung pada mekanisme pengadaan naskah.
C.
Lika-liku Pengadaan Naskah Secara umum, dari sudut pandang industri perbukuan, naskah yang akan diterbitkan dapat dibagi jadi tiga kategori sesuai penulisnya: naskah dari penulis akademisi, penulis profesional, dan penulis “tukang”/pesanan. Naskah yang ditulis akademisi adalah naskah yang berasal dari penelitian ilmiah yang terfokus pada satu topik tertentu dan mendalam. Tak jarang naskahnaskah ini awalnya adalah karya ilmiah di perguruan tinggi semisal skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian atau tulisan-tulisan yang semula ditulis untuk dimuat dalam berbagai jurnal ilmiah. Memang ada juga naskah yang sejak awal ditulis para akademisi dengan kepentingan untuk diterbitkan sebagai buku, bukan sebagai laporan penelitian. Namun jenis ini sangat jarang, mengingat sudah jadi rahasia umum kalau waktu dan pikiran sebagian besar akademisi/cendekiawan Indonesia lebih tersita untuk urusan birokrasi dan tugas mengajar ketimbang menulis. Naskah dari penulis profesional adalah naskah yang ditulis oleh mereka yang pekerjaan utamanya (baca: mata pencahariannya) memang menulis. Para penulis profesional menghasilkan naskah dengan cara melakukan riset mandiri yang dilakukan demi kepentingan penulisan sebuah buku, bukan untuk dipertanggungjawabkan kepada pihak lain, misalnya dewan penguji di perguruan
32
Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
66
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
tinggi. Tidak jarang juga naskah yang dilahirkan para penulis profesional ini berasal dari gagasan yang telah matang dalam pemikirannya dan kemudian dia tuliskan dengan menambahkan data-data penunjang gagasan itu. Kerap kali genre tulisan yang lahir dari tangan mereka berbentuk esai atau buku-buku ilmiah populer. Sedangkan kategori ketiga adalah naskah dari penulis pesanan (penulis “piaraan”). Sepintas lalu memang sulit membedakan kategori ini dengan kategori naskah dari penulis profesional, karena mereka sama-sama menggantungkan penghidupannya pada naskah yang ditulis. Perbedaannya terletak pada siapa yang lebih dahulu berinisiatif menawarkan naskah. Buku penulis profesional terbit karena sang penulis menawarkan naskahnya kepada penerbit. Penulis yang sudah punya nama dan diakui punya kualitas atau sudah banyak menerbitkan buku jarang yang ditolak setiap kali menawarkan naskah. Biasanya penulis jenis ini sudah “berlangganan” dengan penerbit tertentu. Sedangkan buku penulis pesanan lahir karena penerbit yang memesan, inisiatif penulisan naskahnya tidak berasal dari si penulis, melainkan penerbit. Kategori ketiga ini muncul sebagai akibat dari ketatnya persaingan antarpenerbit dan tingginya tuntutan naskah yang harus diterbitkan bulan ke bulan oleh setiap penerbit. Berapa jumlah judul dan oplah yang harus dilempar ke pasar tiap bulan berbanding lurus dengan besar kecilnya penerbit bersangkutan. Keadaan ini terjadi sebagai konsekuensi logis dari aturan main pasar perbukuan, terutama dari segi pembayaran. Jika sebuah penerbit kecil (beromzet Rp. 200 juta per bulan) mengandalkan jasa distributor, maka pembayaran akan dilakukan per tiga bulan, per empat bulan, atau per enam bulan. Jika satu judul dikirim ke distributor pada bulan ke-1, misalnya, maka pembayaran dari hasil penjualan judul itu baru akan diterima pada bulan ke-4. Menerbitkan satu atau dua judul belum menjamin modal yang ditanam untuk ongkos produksi pada bulan ke-1 bisa kembali di bulan ke-4, sehingga penerbit harus menerbitkan minimal 5-6 judul. Cara yang sama juga
67
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
harus dilakukan di bulan ke-2 dan ke-3 dan selanjutnya untuk memastikan aliran dana (cash flow) tetap masuk tiap bulan untuk mengongkosi roda produksi. Tuntutan pengadaan naskah per bulan ini makin besar dirasakan oleh penerbit menengah ke atas (yang beromzet Rp.500 juta ke atas per bulan). Agar perputaran modal tetap terjadi, agar roda penerbitan buku tidak berhenti, mereka dituntut untuk melempar minimal 10 judul per bulan. Jika sebuah penerbit cuma mengandalkan naskah-naskah yang ditawarkan para penulis profesional, apa lagi penulis akademisi, maka tingginya kebutuhan akan naskah seperti yang diilustrasikan di atas tidak akan terpenuhi. Itulah sebabnya penerbit menyiasatinya dengan cara memesan penulisan sebuah naskah kepada penulis. Menurut Ade Makruf cara ini jamak dilakukan para penerbit dengan berbagai cara. 33 Namun secara umum cara pemesanan itu dapat dibagi menjadi dua sesuai dengan jenis penulis tempat memesan naskah. Pertama, penerbit mengontak langsung seorang penulis kenalannya yang dianggap mampu menggarap penulisan naskah yang diinginkan. Biasanya penulis ini sudah dikenal baik oleh pihak penerbit, bahkan sudah berlangganan. Inilah apa yang di kalangan penerbit disebut dengan nada miring sebagai “penulis piaraan.” Pemesanan bisa juga dilakukan dengan cara tidak langsung, yakni dengan membuka sayembara penulisan naskah dengan tema-tema, format penulisan, gaya penulisan, dan batas waktu yang ditentukan. Cara ini ditempuh oleh penerbit Pro-U Media Yogyakarta, misalnya, beberapa tahun yang lalu. Bisa diduga cara ini ditempuh karena penerbit yang bersangkutan belum besar dan punya nama, dan oleh karena itu belum mampu “memelihara” seorang atau beberapa penulis. Bisa pula karena penerbit ingin memetakan komunitas penulis dan menentukan
33
Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
68
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
posisinya di dalam peta tersebut. Namun apa pun motifnya, sayembara ini pasti dilakukan untuk memastikan kelancaran pasokan naskah ke sebuah penerbit. Di sini perlu ditambahkan bahwa pemastian kelancaran naskah itu bukan hanya dilakukan ketika sebuah tema sudah ditentukan lalu dipesan ke penulis, melainkan ada pula cara lain, yaitu dengan “mengontrak” penulis untuk beberapa waktu dengan tema-tema yang baru akan ditentukan kemudian selama masa kontrak itu. Cara ini ditempuh penerbit karena sudah sangat tahu kapasitas dan kualitas seorang penulis dan dia memang dibutuhkan untuk menggarap tema-tema yang jadi ciri khas posisi sebuah penerbit dalam peta persaingan penerbitan buku. Ade Makruf menyebutkan bahwa dia punya seorang teman penulis yang dikontrak oleh sebuah penerbit di Yogyakarta selama tiga tahun untuk memasok naskah yang ditentukan penerbit dengan imbalan sebuah rumah! 34 Kedua, penulis mengontak tim penulis yang bisa berupa agensi penulis yang punya struktur formal dengan pembagian tugas yang jelas dan ada pula yang berupa sekadar kelompok yang terdiri dari beberapa orang penulis yang “dipimpin” oleh seorang penulis yang relatif sudah punya nama. Namun pada dasarnya cara kerja tim penulis ini sama saja, ada yang bertugas jadi humas yang menerima pesanan atau menawarkan naskah-naskah bikinan mereka yang belum “laku,” pencari data yang bertugas mengumpulkan seluruh data dan bahan terkait tentang suatu tema, penulis yang akan mengolah data dan bahan-bahan yang terkumpul jadi sebuah naskah, dan terakhir, penyunting yang akan memeriksa dan memproofing naskah sebelum diserahkan ke pemesan.
D.
Kendali Pasar atas Tema-tema dan Rekayasa Judul Buku Cara-cara pengadaan naskah seperti yang dilukiskan di atas ditempuh penerbit untuk memenuhi tuntutan produksi tiap bulan. Jika produksi menurun atau
34
Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
69
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengalami stagnasi, maka dapat dipastikan aliran dana pembayaran dari distributor atau toko buku tidak akan mampu menutupi biaya operasional penerbit per bulan. 35 Tuntutan produksi yang sangat besar ini memaksa para penerbit untuk memutar otak dalam mengadakan naskah. Mereka tidak bisa mengandalkan naskah-naskah yang ditawarkan oleh para penulis akademisi maupun profesional. Selain naskah dari penulis akademisi memang lebih sedikit dibanding naskah dari penulis profesional, penyebab lain mengapa pasokan naskah dari para akademisi tidak bisa diandalkan adalah karena naskah-naskah akademis yang cenderung “berat” jarang yang mampu mengembalikan modal dengan cepat, apa lagi segera mendatangkan keuntungan. Dengan kata lain, naskah akademis jarang bisa “meledak.” Sementara naskah penulis profesional pun juga tidak bisa terlalu diharapkan, karena naskah yang mereka tawarkan kerap kali kalah cepat dalam mengikuti tema yang sedang tren. Hal ini wajar terjadi, karena jarang penulis profesional yang mengamati tren tema di pasar perbukuan secepat dan sedekat penerbit. Tema yang menurut penulis profesional masih tren ketika dia mulai menulis naskah, ketika selesai dan ditawarkan ke penerbit ternyata sudah ketinggalan. Perlu diingat, ketertinggalan tema ini tidak dalam hitungan tahun, melainkan bulan! Ada beberapa pertimbangan yang dipakai penerbit –dalam hal ini awak redaksi– untuk menerima atau memesan naskah. Namun pada dasarnya, pertimbangan-pertimbangan itu akhirnya bermuara pada satu prinsip: “pasar adalah tema.” 36
35 Pembayaran dari distributor atau toko buku biasanya dengan sistem kredit, sehingga uang yang diterima untuk satu kali pembayaran pasti lebih kecil dari total harga buku yang diserahkan. Penerbit tidak mungkin menunggu sampai pembayaran lunas sebelum menerbitkan buku baru, karena cara ini akan menghilangkan nama penerbit dari konsumen di tengah banyaknya penerbit yang ada. 36 Untuk mendapatkan ilustrasi bagaimana pergerakan tren buku di penghujung 1990-an sampai pertengahan tahun 2000-an dapat dilihat dalam sub-bab “Pasar Adalah Tema” dalam buku Declare! Kamar Kerja Penerbit Jogja (1998-2007). Di bagian ini diilustrasikan bagaimana pada akhir tahun 1990-an
70
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pertimbangan biasanya didasarkan pada survei pasar dan angka penjualan. Dengan berkeliling ke toko-toko buku yang jadi acuan –biasanya Gramedia– atau stand-stand pameran, penerbit dapat menyimpulkan tema-tema apa saja yang sedang tren, yang sudah mulai jenuh, atau yang merangkak naik daun. Bahkan ada penerbit yang mampu memperoleh informasi dari toko Gramedia bahwa suatu tema tertentu telah diisi oleh sekian banyak judul. Jika koneksi penerbit dengan pihak Gramedia cukup dekat, maka dia akan diberitahu apakah masih ada peluang buat dia untuk menerbitkan buku dengan tema yang sama atau tidak.
37
Tema yang sedang tren di pasar juga dapat dikenali atau setidaknya diperkirakan penerbit dengan melihat laporan penjualannya tiap bulan. Dari sekian banyak judul buku dari berbagai tema yang telah dilempar ke pasar, penerbit dapat menentukan mana tema yang sedang tren dengan memperhatikan angka penjualan yang paling tinggi atau tema/judul apa yang paling cepat diserap pasar. Selain itu, seperti yang disinggung sebelumnya, sebuah penerbit bisa juga memperoleh masukan dari toko buku atau distributor yang menyalurkan buku-buku terbitannya. Indra Effendi, salah seorang pimpinan penerbit AK Grup Yogyakarta, menceritakan pengalamannya “berkonsultasi” dengan pihak manajemen Bukukita, sebuah perusahaan distributor buku yang berada di bawah naungan kelompok Agromedia Jakarta. Memperhatikan laporan penjualan buku-buku AK Grup selama tahun 2011 yang tidak sampai 5 % per bulan per judul dari 3000 eksemplar yang diserahkan kepada Bukukita, Indra bertanya dan meminta saran kepada
tema-tema buku kiri dan ilmu sosial kritis mewarnai penerbitan buku Yogyakarta, lalu bergeser ke bukubuku romantis-spiritual dengan terbitnya buku-buku terjemahan puisi Jalaluddin Rumi dan Kahlil Gibran, lalu tema ini digantikan oleh buku bertema seks, seperti Jakarta Undercover dan Sex In the Kost. Setelah jenuh dengan tema seks, tren beralih pada buku-buku chicklit dan teenlit. Lihat Adhe, Declare! Kamar Kerja Penerbit Jogja (1998-2007), Yogyakarta: KPJ (Komunitas Penerbit Jogja), hlm. 257-262. 37 Ade Makruf mengatakan bahwa pada bulan Maret 2012, menurut keterangan kenalannya di Toko Buku Gramedia Sudirman Yogyakarta, sudah ada 20 judul buku tentang khasiat buah sirsak untuk pengobatan kanker. Tema ini meledak karena majalah Trubus tiga kali berturut-turut mengangkat tema ini. Kenalannya menyarankan agar jangan lagi menerbitkan buku dengan tema tersebut. Ade Makruf kemudian menyatakan jika untuk satu tema, judul yang sudah beredar baru 5 atau 6, maka peluang untuk satu penerbit masih ada untuk tema yang sama. Tapi jika sudah lebih dari 10, maka peluangnya sudah kecil. Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
71
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
manajemen Bukukita. “Dalam imelnya,” kata Indra Effendi, “pihak Bukukita menyarankan agar AK Grup menerbitkan buku-buku ringan dan populer, seperti buku motivasi atau tuntunan ibadah dengan kemasan modern. Selama ini buku AK grup yang masuk ke Bukikita cenderung berat-berat.”
38
Karena penjualan penerbitnya kian hari kian merosot, 39 Indra Effendi tidak hanya mengamini saran dari distributor itu, tapi juga mengirimkan beberapa judul buku beserta sinopsisnya untuk dinilai oleh distributor Bukukita mana yang kira-kira akan laku di pasaran. Perlu diingat bahwa judul-judul itu belum dicetak, melainkan masih dalam bentuk naskah mentah yang belum disetujui dengan penulisnya untuk diterbitkan. Ini berarti hanya judul-judul yang disetujui distributor yang akan diterbitkan, sedangkan judul yang tidak disetujui besar kemungkinan akan dikembalikan kepada penulisnya. Bisa juga terjadi hal sebaliknya, yakni pihak distributor yang justru meminta satu tema atau judul untuk didistribusikannya. Hal ini juga dialami AK Grup dengan distributor Diandra Yogyakarta. Pihak Diandra meminta agar tema-tema psikologi kenabian tetap diterbitkan dan bukunya didistribusikan oleh Diandra, karena menurut catatan penjualan mereka buku Psikologi Kenabian (Prophetic
Psychology): Menghidupkan Potensi dan Kepribadian Kenabian dalam Diri karangan Hamdani Bakran Adz-Dzakiey mencapai rekor penjualan yang sangat baik. Mereka memperkirakan bahwa buku-buku dengan judul lain namun dengan tema yang sama tetap akan laku, apa lagi jika diterbitkan dengan imprin yang sama.
38
Wawancara dengan Indra Effendi, Februari 2012. Indra Effendi menuturkan bahwa bagi AK Grup, penjualan yang sehat untuk satu judul buku yang dicetak 3000 dan diedarkan oleh distributor tunggal adalah 10 % per bulan. Jika penjualannya tidak sampai 5 % per bulan, artinya kurang dari 150 buah buku per judul, maka roda produksi untuk bulan-bulan berikutnya akan tersendat dan mengharuskan adanya suntikan modal baru. Wawancara dengan Indra Effendi, Februari 2012. 39
72
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Pertimbangan lain yang dipakai penerbit untuk menerima atau memesan naskah adalah spekulasi penerbit dengan cara bereksperimen dengan tema-tema baru. Spekulasi sebuah penerbit dengan tema atau judul tertentu bukannya dilakukan tanpa perhitungan. Eksperimen ini didasarkan pada pengalaman atau rekam jejak penerbit bersangkutan selama ini. Jika sebuah penerbit selama ini cukup berhasil, dan oleh karena itu diakui oleh khalayak umum –baik kompetitor, distributor, toko buku maupun oleh pembaca– sebagai penerbit dengan tema-tema keislaman yang gaul, 40 maka dia spekulasi dan eksperimennya tidak akan jauhjauh dari tema tersebut. Meski perbedaan spekulasi dan eksperimen tema/judul berdasarkan pengalaman ini beda tipis dengan gambling murni, namun yang pasti, jika satu tema baru hasil spekulasi ini berhasil di pasaran, otomatis penerbit bersangkutan akan menjadi pioner dalam tema tersebut. Penerbit-penerbit lain akan menjadi pengikutnya (follower). Kasus di mana satu penerbit jadi pioner dan beberapa waktu kemudian penerbit lain jadi pengikut sangat banyak. Salah satu yang fenomenal adalah buku La Tahzan! Jangan Bersedih yang diterbitkan penerbit Qisthi Jakarta pertama kali tahun 2002. Judul ini dan tema yang menaunginya melahirkan setidaknya 16 judul lain yang memakai kata La Tahzan dan mengusung tema jangan bersedih dan putus asa atas cobaan yang mendera di masa lalu.
41
40
Misalnya adalah penerbit Pro-U Media Yogyakarta yang selama ini menerbitkan buku-buku keislaman namun dengan format dan bahasa yang “gaul”, menggunakan bahasa prokem Jakarta seperti kata loe, gue, dan seterusnya. 41 Dari katalog buku-buku yang dipajang di situs resmi penerbit Mizan, terdapat 17 buku yang judulnya secara eksplisit memakai kata La Tahzan. Buku-buku ini adalah terbitan penerbit yang berada di bawah naungan Mizan atau penerbit yang menjadikan Mizan sebagai distributornya, seperti penerbit Lingkar Pena. Buku-buku tersebut adalah: La tahzan for Broken Hearted Muslimah (Asma nadia, dkk); La Tahzan for Teachers (Gita Lovusa, Irmayanti); La Tahzan For Student (Lisman Suryanegara,dkk); La Tahzan for Teachers La Tahzan for Parents (K.H. Dindin Solahudin); Lâ Tahzan Innâllha Ma’anâ: Tenteram Bersama Allah di Setiap Tempat dan Waktu (K.H. Choer Affandi): Lâ Tahzan Innallâha Ma‘anâ (K.H. Choer Affandi); La Tahzan for Mothers (Asma Nadia, dkk); La Tahzan for Single Mothers (Sylvia L'Namira); La Tahzan for Working Mothers (Izzatul Jannah); La Takhaf wa La Tahzan : Jangan Takut dan Jangan Sedih (Muhammad Djarot Sentosa); KKPK: La Tahzan Nina (Salsa); La Tahzan for Children: Hapus Air Mata, Selalu Ceria (Abu Akhtar); La Tahzan for Modern Muslimah: Bahagia dengan Kegelisahan (Annisa
73
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Satu hal yang menarik dicatat terkait soal penerbit yang jadi pioner dan pengikut suatu tema atau judul ini adalah fakta bahwa sebanyak apa pun penerbit yang jadi pengikut, namun keuntungan paling besar tetap diperoleh oleh penerbit pioner. Penerbit Republika yang berspekulasi dengan menerbitkan novel Ayat-
ayat Cinta menjadi pioner dalam tema ini, sehingga berapa pun jumlah penerbit pengikut yang kemudian mengeroyok tema ini, tetap saja Penerbit Republika bertengger di puncak angka penjualan tertinggi.
42
Selain pertimbangan-pertimbangan di atas, masih ada pertimbangan lain yang dipakai penerbit dalam menerima naskah, yaitu kontroversial atau tidaknya tema sebuah naskah dan sesuai atau tidaknya naskah itu dengan visi dan misi. Masalah kontroversialnya tema dan visi-misi
penerbit ini sebenarnya terpulang
pada satu hal: positioning penerbit di arena penerbitan buku. Jika sebuah penerbit sudah mengambil posisi murni bisnis, maka tema apa pun akan digarap asal menurut perhitungannya akan diserap pasar. Bahkan ada yang berprinsip, makin kontroversial sebuah tema, makin baik, karena akan diburu pembaca. Sebaliknya, jika tema memang cukup kontroversial namun menurut perkiraan penerbit hanya akan diserap oleh sebagian kecil segmen pembaca, maka tema itu tidak akan diterbitkan. Biasanya tema-tema seperti ini hanya akan diterbitkan oleh penerbit yang “ngotot” dengan satu visi dan misi, atau lebih tepatnya, penerbit yang mencoba berpegang teguh pada posisi yang sedari awal sudah ditentukan. Contoh paling kentara dari tema kontroversial adalah tema-tema jihad, hujatan terhadap Israel atau Amerika, isu negara Islam dan yang senada dengan itu. Jika ada penulis yang menawarkan naskah dengan tema ini kepada penerbit yang posisinya murni bisnis, maka naskahnya kemungkinan besar akan ditolak, sebab penerbit akan berpikir bahwa “walau pun memang ada yang mau membaca tema jihad, Lathifah); La Tahzan for Teen’s Love (Sabil el-Ma’rufie); La Tahzan for Kids (Abu Razifa); La Tahzan for Teens (Qomarruzzaman Awwab); La Tahzan for Muslimah (Salma Shulha) 42 Penjelasan Ade Makruf dalam wawancara pada 03 April 2012, di Yogyakarta.
74
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
namun masih lebih banyak lagi pembaca yang akan membaca tema-tema selain itu. Itulah sebabnya mengapa di paruh kedua dekade 2000-an, tema-tema seperti ini hanya beredar di kalangan penerbit Solo, lazim disebut “Geng Solo.”
43
Prinsip positioning dan pasar adalah tema yang melandasi proses pengadaan naskah yang akan diterbitkan sebuah penerbit seperti yang digambarkan di atas pada dasarnya juga dijadikan pijakan bagi para penulis ketika akan menawarkan naskah mereka. Seorang penulis akademis yang ingin menerbitkan naskahnya akan memperhitungkan penerbit di posisi mana yang cocok dia sodori naskahnya. Dia akan mencari penerbit yang akan memberikan keuntungan kultural baginya dalam bentuk pengakuan bahwa bukunya diterbitkan oleh penerbit yang terkenal banyak menerbitkan buku-buku dengan tema yang juga dimiliki naskahnya. Sedangkan penulis profesional lebih menitikberatkan pertimbangan pada tema yang sedang tren di pasar perbukuan. Dia akan mencari penerbit yang belum banyak menerbitkan tema tersebut atau kalau tidak berhasil mendapatkan peta penerbit, dia akan berspekulasi menyodorkan naskahnya kepada penerbit yang banyak menerbitkan tema tersebut. Tingginya tuntutan akan pasokan naskah dan banyaknya penerbit yang menggarap tema yang sama, meski dengan judul berbeda-beda, mengakibatkan nama penulis yang tercantum di sampul buku-buku itu menjadi tidak signifikan, menjadi tidak terlalu bernilai, dan oleh karena itu tidak banyak memperoleh keuntungan kultural dalam bentuk pengakuan. Sangat jarang penulis yang berhasil memperoleh pengakuan cukup besar sehingga namanya menjadi semacam ikon untuk satu tema tertentu. Biasanya penulis yang mendapat keuntungan kultural seperti ini adalah penulis yang jadi pioner dalam satu tema seperti Dr. Aid Al-Qarni 43
Istilah ini dikemukakan oleh Ade Makruf dan sudah lazim di kalangan penerbit Jogja. Wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta. Kemudian dari itu, sebuah LSM internasional yang mengurusi konflik, yakni International Crisis Group, merasa perlu mengadakan penelitian dan menerbitkan laporan tentang penerbit-penerbit Geng Solo ini. Lihat International Crisis Group, “INDONESIA: JEMAAH ISLAMIYAH’S PUBLISHING INDUSTRY: Asia Report No147 28 February 2008”, Jakarta_Brussel: International Crisis Group, 2008.
75
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dengan La Tahzan-nya, Aa’ Gym dengan Manajemen Qalbu-nya, M. Fauzil Adhim dengan buku-buku keluarga sakinahnya dan belakangan Ustaz Yusuf Mansur dengan konsep sedekah-nya. Sedangkan para penulis yang posisinya sebagai pengikut, entah itu atas inisiatif sendiri karena mengikuti tren pasar atau karena pesanan, harus rela namanya tidak diacuhkan meski tertera di sampul buku. “Itulah sebabnya mengapa judul-judul buku populer, termasuk swa-bantu Islami ditulis besar-besar dan kontras sementara nama penulisnya kecil dan tidak kentara.” 44 Kenyataan bahwa sebagian besar nama penulis buku-buku yang temanya sedang ramai dan digarap oleh banyak penulis dan penerbit berakibat pada gampangnya membikin nama-nama pena, 45 bahkan nama yang fiktif belaka, karena naskah yang bersangkutan memang digarap secara keroyokan oleh banyak orang. 46 Besar dan cepatnya tuntutan akan pasokan naskah dan relatif tidak signifikannya nama penulis buku yang mengikuti tema yang sedang tren berimplikasi langsung pada cara penulisan naskah itu sendiri. Implikasi dari tingginya permintaan pasar akan buku-buku populer Islam memaksa penerbit memproduksi buku dalam jumlah yang besar dalam waktu yang singkat. Permintaan ini disiasati dengan cara menganekaragamkan judul-judul buku dengan tema atau pembahasan yang relatif sama.
44
Keterangan Ade Makruf dalam wawancara pada 03 April 2012, di Yogyakarta. Biasanya nama pena ini disesuaikan dengan tema buku. Sebagai contoh jika tema buku adalah masalah keislaman populer atau “sastra Islami” kerap kali nama pena yang dipakai adalah nama yang ada “bau” Arab-nya, meski terkadang cukup dengan menambahi awal al- atau el-. Tak jarang pula nama pena itu ditulis dengan menambahi gelar Ustaz atau K.H. Walaupun nama pena yang kearab-araban ini dibikin dengan mengandaikan pembaca memang akan memperhatikannya, namun pertimbangan utamanya adalah mengikuti tren nama penulis Ayat-ayat Cinta yang ada awalan el-nya. Nama ini dibuat justru karena penulis dan penerbit yakin pembaca tidak akan mau susah-susah memastikan siapa sebenarnya penulis. Keterangan ini diperoleh dari wawancara dengan Ade Makruf pada 03 April 2012, di Yogyakarta 46 Biasanya buku-buku yang nama penulisnya fiktif ini adalah kumpulan humor atau kumpulan sms-sms yang beberapa waktu lalu jadi tren di pasar perbukuan Indonesia. 45
76
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Menurut Bambang Trim 47 tidak ada teori baku yang berlaku untuk pembikinan judul sebuah buku, yang ada hanya ada kisi-kisi yang perlu diperhatikan oleh editor sebuah penerbitan ketika telah selesai mereview atau menyunting naskah yang masuk. Di antara kisi-kisi itu adalah: pertama, judul buku hendaknya dibuat dalam format induk judul (judul utama) dan anak judul demi menghasilkan dua tujuan, mengikat perhatian pembaca (induk judul) dan menjelaskan isi (anak judul). Kedua, judul dapat dibuat dalam tiga atau empat kata kata bergantung pada relevansi terhadap isi naskah dan hendaknya terdiri dari kata-kata yang menarik (eye cacthing) dan efektif. Namun, aturan ini tidak mengikat, karena ada judul buku yang terkesan panjang, seperti Psikologi Kenabian (Prophetic Psychology):
Menghidupkan Potensi dan Kepribadian Kenabian dalam Diri
yang
disinggung sebelumnya. Dengan kata lain, prinsip ini berkaitan dengan seberapa besar keterwakilan kandungan buku lewat judul. Jika sedikit kata sudah bisa mewakili, maka buku tersebut makin baik, karena gampang diingat. Contoh dari buku dengan judul pendek namun mewakili isinya adalah Tasawwuf Modern karangan Buya Hamka. Ketiga, Judul tidak boleh membohongi pembaca karena dimaksudkan untuk menarik perhatian dan menimbulkan efek ingin tahu. Prinsip ini sebenarnya adalah prinsip normatif dan hanya berlaku relatif di dalam kenyataan. Berdasarkan temuan-temuan yang akan diulas panjang lebar dalam bab berikutnya, kerapkali judul-judul lebih mengutamakan efek ingin tahu. Itulah sebabnya mengapa juduljudul buku populer Islam, terutama yang bergenre swa-bantu, memakai gaya bahasa yang bombastis. Apakah pembaca merasa dibohongi atau tidak ketika membaca judul buku Menikahlah! Maka Engkau akan Kaya, misalnya,
47
Korespondensi lewat e-mail dengan Bambang Trim pada 13 April 2011.
77
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bergantung pada kondisi “kejiwaan” si pembaca itu sendiri. Hal ini akan diulas lebih jauh di bab IV. Pihak penulis naskah sendiri memiliki posisi yang tidak terlalu kuat dalam penentuan judul, apalagi penulis yang belum berpengalaman atau belum terkenal. Dalam surat perjanjian penerbitan biasanya dicantumkan klausul yang menyatakan bahwa pihak penulis menyerahkan kebijaksanaan pemberian judul atas naskahnya ketika sudah diterbitkan jadi buku. Klausul ini didasarkan pada asumsi bahwa penerbit akan melakukan semacam rapat redaksi untuk menentukan judul buku yang akan diterbitkan. Namun di lapangan yang terjadi adalah sang editor utamalah yang biasanya berwenang memberi judul. Apalagi editor yang sudah berpengalaman dan telah berhasil membuat judul buku yang laris di pasaran. Sesuai dengan kisah yang penulis terima sewaktu bekerja di penerbitan Kreasi Wacana sebagai editor, judul Makrifat Syeikh Siti Jenar untuk naskah karangan Abdul Munir Mulkan adalah bikinan Ashad Kusuma Djaya, yang saat naskah itu masuk berada pada posisi sebagai pemilik, editor utama dan marketing dari penerbit Kreasi Wacana yang baru dirintisnya. Secara umum judul-judul buku populer Islami ditentukan oleh editor penerbit. Ini didasarkan pada pengalaman Bambang Trim sebagai editor utama di Penerbit Tiga Serangkai Solo dan memimpin perusahaan Trikom Media yang bergerak di bidang jasa konsultan penerbitan. Dia dengan tegas menyatakan “politik perjudulan memang kemudian menjadi bagian dari kepiawaian editor untuk merumuskannya.” 48 E.
Sampul Buku sebagai Media Promosi bagi Dirinya Sendiri Hal yang tak kalah menarik ketika mengamati buku-buku swa-bantu Islami yang beredar adalah desain sampul. Pada dasarnya desain-desain yang dikeluarkan oleh penerbit tetap berpatokan pada prinsip yang melandasi
48
Korespondensi lewat e-mail dengan Bambang Trim pada 13 April 2011.
78
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pembuatan judul sebagaimana diuraikan di atas, yakni prinsip bahwa desain sampul harus menarik mata calon pembaca. Jika diamati sampul-sampul buku Islam era-era sebelum 1990-an, akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok. Perbedaan tersebut terutama dari kesan kerumitan gambar yang ditampilkan. Perbedaan ini tentu saja disebabkan oleh perkembangan teknologi desain grafis yang semakin memudahkan seorang illustrator menerjemahkan gagasannya tentang pesan yang ingin disampaikan sebuah buku ke dalam bentuk image visual menggunakan perangkat-perangkat lunak (software) desain grafis seperti adobe photoshop, coreldraw dan lain-lain. Dikatakan lebih mudah, karena dengan hanya berselancar di mesin pencari google, seorang illustrator akan sangat mudah menemukan foto, image, image grafis, vector, ornament, dan sebagainya yang dia anggap bisa mewakili gagasan yang ingin dia tuangkan ke dalam bentuk visual. Di tahun 1980-an illustrator akan bekerja keras untuk melahirkan gambar seorang kafilah yang melintasi gurun pasir menunggang seekor unta untuk merepresentasikan suasana timur tengah. Di zaman google, image dimaksud dapat ditemukan jumlah ratusan hanya dalam hitungan detik. Tidak hanya sampai di situ, image yang diperoleh dari google dapat diedit sesuai dengan keinginan menggunakan software grafis. Sang illustrator dapat mempermainkan warna, ukuran, posisi, dan lain sebagainya untuk membangun kesan atau suasana tertentu yang dia anggap mewakili gagasan yang akan disampaikan buku. Masalah ini dapat dilihat dalam dua contoh sampul buku yang mengangkat tema yang relative sama, sosok Nabi Muhammad, namun berasal dari era yang berbeda. Yang pertama diterbitkan kira-kira pada tahun 1980-an dan yang kedua pada era 2000 akhir.
79
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar I.1: Contoh sampul Buku Swa-bantu Islami dari tahun 1980-an dan 2000-an 49
Buku 1
Buku 2
Selain memudahkan seorang illustrator untuk “bermain-main” dengan beragam “tools” yang disediakan software grafis, teknologi desain grafis juga memungkinkannya membuat gambar yang realis, hal yang sangat sulit diwujudkan dengan teknologi sebelumnya kecuali oleh para seniman lukis. Biasanya gambar realis ini memanfaatkan file hasil jepretan kamera digital. Dengan begitu, ketika ingin menggambarkan sebuah masjid di sampul buku, seorang illustrator tidak perlu membikin gambar kartun seperti pada contoh Buku 1 di atas, akan tetapi memanfaatkan foto masjid yang sebenarnya. Seperti dalam contoh berikut.
49
Seluruh gambar yang dimuat dalam tesis ini bersumber dari situs Gramedia Online. Diunduh dan diakses pada 25 dan 27 November 2013. Jika situs Gramedia menyediakan gambar namun dengan kualitas image digital yang baik, maka penulis menelusuri melalui google image dengan mengetikkan kata kunci berupa judul buku bersangkutan.
80
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar I.2: Contoh Sampul yang Memanfaatkan Image Fotografis yang Realis
Sebaliknya, teknologi desain juga memungkinkan seorang illustrator mendistorsi gambar yang realis-fotografis menjadi non-realis, seperti dalam contoh:
Gambar I.3: Contoh Sampul Buku yang Memanfaatkan Image Fotografis yang Didistorsi
Terlepas dari persoalan teknik dan kreativitas seperti yang disinggung di atas, tujuan pertama dan utama dari desain sampul sebuah buku adalah mendukung judul. Sampul buku dirancang sedemikian rupa untuk mempertegas pesan yang disampaikan judul buku. Dalam konteks perbukuan swa-bantu Islami, masalahnya tidak sampai di sini, sebab hal yang wajib jadi pertimbangan
81
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
perancang sampul adalah prinsip kemenarikan tadi. Bahkan bisa dikatakan bahwa masalah kemenarikan ini jadi pertimbangan utama ketimbang fungsi desain itu untuk mempertegas pesan judul. Inilah yang terkadang membuat image visual desain sampul tidak “nyambung” dengan kata-kata judul. Calon pembaca akan kesulitan menemukan, bahkan gagal, menemukan sambungan antara kata-kata di judul dengan image visual “padang pasir”, “matahari di ufuk menyembul di balik awan”, “permainan warna” dan lain sebagainya yang terlihat dalam sampul di bawah Gambar I.4: Sampul Buku dengan Image-image yang Tidak “Nyambung”
Saat mengamati sampul-sampul buku swa-bantu Islami yang diproduksi ada dua asumsi yang dipegang oleh para illustrator sampul. Pertama, asumsi bahwa image visual yang merepresentasikan kearaban menyimbolkan keislaman. Konsekuensi naïf dari asumsi ini adalah islam adalah Arab, Arab adalah Islam. Ini dapat dilihat dari sampul-sampul yang menampilkan image gurun, onta, kafilah bersurban, wanita bercadar, pola arsitektur berkubah, dan lain sebagainya. Asumsi ini tidak sepenuhnya keliru, karena memang berangkat dari khasanah bahasa visual yang berkembang sehari-hari di tengah masyarakat muslim Indonesia. Asumsi ini mengingatkan kita pada anekdot yang mengisahkan betapa pengurus
82
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
masjid di suatu daerah memutar rekaman lagu-lagu cinta muda-mudi Ummu Kultsun, seorang biduanita popular Mesir era 1950-1970-an, dengan pengeras suara. Kedua, asumsi bahwa semakin “denotatif” dan langsung image visual menyatakan tema, pembaca akan semakin termanjakan secara verbal, bukan secara visual. Image visual dibuat sejelas dan naif mungkin agar pembaca tidak bersusah payah menemukan makna simbolik selain yang telah disodorkan katakata verbal pada judul. Misal sampul buku di bawah ini:
Gambar I.5: Sampul Buku dengan Image-image yang Naif
Di sampul ini pembaca dimanjakan dengan image visual yang memperkuat pesan bahwa Islam juga memiliki tradisi seni bersetubuh seperti tradisi kamasutra di India. Apa itu kamasutra sedikit banyaknya sudah “dijelaskan” wajah perempuan mirip artis film India. Keindian ini juga dilengkapi dengan jenis tipografi huruf yang mirip aksara India. Sebagai “gongnya”, bahwa Islam juga punya seni bercinta a la kamasutra India, maka dikasihlah wajah perempuan tadi berjilbab dengan permainan piranti lunak photoshop dan coreldraw. Dengan catatan bahwa di sini jilbab dianggap sebagai symbol Islam, bukan sebagai salah satu tradisi berpakaian suatu kebudayaan tertentu.
83
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Selain yang terang-terangan memuat image-image simbolis yang jadi representasi kearaban qua keislaman tadi, terdapat pula image lain yang juga diasumsikan merepresentasikan keislaman, yakni image ornament arabesque. 50 Hiasan-hiasan arabesque biasanya dipakai manakala judul buku dirancang semeriah mungkin dalam rangka menarik mata pembaca. Artinya, illustrator memang memutuskan untuk memakai ornament non-verbal ketimbang memilih image-image simbolis.
Berikut adalah beberapa contoh sampul buku yang
mengandalkan image visual arabesque Gambar I.6: Sampul Buku dengan Ornamen-Ornamen Arabesque
50
Situs Wikipedia.org dengan mengutip pendapat John Flemming dan Hugh Honour dalam buku Dictionary of Decorative Art mendefinisikan arabesque sebagai a form of artistic decoration consisting of "surface decorations based on rhythmic linear patterns of scrolling and interlacing foliage, tendrils" or plain lines, often combined with other elements. Dengan definisi ini bisa dilihat kalau arabesque adalah bentuk seni rupa yang bertumpu pada bentuk garis dan lekukan sehingga bermotif dedaunan merambat yang biasanya disusun secara simetris.
84
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ornamen arabesque kadang juga dipakai untuk pelengkap image visual yang bersifat simbolik, baik realis maupun realis. Ornamen ini dipakai untuk mengisi ruang kosong sekaligus penguat kesan keislaman berdasarkan asumsi Arab adalah Islam tadi. Gambar I.7: Sampul Buku dengan Ornamen sebagai Pelengkap
Selanjutnya, sebagian kecil penerbit mengeluarkan desain sampul buku memakai ornament atau image-image non-realis lain bukan karena pertimbangan
85
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
desain semata, melainkan karena pertimbangan paham teologis. 51 Di dalam sebagian ajaran Islam ortodoks terdapat larangan membuat gambar atau patung yang menyerupai makhluk hidup. Ini didasarkan pada hadits Nabi yang menyatakan bahwa kelak di hari kiamat gambar atau patung itu akan meminta diberi nyawa kepada pembuatnya di dunia. Hikmah di balik larangan ini adalah agar umat Islam terhindar dari syirik, yang wujud konkretnya adalah penyembahan berhala. Pertimbangan teologis inilah yang melandasi desain-desain sampul buku yang menggambarkan sosok makhluk hidup dengan teknik kartun. Misalnya Gambar I.8: Sampul Buku dengan Image Kartun Makhluk Hidup Ornamen sebagai Pelengkap
Terlepas dari persoalan-persoalan seputar sampul yang dibicarakan di atas, terdapat pula sampul-sampul yang terkesan sederhana dari segi tampilan visualnya. Seakan-akan tampilan itu dibikin dengan menempelkan beberapa image yang file-nya dikopi dari internet lalu warna latar dimainkan sedemikian rupa. 51
Tanpa bermaksud memasuki terlalu jauh perdebatan dalam tradisi Islam perihal sejarah dan esensi penggambaran makluk hidup melalui seni rupa atau patung, namun di sini dapat dikutip pendapat Seyyed Hossein Nasr yang menyatakan bahwa arabesque adalah artikulasi keimanan ummat muslim pengesaan Tuhan yang tak bisa digambarkan. Dia mengistilahkan masalah ini dengan istilah kekosongan (void) yang mengejawantah dalam bentuk artistik. Dia menyatakan The arabesque enables the void to enter into the very heart of matter, to remove its opacity and to make it transparent before the Divine Light. Through the use of the arabesque in its many forms, the void enters into the different facets of Islamic art, lifting from material objects their suffocating heaviness and enabling the spirit to breathe and expand. Lihat Seyyed Hossein Nasr, Islamic Art and Spirituality, New York: SUNY Press, 1987, hlm. 186 dst.
86
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Desain-desain sampul seperti ini seakan ingin menegaskan kembali bahwa fungsi utama dari sampul adalah bagai wajah seseorang sebagai perwakilan identitas siapa dia. Karena buku adalah wajah dari sesuatu yang mengandung pesan dan makna, maka yang ditonjolkan di wajah itu adalah pesan itu sendiri, yakni kata-kata judul. Cara menonjolkannya bermacam-macam, bisa dengan ukuran yang dominant, warna yang mencolok, maupun jenis font tipografi yang dipilih sedemikian rupa. Misalnya sampul-sampul berikut ini: Gambar I.9: Sampul Buku yang hanya Menonjolkan Kata-kata Judul
87
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Di ujung pembicaraan seputar desain sampul buku-buku swa-bantu Islami ini, muncul sebuah pertanyaan mendasar tentang mengapa desain sampul tersebut berwujud demikian, tidak yang lain? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan merujukkannya pada prinsip dasar yang berlaku pada rekayasa judul di dapur keredaksian sebuah penerbit. Karena desain sampul tidak bisa dipisahkan dari judul verbal sebuah buku di mana fungsi utamanya adalah penguat judul tersebut, maka desain sampul buku swa-bantu juga mengikuti logika pembikinan judul, yakni bagaimana desain itu menarik minat calon pembaca. Di arena penerbitan buku swa-bantu Islami, implikasi dari prinsip tersebut adalah sampul buku berfungsi sebagai media promosi bagi dirinya sendiri. Unsurunsur image visual maupun kata-kata verbal yang ada di sampul buku, mulai dari judul, anak judul, nama penulis atau editor, endorsement atau testimoni dari pihak lain difungsikan untuk mempercantik penampilan sebuah buku sehingga menarik. Pandangan naïf isi buku sudah terwakili oleh judul dan nama penulis, sehingga tampilan visual tidak lagi perlu diolah sedemikian rupa tidak bisa dipertahankan. Bahwa orang membeli buku karena pertimbangan isinya memang benar, namun jika isi itu dibahas oleh banyak buku yang diterbitkan oleh beragam penerbit, maka dia juga harus berusaha meyakinkan calon pembaca bahwa dia menarik dan layak dibaca. Bagaimana cara meyakinkan dan membujuk calon pembaca ditempuh dengan teknik-teknik seperti diuraikan di atas. Diungkapkan secara lain, buku-buku yang terpajang di rak toko buku ibarat papan iklan yang bertebaran di tepi jalan. Hanya saja sampul buku mempromosikan dirinya sendiri. Prinsip yang membedakannya adalah tujuan. Papan iklan tujuannya membujuk, papan pengumuman tujuannya memberitahu. Tidak bisa dibayangkan bagaimana jadinya wajah industri perbukuan islam popular jika sampulnya dibikin senaif dan sesederhana fungsi plang penunjuk arah rumah ketua RT. Akan tetapi juga tak bisa
88
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dibiarkan begitu saja dunia perbukuan Islam sebagai medium konsumsi informasi dan pengetahuan tentang Islam, jika sampul-sampulnya justru berfungsi sebagai papan iklan.
89
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB III KATEGORISASI JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI
Bab ini akan membahas hal-ihwal seputar judul-judul buku swa-bantu Islami yang jadi objek penelitian tesis ini. Pertama-tama akan dikemukakan pokok-pokok pikiran yang dijadikan dasar dalam membaca data yang telah tersaring dari populasi data lalu dilanjutkan dengan memaparkan data yang diperoleh. Data dipaparkan dalam bentuk kategorisasi sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang dijadikan acuan. Tujuan utama dari bab ini adalah mendapatkan gambaran komprehensif tentang judul-judul buku swa-bantu Islami yang beredar di toko-toko buku dan siap dibaca (dikonsumsi) oleh pembaca. Dari gambaran ini akan ditemukan ciri-ciri khas yang membedakan subgenre swa-bantu Islami berbahasa Indonesia yang beredar dewasa ini dari sub-genre swa-bantu lainnya, terutama dengan sub-genre yang diklaim mengadopsi wacana spiritualitas pada umumnya, seperti buku-buku yang termasuk ke dalam sub-genre New Age Movement.
A. Ragam Umum Tema Buku Islam Populer Judul-judul buku swa-bantu Islami yang berhasil diunduh dari tajuk “Kategori Agama Islam” di situs resmi Toko Buku Gramedia dan tajuk “Kategori Agama” di situs resmi toko buku Social Agency Baru adalah 12490 (Gramedia 6969 + SAB 5521). Secara garis besar, tema dari judul-judul tersebut dapat dibagi menjadi tema generik dan non-generik,
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
1. Tema Generik Judul dengan tema generik adalah judul yang menunjukkan buku yang bersangkutan berisi pembahasan-pembahasan umum dan standar dalam tradisi ajaran Islam. Tema generik yang terlihat dari seluruh judul buku yang diperoleh mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Tema ibadah. Judul-judul buku dari tema ini membahas masalah ritual ibadah umum, seperti bersuci (wudhu, mandi wajib, tayamum), shalat wajib dan sunnah (termasuk shalat Jumat dan Khutbah Jumat), puasa, zakat dan haji. Secara umum judul-judul dari kategori ini menunjukkan pembahasan yang berisi bimbingan atau panduan bagi pelaksanaan ibadah. Selain disampaikan
dengan
bentuk
standar,
ada
juga
judul-judul
yang
menunjukkan bahwa pembahasan dalam buku bersangkutan disampaikan dalam bentuk tanya-jawab, kamus atau ensiklopedia.
Tabel I.1: Judul-judul dengan Tema Ritual Ibadah Umum Alat Peraga Pendidikan: Bimbingan Cara Wudhu. Tata Cara Wudhu, Tayamum & Shalat Thaharah Nabi Belajar Wudlu Dan Sholat Buku Lengkap Shalat Wajib & Sunnat Buku Pintar Puasa Panduan Praktis Menghitung Zakat Panduan Praktis Perawatan Dan Shalat Jenazah Tuntunan Praktis Ibadah Haji & Umroh Kamus Shalat Ensiklopedia Shalat Sunnah : Dhuha Ensiklopedi Shaum & Zakat Kumpulan Tanya Jawab Seputar Shalat
b. Tema Kisah-kisah Hikmah. Tema ini berisi sejarah dan biografi figur-figur terkenal dalam tradisi Islam –yang lazim di sebut kisah-kisah hikmah– seperti kisah hidup para nabi, sahabat Nabi Muhammad, ulama-ulama
91
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.2: Judul dengan Tema Kisah‐kisah Hikmah Ali Bin Abi Thalib Pintu Gerbang Ilmu Nabi Saw Atlas Sejarah Islam Atlas Kisah Para Nabi Dan Rasul Abu Bakar As Siddiq Bangkit & Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah Hc Fatimah Az Zahra Sang Putri Rasulullah Cerita Teladan 25 Nabi Belajar Dari Aisyah Ajaran Dan Amalan Walisongo Kisah Walisongo & Para Syekh Jawa Kisah Teladan Para Wali Allah Hikmah Kisah Dalam Al Quran 33 Kisah Penuh Hikmah
c. Tema Bacaan Suci. Buku-buku dengan tema ini berisi kumpulan teks suci dan/atau terjemahannya, seperti Al-Quran dan terjemahannya, Surat YaaSiin dan terjemahannya, Juz ‘Amma dan terjemahannya, Ayat Kursi dan terjemahannya, kumpulan doa dan zikir beserta terjemahannya, Asmaul Husna (Nama-nama Allah SWT yang berjumlah 99 nama), buku-buku tafsir atau terjemahan berbagai kitab tafsir, terjemahan kitab hadits, terjemahan kitab-kitab fiqih, tasawuf, ilmu kalam (teologi) dan kitab-kitab klasik lainnya.
Tabel I.3: Judul dengan Tema Teks Suci dan/atau Terjemahannya Al‐Quran & Terjemah Terjemah Al Quran Secara Lafzhiyah (Juz 1‐30) Bulughul Maram Shahih Bukhari Muslim Terjemah Juz Amma & Ilmu Tajwid Terjemahan Majmu Syarif: Himpunan Kemuliaan Terjemahan Yaasin Fadhilah: Dilengkapi Dengan Doa‐Doa Penting Yaasiin Tahlil & Asmaul Husna Tafsir Ayat Kursi Buku Saku Zikir Ayat Kursi Fikih Imam Syafii
92
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Fatwa‐fatwa Kontemporer Fikih Sunnah Hadits Arbain Nawawiyyah Terjemah Riyadhus Shalihin Kitab Al Hikam Petuah2 Agung Sang Guru Kitab Barzanji Standar Buku Induk Akidah Islam
2. Tema Non-Generik Berbeda dari buku-buku dengan tema generik, buku-buku dengan juduljudul non-generik menunjukkan pembahasan yang lebih khusus. Kekhususan tersebut muncul karena buku yang bersangkutan termasuk suatu disiplin ilmu keislaman tertentu, karena kontekstualisasi tema generik pada masalahmasalah khusus, atau bisa juga karena buku tersebut menyasar pembaca yang khusus. Uraian ketiga kategori judul-judul buku dengan tema non-generik ini adalah sebagai berikut. . a. Tema tentang Disiplin Tertentu. Judul-judul buku populer Islami dengan tema disiplin khusus mengandaikan adanya latar belakang pengetahuan khusus dari pihak pembaca. Sebab buku-buku tersebut membahas suatu topik masalah yang termasuk ke dalam suatu disiplin ilmu keagamaan Islam sebagaimana yang berkembang dalam tradisi pemikiran Islam. Disiplin-disiplin
tersebut
misalnya
fiqh
(hukum
Islam),
ushul
fiqh
(yuresprudensi Islam), tafsir, ilmu tafsir (teori tafsir), hadits, ilmu hadits, ilmu kalam (teologi), tasawuf (sufisme) dan lain sebagainya. Buku-buku yang termasuk ke dalam kategori ini bukan saja terjemahan dari kitab-kitab klasik karya para ulama Muslim dari Abad Pertengahan seperti al-Ghazali dan as-Sayuthi yang lazim dipelajari di pondok pesantren, tapi juga terjemahan karya para ilmuwan kontemporer yang menulis dalam bahasa non-Arab seperti buku-buku Fazlur Rahman dan Ali Syariati untuk menyebut beberapa yang telah terkenal di Indonesia sejak tahun 1980-an.
93
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.4: Judul dengan Tema tentang Disiplin Tertentu Kitab Kuning & Tradisi Akademik Pesantren Bersikap Adil Kepada Wahabi: Bantahan Kritis Al Syathibi: Aspek Teologis Konsep Mashlahah Mursalah M Quraish Shihab Membumikan Kalam Di Indonesia Aktualisasi Nilai2 Quran Dalam Sistem Pendidikan Islam Al Quran & Konservasi Lingkungan Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama Dan Peradaban Filsafat Pendidikan Islam Dakwah Fardiyah: Pendekatan Personal Dalam Dakwah Dari Akidah Ke Revolusi Dasar‐dasar Epistemologi Pendidikan Islam Deradikalisasi Islam: Paradgima & Strategi Islam Kultural Dinamika Pendidikan Islam Di Asia Tenggara Ilmu Ushul Fiqih Islam Dalam Bingkai Keindonesiaan & Kemanusiaan Ilmu Hadis: Paradigma Baru & Rekonstruksi Ilmu Hadis Pemikiran Modern Dalam Sunah: Pendekatan Ilmu Hadis Islam Doktrin dan Peradaban
b. Tema Generik yang Dikontekstualisasi. Judul-judul yang kekhususannya lahir akibat suatu judul mengaitkan tema-tema yang pada dasarnya generik dengan masalah-masalah spesifik, seperti kesehatan, masalah ekonomi, keluarga dan sebagainya. Tabel I.5: Judul dengan Tema Generik Terkait Masalah Spesifik Quantum Asmaul Husna For Entrepreneur Doa & Dzikir Ampuh Penolak Musibah Doa Sehat & Cantik Doa Orang Orang Sukses Dahsyatnya Terapi Puasa Aku Puasa Maka Aku Kaya Terapi Salat Tahajud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit Salat Olahraga Ampuh Untuk Diabetes Melitus Sehat & Kaya Dengan Shalat Subuh Manfaat Haji & Umrah Bagi Keselamatan Rich Hajj Poor Hajj: Haji Kaya Haji Miskin Cantik Dengan Air Wudhu
94
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
c. Tema Generik dengan Pembaca Khusus. Kekhususan yang lahir akibat suatu judul yang pada dasarnya mengusung tema generik, namun menyasar pembaca yang khusus, baik dari jenis kelamin, usia maupun posisi dalam keluarga.
Tabel I.6: Judul dengan Tema Generik yang Menyasar Pembaca Spesifik Alhamdulillah, Anakku Rajin Shalat Puzzle Doa Untuk Orang Tua Mendidik Anak Dengan Al Quran Sejak Janin Amalan Ampuh Bagi Ibu Hamil & Melahirkan Super Mustajab Doa & Amalan Agar Mudah Melahirkan Smart Salat For Teens Tasawwuf Anak Muda Buku Penuntun Aku Belajar Sendiri Sholat Untuk Anak Perempuan Buku Penuntun Aku Belajar Sendiri Sholat Untuk Anak Laki‐laki Tata Cara Shalat Sunnah+30 Doa Harian Untuk Bocah Muslim Panduan Beribadah Khusus Pria Tata Cara Sholat Untuk Laki‐laki Buku Pintar Ibadah Muslimah Tips Mudah Shalat Khusyuk Untuk Muslimah Doa‐doa Istri untuk Suami Doa dan Zikir Suami Sholeh
Dalam menentukan judul-judul yang akan dianalisis, penelitian ini menyisihkan judul-judul yang termasuk ke dalam kategori tema generik dan non-generik nomor 1 (tema tentang disiplin tertentu). Dari total judul sebanyak 12490, tersaring judul yang memenuhi kriteria sebagai tema kontekstual dan tema dengan pembaca khusus sebanyak 9973 (Gramedia: 6297 + SAB: 3676). Judul-judul hasil saringan inilah yang diposisikan sebagai buku swa-bantu Islami.
B. Kategorisasi Judul-judul Buku Swa-bantu Islami 1. Dasar Kategorisasi Benang merah yang menghubungkan berbagai sub-genre buku-buku swabantu adalah karakteristik pembaca yang dituju dan kegunaan yang dijanjikan
95
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dari buku itu. Inilah sebabnya buku swa-bantu memiliki beberapa sebutan lain tergantung kegunaan yang ditekankan atau pembaca yang dituju. Ini terlihat dari sebutan semisal buku-buku panduan (how to books) yang berisi janji tentang panduan bagaimana melakukan atau tidak melakukan sesuatu; buku-buku nasihat (advise books) yang berisi nasihat-nasihat praktis tentang persoalan yang
dihadapi
pembaca
tertentu;
buku-buku
pengembangan
diri
(self-
improvement books) yang berisi bagaimana langkah dan cara mengembangkan potensi diri seseorang. Dari segi pembaca, jenis pengembangan diri ini bisa pula dipecah-pecah tergantung pembaca yang dituju buku tersebut, dewasa, remaja, anak-anak, wanita dan lain sebagainya. Ada pula yang menyebut buku swabantu dengan buku-buku motivasi (motivasional books) dan buku-buku inspiratif (inspirational books) karena buku-buku swa-bantu pada umumnya memang dimaksudkan untuk dibaca dalam rangka mencari motif dan inspirasi untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. 1 Dari pengertian dasar di atas, judul-judul buku swa-bantu Islami yang terkumpul dari sumber data dikategorisasi secara semantik sesuai dengan tema atau topik masalah yang dibahas. Dari sini akan kelihatan siapa dan bagaimana pembaca yang dituju, pengetahuan apa yang dijanjikan akan diberikan oleh judul-judul tersebut. Selain berdasarkan dua pokok pikiran ini –-topik masalah dan pembaca yang dituju–, kategorisasi juga dikemukakan berdasarkan pembacaan atas teknik-teknik retorika persuasif yang dipakai judul-judul tersebut. Hal ini dengan pertimbangan bahwa judul-judul buku yang dipajang atau tercantum dalam
1 […] the characteristic most critical to the definition of contemporary self-help books probably are intended audience and presumed utility. The self-help book, unlike professional monograph, clearly is addressed to the lay reader. It attempts to communicate in a lively, interesting, readable and simplified manner appropriate to a wide readership, making few demand upon prior knowledge or scholarship. It purports to be of immediate and practical use to the reader, offering instruction in some aspect of living.” Lihat, Steven Starker, Oracle at the Supermarket: The American Preoccupation with Self-Help Books, New Brunswick, N.J.: Transaction, 1989, hlm. 9.
96
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
katalog toko buku lahir dari proses pembikinan judul yang bertumpu pada dua hal: keterwakilan isi buku oleh judul dan judul harus semenarik mungkin sehingga mendorong calon pembaca/pembeli untuk membaca/membelinya. 2 Di sini yang jadi kunci adalah soal menarik atau tidak menariknya judul sebuah buku. Jika hanya mengikuti prinsip keterwakilan isi buku oleh judul, maka akan sangat banyak judul yang mirip satu sama lain karena yang terjadi di kenyataan industri perbukuan adalah satu tema dibahas oleh buku-buku yang berbeda dari penulis dan penerbit yang berbeda pula. Dengan kata lain, meski satu buku membahas tema yang sudah dibahas oleh buku-buku lain, namun dengan judul yang menarik, buku itu diharapkan bisa “tampil beda” dari yang lain dan menarik perhatian calon pembaca/pembeli karena kemencolokannya –dalam hal ini, kemencolokan dari segi judul. Walhasil, ketika memperhatikan judul-judul buku swa-bantu Islami, teknik retorika persuasi judul mendapat prioritas lebih dibanding persoalan keterwakilan isi buku oleh judul.
2. Kategori Judul-judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Tema Sebagaimana tema dasar buku swa-bantu pada umumnya, yaitu memberikan panduan kepada pembaca tentang bagaimana mewujudkan kesejahteraan dalam arti seluas-luasnya kata ini, buku-buku swa-bantu Islami juga mengikuti tema dasar ini. Buku-buku tersebut menjanjikan langkah, cara, tips, solusi dan sebagainya yang dapat dilakukan pembaca dalam mewujudkan kesejahteraan hidupnya. Dalam konteks buku-buku swa-bantu Islami, pengertian kesejahteraan yang ingin diwujudkan itu terangkum dalam kata hasanah (kebaikan) yang terdapat dalam sebuah doa yang terkenal dengan sebutan “doa
2
Wawancara dengan Bambang Trim, seorang praktisi dunia perbukuan dan penerbitan.
97
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
rabbanaa aatinaa…” atau “doa sapu jagat.” 3 Doa ini disebut “doa sapu jagat” karena permintaan, permohonan, dan keinginan paling dasar dan umum manusia sudah terangkum di dalamnya –hidup di dunia dalam keadaan baik sedangkan di kehidupan di akhirat kelak juga dalam keadaan baik, yakni masuk surga dan terhindar dari siksa api neraka. Dalam kosa kata modern, kesejahteraan di dunia dan di akhirat ini seringkali dipadankan dengan kesejahteraan jasmani dan rohani. Pemadanan ini dapat diterima jika kata “kesejahteraan rohani” secara normatif mengacu pada kualitas ketakwaan dan amal-shaleh yang jadi penentu nasib seorang manusia di akhirat. Buku-buku Islam dengan tema generik dengan sendirinya menjadi salah satu sarana bagi orang Muslim untuk meraih kesejahteraan atau kesehatan rohani dalam pengertian di atas. Sebab di antara cara terpenting dalam menjaga dan meningkatkan ketakwaan tadi adalah dengan beramal-shaleh (melakukan ritual ibadah) sesuai yang dituntunkan dalam tradisi Islam. Namun jika pengertiannya dibawa ke dalam konteks kehidupan modern, maka pengertian kesejahteraan/kesehatan jasmani lebih mengacu pada kualitas jasmaniah dalam arti tubuh fisik. Pengertian ini mencakup soal-soal seputar kesehatan, kebugaran, penampilan, kenyamanan/kenikmatan fisik. Karena semua itu dalam kehidupan modern diukur dengan biaya, maka soal kekayaan atau kemiskinan pun jadi terikutkan. Kata kunci yang berlaku di sini adalah “sehat.” Di lain pihak, pengertian kesejahteraan/kesehatan rohani dalam konteks kehidupan modern tidak melulu berkonotasi kualitas ketakwaan dan amalshaleh, melainkan “kesehatan jiwa” atau psikis. Di sini yang pertama-tama 3
Doa dimaksud selengkapnya berbunyi: “Rabbanaa aatinaa fi al-dunya hasanah, wa fi al-akhiraati hasanah, wa qiinaa ‘azab al-naar.” Terjemahan bebasnya adalah “Wahai Tuhan kami, datangkanlah kepada kami kebaikan/kesejahteraan di dunia dan akhirat, dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
98
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
menjadi masalah bukan bagaimana kualitas hubungan hamba dengan Allah SWT (hablun min Allah) dalam bingkai takwa, melainkan bagaimana kondisi psikologis seseorang dalam hubungannya dengan manusia lain (hablun min annaas). Kata yang menjadi kunci di sini bukanlah “takwa,” melainkan “bahagia.” Sebagaimana yang akan terlihat di bawah, pengertian dikotomis hasanah yang
dijadikan
dasar kategorisasi
ini
tidak
membuat
judul-judul
yang
mengandung pembahasan ritual ibadah langsung tergolong pada kategori tema generik yang tidak jadi objek kajian dalam penelitian ini. Ini dikarenakan juduljudul tersebut sebenarnya membahas kesejahteraan (hasanah) di dunia tapi memanfaatkan ritual ibadah sebagai sarana untuk mencapainya. Ini dapat dilihat, misalnya, dalam judul-judul yang menyatakan manfaat suatu ibadah tertentu bagi kesehatan atau penyembuhan suatu penyakit.
a. Tema Kesehatan dan Kebugaran fisik Judul buku swa-bantu Islami dengan tema kesehatan dan kebugaran fisik yang terdapat dalam katalog Gramedia dan SAB masing-masing berjumlah 198 (sekitar 1, 98%). Secara umum masalah kesehatan dan kebugaran fisik yang dibahas dalam buku-buku swa-bantu kategori ini berkisar pada soal bagaimana memperoleh atau menjaga kesehatan dan bagaimana cara mengatasi kesehatan yang terganggu. Untuk tema yang pertama dapat dilihat dari judul-judul seperti: Tabel I.7: Judul-judul tentang Kesehatan Allah Maha Menyembuhkan: Maka Engkau Gampang Sehat & Sembuh Al Quran & Panduan Kesehatan, Sehat Ala Quran, Hadis & Sains Mengapa Nabi Saw Nggak Gampang Sakit Sehat Holistik Ala Rasulullah Selalu Sehat Tak Pernah Miskin Sepiring Mukjizat Kiat Sehat Aktif & Enerjik Di Hari Tua Solusi Sehat Islami
99
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sedangkan untuk yang kedua, hal menarik yang perlu dicatat dari juduljudul
dengan
tema
kesehatan
adalah
titik
tekan
judul
diarahkan
penanggulangan, bukan pada pencegahan (preventif). Ini terlihat dari dominannya kata-kata “obat”, “pengobatan,” “sembuh”, “penyembuhan,” “terapi” “sakit/penyakit.” Selain itu, judul-judul dengan tema ini memosisikan ritual ibadah atau teks-teks suci (ayat suci Al-Quran, zikir dan doa) yang biasa diresitasi sebagai sarana memulihkan atau menjaga kesehatan, bahkan untuk mengobati penyakit. Ini dapat dilihat dari judul-judul berikut: Tabel I.8: Judul-judul tentang Pencegahan/Pengobatan Penyakit Terapi Shalat Tahajud Bagi Penyembuhan Kanker Sembuhkan Penyakitmu Dengan Al Quran Allah Maha Menyembuhkan, Keajaiban Penyembuhan Cara Nabi Puasa Sebagai Terapi Penyembuh Bebas Sakit dengan Al Quran Al Quran Obat Paling Dahsyat, Berobat Dengan Tahajud, Berobat Dengan Al Fatihah Sembuh Dari Berbagai Penyakit Dengan Al Fatihah Berobat Dengan Doa Dzikir & Asmaul Husna Dahsyatnya Terapi Wudhu Puasa Obat Dahsyat Berobat Dengan Air Mata Sembuhkan Penyakitmu Dengan Al‐Quran Sembuh Dengan Keajaiban Doa Terapi Ayat Al Quran Untuk Kesembuhan Terapi Salat Tahajud: Menyembuhkan Berbagai Penyakit Doa & Zikir Sembuh Segala Penyakit Kanker, dan Tumor Dengan Doa‐Doa Ajaib Ini Allah Sang Tabib
Di dalam kategori ini juga terdapat judul-judul yang pembahasan yang jauh lebih spesifik ketimbang hanya masalah kesehatan atau kesembuhan secara umum. Di antaranya adalah judul yang membahas bagaimana memperoleh kecantikan atau awet muda, seperti Bisa Awet Muda,Cantik
Dan Panjang Umur Dengan Doa‐Doa, Cantik dengan Sedekah, Cantik Sepanjang Usia, Fiqih Kecantikan; bagaimana pola diet yang baik seperti
100
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Panduan Diet Ala Rosulullah; Kesehatan Makanan dalam Perspektif Islam, Nabi Saja Suka Buah; bagaimana berhenti merokok, seperti Hukum Rokok Dalam Al Quran, Jadi Benci Merokok Dengan Terapi Asmaul Husna; No Smoking Tidak Merokok Karena Allah, dan gerakan shalat sebagai “olah raga” seperti Salat: Olahraga Ampuh Untuk Diabetes Melitus; Hidup Sehat
Dengan Shalat; Terapi Shalat Keajaiban Gerakan Shalat Bagi Kesehatan; Bedah Lengkap Kedahsyatan Shalat Bagi Kesehatan Manusia; Semua Gerakan Shalat Menyehatkan Lahir & Batin. Selain judul-judul seputar kesehatan yang bersifat konkret seperti di atas, terdapat pula judul-judul yang lebih bersifat abstrak, karena terkait dengan makna atau bagaimana memaknai kesehatan atau penyakit. Tema seperti ini dapat dilihat dari judul yang jelas-jelas menunjukkan bahwa buku bersangkutan akan memaparkan apa saja makna atau hikmah yang dapat dipetik dari penyakit yang diderita seperti pada buku berjudul Hikmah Bagi
Orang Sakit, Kado Orang Sakit, Kado Untuk Orang Sakit, Bimbingan Dzikir Orang Sakit & Amalan Menuju Husnul Khatimah. Bisa pula makna itu dimunculkan dengan memperhadapkan penyakit sebagai kendala beribadah dengan perintah beribadah seperti dalam buku berjudul: Menuai Pahala Saat
Sakit, Meraup Pahala Ketika Sakit, Panduan Shalat Bagi Orang Sakit, Tetap Bahagia Di Saat Sakit, Sehat adalah Ibadah dan Sakit adalah Berkah. Masih ada dua golongan buku swa-bantu Islami yang dapat dikategorikan ke dalam tema kesejahteraan atau kesehatan fisik ini, yakni
101
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
masalah seputar pakaian dalam Islam –terutama masalah jilbab– dan masalah seputar kehidupan seksualitas pasutri. Sebagian besar judul-judul yang membahas jilbab dan tema busana pada umumnya (sekitar 40 judul) ingin meyakinkan calon pembaca bahwa jilbab dan menutup aurat bukan saja kewajiban, melainkan ada manfaat dan keuntungan lain yang akan diperoleh. Ini terlihat dari judul-judul:
Tabel I.9: Judul-judul tentang Jilbab
Jilbab Itu Indah Aku Takut Tak Berjilbab Astaughfirullah Aurat Dan Aku Pun Berjilbab Jangan Sadarin Jilbaber Kerudungmu Tak Sekedar Cantik Misteri Di Balik Jilbab Wanita Berjilbab Vs Wanita Pesolek Jilbab Gaul Kedahsyatan Jilbab Sebagai Pencegah Berbagai Penyakit Wanita Kehormatan Di Balik Kerudung Makin Sehat Dengan Berjilbab Saat Jilbab Terasa Berat, Jawaban Tuntas Atas 1001 Alasan Mengapa Berjilbab Mendudukkan Polemik Berjilbab Sempurnakan Jilbabmu Agar Allah Makin Sayang Padamu
Terlepas dari kenyataan di lapangan yang memperlihatkan bahwa pemakaian jilbab sudah jadi tren fashion dan sangat berbeda kondisinya dengan era pra 1990-an, namun judul-judul di atas terkesan mengandaikan adanya semacam keengganan atau keraguan di pihak pembaca. Oleh karena itu perlu diyakinkan lagi dengan kata-kata “kedahsyatan,” “misteri” atau diiming-imingi dengan manfaat-manfaat baik dari segi kesehatan maupun penampilan: bahwa walaupun berjilbab, perempuan masih bisa tampil cantik atau gaul.
102
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sementara judul-judul dengan tema seksualitas pasutri (sekitar 60 judul) pada umumnya ingin mengatakan bahwa tradisi Islam pun memiliki panduan “seni bercinta”-nya sendiri. 4 Ini tersimpul dalam dua judul yang sangat mencolok, Kamasutra Islami dan Kamasutra Arab. Judul-judul lain yang secara eksplisit menyatakan bahwa Islam punya ajaran atau panduan sendiri dalam soal seksualitas dapat dilihat dari buku-buku dengan judul berikut:
Tabel I.10: Judul-judul tentang Seksualitas dan Kehiduapn Pasutri
30 Tuntunan Seksualitas Islami Indahnya Bercinta Sesuai Syariah Seni Bercinta dalam Islam Seni Seks Islami Nikmatnya Seks Islami Buku Pinter Pasutri Islami Cinta & Seks: Rumah Tangga Muslim Dahsyatnya Seni Seks Islami Panduan Seks Islami Berdasarkan Al Quran & Sunnah Nabi Tusukan Perawan: Cara Sehat dan Islami Memuaskan Pasangan Seni Bercinta yang Diberkahi Allah Swt Seks Indah Penuh Berkah
Dua hal lain yang dapat dijadikan catatan dalam mencermati judul-judul dengan tema seksualitas ini adalah ditonjolkannya sosok Nabi Muhammad SAW sebagai tauladan kehidupan seks dan dikedepankannya ritual-ritual tertentu dalam tradisi Islam sebagai sarana peningkatan kenikmatan seksual. Untuk yang pertama dapat dilihat dari judul: Bercinta Cara Nabi & Raja; Etika
Bercinta Ala Nabi; Rahasia Kehidupan Seks dari Nabi; Wasiat Nabi Di Malam Pengantin; Teladan Nabi Menyalurkan Hasrat Seksual; 21 Seni
4
Ada satu dua judul yang menunjukkan buku bersangkutan membahas seksualitas dari sudut medis dan psikologi seperti How to Handle Masturbation, Dosa Homoseks, dan Mengapa Banyak Larangan Dalam Bercinta Kesehatan Serta Psikologi Kejiwaan.
103
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Menggauli Istri a la Rasulullah. Sedangkan untuk yang kedua dapat dilihat dari judul Revolusi Bercinta dengan Metode Zikir Seks..
b. Tema Kesejahteraan Psikis Seperti yang disampaikan sebelumnya, kesejahteraan rohani (hasanah) yang ingin dibantu pencapaiannya oleh buku-buku swa-bantu Islami tidak mengarah pada keselamatan di akhirat yang secara normatif hanya bisa diraih dengan ketakwaan dan amal shaleh. Kesejahteraan rohani lebih berarti kesejahteraan psikis dalam kehidupan sehari-hari di dunia. Pendek kata, kebahagiaan hidup yang jadi impian setiap Muslim. Buku-buku
swa-bantu
Islami
lebih
banyak
membahas
tema
kesejahteraan rohani dibanding yang membahas tema kesehatan fisik. Ini terjadi karena kesejahteraan rohani menghendaki perumusan yang lebih panjang dan detail, dan oleh karena itu menghendaki pembahasan yang lebih banyak. Dibutuhkannya ruang penulisan yang lebih banyak akhirnya memberi kesempatan untuk menganekaragamkan judul buku sesuai dengan sub-sub tema masalah yang terkait dengan kesejahteraan rohani. Ini berbeda dari kesejahteraan atau kesehatan fisik yang cuma terfokus kepada soal sehat/sakit dan soal mempertahankan kesehatan/menanggulangi penyakit. Pada umumnya tema kesejahteraan psikis buku-buku swa-bantu Islami berkisar pada masalah-masalah yang dialami atau hal-hal yang diidealkan seorang individu Muslim (terlepas dari jenis kelamin dan usianya) sebagai salah satu anggota keluarga batih (anggota satu rumah tangga). Masalahmasalah atau hal-hal ideal tersebut dapat dipilah-pilah menjadi beberapa bagian, seperti berikut:
104
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
i. masalah seputar kerumahtanggaan dan persiapan dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. ii. Masalah peran sebagai orang tua dalam pendidikan anak (parenting). iii. Masalah aktivitas ekonomi dalam arti usaha individu dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan materialnya. iv. Masalah penggemblengan daya tahan psikis individual dalam menjalani tantangan kehidupan sehari-hari.
i. Judul-judul dengan Tema Kerumahtanggaan Judul-judul yang membahas tema kerumahtanggaan lumayan mencolok dari total populasi judul buku swa-bantu Islami yang terkumpul dari katalog Gramedia dan SAB, yakni 406 judul (sekitar 3,25 %). Istilah kerumahtanggaan dipilih karena kebahagiaan kehidupan rumah tangga adalah tujuan akhir yang diimpikan oleh hubungan percintaan pria-wanita dewasa. Dengan demikian, tema ini sebenarnya membawahi tiga subtema lain, yakni sub-tema yang terkait dengan kehidupan keluarga (yang terdiri dari suami/bapak, istri/ibu dan anak); sub-tema pernikahan, yakni masalah-masalah persiapan menjelang dan saat pernikahan. Tercakup ke dalamnya masalah seperti perjodohan, romantika percintaan mudamudi, yang lazim disebut ta’aruf –sebuah istilah yang dianggap sebagai padanan Islami bagi istilah “pacaran”, sampai pada ihwal malam pertama atau malam pengantin. 1) Judul dengan Sub-tema Keluarga Judul-judul dengan sub-tema kehidupan keluarga pada umumnya berkisar seputar masalah bagaimana mewujudkan sebuah keluarga impian yang tersimpul dalam istilah “keluarga sakinah” (sakinah adalah kata dari bahasa Arab yang secara terminologis kurang lebih berarti
105
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kondisi keluarga yang tenang, diam, tanpa gejolak). Ini terlihat dari judul-judul seperti Tabel I.11: Judul-judul tentang Keluarga Sakinah
Keluarga Sakinah, Keluarga Surgawi Manajemen Keluarga Sakinah Membangun Rumah Tangga Sakinah Panduan Hukum Keluarga Sakinah Panduan Keluarga Sakinah Sebuah Kado Pernikahahn Sakinah Bersamamu Ya Allah Jadikan Keluargaku Sakinah Bersamamu Kugapai Sakinah Membangun Rumah Tangga Sakinah Resep Keluarga Sakinah Sakinah Bersamamu : Sebuah Kado Perkawinan
Ada juga judul-judul yang mengganti kata “sakinah” dengan katakata lain yang dianggap layak menggantikannya. Penggantian ini terjadi karena anggapan bahwa kondisi sakinah yang diidealkan dalam tradisi ajaran Islam mendapat wujud konkretnya dari keadaan yang tercermin dalam kata-kata pengganti. Judul-judul dimaksud misalnya,
Tabel I.12: Judul-judul tentang Kebahagiaan Keluarga
1000 Tips Mencapai Keluarga Bahagia 60 Pedoman Rumah Tangga Islami Doa Harian Keluarga Muslim Keluarga Sakinah Keluarga Surgawi Membangun Keluarga Qurʹani Membangun Keluarga Sukses Mencapai Keluarga Barokah Menciptakan Rumah Tangga Sehat & Bahagia Rumahku Surgaku: Membangun Rumah Tangga Berpondasi Takwa
Sebagaimana yang dapat dilihat dari judul-judul dengan sub-tema ini, keluarga atau rumah tangga dipahami sebagai sebuah proyek yang menghendaki proses yang terencana dengan baik. Judul-judul tersebut
106
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengisyaratkan bahwa buku bersangkutan membahas proses dan perencanaan sebuah proyek bernama “rumah tangga” atau “keluarga”. Ini tercermin secara eksplisit dari kata kerja aktif (berawalan “me-“) semisal “membangun”, “menciptakan,” “mencapai” dalam judul-judul
di atas maupun dalam judul-judul seperti Membingkai Surga dalam Rumah Tangga; Memecahkan Perselisihan Keluarga; Menjadi Keluarga Ahli Surga; Menjaga Keutuhan Rumah Tangga; Merawat Mahligai Rumah Tangga. Bahkan judul Manajemen Keluarga Sakinah terkesan secara terang-terangan memosisikan keluarga sebagai semacam perusahaan/korporasi. Keluarga adalah sebuah proyek bersama di mana setiap individu anggota keluarga punya tanggung jawab masing-masing. Terdapat judul-judul dengan kata ganti orang tunggal mengandaikan pembaca adalah
seorang
anggota
keluarga
dan
perlu
membaca
buku
bersangkutan untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja perannya dalam sebuah “korporat” bernama keluarga. Contoh dari judul-judul seperti ini adalah
Tabel I.13: Judul-judul tentang Keluarga sebagai Proyek Seseorang
Apa Salahku Hingga Perkawinan Tak Bahagia Keluargaku di Bulan Ramadhan Keluargaku Surgaku Kubangun Rumah Tanggaku dengan Modal Akhlak Mulia Ada Surga Di Rumahku Bersamamu Kugapai Sakinah Keluargaku Utama Visi Praktis Back To Family Rumah Tanggaku Paling Bahagia Keluargamu Mutiara Hidupmu Sebuah Kado Pernikahan Sakinah Bersamamu Selamatkan Dirimu & Keluargamu Dari Neraka
107
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Terkait dengan peran dalam keluarga, terdapat judul yang secara jelas mencantumkan kata “suami” dan/atau “istri.” Ini berarti buku bersangkutan membahas hal-ihwal yang terkait dengan peran masingmasing. Contohnya adalah:
Tabel I.14: Judul-judul tentang Peran Suami/Istri dalam Keluarga
Tanggung Jawab Suami dalam Rumah Tangga, Tanggung Jawab Istri dalam Rumah Tangga Bagaimana Membahagiakan Istri Bagaimana Membahagiakan Suami La Tahzan Untuk Suami Istri Dalam Bingkai Mahabbah: Menjadi Suami Istri Idaman Menjadi Suami Bidadari Kemesraan Nabi Bersama Istri
Rumah tangga sebagai sebuah proyek selalu dibayangi oleh kegagalan yang berakhir pada perceraian. Dari judul-judul bertema kerumahtanggaan hanya tiga judul yang memuat kata perceraian, yakni Stop Perceraian Selamatkan Perkawinan; Indahnya Perceraian;
Prosedur Perceraian Di Pengadilan Agama. Jumlah ini amat sedikit dibandingkan dengan judul bertema bagaimana membangun rumah tangga yang baik dan apa saja yang harus diperhatikan supaya tidak mengalami keretakan. Kenyataan ini memperlihatkan bahwa buku swabantu Islami berfungsi bagai buku panduan pengguna (user guide) suatu alat, misalnya buku manual perawatan kendaraan atau barang elektronik. Buku manual tidak akan membahas panjang lebar apa kegagalan yang akan terjadi, melainkan apa saja yang perlu diperhatikan. Itulah sebabnya mengapa di buku manual kerap dijumpai
108
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
peringatan “Caution!” (Peringatan!). Wujud peringatan ini dapat ditemukan dalam beberapa judul buku swa-bantu Islami, seperti:
Tabel I.15: Judul-judul tentang Masalah yang Perlu Diwaspadai dalam Kehidupan Keluarga
Dosa‐Dosa Suami Istri Yang Meresahkan Hati Kesalahan‐kesalahan Umum Pasangan yang Baru Nikah Memecahkan Perselisihan Keluarga All About Selingkuh Karakter Buruk Suami Istri Yang Harus Dihindari Problematika Rumah Tangga & Kunci Penyelesaiannya Setiap Problem Suami Istri Ada Solusinya Kekeliruan Memahami Pernikahan
Sementara untuk tema poligami, judul-judul yang ada tidak menunjukkan poligami sebagai masalah yang mengancam proses perjalanan sebuah rumah tangga jika dilihat dari sudut pandang yang mengidealkan keluarga monogamis. Judul-judul dengan tema poligami terlihat ingin menonjolkan sisi positif praktik poligami. Ini dapat dilihat dari judul-judul berikut:
Tabel I.16: Judul-judul tentang Poligami
Indahnya Poligami Keagungan Poligami Rasulullah Kuselamatkan Perempuan dengan Poligami Nikmatnya Sunnah Poligami Poligami Anugerah Yang Terzhalimi Aku Wanita yang Dipoligami Poligami: Tanya Kenapa Gado‐gado Poligami Menghapus Catatan Gelap Poligami Tuntunan Poligami
109
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sementara judul yang ingin mengatakan sebaliknya hanya ada dua, yaitu Monogami Lebih Baik Daripada Poligami dan Satu Istri
Empat Rasa. Kesan
kontroversi
antara
tema
poligami
dan
monogami
mencerminkan kontroversi pendapat yang di tengah masyarakat umum. Kontroversi ini mengalami amplifikasi di tengah kebudayaan populer masyarakat lewat pemberitaan media massa tentang para pesohor yang memilih poligami. Latar belakang inilah yang membuat judul-judul seperti Poligami Selebritis Sunah Rasul Atau Nafsu bisa lahir. Buku ini membahas kasus poligami para pesohor yang diketahui calon pembaca lewat acara “infotainment.” Contoh paling fenomenal yang dapat dikemukakan di sini adalah judul Aa Gym di Antara Pro &
Kon Poligami dan Teh Ninih Juga Manusia: Ungkapan Kepedihan & Kebahagiaan Perempuan. Judul pertama merujuk pada kasus poligami dai kondang Aa’ Gym beberapa waktu lalu sedangkan kedua merujuk pada “pengakuan” istri pertamanya seputar pengalamannya dimadu oleh Aa Gym. Kedua judul buku ini adalah bukti dari kontroversi yang memang sedang berlangsung di tengah masyarakat dan mengalami amplifikasi lewat media.
2) Judul dengan Sub-tema Pernikahan
Jangan Takut Menikah! dan Hai Muda Mudi Menikahlah adalah dua judul yang dapat merangkum tema yang ingin disampaikan oleh judul-judul dari kategori pernikahan dan perjodohan. Dari
110
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
406 judul dengan tema kerumahtanggaan, 170 (41,9 %) di antaranya termasuk ke dalam sub-tema pernikahan dan perjodohan. Tema umum dari judul-judul ini adalah dorongan untuk menikah, atau setidaknya ingin menunjukkan bahwa buku bersangkutan akan membahas betapa pernikahan adalah sesuatu yang layak segera diwujudkan karena berbagai alasan positif, entah itu kebahagiaan, kenikmatan, bahkan kekayaan materi. Hal ini dapat dilihat dari judul-judul seperti:
Tabel I.17: Judul-judul tentang Pernikahan
Aku Ingin Nikah Aku Menikah Maka Aku Kaya Bismilah Aku Menikah Demi Allah Sabaiknya Kita Segera Menikah Ijinkan Aku Menikah Tanpa Pacaran Indahnya Pernikahan Dini Ketika Menikah Jadi Pilihan Ku Jemput Jodoh Dengan Tahajud Kujemput Jodohku Kuliah, Kerja & Nikah Meraih Berkah Dengan Menikah Nikah Emang Gue Pikirin Nikah Kenapa Mesti Ditunda Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan Puasa Cinta Meraih Jodoh Ternyata Menikah Itu Asyik Kupinang Engkau Dengan Hamdalah Kupinang Engkau Dengan Islami Menikah Itu Indah Dan Berkah Menikah Karena Allah: Bagaimana Mendapatkan Keberkahan Menikah Untuk Bahagia Menikahlah, Allah Akan Memberimu Rezeki Rahasia Menarik Jodoh Shalat Tarik Jodoh Ternyata Orang Yang Menikah Itu Lebih Mudah Masuk Surga
111
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Judul-judul di atas seakan menjadi sebuah paragraf yang berisi suatu wacana. Dari judul-judul tersebut “sayup-sayup terdengar” wacana yang jadi latar belakangnya. Dalam kehidupan zaman sekarang, tantangan paling nyata untuk hidup berumah tangga dan membangun sebuah keluarga adalah kemampuan ekonomi. Di sisi lain, ajaran Islam juga secara normatif juga melarang hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim (tak heran jika ada judul Free Sex No,
Nikah Yes). Judul-judul di atas seakan ingin membantah kenyataan pertama dan mendahulukan ajaran normatif. Berdasarkan judul-judul yang ada di sini dapat diimajinasikan sebuah kalimat bernada ajakan, “Demi Allah! Sebaiknya Kita Segera Menikah, sebab
betapa
Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan dan lagi pula Ternyata Menikah Itu Asyik, karena ada yang bilang Menikahlah, Allah Akan Memberimu Rezeki.” Masalah yang juga terkait erat dengan tema pernikahan dan perjodohan adalah budaya pacaran muda-mudi. Seperti disebutkan sebelumnya, secara normatif, hubungan pria-wanita bukan muhrim di luar pernikahan haram hukumnya. Namun karena pacaran sudah menjadi gejala umum, masyarakat pun “diam-diam” menerima dan mengakui budaya ini. Pengakuan “diam-diam” tersebut tercermin dalam judul-judul yang bernada “pacaran boleh saja, asalkan….”, seperti: Pacaran Islami Pacaran Yang Tidak Dosa; Pacaran Setengah
Halal setengah Haram; Tuhan Izinkan Aku Pacaran; Wahai Penghujat Pacaran Islami; Pacaran, Bolehkah Dalam Islam. Judul lain yang juga
112
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mencerminkan hal ini adalah digantinya istilah pacaran dengan istilah yang lebih Islami, ta’aruf, dalam rangka memenuhi syarat “asalkan…” tadi. Ini dapat dibaca dalam judul: Agar Taaruf Cinta Berbuah Pahala;
Berpacaran Via Taaruf; Taaruf Cinta. ii. Judul dengan Tema Parenting Tema bagaimana menjadi orang tua (parenting) mencakup masalah yang luas, mulai dari mempersiapkan kehadiran bayi sedari masa kehamilan, perawatan kesehatan anak, sampai pada soal pembinaan kepribadiannya menjelang remaja/dewasa. Namun hampir semua judul buku swa-bantu Islami yang bertema parenting menunjukkan bahwa buku bersangkutan mendedahkan cara mendidik anak secara Islami. 5 Ini terlihat dari judul-judul seperti: Cara Islam Mendidik Anak; Membangun
Kreativitas Anak Secara Islami; Mencintai Dan Mendidik Anak Islami; Menyiapkan Masa Depan Anak Islam; Seni & Sikap Islami Mendidik Anak. Ada pula judul-judul yang mencoba mengkhususkan sisi apa dari anak yang akan dibina dan dididik secara Islami, seperti sisi akhlak dan akidah (Akhlak Anak Muslim; Anak Cerdas Anak Berakhlak; Menanam
Tauhid, Akhlak, Dan Logika Si Mungil; Meng‐Install Akhlak Anak; Menddidik Anak Menjadi Pintar dan Shalih; Aqidah Anak); sisi kebiasaan beribadah (Membimbing Anak Gemar Shalat; Mendidik Anak
Berpuasa; Mengajak Anak‐anak ke Tanah Suci; Tips Membiasakan Anak
5
Di antara sedikit judul yang tidak terkait dengan tema pendidikan secara Islami itu dapat dilihat pada buku Buku Pintar Kehamilan dan Melahirkan; Panduan Spiritual Kehamilan; Sembuhkan Segala Penyakit Anak Bersama Nabi; Saat Anakku Remaja: Solusi Islami Menghadapi Permasalahan Remaja.
113
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Rajin Shalat; Tips Membuat Anak Rajin Ibadah Sejak Dini; Membimbing Anak Mulai Berpuasa; Membimbing Anak Gemar Shalat). Terkait dengan kebiasaan beribadah ini, terdapat pula judul-judul yang bukan hanya sekadar mendorong orang tua untuk mendidik anaknya membaca dan mencintai al-Quran (Cepat Mendidik Anak Cinta
Al Quran, Mendidik Anak Cinta Al Quran), akan tetapi untuk mendidiknya hapal al-Quran di luar kepala. Ini terlihat dari judul-judul
Agar Anak Anda Hafal Al Quran; Anakku Hafal Al Quran; Balita pun Hafal Al Quran; Bimbingan Untuk Anak Bisa Menghafal Al Quran. Kemudian, jika judul-judul dengan tema parenting ini disandingkan dengan judul-judul dari tema kerumahtanggaan, terdapat satu kesamaan yang mencolok, yakni menonjolnya sosok Rasulullah SAW. Jika dalam tema kerumahtanggaan Rasul ditonjolkan sebagai sosok suami atau kepala keluarga ideal, maka di tema parenting ini, sosoknya menonjol sebagai orang tua ideal. Ini dapat dilihat dari judul-judul:
Tabel I.18: Judul-Judul Tentang Figur Nabi sebagai Orang Tua
Mendidik Cara Nabi Saw Mendidik Anak Bersama Nabi Parenting Rasulullah: Cara Nabi Mendidik Anak Muslim Prophetic Parenting: Cara Nabi Mendidik Anak Islamic Parenting: Pendidikan Anak Metode Nabi Rahasia Rasul Mendidik Anak Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah Itu Mudah & Lebih Efektif Mendidik Anak Cara Rasulullah Cara Rasulullah Saw Mendidik Anak Mendidik Anak Cara Rasulullah
114
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Seperti disinggung sebelumnya, tema parenting yang terkait dengan persiapan calon orang tua menyambut kelahiran anaknya hanya disinggung oleh judul-judul yang menunjukkan isi buku terkait membahas ibadah dan doa yang bisa dilakukan ibu hamil demi anaknya. Seperti buku Panduan Ibadah Wanita Hamil; Panduan Lengkap Doa & Zikir Ibu
Hamil Penenteram Qalbu; Saat Muslimah Hamil; Amalan Ampuh Bagi Ibu Hamil dan sebagainya. Namun jika dibandingkan dengan jumlah judul buku yang menawarkan “persiapan” lain bagi orang tua, muncul satu kenyataan yang sangat menarik. Persiapan lain ini terkait dengan nama-nama yang akan diberikan kepada bayi yang akan lahir. Kalau judul yang bertemakan amalan dan doa bagi ibu hamil terkait bayi yang dikandungnya hanya sekitar 39 judul (0,31 %), maka judul-judul yang menawarkan pilihan nama-nama, terutama nama-nama dari khazanah Islami-Arabia, sekitar 79 judul (0, 36%). Di antara judul tersebut adalah
Tabel I.19: Judul-judul tentang Nama-nama Bayi Islami
1001 Rangkaian Nama Bayi Islami Beri Nama Anakmu Seindah Al Quran Best Of The Best Rangkaian Nama Bayi Islami Buku Pintar Variasi Nama Bayi Islami Indah Dan Berkah Koleksi 4600 Nama Anak Muslim Modern Koleksi Nama‐Nama Bayi Indah, Bagus, & Bermakna Besar Kumpulan Nama Indah Bayi Arab Turki Nama Adalah Doa Orang Tua Nama Indah Pembawa Berkah Untuk Buah Hati Nama‐Nama Bayi Paling Populer Seleksi 6200 Nama Bayi Sukses Sedunia Tinjauan Eq & Sq untuk Memberi Nama Nama‐Nama Terindah Millennium
115
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
iii. Tema Aktivitas Ekonomi Judul-judul buku swa-bantu Islami dengan tema usaha atau kegiatan seorang
individu
dalam
memenuhi
kebutuhan
materialnya
dan
menggapai kesejahteraan ekonomi sebagian besar mencantumkan kata “kaya” dan/atau “rezeki.” Ini dapat dilihat dari judul-judul seperti
Tabel I.20: Judul-judul tentang Kesejahteraan Ekonomi
5 Cara Jadi Orang Islam Kaya Aku Menikah Maka Aku Kaya Berdhuha Akan Membuatmu Benar2 Sukses & Kaya Bacalah Surat Al Waaqiah Maka Engkau Akan Kaya Bersyukur Membuatmu Makin Kaya Istighfar Untuk Sukses Dan Kaya Jika Ingin Cepat Kaya Shadaqah Kaya Bukan Dosa Kaya Wajib Bagi Orang Islam Menjadi Kaya Dalam 24 Jam : Doa, Zikir, Sunnah Menjadi Kaya dengan Tawakal Meraih Kaya Cara Rasul Menjadi Sehat Kaya dengan Shadaqah Pakai Otak Kananmu, Dijamin Kaya Shalat Dhuha Khusus Para Pebisnis 59 Doa Pembuka Rezeki Pelancar Usaha Amalan Inti Percepat Rezeki Ampuhnya Ayat‐ayat 1000 Dinar agar Hidup Berlimpah Rezeki Kerja Ibadah Rezeki Melimpah Mendobrak Pintu Rezeki dengan 7 Jurus Sakti Warisan Nabi Rahasia Amal Ibadah Pembuka Pintu Rezeki Memanggil Rejeki Dengan Doa Umul Barokah Membuka Pintu Rejeki dengan Sujud Sedekah Kunci Pembuka Pintu Rejeki Menjemput Rezeki Tak Disangka Shalat Subuh, Shalat Dhuha: Allah Membagi Rezeki di Pagi Hari
Rangkaian judul di atas menunjukkan bahwa kondisi kesejahteraan ekonomi ideal yang ingin diwujudkan tersimpul dalam kata “kaya” dan
116
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“rezeki. 6 ” Judul-judul tersebut terlihat mengonkretkan kekayaan dan rezeki
sedemikian
rupa
sehingga
bisa
“dipanggil”,
“diraih”,
“dibuka/didobrak,” “dijemput” dan seterusnya. 7 Sepintas lalu kata-kata kerja pasif ini memang mengacu pada “kerja” yang dilakukan seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan materialnya. Akan tetapi judul-judul tersebut tidak menunjukkan yang demikian, karena yang disyaratkan untuk berada dalam kondisi “kaya” atau mendapatkan “rezeki” itu bukan “kerja” dalam arti membanting-tulang, memeras keringat atau otak, melainkan “beramal.” Beramal bisa dilakukan dengan cara beribadah, bersedekah, berdoa, bahkan menikah. Secara kebetulan, kata “amal” berasal dari kata Arab ‘amal yang juga berarti “kerja.” Lain nasib pengertian kaya dan rezeki yang mengalami konkretisasi dengan cara seperti disampaikan di atas, lain pula nasib pengertian “sukses” dan “bahagia.” Dua pengertian yang bagaimana pun juga subjektif –sehingga relatif– dan umum ini mengalami penyempitan dan mendapat patokan karena disandingkan dengan kata “kaya” dan/atau “rezeki.” 8 Ini dapat dilihat dengan jelas dalam judul-judul:
Tabel I.21: Judul-judul tentang Sukses dan Bahagia yang Dikonkretisasi
99 Doa Sukses Karir Dan Pembuka Rejeki Berdhuha Akan Membuatmu Benar2 Sukses & Kaya Bisnis Sukses Dunia Akhirat Doa & Amalan Orang Sukses Insya Allah Anda Pasti Sukses & Kaya Istighfar Untuk Sukses Dan Kaya Kisah‐Kisah Muslim Yang Sukses Dan Kaya 6
Kata “rezeki” adalah kata yang baku dalam bahasa Indonesia. Dalam judul-judul buku swabantu Islami yang diteliti di sini terdapat beberapa variasi tak baku seperti “rejeki”, “rizqi” dan “rizki” 7 Sebuah judul menarik terkait dengan bagaimana konkretisasi ini terjadi dapat dilihat pada Ketika Doa Sudah Bicara, Uang Pun Lunglai di Kakimu. 8 Penyempitan dan pematokan pengertian sukses yang paling mengejutkan dapat dilihat pada buku berjudul Menjadi PNS Sukses: 10 Tips menjadi PNS Muslim.
117
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Membuka 10 Pintu Rizki Kiat Sukses Panduan Al Quran & Sunah Dalam Menggenggam Sukses Finansial Sukses Bisnis Dan Tips Kaya Secara Islami Sukses & Kaya Dengan Mengamalkan Asmaul Husna Tawakkal: Kunci Sukses Membuka Pintu Rezeki Kaya & Bahagia Cara Syariah Kaya Dan Bahagia Dengan Syukur Makin Kaya Dan Bahagia Dengan Keajaiban Memberi Shalat Tahajjud Khusus Para Pebisnis Biar Makin Bahagia Ada kesuksesan, ada kegagalan; ada kebahagiaan, ada kesedihan. Pasangan kegagalan dan kesedihan seputar masalah aktivitas ekonomi ini juga mengalami penyempitan. Keduanya diciutkan menjadi soal hutang dan kemiskinan.
Tabel I.22: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan
Doa Dan Dzikir Mustajab agar Rejeki Tidak Putus Dan Hutang Trbayar Doa & Zikir Bebas Hutang Hidup Tenang Tanpa Hutang Jangan Bertengkar karena Hutang Maha Mustajab Doa2 Pelunas Hutang Tolak Bala & Panjang Umur Allah Maha Penolong: Maka Engkau Gampang Bayar Hutang Rumah Tangga Tanpa Hutang Bila Engkau Miskin Doa2 Rahasia Cepat Kaya, Murah Rezeki & Anti Miskin Resep Anti Miskin Yang Di Jamin Al‐Quran Shalat Tolak Miskin Mengapa Allah Membuatku Miskin
Usaha seseorang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi biasanya disebut “pekerjaan” atau “mata pencaharian.” Sudah jadi common sense bahwa seberapa baik dan seberapa rajin seseorang bekerja adalah penentu seberapa “kaya” atau “miskin” dia. Sebagian judul-judul buku swa-bantu Islami dengan tema aktivitas ekonomi memang memakai kata
118
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“kerja” atau “pekerjaan” (sekitar 13 judul atau 0,1%). Jumlah ini tidak mencolok dibanding judul yang memakai kata “bisnis” (sekitar 42 judul atau 0,33%). Masalah yang dibahas seputar bisnis berkisar pada doa dan amalan untuk memperlancar bisnis, seperti judul 99 Doa Untuk Bisnis
Lancar Rezeki Berlimpah; Doa & Amalan Untuk Meledakkan Bisnis Anda; Doa‐Doa Cespleng untuk Memperlancar Bisnis; Shalat Hajat Khusus Untuk Para Pebisnis; Zikir For Bisnis. Ada pula pembahasan bagaimana Rasul dan istrinya sebagai tauladan bisnis seperti dalam judul
Sukses Berbisnis Ala Nabi; Rahasia Sukses Bisnis Rasulullah; Muhammad Sebagai Bisnisman Ulung; Jejak Bisnis Rasul; Jejak Bisnis Khadijah; Rahasia Sukses Bisnis Khadijah Sang Istri Nabi. 9 Selain dua tema ini, tentu saja terdapat judul-judul yang menunjukkan buku bersangkutan
membahas
masalah
bagaimana
memulai
atau
mengembangkan “bisnis” secara umum, seperti 17 Rukun Berbisnis
Dengan Allah; Menemukan Peluang Bisnis; The Stories Of Islamic Business: Kisah‐Kisah Inspiratif Dalam Bisnis Islami; Metafisika Bisnis Bersama Allah; Sukses Bisnis Dan Tips Kaya Secara Islami dan lain sebagainya. Di antara judul-judul dengan tema aktivitas ekonomi juga terdapat beberapa
judul
yang
menyinggung
masalah
sedekah, 10
karena
9
Jamak diketahui dalam sejarah kehidupan Nabi SAW bahwa istri pertama Nabi, Khadijah, mulanya adalah seorang janda terpandang karena kekayaan dan usaha dagangnya ke negeri Syam. Sebelum mempersuntingnya, Nabi Muhammad bekerja sebagai bawahan yang mengelola bisnis Khadijah. 10 Dalam judul-judul buku swa-bantu Islami yang diteliti di sini, selain istilah “sedekah”, terdapat pula istilah lain yang merupakan variasi dari kata yang sudah baku dalam bahasa Indonesia ini. Variasi tersebut adalah “shodaqoh” dan “shadaqah,” yang merupakan transliterasi dari kata Arab shadaqah.
119
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bersangkut-paut dengan pemberian materi secara umum (yang dalam kehidupan sekarang terwakili oleh uang). Meski tergolong kepada ibadah sunnah, judul-judul dengan tema sedekah justru sedikit lebih banyak dari yang bertema zakat, masingmasing 61 dan 41 judul. 11 Selain itu, hanya 4 judul yang secara eksplisit mengaitkan zakat dengan masalah kaya dan rezeki, yakni Kaya Karena
Berzakat; Sucikan Hati & Bertambah Kaya Bersama Zakat; Fadilah Zakat Pembuka Pintu Rezeki; Kekuatan Zakat Hidup Berkah Rejeki, sedangkan selebihnya memberikan pembahasan yang generik seperti panduan penghitungan zakat (Panduan Praktis Menghitung Zakat), tata cara pemberian zakat (Anatomi Fiqh Zakat), maupun pembahasan yang lebih spesifik seperti fungsi zakat bagi kehidupan masyarakat (Zakat & Infak
Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial). Ini berbeda sekali dengan judul-judul bertema sedekah, karena secara umum apa yang ingin disampaikan judul-judul ini tersimpul dalam dua buku berjudul Bersedekah Memperbanyak Rezeki dan Menjadi Kaya
Dengan Sedekah. Bersedekah atau memberi sesuatu kepada orang yang berhak dan membutuhkan adalah bagian dari “bekerja” dalam pengertian sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya. Fungsi sebagai “kerja” yang dilakukan seorang Muslim dalam rangka meraih kesejahteraan ekonomi membuat sedekah tidak jauh 11
Sebagai ibadah yang sama-sama berwujud pemberian sebagian rezeki (properti) kepada orang yang tidak mampu, hubungan sedekah dengan zakat sama dengan hubungan shalat sunnah (seperti shalat dhuha, tahajjud, istikharah dan sebagainya) dengan shalat wajib lima waktu. Suatu amalibadah hukumnya wajib dalam arti seseorang akan berpahala jika melakukan, berdosa jika meninggalkan. Sedangkan amal-ibadah sunnah adalah amal-ibadah yang diberi pahala jika dilakukan, namun tidak diberi apa-apa jika ditinggalkan.
120
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berbeda dari ibadah-ibadah lain yang diposisikan judul-judul sebagai sarana untuk mendapatkan kesejahteraan ekonomi, seperti doa, shalat shubuh dan shalat dhuha. Hanya saja karena sedekah adalah ibadah yang bersifat sosial –pemberian konkret atas dasar welas-asih terhadap sesama– maka bentuk ini langsung membuat sedekah analog dengan investasi modal dalam pengertian ekonomi. Sedekah tidak mungkin dilakukan dengan hanya meniatkannya lalu menyampaikan niat itu kepada Tuhan atau kepada orang yang akan disedekahi. Dia harus dilakukan dengan memberikan sesuatu, di mana bentuk paling praktisnya adalah dengan merogoh saku. Berdasarkan logika ekonomi, orang yang menginvestasikan
modal
sebesar
Rp.
10.000,-
akan
berharap
memperoleh keuntungan dari perputaran modal itu. Logika ini pulalah yang tercium dari judul-judul seperti Mana Ada Orang Yang Miskin
karena Sedekah & Sillaturrahim; Mendadak Kaya dengan Sedekah; Sedekah Kunci Pembuka Pintu Rejeki; Bersedekah Memperbanyak Rezeki; Tancap Gas Rezeki Dengan Memberi; Makin Kaya Dan Bahagia Dengan Keajaiban Memberi. Bahkan ada judul yang secara terang-terangan menyatakan Lunasi Utang Utangmu Dengan Shadaqah! dan Ternyata
Sedekah Nggak Harus Ikhlas! Judul
terakhir
seakan
secara
terang-terangan
membenarkan
pernyataan bahwa sedekah diposisikan judul-judul buku swa-bantu Islami sebagai sarana “investasi ekonomi” dan oleh karena itu diberikan dengan pamrih. Namun yang membedakannya dari pinjaman rente adalah “keuntungan” yang akan diperoleh orang yang bersedekah –baca: investor– tidak berasal dari pihak yang diberi sedekah, karena si
121
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
penerima tahu bahwa dia tidak berkewajiban mengembalikan apa yang telah diberikan, apa lagi dengan bunga. Selain itu, sedekah kerapkali juga diterima oleh sebuah institusi seperti masjid, sekolah agama atau panti asuhan. “Keuntungan” itu datang dari sumber yang tak terduga dan oleh karena itu pada saat sedekah diberikan, dia tidak dapat dikalkukasi secara persis karena masih rahasia. Yang jelas, dalam ajaran Islam sedekah begitu dahsyat karena Allah akan mendatangkan “keuntungan” berlipat-lipat dengan cara misterius. Inilah yang dapat terbaca dari juduljudul seperti: Allah Melipatgandakan Pemberian (Shadaqah); Matematika
Sedekah: 1 Sedekah Berbalas 700 X Lipat!; Keajaiban Sedekah; Kekuatan Sedekah; Shodaqoh Memang Ajaib; La Tahzan Rahasia Kekuatan Memberi; Dahsaytnya Sedekah; Rahasia Kedahsyatan Sedekah.
iv. Judul dengan Tema Penggemblengengan Daya Tahan Psikis Tema penggemblengan daya tahan psikis adalah tema dasar bukubuku swa-bantu pada umumnya. Inilah alasan mengapa dalam bahasa keseharian buku swa-bantu lumrah disebut buku psikologi populer: buku yang membahas beban-beban kejiwaan secara populer, baik dari segi masalah yang dibicarakan maupun cara membicarakannya. Ada dua subkategori dari tema ini, yakni perbaikan (recovering) kondisi kejiwaan setelah mengalami keterpurukan akibat beban masalah yang ditanggung dan pengembangan (improvement) kejiwaan sehingga memiliki daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi masalah yang mungkin menimpa.
122
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berbeda dari masalah-masalah yang jadi pembahasan dalam juduljudul dari tiga kategori sebelumnya, di sini masalah yang dibahas bersifat abstrak, semisal kekecewaan, kegagalan, kecemasan, ketidakpastian dan lain sebagainya. Untuk subkategori perbaikan, masalah kehidupan yang diposisikan sebagai beban berkisar pada soal stress yang muncul akibat kesulitan hidup, bencana, penderitaan, ujian hidup, musibah, kesedihan, ketidakpastian nasib, bahkan kematian. Ini terlihat pada juduljudul:
Tabel I.23: Judul-judul tentang Penggemblengangan Daya Tahan Psikis (recovering)
Agar Ujian & Cobaan Berbuah Kenikmatan Setelah Kesulitan Pasti Datang Kemudahan Meredakan Murka Tuhan Menyelamatkan Bencana Agar Tegar Menghadapi Ujian Inna Ma Al Usri Yusra: Sesungguhnya Bersama Kesulitan Ada Kemudahan Kun Fayakuun: Selalu Ada Harapan Di Tengah Kesulitan Kegagalan Itu Mempercepat Kesuksesan Selamat Tinggal Kesedihan Rumus Mudah Mengatasi Masalah Sambut Strategi Ampuh Menyikapi Berbagai Ujian Tuhan Kejar Impian Ubah Takdirmu Berdamai Dengan Takdir Bangkit Dari Terpuruk Berdamai Dengan Kematian.
Dalam kategori penggemblengan daya tahan psikis ini juga terdapat judul-judul yang menawarkan sarana untuk memperbaiki (me-recovery) kondisi-kondisi seperti tergambar dalam judul-judul di atas. Pada umumnya ada dua cara penyembuhan yang ditawarkan judul-judul buku swa-bantu Islami untuk mengobati “penyakit-penyakit jiwa” akibat tekanan hidup, yaitu memiliki sifat-sifat yang positif menurut doktrin Islam, yang lazim di sebut al-akhlaq al-mahmudah (akhlak-akhlak terpuji) dan
123
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
membaca ayat/doa atau melakukan ibadah tertentu, seperti shalat atau puasa. Judul-judul yang menunjukkan cara menyembuhkan “penyakit” kejiwaan akibat tekanan hidup dapat dilihat pada:
Tabel I.24: Judul-judul tentang Penyembuhan “Penyakit” Kejiwaan
Belajar Sabar : Bagaimana Para Nabi Sukses Menempuh Ujian Nikmatnya Istighfar Satu Obat Untuk Sejuta Kesulitan Damaikan Hatimu! Husnudzan: Agar Kesedihan Menjadi Kebahagiaan Husnuzan & Sabar Kunci Sukses Meraih Kebahagiaan Hidup Ikhlas Tanpa Batas Menjernihkan Hati Rahasia Kekuatan Ikhlas Lima Kekuatan Maha Dahsyat: Istiqomah, Ikhlas, Syukur, Sabar, Khusnudzan Meraih Puncak Sukses Lahir Batin Dengan Energi Syukur Sabar Dan Syukur Bikin Hidup Lebih Bahagia Pesan Nabi Bagi Yang Gelisah Pesan Nabi Bagi Yang Takut Dahsyatnya Sabar,Syukur&Ikhlas Muhammad Menjadi Kaya Bersyukur Atau Miskin Bersabar Menjadi Kaya dengan Tawakal Ar Rumm Obat Segala Masalah Hidup Amalan, Doa&Shalat2 Khusus Ketika Hidupmu Didera Kesulitan Ampuhnya Doa&Dzikir Penuntas Berbagai Masalah & Stress Mengurai Masalah Hidup Dengan Dzikir Malam & Doa Solusi 1001 Masalah Dengan Ayat2 Pilihan.
Ada pun tema pengembangan potensi kejiwaan untuk menghadapi deraan masalah yang menghantam dapat dilihat dari apa yang jadi sasaran dari pengembangan itu, dan juga keadaan yang akan jadi tempat bermuaranya pengembangan itu. Sasaran tersebut dapat dilihat dari judul-judul yang menunjukkan kehidupan dan sosok pribadi Muslim yang diidealkan. Untuk yang pertama, dengan memakai logika terbalik, tentu saja
hidup
yang
diidealkan
oleh
judul-judul
dengan
tema
penggemblengan daya tahan psikis ini adalah hidup yang tidak punya
124
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
beban, hidup yang tidak melahirkan “penyakit” stres. Meski demikian, dari judul-judul dengan tema ini tetap dapat ditemukan judul yang secara eksplisit menyatakan hidup seperti apa yang diidealkan. Ini terlihat dari judul-judul: Tabel I.25: Judul-judul tentang Keadaan Hidup yang Ideal
Hidup Kreatif: The Inspiring Qur An To Change Crisis Hidup Bahagia Setiap Hari Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad Saw Hidup Dengan Hati Penuh Empati Hidup Diridai Allah Hidup Sekali Bermanfaat Selamanya Hidup Tenang Dengan Sabar Perjalanan Hidup Sukses Dunia Bahagia Di Surga Sukses Hidup Bersama Al Qur`an Hidup Tanpa Beban: Motivasi Spiritual Hidup Tenang Dengan Sabar
Ada pun sosok pribadi Muslim seperti apa yang diidealkan dapat dilihat
dari
kata-kata
yang
memberi
kualifikasi
bagi
kata-kata
“Muslim/Muslimah,” “diri,” “orang” yang merujuk pada diri seorang Muslim. Kata-kata kualifikatoris tersebut antara lain “bahagia”, “sukses”, “kaya”, “kaffah” (seutuhnya), “ideal,” “smart,” “prestasi”, “unggul” dan lain sebagainya. Ini dapat dilihat dalam judul-judul: Tabel I.26: Judul-judul tentang Pribadi Muslim Ideal
Al‐Fawa`id Menuju Pribadi Takwa Doa&Amalan Untuk Meraih Kepribadian Positif Kepribadian Qurani Pelajar Gaul, Pribadi Rasul, Prestasi Unggul Doa Amalan Untk Meraih Kepribadian Positif Be Smart Muslim Menjadi Muslim Ideal Menjadi Muslim Kaffah Menjadi Muslim Moderat Menjadi Muslim Sejati Menjadi Muslimah Tangguh Potret Muslimah Ideal Agar Menjadi Muslimah Luar Biasa Change Now: Jurus Duahsyat Muslim Huebat
125
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Menjadi Muslimah Bahagia Muslim Never Ending Success Muslimah Super, Dahsyat Dan Luar Biasa! Saatnya Sang Muslim Kaya Raya! 10 Langkah Menjadi Muslim Kaya Bahagiakan Dirimu Dengan Menyenangkan Orang Lain Doa Orang‐Orang Sukses Doa&Dzikir Orang2 Kaya Kaya Wajib Bagi Orang Islam Mana Ada Orang Yang Miskin Karena Sedekah & Silaturahim Mencetak Pemimpin Tips Melahirkan Orang Sukses Mengislamkan Orang Islam Menjadi Orang Yang Berbahagia Power Of Tahajud Cara&Kisah Nyata Orang2 Sukses 15 Kunci Sukses Mjd Orang Paling Kaya 5 Cara Jadi Orang Islam Kaya Dzikir Orang Orang Sukses
Dari judul-judul dengan tema daya tahan psikis untuk menghadapi kesulitan hidup ini terasa sekali ajakan atau dorongan untuk berubah kepada keadaan yang lebih baik, semacam imperatif halus untuk memperbaiki dan mengembangkan potensi kepribadian pembaca. Bahkan bisa dikatakan dorongan untuk memperbaiki keadaan atau mengambangkan kondisi yang ada menjadi lebih baik lagi ini tidak hanya jadi inti dari tema kategori pengemblengan daya tahan psikis dalam menghadapi kesulitan hidup, melainkan menjadi tema inti yang memayungi seluruh kategori genre swa-bantu. Dorongan yang terasa di balik judul-judul buku swa-bantu itulah yang membuat genre ini juga sering disebut “buku motivasi.” Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana ajakan atau dorongan itu disampaikan lewat judul-judul buku swa-bantu Islami, bagian berikut akan menggolong-golongkan bentuk persuasi apa saja yang terbaca dari juduljudul buku swa-bantu yang diteliti.
126
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Kategori Judul Buku Swa-Bantu Islami Berdasarkan Teknik Persuasi Di sini bentuk persuasi sebagai bagian dari seni retorika dipakai dalam pengertian paling dasar, yakni sebagai bentuk-bentuk kebahasaan yang berfungsi memengaruhi lawan bicara. 12 Dalam konteks judul-judul buku swabantu Islami, bentuk-bentuk tersebut bertujuan untuk sedemikian rupa menarik orang, pertama-tama untuk memperhatikan buku bersangkutan, menimbangnimbang, dan akhirnya membelinya. 13 Tidak heran jika kata kunci seputar masalah judul sebuah buku dari sudut pandang pelaku industri perbukuan adalah “menarik.” Sepintas lalu pengertian menarik ini menjadi problematis jika buku populer dipahami sebagai sesuatu yang akan memenuhi kebutuhan yang sudah ada sebelumnya di dalam diri seorang calon pembaca/pembeli. Calon pembaca ibarat orang sakit yang memerlukan obat khusus dengan resep dokter. Meski nama obat tersebut tidak menarik, bahkan sulit dieja, dia tetap akan mencarinya ke apotek. Si sakit butuh sembuh dari penyakit, si calon pembaca butuh sembuh dari ketidaktahuannya. Mengapa judul harus menarik jika dia tetap akan dicari oleh yang membutuhkan? Masalahnya adalah apa yang terjadi di ranah perbukuan populer tidak demikian. Satu informasi atau pengetahuan telah dibicarakan oleh banyak buku. 12
Rhetoric, defined in the strictest sense, is the art of persuasion […] That basic meaning may be extended, however, to include the art of all who aim at some kind of attitude change on the part of their audience or readers, and then applied to what I shall call secondary rhetoric.. Lihat George Kennedy, The Art of Rhetoric in The Roman World, 300 B.C.-A.D. 300, Princeton University Press, Princeton, N.J., 1972, hlm. 3. Sementara persuasi sendiri diartikan Aristoteles sebagai a sort of demonstration (since we are most fully persuaded when we consider a thing to have been demonstrated), lihat Aristoteles, On Rhetorics, terj. W. Rhys. Robert, dalam Jonathan Barnes (ed), The Complete Works of Aristotle, Princeton University Press, Princeton, N.J., 1991, hlm. 4. 13 Persuasi yang ditujukan untuk mendorong lawan bicara melakukan suatu tindakan termasuk ke dalam retorika deliberatif, yakni retorika yang bertujuan meyakinkan lawan bicara yang berwenang apakah melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan di masa yang akan datang. Dalam buku teks retorika, retorika deliberatif didefinisikan The oratory of public persuasion and speeches that argue before a duly assembled and authorized body either in favor of or against some course of action to be taken in the future. Lihat, “Appendix I: Rhetorical Terms,” dalam Eric Gunderson (ed), A Cambridge Companion to Ancient Rhetoric, Cambridge: Cambridge University Press, 2009, hlm. 291.
127
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Agar sebuah buku dapat terpilih untuk dibaca/dibeli, dia harus menarik perhatian calon pembaca/pembeli. Secara umum, judul-judul buku swa-bantu Islami berupaya menarik perhatian calon pembaca/pembeli dengan dua cara: menonjolkan keunikan atau keberbedaannya dan menjanjikan tambahan pengetahuan.
a. Menarik Karena Berbeda Agar terpilih jadi pusat perhatian calon pembaca/pembeli, sebuah judul harus unik dan berbeda dari judul lain. Tidak bisa dibayangkan bagaimana pusingnya calon pembeli jika suatu kategori buku di rak atau katalog hanya mencantumkan judul-judul yang bunyinya seperti buku pelajaran sekolah semisal “Pelajaran Agama Islam Untuk kelas sekian dan sekian”. Pusing yang dirasakan mungkin seperti menatap dinding lama-lama dari jarak 5 cm. Kondisi ekstrem yang sebaliknya, di mana judul-judul berbeda satu sama lain dan bahkan berlawanan akan membuat calon pembaca/pembeli linglung dan perhatiannya buyar.
Maka situasi yang kurang lebih ideal adalah yang
tengah-tengah, di mana satu judul memang berbeda dari yang lain, tapi tetap ada mirip-miripnya. Dengan kata lain, rak toko buku atau katalog harus tampil bagaikan panorama atau lukisan pemandangan. Yang terlihat memang “cuma" hamparan warna hijau yang dominan dengan sedikit warna kebirubiruan bercampur putih di bagian atas sebuah kanvas, namun dari situ tetap bisa dibedakan mana yang hutan, lembah, pinggang gunung, ujung pepohonan dan lain sebagainya. Judul-judul buku swa-bantu Islami berusaha untuk unik dan berbeda dengan cara dengan tampil bombastis dan sensasional. Caranya adalah dengan memakai kata, ungkapan, ibarat yang tidak biasa dalam kosa kata tradisi ajaran Islam, seperti:
128
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.27: Judul-judul dengan Teknik Retorika Bombastis dan Sensasional Bercinta Dengan Allah Bulan2 Istimewa Untuk Mengeruk Pahala Dijual Murah Surga Seisinya! Ketika Doa Sudah Bicara, Uang Pun Lunglai Di Kakimu Membuat Doamu Cespleng Setajam Silet Buku Sakti Muslimah Berjuta Cara Melobi Tuhan Ekspedisi Alam Akhirat: Melintasi Kematian Hingga Ke Surga&Neraka Jalan Tol Masuk Surga Padamkan Api Neraka Dengan Air Matamu Memanen Pahala Dalam Sekejap Mendobrak Pintu Rezeki Dengan 7 Jurus Sakti Warisan Nabi Menjadi Miliuner di Akhirat Obat Kuat Iman: 13 Resep Mujarab Meningkatkan Kualitas Iman Pesta Ibadah Malam Super Investasi Syariah Hidup Kaya Raya Mati Masuk Surga Tamasya Ke Negeri Akhirat Terpelanting Dari Shiratal Mustaqim
Judul juga bisa jadi unik dan berbeda ketika dia menyandingkan dua hal yang berdasarkan pengetahuan keagamaan awam atau akal sehat secara umum adalah berlawanan. Daya tariknya terletak pada kesan kontradiktif maupun kontroversial yang muncul dari penyandingan itu, karena pada dasarnya perhatian orang lebih cepat tertuju pada hal-hal yang tak masuk akal atau menyalahi apa sudah biasa. Ini dapat dilihat dari judul-judul berikut: Tabel I.28: Judul-judul dengan Teknik Retorika Kontradiktif/kontroversial Ia Masuk Surga Padahal Tak Pernah Shalat Hati2 Shalat Anda Haram Ada Surga Untuk Pembunuh 99 Orang? Berdosa... Tapi Masuk Surga Berguru Kepada Setan Iblis Guruku Beribadah Dengan Seks Kuselamatkan Perempuan Dengan Poligami Mati Itu Spektakuler Ketika Rasul Bangun Kesiangan_ Kado Terindah Untuk Orang Berdosa
129
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Akan tetapi efek “menarik” juga bisa lahir ketika sebuah judul menyandingkan
dua kata
yang
secara
harfiah
berlawanan,
namun
sebenarnya tidak ada yang saling bertentangan dalam judul itu. Ini dapat dilihat umpamanya dalam buku berjudul Kayakan Hatimu Dengan Zuhud
Terhadap Dunia; 20 Perilaku Durhaka Orang Tua Terhadap Anak; Bahagiakan Dirimu Dengan Menyenangkan Orang Lain. Ada pula judul yang justru menggiring calon pembaca untuk mengira ada dua hal berlawanan di dalamnya. Misalnya, Mencari Ketenangan di Tengah
Kesibukan; Orang Kota Mencari Allah; Shalat Khusyu Di tempat Kerja, Shalat Saat Kondisi Sulit; Meraih Pundi Pahala Kala Haid, dan lain sebagainya. Retorika judul yang juga sejalan dengan bentuk penggiringan di atas adalah bentuk “tudingan”, baik yang bersifat interogatif (tanya) maupun eksklamatif (seru). Bentuk ini adalah yang paling efektif untuk menarik perhatian calon pembaca. Siapa orang yang tidak akan tertarik perhatiannya ketika dia merasa suatu pertanyaan atau seruan tertuju persis pada dirinya? Itulah sebabnya mengapa judul-judul buku swa-bantu Islami banyak memakai teknik retorika ini. Bentuk interogatif dan eksklamatif dapat dilihat dari buku-buku berjudul berikut Tabel I.29: Judul-judul dengan Teknik Retorika Interogatif (tanya) dan Ekslamatif (seruan) Adakah Surga Di Rumahmu Apa Yang Allah Swt Inginkan Darimu Kenapa Rasulullah Saw Tidak Pernah Sakit Siapa Bilang Merokok Makruh Siapa Bilang Multi Level Marketing/MLM Haram Siapa Bilang Musik Haram Siapa Bilang Sunni Syiah Tidak Bisa Bersatu Siapa Sahabat Yang Kau Pilih
130
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sudah Benarkah Doa Anda Sudah Dahsyatkah Shalat&Doa Anda Sudah Islamkah Rumah Tangga Anda Sudahkah Aku Jadi Orang Tua Shaleh Wanita Di Mata Nabi Tipe Manakah Anda Begini Seharusnya Berdakwah Begini Shalatnya Nabi Saw Maka Tirulah Hai Muda‐mudi, Menikahlah! Ini Dia Dosa2 Yang Buatmu Sulit Dapat Kerja Inilah 12 Amalan Dahysat Agar Rezekimu Melimpah Ruah&Berkah Inilah 16 Kemungkinan Jodohmu Inilah Islam Inilah Jawaban Mengapa Anda Harus Bershadaqah! Inilah Kriteria Muslimah Dambaan Pria Mau Kaya, Baca Bismillah Perbaiki Waktu Shalat Dan Arah Kiblatmu Perbarui Hidup Anda Yakinlah Dosa Pasti Diampuni Wahai Penghujat Pacaran Islami!
Bentuk lain yang mirip dengan judul-judul eksklamatif di atas, namun tidak bernada tudingan intimidatif, adalah judul yang memakai ungkapan seruan akibat ketidakberdayaan atau kerendahhatian. Bentuk seruan seperti ini sangat lazim di awal doa-doa yang diajarkan tradisi Islam. 14 Di sini yang akan menarik perhatian bukan seruan yang terkandung dalam kata-kata seru yang memang dialamatkan kepada Tuhan, melainkan apa yang dikeluhkan dan diadukan kepada-Nya. Oleh karena itu, yang jadi inti dari judul-judul dengan bentuk seperti ini adalah apa yang tertera setelah kata-kata tadi. Ini dapat dilihat dari judul-judul seperti Ya Allah! Aku Tak Ingin Sendiri Lagi;
Ya Allah Berilah Aku Kesuksesan; Ya Allah Berilah Kami Keturunan; Ya Allah Kenapa Ku Tak Bahagia; Ya Allah Kenapa Shalatku Tak Khusuk; Ya Allah, Aku Ingin Berjilbab; Ya Allah... Tahu‐tahu Saya Telah Kere.
14 Biasanya seruan itu disampaikan lewat kata “yaa…” (kata Arab yang berarti “wahai…!,” “Allahumma,” (“Duh Gusti!”), atau “rabbana” (“wahai Tuhan kami”).
131
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
b. Menarik karena Menggiurkan Selain dengan cara “tampil beda” seperti yang diuraikan di atas, juduljudul buku swa-bantu Islami berusaha menarik perhatian orang dengan cara membuatnya
tergiur
oleh
tambahan
pengetahuan
yang
dijanjikan.
Sebenarnya ini adalah prinsip yang terkandung dalam setiap buku, karena buku –atau teks secara umum– pada dasarnya adalah jawaban terhadap suatu pertanyaan. Jawaban itulah yang jadi pengetahuan pembaca, sehingga dia bisa berujar “Ooh begitu toh ternyata.” Hanya saja buku swabantu menyodorkan pengetahuan yang sifatnya informatif. Informasi tersebut bisa terkait dengan suatu keadaan maupun tentang arahan atau petunjuk. Yang pertama lazim disebut “berita” dan yang kedua “pedoman”. Ketika seseorang menerima sebuah berita dan telah dia putuskan (judge) kebenarannya, dia pun akhirnya tahu dan sadar (realize) tentang apa yang diinformasikan. Ketika dia menerima suatu pedoman dan telah dia putuskan kebenarannya, dia pun tahu apa yang akan dilakukannya. Ringkasnya, yang pertama dapat disebut pengetahuan tentang sesuatu dan yang kedua pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Kedua bentuk pengetahuan inilah yang dijanjikan oleh judul-judul buku swa-bantu Islami. Sampai di titik ini, tidak ada yang patut dipersoalkan dari buku swabantu, karena tidak setiap orang Muslim mampu mencerna pembahasan tentang keesaan Allah, kehidupan akhirat, makna ibadah dan lain sebagainya yang disampaikan secara mendalam dan filosofis. Buku-buku swa-bantu Islami dapat menambah pengetahuan tentang tauhid, eskatologi, makna ibadah dan lain-lain bagi orang-orang seperti ini. Selain itu, tidak setiap orang Muslim punya pengetahuan tentang bagaimana melakukan perintah-perintah agama yang sederhana. Ada saja di antara umat yang
132
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
bertanya-tanya apa yang harus dilakukan setelah bersetubuh jika tangan yang patah sudah hampir sembuh namun masih dibalut perban, apakah tetap harus mandi keramas atau ada keringanan yang diajarkan? Itulah sebabnya mengapa tema penelitian ini tidak punya masalah dengan buku panduan ibadah generik dan kisah-kisah hikmah. Persoalan muncul saat mencermati cara kedua jenis pengetahuan itu dijanjikan lewat judul demi melahirkan efek “menarik.” Judul-judul buku swa-bantu Islami menjanjikan tambahan pengetahuan tentang sesuatu dengan cara mengamplifikasi kesan bahwa sesuatu itu selama ini tidak diketahui, baik karena tertutupi atau terabaikan. Judul-judul yang memakai teknik retorika amplifikasi ini gampang dikenali lewat katakata kunci yang menjanjikan ketersingkapan. Kata-kata itu ada yang berbentuk
kata
kerja
transitif
seperti
“mengungkap,”
“menyingkap,”
“menggali,” “membuka, “membongkar,” “menyibak”, “menguak” dan lain sebaganya. Dalam judul-judul yang memakai teknik retorika ketersingkapan ini yang dijanjikan adalah pengetahuan tentang objek dari kata-kata kerja tersebut. Tabel I.30: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan
Mengungkap Hikmah Shalat Tasbih Mengungkap Rahasia Malam Pertama Di Alam Kubur Menyingkap Mukjzt Sholat Dhuha Menyingkap Rhs Shalat Khusyuk Menyingkap Tabir Perempuan Islam Membuka Tirai Kegaiban Menggali Rahasia Khasiat Al Quran Mengungkap Keajaiban Sujud Mengungkap Rahasia Iblis Menyibak Kedahsyatan Dzikir Menyingkap Keajaiban Istighfar Menyingkap Rahasia2 Shalat Membongkar Rahasia Alam Akhirat Menguak Misteri Alam Kubur Mengungkap Hikmah Dan Dahsyatnya Syahadat
133
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Ada pula kata kunci yang berbentuk kata benda abstrak yang menunjukkan sifat dari sesuatu yang akan disingkap oleh buku dengan judul bersangkutan. Biasanya sifat ini berkisar pada dua hal, keluarbiasaan maupun kelebihan yang selama ini tidak diketahui. Kata-kata yang menunjukkan keluarbiasaan antara lain: “keajaiban,” “misteri,” “rahasia,” “mukjizat,”
dan lain sebagainya, sementara kata-kata yang menunjukkan
kelebihan
misalnya
adalah
“keutamaan,”
“fadhilah,”
keagungan,”
“keistimewaan,” “kedahsyatan,” “keampuhan,” dan lain sebagainya.
Tabel I.31: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keluarbiasaan
101 Keajaiban Dzikir Betapa Ajaibnya Hati yang Bersih Dahsyatnya Mukjizat Shalat Tahajud Keajaiban Bulan‐ Bulan Islam Kisah‐Kisah Ajaib Sembuh dengan Sedekah Meraih Keajaiban Di Tengah Malam Misteri & Keajaiban Sktr Kaʹbah Misteri Bacaan Shalat Misteri Banjir Dan Perahu Nuh Misteri Dahsyatnya Gerakan Shalat Misteri Malam Jumat Mukjizat Air Ludah Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam Mukjizat Sains dalam Alquran Mukjizat Shalawat Mukjizat Siwak Mukjizat Tasawuf Reiki Rahasia Ayat Kursi Rahasia bisa Mimpi Berjumpa Rasulullah Rahasia Habbatussauda Sunnah: Dalam Formulasi Herbal Rahasia Hari + Primbon Islam Rahasia Meraih Kekhusuyuan Shalat Rahasia Muslimah Pintar Menyuapi Anak
134
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.32: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Kelebihan
Rahasia Dan Keutamaan Ibadah Haji Keutamaan Bulan2 Islam Doa&Amalannya Keutamaan Surah‐Surah Al‐Quran Puasa Sunnah Hukum&Keutamaannya Meraih Keutamaan Sifat Shalat Keutamaan Yasin Dan Tahlil Fadilah Zakat Pembuka Pintu Rezeki Dahsyatnya Fadhilah Surah Yasin 1001 Fadilah Asmaul Husna 1001 Solusi Masalah Dunia Akherat Mengungkap Syarat Hikmah & Fadhilah Shalat Taubat Fadhilah Wanita Shalihah Fadhilah Dan Amalan Bulan Rajab, Syaban Dan Ramadhan Keagungan Doa Malaikat Keagungan Poligami Rasulullah Keagungan Shalat Subuh Kemuliaan Sabar & Keagungan Syukur Keistimewaan Ayat Kursi 59 Rahasia Keistimewaan & Keutamaan Jumat Keistimewaan Puasa Menurut Syariat Dahsyatnya Doa Coy 3 Shalat Dahsyat Dhuha, Istikharah, Tahajjud 4 Zikir Super Dahsyat Kedahsyatan Puasa Dawud Rahasia Kedahsyatan Sedekah Kedahsyatan Marketing Muhammad 222 Keampuhan Asmaul Husna Mukjizat Di Balik Keampuhan Shalat Sunah Keampuhan Puasa Dawud
Mirip dengan ini, terdapat pula judul-judul yang tidak hanya menjanjikan pengetahuan tentang kelebihan, tetapi juga menggambarkan apa yang akan diperoleh atau dirasakan ketika kelebihan itu diperoleh. Ini ditunjukkan oleh kata-kata seperti “Indahnya,” “nikmatnya” dan “asyiknya” dalam judul-judul semisal: Indahnya Pernikahan Dini; Indahnya Shalat Berjamaah; Indahnya
Tawakal; Nikmatnya Syukur: Panduan Meraih 1001 Kebahagiaan; Nikmatnya Istighfar Satu Obat Untuk Sejuta Kesulitan; Nikmatnya Menjadi
135
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Kekasih Allah; Ternyata Menikah Itu Asyik; Asyiknya Menjadi Wisatawan Surga; Asyiknya Bekerja Saat Puasa dan lain sebagainya. Jika kata-kata yang menunjukkan keluarbiasaan atau kelebihan seperti dalam judul-judul di atas dirasa kurang berbeda, maka ada judul yang menggunakan kata atau ungkapan bahasa pergaulan sehari-hari, seperti buku berjudul Membuat
Doamu Cespleng Setajam Silet; Doa & Amalan Super Cespleng Mengatasi Kesurupan; Muslimah Topcer; dan lain sebagainya. Variasi lain dari retorika janji ketersingkapan ini dapat dilihat dalam judul-judul yang memakai kata atau ungkapan yang menunjukkan reaksi takjub yang akan muncul dari pembaca manakala mendapat pengetahuan baru, seperti dalam judul yang mencantumkan kata “ternyata”, seperti judul
Ternyata Allah Menyerumu Pada Pesugihan; Ternyata Wanita Lebih Istimewa Dalam Warisan; Ternyata Ibadah Hanya Untuk Allah, dan lain sebagainya, dan judul yang memakai kata tanya yang mengajak pembaca untuk “heran” dengan suatu hal, seperti pertanyaan “ada apa?” dalam judul
Ada Apa dengan Nikah Beda Agama?, Ada Apa di Hari Jumat? atau pertanyaan “tahukah anda” Tahukah Anda Seks Itu Obat Awet Muda. Terkait dengan pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, judul-judul buku swa-bantu Islami berupaya menarik perhatian calon pembaca/pembeli dengan menjanjikan keinstanan. Artinya, judul-judul ini berupaya menunjukkan bahwa sesuatu yang akan dilakukan sebenarnya mudah dan praktis. Ini tercermin dalam judul-judul yang mengandung kata “cepat”, “praktis,” “efektif,” “mudah,” “gampang,” dan lain sebagainya. Di antara judul-judul yang menjanjikan keinstanan adalah sebagai berikut:
136
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.33: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan
10 Metode Efektif Agar Anak Mencintai Alquran 99 Tips Praktis Berpikir Positif Agar Mudah Masuk Surga Allah Maha Pelindung Maka Engkau Gampang Siasati Krisis Allah Maha Pemberi Maka Engkau Gampang Naik Gaji Cara Cepat Menarik Pertolongan Allah Cara Mudah Memahami Aqidah Meraih Surga dalam Hitungan Detik Doa Doa Ampuh Cepat Dikaruniai Momongan Ilmu Hati: Teknik Efektif Mencapai Kesadaran Sejati Jika Ingin Cepat Kaya, Shadaqah! Quantum Doa Percepatan Rizqy Rahasia Agar Doa Cepat Terkabul Surah Yasin: Solusi Cepat Mengatasi 1001 Masalah Ternyata Masuk Surga Itu Mudah Ternyata Mendidik Anak Cara Rasulullah Itu Mudah & Lebih Efektif
Pada akhir analisis, janji keinstanan ini berkaitan dengan logika saranatujuan, karena keinstanan tersebut terletak pada tawaran sarana yang paling cepat dan efektif untuk memperoleh tujuan. Dalam konteks ini, yang dijanjikan judul-judul buku swa-bantu Islami adalah kepastian hubungan antara sarana dengan tujuan berdasarkan logika “jika-maka” (imperatif hipotetis). Artinya, untuk memperoleh suatu “tujuan” tertentu, judul tersebut sudah memastikan “sarana” yang akan dipakai. Pemastian tersebut dapat dilihat dari judul yang bernada interogatif atau yang memakai bentuk retorika “jika-maka” secara eksplisit –mencantumkan kata “maka”– maupun implisit. Berikut adalah contoh dari judul-judul tersebut: Tabel I.34: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka”
Ingin Bahagia? Tegakkanlah Shalat Malam Ingin Sehat? Berobatlah dengan Al‐Quran dan Madu Ingin Cepat Kaya, Shadaqah! Amalan Amalan Ringan Pembuka Pintu Surga Menolak Musibah Dengan Sedekah Shalat Hajat : Agar Hidup Selalu Di Tolong Allah
137
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Shalat Tahajjud Khusus Para Pebisnis Biar Makin Bahagia Sucikan Hati&Bertambah Kaya Bersama Zakat Sukses&Kaya Dengan Mengamalkan Asmaul Husna Aku Menikah Maka Aku Kaya Aku Puasa Maka Aku Kaya Sedekah Itu Kunci Sukses dan Tenang di Hati Allah Maha Pelindung Maka Engkau Gampang Siasati Krisis Ingatlah Mati Maka Akn Sukses&Bahagia
Sedekah Cara Ajaib Menjadi Kaya Kesalahan2 Berdhuha Yang Menyebabkan Tidak Bisa Kaya Kesalahan2 Dalam Shalat Hajat Yang Membuatmu Tidak Sukses
Bentuk lain dari janji kepastian hubungan sarana dan tujuan berdasarkan logika jika-maka ini adalah instrumentalisasi ibadah atau sifat etis tertentu. Dari judul-judul yang telah dikemukakan sejauh ini, terlepas dari kategori mana pun, dapat dilihat kesan mencolok bahwa sebagian judul buku swa-bantu memosisikan ibadah atau sifat etis tertentu adalah sarana (instrumen) untuk suatu tujuan, yakni teratasinya suatu masalah atau terpenuhinya suatu keinginan. Hampir semua ibadah yang diketahui umum oleh umat Islam pernah diposisikan judul buku swa-bantu Islami sebagai alat untuk meraih tujuan tertentu, mulai dari rukun Islam yang lima (syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji), bacaan ayat Al-Quran, doa dan zikir, serta rapalan-rapalan suci lain seperti shalawat dan asmaul husna. Begitu pula dengan sifat-sifat etis yang diajarkan oleh tradisi Islam seperti syukur, sabar, ikhlas, tawakal, tawadu’, zuhud (asketik), husnuzan (berprasangka baik), pemaaf, sedekah, menyantuni anak-yatim, etika suami-istri, etika orang tuaanak dan lain sebagainya. Di antara judul-judul yang menempatkan ibadah dan akhlak sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu ini adalah
138
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tabel I.35: Judul-judul dengan Teknik Retorika yang Menempatkan Ibadah sebagai Sarana Menuju Tujuan
Cantik Dengan Air Wudhu Dahsyatnya Terapi Istighfar Dahsyatnya Kalimat Syahadat agar Selalu di Tolong Allah Puasa Sepanjang Tahun: Hemat mendatangkan Rezeki Sehat dan Kaya dengan Shalat Subuh Ayat‐ayat Pembuka Pintu Rezeki Ayat Kursi untuk Berbagai Keperluan Kekuatan Terapi Maaf Dahsyatnya Mukjizat Haji & Umrah bagi Kesehatan Sukses Lahir Batin dengan Energi Syukur Sukses dan Bahagia dengan Surat Al‐Insyiriah Menjadi Kaya dengan Tawakkal Menyantuni Anak Yatim: Meraih 1001 Berkah Sejuta Keajaiban Doa‐doa Andalan Keluarga Sepanjang Masa Shalat Hajat Khusus untuk Para Pebisnis Energi Ketuhanan untuk Berbisnis
Retorika jika-maka dalam bentuk instrumentalisasi ibadah dan akhlak sebagaimana yang dijelaskan di atas pada dasarnya dipayungi oleh prinsip pertukaran: “jika” melakukan ibadah ini, “maka” sebagai imbalannya adalah ini. Beberapa judul buku swa-bantu Islami yang secara eksplisit menunjukkan prinsip pertukaran. Kalau judul-judul yang mengusung tema instrumentalisasi ibadah lebih menitikberatkan pada sarana apa yang akan mengantarkan seseorang pada tujuan, maka judul dengan tema pertukaran lebih menonjolkan kepastian diperolehnya tujuan dalam sebuah relasi pertukaran. Retorika pertukaran ini ada yang secara eksplisit memakai kosa-kata dalam kegiatan jual-beli, ada pula yang secara implisit menunjukkan prinsip “siapa menanam, dia menuai”. Jenis yang terakhir ini dapat disebut dengan retorika investasi. Retorika investasi ini dapat ditangkap dalam judul-judul yang memakai
kata-kata
kerja
seperti
“meraih”,
“memburu,”
“menuai”,
“menggapai,” “mencari” dan kata-kata lain yang semakna. Tak jarang kata-
139
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kata kerja ini disandingkan dengan kata depan “dengan,” “melalui,” “dari” dan “lewat.” Semua ini dapat dilihat dari judul-judul berikut: Tabel I.36: Judul-judul dengan Teknik Retorika Pertukaran dan Investasi
Membeli Surga Dengan Kalimat Thayyibah Membeli Surga Dengan Sabar & Syukur Mendulang Hikmah: Ada Hikmah Dalam Setiap Keadaan&Waktu Panen Amal Sepanjang Tahun Dijual Murah Surga Seisinya Amal yang Kecil Menuai Pahala yang Besar Mencari Berkah Dari Basmallah Hamdallah&Shalawat Menggapai Surga Melalui Amal2 Shaleh Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah Meraih Berkah+Pahala Melalui Internet Meraih Inner Beauty Dengan Doa&Zikir Meraup Berkah Bangun Pagi Memburu Pahala di Kala Sakit Meraih Sukses Di Bln Ramadhan Panduan Tadabbur& Meraih Sukses Bershalawat Untuk Mendapatkan Keberkahan
Jika
direkapitulasi,
kategori-kategori
di
atas
ternyata
dapat
dikelompokkan jadi tiga kategori tema dan dua kategori umum calon pembaca yang disasar. Dari segi tema tiga kategori tersebut adalah yang terkait dengan masalah tubuh, diri (self) dan keluarga. Secara kuantitatif, porsi terbesar judul membahas tema diri. Di sini diri dipahami sebagai ego yang memiliki kesadaran rasional untuk menimbang dan memilih jalan keluar dari masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Dari 12490 judul yang jadi populasi penelitian ini, sekitar 37 % (4621 judul) adalah buku-buku swa-bantu Islami yang membahas tema tentang diri. Sementara di urutan kedua adalah tema tentang keluarga. Kategori ini memiliki porsi lebih kurang 28 % (3497 judul). sisanya, sekitar 23 % (2872 judul), adalah judul dengan tema tubuh. Sisanya, 12 % (1498 judul)adalah tema-tema lain di luar tiga kategori ini.
140
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sedangkan dari segi pembaca, judul-judul buku swa-bantu Islami lebih banyak menyasar pembaca perempuan. Sekitar 60 % dari judul buku yang secara eksplisit menyatakan calon pembaca yang dituju, memuat kata-kata yang menunjukkan pembaca yang dituju adalah perempuan, apakah itu anak-anak, remaja, pemudi, ibu rumah tangga (istri) atau wanita secara umum. Keanekaragaman
judul-judul
sebagaimana
yang
terlihat
dalam
pembahasan bab ini tidak bisa dilepaskan dari konteks industri perbukuan Indonesia kontemporer, karena persaingan di tengah pasar perbukuan Islami menuntut setiap pihak yang berkepentingan, terutama penerbit dan penulis, untuk mencari terobosan-terobosan agar buku yang jadi produk mereka menarik minat pembeli. Salah satu terobosan itu adalah berusaha membuat judul semenarik mungkin.
141
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB IV “BACALAH, WALAU BUKAN DENGAN NAMA TUHANMU!”: FETISISME PENANDA DAN DOMINASI PENGETAHUAN IMAJINER DALAM JUDUL-JUDUL BUKU SWA-BANTU ISLAMI
Bab ini akan menganalisis judul-judul buku swa-bantu Islami sebagaimana yang telah dipaparkan dalam bab sebelumnya. Judul-judul tersebut diposisikan sebagai bagian tak terpisahkan dari industri perbukuan Islami yang berlangsung di tengah masyarakat Muslim Indonesia masa kini. Diungkapkan dengan cara lain, tujuan dasar bab ini adalah membaca kondisi masyarakat Muslim Indonesia kontemporer melalui judul-judul buku swa-bantu Islami yang beredar di tengah mereka. Kondisi yang akan disoroti adalah kemusliman yang diwacanakan buku-buku swa-bantu tersebut. Tanda-tanda dari media komersial, baik berupa citra-citra (images) maupun pesan-pesan (messages), sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat kontemporer. Tak terpisahkan karena di zaman sekarang orang merasa tidak menjadi siapa-siapa jika tidak punya citra atau pesan media yang akan ditiru dan diikuti: orang harus mengidentifikasi diri dengan tanda-tanda dari media. Tidak terkecuali umat Muslim di Indonesia masa kini. Mengingat buku-buku swa-bantu Islami adalah bagian dari media sebagaimana yang dimaksud di atas, dan karena bagian yang pertama kali menangkap perhatian seseorang ketika berhadapan sebuah buku adalah judulnya, maka pertanyaan yang
142
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
muncul adalah tentang daya pikat judul-judul tersebut. Secara logis pertanyaan ini berlanjut dengan pertanyaan tentang orang/pembaca Muslim yang jadi sasaran dari judul-judul buku swa-bantu Islami tersebut? Jawaban kedua pertanyaan ini melahirkan pertanyaan lain, yakni apa yang begitu mendominasi di balik judul-judul itu sehingga bisa menyasar calon pembaca dan membuat mereka tersihir? Sebagaimana yang telah dibahas dalam Bab II, judul-judul buku swa-bantu Islami yang sedemikian beragam lahir dari teknik pemasaran dalam industri perbukuan. Dunia industri mengharuskan para produsen untuk membikin judul sememukau
mungkin
sehingga
calon
pembaca/pembeli
“tersihir”
untuk
memperhatikannya. Dengan demikian, tesis ini akan melihat secara kritis industri perbukuan Islami Indonesia dan mencoba menemukan apa yang sedang bermasalah di dalamnya. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, bab ini akan membahas masalah seputar posisi-subjek dan proses identifikasi yang terjadi antara subjek pembaca Muslim dengan judul-judul buku swa-bantu Islami dan jenis pengetahuan yang diwacanakan buku-buku swa-bantu Islami. Pembahasan tersebut secara umum akan mengandalkan teori psikoanalisis Lacanian.
A. Pembaca Judul-judul Buku Swa-bantu Islami: Identifikasi Simbolis Pengalaman manakala mengamati judul ribuan buku yang berjejer di rak toko buku atau yang tertera di sebuah katalog bagaikan menyaksikan aneka benda yang mengapung di permukaan sebuah bendungan. Benda-benda itu bergerak ke sana ke mari dipermainkan arus air, tanpa pola dan bentuk yang “jelas” bagi yang melihat. Jika yang melihat mampu menemukan pola atau suatu bentuk tertentu, dia akan tertarik memperhatikannya karena menemukan suatu gambar yang signifikan (bermakna) dari benda-benda yang mengambang tersebut. Pengalaman ini mirip
143
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
dengan pengalaman orang yang merasa melihat suatu rupa atau bentuk tertentu dari gugusan awan di langit. Ilustrasi di atas ingin menunjukkan proses identifikasi simbolis seorang subjek dengan dunia bahasa yang melingkupi kehidupannya. Dia tidak akan menangkap pesan dari penanda-penanda yang mengitarinya dalam dunia simbolis/dunia bahasa jika dia tidak mengerti kode yang melandasi susunan penanda itu. Penanda-penanda itu hanya akan jadi “benda-benda” mengambang bagaikan sampah di bendungan tadi. Judul-judul buku swa-bantu Islami baru dikatakan mengandung suatu pesan jika dilandasi oleh kode yang membuat judul-judul itu punya makna bagi yang membacanya. Diungkapkan dengan cara lain, ketika berhadapan dengan judul-judul buku swa-bantu Islami seorang pembaca akan langsung ngeh (tahu) bahwa itu adalah buku-buku Islam yang berisi panduan dan pengetahuan praktis tentang berbagai hal jika si pembaca dan buku-buku itu berada dalam tataran simbolis dunia tempat perbukuan Islami berada. Yang membuat dia ngeh (tahu) itu adalah suatu penanda utama (master signifier) yang memberikan makna; yang “mengikat” berbagai macam kata yang terdapat dalam judul-judul itu menjadi suatu kesatuan sehingga punya makna tertentu: suatu penanda yang membuat pembaca tahu dan bisa membatin, “Oh, ini buku swa-bantu Islami!” Apakah yang jadi penanda utama dalam judul-judul buku swa-bantu Islami? Dia adalah penanda “Islami”.
1. “Islami” sebagai penanda utama dan point de capiton Penanda “Islami” membuat judul-judul seperti Sukses dan Bahagia dengan Surat Al-Insyiriah; Ayat-ayat Pembuka Pintu Rezeki; Ingin Sehat, Berobatlah dengan Al-Quran dan Madu; Parenting Rasulullah: Cara Nabi Mendidik Anak Muslim, dan lain sebagainya jadi bermakna sehingga dapat dimengerti oleh calon pembaca/pembeli. Artinya, kata “sukses,” “bahagia,” “rezeki,” “sehat,” “parenting,”
144
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
punya pengertian sendiri yang membedakannya dari pengertian-pengertian lain ketika kata-kata ini berada dalam konteks lain. 1 Dalam dunia perbukuan swa-bantu Islami, judul-judul itu memperoleh makna dan memiliki identitas yang khas dibanding judul-judul dari genre lain karena adanya pengertian keislaman yang kemudian melekat pada kata-kata – baca: penanda-penanda– yang terdapat di dalamnya. Sebagai contoh, penanda “sehat” atau “kaya” pada dasarnya adalah penanda yang netral dalam arti tidak “beragama.” Setiap orang yang menjalani kehidupan normal, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tempat dia hidup, sudah pasti mengidealkan kondisi yang sehat dan kaya, terlepas dari agama dan keyakinan yang dianut. Itu berarti pengertian “sehat” dan “kaya” belum berhasil menjadi mapan (fixed): masih terlalu umum! Namun ketika penanda-penanda tersebut berada di dalam judul buku swa-bantu Islami, pengertiannya menjadi “jelas.” Penanda-penanda yang beredar di tengah judul-judul buku swa-bantu Islami akhirnya memiliki suatu kualitas yang membuatnya berbeda, yakni sifat keislaman yang melekatkan pada kata “sehat” atau “orang tua” itu. Kata “sehat” dan “kaya” yang terdapat dalam judul-judul buku swa-bantu Islami membuat pembaca memahami bahwa ada sehat atau kaya “yang Islami.” Penanda utama “Islami” lah yang memberikan makna ini. Di dalam judul-judul buku swa-bantu Islami, penanda utama tersebut tidak harus tercantum secara eksplisit karena dia tetap dapat terasa melalui kata-kata lain yang memiliki relasi metonimik dengan penanda “Islami.” Kehadiran penanda
1
Zizek mengistilahkan penanda-penanda yang belum melahirkan pesan dan makna bagi seseorang dengan “penanda mengambang” dan mengartikannya sebagai “elemen-elemen protoideologis.” Zizek meminjam istilah ini dari Laclau & Mouffe untuk menjawab pertanyaan apa yang membuat suatu medan ideologi memiliki identitas makna yang relatif ajeg dan pasti sehingga bisa dipakai untuk berkomunikasi? Menurut dia penyebabnya adalah “campur tangan titik penjangkar (quilting point; point de capiton) yang akan menghentikan ketergelinciran penanda-penanda dan memapankan maknanya”. Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm. 95. Lihat juga, Ernesto Laclau & Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy: Toward a Radical Democratic nd Politics, 2 Edition, London: Verso, 2001, hlm. 113 dst.
145
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
utama “Islami” bisa terasa misalnya lewat penanda “sunnah” dalam judul seperti Nikmatnya Sunnah Poligami; kata “Bismillah” dalam judul Bismilah Aku Menikah; atau kata “berpuasa” dalam judul Membimbing Anak Mulai Berpuasa. Ini terjadi karena penanda “sunnah”, “Bismillah,” dan “berpuasa” ini berelasi secara metonimik dengan penanda “Islami.” Kehadiran penanda utama ini terasa sekali dengan digunakannya kata “Islam” oleh toko-toko buku sebagai istilah untuk melabeli kategori buku-buku swa-bantu Islami di ruang pajang atau katalog mereka. Hampir tidak ada toko buku yang tidak memiliki kategori buku-buku agama Islam di ruang pajang dan katalognya –kecuali yang mengkhususkan diri untuk buku-buku untuk agama selain Islam. Dengan cara ini, meski sebuah buku hanya berjudul Menciptakan Rumah Tangga Sehat & Bahagia, misalnya, tapi jika dia tercantum di bagian berlabel “Buku Agama Islam” dalam ruang pajang atau katalog toko buku, maka makna kata “rumah tangga’, “sehat” dan “bahagia” itu mendapatkan makna yang khusus secara retroaktif karena adanya penanda utama yang diwakili oleh label itu. Penanda utama “Islami” yang memberikan makna “keislamian” secara retroaktif kepada judul-judul buku swa-bantu, sehingga pembeli/pembaca bisa menangkap pesan dari penanda-penanda dalam judul-judul itu, memiliki fungsi point de capiton. 2 Jika tidak ada penanda yang berfungsi sebagai point de capiton ini, maka penanda-penanda yang lain akan terus “tergelincir”, datang dan pergi, sehingga makna tidak bisa lahir. Dia melahirkan semacam garis batas
2
Sebagaimana yang dijelaskan Gilber Chaitin: …meaning is supplied by the “quilting” process of the poin de capiton whereby the text is closed off retrospectively. The string of signifiers is formed into a unity, a whole, through the retroactive action that gives the sentence a meaning at all times. Lihat Gilbert Chaitin, Rhetoric and Culture in Lacan, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, hlm. 197.
146
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang kurang lebih jelas antara satu medan ideologis 3 dengan yang lain. Dia memberikan identitas kepada suatu medan ideologis sehingga dapat dibedakan dari medan ideologis lain dan membuat penanda-penanda mengambang dapat dikelompok-kelompokkan. Fungsi ini membuat pengamat bisa mengenali posisi suatu penanda karena sudah ada kelompok-kelompok, dan penanda-penanda yang bertebaran dapat dibaca sebagai sebuah konstelasi. Bagaimana cara kerja penanda utama “islami” itu bekerja secara retroaktif dapat dilihat pada judul-judul buku swa-bantu islami yang secara semantik mengangkat topik-topik yang sebenarnya netral dalam artian sama sekali tidak terkait dengan agama Islam atau keyakinan lain. Sebagaimana yang telah dilihat di bab sebelumnya, tema-tema seperti kesehatan, kebugaran, ekonomi dan tema-tema lain yang sejenis pada dasarnya tidak terkait dengan suatu keyakinan tertentu. Tidak ada persoalan kesehatan atau suatu penyakit, misalnya, yang cuma persoalan orang muslim. Begitu pula dengan masalah ekonomi, seperti belitan hutang atau masalah kendala modal dalam memulai usaha. Orang muslim bisa saja melarat, begitu pula orang nonmuslim. Orang yang beragama Hindu bisa saja kaya dengan modal usaha yang sangat sedikit, begitu pula dengan orang beragama lain. Saat judul-judul buku yang mengangkat tema-tema yang netral seperti ini dinaungi oleh penanda utama “Islami”, maka ketika itu pula secara reotraktif judul-judul tadi mendapatkan makna “keislamiannya”, bahwa ada tema kesehatan atau pengobatan yang Islami, bukan yang lain; bahwa ada cara
3
Medan ideologis adalah montase penanda-penanda mengambang yang heterogen, yang memperoleh keutuhan dan jadi bermakna karena adanya campur tangan poin de capiton. Zizek mengatakan …a given ideological field is a result of a montage of heterogeneous 'floating signifiers', of their totalization through the intervention of certain 'nodal points'. Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm. 140.
147
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memanejemeni usaha yang Islami, cara mengelola keuangan atau hutang secara Islami. Cara kerja retroaktif penanda utama “Islami” terasa lebih jelas lagi pada rangkaian penanda visual yang terpampang pada sampul buku dalam rangka memperkuat judul yang berisi penanda-penanda verbal. Ini dapat dilihat misalnya pada sampul buku berjudul Sehat Berpahala: Nikmat di Dunia, Dahsyat di Akhirat berikut ini.
Gambar II.1: Fungsi Retroaktif Penanda Utama dalam Sampul Buku
Kata “Sehat” adalah kata yang netral, tidak beragama. Namun karena di judul ini ada kata “berpahala” dan “akhirat” yang nota bene berelasi secara metonomik
dengan
penanda
utama
“Islami”,
maka
judul
ini
akhirnya
mendapatkan maknanya secara retroaktif: bahwa ada sehat yang Islami dan ada pula sehat yang tidak Islami. Untuk memperkuat logika signifikasi tersebut, tampilan visual sampul buku ini juga memperlihatkan cara kerja penanda utama “Islami” yang sama. Secara retroaktif, gambar “buah apel” yang maknanya netral sebagai buah yang oleh perancang sambul dianggap menyimbolkan kesehatan mendapatkan makna
148
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
keislamiannya persis karena dilingkari –baca: diikat—oleh gambar “tasbih”. Sebagai benda biasa, “tasbih” itu bisa saja sebagai gelang asesoris biasa seperti yang dipajang di toko cenderamata. Dia bisa juga merupakan tasbihnya pendeta Buddhis atau rosario. Makna bahwa keseluruhan tampilan visual maupun katakata verbal di judul buku di atas baru muncul setelah penanda utama “Islami” campur tangan. Penanda utama itu tercium kehadirannya melalui relasi metonomik penanda “tasbih” atau penanda “berpahala”
dengan penanda
“Islami.” Klaim bahwa penanda “Islami” sebagai penanda utama dan fungsinya sebagai point de capiton dalam dunia perbukuan Islami ini memiliki relevansi dengan konteks politik identitas masyarakat Muslim dewasa ini. Tidak jarang ada yang pandangan esensialis yang mengatakan adanya sesuatu yang “benarbenar Islami” dalam dirinya dan oleh karena itu harus dibela habis-habisan saat ada yang mengancam keberadaannya, kalau perlu dengan menggunakan kekerasan. Dengan klaim ini ingin ditunjukkan bahwa berdasarkan apa yang terjadi dalam judul-judul buku swa-bantu Islami adalah sebaliknya. Buku-buku tersebut menjadi “Islami” karena adanya campur tangan penanda utama “Islami” yang berfungsi mengikatkan makna keislamian kepada buku-buku tersebut lewat judul-judulnya. Ketika digali lebih dalam, dikejar lebih jauh lagi, apa pengertian esensial dari “Islami” yang menempel pada judul-judul buku Islami tersebut tidak dapat ditemukan. Tidak dapat ditemukan karena pengertian keislamian itu melekat pada judul-judul itu berkat adanya penanda utama yang berasal dari apa yang disebut sang Liyan (the Other) dalam psikoanalisis Lacanian. Satu-satunya jaminan yang membenarkan bahwa judul-judul buku swa-bantu Islami tersebut adalah “Islami” adalah karena bahasa sehari-hari yang dipakai dalam dunia perbukuan Islam populer (tataran simbolis) telah melekatkan begitu saja
149
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
keislamian pada buku-buku bergenre swa-bantu tersebut. Ketika tataran simbolis sebagai Liyan “diinterogasi” untuk menemukan jaminan kebenaran dari pengertian keislamian yang dilekatkan pada judul-judul buku swa-bantu Islami ini, Liyan simbolis tidak mampu memberikannya. Karena jaminan kebenaran makna itu mau tak mau juga harus disampaikan melalui bahasa –penanda-penanda– yang juga memerlukan penjamin kebenarannya yang hanya bisa disampaikan lewat bahasa. Hal ini terus berlaku tanpa kesudahan. Ini artinya Liyan Simbolis tidak memiliki (lack) jaminan untuk itu. 4 Tak dapat dipungkiri kalau apa yang disebut-sebut dengan “Islami” itu memang ada di dalam kenyataan, mulai dari sistem perbankan sampai teknik bersetubuh. Dia tidak bisa dikatakan tidak ada pada level empiris kebahasaan, yakni sebagai penanda-penanda yang dipakai untuk berkomunikasi. Hanya saja dia tidak ada dalam pengertian esensialis, yakni ada suatu hal yang secara hakiki adalah Islami. Kesan paradoks ini adalah ciri utama dari penanda utama sebagai penanda hampa (empty signifier). Dia hampa dari petanda yang esensial, namun keberadaannya dibutuhkan agar penanda-penanda lain mendapat makna. Pada dirinya sendiri dia bukan apa-apa, namun yang lain menjadi tidak bermakna apaapa tanpa dia. Secara historis, tradisi umat Islam tentu memiliki cara-cara mendidik anak agar tumbuh dengan baik, memiliki pengalaman dengan sistem perekonomian,
4
Lacan mengistilahkan kondisi ini dengan that there is no Other of the Other. Alfredo Eidelstein menjelaskan rumusan ini sebagai berikut: In the Other, there is no function, which can guarantee it; and what happens is that the subject demands from him a guarantee. If we call this function of guarantee 'the Other', then there is no function in the Other of Other to itself. That is how we can affirm that there is no Other of the Other. If we go to the field of formal logic, this lack should be enunciated: there is no metalanguage. That is to say, there is no language able to logically "make coherent" another language considered as object-language, given that the former, being a language, could never guarantee the latter (because, strictly speaking, it could not guarantee itself). Lihat Alfredo Eidelstein, The Graph of Desire: Using the Work of Lacan. London: Karnac Books, Ltd., 2009, hlm. 237.
150
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
punya cara sendiri menangani berbagai penyakit dan lain sebagainya. Namun “catatan” sejarah ini baru memiliki makna yang “jelas” bagi orang yang hidup sekarang ketika dia dijahitkan (be quilted) oleh sebuah penanda yang hampa petanda, yakni kata “Islami” itu sendiri. Di sini pengertian “sekarang” perlu digaribawahi karena makna dan signifikansi sesuatu bagi seseorang selalu terkait dengan “kekinian” dia. Orang membicarakan atau menyebut sesuatu dari masa lalu selalu demi kepentingan keberadaannya di masa sekarang. Tidak ada satu hal pun dari masa lalu yang disebut-sebut hanya demi kepentingan sesuatu itu di masa lalu. Apa yang ingin ditunjukkan di sini adalah makna selalu bersifat retroaktif ketika sudah dijahit oleh penanda utama. Maka kata-kata semisal “rumah tangga” dalam judul Rumahku Surgaku: Membangun Rumah Tangga
Berpondasi Takwa, “hutang” dalam judul Allah Maha Penolong: Maka Engkau Gampang Bayar Hutang, “bisnis” dalam judul Shalat Hajat Khusus Untuk Para Pebisnis, dan lain sebagainya mendapat maknanya secara retroaktif setelah dijangkarkan oleh penanda “Islami” sebagai penanda utama. Dalam tataran praktik di arena produksi buku-buku swa-bantu Islami yang melibatkan banyak pihak, seperti yang terlihat dalam pembahasan di bab sebelumnya, nyata sekali bahwa dalam bahasa sehari-hari yang awam terdapat pemahaman tentang apa itu “yang Islami”: termasuk apa saja penanda-penanda, baik verbal maupun visual, yang bisa dipakai untuk mewakili apa “yang Islami” tersebut. Dengan kata lain, terdapat ilusi yang dipakai bersama ketika memproduksi buku-buku swa-bantu Islami, apakah itu oleh pengelola penerbitan, penulis, perancang sampul, bagian pemasaran dan lain sebagainya. Salah satu karakter ilusi yang dimaksud di sini adalah dia tidak berada pada level pertimbangan sadar-rasional (consciousness), melainkan pada level
151
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ketidaksadaran (unconsciousness). Cara kerja ilusi tak sadar ini adalah dengan menganggap ada orang lain yang mempercayai ilusi itu. Jadi, walaupun pada level kesadaran (consciousness) pengelola penerbitan tahu betul bahwa tak ada masalah kesehatan, ekonomi, kepribadian yang secara esensial terkait langsung dengan keislamian, namun dia percaya bahwa di luar sana, di luar dirinya, ada orang yang mempercayai sebaliknya. Jika semua pihak yang terlibat dalam produksi buku-buku swa-bantu Islami bertindak seperti ini dalam praktik produksi, itu karena ilusi tersebut memang ada di arena perbukuan swa-bantu Islami. Beginilah cara kerja ideologi sebagai fantasi dalam pengertian Zizekian, orang tahu benar apa sesungguhnya yang terjadi, namun bertindak seolah-olah mereka tidak tahu. 5
2.
“Islami” sebagai Ideal yang Diminta oleh Liyan Simbolis (Pembaca sebagai Subjek Permintaan) Kehadiran penanda “Islami” di tengah kosa kata berbagai wacana kontemporer, yang di dalam literatur politik disebut-sebut sebagai kebangkitan kelompok Islam, tidak terbantahkan. Pertanyaannya adalah mengapa penanda ini jadi penting sehingga memicu perdebatan seputar apa sesungguhnya yang disebut “Islami” itu? Jawabannya adalah karena penanda Islami sebagai penanda utama juga berfungsi sebagai apa yang disebut Lacan sebagai ciri pemersatu (Prancis: trait unaire; Inggris: unitary trait). Konsep ini berarti tempat
5
Zizek menyatakan, What they overlook, what they misrecognize, is not the reality but the illusion which is structuring their reality, their real social activity. They know very well how things really are, but still they are doing it as if they did not know. The illusion is therefore double: it consists in overlooking the illusion which is structuring our real, effective relationship to reality. And this overlooked, unconscious illusion is what may be called the ideological fantasy. Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm. 30. Ketika mengomentari pendapat Zizek tentang ideologi sebagai fantasi ini, Robert Pfaller, menulis “Instead of looking at what people believe to believe, Zizek’s theory of ideological fantasy investigates the beliefs present in their actions: instead of their “subjective” (acknowledged, conscious) belief, it looks for people’s “objective,” staged beliefs. Lihat Robert Pfaller, “Where is Your Hamster?: The Concept of Ideology in Slavoj Zizek’s Cultural Theory,” dalam Geoff Boucher, et.al., Traversing the Fantasy: Critical Responses to Slavoj Zizek, London: Ashagate, 2005. hlm. 113.
152
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
ke mana seseorang mengidentifikasi diri, tempat ke mana seseorang “melekatkan” diri untuk memperoleh identitas. Prinsip kerjanya sama dengan ketika seorang subjek mengidentifkasi diri dengan ego-ideal melibatkan pembayangan Liyan sebagai titik tempat di mana si subjek akan memandang dirinya. 6 Penanda “Islami” menjadi titik di mana pembaca mampu melakukan identifikasi simbolis dengan ego-ideal yang berlaku di tataran simbolis. “Identifikasi simbolis adalah identifikasi dengan tempat di mana kita diamati, tempat dari mana kita melihat diri kita sendiri sedemikian rupa sehingga terlihat layak untuk dicintai.” 7 Konsekuensinya, identifikasi simbolis bisa berlangsung jika seseorang bisa memperoleh “tempat” di mana dia akan memandangi dirinya. Tempat ini tidak mungkin dikenali jika tidak ada semacam kode yang menjadi dasar baginya untuk memilah-milah tanda-tanda simbolis yang mengambang mengitarinya dan atas dasar itu dia menemukan tempat di mana dia akan memandang dirinya. Kode tersebut tidak akan bisa dipakai men-decoding jika tidak ada satu dasar yang menghubungkan seluruh penanda sehingga bisa melahirkan makna. Maka dalam judul-judul buku swa-bantu yang berfungsi sebagai dasar tersebut adalah penanda utama “Islami,’ karena sebagai penanda utama dia juga sekaligus berfungsi sebagai ciri pemersatu. Karena fungsinya sebagai penentu makna dalam proses identifikasi simbolis, penanda utama inilah yang menginterpelasi individu menjadi subjek yang punya mandat tertentu dalam kehidupan sosialnya. Individu mengalami subjektivasi karena harus tunduk pada
6 “The unitary acts as a fixed point to which can be attached the other signifiers in the chain that makes up the identity of the subject […], just as the identification with the ego-ideal involves imagining the Other as a point of reference from which everything is seen.” Gilbert Chaitin, Rhetoric and Culture in Lacan, Cambridge: Cambridge University Press, 1996, hlm. 173. 7 “symbolic identification, [is] identification with the very place from where we are being observed, from where we look at ourselves so that we appear to ourselves likeable, worthy of love.” Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm 116.
153
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
makna rangkaian penanda yang melingkupinya. 8 Permintaan yang ditujukan kepada subjek pembaca dalam interpelasi ini kira-kira berbunyi “Jadilah subjek yang Islami!. ” Bagaimana caranya untuk jadi subjek Islami yang dimandatkan oleh Liyan Simbolis ini dapat dilihat dari relasi metonimik aneka kata dalam judul dengan penanda “Islami”. Relasi metonimik kata-kata dengan penanda utama “Islami’ yang mengamanatkan keislamian keluarga, misalnya, dapat dilihat dalam judul buku swa-bantu yang memuat kata “sakinah” dalam Keluarga Sakinah
Keluarga Surgawi, kata “Qur’ani” dalam judul Membangun Keluarga Qur’ani, kata “barokah” dalam judul Mencapai Keluarga Barokah, atau kata “ahli surga” dalam judul Menjadi Keluarga Ahli Surga. Pendek kata, penanda utama “Islami” dapat digantikan oleh kata-kata lain yang dalam pengetahuan umum sehari-hari dipandang memang dapat menggantikannya. Kata-kata tersebut adalah bagian dari pundi-pundi penanda (treasure of signifiers) yang dalam psikoanalisa Lacanian dilambangkan dengan S2. Pundi-pundi penanda ini juga sekaligus menjadi stok pengetahuan siap pakai bagi subjek-subjek yang menghidupi bahasa tempat penanda-penanda itu berada. “Jadilah subjek Islami!” sebagai bentuk permintaan Liyan Simbolis bahasa dalam dunia perbukuan swa-bantu Islami adalah permintaan sekaligus perintah yang tak dapat ditawar-tawar dan tak dapat dipersoalkan. Di balik permintaan itu ada perintah “obey!”: patuhi! Dia tak dapat ditawar atau dipertanyakan karena permintaan itu hanya menawarkan dua pilihan, ya atau tidak, patuh atau membangkang. Jika permintaan itu ditolak atau tak diakui, maka bahasa yang mengisi buku-buku swa-bantu Islami serta seluruh makna dari pesan-pesan yang
8
“The point de capiton is the point through which the subject is ‘sewn’ to the signifier, and at the same time the point which interpellates individual into subject by addressing it with the call of a certain master-signifier –in a word, it is the point of the subjectivation of the signifier’s chain.” Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm 112.
154
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
termuat di dalamnya akan ambyar, penanda verbal yang terdapat di dalamnya hanya akan menjadi bahasa orang asing yang sama sekali tak bermakna, sementara penanda visual yang ada di sampulnya hanya akan jadi kumpulan image-image tanpa makna. Di sini perlu dicatat bahwa perlawanan terhadap apa yang disampaikan dalam judul-judul buku swa-bantu Islami itu tetap saja mengakui adanya Liyan Simbolis yang meminta sesuatu. Dengan kata lain, pembangkangan atau kritik tidak sama dengan penolakan, sebab penolakan berarti mengekslusi diri dari tatanan simbolis di mana buku swa-bantu Islami berada, dan itu hanya bisa terjadi kegagalan mengalami Liyan Simbolis yang bertahta di dalam bahasa tersebut. Secara kebetulan, pengertian Islam atau muslim –yang berasal dari akar kata salama dalam bahasa Arab dan berarti “keselamatan”—secara terminologis berarti penyerahan diri. Dengan menjadi muslim, seseorang menyerahkan dirinya, keselamatannya, kepada keridhaan Allah. Ini berarti proses menjadi muslimnya seseorang sama dengan proses pembentukan subjek dalam pengertian Lacanian, yakni seorang individu menjadi subjek terbelah sesaat dia menyerahkan dirii pada bahasa. Dengan memasuki alam bahasa dan mendapat posisi di dalamnya sebagai subjek, seseorang harus merelakan ada bagian dari dirinya yang tak bisa terwakili seratus persen oleh bahasa, ada kebutuhan dia yang tak terpenuhi secara total oleh bahasa. Liyan Simbolis dalam dunia perbukuan swa-bantu Islami meminta seseorang (pembaca) untuk “Jadi seorang muslim”. Sekali permintaan ini diterima, sekali seseorang bersyahadat, maka dia pun harus tunduk. Wujud nyata ketundukan dalam Islam adalah ibadah. Secara formal-normatif tujuan ibadah adalah untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Inilah tujuan ibadah yang terdapat di dalam pengetahuan yang beredar di dalam tradisi Islam
155
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
– pengetahuan yang merupakan pundi-pundi penanda dan dilambangkan dengan S2. Dalam wacana yang berangkat dari pengetahuan tersebut terdapat prinsip keseimbangan: bahwa seorang muslim harus selamat di dunia dan akhirat, di mana cara mendapatkan keselamatan di akhirat adalah dengan cara beribadah. Dalam bahasa sehari-hari “keselamatan” itu secara metonimik bisa berganti menjadi “bahagia”, “sukses,” “berhasil” dan lain sebagainya. Persis di titik ini persoalan hubungan antara dunia dan akhirat tadi muncul. Dengan cara berpikir normatif –artinya dengan mengikuti permintaan Liyan Simbolis– seorang muslim dapat memastikan bahwa keselamatan di akhirat sudah diperoleh jika suruhan Allah dituruti dan larangan-Nya dijauhi. Tapi keselamatan di dunia memunculkan persoalan ketika seorang muslim yang hidup menggunakan
bahasa
tempat
Liyan
Simbolis
bertahta
tak
terpenuhi
kebutuhannya jika hanya mengikuti permintaan Liyan. Permintaan Liyan kerapkali dianggap berlawanan dengan keinginan duniawi dan hal-hal yang dibayangkan bisa memuaskannya. Di sini kata “dianggap” jadi penting, sebab anggapan inilah yang mengukuhkan keberadaan Liyan Simbolik bahasa dalam tradisi Islam saat seorang muslim mencoba berontak atau melanggar perintah puasa bulan Ramadhan dengan makan minum di siang bolong, misalnya.
Anggapan bahwa dia telah melanggar ini justru
menegaskan keberadaan Liyan Simbolik itu sendiri. Logika ini dapat menjelaskan ilusi, jadi bukan kesadaran/pengetahuan (consciousness), yang bekerja di tataran tindakan, sebagaimana disampaikan Pfaller. Ilusi dalam tataran tindakan (illusion in the action) adalah fantasi yang dipakai sebagai strategi untuk memastikan tataran simbolis tetap berjalan sembari membiarkan hasrat ikut terlibat.
156
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Seluruh penanda yang berelasi secara metonimik dengan penanda utama “Islami” dalam judul-judul buku swa-bantu pada akhirnya berfungsi sebagai kata sifat yang menyifati penanda-penanda lain yang tampil seakan jadi objek hasrat. Penanda-penanda yang disifati sebagai “Islami” ini adalah hal-hal yang menurut produsen buku dipercaya subjek pembaca sebagai hal yang berlawanan dengan permintaan Liyan Simbolis, atau hal yang tak akan mungkin diperoleh jika permintaan Liyan Simbolis dipenuhi secara sempurna. Hal-hal tersebut secara eksplisit terungkap dalam judul-judul buku swa-bantu mulai dari “kaya”, “sehat”, “anak cerdas”, “kenikmatan seks” dan sebagainya. Produsen buku menganggap subjek pembaca percaya bahwa jika permintaan Liyan Simbolis dipenuhi seorang muslim secara sempurna, maka hal-hal tadi tak akan dapat diperoleh. Di balik anggapan produsen ini, terdapat pengandaian naif yang memandang dan sekaligus mereduksi ajaran Islam hanya sebatas soal ibadah untuk mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya agar kelak seorang muslim masuk surga. Anggapan naif inilah yang jadi ideologi yang bekerja dalam produksi buku-buku swa-bantu Islami. Jadi, mengatakan penanda “Islami” begitu menarik minat banyak pihak karena mengandung nilai komersial dan nilai diferensial yang tinggi baru menjelaskan setengah dari persoalan mengapa buku-buku swa-bantu Islami menjadi sangat laku. Karena penjelasan ini cuma sebatas bertumpu pada logika pertukaran, baik pertukaran nilai guna dalam konteks ekonomi maupun nilai tanda dalam konteks relasi sosial. Setengah persoalan yang belum terjawab adalah rahasia apa yang ada di balik buku-buku swa-bantu Islami sehingga begitu menarik minat subjek Muslim? Jawabannya adalah karena Liyan Simbolis yang terdapat dalam tataran simbolis meminta supaya subjek mengidentifikasi diri dengan ego-ideal yang terdapat di dalam tataran simbolis. Penjelasan ini tidak hanya berhenti sampai di sini saja, karena kalau hanya berpatokan pada
157
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
permintaan Liyan kepada subjek supaya mengidentifikasi diri dengan ego-ideal yang ada dalam tataran simbolis, maka mengapa buku-buku swa-bantu Islami sangat laku hanya terjelaskan dengan menyatakan kebutuhan akan buku itu sebenarnya datang dari luar. Sementara rahasia mengapa permintaan Liyan simbolis itu mampu menggugah subjek pembaca sehingga memburu buku-buku tersebut juga terdapat di dalam “diri” si subjek. Berhadapan dengan permintaan Liyan Simbolis supaya jadi “Islami”, pembaca hanya terperangkap di sebuah lingkaran permintaan. Subjek yang terjebak dalam permintaan Liyan disebut subjek permintaan yang terasing. Dia terasing karena tidak memperoleh pemuasan dari apa yang dia butuhkan. Liyan Simbolis hanya memberikan tawaran-tawaran siap pakai. Setiap kali diterima dan dipakai, masih menyisakan rasa kurang (lack). Dia juga disebut subjek makna karena maknalah yang jadi kunci mengapa subjek mencari-cari dari satu tawaran ke tawaran lain. Sebagaimana yang akan dibicarakan selanjutnya, dalam psikoanalisa Lacanian, hubungan kebutuhan subjek dengan permintaan Liyan dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut menghasilkan apa yang disebut hasrat. Inilah yang disebut dialektika hasrat. Jika subjek menganggap kebutuhannya dapat dipenuhi dengan menerima permintaan Liyan, dia akan jadi bulan-bulanan permintaan tersebut tanpa mampu mempertanyakan apa sesungguhnya yang diminta Liyan dari dirinya, tanpa mempersoalkan “siapa dia” bagi Liyan atau mengapa dia bagi Liyan adalah dia yang begini dan bukan begitu. Tidak lahirnya pertanyaan ini membuat dia terkungkung di dalam lingkaran setan pemaknaan.
158
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
3. Permintaan agar “Islami” sebagai Langkah Awal untuk “Menjadi Islami” (Pembaca sebagai Subjek Hasrat) Kebutuhan akan buku-buku swa-bantu Islami begitu tinggi sehingga menggairahkan industri perbukuan Islam di Indonesia. Subjek pembaca merasa membutuhkan karena dia “belajar” dari orang-orang sekelilingnya, dari apa yang diobrolkan orang lain menggunakan bahasa yang dia dan orang lain pakai, apakah itu dalam bentuk obrolan lisan maupun tulisan. Pendek kata kebutuhan itu dipelajari dari permintaan pihak lain (Liyan), kebutuhan itu adalah sesuatu yang dipelajari, bukan sesuatu yang terberi (given) dalam diri seseorang. Seseorang tidak sejak dari awal tahu bahwa yang dia butuhkan adalah ini atau itu. Apa yang butuhkan pasti dikenali lewat pemberitahuan orang lain melalui medium bahasa. Orang lainlah yang mengatakan bahwa “inilah yang kamu perlukan untuk memuaskan kebutuhanmu!” Inilah yang disebut demand of Other (permintaan sang Liyan). Karena apa yang akan memuaskan kebutuhan dikenali lewat permintaan orang lain dan melalui perantaraan bahasa ternyata tidak mampu menghilangkan kebutuhan tersebut, maka selalu ada saja yang kurang: masih ada kebutuhan yang harus dipuaskan. Sisa kebutuhan inilah yang kemudian menjadi hasrat. 9 Hasrat adalah apa yang tetap tak terpuaskan meski sudah ada tawaran pemuas yang datang melalui permintaan dari Liyan. Selalu ada saja yang kurang dan meleset. Di dalam sesuatu yang dianggap akan memenuhi kebutuhan masih terdapat hal yang melebihi sesuatu itu, yang masih harus diincar dengan berbagai macam cara. Sesuatu yang lebih dari sekadar sesuatu itulah yang
9
Need minus demand leaves a remainder. Obviously, we are stating that there is something in the need that cannot pass into the demand; and that remainder is what we call desire. Lihat Alfredo Eidelstein, The Graph of Desire: Using the Work of Lacan. London: Karnac Books, Ltd., 2009, hlm. 64.
159
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
disebut dalam psikoanalisis Lacanian dengan objet petit a sebagai objek penyebab hasrat. Ketika pendorong di dalam diri subjek adalah hasrat yang menuntut agar terpuaskan, subjek mencari-cari apa yang bisa memuaskan hasratnya. Dia mencari dan terus mencari karena apa yang tersedia hanyalah tawaran-tawaran dari Liyan Simbolis. Jika tawaran yang berbentuk permintaan ini diterima, akan selalu menghasilkan sisa kebutuhan yang kemudian juga menuntut untuk dipuaskan. Akibatnya, hasrat bersifat metonimik. Sasarannya bisa bertukar-tukar dari objek yang satu ke objek lain yang disangka mengandung apa yang akan memuaskannya. Sifat metonimik ini tidak muncul karena upaya pemuasannya dilakukan dengan cara coba-coba: berdasarkan logika “kalau ini tidak memuaskan, barangkali itu bisa.” Akan tetapi setiap kali bertemu satu objek yang semula disangka akan memuaskan, yang semula dihasrati, saat itu pula seseorang merasa bahwa bukan objek seperti itu yang dia inginkan (this is not it) dan dia pun berusaha mencarinya di tempat lain. Kegagalan Liyan Simbolis memberikan kepuasan disebabkan oleh hakikatnya yang juga berkekurangan (lack). Apa pun yang ditawarkan Liyan Simbolis pada hakikatnya tidak memiliki jaminan yang berada di luar tataran simbolis untuk memastikan tawaran itu manjur. Keadaan berkekurangan (lack) di pihak Liyan melahirkan keadaan berhasrat di pihak subjek, yang tak lain juga merupakan keadaan berkekurangan. Kondisi ini ditunjukkan oleh ketidakmampuan orang-orang lain –lewat bahasa yang berlaku di tengah mereka– memastikan objek apa yang akan memenuhi hasrat. Masyarakat menjadi dinamis dan terus mengalami perubahan karena selalu bergerak mencari-cari apa yang akan memenuhi hasrat subjeksubjek yang jadi anggotanya. Objek yang dianggap masyarakat sebagai pemuas
160
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kebutuhan diberitahukan kepada seseorang sejak bayi lewat perantaraan bahasa. Namun pada dasarnya objek itu pun akan berganti-ganti mengikuti logika metonimik. Judul-judul buku swa-bantu Islami adalah salah satu wujud dari hasrat Liyan Simbolis yang melingkupi pembaca Muslim. Liyan Simbolis inilah yang “mengajari” pembaca membutuhkan sesuatu: objek-objek yang tercantum dalam judul-judul tersebut seperti “kaya,” “rezeki,” “bahagia”, “sehat,” “istri/suami yang baik,” “orang tua yang baik” dan lain sebagainya. Objek-objek –baca: penandapenanda– yang terdapat dalam judul-judul tersebut menjadi bermacam-macam karena logika metonomik hasrat membuat subjek tiada lelah mencoba menemukan objet petit a sebagai pemuasnya, sementara permintaan Liyan Simbolis ternyata tidak mampu memenuhi kebutuhan subjek dengan penandapenanda itu. Penanda-penanda itu selalu melahirkan kondisi berkekurangan (lack) di pihak subjek dan dengan itulah lahir hasratnya. Dengan hasrat ini dia kemudian berusaha mengganti penanda dengan penanda lain yang memiliki relasi metonimik yang “dikira” bisa memuaskannya. Sifat metonimik hasrat sebagai penyebab beragamnya kata sifat dan kata benda yang dipakai dalam judul-judul buku swa-bantu Islami adalah penjelasan lain yang lebih mendasar dari sudut psikoanalisis ketimbang mengatakan bahwa ramifikasi judul adalah bagian strategi pemasaran yang ditempuh produsen yang ingin memuaskan nafsunya untuk dapat keuntungan. Pertanyaan mengapa sampai lahir judul-judul seperti tertera di dalam tabel di bawah, misalnya, dapat dijawab dengan mengatakan bahwa judul-judul ini mencoba menawarkan objekobjek yang akan memenuhi kebutuhan pembaca. Judul-judul ini –yang masih bisa ditambahi lagi dengan puluhan judul dari tema yang sama– jadi bermacammacam karena logika metonomik hasrat yang ketika bertemu dengan suatu objek pemuasnya langsung mengatakan “Bukan ini!” Sehingga, ketika penanda
161
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
“bahagia” tidak memuaskan, ditukar dengan “rezeki”, lalu “surga,” lalu “Allah” dan seterusnya.
Tabel II.1: Keanekaragaman Judul Akibat Sifat Metonimik Hasrat
Bismilah Aku Menikah Demi Allah Sabaiknya Kita Segera Menikah Meraih Berkah Dengan Menikah Kupinang Engkau Dengan Hamdalah Kupinang Engkau Dengan Islami Menikah Itu Indah Dan Berkah Menikah Karena Allah: Bagaimana Mendapatkan Keberkahan Menikah Untuk Bahagia Menikahlah, Allah Akan Memberimu Rezeki Ternyata Orang Yang Menikah Itu Lebih Mudah Masuk Surga
Pihak-pihak yang berkepentingan di kutub produksi buku-buku swa-bantu Islami memanfaatkan sifat metonimik dari hasrat calon pembaca untuk melakukan diferensiasi produk. Ketika suatu penerbit telah menerbitkan sebuah buku dengan judul yang mengandung kata “nabi” untuk melekatkan sifat keislamian pada tema pendidikan anak, seperti buku Islamic Parenting:
Pendidikan Anak Metode Nabi 10, dan ternyata meledak di pasaran, maka penerbit lain akan mencari kata lain yang dapat menggantikan kata “nabi” tersebut. Maka beredarlah buku semisal Quantum al‐Fatihah: Membangun
Konsep Pendidikan Berbasis Surah Al‐Fatihah. Yang dimanfaatkan oleh pihak produsen buku adalah sikap pembaca yang akan membeli buku kedua demi memuaskan hasratnya yang tak terpuaskan oleh buku yang pertama. Apa yang ditawarkan judul Islamic Parenting: Pendidikan Anak Metode Nabi melahirkan
10
Syaikh Jamal Abdurrahman, Islamic Parenting: Pendidikan Anak Metode Nabi, Solo: Aqwam,
2009.
162
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kekurangan (lack) yang kemudian mendorong pembaca untuk mencari objek lain yang akan memenuhinya. Hal ini kemudian dijawab oleh penerbit lain yang menawarkan judul Quantum al‐Fatihah: Membangun Konsep Pendidikan
Berbasis Surah Al‐Fatihah. 11 Hubungan kedua judul ini terletak pada relasi metonimik antara kata “Nabi” dan “Al-Fatihah.” Meskipun penelitian ini tidak fokus pada pembaca, namun sikap pembaca tersebut dapat dibuktikan secara tak langsung. Artinya, berdasarkan permintaan Liyan Simbolis agar pembaca menjadi Islam (to be a moslem), subjek-subjek yang memiliki posisi di tatanan simbolik akan terkena permintaan ini. Kebutuhan mereka untuk menjadi Islam diajarkan oleh permintaan Liyan Simbolis. Kebutuhan inilah yang coba dipenuhi oleh produsen buku swa-bantu dengan mengeluarkan buku-buku yang “berjanji” akan memberikan panduan tentang bagaimana jadi muslim sebagaimana diperintahkan Liyan Simbolis tersebut. Apa pun tawaran simbolis yang diberikan Liyan lewat permintaannya tetap menyisakan sesuatu yang kurang dan tak dapat dipenuhi mendorong lahirnya kenyataan dalam dunia perbukaan swa-bantu Islami yang persis sama dengan fenomena yang terjadi dalam hal konsumsi secara umum. Orang terus-menerus mencoba memiliki/membeli apa yang dianggap akan menutupi kekurangan itu. Permintaan Liyan Simbolis agar menjadi Islam (be Islam!) menciptakan kekurangan (lack ) pada subjek pembaca. Kekurangan tersebut diekspresikan dalam bahasa sehari-hari dengan ungkapan Ingin belajar Islam. 12
11
Muhammad Anis, Quantum al-Fatihah: Membangun Konsep Pendidikan Berbasis Surah AlFatihah, 2010. 12 Salah seorang responden pembaca buku swa-bantu Islami dalam kesempatan wawancara pendahuluan untuk penelitian ini ketika ditanya apa manfaat dan pendapatnya ketika membaca buku swabantu menjawab sebagai berikut, “kesannya.. bagus memberikan inspiratif dan dorongan spiritual yang tinggi kepada pembacanya.. membuka wawasan keislaman yang bagus bagi peneguhan iman”. Wawancara dilakukan lewat ruang ngobrol di media sosial Facebook dengan pengguna dengan akun Abdul Madjid Kudrat tanggal 25 Mei 2010.
163
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dalam psikoanalisis Lacanian objet petit a adalah hal yang mustahil disimbolisasi dalam arti dia tidak bisa dimaknai secara simbolis. Ini penting digarisbawahi agar terhindar dari jebakan yang diciptakan oleh penanda “Islami” sebagai penanda tuan–cum–point de capiton–cum–unitary trait. Fungsi “Islami” sebagai penanda tuan membuatnya rentan untuk dipandang sebagai objet petit a. Seolah-olah yang dihasrati adalah segala sesuatu yang Islami, seolah-olah yang dibutuhkan para pembaca adalah suatu kondisi keislaman hakiki yang maknanya jelas dan tegas. Padahal, sekali lagi, objet petit a mustahil disimbolisasi, mustahil diungkapkan lewat rangkaian katakata, termasuk lewat kata “Islami” maupun “keislaman.” Artinya dia tidak mungkin disebutkan menggunakan salah satu di antara sekian banyak kata dan simbol yang ada dalam bahasa. Ketika dia sudah terbahasakan, dia menjadi objek yang “this is not it”. Prinsip bahwa objet petit a resisten terhadap simbolisasi, tak bisa diungkap dalam rangkain kata-kata sekaligus juga membatalkan asumsi bahwa pihak produsen buku swa-bantu Islami tahu apa sesungguhnya yang akan memuaskan hasrat pembaca, tahu apa sebenarnya yang jadi objet petit a. Hanya saja mereka tidak atau belum mau mengeluarkannya dalam bentuk sebuah buku, pendek kata dalam bentuk penanda, demi meraup keuntungan dari hasil penjualan buku-buku –baca: penanda– semu yang membuat konsumen pembaca selalu mengonsumsi buku keluaran terbaru karena keluaran lama tak memenuhi kebutuhannya. Logika dagang yang dipakai produsen buku bukannya secara sengaja mengibuli calon pembaca/konsumen dengan memproduksi pemuas hasrat yang palsu dengan tujuan agar mereka terus menerus membeli dengan harapan bisa memperoleh pemuas yang asli. Posisi agen-agen produsen buku swa-bantu sama dengan posisi subjek pembaca/konsumen dalam hubungannya dengan permintaan Liyan Simbolis. Mereka juga berhasrat akan sesuatu (objet petit a)
164
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang akan memuaskan hasratnya. Ini berarti kritik ideologis terhadap produsen buku-buku Islami tidak bisa dilancarkan dengan menyatakan mereka sengaja mengibuli pembaca dengan merekayasa kebutuhan demi keuntungan. Kritik tersebut dapat dimulai dengan berangkat dari kenyataan bahwa pembaca dan produsen sama-sama berfantasi demi mengelola hasratnya akan objet petit a. Sebagaimana yang akan dibahas di bawah, fantasi ini adalah sebuah strategi subjek untuk mempertahankan subjektivitasnya. Hanya saja di pihak pembaca dan produsen buku-buku swa-bantu, konsekuensi dari strategi tersebut menjadi berbeda. Di pihak pembaca, fantasi itu melahirkan konsumsi, sementara di pihak produsen melahirkan produksi. Penanda utama “Islami” rentang dipandang sebagai objet petit a karena dia juga merupakan penanda hampa (empty signifier).
13
“Islami” sebagai sebuah
penanda kosong dari acuan hakiki apa pun, sehingga bisa diisi beragam pengertian sesuai dengan perbedaan latar ruang dan waktu. Yang menentukan maknanya adalah penanda utama apa yang berlaku dalam wacana yang pada tiap-tiap ruang dan waktu. Dengan demikian, “Islami” sebagai sebuah penanda dapat dilihat dengan dua cara berbeda. Jika dia dilihat dalam konteks dunia perbukuan swa-bantu Islami Indonesia kontemporer, maka fungsinya adalah penanda utama yang menjahitkan makna secara retroaktif (point de capiton) dan memberikan identitas yang relatif utuh (unitary trait) bagi dunia perbukuan tersebut. Kemudian, cara kedua, penanda “Islami” dapat dilihat dari sudut di mana posisinya sama dengan penanda-penanda lain. Di sini maknanya ditentukan oleh penanda utama yang
13 It is not the real object which guarantees as the point of reference the unity and identity of a certain ideological experience - on the contrary, it is the reference to a 'pure' signifier which gives unity and identity to our experience of historical reality itself. […] the unity of a given 'experience of meaning', itself the horizon of an ideological field of meaning, is supported by some 'pure', meaningless 'signifier without the signified'. Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm.108
165
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berlaku dalam wacana tempat penanda “Islami” itu dipakai. Misalnya, jika dia muncul dalam wacana yang penanda tuannya adalah “demokrasi,” maka maknanya ditentukan oleh apakah dia diposisikan beriringan atau bertentangan dengan “demokrasi”. Status enigmatik objet petit a sebagai objek penyebab hasrat dan hubungannya dengan bahasa (Liyan Simbolis) membuat pembicaraan tentang kedirian seseorang tidak sejelas dan sepasti yang dikira. Apa yang dia inginkan ternyata diajarkan oleh pihak lain (Liyan Simbolis) lewat bahasa dan apa yang diajarkan itu pun ternyata bukan yang sesungguhnya yang dia inginkan: baik dia maupun orang lain pada dasarnya tidak tahu apa-apa tentang apa yang akan memuaskan hasrat (lack). Kondisi seseorang yang selalu berusaha memuaskan hasratnya dengan cara menerima “petunjuk” dari orang lain tentang apa yang seyogyanya diinginkan, namun sia-sia karena orang lain pun tidak punya bahasa yang pas seratus persen untuk mengungkapkan apa yang akan memuaskan inilah yang jadi alasan mengapa dalam psikoanalisis Lacanian Lacan subjek selalu disebut subjek terbelah. Ketika subjek berhasrat, ternyata hasratnya itu juga merupakan hasrat orang lain, karena Liyan juga mengalami Lack. Untuk keluar dari keadaan terasing dalam hasrat ini, subjek harus menempuh separasi! Dia harus memisahkan hasrat dirinya dengan hasrat Liyan. Dalam konteks buku-buku swa-bantu Islami, subjek pembaca Muslim yang berhasrat ingin punya identitas sejati, katakanlah sebagai “Muslim sejati”, “Muslim seutuhnya,” dan sebagainya, mengalami keterasingan dalam bahasa. Dia terasing karena hanya lewat bahasalah –termasuk lewat judul-judul buku swa-bantu Islami– dia memperoleh identitas sebagai Muslim. Hanya saja identitas
yang
diberikan
tatanan
simbolis
ini
tidak
memuaskannya.
Ketidakpuasan ini berujung pada dipersoalkannya apa penjamin tawaran yang
166
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
diberikan Liyan Simbolis. Liyan Simbolis tidak bisa memberikan jaminan, sehingga ternyata LIyan Simbolis juga berkekurangan (lack). Liyan Simbolis juga berhasrat
akan
sesuatu.
Sampai
di
sini,
subjek
pembaca
mengalami
keterasingan kedua, kali ini dalam hasrat. Dia harus memisahkan hasratnya dari hasrat Liyan. Dia harus menceraikan identitas keislaman yang dia inginkan dengan identitas keislaman yang didambakan Liyan Simbolis, sebagaimana yang coba diungkapkan oleh Liyan lewat judul-judul buku swa-bantu Islami. Tahap pemisahan (separasi) ini penting karena jika subjek tidak berhasil melewatinya, maka dia akan jadi mangsa kepuasan Liyan. Dia jadi bulan-bulanan hasrat Liyan. Artinya, jika subjek pembaca buku-buku swa-bantu Islami tidak melewati tahap separasi, dia akan menjadi mangsa penanda-penanda yang ada dalam buku-buku swa-bantu tanpa mampu mengelola sendiri hasratnya akan identitas sebagai seorang Muslim “sejati.” Pemisahan tersebut bisa dilakukan hanya dengan mengatakan “Apa yang kumau bukan ini, dan bukan itu!” Ketika Liyan Simbolis menawarkan identitas kemusliman yang begini atau begitu, maka subjek pembaca harus bisa mengatakan “bukan yang begini dan bukan pula yang begitu”. Kondisi buntu ini tentu melahirkan pertanyaannya, “Lantas yang mana?” Jawabannya terdapat dalam fantasi.
4. Fantasi yang Mestinya Dilahirkan Buku Swa-bantu Islami: Strategi Menghadapi Objet petit a Fantasi adalah sebuah konsep dalam psikoanalisis Lacanian yang berfungsi untuk melanggengkan subjek agar tetap ada dan tidak musnah dilahap
167
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
oleh permintaan Liyan. 14 Dengan kata lain, supaya subjek tetap jadi subjek hasrat dia harus punya strategi untuk mengelola objet petit a sebagai objek penyebab hasratnya. Dia harus mencari ke dalam objet petit a jaminan baru selain yang ditawarkan oleh Liyan. Strategi itulah yang disebut fantasi, yang akan jadi jalan keluar dari enigma “bukan ini dan bukan pula itu” yang jadi karakter hasrat. Jadi, fantasi bisa lahir jika subjek memiliki objet petit a yang mustahil disimbolisasi, karena dia merupakan remah dari kebutuhan yang tidak bisa terpenuhi oleh tawaran-tawaran permintaan dari Liyan Simbolis. Lacan merumuskan fantasi dengan $ ◊ a. Elemen kunci dalam rumusan fantasi ini adalah pada tanda belah ketupat (◊) yang memisahkan antara $ dan a. Apa yang ingin ditunjukkan Lacan dengan lambang belah ketupat (rhombus) ini adalah bingkai atau batas pandangan dalam “memandang” objet petit a. Mirip ibu jari dan telunjuk dua tangan seorang sutradara yang dijadikannya sebagai “frame” kamera untuk mengira-ngira gambar yang akan diambil untuk filmnya. Pengertian ini membuat rumusan fantasi dari Lacan berdekatan dengan pengertian fantasi dalam bahasa seharihari, yakni sesuatu yang dibayangkan secara visual melayang di awang-awang. Dan memang demikianlah fantasi yang dimaksud Lacan sebagai cara keluar dari lingkaran setan permintaan Liyan Simbolis. Fantasi adalah sesuatu yang mengatasi tatanan simbolis, mengawang dan melayang-melayang di atas tataran simbolis. Maka pertanyaannya kemudian adalah apa fantasi yang terkandung di dalam judul-judul buku swa-bantu Islami? Untuk menjawab pertanyaan ini harus dipahami bagaimana logika fantasi sebagaimana yang terdapat dalam rumusan
14
This is what Lacan writes with his formulae of the fantasme, ($ <>a): being “I” vanished as subject— fading ($), what rescues me is to desire (<>) an object (a). Lihat Alfredo Eidelstein, The Graph of Desire: Using the Work of Lacan. London: Karnac Books, Ltd., 2009, hlm. 171.
168
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
$◊a
tadi dan hubungannya dengan dialektika hasrat. Ketika seorang subjek
mengalami
kebutuhannya tak mampu terpuaskan oleh Liyan Simbolis,
kekurangan (lack) ini kemudian melahirkan hasrat. Hasrat menuntut untuk selalu dipenuhi dengan sesuatu yang justru mustahil disimbolisasi, dan dengan demikian, tak mampu disediakan oleh Liyan Simbolis (objet petit a). Supaya subjek tidak lumat dengan kebuntuan ini, dia harus berstrategi: berfantasi. Untuk itulah dia membingkai/membayangkan objet petit a itu. Berdasarkan logika ini jelas kalau fantasi itu tetap berasal tataran simbolis (bahasa) sebab dia adalah strategi untuk menghadapi permintaan Liyan Simbolis di satu sisi dan untuk mencoba memuaskan hasrat di sisi lain. Sebagaimana disinggung sebelumnya, permintaan Liyan Simbolis dalam judul-judul buku swa-bantu Islami dapat diungkapkan dalam kalimat “Jadilah muslim sejati!”, sementara yang jadi hasrat subjek muslim adalah “kemusliman” yang bukan sebagaimana dituntunkan Liyan Simbolis lewat kata-kata judul buku swa-bantu tersebut. Sebab, setelah menerima permintaan Liyan Simbolis supaya jadi Muslim yang begini atau begitu, hasrat subjek selalu menyatakan “Bukan Islam yang begini dan bukan pula yang begitu” yang kuinginkan. Berdasarkan judul-judul buku swa-bantu Islami yang dikumpulkan untuk kepentingan penelitian ini, ternyata fantasi yang ada di balik judul-judul itu adalah fantasi keberhasilan, kesuksesan, yakni situasi di mana seseorang akhirnya sampai pada hasil dari sebuah proses dan berujar, “Akhirnya aku sampai.” Dalam hubungannya dengan permintaan Liyan, fantasi ini tidak memuat apa dan bagaimana sesungguhnya “Muslim” yang diminta Liyan, bagaimana wujud keberhasilan dan kesuksesan jadi being moslem itu. Yang difantasikan adalah “Pokoknya berhasil”! titik. Ini disebabkan hasrat subjek akan selalu tak terpenuhi dengan makna keberhasilan maupun makna kemusliman yang ditawarkan Liyan.
169
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Akibat dari logika hasrat “yang bukan ini dan bukan itu” tersebut seluruh penanda-penanda yang menunjukkan proses atau panduan tentang bagaimana meraih keberhasilan tersebut menjadi tidak relevan, karena yang jadi tempat berpijak subjek adalah situasi berhasil yang dia fantasikan. Dalam fantasi ini apa pun cara atau proses yang ditempuh memiliki nilai sama, karena toh tempat melangkah sebenarnya sudah merupakan tempat yang jadi tujuan itu sendiri. Ini berarti beragam cara atau proses, apakah melalui shalat, sedekah, doa, atau melalui sikap etis seperti ikhlas, sabar, tawadu’, dan lain sebagainya berelasi metonimik satu sama lain dalam judul-judul buku Islami dan fungsinya hanyalah makna yang beredar di rangkaian penanda yang kemudian diikat oleh satu penanda utama sebagai perwakilan campur tangan permintaan Liyan Simbolis. Mengapa makna-makna yang terkandung dalam segala macam panduan dan cara yang disodorkan Liyan Simbolis untuk mencapai keberhasilan itu bukan objet petit a yang dihasrati? Karena Liyan Simbolis juga mengalami kekurangan (lack) dalam arti dia tidak memiliki penjamin yang memastikan dia sudah menemukan atau sampai pada objet petit a-nya. Jika dia tidak mengalami kekurangan (lack), tentu cara atau panduan yang diberikan adalah yang pasti mengantarkan subjek pembaca ke objek hasratnya. Kalau demikian, maka makna kemusliman sebagaimana yang tertera di judul-judul buku swa-bantu adalah kondisi subjektivitas kemusliman yang sesungguhnya, yang memang dihasrati, dengan kata lain, kondisi kemusliman itu adalah objet petit a. Fantasi keberhasilan tersebut diwakili oleh sebuah buku yang berusaha mencakup semua hal yang ingin dicapai oleh seorang muslim sejati. Buku tersebut berjudul Cara Paling Mudah Menggapai Sukses, Bahagia, dan Selamat di Dunia dan Akhirat Materi dan Non-materi.
170
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Gambar II.2: Wujud Fantasi Keberhasilan dalam Sebuah Buku Swabantu Islami
Fantasi adalah penjamin berfungsinya ideologi. Ia adalah gambaran atas segala hal ideal yang membuat subjek dapat bertahan dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari dan menjalani hidup untuk mencapai ideal-ideal tersebut. Di dalam ideologi tersebut terdapat Liyan Simbolis, supaya mereka berusaha mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, jika ideologi runtuh atau ditelanjangi, dengan kata lain, masyarakat dibiarkan tanpa ideologi, maka keberadaan mereka pun akan bubar, sebab subjek-subjek yang membentuk masyarakat kehilangan konsistensi subjektivitasnya. Dia tidak tahu apa yang akan dipilih atau dilakukan, sebab tak ada bayangan atau gambaran yang lahir dari kesenjangan antara permintaan Liyan dan kekurangan yang selalu dia rasakan. Pendek kata, masyarakat mustahil terbentuk jika tak ada fantasi ideologis
tempat
para
subjek
mengalami
konsistensi
subjektivitasnya.
Konsekuensinya, masyarakat akan lumpuh dan bubar jika subjek anggotanya tak punya hasrat. Dan hasrat hanya lahir jika dialektika permintaan Liyan Simbolis dan kebutuhan subjek tidak mengalami jalan buntu. Berdasarkan teori pembentukan subjektivitas dalam psikoanalisa Lacanian, fantasi keberhasilan tadi sebenarnya adalah image, citra, atau sosok yang dibayangkan dapat memuaskan hasrat. Fantasi tersebut adalah image yang ada
171
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pada ideal-ego, yakni sosok kedirian yang diperoleh dan diidentifikasi saat bercermin, Image ini dianggap bisa memuaskan hasrat ketika seseorang mengidentifikasi diri dengannya, karena dia merupakan citra/bayangan dicermin yang dianggap merupakan diri. Ketika bercermin, orang mengatakan “itu (bayangannya dicermin) adalah aku. Pengidentikan inilah yang jadi dasar anggapan (misrecognition) bahwa ego-ideal yang diidentifikasi bisa memuaskan hasrat. Dia bersifat imajiner karena berasal dari image (citra) dan merupakan lokus dari objek yang bersifat metonimik. 15 Fantasi adalah tahap paling menentukan dalam perjalanan subjek –dalam konteks penelitian ini, perjalanan mencari identitas keislaman. Menentukan karena fantasi bukanlah terminal akhir dari perjalanan tersebut. Dia harus dilampaui agar subjek bisa mendapatkan being-nya (identitas) yang tidak bergantung oleh makna-makna yang berasal dari tatanan Simbolis. Fantasi dilampaui agar subjek memiliki rasa ke-aku-an yang cuma dia yang merasakan dan mengalami, bukan sebagaimana yang dirasakan dan dialami orang lain seperti yang mereka ungkapkan lewat bahasa (penanda), termasuk yang terungkap dalam buku-buku swa-bantu Islami. Fantasi yang lahir dari buku-buku swa-bantu Islami mesti dilampaui supaya pembaca memperoleh being-nya yang sesungguhnya, dalam arti subjektivitas yang hanya dia yang “punya,” bukan identitas sebagaimana diamanatkan oleh Liyan Simbolis (bahasa). Maka, untuk sekadar ilustrasi, dengan melampaui fantasi keberhasilan sebagai wirausahawan muslim, seorang pengusaha muslim akhirnya menemukan subjektivitasnya yang tidak identik dengan panduan dan tuntunan bagaimana cara menjadi pengusaha muslim yang disampaikan bukubuku berjudul seperti Metafisika Bisnis Bersama Allah; Energi Ketuhanan untuk 15
Geoff Boucher, “The Law as a Thing: Zizek and the Graph of Desire,” dalam Geoff Boucher, et.al., Traversing the Fantasy: Critical Responses to Slavoj Zizek, London: Ashagate, 2005. hlm. 29.
172
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
berbisnis, atau Shalat Hajat Khusus untuk Para Pebisnis. Dia tidak lagi bergantung pada makna sebagai pengusaha Islami sebagaimana yang diuraikan oleh Liyan Simbolis. Salah satu konsekuensi yang akan dialami oleh subjek pembaca jika berhasil melampaui fantasi adalah memiliki pengalaman berbeda tentang “makna” dosa. Dikatakan berbeda –tidak dikatakan baru– karena ketika subjek berhasil melampaui fantasi dia memperoleh subjektivitas (jouissance) yang tidak lagi jadi bulan-bulanan permintaan/perintah Liyan Simbolis. Dalam tataran simbolis tempat buku-buku swa-bantu Islami, setiap hal yang melanggar atau menerobos permintaan tersebut disebut dosa. Sementara untuk mendapatkan subjektivitas, subjek pembaca harus berfantasi dan melampauinya yang berarti “melanggar” permintaan Liyan Simbolis dengan mempertanyakan apa yang sebenarnya dia maui. Dengan mempertanyakan ini, berarti subjek menggugat apa yang selama ini dimaksud dengan penanda “dosa.” Pengalaman akan “makna” dosa itu tidak baru karena tetap berangkat dari apa yang berlaku di tataran simbolis. Kalau pengalaman itu baru, itu berarti tidak berangkat dari tataran simbolis. Kalau demikian halnya, lantas Liyan Simbolis mana yang dipertanyakan subjek sehingga dia dapat berfantasi? Sebagaimana yang akan dibahas di bawah, kemungkinan pembaca bisa melampaui fantasi ini ditentukan oleh pengetahuan jenis apa yang dia peroleh dari buku swa-bantu, apakah pengetahuan imajiner (connaissance) atau pengetahuan simbolis (savoir). Dia bisa berfantasi dan melampauinya jika pengetahuan yang dia dapat dari buku swa-bantu adalah pengetahuan simbolis (savoir). Jika dilihat dari kenyataan produksi yang ditemui dalam perbukuan Islam populer Islami dan dari judul-judul buku swa-bantu Islami yang merupakan salah
173
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
satu genre utama penggerak industri ini, terdapat indikasi bahwa subjek pembaca secara umum hanya berhenti sampai pada fantasi. Indikasi tersebut dapat dirumuskan seperti berikut: meledaknya produksi buku-buku swa-bantu Islami adalah akibat subjek pembaca terjebak dalam lingkaran metonimik permintaan Liyan Simbolis sehingga tidak mampu mengatasi tatanan simbolis. Terhalangnya diinginkannya,
subjek
kegagalannya
untuk
mengatasi
meninggalkan
fantasi bayangan
tentang tentang
apa apa
yang dan
bagaimana dirinya sebagaimana yang dia inginkan, disebabkan oleh kegagalan subjek menyadari bahwa Liyan Simbolis juga berkekurangan (lack). Artinya, subjek pembaca tidak menyadari bahwa di tataran simbolis, Liyan tidak memiliki Liyan-nya sendiri (other of the Other) yang akan menjamin konsistensinya. Di tataran simbolis, Liyan Simbolis tidak memiliki jaminan kebenaran di luar dirinya. Dengan demikian, segala macam kualifikasi keislamian yang dilekatkan kepada berbagai hal-ihwal yang terdapat dalam judul-judul buku swa-bantu Islami tidak bisa dipastikan kebenarannya oleh bahasa yang ada dan tidak ada pula sesuatu di luar bahasa. Kalau pun dalam teologi Islam Allah dapat dijadikan jaminan kebenaran, namun bagaimana jaminan itu disampaikan-Nya kepada manusia pasti melewati perantaraan bahasa, apakah itu dalam bentuk Ayat Quran, Sunnah dan Hadits Nabi, doktrin fiqh dan sebagainya. Walhasil, semua itu tetap saja simbolis. Kegagalan subjek melampaui fantasi, membuatnya malah kembali ke tatanan simbolis untuk mencari makna. Seandainya yang terjadi adalah kebalikan dari pernyataan ini, yakni subjek pembaca mampu melampaui fantasi, tentulah produksi genre swa-bantu Islami tidak akan sampai meledak sedemikian rupa seperti sekarang ini, di mana genre ini nyaris menjadi wacana homogen dalam literatur keislaman di Indonesia. Ketika sampai pada fantasi, pembaca mencari-cari makna ke dalam tatanan simbolis. Makna disediakan tatanan
174
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
simbolis dunia perbukuan dengan menganekaragamkan judul-judulnya secara metonimik. Pembaca tidak berusaha melangkah meninggalkan fantasi untuk menemukan being-nya, akan tetapi justru kembali ke tatanan simbolik. 16 Pertanyaannya adalah mengapa sampai terjadi seperti ini?
5. Judul-judul Buku Swa-bantu Islami sebagai Fetis (Pembaca sebagai Subjek Perversif) Subjek tidak melampaui fantasi dan kembali terikat pada lingkaran permintaan Liyan Simbolis karena ada suatu kenikmatan yang dia peroleh dengan kembali menjadi parasit makna yang tersedia dalam tatanan simbolis. Kenikmatan tersebut adalah kenikmatan yang diperoleh ketika subjek menjadi “mainan” permintaan Liyan. Kondisi ini membuatnya berpindah dari satu objek ke objek lain sesuai permintaan Liyan Simbolis, tanpa mampu menghadapi objet petit a-nya sendiri. Jika dia dapat berfantasi dalam rangka menghadapi objet petit a dan kemudian melampauinya, maka dia berhasil melakukan separasi, pemisahan diri dari Liyan. Akan tetapi, jika dia gagal berfantasi dan tetap menghadapi objek-objek tersebut –artinya dia tidak mengalami separasi–, maka objek tersebut menjadi fetis baginya. Subjek yang memosisikan suatu objek sebagai fetis termasuk ke dalam
16 Meski penelitian ini tidak memfokuskan diri pada sampul buku swa-bantu Islami, namun di sini dapat dinyatakan bahwa secara artistik, artinya jika sampul buku dijadikan salah satu media untuk kreasi seni, sampul-sampul tersebut telah gagal. Dikatakan gagal karena sampul-sampul itu tidak mendorong orang yang melihat untuk melampaui fantasi, melainkan terperangkap pada penanda-penanda visual yang dipajang. Penanda itu menjadi fetis karena tidak memungkinkan yang melihat melampaui fantasi. Penanda-penanda visual yang jadi fetis dan dipakai begitu saja oleh para perancang sampul sekali lagi membuktikan bahwa Liyan Simbolis tidak punya jaminan (kepastian) apa itu Islam? Lack pada Liyan Simbolis ini dihadapi para perancang dengan menempatkan arabesque, cadar, padang pasir, pedang Arab, onta, bahkan piramida Mesir dan sebagainya, sebagai penambal bagi lack itu. Kreativitas di sini hanya berarti soal kreatif (rajin) memilih stok penanda yang ada (tersedia di google). Konsekuensinya adalah inovasi yang terdapat dalam rancangan-rancangan sampul buku swa-bantu Islami hanya sebagai teknik.
175
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
kategori subjek perversif. 17 Dalam psikoanalisis Lacanian, rumusan untuk posisi subjek perversif dituliskan jadi a ◊ $, kebalikan dari rumus fantasi. Dalam rumusan ini objek (a) berada pada posisi menentukan, karena objeklah yang dipakai subjek untuk menghilangkan kegelisahannya ketika menghadapi kenyataan bahwa Liyan Simbolis berkekurangan (lack). 18 Fantasi sebagai strategi untuk mengatasi kenyataan bahwa Liyan berkekurangan (lack) tidak bisa dilampaui agar sampai pada apa yang disebut Nama-Sang-Ayah (dirumuskan Lacan dengan S(Ǿ)). Nama-Sang-Ayah adalah “nama” bagi kekurangan (lack) yang dialami Liyan. Karena gagal mengalami separasi dan menemukan Nama-Sang-Ayah, subjek perversi akhirnya hanya berhadapan dengan permintaan Liyan dan tidak mampu mengalami kekurangan Liyan. Idealnya, subjek pembaca buku-buku swa-bantu Islami harus mampu menemukan Nama-Sang-Ayah ini sebagai nama bagi kekurangan (lack) Liyan, yakni suatu being moslem (keislaman) yang tidak mampu dirumuskan Liyan dengan penanda-penanda simbolis. Jika mayoritas pembaca buku-buku tersebut tidak berhasil menemukannya, maka mereka menjadikan penanda-penanda keislamian sebagai objek untuk menutupi kekurangan Liyan. Oleh sebab itu, mayoritas pembaca buku swa-bantu Islami adalah subjek fetisis yang memfetiskan – antara lain– penanda-penanda metonimik dalam judul-judul buku swa-bantu Islami.
17
One way to describe my essential thesis regarding perversion is to say that the pervert has undergone alienation —in other words, primal repression, a splitting into conscious and unconscious, an acceptance or admission of the Name-ofthe- Father that sets the stage for a true coming-to-be of the subject in language (unlike the psychotic)— but has not undergone separation. Lihat Bruce Fink, A Clinical Introduction to Lacanian Psychoanalysis: Theory and Practice, Cambridge: Harvard University Press, 1999, hlm. 175. 18 There are, of course, other possibilities of avoiding this hysterical deadlock: the perverse position, for example, in which the subject identifies himself immediately with the object and thus relieves himself of the burden of the question). Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm 205.
176
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Salah satu karakter subjek perversif adalah penyangkalan (disavowal). Kekurangan (lack) di pihak Liyan bukannya tidak diketahui oleh subjek, melainkan disangkal. Karena penyangkalan inilah subjek kemudian berpegang pada objek-objek yang dia gunakan untuk menutupi kekurangan tersebut. Dalam psikoanalisis Lacanian, objek yang dipakai untuk menambal kekurangan (lack) Liyan itu disebut falus maternal. Di dalam judul-judul buku swa-bantu Islami, aneka rupa penanda yang menyifati figur seorang Muslim –lepas dari usia, gender, status dalam keluarga, dan lain sebagainya– adalah semacam patok yang harus diikuti, ego ideal yang jadi tempat dia melakukan identifikasi simbolis. Sebagai contoh, penanda “bahagia”, “kaya”, “sukses,” “sehat,” “sakinah” dan lain sebagainya adalah permintaan yang harus dipatuhi. Alih-alih mengalami kekurangan (lack) dan merasakan
ketidakpuasan
dengan
penanda-penanda
ini
dan
kemudian
berfantasi supaya bisa melangkah lebih jauh untuk memperoleh suatu subjektivitas yang “otentik” –dalam arti subjektivitas yang tak lagi terikat pada lingkaran setan makna tatanan simbolis–, subjek justru dikendalikan oleh penanda-penanda ini. Subjek merasa bahwa penanda-penanda tersebut bisa mengatasi kekurangan (lack) pada pihak tatanan simbolis. Akhirnya dia malah dikendalikan oleh penanda-penanda itu. Dia jadi budak fetis. Liyan Simbolis tidak memiliki jaminan kebenaran tentang apa yang ditawarkannya (there is no other of the Other). Inilah yang membuatnya berkekurangan (lack). Fetisisme penanda yang dialami subjek pembaca buku swa-bantu Islami terjadi manakala dia menjadikan penanda-penanda itu sebagai objek yang akan menanggulangi kekurangan (lack) Liyan Simbolis. Dalam konteks kehidupan ekonomi, misalnya, kekurangan (lack) Liyan Simbolis adalah memberikan jaminan bahwa kesejahteraan ekonomi itu pasti tersedia bagi setiap subjek. Maka ketika menghadapi kekurangan ini, subjek pembaca kemudian
177
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
memosisikan penanda-penanda seperti “kaya”, “rezeki”, atau “hutang” dan “kemiskinan” seperti yang ada dalam dua tabel di bawah, sebagai fetis yang akan menambali apa yang kurang di Liyan Simbolik.
Tabel II.2: Judul-judul dengan kata “kaya” dan “rezeki”
5 Cara Jadi Orang Islam Kaya Aku Menikah Maka Aku Kaya Berdhuha Akan Membuatmu Benar2 Sukses & Kaya Bacalah Surat Al Waaqiah Maka Engkau Akan Kaya Bersyukur Membuatmu Makin Kaya Istighfar Untuk Sukses Dan Kaya Jika Ingin Cepat Kaya Shadaqah Kaya Bukan Dosa Menjadi Kaya dengan Tawakal Meraih Kaya Cara Rasul Menjadi Sehat Kaya dengan Shadaqah Pakai Otak Kananmu, Dijamin Kaya Amalan Inti Percepat Rezeki Ampuhnya Ayat‐ayat 1000 Dinar agar Hidup Berlimpah Rezeki Mendobrak Pintu Rezeki dengan 7 Jurus Sakti Warisan Nabi Rahasia Amal Ibadah Pembuka Pintu Rezeki Memanggil Rejeki Dengan Doa Umul Barokah Membuka Pintu Rejeki dengan Sujud Sedekah Kunci Pembuka Pintu Rejeki
Tabel II.3: Judul-judul tentang Hutang dan Kemiskinan
Doa Dan Dzikir Mustajab agar Rejeki Tidak Putus Dan Hutang Trbayar Doa & Zikir Bebas Hutang Hidup Tenang Tanpa Hutang Jangan Bertengkar karena Hutang Maha Mustajab Doa2 Pelunas Hutang Tolak Bala & Panjang Umur Allah Maha Penolong: Maka Engkau Gampang Bayar Hutang Rumah Tangga Tanpa Hutang Bila Engkau Miskin Doa2 Rahasia Cepat Kaya, Murah Rezeki & Anti Miskin Resep Anti Miskin Yang Di Jamin Al‐Quran Shalat Tolak Miskin Mengapa Allah Membuatku Miskin
178
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Subjek bukannya tidak tahu perlihal kekurangan (lack) ini, karena dia tahu persis bahwa “kekayaan”, “rezeki” tidak tersedia bagi setiap orang dan tidak setiap orang bisa lepas dari “hutang” dan “kemiskinan.” Subjek hanya mengingkari kenyataan ini dan tidak mau repot mempersoalkan mengapa orang harus kaya dan memburu rezeki, mengapa diharuskan tidak miskin dan berhutang. Lalu dia pun mengambil penanda-penanda tadi sebagai jalan pintas supaya tidak bersusah-susah mempertanyakan keadaan: bertanya pada dirinya sendiri apakah memang orang hidup harus kaya dalam arti yang umum dipakai, misalnya, atau apa salahnya jika seseorang punya hutang. Dan subjek pun berada pada posisi-subjek perversif. 19 Penanda-penanda yang dijadikan fetis dalam judul-judul buku swa-bantu Islami bisa juga pola ungkapan (maksim) “jika-maka.” Dalam beberapa judul buku swa-bantu Islami, pola ini mengesankan kepada pembaca semacam instrumentalisasi ibadah untuk tujuan-tujuan yang konkret, keinstanan proses mencapai suatu tujuan, atau keluarbiasaan yang dijanjikan. Judul-judul dengan pola “jika-maka” ini menjadi fetis bagi subjek yang mengingkari kenyataan bahwa Liyan Simbolis kehidupan beragama sebenarnya tidak punya jaminan kebenaran (other of the Other) tentang apa gunanya beribadah, beramal shaleh, atau berakhlak mulia. Tujuan-tujuan eskatologis seperti pahala dan keselamatan di kehidupan akhirat kelak tetap tidak bisa memberikan kepastian karena tetap harus diuraikan dan ditafsirkan secara simbolis
menggunakan
bahasa
sehari-hari
yang
dipakai
umat
Islam.
Penyederhanaan tafsiran dalam kosa kata keagamaan, semisal ritual membaca
19 Zizek menyebut subjek yang mempertanyakan keadaan ini sebagai subjek histeris. Sementara perversi adalah alternatif lain untuk menghadapi kebuntuan keadaan akibat permintaan Liyan. “There are, of course, other possibilities of avoiding this hysterical deadlock: the perverse position, for example, in which the subject identifies himself immediately with the object and thus relieves himself of the burden of the question)”. Lihat Slavoj Zizek, The Sublime Object of Ideology, London: Verso, 2008, hlm 205.
179
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
al-Quran akan melapangkan rezeki, shalat dapat membugarkan tubuh dan lain sebagainya, justru menjadi jalan pintas bagi subjek untuk tidak repot mempertanyakan “kebenaran” tujuan semua ritual itu. Maka judul-judul yang bentuk retorisnya berpola “jika-maka” ini akhirnya menjadi fetis sebagai penambal bagi Liyan Simbolis yang tak mampu memberikan kepastian bagi subjek yang bertanya-tanya tentang apa sesungguhnya “guna” ibadah bagi dirinya. Tabel II.4: Judul-judul dengan Teknik Retorika Logika “Jika-Maka”
Ingin Bahagia? Tegakkanlah Shalat Malam Ingin Sehat? Berobatlah dengan Al‐Quran dan Madu Ingin Cepat Kaya, Shadaqah! Amalan Amalan Ringan Pembuka Pintu Surga Menolak Musibah Dengan Sedekah Sukses &Kaya Dengan Mengamalkan Asmaul Husna Aku Menikah Maka Aku Kaya Aku Puasa Maka Aku Kaya Ingatlah Mati Maka Akn Sukses&Bahagia Kesalahan2 Berdhuha Yang Menyebabkan Tidak Bisa Kaya Tabel II.5: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Ketersingkapan
Mengungkap Hikmah Shalat Tasbih Menyingkap Rahasia Shalat Khusyuk Menyingkap Tabir Perempuan Islam Mengungkap Keajaiban Sujud Menyingkap Keajaiban Istighfar Mengungkap Hikmah Dan Dahsyatnya Syahadat Misteri Dahsyatnya Gerakan Shalat Misteri Malam Jumat Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam Dahsyatnya Mukjizat Shalat Tahajud Rahasia Muslimah Pintar Menyuapi Anak
Tabel II.6: Judul-judul dengan Teknik Retorika Janji Keinstanan
10 Metode Efektif Agar Anak Mencintai Alquran Agar Mudah Masuk Surga Allah Maha Pemberi Maka Engkau Gampang Naik Gaji Cara Cepat Menarik Pertolongan Allah Cara Mudah Memahami Aqidah Meraih Surga dalam Hitungan Detik
180
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Doa Doa Ampuh Cepat Dikaruniai Momongan Quantum Doa Percepatan Rizqy Rahasia Agar Doa Cepat Terkabul Surah Yasin: Solusi Cepat Mengatasi 1001 Masalah
Sebagai tambahan, fetisisme keinstanan dalam judul-judul buku swa-bantu Islami paling mencolok muncul dalam judul-judul yang membuat bilanganbilangan untuk meringkas sesuatu yang sebenarnya kualitatif, semisal sekiansekian cara untuk ini, sekian-sekian tips praktis untuk itu dan lain sebagainya. Berdasarkan data yang ada, judul-judul ini relatif banyak sekitar 556 judul (4,45%). Sebagai ilustrasi dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel II.7: Judul-judul dengan Bilangan Tertentu
10 Langkah Menjadi Muslim Kaya 10 Metode Efektif Agar Anak Mencintai Alquran 100 Dosa Yang Diremehkan Wanita 1000 Tips Keluarga Samara 1001 Ayat Motivasi Penuntun Hidup Dunia&Akhirat 101 Ayat2 Motivasi Hidup Penuh Optimisme 114 Kisah Nyata Doa‐Doa Terkabul 13 Cara Nyata Mengubah Takdir 16 Kunci Rahasia Menjemput Jodoh 17 Cara Mudah Rezeki Berlimpah 25 Rahasia Terdahsyat Haji Hingga Mabrur 293 Kutipan Spiritual 35 Langkah Islami Menghindari Stres 40 Langkah Melestarikan Kemesraan Suami Istri 417 Kesalahan Shalat Yang Diremehkan 52 Nasehat Agar Anak Tidak Durhaka 7 Amalan Penarik Rezeki 8 Secrets. Delapan Rahasia Meraih Kebahagian 9 Kunci Pembuka Gembok Rezeki 99 Tips Praktis Berpikir Positif
Dari judul-judul dalam tabel di atas dapat dilihat bagaimana bilangan dari 09 terdapat dalam judul-judul yang ingin memberi kesan sifat kuantitatif dari sesuatu yang pada hakikatnya kualitatif. Di sini yang jadi soal bukan apakah
181
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
sesuatu
yang
sebenarnya
abstrak-kualitatif
itu
bisa
disederhanakan
(dikuantifikasi) menjadi beberapa poin atau tidak, akan tetap bagaimana subjek akhirnya terpaku pada jumlah bilangan tersebut sebagai pegangan baginya dalam menghadapi abstraknya usaha mencari rezeki misalnya. Bilanganbilangan tersebut menjadi fetis bagi subjek yang tidak mau “berusaha” sendiri menemukan langkah atau cara-cara yang akan memuaskannya dalam menggapai apa yang dia inginkan.
Jika di atas yang dibicarakan adalah hal-ihwal subjek pembaca buku-buku swabantu Islami sebagai subjek perversif yang memosisikan penanda-penanda dalam judul-judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis, maka selanjutnya akan membicarakan pengetahuan yang dijanjikan oleh buku-buku swa-bantu Islami. Ini dimaksudkan untuk menemukan apa yang jadi kekuatan dari judul-judul itu sehingga bisa menjadi semacam “berhala” bagi pembaca yang gelisah dengan subjektivitasnya, yang sedang mencari-cari identitasnya sebagai seorang Muslim.
B. Janji Pengetahuan dalam Buku Swa-bantu Islami: Judul sebagai Cermin Imajiner Seperti dinyatakan dalam Bab III, pengetahuan yang dijanjikan buku-buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya adalah pengetahuan informatif. Secara sederhana pengetahuan informatif adalah pengetahuan tentang suatu keadaan maupun tentang arahan atau petunjuk. Pengetahuan tentang keadaan dapat disebut “berita” dan tentang arahan atau petunjuk dapat disebut “pedoman”. Ketika seseorang menerima sebuah berita dan telah dia putuskan benar salahnya, dia pun akhirnya tahu tentang apa yang diinformasikan/diberitakan. Ketika dia mendapat suatu pedoman dan telah dia putuskan kebenarannya, dia pun tahu apa yang akan dilakukannya berdasarkan pedoman itu. Ringkasnya, yang pertama dapat disebut
182
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengetahuan tentang sesuatu dan yang kedua pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Kedua bentuk pengetahuan inilah yang dijanjikan oleh juduljudul buku swa-bantu Islami. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimanakah status pengetahuan yang dijanjikan buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya ini jika dihubungkan dengan karakteristik subjek pembaca fetisis sebagaimana diuraikan di muka? Supaya konsisten dengan pembicaraan tentang judul-judul dan pembaca buku swa-bantu Islami, maka pertanyaan ini juga akan disorot menggunakan perspektif Lacanian. Konsepsi Lacanian tentang pengetahuan membedakan dengan tegas dua jenis pengetahuan dan dua jenis subjek-mengetahui. Dua jenis itu dibedakan menggunakan dua kata bahasa Prancis: connaissance dan savoir. Sayangnya, bahasa Inggris dan Indonesia menerjemahkan keduanya ke dalam satu kata: “knowledge” dan “pengetahuan.” Ada pun subjek-mengetahui untuk yang pertama disebut “subjek-mengetahui yang sadar” (the knowing subject of consciousness) dan untuk yang kedua disebut “subjek-mengetahui tak-sadar” (the knowing subject of concsciousness). Connaissance
adalah
pengetahuan
yang
disebut
Lacan
sebagai
pengetahuan yang salah anggap, sehingga dia memilih menyebut connaissance dengan meconnaissance (misrecognition). Dikatakan salah anggap karena dengan pengetahuan ini, seseorang (ego) menganggap dapat mengenali realitas, termasuk dirinya
sendiri,
dengan
kesadaran
penuh
dan
secara
objektif.
Dengan
kesadarannya, dia mengidentifikasi dirinya dan objek-objek lain sebagai hal yang objektif dan stabil. Padahal keobjektifan dan kestabilan kenyataan ini terjadi cuma gara-gara ilusi adanya makna tunggal: kemapanan hubungan antara penanda dan petanda, antara citra akustik dengan konsep. Anggapan keliru tentang adanya ketunggalan dan kemapanan makna ini bersifat imajiner seperti imajinernya
183
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
anggapan seorang bayi yang berada di depan cermin mengira image yang tampak di cermin merupakan dan sama dengan dirinya. Karakter dari connaissance adalah narsistik-agresif, sementara cara kerjanya adalah identifikasi. Dikatakan narsistik-agresif karena dalam connaissance, hubungan ego dengan apa yang dia ketahui adalah hubungan penguasaan (mastery) demi dirinya sendiri. Sementara cara kerja connaissance adalah identifikasi imajiner sebab dalam hubungannya dengan apa yang dia ketahui, ego terperangkap dalam hubungan spekular keduanya. Ego keliru menganggap dia dan bayangannya adalah satu dan sama. Sehingga hubungan ego dengan yang diketahuinya terperangkap dalam hubungan menguasai dan mengobjektifikasi. Menurut psikoanalisis Lacanian, pengetahuan yang tidak ilusif dan tidak salah anggap adalah pengetahuan yang menerima kenyataan bahwa makna tidak mapan dan setiap saat makna baru bisa lahir. Pengetahuan ini lahir dalam diri subjek yang ego imajinernya sudah runtuh (disintegrated) dan mengakui keberadaan sang Liyan: analis sebagai Liyan dalam situasi analitik, dan Liyan Simbolis dalam kehidupan biasa. Pengakuan ini pada gilirannya akan menggiring subjek mengalami dialektika hasrat. Dalam dialektika hasrat subjek akan mengalami alienasi dan separasi. Kedua proses ini dimungkinkan terjadi karena adanya Liyan simbolis, sementara keberhasilan atau kegagalalannya ditentukan oleh hubungan subjek dengan Liyan. Pengetahuan inilah yang disebut Lacan dengan savoir atau pengetahuan simbolis. Savoir adalah pengetahuan di tatanan Simbolis di mana hubungan subjek dengan objek yang diketahui bukan penguasaan (mastery), melainkan ketundukan (subjection) subjek pada penanda-penanda. Karena –sebagaimana disinggung sebelumnya– rangkaian penanda akan memunculkan makna jika ada campur tangan S1 sebagai point de capiton dan dia datang dari Liyan Simbolis. Savoir adalah pengetahuan tentang Liyan Simbolis di tatanan simbolis.
184
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Savoir menjadi pengetahuan yang bisa melahirkan makna baru karena dialektika hasrat antara subjek dan Liyan simbolis akan menghantarkannya pada separasi yang bermuara pada pelampauan fantasi. Asupan makna yang datang lewat permintaan Liyan Simbolis tidak lagi diidentifikasi ego secara narisistikimajiner, melainkan diartikulasikan subjek sembari mengakui ketundukannya pada Liyan
Simbolis.
Dalam
mengartikulasikan
Liyan
Simbolis
inilah
subjek
ketidaksadaran bisa mengartikulasikan hasratnya. Maka makna pun tidak lagi menjadi kemapanan yang akan diidentifikasi, melainkan praktik pemaknaan (signifying practice) yang produktif. Karena sifatnya yang mengidentifikasi, maka connaisanse bersifat reproduktif: mencari-cari keidentikan. Sementara savoir bersifat artikulatif-produktif. Sehingga dalam prosesnya, kedua jenis pengetahuan ini memiliki “logika” yang berbeda, connaissance bersifat metonimik dan mengulang-ulang, sementara savoir metaforis dan tak terduga.
1. Pengetahuan Imajiner bagi Pembaca yang Dianggap Rasional (Pembaca sebagai Ego Modern) Dalam
hubungannya
dengan
dua
pengertian
pengetahuan
dalam
psikoanalisis Lacanian di atas, jenis pengetahuan yang manakah yang dijanjikan buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya? Ada dua kenyataan yang harus diperhatikan untuk menjawab pertanyaan ini: pertama, kenyataan bahwa bukubuku tersebut adalah bagian dari tatanan simbolis yang juga didiami oleh calon pembaca/pembeli. Bukti ekstrem dari kenyataan ini adalah dipakainya ungkapan atau penanda–penanda yang secara umum sedang tren di tengah khalayak pembaca Muslim. Misalnya judul-judul Membuat Doamu Cespleng Setajam
Silet; Yuk Shalat Kawan!; Dahsyatnya Doa Coy!; Ketika Hati Sedang Lowbat;
185
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Tahajjud Memang Gila!; Siapa Sih Allah; dan lain sebagainya. Kedua, kenyataan bahwa sebagian besar judul-judul buku swa-bantu Islami menyasar calon pembaca sebagai sosok yang jelas, apakah status, posisi, atau keadaannya –pendek kata, predikatnya. Apa yang terjadi dalam dunia perbukuan swa-bantu Islami menunjukkan bahwa penanda-penanda yang beredar menempati posisi objek yang akan dikuasai (to be mastered)! Ini terlihat dari judul-judul buku yang pada dasarnya mengarahkan pembaca untuk “menjadi sesuatu.” Melalui judulnya, buku-buku itu menjanjikan “bagaimana menjadi Muslim yang ….” Titik-titik ini dapat diisi dengan berbagai penanda yang berhubungan secara metonimik dengan penanda utama “Islami.” Janji dalam ungkapan “bagaimana menjadi Muslim yang …” ini tidak mesti tertera secara eksplisit dalam judul-judul buku swa-bantu Islami, karena dia dapat diganti-ganti dengan ungkapan-ungkapan yang juga berelasi secara metonimik dengan ungkapan tersebut. Ini dapat dilihat dari judul-judul yang mengandung kata-kata “menurut,” “sesuai,” “dalam,” “a la,” “di sisi,” dan lain sebagainya seperti dalam buku-buku berjudul: Seni Dan Etika
Bercinta menurut Al‐Quran Dan Hadist; Dimensi Kesehatan Jiwa dalam Rukun Iman; Gila Baca a la Ulama; Indahnya Bercinta sesuai Syariah; Ibadah‐ ibadah Terdahsyat di sisi Allah dan lain sebagainya. Liyan Simbolis yang terdapat di dalam judul-judul buku swa-bantu Islami seperti dalam contoh di atas menawarkan dirinya sebagai sesuatu yang harus dimiliki. Predikat-predikat keislamian yang diminta oleh Liyan Simbolis adalah hal-hal yang harus dikuasai dan dimiliki oleh pembaca –pembaca sebagai ego. Penanda-penanda yang jadi predikat sosok seorang Muslim pada judul-judul itu menjadi sasaran identifikasi pembaca.
186
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Bagaimana judul-judul buku swa-bantu Islami sebagai Liyan simbolis meminta agar ego pembaca mengidentifikasi diri dengan penanda-penanda yang ditawarkannya dapat dilihat dari bagaimana judul-judul tersebut dibikin sedemikian rupa dalam rangka meminimalisasi keambiguan makna penandapenanda tersebut. Apa yang tercipta selanjutnya adalah ilusi kemapanan makna. Tujuannya adalah agar fiksasi ego terhadap citra yang ditawarkan lewat judul itu bisa terjadi dengan lancar. Jika minimalisasi ini tidak terjadi, dalam arti judul-judul itu menampilkan keambiguan makna secara telanjang, proses fiksasi tidak akan berlangsung mulus. Jika ini yang terjadi, konsekuensi bagi pemasaran buku sangat jelas: tidak banyak orang yang akan membeli, sebab tak banyak yang menemukan bayangan dirinya dalam judul-judul tersebut. Minimalisasi mengongkretkan
keambiguan pemaknaan
makna (signifikasi)
itu
ditempuh
melalui
dengan
retorika
cara
“jika-maka,”
instrumental, investasi atau bombastis. Singkatnya, makna dikonkretkan dengan cara membikin judul-judul menjadi pernyataan logis. Cara ini dapat dilihat dalam judul-judul buku berikut:
Table II.1: Contoh Konkretisasi Makna dalam Judul
Husnul Khatimah: Langsung Ke Surga Tanpa Singgah Di Neraka Jalan Tol Masuk Surga Memanen Pahala Dalam Sekejap Sambut Strategi Ampuh Menyikapi Berbagai Ujian Tuhan Cium Kaki Ibumu & Tunggullah Keajaiban Yang akan Datang Menikahlah, Allah Akan Memberimu Rezeki Menolak Musibah Dengan Sedekah Sukses & Kaya Dengan Mengamalkan Asmaul Husna
Cara lain yang juga mencolok adalah dengan membubuhkan bilanganbilangan pada judul-judul. Ini dimaksudkan untuk membuat sesuatu yang kualitatif dan abstrak bisa terkesan konkret. Biasanya bilangan-bilangan itu
187
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengacu pada berapa langkah atau cara yang dapat ditempuh untuk mencapai keadaan tertentu. Ini dapat dilihat dalam judul-judul seperti: 1001 Rahasia
Amalan Pesugihan Cara Islam; 13 Cara Nyata Mengubah Takdir; 20 Perilaku Durhaka Orang Tua Terhadap Anak; 300 Kunci Rahasia Mendapatkan Rahmat Allah dan lain sebagainya. Selain semaksimal mungkin berupaya menawarkan makna yang mapan, judul-judul buku swa-bantu Islami juga mencoba menyasar pembaca sebagai sosok yang jelas, apakah dari segi posisi, status atau keadaannya. Posisi pembaca yang disasar judul-judul itu biasanya adalah posisi seseorang dalam keluarga: orang tua (ayah atau ibu), anak (putra atau putri), suami dan istri. 20 Sedangkan pembaca berdasarkan status disasar buku swa-bantu Islami berdasarkan usia: anak-anak, remaja, pemuda (jejaka/gadis) dan dewasa. Sementara pembaca yang disasar berdasarkan keadaannya disapa oleh juduljudul yang membahas perkara bisnis atau usaha dan masalah kesehatan. Ini semua dapat dilihat dalam contoh judul-judul berikut:
Table II.8: Contoh Konkretisasi Pembaca dalam Judul Buku Swa-bantu Islami
Ayah Juara: 7 Hari Menjadi Ayah Qurani Kesalahan‐kesalahan Orang Tua Penyebab Anak Tidak Shalih Panduan Ibu Muslim Sekolah di Rahim Ibu Super Mustajab Doa & Amalan Agar Mudah Melahirkan Smart Salat For Teens Tasawwuf Anak Muda Cewek Boleh Ngak Jilbab Sms Dari Nabi Tercinta For Kids
20 Secara kebetulan judul buku swa-bantu Islami yang menyasar pembaca sebagai mertua tidak ditemukan di dalam buku-buku yang dipajang di katalog Gramedia maupun SAB. Judul buku yang membahas mertua dapat ditemukan, di antaranya, di situs Palasari.com seperti Hidup Rukun dengan Mertua: Handbook untuk Mertua; 10 Harapan Menantu kepada Mertua; 15 Harapan Mertua kepada Menantu Laki-laki dan 15 Harapan Mertua kepada Menantu Perempuan.
188
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dosa2 Suami Yang Paling Dibenci Allah Sejak Malam Pertama Cara Menjadi Istri Yang Pintar Memuliakan Suami Istrimu Adalah Seperti Tanah Tempat Bercocok Tanam Smart Wife: Mengantar Suami Mencapai Kesuksesan Panduan Beribadah Khusus Pria Best Women In Heaven: Menjadi Wanita Surga How To Be A True Moslem Girl La Tahzan For Broken Hearted Muslimah La Tahzan For Smart Sholehah Dahsyatnya Shalat Hajat Bagi Para Pebisnis Langkah Emas Pengusaha Muslim Aa Gym: Spiritual Marketer
Upaya mengonkretkan pembaca dalam judul-judul buku swa-bantu Islami ini sebenarnya adalah terjemahan dari hukum umum pemasaran: semakin jelas target pasar, semakin gampang pemasaran sebuah produk. Hukum ini jelas didasarkan pada pandangan tentang seseorang sebagai subjek yang sadar, subjek yang penuh pertimbangan sebelum bertindak: jika berdasarkan akal sehat tawaran yang diberikan benar-benar sudah sesuai untuk seseorang, maka dia tidak perlu pikir panjang lagi untuk menerimanya. Dengan kata lain, segmentasi pembaca dalam dunia perbukuan adalah cara membantu –lebih tepatnya
memaksa–
pembaca
untuk
mempersingkat
waktu
dalam
memperhitungkan untung rugi sebelum memutuskan membeli. Untuk apa dipertimbangkan lebih lama lagi jika buku yang disodorkan jelas ditawarkan “khusus” untuknya. Dengan demikian, sosok pembaca yang diandaikan jadi sasaran pembaca buku swa-bantu Islami adalah subjek-mengetahui yang sadar, subjek cogito, subjek yang penuh pertimbangan dan kalkulasi. Itulah sebabnya sebagian besar judul
mengandalkan
pernyataan-pernyataan
logis
yang
mengesankan
kalkulabilitas dan instrumentalitas ibadah, doa, amalan, dan lain sebagainya.
189
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Berdasarkan gambaran di atas, maka pengetahuan yang ditawarkan bukubuku swa-bantu Islami adalah connaissance: pengetahuan imajiner yang dimiliki ego yang mengira dirinya sadar, utuh, mampu mengambil jarak objektif dengan objek. Ini tidak mengherankan, karena kata Lacan, sebagian besar pengetauan manusia adalah dari jenis ini. Fungsi judul-judul buku swa-bantu Islami ketika dihadapi pembaca Muslim ibarat cermin tempat dia dapat melihat bayangan dirinya. Apa pun kualifikasi dan predikat kepribadian (ego) yang tercipta dari penanda-penanda yang termuat dalam judul-judul tersebut menjadi citra imajiner tempat fiksasi ego pembaca.
Kualitas
dan
predikat
yang
dijanjikan,
yang
ingin
dibantu
penciptaannya lewat beragam cara dan tips (how to), atau yang ingin dibantu pemolesannya (recovery), menjadi objek yang harus dikuasai oleh pembaca. Keharusan ini adalah permintaan Liyan Simbolis terhadap pembaca Muslim. Sesuai dengan uraian sebelumnya, subjek pembaca jadi terpaku pada penanda-penanda dalam judul-judul buku swa-bantu Islami dalam hubungan spekular imajiner membuat penanda-penanda tersebut jadi fetis baginya. Artinya penanda itu dia posisikan sebagai sesuatu yang akan menutupi kekurangan (lack) pada Liyan Simbolis, sesuatu yang jadi falus maternal bagi Liyan Simbolis. Jika fenomena judul-judul buku swa-bantu Islami sebagaimana yang disampaikan di atas dilihat dari sudut psikoanalisis, maka kejelasan target pembaca yang diandaikan judul-judul itu sebenarnya nisbi belaka. Pembaca tidak sesempurna yang diandaikan judul-judul itu: yang mampu berpikir logis penuh pertimbangan sebelum berbuat dan jika dia tidak tahu cara atau raguragu untuk berbuat sesuatu pasti akan berpegang pada tips dan trik yang ditawarkan buku swa-bantu Islami.
190
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Sebagai seorang subjek, pembaca akan selalu terbelah antara apa yang dia inginkan dan apa yang ditawarkan kepadanya. Keterbelahan ini melahirkan hasrat yang tak mudah dinyatakan dalam kata-kata, kecuali secara tidak langsung dalam bentuk simptom. Bisa saja seorang pembaca yang berposisi sebagai anak pada saat yang sama menanggung masalah sebagai seorang bapak atau ibu, seorang istri memendam masalah justru sebagai seorang gadis remaja dan lain sebagainya. Subjek terbelah seperti ini adalah subjek ketidaksadaran yang ditangani psikoanalisis dalam analisis, jauh berbeda dari subjek sadar yang ditangani psikologi ego dalam terapi. Karena subjek yang diandaikan akan membaca buku-buku swa-bantu Islami adalah subjek sadar dan pengetahuan yang ditawarkan adalah pengetahuan imajiner (connaissance), tidak mengherankan jika geliat industri perbukuan swa-bantu adalah bagian dari khazanah psikologi populer (dalam pengertian yang sama dengan kata populer dalam “lagu pop”). Khazanah ini adalah bagian dari tradisi psikologi ego Amerika, yaitu aliran psikologi yang memosisikan ego sebagai entitas yang tahu dan sadar, termasuk tentang dirinya sendiri. Psikoanalisis Lacanian menyebut sosok subjek yang sadar dan rasional ini sebagai “ego modern.” 21
21
“In typically sweeping style, Lacan variously identifies this state in the ego-psychology of the International Psychoanalytic Association of his time; in the ego-driven American way of life; and in the philosophical concept of Cartesian cogito as rational consciousness. Jacques-Alain Miller describes how each of these ‘states of error’ represents for Lacan the ‘“modern ego”, that is to say, the paranoiac subject of scientific civilisation, of which a warped psychology theorizes the imaginary, at the service of free enterprise’ (É: 362). Lihat Kirsten Campbell, Jacques Lacan and the Feminist Epistemology, London: Taylor and Francis Routledge, 2004, hlm. 35.
191
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
2. Eksploitasi Hasrat Metonimik Pembaca oleh Industri Perbukuan (Pembaca sebagai Subjek Ketidaksadaran) Kesan yang paling mencolok saat mengamati judul-judul buku swa-bantu Islami adalah pengulangan (repetisi). Dari sudut pandang para pelaku industri perbukuan Islami, hal ini terjadi karena satu tema atau bahkan sebuah judul yang kebetulan laku di pasaran “dikeroyok” beramai-ramai oleh beberapa penerbit
demi
mendapatkan
jatah
keuntungan.
Sedangkan
dari
sudut
psikoanalisa Lacanian, keadaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: subjek ketidaksadaran selalu dalam keadaan terbelah antara keinginannya dan permintaan orang lain. Keterbelahan ini melahirkan hasrat yang selalu mencaricari pemuasan yang justru tak mungkin diperoleh secara purna. Karena sifat dasarnya seperti ini, maka objek hasrat selalu bersifat metonimik, berganti-ganti. Dalam konteks hubungan produsen dan konsumen dalam industri perbukuan, yang terjadi adalah pembaca sebagai subjek ketidaksadaran ditawari dengan pengetahuan yang menganggapnya sebagai subjek sadar. Permainan “bertukar tangkap dengan lepas” inilah yang membuat terjadinya repetisi, sebab apa yang ditawarkan oleh dunia perbukuan (permintaan dari Liyan Simbolis) selalu meleset dari apa yang diinginkan oleh pembaca. Ini memaksa pembaca untuk mencari-cari objek lain untuk memenuhi keinginan ini. Nasib pembaca yang seperti ini, yang terus menerus berupaya mencari pemuas keinginannya, yang menghasrati sesuatu yang akan menyudahi dahaganya, dieksploitasi oleh industri perbukuan. Eksploitasi itu dilakukan dengan cara menawarkan –lebih tepatnya, menjual– berbagai penanda yang berelasi secara metonimik dengan “Islami” sebagai penanda utama. Jika repetitif adalah bentuk pengetahuan yang beredar dalam buku-buku swa-bantu
Islami,
maka
reproduktif
adalah
sifatnya.
Ini
dikarenakan
pengetahuan imajiner membuat subjek tetap berkutat pada lingkaran simbolis.
192
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Dia tidak mampu melewati permintaan Liyan Simbolis dengan melakukan separasi. Separasi bisa terjadi jika subjek mengakui ketundukannya pada Liyan Simbolis lalu dengan ketundukan ini mampu bertanya “apa sebenarnya yang dimaui Liyan Simbolis.” Di titik ini, pengetahuan tidak lagi imajiner, melainkan simbolis. Jika dilihat dalam wacana Islam normatif, tradisi yang berlangsung selama ini memang bersifat reproduktif. Panduan-panduan ibadah yang dijelaskan beserta hikmah-hikmah moral di baliknya adalah pengulangan dan reproduksi dari tema-tema lama. Dengan mudah ini dapat ditemui mulai dari apa yang terkandung dalam kitab-kitab kuning standar yang dipelajari di pesantren sampai pada ceramah-ceramah yang disampaikan lewat sms atau Facebook atau Twitter. Semua tema lama itu mengerucut pada suatu kondisi being moslem yang akan diidentifikasi oleh setiap Muslim. Wujud ekstrem dari wacana repetitif dan reproduktif ini adalah wacana yang mengidealkan –dengan cara menjiplak– kehidupan sebagai seorang Muslim sebagaimana kehidupan Nabi atau para sahabat Nabi sekitar 15 abad yang lalu. Seandainya
yang
mewarnai
buku-buku
swa-bantu
Islami
adalah
pengetahuan simbolis (savoir ) maka proses separasi dapat terjadi di mana subjek pembaca dapat berfantasi lalu melampauinya sehingga sampai pada pemahamannya sendiri tentang dirinya sebagai Muslim (jouissance). Dengan pengetahuan simbolis, penanda-penanda yang ada di tatanan simbolis mampu melahirkan pemaknaan (signification) baru bagi pembaca. Proses penggantian metaforis (metaphoric substitution) bisa terjadi. Dengan proses inilah subjek Muslim bisa mengalami dirinya sebagai seorang Muslim menurut dia sendiri. Dalam
konteks
industri
perbukuan
Islami,
pengetahuan
simbolis
sebagaimana dimaksud di atas justru disediakan dalam buku-buku yang tidak termasuk ke dalam kategori swa-bantu Islami. Setidaknya ada dua jenis buku
193
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Islami populer yang dapat dikatakan menyediakan pengetahuan simbolis ini, yakni buku yang murni berisi panduan ibadah dan yang murni berisi teks-teks suci untuk diresitasi. Untuk jenis yang pertama adalah buku panduan yang hanya –sekali lagi hanya– berisi panduan tentang bagaimana cara melakukan suatu ritual ibadah, seperti wudhu, shalat, puasa, haji, zakat dan sebagainya seperti Alat Peraga
Pendidikan: Bimbingan Cara Wudhu; Risalah Tuntunan Shalat, Tuntunan Puasa di Bulan Ramadhan; Panduan Haji untuk Semua Muslim dan Muslimah; Tanya‐Jawab tentang Zakat dan lain sebagainya. Yang perlu diperhatikan di sini adalah tidak adanya embel-embel kegunaan atau keuntungan dari segala macam ritual ibadah yang dituntunkan tata cara pelaksanaannya. Dengan cara ini, buku-buku seperti ini tidak berupaya meng-capture hasrat narsistik pembaca untuk mengidentifikasi dirinya dengan sosok kedirian yang dipantulkan dalam buku-buku itu, melainkan mempersilahkan pembaca berfantasi sendiri tentang Muslim seperti apa dia setelah bisa melaksanakan ritual yang dituntunkan dan kemudian melampaui fantasi itu. Sementara untuk jenis yang kedua adalah buku-buku yang berisi teks-teks suci untuk diresitasi, termasuk teks doa-doa, baik hanya berisi teks Arab saja maupun yang dilengkapi dengan transliterasi ke huruf Latin dan terjemahannya. Buku-buku jenis ini sudah beredar jauh sebelum maraknya buku-buku bergenre swa-bantu Islami, terutama yang dirintis oleh penerbit-penerbit Islam era 1960an seperti penerbit Thoha Putra Semarang dan al-Maarif Bandung. Buku-buku ini membubuhkan judul dengan apa adanya, tanpa menempelkan embel-embel kegunaan apa pun dari teks tersebut. Contohnya adalah Al‐Ma’tsurat Kubra &
Sughra plus Yasin dan Tahlil; Kitab Barzanji Standar; Bimbingan Shalat &
194
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Terjemahan Juz Amma Beserta Cara Membaca & Artinya; Syamsul Ma’arif; Shalawat Syeikh Abdul Qadir Jailani; Amalan Doa dan Zikir Sehari‐hari, dan lain sebagainya. Satu-satunya kegunaan yang ditawarkan oleh buku-buku ini adalah untuk dibaca (diresitasi). Pengetahuan simbolis yang akan didapat oleh pembaca akan sangat subjektif sesuai dengan apa yang dia alami secara pribadi ketika akan, sedang dan setelah meresitasi bacaan-bacaan suci tersebut. Pengetahuan pembaca tentang kemahapengampunan Allah dapat dia artikulasikan dengan caranya sendiri sesuai pengalamannya via melafazkan istigfar “astaghfirullah alazhim,” misalnya. Dia tidak perlu dijejali dengan permintaan Liyan Simbolis lewat buku berjudul Dan Allah Mahapengampun atau Dahsyatnya Taubat
Nashuha, misalnya, untuk menganggap (mengidentifikasi) dirinya sebagai hamba yang berdosa namun dapat diberi pengampunan oleh Allah.
3. Sihir Judul: Pengetahuan Imajiner dengan Kemasan Pengetahuan Simbolis Di atas dikatakan bahwa yang dieksploitasi industri perbukuan swa-bantu Islami adalah karakter metonimik hasrat pembaca. Penanda-penanda yang ditawarkan buku-buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya datang silih berganti mengikuti hasrat pembaca yang selalu mencari-cari pemuasnya. Cara berdagang yang dipakai industri perbukuan swa-bantu Islami adalah dengan menjual pengetahuan imajiner (connaissance) dengan bungkus pengetahuan simbolis (savoir).
22
Pengetahuan simbolis adalah pengetahuan
22
“Savoir” is “knowing that,” that is, it is propositional […] The two faces of savoir, then, are first, its socalled articulated aspect of theoretical knowledge and, second, what Lacan calls “savoir-faire”, know-how.” Lihat Russel Grigg, Lacan, Language and Philosophy, New York: SUNY Press, 2008, hlm. 134.
195
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
yang bersifat knowing that, yang bisa berbentuk pengetahuan teoretis maupun know-how. Secara denotatif, judul-judul buku swa-bantu Islami mengacu pada pengetahuan know-how ini. Inilah yang membuat buku swa-bantu juga disebut buku how to, karena dia berpretensi berisi pengetahuan tentang know-how to be …..(bagaimana cara untuk menjadi…) Titik-titik ini bisa diisi oleh status subjektif apapun yang berpredikat Islami. Predikat Islami itu dalam judul-judul ditunjukkan secara eksplisit oleh kata-kata “menurut”, “sesuai”, “dalam”, “a la”, “di sisi” sebagaimana bisa dilihat dalam contoh-contoh yang telah disampaikan sebelumnya. Di sini fungsi “Islami” sebagai penanda tuan ditampakkan secara kentara, “sebagai cap.” Dengan kata lain, dari sudut pemasaran, penanda tuan “Islami” itu menjadi semacam “merek.” Namun hal ini hanyalah kemasan belaka, karena yang pengetahuan yang sebenarnya dikemas adalah pengetahuan imajiner. Pengetahuan ini menjadi cermin tempat ego seseorang melihat bayangannya dan mengira bayangan itu identik dengan dirinya dan oleh karena itu layak dikuasai (to be mastered). Bayangan spekular ego yang layak dikuasai itulah yang dijanjikan oleh buku swa-bantu akan dibantu penguasaan atasnya melalui tips dan kiat yang ditawarkannya secara sistematis dan terformulasi dengan baik. Buku berjudul Kiat Menjadi Muslimah Seutuhnya misalnya, dengan terangterangan menawarkan cara-cara yang dapat ditempuh agar seseorang mendapatkan apa yang diinginkannya, yakni “menjadi Muslimah seutuhnya.” Namun justru karena keterusterangan inilah judul tersebut malah menjadi cermin tempat seorang wanita mendapati bayangan egonya dan dia pun terfiksasi pada bayangan ini. Karena pada dasarnya subjektivitas adalah selalu subjek yang terbelah, yang selalu bimbang dan resah akibat diskrepansi antara
196
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
apa yang diinginkan dengan apa yang diminta Liyan lewat tawaran, maka hasrat wanita akan “kesejatian” dirinya akan terus mencari-cari dengan cara mengitari objet petit a yang tak mungkin diperoleh sekali dan untuk selamanya untuk memuaskan hasrat tersebut. Akhirnya dia pun berpindah-pindah dari satu objek ke objek lain, dari penanda satu ke penanda lain. Penanda-penanda itu bisa ditemui misalnya dalam buku-buku berjudul, Table II.9: Contoh Judul-judul yang menawarkan Sosok Pribadi Muslimah
Agar Menjadi Muslimah Luar Biasa Buku Sakti Muslimah; Engkaulah Muslimah Paling Istimewa Inilah Kriteria Muslimah Dambaan Pria Menjadi Muslimah Bahagia; Menjadi Muslimah Yang Di Cintai Allah Muslimah Panen Pahala Setiap Hari Muslimah Super,Dahsyat Dan Luar Biasa! Perempuan Tidak Harus Taat: 301 Kunci Hidup Menjadi Muslimah Salehah, Bahagia, Dan Penuh Berkah Resep Resep Cespleng Pemancar Inner Beauty Muslimah Tips Mudah Shalat Khusyuk Untuk Muslimah Wanita Muslimah Inilah Surgamu Selain melalui penanda-penanda yang berelasi metonimik dengan penanda tuan “Islami,’ pengetahuan imajiner juga ditawarkan melalui bungkus pengetahuan simbolis lewat bentuk retorika judul-judul yang menjanjikan ketersingkapan dan keinstanan berdasarkan logika jika-maka. Idealnya pengetahuan
simbolis
yang
berisi
penanda-penanda
simbolis
mampu
menghantarkan subjek ketidaksadaran pada penemuan “being-nya” via separasi, fantasi dan pelampauan fantasi. Semua bentuk retorika ini mestinya diposisikan sebagai semacam narasi yang mampu menghisterisasi subjek pembaca, menimbulkan kegelisahan dalam dirinya bahwa apa yang dijanjikan itu tidak memuaskan dan ternyata Liyan tak mampu (lack). Namun kenyataan ledakan produksi buku swa-bantu Islami membuktikan sebaliknya. Bentukbentuk retorika tersebut menjadi bagaikan shortcut di layar komputer. Dengan
197
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
mengklik ikon shortcut (jalan pintas), seseorang akan dihantarkan ke file atau program yang dimaksud oleh sistem operasi sebuah komputer. Judul-judul yang menjanjikan kegunaan dan keuntungan ibadah, cara gampang dan jelas untuk menjadi sosok Muslim ideal, menjadi semacam ikon. Pembaca menganggap dia hanya perlu “mengklik” ikon itu dan setelah itu dia merasa sudah sampai pada kondisi ideal tersebut. Analogi ini ingin menunjukkan bahwa status judul-judul buku swa-bantu Islami sebagai fetis bagi subjek pembaca yang perversif sebagaimana yang diulas di awal terkonfirmasi oleh kenyataan bagaimana pengetahuan imajiner yang disodorkan dengan kemasan pengetahuan simbolis membuat subjek ketidaksadaran merasa sudah merasa jadi subjek yang utuh, tidak split dengan hanya berpegang pada fetis, dengan hanya mengklik ikon! Sekarang tinggal lagi menjelaskan sistem operasi yang memungkinkan subjek bisa merasa sampai pada file atau program yang dituju dengan hanya mengklik shorcut, mengapa subjek merasa sudah jadi Muslim yang utuh (jouissance) dengan hanya memegang fetis. Liyan Simbolis dalam industri perbukuan Islami dengan percaya diri menampilkan sosok yang utuh tanpa kekurangan (tanpa lack). Kepercayaan diri ini adalah tuntutan dari hakikatnya sebagai sebuah industri. Tak akan mungkin pedagang akan berhasil dalam niat dasarnya sebagai seorang pedagang jika dia tidak percaya diri dengan apa yang dia jual dan tak mampu menjajakan dagangan dengan meyakinkan. Dilihat
dari
sudut
psikoanalisa
dan
dalam
hubungannya
dengan
subjektivitas pembaca Muslim, justru kepercayaan diri yang dituntut dunia dagang inilah yang membuatnya mandul: tidak mampu menghisterisasi subjek pembaca sehingga bisa menceraikan diri dari Liyan dan berfantasi. Agar pengetahuan yang ditawarkan dalam buku-buku swa-bantu Islami bisa menjadi
198
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pengetahuan simbolis dalam arti sebagaimana yang dimaksud Lacan, Liyan Simbolis dalam dunia perbukuan Islami harus menampilkan diri sebagai kekurangan (lack). Nampaknya, selain melalui buku-buku populer dalam bentuk buku yang murni berisi panduan ibadah dan buku-buku teks suci yang akan diresitasi, Liyan Simbolis dalam dunia perbukuan Islami dapat diharapkan muncul dalam buku-buku yang bersifat sastrawi atau puitis, yakni buku-buku yang menawarkan penandapenanda
metaforis
yang
ketika
dikonsumsi
pembaca
mampu
melahirkan
pemaknaan-pemaknaan baru. Dalam khazanah perbukuan Islam, buku-buku atau teks-teks seperti ini bukanlah barang baru dan asing. Wacana sufistik adalah salah satu contoh dari kandungan buku-buku yang bisa melahirkan pemaknaan-pemaknaan baru. Dalam tradisi Islam di Nusantara, kaum Muslim mengenal teks-teks seperti Gurindam Dua Belas, berbagai macam suluk dalam tradisi Islam yang berkembang di pulau Jawa, atau beragam versi kisah hidup Abu Nuwas. Dalam perbendaharaan sastra modern terdapat puisi-puisi Danarto atau novel-novel Hamka, untuk sekedar menyebut beberapa penulis yang menghasilkan buku-buku yang menawarkan pengetahuan simbolis. Dalam perkembangan perbukuan Islam populer, pernah terjadi tren bukubuku sufistik sebagaimana yang dirintis oleh penerbit Pustaka Sufi dan Navila di era 1990-an. Keduanya mempopulerkan terjemahan puisi-puisi sufistik Jalaluddin Rumi. Namun tren ini kemudian digantikan oleh tren swa-bantu Islami yang memodifikasi sedemikian rupa wacana sufistik yang metaforis menjadi metonimik. Ini terlihat dalam judul-judul seperti Menguak Pengalaman Sufistik; Menggapai Kecerdasan
Sufistik; Rahasia Sufi Bertemu Tuhan; Strategi Sufi Semar; Menjadi Sufi yang Kaya
199
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Raya; Terapi Hati Model Sufi; Seri Sufi Modern 5: Menjadi Manusia yang Tercerahkan dan lain sebagainya.
200
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
BAB V PENUTUP
Penelitian tentang fenomena buku-buku populer Islam bergenre swa-bantu ini adalah penelitian tentang produk-produk kultural. Penelitian ini menyoroti judul-judul buku swa-bantu Islami karena berdasarkan kenyataan yang ditemukan di lapangan industri penerbitan buku di Indonesia, judul-judul adalah “tempat bermain” para produsen buku dalam mengemas produknya. Sementara masalah utama yang digeluti penelitian ini adalah seputar subjektivitas pembaca Muslim yang disapa buku swabantu Islami pertama kali lewat judul-judulnya. A. Kesimpulan-kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Jawaban umum masalah utama penelitian ini adalah bahwa dari perspektif psikoanalisis Lacanian, subjektivitas keMusliman yang diwacanakan buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya adalah subjek perversif dan juduljudul itu menjadi fetis. Buku swa-bantu Islami digunakan pembaca Muslim untuk menutupi kekurangan (lack) umum yang ada pada wacana umum keislaman Indonesia kontemporer, yakni kondisi being moslem yang sejati. Kekurangan ini terjadi karena tataran simbolis tempat wacana keislaman itu diproduksi dan dikonsumsi pada dasarnya memang tidak menyediakan kepastian tentang apa dan
bagaimana
sesungguhnya
being
201
moslem
yang
sejati.
Pluralitas
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
pemaknaan dan kompetisi otoritas makna adalah bukti dari ketidakmampuan Liyan Simbolis wacana keislaman menyediakan “makna” keislaman yang hakiki. Judul-judul buku swa-bantu Islami menjadi fetis karena mayoritas pembaca memosisikannya sebagai penutup kekurangan (lack) Liyan Simbolis tadi. KeMusliman yang hakiki dambaan Liyan Simbolis menjelma jadi objek yang berfungsi sebagai falus maternal, objek yang akan menutup dan mencoba memuaskan hasrat Liyan Simbolis. Pembaca Muslim memosisikan judul-judul sebagai falus maternal. Dengan demikian judul-judul itu jadi fetis. Hubungan subjek pembaca yang perversif dengan judul-judul buku swa-bantu Islami berlangsung dalam mekanisme fetisisme penanda. Sebab yang jadi objek qua falus maternal bagi pembaca perversif adalah penanda-penanda (kata-kata, bentuk retoris, angka) dalam judul-judul. Industri perbukuan Islam populer kemudian memanfaatkan mekanisme fetisisme penanda tersebut sebagai peluang meraup keuntungan ekonomis. Diversifikasi produk dalam bahasa marketing dapat dijelaskan lewat logika metonimik hasrat. Logika hasrat yang metonimik inilah yang dieksploitasi oleh pemilik modal –penulis, penerbit, percetakan, distributor, peresensi dan pengulas– dalam industri perbukan.
2. Temuan Khusus Selain jawaban umum di atas, penelitian ini juga memperoleh temuantemuan
yang
lebih
spesifik
berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan
yang
dirumuskan di awal. a. Gambaran produksi buku-buku swa-bantu Islami - Proses produksi buku-buku swa-bantu Islami tidak berbeda dengan barang-barang
komoditas
lain.
202
Buku-buku
diposisikan
sebagai
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
- Maraknya genre swa-bantu Islami dikarenakan permintaan pasar yang makin besar. Permintaan ini menanjak seiring naik daunnya simbolsimbol
keislaman
dalam
peta
politik
identitas.
Orang
Muslim
memerlukan citra (image) keislaman yang akan diidentifikasi supaya eksis dalam pergaulan sosial dengan orang lain. - Hal yang membedakan buku swa-bantu Islami dengan produk lain, termasuk buku-buku bergenre lain, adalah dia tidak bisa terpisah dari gerak wacana kislaman secara umum, baik yang bersifat ekonomi politik maupun akademis. Wacana ekonomi-politik yang berpihak pada Islam setelah mangkatnya rezim Orde baru memberi legitimasi pada citra keislaman tertentu untuk diidentifikasi oleh subjek Muslim. Wacana ekonomi-politik yang memberi legitimasi pada citra keMusliman yang disuguhkan buku swa-bantu Islami adalah ekonomi-politik liberal. Sementara wacana keislaman akademis berpengaruh pada genre swa-bantu dalam hal memberi legitimasi ilmiah. Buku-buku swa-bantu Islami memuat wacana saintifik tertentu (terutama kedokteran) agar legitim di mata calon pembaca.
b. Seputar judul-judul buku swa-bantu Islami - Judul-judul dibuat sedemikian rupa untuk menarik perhatian calon pembaca/pembeli. Produsen buku menjadikan judul buku sekaligus
203
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
- Judul dibuat menarik dengan dua teknik retorika/persuasi: membuatnya tampil
beda/mencolok
dan
membuatnya
menggiurkan
karena
menjanjikan hal yang luar biasa. - Berdasarkan temanya, judul-judul buku swa-bantu Islam dalam penelitian ini dapat dikategorisasi sebagai berikut: (1) Tema rumah tangga. (2) Tema Parenting. (3) Tema ekonomi dan mata pencaharian. (4) Tema penguatan daya tahan psikis.
c. Masalah Posisi Subjek - Subjek pembaca diandaikan oleh judul-judulnya sebagai ego rasional (subjek cartesian, subjek modern). Subjek ini diandaikan mampu membuat perhitungan rasional dengan rasio instrumental (logika sarana-tujuan) apa saja yang perlu dia ketahui dan lakukan untuk mengatasi masalahnya. Jika yang jadi masalah bagi dia adalah bagaimana jadi seorang Muslim sejati, maka dia diandaikan oleh buku swa-bantu mampu memutuskan dengan sadar apa saja yang harus dilakukan untuk tujuan itu. - Dengan pengandaian seperti itu, judul-judul swa-bantu Islami secara eksplisit maupun implisit menyasar sosok pembaca yang jelas (fix). Dalam proses produksi, prinsip ini diterjemahkan menjadi segmentasi pasar berdasarkan kategori pembaca.
204
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
d. Pengetahuan yang ditawarkan buku swa-bantu Islami. - Buku swa-bantu Islami lewat judul-judulnya menawarkan pengetahuan imajiner (connaissance) yang akan diidentifikasi oleh subjek pembaca. Subjek
pembaca
rasional
diandaikan
judul-judul
tersebut
akan
mengidentifikasi dirinya dengan sosok keMusliman yang ditawarkannya. - Proses identifikasi ini akan berlangsung dengan cara objektivikasi. Pembaca akan berusaha menguasai citra keMusliman yang ditawarkan, dan dengan pertimbangan rasional akan mengikuti cara atau kiat yang ditawarkan buku-buku tersebut untuk menguasainya.
B. Harapan Secara pribadi, penelitian ini didasarkan pada rasa penasaran apa yang membuat genre swa-bantu Islam booming pada dasawarsa 2000-an. Secara akademis, penelitian ini ingin belajar menerapkan psikoanalisa Lacanian pada penelitian fenomena budaya kontemporer. Terkait soal budaya masyarakat Muslim Indonesia kontemporer, masih banyak hal lain yang perlu didalami lewat penelitian lain di kesempatan selanjutnya, baik dari aspek teoretis maupun metodologis. Di antaranya, memilih teori dan konsep psikoanalisis Lacanian yang relevan secara sosiologis untuk masyarakat Indonesia, terutama untuk kajian-kajian religi dan budaya. Sementara secara metodologis, harus banyak dilakukan penelitian yang akhirnya bisa menemukan perumusan masalah keagamaan yang khas psikoanalisis. Secara konkret dapat diusulkan wilayah yang dapat dieksplorasi dalam penelitian-penelitian yang akan datang. Di antaranya adalah wilayah bahasa dan sastra. Di sini dapat dielaborasi masalah bagaimana bentuk-bentuk bahasa puitik/metaforis bisa dipakai untuk menyemburkan makna-makna keislaman yang
205
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
baru dan segar dari lapangan religi dan budaya di nusantara, terutama kebudayaan Islam. Tujuan yang ingin dicapai lewat harapan ini adalah mencari cara lain dalam menjawab persoalan yang selama ini hanya disebut dengan isu komodifikasi agama atau Islami politik. Secara politis, dengan psikoanalisa diharapkan riset-riset akademis dapat mengkritisi kekuasaan baik ekonomi maupun politik dengan cara yang tidak heroiknarsistik, tapi dengan ironi (menertawakan dan mempermalukan nafsu sendiri).
206
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku Adhe. Declare! Dari Balik Dapur Penerbit-penerbit Jogja. Yogyakarta: KPJ (Komunitas Penerbit Jogja). 2007. Agustian, Ari Ginanjar. ESQ: Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Penerbit Arga cet. XXVIII 2006 (cet. I, 2001) Al-Qarni , Aidh. La Tahzan: Jangan Bersedih!. diterjemahkan oleh Samson Rahman, Jakarta: Qisthi Press, cet. XVIII, 2005. Askehhave, Inger. “If language is a game–these are the rules: a search into the rhetoric of the spiritual self-help book If Life is a Game–These are Rules, dalam Discourse and Society, vol. 15 (1), 2004. Bagir, Haidar. “Jagat Buku Islam dan Kebangkitan Nasional”, diakses dan diunduh dari situs Mizan.com tanggal 16 November 2009, pernah dimuat dalam Tempo, edisi 19-26 Mei 2008 Bartholomew, Richard. “Publishing, Celebrity, and the Globalisation of Conservative Protestanism, dalam Journal of Contemporary Religion, Vol. 21, No. 1, 2006. Baudrillard, Jean, For A Critique of the Political Economy of the Sign, St. Louis, MO.: Tellos Press, 1981. Baudrillard, Jean, Seduction, Montreal: New World Perspectives, 1990. (dalam format PDF) Baudrillard, Jean, The Consumer Society, London: Sage Publications, 1998. (dalam format PDF) Bourdieu, Pierre. The Field of Cultural Production, London: Blackwell Publisher. 1993 Bracher, Mark. Lacan, Discourse, and Social Change: Psychoanalytic Cultural Criticism, terj. Gunawan Admiranto, Yogyakarta: Jalasutra, 2009. Campbell, Kirsten. Jacques Lacan and the Feminist Epistemology, London: Taylor and Francis Routledge, 2004 Chaitin,
Gilbert.Rhetoric and Culture in Lacan, Cambridge: Cambridge University Press, 1996
Dor, Joël & Guwerwich, Judith Feher. Introduction to the Reading of Lacan: The
207
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Unconscious Structured like a Language,Other Press.... Eickmann, Dale dan Jon. W. Anderson, “Print Islam and the Prospect for Civic Pluralism: New Religious Writings and their Audiences,” Journal of Islamic Studies, 8: 1 (1997) Eidelsztein, Alfredo. The Graph of Desire Using the Work of Jacques Lacan, London: Karnac, 2009. Faruk, “Buku-buku Islam dalam Konteks Ekstasi Komunikasi,” dalam Zuli Qodir et.al (eds) Anotasi 200 Buku Islam Karya Muslim Indonesia, Yogyakarta: Dianinterfidei, 1998 Fink, Bruce. A Clinical Introduction To Lacanian Psychoanalysis (theory and Technique), London, England: Harvard University Press, 1997. Fink, Bruce. The Lacanian subject: between language and jouissance, New Jersey: Princeton University Press, 1995. Hasleden, Rebeca. “Love Yourself: The Relationship of the Self with itself in popular self-help texts,” dalam Journal of Sociology, Vol. 39 (4), 2009. Hefner, Robert, “Print Islam: Mass Media and Ideological Rivalries among Indonesians Muslims, Indonesia, 87, 1997. Kaminer, Wendy. Saving Therapy: Exploring The Religious Self-Help Literature, dalam Theology Today, Vol. XLVIII, No, 3, Okt. 1991. Kesel, Marc De. Eros and Ethics : reading Jacques Lacan’s Seminar VII, translated by Sigi Jottkandt, State University of New York: Sunny Press, 2009. Kimman, Eduard J. J. M., Indonesian Publishing: Economic Organizations in a Langganan Society, West German: Holandia Baarn, 1981. Kleden, Ignas. “Buku di Indonesia: Perspektif Ekonomi Tentang Kebudayaan”, dalam Buku dalam Indonesia Baru, (ed.) Alfons Taryadi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999, hlm. 7. Lacan, Jacques. “The Ethics of Psychoanalysis 1959-1960,” Jacques-Alain Miller (ed.), THE SEMINAR OF JACQUES LACAN, translated with notes by Dennis Porter, New York, London: Norton & Company, 1997. Lacan, Jacques. ĒCRITS (The First Complete Edition in English), Transleted by Bruce Fink in collaboration with Hēloȉse Fink and Russell Grigg, New York. London: W.W. Norton & Company, 2005. Lacan, Jacques. Ēcrits A Selection, translated from the French by Alan Sheridan, London:TAVISTOCK Publication, 1997. Larson, Jorgen & Crhister Sanne, “Self-help Books on Avoiding Time Shortage,” dalam Time & Society Vol. 14, no2/3, 2005.
208
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
McGee, Micki. Self-Help Inc.: Makeover Culture in American Life, New York: Oxford University Press, 2005 (Dalam bentuk PDF). Novriantoni, “Membaca Peta Industri Perbukuan Islam”, dalam situs Jaringan Islam Liberal, edisi 19 Maret 2007, diakses dan diunduh 13 Mei 2009. Pfaller, Robert, “Where is Your Hamster?: The Concept of Ideology in Slavoj Zizek’s Cultural Theory,” dalam Geoff Boucher, et.al., Traversing the Fantasy: Critical Responses to Slavoj Zizek, London: Ashagate, 2005 Phillip, Brigid, “Analysing the Politics of Self-help books on Depression, dalam Journal of Sociology, vol. 45 (2), 2009. Possamai, Adam. “Alternative Spiritualities and the Cultural Logic of Late Capitalism,” dalam Culture and Religion Vol. 4, no 1, 2000. Sudati, Wiwik, “Menakar Kontribusi Buku-buku Spritual Populer, dalam Koran Tempo, 25 Februari 2007. Sunardi, St. Hand out mata kuliah psikoanalisa di Program Studi Magister Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, 2011-2012. Thomas, Pradip. “Selling God/Saving Souls”: Religious Commodities, Spritual Markets and the Media,” dalam Global Media and Communication, Vol. 5 (1), 2009. Turner, Bryan S., “Religius Speech: The Ineffable Nature of Religious Communication in the Information Age,” dalam Theory, Culture & Society, Vol. 25 (7-8), 2008. Vermonte, Phillip J. “Penerbitan Islam di Indonesia: Menuju Sebuah Print Culture?” dalam Rizal Sukma dan Clara Joewono (ed.), Gerakan & Pemikiran Islam Indonesia Kontemporer, Jakarta: CSIS, 2007. Watson, C. W., “Islamic Books and Their Publishers: Notes on The Contemporary Indonesian Scene,” dalam Journal of Islamic Studies 16:2, 2005. Žižek, Slavoj (ed). Cogito and the Unconscious, Durham and London: Duke University Press, 1998. Žĭžek, Slavoj (ed.). JACQUES LACAN Critical Evaluations in Cultural Theory,Volume IV Culture, London and New York: Routledge Taylor & Francis Group, 2002. Žĭžek, Slavoj. The Plague of Fantasies, London: Verso, 2008.
Situs Internet
Blog Dua Mata.blogspot.com Blog Dwi Hardianto:Note a Journalist who Tried to be Consistent and Inner, “Penerbit Bulan Bintang, Riwayatmu Kini.”
209
PLAGIAT PLAGIATMERUPAKAN MERUPAKANTINDAKAN TINDAKANTIDAK TIDAKTERPUJI TERPUJI
Blog iboekoe Gramedia.com Social Agency Baru.com Tempo online Toko walisongo.com
Narasumber Wawancara Ade Makruf (praktisi penerbitan dan penulis buku Daclare! Dari Balik Dapur Penerbitan Yogyakarta) Anwar Basit (ex-editor penerbit Insan Madani dan pemilik percetakan RGB Yogyakarta) Ashad Kusuma Djaya (pimpinan Penerbit Kreasi Wacana) Bambang Trim (pengamat industri perbukuan nasional) Hairus Salim (tokoh penerbit LKiS Yogyakarta) Indra (pimpinan pelaksana dan editor kelompok penerbit AK Grup) Okdinata (karyawan Toko Buku Diskon Togamas Yogyakarta) Syahrial Dukat (pimpinan penerbit dan percetakan AK Grup Yogyakarta)
210