BULETIN
SANGKAKALA MENYUARAKAN PEMBAHARUAN DAN KEMAJUAN
ISSN 0216-3609
Edisi Kedelapan Tahun 2010
Pentingnya Komunikasi Non Verbal Saat Pustakawan Melayani Pemustaka Hak Cipta Pada Perpustakaan Digital Di Indonesia
Jogja Library For All (JLA) “Yang Semestinya Dan Senyatanya” Serat Suryaraja Kekayaan Budaya Yogyakarta
Tata Cara dan Teknik Kliping Dalam Rangka Penyelamatan Informasi
DAFTAR ISI
SANGKAKALA
STT : 605/SK/Ditjend PPG/SPT/1979 ISSN 0216 - 3609
Diterbitkan oleh : Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY Penanggung Jawab Dra. Kristiana Swasti, M.Si Pemimpin Redaksi Dra. Monika Nur Lastiyani, MM Sekretaris Redaksi Sulistyadi Anggota Redaksi Drs. J Budihartono A.Tuti Wahyuni, SH Drs. Burhanudin, DR Penyunting Agung Nugroho, SIP Drs. Y Agustirto S Rini Handayani, SE, M.Si Meiranti Nurani, SH Lay Out M. Rosyid Budiman, SSi Wiwik Tarmini, SIP Fauziah Yulianti, SS FM Sari Astuti, SH Alamat Redaksi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY Jl. Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta Redaksi menerima sumbangan naskah dari pihak manapun, dengan catatan ditulis dalam bahasa yang mudah dimengerti, 1 1/2 spasi, besar huruf panjang maksimal 6 lembar folio, lebih baik disertakan foto atau ilustrasi. Redaksi berhak mengedit naskah sesuai dengan yang dibutuhkan dan naskah yang masuk menjadi milik redaksi, keputusan pemuatan ada pada redaksi. Sampul depan luar : Grafis oleh ndellz Sampul belakang : ndellz
HAK CIPTA PADA PERPUSTAKAAN DIGITAL DI INDONESIA
4
PENTINGNYA KOMUNIKASI NONVERBAL SAAT PUSTAKAWAN MELAYANI PEMUSTAKA
10
HaPe, Sang Biangkerok !
15
JOGJA LIBRARY for ALL (JLA) “YANG SEMESTINYA DAN SENYATANYA”
16
RESENSI BUKU
19
GEGURITAN
21
TATA CARA DAN TEKNIK KLIPING DALAM RANGKA PENYELAMATAN INFORMASI
24
JOGJA LIBRARY CENTER BPAD DIY SEBAGAI PUSAT PERPUSTAKAAN DI YOGYA
30
DIDAKTIK DALAM SERAT SANGU GESANG Memaknai Hidup Melalui Pustaka Lama
34
Serat Suryaraja Kekayaan Budaya Yogyakarta
36
Salam Redaksi BUKU DAN KEHIDUPAN Kebutuhan paling mendasar bagi kehidupan manusia adalah pangan, sandang, dan papan. Artinya apabila ketiga hal tersebut terpenuhi orang dapat melangsungkan kehidupannya. Hidup dalam artian biologis ! Tidak demikian untuk dapat diartikan hidup yang sehidup-hidupnya. Apalah artinya hidup secara biologis tetapi tidak memberi arti bagi perjalanan hidupnya? Berangkat dari konsep bahwa hidup tidak sekedar meniti napas dari pagi hingga petang, maka melebarlah kebutuhan hidup manusia. Bukan sekedar untuk mangan, nyandang, dan mapan. Kalaupun orang nrima untuk mengejar pangan, sandang, dan papan berarti dapat diartikan mereka sebagai manusia yang sekedar hidup. Atau lebih sederhana lagi sebagai orang yang numpang hidup. Maka sebenarnya tak usah kagum pada mereka yang suka pesta, pamer pakaian, atau pamer kepemilikan rumah, sebab hakekatnya mereka adalah manusia sederhana yang hanya terkungkung oleh konsep hidup yang paling mendasar. Untuk dapat memberi arti bagi kehidupannya sudah tentu orang mesti menyesuaikan dirinya dengan konteks jamannya. Pada masyarakat primitif yang harus mengangkat pedang untuk membangun kekuasaan, maka orang yang lihai memainkan pedangnya, dialah orang yang berusaha memberi arti hidup. Sudah tentu, berbeda bagi orang yang hidup di era global. Konsep mengangkat pedang menjadi sesuatu yang out of date ! Termasuk pamer kekayaan, hura-hura, atau unjuk kekuasaan, bukan merupakan konsep yang memberi makna hidup yang sesungguhnya. Di era yang ditandai dengan derasnya arus informasi ini adalah mereka yang menguasai informasilah yang dapat diartikan orang yang hidup dengan sesungguhnya. Mereka yang haus informasilah sesungguhnya orang yang memberi makna bagi hidupnya. Pertanyaannya adalah sejauh mana informasi “SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
menjadi kebutuhan hidup kita? Kalau toh kita termasuk orang yang masih bangga sering gonta-ganti kendaraan, atau tv, jangan sebut sebagai orang modern. Atau suka ganti hape mewah sekedar untuk prestise, sesungguhnya orang seperti ini termasuk mereka yang mengalami culture shocks ! Akan tetapi apabila kita senantiasa penasaran mencari buku-buku terbitan terbaru, itulah sesungguhnya langkah tepat untuk menjadikan hidup menjadi berarti. Dengan kata lain, untuk mengukur sejauh mana hidup memiliki arti adalah apabila menjadikan buku sebagai salah satu kebutuhan hidup. Buku dalam bentuk apapun dan media apapun! Karena buku adalah salah satu sumber informasi. Buku menjadi jendela untuk menatap cakrawala. Buku yang menjadikan seseorang berilmu. Buku yang menuntun kaki kita melangkah maju! Dalam setiap edisi SANGKAKALA senantiasa mendorong untuk menjadikan hidup kita bukan sekedar ‘numpang hidup’ tetapi hidup yang memiliki makna dengan menjadikan membaca sebagai budaya, serta menjadikan buku sebagai kebutuhan hidup. Beberapa artikel pada edisi ini membahas mengenai dunia perpustakaan dengan segala romatikanya. Juga tentang ‘mimpi’ jaringan perpustakaan yang tak jua menjadi kenyataan. Hal yang perlu ditegaskan adalah bahwa SANGKAKALA bukan hakim. Segenap sajian yang ada bukan berarti statemen final tetapi lebih sebagai stumulus untuk mendapatkan sintesa bagi upaya memajukan dunia perpustakaan. Kalaupun banyak sajian yang sebenarnya di ‘bawah’ nilai kepantasan, jangan berkomentar “ah cuma kayak gitu”. Ubahlah komentar tersebut menjadi statemen manis “.... untung masih ada yang mau menulis!” Syukur anda termasuk yang tergerak untuk berpartisipasi pada edisi selanjutnya! (HAN)
3
HAK CIPTA PADA PERPUSTAKAAN DIGITAL DI INDONESIA : Suatu tinjauan singkat Suwardi (Pustakawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)
P
Salah satu pilihan jawaban erkembangan teknologi pada satu atas tantangan ini adalah bidang selalu akan Perpustakaan Digital. Secara berpengaruh kepada bidang yang sepintas perpustakaan digital lain, salah satu yang paling besar pengaruhnya adalah kemajuan pada teknologi komputer dan informasi. Perpustakaan yang semula sebagai bidang ilmu yang berdiri sendiri, kemudian digabung dengan bidang informasi menjadi ilmu perpustakaan dan informasi, meskipun masih menjadi perdebatan. Pengaruh ini tidak hanya sebatas pada definisi bidang ilmu, namun pengaruh yang sesungguhnya yaitu pada pekerjaan riil perpustakaan. menghadirkan kemudahan akses Hal ini menghadirkan tantangan informasi bagi para pengguna Kemajuan & bagi perpustakaan, bagaimana perpustakaan. memanfaatkan teknologi perkembangan teknologi komputer tersebut untuk memilih bentuk dan jaringan memperkuat asumsi yang tepat dalam memberikan ini, hal ini karena teknologi tersebut kemudahan akses informasi bagi telah memudahkan transfer/ aliran data/informasi ke berbagai penggunanya.
4
tempat tanpa ada halangan batas geografis. Definisi dan Pengertian Sampai saat ini belum ada definisi yang seragam tentang perpustakaan digital, banyak ahli maupun institusi yang mendefinisikan perpustakaan digital menurut cara pandang masing-masing. Beberapa definisi perpustakaan digital: The Digital Library Federation mendefinisikan sebagai berikut: “Organizations that provide the resource, including the specialized staff, to select, structure, offer intellectual access to, interpret, distribute, preserve the integrity of, and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readily and economically available for use by a defined community or set of communities” (Walters dalam Setiarso, ). T. B. Rajashekar mendefinikan sebagai berikut:
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
“a managed collection of information, with associated services, where the information is stored in digital formats and accessible over a network”.
seperti “Electronic Library” atau “Virtual Library” masih dianggap sebagai sinonimnya dan sering juga digunakan. Karen Drabenstott menawarkan 14 definisi yang dipublikasikan antara tahun 1987 sampai 1993 dan berdasarkan ke 14 definisi tersebut Assotiation of Research Library secara umum menjelaskan bahwa adanya perbedaan-perbedaan tersebut disebabkan oleh:
John Millard mendefinisikan sebagai berikut: “libraries that are distinguished from information retrieval systems because they include more type of media, provide additional functionally and services, and include other stages of the information life cycle, from creation through use. a. Perpustakaan digital bukan Digital libraries can be viewed as a merupakan suatu entitas new form of information institution tunggal or as an extension of services libraries currently provide”. b. Perpustakaan digital memerlukan teknologi untuk Wikipedia Indonesia menghubungkan banyak mendefinisikan sebagai berikut: sumberdaya, perpustakaan “perpustakaan yang mempunyai dan pelayanan informasi koleksi buku sebagian besar dalam bentuk format digital dan yang bisa c. Hubungan beberapa diakses dengan komputer. Jenis Perpustakaan Digital dan perpustakaan ini berbeda dengan pelayanan informasi adalah jenis perpustakaan konvensional transparan kepada pengguna yang berupa kumpulan buku tercetak, film mikro, atapun akhir kaset audio, video dll. Isi dari d. Tujuannya adalah akses secara perpustakaan digital berada dalam universal dan pelayanan suatu komputer server yang bisa informasi ditempatkan secara local, maupun di lokasi yang jauh, namun dapat e. Koleksi Perpustakaan Digital diakses dengan cepat dan mudah adalah tidak terbatas terhadap lewat jaringan komputer”. dokumen, tetapi berkembang pada digital artifacts yang Definisi-definisi tersebut tidak dapat disajikan atau menunjukkan bahwa perpustakaan didistribusikan dalam format digital belum didefinisikan secara tercetak. jelas untuk dapat dijadikan Pada dasarnya standar atau acuan dalam dunia pendidikan. Istilah-istilah lain perpustakaan digital itu sama
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dengan perpustakaan biasa, satu hal yang membedakannya adalah prosedur kerja berbasis komputer dan sumber informasinya digital. Perpustakaan digital tidak berdiri sendiri, melainkan terkait dengan sumber-sumber lain dan pelayanan informasinya terbuka bagi pengguna di seluruh dunia. Koleksi perpustakaan digital tidak terbatas pada dokumen elektronik pengganti bentuk cetak saja, ruang lingkup koleksinya malah sampai pada artefak digital yang tidak bisa digantikan dalam bentuk tercetak. Koleksinya menekankan pada isi informasi, jenisnya dari dokumen tradisional sampai hasil penelusuran. Pengembangan Perpustakaan Digital ‘Cikal bakal’ perpustakaan digital menurut Sulistyo Basuki dan Winy Purtini digagas pertama kali oleh Vannenar Bush pada awal tahun 1940-an (dalam Arif, 2005: 6). Sebagai penasehat Presiden Roosevelt bidang ilmu pengetahuan, dia menghadapi masalah banyaknya informasi (ledakan informasi) dan masih disimpan dalam bentuk analog. Keadaan ini menyulitkan dalam akses informasi khususnya hasil penelitian yang sudah dipublikasikan. Berangkat dari
5
keadaan ini dia menggagas ‘thinking machine’ dan sebuah ‘device’ (kemudian disebut MemEx) yang memungkinkan seseorang menyimpan buku, record dan komunikasinya. MemEx kemudian dimekanisasi sehingga memungkinkan konsultasi informasi yang cepat dan luwes. Keterbukaan akses terhadap koleksi perpustakaan telah diusahakan oleh para
digital yang kemudian dikenal sebagai TULIP (The University Licensing Project)(dalam Wahono). Tahun 1994, Library of Congress mengeluarkan rancangan National Digital Library dengan menggunakan penyimpanan, penelusuran dan tampilan teks dokumen secara elektronik. Kemudian tahun 1995 enam universitas di Amerika Serikat yaitu: Carnegie Mellon University,
Pe n g e m b a n g a n perpustakaan digital tidak dapat dilakukan secara serampangan, tetapi perlu suatu formulasi yang terencana dengan rapi. Pengembangan ini menyangkut banyak aspek yang ada pada suatu perpustakaan. Formulasi dimaksud adalah adanya suatu perencanaan secara menyeluruh terhadap berbagai aspek yang melingkupi suatu perpustakaan.
pustakawan, peneliti dan pihakpihak lain pada era 1950-an sampai 1960-an tetapi dengan teknologi yang masih sangat terbatas. Baru pada awal tahun 1980-an beberapa perpustakaan besar melaksanakan otomasi fungsi-fungsi perpustakaan karena masih mahalnya harga perangkat komputer. Pada dasawarsa 90an hampir semua fungsi-fungsi perpustakaan telah diotomasi, serta berkembangnya komunikasi data antar perpustakaan secara elektronik. Tahun 1991 delapan universitas yaitu: Carnegie Mellon University, Cornell University, GIT, MIT, University of California, University of Tennesee, University of Qashington, Virginia Polytechnic dan State University bersama Elsevier Science mengadakan kesepakatan kerjasama pengembangan perpustakaan
University of Michigan, University of Illinois at Havana, University of California at Barkeley, Stanford University dan University of California at Santa Barbara atas dana dari NSF/DARPA /NASA juga mengadakan penelitian tentang perpustakaan digital. Tetapi upaya nyata mendigitalisasi dokumen kemudian menyebarluaskannya telah dilakukan oleh Michael Hart (ketika masih menjadi mahasiswa Illinois University) dengan cara mendirikan Proyek Gutenberg (PG) tahun 1971 (Gatra, 2005: 34), maka Proyek Gutenberg dapat disebut s e b a g a i lembaga pertama d a l a m digitalisasi dokumen.
Perencanaan ini diperlukan untuk mentransformasikan
6
system dari system perpustakaan konvensional/tradisional berbasis koleksi analog ke perpustakaan digital. Transformasi yang diperlukan meliputi formulasi kebijakan, perencanaan strategis secara holistic termasuk aspek hukum (copyrights), standarisasi, pengembangan koleksi, infrastruktur jaringan, metoda akses, pendanaan, kolaborasi, kontrol bibliografi, pelestarian dan sebagainya untuk memandu keberhasilan mengintegrasikan tradisional ke format digital. S e c a r a t e k n i k a l perpustakaan digital dibagi dalam tiga lapisan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dari tampilan sampai ke lapisan dalam yaitu: lapisan portal, lapisan aplikasi, dan lapisan sumber daya. Lapisan portal adalah tampilan untuk memudahkan pengguna mengoptimalkan sumber informasi dalam perpustakaan digital dan sekaligus pelayanan permintaan dan pengiriman informasi/pengetahuan melalui RSS atau e-mail. Lapisan aplikasi meliputi Open URL linking server,
tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta memberi hak kepada pencipta untuk membuat salinan dari ciptaannya tersebut, membuat produk derivatif dan menyerahkan hak-hak tersebut ke pihak lain (lisensi) dan berlaku seketika setelah ciptaan tersebut dibuat. Hak cipta tetap dilindungi oleh hukum meskipun tidak
cipta (copyright) pada dokumen/ konten. Masalah ini menurut Romi Satrio Wahono terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Hak cipta pada dokumen yang didigitalkan, termasuk di dalamnya adalah merubah dokumen ke digital dokumen, memasukkan digital dokumen ke databases, merubah digital dokumen ke hypertext dokumen.
cross-databases Meta-search engine, OAI service providers that can integrated those resource into a universal knowledge platform. Sedang sumber daya informasi berisi berbagai macam databases, seperti: artificial intelligent databases, full-text databases, citation databases, dan sebagainya.
didaftarkan ke Ditjen HAKI. Di Indonesia, HaKI dalam Perangkat Lunak dimasukkan dalam kategori Hak Cipta (Copyright). Di negara lain, selain HakCipta, perangkat lunak juga bisa dipatenkan, meskipun sebenarnya yang dipatenkan adalah ide alias business modelnya (Business Model Patent), contohnya Amazon dengan 1-Click Patent (Wahono, 2008). Digitalisasi sumber informasi dari sumber-sumber tercetak (buku, jurnal, majalah dsb) dan terekam (pita magnetic, audio, video) menjadi dokumen digital secara teknis dapat dikatakan tidak ada hambatan. Ketersediaan teknologi yang diperlukan untuk proses tersebut telah banyak beredar di pasar. Salah satu hambatan non teknis yang ada saat ini adalah masalah hukum, khususnya tentang hak
2. Hak cipta pada dokumen di communication network. Di dalam hukum hak cipta masalah transfer dokumen melalui computer network belum didefinisikan dengan jelas. Hal yang perlu disempurnakan adalah tentang hak menyebarkan, hak meminjamkan, hak memperbanyak, hak menyalurkan baik kepada masyarakat umum atau pribadi, semuanya dengan media jaringan komputer termasuk didalamnya internet, intranet dan sebagainya (Wahono, 1999: 3) Satu contoh yang telah menjadi perdebatan seru adalah antara Google melawan AAUP (The Association of American University Presses) atau antara Google melawan Uni Eropa. Kerja sama antara Google dengan lima
Hak Cipta pada Perpustakaan Digital Hak kekayaan intelektual (HaKI) mempunyai beberapa jenis (ragam), yaitu hak cipta, paten, merk dagang, rahasia dagang, service merk, desain industri dan desain tata letak. Hak Cipta (Copyright) menurut UU No 19 Tahun 2002 adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
7
perpustakaan terbesar di Amerika Serikat (Universitas Harvard, Stanford, Oxford, Michigan dan New York Public Library) dalam digitalisasi koleksi menurut Givler (Direktur Eksekutif AAUP) akan melanggar undang-undang hak cipta (Gatra, 2005: 34). Sedangkan perdebatan antara Google dengan Uni Eropa lebih merupakan perdebatan masalah budaya. Untuk mengatasi masalah
Selain masalah hak cipta pada dokumen/konten, pada perpustakaan digital juga memerlukan adanya software yang digunakan untuk pengoperasian dan sebagaimana diketahui bahwa Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka pembajakan software tertinggi di dunia –tahun 2004 peringkat ke 4 (Rachmawati, 2004), tahun 2006 peringkat ke 8 dan tahun 2007 menjadi
hak cipta dari dokumen yang digitalisasi telah dilakukan penelitian, yaitu bagaimana mengembangkan manajemen hak cipta secara elektronik. Jalan keluar yang lain misalnya mendigitalkan koleksi yang masa perlindungan hak ciptanya telah habis, seperti yang dilakukan oleh Jepang. Menurut Undang-undang Hak Cipta Jepang, masa perlindungan hak cipta berlaku hingga 50 tahun setelah penulis meninggal dunia. Tetapi langkah ini hanya dapat menjangkau koleksi/informasi yang telah usang. Indonesia (dalam hal ini Perpustakaan Nasional) mengadopsi cara Jepang dalam mendigitalisasi buku, yakni digitalisasi buku yang sudah lewat hak ciptanya (setelah 50 tahun) dan naskah-naskah nusan- tara kuno yang telah berusia 800 tahun bahkan ada yang berusia 1.200 tahun (Kurnia, 2008).
peringkat ke 12 (Mardoto, 2008) dan atau memodifikasinya. --. Untuk mengatasi masalah ini 2. Perangkat Lunak Komersial; salah satu solusi yang mungkin adalah perangkat lunak adalah menggunakan open source yang dikembangkan oleh software, meskipun open source kalangan bisnis/vendor untuk software tidak sepenuhnya tanpa memperoleh keuntungan dari lisensi tetapi mempunyai jenispenggunaannya. Kebanyakan jenis yang benar-benar bebas/ perangkat lunak komersial gratis. adalah berpemilik, tapi Software yang tersebar ada perangkat lunak bebas di dalam masyarakat ternyata komersial, dan ada perangkat banyak ragamnya, dan sering kali lunak tidak bebas dan tidak dapat membingungkan orang komersial. awam. Untuk lebih memahami dan 3. Perangkat Lunak Semimemperjelas berbagai kategori Bebas; adalah perangkat software yang ada terlebih dulu lunak yang tidak bebas, tapi perlu dicermati diagram Chao-Kuei mengijinkan setiap orang berikut : untuk menggunakan, penyalin, mendistribusikan, dan memodifikasinya (termasuk distribusi dari versi yang telah dimodifikasi) untuk tujuan tertentu. Perangkat semibebas lebih baik dari perangkat Berdasarkan diagram lunak berpemilik, tetapi tidak
8
tersebut maka perangkat lunak dapat dikelompokkan dalam kategori-kategori seperti berikut ini: 1. Perangkat Lunak Berpemilik; adalah perangkat lunak yang tidak bebas ataupun semibebas. Seseorang dapat dilarang, atau harus meminta ijin terlebih dulu, atau dikenakan pembatasan tertentu jika menggunakan, mengedarkan
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dapat digunakan pada system operasi yang bebas. 4. Perangkat Lunak Bebas (Free Software); adalah perangkat lunak yang mengijinkan siapapun untuk menggunakan, menyalin, dan mendistribusikan, baik dimodifikasi atau pun tidak, secara gratis ataupun dengan biaya. Dalam free software ini harus disertakan kode
kebebasan untuk lisensi. menyebarluaskan kembali 9. Perangkat Lunak Copylefted; hasil salinan perangkat merupakan perangkat lunak tersebut sehingga lunak bebas yang ketentuan dapat membantu pengguna pendistribusiannya tidak yang lain. memperbolehkan untuk d. Kebebasan 3: menambah batasan-batasan kebebasan untuk tambahan, artinya setiap meningkatkan kinerja salinan dari perangkat lunak program, dan dapat (walaupun telah dimodifikasi) menyebarkannya kepada haruslah tetap merupakan masyarakat umum. perangkat lunak bebas.
sumber dari program tersebut. Perangkat lunak bebas mengacu pada kebebasan para penggunanya untuk menjalankan, menggandakan, menyebarluaskan, mempelajari, mengubah dan meningkatkan kinerjanya. Kebebasan dalam free software memiliki derajat yang berbeda, yaitu: a. Kebebasan 0 : kebebasan menjalankan programnya untuk tujuan apa saja. b. Kebebasan 1: kebebasan untuk mempelajari bagaimana program itu bekerja serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, syaratnya kode program disertakan dalam suatu paket program. c. Kebebasan 2:
5. Perangkat Lunak Open Source; 10. Perangkat Lunak Bebas beberapa pihak mengartikan Non-Copylefted; perangkat sama dengan dengan perangkat lunak yang dibuat dengan lunak bebas. mengijinkan orang lain 6. Public Domain; adalah untuk mendistribusikan perangkat lunak yang tanpa dan memodifikasi, dan hak cipta. “Public Domain” untuk menambahkan merupakan istilah hukum yang batasa-batasan tambahan artinya tidak memiliki hak didalamnya. cipta. Sebuah karya adalah 11. Perangkat Lunak GPL-covered; public domain jika pemilik hak (General Public License) cipta menghendaki demikian. merupakan sebuah ketentuan 7. Freeware; belum terdefinisi pendistribusian tertentu untuk secara jelas, tetapi biasanya meng-copyleft-kan sebuah digunakan untuk paket-paket program. Proyek GNU mengguyang mengijinkan redistribusi nakannya sebagai perjanjian tetapi bukan pemodifikasian distribusi untuk sebagian besar (dan kode programnya tidak perangkat lunak GNU. tersedia). 12. Sistem GNU; merupakan 8. Shareware; adalah perangkat sistem serupa Unix yang lunak yang mengijinkan orangseutuhnya bebas. orang untuk meredistribusikan bersambung ke Hal. 28 salinannya, tetapi mereka yang terus menggunakannya diminta untuk membayar biaya
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
9
Pentingnya Komunikasi Nonverbal Saat Pustakawan Melayani Pemustaka Oleh: Endang Fatmawati *) Seandainya kita adalah pemakai perpustakaan (pemustaka) datang ke perpustakaan, lalu kita disapa oleh pustakawan, misalnya “Selamat pagi Ibu?’ (pustakawan tersebut menyapa sambil mengangkat wajah, menganggukkan kepala, melihat, dan tersenyum kepada kita). Kira-kira kita sebagai pemustaka senang tidak? Hal ini tentu sangat berbeda jika pustakawan tersebut tetap menyapa namun dengan kepala menunduk ke keyboard atau layar komputer tanpa sama sekali melihat kita yang datang.
D
engan latar belakang inilah, saya menulis tentang pentingnya komunikasi nonverbal dalam melengkapi komunikasi verbal pustakawaan saat melayani pemustaka. Sepertinya sepele dan tidak penting, namun saya berani menegaskan bahwa komunikasi nonverbal sangat penting sekali bagi pustakawan di bagian layanan. Alasannya adalah bahwa pemustaka untuk memahami suatu pesan itu tidak hanya melibatkan dengan mendengarkan katakata yang diucapkan saja. Namun demikian adanya suatu isyarat nonverbal pustakawan juga akan menambah kejelasan dari pesan yang disampaikan. Selain itu juga akan membawa makna tersendiri bagi pemustaka, kepuasan batin, seperti suatu bentuk penghargaan terhadap diri pemustaka dan kepuasan layanan. Walaupun sebenarnya isyarat-isyarat komunikasi nonverbal akan membawa makna yang berbeda pada kebudayaan yang berbeda. Jadi agar tidak rancu, maka saya fokuskan pembahasan isyarat komunikasi nonverbal ini pada hal umum yang terjadi di budaya dan masyarakat kita.
Layanan Pemustaka Apa beda pelayanan di perpustakaan dan di bankbank? Saya rasa pasti jawaban pembaca beraneka ragam. Dalam tulisan ini saya hanya ingin membatasi pada petugas layanannya saja, yaitu pustakawannya. Saat ini di bank-bank banyak menggunakan tenaga outsourching yang notabene masih muda-muda, cantik, ganteng, cekatan, enerjik, dan sebutan lainnya yang membuat pengunjung ketagihan datang lagi. Bisakah petugas di bagian layanan perpustakaan juga bisa seperti petugas bank?
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Bisa! Kenapa? Pustakawan di bagian layanan juga bisa bersikap seperti layaknya petugas bank. Bahkan tidak harus outsourching. Bayangkan pada saat kita sebagai nasabah datang ke bank, sudah dengan sigap petugasnya menyapa dengan ramah sambil bangkit dari duduk, berdiri, membungkukkan badan, dan menganggukkan kepala. “Selamat pagi Ibu...ada yang bisa saya bantu?“ Coba kita rasakan, senang kan kita sebagai nasabah diperlakukan seperti itu.
tighfar. Sungguh memprihatinkan bukan, jika memang begini kualitas pustakawan kita. Wah tapi itu 1:1000 kali ya? he...he...
Komunikasi Nonverbal Pustakawan
Komunikasi nonverbal adalah proses komunikasi dimana pesan disampaikan tidak menggunakan kata-kata, tapi dikemas dengan bahasa tubuh (body language), tanda (sign), tindakan/perbuatan (action) atau obyek. Komunikasi Bagaimana jika di perpustakaan? nonverbal akan memberikan arti Saya rasa juga tidak apa-apa pada komunikasi verbal. perilaku pustakawan di bagian layanan melakukan seperti itu, na- Beberapa contoh yang termasuk mun sepertinya masih canggung komunikasi nonverbal yang dapat jika dilakukan, karena sepertinya dilakukan oleh pustakawan saat tidak biasa. Langkah awalnya melayani pemustaka adalah sebatidak harus zakelijk seperti itu, gai berikut: namun bisa dimulai dari hal-hal a. Gerak isyarat/isyarat badaniah kecil. Misalnya: berbicara dengan (gestures). pemustaka dengan melihat, seMenggunakan gerak isyarat nyum, menambah gerakan tangan dari pustakawan dapat memsaat menunjukkan buku, ataupun pertegas pembicaraan dan ekspresi nonverbal lainnya. Saya merupakan bagian dari total rasa pemustaka akan lebih nyakomunikasi pustakawan kepada man diperlakukan dengan sikap pemustaka. Pustakawan hendemikian, daripada hanya dengan daknya membiasakan dengan kata-kata saja. Biar kesannya tidak menunjukkan siap membantu seperti “robot berjalan“, maka dengan “telapak tangan terpustakawan di bagian layanan buka“. harus berperilaku dinamis, luwes, Misalnya: Mengetuk-ngetukekspresif, dan atraktif. kan kaki atau menggerakkan tangan selama berbicara daPembaca, pernahkah mendengar pat menunjukkan situasi dan keluhan pemustaka yang tidak kondisi pustakawan saat itu. mau ke perpustakaan lagi karena Pada saat pustakawan jengkel petugasnya galak, judes, tidak dengan pemustaka ataupun ramah, njelehi, ngayelke, kaku, senang, maka sebagai upaya dan hal-hal jelek lainnya? Kalau untuk mempertegas dapat saya pernah mendengar keluhan melakukan gerak isyarat teritu, dan akhirnya saya hanya bisa tentu. “mengelus dada“ sambil berisb. Bahasa tubuh (body language). “SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Bahasa tubuh dicirikan dengan adanya gerakan tubuh (kinesik). Adanya gerakan tubuh dapat menghilangkan grogi pustakawan saat berbicara. Gerakan tubuh pustakawan bisa digunakan untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya: mengangguk untuk mengatakan ‘ya’, untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu, ataupun menunjukkan perasaan setuju. Kemudian ‘memukul meja’ untuk menunjukkan kemarahan, untuk mengatur atau mengendalikan jalannya percakapan, atau untuk melepaskan ketegangan. Contoh bahasa tubuh yang lain, misalnya: Berjabat tangan & salam, kontak mata, ekspresi wajah, posisi tangan, posisi berdiri, posisi duduk, ataupun cara berjalan. c. Kontak mata (eye contact). Mata sering disebut sebagai ‘jendela hati‘, karena sebagai prediktor paling akurat tentang perasaan dan sikap hati dari pustakawan yang berbicara tersebut. Kontak mata merupakan sinyal alamiah untuk berkomunikasi. Kontak mata diartikan melihat lawan bicara yang tujuannya untuk memperhatikan dan bukan sekedar mendengarkan saja. Pustakawan sebaiknya menjaga kontak mata langsung dengan pemustaka, tetapi jangan sampai berlebihan/terlalu lama. Misalnya: Apabila pustakawan melakukan kontak mata dengan pemustaka, berarti pustakawan tersebut kesannya memperhatikan dan menghargai pemustaka.
11
d. Ekspresi wajah (facial expressions). Wajah merupakan sumber yang kaya dengan komunikasi, karena ekspresi wajah mencerminkan suasana emosi pustakawan. Bahkan para peneliti pernah memperkirakan bahwa wajah manusia itu dapat menampilkan lebih dari 250.000 ekspresi yang berbeda. Semua ekspresi wajah baik itu disengaja dilakukan oleh pustakawan atau tidak disengaja itu dapat melengkapi atau sepenuhnya menggantikan verbal. Misalnya: Menaikkan atau menurunkan alis mata, mengerlingkan mata, menelan ludah, mengeraskan rahang, tersenyum lebar. e. Sikap/postur tubuh (posture). Sikap pustakawan yang cenderung tegak akan mengirimkan pesan percaya diri, menunjukkan kompetensi, kerajinan, dan kekuatan. Cara seorang pustakawan berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan juga tingkat kesehatan pustakawan. Misalnya: Sebagai wujud ketertarikan dan perhatian, maka pustakawan dapat mencondongkan badan ke arah pemustaka pada saat menyapa; untuk membangun hubungan akrab dengan pe-
12
mustaka, maka pustakawan dapat menggunakan sebuah gerak telapak kanan ke atas dengan memulai untuk jabat tangan. f. Sentuhan (touch). Sentuhan pustakawan merupakan bentuk komunikasi personal, karena sentuhan lebih bersifat spontan daripada komunikasi verbal. Beberapa pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan. Misalnya: Pustakawan memberikan sentuhan tepukan punggung kepada pemustaka yang bingung mencari buku di rak, sambil berkata “Sabar ya Pak, saya bantu nyari ya mudahmudahan bisa ditemukan“. Cara seperti ini merupakan bentuk perhatian pustakawan dan akan lebih menenangkan kondisi pemustaka saat itu. g. Komunikasi objek (object communication). Komunikasi objek yang paling umum bagi pustakawan adalah terkait dengan pe-
nampilan, seperti: penggunaan pakaian seragam, bros, pin, potongan rambut, simbolsimbol, sandi, ataupun warna. Bagaimanapun pemustaka yang dilayani akan lebih menyukai pustakawan yang cara berpakaiannya sopan, serasi, sederhana, sesuai, dan menarik. Misalnya: Pustakawan harus good appearance dalam melayani pemustaka. Hal ini salah satunya adalah nampak dari seragam yang digunakan, seperti kerapian baju, pin, dan kartu pengenal yang dikenakan. h. Dokumen perpustakaan (library document). Maksudnya bahwa tampilan keseluruhan dokumen yang ada di perpustakaan juga dapat mengungkapkan pesan nonverbal. Pustakawan harus dapat menghasilkan pesan yang ditulis dengan penuh ketelitian, rapi, profesional, dan teratur dengan baik. Misalnya: Pustakawan yang menyetempel kartu anggota perpustakaan, namun tinta capnya miring, mengenai muka pas foto, atau terbalik tulisannya. Hal seperti ini dapat mengandung pesan nonverbal negatif dari pemustakanya. i. Suara (sound). Suara rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran pustakawan yang dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi nonverbal
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
lainnya sampai desis atau suara, maka dapat menjadi pesan yang sangat jelas. Misalnya: Pustakawan dalam layanan bercerita (story telling), maka agar pesan dapat diterima anak-anak dengan mudah, pustakawan dapat melakukannya dengan penuh ekspresif, seperti: menirukan suara ayam berkokok (petok-petok); saat pemustaka berisik, maka pustakawan dapat mendesis ’ssstt... ssstt‘. j. Vokalik (paralanguage). Vokalik adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan, yaitu bagaimana cara berbicara pustakawan. Misalnya: keras atau lemahnya suara (intonasi), penekanan nada/kualitas suara, gaya emosi, gaya berbicara, kecepatan berbicara pustakawan, penggunaan suara-suara pengisi seperti “um”, “mm”, “e”, “i”, “o”, dan lain sebagainya pada saat pustakawan berbicara. k. Ruang (room). Cara pengaturan ruangan bagi pustakawan di tempat kerja dapat mengirim pesan nonverbal tentang seberapa tingkat keterbukaan pustakawannya. Selain itu juga kondisi ruang kerja yang berantakan, kotor, dokumen berserakan, semrawut, juga menunjukkan makna tersendiri bagi pemustaka yang melihat. Intinya pustakawan harus dapat menjaga kerapian dan fungsi tempat kerja. Misalnya: Pustakawan yang melayani pemustaka dalam ruang sirkulasi sistem tertutup (closed access), maka pesan yang ditangkap pemustaka juga seper-
tinya layanannya harus sistem tunggu informasi, sehingga pesan yang muncul di benak pemustaka adalah kemungkinan pelayanannya lama. l. Wilayah (zone). Setiap pustakawan pasti mempunyai wilayah sendiri agar merasa nyaman. Begitu juga para pemustakanya. Namun justru yang jadi masalah adalah bahwa jarak antara pustakawan dan pemustaka saat berkomunikasi terkadang menimbulkan persepsi yang berbeda. Fungsi dari wilayah ini adalah agar tercipta kedekatan emosional antara pustakawan dan pemustaka, untuk menunjukkan kehangatan, dan mengurangi perbedaan status. Misalnya: Pustakawan yang menyampaikan pesan tentang cara menelusur melalui OPAC, namun pustakawan tersebut tetap berada di dalam counter petugas dan hanya berbicara verbal saja. Sehingga jarak antar pemustaka dan pustakawan terkesan jauh. Nah dalam kasus ini akan lebih baik apabila pustakawan mendekat ke pemustaka dan memraktekkan langsung di OPAC ditambah dengan komunikasi nonverbal tentang bagaimana cara menelusurnya. m.Waktu (time). Bagaimana pustakawan mengatur dan menggunakan waktu untuk melayani pemustaka akan menunjukkan kepribadian dan sikap pustakawan. Saat melayani pemustaka, pustakawan dituntut bisa menggunakan waktu secara tepat dan bijaksana. Misalnya: Pustakawan yang
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
melayani pemustaka dengan ketulusan hati sampai membantu menemukan informasi yang dibutuhkan pemustaka dalam waktu yang lama, maka hal ini dapat memberikan isyarat kesungguhan pustakawan dalam melayani pemustaka. Menurut Hanna and Wilson (1998: 129) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) fungsi dari kegunaan komunikasi nonverbal, yaitu: reinforcement, modification, substitution, dan regulation. Apabila diterapkan oleh pustakawan saat melayani pemustaka di bagian layanan, maka dapat saya jabarkan sebagai berikut: 1.Reinforcement Maksudnya adalah penguatan dari pesan yang disampaikan pustakawan. Misalnya: pustakawan perempuan yang sudah lama tidak bertemu seorang Ibu (pemustaka), maka saat bertemu pustakawan tersebut mengatakan verbal “Gimana Ibu kabarnya?” (sambil memeluk Ibu tersebut). 2.Modification Maksudnya adalah untuk perubahan/modifikasi dari pesan yang disampaikan pustakawan sebelumnya. Misalnya: saat pustakawan menjelaskan tata tertib secara verbal, namun karena pemustaka belum paham, maka pustakawan dapat mengambil brosur tata tertib sambil menunjukkan dengan tangan hal-hal yang penting yang perlu ditekankan dari tata tertib tersebut. 3.Substitution Maksudnya adalah sebagai penggantian dari komunikasi
13
verbal pustakawan. Misalnya: perkataan ”iya bisa” tidak harus diucapkan, namun pustakawan bisa cuma mengangguk saja; membolehkan masuk tidak harus “silahkan”, tapi bisa dengan menggerakkan telapak tangan ke depan. 4.Regulation Maksudnya adalah bahwa komunikasi nonverbal tertentu dapat digunakan sebagai bentuk peraturan dari sebuah proses komunikasi atara pustakawan dan pemustaka. Misalnya: “dilarang merokok” dalam ruang perpustakaan (hanya dengan menempelkan poster gambar rokok diberi tanda silang). Selanjutnya menurut Guffey (2006: 106) mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal dalam membantu menyampaikan pesan mempunyai berbagai fungsi, antara lain: 1.Untuk melengkapi dan menggambarkan. Pesan nonverbal dapat menjelaskan, memodifikasi, atau memberikan rincian untuk sebuah pesan verbal. Sebagai contoh pustakawan dalam menggambarkan ukuran sebuah buku, dapat menggunakan jarijarinya untuk membuat jarak 24 cm. 2.Untuk memperkuat dan menekankan. Pustakawan dalam menyampaikan pesan penting berupa teguran atau peringatan kepada pemustaka bisa dengan nada
14
suara yang tinggi agar terkesan tegas. Sementara bisa dengan suara pelan pada saat memberikan pesan yang sifatnya rahasia. 3.Untuk mengubah dan menggantikan. Banyak isyarat bisa digunakan untuk menggantikan katakata yang diucapkan. Pustakawan dapat menaruh jari telunjuk di depan mulut untuk menggantikan kata “jangan ramai”; mengangkat bahu untuk menggantikan ‘tidak tahu’. 4.Untuk mengendalikan dan mengatur. Pesan nonverbal merupakan pengatur yang penting dalam percakapan. Pustakawan pada saat berbicara dengan dengan pemustaka dapat memberikan komunikasi nonverbal dengan tujuan untuk meneruskan, mengulangi, merinci, bergegas, atau menyelesaikan. Misalnya: perubahan kontak mata, gerakan kepala yang ringan, perubahan sikap badan, menaikkan alis mata, mengernyitkan dahi, ataupun perubahan nada suara. 5.Untuk menyangkal. Pesan yang disampaikan berlawanan dengan kata atau tindakan. Misalnya pada saat pemustaka masih sibuk mencari buku yang mau dipinjam, namun waktu layanan perpustakaan sudah saatnya tutup. Lalu pemustaka meminta perpanjangan waktu kepada pustakawan untuk tidak ditutup dulu. Nah dalam kondisi seperti ini pustakawan mungkin menjawab
“ya” secara verbal, tetapi kemudian juga menunjukkan komunikasi nonverbal dengan menggaruk kepala atau menggigit jari. Inilah salah satu contoh bentuk untuk menyangkal dan menunjukkan pesan sepertinya keberatan untuk mengatakan ”ya”.
Penutup Pustakawan perlu memahami komunikasi nonverbal agar tidak terjadi ketidakkonsistenan antara komunikasi verbal dengan komunikasi nonverbal. Intinya komunikasi nonverbal penting untuk dilakukan pustakawan dalam melayani pemustaka sebagai pelengkap dari komunikasi verbal. Adanya komunikasi nonverbal tersebut diharapkan pesan yang disampaikan oleh pustakawan akan lebih mudah diterima oleh pemustaka. Jadi komunikasi nonverbal sangat penting dilakukan oleh pustakawan di bagian layanan agar pemustaka merasa puas dengan layanan pustakawan.
Daftar Pustaka Guffey, Mary Ellen. 2006. Komunikasi Bisnis: Proses & Produk (terjemahan). Jilid 1. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat. Hanna, Michael S. and Wilson, Gerald L. Wilson. 1998. Communicating in Business and Professional Settings. Fourth Edition. New York: McGraw Hill. *) Kepala Perpustakaan FE UNDIP & Dosen LB Program (D3 KS-FE, D3 APS-FISIP, S1 Ilmu Perpustakaan FIB UNDIP).
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
HaPe, Sang Biangkerok !
D
i tengah hiruk pikuk pengumuman ujian nasional SMP, lewat media televisi beberapa waktu lalu, seorang guru melontarkan komentar yang cukup menarik. Dikatakan bahwa menurunnya prestasi keberhasilan ujian nasional adalah karena siswa cenderung lebih banyak memegang HP daripada memegang buku. Setidak-tidaknya komentar tersebut adalah benar bila dihubungkan dengan kenyataan. Betapa saat ini, kapanpun dan dimanapun dapat ditemua orang ber-HP-ria di tengah aktivitas lain. Barangkali hanya orang tidurlah yang tidak memegang HP. Menunggu bis, makan di kantin, ngobrol, bahkan
Oleh : Burhanudin DR ketika mengikuti pelajaran atau berkendara pun asyik berhape. Masalah ada korelasi dengan penurunan prestasi ujian nasional atau tidak, perlu data yang dapat dipertanggungjawabkan. Terlepas dari tudingan HP sebagai biang kerok penurunan prestasi ujian nasional, yang jelas masyarakat Indonesia, tidak kecuali kaum terpelajar saat ini, terjangkit fenomena culture shocks. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, termasuk teknologi komunikasi, wajib untuk diikuti. Akan tetapi kesiapan kita secara kultural yang belum siap. Kiranya pesan dari para pendahulu yang mengatakan : ”Aja gumunan lan aja kagetan,” masih menemukan relevansi untuk konteks masa kini.
Penggunaan HP oleh sebagian remaja kita sebenarnya bukan didasarkan pada azas kemanfaatan tetapi lebih banyak berangkat dari
sikap gumunan. Sayangnya, sikap gumunan ini tidak mendorong kreatifitas untuk menciptakan tetapi memberikan rangsangan untuk sekadar menggunakan. Lebih mengerikan lagi, sikap gumunan ini juga muncul ketika melihat iklan di media massa yang cenderung konsumeristik. Rasa ingin dianggap moderen, gaul, trendy atau sebutan lain akhirnya mendorong remaja kita untuk bergaya dengan teknologi tanpa kemanfaatan yang jelas. Handphone yang semestinya dimanfaatkan sebagai sarana komunikasi yang bermanfaat akhirnya menjadi bagian dari asesoris yang harus dikenakan dalam penampilan remaja kita. Prestise! Itulah yang sekedar ingin digapai oleh sebagian besar masyarakat kita. Tidak berhenti sampai di situ. Efek berantai dari kekonyolan inipun muncul. Kejahatan seks lewat facebook dan yang sejenisnya adalah menu yang senantiasa dapat dinikmati dalam tayangan berita. Atau berapa besar uang orang tua yang hilang sia-sia hanya untuk sekedar hurahura. Bahkan kerugian sosial serta kultural yang diderita generasi muda kita yang terbuai dalam bersambung ke Hal. 33
15
JOGJA LIBRARY for ALL (JLA) “YANG SEMESTINYA DAN SENYATANYA” Oleh : Widodo Sunarno Mendengar Jogja Library for All (JLA) atau lebih dikenal dengan istilah Jogjalib maka angan-angan kita akan menuju ke dunia maya dimana terdapat sebuah perpustakaan yang menyediakan layanan dengan koleksi lengkap sehingga memudahkan kita mencari informasi sesuai kebutuhan. Namun angan-angan itu sedikit tertunda ketika akses Jogjalib sering byar pet kadang nongol kadang tidak bagaikan puisi “antara ada dan tiada”.
Lat a r belakang pembangunan Jogjalib berawal dari komitmenYogyakarta untuk menjadi pusat pendidikan, kebudayaan dan tujuan terkemuka di Asia. Secara garis besar terdapat dua misi utama dalam Jogjalib. Pertama membuka akses bagi masyarakat umum di semua katalog di Yogyakarta. Kedua adalah menyediakan Silang Layan agar dapat memanfaatkan fasilitas dan layanan dari berbagai perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Program Jogjalib dibangun sebagai layanan perpustakaan bersama dalam bentuk kerjasama antar perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan memanfaatkan teknologi informasi. Jogjalib dicanangkan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2005. Jogjalib merupakan bagian dari digital government services terutama untuk mendukung Yogyakarta sebagai Pusat Pendidikan Terkemuka di Tahun 2020.
Jogjalib menyajikan layanan dan informasi yang dimiliki oleh perpustakaan unit dari berbagai perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui Jogjalib seluruh perpustakaan di Daerah Istimewa Yogyakarta akan terhubung dalam satu jaringan yang dikelola oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Cara penyajian Jogjalib adalah dengan membangun katalog online bersama yang dapat diakses melalui http://www. jogjalib.jogjakarta.go.id. Koleksikoleksi yang disajikan secara online ini menyediakan informasi katalog bersama yang diawali dari anggota Jogjalib perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jogjalib juga mendapat apresiasi yang baik dari sekolah-sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta dan mengungkapkan keinginannya untuk bias bergabung di dalamnya. Tahap pertama Jogjalib dimulai pada tahun 2006 dengan membuka katalog online yang hingga saat ini telah terwujud katalog online 18 perpustakaan perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang meliputi : - UGM (Universitas Gadjah Mada) - UNY (Universitas Negeri Yogyakarta) - UII (Universitas Islam Indonesia) - ISI (Institut Seni Indonesia) - USD (Universitas Sanata
Dharma) - UPN (Universitas Pembangunan Nasional) - UAD (Universitas Ahmad Dahlan) - UAJ (Universitas Atmajaya) - UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana) - UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) - AMIK (Akademi Manajemen Ilmu Komputer) Kartika Yani - STPN (Sekolah Tinggi Pertanahan Negeri) - UIN (Universitas Islam Negeri) - STIE (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi) YKPN - STMIK (Sekolah Tinggi Managemen Ilmu Komputer) AMIKOM - ATK (Akademi Teknologi Kulit) - UJB (Universitas Jana Badra) - STPMD (Sekolah Tinggi Pemerintahan Masyarakat Desa) Tahap kedua Jogjalib adalah terjadinya kesepakatan kerjasama Silang Layan yang telah diikuti oleh 7 perpustakaan perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi : - UGM (Universitas Gadjah Mada) - UII (Universitas Islam Indonesia) - UAJ (Universitas Atmajaya) - UKDW (Universitas Kristen Duta Wacana) - USD (Universitas Sanata Dharma) - UPN (Universitas Pembangunan Nasional) - UIN (Universitas Islam Negeri) Silang Layan Jogjalib antar perpustakaan unit dapat
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
dioperasionalkan melalui kesepakatan kerjasama. Silang Layan Jogjalib merupakan keinginan bersama perpustakaan unit yang tergabung di dalam Jogjalib untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Yogyakarta menuju visi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi pusat pendidikan terkemuka. Keanggotaan perpustakaan unit dapat bertambah sesuai permintaan. Kesepakatan kerjasama Silang Layan dituangkan dalam Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang lampirannya merupakan materi yang disepakati. Konsep Regulasi Silang Layan Jogjalib dapat dijabarkan sebagai berikut : Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berkedudukan sebagai koordinator Silang Layan Jogjalib yang dalam pelaksanaannya dibentuk Tim Pengelola. Tim Pengelola melaksanakan tugas pemantauan perkembangan dan pemanfaatan Silang Layan Jogjalib. Tim Pengelola melakukan pertemuan koordinasi secara berkala. Perpustakaan unit memiliki hak dan kewajiban untuk menjaga dan melindungi data dan informasi yang dikelolanya. Perpustakaan unit wajib menyediakan sumber informasi, alat temu kembali minimal OPAC (Online Public Access Catalogue), akses internet, hotspot, mesin fotocopy, ruang dan meja baca yang memadai dan
17
fasilitas lainnya. Perpustakaan unit wajib memperbaharui data koleksi secara real time atau secara langsung. Perpustakaan unit menggunakan dan memanfaatkan fasilitas yang disediakan koordinator untuk kepentingan Silang Layan Jogjalib. Perpustakaan unit wajib menyediakan petugas khusus yang memahami Silang Layan Jogjalib. Anggota Silang Layan Jogjalib adalah mahasiswa dan masyarakat umum Daerah Istimewa Yogyakarta. Identitas anggota yaitu smartcard yang dikeluarkan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan dapat digunakan untuk memanfaatkan fasilitas dan layanan perpustakaan unit Silang Layan Jogjalib. Anggota berhak menggunakan koleksi yang tersedia sesuai ketentuan perpustakaan unit seperti : buku, terbitan berkala, karya akademik, dan karya ilmiah dalam bentuk cetak maupun elektronik. Anggota berhak menggunakan fasilitas dan sarana prasarana seperti: ruang baca, hotspot, alat temu kembali elektronik, cetak dokumen, fotocopy, scan dokumen, tempat ibadah, dan kamar kecil sesuai dengan aturan di perpustakaan. Pengadaan kartu anggota Silang Layan Jogjalib berupa smartcard difasilitasi oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap kartu memiliki nomor kartu unik yang menjadi nomor induk pengguna Silang
18
Layan Jogjalib. Setiap kartu berlaku untuk 1 orang dan tidak dapat digunakan oleh orang lain. Kartu anggota berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang. Kartu anggota smartcard yang hilang dapat diganti dengan melampirkan surat keterangan hilang dari perpustakaan unit atau kepolisian setempat, dengan biaya sama seperti pembuatan kartu baru. Pendaftaran anggota Silang Layan Jogjalib dilakukan di Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Jalan Tentara Rakyat Mataram 4 Yogyakarta. Pendaftaran kartu harus disertai dengan fotocopy identitas yang berlaku di Daerah Istimewa Yogyakarta. Biaya pendaftaran anggota sebesar Rp 15.000/orang Biaya masuk dan baca anggota Silang Layan Jogjalib di perpustakaan unit sebesar
Rp.4000/hari atau Rp.30.000/ bulan. Apabila mnghilangkan sebagian atau seluruh bahan pustaka, anggota wajib mengganti dengan bahan pustaka yang baru. Merusak sebagian atau seluruh komponen/perangkat jaringan internet akibat kealpaan anggota, diwajibkan membetulkan/ mengganti bagian yang rusak atau hilang. Keanggotaan Silang Layan Jogjalib akan dicabut bila melanggar disiplin sebanyak 3 (tiga) kali. Ternyata implementasi Silang Layan Jogjalib juga belum bisa berjalan sesuai dengan konsep regulasinya. Aplikasi smartcard masih belum maksimal sehingga perlu alternatif lain yang lebih sederhana. Biaya pendaftaran, masuk dan baca bagi anggota Silang Layan Jogjalib masih dirasa mahal sehingga perlu ditinjau kembali. Tentu saja merupakan tugas besar dan tantangan bagi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai koordinator Jogjalib dan Perpustakaan Unit sebagai anggota Jogjalib agar eksistensi Jogjalib dapat dipertahankan dan berkembang. Kerja keras ini demi mewujudkan sebuah harapan bahwa masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta lebih mudah mencari informasi, mengakses, dan berbagi informasi sehingga pada akhirnya akan mencerdaskan bangsa ini.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
JUDUL PENULIS PENERBIT CETAKAN TEBAL PERESENSI
: Hari-hari Terakhir Gus Dur di Istana Rakyat : Andreas Harsono et.al. : Pensil 324 Jakarta : Desember 2009 : x + 68 halaman. : Wahyu Dona Pasa Sulendra, S.IP
M
asa reformasi tidak bisa dipungkiri membawa perubahan tersendiri bagi Indonesia. Memasuki awal periode ini, lembaga legislatif dan lembaga kepresidenan mengalami perubahan yang dinamis dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Parlemen, misalnya, berhasil mengesahkan sejumlah perundangan dan ketetapan yang membuka ruang terjadinya pembaruan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Salah satunya di bidang jurnalistik. Suhu politik di awal masa reformasi yang sering kali memanas, membuat pemberitaan sejumlah media sering kali dibumbui dengan sejumlah keputusan elit politik yang erratic, tidak berpola dan kadang tidak rasional dalam perspektif manajemen pemerintahan dan politik. Kisruh dan pertarungan politik tingkat elit, kontroversi, berita pelintiran, demonstrasi mahasiswa, DPR Jalanan, dan lain sebagainya seakan menjadi jargon-jargon yang setiap hari dikunyah masyarakat melalui media elektronik, cetak maupun televisi.
Bahkan, pemberitaan media sempat diwarnai tarik menarik kekuasaan antara kutub legislatif (DPR-MPR) dan lembaga eksekutif (kepresidenan) yang saling menuding ketidakefektifan masing-masing dalam menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat. Iklim politik
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
ini yang sempat mencapai titik puncak saat Presiden KH Abdurrahman Wahid, melontarkan pernyataan yang cukup kontroversial melalui media massa, “DPR kok kayak Taman Kanak-kanak”.
19
Dari balik menggeloranya bidang jurnalistik masa reformasi seperti itulah, buku ini membingkai tingkah polah para pelaku media, terutama dalam meliput hari-hari terakhir diturunkannya presiden Abdurrahman Wahid, atau yang lebih akrab dipanggil Gus Dur. Sejumlah kisah di balik redaksi yang biasanya tidak terekspos khalayak, dikemas dengan menggunakan bahasa yang cukup ringan dalam bab-bab buku ini. Seperti suasana kantor redaksi RCTI yang semula meriah mendadak berubah menjadi surut, lantaran rencana piknik awak redaksi ke Puncak dibatalkan seketika saat mereka mengetahui kabar bahwa Gus Dur akan melantik kepala Polri yang baru. Para kru menilai manuver politik Gus Dur ini bisa memancing lawan-lawan politiknya menggelar Sidang Istimewa MPR. Dengan kata lain: Pemecatan! “Jadi acara dibatalkan dan semua siaga,” ungkap Atmadji Sumarkidjo, Wakil Pemimpin Redaksi RCTI seperti yang terangkum dalam bab ‘Pelantikan Kapolri yang Kontroversial’. Buku terbitan Pensil-324 ini berisikan kumpulan laporan yang dikerjakan oleh Andreas Harsono dan tim dari kantor berita Pantau selama tiga hari menjelang pencabutan mandat Abdurrahman Wahid oleh MPR, pada 23 Juli 2001. Dalam rentan waktu yang cukup singkat itu, wartawanwartawan Pantau, seperti Agus Sudibyo, Coen Husain Pontoh, Dyah Listyorini, Elis N. Hart, dan Eriyanto mengulas cukup detail
20
peran media dalam memanaskan iklim politik pada detik-detik menjelang lengsernya tokoh Nahdatul Ulama tersebut. Dalam bab ‘Rapat Paripurna MPR’, misalnya, tim penulis memaparkan secara gamblang bagaimana gesekan antara legislatif dan eksekutif telah sebegitu runcingnya. Dalam bab ini, mereka menampilkan peran sebuah siaran langsung televisi mampu membuat Sidang Paripurna MPR yang sedianya dimulai pukul 10.00 WIB tertunda, lantaran banyak anggota MPR menyaksikan konferensi pers yang digelar Gus Dur dari Istana Negara. Pada siaran langsung tersebut, Gus Dur menyatakan tidak akan menghadiri sidang MPR dan mempertanyakan keabsahan sidang itu. Sementara itu di Senayan, para politisi yang menonton siaran langsung tersebut tertawa terbahak-bahak sambil berteriak hu.. hu.. hu... ketika Gus Dur meninggikan suaranya. Pada bab lain, tim penulis berupaya mengkritisi praktek Media di Indonesia yang sering kali mengorbankan waktu dalam mengecek kebenaran informasi, demi mengejar deadline. Hasilnya, ada wartawan di Istana Negara yang pada Hari Minggu petang, 22 Juli 2001, dibentak oleh Gus Dur dan dibilang “tukang melintir” karena asumsi dalam pertanyaannya, soal kerjasama Gus Dur dan Rachmawati Soekarnoputri, bertentangan dengan fakta.
Meski buku ini secara garis besar mencoba mengungkap secara kronologis peran dan perilaku media di masa penurunan Gus Dur, namun cakupan lingkup liputan yang hanya berkisar pada Media di Ibu Kota, membuat buku ini terasa kurang ‘menggigit’. Sebab disadari atau tidak, peran Gus Dur sebagai Tokoh Agama yang memiliki banyak pengaruh, terutama di kawasan Jawa Timur, tentu kurang ter-cover secara optimal. Terlebih, di wilayah itu juga terdapat media yang memiliki peran dan pengaruh cukup signifikan, seperti Harian Jawa Pos, Surabaya misalnya. Selain itu, meski disejumlah bab dibahas mengenai subyek keakurasian berita, namun Editor buku ini sendiri membuat cukup banyak kerancuan dengan memuat inakurasi informasi dimana Metro TV disebutkan mulai operasi pada Desember 2000, namun di alinea lain disebut Desember 2001. Seharusnya editor mampu membenahi hal seperti ini. Di luar itu, secara sederhana buku ini berupaya memperpanjang ingatan kolektif pembaca bahwa pernah terjadi pertarungan ‘sengit’ pada tingkat elite politik yang berujung pada pengumuman Maklumat Presiden pada Senin, 23 Juli 2001, pukul 01.17 WIB dini hari. Dan pada hari yang sama pukul 16.53 WIB, MPR secara resmi memberhentikan KH Abdurrahman Wahid sebagai presiden karena dinilai telah melanggar haluan negara.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
MRAPI Mrapi kang endah nalika wayah esuk tanpa mendhung katon pucak kang kumelun gagah kebak wadi endah edi peni dening soroting bagaskara Mrapi kang galak nalika wadhuke kebak geni panas banjur watuk mutahke bebaya kang nrajang sarwa tumuwuh tanpa welas tanpa pamit kabeh kang katrajang musna Mrapi kang galak kebak bebaya kaya buta luwe ngangah-angah alas gumuk tanpa suwala kabeh kang katrajang musna tanpa lari tanpa suwala tanpa bisa endha tan bisa selak kabeh ilang tanpa lari Nalika watuke mendha alas gumuk kang tinrajang dadi rejekining manungsa kang banjur ngeruk bandha bandhu wujud pasir kanggo pangupajiwa kanggo garaning urip sagotrah Nanging manungsa apa eling yen bageyane mung sethithik? kabeh bakal dikeruk nganti tapis nganti gusis lali marang alam kang kudu dijaga sebab yen alame murka manungsa kang bakal gela
PANGURIPAN Gagat raina Manuk ngoceh, mancat gegodhongan golek pangan golek hawa pitik-pitik padha metu, nucuk wit-witan ora beda manungsa kang golek pangupajiwa rebut dhucung, nyadhong sihing Gusti Rebut dhucung Rebut rejeki endi papan kang cumawis dalan rejeki nalika srengenge wiwit ngatonake sorot sumorot padhang, menehi nyawa kabeh donya warata tanpa sela Endi kang sregep, iku kang begja endi kang sungkan bakal kelangan dalan rejeki tanpa pilih-pilih bakal dadi sandhangane titahing Gusti ing donya apa wae kang sarwa kumelip Aja selak aja maido yen Gusti ora sare Gusti bakal adil marang sarwa kumelip bakal paring kanugrahan marang kang pasrah lan sumarah sabarang kersaning Gusti Aja selak aja maido dalan rejeki gumelar gilar-gilar sapa kang pasrah sumarah bakal begja kang jail nemu cilaka mula aja lali aja lena elinga sangkan paranmu
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Kaanggit dening : Titi MF NALIKA ALAS ILANG nalika alas ijo royo-royo gumuk kandel dening oyot bebondhotan kayu-kayu gedhe tumiyung edhum papaning manuk nucuk lan ngoceh kewan galak ngaub soring ringin katon ayem nanging dumadakan manungsa srakah babad alas tanpa etung kayu-kayu gelondhongan binabad gusis kagendeng murkaning hawa ngelaking bandha donya ngrusak rahayuning alam Nalika alas ilang Manungsa mapag bebaya gumuk longsor kali banjir bandha kontal awak rusak jiwa raga ngrerintih sambat marang Gustine eling yen wus gawe luput nanging wus kasep bandha donya wus entek kari badan sepata mecaki dalan peteng sakdawaning urip
21
Seminar Ilmiah dan Musyawarah Daerah (Musda) Pengurus Daerah Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Provinsi DIY yang diselenggarakan di aula BPAD Provinsi DIY pada tanggal 10 Februari 2010 dengan mengambil tema “Masa Depan Pustakawan di Era Digital dan Akreditasi Profesi”
Untuk meningkatkan motivasi dan kinerja seluruh pegawai dan pejabat di lingkungan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY diadakan program kegiatan outbond yang diselenggarakan di Hotel Taman Eden, kawasan wisata Kaliurang pada tanggal 6 dan 7 Maret 2010.
Salah satu aktifitas keseharian petugas layanan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY. Tampak dalam gambar, petugas sedang melayani para pemustaka yang meminjam dan mengembalikan bahan pustaka.
Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Pustakawan yang diselenggarakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY bertempat di Hotel Sahid Raya pada tanggal 9 Maret 2010.
22
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Program Dialog Interaktif yang ditayangkan di Jogja TV pada tanggal 10 April 2010 membahas tentang Pengembangan Perpustakaan Digital di Provinsi DIY dengan menghadirkan Dra. Kristiana Swasti, M.Si selaku Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY, beserta George Iwan Marantika, MBA selaku Rektor Universitas Kristen Immanuel, Yogyakarta.
Para peserta Workshop Pemasyarakatan Perpustakaan dan Minat Baca bertempat di BLPT Yogyakarta yang diselenggarakan pada tanggal 10 Maret 2010 tampak antusias dalam mengikuti acara.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Warintek dan Layanan Internet menjadi salah satu fasilitas yang dihadirkan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY dalam memenuhi kebutuhan informasi para pemustaka yang berkunjung ke Unit Tentara Rakyat Mataram No. 4 Yogyakarta.
23
TATA CARA DAN TEKNIK KLIPING DALAM RANGKA PENYELAMATAN INFORMASI Oleh : Budiyono PENDAHULUAN Perpustakaan sebagai sumber informasi mempunyai peranan strategis dalam bidang pengelolaan dan penyebarluasan informasi. Seiring dengan dinamika kehidupan masyarakat yang berlangsung sangat cepat dan sulit diduga, terdapat kecenderungan peningkatan peranan dan pemanfaatan
informasi. Oleh karena itu perpustakaan harus cepat tanggap terhadap kebutuhan masyarakat akan informasi yang akurat, relevan, dan tepat waktu. Di samping itu diperlukan sikap proaktif dan inovatif sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat. Salah satu jenis koleksi yang ada di
perpustakaan adalah terbitan berkala. Terbitan berkala seperti jurnal, majalah, dan surat kabar memiliki peranan penting dalam penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan. Terbitan berkala mampu menampung berbagai ide, pemikiran, dan menyebarkannya ke masyarakat. Selain itu dalam penyampaian informasi, terbitan ini lebih cepat dari pada buku. Sedangkan kandungan informasinya dapat diakses
berulang kali bila dibanding dengan informasi yang disampaikan media pandang dengar atau tatap muka. Terbitan berkala yang berisi kekayaan intelektual ini akan selalu menarik dan diperlukan oleh masyarakat terutama masyarakat ilmiah. Melalui media ini, mereka mampu menyebarkan pemikiran, ide, teori, dan hasil-hasil penelitian mereka. Disamping itu, mereka juga dapat mengakses informasi ilmiah yang mutakhir. Mengingat pentingnya peran dan fungsi terbitan berkala, maka perlu adanya langkah-langkah penyimpanan, pengawetan, dan pelestarian terbitan ini. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara kliping. PENGERTIAN Kliping dapat diartikan sebagai guntingan artikel atau berita dari surat kabar, majalah, tabloid, dan sebagainya yang dianggap penting untuk disimpan dan didokumentasikan yang disusun dengan sistem tertentu dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi. Kliping dapat pula diartikan sebagai bentuk penyajian artikel, berita, atau jenis tulisan lain yang pernah dimuat di media cetak dengan cara menggunting dan menempelkannya pada lembaran kertas atau bahan lain, agar lebih mudah untuk menemukannya kembali bila sewaktu-waktu diperlukan. Penyusunan kliping dapat dikelompokkan menurut tema yang sesuai, misalnya kliping yang
berisi artikel atau berita tentang sebuah instansi, organisasi, kota, daerah, tempat penting, atau tokoh terkenal. Penyusunan kliping yang demikian ini dapat dikategorikan untuk suatu keperluan atau dokumentasi di kalangan sendiri. TUJUAN KLIPING 1. Menambah koleksi bacaan Bagaimana bentuk dan jenisnya, kliping biasanya merupakan bahan bacaan yang sebelumnya sudah diseleksi karena dianggap mempunyai nilai informasi atau nilai ilmiah sebagai salah satu sumber ilmu pengetahuan 2. Menyimpan dan melestarikan ide, gagasan pemikiran seseorang Hasil pemikiran, ide, gagasan seseorang perlu disimpan agar generasi penerus dapat mengembangkannya. 3. Menyebarluaskan ide, gagasan pemikiran seseorang kepada orang lain Kliping merupakan upaya penyebaran ide, gagasan, pemikiran dan pengalaman seseorang kepada orang lain, sekaligus sarana sambung pengertian antara penulis dan pembaca 4. Mengumpulkan dan memperkenalkan informasi baru Tulisan bersifat informasi yang dimuat di media cetak biasanya berbentuk berita, sedangkan yang bersifat analisis-analisis dalam bentuk
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
artikel. Dengan dibuat kliping, tulisan yang bersifat informasi dan analisis tersebut bisa kembali diketahui oleh siapa saja yang membacanya. Dengan demikian kliping dapat membantu memperkenalkan kembali informasi atau analisis yang sebelumnya pernah dimuat di media cetak untuk semua lapisan masyarakat. 5. Memupuk kreatifitas Menggunting dan menempel berita, artikel dari surat kabar, majalah dan sebagainya pada kertas merupakan seni dan kreativitas tersendiri. Dalam hal ini perlu kecermatan dan ketelitian penyusunannya dalam pengaturan tata letak/ lay out.
SUBYEK KLIPING Langkah awal dalam pembuatan kliping adalah menentukan subyek kliping yaitu untuk menciptakan keseragaman topik tulisan yang akan dimuat di dalam kliping. Topik tulisan harus seragam agar tidak menyulitkan si pembuat kliping untuk menemukan kembali subyek tulisan tertentu bila sewaktuwaktu diperlukan. Menurut keseragaman topiknya subyek kliping dapat dikelompokkan sebagai berikut; adat istiadat, agama, bahasa, budaya, biografi, ekonomi, filsafat, hukum, pengetahuan alam, internasional, kependudukan, lingkungan hidup, kesehatan, pariwisata, pendidikan, pembangunan, pertanian, perpustakaan, industri, politik, rumah tangga, sastra, budaya, sejarah, teknologi dan sebagainya.
25
TEKNIK PENGAMBILAN TULISAN Hal hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan tulisan yang akan diklipingkan adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan tulisan harus disesuaikan dengan subyek kliping yang sudah ditentukan. 2. Tulisan yang diambil hendaknya jenis tulisan ilmiah dari salah satu cabang ilmu pengetahuan. 3. Bila kliping berisi guntingan berita, sebaiknya dipilih berita yang bersifat informatif dan tidak basi meskipun zaman terus berubah LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN KLIPING A. Persiapan 1. Banyak membaca Sebelum membuat kliping, yang perlu dilakukan pertama kali adalah banyak membaca surat kabar, majalah, jurnal, buletin, dan media cetak lainnya. Dari banyak membaca itulah berbagai jenis tulisan bisa didapatkan untuk dijadikan kliping. 2. Menentukan sistem penyusunan kliping Sebelum membuat kliping perlu ditentukan terlebih dahulu sistem penyusunannya. Pertama, disusun berdasarkan judul media cetak tertentu secara kronologis dengan mengambil berbagai bidang subyek dengan tujuan agar
26
pembaca lebih mudah menemukan peristiwa penting yang pernah terjadi. Kedua, menentukan jenis subyek tertentu untuk dikliping tanpa memperhatikan judul media cetak. Ketiga, menentukan subyek tertentu dan judul media cetak tertentu secara kronologis. 3. Menyiapkan bahan dan alat untuk pembuatan kliping Bahan pokok untuk pembuatan kliping berupa berbagai judul media cetak yang akan dikliping, seperti surat kabar, majalah buletin dan sebagainya. Bahan pendukung diperlukan seperti; lem, tinta, kertas HVS dan kertas manila. Sedangkan peralatan yang digunakan antara lain ; gunting, cutter, penggaris, bender klip, stopmap dan sebagainya. B. Pelaksanaan 1. Menyeleksi dan memilih tulisan Dari hasil membaca berbagai media cetak tersebut, berbagai topik tulisan yang menarik dan mempunyai nilai guna diseleksi dan dipilih untuk dibuat menjadi kliping. Sebelum dipotong atau difotokopi, untuk sementara tulisan-tulisan yang sudah dipilih diberi tanda dengan pensil, spidol atau bolpoint warna terlebih dahulu 2. Memotong dan memfotokopi tulisan
yang sebelumnya sudah diberi tanda tersebut dipotong. Bila terdapat sebuah tulisan dari sumber bacaan yang dengan pertimbangan tertentu tidak memungkinkan dipotong, maka untuk mengambil tulisan tersebut dapat dilakukan dengan memfotokopi. Cara memfotokopi dan memotong tulisan hendaknya dibuat sebagus mungkin agar hasilnya tampak baik dan rapi. 3. Menyusun dan mengemas tulisan Semua tulisan yang sudah dipotong atau diambil dari sumber aslinya kemudian disusun pada lembaran kertas HVS yang sudah diformat ( judul media cetak sumber pengambilan tulisan, hari, tanggal, bulan, dan tahun tulisan di muat di media cetak tersebut), dengan menempelkannya menggunakan lem. Ukuran kertas dapat disesuaikan dengan selera yang dikehendaki, apakah menggunakan ukuran kertas kuarto atau folio. 4. Mengelompokkan tulisan Setelah semua tulisan disusun dan ditempel di lembaran kertas, kemudian dikelompokkan menurut jenis atau topiknya. Lembaran kliping yang sudah dikelompokkan tersebut dimasukkan dalam stopmap. 5. Menyusun isi kliping
Berbagai jenis tulisan “SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Tulisan yang sudah dipilih dan dikelompokkan menurut jenisnya, kemudian disusun sesuai dengan urutan judul secara alfabetis. Perlu diperhatikan bahwa sering terjadi dalam satu judul artikel memerlukan lebih dari satu halaman. Setiap judul artikel/ berita dapat dibuatkan ringkasan atau ulasan yang ditempatkan pada halaman tersendiri.
halaman judul dibuat menggunakan kertas yang tipis sama dengan kertas untuk menempel tulisan yang dikliping, sedangkan sampul luar menggunakan kertas yang tebal.
terhadap kliping yang sudah selesai disusun. Pengecekan ini perlu dilakukan untuk menghindari agar tidak terjadi kesalahan misalnya, kekurangan nomor halaman, urutan nomor halaman, terbalik dan sebagainya. Pengecekan ini juga berfungsi sebagai langkah penyempurnaan sehingga kliping benar-benar sebagai sumber informasi.
9. Membuat kata pengantar
6. Penomoran halaman
Kata pengantar ditulis pada halaman tersendiri dalam bentuk uraian singkat. Kata pengantar berisi penyampaian mengenai maksud dan tujuan pembuatan kliping dan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membanntu dalam proses pembuatan kliping.
Bila lembaran kliping yang berisi tulisan sudah siap disusun berurutan, langkah selanjutnya adalah pemberian nomor halaman. Penomoran halaman ini dimulai dari lembar pertama 10. Membuat daftar isi hingga lembar terakhir, Halaman daftar isi berisi menggunakan angka Arab. daftar keseluruhan isi kliping Nomor halaman dapat beserta nomor halamannya, diletakkan di sebelah kanan mulai dari halaman judul atas, bawah, kanan, atau kiri sampai dengan halaman sesuai selera. terakhir. 7. Membuat sampul luar Penomoran halaman ini (cover) dimulai dari halaman judul, kata pengantar, daftar isi Bahan yang digunakan dengan menggunakan untuk membuat sampul angka Romawi luar sebaiknya berukuran lebih tebal daripada kertas 11. Penomoran halaman depan yang digunakan untuk menempelkan tulisan Bila halaman judul, halaman kliping, misalnya manila kata pengantar dan halaman atau bufalo. Pada sampul daftar isi sudah selesai luar ini dicantumkan langsung diberi nomor judul kliping, jenis kliping, halaman sekaligus dengan nama pembuat, dan tahun menggunakan angka pembuatan, serta ilustrasi Romawi. lainnya. 12. Pengecekan 8. Membuat halaman judul Langkah terakhir dalam Halaman judul berisi pembuatan kliping sebelum informasi yang sama dengan dilakukan penjilidan adalah sampul luar. Perbedaannya, melakukan pengecekan “SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
13.
Penjilidan Perlu diambil kebijakan apakah kliping asli yang akan dijilid atau fotokopinya. Jika kliping asli yang akan dijilid tampilan permukaan tidak bisa rata karena ketebalan halaman kliping tidak sama. Jika menghendaki tampilan kliping rata maka sebaiknya yang dijilid fotokopinya saja. Kliping asli yang tidak dijilid dapat dimasukkan ke dalam ordner atau map snelhecter. Kliping yang ditempatkan pada ordner sewaktu waktu dapat ditambahkan dengan menyisipkan. Setelah sampul luar, halaman judul, kata pengantar, daftar isi, dan lembaran kliping disusun berurutan sesuai dengan nomor halamannya, dan tidak ada kekurangan lagi, maka langkah selanjutnya bisa dilakukan penjilidan. Penjilidan ini bisa dilakukan sendiri, atau diserahkan ke tempat jasa penjilidan.
SISTEM PENYUSUNAN KLIPING 1. Evixe
27
Sistem ini merupakan sistem penyusunan kliping yang menitik beratkan pada satu judul media cetak, misalnya surat kabar atau majalah yang terbit dalam jangka waktu tertentu secara kronologis. Dalam hal ini tentunya subjek yang dikliping terdiri dari berbagai bidang karena sistem ini lebih menitikberatkan pada urutan waktu. Dengan sistem ini pembaca akan lebih mudah menemukan peristiwa penting yang pernah terjadi pada waktu (hari, bulan, tahun) tertentu. 2. Ordnere Sistem ini merupakan penyusunan artikel atau berita, ulasan, dan lain sebagainya yang terdiri dari satu subjek menjadi satu susunan yang bahannya dari berbagai judul media cetak. Dalam hal ini yang dipentingkan adalah subjeknya tanpa memperhatikan judul media cetak maupun kronologi waktu terbitnya. Sistem ini telah banyak dikenal bahkan dipraktekkan oleh berbagai instansi, perpustakaan, yayasan, atau lembaga pendidikan. Teknik, tata letak, dan cara penyusunan kliping tergantung atau sesuai selera pembuatnya. Namun demikian, perlu diperhatikan adanya : Kerapian dan keselarasan Penghematan kolom Pemuatan data harus lengkap, misalnya judul tulisan, nama penulis, judul media cetak, hari, tanggal, bulan, dan tahun terbit. Tulisan yang dikliping
28
mudah ditemukan Agar tulisan yang dikliping mudah ditemukan kembali, maka perlu dibuatkan indeks untuk setiap jilid/ bendel kliping. Indeks tersebut berisi: Judul tulisan : artikel, berita, ulasan, dan lainnya Nama penulis
Trijoto & Suprihatin. 2003. Membuat dan Memanfaatkan Kliping. Yogyakarta : Mitra Gama Widya Rini Handayani. 2009. Kliping. Makalah Bintek Penyusunan Literatur sekunder. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY
Judul media cetak Nomor halaman pada jilid/ bendel kliping PENUTUP Kliping dianggap penting untuk disimpan dan didokumentasikan dan dapat dijadikan sebagai sumber informasi. Kliping merupakan bentuk penyajian artikel, berita, atau jenis tulisan lain yang pernah dimuat di media cetak dengan cara menggunting dan menempelkannya pada lembaran kertas atau bahan lain, agar lebih mudah untuk menemukannya kembali bila sewaktu-waktu diperlukan. Membuat kliping bukan pekerjaan yang sulit, juga tidak mudah. Pembuatan kliping harus dilakukan dengan tingkat ketekunan dan ketelitian kehati-hatian yang tinggi agar didapatkan sebuah kliping yang berbobot baik dari isi materi maupun penyaian fisiknya. DAFTAR PUSTAKA Lasa Hs. 2006. Membina Perpustakaan Madrasah dan Sekolah Islam.Yogyakarta : Adicita Karya Nusa
HAK CIPTA PADA........... Sambungan Hal. 9 13. Program GNU; “Program GNU” setara dengan perangkat lunak GNU. Program ANU adalah program GNU jika ia merupakan perangkat lunak GNU. 14. Perangkat Lunak GNU; merupakan perangkat lunak yang dikeluarkan oleh proyek GNU. Sebagian besar perangkat lunak GNU merupakan copylefted, dan semua perangkat lunak GNU harus merupakan perangkat lunak bebas. Dari berbagai jenis software yang termasuk dalam kategori open source tersebut terdapat berbagai pilihan yang bisa menjadi alternatif untuk menggantikan software komersial agar perpustakaan tidak melakukan pembajakan atau terhindar dari penggunaan software bajakan. Misalnya untuk operating
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
system menggunakan LINUX, web browser dapat menggunakan Mandrake, dan untuk otomasi dapat menggunakan Open Biblio.
system dan program aplikasi). Berdasarkan peraturan hak cipta yang berlaku di Indonesia, masih terdapat celah yang dapat digunakan untuk melakukan Penutup digitalisasi dokumen yaitu terhadap Perkembangan yang begitu dokumen yang telah habis masa cepat pada teknologi komputer perlindungan hak ciptanya. dan informasi telah ikut merubah Sedangkan pengguna software wajah perpustakaan sebagai salah yang tergolong dalam open source satu pusat informasi/pengetahuan. akan dapat mengurangi biaya Perubahan tersebut tidak hanya software dan menghindarkan sebatas pada mekanisme kerja diri dari pembajakan dan atau perpustakaan saja, tetapi juga menggunakan software bajakan. sampai kepada landasan filosofis Daftar Pustaka: perpustakaan. Perkembangan Majalah: tersebut ‘memaksa’ para --- (2005), “Adu Jago Perpustakaan Digital”, Gatra No. 29 Th. XI, 4 Juni, hal. 34 – pustakawan untuk dapat 35. Arif, Ikhwan (2005), “Sepintas Tentang mengimplementasikannya pada Perpustakaan Digital”, Sangkakala Edisi ke 2, hal. 3 – 11. perpustakaan. Implementasi teknologi digital pada Situs Internet: --- (tanpa tahun). Aozuro Bunko, http:// perpustakaan tidak selalu dapat id.wikipedia.org/wiki/Aozora_ Bunko, akses 22/9/2008, 08.33 WIB. berjalan dengan mudah, banyak --- (tanpa tahun), Aturan dalam Open Source, kendala yang harus dilewati dan http://www.e-dukasi.net/pengpop/ pp-full.php?ppid=194&fname=h11. diselesaikan masalahnya. Mulai html, akses 23/9/2008, 09.14 WIB. dari masalah klasik tentang dana, --- (tanpa tahun), Kategori Perangkat Lunak Bebas dan Tidak Bebas, http://www. sumber daya manusia, sampai gnu.org/philosophy/categories. id.html, akses 23/9/2008, 09.56 masalah budaya dan hukum adalah WIB. --(2006), The Open Source Definition kendala yang harus terselesaian (Annotated), http://www. agar perpustakaan digital dapat opensource.org/docs/definition. php, akses 23/9/2008, 09.30 WIB. berjalan sebagaimana mestinya. --- (2007). Perpustakaan Digital, http:// id.wikipedia.org/wiki/Perpustakaan_ Salah satu aspek hukum digital, akses 22/9/2008, 08.50 WIB. pada perpustakaan digital adalah --- (tanpa tahun), Sumber Terbuka (Open Source), http://bebas.vlsm.org/ hak cipta, meliputi hak cipta yang v06/Kuliah/ SistemOperasi/BUKU/ SistemOperasi-4.X-1/ch02s05.html, melekat pada konten/dokumen akses 24/9/2008, 09.23 WIB. (koleksi perpustakaan digital) dan Kurnia, Lasti (2008). Ditargetkan 9.000 Naskah Bisa Dikerjakan, hak cipta pada software (operating http://cetak.kompas.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
read/xml/2008/10/10/0144289/ n a s k a h . k u n o . digitalisasiNaskahKunoDigitalisasi, akses 13/10/08, 10.04 WIB. Mardoto (2008). Peringkat Pembajakan Software Indonesia Membaik, http://mardoto.wordpress. com/2008/06/24/peringkatpembajakan-software-indonesiamembaik/, akses 13/10/08, 09.50 WIB. Rachmawati, Rina dan Grace S. Gandhi (2004). Indonesia Peringkat Keempat Pembajak Piranti Lunak, http:// www.tempointeraktif.com/hg/ ekbis/2004/10/14/brk,2004101442,id.html, akses 13/10/08, 09.37 WIB. Samik-Ibrahim, Rahmat M (2007), Hak atas Kekayaan Intelektual Perangkat Lunak, http:/rms46.vLSM.org/2/137. pdf, akses 25/9/2008, 09.58 WIB. Stallman, Richard M (tanpa tahun), Mengapa Perangkat Lunak Seharusnya Tanpa Pemilik, http://www.gnu.org/ philosophy/why-free.id.html, akses 25/9/2008, 14.55 WIB. Setiarso, Bambang (2003?). Roadmap Perpustakaan Digital Iptek, h t t p : / / i l m u ko m p u t e r. c o m / w p - c o n t e n t / u p l o a d s / 20 0 6 / 0 9 / bse-roadmapdliptek.pdf, akses 22/9/2008, 09.03 WIB. Wahono, Romi Satria (2008). Antara HaKI, Islam dan Teknologi Informasi, http://romisatriawahono. net/2008/04/22/antara-haki-islamdan-teknologi-informasi/, akses 13/10/2008, 15.11 WIB. Wahono, Romi Satrio (1999). Digital Library dan Proyek-Proyek Penelitiannya, romisatriawahono.net/ publications/1999/romi-dimensi399.pdf, akses 15/10/2008, 13.29 WIB. Wahono, Romi Satrio (2003?). Menengok Proyek Digital Library, http:// www.pdii.lipi.go.id/wp-content/ uploads/2007/03/romi-dl.pdf, akses 22/9/2008, 12.53 WIB. Widyawan, Rosa (2004). Perpustakaan Digital Bukan Sekadar Koleksi Digital, http://cdc.eng.ui.ac.id/ article/articleview/2321/1/2/, akses 22/9/2008, 14.12 WIB. Yudhanto, Yudho (2003?). Menggagas Perpustakaan Digital, http:// ilmukomputer.com/2007/06/06/ menggagas-perpustakaan-digital/, akses 22/9/2008, 15.00 WIB.
com/
29
Oleh : I Agustiro Suroyudo
J
ogja Library Center Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan lembaga penting yang mendukung keberadaan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata di DIY. Lokasi strategis Jogja Library Center (JLC) di tengah-tengah jantung kota Yogyakarta membuat JLC mudah diakses dan ditemukan. Banyak wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara menyempatkan mampir mengunjungi JLC BPAD DIY untuk menikmati sajian koleksi dan informasi yang tersedia di perpustakaan tersebut. Di samping itu banyak juga pemustaka, pelajar, mahasiswa dan masyarakat umum yang datang berkunjung ke JLC Malioboro. Sesungguhnya nama Jogja Library Center atau Pusat Perpustakaan Yogya tidaklah berlebihan, karena memang JLC BPAD DIY berada di pusat kota Yogyakarta. Sejarah panjang dan penting yang melekat pada JLC di Jl. Malioboro No. 175 juga telah teruji dan terbukti sepanjang Sejarah Indonesia Merdeka.
30
Pada awalnya JLC bernama Perpustakaan Negara yang lahir di tengahtengah gelora revolusi kemerdekaan. Gempa Bumi 27 Mei 2006 turut menguatkan dan membuktikan bahwa bangunan JLC cukup kokoh dan baik.
Renovasi gedung Perpustakaan Malioboro yang dilakukan pada tahun 2007 ditandai dengan peresmian pada tanggal 27 Desember 2007. Renovasi gedung Perpustakaan Malioboro ditandai dengan Candrasangkala “Pustaka Luhur Datan Mangrwa” Tanda tahun yang bermakna 2007 mempunyai makna Pustaka Utama Tiada Mendua, yang artinya buku-buku yang baik
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
membawa pada pengetahuan dan kebenaran. Pada acara syukuran dan tirakatan malam 28 Desember 2007 itulah nama Jogja Library Center (JLC) mulai dinyatakan, disebut, diucapkan, dan dikumandangkan. BPAD DIY patut bersyukur dengan pemberian nama itu, bukankah nama merupakan doa dan harapan untuk kemuliaan dan kejayaan BPAD DIY di masa kini dan di masa datang.
Sewaktu Presiden Soekarno hendak menuju Jakarta dari Ibukota Perjuangan Yogyakarta pada tanggal 28 Desember 1949 mengatakan :”Yogyakarta menjadi termasyhur karena Jiwa Kemerdekaannya. Teruskanlah Jiwa Kemerdekaan itu.” Artinya JLC Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY yang diresmikan pada tanggal yang sama mempunyai memori untuk menyemangati peristiwa bersejarah itu untuk
diserap sebagai semangat dalam pelayanan dan pelestarian pustaka bagi masyarakat. JLC yang mempunyai koleksikoleksi Yogyasiana terbukti mampu menyimpan dokumendokumen buku penting yang bernilai sejarah yang akan mampu selalu dibaca oleh generasi masa kini dan masa depan. Dalam skala yang lebih luas, itu berarti juga bahwa kalau Bangsa Indonesia ingin menjadi Bangsa yang
merdeka dan mandiri harus dengan rendah hati belajar pada Yogya. Indonesia dengan segala kebesaran dan segala kompleksitas kehidupannya; sewaktu masih ‘bayi mungil 5 bulan sampai dengan 4 tahun 5 bulan’ selalu diasuh, disayangi dan dicintai oleh Sang Ibu Mataram Yogyakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia. Mataram sendiri mempunyai arti Ibu, jadi tidaklah berlebihan kalau Yogyakarta mampu dan
bisa mengasuh Bayi Republik Indonesia yang kini dan kelak diharapkan akan menjadi Bangsa dan Negara yang besar dan jaya. Ada Apa di JLC Sesungguhnya pelayanan perpustakaan yang dilakukan di JLC saat ini sudah mencoba mengikuti perkembangan zaman. Apa-apa yang menjadi trend
32
pengetahuan dan teknologi dicoba diterapkan di JLC. Saat ini JLC sudah menggunakan akses teknologi informasi, internet, multi media yang sudah bisa dibaca dan diunduh oleh para pemustaka atau pencari informasi. JLC juga melayani audio visual baik film, cd, vcd, radio dan televisi. JLC juga mengelola, menyimpan, merawat, melayankan Koleksi Yogyasiana yaitu bahan
ini diharapkan dari hari ke hari akan dicoba selalu ditingkatkan agar masyarakat semakin gemar membaca. Dengan membaca diharapkan masyarakat akan semakin cerdas, sehingga mampu mengambil keputusan yang baik dan bijaksana dalam kehidupannya. Layanan lain yang juga diberikan di JLC antara lain
pustaka yang terkait dan mengenai Yogyakarta. Layanan yang berikutnya adalah Layanan Majalah dan Surat Kabar dari
ruang studi, ruang diskusi, sarasehan, juga ruang untuk menimba inspirasi seperti Jogja Corner, serta ruang untuk hening atau berpikir dalam dan matang untuk mangayu hayuning bawana
Tahun 1945 sampai dengan sekarang (2010). Saat ini surat kabar yang dilanggan adalah Kedaulatan Rakyat, Bernas, dan Kompas. Sedangkan Koleksi majalah yang dapat dibaca antara lain Panyebar Semangat, Praba, Sangkakala, Duta Kailasa, Global Finance, GSI, Newsletter Ankara, Gatra. Berbagai macam layanan
atau memayu hayuning bawana. Ruang untuk studi, diskusi, berpikir, hening ini merupakan oase atau sendang atau telaga di tengah hiruk pikuk dan gegap gempita kehidupan modern di kota. Dengan adanya ruang-ruang semacam itu diharapkan JLC membuktikan memberikan ruang batin atau ruang rohani atau ruang
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
spiritual untuk berkembang dan mencapai harmoni, keselarasan, dan keseimbangan. JLC juga mempunyai Ruang Mushola yang bisa digunakan oleh para pemustaka, pengunjung, dan pencari informasi untuk berdoa di tengah-tengah kesibukan mencari ilmu dan pengetahuan. Einstein pernah berkata bahwa Ilmu tanpa agama adalah pincang, Agama tanpa ilmu adalah buta, oleh karena itu harus diselaraskan antara ilmu dan agama dengan seimbang; agar selalu diberkati oleh Tuhan Yang Mahabesar, Mahakuasa, dan Mahabaik. Asa JLC di Masa Depan Masa depan adalah milik orang yang mempunyai asa. JLC BPAD DIY dengan berani akan menatap dan menyongsong masa depan dengan asa yang dimilikinya. Asa yang paling penting yang dimiliki oleh JLC adalah bahwa di masa depan selalu ada asa selalu ada harapan; asa dan harapan bagi suatu keadaan dan kehidupan yang baik. Adanya berbagai film seperti 2012 bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti dan dicemaskan. Bagi orang yang beriman, berilmu dan rajin membaca akan mampu
menghadapi dan menyikapi adanya berbagai kemungkinan yang terjadi di masa kini dan di masa depan. Satu hal yang pasti adalah Manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Sangkan Paraning Dumadi adalah menuju pada Tuhan. Oleh karena itu apapun yang terjadi harus selalu yakin bahwa Tuhan beserta kita. Itulah asa dan harapan yang dimiliki JLC yaitu selalu menyadari bahwa Tuhan selalu hadir dalam kehidupan kita. Malioboro sendiri sudah memberikan makna yang dalam dan jauh. Malioboro berasal dari kata Malya dan Bara(na) atau Brana; Malya artinya untaian bunga yang melambangkan keindahan dan Barana atau Brana berarti harta atau perhiasan yang melambangkan kekayaan dan kejayaan. Semoga saja JLC Malioboro BPAD DIY selalu indah, kaya dan jaya kini dan selamanya.
dengan segala bentuknya, untuk memenuhi ‘kepenasaran’ intelektual mereka tetapi yang kita lihat justru mereka hobi ‘berolahraga jari’ yang kadang diselingi tertawa sendiri. Anehnya, mereka menuntut indeks prestasi tinggi. Atau mereka ingin lulus dengan tanpa harus kerja dengan semangat tinggi. Jangan heran apabila nanti berkeliaran sarjanasarjana semu sebagai produk instan dari cara belajar yang asalasalan. Oleh karena itu menjadi tugas kita untuk mengembalikan fungsi hape secara proporsional. Barangkali kita perlu sebarkan olok-olok : ”SMS-an terus, kampungan ah.....!”. Lebih dari itu yang lebih penting adalah bagaimana mendidik anak-anak kita agar tidak terjangkit budaya gumunan dan budaya kagetan.
RALAT
Untuk Buletin Sangkakala Edisi Ketujuh 2009, pada artikel “Reading and Writing Habits Dalam JLC jejaring Sosial” tidak terdapat keterangan tentang biodata penulis. Malioboro; Mei 2010 Seharusnya tertulis “Oleh Suwardi, Pustakawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta”. Redaksi mohon maaf atas kekeliruan tersebut. Terima kasih HaPe, Sang.......... atas perhatiannya. Sambungan Hal. 15 kehidupan maya. Kaum terpelajar kita, mahasiswa, siswa, atau bahkan para dosen semestinya berasyik-masyuk dengan buku
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
33
DIDAKTIK DALAM SERAT SANGU GESANG Memaknai Hidup Melalui Pustaka Lama
Oleh : Damaika Saktiani
P
ustaka lama menyimpan banyak manfaat dan ajaran hidup di dalamnya. Pustaka lama merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya. Dengan kepekaan yang cukup dalam melihat dan memahami warisan budaya yang berbentuk pustaka lama tersebut sesungguhnya dapat dipetik manfaat yang luar biasa. Menerobos jaman modernisasi dan era komputerisasi, keberadaan pustaka lama hingga dapat bertahan sampai saat ini bukanlah persoalan mudah. Lestarinya warisan budaya ini tentu saja tak lepas dari peran orangorang yang mumpuni di bidangnya. Hendaknya kita sampaikan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para pustakawan dan pemelihara pustaka atau naskah-naskah lama Nusantara.
34
Serat Sangu Gesang (SSG) adalah satu dari sekian pustaka lama yang masih lestari terpelihara. SSG adalah karangan Raden Poedjohardjo dan
baik dan terawat kendatipun usianya hampir mendekati tiga perempat abad. Hanya saja ada lubang-lubang kecil pada halaman-halaman naskah akibat
merupakan koleksi Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya UGM dengan nomor kode koleksi 298 Poe S/ 725/ SK/ 70 B. Kondisi fisik SSG terbilang masih cukup
digigit ngengat. Buku langka dengan tebal 28 halaman ini berhuruf Jawa tulisan cetak. Bentuk pengungkapannya berupa prosa, sedangkan gaya penceritaannya menggunakan bahasa Jawa Krama. SSG merupakan karya sastra klasik yang mengandung ajaran hidup, budi pekerti, dan nasihat yang dapat dijadikan pedoman hidup sebagai sangu gesang (bekal hidup) manusia. Ilmu tentang ajaran atau nilai-nilai ajaran (didaktik) dalam SSG inilah yang akan diuraikan agar dapat dipetik manfaatnya dan digunakan sebagai pedoman hidup. Manusia, dalam menjalani hidup membutuhkan bekal. Adapun, yang dimaksud bekal disini, bukan saja yang berwujud
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
ateri, tetapi juga pedoman m hidup. Yang pertama, orang hidup di dunia ini harus berlandaskan iman atau kepercayaan terhadap Tuhan YME. Selain itu Raden Poedjahardjo (SSG: 5) menguraikan bahwa manusia hidup di dunia harus berbekalkan sikap sregep (rajin) dan temen (bersungguh-sungguh) untuk dapat mencapai tujuan dan keinginannya. Nilai-nilai ajaran (Didaktik) yang terdapat dalam SSG antara lain: 1. Seseorang dalam bekerja harus berbekal kemampuan dan keterampilan, serta harus paham betul apa yang menjadi tugas dan kewajibannya. Keterampilan yang dimiliki tersebut harus dilandasi dengan sikap sabar dan telaten untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Orang yang bekerja dengan kehatihatian dalam berpikir, ibarat pekerjaannya sudah terselesaikan separuh. 2. Orang yang hidupnya menumpang pada orang lain harus berbekal sikap hatihati, tidak boleh mempunyai maksud kurang baik atau
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
sembarangan dalam bertingkah laku. Karena telah diberi kepercayaan dan kebaikan oleh si Empunya rumah. 3. Orang yang hidupnya miskin harus pandai menempatkan diri, selalu mengingat baik buruk sebagai pedoman dalam bertingkah laku. Seharusnya tidak hentihentinya melihat ‘kaca benggala’ (senantiasa
kaya dalam hidupnya sudah tidak memerlukan bekal apa-apa lagi, kiranya masih keliru. Orang kaya harus senantiasa mengingat bahwa kekayaannya tentu berasal dari kerja keras banyak orang. Sehingga seharusnya tetap menghargai dan berbuat baik kepada orang lain, adapun dalam berbuat baik atau menolong orang sebaiknya tidak pilih-pilih. 5. Dalam bepergian sudah sewajarnya jika seseorang berbekal biaya atau uang. Selain itu, yang terutama, orang yang akan bepergian harus berbekal doa, agar selamat sampai tujuan. 6. Bekal seseorang yang mengalami sakit yang utama adalah tekad. Yang pertama, tekad untuk menahan rasa sakit sementara, dan jangan lupa mencari obat. Kedua, orang yang sedang sakit harus melupakan halhal duniawi, karena yang dibutuhkan orang sakit hanyalah kesembuhan.
bercermin diri). 4. Orang yang kaya hidupnya serba tidak berkekurangan, apa yang diinginkan selalu terpenuhi. Akan tetapi anggapan bahwa orang
Yang terakhir adalah sikap pasrah, karena apabila Tuhan menghendaki si sakit pasti akan segera sembuh. 7. Bagi mereka yang
bersambung ke Hal. 42
35
Serat Suryaraja Kekayaan Budaya Yogyakarta Oleh : Titi Munfangati
Pendahuluan Hasil kebudayaan yang diungkapkan oleh teks klasik dapat dibaca dalam peninggalanpeninggalan yang berupa tulisan tangan atau naskah atau manuskrip. Istilah manuskrip berasal dari kosa kata bahasa Inggris: manuscript, artinya naskah (Echols, 1993: 372). Dalam dunia ilmu sastra teks atau tulisan yang terdapat dalam naskah adalah sesuatu kandungan yang bersifat abstrak, sedangkan manuskrip atau naskah adalah bentuk konkritnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan melalui naskah yang menjadi tempat penyimpanannya (Baried, 1985: 4). Dari pengertian ini lalu timbul
istilah naskah kuno, yaitu naskah yang berusia lebih dari 50 tahun. Hasil budaya yang berbentuk naskah terdapat di berbagai suku bangsa di Nusantara. Naskah-naskah di berbagai suku etnik tersebut mengandung isi yang beraneka ragam, sejarah, cerita fiksi, dongeng, legenda, pengobatan tradisional, wayang, cerita panji, ajaran atau piwulang, dan sebagainya. Pendeknya, semua aspek kehidupan pada masyarakat, khususnya kehidupan masyarakat yang melatarbelakangi karya itu diciptakan, tergambar dalam hasil karya nenek moyang yang berwujud naskah. Dilihat dari sifat
mengungkapannya kebanyakan isinya mengacu kepada sifat historis, didaktis, religius, dan belletri (cantik, indah). Naskah kuno, pada masa sekarang banyak tersimpan di berbagai perpustakaan, museum, ataupun dikoleksi oleh perseorangan. Koleksi naskah di perpustakaan atau museum biasanya mempunyai katalog tersendiri yang dibedakan dari katalog buku atau pustaka yang lain. Hal ini karena naskah mempunyai spesifikasi dan biasanya membutuhkan perlakuan khusus dalam perawatannya. Dapat dimaklumi karena naskah kuno adalah benda istimewa, langka, satu-satunya, dan sudah
tidak dihasilkan lagi. Berbeda dengan buku atau pustaka pada jaman sekarang yang dapat dicetak ulang, naskah sebagai hasil tulisan tangan para pujangga masa lalu sudah tidak ada lagi yang menulisnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk secepatnya mengupayakan agar kandungan naskah tidak segera hilang seiring rusaknya naskah itu sendiri. Ribuan buah naskah kuno
bercerita tentang perjalanan tokoh Raden Pujakusuma, seorang putra mahkota, yang berusaha merebut kembali kerajaannya dari tangan orang yang tidak berhak. Perjuangannya yang gigih dengan melewati berbagai rintangan, mengembara ke berbagai daerah untuk menyusun kekuatan, serta pelajaran hidup yang berharga yang diperoleh dalam pengelanaannya membuat putra
yang tersebar di seluruh Indonesia membutuhkan uluran tangan para peneliti untuk membuat agar naskah terbaca. Hal ini karena naskah biasanya berisi buah pikiran pujangga yang dituangkan dalam bahasa dan aksara daerah tertentu. Bahasa dan aksara daerah tentu saja hanya dipahami oleh lingkup masyarakat yang kecil, masyarakat pemilik kebudayaan tertentu. Padahal betapa kayanya isi kandungan naskah kuno itu, sangat berharga untuk dipelajari. Sebagai contoh, naskah Jawa yang berisi cerita sejarah raja-raja Jawa. Banyak sekali naskah yang berisi cerita raja-raja Jawa, di antaranya adalah Serat Suryaraja.
mahkota ini semakin matang. Secara alegoris, sebenarnya Serat Suryaraja ini menggambarkan kehidupan kerajaan Yogyakarta pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana II. Dari cerita dalam Serat Suryaraja ini dapat diambil berbagai pelajaran berharga yang dapat diterapkan dalam kehidupan, sebagai suri teladan bagi generasi muda, generasi mendatang. Hal ini karena dalam Serat Suryaraja ini berisi gambaran sifat kepemimpinan, kepahlawanan, religi, ketatanegaraan, siasat perang, kehidupan budaya rakyat kecil, dan masih banyak lagi. Begitu terkenalnya Serat Suryaraja ini karena naskahnya ada di beberapa Serat Suryaraja: Kisah Perjuangan tempat penyimpanan naskah, Raden Pujakusuma. dalam berbagai versi. Versi Serat Suryaraja ini dalam pengertian di sini adalah
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
cerita yang intinya sama, tetapi disampaikan dengan berbagai variasi. Hal ini dimungkinkan karena para pujangga menulis kembali naskah yang terdahulu dengan kreativitasnya sendiri, sehingga dapat berbeda dengan naskah aslinya. Paling tidak ada enam naskah yang masingmasing tersimpan di Museum Sonobudoyo, Perpustakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan Pura Pakualaman, dan Kraton Yogyakarta. Satu di antara versi yang sudah pernah dikaji antara lain koleksi Museum Sonobudoyo, yaitu SB 19 sebanyak 432 halaman. Secara singkat Serat Suryaraja ini menceritakan tentang kerajaan Purwakanda, dengan rajanya Prabu Suryaraja. Raja mempunyai dua putera, Raden Danakusuma dan Raden Jayakusuma. Menjelang wafat, Prabu Suryaraja membagi dua kerajaan untuk diserahkan kepada kedua putranya, menjadi kerajaan Danaraja untuk Raden Danakusuma bergelar Prabu Suryamijaya, dan kerajaan Purwakanda untuk Raden Jayakusuma dengan gelar Prabu Jayakusuma. Prabu Suryamijaya berputra dua orang, Dyah Ayu Rukmini dan Raden Dasadriya, sedangkan Prabu Jayakusuma
37
berputra empat orang, Raden Pujakusuma, Dyah Pujaresmi, Raden Endrakusuma, dan Raden Gandakusuma. Ketika Raden Pujakusuma berusia 13 tahun, Raja Jayakusuma wafat, pemerintahan Purwakanda sementara waktu dipegang oleh pamannya, Raja Suryamijaya. Sifat buruk Raja Suryamijaya muncul, berusaha untuk menyingkirkan Raden Pujakusuma. Dengan akal
dan diperintahkan untuk menggantikan sang resi bertapa di sana, dengan nama Begawan Sukmajati. Resi Jatikusuma lalu moksa. Akibat ketekunan tapa Raden Pujakusuma atau Begawan Sukmajati, timbul huru-hara di negara Endrakencana, sebuah kerajaan makhluk halus yang berada di puncak Gunung Manikmaya, dengan rajaputri
Pujakusuma mengganti namanya menjadi Raden Senakusuma. Perjuangannya dilanjutkan dengan menaklukkan kerajaan Gondopura, Gajahoya, pantai utara dan selatan. Setelah itu mereka berkubu di Sidakarsa. Lalu dilanjutkan dengan menaklukkan wilayah tengah, lalu berkubu di Purwagusti. Tak lama ketiga adik Raden Pujakusuma juga sudah sampai di Sidakarsa, lalu
liciknya, raja berusaha membunuh Raden Pujakusuma, namun Raden Pujakusuma selamat dari maut meskipun harus terbuang ke samodra. Jasatnya lalu ditemukan oleh seorang pertapa, dirawat dan diberi wejangan berbagai ilmu kesempurnaan dan ketatanegaraan. Raden Pujakusuma lalu melanjutkan pengembaraan ke arah timur, sampai di pertapaan Mangunkarsa tempat Resi Jatiwirya. Setelah beberapa lama berguru kepada sang resi, Raden Pujakusuma disarankan untuk bertapa di Gunung Damarjati tempat pertapaan Resi Jatikusuma. Perjalanannya melalui berbagai rintangan yang sangat sulit, namun berkat kegigihan dan tekatnya semua rintangan dapat dilaluinya. Tiba di pertapaan Damarjati bertemu dengan sang resi, diberi berbagai wejangan
Prabu Retnadewati. Ketika mengetahui bahwa huru-hara di negerinya akibat tapa Raden Pujakusuma, sang raja marah lalu memerintahkan pasukan raksasa dan jin untuk menyerbu. Oleh karena pasukannya kalah, akhirnya rajaputri turun tangan sendiri, walaupun akhirnya kalah juga. Negaranya menjadi taklukan dan rajaputri diperistri oleh Raden Pujakusuma. Raden Pujakusuma lalu mengikuti sayembara di negeri Tasikmadu memperebutkan putri raja Dewi Condroresmi. Raden Pujakusuma memenangkan sayembara dan mempersunting sang dewi. Setelah beberapa lama tinggal di Tasikmadu, Raden Pujakusuma melanjutkan perjuangannya dibantu Raden Brongtokusuma, adik Dewi Condroresmi, dengan seribu prajurit dan empat tamtama. Raden
diiringkan menemui kakandanya di Purwagusti. Selanjutnya mereka memulai perjuangan mekalukkan wilayah yang berbatasan dengan kerajaan Purwakanda. Diceritakan raja Purwakanda, yaitu Prabu Suryamijaya, mendengar khabar adanya ksatria berkelana dengan ribuan prajuit, lalu menyelidikinya. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa ksatria pengelana itu adalah Raden Pujakusuma. Raja lalu mengutus Tumenggung Nitipraja untuk menghadap Raden Senakusuma. Raden Senakusuma pun menyambut utusan dengan baik dan penuh hormat, walaupun dahulu sang raden sudah diperlakukan dengan buruk oleh raja Purwakanda. Utusan menyampaikan pesan bahwa raja meminta maaf atas perlakuannya terhadap Raden Senakusuma, serta menyarankan agar kembali
38
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
ke Purwakanda dan menjadi raja di Danaraja. Akan tetapi kalau Raden Senakusuma tetap menginginkan untuk menjadi raja di Purwakanda, raja akan rela menyerahkannya asalkan Raden Senakusuma bersedia menghadp kepadanya. Raden Senakusuma lalu memberikan jawaban bahwa dia akan menghadap sang raja tetapi tidak saat itu. Saatnya akan tiba kelak jika ada gerhana
bahwa sepeninggal raja kerajaan Purwakanda akan kehilangan nama besar. Bintang-bintang tampak di malam gelap adalah mengibaratkan pasukan Raden Senakusuma yang berhasil mengalahkan Purwakanda, sedangkan matahari akan muncul pagi hari dalam cahaya yang cemerlang mengiaskan bahwa “cahaya kerajaan” akan berpindah kepada Raden Senakusuma.
berganti kalah dan menang, dengan memakan korban ribuan jiwa prajurit dan harta benda dari kedua pihak. Pada akhirnya, setelah melalui perjuangan yang panjang, Raden Pujakusuma berhasil merebut kembali kerajaan Purwakanda. Raden Pujakusuma lalu dinobatkan sebagai raja Purwakanda dengan gelar Prabu Suryajayaamisesa. Penobatannya dihadiri para alim
matahari total pada waktu sore hari, lalu hari menjadi gelap dengan bintang-bintang yang terlihat di langit, dan matahari baru akan terlihat pagi harinya dengan cahaya yang lebih cemerlang. Raden Senakusuma berjanji jika gerhana sudah terjadi maka keesokan harinya dia akan menghadap kepada raja Purwakanda. Setelah perbincangan selesai, utusan segera menyampaikan jawaban Raden Senakusuma kepada raja Purwakanda. Raja Purwakanda sangat marah dan menganggap Tumenggung Nitipraja sangat bodoh karena tidak memahami makna jawaban Raden Senakusuma. Yang dimaksud gerhana matahari sore hari adalah usia baginda yang sudah tua dan hampir meninggal. Hilangnya sinar matahari menandakan
Jadi maksudnya dia akan datang jika raja sudah tiada dan dapat menjadi raja di Purwakanda. Tumenggung Nitipraja dan semua yang mendengar hanya terdiam. Raja lalu mengatakan akan mengundurkan diri dan digantikan oleh Raden Senakusuma dan berpesan agar semua kerabat, pasukan dan prajurit, dengan suka rela patuh dan taat kepada raja baru, yaitu Raden Senakusuma. Mendengar perkaaan raja itu, mereka sangat terharu dan timbul semangat untuk membela sang raja dan mempertahankan kerajaan Purwakanda. Maka segeralah diadakan persiapan untuk melakukan peperangan melawan pasukan Raden Senakusuma. Lalu terjadi peperangan yang berlangsung sangat lama dan berpindah-pindah tempatnya, saling serang,
ulama, pendeta, resi, dan Sunan Giri. Raja lalu menikahi Dewi Retnadewati dan menjadikan putri Tasikmadu, Dewi Condroresmi, sebagai permaisurinya dengan gelar Ratu Mas. Sang raja memerintah Purwakanda dengan aman sentosa, damai, penuh kebijaksanaan.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Arti Penting Serat Suryaraja Dari segi naratif, tokoh protagonis dalam Serat Suryaraja yaitu Raden Pujakusuma, putra mahkota kerajaan Purwakanda yang sekaligus menjadi tokoh sentral yang menggerakkan cerita dari awal sampai akhir. Dalam perjalanan pengembaraan tokoh utama terjadi berbagai peristiwa. Peristiwa-peristiwa itu merupakan satu rangkaian sebab akibat yang menggerakkan cerita hingga penyelesaian. Dari segi Serat Suryaraja
39
sebagai karya sastra sejarah, melukiskan adanya pelaku sejarah dalam rangkaian cerita yang mengandung unsur-unsur peristiwa yang telah terjadi atau dianggap terjadi dengan ramuan sastra yang mengandung unsur keindahan dan rekaan. Unsur keindahan dan rekaan pada karya sastra sejarah adalah satu aspek penting yang harus ada dalam setiap karya sastra sejarah. Selain
sejarah bercerita tentang tokohtokoh dan peristiwa sejarah yang menyangkut raja-raja atau kerajaan atau riwayat hidup tokoh-tokoh yang sejaman dengan penulisnya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sigit Widiyanto (1999: 105) bahwa naskah kuno bercerita tentang peristiwa sejarah dan tokoh-tokoh yang hidup sejaman dengan penulisnya. Untuk Serat Suryaraja
yang digambarkan secara alegoris. Hal ini sudah pasti akan membuat karya sastra sejarah itu mempunyai bobot yang lebih baik, karena penulisnya sendiri mengetahui segala sesuatu yang terjadi kemudian dituangkan dalam rangkaian narasinya. Serat Suryaraja mengandung mistik yang terjadi dalam peperangan-peperangan dan petualangan tokohnya.
itu adanya unsur pelaku sejarah dan peristiwa yang terjadi atau dianggap terjadi sebagai ciri pembeda khusus dari jenis karya sastra yang lain (Darusuprapta dikutip Susilantini, 1996: 184). Serat Suryaraja sudah memenuhi persyaratan sebagai karya sastra sejarah yaitu mengandung unsur rekaan dan keindahan yang meliputi unsur percintaan dan lukisan keindahan alam, serta pelaku sejarah dan peristiwa sejarah, yang digambarkan oleh tokoh Raden Pujakusuma sebagai gambaran masa muda Sultan Hamengkubuwana II. Serat Suryaraja sebagai karya sastra
tokoh utama yang menjadi sentral cerita bahkan adalah
Bahkan diceritakan juga adanya ramalan tentang peristiwa atau hal yang akan terjadi kemudian. Ramalan akan bersatunya kembali dua kerajaan yang terpecah, orang-orang kulit putih akan beralih ke agama Islam, dan kerajaan akan menjadi kuat dengan dikuatkan oleh pernikahan raja dengan Retnadewati, yaitu penguasa Laut Selatan. Di sini tampak bahwa pengarang berusaha melegitimasi kekuasaan raja dengan mitosmitos yang sangat dipercaya oleh masyarakat. Hal ini berarti juga penyelesaian masalah-masalah kekuasaan dan tatapemerintahan negara dengan menggambarkan kiasankiasan yang terjadi dalam Serat Suryaraja.
40
penulisnya sendiri,
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Serat Suryaraja: Kekayaan Budaya Yogyakarta. Dari hasil pembacaan Serat Suryaraja dapat diketahui bahwa naskah ini memuat banyak sekali aspek kehidupan, gambaran jaman pada masa lalu. Bagaimana kehidupan kerabat kerajaan, para prajurit, pertapaan, rakyat jelata, sampai kisah peperangan, siasat yang digunakan dalam peperangan, dan sebagainya. Hal
Setahun sekali naskah ini dibersihkan bersama-sama pusaka-pusaka yang lain pada acara siraman pusaka kraton. Acara siraman pusaka ini biasanya dilaksanakan setahun sekali pada hari Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon, di bulan Suro tahun Jawa (Susilantini, dkk, 1996/1997: 5). Naskah Kangjeng Kiai Suryaraja merupakan satusatunya benda pusaka yang
pelajaran hidup, wawasan terhadap alam dan lingkungan, kehidupan rakyat kecil, kalangan istana, peperangan dengan segala hal yang terjadi, perebutan kekuasaan, pandangan hidup masyarakat, wejangan para pendeta dan cerdik pandai, dan masih banyak lagi. Juga di dalam Serat Suryaraja secara tersirat memuat cara-cara yang luhur dalam
yang tidak kalah menarik dari isi Serat Suryaraja adalah bahwa di sana ada unsur ramalan jaman, sejarah tradisional kerajaankerajaan Jawa masa lalu, serta hubungan antar pulau dengan adanya peperangan yang terjadi. Salah satu versi yang cukup terkenal dari Serat Suryaraja adalah koleksi Kraton Yogyakarta yang disebut Kangjeng Kiai Suryaraja. Naskah ini diperlakukan sebagai benda pusaka, dan sangat dikeramatkan. Naskah ini merupakan koleksi pribadi Sultan Hamengkubuwono secara turun-temurun, disimpan di Prabayeksa.
berwujud buku atau manuskrip. Hal ini karena benda-benda pusaka kraton Yogyakarta berupa senjata tradisional seperti tombak, keris, dan perlengkapan perang lain yaitu kereta kuda. Karena kekeramatannya maka tidak sembarang orang dapat melihat atau membaca naskah Kangjeng Kiai Suryaraja ini. Kekeramatan Kangjeng Kiai Serat Suryaraja disebabkan karena kandungan isinya yang sangat penting. Di dalamnya tergambar berbagai kiasan mengenai keadaan nyata pada masa itu. Berbagai peristiwa sejarah yang terjadi masa itu dilukiskan dalam Serat Suryaraja. Selain itu juga ajaran-ajaran mistik, ngelmu kejawen, pelajaran-
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi kerajaan pada masa itu sehingga keberadaan Kangjeng Kiai Suryaraja menjadi sangat penting. Juga adanya episode raja seberang, yaitu Raja Pujadewa, yang mengiaskan Belanda, tidak lagi diampuni atau tunduk kepada kerajaan Purwakanda, tetapi hancur dalam perang yang memakan banyak korban dan berkepanjangan. Serat Suryaraja menjadi lebih penting lagi karena di dalamnya memuat kemampuan tokoh utama dalam meraih ilmu kesempurnaan tertinggi sehingga akhirnya mampu memerintah kerajaan dengan adil dan bijaksana turun-temurun sampai pada anak cucu.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Penutup Dari uraian tersebut dapatlah diketahui bahwa naskah kuno mengandung berbagai
41
ajaran hidup yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masa sekarang. Kraton Yogyakarta sebagai pusat kebudayaan memiliki aneka hasil budaya yang menarik untuk dikenal. Kangjeng Kiai Suryaraja sudah pasti kebanggaan masyarakat Yogyakarta, khususnya lingkungan kraton Yogyakarta. Serat Suryaraja sebagai pusaka kraton Yogyakarta menempati posisi terpenting di antara pusaka-pusaka yang lain. Hal ini karena dilihat dari segi isinya sangat relevan bagi kehidupan dari tingkat istana sampai rakyat jelata, dan kekuatan sakral yang terpancar dari Kangjeng Kiai Serat Suryaraja itu sendiri. Daftar Pustaka: Baried, Siti Baroroh, dkk. 1985 Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Echols, John M, dan Hassan Shadily 1993 Kamus Inggris Indonesia, An English-Indonesian Dictionary. Ithaca dan London: Cornell
42
University Press. Susilantini, Endah, dkk. 1996/1997 Refleksi Nilainilai Budaya Jawa dalam Serat Suryaraja. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Widiyanto, Sigit, dkk. 1999 Sajarah Cikundul: Kajian Sejarah dan Nilai Budaya. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
DIDAKTIK DALAM SERAT....... Sambungan Hal. 35 menganggur (belum mempunyai pekerjaan) bekalnya tidak lain hanyalah narima ing pandum (menerima keadaan). Sikap ini harus bersamaan dengan usaha yang keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan pekerjaan, demi mendapatkan penghidupan yang lebih baik. 8. Bekal hidup bagi mereka yang sudah tua adalah pengetahuan. Berusaha memperbanyak doa dan berbuat baik terhadap sesama hingga akhir usia. Para tua sebisa mungkin
harus meminimalkan kesukaannya terhadap hal-hal duniawi, serta mengurangi hawa nafsu, mengurangi makan dan tidur, menghilangkan hasrat seks. Lebih baik lagi jika orang tua memberikan contoh dan teladan yang baik bagi anak cucunya sehingga kelak meninggalkan nama baik dan menebarkan nama harum. 9. Yang terakhir, bekal dalam mencari ilmu. Seseorang harus berbekal kesungguhan dan kepandaian, supaya dapat tercapai apa yang dicita-citakan. Dalam mempelajari sesuatu harus sampai paham betul dan menjadi pandai, apabila setengah-setengah hanya rugi. Pedoman ini juga berlaku dalam mempelajari ilmu kebatinan dan ilmu-ilmu yang lain. Demikian garis besar SSG yang menguraikan bekal hidup manusia untuk menjalani hidupnya di dunia dengan ikhlas dan bersungguhsungguh. Ajaran yang terkandung dalam SSG dapat dipilah yang masih relevan digunakan sebagai pedoman hidup di masa kini. Pada dasarnya, nilai-nilai ajaran (didaktis) SSG mengajarkan kita untuk menjadi arif dan bijaksana dalam menghadapi badai hidup.
“SANGKAKALA”, Edisi Kedelapan 2010
Budayakan Gemar Membaca Dimanapun Kita Berada!
Kunjungi Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi DIY di : - Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 4 Yogyakarta - Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 29 Yogyakarta - Jalan Tentara Rakyat Mataram No. 1 Yogyakarta - Jalan Malioboro No. 156 Yogyakarta - Unit JSC Kotabaru Yogyakarta