NO.01 OKTOBER 2004 Perhimpunan Buddhis Nichiren Shu Indonesia
Sang Buddha Memberikan Kereta Pedati Besar Dengan Sapi Jantan Putih
O Artikel Oleh: YM.Bhiksu Jun-ichi Nakamura OO Ilustrasi Oleh: Hiroshige Katsu O
Terdapat tujuh perumpamaan dalam Saddharma Pundarika Sutra, yang pertama adalah, “Terbakarnya Rumah Triloka.” Triloka adalah menunjukkan kepada dunia tempat dimana kita tinggal. Dalam perumpamaan ini, Sang Buddha mengunakan kata “Rumah Terbakar” sebagai sebuah perumpamaan dari dunia ini. Semua orang pasti tahu tentang bagaimana kekuatan dari api untuk menghancurkan. Ketika saya masih berusia lima tahun, keluarga saya mempunyai sebuah pengalaman
yang mana terjadi kebakaran kecil di Kuil kami. Ayah saya sedang berada di Biara pada waktu itu, jadi hanya ada nenek, ibu dan tiga orang anak yang tinggal di Kuil. Api itu terjadi karena ada konsleting listrik; dan beruntung hanya menimbulkan kerusakan kecil. Pada waktu itu, saya ingat dengan jelas kekuatan dari api dan kegiatan para pemadam kebakaran. Saya dan saudara saya bingung akan kecepatan dari api membakar. Perumpamaan ini memberitahukan sebuah cerita tentang
1
seorang lelaki yang sangat kaya dan tinggal di dalam sebuah rumah besar yang hanya mempunyai satu pintu. Pada suatu hari, sebuah kobaran api besar menjalar diempat sudut bangunan rumat tersebut. Lelaki kaya itu berhasil keluar dari rumah, tetapi anak-anaknya masih tinggal didalam dan asyik bermain. Lelaki kaya itu memikirkan cara yang terbaik untuk mengeluarkan anak-anaknya dari rumah sejak ia mengetahui bahwa anaknya tidak memperdulikan bahaya dari kebakaran. Mereka juga terus bermain dan bergembira ditempat
No.001 / Oktober 2004
tersebut. Beliau tahu bahwa ia harus menemukan cara untuk mengeluarkan mereka tanpa harus terbakar. Terakhir ia berpikir bahwa ia harus memberikan mereka mainan kepada mereka agar mau keluar dari rumah tersebut. Ia memberitahukan mereka, “Mainan yang kalian inginkan ini adalah sangat sulit diperoleh dan jarang. Mereka adalah kereta pedati besar penuh dengan segala mainan sedang menunggu untuk kalian.” Anak-anak muda itu dengan seketika tertarik untuk mendapatkan kereta pedati yang penuh dengan mainan itu, sama halnya dengan anak-anak jaman sekarang yang tertarik dan ingin mendapatkan mobil. Tentu saja, kereta pedati dari lelaki kaya itu tidak berarti sama seperti mobil pada jaman sekarang. Dalam Saddharma Pundarika Sutra dikatakan, “Kereta Pedati Besar dengan Sapi Jantan Putih.” Ini adalah kereta yang sangat indah. Saya bertanya kepada Mr.Hiroshige Katsu, artis yang telah membuatkan ilustrasi untuk artikel ini, untuk memastikan bahwa itu adalah gambar seekor sapi jantan putih menarik Kereta Pedati itu. Beliau tidak setuju karena “Pada masa itu sapi yang digunakan untuk menarik kereta pedati adalah berwarna hitam. Mereka tidak mungkin putih!”. Saya tahu, beliau benar dan disamping itu, lelaki kaya itu tidak memberitahukan tentang warna dari sapi itu ketika Ia memanggil anak-anaknya. Beliau berkata kepada mereka “Disini terdapat tiga kereta pedati; kereta domba, kereta rusa dan kereta sapi diluar pintu ini. Kalian dapat bermain dengan mereka. Segeralah keluar dari rumah terbakar ini!” (Murano, P.62) Lelaki kaya itu menawarkan tiga kereta pedati yang berbeda-beda kepada anak-anaknya, tetapi ia mengantikan semua itu dengan Kereta Pedati dengan Sapi Jantan Putih
dengan sejumlah ciri-ciri khas yang unik dan menarik, ini sesuatu yang belum pernah dilihat. Ia melakukan ini karena begitu besar cintanya kepada anak-anaknya. “Harta kekayaanKu tidak terbatas. Saya tidak ingin memberikan sesuatu yang rendah, kerta kecil kepada mereka. Mereka semua adalah anak-anakKu. Bagaimanapun, Aku menyayangi mereka semua tanpa membedabedakan.” (Murano, P.62) “Inilah kenapa sapi itu harus berwarna putih untuk artikel ini,” Saya berkata kepada Tuan Katsu. Semua orang tidak mempercayai mata mereka melihat Kereta Pedati Sapi Jantan Putih. Lelaki kaya dalam perumpamaan ini adalah lambang dari Sang Buddha dalam dunia lain, dan Sang Buddha mengharapkan untuk memberikan kereta pedati itu tanpa membeda-bedakan. Sekarang, kamu pasti mengerti bahwa api dalam rumah terbakar itu adalah lambang dari api dari hawa nafsu yang ada dalam diri kita. Hari ini, ketika api keinginan manusia membakar tanpa terkendali, kita sedang menghadapi sebuah situasi yang memprihatinkan. Sama seperti halnya Sang Buddha mengalahkan semua itu dengan kebijaksanaanNya, maka kita harus juga melakukan hal yang sama saat sekarang. Setiap hari kita menerima berita sedih dari Irak dan kita tidak dapat mengetahui apa yang akan terjadi dengan negara itu. Perdebatan terus berlanjut baik itu perang ekonomi atau perang agama. Bagaimanapun, dari sudut pandang Buddha, kita dapat mengatakan bahwa konflik ini terjadi karena keinginan manusia yang tidak terbatas. Sebagai kesimpulan pada saat terjadi peperangan pada masa lalu, kita tahu dari pengalaman bahwa peperangan hanya menimbulkan dendam, kebencian dan penderitaan.
2
Bahkan Buddha Sakyamuni pun sedih melihat kediamanNya, Istana Kapilavastu, diserang oleh kekuatan besar Kaushala dan suku Sakya menjadi musnah. Dengan kebulatan tekad untuk memberikan kesempatan dan menyelamatkan orang-orang dari penderitaan, Sang Buddha memberikan Kereta Pedati dengan Sapi Jantan Besar Putih yang sangat indah untuk menyelamatkan umat manusia. Kenapa kita tidak bersamasama masuk dan mendapatkan Kereta Pedati ini, sebab kita harus membangkitkan Bibit Buddha pada diri masing-masing dan mewujudkan Tanah Suci Buddha Abadi di dunia ini? Ini juga adalah keinginan dari pendiri kita, Nichiren Shonin. Catatan: Perumpamaan Rumah Terbakar Perumpamaan ini adalah satu dari tujuh perumpamaan dalam Saddharma Pundarika Sutra dalam Bab. III. Manusia di dunia saha ini penuh dengan segala penderitaan adalah diumpamakan seperti sebuah rumah yang terbakar, dan semua tinggal dalam kehidupan yang penuh ilusi ini dan kematian adalah seperti anak-anak dalam cerita ini. Pemilik dari rumah terbakar, seorang lelaki kaya yang memanggil anakanaknya yang sedang bermain dan tidak menyadari akan bahaya dalam rumah terbakar itu, jika mereka mau keluar dari sana, ia akan memberikan tiga jenis kereta pedati; kereta domba melambangkan para Sravaka, pelaksana memusatkan perhatian pada pencapaian penerangannya sendiri, kereta rusa melambangkan para PratyekaBuddha, pelaksana yang mencari penerangan tanpa seorang guru pun, dan kereta sapi melambangkan Bodhisattva, pelaksana yang mencari Penerangan tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain. Ketika anak-anaknya telah keluar dengan selamat, lelaki kaya itu memberikan anak-anaknya semua kereta yang sama yaitu Kereta Pedati Sapi Putih. Lelaki kaya dalam perumpamaan ini melambangkan Sang Buddha dan Kereta Pedati dengan Sapi Putih melambangkan Kenderaan Tunggal dalam Saddharma Pundarika Sutra. Dalam perumpamaan ini, sang Buddha mengajarkan orang-orang tentang kebenaran dengan mengunakan kebijaksanaan (upaya).
No.001 / Oktober 2004
Writing of Nichiren Shonin Doctrine 2 Edited by George Tanabe,Jr Compiled by Kyotsu Hori Diterjemahkan oleh Sidin Ekaputra, SE
GOCHU SHUJO GOSHO (Surat Perihal Manusia di Masa Akhir Dharma) Pengenalan Surat ini ditulis pada tahun Bun’ei ke-10 (1273), ketika Nichiren Shonin berusia 51 tahun, surat ini tidak jelas mengenai apa isinya atau kepada siapa ia dikirimkan sebab bagian awal dan akhir surat telah hilang. Nichiren mengambil sebuah kalimat dari Bab III, Perumpamaan, Saddharma Pundarika Sutra: “Seluruh mahluk hidup adalah anakanakKu;” dan catatan tambahan dari T’ien T’ai dan M’iao-le yang menjelaskan bahwa hanya Buddha Sakyamuni dilengkapi secara sempurna dengan Tiga Kebajikan yakni, Majikan, Guru dan Orangtua. Nichiren menegaskan, oleh karena itu, semua mahluk di Dunia Saha ini harus memeluk Beliau, Buddha Sakyamuni sebab kita semua adalah anak-anakNya, sedangkan para Buddha lainnya seperti Buddha “Hidup Tanpa Batas” (Buddha Amida) tidak memiliki ke Tiga Kebajikan dan mereka tidak mempunyai hubungan dengan Dunia Saha ini. Isi Gosho Buddha Sakyamuni membabarkan dalam Bab III, “Perumpamaan” Saddharma Pundarika Sutra, “Semua mahluk hidup di dunia ini adalah anakanakKu. Mereka banyak mengalami penderitaan didunia ini, dan hanya Aku yang dapat menyelamatkan
semua mahluk hidup.” Penjelasan ini secara jelas mengatakan bahwa hanya Buddha Sakyamuni yang memiliki ke Tiga Kebajikan; majikan, guru dan orangtua, dan para Buddha lainnya seperti Buddha Amida (Buddha “Hidup Tanpa Batas”) tidak dilengkapi olehnya. Saya telah memberitahukan hal ini sebelumnya berulang kali. Bagaimanapun, dapat dipastikan bahwa kata ini “Hanya Aku yang dapat” tidak terdapat dalam sutra-sutra Hinayana atau tidak dalam semua sutra Mahayana sebelum Saddharma Pundarika Sutra, yang mana merupakan sebuah kebijaksanaan atau tidak mengungkapkan kebenaran kepada mereka karena belum mempunyai kemampuan untuk memahaminya. Ini adalah kata-kata emas dari Buddha Sakyamuni didalam Saddharma Pundarika Sutra, dan dibenarkan oleh Buddha “Segala Pusaka” (Prabhutaratna) dan seluruh para Buddha yang datang dari seluruh dunia di alam semesta. Ini adalah kata-kata dasar ajaran Ayah yang bijaksana kepada semua orang termasuk para pengikut Tanah Suci saat ini, sebuah perintah dari aturan yang bijaksana, dan petunjuk dari orang bijaksana. Ini akan menjadi sebuah penyesalan jika kita tidak mematuhi kata-kata dari Buddha Sakyamuni dengan Tiga Kebajikan, terikat oleh duapuluh dosa pemfitnahan dan akan jatuh ke dalam neraka penderitaan yang tak terputusputus (Avici). Ajaran ini dibabarkan 3
pada separuh awal dari Saddharma Pundarika Sutra yang disebut AjaranTeori atau Ajaran-Bayangan (Shakumon). Ketika kita memasuki separuh akhir (Ajaran-Pokok) Saddharma Pundarika Sutra, kita menemukan bahwa ajaran dalam sutra semakin menjadi lebih dalam. Berdasarkan ajaran dari bagian Shakumon, Saddharma Pundarika Sutra, manusia di Dunia Saha mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Buddha Sakyamuni sejak 3.000 jinden-go yang lalu, tanpa mempunyai hubungan dengan para Buddha lainnya seperti Buddha Amida. Bab VII “Perumpamaan Sebuah Kota Ajaib,” Saddharma Pundarika Sutra dikatakan: “mereka yang mendengarkan para guru dharma, kemudian mereka akan selalu didampingi oleh para Buddha………tujuan yang telah mereka buat telah menemukan mereka dengan pembabaran Saddharma Pundarika Sutra sekarang ini.” Pernyataan ini memberitahukan kepada kita, manusia di Dunia Saha tidak pernah berada didalam lima belas Tanah Suci para Buddha seperti Buddha Amida di Alam Semesta. Maha Guru T’ien T’ai menyatakan dalam “Hokke Mongu” (“Kata dan Kalimat dalam Saddharma Pundarika Sutra”): “Sebuah penafsiran lama menganggap Buddha Amida sebagai Ayah yang kaya dalam perumpamaan Ayah dan Anak. Bagaimanapun, ini
No.001 / Oktober 2004
adalah tidak benar, dan sekarang kita lagi menganggap Buddha Amida sebagai Ayah yang kaya. Tanah Suci Barat dari Buddha Amida dan Dunia Saha dari Buddha Sakyamuni, masing-masing mempunyai Buddha dan hubungan karma yang berbedabeda. Buddha Amida bukanlah Buddha dari Dunia Saha, jadi Ia tidak pernah lahir dan meninggal di dunia ini. Ia tidak pernah membimbing kita di dunia ini. Tidak ada hubungan yang terbentuk antara Buddha Amida dan kita seperti seorang Ayah dan Anak. Tidak ada sebuah katapun dalam Saddharma Pundarika Sutra yang menyatakan bahwa Buddha Amida adalah majikan, guru dan orangtua kita. Jika kamu benar-benar ini bertemu dengan Buddha Amida ini, kamu membutuhkan ketenangan dengan menutup matamu.” Maha Guru Miao-le menjelaskan hal ini dalam “Hokke Mongu-ki” (“Penjelasan Kata dan Kalimat dalam Saddharma Pundarika Sutra”): “Buddha Sakyamuni dan Buddha Amida telah dilengkapi dengan hubungan karma yang berbeda untuk manusia pada masa lalu kehidupan mereka, dan dunia yang mereka bimbing juga berbeda sama sekali. Melalui hubungan kelahiran dan berkembang, Buddha Amida dan manusia di Dunia Saha tidak mempunyai hubungan sebagai ayah dan anak.” Dari pernyataan T’ien T’ai dan Miao-le ini, Saya berpikir bahwa Buddha Amida dan para Buddha dari seluruh dunia di alam semesta adalah seperti ayah tiri, sedangkan Buddha Sakyamuni adalah seorang yang penuh cinta kasih, ayah yang sesungguhnya. T’ien T’ai menulis banyak tulisan yang menjelaskan tentang Saddharma Pundarika Sutra; bagaimanapun, kita perlu tahu penjelasan utama Beliau, dan menganggap Buddha Sakyamuni sebagai majikan dari Dunia Saha ini. Kita menemukan bahwa kadang-
kadang T’ien T’ai berdoa kepada Buddha Amida tergantung pada sutra yang ia gunakan. Ini sama seperti Vasubandhu, seorang cendikiawan Buddhisme Mahayana, yang mengunakan doa dari Sutra Agama. Mengacu kepada pandangan dari bagian kedua Saddharma Pundarika Sutra, Ajaran-Pokok atau Hommon, kita semua adalah sungguh-sungguh anak dari Buddha Sakyamuni sejak masa lampau yang abadi, 500 jinden-go. Bagaimanapun, kita telah membuat diri kita sendiri terikat kepada hal-hal duniawi dan tidak dapat melihat Saddharma Pundarika Sutra, terikat kuat dengan ajaran Hinayana lama dan ajaran Buddhisme Mahayana sementara dan membuang Saddharma Pundarika Sutra, melekat kepada bagian pertama dari Saddharma Pundarika Sutra (Shakumon) dan melupakan tentang bagian kedua (Hommon), mengharapkan terlalu banyak kepada sutra-sutra yang akan diajarkan dan meninggalkan Saddharma Pundarika Sutra, atau hanya berpikir tentang Tanah Suci di dunia lain di alam semesta atau berkah dari Tanah Suci Buddha Amida. Dibingungkan oleh bhiksu-bhiksu jahat dari tujuh atau delapan sekte Buddhisme, kita telah membuang Saddharma Pundarika Sutra dan untuk melihat Buddha Sakyamuni dengan Tiga Kebajikan selama 500 jinden-go. 22 bagian dari Sutra Nirvana membabarkan, “Seekor gajah jahat hanya akan menghancurkan badan kita, tetapi guru yang jahat atau teman menhancurkan kedua-duanya badan dan hati.” Maha Guru T’ien T’ai berkata, “Jika kita menjaga pandangan yang salah, kita akan kehilangan tujuan yang benar, jatuh kedalam dunia iblis.” Pertanyaan: Dalam Bab XXIII, “Kehidupan Masa Lampau Boddhisattva Baishajaraja” dalam bagian akhir Saddharma Pundarika
4
Sutra, wanita yang melaksanakan sutra dengan sepenuh hati, sehingga mereka mungkin akan terlahir kembali di Tanah Suci Buddha Hidup Tanpa Batas (Amida) setelah kematiannya. Bagaimana dengan hal ini ? Jawab: Buddha Hidup Tanpa Batas (Amida) didalam Bab “Kehidupan Masa Lampau Bodhisattva Baishajaraja” adalah tidak sama dengan Buddha Hidup Tanpa Batas (Amida) dalam ajaran sebelum Saddharma Pundarika Sutra dan dalam bagian pertama dari Saddharma Pundarika Sutra. Mereka hanya mempunyai nama yang sama. Sutra Makna Tanpa Batas (Muryogikyo) dikatakan,” Sekalipun mereka mempunyai nama yang sama, pengertiannya adalah berbeda.” Miao-le mengatakan dalam “Penjelasan kata dan kalimat dalam Saddharma Pundarika Sutra” (Hokke Mongu-ki), “Sekalipun kamu menemukan nama dari Buddha Hidup Tanpa Batas (Amida) dalam bagian Ajaran-Pokok (Hommon) Saddharma Pundarika Sutra, ini tidak berarti sama dengan Buddha Hidup Tanpa Batas (Amida) yang disebutkan dalam “Sutra Meditasi Buddha Hidup Tanpa Batas” (“Kan Muryojukyo”).” Ini perlu untuk membuang semua keraguanmu. Betapapun, para Bodhisattva yang tinggi dalam pelaksanaannya dengan mudah datang ke Dunia Saha ini dari Tanah Suci di alam semesta dan mudah juga untuk kembali kesana. Selesai.
No.001 / Oktober 2004
Perayaan 50 Tahun Misionaris Nichiren Shu di Amerika Selatan YM.Bhiksuni Myoho Ishimoto dari Kuil Communidade Buhista Nitirensyu Emyoji merayakan 50 Tahun misionaris Nichiren Shu di Amerika Selatan dan berdirinya Kuil Emyoji di Sao Paulo, Brazil pada tanggal 13 Juni. Perayaan itu dimulia pada jam 09:00 pagi dipandu oleh YM.Bhiksu Kenjo Igarashi, Kepala Bhiksu untuk Amerika Utara. YM.Bhiksu Ishimoto (Kepala Bhiksu untuk Amerika Selatan, yang lalu) juga ikut serta. Lebih dari 300 orang mengikuti acara perayaan ini dengan 12 orang Bhiksu Buddhis dari Assosiasi Buddhis Sao Paula. sebelum upacara dilakukan pertunjukkan Kebudayaan Jepang seperti Wadaiko, Koto dan lain-lain.
Foto Bersama; Perayaan 50 Tahun Kuil Emyoji, Sao Paulo- Brazil, 13 Juni 2004
Sementara itu, beberapa hari yang lalu, grup baru dari Kuil Hokekyoji di Sau Paulo merayakan didapatnya status resmi sebagai organisasi keagamaan untuk kuil. YM.Bhiksu Igarashi memimpin “Upacara Pelaporan” dengan asisten
YM.Bhiksu Shoyo Tamura, yang dikirim dari Jepang untuk menetap di Kuil ini.(Oleh YM.Bhiksu Shingyo Imai)
berkunjung ke Kuil Caotang di negara bagian Xian pada tanggal 25 juni, dan melaksanakan sebuah upacara untuk sebuah monumen batu sebagai penghargaan kepada Kumarajiva. Dalam foto itu terlihat tulisan dari Bab.XXI dari Saddharma Pundarika Sutra, “Kekuatan Gaib Sang Tathagata” dan sebuah ruangan untuk menempatkan abu dari sang penerjemah yang luar biasa. Para rombongan melaksanakan sebuah upacara khusus didepan monumen Lokasi Kuil Guoqing, Propinsi Zhejiang, China. Kaki Gunung TianTai
11 Tahun Misionaris Nichiren Shu di China Perayaan 11 Tahun Misionaris Nichiren Shu di China dipimpin oleh YM.Kepala Bhiksu Tansei Iwama, Kepala Administrasi Kantor Pusat Nichiren Shu,
berkunjung ke China dari tanggal 22 sampai 29 Juni. Kepala Bhiksu Iwama memberikan ceramah tentang Buddhisme Nichiren di Akademi Buddhis China di Beijing pada tanggal 23 juni. Beliau disambut oleh YM.Chuan Yin, wakil pendiri. Rombongan juga kemudian
5
Monumen Batu dengan Bab.XXI Saddharma Pundarika Sutra
No.001 / Oktober 2004
O’daimoku di Kuil Guoqing, terletak di kaki Gunung Tiantai di Propinsi Zhejiang, China.
Kuil Caotang, China
Upacara Ulambana 15 Agustus 2004
dan Buddha Maitreya. Setelah acara tersebut maka diadakan ramah tamah dengan makan malam di Restoran Garuda, masakan padang. Keesokan harinya, tanggal 15 Agustus diadakan upacara Ulambana tepat pada jam 10 pagi. Ulambana adalah upacara yang sangat penting bagi seorang Buddhis, karena melalui upacara ini kita dapat menyelamatkan arwah-arwah leluhur kita maupun lainnya dan juga bagi diri kita sendiri. Upacara ini diikuti oleh lebih dari 20 orang anggota. Ini adalah kali pertama dilangsungkan upacara Ulambana dengan tradisi Nichiren Shu di Indonesia. Terdapat juga beberapa umat dari agama lain mengikuti acara ini dan untuk mendoakan sanak keluarga mereka yang telah meninggal dunia. Ulambana dalam bahasa jepang juga disebut Obon. Selesai Upacara Ulambana, pada siang harinya, rombongan umat dan Bhiksuni Obata berkunjung ke Pasar Seni Ancol untuk melihat-lihat barang seni berupa pahatan dan patung, kemudian dilanjutkan rekreasi ke Mega Mall Pluit. Pada sore harinya berkunjung ke rumah Bapak Tony Soehartono. Setelah selesai gongyo diadakan jamuan makanan kecil. Suasana penuh keceriaan dan ramah tamah, serta canda gurau menwarnai
Pembinaan terhadap umat Nichiren Shu Indonesia terus secara rutin dilakukan oleh YM.Bhiksuni Myosho Obata, baik melalui bimbingan secara tidak langsung ataupun datang ke Indonesia. Pada tanggal 14 sampai 16 Agustus, YM.Bhiksuni Myosho Obata melakukan tugas pembinaannya di Indonesia, yang kali ini dalam rangka untuk melaksanakan upacara Ulambana. Setelah menjemput rombongan Bhiksuni Obata dan Mr.Ang Tian Soen di Bandara Soekarno Hatta, langsung menuju ke Hotel Danau Sunter. Pada malam hari nya d i a d a k a n kunjungan ke rumah anggota yaitu Ibu Jong Pit Tjin, acara pemberkatan bagi Ibu Jong Pit Tjin sekeluarga dan upacara membuka mata untuk rupang Sakyamuni Buddha, Bodhisattva Altar untuk Upacara Ulambana (Obon) Avalokitesvara
kunjungan ini. Beberapa ibu saling bercerita pengalaman mereka dan berusaha berkomunikasi dengan Bhiksuni Obata, meskipun terbatas oleh bahasa. Tetapi kegembiraan tidaklah mengenal batas. Acara kemudian dilanjutkan dengan Gongyo di Cetya Pundarika, Sunter pada jam 19.30. Dalam upacara ini diadakan pembukaan mata (kaimu) dari Rupang Nichiren Daishonin, Juzu dan lain-lain serta pemberkatan bagi seluruh anggota. Seperti biasa pada akhir acara diadakan foto bersama. Tanggal 16 Agustus, Bhiksuni Obata kembali ke Malaysia. Sungguh sebuah kesan yang tak terlupakan, sebuah suasana dunia Buddha yang penuh kegembiraan. Kebahagiaan Sejati Oleh: Yovin Dainty Nasib Agama bukanlah sarana untuk mencari kekayaan,Tetapi Buddha mengajarkan kita untuk berbuat kebaikan pada sesama Banyak orang salah kaprah, Beragama hanya untuk mencari kekayaan yang bersifat sementara Padahal agama merupakan petunjuk umat manusia, Agar tak tersesat menjalani kehidupan,Kekayaan materi hanyalah sementara saja, Semua itu tidak akan kekal Jadilah manusia yang berejeki Boleh-boleh saja, berburu kebahagiaan sementara, Tetapi jangan lupakan kebahagiaan yang sesungguhnya, Yaitu Mencapai Kesadaran Buddha Janganlah kau salah kaprah, Beragama hanya ingin berburu kebahagiaan sementara Dengan melupakan kebahagiaan yang sesungguhnya, Harta dan benda yang bersifat sementara, Sebanyak apapun bisa habis,Bila kau menjadi orang yang berejeki, Maka yang kau inginkan akan kau dapatkan Dan rejeki itu takkan habis
6
No.001 / Oktober 2004
Ceramah Oleh:
YM.Bhiksuni Myosho Obata (Bhiksu Pembimbing Indonesia)
ENAM PARAMITA (ENAM PELAKSANAAN SEORANG BODHISATTVA)
Dalam bahasa orang India, bagi mereka yang ingin mencapai Jalan Penerangan disebut Bodhisattva, bahasa China dituliskan dalam empat aksara Bodaisatta, dan di Jepang mengambil aksara pertama dan ketiga untuk kata Bosatsu. Oleh karena itu Bodhisattva mengacu kepada orang-orang yang ingin mencari Penerangan, ini adalah pertapaan yang dijalankan oleh Buddha sebelum Beliau mencapai Penerangan. Sekalipun Ia telah mencapai Penerangan dan menjadi Buddha, tetapi dengan mengacu kepada sebelumnya, para murid dan
pengikutnya menyebut Beliau “Bodhisattva.” Mengacu kepada Kenderaan Besar Buddhisme atau Buddhisme Mahayana sebuah perubahan yang besar terjadi. Dalam ajaran Kenderaan Besar Buddhisme, setiap orang dapat menjadi seorang Buddha. Jadi, setiap orang yang berkeinginan untuk menyelamatkan orang lain, dan ingin mencapai Penerangan dapat disebut sebagai Bodhisattva. Oleh karena itu, kamu dan saya seperti halnya orang lain yang memutuskan untuk mengikuti ajaran dari Buddha adalah seorang Bodhisattva. Dengan kata lain, mengikuti ajaran Buddha dan melaksanakan Enam Paramita (Rokuharamitsu) atau Enam Pelaksanaan Bodhisattva, kita semua akan menjadi Bodhisattva. Jadi saya ingin menjelaskan tentang Enam Paramita itu. 1. WELAS ASIH (Fuse), Memberikan waktu dan cinta kita untuk semua mahluk, berbagi, menolong semampu kita, tanpa mengharapkan pamrih/imbalan.
7
2. KESUSILAAN / MORAL (Jikai), Berpikir, berbicara dan tingkah laku kita harus ramah dan sopan sehingga tidak terkesan menyerang orang lain 3. SABAR / TABAH (Ninniku), Bersikap sabar dan berterima kasih untuk setiap pelajaran yang kita peroleh dalam hidup, memaafkan, bebas dari sikap dendam, tegas terhadap kesalahan sendiri, berkeinginan untuk menyelasaikan tugas kegiatan kita sehari-hari. 4. KETEKUNAN (Shojin), Selalu berusaha keras, terus menerus, untuk mengikuti ajaran dari Buddha Sakyamuni Abadi, untuk melaksanakan aturan dari Enam Paramita ini. 5. MEDITASI / KONSENTRASI (Zenjo), Selalu memikirkan tujuan dari hidup kita dan meluangkan waktu kita sehari-hari untuk daimoku “Namu Myoho Renge Kyo.” 6. K E B I J A K S A N A A N (Chie), Untuk selalu mengingat akan cahaya dan cinta kasih dari Buddha Sakyamuni Abadi yang telah mengajarkan kita untuk dapat menyingkirkan
No.001 / Oktober 2004
kegelapan ketidaktahuan kita. Didalam Kendaraan Besar Buddhisme (Mahayana) memunculkan konsep Bodhisattva yang berlainan dengan konsep sebelumnya. Terdapat tanpa batas jumlah mahluk hidup didalam dunia fana ini. Jika seseorang mencoba untuk menyelamatkan mereka semua sebelum menjadi seorang Buddha, kemudian orang itu kemungkinan tidak akan bias mencapai Kebuddhaan. Konsep Bodhisattva demikian merupakan sebuah jalan yang sangat keras dan terus berusaha untuk menyelamatkan semua mahluk hidup, diantaranya adalah Bodhisattva Avalokitesvara, Samantabadra, Maitreya, Bodhisattva ini pada hakikatnya sangat dekat dengan pencapaian menjadi seorang Buddha. Kesimpulan, terdapat tiga hal mengenai Bodhisattva yang dapat kita gunakan. 1. Nama dari para Buddha sebelum beliau mencapai Penerangan Agung. 2. Mereka yang dengan segenap pikiran ingin melaksanakan ajaran Buddha. 3. Bodhisattva dekat dengan pencapaian Kebuddhaan, yang mana berusaha untuk menyelamatkan semua mahluk hidup. Lebih lanjut penyebutan Bodhisattva juga diberikan kepada pada Bhiksu Tinggi atau yang sangat terhormat seperti Nichiren Daishonin. Nichiren Daishonin dibuang ke Pulau Sado pada tanggal 10 oktober 1271. Dalam bulan pebruari 1272, Beliau menulis Kaimokusho di Tsukahara, Pulau Sado. Dalam rangka untuk mengungkapkan bahwa dirinya adalah seorang guru yang
sesungguhnya. Ia menulis sebuah sumpah dalam suratnya, “ Saya akan menjadi tiang dari negeri Jepang, Mata dari Jepang, Bathera besar, dimana negeri Jepang akan mempu mencapai tujuannya. Saya tidak akan menginkari janji ini.” Sekarang, setelah selamat dari perbuangan di Semenanjung Izu, penyiksaan di Komatsubara, pemancungan di Tatsunokuchi dan penyiksaan lainnya, Beliau meyakini bahwa Ia adalah kelahiran kembali dari Bodhisattva Visisthakaritra (Jogyo). Bodhisattva ini, sesuai dengan Saddharma Pundarika Sutra Bab XV, dimana merupakan pemimpin utama dari semua Bodhisattva Muncul Dari Bumi dalam pemunculan dari Stupa Buddha Segala Pusaka atau Prabhutaratna Tathagata. Nichiren Daishonin bertujuan untuk menyebarluaskan Saddharma Pundarika Sutra ke seluruh dunia dan membuat dunia ini menjadi tempat yang penuh kedamaian, Tanah Buddha melalui O’daimoku “Namu Myoho Renge Kyo”. Jadi mari kita belajar janji dari Buddha Sakyamuni Abadi melalui pemimpin kita, Nichiren Daishonin. Mewujudkan diri kita sebagai Bodhisattva Muncul dari Bumi, bersama-sama kita belajar dan melaksanakan jalan Bodhisattva. Selesai.
DAFTAR ISI No.001 / Oktober 2004 Topik Utama: -Buddha Memberikan Kereta Pedati Besar Dengan Sapi Jantan Putih....Hal.01 Writing Of Nichiren Shonin: -Gochu Shujo Gosho....Hal.03 Berita-Berita Nichiren Shu: -Perayaan 50 Tahun Misionaris Nichiren Shu di Brazil...Hal.05 -11 Tahun Nichiren Shu Misionaris di China...Hal.05 -Upacara Ulambana ...Hal.06 Ceramah: -Enam Paramita...Hal.07
REDAKSI Berkat kekuatan dari Sang Tri Ratna, maka Buletin Lotus ini dapat diterbitkan untuk edisi perdana. Memang masih diperlukan lebih banyak penyempurnaan materi dan tata letak. Maka pada penerbitan selanjutnya akan dilakukan lebih banyak penyempurnaan. Semoga Buletin ini membawa manfaat bagi seluruh umat Nichiren Shu. Gassho, Namu Myoho Renge Kyo. Sidin Ekaputra, SE
Alamat Redaksi: Apartemen Permata Surya I Blok.A No.201, Cengkareng - Jakarta Barat Telp.081311088060 8