Media Komunikasi Paroki St. Stefanus, Cilandak - Jakarta Selatan
133Th.XIII
#
September 2015
SALIB! JALAN KESELAMATAN Yang 23 Pemimpin Melayani
dan 37 Bangkitlah Bersinarlah
Proyek 47 Salib Keselamatan Bapa
“
Di awal saya tergabung sebagai pelatih di paduan suara Seraphim, ternyata bukanlah hal yang mudah. Sedikit mengejutkan karena setiap tim suara kala itu memiliki ciri khas kekurangannya masing-masing. Lets go! Kita mulai dari SOPRAN yang dulu anggotanya hanya berjumlah 3-5 orang, dalam melatih team sopran membutuhkan kesabaran yang luar biasa, dikarenakan lambatnya kemampuan membaca notasi disertai kurangnya musikalitas terhadap nada dan suara. Lain halnya dengan ALTO, group yang satu ini berkeunikan suara serak-serak basah. Sehingga suatu saat tercetus sebuah julukan untuk Alto yaitu “Banjir Bandang”. Berlanjut ke tim TENOR, tim tenor di Seraphim itu sungguh membuat saya frustasi karena jumlah penyanyinya yang tidak pernah lengkap di setiap sesi latihannya. Selalu timbul tenggelam (hari ini muncul besok hilang, begitu terus bergantian orang). Tim terakhir tidak kalah dari semuanya adalah karakter anggota BASS yang suaranya keras, kuat dan belum berdinamika. Sama halnya seperti ‘Badak’ dan secara pribadi, kala itu mereka sesuka hati meledek anggota tim suara lain bilamana ada anggota yang salah dalam bernyanyi. Terlepas dari itu semua saya bangga sebagai pelatih di Seraphim karena mereka lekas belajar dan berkembang serta berlatih tidak kenal lelah sehingga akhirnya saat ini telah tumbuh menjadi sebuah keluarga yang semakin hangat dan solit serta musikalitas yang matang nan mumpuni. Saya bangga pun siap untuk terus berkarya menjadi pelayan Tuhan dalam keluarga tercintaku ini, Keluarga Besar Paduan Suara Seraphim Choir” Arkadius Ari Wibowo, Choir Master of Seraphim Choir.
DAFTAR ISI SEPUTAR PAROKI 6 : Bersyukur Karena Telah Memilihku Apa Adanya 7 : Kunjungan Pastoral DPH ke Lingkungan Bartolomeus - Wilayah V 10: Kursus Persiapan Perkawinan 11: Ekaristi Sumber Kekuatan Hidup Kita 18: Merajut Harapan, Iman dan Kasih 20: Pembekalan Prodiakon 28: Rindu untuk Bertemu 29. Perayaan Pesta Nama Lingkungan St. Elias - Wilayah XII 30: Workshop Pemazmur St. Stefanus 33: Pertemuan Pendalaman Alkitab 34: Bulan Kitab Suci di Lingkungan Kami - Lingkungan Sta. Maria Goretti 36: Kegiatan Holland Spreken Lingkungan St. Elias - Wilayah XII
41
PROFIL
51: PESONA SABDA, In Cruce Salus 36: OPINI, Apa yang Membuat HOMILI dapat dimengerti? ORBITAN LEPAS 56: Kar - Do - Mu 60: Mati Kok Di Salib
“Titik Balik Kehidupan ”
16
SEPUTAR PAROKI
63: PSIKOLOGI, Meraih Sukses dengan Melepaskan Diri dari Belenggu yang Mengikat Kepribadian 67: PENDIDIKAN, Membaca itu Menarik Karya Pelayanan Melalui Bakti Sosial 69: SANTO SANTA, Hieronimus 70: POTRET GEREJA, Mengenal Lebih Dalam POLIKLINIK St. Stefanus
58
ORBITAN LEPAS
73: DANA PAROKI, Agustus 2015 74: TUNAS STEFANUS & ONGKOS CETAK, Brigitta Carmen Oey 75: MEWARNAI, Menerima Hosti Salib Kristus yang Berkemenangan
4. KERLING
Karena Orang yang Tersalib itu! Seorang Pastor asal Belanda yang sudah puluhan tahun hidup dan berkarya di sebuah desa, di suatu pedalaman Pulau Sumatera, mempunyai ekspresi iman “Karena Orang yang Tersalib itu!” setiap kali ia harus menjawab aneka macam pertanyaan dari pihak lain. “Mengapa Pastor mau meninggalkan negaramu yang maju, dan mau susah-susah bekerja di negara kami bahkan bekerja di pedalaman yang serba terbatas dan sederhana?” Jawabannya mantap sambil menunjuk dengan jari ke arah sebuah salib yang terpasang di tembok pastoran, “Karena Orang yang Tersalib itu!” “Mengapa Pastor mau menjadi seorang pastor, biarawan dan misionaris, padahal dengan kepandaian dan talenta yang ada, Pastor bisa mempunyai profesi apa saja, yang banyak diperhitungkan oleh dunia ini?” Jawabannya tidak berubah dan terasa sungguh keluar dari kedalaman iman dan hatinya yang paling dalam, “Karena Orang yang Tersalib itu!” Pembaca yang terkasih, pengalaman iman seorang Pastor itu akan menghantarkan kita untuk merenungkan makna Salib bagi kehidupan kita. Mengapa Salib menjadi satusatunya alasan baginya dan sungguh menjadi sumber kekuatan bagi hidup dan karyakaryanya? Dengan imannya yang dalam, kita diajak untuk masuk ke dalam pengalaman iman kita masing-masing, apakah Salib sungguh kita hayati sebagai sumber iman, dan bukan sekedar assesoris di dalam mobil, dekorasi di dalam tembok rumah dan sekedar gaya hidup yang kita kenakan sebagai kalung? Dalam edisi ini, MediaPass mengajak kita untuk melihat dan menggunakan Salib, jauh dari sekedar assesoris dan gaya-gayaan, tetapi sampai kepada permenungan tentang Salib sebagai suatu tanda kemenangan atau sebagai sumber kekuatan bagi umat Katolik. Sebagai umat beriman Katolik, kita tidak hanya sekedar berdoa dengan membuat tanda Salib sebelum dan sesudahnya, tetapi juga diharapkan untuk menghayatinya sebagai ekspresi iman. Untuk itu, kita perlu mengetahui asal usul Salib itu sendiri dengan seluruh latar belakang dan perkembangan teologinya. Semoga tulisan-tulisan dalam MediaPass ini, mampu untuk membantu kita dalam memahami dan merenungkan Salib secara lebih mendalam. Selamat membaca, Tuhan memberkati kita.*** Pimpinan: A. Setyo Listiantyo Creative Design: Agung E. W, Y. Triasputro B, Benny Arvian, Redaksi: Paulus Sihombing, Adiya W. S, Constantine J. N, Kornelius Jemada, Felicia Nediva, Donald Saluling, Veronica Putri Larosa, Prima Pasaribu, Saverinus Januar, Ignatia Astrid D. F Liputan/Artikel : redaksimediapass@yahoo. com,
[email protected], 081328130513 Facebook:
[email protected] Iklan & Donasi : Dian Wiardi (0818 183 419) No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso Penerbitan Majalah MediaPASS dibawah perlindungan Dewan Paroki St. Stefanus Cilandak melalui Seksi Komunikasi Sosial Ketua Dewan Paroki: Antonius Sumardi, SCJ Penasehat KOMSOS: Dauddy Bahar Ketua Seksi KOMSOS: Agustinus Sonny Prakoso Sekretaris: Alberta S. Listiantrianti Bendahara: Dian Wiardi Koord. Unit Kerja: A. Setyo Listiantyo Koord. Unit Media: Dian Wiardi Koord. Unit Teknologi Informasi (IT): Sukiahwati Hartanto Web Page: www.st-stefanus.or.id Email:
[email protected] twitter: @ParokiStefanus Redaktur: Sukiahwati Hartanto Programmer: Yorren Handoko Administrator: Patricia Utaminingtyas, Dian Wiardi, Sukiahwati Hartanto, Irene, Susan J Warta Paroki: Dian Wiardi, Yohanes Ledo Radio/Video/TV: Yohanes Triasputro B, Benny Arvian Mading : Kornelius Jemada Facebook : Constantine J. N Twiter: Susan J, Irene
s a m t s i r h AC
r n u o e y J c i s Mu
SPECIAL PERFORMANCES OF
-$.$57$&21&(5725&+(675$ 6(5$3+,0&+2,5 - 6W6WHSKDQXV3DULVK ZLWK&RQGXFWRU 0XVLF'LUHFWRU
$9,335,$71$ GUEST ARTISTS 0,.(02+('(ǩ+(1<-$1$:$7, $5,:,%2:2ǩ$'5,$1,&+6$1 9LROLQ6RORLVW
SUNDAY
0&6XVDQ%DFKWLDU
R E S E R VAT I O N
$ 8 / $ 6 , 0 )2 1 , $ -$ . $ 5 7$
Jl. Industri Raya Blok B-14 Kav.1, Kemayoran, Jakarta
Supported by :
$GL6RHGLUMR $OGRULR:HQQDUV Media Partner :
) 2 5 , 1 7 ( 5 1 $ / $ 8 ' , ( 1 & ( 2 1 /<
6. SEPUTAR PAROKI
Bersyukur Karena Telah Memilihku Menjadi MuridNya Bulan Kitab Suci Nasional Andre Laoh
U
mat hadir di rumah keluarga Billy Hans Tanu untuk merenungkan injil Yoh 1: 35-51 dalam pertemuan pertama BKSN (Bulan Kitab Suci Nasional).
Pertemuan pertama ini dipimpin Yohana Rexana biasa dipanggil Nana Muhono dan dibantu Bpk. Iwan Odananto sebagai fasilitator. Umat membaca, merenungkan dan berbagi apa itu artinya, “Bersyukur karena telah memilihku menjadi muridNya” di pengalaman hidup kita masing-masing. Belajar menjadi muridNya berarti kita harus rajin mendengar, belajar dan melakukan di kehidupan sehari-hari apa yang di ajarkan Tuhan Yesus didalam Kitab Suci. Seminimal mungkin pada misa mingguan kita betul-betul mendengarkan, merenungkan, makna sabda dari bacaan injil. Dan alangkah lebih baik
Kegiatan Sharing oleh Iwan Odananto foto Dok Pribadi
kalau mau menjadi murid teladan yang selalu rindu atas sabda Bapa kita tiap hari. Pertemuan pertama BKSN ditutup dengan ramah tamah dan makan malam bersama.*** Penulis : warga lingkungan Felisitas Wilayah XI
7. SEPUTAR PAROKI
Kunjungan Pastoral DPH
Lingkungan Bartolomeus - Wilayah V Warga Lingkungan St. Bartolomeus Foto DW dok MP
P
ada hari Selasa, tanggal 25 Agustus 2015, Pastor Paroki dan tujuh anggota Dewan Paroki Harian (DPH) Paroki St. Sfefanus-Cilandak mengadakan kunjungan pastoral ke lingkungan St. Bartolomeus yang berada di Wilayah V – St. Irenius. Kunjungan Pastoral yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPH, Bapak Eddy Cahyanto ini dimaksudkan untuk berdialog langsung dengan umat, mendengarkan persoalan-persoalan yang dialami oleh umat; keluhan-keluhan ataupun masukan-masuk-an dari umat. Dalam kesempatan berbagi pikiran, ketua lingkungan menyampaikan situasi dan kondisi lingkungan, dimana terdapat 62 KK yang terbagi dalam beberapa kelompok umur mulai dari 0 sampai 100 tahun. Sebagian besar kegiatan di lingkungan
masih bergabung dengan lingkungan yang lain, di wilayah V. Yang sudah diusahakan sendiri oleh lingkungan adalah doa Rosario khusus, sebanyak dua kali, dengan maksud supaya umat bisa lebih akrab dan kompak. Tetapi yang datang dalam acara rosario biasanya hanya sekitar 10-12 orang saja. Oleh karena itu, koordinator Wilayah V menyarankan untuk bergabung dengan lingkungan lain, mengingat ada banyak umat yang rindu untuk berkumpul bersama karena merasa sudah kompak. Menanggapi saran tersebut, Pastor Setiadi menandaskan bahwa apabila Lingkungan atau Wilayah semakin hidup maka Gereja akan semakin hidup. Maka yang menjadi “pekerjaan rumah,” bukan pertamatama menggabungkan lingkungan yang kurang aktif dan hidup, tetapi bagaimana mengusahakan agar se-
8
tiap lingkungan berusaha dengan suka dukanya, belajar terus menerus untuk menghidupi diri. Hasil pembicaraan yang lain adalah harapan agar warga melapor apabila ada kematian atau hal-hal lainnya sehingga jangan menyalahkan pengurus lingkungan apabila warga yang tidak diperhatikan. Menurut Bapak Eddy, biar bagaimanapun juga umat harus diperhatikan supaya mereka tidak hilang, karena ada pihak-pihak tertentu begitu gencar mencari orang-orang yang tidak diperhatikan oleh Gereja Katolik. Pastor Paulus Setiadi, SCJ menyampaikan prgram-program kerja
Selanjutnya Pastor Setiadi memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan paroki. Selama 5 tahun ke depan, Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) akan ada Arah Dasar Keuskupan yang baru. Dalam hal ini, akan ada program-program yang dibuat dan akan disosialisasikan kepada seluruh umat. Selain itu, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
dan efektif, paroki akan melakukan penataan tentang pendataan umat, akan mengadakan pembinaan secara keseluruhan dan mengajak semua umat untuk terlibat. Disisi lain, meskipun paroki kita selalu berbenah tentang macam-macam hal, namun tentu saja ada kekurangan di sana-sini, misalnya koordinasi antar seksi yang tidak mudah, DPH mengatur seksi juga tidak mudah, pembangunan gudang dan lain sebagainya. Selain hal-hal di atas, dalam pertemuan ini, DPH paroki mensosialisasikan sebuah gerakan sebagai berikut. Sebagaimana kita ketahui, Gereja Universal mulai tahun lalu sudah mengadakan sidang umum para Uskup sedunia yang membicarakan tentang keluarga, yaitu panggilan dan perutusan keluarga dalam Gereja dan dunia zaman sekarang dan mencanangkan tahun 2016 sebagai tahun keluarga. Mengingat betapa pentingnya keluarga di dalam Gereja Katolik, Gereja KAJ akan ikut ambil bagian di dalam apa yang digariskan oleh Tahta Suci bahwa Gereja memberi perhatian khusus kepada keluarga. Bahkan secara khusus, KAJ di dalam Arah Dasar 2016-2020, memberikan prioritas utama kepada pengembangan pastoral keluarga yang utuh dan terpadu. Dan sejalan dengan gerakan Gereja KAJ tersebut, untuk tahun ini, DPH Paroki St. Stefanus sudah mencanangkan terbangunnya kehidupan keluarga Katolik yang sejati. Oleh karena itu,
9
di dalam kunjungan DPH sepanjang tahun ini, fokus perhatian, perbincangan dan pelayanan diarahkan soal-soal keluarga. Masih dalam pertemuan dan kunjungan pastoral, Seksi Kerasulan Keluarga menjelaskan dan mensosialisasikan tentang pendampingan bagi keluarga-keluarga, baik di lingkungan maupun di Gereja. Berikut ini beberapa bentuk pendampingan yang sedang diusahakan. Seksi Kerasulan mempunyai program Agape, dimana umat mempunyai peluang untuk konseling. Bagi mereka yang sudah menikah, diadakan misa peringatan Hari Ulang Tahun Bpk. Benny perwakilan SKK menyampaikan program-program SKK
Perkawinan (HUP) setiap 2 bulan sekali, untuk mengukuhkan supaya mereka lebih bersatu atau keluarga tetap utuh. Pada akhirnya, Seksi Kerasulan mengharapkan agar setiap lingkungan mempunyai per-
hatian kepada keluarga-keluarga, misalnya dengan mengadakan doa bersama dalam keluarga, retret keluarga dan lain sebagainya. Anggota DPH
Menjelang akhir pertemuan, masih ada saran dari lingkungan, yakni mengadakan kolekte khusus secara periodik untuk Coin for Jesus (CFJ). Berkaitan dengan saran tersebut, pihak DPH melihat bahwa tidaklah mungkin saran itu ditindak lanjuti, karena kolekte itu sudah ada aturannya. Berkaitan dengan CFJ, pada tahun ke-2 ini kita sudah mulai agak kerepotan dan ini akan menjadi evaluasi tentang perlu tidaknya tahun depan diadakan CFJ. Tahun ini, kita sudah ada pencanangan Tahun Syukur dan Tahun Syukur ditandai dengan munculnya CFJ lagi. Sebagai catatan, CFJ tahun lalu hasilnya bagus dan seluruh umat, baik anak-anak maupun orang tua bisa berpartisipasi. Pertemuan penuh persaudaraan ini ditutup dengan doa dan berkat oleh Pastor Setiadi. Semoga kemuliaan Tuhan semakin bertambah dalam setiap usaha dan niat baik yang dilahirkan dari perjumpaan ini.(DW)***
10. SEPUTAR PAROKI
Kegiatan KPP bersama para pengajar Foto DW
KURSUS PERSIAPAN PERKAWINAN Anastasia Marhaeni
P
ada hari Sabtu dan minggu, tanggal 12 dan 13 September 2015 diadakan Kursus Persiapan Perkawinan untuk wilayah dekenat selatan Keuskupan Agung Jakarta di paroki St. Stefanus, Cilandak. KPP dimulai dari jam 08.00 sampai dengan jam 18.00 di aula gedung Leo Dehon lantai 4. Penyelenggara KPP yang bertindak sebagai panitia adalah seksi Kerasulan Keluarga paroki St. Stefanus. Para calon pengantin dari parokiparoki se dekenat selatan Keuskupan Agung Jakarta yang mengikuti KPP berjumlah 35 pasang dan 2 single karena pasangannya berada di luar kota. Adapun pasangan yang kawin campur adalah 6 pasang Katolik- Islam dan 11 pasang yang Katolik-Kristen. Tujuan diselenggarakannya KPP adalah memberi pendampingan pada umat yang ingin melangsung-
kan pernikahannya sehingga mereka lebih siap membentuk keluarga sesuai rencana Allah. Selama 2 hari itu, mereka diajarkan mengenal spiritualitas perkawinan Katolik hukum dan moral ajaran gereja, Liturgi perkawinan, ekonomi rumah tangga, panggilan menjadi orang tua, komunikasi suami istri, seksualitas perkawinan Katolik dan keluarga berencana, kawin beda agama dan beda gereja. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan sharing kelompok dan ditutup dengan perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh pastor Antonius Sumardi, SCJ. Keseluruhan acara berjalan lancar sesuai yang direncanakan. Semua presentasi terlaksana tepat waktu, disiplin dan ketertiban peserta terjaga baik. Penulis : Panitia KPP
11. SEPUTAR PAROKI
Ekaristi P
Sumber Kekuatan Hidup Kita
ada hari Minggu, 6 September 2015, Paguyuban Alumni KEP/PAK bekerjasama dengan PDKK, KTM dan PLL mengadakan seminar “Ekaristi dan Adorasi” yang dibawakan oleh Pastor Emanuel Martasudjita, Pr. Acara yang dihadiri oleh sekitar 150 orang di gedung Leo Dehon, lantai 4 tersebut dimulai pada pukul 10:15, diawali dengan beberapa lagu pujian yang dibawakan oleh tim pujian PDDK Malam St. Stefanus. Pastor Paulus Setiadi SCJ memberikan kata sambutan. Seluruh foto oleh DW dok MP.
Setelah memuji Tuhan bersamasama, pembawa acara mempersilahkan Pastor Paulus Setiadi, SCJ untuk memberikan kata sambutan. Dengan jenaka ia mengatakan bahwa ketika masih belajar Teologi di
Yogyakarta, ia dan pembicara dalam seminar ini pernah sungguhsungguh satu kelas, tapi bedanya, ia hanya sebagai pendengar, sedangkan sang pembicara dalam seminar ini, Pastor Martasujita berlaku sebagai pengajar. Lebih lanjut Pastor Setiadi mengajak umat untuk bersyukur karena dalam seminar kali ini, mendapatkan narasumber yang sangat kompeten dan banyak menulis buku tentang Ekaristi. Tentunya hal ini bisa membantu para umat yang hadir untuk mePastor Emanuel Martasudjita, Pr menjelaskan kepada para peserta seminar
mahami makna Ekaristi sebagai sumber kekuatan hidup kita. Pastor Setiadi menandaskan bahwa di dalam Ekaristi, bukanlah seorang imam tertahbis yang mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan
12
darah, melainkan Tuhan sendirilah yang mengubahnya. Dengan demikian, perayaan Ekaristi itu tidak bergantung kepada imamnya. Untuk pengertian lebih mendalam, Pastor Setiadi mengajak umat untuk menyimak dengan baik presentasi sang narasumber yang sudah ditunggu-tunggu ini.
nusiawi yang pernah dicapai tidaklah berarti apa-apa. Dalam keadaan demikian, yang diperlukan hanyalah belas kasih Allah. Dengan belas kasih Allah ini, kita diantar untuk masuk ke dalam perayaan Ekaristi, sebagaimana kita diyakinkan bahwa perayaan Ekaristi itu sesungguhnya merupakan perayaan belas kasih Allah. Suasana Para peserta Seminar
Dengan gayanya yang komunikatif, ceria, dan lucu tetapi inspiratif, Pastor Emanuel Martasudjita, Pr menyampaikan materi kepada para umat yang hadir; bahasanya mudah dimengerti dengan contoh-contoh yang lucu sehingga membuat umat yang hadir tidak mengantuk dan tetap menyimak dengan tekun. Mengawali penyampaian materinya, ia mengisahkan pengalamannya mendampingi kakaknya, Pastor Djito Pandrio, SJ pada waktu sakit. Ketika melihat kakaknya yang terbaring dan koma, ia dicerahkan bahwa semua gelar, pengalaman, prestasi ma-
Kemudian kita diajak masuk ke pengertian Ekaristi yang lebih dalam. Setiap orang mempunyai banyak kerinduan. Kerinduan tersebut dalam bahasa Skolastic pada abad ke 12-13 disebut potentia oboedientialis yaitu keterbukaan akan Allah. Panggilan manusia yang paling dalam dan paling tinggi adalah bersatu dengan Allah. Jiwa kita memang hanya rindu kepada Allah. Dialah yang memberikan jawaban akan kerinduan itu. Undangan dari Allah adalah bersatu dengan-Nya, inilah undangan untuk tinggal dalam Kristus. Pengalaman akan Allah yang
13
real dan konkret dapat dialami umat Katolik dalam PERAYAAN EKARISTI, sebab Ekaristi adalah tempat tinggalnya Kristus dalam diri kita, dan kita dalam Kristus. Kristus yang kita imani yang hadir dalam rupa roti meresap dalam seluruh pori-pori hidup kita. Itulah sebabnya kita disebut kudus karena telah menerima “Yang Kudus” dalam dirinya. Kudus bukan dalam arti moral karena semua orang secara de facto adalah pendosa. Tapi orang disebut kudus karena telah menerima “Yang Kudus” dalam tubuhnya/dirinya dalam komuni suci. Ekaristi sebagai sumber hidup Gereja. Hidup menurut hari Tuhan. Hari Tuhan bagi Gereja awal sama dengan Perayaan Ekaristi. Yang menarik, sebenarnya hari Minggu sejak abad pertama atau sejak jaman para rasul adalah hari Tuhan. Mengapa? Kata “Minggu” berasal dari kata “dominus” yang artinya hari Tuhan karena pada hari itu Tuhan bangkit. Maka hitungan yang benar sebetulnya dimulai dengan hari Minggu, bukan hari Senin. Makanya dalam penanggalan liturgi, hari Senin sampai Sabtu mengikuti nama hari Minggu sebelumnya. Orang lupa bahwa yang hari pertama adalah justru hari Minggu dan bukan hari Senin. Ini mengandung konsekuensi spiritualitas yang sangat mendalam. Hari Minggu adalah saat kita merayakan kebangkitan Tuhan
dan dari sejak dulu, yang namanya merayakan kebangkitan Tuhan itu paling pas merayakannya dengan Ekaristi/Misa Kudus. Itulah mengapa Misa hari Minggu wajib bagi orang Katolik dimana menerima kekuatan rohani untuk bekal kerja kita mulai dari Senin sampai dengan Sabtu. Sang pembicara melanjutkan pembicaraan tentang Adorasi. Menga-
Pastor Martin van Ooij sedang berdiskusi dengan peserta seminar
pa kita perlu Adorasi? Ia bertanya kepada umat yang hadir, apakah sempat berdoa sungguh-sungguh di depan Tuhan yang hadir dalam Ekaristi? Begitu kita menerima komuni, duduk, maka tidak jarang langsung buka tas untuk mengecek handphone. Atau begitu komuni, duduk, dan sering langsung diajak berdoa tahun syukur. Kita tidak sempat doa pribadi. Demikian juga dengan pastor yang ada di altar, setelah memberi komuni sendiri, harus membagi komuni kepada para prodiakon, lalu bagi komuni ke umat, purifikasi, doa sesudah komuni, pengumuman,
14
seluruh dunia dan juga ujud-ujud yang lainnya. Pembicara menandaskan bahwa dengan melakukan Adorasi-Ekaristi, kita semakin mengenal Yesus, bukan melalui buku, gambar, maupun cerita, tetapi langsung berjumpa. Dengan berteman atau bergaul dengan Yesus, membuat kita dekat dan mirip Yesus; kita ketularan suci, damai, dan rendah hati karena dekat dengan Tuhan secara fisik; aura kekudusan, seperti Musa (Kel 34:28-35); mengurangi dosa, dan bahkan dosa kita diampuni oleh Tuhan; melakukan silih bagi dosa sendiri dan dosa sesama. Pastor Emanuel Martasudjita, Pr menjelaskan beberapa pertanyaan yang disampaikan para peserta seminar
berkat dan keluar gedung gereja. Dengan situasi seperti itu, kita, baik pastor maupun umatnya, dikondisikan sedemikian rupa, sehingga tidak sempat omong-omong (berkomunikasi secara personal) dengan Yesus yang hadir. Untuk itulah, kita perlu Adorasi. Adorasi adalah saat dimana kita bersama dengan Yesus. Dalam adorasi pribadi, kita bisa berdoa dengan ujud, misalnya silih atas dosa-dosa pribadi, silih untuk jiwa-jiwa di api penyucian yang masih menantikan kebahagiaan surga, silih untuk jiwa-jiwa yang dipanggil pda hari ini dan tidak siap (abortus, orang yang dibunuh, kecelakaan) yang ada di
Apa yang kita doakan dalam Adorasi? Pertama, yang penting hadir di hadirat Tuhan Yesus dalam Sakramen Mahakudus. Kedua, tentang apa yang didoakan sekunder. Ketiga, bila bersama, bisa memakai buku Adorasi-Ekaristi, misalnya Ibadat Adorasi-Ekaristi. Bila sendiri, lebih bebas lagi. Bila kita doa Adorasi pribadi, pertama lakukan sembah sujud pada awal dan akhir, dapat berdoa Rosario, dapat berdoa aneka macam doa devosi lainnya (koronka, litani, doadoa lain), dapat merenungkan sabda Tuhan dalam meditasi, tetapi bukan berdiskusi di depan Sakramen Mahakudus. Pada saat kita Adorasi, kita sering menghadapi kesulitan dalam ber-
15
Adorasi. Kadang kita mengantuk. Bagi Yesus, entah tertidur atau tidak, yang penting hadir. Yang penting jangan ingin tidur di depan Sakramen Mahakudus. Kalau Adorasi terasa biasa, sulit konsen, rutinitas, lalu bagaimana? Jangan menyepelekan rutinitas karena hidup kita ditopang oleh rutinitas: detak jantung, gerak paru-paru yang teratur dan rutin sehingga kita bisa beraktifitas macam-macam. Begitu pula secara rohani, doa-doa yang teratur dan terasa tak ada manfaatnya sebenarnya itu menopang seluruh jalan di Tuhan. Jangan meremehkan yang rutin dan sepertinya biasa saja karena itu bermakna secara rohani. Itulah yang membuat kita tetap di jalan Tuhan karena digerakkan oleh doa-doa pribadi kita yang teratur. Mungkinkah Adorasi-Ekaristi abadi? Adorasi abadi adalah Adorasi yang dilaksanakan terus menerus, selama 24 jam sehari dan tujuh hari selama sepekan dan seterusnya. Untuk mengadakan Adorasi-Ekaristi abadi, sebetulnya sangat mudah. Sang pembicara mengajak kita berhitung. Berapa jam dalam satu hari? Kemudian, dihitung selama satu hari dan satu minggu? Sekurangkurangnya hanya diperlukan “satu orang, satu jam saja, satu Minggu” untuk berjaga bakti atau Adorasi. Maukah dan relakah kita melakukan Adorasi selama 1 jam dari 168 jam yang diberikan Tuhan selama seminggu?
Para Panitia Seminar
Akhirnya, di penghujung pemberian materi, sang pembicara menyimpulkan bahwa yang paling penting dalam hidup kita adalah bersatu dengan Tuhan. Hal-hal yang lain itu adalah perutusan sesuai dengan bidang masing-masing. Tetapi kesatuan dengan Tuhan sebenarnya yang paling agung terjadi dalam perayaan Ekaristi saat kita menerima tubuh Kristus. Tapi kapan kita berdoa benar-benar dengan Yesus secara hati ke hati? Itulah Adorasi! Dan manfaat Adorasi begitu banyak. Dan bagaimana kita berdoa? Yang paling penting kita hadir sedangkan apa yang kita doakan adalah sekunder. Setelah kesimpulan dari sang pembicara, diberikan waktu untuk w. Setelah itu, dilanjutkan dengan perayaan Ekaristi. Semoga seminari Ekaristi dan Adorasi ini memperkaya apa arti Ekaristi dan Adorasi bagi kita. (DW) ***
16. SEPUTAR PAROKI
K
Karya Pelayanan Melalui Bakti Sosial Operasi Katarak
atarak menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia. Paparan sinar ultraviolet, gaya hidup yang tidak sehat, menjadi beberapa dari faktor risiko terjadinya katarak. Untungnya, katarak dapat dikoreksi atau direhabilitasi. Sehingga tidak berujung pada kebutaan. Katarak terjadi akibat gangguan metabolisme dari lensa mata. Lensa mata yang mestinya jernih, karena metabolismenya terganggu, membuat warnanya menjadi keruh. Akibatnya, sinar yang masuk tidak dapat tembus karena terhalang. Gangguan metabolisme bisa terjadi karena berbagai faktor. Faktor usia (sebagai proses degenerasi dan biasanya terjadi pada mereka yang berusia di atas 50 tahun), trauma (karena benturan yang cukup keras), atau penyakit seperti diabetes. Namun faktor yang paling penting dan paling besar pengaruhnya adalah paparan sinar ultraviolet (UV). Melihat permasalahan tersebut, PSE St. Stefanus merasa terpanggil untuk ambil bagian dalam membantu mengurangi beban para penderita katarak. Melalui baksos yang diselenggarakan oleh PSE setiap tahunnya, para penderita katarak secara rutin dapat mendapatkan
kesempatan untuk dapat terbantu penglihatannya.
Operasi Katarak, Foto KJ dok MP
Penyelanggaraan bakti sosial operasi katarak sudah menjadi salah satu program kerja tahunan dari PSE St. Stefanus. Dengan target peserta sebanyak 200 orang setiap tahunnya. Program ini sudah berjalan selama 15 tahun, sejak Ibu Margareth menjabat sebagai ketua seksi PSE. Dan sekarang dilanjutkan oleh Ibu Christina Budiman. Dalam tahun ini PSE St. Stefanus sudah menyelenggarakan baksos operasi katarak sebanyak dua kali. Hal ini disebabkan karena baksos operasi katarak pertama, yang diselenggarakan pada bulan Januari di Rumah Sakit Tebet hanya mecapai 58 orang. Sehingga diselelenggarakan baksos kedua, pada hari Sabtu, 12 September 2015, bertempat di
17
Graha Kirana, RS Cipto Mangunkusumo. Acara tersebut dimulai pada pukul 06.00 Wib, dengan jumlah peserta yang sudah mendaftar sebanyak 86 orang. Para calon pasien terlihat antusias dan rela mengantri untuk mengikuti proses pemeriksaan fisik, sebelum dinyatakan lolos untuk di operasi. Tak sedikit pula para calon pasien yang gagal di operasi dengan alasan tekanan bola mata, tekanan darah dan tekanan gula darah yang tidak stabil. Sebelumnya baksos operasi katarak pernah diselenggarakan di Gedung Leo Dehon. Dengan jumlah pasien yang ditangani bisa mencapai 130 orang. Namun dikarenakan adanya peraturan pemerintah yang mengharuskan tindakan dilakukan di rumah sakit, mengingat jika terjadi resiko pada peserta, maka peserta akan dapat segera ditangani oleh pihak rumah sakit. Maka baksos selanjutnya diselenggarakan di rumah sakit, yang notabenenya mampu menangani maksimal 90 orang peserta. Bakti sosial operasi katarak ini tentunya memakan biaya yang cukup banyak. Namun agar baksos ini tetap terselenggara, maka PSE St. Stefanus mengadakan kerjasama dengan PERDAMI (Persatuan Dokter Mata Indonesia), agar diperoleh keringanan biaya rumah sakit. Sedangkan untuk jumlah dokter yang
Anggota PSE dan salah satu pasien Operasi Katarak
melakukan tindakan operasi, ada sebanyak 25 orang. Dan untuk dapat diketahui peserta yang pada saat itu tidak dapat dilakukan tindakan operasi, masih mendapatkan kesempatan di baksos operasi katarak selanjutnya. Kami sempat menemui seorang pasien yang sudah berhasil dioperasi yaitu Bapak Hans Trantawan dari Paroki St. Albertus Harapan Bekasi. Menurut beliau, dia cukup puas dengan kegiatan sosial ini, karena sangat bermanfaat bagi banyak orang. Pernyataan bapak Hans tersebut tentu selaras dengan semangat gereja Katolik yaitu kasih. Kasih tentu tidak mengenal batas suku, agama, ras antar golongan. Berarti seluruh fasilitas yang ada di Indonesia seharusnya dapat diberlakukan secara umum tanpa mengenal perbedaan dan beruntungnya paroki St. Stefanus sudah memulainya dari dulu. Proivisiat untuk PSE St. Stefanus, majulah terus. (KJ&Pr)***.
18. SEPUTAR PAROKI
MERAJUT HARAPAN, IMAN DAN KASIH
(Rekoleksi dan Kebersamaan Seksi Kerasulan Keluarga Paroki St. Stefanus, Cilandak) Benny dan Anastasia Marhaeni
P
ada hari tanggal 4 - 6 September 2015, Seksi Kerasulan Keluarga (SKK) menyelengarakan rekoleksi di Villa Bella Vista, Sindanglaya, Jawa Barat. Rekoleksi yang dihadiri sebanyak 24 anggota aktif SKK ini, dipimpin oleh Rm. Joost Kokoh dan dibantu oleh pengurus SKK selaku fasilitator. Tujuan diselenggarakannya rekoleksi adalah untuk membangkitkan kembali semangat pelayanan tim SKK, memperkuat “teamwork” dan kekerabatan diantara pengurus. Rekoleksi dimulai pukul 9 pagi de-ngan suatu penegasan bahwa dalam menjalankan pelayanan, kita harus mempunyai Harapan, Iman dan Kasih. Harapan dan Iman akan penuh jika mempunyai Kasih (Mati-us 28:1-10). Itulah inti permenungan yang diberikan oleh Romo Jost Kokoh. Untuk menguraikan tema diatas, Romo Kokoh mengawali permenungan dengan menyampaikan beberapa ungkapan salam kudus yang sesuai dalam Injil, yaitu “salam damai,” “... damai sejahtera-Ku menyertai kamu sampai akhir jaman…." Salam kudus yang diberikan dalam berbagai bahasa itu bermakna
Peserta Rekoleksi SKK
bahwa salam yang disampaikan oleh Tuhan Yesus itu menjiwai segala bangsa. Dalam hal ini, peserta diundang untuk menghayati kata pertama Tuhan Yesus kepada Maria Magdalena, orang berdosa yang bertobat, yaitu "SALAM" (Mat 28: 9). Kita harus membagi salam atau kedamaian, bukan kebencian, harus punya kasih, efek yang positif, dan saling bekerja sama. Romo lalu menyampaikan pentingnya karakter kudus yang harus dimiliki oleh setiap umat Katolik, terlebih yang dipanggil untuk melayani sesama, termasuk para anggota SKK. Berikut ini beberapa karakter kudus yang harus diusahakan oleh kita semua: jadilah penuh pengertian, bukan penghakiman, mengutamakan damai, bukan perselisihan, selalu bersyukur, tidak
19
bersungut-sungut, berbagi senyuman, bukan kebencian, dan lain sebagainya. Berbicara mengenai yang kudus, kita harus sampai kepada yang utama, yakni menghayati Roh Kudus. Dengan inspiratif, Romo Kokoh mengajak kita untuk merenungkan Roh Kudus dalam lambang: M A M A. M = Minyak artinya saling menguatkan. A = AIR artinya Saling menyegarkan. M = Merpati artinya kedamaian dan ketulusan. A = Api artinya saling menghangatkan, dalam sikap dan ttur kata. Menghidupi karakter kudus tidaklah mudah, karena kadangkala ada hambatan-hambatan dalam melakukan pelayanan. Semua peserta rekoleksi diajak oleh Romo Kokoh untuk menyadari adanya tujuh roh jahat yang mengganggu; Lucifer yang dilambangkan dengan burung Merak (artinya kesombongan), Belpagor yang dilambangkan dengan Kura-kura (artinya pemalas dan lamban), Syetan yang dilambangkan dengan Singa (artinya emosi, labil, suka mengomel, dan suka berteriakteriak), Lefiata yang dilambangkan dengan Ular (artinya licik, iri hati), Mammon yang dilambangkan dengan Serigala (artinya cuek, acuh tak acuh), Ba Alsebu yang dilambangkan dengan Babi (artinya rakus), Asmodeus yang dilambangkan dengan Kambing (artinya dosa birahi). Mengakhiri permenungannya, Romo Kokoh menegaskan agar kita harus menunjukkan karya yang nyata,
berdoa untuk sesama dan alam semesta dan mempunyai ucapan yang penuh dengan cinta. Dengan ini semua, kita semua akan hidup dalam rajutan Harapan, Iman dan Cinta Kasih. Secara umum, Romo menyampaikan permenungannya dengan kalimatkalimat yang pendek. Namun penuh makna, jelas dan sederhana. Romo Kokoh juga memotivasi anggota SKK dengan berbagai media, diantaranya pemutaran beberapa video/ film berdurasi pendek, yang berisi kisah-kisah inspiratif untuk menggugah semangat dalam melayani, berbagi dan berbelarasa dengan sesama yang membutuhkan. Rekoleksi ini juga diisi dengan sessi saling meneguhkan diantara pengurus SKK dengan memberikan dukungan dan pesan, satu sama lainnya. Akhirnya serangkaian acara rekoleksi sehari penuh ini ditutup dengan Sakramen Ekaristi Kudus yang dipimpin oleh Romo Kokoh. Pada Jumat malam team SKK mengadakan informal meeting membahas rencana kerja, Sabtu malam setelah rekoleksi diisi dengan games untuk mempererat kekerabatan dan tukar pikiran mengenai warisan yang diwacanakan akan jadi topik seminar dipandu oleh ibu Arie Mukti**** Penulis adalah anggota Seksi Kerasulan Keluarga
20. SEPUTAR PAROKI
Pembekalan PRODIAKON
Paroki St. Stefanus Cilandak bersama Rm. Emanuel Martasudjita, Pr
Prodiakon Paroki adalah umat awam yang diangkat oleh Uskup untuk melayani ibadat atau liturgi di Paroki dalam jangka waktu tertentu. Sebagai umat awam, latar belakang para Prodiakon tentu berbeda-beda. Tidak semua Prodiakon, secara formal atau informal, pernah belajar tentang pelayanan ibadat atau liturgi. Padahal untuk dapat melayani Gereja dengan baik, mereka harus memahami dan menghayati seluk-beluk pelayanan ibadat atau segala sesuatu yang berkaitan dengan liturgi. Oleh karena itu, mereka perlu sarana, bimbingan, dan pembinaan untuk mengantarkan mereka kepada pemahaman dan penghayatan sebagai Prodiakon dengan segala konsekuensinya. Atas dasar itulah, pada tanggal 5 September 2015, Paroki St. Stefanus Cilandak mengadakan Pembekalan Prodiakon. Acara pembekalan tersebut diadakan di Gedung Leo Dehon Lt. 4 – Paroki St. Stefanus Cilandak. Kegiatan yang dilaksanakan merupakan
agenda kerja DPP St. Stefanus Cilandak yang sudah sejak Mei 2015 direncanakan. Akan tetapi mengingat padatnya jadwal dari sang narasumber, Rm. Emanuel Martasudjita, Pr maka rencana tersebut baru dapat terealisasi pada bulan September. Harapannya, bahwa dengan dihadirkannnya Rm. Emanuel Martasudjita, Pr selaku penulis buku “Kompendium Tentang Prodiakon,” maka berbagai pertanyaan yang sering muncul di forum para Prodiakon seputar tugas pelayanan dapat diminimalisir. Sedikit tentang sang narasumber, Rm. Emanuel Martasudjita, Pr adalah Penulis buku “Kompedium Tentang Prodiakon.” Beliau menerima gelar doktor Theologi dari Universitas Innsbruck, Austria sejak 1996. Selain itu beliau juga aktif menjadi dosen Theologi Dogmatik dan Liturgi di Fakultas Teologi di Universitas Sanata Dharma dan juga aktif sebagai staff Seminari Tinggi St. Paulus Kentungan, Yogyakarta dari tahun 1996 sampai dengan saat ini. Terakhir beliau juga merupakan Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Semarang. Sebagaimana termuat dalam bukunya, Rm. Martasudjita mempresenta-
21
sikan tentang pengertian dan sejarah Prodiakon, peran kaum awam dalam liturgi gereja, syarat dan tugas Prodiakon paroki, profil Prodiakon yang baik, spiritualitas hidup Prodiakon, paham dasar liturgi bagi Prodiakon, perlengkapan liturgi bagi Prodiakon paroki, pelayanan penerimaan komuni, pelayanan sabda, serta pelayanan ibadat sakramentali-devosi.
Foto PAS dok MP
Acara pembekalan Prodiakon tersebut dimulai pada pukul 10.00 WIB, dan dibuka dengan kata sambutan dari bapak Edi Cahyanto selaku Wakil Ketua Dewan. Setelah Rm. Marta menyampaikan materi, maka dilanjutkan dengan makan siang dan berakhir dengan sesi tanya jawab sampai pada pukul 14.30 WIB. Atas kerjasama para panitia, acara tersebut berjalan dengan sukses. Menurut bapak Iwan Gunadi dan Bapak Edi Budi selaku PIC acara dan Bapak Yongki Sugito selaku ketua
22
Kompendium tentang Prodiakon kurang lebih berarti ikhtisar segala hal yang mesti diketahui dan dipahami tentang prodiakon dan oleh prodiakon. Buku ini menyajikan secara kurang lebih lengkap dan dalam bahasa yang ringkas, padat, dan sederhana mengenai pengertian dan sejarah prodiakon, peran kaum awam dalam liturgi Gereja, syarat dan tugas prodiakon, profil prodiakon yang baik, spiritualitas prodiakon, paham dasar tentang liturgi, perlengkapan liturgi bagi prodiakon, penerimaan komuni, pelayanan sabda, pelayanan ibadat sakramentali-devosi. Prodiakon St. Stefanus Cilandak, jumlah peserta yang datang ada sebanyak 64 orang, dimana peserta tersebut terdiri dari 49 anggota Prodiakon yang aktif dan 15 orang anggota Prodiakon yang tidak aktif. Menurut beliau, total keseluruhan anggota Prodiakon (baik yang aktif dan non-aktif) yang ada di St. Stefanus Cilandak ada sebanyak 94 orang. Peserta lainnya adalah tamu undangan dari luar Paroki St. Stefanus Cilandak yaitu para suster dari Susteran Charitas, yang diwakili oleh Sr. M. Melani, Fch & Sr. M. Paola, Fch. Serta lima orang Prodiakon dari Paroki Pasar Minggu.
Pastor Emanuel Martasudjita, Pr
Acara yang berdurasi kurang lebih 5 jam ini, terasa sangat singkat mengingat banyaknya hal-hal yang ingin ditanyakan oleh peserta pada saat sesi tanya jawab terkait dengan halhal liturgis. Materi yang disampaikan tentu saja diambil dari buku Kompendium Tentang Prodiakon dan Ekaristi yang dikemas dengan sangat menarik dan tidak terlepas dari humor segar sang Narasumber. Hingga pada detik akhir waktu yang tersisa, masih saja banyak peserta yang aktif mengajukan berbagai pertanyaan, yang tentu saja dijawab dengan baik oleh Rm. Marta. Akhirnya, acara tersebut ditutup dengan doa penutup yang dibawakan oleh Bapak Bonaventura Sutadi selaku Ketua Paguyuban Prodiakon Paroki St. Stefanus Cilandak, yang kemudian diakhiri dengan acara sesi foto para Prodiakon, panitia dan Rm. Emanuel Martasudjita, Pr. Tidak lupa juga panitia mengundang kembali para Prodiakon untuk turut serta dalam acara Seminar Ekaristi dan Adorasi yang akan diselenggarakan keesokan harinya, dengan tempat dan narasumber yang sama. (Pr)***
23. SEPUTAR PAROKI
Pemimpin Yang Melayani Antonius Santosa Suasana Pembekalan Lingkungan. seluruh Foto oleh PAS dok MP
H
ari Sabtu tanggal 12 September 2015, di Gedung Leo Dehon, saya mengikuti pembekalan bagi para Koordinator Wilayah dan Ketua Lingkungan yang diselenggarakan oleh Dewan Paroki Harian. Seperti biasa, dalam membicarakan kegiatan-kegiatan gereja selalu muncul berulang kali kata-kata seperti : melayani, pelayan, dan yang dilayani sebagai ungkapan atas segala hal yang mendasari kegiatan yang dilakukan oleh mereka yang terlibat. Melayani sesama bagi umat Katolik merupakan tugas utama di dunia seperti yang dicontohkan Tuhan Yesus sendiri yang berkata : “Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani”. Dia datang sebagai gembala bagi domba-dombaNya. Dia
lah Gembala Yang Baik. Dan, kita, terlebih para pengurus lingkungan dan wilayah, diharapkan menjadi gembala yang baik yang selalu siap melayani umatNya (domba-dombaNya). Saya jadi teringat Robert K. Greenleaf yang menulis sebuah essay dalam bukunya “The Servant as Leader” (1970) tentang servant leadership (kepemimpinan yang melayani) atau tepatnya mengenai servant leader atau pemimpin-pelayan. Pada hakekatnya, para pengurus lingkungan dan wilayah adalah servant leader atau pemimpin yang memposisikan dirinya sebagai pelayan. Ketua Lingkungan/Koordinator wilayah beserta anggota pengurus yang lain sebagai pemimpin-pelayan
24
pertama-tama berfokus pada pertumbuhan dan kesejahteraan umat. Pemimpin-pelayan menempatkan kebutuhan orang lain (umat) sebagai yang utama. Pemimpin-pelayan membantu umat dapat tumbuh sebagai pribadi, berkembang menjadi lebih sehat, lebih bijaksana, dan lebih sejahtera sehingga lebih dihargai martabatnya dan dapat tampil maksimal.
Greenleaf menyatakan juga bahwa individu ataupun organisasi dapat berperan sebagai servant leaders (pemimpin-pelayan), sehingga seksi-seksi ataupun Dewan Paroki sekalipun dapat menggunakan organisasi atau lembaganya sebagai alat untuk melayani umat. Ada beberapa ciri dan keutamaan yang seharusnya dimiliki seorang pemimpin-pelayan, yaitu : 1. Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana lingkungan atau wilayah dan umat yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Visi pemimpin lingkungan/wilayah akan menginspirasi tindakan umat dalam membangun lingkungan/wilayahnya, Visi yang baik mengandung harapan-harapan yang memberi semangat bagi umat yang dipimpin. Visi pemimpin-pelayan akan memberi arah ke mana umat yang dipimpin dan dilayani dibawa menuju keadaan yang lebih baik.
2. Orientasi pada Pelayanan. Pemimpin-pelayan lingkungan/wilayah berorientasi pada pelayanan sejati. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati adalah buah dari cinta kasih.. Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar. 3. Membangun Kepengikutan (Followership). Pemimpin-pelayan lingkungan/wilayah mengutamakan terciptanya kepengikutan (followership) karena dalam kenyataannya keberhasilan lingkungan/wilayah lebih banyak ditentukan oleh para umat. Penelitian yang dilakukan Profesor Robert E. Kelley, pelopor pengajaran Followership and Leadership dari CarnegieMellon Unversity, menunjukkan bahwa keberhasilan suatu organisasi 80 persen ditentukan oleh para pengikut (followers) dan 20 persen merupakan kontribusi pemimpin (leader). Pemimpin-pelayan mengatakan setiap keberhasilan sebagai keberhasilan “kita”; bukan keberhasilan “saya” atau “kami”. Sebaliknya apabila terjadi kegagalan, merupakan kegagalan “saya” dan sebagai pemimpin dia bersedia memikul tanggungjawab
25
4. Membentuk Tim dan Bekerja dengan Tim. Pemimpin-pelayan lingkungan/wilayah sebaiknya membentuk tim (team work) dan bekerja dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya, menjelaskan visi dan misi, serta mempercayakan timnya untuk bekerja. Ia harus pandai-pandai memilih orang yang mau bekerja keras untuk lingkungan/wilayah, bukan orang yang tidak mau berbuat apa-apa, atau orang yang cenderung menimbulkan masalah bagi lingkungan/wilayah. Pemimpin harus memiliki kejelian memilih anggota tim, antara lain melalui rekam jejak (track record), bakat (talenta), kapabilitas, mentalitas dan moralitasnya. 5. Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana lingkungan/wilayah akan dibawa, maka misi adalah bagaimana menjalankan tugas-tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana yang dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, program-program kerja serta perangkat lain membantu dalam menjalankan misinya. Misi pemimpin-pelayan adalah melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia pada misi pelayanan dalam kondisi apa pun, kondisi baik atau buruk, karena dengan demikian tujuan dapat dicapai. 6. Menjaga Kepercayaan. Menjadi pemimpin lingkungan atau wilayah adalah menerima keper-
Presentasi Diskusi
cayaan dari Tuhan untuk memimpin umatNya. Pemimpin adalah orangorang pilih-an di antara sejumlah orang-orang lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan tertentu yang menyebabkan ia dipercaya untuk menjadi pemimpin. Maka kepercayaan yang diterimanya harus dijaga dan dipelihara dengan membuktikan melalui tindakantindakan nyata melayani umat dan menghindari hal-hal yang membuat umat kehilangan kepercayaan kepadanya. 7. Mengambil Keputusan. Keputusan pemimpin-pelayan ada-
26
lah kekuatan dalam memimpin dan mengelola lingkungan/wilayahnya. Keputusan yang demokratis, bijak, adil, serta dilandasi cinta-kasih pasti akan didukung oleh umat. 8. Melatih dan Mendidik Pengganti. Melatih dan mendidik pengganti (membentuk kader ) merupakan kewajiban seorang pemimpin. Seorang pemimpin-pelayan seharusnya memiliki beberapa kader pengganti apabila pemimpin berhalangan dan yang akan meneruskan kepemimpinan selanjutnya. Bertambahnya usia seorang pemimpin-pelayan mengakibatkan kemampuan fisik dan daya pikirnya berkurang dan oleh karenanya pro-ses regenerasi tidak dapat dihindari. Pemimpin-pelayan mendidik dan melatih pengganti karena ia tidak berorientasi pada kekuasaan tetapi pada pelayanan. 9. Memberdayakan kaum Perempuan. Sumber Daya Manusia, khususnya kaum perempuan memiliki kemampuan-kemampuan tertentu yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Pemimpin-pelayan harus pandaipandai mengajak kaum perempuan untuk lebih terlibat dalam setiap kegiatan demi keberhasilan lingkungan/wilayahnya. Sebaliknya, kaum perempuan hendaknya lebih percaya diri dan lebih berani mengambil alih tugas yang kebanyakan dikerjakan kaum laki-laki.
10. Memberi Tanggung Jawab. Memberi tanggungjawab kepada pengurus lain adalah memberi kesempatan kepadanya untuk berkembang dan tentu saja diikuti dengan mengawasi serta kemudian meminta pertanggungjawaban. Memberi pengurus lain tanggungjawab adalah memberi mereka kesempatan memperoleh ketrampilan dan menggapai keberhasilan, dan hal itu dapat dimulai dari hal-hal yang kecil.
Suasana Diskusi pembekalan
27
Sharing pengalaman
11. Memberi Teladan. Pertama-tama seorang pemimpinpelayan hendaknya meneladan Sang Pelayan yaitu Yesus sendiri betapa Ia ketika masih di dunia berkenan memimpin/menggembalakan domba-dombaNya dengan penuh cinta-kasih dan penuh keikhlasan. Bahkan, Ia mengorbankan diriNya mau mati di salib demi kita semua. Pemimpin-pelayan memberi teladan kepada pengurus dan umat lain dengan apa yang mereka lakukan. Sesudah itu ia menganjurkan umat untuk melakukan apa yang diteladankannya. 12. Menyadari Pentingnya Hubungan / Komunikasi. Yang paling penting, pemimpinpelayan hendaknya bisa menciptakan komunikasi yang baik dengan umatnya. Sebab, dengan terbangunnya komunikasi yang baik, pemimpin-pelayan dapat menyerap harapan dan keinginan umat, mendengarkan keluhan dan mengetahui masalah yang dihadapi umat untuk bahan penentu kebijakannya dalam membuat program-program kerja
lingkungan/wilayah. Dalam arti yang lebih luas, pemimpin-pelayan hendaknya dapat berperan sebagai seorang bapak atau ibu (mengayomi), sahabat (teman), guru (teladan, tempat bertanya) dan pembina (memperbaiki yang salah). Itulah apa yang ingin saya bagi untuk Ibu/Bapak sekalian, khususnya setelah saya mengikuti pembekalan para Ketua Lingkungan dan Koordinator Wilayah. Ada yang terasa mengganjal dalam hati saya dengan istilah Ketua Lingkungan yang terasa formal dan berjarak. Jujur, saya lebih senang menggunakan istilah Pamong Lingkungan karena terasa lebih dekat, ada unsur penggembalaannya (jw : ngemong) dan lebih terasa diayomi. Barangkali ini hanya perasaan saya saja. Berkat Tuhan Menyertai Kita Semua.*** Penulis : Anggota Dewan Paroki
28. SEPUTAR PAROKI
RINDU UNTUK
R
BERTEMU
Andre Laoh
indu untuk bertemu, umat dari lingkungan Felicitas dan Anastasia berkumpul bersama didalam misa Lingkungan mengawali Bulan Kitab Suci Nasional pada hari Sabtu pagi tanggal 5 September 2015 dirumah Keluarga Handoko. Misa di pimpin RD. Paulus Haruna dan dibantu teman teman OMK Anastasia untuk mendukung acara ekaristi (Angel, Matthew, Vigo sebagai putra / putri altar dan Andre membaca bacaan kitab suci). Setelah misa, sedikitnya 60 umat dengan Romo beramah tamah untuk menghilangkan kerinduan ‘ngobrol’ sambil menikmati makanan dan minuman yang telah disiapkan oleh keluarga Handoko. Ibu Jocelyn Handoko juga berbincang bincang dengan umat yang hadir untuk sharing bagaimana beliau mempratekan cara cara sederhana untuk lebih konservasi air (yang menjadi
perhatian khusus sekarang ini dalam musim kemarau) dan membuat kompos dari sampah dapur dalam berumah tangga. Dengan lebih sadar diri dan menjalankan praktek pratek mudah ini kita semua bisa juga ikut dalam "Save our Home" dari malapetaka kehabisan air dan membantu mengurangi pembuangan sampah yang sekarang sangat sulit di wilayah Tangerang Selatan. Beberapa contoh sederhana untuk mengurangi pemakaian air di rumah: 1. Cuci mobil cukup dengan dua ember air. Satu ember air dan sabun untuk mencuci dan satu ember air untuk menghilangkan sabunnya; 2. Air untuk cuci sayur, buah, beras dari dapur di "buang" ke taman kita; 3. Sisa air teh dan daun tehnya dibuang ke tanaman; 3. Kalau mandi dengan shower,
29. SEPUTAR PAROKI matikan dulu airnya pada waktu bersabun; 4. Dibuatkan resapan air hujan untuk menampung air yang turun dari genteng rumah dan mengurangi air yang terbuang ke jalan an;
Dengan berakhirnya acara, tiap umat diberi hadiah pohon kecil (mangga, kedondong,jeruk dan tomat) dalam kompos dari hasil sampah dapur dan air bekas mencuci beras atau sayur/buah.*** Penulis adalah warga Wilayah XI
Kamis, 18 Juni 2015 lalu Paus Fransiskus mengeluarkan ensikliknya mengenai lingkungan hidup. Paus Fransiskus memulai ensikliknya dengan “Kidung Sang Surya”, hymne Santo Fransiskus dari Assisi. Surat berisi ajaran otoritatif Gereja itu dimaksudkan untuk memulai kembali pembicaraan global tentang perlindungan “rumah bersama kita” dari ancaman perubahan iklim. Ensiklik bertajuk ‘Laudato Si’ (Praise Be to You) itu merupakan seruan profetik Paus kepada pemerintah berbagai negara, agama-agama, pelaku bisnis, dan setiap orang untuk bersama-sama berupaya mengatasi tantangan perubahan iklim.
30. SEPUTAR PAROKI
WORKSHOP PEMAZMUR SANTO STEFANUS Anton Suritno
Foto Sie Liturgi dik Pribadi
Ketentuan tentang Pemazmur dalam PUMR: 61. Sesudah bacaan pertama menyusul mazmur tanggapan yang merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Mazmur Tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas sabda Allah. Mazmur tanggapan hendaknya diambil sesuai dengan bacaan yang bersangkutan dan biasanya diambil dari Buku Bacaan Misa (Lectionarium). Dianjurkan bahwa mazmur tanggapan dilagukan, sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat. Pemazmur melagukan ayat-ayat mazmur dari mimbar atau tempat lain yang cocok. 102. Pemazmur bertugas membawakan mazmur atau kidung-kidung dari Alkitab di antara bacaan-ba-
caan. Supaya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, ia harus menguasai cara melagukan mazmur, dan harus mempunyai suara yang lantang serta ucapan yang jelas. -------------------------------------------------Ada yang merasa geli ketika pemazmur mengucapkan: ”Mazmur Tanggapan, dengan refrein: …” Lalu, setiap mengakhiri satu ayat ia memberi aba-aba kepada umat dengan ucapan ”Refrein!” Frasa dan kata itu sebenarnya tak ada dalam buku Lectionarium. Mungkin terpaksa dilakukan agar umat terjaga dan bersiap ikut menanggapi Sabda secara kompak. Cara itu mengingatkan kita pada petunjuk pelaksanaan saat upacara bendera, misalnya: ”Inspektur upacara memasuki tempat upacara…. Pasukan disiapkan… Mengheningkan cipta mulai…” Petunjuk upacara bendera itu mungkin setara
31
dengan rubrik dalam buku liturgis. Bedanya, dalam perayaan liturgi petunjuk rubrik itu tidak dibacakan. Cara instruktif itu dapat dianggap mengabaikan kaidah keindahan berliturgi karena mengandalkan kata-kata petunjuk yang tidak diperlukan. Satu contoh lagi untuk virus verbalisme. Ada cara-cara lain yang lebih indah untuk menghidupkan pembawaan Mazmur Tanggapan. PUMR 61 juga sudah menganjurkan bahwa Mazmur Tanggapan hendaknya dilagukan, sekurangkurangnya bagian ulangan (refrein/ antifon) yang dibawakan oleh umat. Pilihan cara dan tempat Cara membawakan mempunyai dua arti membacakan atau melagukan. Membawakan Mazmur Tanggapan dengan cara dibacakan biasanya dipilih untuk Misa harian, atau jika tidak ada pemazmur yang bertugas. Peran pemazmur pun diambil alih langsung oleh lektor, yang mestinya lebih tepat oleh petugas lain. Membacakan saja memang tidak dianjurkan. Jika terpaksa dilakukan, maka perlu penjiwaan yang sesuai dengan isi teks mazmurnya, bukan dibacakan seperti untuk pembacaan Kitab Suci. Jika tidak dilagukan, Mazmur Tanggapan didaras sedemikian rupa sehingga membantu permenungan Sabda Allah. Melagukan dapat dalam cara sederhana (hanya bagian ulangan yang
dinyanyikan) atau cara lengkap (semua dinyanyikan). Inilah cara yang dianjurkan sesuai dengan hakikat suatu mazmur sebagai nyanyian. PUMR 61 memperjelas: ”Umat tetap duduk dan mendengarkan; dan sesuai ketentuan, mereka ambil bagian dengan melagukan ulangan, kecuali jika seluruh mazmur dilagukan sebagai satu nyanyian utuh tanpa ulangan.” Di mana tempat pemazmur bertugas? Pemazmur melagukan ayatayat mazmur dari mimbar atau tempat lain yang cocok. Di mimbar, karena Mazmur Tanggapan masih merupakan unsur Liturgi Sabda. Di tempat lain karena ada beberapa pertimbangan. Misalnya, karena sang pemazmur adalah bagian dari koor atau karena jumlah pemazmur tidak tertampung di mimbar, maka dipilihlah tempat lain yang lebih memadai. Cara musikal Cara menyanyikan Mazmur Tanggapan ternyata tidaklah tunggal. Kelima cara berikut ini pada dasarnya pengembangan dari dua cara melagukan yang sudah ada, yakni cara dengan ulangan (responsorial) atau tanpa ulangan (PUMR 61). Empat cara pertama berkaitan dengan ulangan, yang selalu dilagukan bersama oleh seluruh jemaat. (1) Pemazmur dan umat: Seorang pemazmur memimpin jemaat da-
32
lam menanggapi Sabda. Ia terlebih dulu melagukan bagian ulangan, kemudian umat mengulanginya. (2) Pemazmur dan umat: Supaya lebih variatif, diperlukan dua pemazmur. (3) Kor dan umat: Untuk lebih menampilkan kebersamaan maka peran seorang pemazmur digantikan kelompok kor. (4) Umat dibagi dua kelompok: Terdiri dari kelompok jemaat yang duduk di bagian kanan dan kiri, atau deretan depan dan belakang. Satu cara lagi tidak memakai ulangan: (5) Umat bersama-sama: Ini cara yang paling menunjukkan partisipasi umat secara penuh. Semua bersamasama menanggapi Sabda Allah dengan bernyanyi sejak awal hingga akhir. Cara pertama sudah lazim dilakukan. Keempat cara lainnya boleh dicoba. Marilah kita bawakan Mazmur Tanggapan secara optimal sebagai ungkapan sukacita menyambut Sabda Allah. (Christophorus H. Suryanugraha OSC) -------------------------------------------------Mengingat masih minimnya pengetahuan tentang Pemazmur dan mazmur, seperti tersebut di atas, maka Komunitas Pemazmur Paroki St. Stefanus Cilandak mengadakan kegiatan workshop, dengan tujuan meningkatkan mutu pemazmur yang memang baru beberapa bulan terakhir komunitas ini terbentuk, dan menginduk pada Paguyuban Lektor-Lektris St. Stefanus.
Workshop Komunitas Pemazmur St. Stefanus, Cilandak diadakan selama 2 (dua) kali hari Minggu berturutturut, 13 dan 20 September 2015, di Gedung Leo Dehon. Peserta Workshop adalah anggota lama Komunitas pemazmur dan anggota baru komunitas ini. Jumlah Anggota seluruh komunitas pemazmur ini, sebanyak 36 orang pemazmur. Namun yang mengikuti workshop tersebut hanya 26 orang anggota lama dan baru. Anggota yang tidak bisa mengikuti adalah anggota yang ijin karena berbagai alasan, diantaranya ada kegiatan lain. Acara workshop diisi dengan berbagai materi teori maupun praktek sebanyak 6 sesi oleh para pelatih pemazmur maupun narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu : Ibu Mia S, Bpk. Ibnuwoto, Ibu Irene, Bpk. SB. Ratiko, dan Bpk. Anton B. Suritno. Acara dibuka oleh Pastor Kepala Paroki, Romo Antonius Sumardi, SCJ; yang dilanjutkan pengarahan oleh Ketua Seksi Liturgi Paroki, Bpk. Agus Maryono. Semoga dengan diadakan kegiatan workshop ini, komunitas Pemazmur St. Stefanus, dapat melakukan pelayanan, semakin baik. Tuhan memberkati.*** Penulis adalah Seksi Liturgi
33. SEPUTAR PAROKI
Suasana pendalaman Kitab suci, Foto dok Pribadi
PERTEMUAN PENDALAMAN ALKITAB LINGKUNGAN ST. CLEMENTUS DAN STA. FAUSTINA
D
iselenggarakan pada Selasa, 22 September 2015 Pk. 19.30 - 21.30 di kediaman Ibu Cesilia, Jl. Pinang Perak II Pondok Indah dan dihadiri oleh 22 orang. Tema yang dibahas dalam pertemuan ke 3 dari buku panduan KKS adalah bersyukur karena Allah mengubahku menjadi manusia baru. Pertemuan dipandu oleh ibu Koordinator Wilayah IV yakni Ibu Lina Wibowo. Ia memaparkan bagaimana sosok seorang Farisi yang bernama Nikodemus yang secara diam-diam menemui Tuhan Yesus karena kita tahu bahwa bagaimana kehidupan orang Farisi. Ibu Lina menjelaskan lebih lanjut apakah yang dimaksud dengan Lahir kembali dan Hidup baru di dalam
Endang Surastri
kehidupan kita sekarang, bagaimana seseorang mengalami dilahirkan kembali, karena pengalaman Iman seseorang tidaklah sama dan bagaimana seseorang mengalami pertobatan. Acara sharing begitu sangat menarik karena di situ kita merasakan saling memberi kekuatan, memberi rasa syukur akan kebaikan dan pertolongan Tuhan yang luar biasa. Tuhan memakai siapapun di dalam karyaNya. Ada beberapa umat yang memberi sharing dan umat yang hadir mendengarkan dan menanggapi dengan antusias. Akhir dari pertemuan ditutup dengan santap malam bersama.*** Penulis adalah warga Wilayah IV
34. SEPUTAR PAROKI
Bulan Kitab Suci di Lingkungan Kami Lingkungan Sta. Maria Goretti
B
Benediktus Jaston Sinaga
ulan September adalah Bulan Kitab Suci Nasional yang pantas dan layak kita syukuri bersama. Tahun 2015 ini Bulan Kitab Suci Nasional mengambil tema: Aku bersyukur Kepada-Mu, Penolongku dan Allahku”. Pertemuan pertama memilih sub tema: “Bersyukur karena Allah memilihku menjadi murid-Nya” dengan belajar dari Andreas dan Filipus (Yoh 1: 35-31). Pertemuan kedua memilih sub tema: “ Bersyukur karena Allah tidak pernah meninggalkanku”, belajar dari Maria Magdalena (Yoh 20: 11-18). Pertemuan ketiga memilih sub tema: “Bersyukur karena Allah mengubahku menjadi Manusia Baru”, belajar dari Nikodemus (Yoh 3: 1-10). Dan pertemuan keempat memilih sub tema: “ Bersukur karena Aku hidup sebagai Anak Terang”, belajar dari orang buta (Yoh 9: 1-41) Umat lingkungan kami, Lingkungan Santa Maria Goretti, Wilayah X Santa Katharina Siena, yang berlokasi di sekita Pondok Pinang juga mengadakan pertemuan doa lingkungan pendalaman materi Bulan Kitab Suci Nasional 2015. Setiap hari Sabtu pukul 19:30 WIB di rumah salah satu warga, umat ber-
kumpul mengakan berdoa ibadat sabda dan sekaligus mendalami kitab suci mengikuti tema yang digariskan dari Seksi Kerasulan Kitab Suci (KKS) Paroki Santo Stefanus Cilandak yang mengikuti tema bulan kitab suci nasional.
Suasana pendalaman Kitab suci, Foto dok Pribadi
Pertemuan pertama Pertemuan pertama diadakan pada hari Sabtu 5 September 2015 pukul 19:30 – 21:30 WIB bertempat di rumah Bapak/Ibu Sutopo Driyawastyo. Sekitar 20 orang hadir dalam pertemuan ini, dengan 4 orang pria dan 16 orang wanita. Topik pembahasan cukup menarik dengan membandingkan profile dan karakteristik panggilan Santo Andreas dan Santo Filipus sebagai murid Yesus yang pertama.
35
lam begitu mengetahui bahwa jenazah Yesus tidak ada lagi di kubur itu. Dunia seakan gelap tak tahu berbuat apa. samapi 2 kali Yesus berbicara kepada Maria Magdalena “Ibu, mengapa engkau menangis, siapakah yang engkau cari”, namun Maria Magdalena tidak mengenali bahwa yang berbiacara itu adalah Yesus (bdk Yoh 20: 13, 15). Kemudian Yesus memanggil Maria Magdalena dengan panggilan secara spesifik, dengan melihat relasi yang baik dan mendalam antara Yesus dengan Maria Magdalena, dengan panggilan nama yang spesik “Maria”, lalu kemudian Maria Magdalena mengenal suara itu dan menyadarkannya bahwa sungguh orang bebicara kepadanya adalah Yesus sendiri (bdk Yoh 20:16). Pertemua kedua Pertemuan kedua diadakan pada tanggal hari Sabtu, 12 September 2015 pukul 19:30 – 21:30 WIB di rumah Bapak Goenaryo Soetaryadi. Sekitar 22 orang umat hadir dalam pertemuan kedua ini, dengan 7 orang pria dan 15 orang wanita. Pertemuan kedua ini belajar dari Santa Maria Magdalena yang mengajak kita untuk selalu bersyukur karena Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Diceritakan dalam Injil Yoh 20: 11-18 perjumpaan Maria Magdalena dengan Yesus di kubur. Pada mulanya Maria Magdalena begitu shock dan sedih yang menda-
Cerita ini mengajarkan kepada kita bahwa bahwa hendaknya kita membangun hubungan yang intens dan dalam dengan Yesus, mengenaliNya.dan dengan demikian kita dapat diberi kekuatan untuk dapat lepas dari segala kegelapan, keraguan, putus harapan, dan perasaan nelangsa yang begitu mendalam. Semoga ki-ta apati menjalin relasi yang baik dan intens dengan Yesus, mengenal dan mengalami Yesus dalam kehidupan sehari-hari sehingga damai dan sukacita terpancar dari diri kita ke lingkungan kita masingmasing. Tuhan memberkati.*** Penulis warga lingkungan Sta. Maria Goretti
37. SEPUTAR PAROKI
BANGKIT DAN BERSINARLAH! Outbound dan Camping OMK St. Stefanus
Orang Muda Katolik (OMK) adalah generasi penerus Gereja. Di tangan mereka harapan dan masa depan Gereja dipertaruhkan. Dalam kitab suci, kita tahu bahwa masa depan suatu bangsa seringkali ditentukan oleh orang muda.Dalam Perjanjian lama Allah membangkitkan pemimpin muda bagi orang Israel. Samuel, Saul, dan Daud dipilih Allah ketika mereka masih muda. Yesus sendiri adalah orang muda. Oleh karena itu pendampingan dan pembinaan kepada orang muda menjadi hal yang tidak bisa disepelekan dalam kehidupan menggereja. Dalam pendampingan OMK harus dipandang sebagai pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan keunikan yang tak tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu, serta masalah dan kebutuhan yang perlu dipahami. Mereka memiliki hak dan kewajiban, tanggung jawab dan peran tersendiri yang perlu diberi tempat. Semua itu merupakan potensi untuk dikembangkan dalam proses pembinaan, sehingga kaum muda dapat berperan aktifpositif dalam kehidupan Keluarga, Gereja dan Masyarakatnya.
Pada hari sabtu tanggal 19 September 2015 pukul 05.00 WIB beberapa peserta camping keakraban dan outbound sudah mulai datang dan berkumpul di depan ruang OMK lebih tepatnya di halaman gereja. Dua Bus sudah menunggu dari jam 04.00 wib dini hari. Matahari-pun belum terlalu terang, dan peserta Camping dengan antusias menunggu peserta lain yang masih dalam perjalanan ke gereja sembari melakukan registrasi dan pendaftaran ulang.
38
Sekitar pukul 06.30 wib semua peserta sudah mulai lengkap. Keberangkatan ke Cibodas saat itu pukul 06.00 wib, waktu tersebut sudah mulai mundur dari perkiraan awal yang ditentukan oleh panitia. Saat dalam perjalanan menuju ke tempat tujuan terjadi kemacetan yang sangat panjang, karena sudah mulai jalur buka dan tutup di daerah puncak. Rombongan tiba di daerah Camping Ground Mandalawangi, kira-kira pukul 10.30 dengan membawa sekitar 120-an peserta termasuk panitia Outbound. Dan panas, bercampur hawa dingin sudah mulai terasa di tempat tersebut. Acara dimulai dengan secara bersama-sama berkum-
pul ke area yang ditentukan oleh panitia. Semua peserta termasuk beberapa panitia mulai gabung dalam games yang disediakan oleh fasilitator dengan memperkenalkan timnya yaitu Vigara Outbound. Masing peserta mulai dalam pembagian kelompok/team work Outbound. Se-
mua terhanyut dalam permainan games yang disediakan oleh Team Vigara. Games mulai seru, perut mulai lapar dan matahari pun berdiri persis diatas kepala, hal itu pun tidak menyurutkan setiap kelompok untuk menujukan diri sebagai yang juara mengalahkan kelompok lain. Pukul 12.30 saatnya makan siang. Semua kembali ke campnya untuk istirahat makan siang dan waktu yang diberikan itu hanya 30 menit dan dianjurkan oleh panitia untuk mengganti pakaian dengan pakaian yang bisa bergerak bebas, karena akan ada dilanjutkan dengan
39
tracking ke air terjun Cibereum. Waktu sesingkat tersebut sangat dimanfaatkan peserta untuk istirahat dan menikmati area camping disekitarnya sembari menunggu yang lain. Setelah makan siang acara kembali diambil alih oleh Tim Vigara untuk melanjutkan sesinya. Setelah semuanya diajak berpikir, bermain, kerjasama team, kompak, diajak kreatif dlianjutkan tracking ke Air terjun Cibereum. Tracking pun diambil alih oleh panitia, dan masing-masing timnya berjumlah 11 orang diantaranya 1 sebagai ketua anggota treking. Perjalanan yang jauh, bebatuan, mendaki, butuh usaha dan kekompakan dari masing-masing tim agar tidak tertinggal di tengah jalan apalagi sampai tersesat ataupung hilang dari salah satu anggota tim.
Setelah mencapai puncak air terjun Cibereum, semuanya terlihat bahagia dan senang. Berbagai macam yang dilakukan agar setelah mencapai puncak air terjun tersebut. Ada yang langsung mandi, lihat pemandangan, dan ngobrol-ngobrol santai. Setelah puas menikmati sekitar air terjun Cibereum, perlahan-lahan masing-masing mulai turun kembali ke camp dengan wajah yang capek, lesu, lemas. Sebelum mandi panitia menyediakan snack sore. Setelah selesai mandi diisi dengan acara sesi motivasi dan doa bersama.
40
Tepat pukul 21.00 wib acara bebas. Dibuka dengan pembakaran api unggun oleh Ketua Panitia Fabyanus Tessen. Kembali masing-masing kelompok diajak untuk menunjukan kebolehan dan kelebihan kelompoknya. Sesi acara bebas itu diantranya adalah live accoustic, dance, vocal goup, dan masih banyak lagi. Setelah api unggun diisi oleh Fr. Surya Doa malam dan meditasi. Setelah doa malam selesai, semua peserta dan panitia terlihat capek dan lelah. Langsung menuju tempat camp untuk beristirahat dan ada beberapa yang masih terlihat menikmati malam dengan api unggun dan bernyanyi ria. Tgl 20 September Pukul 06.00 wib, waktunya bangun pagi untuk senam bersama, menari dan dilanjutkan dengan sarapan pagi. Pembagian kelompok perwilayah dan apa yang akan kamu lakukan ke-
pada wilayahmu dan sesi tersebut diisi oleh Koordinator Kepemudaan dan Misa penutup dipimpin oleh Rm. Paulus Setiadi. Waktu sudah menujukan pukul 12.00 wib untuk makan siang, setelah makan siang semua melalukan operasi semut atau pembersihan sekitar area camping. Pukul 13.00 wib kembali ke jakarta. Semuanya semangat, senang dan pengalaman camping yang tek terlupakan. See you Guys. Salam (SA)***
41. PROFIL
TITIK BALIK KEHIDUPAN (Berbincang Bersama Iwan Odananto)
Iwan Odananto berbicara dengan istri dan anaknya. Foto Put
K
ita diajak untuk menelusuri kisah hidup seorang sahabat kita. Ia terlahir dengan nama Antonius Iwan Odananto pada tanggal 13 April 1965 di Surabaya. Ia mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia (lulus tahun 1990) dan mendapat beasiswa S2 di Drexel University Philadelphia (tahun 1991-1993). Setelah selesai sekolah, ia mulai masuk ke dunia kerja. Ia pernah bekerja di Citibank Jakarta, sebagai corporate banking dan posisi terakhir adalah Assistant Vice President. Setelah 10 tahun, ia
dan istrinya tinggal di sekitar Cinere, sekarang ia dan keluarga tinggal di lingkungan Theresia Wilayah II, salah satu lingkungan di Paroki kita. Beruntung sekali, MediaPass berkesempatan berbincang-bincang dengannya, salah satu putera terbaik Gereja yang melepaskan karir terbaiknya pada era krisis tahun 1999 dan menjadi pengajar. Kesehariaannya sederhana dan saat ini ia menikmati tugasnya sebagai dosen Akuntansi di Fakultas Ekonomi At-
42
majaya. Yang mengagumkan, sambil bekerja sebagai dosen, saat ini ia masih mau belajar sesuatu yang baru, yakni berkuliah filosofi-teologi S1 di STF Driyarkara. Barangkali semuanya itu untuk mendukung panggilan Tuhan yang ia tekuni, yakni menjadi seorang Katekes. Berangkat dari kegelisahaan dan kekagumannya atas karya Tuhan, ia menerima panggilan itu dengan senang hati untuk mendampingi para katekumen. Iwan sangat mengagumi sosok ayahnya yang sederhana, rendah hati dan tidak diktator, walaupun berlatar belakang keluarga militer. 20 tahun lalu, Iwan yang tidak berhura-hura, sekalipun segalanya ada, mampu melihat bahwa arti hidup yang sebenarnya bukan karena melulu soal-soal duniawi. Ia berusaha melakukan penyangkalan dirinya atas apa yang ia kerjakan sekarang, tetapi dia tidak menyesal. Semua yang ia pikirkan dan pilih sudah dipikirkan dengan baik di dalam rahmatNya. KATAKESE BUKAN PILIHAN Sampai dengan usia 33 tahun, Iwan menjalankan kegiatan spiritual Katolik pada umumnya. Saat karir semakin bagus dan tingkat kemapamanan sudah dicapainya dengan baik, kemudian Iwan merenungi kehidupannya. Ia mencari tahu kegelisahannya tentang makna hidup itu sebenarnya.
Melalui pembicaraan yang serius dengan istrinya, Bernadette Briliana Setiawita Wardani atau biasa dipanggil Lia, Iwan memberanikan diri untuk meninggalkan pekerjaannya dan kemudian mencari pekerjaan yang lebih ringan, supaya kemudian mempunyai waktu untuk hidup menggereja, menghidupi imannya secara lebih baik. Pertama kali terlibat dalam kegiatan menggereja, Iwan ikut dalam KEP yang diselenggarakan pertama kali di gereja Paroki kurang lebih pada tahun 2001. Akan tetapi pekerjaannya masih sering menuntutnya untuk banyak keluar kota, sehingga ia tidak mampu mengikuti KEP secara penuh. Baru pada waktu KEP tahap kedua, Iwan berhasil menyelesaikannya sampai dengan tahap pengutusan. Seiring dengan keterlibatannya dalam KEP, cara pandangnya berubah. Ia merasa lebih terarah kepada sesuatu yang lebih “kekal” dan semangat menggerejanya berkobar-kobar, dimana ia juga mulai aktif dalam level lingkungan. Ia juga mulai jatuh cinta untuk belajar Kitab Suci secara lebih mendalam. Tahun 2009, saat itu bidang pengajaran di Paroki membutuhkan tambahan tenaga pengajar karena calon baptis semakin banyak. Meskipun merasa tidak mampu dan layak karena bidang katekese bukanlah keahliannya, Iwan menerima tawaran untuk dipersiapkan sebagai
43
Iwan Odananto mengajar para Katakumen setiap hari Minggu
tenaga pengajar dan untuk itu ia mengikuti Kursus Pendidikan Kitab Suci (KPKS) dari tahun 2002 sampai dengan 2005. Berkat usahanya yang kuat, ia mulai menjalankan tugas resmi dari Bapak Uskup untuk Kerasulan Kitab Suci sampai kurang lebih sekitar 5 tahun terhitung hingga hari ini. Selama lima tahun itu, ia rajin memberikan pengajaran di wilayah-wilayah atau lingkungan-lingkungan di Jakarta, bukan hanya di parokinya sendiri. Pengajaran pertamanya menjadi pengalaman yang tak terlupakan, saat itu ia mengajar di Gd. Ventura, karena Gd. Leo Dehon sedang mengalami pembangunan. Ia bahagia dengan panggilan khusus ini dan berusaha untuk terus memberikan diri sebaik-baiknya dan tetap
terbuka terhadap kritik, koreksi dan saran dari pihak Gereja. KATOLIK KTP, di Maintain Saja Tidak Cukup Baginya, keselamatan itu adalah mengenal Bapa sebagai satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus yang diutus oleh Bapa. Jadi kunci keselamatan adalah MENGENAL Allah dan Yesus. Tetapi makna “Mengenal” itu bukan sekedar mengetahui, melainkan sehati, sepemikiran dan berjalan bersama dalam kata dan tindakan. Padahal bagi Iwan, dulu-dulunya, ukuran menjadi Katolik yang baik itu, kalau kita tidak pernah absen ke gereja, tidak membuat onar atau membebani masyarakat, dan selalu memberikan kolekte. Itu saja! Maka tidaklah
44
mengherankan kalau kemudian ia merasa menjadi produk Katolik yang Buta, dimana ia merasa tahu, tetapi tidak mengenal. “Gereja Katolik adalah Gereja yang sulung, Gereja yang didirikan Yesus sendiri, Gereja yang kaya pengajaran dan pengalaman,” kata Iwan dengan penuh keyakinan. Ironisnya, banyak di kalangan kita, umat Katolik, justru miskin pengetahuan akan iman.
“
lumbung padi yang banyak tikusnya tapi kurus-kurus.” Akibatnya, kita, sebagian umat Katolik, menjadi pribadi-pribadi yang tidak mudah bersyukur dan kering. Itulah yang menjadi keprihatinan Iwan. Untuk menjawab keprihatinan itu, ia menilai bahwa kehidupan Paroki harus mengedepankan kegiatan liturgi dan katekese. Inilah ujung tombaknya kehidupan menggereja. Liturgi adalah tindakan iman bersama-sama kepada Allah. Katakese sendiri berarti bertekun dalam pengetahuan iman. Karena fungsinya yang penting tersebut, maka kedua-duanya harus bergerak maju. Khusus soal katakese, ia melihat bahwa selama ini kegiatan katakese hanya terfokus mengurusi soal calon-calon katakumen, padahal yang sudah menjadi Katolik sendiri
masih membutuhkan katakese yang berkelanjutan. Nah dalam hal ini, kita kurang memberikan tempat bagi bina lanjut pendalaman iman bagi umat dan selama sekitar 6 tahun terlibat dalam bidang Katakese, ia merasa perlu melakukan sesuatu bagi penghidupan pengetahuan kepada umat Katolik sendiri. Secara khusus, di mata Iwan, Gereja St. Stefanus sekarang ini memasuki ke dalam masa yang disebut “maintenance,” dimana secara sadar dan tidak sadar, kita menjalankan ritme program yang rutinitas, akan tetapi pengetahuan iman umatnya bertumbuh sangat lamban. Untuk itulah kita perlu mengajak umat untuk bertekun dalam pengajaran, karena menjadi suatu aspek iman yang penting bahwa kita harus fides quaerens intellectum, yang berarti “iman itu perlu mencari pemahaman.” MEMBERI SEKALIGUS MENERIMA Yesus menyatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup!” Dengan sangat jelas Yesus menunjukkan otoritas dan jati dirinya untuk menyelamatkan kita. Namun persoalannya, ada banyak sekali tawaran-tawaran akan kebenaran dan itu seringkali membuat orang-orang Kristiani terombang-ambing dalam iman dan kepercayaannya. Dalam krisis iman semacam itu, tidak jarang kita mendengar orang-orang Kristiani yang memutuskan untuk meninggalkan Yesus.
45
nyangkal diri, dan ikut Yesus setiap hari. Dan Salib sebagai identitas adalah yang utama. Salib itu sendiri adalah segala ketidaknyamanan yang dialami, dirasakan, ditanggung sebagai akibat memilih Yesus.
“Saya mengajar tidak hanya memberi tetapi juga sekaligus menerima,” jelas Iwan. Cara Tuhan memanggil mereka (katakumen) itu bermacam-macam dan membuat Iwan tersentuh. Bahkan Ia menemukan bahwa Yesus benar, bahwa merekalah yang dipilih Yesus, bukan mereka dan kita yang memilih Yesus. Oleh karena itu, Iwan begitu sangat tulus dan sungguh-sungguh bersemangat dalam melayani katekumen. Satu hal lagi yang membuat Iwan bersiteguh dan tekun dalam pelayanan, yakni “pengorbanan” mereka untuk menjadi Katolik, dimana mereka menghadapi banyak kesulitan dan tentangan dari orangorang di sekitarnya. Iwan melihat bahwa mereka siap “membayar” dengan harga yang tidak murah sampai dengan dibenci dan dijauhi, bahkan diusir dari keluarga. Seperti halnya dalam kehidupan Katolik, siapa yang ikut Yesus memang harus memanggul salib, me-
YESUS DIATAS SEGALANYA Iwan dan Lia dianugerahi Tuhan, seorang anak yang diberi nama Benedictus Darendra Nareshwara, biasa dipanggil Naresh. Anak satu-satunya yang lahir di Jakarta pada tanggal 17 Februari 1995 itu berkuliah di Universitas Indonesia, jurusan Teknik Mesin. Sejak dini Naresh diarahkan oleh orangtuanya untuk mengenal Allah secara bertangungjawab. Sebagai contoh, pada saat Komuni pertama Naresh didorong untuk ikut PPA sampai berhenti sendiri, kemudian SMP ia ikut dalam Persekutuan Doa Remaja di Kedoya, Jakarta Barat. Bahkan ketika ia menginjak SMA, Iwan menuntunnya untuk belajar berdoa dengan Kitab Suci. “Saya telah mengarahkan dia bahwa hidup; tidak hanya, sekolah, kerja, karir, mendapatkan nilai atau apapun, tetapi juga mengenal Allah,” kata Iwan. Iwan menyadari untuk menghargai pilihan-pilihan anaknya, dan Iwan sendiri selaku orangtua harus memberikan yang
46
baik dan benar. Mempercayakan apa yang Nares pilih secara proporsional dengan situasi yang tepat tanpa harus enforce. Ketika Bapak Soeharto (Presiden ke-2) mengundurkan diri sebagai Presiden dan Indonesia jatuh dalam krisis yang berkepanjangan, Ia mengambil sebuah sikap yang cukup aneh pada saat itu, yaitu tidak bekerja untuk sementara waktu. Padahal Iwan dan Lia adalah keluarga yang bekerja karena memang kebutuhan hidup di Jakarta dan ada beberapa pinjaman. Setelah berhitung akhirnya istrinya memberikan persetujuan, dan terlewatilah masa satu tahun. Apa yang dibuat selama satu tahun tersebut? Ia berpantang dan berpuasa, serta ikut mendoakan agar negara kita tidak runtuh. Setelah melewati satu tahun, Ia malah merasakan bahwa Tuhan ingin agar Iwan tidak melanjutkan pekerjaannya. “Secara rasio menolak, karena tidak sesuai cita-cita, tetapi batin mengatakan tidak,” tegas Iwan saat itu. Tetapi Lia, wanita yang berkelahiran Bogor tanggal 18 September 1965, menyetujui suara batin tersebut. Maka Iwan siap menguji kata batin tersebut sampai sekarang. Lia-pun menyadari perannya yang akan menjadi penafkah utama, dan puji Tuhan, pekerjaannya semakin bagus. Sekarang Lia bekerja sebagai konsultan sebuah perusahaan di bagian Business Development.
Di sela-sela kesibukannya Lia meluangkan waktu untuk melayani anak-anak kurang mampu yang memerlukan bantuan berupa bimbingan belajar yang ia berikan setiap minggu siang di rumah. Di samping itu ia juga tekun mengikuti kelompok pembinaan iman Schooled by the Spirit yang dimoderatori oleh Romo Sugiri, SJ dan Pendalaman Alkitab ‘Gabriel’ yang dibimbing oleh Romo Hendra Sutedja, SJ serta Komunitas Kancil (Rekan Cilik) yang melayani anak-anak jalanan yang terlantar. Keluarga ini merasakan karya nyata belas kasih Tuhan dan terus belajar membagikan kasih itu dengan siapapun yang mau menerimanya. Mengakhiri perbincangan dengan MediaPass, Iwan memberikan oleholeh permenungan kepada kita sekalian. Ada 2 hal yang menjadikan Iwan hidup kembali dan menerima berkat langsung dari Bapa,
“Apa gunanya orang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? dan “Barangsiapa mengasihi orang tuanya, suaminya, istrinya, anaknya lebih dari Aku, ia tidak layak bagiKu.” Dan itulah titik balik Iwan Odananto, sebelumnya ia sangat mengagungkan karir dan kesuksesan duniawi, namun sekarang ia memilih menjadi “yang terkecil” di dunia ini, agar Yesus semakin besar.(Put)***
47. ORBITAN UTAMA
SALIB PROYEK KESELAMATAN BAPA
K
etika Seksi Komsos Paroki St. Stefanus meminta saya untuk menulis artikel dengan tema “Salib jalan Keselamatan,“ dengan fokus pada sejarah Salib, saya sempat bingung, mau menulis apa! Kalau mencari tahu sejarah Salib kan tinggal tanya Om Google tentu sudah dikasih banyak jawaban dan memang benar banyak jawaban. Tetapi kalau semua informasi dari internet itu ditulis disini hingga memenuhi lembaran-lembaran MediaPass, tentu bukan yang menjadi tujuan kita. Disamping itu, kita perlu melihat dan menyaring sejauh mana informasi-informasi itu membuat iman kita menjadi lebih baik. Bagaimana pun informasi historis sangatlah penting, karena iman kita bukan berasal dari sebuah legenda atau mistis belaka. Namun dalam hal ini, tanpa mengabaikan diskursus mengenai sejarah, memahami makna penyaliban Yesus jauh lebih relevan dan visioner, karena akan menguak misteri dari Proyek Keselamatan yang dicanang-kan oleh Bapa Surgawi kita. Akan tetapi, ada baiknya secara sekilas kita dasarkan makna penyaliban Yesus atas sejarah Salib, yang barangkali memenuhi hasrat keingintahuan kita.
Latar belakang Penggunaan Salib di Romawi Berdasarkan informasi dari Google, bukti-bukti tentang adanya penyaliban (penggunaan salib sebagai hukuman bagi masyarakat Roma) ditemukan di dalam tulisan-tulisan Cicero dan Quantilian. Cicero menulis, “Biarlah setiap nama yang ada di atas salib dijauhkan tidak hanya dari tubuh penduduk Romawi, tetapi bahkan dari pikirannya.” (Pro Rabiro 5). Quantilian juga menulis, “Menemukan penyaliban sebagai alat untuk menghindar yang efektif bagi penjahat dan pendurhaka dan juga merupakan sumber kepuasan untuk korban dari suatu perbuatan jahat yang dilakukan seseorang.” (Declamationes minores 274) Mirip dengan kebiasaan bangsabangsa di sekitarnya, penyaliban di dalam masyarakat Romawi berkaitan dengan proses penyembahan kepada dewa-dewa. Hengel mengutip Dionysius of Helicarnassus dalam karyanya Antiquitates Romane 2.10.3, “Aslinya, ini merupakan cara untuk mempersembahkan para kriminal kepada dewa-dewa yang dari neraka. Sesuai dengan hukum Roma yang lama: ‘Romulus’ penghianat itu mati sebagai persembahan untuk Zeus dari neraka.”
48
Masyarakat Roma mengenal salib tidak hanya dalam proses penyembahan kepada para dewa, tetapi juga sebagai salah satu cara penghukuman yang paling keji. Pada masa pemerintahan Romawi, penghukuman salib hanya ditujukan kepada para penjahat dan golongan budak yang merupakan masyarakat golongan bawah. Hal ini tidak diberlakukan kepada masyarakat golongan atas, yaitu penduduk kota Roma yang memiliki status sebagai orang bebas. Di wilayah kekuasaan Romawi, hukuman salib menjadi sangat populer. Sejarah kekristenan mencatat, bahwa Yesus Kristus mati di atas kayu salib di dalam pemerintahan Pontius Pilatus, perwakilan kekaisaran Romawi yang ada di daerah Yudea. Yesus dan Salib Bagaimana kita memahami Tuhan Yesus dan peristiwa penyaliban atas diriNya? Bagaimana kita memaknai penyaliban itu? Ssumber pengajaran Katolik dari situs Sarapan pagi Biblika memberikan pencerahan tentang sejarah salib dan maknanya sebagai berikut: Hukuman mati dengan cara “menggantung” penjahat di atas kayu/pohon, di mata orang Israel adalah hukuman kutuk, ini berlaku dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. “Menyalibkan” penjahat dalam keadaan hidup menggantung di kayu (model salib/ palang seperti
“+” ) itu tidak terdapat pada Perjanjian Lama. Penyaliban baru dikenal pada masa penjajahan Romawi di tanah Yudea. Namun ada kalanya, ada cara penghukuman yang mirip dalam Perjanjian Lama yaitu dengan menggantungkan mayat di sebuah pohon/tiang kayu sebagai peringatan (Ul.21,22-23 ). Kisah Para Rasul 5:30, mencatat istilah khusus yang diucapkan Petrus yaitu kata yang sudah dikenal dalam agama Yahudi, bahwa orang yang mati dengan cara digantung pada kayu adalah dikutuk oleh Allah (bandingkan dengan Kisah 10:39, Galatia 3:13). Yesus memang dihukum dengan cara Romawi yaitu “salib.” Namun cara ‘menggantung’ di kayu itulah yang sedang diangkat topiknya oleh Petrus dihadapan pengadilan Agama Yahudi (Sanhedrin) dengan referensi TAURAT. Dosa adalah perbuatan jahat di mata Allah, dosa bagaikan hutang, dan juga perbuatan yang mengakibatkan “kutuk.” “Kutuk Dosa” inilah yang sedang dibayar oleh Yesus, bandingkan khotbah Petrus diatas dengan tulisan Rasul Paulus dalam Galatia 3:13 dibawah ini: Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: “Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!” Hukuman kutuk dengan cara “digantung pada kayu” juga menjadi
49
Patung Salib di Gereja Kristus Raja Pejompongan diukir oleh Seniman Ukir I Wayan Winten beragama Hindu. Foto DW dok MP
pokok pembicaraan Paulus, bahwa kematian Yesus diatas kayu (salib) bukan hal yang kebetulan, tetapi suatu pernyataan bahwa dengan kematian “cara gantung” ini menyatakan bahwa “Yesus menjadi terkutuk” sebagai ganti manusia yang terkutuk atas dosa. Darahnya yang suci dan hakikatnya yang adalah Allah, sehingga darah tersebut adalah darah yang sungguh mahal, dan olehNya semua umat manusia dosa-dosanya boleh diampuni. Hukuman Salib (gantung pada kayu) tetaplah hukuman kutuk, makna ini tidak berubah. Dan karya Kristus tidak selesai di Kayu Salib saja bukan? Kemudian Ia masih dalam karya selanjutnya yaitu Ia
bangkit dan Ia naik ke Surga. Namun bagi orang percaya, Kematian Salib adalah tanda pembayaran “kutuk dosa”, dengan darahNya, Ia dengan lunas membayar hutang dosa (1 Korintus 7:23). Kemenangan yang sesungguhnya adalah dengan bukti bahwa Ia tidak mati selamanya, tetapi Dia bangkit sebagai tanda kitapun dibangkitkan setelah “mati” akibat dosa. Karena Yesus Kristus yang mengalami hukuman “gantung pada kayu” itu bangkit, maka makna salib yang negatif itu berubah menjadi lambang kemenangan. Itulah kemenangan Yesus Kristus dan umatNya yang percaya kepadaNya.
50
Proyek Keselamatan
Allah Bapa Kembali kepada permenungan saya, pada akhirnya saya sampai kepada kesimpulan bahwa Salib adalah proyek keselamatan Allah Bapa. Dengan Salib, dimana Yesus sebagai aktor utamanya, Allah Bapa ingin menyelamatkan seluruh umat manusia. Mengapa dengan Salib? Dalam perspektif saya, karena kedosaan manusia dan dunia sudah begitu berat dan hanya pantas diganjar dengan hukuman mati yang paling keji. Maka Allah yang ingin menyelamatkan dan mengampuni manusia, mengambil alih posisi manusia tersebut; Allah sendiri yang mengambil rupa seorang hamba, menjalani hukuman keji itu. Justru dengan begitu, Allah ingin mengangkat apa yang dianggap hina menjadi mulia; Salib yang penuh penghinaan, “dibaptis” oleh Tuhan Yesus menjadi Salib yang menyelamatkan dan memberi kemenangan iman. Jaminannya apa? Terletak kepada peristiwa kebangkitan, Paskah! Kebangkitan Kristus memberi jaminan bahwa Tuhan Yesus mengalahkan maut, mengalahkan makna salib sebagai lambang penghinaan dan kekalahan. Kebangkitan memberi makna Salib secara baru, yakni lambang kemuliaan dan kemenangan. De-ngan Salib (memandang, memakai, dan membuat tanda salib),
kita diundang oleh Tuhan Yesus untuk berjalan bersamaNya, setia dalam suka duka perjalanan hidup menuju puncak Golgota. Bukan perjalanan tanpa harapan! Karena Golgota bukanlah akhir dari segalagalanya. Golgota bukan tujuan hidup kita, Paskahlah tujuan kita. Merengkuh dan memeluk Salib, ber-arti kita merengkuh harapan akan kemuliaan Paskah. Hidup yang paskali, adalah kebahagiaan hidup karena dosa-dosa kita telah ditebus; dengan kata lain, kita telah menang atas dosa. Penulis Paulus Sabar (pernah menjadi katakese) & Romo Guntoro SCJ (Misionaris SCJ)
51. PESONA SABDA
IN CRUCE SALUS Serafin Dany Sanusi, OSC
“Ya Tuhan, salib-Mu kami sembah, kebangkitanMu yang suci kami muliakan dan kami puji, sebab berkat salib itu, seluruh bumi dipenuhi sukacita.”
D
emikian sederet doa yang dikidungkan para rahib, biarawan, biarawati dan kaum religius tatkla mendaraskan Doa Haria (Brevir) pada setiap Hari Raya Salib Suci. Gereja Kudus menjadikan tanggal 14 September sebagai Hari Raya Salib Suci, Kemegahan Salib (Exaltation of The Holy Cross). Yang menarik dalam doa di atas – minimal bagi saya pribadi - adalah kalimat “… berkat salib itu seluruh
bumi dipenuhi sukacita”. Hal ini menandakan bahwa sejatinya salib tidak (lagi) bermakna penderitaan (suffering) melainkan lebih bermakna sebagai sumber sukacita (happiness) dan sumber keselamatan (salvation). Itu pulalah yang mendasari pemilihan judul dari tulisan ini: In Cruce Salus (Di dalam Salib ada Keselamatan). Salib Sumber Sukacita Sejarah salib adalah sejarah kekelaman. Salib merupakan lambang kematian. Salib merupakan sarana penghukuman yang mengerikan bagi para penjahat kelas kakap. Salib menjadi simbol penghinaan yang paling keji bagi para penjahat politik pada jaman Yesus. Ketika Yesus dijatuhi hukuman mati dengan cara disalib maka Ia pun dikategorikan sebagai penjahat, entah penjahat kelas kakap atau pun penjahat politik. Akan tetapi ketika salib disematkan pada Yesus maknanya pun mengalami pergeseran. Salib tidak lagi merupakan simbol penghukuman yang mengerikan dan penghinaan yang paling keji, tetapi lebih menjadi simbol sukacita. Di dalam penderitaan-Nya Yesus tetap memberikan hati-Nya untuk menghibur
52
para perempuan yang menangisi Dia (Luk. 23:28). Di saat-saat akhir hidup-Nya Yesus pun masih tetap memberikan penghiburan bagi seorang penjahat yang disalibkan bersama-Nya: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus” (Luk. 23:43). Sukacita paling besar dirasakan oleh Maria, sang ibunda setia, dan para murid-Nya. Perkataan Yesus: Ibu inilah anakmu dan inilah ibumu (Yoh. 19: 26-27) merupakan sebuah kelegaan luar biasa bagi Maria dan juga para murid. Mereka tidak perlu berlama-lama meratapi kematian Yesus. Kini mereka disatukan oleh dan di dalam Yesus sebagai keluarga. Salib adalah simbol sukacita iman. Sukacita iman lebih dari sekedar suasana hati, tetapi berkaitan dengan jati diri. Jati diri para perempuan yang dihibur oleh Yesus, penjahat yang disalibkan bersama Yesus, dan Maria serta para muridNya adalah pribadi-pribadi yang bersukacita karena telah berjumpa dengan Kristus. Itu pula yang menjadi pesan utama pesan pastoral Paus Fransiskus dalam “Evangelii Gaudium” (EG). Dalam EG Paus Fransiskus mengajak setiap orang beriman untuk berdaya upaya mencari cara dan bertekun setia meluangkan waktu untuk tetap membangun perjumpaan dengan Kristus atau membiarkan diri dijumpai oleh Kristus.
Salib tidak bermakna sebagai bagian dari karya keselamatan jika di dalamnya tidak ditemukan sukacita. Maka kita semua diajak dan dipanggil untuk menjadi pribadi yang bersukacita dalam Kristus seperti juga diajarkan oleh Santo Paulus: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Fil. 4:4). Salib Sumber Keselamatan Seorang anak mengeluh kepada saya, “Pastor salib saya hari ini berat sekali”. Dengan agak heran saya bertanya kepada anak tersebut, “Apa yang terjadi sehingga kamu mengatakan bahwa salibmu pada hari ini berat sekali?”. Dengan wajah sedikit loyo anak itu mengatakan bahwa saat ini ia ngantuk sekali sehingga tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Rasa kantuk dan tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik dikatakan oleh anak itu sebagai salib. Apakah setiap penderitaan yang dialami oleh umat Kristen dapat dikatakan sebagai salib? Setiap penderitaan tidaklah serta merta dipandang sebagai salib. Salib, juga, tidaklah semata dipandang sebagai simbol penderitaan dan kesengsaraan. Penderitaan dapat dipandang sebagai salib jika penderitaan tersebut membawa seseorang pada keselamatan. Seorang ibu yang melahirkan anaknya secara normal tentu mengalami kesakitan yang amat sangat. Rasa sakit yang diderita selama proses melahirkan
53
Lukisan Kayu di Gereja Toasebio foto DW dok MP
tersebut dapat disebut sebagai salib, karena penderitaan tersebut membawa keselamatan dan kehidupan baru bagi seorang anak manusia. Dengan demikian salib merupakan daya yang mampu memancarkan nilai-nilai keselamatan bagi hidup manusia. Pembaptisan yang kita terima selain menjadikan kita sebagai anak Allah dan ahli waris surga, juga menjadikan kita sebagai penyandang Salib Kristus. Sebagai penyandang Salib Kristus kita harus mampu menawarkan nilai-nilai keselamatan dan harus mampu mengangkat martabat mereka yang miskin, tersingkir, hina dan termajinalisasi kepada keselamatan nyata di dunia. Ada tiga pilar utama dalam mengintegrasikan semangat keselamatan: cultus, communio, dan caritas. Cultus adalah kebersatuan hidup dengan Allah. Pewartaan akan salib sebagai simbol keselamatan tidaklah mungkin dilakukan jika tidak ada kebersatuaan hidup antara manusia dengan Allah. Kebersatuan tersebut tercermin dalam hidup doa, merayakan misa, dan spiritualitas batin lainnya. Com-
munio merupakan kebersatuan dengan keluarga atau komunitas. Hal ini diekspresikan dengan kemampuan bekerjasama, kemauan untuk saling menguatkan dan membela antar anggota keluarga atau komunitas. Caritas disebut pula sebagai kebersatuan dengan orangorang di luar keluarga atau komunitas. Hal ini diekspresikan dengan karya-karya pelayanan. Penutup In cruce salus bukanlah sekedar slogan. Di dalamnya mengandung makna pewartaan sebagai buah sukacita dan keselamatan. Sukacita iman yang kita alami karena Salib Kristus haruslah kita wartakan. Itulah yang dilakuakn oleh dua orang murid Emmaus yang bergegas kembali ke Yerusalem untuk mewartakan sukacita iman setelah perjumpaan mereka dengan Tuhan. Untuk itu perlulah kita senantiasa membangun perjumpaan dengan sesama agar kita dapat menjadi pewarta Salib Sukacita dan Salib Keselamatan. Tidak akan pernah ada pewartaan tanpa perjumpaan.*** Penulis adalah biarawan dan Imam Ordo Salib Suci
Apa yang membuat HOMILI dapat dimengerti? Paula S. Bonang Paroki St. Stefanus Cilandak/ Ling. St. Bernardus Maria Endah Pratiwi Paroki St. Stefanus Cilandak/ Ling. Timotius / Wilayah VIII
“Homili pastor mudah mengerti jika diberikan contoh dengan kehidupan sehari-hari.”
Lia Paroki St. Ludovikus Waklibang/aktivitas Koor “Lebih baik homili harus berbentuk cerita dan ada candaannya (lucu dan ada leluconnya).”
Michael Ibnuwoto Widya Paroki St. Stefanus Cilandak/ Ling. Lingkungan Bernardus
“Homili sebaiknya berisikan hal-hal praktis, sebuah nasihat atau pesan yang berisi ajaran moral. Apabila dibawakan dengan semangat, menggunakan kata-kata / kalimat yang mudah dimengerti dan harus berkaitan dengan situasi kehidupan nyata sehari-hari.”
“Homili yang bisa memberikan jawaban atas permasalahan yang sedang ngetrend pada kehidupan keluarga/ lingkungan. Dan harus tetap berdasarkan Nats/Konteks atas Bacaan injil pada saat itu. Sehingga umat paling tidak bisa mendapatkan penghiburan dan pulang dengan senyum.”
Felix Handawi Paroki St. Stefanus Cilandak/ Ketua Ling. St. Elias
“Homili yang mudah dimengerti adalah homili yang menggunakan bahasa awam, dengan contoh-contohkehidupan sehari-hari. Mudah diingat dan bisa diaplikasi dalam kehidupan pribadi.”
Elisabeth Arum Paroki St. Fransiskus Asisi, Tebet /aktivitas OMK “Kalau homilinya dibawakan dengan tidak monoton, intonasi tidak datar dan ada gerakan-gerakan pasti akan lebih menarik.”
Muliawan Margana Ketua Ikatan Sarjana Katolik Indonesia
“Homili memiliki peran central dalam sebuah perayaan ekaristi, karena disanalah banyak masalah dan kerinduan umat mendapatkan jawabanya. Ada dua hak inti dalam sebuah Homili yang sifatnya saling melenglapi, yang pertama sebaiknya pesan Kristian ini haruslah ‘membumi’ dan yang kedua haruslah berakar pada ajaran kKristus sendiri. Bila kedua hal ini terpenuhi maka niscaya akan
Diana Herman Paroki St. Stefanus Cilandak/ Ling. St. Bartolomeus/ Wilayah V “Homili mudah dimengerti apabila Pastor mampu mengurai bacaan Misa dengan baik, menggunakan bahasa yang sederhana, Berbicara dengan suara yang cukup keras (sound system yang jelas) sehingga umat bisa dengan mudah mendengarkan, tidak harus konsentrasi penuh untuk menyimak. Juga perlu suasana Gereja yang cukup tenang tidak berisik oleh suara-suara lain. Berbicara dengan intonasi. Seakan-akan umat diajak berdialog, dan bukan hanya sebagai penonton saja. Apabila memungkinkan diberikan contoh-contoh nyata dalam kehidupan.”
memberikan dampak yang positif bagi umat. Kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan, karena menyampaikan sesuatu yang membumi saja tanpa dasar filosofi ajaran Kristiani akan membuat umat kehilangan orientasi hidupnya dan bahkan dapat terjebak pada kemungkinan praktis. Demikian pula Homili yang sangat filosofi juga akan sulit dipahami oleh umat..”
56. ORBITAN LEPAS
Kar – Do – Mu
(Karya-Doa-Musyawarah) Martin van Ooij, SCJ
B
arangkali kita sudah akrab dengan semboyan “Ora et Labora” (Doa dan Karya) yang merupakan salah satu kekayaan Spiritualitas Benediktin. Dengan semangat yang sejalan, saya pernah menelorkan semboyan “KarDo-Mu” (Karya-Doa-Musyawarah) agar dihidupi oleh umat Katolik yang pernah saya layani. Bagaimana sejarah lahirnya semboyan ini? Marilah sejenak melihat jauh ke belakang, ke masa yang disebut “GESTAPU” pada bulan Oktober 1965. Pada waktu itu, keadaan ekonomi negara dan masyarakat hancur, jalan-jalan rusak, dan mereka tidak mempunyai bahan tanaman; padahal di Lampung, khususnya di daerah transmigrasi, masyarakat sangat bergantung pada tanaman dan bibit. Dalam situasi demikian, setelah “Gestapu,” pimpinan negara, polisi, dan tentara mendesak masyarakat agar berdoa dan memilih salah satu agama demi keamanan. Taktik itu ditempuh untuk memulihkan stabilitas di negara kita. Maksudnya baik, tetapi saya sebagai pastor yang baru berumur 30 tahun waktu itu dan sebagai anak dari keluarga petani, melihat bahwa taktik pemerintah kurang mengenai sasaran
atau kurang menjawab keprihatinan yang pokok di dalam masyarakat. Berdoa atau beragama tanpa diimbangi dengan lapangan pekerjaan itu ibaratnya seperti burung yang terbang dengan satu sayap. Maka saya mencoba bermusyawarah dengan para pemimpin masyarakat untuk menciptakan pekerjaan dan memperbaiki infrastruktur. Lantas, terinspirasi oleh St. Benediktus yang mempunyai semboyan “Ora et Labora,” saya mempromosikan sebuah
Sidang KWI tahunan. Foto Pormadi
57
motto, “Kar-Do” yang artinya “Karya dan doa.” Kebetulan kata “Cardo” dalam bahasa latin berarti “engsel” dan itu terdiri dari dua bagian. Engsel hanya ada gunanya apabila terdapat keseimbangan di antara dua bagian tersebut. Begitu pula dengan hidup kita, perlulah keseimbangan antara karya dan doa. Setelah pedoman Kar-Do sudah disosialisasikan, muncul gagasan baru untuk menambah kata “Musyawarah.” Dan ternyata amat tepat. Setelah keluarga-keluarga atau setiap bentuk kemasyarakatan ada karya dan doa, justru musyawarah kemudian membawa dimensi baru yang menggairahkan seluruh hidup. Dengan musyawarah, semangat hidup kita diperkaya dan menjadi subur dalam segala lapisannya. Peran masing-masing anggota entah keluarga, komunitas kantor, atau bentuk yang lain akan memperkaya dan membuat “KarDo” kita menjadi seimbang. Dalam musyawarah, bukan lagi pribadi yang diutamakan, melainkan kebersamaanlah yang menjadi sasaran. Kembali ke semangat para Benediktin, mereka membagi waktu dalam tiga bagian, yakni: 1) Delapan jam untuk doa, 2) Delapan jam untuk berkarya, dan 3) Delapan jam untuk tidur/makan/dan lain-lain. Tentu kita tidak dapat meniru jadwal para rahib Benediktin itu. Meskipun demikian, suatu “home schedule” masih mungkin untuk dibuat oleh setiap
keluarga. Keluarga perlu membuat “Home schedule” dimana unsur karya dan doa atau Kar-Do bisa dimasukkan. Seringkali tidak mudah membuat suatu jadwal harian di dalam keluarga yang mengandung Kar-Do. Maka disitulah pentingnya musyawarah. Adanya musyawarah dalam keluarga memperkaya dan membuat seluruh hidup menjadi harmonis. Agar tercipta hidup yang harmonis, tentu perlu suatu latihan. Semakin diusahakan (bertekun dalam latihan), semakin besar harapan menjadi keluarga atau komunitas yang sejahtera dan bahagia. Buah dari usaha kita untuk mewujudkan KarDo-Mu dalam kehidupan harian, menjamin juga hidup tanpa stres, depresi, dan ketegangan yang merusak kebersamaan. Apakah kita memang bermaksud membangun kebersamaan? Apakah kita mau dan mampu menyadari bahwa kita sendiri bisa menjadi berkat bagi orang lain atau sebaliknya? Semuanya tergantung pada diri kita sendiri. Percayalah bahwa Roh Kudus masih hidup dan juga aktif mendampingi hidup kita. Mengakhiri tulisan ini, saya ingin menegaskan sekali lagi. Kar-Do-Mu bukanlah obat. Kar-Do-Mu adalah tantangan, bahkan sarana untuk membangun hidup beriman yang nyata dan membahagiakan. Salam Kar-Do-Mu. Tuhan memberkati.***
58. ORBITAN LEPAS
SALIB KRISTUS YANG BERKEMENANGAN
K
F.X. Indrapradja, OFS
ristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kese-taraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Flp 2:6-11)
Pesta gerejawi yang kita rayakan pada tanggal 14 September 2015
mempunyai sebuah sejarah yang panjang. Penemuan salib Kristus di tanah suci oleh Santa Helena, untuk pertama kali dirayakan dalam Gereja pada tanggal 14 September 365. Perayaan itu diselenggarakan dalam gereja yang dibangun atas perintah putera Helena, Kaisar Roma Konstantinus, di situs Golgota dan makam Yesus. Perayaan untuk memperingati ini menyebar luas dengan cepat di tengah umat Kristiani di seluruh dunia, dan pada abad ke-7, pesta ini digabungkan dengan pesta berkenaan dengan restorasi dari relikwi salib itu yang direbut dari orang-orang Persia – lalu dinamakan “Pesta Kemenangan Salib” (Inggris: “Feast of the Triumph of the Cross”) atau “Pesta Peninggian Salib” (Inggris: Feast of the Exaltation of the Cross) dalam kalender liturgi Gereja Roma. Dunia kuno sungguh merasa ngeri menyaksikan kematian lewat penyaliban – sebuah praktek pemberian hukuman mati yang mengerikan dan memalukan. Akan tetapi, orang-orang Kristiani menghormati salib, baik sebagai tanda penderitaan Yesus maupun piala kemenangan-
“Kita menghormati salib sebagai penjaga iman, penguat harapan, dan takhta kasih. Salib adalah tanda belas kasih, bukti pengampunan, sarana rahmat, dan pataka damai-sejahtera. Kita menghormati salib (Kristus) karena salib itu telah mematahkan kesombongan kita, mencerai-beraikan rasa iri kita, menebus dosa-dosa kita dan menjadi silih terhadap hukuman atas diri kita.......
Sketsa oleh Teguh Ostenrik
“Kami menyembah Engkau, Tuhan Yesus Kristus, di sini dan di semua gereja-Mu yang ada di seluruh dunia; dan kami memuji Engkau, sebab dengan salib suci-Mu Engkau telah menebus dunia. Amin.” Nya atas Iblis, dosa dan maut. Kita menghormati salib Kristus karena melalui salib-Nya kita sampai pada pengenalan dan pengalaman akan kasih Yesus kepada kita yang begitu besar dan agung, dan melalui bilurbilur-Nya kita telah diselamatkan dan disembuhkan (Yes 53:5; bdk. 1Ptr 2:24). Rupert dari Dreutz, seorang rahib dan abas Benediktin pada abad ke-12 mempermaklumkan dengan mengharukan:
“Salib Kristus adalah pintu ke surga, kunci masuk ke dalam firdaus, kejatuhan Iblis, pengangkatan umat manusia, konsolasi/penghiburan atas keberadaan kita dalam penjara, hadiah bagu kebebasan kita ...... Para tiran dihukum oleh salib (Kristus) dan orang-orang berkuasa dikalahkan oleh salib (Kristus) itu. Salib mengangkat orang-orang susah dan menghormati orang-orang miskin. Salib adalah akhir dari kegelapan, penyebaran terang, kaburnya maut, kapal kehidupan dan kerajaan keselamatan....... “Apa pun yang kita capai bagi Allah, apa pun yang berhasil kita capai dan harapkan, adalah buah dari penghormatan kita terhadap salib (Kristus). Oleh Salib, Kristus menarik segala sesuatu kepada diri-Nya. Itu adalah kerajaan Bapa, tongkat lambang kekuasaan dari sang Putera, dan meterai Roh Kudus, suatu saksi bagi Tritunggal Mahakudus secara total.”***
60. ORBITAN LEPAS
‘‘Mati Kok di Salib’’ Fr. Surya Nandi
Patung “Corpus Christi” Karya Teguh Ostenrik untuk Paroki Cilangkap, bahan yang digunakan adalah besi bekas. Foto Put
61
Penyakit Jaman Ini Menurut salah satu situs di internet, ada 10 “pembunuh” paling mematikan di Indonesia. Yang pertama adalah stroke, kedua penyakit jantung sistemik, urutan ketiga disusul oleh penyakit TBC, sedangkan kecelakaan menempati urutan ke-9. Kita semua tentu merindukan kematian secara wajar. Meninggal karena berumur tua, dengan didampingi saudara-saudari yang terkasih. Namun demikian justru hal itu tidak terjadi pada Yesus. Yesus wafat dengan cara yang mengerikan yakni dengan disalibkan. Pertanyaannya adalah kenapa Yesus harus mati di Salib, kenapa tidak mati karena stroke saja atau mati karena sudah berumur tua? Salib Bagi Orang Yahudi Untuk orang Yahudi salib adalah suatu batu sandungan (bdk 1 Kor: 22). Orang yang disalib merupakan orang hina dan berdosa. Bagi mereka adalah tidak masuk akal seseorang yang diberkati mati dengan cara yang hina seperti itu. Pandangan orang-orang Yahudi tersebut dapat dimengerti. Apabila kita mengingat bagaimana para Bapa bangsa Israel mati, sebut saja Abraham, Ishak, Yakub, Musa, dan Yosua, mereka meninggal secara wajar. Mereka meninggal ketika berumur ratusan tahun, ketika rambutnya memutih, dan ketika telah beranak-cucu. Singkatnya para Bapa bangsa itu mati dengan tanda-tanda bahwa mereka diberkati Allah.
Gambaran kematian orang yang diberkati Allah itu tentu kontras dengan kematian Yesus. Yesus wafat sekitar umur 33 tahun pada saat masih ganteng-gantengnya - harta tidak punya – tidak menikah - apalagi mempunyai anak cucu, dan yang paling tragis ia mati di hukum mati dengan disalibkan. Oleh karenanya kata-kata Rasul Paulus “aku memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan…” (1 Kor 2:2) menjadi suatu hal yang kontradiktif bagi cara pikir orang-orang Yahudi. Mungkin orang-orang Yahudi akan berkomentar “orang yang mati disa-lib kok diikuti” Saudara Muslim Memandang Salib Saudara muslim menempatkan Yesus pada kedudukan yang tinggi sebagai nabi dan rasul Allah. Setidaknya ada 40an ayat dalam Al-quran yang berbicara mengenai Yesus dan satu surat tersendiri berbicara mengenai Maria. Umat muslim mengakui bahwa Yesus dikandung tanpa persetubuhan oleh perawan Maria. Umat muslim juga percaya bahwa Yesus melakukan berbagai mujizat, menyembuhkan orang sakit, bahkan menghidupkan orang mati. Namun dua hal yang tidak bisa saudara muslim terima yakni 1) bahwa Yesus adalah Tuhan 2) bahwa Yesus
62
mati di Salib. Dalam kepercayaan saudara kita itu, Yesus memang seorang Nabi, tetapi bukan Tuhan. Lantas, yang disalibkan bukanlah Yesus melainkan salah satu murid yang menyerupai Yesus. Yesus sendiri selamat dari salib. Senada dengan pandangan Yahudi, bagi mereka tidak masuk akal orang yang saleh, suci, rasul Allah mati dengan cara yang hina. Salib bagi “Kita” Tentu sedikit uraian diatas tidak bermaksud mempertentangkan Iman kita dengan Iman orang Yahudi dan saudara muslim. Justru dengan mengetahui bagaimana orang non-katolik memandang salib, kita sendiri berefleksi mengenai “apa artinya jika Yesus Tuhan kita wafat di Kayu Salib”? Jawabannya adalah karena Kasih Allah yang tidak terbatas. Yesus sudi memilih jalan Salib bagi keselamatan kita. Dengan demikian Yesus mau menanggung salib demi kasih-Nya kepada manusia. Bukankah tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabatsahabatnya? (bdk Yoh 15:13). Maka jelas bagi saya/kita kenapa Yesus tidak mati karena stroke. Jika mati karena stroke karya penebusan dosa tidak akan terlaksana (bdk. Yes 52:13 – 53:12). Nubuat para Nabi tentang Mesias yang dihina, menderita, dan sengsara
tidak jadi digenapi. Yesus tidak juga menghindari salib agar dapat hidup aman sentosa hingga nantinya mati tua. Dengan wafatnya di kayu salib, ia mau menunjukkan kepada kita Kasih ilahi. Ka-sih yang sudi mengorbankan dirinya demi sahabatsahabatnya. Kita se-bagai muridNya dipanggil untuk melakukan hal yang serupa. “Saat sedang mengetik tulisan singkat ini saya memandang sebuah salib. Salib pemberian teman-teman saya di seminari. Kalau tidak salah saudara Joko yang membelikan untuk saya. Untungnya Joko tidak salah pilih. Joko memilih salib yang ada corpus-nya. Di salib itu tergantung Yesus. Yesus yang seolah-olah dengan suara lirih berkata “ikutilah Aku, dan pikullah salibmu ”Saya yakin Diapun juga berkata demikian kepada saudara.***
Satu badan dari “Corpus Christi ketika dibaringkan saat tahap akhir penyelesaiaannya.
63. PSIKOLOGI
Meraih SUKSES dengan Melepaskan Diri dari BELENGGU yang Mengikat Kepribadian
H
M.M. Nilam Widyarini
ampir semua orang pernah mengalami masalah dalam suatu periode kehidupan. Menarik bahwa ada orang-orang yang mampu keluar dari belitan masalah selama bertahun-tahun dan mulai menentukan arah baru dengan segar untuk hidupnya. Di sisi lain, di sekeliling kita juga dapat menemukan orang-orang yang seolah semakin tenggelam dalam pusaran masalah. Mengapa demikian? Seorang ahli psikometri ternama yang sangat peduli dengan dunia pendidikan, akrab dipanggil dengan nama Jahja Umar, dalam beberapa forum melontarkan pendiriannya bahwa pendidikan itu semestinya ibarat kawah candradimuka. Maksudnya adalah bahwa suatu institusi pendidikan semestinya memberikan tantangan yang tinggi kepada para siswa atau mahasiswanya, sehingga ketika mereka usai menempuh pendidikannya sudah terampil memecahkan masalah dan keluar sebagai orang yang benar-benar kompeten dalam bidangnya.
Membicarakan pendidikan sebagai sebuah kawah candradimuka, kita dapat membayangkan anakanak atau orang-orang yang didik bergelut dengan tugas-tugas yang sulit. Sangat mungkin bahwa dalam periode pendidikan itu mereka yang dididik mengalami stres ketika tugas-tugas dirasa terlalu sulit, terutama bila tidak mendapatkan dukungan informasi dan dukungan emosi yang dibutuhkan. Pak Jahja Umar mengisahkan beberapa tingkah mahasiswa doktoral di UCLA pada saat mereka menghadapi stres, termasuk beliau sendiri saat itu. namun demikian, nyatanya banyak diantara mereka berhasil menjadi orang-orang hebat di tingkat dunia dalam bidangnya. Kawah candradimuka bukan hanya ada dalam dunia pendidikan, melainkan juga dalam wilayah hidup yang lain. Kesulitan yang muncul karena suatu keadaan dapat menyebabkan masalah dalam beberapa ranah kehidupan. Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa kita harus menghindari masalah dengan menarik diri, dsb. Seperti halnya
64
lepaskan dalam dunia pendidikan, suatu kesulitan dalam hidup pada dasarnya justru merupakan peluang bagi kita untuk mengasah kepribadian dan tantangan untuk dapat mengepakkan sayap dan terbang tinggi. Belenggu Kepribadian Seperti dinyatakan di atas, bahwa ada orang-orang yang mampu ke-
luar dari belitan masalah dan mulai menentukan arah baru dengan segar untuk hidupnya, dan di sisi lain ada juga orang-orang yang seolah semakin tenggelam dalam pusaran masalah. Mengapa mereka mengalami perkembangan ke arah yang berbeda meski samasama meng-hadapi masalah?
65
Jawaban pertanyaan ini secara utuh tentu saja merupakan suatu gambaran proses yang dinamis, yang melibatkan banyak faktor penentu pada tiap-tiap individu. Meskipun demikian, di antara gambaran yang utuh itu nampaknya terdapat hal yang dapat dikatakan sebagai kunci yang menentukan seseorang keluar dari belitan masalah atau tengelam dalam masalah. Kunci tersebut tidak lain adalah diri individu itu sendiri, yakni keterbukaan dirinya untuk menemukan perspektif yang segar, di luar perspektif yang berkembang secara otomatik hasil pembiasaan oleh lingkungan yang sangat berpengaruh bagi dirinya. Misalnya, seseorang yang dibesarkan oleh orang tua yang otoriter, dibiasakan untuk selalu mengatakan ”Ya” terhadap apapun permintaan orang tua. Akibat pengaruh orang tua yang sangat kuat, akhirnya kebiasaan ’taat tanpa nalar’ di rumah membuat ia saat berhadapan dengan orang-orang lain cenderung tidak asertif, sulit mengekspresikan perasaan, takut dinilai salah, dsb. Persoalan yang bermula dari rumah ini dapat menjadi penyebab kegagalan orang ybs dalam menempuh studi, meraih kebahagiaan dalam bekerja, dsb. Sangat mungkin bahwa mereka yang dibesarkan oleh orang tua yang otoriter, saat menghadapi kesulitan
menghadapi tugas-tugas sekolah maupun di dunia kerja, berhadapan dengan guru atau atasan yang memiliki otoritas, tidak sanggup mengomunikasikan kesulitannya, memilih menarik diri, dst, hingga menuai kegagalan. Suatu keadaan yang mengelilingi kita sejak masa kecil membentuk kepribadian kita, dan cenderung menentukan reaksi-reaksi kita secara otomatis dalam interaksi sosial, dan menentukan keberhasilan/ kegagalan dalam beberapa ranah kehidupan. Padahal, dalam kenyataan situasi yang kita hadapi selalu berbeda. Setiap saat dalam hidup kita, realitas yang kita hadapi adalah realitas baru yang segar. Meskipun setiap saat realitas selalu segar, namun kita cenderung memaknai situasi baru secara sama, menggunakan perspektif lama yang dihasilkan oleh pengalaman hidup kita. Pola-pola perilaku kita tanpa kita sadari terbelenggu oleh pola reaksi mental dan emosional yang bercokol dalam diri sejak masa kecil. Dalam keadaan demikian, kepribadian kita berkembang dibawah pusaran arus masalah, dan tidak akan kunjung berkembang. Melihat Realitas Secara Segar Kepribadian meski relatif stabil (tidak mudah berubah), namun bukan berarti tidak dapat berubah. Bahkan dalam hidup ini kita sebenarnya memiliki PR untuk terus
66
mengembangkan kepribadian yang mampu menyokong kebahagiaan kita dalam kebersamaan dengan orang-orang lain. Gambaran di atas telah menunjukkan bahwa perkembangan kepribadian terkait dengan kesadaran kita dalam melihat realitas. Kepribadian berkembang seiring dengan perluasan kesadaran kita. Semakin luas kesadaran kita, kepribadian kita semakin berkembang secara sehat/ matang. Mengenai kesadaran, kita dapat memahaminya sebagaimana yang dimaksudkan dalam terapi Gestalt. Kesadaran adalah sebuah bentuk pengalaman keterhubungan secara penuh dengan eksistensi diri sendiri. Individu yang sadar memahami apa yang dilakukannya (what is), bagaimana ia melakukan hal tersebut (how), memahami berbagai macam alternatif yang dipilihnya (chooses), serta memahami pilihannya untuk menjadi siapa dirinya sesungguhnya (who). Kesadaran utuh mencakup seluruh dimensi diri: persepsi, aliran pikiran, perasaan, tegangan-tegangan anggota badan, pada konteks di sini dan kini. Kesadaran dapat dilihat sebagai suatu kontinum. Titik kesadaran paling lemah adalah saat kita tidur. Saat tidur kita dalam keadaan tidak sadar, kehilangan kontak dengan pengalaman kekinian. Pada titik kesadaran yang paling penuh, kita
mengalami kontak penuh dengan kenyataan di sekeliling; menjadi hidup secara penuh, melihat, merasakan, mengamati, menghayati tiap aliran proses di dalam keseluruhan eksistensi hidup kita. Kesadaran penuh membuat kita menangkap setiap sinyal yang mengenai panca indera kita. Kesadaran merupakan proses mengetahui dan menjadi hidup (knowing and being). Banyak di antara kita mengalami hambatan untuk mengembangkan pribadi secara paripurna, disebabkan terpaku pada pengalamanpengalaman lampau, terperangkap di dalamnya, dan tidak mampu menyadari realitas saat ini dan di sini. Dalam keadaan demikian, kita perlu berproses agar mampu memahami adanya hambatan, kekakuan, interupsi, dan ketumpulan dalam kesadaran. Dengan kesadaran diri yang penuh, kita dapat membiarkan organisme kita (jiwa dan raga) mengambil alih dan mengatur tingkah laku kita secara mengalir, bebas dari tekanan masa lampau maupun angan-angan untuk masa mendatang. Sedikit banyak kita dapat bersandar pada kebijaksanaan organisme kita sendiri yang bekerja sesuai realitas saat ini dan di sini. Dengan demikian kita mampu menjadi pribadi yang bertanggung jawab atas pilihan-pilihan hidup kita sendiri.*** Penulis adalah psikolog AGAPE St. Stefanus
67. PENDIDIKAN
MEMBACA ITU MENARIK
P
ada zaman sekarang “membaca” itu kurang diminati oleh banyak orang. Padahal, untuk “membaca,” saat ini kita mempunyai teknologi yang modern, yang dapat mendukung kita agar dapat “membaca” lebih mudah, tanpa membutuhkan transportasi untuk ke sebuah toko buku dan aneka pengeluaran lain yang begitu merepotkan. Dengan kata lain, kita telah dimanjakan oleh teknologi untuk secara lebih mudah, cepat dan praktis bisa memperoleh kesempatan untuk
“membaca” yang seluas-luasnya. Kita juga mengetahui bahwa dengan banyak “membaca,” kita bisa mendapat ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, sangat disayangkan bila kebiasaan “membaca” justru semakin kurang diminati oleh banyak orang. Kita, khususnya yang kurang mempunyai minat untuk “membaca,” bisa belajar dari realitas berikut ini. Orang-orang yang sukses, rata-rata bukan hanya belajar dari sebuah
68
pengalaman tapi juga didasari dengan banyak “membaca.” Terlepas dari kenyataan bahwa “membaca” itu sangat bermanfaat, memang “membaca” bukanlah hal yang bisa dianggap menyenangkan bagi sebagian orang. Namun, bagaimana pun juga, semua orang, terlebih lagi untuk para anak-anak yang tingkat keingintahuannya tinggi dapat dianjurkan untuk “membaca” bukubuku ilmu pengetahuan yang menarik.
kita dalam proses belajar. Dan yang tidak kalah pentingnya, membaca novel, meskipun diluar mata pelajaran sekolah, justru bisa menghibur otak yang sudah lelah dengan pelajaran yang di dapat di sekolah dan dengan demikian kita tidak stress karena harus belajar terusmenerus.
“Membaca” itu sangat menarik karena dengan “membaca” kita dapat mengasah kemampuan menulis, mendukung kemampuan untuk public speaking, meningkatkan konsentrasi, menambah wawasan, dan dapat menjauhkan dari resiko penyakit Alzheimer. Selain itu, dengan “membaca” membuat daya imaginasi menjadi semakin tinggi, dan dapat memetik suatu pesan moral yang terdapat didalamnya.
Setiap orang memiliki kriteria ketertarikan pada suatu hal yang bisa didukung dengan “membaca.” Sebagai contohnya saya sendiri yang suka membaca cerita fiksi dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan fotografi. Awal mulanya karena kebiasaan melihat kegemaran mama saya dalam membaca novel, membuat saya tertarik membaca novel. Dimulai dengan membaca novel-novel itulah, kemudian saya tertarik dan terbantu dalam mengerjakan tugas-tugas mengarang di sekolah dan saya semakin tertarik untuk “membaca” hal-hal yang saya sukai.
Tentu, tidak ada ruginya “membaca” selama yang dibaca itu hal yang bermanfaat dan sesuai dengan bidang ketertarikannya. Misalnya, kita “membaca” sebuah novel, karena memang kita mempunyai ketertarikan kepada dunia sastra. Hal tersebut tidak merugikan, selama diimbangi dengan menulis atau bisa dimulai dengan mengembangkan isi novel tersebut dengan pola pikir pribadi yang menciptakan ide-ide kreatif. Pengembangan ide-ide kreatif secara otomatis bisa membantu
Oleh karena itu, “membaca” dapat dibuat menarik jika orang-orang terdekat kita juga suka “membaca.” Dimulai dari diri sendiri, kita dapat mempengaruhi dan dipengaruhi secara positif dari yang lain. Dalam sebuah keluarga, orang tua dan anak bisa saling mendukung untuk menciptakan habitus atau kebiasaan “membaca”. Namun sebagai catatan terakhit, dalam membaca buku, tetap harus selektif dalam memilih buku, terlebih lagi untuk dibaca oleh anak-anak. (FN)***
69. SANTO SANTA Hieronimus berbangsa Illyria, kedua orangtuanya beragama Kristen, namun dia baru dibaptis pada tahun 360, ketika pergi ke Roma bersama sahabatnya Bonosus untuk melanjutkan studi retorika dan filsafat di kota itu. Dalam tradisi artistik Gereja Katolik Roma, biasanya dia, yang adalah pelindung pendidikan teologi, dilukiskan sebagai seorang Kardinal, bersebelahan dengan Uskup Agustinus dari Hippo, Uskup Agung Ambrosius, dan Paus Gregorius I. Bahkan bilamana dia dilukiskan sebagai seorang pertapa uzur, dengan salib, tengkorak, dan Alkitab sebagai satu-satunya perabot dalam bilik pertapaannya, harus disertai pula topi merah atau sesuatu yang lain dalam lukisan tersebut untuk menunjukkan status kardinalnya .
Hieronimus
(Imam dan Pujangga Gereja) 30 September
H
ieronimus atau dikenal sebagai Santo Jerome (sekitar 347 – 30 September, 420; terkenal sebagai penerjemah Alkitab dari Bahasa Yunani dan Ibrani ke dalam Bahasa Latin. Dia juga adalah seorang apologis Kristen. Dia diakui oleh Vatikan sebagai salah seorang Doktor Gereja.
Hieronimus meninggal dunia di dekat kota Betlehem pada tanggal 30 September 420. Tanggal kematiannya diperoleh dari kitab Chronicon karya Santo Prosper dari Aquitaine. Jenazahnya mulanya dimakamkan di Betlehem, dan konon kemudian dipindahkan ke gereja Santa Maria Maggiore di Roma, meskipun berbagai tempat di Barat mengaku memiliki relikui Hieronimus katedral di Nepi, Italia mengaku menyimpan kepalanya, yang menurut tradisi lain tersimpan di Biara Kerajaan Spanyol, San Lorenzo de El Escorial, Madrid.*** Sumber wikipedia
70. POTRET GEREJA
Mengenal Lebih Dalam Poliklinik St. Stefanus
P
oliklinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk kepentingan umum, dengan penyelenggara lebih dari satu jenis tenaga kesehatan (perawat atau bidan) dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi). Sebagai salah satu bentuk perwujudan iman, Gereja Paroki St. Stefanus juga mengelola sebuah klinik agar mampu untuk berbagi cinta dan harap-an kepada semakin banyak orang. Berdasarkan jenis pelayanannya, poliklinik dibagi menjadi Poliklinik Pratama dan Poliklinik Utama. Dalam hal ini, Paroki St. Stefanus masih termasuk dalam kategori penyelenggara pelayanan medik dasar, maka Poliklinik St. Stefanus digolongkan dalam jenis Poliklinik Pratama. Seperti yang sudah disebutkan diatas, poliklinik ini diselenggarakan untuk kepentingan umum, dengan tujuan untuk melayani sesama dengan penuh kasih, memberi perhatian agar umat mendapatkan perawatan kesehatan dasar, dan memberikan bantuan kesehatan kepada saudara-saudara yang miskin. Dengan sasaran utama yang tentu saja adalah umat di Paroki, yang tidak mampu berdasarkan data dari ketua lingkungan dan mendapatkan
Kartu Kuning (Dana Sehat/ DS), masyarakat umum yang tidak mampu, serta semua warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Sejarah Berdirinya Poliklinik St. Stefanus berdiri pada periode tahun 1981 – 1985 ini dibentuk oleh Seksi Sosial Paroki, dengan menempati ruang darurat di ruang ganti Putra–putri Altar. Dikarenakan belum adanya gedung dan masih belum dapat berdiri sendiri maka dijalinlah kerjasama dengan Yayasan St. Antonius Padua dari Paroki St. Antonius Padua (Bidara Cina), yang dikelola oleh Kongregasi Imam - Imam Hati Kudus Yesus (SCJ). Kemudian pada periode tahun 1986 – 2003, menempati ruang di lantai dasar gedung Serba Guna. Lalu pada tahun 2003 sampai dengan saat ini, berlokasi di Jl. KH. Muhasyim IV No. 11 RT. 012 RW. 06, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Dokter Klinik sedang memeriksa seorang anak menggunakan Stetoskop Foto Tyo dok MP
71
Perijinan (Surat Ijin Praktik) Untuk mendirikan dan menyelenggarakan sebuah poliklinik, perlu mendapatkan izin dari pemerintah daerah kabupaten/kota, setelah sebelumnya mendapatkan rekomendasi dari dinas kesehatan kabupaten/kota setempat, dengan ketentuan apakah poliklinik tersebut telah memenuhi ketentuan persyaratan poliklinik.
Poliklinik selama ini, maka pada tanggal 20 November 2014 Pengurus Dewan Paroki Gereja Santo Stefanus mengeluarkan surat, yaitu surat Pengurus Gereja dan Dana Papa (PGDP) No. 048/DP-PGDP/11/2014, yang menyatakan bahwa penyelenggaraan Klinik Pratama St. Stefanus menjadi dalam pendampingan Seksi Kesehatan, dengan drg. Shinta Wibowo sebagai selaku ketuanya.
Untuk memenuhi hal tersebut, maka pada tanggal 13 Januari 2009 keluar Surat Izin dengan No. 268/ BPU-T/47003/Yanke/ I/2014, perihal perizinan untuk Balai Pengobatan Umum (BPU) dan No. 269/BPGT/47003/Yankes/I/2014, perihal perizinan untuk Balai Pengobatan Gigi (BPG) St. Stefanus yang berlaku sampai dengan tanggal 13 Januari 2014.
Jumlah Tenaga Medis dan Kesehatan Jumlah tenaga medis dan tenaga kesehatan yang terlibat untuk saat ini ada sebanyak 25 orang, dengan formasi dokter umum sebanyak 6 orang, dokter gigi sebanyak 12 orang, perawat umum sebanyak 1 orang, perawat gigi sebanyak 1 orang, asisten apoteker sebanyak 1 orang, dan petugas administrasi sebanyak 4 orang.
Setelah perizinannya diperpanjang lagi, maka pada tanggal 10 Februari 2014 keluar Surat Izin dengan No. 0070/KP-T/47003/Yankes /II/2019, perihal perizinan untuk Klinik Pratama St. Stefanus yang berlaku sampai dengan tanggal 10 Februari 2019. Sebelum poliklinik St. Stefanus berada dalam pembinaan dan pendampingan seksi kesehatan, Poliklinik Pratama St. Stefanus ini masih berada dalam pendampingan Seksi Pelayanan Sosial dan Ekonomi (PSE) Paroki St. Stefanus. Seiring dengan telah berjalannya kegiatan
Prosedur Menjadi Pasien Bagi peserta yang ingin mendaftar, dapat langsung datang ke poliklinik tersebut, dan mendaftar ke bagian pendaftaran dengan cara mengisi form pendaftaran. Namun terlebih dahulu, pasien dapat menyampaikan ke bagian pendaftaran apakah pasien hendak diperiksa oleh dokter umum atau dokter gigi. Lalu selanjutnya pasien menunggu panggilan pemeriksaan (sesuai urutan). Biaya Pengobatan Untuk biaya pengobatannya sendiri dapat dilihat berdasarkan jenis pe-
72
Jam Buka Praktek Jadwal buka prakteknya adalah setiap hari Senin s/d Sabtu, pukul 09.00-12.00 WIB dan pukul 15.0017.00 Wib. Sementara untuk hari Minggu dan Hari Raya ataupun hari libur, poliklinik St. Stefanus tidak beroperasi atau tutup. Perawatan gigi
meriksaan atau tindakan yang dilakukan. Apakah diperiksa dokter umum atau dokter gigi? Harganya relatif berbeda. Sementara untuk pasien yang termasuk penerima bantuan Dana Sehat (DS) hanya diperuntukkan bagi umat di Paroki St. Stefanus yang tidak mampu. Tentu saja seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, harus terlebih dahulu mengajukan ke bagian Pelayanan Sosial Ekonomi (PSE) Paroki St. Stefanus. Dan bagi pasien yang tidak mampu (bukan umat St. Stefanus) hanya akan mengganti biaya obat saja (berdasarkan kepekaan dokter) Pelayanan Yang Tersedia Tidak jauh berbeda dengan pelayanan di poliklinik umumnya, pelayanan yang tersedia di Poliklinik St. Stefanus juga sama, yaitu dapat dilihat dengan adanya Pelayanan Umum/dokter umum, Pelayanan Gigi/dokter gigi (tambal, cabut, gigi tiruan sederhana), Laboratorium Sederhana (Gula Darah Sewaktu, Asam Urat, Cholesterol) serta Pijat Refleksi
Program Jangka Panjang, Menengah dan Pendek Sebagai Poliklinik yang berada dalam naungan Paroki, tentu saja poliklinik ini mempunyai pedoman dasar pelayanan sesuai dengan prinsip Injil, adapun yang menjadi pedoman dasarnya adalah “…Jika Iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” (Yak 2:14), dengan kata lain menjadi saksi hidup akan kasih Allah adalah hal mutlak yang harus dilakukan, karena Allah adalah Kasih (Deus Caritas Est). Hal itu tentu saja selaras dengan program jangka panjang Poliklinik St. Stefanus yaitu memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka yang membutuhkan. Sementara untuk program jangka menengahnya sendiri adalah mengedepankan tumbuhnya sikap peduli, mau saling membantu, melayani serta mendukung satu sama lain. Lalu untuk program jangka pendeknya adalah melayani melalui sistem pelayanan terbuka; melayani masyarakat yang mampu maupun yang tidak mampu, tanpa perbedaan.(Pr)***
73. DANA PAROKI
DANA PAROKI AGUSTUS - 2015 No Wil 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12
Lingkungan St.Hubertus St.Yoh.Pemandi St.Gregorius St.Yudas Tadeus Sta. Theresia Sta.M.Immaculata Sta.Maria Fatima Sta.M. Bernadette St.Markus St.Nicodemus St.Oktavianus St.Paulinus St.Quirinus St.Antonius St.Clementus Sta. Faustina Sta.Angela St.Bartholomeus Emmanuel Sta.Ursula St.M.Magdalena St.Aloysius St.Thomas Aquino Sta.Helena Romo Sanjoyo St.Simeon Sugiyopranoto St.Theodorus St.Paulus St.Timotius Sta.Veronica St.Bonaventura St.Bonifacius Keluarga Kudus St.Yoh Don Bosco St.Kristoforus Sta. Maria Goretti Sta.Maria B.Setia Sta.Felicitas Sta.Anastasia Maria Ratu Damai St.Bernardus St.Dionisius St.Elias
Kode HBS YPE GRR YTA THE MIM MFA BDE MKI NDS OTS PLN QRS ATS CLS FSA AGE BTS EML URS MMA ALS TAQ HLN RSO SMN SGO THO PLS TTS VRA BVA BFS KKS DBD CRS MGI MBS FSE ANS MRD BDS DNS ELS
Perhit. 3-Agt15
Amplop 5 4 4 3 2 10 1 2 4 4 5 2 3 1 1 40 3 14 7 21 2 6 2 2 3 2 3 1 1 2 2
RP
260,000 62,000 87,000 170,000 250,000 480,000 10,000 150,000 1,000,000 695,000 1,700,000 80,000 300,000 50,000 10,000 309,000 70,000 310,000 255,000 660,000 200,000 180,000 4,000 29,000 150,000 70,000 100,000 50,000 200,000 100,000 25,000
Perhit. 10-Agt15
Perhit. 18-Agt15
Perhit. 24-Agt15
Amplop RP Amplop RP Amplop 2 90,000 4 310,000 5 4 100,000 3 30,000 3 85,000 2 175,000 9 10 735,000 9 9 190,000 9 115,000 2 1 20,000 3 110,000 2 18 558,000 3 70,000 5 5 90,000 10 355,000 6 1 100,000 11 325,000 5 2 70,000 2 50,000 2 6 190,000 2 120,000 4 3 50,000 3 1 100,000 3 100,000 1 4 355,000 1 20,000 1 1 100,000 10 35 6 460,000 5 55,000 8 3 370,000 7 2 250,000 1 3 8 260,000 1 4 225,000 6 2 150,000 8 95,000 5 2 7,000 5 30,000 5 2 4 23,000 1 4 23,000 31 265,000 17 8 77,000 9 95,000 6 4 90,000 2 20,000 40 10 420,000 2 20,000 20 6 160,000 2 3 320,000 3 60,000 7 4 310,000 8 194,000 4 1 50,000 6 265,000 4 5 23,000 1 25,000 3 3 80,000 8 6 100,000 2 70,000 7 5 370,000 2 50,000 2 7 304,000 2 70,000 2 2 40,000 4 130,000 3 2 130,000 4 200,000 2 3 100,000 5 2 200,000 6 1 100,000 3 400,000 4
Perhit. 31-Agt15
RP Amplop RP 180,000 1 120,000 4 120,000 2,110,000 2 150,000 1,246,000 5 375,000 75,000 1 50,000 100,000 10 780,000 165,000 6 470,000 181,000 5 60,000 260,000 150,000 320,000 3 80,000 350,000 4 230,000 30,000 20,000 8 247,000 520,000 1,815,000 4 335,000 650,000 1,370,000 10 880,000 200,000 1 20,000 450,000 4 350,000 20,000 9 475,000 285,000 6 140,000 400,000 3 260,000 50,000 7 39,000 25,000 10,000 10 81,000 245,000 45,000 2 15,000 1,590,000 6 170,000 595,000 7 120,000 40,000 5 100,000 380,000 6 240,000 50,000 1 61,000 220,000 2 200,000 60,000 2 6,000 205,000 4 80,000 180,000 4 120,000 150,000 2 110,000 100,000 1 200,000 125,000 5 235,000 50,000 1 50,000 250,000 1 20,000 430,000 2 100,000 220,000 3 55,000
SEKSI KOMUNIKASI SOSIAL (KOMSOS) “Memberitakan pekerjaan tanganNYA” ST. STEFANUS Membutuhkan tenaga muda yang berkomitmen untuk pelayanan gereja, sebagai wartawan, designer dan fotografer. Bagi yang berminat menghubungi Sdr. Tyo (HP: 081328130513)
74. TUNAS STEFANUS
L
ingkungan Faustina Wilayah 4 boleh berbangga dengan prestasi Brigitta Carmen Oey
(Carmen) kls 6 SD di Tarakanita 1, Barito. Selain aktif berpartisipasi di sekolah dengan kegiatan Bina Iman, Bina Prestasi dan Olah Vokal, Carmen tidak lupa juga aktif melayani di paroki Stefanus sebagai Putri Altar. Prestasi Carmen di bidang Matematika sudah membuktikan keuletannya dengan mendapatkan beberapa penghargaan di lomba Matematika yang diikuti setiap tahunnya (di utus sekolah dan keinginan pribadi). Putri dari Bp. Sugianto Widjaja dan Ibu Hedwig Natalia (cucu dari Oma Kim ) ini sedang sibuk mempersiapkan diri untuk pendidikan lanjut yaitu jenjang SMP. Semoga sukses ya mendapatkan sekolah yang di inginkan.(SJ)*** Tuhan Memberkati!
Brigitta Carmen Oey Foto Dok Pribadi
Jika teman-teman sudah mewarnai lembar mewarnai dalam Tunas Stefanus. Hasil karya-nya bisa dimasukkan ke dalam kotak KOMSOS atau difoto dan dikirimkan ke email redaksimediapass@ yahoo.com. Hasil karya pemenang akan dipasang di website dan Facebook.
DONASI PENGGANTIAN BIAYA CETAK MAJALAH MEDIAPASS SEPTEMBER 2015 1 Lingk. Sta. Maria Goretti 2 Lingk. St. Octavianus 3 Lingk. Sta. Maria Fatima Total
450,000 2,100,000 50,000 2,600,000
Terima kasih atas donasi yang telah diberikan, kami menunggu kontribusi Anda di edisi-edisi berikutnya. Harap memberitahukan apabila donasi dikirim melalui transfer. Untuk setiap penerimaan donasi, akan diberikan bukti penerimaan resmi. Iklan & Donasi : Dian Wiardi (0818 183 419) No rekening Komsos: BCA dengan no 731 0278879 an. Mirjam Anindya Wiardi atau R. Prakoso
Mewarnai