Salah satu kejadian paling penting sebelum abad ke dua puluh kaitannya dengan perkembangan teori organisasi adalah revolusi industri. Dimulai pada abad ke delapan belas di Inggris, revolusi tersebut menyebrangi samudra Atlantik dan ke Amerika pada akhir perang dunia ke dua. Revolusi tersebut mempunyai dua elemen utama yaitu kekuatan mesin telah menggantikan kekuatan manusia secara cepat, dan pembangunan sarana transportasi yang cepat mengubah metode pengiriman barang. Hasilnya adalah menyebarnya pendirian pabrik-pabrik. Dampaknya terhadap desain organisasi jelas, yaitu pembangunan pabrik membutuhkan penciptaan yang terus menerus dari struktur-struktur organisasi untuk memungkinkan terjadinya proses produksi yang efesien. Pekerjaan harus dirumuskan, arus pekerjaan harus ditetapkan, departemen diciptakan, dan mekanisme koordinasi dikembangkan, dengan demikian struktur organisasi yang kompleks harus dirancang (Indrawijaya Adam, 1983). Berdasarkan pekembangan yang dialaminya, teori organisasi salalu mengalami evolusi dari masa ke masa. Secara garis besar, evolusi teori organisasi dapat dibedakan ke dalam empat kelompok yaitu teori organisasi klasik, teori organisasi neoklasik, teori organisasi modern dan teori organisasi postmodern. Banyak ilmuwan yang menyampaikan pemikiran lain mengenai perkembangan teori organisasi, tetapi tidak ada teori organisasi yang mutlak, karena semuanya saling melengkapi satu sama lainnya. Prajudi Atmosudirdjo (19....) membagi teori organisasi menjadi 5 tahap yaitu: Teori organisasi klasik; Teori organisasi hubungan antar manusia; Teori proses; Teori prilaku; Teori Sistema. Amitai Etzioni (1984) membagi 4 macam teori organisasi: Teori klasik (Scientific management); Aliran hubungan manusia (human relations); Sistem pendekatan struktural; Teori pembuatan keputusan. Wursanto (2003) membaginya menjadi 9 macam teori organisasi: Teori organisasi klasik;
Teori organisasi birokrasi; Teori organisasi human relations; Teori organisasi perilaku; Teori organisasi proses; Teori organisasi kepemimpinan; Teori organisasi fungsi; Teori organisasi pembuatan keputusan; Teori organisasi kontingensi. Harold Koontz dan Cyrill o’Donnell (1987) membagi teori organisasi ke dalam 8 pendekatan, yaitu: Pendekatan pengalaman atau kasus (the empirical, or case approach); Pendekatan prilaku antar pribadi (the interpersonal behavior approach); Pendekatan perilaku kelompok (the group behavior approach); Pendekatan kerjasama sistem social (the cooperative social system approach); Pendekatan sistem teknik sosial (the sociotechnical system approach); Pendekatan teori keputusan (the decision theory-center approach); Pendekatan pusat komunikasi (the communication-center approach); Pendekatan operasi (the operational approach). Menurut Mary Jo Hatch (1997) membagi 4 perkembangan perspektif teori organization, yaitu: Sruktural klasik ; Modern; Interpretasi simbolik ; Postmodernisme; Wayne Pace (1.....) teori perkembangan organisasi di antara 2 paradigma: Objektivis Organisasi sosial Organisasi formal (Birokrasi Weber – Manajemen Ilmiah Taylor) Transisional Teori perilaku (Behavior Theory) Teori sistem (system Theory) Subjektivis Teori pengorganisasian (Organizing Theory) Teori budaya organisasi (Organization Culture) Jorgen Laegaard (2006) dalam bukunya Organizational Theory dia menerangkan bahwa, seringkali dia membutuhkan outline mengenai kronologi perkembangan teori organisasi. Karena tidak ada teori tunggal mengenai keseluruhan wilayah analisis dan perkembangan organisasi. “personally I have often needed an outline of the chronological development in organizational theories. Not least because there are so many aplicable theories which solve part of organization’s task. But there is no single theory which explains the entire area of analysis and development
n—Management by Objectives
1968 1968 1957 Tannenbaum-Schmidt—Continum of Leader Behavior
of organization. I have not found it earlier, and therefore, I have made a chronological outline containing significants contributions to organizational theory over the past 100 years”. Gambar 1. Significant Organizational Theories
Evolution Of Organizatio
(sumber: Jorgen Laegaard, 2006: 13)
Pemikiran-pemikiran yang disampaikan oleh beberapa ilmuwan di atas mengindikasikan bahwa teori organisasi muncul dan berkembang dengan sangat luas serta dipengaruhi oleh banyak kondisi dan situasi yang berkembang pada saat itu. Seperti teori klasik yang dipengaruhi oleh revolusi industri, sehingga wajar apabila muncul tujuan untuk meningkatkan manajemen efesiensi dan peningkatan produktivitas. Kemudian setelah itu muncul teori-teori berikutnya yang merupakan hasil revisi atau perbaikan dari teori sebelumnya, karena teori yang ada dianggap kurang relevan lagi dengan kondisi dan lingkungan manusia yang terus berubah dan maju. Teori organisasi berevolusi seiring berubahnya tuntutan akan kehidupan berorganisasi, pengaruh perkembangan keilmuan lain (ilmu manajemen, ilmu administrasi, ilmu psikologi, dan ilmu sosial lainnya), serta tuntutan adaptasi atas perubahan aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan hukum yang terjadi di negara-negara barat saat itu. Sehingga banyak para ahli yang berkontribusi menyampaikan pemikirannya walaupun memiliki backrground keilmuan yang bersebrangan. Sehingga seringkali ditemukan tokoh yang sama memiliki pandangan dan pendapat atas ilmu lainnya. Jorgen Laegaard mencoba membuat outline yang berisikan nama-nama tokoh dan teorinya yang berpengaruh dalam perkembangan teori organisasi. Tokoh-tokoh, masa berkembangnya, serta teori masing-masing tokoh yang dituliskan oleh Laegaard tersebut secara garis besar terangkum dalam empat teori evolusi organisasi.
-Evolusi Teori Organisasi-
Asumsi-asumsi Dasar
Teori Organisasi Klasik Organisasi dipahami sebagai tempat (wadah) berkumpulnya orang-orang yang diikat dalam sebuah aturan-aturan yang tegas
dan melaksanakan kegiatan-
kegiatan yang telah terkoordinir secara sistematis dalam sebuah struktur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Organisasi di atur secara sistematis dan adanya spesialisasi pekerjaan, untuk meningkatkan efesiensi dan produktivitas. Teori Organisasi Neoklasik Organisasi tidak hanya menganggap manusia sebagai mesin produksi, untuk itu organisasi memberikan perhatian pada perilaku manusia serta menekankan pentingnya aspek psikologis dan sosial dari karyawan sebagai individu maupun sebagai kelompok kerjanya. Untuk mendukung kinerja karyawan, organisasi juga memperhatikan aspek motivasi, kepemimpinan dan hubungan antar manusia (human relation) Teori Organisasi Modern Organisasi sebagai sebuah jaringan sistem yang terdiri dari setidak-tidaknya 2 orang atau lebih dengan kesalingtergantungan, input, proses dan output. Menurut pandangan ini, orang-orang (komunikator) bekerjasama dalam sebuah sistem untuk menghasilkan suatu produk dengan menggunakan energi, informasi dan bahan-bahan dari lingkungan. Kondisi di luar organisasi atau di sekitar lingkungan organisasi menjadi perhatian teori ini, lingkungan berpengaruh bagi keberhasilan organisasi. Teori Organisasi Postmodern Organisasi postmodern merupakan organisasi yang mutakhir. Postmodernisme mencoba untuk mengkritisi atau melakukan penentangan terhadap perspektif modernisme yang menempatkan organisasi dalam bentuk sistem yang rasional empiris. Sistem dalam pengertian modernisme adalah hubungan rasional dari berbagai unsur yang ada dalam organisasi yang cenderung mengesampingkan intuisi dan pengalaman individu. Postmodernisme mencoba memberikan ruang
pada munculnya partisipasi anggota organisasi.
Pada akhir 1800-an sekumpulan konsep tentang teori klasik mulai dikembangkan secara ektensif. Dan pengaruh teori klasik yang kuat mengenai pengorganisasian tersebut tetap sangat
besar. Efeknya dapat terlihat dalam
berbagai seluk-beluk organisasi yang sebenarnya. Pengorganisasian yang berdasarkan birokrasi dan beberapa komponen lainnya dari teori klasik keberadaannya telah terdapat pada ribuan tahun. Seperti adanya birokrasi-birokrasi besar pada zaman Mesir kuno yang dikembangkan sepenuhnya di China dan juga di kerajaan Romawi. Gereja Katholik Romawi telah memanfaatkan banyak unsur dari teori klasik itu untuk hampir selama dua ribu tahunan. Jadi, konsep-konsep klasik dan pemakaiannya telah berlangsung meliputi beberapa abad. Teori klasik berkembang dalam tiga jalur yaitu birokrasi, teori administratif, dan manajemen secara ilmiah. Ketiganya dikembangkan dengan perkiraan waktu yang sama (kira-kira tahun 1900-1950). Ketiganya sangat berkaitan erat untuk itu dianalisa secara bersama (Gullet & Hicks, 1987). MANAJEMEN ILMIAH (Langsung dari praktek manajemen memusatkan Aspek Mikro sebuah organisasi. Semua teori diatas dikembangkan sekitar tahun 1900-1950. Pelopor teori ini kebanyakan dari sebuah negara berbentuk kerajaan “Mesir, Cina & Romawi”.) BIROKRASI (Dikembangkan dari Ilmu Sosiologi) ADMINISTRASI (Langsung dari praktek manajemen memusatkan Aspek Makro sebuah organisasi).
MANAJEMEN ILMIAH (SCIENTIFICS MANAGEMENT) Tokoh-tokoh dari aliran manajemen ilmiah adalah Frederick W. Taylor, Frank and Lilian Gilberth, Henry L. Gant, Harrington Emerson, Morris L. Cook. Frederick W. Taylor Awal terjadinya teori klasik ditandai oleh terbitnya buku karya Frederick W. Taylor (1911) yang berjudul “Principles of Scientific Management ” yang lebih dikenal dengan istilah scientific management atau manajemen ilmiah. Taylor adalah seorang manjer dari perusahaan baja di Pennsylvania sejak tahun 1890 sampai permulaan abad ke-20. Dia telah banyak mengadakan eksperimen-eksperimen salah satunya yaitu mengenai cara pemotongan baja, pada akhirnya ditemukan “Cara Terbaik yang Seragam (One Best Way)”. Setelah sukses dengan eksperimennya, kemudian Taylor dengan otak ilmiahnya berusaha mencoba berpikir apakah metode One Best Way-nya setelah kembali di perbaiki, dan diperhalus dapat diterapkan dalam bidang usaha manusia yang lebih kompleks. Taylor dan para pengikutnya mengadakan uji coba di berbagai industri, yang kemudian di dapat kesimpulan bahwa memang terdapat cara-cara yang baru yang bersifat ilmiah yang mengakibatkan usaha-usaha menjadi lebih efektif, efisien dan ekonomis. Metode ini dan semangat yang baru ini disebut Scientific Management (manajemen ilmiah). Ada hal yang menarik dari karya Taylor ini, dimana Taylor ketika itu berjuang untuk membela ide-idenya di depan sekelompok wakil rakyat pada tahun 1912, karena pada saat itu banyak pihak yang menolak idenya tersebut, karena dianggap akan mengakibatkan kerja lebih berat dan pemecatan para pekerja. Dalam pidatonya, Taylor mengatakan: Manajemen ilmiah bukanlah merupakan alat untuk menghasilkan efesiensi, bukan pula semacam alat untuk menjamin adanya efesiensi; dan bukan juga seperangkat alat untuk mencapai efesiensi. Dan bukan merupakan sistem baru untuk menghitung biaya; bukan rencana baru untuk
mengubah orang; bukan sistem gaji tambahan, bukan rencana untuk mengubah orang; bukan bermaksud mengawasi seseorang sambil membawa ‘stopwatch’, lalu menulis laporan tentang dia; bukan studi mengenai waktu; bukan studi mengenai dinamika ataupun analisis mengenai gerak-gerik manusia; bukan pencetakan dan penggarisan dan pengedaran satu atau dua ton formulir dan memberikannya kepada sekelompok orang sambil berkata, “inilah sistem kalian, pakailah!” ini bukan sistem mandor yang terpisahpisah atau mandor yang fungsional; dia bukan alat di manapun yang diingat oleh kebanyakan orang apabila manajemen ilmiah sedang dibicarakan..... (Koontz, Harlod, et al., 1992: 36) Pada pokoknya, manajemen ilmiah mencakaup suatu revolusi mental yang lengkap pada pihak pekerja yang terlihat dalam usaha atau industri tertentu, suatu revolusi mental lengkap pada pihak orang-orang itu mengenai kewajiban-kewajiban mereka terhadap pekerjaan mereka terhadap sesama mereka dan majikan mereka. Untuk mendukung revolusi mental tersebut taylor dalam Koontz, Harlod, et al. (1992: 37) mencoba menyusun prinsipprinsip dasar, yang menurutnya mendasari pendekatan ilmiah: Menggatikan cara asal-asalan dengan ilmu (pengetahuan yang tersusun); Mengusahakan keharmonisan dalam gerakan kelompok, dan bukannya perpecahan; Mencapai kerjasama manusia, dan bukannya individualisme yang kacau; Bekerja untuk output yang maksimum, dan bukannya output yang terbatas. Mengembangkan semua pekerja sampai taraf yang setinggi-tingginya, untuk kesejahteraan maksimum mereka sendiri dan perusahaan mereka. Buku-buku Taylor yang terkenal adalah "Shop management” (1930), Principles Of Scientific Management” (1911), dan "Testimory Before Special House Committee” (1912). Dan pada tahun 1947, ketiga buku tersebut digabungkan dalam 1 (satu) buku dengan judul "Scientific Management”. Henry L. Gantt (1861-1919) Gantt memiliki profesi yang sama seprti Taylor, seorang insinyur mesin, bergabung dengan Barth dan Taylor di Midvale Steel Company pada tahun 1887. Dia terus mendampingi Taylor dalam berbagai tugasnya sampai
tahun 1901, ketika dia membuat konsultan tekniknya sendiri. Gantt lebih berhati-hati dibandingkan Taylor dalam menjual dan menerapkan metodemetode manajemen ilmiahnya. Sumbangan Gantt yang terkenal adalah sistem bonus harian dan bonus ekstra untuk para mandor. Gantt juga memperkenalkan sistem "Charting" yang
terkenal
dengan
"Gantt
Chart".
Ia
menekankan
pentingnya
mengembangkan minat hubungan timbal balik antara manajernen dan para karyawan, yaitu kerja samna yang harmonis. Gantt beranggapan bahwa unsur manusia sangat penting sehingga menggarisbawahi pentingnya mengajarkan, mengembangkan pengertian tentang sistem pada pihak karyawan dan manajemen, serta perlunya penghargaan dalam segala masalah manajemen. Metodenya
yang
terkenal
adalah
rnetode
grafis
dalam
menggambarkan rencana-rencana dan memungkinkan adanya pengendalian manajerial yang lebih baik. Dengan rnenekankan pentingnya waktu maupun biaya dalam merencanakan dan rnengendalikan pekerjaan. Hal ini yang menghasilkan terciptanya "Gantt Chart" yang terkenal tersebut. Teknik ini pelopor teknik-teknik modern seperti PERT (Program Evaluation and Review Techique) atau Teknik Evaluasi dan Tinjauan Program dan juga dianggap oleh beberapa ahli sejarah sosial sebagai penemuan sosial yang paling penting dari abad ke dua puluh. The Gilberth (Frank B. Gilbreth: 1868-1924 dan Lilian Gilbreth: 18781972) Frank dan Lilian merupakan suami isteri yang berkecimpung dalam mengembangkan manajemen ilmiah, Frank adalah pelopor study gerak dan waktu (time and motion study), mengemukakan beberapa teknik manajemen yang diilhami oleh pendapat Taylor. Dia tertarik pada pengerjaan suatu pekerjaan yang memperoleh efesiensi tinggi. Sedangkan Lilian Gilberth cenderung tertarik pada aspek-aspek dalam kerja, seperti penyelesaian penerimaan tenaga kerja baru, penempatan dan latihan bagi tenaga kerja baru. Bukunya yang berjudul “The Pshicology of Management”, menyatakan bahwa tujuan akhir manajemen ilmiah yaitu membantu para karyawan untuk meraih potensinya sebagai makhluk hidup.
Perhatian atas keilmuan tersebut menghasilkan gabungan bakat yang jarang terjadi. Sebab itu tidak mengherankan bahwa Frank Gilberth lama menekankan bahwa dalam menerapkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah, pertama-tama harus memandang para pekerja dan mengerti kepribadian mereka serta kebutuhan mereka. Kemudian Frank dan Lilian juga menyimpulkan bahwa bukannya sifat pekerjaan yang membosankan itu yang menyebabkan begitu banyak ketidakpuasan di antara para pekerja, tetapi karena kurangnya perhatian dari pihak manajemen terhadap para pekerja (Koontz, Harlod, et al., 1992: 39) Herrington Emerson (1853-1931) Emerson termasuk yang setaraf dengan Taylor, tetapi karyanya bergerak ke arah yang berbeda. Ia bekerja dengan keras tanpa melakukan kontak dengan perintis-perintis lainnya mengenai manajemen ilmiah dan menegaskan “produktivitas yang besar dari organisasi yang benar”. Prinsip pokoknya adalah tentang tujuan, dimana dari hasil penelitiannya menunjukan kebenaran prinsip yaitu bahwa uang akan lebih berhasil bila mengetahui tujuan penggunaannya. Bukti dari pendapat Emerson yaitu adanya istilah Mangement by Objective (MBO). Dikemukakan 12 prinsip efesiensi untuk mengatasi pemborosan dan ketidak-efisenan, yaitu: Cleraly defined ideals (memberi batasan tujuan dengan jelas) Common sense (pikiran yang sehat) Competent casual (nasihat—konsultasi yang konsekuen) Dicipline (tata tertib) The fair deal (penjelasan yang jujur) Reliable (laporan yang dapat dipercaya) Give an order, planning and scedulling (pengiriman—penyaluran) Scedul, standard working and time (standarisasi dan penjadwalan) Standard condition ( keadaan yang distandarkan) Standard operation (standarisasi operasi) Written standard practice instruction (penggubahan instruksi praktis yang standar) Effeciency reward (penghargaan keefektifan) (Hicks & Gullet, 1987: 303304) Morris L. Cooke (.....) Cooke fokus pada prinsip-prinsip dan teknik-teknik manajemen ilmiah pada bidang pemerintahan dan pendidikan. Jadi ia memperlihatkan bahwa manajemen ilmiah mempunyai aplikasi dalam setiap corak organisasi. Ia
juga mendorong partisipasi pada setiap pegawai dalam mewujudkan ‘satu cara terbaik’. Dalam hal ini ia sangat berbeda dengan Taylor, yang secara langsung menegaskan bahwa hanya seorang ahli analisa yang dapat menyelenggarakan fungsi-fungsi ini. Cooke telah memberikan nasihat khusus bagi para pengelola universitas (misalnya, lebih menekankan kepada mutu pengajaran/pemberian kuliah) yang dipercaya seperti yang baru saja digubahnya (Hicks & Gullet, 1987: 304) TEORI BIROKRASI Pendekatan manajemen organisasi yang sistematis. Salah satu prinsip manajemen ilmiah yang mempunyai perhatian terhadap masalah-masalah manajemen tersebut, yaitu Max Weber (1684-1920). Max Weber merupakan Pakar Ilmu Sosial Jerman yang pengaruhnya dikenal pada sosiologi modern dan sejarah gagasan. Dia memperoleh pendidikan di Universitas Hiedelberg, gelar ahli hukum dan doktor ekonomi diraihnya di Universitas Berlin. Menurut pandangannya peradaban barat ditandai oleh kecenderungan orang Eropa untuk menyukai organisasi, rasionalisasi dan birokrasi baik dalam bidang Pemerintahan, Politik Praktis maupun LSM. Max Weber mengembangkan teori “Manajemen Birokrasi”. Ia menekankan pada kebutuhan
akan penetapan hierarki yang sempurna
ditentukan oleh penetapan peraturan dan garis wewenang yang jelas. Dikemukakan oleh Max Weber dalam buku “The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism” dan “The Theory of Social and Economic Organization”. Istilah Birokrasi berasal dari kata Legal-Rasional: “Legal” disebakan adanya wewenang dari seperangkat aturan prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas. Sedangkan “Rasional” karena adanya penetapan tujuan yang ingin dicapai. Karekteristik-karekteristik birokrasi menurut Max Weber: Pembagian kerja yang jelas Pembagian kerja atau spesialisasi harus sesuai dengan kemampuan seseorang. Hierarki wewenang dirumuskan dengan baik Sentralisasi kekuasaan berdasarkan suatu hierarki dengan pemisahan jelas peringkat atas dan bawah. Program rasional Untuk mencapai tujuan seleksi dan promosi personalia didasarkan atas kecakapan teknis, dan pendidikan latihan serta persyaratan lain yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan pelaksanaan tugas. Sistem dan prosedur. Bagi penanganan situasi Perlu catatan tertulis demi kesinambungan, keseragaman dan transaksi Sistem aturan yang mencakup hak-hak dan kewajiaban-kewajiban posisi para pemegang jabatan. Hubungan antar pribadi bersifat impersonal Ada pemisahan antara masalah pribadi dengan masalah formal organisasi. Webber memiliki pandangan yang berbeda dengan Taylor dan Fayol, Webber memiliki pendekatan yang lebih luas terhadap organisasi ketika dia memasukan perspektif sosial dan sejarah. Dia percaya bahwa memahami organisasi dan strukturnya dapat ditemukan dalam konteks sejarah dan dia mengembangkan aturan yang ideal dalam organisasi, yang direfleksikan dalam pandangannya, yaitu pegawai publik (Jorgen Laegaard, 2006). Menurut Webber: The public employee must act as if the superior’s interest were his own and thus stay in his bureaucratically assigned role. Bureaucracy must consist of neutral professional public employee, so that the organizational hierarchy can function as smoothly and effectively as possible. (pegawai publik harus bertindak atas kepentingan atasannya itu sendiri dan dengan demikian tetap dalam peran birokrasi yang ditugaskan. Birokrasi harus terdiri dari pegawai publik profesional yang netral sehingga hierarki organisasi dapat berfungsi selancar dan seefektif mungkin) Max webber mempertimbangkan struktur formal sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan yang berbeda. Persepsi ini masih dalam tahap hypothesa oleh para penganalisa diantaranya para praktisi dan ilmuwan. Hipotesa yang sederhana seperti di gambar ini, yaitu struktur sebagai penghubung antara strategi dan implementasi. Strategy—Formal Structure—Activities and Implementations—Result Dalam rantai seperti ini, struktur formal akan diasumsikan sebagai posisi yang sangat central. Tugasnya adalah untuk menerjemahkan strategi untuk tingkat organisasi. Jika manajemen membuat kesalahan serius dalam menerjemahkan strategi, maka ini akan mempersulit manajemen dalam mencapai tujuan. Webber bekerja sangat rinci mengenai alasan untuk membangun struktur hirarkis, dan alasan utama tersebut yaitu: Hierarchy is caused by size
Hierarchy is caused by complexity Hierarchy is caused by internal and eksternal conflicts Hierarchy is caused by people’s need for management Hierarchy is caused by class struggle
Kritik terhadap terori birokrasi Menurut Eko Prasojo (2003) dalam Teguh Kurniawan (2007) terdapat setidaknya dua titik kritis terhadap birokrasi Weberian, yaitu pertama, dalam hubungan antara masyarakat dan negara, implementasi birokrasi ditandai dengan meningkatnya intensitas perundang-undangan dan juga kompleksitas peraturan; kedua, struktur birokrasi dalam hubungannya dengan masyarakat seringkali dikritisi sebagai penyebab menjamurnya meja-meja pelayanan sekaligus menjadi penyebab jauhnya birokrasi dari rakyat. Peningkatan intensitas dianggap memiliki resiko di mana pada akhirnya akan menyebabkan intervensi negara yang akan menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat dan pada akhirnya menyebabkan biaya penyelenggaraan birokrasi menjadi sangat mahal. Model birokrasi telah menerima image publik yang buruk dalam beberapa tahun belakangan ini karena formalitas yang ekstrim dan kakunya organisasi birokrasi tersebut. Akan tetapi, dalam penerapannya di jaman modern seperti sekarang ini, “birokrasi dunia seringkali dijadikan untuk mengkritik kegagalan mengalokasikan kewenangan dan tanggung jawab, kaidah dan rutinitas yang kaku, kesalahan resmi, kinerja yang lamban, buck-passing, prosedur yang bertentangan dan arahan, duplikasi usaha, membangun kerajaan, terlalu banyak kekuasaan yang pegang oleh orang yang salah, pemborosan sumber daya, dan inertia” (Hick & Gullett, 1975: 128). Birokrasi dunia, seringkali menjadi sinonim dengan ketidakefisienan organisasi, formalitas, dan lemahnya kepekaan. Bradley dan Baird (1980: 10) menyatakan bahwa “keluhan terhadap birokrasi begitu banyak: ia telah disalahgunakan karena kreativitas individu yang bersemangat, mendukung kesesuaian dan modifikasi kepribadian.
TEORI ADMINISTRASI Teori ini dikembangkan oleh Henry Fayol, Lyndall Urwick dari Eropa dan James D. Mooney, Allen Reily dari Amerika. Henry Fayol (1841-1925) Fayol adalah seorang insinyur bangsa Perancis bekerja pada industry pertambangan. Berdasarkan analisanya ia, menarik kesimpulan bahwa prinsip-prinsip pokok daripada administrasi dapat diterapkan/dijalankan pada semua bentuk daripada organisasi. Hasil karya ilmiahnya yang utama ialah: Administration
Industrielle
et
Generale
(General
and
Industrial
Administration). Dalam analisanya, H. Fayol pendekatannya mendasarkan diri atas Administrative Management (managemen administratif), Yang dimaksud dengan Administrative Management ialah suatu pendekatan dari Pimpinan atas sampai ke tingkat pimpinan yang terbawah sekalipun, termasuk para pekerjanya. Fayol
meletakkan
sejumlah
prinsip-prinsip
umum.daripada
Administrasi yang dipergunakan sebagai suatu rangka salah satu daripada bab Bukunya. la membagi prinsip-prinsip itu menjadi 14 (empat belas) bagian yaitu: Pembagian pekerjaan (Division of Work), yaitu sernakin mengkhusus manusia dalam pekerjaannya, semakin efisien kerjanya, seperti terdapat pada ban berjalan. Kewenangan dan tanggung jawab (authority and responsibility), diperoleh melalui perintah dan untuk dapat memberi perintah haruslah dengan wewenang formil. Walaupun demikian wewenang pribadi dapat mernaksa kepatuhan orang lain. Disiplin (discipline) dalam arti kepatuhan anggota organisasi terhadap aturan dan kesempatan. Kepemimpinan yang baik berperan penting bagi kepatuhan ini dan juga kesepakatan yang ad ii, seperti penghargaan terhadap prestasi serta penerapan sangsi hukum secara adil terhadap yang menyimpang. Kesatuan komando (Unity of command), yang berarti setiap karyawan hanya menerima perintah kerja dari satu orang dan apabila perintah itu datangnya dari dua orang atasan atau lebih akan timbul pertentangan perintah dan kerancuan wewenang yang harus dipatuhi. Kesatuan pengarahan (Unity of Direction), dalam arti sekelompok kegiatan yang mempunyai tujuan yang sarna yang harus dipimpin oleh seorang manajer dengan satu rencana kerja. Menomorduakan kepentingan perorangan terhadap terhadap kepentingan
umum (Subordination of Individual Interest to General Interes), yaitu kepentingan perorangan dikalahkan terhadap kepentingan organisasi sebagai satu keseluruhan. Renumerasi Personil (Renumeration of Personnel), dalam arti imbalan yang adil bagi karyawan dan pengusaha. Sentralsiasi (Centralisation), dalam arti bahwa tanggung jawab akhir terletak pada atasan dengan tetap memberi wewenang memutuskan kepada bawahan sesuai kebutuhan, sehingga kemungkinan adanya desentralisasi. Rantai Skalar (Scalar Chain), dalam arti adanya garis kewenangan yang tersusun dari tingkat atas sampai ke tingkat terendah seperti tergambar pada bagan organisasi. Tata-tertib (Order), dalam arti terbitnya penempatan barang dan orang pada tempat dan waktu yang tepat. Keadilan (Equity), yaitu adanya sikap persaudaraan keadilan para manajer terhadap bawahannya. Stabilitas masa jabatan (Stability of Penure of Personal) dalam arti tidak banyak pergantian karyawan yang ke luar masuk organisasi. Inisiatif (Initiative), dengan memberi kebebasan kepada bawahan untuk berprakarsa dalam menyelesaikan pekerjaannya walaupun akan terjadi kesalahan-kesalahan. Semangat Korps (Esprit de Corps), dalam arti meningkatkan semangat berkelompok dan bersatu dengan lebih banyak menggunakan komunikasi langsung daripada komunikasi formal dan tertulis. Fayol membagi kegiatan industri menjadi 6 kelompok: Kegiatan Teknikal (Produksi, Manufaktur, Adaptasi) Kegiatan Komersil (Pembelian, Penjualan, Pertukaran) Kegiatan Financial (penggunaan optimum modal) Kegiatan Keamanan Kegiatan Akuntansi Kegiatan Manajerial atau “Fayol’s Functionalism” yaitu: Perencanaan (planning) berupa penentuan langkah-langkah yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Pengorganisasian dan (organizing), dalam arti mobilisasi bahan materiil dan sumber daya manusia guna melaksanakan rencana. Memerintah (Commanding) dengan memberi arahan kepada karyawan agar dapat menunaikan tugas pekerjaan mereka Pengkoordinasian (Coordinating) dengan memastikan sumber-sumber daya dan kegiatan organisasi berlangsung secara harmonis dalam mencapai tujuannya. Pengendalian (Controlling) dengan memantau rencana untuk membuktikan apakah rencana itu sudah dilaskanakan sebagaimana mestinya.
James D. Mooney & Allen Reilly (1931) James D. Mooney adalah seorang eksekutif General Motors. Menerbitkan sebuah buku “ONWARD INDUSTRY” inti dari pendapat mereka adalah “koordinasi merupakan factor terpenting dalam perencanaan organisasi”. Tiga prinsip yang harus diterapkan dalam sebuah organisasi menurut mereka adalah: Prinsip Koordinasi (the coordinatifve principle); Prinsip Skalar & Hirarkis (the scalar principle); Prinsip Fungsional (the functional principle); Azas Staf (the staff principle).
Lyndall Urwick (1937) Pada tahun 1937 Luther H. Gulick Lyndall Urwick mengemukakan tulisannya Paper On The Science Of Administration. Menurutnya, prinsip adalah amat penting bagi administrasi sebagai suatu ilmu. Adapun letak dimana prinsip itu akan dipakai tidak begitu penting. Focus memegang penting dalam peranan dibandingkan atas locus. Prinsip adminstrasi yang terkenal dari Gulick dan Urwick adalah POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing, Directing, Coordinating, Reporting, Budgeting). Walaupun sebagian besar orang menamakan masa-masa ini adalah masa ortodok kesiangan bagi administrasi Negara. Akan tetapi inilah cara yang bias diteliti dari paradigma kedua. Banyak kritik yang dilemparkan kepada teori organisasi dan peranannya terhadap prilaku manajer yang efektif. Juga keyakinannya bahwa prinsip-prinsip manajemen itu dapat diajarkan dan dipelajari. Kritik terhadap teori salah satu datang dari Henry Mintzberg yang menyatakan bahwa teori ini hanya sesuai untuk organisasi masa lampau yang lebih stabil dengan lingkungan yang lebih mudah diramalkan. Teori ini juga terlalu berpegang kepada kewenangan formil dan sering antara satu prinsip tidak sejalan dengan prinsip lainnya, seperti antara prinsip “Division of Labor” dengan “Unity of Command”.
Dibalik Perkembangan Teori Klasik Tiga jalur teori klasik (teori manajemen ilmiah, teori birokrasi, teori administrasi) dikembangkan oleh penulis yang terpisah yang hampir bekerja secara umum dan secara bebas antara satu dengan yang lainnya. Kemudian dalam beberapa abad terakhir pada saat itu, para ahli teori administratif dan manjemen ilmiah telah membaca hasil kerja satu sama lainnya, akan tetapi suatu kekosongan komunikasi yang luas rupanya tetap ada, dalam kedua tujuannya yaitu antara para ahli teori birokrasi dan kedua golongan
lainnya, misalnya Lyndall Urwick, seorang teoriwan
administratif yang unggul, menulis bahwa ia tidak pernah mengetahui Max Webber, yang merupakan seorang penulis tentang birokrasi. Birokrasi telah dikembangkan dalam berbagai bagian oleh para ahli sosiologi, yang
secara
luas
mengusahakan
menjadi
suatu
yang
ilmiah,
memisahkannya, dari segi pandangan yang deskriptif. Teori administratif dan manjemen secara ilmiah pada pihak yang lain, dikembangkan oleh para penulis yang kepentinganya pertama-tama adalah pada perbaikan prakteknya secara langsung. Mereka itu tidak hanya merasa puas, untuk menggambarkan tentang organisasi, mereka menentukan prinsip dan praktek bagi pelaksanaan pengorganisasian yang lebih baik. (Hicks & Gullet, 1987: 204-205) Kritik terhadap teori organisasi klasik: Manusia dianggap sebagai mesin produksi Kurang memperlihatkan aspek kemanusiaan Pada sistem insentif, perusahaan lebih diuntungkan bukan pekerja.
Tanggapan atas kritik teori organisasi klasik: Tanggapan atas kritik terhadap teori organisasi klasik coba dipaparkan oleh Koontz, Harlod, et al. (1992: 49). Dalam bukunya tersebut mencoba
mengkritik para ahli yang memojokan teori organisasi klasik, membantah bahwa teori klasik menganggap manusia sebagai instrumen yang tak berdaya, serta teori klasik memandang manajemen sebagai sistem tertutup. Benarkah para ahli klasik menganggap manusia sebagai instrumen yang tak berdaya? Dari kritik tersebut diambil kesimpulan bahwa, para pengkritik itu tidak membaca buku-buku yang telah mereka kecam. Memang benar banyak industriawan yang mempelajari teknik-teknik manajemen ilmiah seperti telaah waktu dan gerak, dan mengikutinya tanpa cukup memperhatikan faktor-faktor
manusia,
sebagaian
karena
teknik-teknik
itu
cepat
membuahkan hasil, yaitu mengurangi biaya dan menaikan laba. Tetapi pengkritik yang cerdas semestinya jangan menyalahkan para ahli klasik sehubungan dengan apa yan telah dilakukan oleh para praktisi perusahaan tersebut. Benarkah para tradisionalis menggap manajemen sebagai sistem tertutup? Sulit ditemukan bukti yang memadai bahwa teori klasik menganut sistem sosial yang tertup, bahkan di dalam tulisan-tulisan para ahli teori mengenai teori klasik. Walaupun memang benar beberapa ahli telah memusatkan perhatian pada aspek-aspek manajemen internal, seperti evaluasi dan efesiensi kerja, struktur organisasi yang efektif, dan perilaku kelompok internal. Namun tidak benar bahwa para ahli teori klasik, pada umumnya telah menganggap sebagai sistem tertutup. Fayol dengan jelas mengatakan pentingnya pamasaran dan perencanaan, yang hampir tidak ada hubungannya dengan sistem tertutup. KESIMPULAN Teori organisasi klasik menguraikan anatomi organisasi formal. Unsur– unsur pokok organisasi formal yang selalu muncul dalam literatur-literatur manajemen adalah: Sistem kegiatan yang terkoordinasi
Kelompok Orang Kerjasama untuk mencapai tujuan. Organisasi formal adalah sistem kegiatan yang terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan dibawah kekuasaan dan kepemimpinan. Menurut para pengikut aliran teori organisasi klasik, adanya suatu organisasi atau koordinasi bergantung pada empat kondisi pokok. Kondisi-kondisi tersebut adalah sebagai berikut : Kekuasaan, hal ini bisa disebut sebagai sumber pengorganisasian tertinggi. (dewan direktur dalam perusahaan, para staf komandan dalam militer ) Saling Melayani, organisasi timbul karena masyarakat merasakan manfaat positif dari adanya organisasi tersebut. Doktrin, hal ini merupakan rumusan tujuan organisasi. Disiplin, disiplin ini sangat diperlukan agar organisasi dapat diarahkan, dapat dipercaya, dan mendapat dukungan dari orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya. Sedangkan dasar teori organisasi formal yaitu: Pembagian kerja (spesialisasi): bahwa dengan mengembangkan pekerjaaanpekerjaan teknis organisasi akan dicapai perbaikan hasil kerja. Proses skalar dan fungsional: Proses skalar adalah mengenai perkembangan rantai perintah yang menghasilkan pertambahan tingkat-tingkat pada struktur organisasi. Proses fungsional adalah cara organisasi untuk berkembang horizontal. Struktur: Struktur adalah hubungan antara berbagai kegiatan berbeda yang dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Teori organisasi klasik menyatakan bahwa organisasi dua struktur dasar: lini dan staf. Organisasi lini adalah berkaitan dengan rantai perintah utama yang dikembangkan langsung dari fungsi-fungsi organisasi – produksi keuangan – dan distribusi barang atau jasa (fungsi operasional). Organisasi staf berlaku sebagai penasehat dan berfungsi sebagai penyedia fasilitas untuk lini. Rentang kendali: konsep rentang kendali berhubungan dengan berapa banyak seorang atasan dapat “mengendalikan” bawahan secara efektif. Para
penulis klasik menyatakan bahwa perlu untuk membatasi rentang kendali para manajer, karena tidaklah mungkin seorang manajer melaksanakan banyak fungsi dan mencurahkan dirinya secara sama bagi tiap-tiap fungsi.
Pada tipe ini juga di kenal sebagai aliran klasik, sehingga pada dasarnya masingmasing melihat organisasi sebagai system tertutup yang diciptakan untuk mencapai tujuan dengan efisien. Pada tipe memang sangat di kenal sebagai system yang tertutup bersifat rasional dan sangat mengutamakan efisiensi dari sebuah organisasi. Adapun para pakar yang mempunyai sumbangan yang besar dalam teori ini adalah • Frederick taylor dengaan scientific managementnya • Henry Fayol dengan Prinsip-Prinsip Organisasinya • Max Weber dengan teori Birokrasinya • Ralph Dawis dengan Perencaaan Rasionalnya
Robert Owen (1771 - 1858) Charles Babbage (1792 - 1871) Frederick W. Taylor Hennry L. Gantt (1861 - 1919) Frank B dan Lillian M. Gilbreth (1868 - 1924 dan 1878 -1972) Herrrington Emerson (1853 - 1931) James D. Mooney HENRY FAYOL (1841-1925)
TEORI ORGANISASI NEOKLASIK (PADA TAHUN 1930-1960)
Perkembangan teori neoklasik Seperti teori klasik, teori neoklasik telah dikembangkan selama beberapa abad. Bagaimanapun tidak terdapat pengembangan yang intensif pada arus pemikirannya, terutama pada tahun 1920-an dan 1930-an. Sebelum menjelaskan lebih jauh mengenai teori organisasi klasik, penjelasan mengenai bagimana, dan hal apa yang mendorong terbentuknya teori organisasi ini, sangat menarik untuk dibahas. Pertimbangan terhadap dasar kefasalfahan Teori-teori klasik pada organisasi dan manajemen menegaskan tentang berbagai kualitas seperti tata-tertib, rasionalitas, dan struktur dan dengan demikian merupakan bagian dari lingkungan kefasalfahan terhadap penegasan ilmu pengetahuan dan petimbangan. Akan tetapi, persaan, sifat keharuan manusia tidak dapat dinyatakan secara lebih lanjut oleh para ahli falsafah, bagaimanapun juga meraka menginginkannya. Sifat lainnya yaitu; teori neoklasik yang secara filosofis dan methdologis menrangkan menganai pegawai secara individu dan kelompok kerjanya, sebelumnya teori klasik menempatkan perusahaan (organisasi makro) dan pekerjaannya sendiri itu sebagai unit untuk penelitian. Teori klasik memandang suatu organisasi sebagai suatu struktur yang impersonal. Secara kebalikannya, teori neoklasik menegaskan orang-orangnya mengenai hal itu. Teori neoklasik sangat mengakui eksistensi kelompok kerja. Perspektif berdasarkan sejarah Gerakan neoklasik berkembang secara paralel dengan bidang-bidang sosiologi dan psikologi. Dalam kurun waktu 1930-an, gerakan sosial politik yang begitu penting seperti pemerintah yang memberikan harapan terhadap para pekerja. Penelitian Hawthrone telah mengaskan elemen utama dari gerakan hubungan manusia. Walaupun banyak kritik, akan tetapi memberikan kontribusi bagi gerakan hubungan manusia, yang kemudia gerakan hubungan manusia telah berlangsung dengan mantap pada tahun 1940-an dan 1950-an di Amerika Serikat. Program yang tidak terhitung mengani manajemen personalia, tunjangan bagi karyawan dan jaminan kerja, dan publikasi perusahaan bagi para karyawan merupakan contoh dari konsep mengenai neokalasik yang telah dilaksanakan. Hubungan pada teori klasik
Teori neoklasik pada dasarnya diwujudkan atas keberhasilan, bukan kegagalan. Sendi-sendi pendekatan yang klasik (tata-tertib, rasionalitas, struktur) telah digubah bukan diganti oleh gerakan neoklasik. Kemungkinan pendekatan yang klasik telah demikian berhasil sehingga hal itu memungkinkan terlaksananya pendekatan yang neoklasik. Moral Pemenuhan moral oleh beberapa anggota pada gerakan hubungan manusia telah merusak nama baiknya. Para ahli klasik telah dikritik terhadap perhatiannya dan pemikirannya yang mandiri atas produktivitas organisasi dan pengabaian aspek-aspek kemanusiaan. Sumbangan terhadap pergerakan Neoklasik menkankan pada individu, kelompk kerja, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan yang ternyata secara luas telah banyak disetujui. Gerakan neoklasik atau hubungan manusia telah memberikan sumbangan yang terus menerus dengan mengurangi struktur teori klasik yang kaku dan impersonal serta mempertimbangkan setiap orang sebagai individu yang berperasaan dan oengaruh sosial yang sangat mempengaruhi prestasi kerjanya. Tokoh-tokoh dalam aliran Neoklasik: Hugo Munsterbeg: Hugo Munsterbeg diakui secara luas sebagai penemu psikologi industri, Hugo Munsterbeg menerbitkan buku pedomannya, Psychology and Industrial Efficiency, yaitu pada tahun 1913. Buku ini menjembatani secara penting antara manajement ilmiah dan teori neoklasik yang matang, yang telah berkembang sekitar tahun 1930-an. Munsterbeg memberikan apresiasi terhadap karya-karya tokoh manajemen ilmiah. Menurutnya apa yang dicoba dikembangkan oleh Taylor adalah merupakan ide yang sangat cemerlang. Munsterbeg bekerja untuk menentukan ‘bagaimana sedapat mungkin mendapatkan orang yang terbaik, bagaimana sedapat mungkin menghasilkan pekerjaan yang terbaik., dan bagaimana untuk melindungi dampak yang mungkin paling baik. Munsterbeg mengembangkan tes-tes psikologis secara ilmiah yang akan memperkenalkan atau menunjukan hal-hal yang mudah mendapat kecelakaan yaitu pekerjaan yaitu pekerjaan pekerjaan juru mesin kereta api listrik, nakhoda-nakhoda kapal yang mungkin membuat keputusan yang benar dalam suatu kondisi darurat. Ia juga mengadakan pengkajian yang sama terhadap
beberapa pengusaha lainnya. Ia berusaha untuk mendapatkan orang yang terbaik bagi suatu pekerjaan dan ia juga melakukan penelitian dan merancang pekerjaan itu sendiri untuk dihadapkan pada keseimbangan yang lebih mendekatkan dengan sifat-sifat dan kemampuan manusia. Ia meneliti secara monoton dan meletihkan, penyesuaian secara psikologis, dan semua faktor yang dapat mempengaruhi secara kuat dan prestasi kerjanya.
Pada tipe masih berlandaskan atau menganut system tertutup artinya tipe ini organisasi tidak berhubungan dengan pihak luar teme umum diantara para teori tikus adalah pengakuan mengenai sifat social dari organisasi. Teori tikus tersebut memandang organisasi sebagai suatu yang terdri dari tugas-tugas maupun manusia. Para teori tikus tipe dua mewakili pandangan dari sisi manusianya dibandingkan sisi mesin pada tipe pertama. Adapun para pakar yang mempunyai sumbangan yang besar dalam teori ini adalah • Elton mayo dengan kajian hawthornenya • Chester Bernard dengan system Kerjasamanya • Douglas McGregog dengan Teory X- dan Teori Ynya • Warren Bennis dengan Matinya Birokrasi
Abraham maslow Douglas Mc Gregor Dengan teori X dan teori Y. Frederich Herzberg Rensis Likert Rensis Likert dan koleganya dari Institute for Social Research di Universitas Michigan menekankan perlunya untuk mempertimbangkan sumber daya manusia dan sumber dana secara seimbang sebagai harta yang memerlukan adanya manajemen yang baik. sebagai hasil dari studi penelitian perilaku dalam berbagai organisasi, Likert mengadakan program perubahan organisasi dalam berbagai bidang industri. Program tersebut dimaksudkan untuk membantu organisasi bergerak dalam asumsi teori X dan Y. Dan Likert menemukan bahwa manajemen yang umum diterapkan dalam organisasi-organisasi dapat dilukiskan pada suatu kontinum dari sistem 1 hingga sistem 4.
sistem 1 berorientasi pada tugas dengan gaya manajemen otoriter yang sangat terstruktur; sistem 4 adalah gaya manajemen yang berorientasi pada hubungan dan berdasarkan pada kelompok, kepercayaan timbal balik, dan rasa yakin. Sistem 2 dan 3 berada pada tahap menengah di antara keduanya ekstrim tersebut, yang kurang lebih dekat dengan asumsi teori X dan Y. Untuk memperlancar analisis perilaku perusahaan, kelompok Likert menyusun suatu instrumen yang memungkin anggota mengangkat organisasi mereka dalam kaitannya dengan sistem manajemen yang diterapkan. Instrumen itu dirancang bangun untuk mengumpulkan data tentang sejumlah karakteristik pengoperasian organisasi. Karakteristik tersebut mencakup kepemimpinan, motivasi, komunikasi, pengambilan keputusan, interaksi dan organisasi. Fred Fiedler Chris Argyris Chris Argyris, dari Universitas Harvard berupaya membandingkan nilai-nilai birokrasi/piramid (organisasi yang menerapkan asumsi teori X tentang manusia) yang masih mendominasi organisasi-organisasi umumnya dengan sistem nilai yang lebih manusiawi/demokratis (organisasi yang menerapkan asumsi teori Y tentang manusia). Sistem nilai Biroratis/Piramid
Sistem Nilai Manusiawi
Hubungan manusia yang penting— yang paling krusial—adalah hubunganhubungan yang berkaitan dengan pencapaian sasaran organisasi, yaitu penyelesaian pekerjaan
Hubungan manusia yang penting tidak hanya hubungna-hubungan yang berkaitan dengan pencpaian sasaran organisasi tetapi juga hubungan yang berkaitan dengan upaya membina sistem internal organisasi dan upaya mengadaptasi terhadap lingkungan
Efektivitas hubungan manusia meningkat pada suatu perilaku makin rasional, logis, dan dikomunikasikan dengan jelas; tetapi efektivitas menurun ketika perilaku makin lebih emosional
Efektivitas hubungan manusiawi meningkat pada saat semua perilaku yang relevan (rasional dan antar pribadi) makin disadari, dapat didiskusikan, dan dapat dikendalikan.
Hubungan manusiawi termotivasi paling efektif dengan pengarahan, wewenang, kontrol yang ditetapkan dengan jelas, serta adanya ganjaran dan hukuman yang tepat yang menekankan perilaku rasional dan pencapaian tujuan.
Di samping pengarahan, kontrol, serta ganjaran dan hukum, hubungan manusiawi dapat dipengaruhi paling efektif melalui hubungan autentik, commitment internal, keberhasilan psikologis, dan proses konfirmasi.
Eric Berne Sebagimana terbukti dari hasil kerja Likert, sistem 4 merupakan gaya manajemen yang memiliki kemungkinan berhasil terbesar dalam menghasilkan produktivitas jangka panjang. Teori yang disampaikan oleh Eric Berne yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai cara yang lebih tepat untuk memprediksi tanggapan karyawan terhadap tindakan pimpinan, dengan menggunakan Analisis transaksi (AT). Analisis Transaksi (AT) merupakan metode analisis dan pemahaman perilaku yang dikembangkan oleh Eric Berne, dan kemudian dipopulerkan melalui tulisan –tulisan Thomas Harris, Muriel James dan Dorothy Jongeward, serta Abe Wagner. Konsep AT pada dasarnya dikembangkan atas psikologi Freudian. Dengan demikian salah satu kontribusi teoritis AT adalah bahwa mereka telh meminjam konsep tersebut dari Freud dan menerjemahkannya secara operasional sehingga dapat dipahami setiap orang dan, tanpa perlu dilatih oleh para psikiater, dapat menggunakannya untuk tujuan-tujuan diagnostik dalam memahami alasan di balik perilaku orang-orang.
Edgar Schein
Teori peralihan dari teori organisasi klasik dilanjutkan oleh periode peralihan yang diwakili antara lain oleh 3 (tiga) orang tokoh manajemen yaitu: Mary Parker Folett (1868-1933) Mari percaya bahwa adanya hubungan yang harmonis antara karyawan dan manajemen brdasar persamaan tujuan, namun tidak sepenuhnya benar untuk memisahkan atasan sebagai pemberi perintah dengan bawahan sebagai
penerima
perintah.
Beliau
menganjurkan
kedudukan
kepemimpinan dalam organisasi, bukan hanya karena kekuasaan yang
bersumber dari kewenangan formil, tapi haruslah berasal dari pada pengetahuan dan keahliannya sebagai manajer. Oliver Sheldon (1894 -1951) Filsafat rnanajemen yang pertama kali ditulis dalam bukunya pada tahun 1923, yang menekankan tentang adanya tanggung jawab sosial dalam dunia, usaha, sehingga etika sarna pentingnya dengan ekonomi alam manajemen, dalam arti melakukan pelayanan barang dan jasa yang tepat dengan harga yang wajar kepada masyarakat. Manajemen juga harus memperlakukan pekerja dengan adil dan jujur. Beliau menggabungkan nilai-nilai efisiensi manajemen ilmiah dengan etika pelayanan kepada masyarakat. Ada 3 prinsip dari Oliver, yaitu : Kebijakan, keadaan dan metoda industri haruslah sejalan dengan kesejahteraan masyarakat. Manajemen seharusnyalah mampu menafsirkan sangsi moral tertinggi masyarakat sebagai keseluruhan yang memberi makna praktis terhadap gagasan keadilan sosial yang diterima tanpa prasangka oleh masyarakat. Manajemen dapat mengambil prakarsa guna meningkatkan standar etika yang umum dan konsep keadilan sosial. Chester L. Barnard (1886 -1961) Berdasarkan kesukaannya dalam bacaan-bacaan sosiologi dan filsafat, kemudian Bernard merumuskan berbagai teori tentang kehidupan organsasi. Menurut dia rnanusia itu masuk organisasi karena ingin mencapai tujuan pribadinya melalui pencapaian tujuan organisasi yang tak mungkin dapat dicapainya sendiri. Chester L. Bernard beasumsi bahwa perusahaan akan berjalan efisien dan hidup terus, apabila dapat menyeimbangkan antara pencapaian tujuan dan kebutuhan individu. Beliau juga menyatakan peranan organisasi informal sangat menentukan suksesnya suatu tujuan perusahaan. Bukunya yang terkenal berjudul "The Functions of the Executive" (1983). Yang menulis tentang rnanajer berdasarkan suatu pendekatan sistem sosial, untuk mengerti dan menganalisis fungsi-fungsi eksekutif. Ia juga memperhatikan tugas-tugas utama eksekutif dalam kegiatan beroperasi perusahaan. Adapun tugas eksekutif adalah memelihara suatu sistem usaha kerja sarna dalam organisasi formal.
TEORI ORGANISASI MODERN/CONTINGENCY (PADA TAHUN 1960-1975) Ada teori ini sudah mulai ada perubahan yang cukup signifikan dengan tipe-tipe sebelumnya sebab tipe ini sudah menganut system terbuka, artinya organisasi itu sudah mulai berhubungan dengan eksternal baik organisasi lain maupun dengan lingkunganya, sehingga didapatlah organisasi yang dinamis dan terbuka dengan hal-hal baru yang berasal dari luar organisasi itu sendiri.selain itu organisasi ini juga masih mengutamakan pada aspek rasionalitasnya.baik kekuatan belap yang mekanistik maupun kekuatan yang terang humanistic dapat memperkuat pembuktian bahwa pemecahan mereka, dan hanya pemecahan mereka, adalah yang benar untuk semua keadaan. Konflik antara tesis dan anti tesis membawa kita kepada sebuah sintesis yang member pedoman yang lebih baik bagi para manajer. Sintesis tersebut adalah pendekatan. Adapun para pakar yang mempunyai sumbangan yang besar dalam teori ini adalah : • Herbert Simon dengan Serangan Terhadap Prinsip-Prinsipnya • Katz dan Kahn Dengan Perspektif Lingkungannya • Kelompok Aston dengan Besaran Organisasinya . Alfred Korzybski, 1993, General Sementics (manusia hidup dalam tiga dunia yang berbeda, yaitu dunia peristiwa, dunia objek dan dunia simbol, menitik beratkan masalah bahasa dan komunikasi, topik: ringkasan, penyimpulan, kekakuan bahasa, lingkungan komunikasi, sifat kata-kata, dan pentingnya tanggapan), 2. Mary Parker Follet, 1920-an (keseimbangan antara perhatian individu dan organisasi; mengerjakan sesuatu sebagai jalan keluar dalam suatu semangat kerja sama; kesadaran cita-cita sehingga setiap orang adalah bagian dari suatu kelompok; dan masyarakat; dorongan individu diterima tanpa mengorbankan kepentingan organisasi), 3. Chester I. Barnard, 1938 (organisasi sebagai suatu sistem sosial yang dinamis; individu, organisasi, penyalur, dan konsumen merupakan bagian dari lingkungan organisasi; aspek organisasi formal dan informal), 4. Norbert Wiener, 1948 (menemukan sibernetika=orang=pengemudi, pengendalian sistem pada pengaruh arus balik informasi; menunjang perkembangan komputer eletronik, penggunaan komputer dalam proses pengawasan, suatu sistem terdiri atas input, proses, output, arus balik, dan
lingkungan), 5. Ludwig Von Bertalanffy, (organisasi sebagai masalah yang utama bagi seluruh kehidupan; kedinamikan, sistem, interaksional multidimensional, multi level; suatu sistem dilihat sebagai suatu kumpulan dari bagian-bagian yang saling berhubungan; suatu organisasi dalam pandangan yang modern merupakan suatu sistem).
TEORI ORGANISASI POSTMODERN/JEPANG DAN TEORI Z (PADA TAHUN 1975- SEKARANG) Tipe ini merupakan yipe yang paling terbaru dan mutakhir tentang organisasiyang pada dasarnya yang memusatkan perhatian pada sifat politis organisasi.pada tipe ini seperti tipe sebelumnya sudah menganut sisem terbuka. March dan Simon menentang gagasan klasik mengenai yang rasional ataupun optimum. Mereka mengusulkan model organisasi itu di ubah-model yang sangat berbeda dari pandangan system kerja sama yang rasional. Artinya model ini sudah sangat mengacu pada aspek social. Adapun para pakar yang mempunyai sumbangan yang besar dalam teori ini adalah : • Organisasi Pfeffer sebagai Arena politik
(Richard T.Pascall dan William Cuchi) Kombinasi antara gaya manajemen Jepang (nilai-nilai kerjasama kelompok, kepercayaan dan perasaan tanggung jawab bersama) dengan gaya manajemen Amerika (pendekatan secara struktural/formal organisasi). Manajemen Amerika 1.
Sistem kerja jangka pendek;
2.
Evaluasi dan promosi cepat;
3.
Sistem bonus dan upah berdasarkan produktivitas;
4.
Karier berdasarkan spesialisasi;
5.
Mekanisme pengawasan: hierarki;
6.
Pengambilan kepusan oleh pimpinan;
7.
Tanggung jawab individual
Ciri-Ciri Manajemen Jepang: 1.
Sistem kerja seumur hidup;
2.
Evaluasi dan promosi lama;
3.
Sistem bonus dan kemudahan kerja;
4.
Karier tidak berdasarkan spesialisasi;
5.
Mekanisme pengawasan oleh anggota kelompok;
6.
Proses pengambilan keputusan: ringi (dari tingkat bawah);
7.
Tanggung jawab kelompok dalam manajemen;
8.
Keterlibatan seluruh orang (konsumen, suplayer, orang tua pegawai).
Keunggulan Tipe Z: 1.
Jangka waktu kerja lama;
2.
Sistem evaluasi dan promosi lambat;
3.
Pengambilan keputusan: consensus dan partisipasi;
4.
Tanggaung jawab: masing-masing orang;
5.
Sifat keseluruhan (orang dihargai sebagai manusia);
6.
Egalitarianisme (persamaan hak);
Langkah-Langkah Perubahan dari Tipe A ke Tipe Z: 1.
Memahami teori z;
2.
Mengevaluasi filosofi organisasi;
3.
Melibatkan diri dalam kepemimpinan organisasi;
4. Melaksanakan filsafat organisasi dengan menciptakan struktur yang lebih fleksibel dan intensif; 5.
Mengembangkan keterampilan antara individu-individu;
6.
Mengevaluasi diri dan sistem;
7.
Melibatkan serikat pekerja;
8.
Menciptakan stabilitas kerja;
9.
Sistem kerja dengan evaluasi dan promosi lambat;
10.
Mengembangkan jalan karier;
11.
Perubahan dimulai dari tingkat atas;
12.
Menciptakan bidang-bidang untuk berprestasi;
13.
Mengembangkan hubungan menyeluruh.
POSTMODERNISME (Sebuah Gerakan Kritik Terhadap Modernisme) Oleh : M. Ja’far Nashir, M.A
A. APA ITU POSTMODERNISME ? Istilah Postmodernisme sangat membingungkan, bahkan meragukan. Asal usulnya adalah dari wilayah seni : Musik, seni rupa, roman dan novel, drama, fotrografi, arsitektur. Dan dari situ merembet menjadi istilah mode yang dipakai oleh beberapa wakil dari beberapa ilmu.[1] Dan akhirnya istilah itu oleh filosof Prancis, Jean-Francois Loyotard, dimasukkan ke dalam kawasan filsafat dan sejak itu diperjualbelikan sebagai sebuah “isme” baru. Istilah “Postmodernisme” membingungkan karena memberikan kesan bahwa kita berhadapan dengan sebuah aliran atau paham tertentu, seperti Maxisme, eksistensialisme, kritisisme, idealisme, dan lain-lain. Padahal para pemakai label itu – biasanya mereka tidak berbicara tentang “postmodernisme”, melainkan tentang “pemikiran pascamodern”, seperti misalnya Rorty atau Derrida – amat beraneka cara pemikirannya. Di Indonesia, sesuai kebiasaan, kita malah malas mengungkapkan seluruh kata “postmodernisme” dan menggantikannya dengan “posmo”, sesuai dengan gaya berfikir mitologis dan parsial dimana yang penting simbolnya saja, bukan apa yang sebenarnya dimaksud.[2] Padahal pemikiran “posmo” itu ada banyak dan tidak ada kesatuan paham. Namun benar juga, adasesuatu yang mempersatukan pendekatan-pendekatan itu, atau lebih tepatnya ada dalam filsafat modern salah satu kecenderungan yang muncul dalam bentuk-bentuk berbeda, namun ada kesamaan wujudnya, dan barangkali itulah kesamaan segala macam gaya berfikir yang ditemukan unsur “posmo”-nya itu. Dapat dikatakan bahwa “postmodernisme” lebih merupakan sebuah suasana, sebuah naluri, sebuah kecenderungan daripada sebuah pemikiran eksplisit. Kecenderungan itu lalu memang mendapat ekspresi melalui pelbagai sarana konseptual yang sangat berbeda satu sama lian. Sehingga pendekatan “postmodernisme” dapat ditentukan, misalnya, dalam Pascal (+1662), Vico (+1744), Kant (+1804), Hegel (+1831), Stirner (+1856), Nietzche (+1900), Heidegger (+1976), Popper (+1994), dan Adorno (+1969). Adalah jasa istilah “postmodernisme” bahwa dengan demikian kita memperoleh sebuah payung konseptual untuk melihat kesamaan di antara mereka itu yang umumnya justru mencolok ketidaksanaannya.[3] B. CIRI-CIRI POSTMODERNISME Akbar S. Ahmed[4] terdapat delapan karakter sosiologis postmodernisme yang menonjol, yaitu : Satu, timbulnya pemberontakan secara kritis terhadap proyek modernitas; memudarnya kepercayaan pada agama yang bersifat transenden (meta-narasi); dan
diterimanya pandangan pluralisme relativisme kebenaran. Dua, meledaknya industri media massa, sehingga ia bagaikan perpanjangan dari sistem indera, organ dan saraf kita, yang pada urutannya menjadikan dunia menjadi terasa kecil. Lebih dari itu, kekuatan media massa telah menjelma bagaikan “agama” atau “tuhan” sekuler, dalam artian perilaku orang tidak lagi ditentukan oleh agama-agama tradisional, tetapi tanpa disadari telah diatur oleh media massa, semisal program televisi. Tiga, munculnya radikalisme etnis dan keagamaan. Fenomena ini muncul diduga sebagai reaksi atau alternatif ketika orang semakin meragukan terhadap kebenaran sains, teknologi dan filsafat yang dinilai gagal memenuhi janjinya untuk membebaskan manusia, tetapi sebaliknya, yang terjadi adalah penindasan. Empat, munculnya kecenderungan baru untuk menemukan identitas dan apresiasi serta keterikatan rasionalisme dengan masa lalu. Lima, semakin menguatnya wilayah perkotaan (urban) sebagai pusat kebudayaan, dan wilayah pedesaan sebagai daerah pinggiran. Pola ini juga berlaku bagi menguatnya dominasi negara maju atas negara berkembang. Ibarat negara maju sebagai “titik pusat” yang menentukan gerak pada “lingkaran pinggir”. Enam, semakin terbukanya peluang bagi klas-klas sosial atau kelompok untuk mengemukakan pendapat secara lebih bebas. Dengan kata lain, era postmodernisme telah ikut mendorong bagi proses demokratisasi. Tujuh, era postmodernisme juga ditandai dengan munculnya kecenderungan bagi tumbuhnya eklektisisme dan pencampuradukan dari berbagai wacana, potret serpihan-serpihan realitas, sehingga seseorang sulit untuk ditempatkan secara ketat pada kelompok budaya secara eksklusif. Delapan, bahasa yang digunakan dalam waacana postmodernisme seringkali mengesankan ketidakjelasan makna dan inkonsistensi sehingga apa yang disebut “era postmodernisme” banyak mengandung paradoks[5]. Sedangkan menurut Pauline Rosenau mengatakan bahwa, postmodernisme menganggap modernisme telah gagal dalam beberapa hal penting antara lain[6] : Pertama, modernisme gagal mewujudkan perbaikan-perbaikan dramatis sebagaimana diinginkan para pedukung fanatiknya. Kedua, ilmu pengetahuan modern tidak mampu melepaskan diri dari kesewenangwenangan dan penyalahgunaan otoritas seperti tampak pada preferensi-preferensi yang seringkali mendahului hasil penelitian. Ketiga, ada semacam kontradiksi antara teori dan fakta dalam perkembangan ilmu-ilmu modern. Keempat, ada semacam keyakinan – yang sesungguhnya tidak berdasar – bahwa ilmu pengetahuan modern mampu memecahkan segala persoalan yang dihadapi manusia dan lingkungannya; dan ternyata keyakinan ini keliru manakala kita menyaksikan bahwa kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan terus terjadi menyertai perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi. Dan Kelima, ilmu-ilmu modern kurang memperhatikan dimensi-dimensi mistis dan metafisik eksistensi manusia karena terlalu menekankan pada atribut fisik individu. Postmodernisme muncul untuk “meluruskan” kembali interpretasi sejarah yang dianggap otoriter. Untuk itu postmodernisme menghimbau agar kita semua berusaha keras untuk mengakui adanya identitas lain (the other) yang berada di luar wacana hegemoni.
Postmodernisme mencoba mengingatkan kita untuk tidak terjerumus pada kesalahan fatal dengan menawarkan pemahaman perkembangan kapitalisme dalam kerangka genealogi (pengakuan bahwa proses sejarah tidak pernah melalui jalur tunggal, tetapi mempunyai banyak “sentral”) Postmodernisme mengajak kaum kapitalis untuk tidak hanya memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan keuntungan saja, tetapi juga melihat pada hal-hal yang berada pada alur vulgar material yang selama ini dianggap sebagai penyakit dan obyek pelecehan saja. Postmodernisme sebagai suatu gerakan budaya sesungguhnya merupakan sebuah oto-kritik dalam filsafat Barat yang mengajak kita untuk melakukan perombakan filosofis secara total untuk tidak lagi melihat hubungan antar paradigma maupun antar wacana sebagai suatu “dialektika” seperti yang diajarkan Hegel. Postmodernisme menyangkal bahwa kemunculan suatu wacana baru pasti meniadakan wavana sebelumnya. Sebaliknya gerakan baru ini mengajak kita untuk melihat hubungan antar wacana sebagai hubungan “dialogis” yang saling memperkuat satu sama lain. Berkaitan dengan kapitalisme dunia misalnya, Postmodenisme menyatakan bahwa krisis yang terjadi saat ini adalah akibat keteledoran ekonomi modern dalam beberapa hal, yaitu : (1) kapitalisme modern terlalu tergantung pada otoritas pada teoretisi sosialekonomi seperti Adam Smith, J.S.Mill, Max Weber, Keynes, Samuelson, dan lain-lain yang menciptakan postulasi teoritis untuk secara sewenangwenang merancang skenario bagi berlangsungnya prinsip kapitalisme; (2) modernisme memahami perkembangan sejarah secara keliru ketika menganggap sejarah sebagai suatu gerakan linear menuju suatu titik yang sudah pasti. Postmodenisme muncul dengan gagasan bahwa sejarah merupakan suatu genealogi, yakni proses yang polivalen, dan (3) erat kaitannya dengan kekeliruan dalam menginterpretasi perkembangan sejarah, ekonomi modern cenderung untuk hanya meperhitungkan aspekaspek noble material dan mengesampingkan vulgar material sehingga berbagai upaya penyelesaian krisis seringkali justru berubah menjadi pelecehan. Inkonsistensi yang terjadi adalah akibat rendahnya empati para pembuat keputusan terhadap persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Postmodernisme bukanlah suatu gerakan homogen atau suatu kebulatan yang utuh. Sebaliknya, gerakan ini dipengaruhi oleh berbagai aliran pemikiran yang meliputi Mrxisme Barat, struktualisme Prancis, nihilisme, etnometodogi, romantisisme, popularisme, dan hermeneutika. Heterogenitas inilah yang barangkali menyebabkan sulitnya pemahaman orang awam terhadap postmodernisme. Dalam wujudnya yang bukan merupakan suatu kebulatan, postmodernisme tidak dapat dianggap sebagai suatu paradigma alternatif yang berpretensi untuk menawarkan solusi
bagi persoalan-persoalan yang ditimbulkan oleh modernisme, melainkan lebih merupakan sebuah kritik permanen yang selalu mengingatkan kita untuk lebih mengenali esensi segala sesuatu dan mengurangi kecenderungan untuk secara sewenang-wenang membuat suatu standar interpretasi yang belum tentu benar. C. KRITIK TERHADAP POSTMODERNISME Menurut Magnis Suseno,[7] setidaknya ada tiga kelemahan “postmodernisme”, yaitu : 1) “Postmodernisme” buta terhadap kenyataan bahwa banyak cerita kecil menggandung banyak kebusukan. 2) “Postmodernisme” tidak membedakan antara ideologi, disatu pihak; dan prinsip-prinsip universal etika terbuka, dilain pihak. 3) Kebutaan ketiga “Postmodernisme” adalah bahwa tuntutan untuk menyingkirkan cerita-cerita besar demi cerita-cerita kecil sendiri merupakan cerita besar dengan klaim universal. Sedang menurut Ariel Heryanto[8] (dikutip dari seminar “Pascamodernisme :Relevansinya Bagi Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia Mutakhir” di Salatiga, 8-9 Oktober 1993. mengatakan bahwa : cukup banyak pendapat bahwa postmodernisme tidak perlu diperhatikan karena dianggap tidak ada yang baru darinya. Ada dua alasan yang sering dikemukakan. Postmodernisme dianggap sama dengan relativisme atau sekedar “metode kritik” yang sudah dikerjakan hampir semua isme lainnya. Bagi pihak lain postmodernisme dianggap sudah lama hadir dalam kehidupan sehari-hari, dianggap terlalu biasa dan tak pantas mendapatkan perhatian khusus. Postmodernisme juga diserang karena dua alasan lain yang saling bertolakbelakang. Disatu pihak ia dianggap berbahaya, karena dituduh bersikap terlalu luwes, penganjur “re;ativisme” yang ekstrem, terlalu permisif, membiarkan dan membenarkan apa saja, tanpa batas. Postmodernisme dianggap mengobarkan semangat anything goes (“apa pun saja boleh”). Dipihak lain postmodernisme diserang, kadang-kadang oleh pengkritik yang sama, justru karena dianggap bersikap terlalu sempit.
MOTIVASI INTERNAL
Teori kebutuhan/Kepentingan Teori kepentingan dipandang sebagai suatu bentuk dari motivasi internal karena keinginan dan kepentingan seorang individu berada pada dirinya sendiri. Motivasi untuk mengerjakan sesuatu diperoleh dari kekuatan yang ada dalam dirinya sendiri. Yang bersangkutan benar-benar menyadari beberapa kepentingannya, orang lain dibawah kesadarannya. Fakta persetujuan umum tentang teori kepentingan yaitu: Tidak ada sesuatu kepentingan yang pernah dapat dipenuhi secara sempurna, karena itu, bagaimana pemenuhan hanya merupakan sesuatu yang penting yang dibutuhkan sebelum kepentingan lainnya mampu untuk muncul Kepentingan itu berubah secara konstan dalam diri individu, dan seringkali tersembunyi dari kesadaran seseorang. Semenjak kepentingan seringkali dihubungkan dengan golongan, seringkali kepentingan tersebut saling bergantung. Contohnya, bagaimana seseorang dapat memenuhi kepentingan biologisnya akan makan, seringkali akan tergantung pada kepentingan sosialnya seperti yang ditentukan oleh status sosial-ekonominya. (Gullet&Hicks, 1987: 452-453) Hirarki Maslow pada teori Kepentingan Salah satu dari teori motivasi manusia yang sangat terkenal disusun oleh Abraham H. Maslow pada tahun 1934. Teori maslow didasarkan pada batasan sebagai berikut: Kebutuhan manusia disusun dalam suatu hirarki kepentingan, yang dimulai
dari tingkat kebutuhan yang terendah fisiologis sampai keamanan, kecintaan (sosial), penghargaan (ego), dan akhirnya pelaksanaan sendiri. Hirarki ini ‘potensi dasar’ atas pemuasan yang mendesak yang berarti bahwa kebutuhan yang mendesak akan menguasai manusia atau perhatian individu sementara kebutuhan yang kurang dari ‘potensi dasar’ diminumkan atau kurang dipentingkan, bahkan dilupakan. Manusia memiliki keinginan yang tidak ada putus-putusnya, karena itu, semua kebutuhan adalah tidak pernah dapat dipenuhi secara sempurna. Begitu kebutuhan itu dipenuhi, potensi dasarnya menjadi berkurang, dan kebutuhan lainnya muncul menggantikannya. Hal inilah yang mendorong manusia untuk selalu ingin memenuhi segala jenis kebutuhannya. Sesekali suatu kebutuhan dapat dipenuhi dengan agak baik, tidak lama setelah memotivasi tingkah laku. Manusia sleanjutnya didorong oleh tingkah ketidakpuasan yang lebih tinggi berikutnya, akan tetapi ia dapat didorong dalam suatu tujuan yang sebaliknya jika suatu tingkat kepentingan yang lebih rendah terancam. Kebutuhan itu adalah saling tergantung dan saling melengkapi. Sejak suatu kebutuhan tidak menghilang ketika yang lainnya muncul, semua kepentingan cenderung untuk dipenuhi sebagian saja dalam setiap bidangnya. (Gullet&Hicks, 1987: 453-456) Hirarki kebutuhan: Teori kebutuhan pada awalnya merupakan teori yang timbul atas penelitian yang dilakukan dalam sebuah perusahaan. Dimana mencoba menjawab tentang pola hubungan antara perilaku seseorang dengan kebutuhannya pada saat itu, dan ternyata dicapai kesimpulan bahwa perilaku seseorang pada saat tertentu biasanya ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat. Oleh karena itu penting bagi seorang manajer untuk memahami kebutuhan yang umumnya paling penting bagi manusia. Kemudian untuk menentukan kebutuhan apa saja yang paling kuat dan penting, Abraham Maslow mencoba menyusunnya dalam suatu hirarki kebutuhan (Hersey dan Balnchard, 1987: 30-35) Kebutuhan Fisiologis Kebutuhan fisiologis terlihat berada pada puncak hirarki karena cenderung memiliki kekuatan paling besar sampai hal itu terpenuhi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pokok manusia untuk mempertahankan hidupnya (makanan, pakaian, dan tempat tinggal). Pada umumnya aktivitas seseorang berada pada level ini apabila kebutuhan pokok tersebut belum terpenuhi dan karenanya kebutuhan lain kurang memotivasinya. Apabila kebutuhan fisiologis terpenuhi maka kebutuhan lain akan menjadi penting dan kebutuhan ini akan memotivasi dan mendominasi perilaku
orang yang bersangkutan Kebutuhan Rasa Aman (Security) Apabila kebutuhan fisiologis terpeuhi, maka kebutuhan akan rasa aman atau sekuriti akan menjadi lebih penting. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan untuk terbebas dari ancaman fisik dan perampasan kebutuhan pokok fisiologis, dengan kata lain ini merupakan kebutuhan akan perlindungan diri. Kebutuhan Sosial (Afiliation) Setelah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpenuhi secukupnya, selanjutnya timbul kebutuhan sosial atau afiliasi yang mendominasi struktur kebutuhan. Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, mereka memiliki kebutuhan untuk berafiliasi dan untuk diterima dalam berbagai kelompok. Apabila kebutuhan sosial sangat dominan, seseorang akan berusaha keras untuk membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Penghargaan Setelah orang-orang mulai dapat memenuhi kebutuhan untuk berafiliasi, mereka pada umumnya menginginkan lebih dari sekedar menjadi anggota kelompoknya. Selanjutnya mereka merasa membutuhkan penghargaan (harga diri dan pengakuan dari orang lain). Orang-orang pada umumnya memiliki kebutuhan akan penilaian yang tinggi tentang diri sendiri yang benar-benar di dasarkan atas kenyataan pengakuan dan rasa hormat dari orang lain. Pemenuhan kebutuhan penghargaan ini menimbulkan rasa yakin atas diri sendiri, prestise, kuasa dan kontrol. Mulai ada perasaan bahwa mereka bermanfaat dan memiliki pengaruh terhadap lingkungannya. Merujuk pada kondisi saat ini, sebagian dari masalahmasalah sosial yang dihadapi dewasa ini boleh jadi berakar pada keputusasaan untuk memenuhi kebutuhan akan penghargaan. Perwujudan diri Perwujudan diri adalah kebutuhan untuk memaksimalkan potensi, apapun potensi itu. Perwujudan diri merupakan keinginan untuk menjadi orang yang dirasakan mampu mewujudkannya dan cara pengungkapan perwujudan diri dapat berubah sepanjang daur kehidupan.
Ada hal yang menarik dari hirarki kebutuhan yang disampaikan oleh Abraham Maslow, yaitu
Maslow, dia tidak mengharuskan semua orang mengikuti pola seperti yang diuraikannya. Maslow sendiri tidaklah bermaksud menyatakan bahwa hirarki itu berlaku universal. Maslow merasa bahwa hal itu merupakan pola khusus yang berlangsung setiap saat. Tetapi Maslow menyadari bahwa terdapat banyak pengecualian terhadap kecenderungan itu. Disamping itu, dalam membicarakan dominasi suatu kategori kebutuhan dibanding yang lain, secara hati-hati telah digunakan ungkapanungkapan seperti ‘apabila suatu level kebutuhan telah terpenuhi secara memadai, selanjutnya timbul kebutuhan lain yang lebih dominan’. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan kesan bahwa suatu level kebutuhan harus benar-benar dipenuhi sebelum timbul kebutuhan lain yang lebih penting. Dalam kenyataannya, semua orang pada umumnya cenderung merasa tidak benar-benar dapat memenuhi kebutuhan pada setiap level, dengan kebutuhan lebih cenderung terjadi pada level fisiologis dan rasa aman daripada level kebutuhan sosial, penghargaan, dan perwujudan diri.
C. McClelland dan John W. Atkinson telah membuktikan dalam penelitian mereka bahwa kadar motivasi dan upaya meningkatkan sampai kemungkinan berhasil mencapai 50 persen, kemudian mulai menurun meskipun kemungkinan untuk berhasil itu terus menaik. Hubungan ini dapat dilukiskan dalam bentuk kurve lonceng. (Hersey dan Blanchard, 1982: 22)
TEORI ORGANISASI KLASIK
Penciptaan birokrasi tidak lain untuk memberi birokrasinya struktur, kesetabilan dan peraturan. Jika orgnisasi manusia itu tanpa struktur, tanpa kesetabilan dan peraturan. tentunya akan menderita kekacaubalauan. Birokrasi banyak di dapat dalam organisasi politik keagamaan, perdagangan, militer, pendidikan dan organisasi lainnya.
TEORI KLASIK YANG BARU GERAKAN HUBUNGAN YANG MANUSIAWI
Jorgen Laegaard dan Mille Bindslev. 2006. Organizational Theory. Ventus Publishing ApS. Dalam www.bookboon.com/e-book Hatch, Mary Jo, Organization Theory, Modern Symbolic and Postmodern Perspectives. Oxford University Press, Oxford, 1997. Akbar S. Ahmed, Postmodernisme and Islam, 1992 Bambang
Sugiharto, Postmodernisme:Tantangan Kanisius, 1996.
bagi
Filsafat, Yogyakarta,
Frans Magnis Suseno, Pijar-Pijar Filsafat, Yogyakarta, Kanisius, 2005.
Jurnal Kebudayaan KALAM, Postmodernisme di Sekitar Kita, Edisi I, 1994 Lihat Magnis – Suseno, 1984. Pauline M. Resenau, Postmodernism and Social Sciences : Insight, Inroads, and Intrusion, Princeton; Princeton University Press, 1992. Blanchard, Kennet H. and Paul Hersey. 1969. Management Of Organizational Behavior Utulizing Human Resources. Prentice-Hell, inc., Englewood Cliffs. New Jersey. Gullet, G. Ray and Herbert G. Hicks. 1987. Organisasi Teori dan Tingkah Laku. PT. Bina Aksara: Jakarta. Hick, Herbert, G. and Gullet, G. Ray, (1975). Organization Theory and Behavior. Terjemahan Ali Saefullah. Usaha Nasional: Surabaya.
Blanchard, Kennet H. dan Paul Hersey. 1992. Manajemen Perilaku Organisasi: Pendayagunaan Sumber Daya Manusia. Penerbit Erlangga. Jakarta. Sutarto, (1985). Dasar-dasar Organisasi. Gadjah Mada University: Yogyakarta. Adam, Indrawijaya, (1983). Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Sinar Baru: Bandung. Etzioni Amitai, (1984). Organisasi-organisasi Modern. UPI Press: Bandung. Richard, Beckard, (1969). Organizational Development Strategis and Models. Terjemahan Ali Saefullah. Usaha Nasional: Surabaya. Kurniawan, Teguh. Pergeseran Paradigma Administrasi Publik: dari perilaku Model Klasik dan NPM ke Good Governance. JIAN Jurnal Ilmu Administrasi Negara UGM. Volume 7, 1 Januari 2007, hal 52-70.