I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Salah satu aset pembangunan yang paling dominan dimiliii oleh banyak negara berkembang adalah jumlah penduduk dan angkatan kerja yang cukup besar jumlahnya. Jumlah penduduk dan tenaga kerja ini disatu pihak menggambarkan potensi yang dapat dikerahkan unhk usaha produktif yang dapat menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Disisi lain, jumlah penduduk dan tenaga k e j a dapat menunjukkan besarnya tantangan yang dihadapi apabila tidak ditunjang dengan ketersediaan kesempatan k e j a yang memadai sehingga tidak memperbesar angka pengangguran. Konsekuensi dari pertumbuhan penduduk yang besar tersebut adalah besarnya angkatan k e j a serta terbatasnya kesempatan kerja. Oleh sebab itu, untuk menghindari pennasalahan tersebut dibutuhkan perencanaan ketenagakerjaan yang matang. Perencanaan ketenagakerjaan dapat dikatakan sebagai posisi sentral dalam pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena pertama, hampir semua kegiatan produksi untuk menghasilkan barang dan jasa melibatkan tenaga kerja dan kedua, tenaga keja selalu berhubungan dengan faktor manusia yang merupakan tnjuan akhir dari pembangunan itu sendiri. Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS,
2000) telah
diisyaratkan tentang perencanaan tenaga keja, dimana telah ditetapkan bahwa perluasan dan pemerataan kesempatan kerja serta peningkatan perlindungan terhadap
tenaga kej a merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluroh pada semua sektor. Menurut Hasibuan (1987), dalam bidang ketenagakerjaan di Indonesia dihadapi dua masalah pokok yaittr: 1. Tidak ada keseimbangan dalam penyerapan tenaga kerja antara sektor pertanian dan non pertanian.
2. Adanya kepincangan dalam penyerapan tenaga kerja produktif di sektor non pertanian yaitu antara sektor-sektor pengolahan (manzrfactur) dibandingkan dengan sektor jasa (services). Kedua masalah tersebut mengakibatkan ketimpangan penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian dan non pertanian yang pada akhimya dapat mengakibatkan ketidakseimbangan
alokasi
tenaga
kerja.
Sejalan
dengan
perkembangan
pernbangunan terdapat perubahan-penrbahan pada pendapatan dan kesempatan kerja diantara berbagai sektor atau kegiatan ekonomi penduduk (Widarti, 1984). Alokasi tenaga kerja menurut sektor yang dimaksud adalah status pekejaan dimana ha1 ini sering digunakan sebagai indikator pembangunan suatu negara. Proses perkembangan ekonomi di negara-negara maju ditandai oleh suatu transparansi struktural dala~nstruktur ekonomi dan kesempatan kerja. Dari sektor primer pada masa pembangunan akan mengalami penurunan diikuti oleh naiknya kesempatan kerja pada sektor sekunder clan tersier. Perubahan lainnya adalah formasi struktur produksi atau proses perubahan ko~nposisiProduk Do~nestikBnito menunrt sektor atau sub sektor produksi. Pertumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan pergeseran permintaan dari sektor primer (pertanian, pertambangan) ke sektor
sekunder (manufaktur dan industri) dan pada akhirnya kesektor tersier (angkutan, komunikasi, perdagangan dan jasa-jasa lainnya). Pembangunan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat di segala bidang, teruta~na pembangunan ekonomi. Pembangunan infrastruktur berkembang cukup pesat. Pembangunan dibidang transportasi, komunikasi dan infonnasi membawa dampak terhadap semakin meningkatnya mobilitas sumberdaya khususnya sumberdaya manusia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel I . Perkembangan Tenaga kerja clan Sumbangan Sektoral terhadap hoduk Domestik Regional B n ~ t odi Jawa Barat
Lapangan Usaha
22 294 009
1
30 730 601
Pemsahaan .Jasa-Jasa 1 10511 222 Sumber: Susenas, 1999-2000 (data diolah)
1
16236217
1.Pertanian,Peternakan, Kehutanan
Perkembangan Tenaga Kerja ( orang ) 1999 1 2000
Domestik Regional Bruto ( juta rupiah ) 1999 2000
1
5 203 953
1
4 865 547
2344531
1
2272831
Menurirut Benu (1990), bahwa jika pendapatan meningkat, maka semakin kecil peranan sektor primer dalam kesempatan kerjanya, sedangkan peranan sektor tersier dan sekunder adalah sebaliknya. Transformasi stn~kturkesempatan kerja menurut sektor dicapai karena: pettumbuhan ekonomi biasanya disertai dengan
peningkatan produktivitas pekerja di setiap sektor dan pekerja yang berpindah dari sektor yang lebih rendah produktivitasnya ke sektor yang memiliki produktivitas lebih tinggi. Pembangunan ekonomi yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus memperhatikan pemerataan pendapatan clan penyerapan tenaga kerja (Thee Kian Wie, 1983). Jadi, dalam strategi pembangnnan haruslah mengingat kepadatan penduduk yang merupakan suatu kharateristik dari pembangunan di Indonesia. Tidak seimbangnya jumlah penduduk dan kemampuan negara berkembang untuk menciptakan pembangunan dan kesempatan kerja bagi penduduk telah menimbukan berbagai implikasi yang buruk terhadap beberapa aspek pembangunan ekonomi, diantaranya adalah tingginya angka pengangguran yang secara tidak langsung berdampak negatif terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Menurut Rostow dalam Baldwin (1986), sebuah negara hams malnpu ~nelakukantransformasi dari pembangunan industri setelah modernisasi pada sektor pertanian serta penyediaan modal sarana sosialnya meningkat. Selanjutnya Rostow telah membagi pertumbuhan ekonomi suatu negara ke dalam !ima tahap dimana pada tahap-tahap awal kesempatan kerja yang paling tinggi terjadi pada sektor pertanian yang kemudian ben~bah dengm suatu pembangunan indt~strialisasi, sehingga pergeseran kesempatan kerja terjadi dari sektor manufaktur ke sektor jasa. Lebih lanjut, Kusnetz dalarn Baldwin (1986), menyimpulkan tiga keadaan pada negara berkembang mengenai proporsi tenaga kerja yang mencari pekejaan di berbagai sektor dalarn proses pembangunan ekonomi. Kesimpulan tersebut adalah sebagai benkut:
1. Peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja menurun ditiap negara 2. Peranapl sektor industri &lam menyediakan kesempatan kerja menjadi bertambah penting akan tetapi kenaikan tersebut sangat kecil 3. Peranan sektor jasa dalam menyediakan kesempatan k e j a tidak banyak
mengalami pen~bahan. Ketiga ha1 tersebut diatas menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan pen~bahan masing-masing sektor dalam mencipakan produksi nasional dengan perubahan setiap sektor dalam menampung tenaga kerja. Dari sektor jasa, sektor pemerintah dan sektor perdagangan menyediakan tenaga kerja yang semakin tneningkat. Berdasarkan apa yang diperoleh Clark dalam Sukirno (1985), semakin tinggi pendapatan perkapita suatu negara maka peranan sektor pertanian dalam menyediakan kesempatan kerja akan semakin kecil. Namun sebaliknya sektor industri makin penting peranannya dalam menampung tenaga kerja. Perubahan pendapatan secara sektoral akan berpengaruh terhadap peningkatan tenaga kerja. Namun, besarnya perubahan pendapatan secara sektoral hdak selalu diikuti oleh penlbahan yang sama pada kesempatan kerja yang tersedia. Hubungan pertumbuhan pendapatan atau produksi dengan penyerapan tenaga kerja dinyatakan dengan elastisitas kesempatan k e j a atau penyerapan tenaga kerja (Simanjuntak, 1993) yang didefinisikan sebagai perbandingan antara laju pertumbuhan kesempatan
kerja dengan laju perttunbuhan ekonomi. Elastisitas tersebut dapat ditentukan dari selluuh perekonomian atau dapat pula ditentukan dari masing-masing sektor.
Akibat dari pergeseran-pergeseran yang terjadi, maka kesempatan kerja di sektor tersier d i n lama makin meningkat. Menurut Clark dalam Sukirno (1985), sektor-sektor yang masuk dalam sektor tersier adalah angkutan dm perhubungan, pemerintahan, perdagaogan danjasa perorangan. Sedangkan menurut Widarti (1984), kegiatan yang dikelompokkan pada sektor tersier ini meliputi perdagangan, transportasi, keuangan dan jasa. Pembagian sektor tersier yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik mencakup perdagangan, hotel dan restoran; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; jasa-jasa yang mencakup jasa pemerintahan umum dan swasta. Proses pembangunan di Indonesia dilakukan secara berkesinambungan yang dalam pelaksanaannya mempunyai strategi yang mengarah kepada pen~bahan shuktural, umumnya dari sifat agraris tradisional menjadi industri modem, perubahan struktur ini mempunyai tiga dimensi, yaitu: 1. Sumbangan sektor pertanian secara relatif akan merosot, sedangkan sektor non
pertanian sebaliknya. 2. Ji~mlah tenaga kerja pada sektor pertanian secara absolut jumlahnya akan me;lingkat namun persentase dalam jumrah tenaga kerja keselun~han akan semakin kecil, sebaliknya tenaga kerja yang bekerja di sektor-sektor lain akan meningkat. 3. Peringkat produksi di semua bidang akan menjadi leb~hbersifat industri. Produksi
pertanian akan semakin banyak me~nakaisistem industri, yaitu hasil pertanian
akan diproduksi secara besar-besaran unhk dijual ke pasar dengan menggunakan teknologi modem. Selanjutnya, proses transformasi shuktural yang terjadi ini juga didukung oleh diberlak~lkannyakebijakan-kebijakan pemerintah yang akan mendukung terciptanya pemerataan dan kehidc~panyang lebih baik bagi tenaga kerja Indonesia. Dan data registrasi penduduk tahun 1999-2000 tercatat bahwa propinsi Jawa Barat memiliki jumlah periduduk sebesar 42 428 584 jiwa pada tahun 1999 dan meningkat menjadi 43 089 300 jiwa pada tahun 2000. Laju pertumbuhan penduduk di Jawa Barat sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaih~migrasi masuk dan angka kelahiran. Angka migrasi propinsi Jawa Barat tercatat sebesar 2.7 juta jiwa pada tahun 2000, sedangkan angka kelahiran masih cukup tinggi yaitu sebesar 2.2 juta
jiwa. Hal ini disebabkan oleh pola perkawinan usia pada kelompok umur kurang dari 18 tahun yang rnasih tinggi, yaitu sebesar 64 persen. Lebih lanjut, perlu adanya pendewasaan i~siaperkawinan. Hal ini terkait dengan kondisi stnlkh~rumur pendudnk Jawa Barat yang telah mengalami transisi dari struktur umur muda yaitu sebanyak 33 893 619 jiwa ke struktw umur produktif. Dalam ha1 migrasi penduduk, bahwa dengan adanya sentra-sentra indusm dan bisnis secara pusat-pusat pendidikan menjadi daya tarik yang sangat kuat bag1 timbulnya migrasi masuk dan luar Jawa Barat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah angkatan kej a yang tersedia di Jawa Barat semakin besar sehingga diperlukan penanganan serius dari pemerintah menyangkut ketersediaan lapangan pekerjaan.
Berdasarkan data SUSENAS (1999), persentase angkatan kerja yang bekeja adalah sebesar 48.44 persen sedangkan yang mencari kerja sebesar 4.95 persen dengan angka pengangguran sebesar 46.61 persen. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa Propinsi Jawa Barat juga memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan (dalam ha1 jumlah angkatan keja) sebagai penyumbang Produk Domestik Regional B ~ t seperti o yang teiah disajikan pada Tabel 1 . Oleh karena itu penelitian ini dirasa perlu untuk rnelihat seberapa besar sektor tersier ini dapat menampuny jumlah angkatan kerja yang kebanyakan ben~siamuda dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang kurang memadai.
1.2. Perumusan Masalah Seperti halnya pada tingkat nasional, masalah pokok yang dihadapi oleh pemerintahan Jawa Barat masih berkisar pada masalah ketenagakerjaan. Penyediaan kesempatan kerja yang besar sangat diperlukan untuk
mengimbangi banyaknya
jumlah penduduk yang memasuki pasar keqa. Tidak tertampungnya pencari kerja pada tingkat kesempatan kerja yang tersedia akan menyebabkan terjadinya pengangguran yang akan membawa masalah yang lebih besar lagi. Ke~najuansuatu wilayah tercermin dari kernampuan sektor-sektor ekonomi dalam menyerap angkatan k e j a dan peningkatan produktivitas angkatan kerja. Demikian pula unti~kPropinsi Jawa Barat, analisis ketenagakerjaan sering dikaitkan dengan Prodtik Domestik Regional Bmto. Pada tahap awal perttimbuhan tenaga kerja di propinsi Jawa Barat lebih banyak terserap di sektor pertanian. Namun, seiring
dengan proses industrialisasi terlihat terjadinya perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor non pertanian dan industri. Selanjutnya di propinsi Jawa Barat juga mengalami pergeseran struktur kesempatan kerja. Adanya ~nigrasidari beberapa daerah ke daerah lain terutama para migran yang berpendidikan rendah menyebabkan bertambahnya tenaga kerja yang tnasuk pada sektor tersier khususnya pada sektor jasa. Penyerapan tenaga kerja menurut sektor menunjukkan adanya pembahan yang cukup signifikan untuk sektor perdagangan, pertanian, dan industri pengolahan (manufaktur). Proporsi kesempatan kerja di Jawa Barat tahun 1999 umumnya mengalami perkembangan yang menggembirakan kecoali pada sektor pertambangan dan perhubungan serta listrik, gas dan air yang inengalami sedikit penurunan (Tabel 2)
Tabel 2. Jumlah dan Proporsi Kesempatan Kerja Menurnt Lapangan Usaha di Jawa Barat.
1 Lapangan Usaha
I
Jumlah Kesempatan
Sumber: Susenas 1999-2000 (data diolah)
I
Perkembangan
I
Menun~tpendapat para pakar kependudukan, dimasa mendatang negaranegara agraris seperti Indonesia akan bergeser (shijting) dari sektor pertanian ke sektor industri untuk selanjutnya berpindah ke sektor jasa (services). Hal tersebut dapat teqadi karena berbagai alasan, diantaranya adalah:
1. Sekalipun terjadi kemunduran akibat dampak krisis ekonomi tetapi tuntutan hidup agar tetap bertahan hidup menjadikan sebagian besar korban PHIS berusaha untuk tetap bekeja sekalipun tidak pada sektor lapangan usaha yang sama seperti sebelumnya.
2. Krisis ekonomi sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar rupiah justru menjadi stimulasi bagi sejumlah sektor yang berorientasi ekspor clan rendah kadar muatan bahan baku impornya, sehingga memiliki daya saing di pasar internasional untuk menambah tenaga kerja. 3. Penciptaan lapangan kerja baru sebagai antisipasi terhadap semakin terbukanya peluang benlsaha karena terjadinya pen~bahansosial dan politik seperti deregt~lasi
dan debirokratisasi pada sektor-sektor tertentu. 4. Oleh karena kelesuan usaha dan tindakan efisiensi perusahaan, maka dilakukan penggantian peran (replacement) tenaga kerja asing yang terpaksa harus kembali ke negeri asalnya dengan tenaga kerja Indonesia pada level jabatan yang sama. 5. Sektor perdagangan mungkin dapat menjadi lapangan usaha yang semakin
kondusif untuk dikembangkan dan dioptimalkan daya serap tenaga kerjanya. Apabila menilik perkembangan yang terjadi, pemulihan (recovery) akibat terjadinya krisis moneter menyebabkan terjadinya perbaikan dalam ha1 penyerapan tenaga kerja sektor nil dimana sektor industri termasuk didalamnya. Dengan
demikian peningkatan dalam kapasitas penyerapan tenaga kerja pada sektor yang sebelumnya terpuruk, lambat laun terlihat semakin membaik, sekalipun belum mencapai tingkat yang sama dengan masa sebelum tejadinya krisis moneter. Secara umum peningkatan laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat disimpulkan sebagai beriknt: I . Masa pemulihan sebagai dampak krisis ekonomi menyebabkan penciptaan
kesempatan k e j a yang semakin membaik.
2
Penciptaan lapangan kerja bani sebagai antisipasi terliadap semakin terbilkanya peluang berusaha karena tejadinya penibahan sosial dan politik seperti deregulasi dan debirokratisasi pada sektor-sektor tertentu.
3. Iklim investasi dengan semakin membaiknya nilai tukar mata uang Rupiah terliadap Dollar, menyebabkan para investor kembali ke Indonesia unhk secara bertahap membuka usaha sehingga memperbesar penciptaan lapangan kej a .
4. Peningkatan dalam penyerapan sektor pertanian dan jasa tenaga kerja dapat diasumsikan telah beralih profesi ke sektor yang dianggap masih kondusif dan mempunyai peluang perluasan kesempatan kerja setelah sebelumnya bekeja di sektor industri dan sektor lainnya, walaupun tingkat produktivitas kedua sektor tersebut masih c i ~ k i ~rendah p dibandingkan dengan sektor illdushi.
5. Sulitnya perluasan kesempatan kerja sektor formal mengakibatkan perlunya penataan sektor informal untuk menyerap tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor modem. Berdasarkan hal-lial yang diuraikan di atas maka dalam penelitian ini dikemukakan permasalalian sebagai berikut:
1 . Bagaimana perkembangan angkatan kej a sektor tersier di Jawa Barat. 2. Bagaimana produktivitas tenaga kerja sektor tersier di Jawa Barat. 3. Bagaimana penyerapan tenaga kej a pada sektor tersier di Jawa Barat
4. Bagaimana tingkat upah riil di Jawa Barat. 5. Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap keragaan tenaga kerja pada
sektor tersier dan pendapatan daerah di Jawa Barat.
1.3. Tujuail d s n Kegunaan Penelitian
Secara ulnum, tujuan clan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana peranan sektor tersier dalam penyerapan tenaga kerja dan pendapatan daerah di propinsi Jawa Barat. Tetapi secara lebih rinci penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan angkatan kej a , produktivitas tenaga keja, penyerapan tenaga kerja, tingkat upah riil tenaga kerja, clan dampak kebijakan pemerintah yaitu kebijakan peningkatan Upah Minimum Regional Sektoral, peningkatan investasi dan peningkatan konsumsi kalori terhadap keragaan tenaga kerja pada sektor tersier dan pendapatan daerah di Jawa Barat. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah daerah Jawa Barat mengenai keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja. Sehingga dapat menjadi acilan dalam pengambilan keputusan untuk menyusun kebijakankebijakan yang dapat menunjang pembangunan daerah Jawa Barat ten~tama kebijakan di bidang ketenagake rjaan, khususnya mengenai perluasan dan pemerataan keseinpatan kerja.