SAINS DAN PARTISIPASI UNTUK PERBAIKAN SUMBER DAYA ALAM1 GUNARDI Buku setebal 252 halaman ini berisi 8 artikel, masing-masing ditulis oleh 1 atau 2 orang penulis dan disunting oleh 4 orang editor. Resensi ini adalah tampilan dari bab-bab tersebut dan refleksinya tentang peran peneliti ilmu-ilmu sosial dalam penelitian sumberdaya alam. Buku ini juga memuat 23 lampiran, masing-masing ditulis oleh 1 atau 2 orang penulis, berupa ringkasan studi kasus berbagai proyek riset sumberdaya alam. 1. Perubahan paradigma penelitian Kepedulian dunia terhadap kerusakan cadangan modal alam terkait oleh kemiskinan, kelaparan dan bencana alam yang dialami oleh umat manusia. Ancaman ekologis terjadi karena kerentanan 800 juta warga masyarakat miskin dalam menghadapi karang-gizi, wabah penyakit dan derajat mortalitas yang tinggi. Selama beberapa puluh tahun riset manajemen sumberdaya alam (NRM) menunjukkan ketidakmampuannya menghentikan degradasi lingkungan yang tertekan dan ekosisyem yang rawan didaerah yang mengalami kemiskinan tersebut. Selama itu, NRM memperlakukan komponen-komponen ekosistem secara terpisah yang tidak sesuai untuk menangani masalahmasalah dalam ekosistem yang kompleks. Selalu alasannya adalah tingginya derajat variasi dan tidak teramalkannya proses, sehingga cenderung untuk sampai pada ambang kritis dan menghaslakan efek yang tidak terantisipasi. Dewasa ini, paradigma penelitian sumberdaya alam sedang tumbuh dari penelitian dan pengembangan (Research and Development, R&D) menjadi penelitian untuk pembangunan (Research for Development, RFD). R&D berasal dari suatu konsep dimana peneliti mengendalikan kegiatan untuk inovasi, dengan awalnya menghasilkan prototipe, kemudian hasil penelitian massal yang siap disebarkan kepada para pengguna. Sebaliknya, RFD menekankan pada sifat adaptif inovasi dalam ekosistem yang kompleks, yang dicapai dengan penelitian yang sistematik dan terpadu dengan pembelajaran yang bentuknya pada tindakan (action). Mengingat FRD mengandung proses pembelajaran maka efektifitasnya ditentukan oleh kondisi lingkungan dan partisipasi pelaku-pelaku sosial atau politik dalam penelitian NRM tersebut, khususnya dalam menetapkan indikator, melakukan intervensi, memantau objek dan mempelajari umpan balik. Sebagian FRD menggunakan pendekatan pencarian nafkah (Livehoods), yang memadukan NRM kedalam kerangkan analisis penggunaan sumberdaya alam bagi kehidupan pelaku. Partisipasi pelaku-pelaku dalam penelitian NRM, dimana pemerintah merupakan bagian dari adanya dapat disebut sebagai kaji tindak partisipatif (Participatory Action Research, PAR). Kaji tindak yang diselang dengan PNMR yang lengkap memungkinkan para pelaku berperan efektif berdasarkan pada pengertian yang mereka perbaiki dengan pengalaman mereka masing-masing. PNRM dapat memperoleh nilai tambah jika berorientasi pada pencarian nafkah yang berkelanjutan (sustainable livelihood) dan menerapkan asas-asas berikut: Mengenal dan mewakili kepentingan stakeholder yang beragam Mengembangkan kapasitas inovasi dengan menyatakan stakeholder dalam penelitian dan pengembangan manajemen sumberdaya alam yang baru Memadukan pengetahuan dan keahlian yang beragam melalui pembelajaran partisipatif dan penelitian bersama Memanfaatkan fasilitasi, negosiasi dan resolusi konflik untuk menetapkan prioritas dan praktek penelitian serta manajemen sumberdaya. Memantau dan mengevaluasi partisipasi dan proses penelitian sesuai dengan kesepakatan tindakan dan praktek penelitian yang dibakukan Menggunakan kekuasaan bersama (power sharing) sebagai strategi penelitian yang disadari 1
Resensi Buku Barry Pound et al.(Eds).2003.Managing Natural Resourcer For Surtainable Livelihood: Unity Science And Participation, Earthhsean Publication Ltd London Sterling, VA
2. Manajemen Kompleksitas, Keragaman dan Dinamika Penelitian NRM yang diharapkan memperbaiki kelestarian lingkungan, kesejahteraan hidup dan pemerataan menghadapi berbagai tantangn. Tantangan tersebut dapat bersumber pada hubungan manusia dan alam, yaitu kompleksitas, keragaman dan dinamika. NRM ada dalam kompleksitas manusia. Para pelaku (stakeholder) penelitian, yaitu masyarakat lokal, berbagai tingkat pemerintahan, lembaga swadaya masyarakat, sektor swasta mempunyai perbedaan-perbedaan perspektif, kepentingan, pengetahuan, kemampuan, nilai-nilai dan kekuasaan. Dalam tiap kelompok stakeholder, juga terdapat perbedaan (gender, umur, kepentingan dll). Kompleksitas manusia bersifat dinamis terutama era ekonomi global. Penelitian NRM yang tradisional dan yang partisipatif mempunyai kapasitas yang berbeda dalam mengatasi tantangan kompleksitas, keragaman dan dinamika. Ditinjau dari siapa pemilik dan pengelola penelitian, hubungan antara pelaku (stakeholder) dan partisipasinya dibedakan menjadi: a. Partisipasi kontraktual, di mana seseorang pelaku sosial dapat dianggap sebagai ”pemilik” penelitian karena ia melakukan pengambilan keputusan dalam proses inovasi. Pelaku-pelaku lain berperan dalam kegiatan dimana secara resmi atau tidak resmi dikontrak oleh pelaku pertama. b. Partisipasi konsultatif, di mana kebanyakan keputusan diambil oleh sebuah kelompok stakeholder, tetapi tekanan proses adalah pada konsultasi atau pengumpulan informasi dari pelaku-pelaku lain, terutama untuk mengidentifikasikan kendala-kendala dan peluang-peluang, penetapan prioritas dan/atau evaluasi. c. Partisipasi kolaboratif, disini berbagai pelaku bekerja sama dalam peringkat yang setara ; tekanan hubungan diantara mereka adalah pertukaran pengetahuan dan berbagai kekuasaan pengambilan keputusan selama proses inovasi. d. Partisipasi kolegial, berbagai pelaku bekerjasama sebagai rekan atau mitra. Kepemilikan dan tanggungjawab secara merata terbagi diantara mereka, dan pengambilan keputusan dilakukan dengan persetujuan atau konsensus. Analisis keragaman para pelaku merupakan pendekatan di mana elemen kunci dari perbedaan pelaku, seperti gender, kekayaan, suku bangsa, kasta, dijadikan variabel analisis sepanjang berlangsungnya penelitian, sejak perancangan sampai implementasi, analisis dan evaluasi. Analisis keragaman dikelompokkan menjadi tiga tipe : 1. Analisis keragaman deskriptif : gender dan perbedaan-perbedaan sosial lainnya antara stakeholder dalam lokasi penelitian dipaparkan, misalnya perbedaan peranan laki-laki dari perempuan, atau hubungan kekuasaan antara orang-orang yang berbeda kekayaannya. Informasi ini tidak digunakan untuk merancang penelitian. 2. Analisis keragaman berorientasi rancangan : seperti analisis keragaman deskriptif, tetapi informasi dipergunakan dalam perancangan pertanyaan-pertanyaan dan aktivitas penelitian. 3. Analisis keragaman beroriantasi transformasi : seperti analisis keragaman deskriptif, tetapi informasi digunakan dalam rancangan pertanyaan-pertanyaan dan aktifitas penelitian. Dalam hal itu, proses dan keluaran penelitian dirancang untuk membantu stakeholder yang terpinggirkan mengatasi hambatan yang dihadapinya, sehingga mereka mempunyai akses penuh dalam proses pengambilan keputusan dan sumberdaya. 3. Penelitian, Siapa Yang Punya Tercakup dalam kompleksitas suatu penelitian sumberdaya alam, adalah penentu siapa “pemilik” penelitian itu. Identifikasi kepemilikan penelitian merupakan kebiasaan yang baik, meskipun membutuhkan waktu dan sumberdaya. Identifikasi semakin sulit dilakukan, dengan banyaknya penelitian dari petak usahatani ke atas sampai ke tingkat nasional, atau makin jauhnya dari analisis situasi ke pelaksanaan evaluasi dan tahap-tahap selanjutnya. Konflik kepentingan
dapat muncul di berbagai tingkat, karena setiap stakeholder mempunyai pandangan, cakrawala waktu dan harapan mereka-masing-masing tentang keluaran penelitian kita. Dikenal tiga tingkatan kepemilikan penelitian : 1. Kepemilikan di tingkat makro (nasional dan global) adalah pengambilan kebijakan dan keputusan dalam pemerintahan nasional, organisasi donor dan organisasi-organisasi penelitian nasional. 2. Kepemilikan di tingkat meso/kabupaten, oleh administrator, ahli-ahli teknis, politisi, dan pelakupelaku sektor swasta. 3. Kepemilikan lokal, termasuk komunitas, rumah tangga dan perorangan. Kepemilikan di tingkat makro mempunyai implikasi dalam konteks institusional dan pendekatan partisipatif yang digunakan dalam pemerintahan. Cara pembiayaan dan pengelolaan penelitian juga terkait aspek kepemilikan tingkat makro. Dana penelitian publik sering dikelola oleh ilmuwanilmuwan yang terkelompokkan berdasarkan disiplin, yang lebih mementingkan keunggulan disiplin dan dampak pembangunan berjangka pendek daripada isu-isu lingkungan antar-disiplin. Pembiayaan sektor swasta untuk penelitian sementara diarahkan kepada kepentingan/kesempatan komersial, dan mungkin sensitif kepada peraturan/perundangan lingkungan sering diarahkan sebagian besar kepada komunitas atau produk tertentu, terhindar dari pandangan holistik NRM dan kurang peduli kepada pelayanan bagi warga miskin. Donor internasional berperan penting di tingkat makro, mereka peduli terhadap warga miskin dan kelestarian lingkungan, mereka memperkerjakan penasehat teknis yang memiliki reputasi dan mandat kebijakan yang lebih luas dari pada kebanyakan ilmuwan. Di sisi lain organisasi donor sangat sadar image, sensitif kepada formulasi pendekatan pembangunan yang cepat berubah dan menghendaki hasil yang cepat dan nyata. Ditingkat meso, tercakup kepemilikan dan pengaturan sumberdaya komunal. Karena itu, mengangkat prakarsa penelitian NRM di tingkat meso memerlukan adanya kepemilikan antar stakeholder kunci, yang berkerja mengantarai komunitas lokal dan pemerintah nasional (pusat). Tantangan untuk mengembangkan partisipasi di antara berbagai stakeholder dalam NRM di tingkat meso mencakup kebutuhan untuk membangun visi bersama dan mengembangkan kepercayaan diri serta kapasitas/kemampuan di antara stakeholder yang kurang berdaya. Semuanya ini mungkin dapat dilakukan dengan mengefektifkan komunikasi diantara pihak-pihak yang bersangkutan. Tidak mengherankan bahwa visi yang pertama ada dalam komunitas adalah pesimistik, karena tidaklah mudah untuk merancang skenario bila tidak ada dasar dalam bentuk pengalaman yang dapat membuka pikiran warga komunitas untuk menerima gagasan dan melaksanakan tindakan. Kepemilikan proses penelitian ditingkat mikro, yaitu komunitas, dipengaruhi oleh pihak-pihak yang merancang proyek penelitian dengan fokus penelitiannya. Kepemilikan proses tersebut dilandasi oleh struktur kelembagaan. Prioritas donor dan program, serta asumsi tentang siapa yang seharusnya dilibatkan dalam penelitian serta siapa yang diharapkan memperoleh manfaat/keuntungan dari penelitian tersebut. Dalam praktek unsur atau tahap-tahap kunci dalam proses manajemen yang partisipatif adalah 1. Mempersiapkan kemitaraan 2. Mengembangkan kesepakatan, dan 3. Melaksanakan dan meninjau ulang kesepakatan, atau ”learning by doing” Mempersiapkan kemitraan menyangkut mengidentifikasi stakeholder utama dalam komunitas dalam komunikasi serta kemitraan kerja diantara warganya. Masalah-masalah NRM didiskusikan oleh berbagai stakeholder bersama peneliti untuk mengidentifikasi kepedulian mereka yang utama dan mencapai pengertian yang lebih mendalam tentang masalah tersebut, dialog dapat membantu peneliti mengekspresikan kepentingan/kehendak mereka. Diskusi pada tingkat komunitas dapat merumuskan secara rinci keuntungan/manfaat yang ada dalam benak berbagai stakeholder, yang
berupa dampak langsung, efek tak langsung pada kelompok-kelompok sosial, masalah dan isu NRM dieksplorasi dengan kegiatan kelompok, misalnya wawancara semi terstruktur dengan kelompok stakeholder utama kemudian diperjelas dengan analisis ”pohon masalah”. Peneliti berperan penting sebagai fasilitator diskusi dan fasilitator proses penentuan arah kegiatan (action). 4. Perluasan dan Pengembangan Sekala NRM haruslah berlokasi pada sesuatu lanskap lahan dan mempunyai konteks dengan manusia. Terlibat dalam penelitian dan manajemen partisipasi dengan keluarga-keluarga pedesaan memadukan pengertian tentang sekala. Penelitian NRM menempatkan peneliti, petani dan penyuluh bekerjasama untuk menciptakan pertanian produktif yang berkelanjutan. Perluasan sekala dapat didefinisikan memperbaiki cakupan geografi, termasuk cakupan intervensi atau teknologi untuk melayani areal yang lebih luas. Proses pengembangan sekala memerlukan menjangkau jumlah sasaran yang lebih banyak. Sistem penyuluhan pertanian pemerintah dibentuk untuk menjangkau warga pedesaan. Masalahnya sistem penyuluhan sendiri menghadapi masalah berupa menyusutnya jumlah penyuluh dan akses petani kepada informasi menjadi makin terbatas. Dalam hubungannya dengan penelitian NRM yang partisipatif, maka memperbaiki manajemen sumber daya memerlukan investasi yang besar dalam pengembangan sumber daya manusia, dalam pendidikan lokal dan dalam kemitraan yang berkualitas untuk pembelajaran dan kaji tindak. Syarat-syarat tersebut merupakan penghalang bagi perluasan dan pengembangan sekala. Satu pendekatan untuk mengatasi penghalang investasi adalah melibatkan petani pada tantangan penelitian media massa. Pendekatan lain adalah memperbaiki percobaan/eksperimentasi yang dipimpin oleh petani melalui fasilitasi kelompok-kelompok penelitian komunitas atau bekerja dengan penasehat penyuluhan dari organisasi pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat. Kontroversi pendapat sampai sekarang belum reda tentang kemampuan petani untuk bekerja sama mengelola NRM pada sekala besar. Akuntabilitas petani untuk itu masih terbatas. Kecenderungan akibatnya adalah tidak dipertimbangkan sifat petani yang takut resiko, kehendak petani untuk mendapat hasil maksimal dengan input minimal, rekomendasi yang disamaratakan, teknologi yang tidak mempertimbangkan pasar untuk hasil, rekomendasi tidak terdiseminasi, rekomendasi tidak mendorong petani untuk melakukan eksperimen. Sedang maksud pengembangan penelitian dan teknologi yang partispatif adalah untuk mendukung eksperimentasi dan pengambilan keputusan lokal dalam NRM. Pendekatan partisipatif yang melibatkan petani, penyuluh dan peneliti bekerja akrab dan intens bersama memungkinkan terjadinya artikulasi berbagai agenda. Kelompok-kelompok yang dikesampingkan dalam penelitian dan penyuluhan yang konvensional boleh mendapatkan suara dalam organisasi. Idealnya para ilmuwan dan petani belajar satu dari yang lain, menguatkan pengetahuan tradisional, melalui penelitian partisipatif. Kerjasama adalah kunci keberhasilan pendekatan tim, dengan menyadari isu-isu manajemen sumber daya sebagai sistem kegiatan manusia yang kompleks. Membangun modal sosial, termasuk memberdayakan mitra untuk berpartisipasi, merupakan prasyarat bagi pelaksanaan kaji tindak partisipatif. Siklus monitoring, refleksi dan evaluasi yang melibatkan semua stakeholders merupakan kunci untuk melanjutkan proses. Banyak teknik-teknik partisipasi yang tersedia termasuk rapid rural appraisal (RRA), participatory rural appraisal (PRA), focus group discussion (FGD) dan structural workshop. Agar diperolah kemitraan yang berkualitas, disarankan tahaptahap tindakan berikut : Tahap 1 : Memberdayakan stakeholders Gunakan training for transformation dan pendekatan-pendekatan lain yang terkait. Pendekatan ini penting terutama untuk petani yang umumnya merasa tidak terdidik dan tidak berdaya. Pada tahap ini penting untuk mulai mengedepankan pengetahuan dan prioritas lokal.
Tahap 2 : Menyeleksi masalah dan peluang Gunakan teknik-teknik yang akan memfasilitasi komunikasi antar stakeholders, kenali akar masalah dan hubungan sebab akibat, gunakan data awal (baseline). Tinjaulah bersama peluang-peluang yang ada untuk melanjutkan proses penelitian partisipatif yang diminati oleh kelompok. Tahap 3 : Mengenali kendala Lakukan brainstorming tentang peluang-peluang untuk melakukan perbaikan dan temukan jalan untuk mengatasi kendala. Isu kunci yang perlu dibahas termasuk penelitian, penyuluhan, pelatihan dan kebijaksanaan. Tahap 4 : Analisis kebutuhan dan perancangan rencana kegiatan Libatkan peserta-peserta dalam menentukan kegiatan yang mereka perlukan dan rencanakan kegiatan tersebut beserta keluaran yang mereka harapkan. Tahap 5 : Evaluasi kemajuan dan tinjau kembali dari pandangan para mitra Evaluasi dan peninjauan kembali perlu dilakukan satu atau dua tahun sekali dalam suatu rangkaian lokakarya. 5. Transformasi Kelembagaan Dengan adanya tekanan terhadap para peneliti agar mereka lebih berorientasi kepada pemanfaat hasil penelitian, hasil penelitian itu sendiri, serta dampaknya, maka manajer penelitian mendapat tekanan juga agar mengubah orientasi organisasinya. Perubahan yang dilakukan dalam praktek penelitian adalah tidak lagi ditujukan kepada kebutuhan-kebutuhan lokal dan mendukung keberlanjutannya, karena perubahan-perubahan kapasitas tersebut memerlukan dukungan berupa kegiatan kelembagaan, bangun organisasi dan nilai-nilai mereka. Perubahan yang diperlukan adalah sistem penelitian yang lebih bersifat learning type, yaitu sistem menginternalisasi dalam dirinya berupa sikap, struktur, dan praktek-praktek penelitian, demikian rupa, sehingga responsif kepada kebutuhan pengembangan masyarakat lokal, dengan pertimbangan-pertimbangan aspek ekonomi, kelembagaan dan sosial, serta mampu mempengaruhi secara positif kebijakan publik pada pemerintahan di atasnya. Organisasi penelitian publik sesungguhnya dewasa ini ditantang untuk melaksanakan dua jenis perubahan (1) maju menggunakan pendekatan penelitian dan analisis gender partisipatif PRGA dalam praktek penelitiannya, dan (2) menjadi learning organization sehingga secara kontinyu dapat terus aktif di masa depan. Cara pandang lain dalam transformasi kelembagaan adalah memilah penelitian dan pengembangan sumber daya alam terpadu INRM R&D, menjadi (1) transformasi kelembagaan, dan (2) perubahan manajerial dan struktural organisasi, dengan memasukkan ke dalamnya perubahan-perubahan bentuk kepemimpinan, cara baru dalam berhubungan dengan lembaga dan mitra, cara baru dalam manajemen dan mempromosikan personil, cara baru pemberian insentif, perencanaan baru, cara baru dalam peninjauan kembali, monitoring dan evaluasi. Dalam hal ini tidak banyak perhatian ilmuwan terhadap perubahan birokrasi di sektor publik di negara-negara yang sedang berkembang, tetapi lebih banyak perhatian mereka terhadap perubahan di sektor swasta di negara-negara maju. Cara lain memandang perubahan organisasi adalah dari pendekatan struktural dan pendekatan proses. Pendekatan struktural mencakup komponen struktur, sistem dan kultur. Struktur menunjuk kepada sifat peraturan dan hierarkhi pengambilan keputusan dalam organisasi, jumlah jenjang, tipe kepemimpinan, dan kompleksitas kebijakan serta prosedur yang berlaku dalam organisasi sistem merujuk kepada evaluasi keragaan, sistem-sistem informasi, pelatihan dan sistem-sistem penunjang lainnya. a.l.insentif dan sistem imbalan untuk para aktivis/pekerja. Kultur mencakup norma-norma organisasi dalam hubungannya dengan perilaku dan nilai-nilai yang digunakan bersama.
Pendekatan proses penting, karena pendekatan struktur saja tidak akan mengubah banyak perilaku organisasi. Implikasinya diperlukan proses yang mempengaruhi seluruh sistem. Perubahan kultur organisasi merupakan perubahan yang penting, tetapi sulit terjadi, karena sulit dilihat, tidak nyata disadari, sulit didiskusikan. Tahap-tahap perubahan kelembagaan dapat dirinci sebagai berikut Tahap pertama : Pemrakarsaaan Perubahan terjdai dengan adanya kekuatan pemicu, berupa kebutuhan untuk berubah, desakan lingkungan, atau permintaan kelompok pemanfaat. Perubahan akan berlanjut apabila pemicunya bekerja konsisten dan apabila prakarsa didorong oleh kehendak untuk belajar. Proses perubahan nilai terjadi pada tahap pemrakarsaan, proses ini dapat direkayasa, dipercepat dengan katalisasi, fasilitasi dan berulang-ulang ditinjau kembali. Proses perubahan perlu dihubungkan dengan keluaran yang diinginkan dalam kerangka konseptual, termasuk pemikiran tentang siapa yang akan terlibat, bagaimana kaitannya dengan organisasi, strategi apa yang diperlukan, siapa yang memimpin dan memfasilitasi proses. Pengembangan kompetensi merupakan bagian yang integral dengan perubahan kelembagaan dan termasuk manajemen pembelajaran yang reflektif serta proses tindakan. Tahap kedua : Pemeliharaan momentum Kalau perubahan mulai terjadi dan dampaknya menunjukkan keberhasilan, maka organisasi, khususnya tim perubahan, menghadapi tantangan baru 1 menghadapi kritik internal, karena itu harus diatasi dengan mengembangkan kepercayaan dan menumbuhkan perasaan kurang berdaya ketika harus bekerja sebagai tim, 2 sebagai tim mulai mengeksplorasi penggunaan metode-metode partisipasi, termasuk melakukan rapat-rapat periodik, untuk menyebarkan berita keberhasilan, bentukan pikiran dan menerima input baru serta menumbuhkan nilai-nilai baru dalam kerjasama tim maupun organisasi, seperti keterbukaan, menghargai keragaman sebagai suatu asset, meneruskan pengembangan keterampilan, nilai-nilai baru juga mulai ditanamkan di organisasi cabang, dan lokasi-lokasi proyek, 3 mencairkan status quo, dengan inovasi-inovasi, misalnya penggunaan pendekatan PRGA, dengan menghindarkan diri dari exclusiveness dan arrogance, 4 penggunaan strategi bi cultural bagi tim perubahan dengan memihak kepada mereka yang bersikap tradisional dan menghargai golongan yang inovatif meskipun minoritas. Tahap ketiga : Perancangan dan pemikiran kembali pada tingkat organisasi. Karena kebanyakan perubahan dimulai di tingkat proyek, maka adopsi perubahan itu di tingkat organisasi, yang mungkin merupakan organisasi besar yang berperan sangat luas, perlu dilakukan dengan bijaksana dan kerja keras, khususnya ketika mengubah aspek kultur. 6. Asas Praktek yang Baik Penelitian partisipatif dalam NRM dewasa ini umumnya merupakan pelengkap dari penelitian ilmu-ilmu alam dan penelitian ilmu-ilmu sosial yang ada sebelumnya. Eksplorasi ini membuahkan pemahaman baik yang menggairahkan terhadap manajemen sistem sumberdaya alam alternatif, disamping adaptasi pendekatan-pendekatan penelitian partisipatif. Semuanya memunculkan tantangan, mula-mula dikalangan berbagai proyek penelitian yang sedang berjalan dalam praktek; karena itu berbagai kesempatan belajar diantara manajer proyek dan meluas diantara manajer organisasi diperlukan untuk memuluskan perubahan penelitian NRM pada skala nasional dan global. Dalam kegiatan ilmiah yang dilaksanakan disekitar Chatham Workshop (1994), disimpulkan NRM perlu dimengerti dalam konteksnya dengan : (1) sifat-sifat masalah penelitian (”research questions”), (2) pandangan peneliti tentang partisipasi, pembelajaran, dan peranan ilmu (”science”), (3) aspek sosial dari sistem NRM, (4) pengalaman dan kapasitas stakeholders, (5) faktor-faktor kontekstual eksternal yang memperlancar atau menghambat partisipasi, pemikiran
yang membedakan konteks-konteks penelitian tersebut, menyatakan perlunya memandang dan memperlakukan tiap pengalaman penelitian sebagai entitas yang unik. Dalam kenyataannya, dari berbagai pengalaman diantara penelitian-penelitian tersebut dapat ditarik butir-butir yang dinilai terbaik dalam praktek-praktek penelitian. Penelitian ini dipertajam dengan telaahan literatur yang menghasilkan kesimpulan bahwa yang penting dalam penelitian NRM yang partisipatif adalah ”quality control” atau kebutuhan untuk menggalang ”trustworthiness”. Asas-asas terinci dalam lima perumusan, adalah : Asas 1 : Penelitian merefleksikan agenda umum yang jelas dan koheren Asas 2 : Penelitian mengenai dan mengintegrasikan kompleksitas dan dinamika perubahan dalam sistem sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Asas 3 : Penelitian menggunakan ”asas trianggulasi” dan mengaitkannya dalam dunia pendidikan Asas 4 : Penelitian memberikan kontribusi kepada perencanaan untuk masa depan dan perubahan sosial Asas 5 : Proses penelitian berlandaskan pada ”pembelajaran berulang dan saluran umpan balik (”iterative learning and feedback loops”) dan ada penggunaan informasi timbal-balik 7. Transformasi Pedesaan : Belajar dari Praktek Kebanyakan PNRMR dilaksanakan di bidang pertanian, studi tentang PNRMR mengarahutamakan lingkungan hidup (environment) dalam hubungannya dalam pendekatan pencarian nafkah yang berkelanjutan (sustainable livelihoods) dengan menyadari akan kompleksitas interaksi lingkungan hidup itu sendiri. Meskipun penelitian partisipatif juga menghasilkan pengetahuan yang lebih baik untuk memakai petunjuk kerja kepada perencana dan pembuat kebijakan, atau menciptakan kegiatan kewarganegaraan lokal, perubahan yang terjadi adalah bagian dari kesadaran diri untuk melaksanakan tindakan perubahan. Kalau penelitian partisipatif tetap peduli untuk bekerja bersama orang-orang lokal, maka penelitian ini harus mengadaptasi konteks baru dan kepedulian baru dalam masyarakat lokal dan lingkungan hidupnya, demikian juga harus tetap melakukan eksplorasi penelitian dan metodemetode komunikasi baru. Dalam strateginya PNRM mementingkan orang, kelembagaan dan teknologi (dan hubungan-hubungan diantara ketiganya) yang terlibat dalam manajemen sumberdaya. Kepedulian terhadap pencarian nafkah dan keamanan pangan harus mempunyai hubungan yang lebih baik dengan pengertian, tidak saja tentang lingkungan hidup, tetapi juga kebijaksanaan manajemen dan kapasitas tindakan, kekuatan baru untuk berubah, bahkan mencakup terbebasnya pemerintah dari memberi bantuan kepada pertanian dengan meningkatkan kemandirian lokal dan swakarsa sektor swasta, kesadaran orang yang lebih baik terhadap pilihan hidup, dan kepedulian baru tentang perubahan lingkungan hidup, karena pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan kemungkinan perubahan iklim. Penelitian partisipatif yang dapat melakukan transformasi pedesaan haruslah bergerak keluar dari sekedar melakukan pemetaan pengetahuan lokal dan melakukan pembandingan gagasan, ke ”perencanaan kolegial” (”collegiate design”) berlandaskan pengetahuan bersama dan pemikiran serius berbagai pihak tentang rancangan proyek penelitian dan opsi-opsi manajemen sumberdaya; meskipun strategi ini bukan strategi baru, namun berarti bahwa perhatian perlu lebih banyak dicurahkan kepada dua hal, yaitu : penelitian terapan (”applied research”) dan kontekskonteks kaji tindak (”action research”). Disamping ”perancangan kolegial” (”collegiate design”), disarankan juga digunakan ”penelitian dialogikal” (”dialogical research”), yang mengacu kepada situasi dimana informasi dikumpulkan dan dipertukarkan melalui diskusi dan media lain, dan tidak hany eksperimen, dan apabila prioritas dan rancangan kerja dikembangkan tidak hanya oleh kelompok-kelompok tetapi juga berbagai forum. Berbagai cara berkomunikasi lain adalah : (1) pengungkapan sejarah secara kritis (”critical recovery of history”) dimana dicakup pengetahuan
lokal dan pengenalan peranan, hak, dan hubungan serta perserikatan yang membentuk pelibatan orang dalam lingkungan mereka; (2) pemberian penghargaan dan penggunaan budaya rakyat untuk mengangkat pengetahun lokal, kemampuan dan nilai-nilai inti dan apreasi kepada unsurunsur budaya dan kelompok etnik, melalui berbagai ekspresi kesenian seperti, musik, drama, cerita, dan lain-lain. (3) produksi dan difusi pengetahuna beru pada berbagai kelompok dengan menggunakan berbagai media disamping kata-kat yang tertulis. Perjuangan terakhir penelitian partisipatif adalah politik dan penerapan kebiajakan. Hubungan sosial dan agraria lokal merupakan faktor kunci untuk menggalang politik dan memperjuangkan penggunaan sumber daya alam . kebijakan nasional biasanya dikukuhkan dengan kelembagaan baru, yang dapat digunakan menggalang kekuatan untuk berjuang. 8. Konteks Masa Pada Partisipasi Kritik mutakhir pada ”partisipasi” adalah bahwa ia adalah tirani. Tahun 1991 kritik itu sudah dilontarkan setelah suatu badan emnggunakan metode partisipatif sebagai syarat dan nyatanya merupakan bentuk baru pengendalian dan rekayasa sosial. Tahun 2001 kita diingatkan akan pentingnya mempelajari pengalaman menggunakan penelitian partisipatif, di masa lalu, kalau kita akan terus menggunakannya lagi di masa yang akan datang. Refleksi Resensi Buku Managing Natural Resources for Sustainable Livelihoods Uniting Science and Partisipation, sebagai kumpulan dan artikel telah menyejikan faktor-faktor pengalaman penelitian PNRMR, termasuk pengkajian faktor-faktor tersebtu dalam bentuk pendapat dan rekomendasi ilmiah. Isi buku tidak lepas dari judulnya tentang pengelolaan penelitian partisipatfi terhadap penelitian manajemen sumber daya alam. Sebagai kumpulan artikel, tiap artikel menggunakan alokasi isi yang spesifik, jarang terdapat tumpang tindih isi antar artikel mengingat bidang kerja para penulis pada umumnya para peneliti NRM, maka isi buku berkisar pada kontroversi pengalaman melakukan sendiri penelitian atau merujuk pengalaman peneliti lain ketika yang disebut belakangan melakukan penelitian dan menuliskan pengalamannya. Istilah-istilah manajemen penelitian dengan sangat akrab digunakan di seluruh buku, dengan pengertian belum tentu sama dengan artikel yang ebrbeda. Fokus pembahasan tentang PNRMR dengan penggunaan istilah-istilah teknisnya menyebabkan buku tersebut menjadi berat dibaca oleh pembaca awam, bahkan peneliti di luar PNRMR. Buku tersebut mengutamakan peneliti PNRMR sebagai pembacanya, berbagai rekomendasi di dalamnya ditujukan kebanyakan pada mereka.