PERANG BARACK HUSSEIN OBAMA
DI
L E VA N T
Saat Uncle Sam Menyerang Syam
K. Mustarom
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
PERANG BARACK HUSSEIN OBAMA DI LEVANT Saat Uncle Sam menyerang Syam
K. Mustarom Laporan Khusus Edisi XIV / September 2014
ABOUT US Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:
[email protected]. Seluruh laporan kami bisa didownload di website:
www.syamina.org
2
Laporan Khusus
SYAMINA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI — 3 EXECUTIVE SUMMARY — 4 A. PERANG GENERASI KEEMPAT — 6 B. STRATEGI BARU KONTRATERORISME AS — 7 C. PILIHAN STRATEGI USULAN SETH JONES — 9 D. PERANG BARU MELAWAN TEROR — 11 E. LEGALKAH PERANG OBAMA DI LEVANT? — 12 F. RESOLUSI KEPANIKAN — 15 G. SELALU ADA DALIH UNTUK MEMBENARKAN SERANGAN — 17 H. ANCAMAN TEROR PALSU KELOMPOK KHURASAN — 19 I. PENYEMBELIHAN DAULAH KHILAFAH VS SERANGAN DRONE AS — 21 J. SIAPA PAHLAWAN SIAPA PENJAHAT? — 22 K. MENCURI REVOLUSI SURIAH — 22 L. KESIMPULAN — 24
3
Edisi XIV / September 2014
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
EXECUTIVE SUMMARY
P
erang yang dideklarasikan oleh Obama untuk menyerang Suriah menandai babak baru dalam perang panjang Amerika Serikat melawan Al Qaidah. Berdasarkan karakter dan definisi, perang ini disebut sebagai Perang Generasi Keempat (4GW), di mana aktor negara harus berjibaku menghadapi aktor non-negara. Perang generasi ini bersifat transnasional, tidak mengenal medan perang yang pasti, tidak membedakan sipil dan militer, tidak mengenal masa perang dan damai, serta tidak mengenal garis depan.
bisa dikatakan tercapai meski setelah gugurnya Usamah bin Ladin sekalipun. Triliunan dollar sudah digelontorkan, ribuan prajurit mereka telah tewas, ratusan ribu nyawa tak berdosa telah terbunuh, beragam metode penyiksaan dan pelanggaran HAM sudah dilakukan. Partner dari berbagai negara sudah digalang, penjarapenjara rahasia sudah disiapkan, beragam metode serangan pun sudah diujicobakan—mulai serangan masif sekutu ke Afghanistan dan Irak Rumsfled, strategi kontrainsurgensi David Petraeus, hingga pembunuhan dan serangan drone Vickers. Tak ketinggalan, panduan bagi partner lokal pun sudah dibagikan, mulai dari deradikalisasi, penggantian kurikulum yang lebih moderat, penegakan hukum, hingga pembunuhan terduga teroris. Semua sudah dijalankan, dengan dana triliunan dollar, demi sebuah satu tujuan: mengalahkan musuh terbesar yang mengancam tatanan hegemoni global yang mereka kuasai saat ini.
Tidak seperti generasi sebelumnya, perang generasi keempat tidak berusaha untuk meraih kemenangannya dengan cara mengalahkan kekuatan militer musuh. Namun, melalui jaringannya, mereka menyerang secara langsung pikiran para pembuat keputusan musuh untuk menghancurkan kemauan politik musuh. Perang generasi keempat juga berlangsung lama—yang dihitung dengan bilangan dekade, bukan sekadar bulan atau tahun. Perang generasi keempat menggunakan seluruh jaringan yang tersedia—politik, ekonomi, sosial, dan militer— untuk meyakinkan para pengambil keputusan politik musuh bahwa tujuan strategis mereka tidak bisa diraih atau terlalu mahal jika dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan. Satu-satunya media yang bisa mengubah pikiran seseorang adalah informasi. Karenanya, informasi adalah elemen kunci dalam setiap strategi Perang Generasi Keempat.
Dan kini perang tersebut telah membuka medan baru dengan dilancarkannya serangan ke Suriah pada tanggal 23 September 2014. Suriah menjadi negara muslim ketujuh yang dibombardir oleh seorang pemenang nobel perdamaian tahun 2009 bernama Barack Obama, setelah Afghanistan, Pakistan, Yaman, Somalia, Libya, dan Irak. Baru sekitar satu tahun yang lalu para pejabat di pemerintahan Obama bersikeras bahwa mengebom dan menyerang Assad adalah perintah moral dan strategis. Kini, Obama justru mengebom musuh Assad dan dengan penuh kesopanan menginformasikan kepada rezim Assad tentang target serangan. Tampaknya tidak peduli dengan siapa AS berperang, yang penting bagi mereka adalah berperang, selalu dan selamanya. Puluhan koalisi internasional telah digalang untuk bersama membantu perang tersebut.
Perang melawan sebuah entitas nonstate membuat AS harus berpikir keras untuk menghadapinya. Lebih dari satu dekade sejak perang dideklarasikan oleh George W. Bush pasca peristiwa 11 September, AS masih terlibat dalam peperangan melawan Al Qaidah. Mereka masih berusaha untuk mengacaukan, membongkar, dan mengalahkan Al Qaidah—sebuah tujuan yang sampai saat ini belum
4
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
Keanehan kampanye militer ini membuat Obama harus berusaha lebih untuk menjualnya. Dia berusaha menekankan bahwa operasi ini legal. Meski dengan melakukan permainan kata atas sebuah definisi. Untuk mengesankan adanya ancaman dalam waktu dekat (imminent threat) terhadap AS, pengertian “ancaman dalam waktu dekat” pun bisa dimaknai “ancaman dalam waktu tidak dekat”. Untuk mengeliminir tuduhan adanya korban sipil, pengertian warga sipil pun diubah, dimana seluruh laki-laki dengan usia militer yang terbunuh dalam setiap serangan AS, maka dia dihitung sebagai kombatan, tak peduli dia bersalah atau tidak. Dalam pandangan pemerintah AS, bunuh siapa pun yang Anda inginkan, selama mereka adalah laki-laki dengan usia tertentu. Dengan demikian, Anda bisa menghapus adanya pembunuhan warga sipil.
mengatakan bahwa mereka tidak menyesatkan Anda, mungkin ini dikarenakan mereka secara diam-diam sudah mengubah definisi dari istilah “menyesatkan”.
Untuk meyakinkan publik bahwa ia tidak akan menggunakan pasukan di lapangan, definisi bertempur pun diubah secara sangat sempit ke dalam sebuah definisi yang ditolak oleh hampir seluruh ahli militer. Menurut pemerintahan Obama, 1.600 penasihat militer yang ditugaskan ke Irak tidak termasuk dalam definisi ini, meskipun fakta menunjukkan bahwa penasihat militer bisa: menempel dengan pasukan Irak, membawa senjata, menembakkan senjata jika diserang, dan bisa memerintahkan serangan udara. Dalam kamus perang yang dipakai oleh Gedung Putih, kualifikasi semacam itu tidak masuk dalam pengertian bertempur.
Ancaman teror palsu pun disebarkan untuk mendukung legalitas serangan. Nama Kelompok Khurasan dimunculkan hanya seminggu sebelum serangan dengan tuduhan adanya ancaman dalam waktu dekat dari mereka, namun begitu serangan usai digulirkan kita disuguhi pergeseran skenario tentang Kelompok Khurasan dari “berada dalam tahap akhir rencana serangan” menuju “belum ada rencana konkrit yang dijalankan.” Sebagaimana kampanye propaganda media/pemerintah, kebenaran hanya akan dimunculkan saat propaganda tersebut dirasa tidak lagi bertenaga. Kebohongan AS menunjukkan bahwa dalam perang, kebenaran adalah korban pertama.
Dalil otorisasi penggunaan kekuatan militer (AUMF) yang dikeluarkan oleh Kongres AS tahun 2001 untuk menyerang Al Qaidah dan resolusi perang 2002 yang ditujukan untuk menyerang Saddam Hussein di Irak digunakan sebagai dasar hukum serangan ke Suriah. Dengan kata lain, otoritas legal yang diberikan kepada Gedung Putih secara khusus untuk menyerang Al Qaidah dan menginvasi Irak 12 tahun yang lalu, saat ini diterjemahkan bahwa AS boleh melakukan perang melawan organisasi yang BUKAN Al Qaidah, di negara lain yang BUKAN Irak.
Obama, yang datang ke Gedung Putih dengan slogan “change we believe in”, kini kembali memakai mantel George W. Bush untuk melanjutkan perang panjang Amerika Serikat melawan kelompok yang berusaha menggoyahkan hegemoni mereka, Al Qaidah. Perang yang mungkin akan menjadi titik balik Amerika Serikat, menuju kejayaan ataukah menjadi pintu awal menuju kehancuran imperium mereka.
Sungguh luar biasa hasil yang bisa didapatkan ketika kita menganggap sebuah istilah mempunyai makna yang sama sekali berbeda dari yang dimaksudkan sebenarnya. Jika kita bisa membuat istilah yang mempunyai makna apapun yang kita inginkan, maka tidak ada batasan atas apa yang bisa kita lakukan. Jika demikian, maka untuk apa ada hukum jika hukum pada dasarnya adalah permainan kata yang bisa diisi sesuai dengan apa yang kita inginkan? Obama mengajari, bahwa jika Anda bisa mendefinisikan ulang seluruh kata di kamus, Anda bisa mencari justifikasi atas seluruh aksi yang Anda lakukan.
Bagi pemerintah AS, legal bermakna apapun yang diinginkan presiden, terorisme berarti segala sesuatu yang tidak disukai oleh pemerintah AS. Jadi mulai sekarang, jika kita mendengar istilah “serangan dalam waktu dekat”, “warga sipil”, “pasukan di lapangan”, berhati-hatilah: jika pemerintah
5
Laporan Khusus
P
SYAMINA
erang panjang yang dilakukan oleh AS untuk melawan Al Qaidah masih jauh dari kata usai. Meski pada tahun 2011 mereka mengklaim bahwa Al Qaidah berhasil dikalahkan, namun perkembangan terkini menunjukkan fakta yang berbeda. Setelah menarik pasukan dari Irak tahun 2011—sebagai janji yang ia sampaikan pada masa kampanye presiden—Obama kembali menerjunkan pasukan di Irak, meski dengan cover ‘penasihat militer’. Begitu juga di Afghanistan, rencana penarikan pasukan AS secara total pada akhir tahun 2014 dibatalkan dengan adanya kesepakatan untuk memperpanjangnya hingga 2024. Yaman, yang dianggap menjadi model percontohan bagi perang di Irak-Suriah, justru kembali bergejolak hingga memaksa AS untuk mengevakuasi staff kedutaan besarnya di Sana’a.1 Medan perang baru pun dibuka dengan diluncurkannya serangan di Suriah pada tanggal 23 September 2014. Perang Obama pun menjadi perang tanpa akhir. Perang antara negara superpower melawan sebuah entitas non-state yang berusaha melawan hegemoni mereka.
Edisi XIV / September 2014
generasi ini didominasi oleh ‘massed man power’ di mana jumlah dan keahlian pasukan sangat menentukan. Contoh perang dalam generasi ini adalah perang Napoleon.
2. Perang Generasi Kedua Perang dalam generasi ini mengedepankan daya tembak massed firepower yang sebagian besar memanfaatkan tembakan meriam tidak langsung, metode ini dikembangkan oleh tentara Perancis pada Perang dunia I. Ciri dari generasi perang ini adalah daya tembak yang terkendali secara terpusat, terperinci dan teratur bagi infantri, tank dan artileri dimana komandan sangat memegang peran penting. Doktrin yang berkembang di perang generasi kedua ini adalah “the artilery conquers, the cavalry as the attackers and the infantry occupies”. Motto yang berkembang pada masa generasi perang pertama dan kedua adalah “close and destroy”.
3. Perang Generasi Ketiga Merupakan produk Perang Dunia I yang dikembangkan oleh Jerman pada Perang Dunia II dikenal dengan ‘blitzkrieg’ atau perang dengan manuver, didasarkan atas daya tembak dan menghabiskan tenaga lawan (attrition). Ciri dari perang dalam generasi ini adalah mengutamakan kecepatan, spontanitas, kekuatan mental serta fisik prajurit. Ketertiban menentukan hasil yang akan dicapai, tetapi tidak menentukan cara. Inisiatif lebih penting daripada ketaatan. Selanjutnya, desentralisasi dan inisiatif yang berasal dari perang generasi ketiga memunculkan generasi baru dalam perang.
A. PERANG GENERASI KEEMPAT Beberapa analis menyimpulkan bahwa perang AS melawan Al Qaidah adalah bentuk dari perang generasi keempat, di mana tentara konvensional negara ditantang oleh aktor non-state dengan menggunakan kombinasi antara taktik lethal dan non-lethal yang akan membawa kesulitan bagi negara untuk menghadapinya, meski mereka menggunakan teknologi revolusioner sekalipun. Ahli militer dan sejarah, Martin Van Creveld pada tahun 1990 memprediksi bahwa aktor non-state bersenjata akan mengakhiri monopoli kekerasan yang selama ini dinikmati oleh nation-state sejak Perdamaian Westphalia di Eropa. Serangan 11 September ke WTC dan Pentagon menjadi contoh paling spektakuler. Berikut adalah beberapa tahapan model perang yang banyak didefinisikan oleh para ahli militer:
4. Perang generasi keempat Dalam generasi ini terjadi perubahan radikal terhadap norma dalam perang. Perjanjian Westphalia dinafikkan, kembali ke budaya perang masa lalu dimana yang terlibat konflik bukan negara melainkan keluarga, suku, penganut agama dan dunia usaha yang menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Dalam generasi ini muncul istilah perang asimetris (asymmetric warfare) yang mulai dikenal dalam perang Franco-Spanish tahun
1. Perang Generasi Pertama (1648 - 1860) Memiliki ciri formal, tertib, rapi. Hal ini dikaitkan dengan kultur militer yang penuh keteraturan dan membedakan antara warga sipil dan militer seperti seragam dan pangkat. Perang dalam 1 http://www.theguardian.com/world/2014/sep/25/us-yemenembassy-staff-evacuate
6
Laporan Khusus
SYAMINA
1823, ditandai dengan semakin kaburnya batasbatas norma perang.
William S. Lind menjelaskan bahwa, “Pada perang generasi keempat, pertempuran kembali ke pola sebelum tahun 1648, dimana perang dilakukan oleh berbagai entitas, tidak hanya negara. Mereka menggunakan berbagai sarana yang berbeda, termasuk ‘terorisme’ dan imigrasi, tidak hanya pasukan resmi. Perbedaan budaya, tidak sekadar perbedaan negara, menjadi penting. Budaya lain juga akan berperang tidak dengan cara kita berperang. Di seluruh dunia, pasukan militer negara bertempur dengan musuh non negara, dan negara hampir selalu kalah. Pasukan militer negara banyak didesain untuk berperang melawan militer negara lain yang sama dengan mereka. Saat melawan musuh non negara, banyak peralatan, taktik, dan pelatihan mereka menjadi tidak berguna atau kontraproduktif.”3
Ciri menonjol perang dalam generasi ini adalah melibatkan dua aktor atau lebih dengan kekuatan yang tidak seimbang dan mencakup spektrum perang yang luas. Karakter lainnya adalah perang dalam generasi ini bersifat transnasional, tidak mengenal medan perang yang pasti, tidak membedakan sipil dan militer, tidak mengenal masa perang dan damai, serta tidak mengenal garis depan. Hammes menyatakan bahwa, “Perang generasi keempat menggunakan seluruh jaringan yang tersedia—politik, ekonomi, sosial, dan militer— untuk meyakinkan para pengambil keputusan politik musuh bahwa tujuan strategis mereka tidak bisa diraih atau terlalu mahal jika dibandingkan dengan manfaat yang diharapkan. Perang ini berakar pada aturan dasar bahwa kemauan politik yang lebih superior, jika digunakan secara tepat, bisa mengalahkan kekuatan ekonomi dan militer yang lebih besar. Perang generasi keempat menggunakan jaringan masyarakat untuk menjalankan perangnya. Tidak seperti generasi sebelumnya, perang generasi keempat tidak berusaha untuk meraih kemenangannya dengan cara mengalahkan kekuatan militer musuh. Namun, melalui jaringannya, mereka menyerang secara langsung pikiran para pembuat keputusan musuh untuk menghancurkan kemauan politik musuh. Perang generasi keempat juga berlangsung lama—yang dihitung dengan bilangan dekade, bukan sekadar bulan atau tahun… Secara strategis, 4GW berusaha untuk secara langsung mengubah pikiran para pembuat keputusan musuh. Dan perubahan ini tidak diperoleh melalui metode tradisional superioritas di medan pertempuran… Kemenangan mereka diperoleh melalui penggunaan seluruh jaringan yang tersedia untuk secara langsung mengalahkan keinginan para pemimpin musuh, untuk meyakinkan mereka bahwa tujuan perang mereka tidak bisa diraih atau terlalu berbiaya… Satu-satunya media yang bisa mengubah pikiran seseorang adalah informasi. Karenanya, informasi adalah elemen kunci dalam setiap strategi Perang Generasi Keempat.”2
2
Edisi XIV / September 2014
Aktor perang Generasi Keempat berbeda dengan kelompok insurgensi, meskipun terkadang aktor insurgensi menggunakan taktik 4GW (Fourth Generation Warfare). Insurgensi berusaha untuk menggantikan pemerintahan saat ini dengan pemerintahan tradisional, yang seringkali memiliki ikatan ideologis yang berbeda. Saat mereka berhasil mencapai kekuatan yang mencukupi, kelompok insurgensi tradisional pada umumnya akan membentuk pasukan militer tradisional ala generasi ketiga dibanding terus melanjutkan gerilya dan operasi teror. Beberapa kelompok insurgen berusaha mengusir penjajahan pasukan asing, namun mereka masih menggunakan norma pemerintahan nationstate sebagai penggantinya. Sedangkan aktor Generasi Keempat pada umumnya memiliki tujuan regional yang jauh lebih luas dan bahkan visi global. Mereka berusaha menerapkan sistem sosial yang sama sekali baru berdasarkan ideologi atau agama mereka.
B. Strategi Baru Kontraterorisme AS “Kita harus mengembangkan sebuah strategi yang sesuai dengan ancaman yang menyebar ini— strategi yang akan memperluas jangkauan kita tanpa harus mengirimkan pasukan yang justru membuat militer kita terlalu lemah, atau memicu kebencian lokal. Kita membutuhkan partner untuk memerangi teroris bersama dengan kita.”
Colonel T. X. Hammes, USMC, “Fourth Generation Warfare Evolves, Fifth Emerges”, Military Review, June 2007
3 http://www.lewrockwell.com/2004/06/william-s-lind/the-fourgenerations-of-modern-war/
7
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
sesungguhnya.”4 Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
Perang melawan sebuah entitas nonstate membuat AS harus berpikir keras untuk menghadapinya. Lebih dari satu dekade sejak perang dideklarasikan oleh George W. Bush pasca peristiwa 11 September, AS masih terlibat dalam peperangan melawan Al Qaidah. Mereka masih berusaha untuk mengacaukan, membongkar, dan mengalahkan Al Qaidah—sebuah tujuan yang sampai saat ini belum bisa dikatakan tercapai meski setelah gugurnya Usamah bin Ladin sekalipun.
a. Prinsip yang Memandu Program Kontraterorisme 1. Melekatkan pada nilai-nilai AS 2. Membangun kerjasama keamanan 3. Menerapkan alat dan kontraterorisme dengan tepat 4.
Triliunan dollar sudah digelontorkan, ribuan prajurit mereka telah tewas, ratusan ribu nyawa tak berdosa telah terbunuh, beragam metode penyiksaan dan pelanggaran HAM sudah dilakukan. Partner dari berbagai negara sudah digalang, penjarapenjara rahasia sudah disiapkan, beragam metode serangan pun sudah diujicobakan—mulai serangan masif sekutu ke Afghanistan dan Irak Rumsfled, strategi kontrainsurgensi David Petraeus, hingga pembunuhan dan serangan drone Vickers. Tak ketinggalan, panduan bagi partner lokal pun sudah dibagikan, mulai dari deradikalisasi, penggantian kurikulum yang lebih moderat, penegakan hukum, hingga pembunuhan terduga teroris. Semua sudah dijalankan, dengan dana triliunan dollar, demi sebuah satu tujuan: mengalahkan musuh terbesar yang mengancam tatanan hegemoni global yang mereka kuasai saat ini.
kapabilitas
Membangun sebuah kultur kekenyalan
b. Tujuan Program Kontraterorisme 1. Melindungi rakyat AS, keamanan dalam negeri, dan kepentingan AS 2. Mengacaukan, menurunkan, membongkar, dan mengalahkan Al Qaidah, sekutu, dan pengikutnya 3. Mencegah pengembangan, perolehan, dan penggunaan Senjata Pemusnah Massal oleh teroris 4. Menghilangkan tempat perlindungan 5. Membangun kerjasama dan kecakapan kontraterorisme yang kekal 6. Menurunkan hubungan antara Al Qaidah, sekutu, dan pengikutnya 7. Mengkounter ideologi Al Qaidah dan gaungnya, serta mengurangi penyebab utama kekerasan yang dieksploitasi oleh Al Qaidah
Namun, hingga saat ini Al Qaidah masih eksis. Evaluasi pun dilakukan, dana kembali digelontorkan. Penyebaran jaringan Al Qaidah di berbagai wilayah di dunia memaksa AS untuk mengembangkan strategi baru. Pada bulan Juni tahun 2011, Gedung Putih merilis Strategi Nasional Kontraterorisme.
8. Menghilangkan sarana-sarana menguatkan teroris
yang
c. Fokus Area
John Brennan, direktur CIA, menyimpulkan bahwa “Strategi kami adalah ... dibentuk oleh pemahaman yang lebih dalam mengenai tujuan, strategi, dan taktik Al Qaidah. Saya tidak berbicara tentang visi megah Al Qaidah untuk mencapai dominasi global melalui kekhalifahan Islam yang keras. Visi itu tidak masuk akal, dan kami tidak akan mengatur kebijakan kontraterorisme kami melawan khayalan tak bertanggungjawabyang tidak akan pernah terjadi. Kami tidak akan mengangkat para preman ini dan aspirasi mereka yang kejam menjadi sesuatu yang lebih besar dari diri mereka yang
Dalam strategi tersebut, Amerika Serikat mengurutkan fokus area kontraterorismenya mulai dari: 1. Amerika Serikat, 2. Asia Selatan (Al Qaidah dan afiliasinya serta pengikutnya), 3. Semenanjung Arab (Al Qaidah dan AQAP), 4. Afrika Timur (Al Qaidah di Afrika Timur dan Al-Shabab), 5. Eropa. 4 http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2011/06/29/remarksjohn-o-brennan-assistant-president-homeland-security-and-counter
8
Laporan Khusus
SYAMINA
6. Iraq,
Edisi XIV / September 2014
jaringan hubungan bilateral yang kuat dengan negara-negara kunci di wilayah Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Australia. Negara tersebut bersama pemain regional penting lainnya memiliki peran untuk memastikan bahwa ancaman terorisme tidak akan mengalami kebangkitan di tahun-tahun mendatang dan bahwa para pemimpin senior Al Qaidah dipaksa untuk mencari daerah selain Asia Tenggara untuk memperoleh sumber daya, dukungan, dan tempat perlindungan potensial.
7. Maghreb dan Sahel (AQIM), 8. Asia Tenggara (Al Qaidah dan afiliasinya serta pengikutnya) 9. Asia Tengah (Al Qaidah dan afiliasinya serta pengikutnya). Yang dimaksud dengan afiliasi Al Qaidah adalah kelompok yang bersekutu dengan Al Qaidah. Sedangkan yang dimaksud dengan pengikut Al Qaidah adalah individu yang membentuk hubungan kolaboratif, bertindak untuk kepentingan, atau terinspirasi untuk melakukan aksi dalam rangka tercapainya tujuan Al Qaidah—baik organisasi maupun ideologi—termasuk terlibat dalam kekerasan baik kekerasan tersebut dilakukan di AS, diarahkan atas warga negaranya, maupun atas kepentingan AS.
C. PILIHAN STRATEGI USULAN SETH JONES
1. Engagement Amerika Serikat harus menetapkan strategi kontraterorisme yang lebih adaptif, dengan penggunaan special operations, intelijen, diplomatik dan kapasitas lainnya untuk melakukan penargetan secara tepat terhadap kelompok teroris, serta jaringan pendukung keuangan, logistik dan politik mereka.
Di Asia Tenggara sendiri, dalam pandangan AS, upaya kontraterorisme dianggap telah membaik dalam beberapa tahun terakhir, dimana negaranegara kunci di kawasan ini telah menikmati keberhasilan program kontraterorisme secara signifikan dan memberikan tekanan efektif pada organisasi teroris paling mematikan di kawasan itu. Meski demikian, AS masih memandang wilayah tersebut masih berpotensi menjadi lahan yang subur bagi organisasi lokal yang berbagi aspirasi dan ideologi dengan Al Qaidah. Dalam strategi baru ini, AS bertujuan untuk memastikan bahwa ancaman bagi kepentingan AS tetap rendah dan negara partner kunci memiliki kapasitas untuk terus mengurangi ancaman Al Qaidah.
2. Forward Partnering Strategi ini meliputi penggunaan pasukan militer AS dalam jumlah yang terbatas, operator intelijen, diplomat, dan personel pemerintahan lainnya untuk melatih pasukan keamanan lokal, mengumpulkan bukti intelijen, serta merusak pendanaan terorisme. Tidak seperti strategi engagement, pasukan keamanan dalam pilihan strategi ini tidak akan terlibat secara langsung dalam peperangan dengan melakukan penyergapan atau serangan drone.
Sebagaimana di kawasan lainnya, strategi kontraterorismeAS tertanam pada strategi menyeluruh peningkatan keterlibatan ekonomi dan politik AS di Asia Tenggara yang mendorong perdamaian, kemakmuran dan demokrasi di wilayah tersebut.Strategi ini menjadi titik kritis keberangkatan terkait dengan fakta bahwa negara dan rakyat Asia Tenggara memikul tanggung jawab untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh teroris di wilayah tersebut.
3. Offshore balancing Strategi ini digunakan dalam kasus dimana hanya sedikit atau tidak ada ancaman langsung terhadap AS. Offshore balancing dilakukan dengan mengandalkan sekutu lokal untuk melawan kelompok teroris serta menghindarkan diri dari keterlibatan secara langsung atau forward partnering.
AS siap membantu dalam melanjutkan upaya membangun kapasitas pemerintah di wilayah tersebut yang secara konsisten menunjukkan komitmen mereka melawan Al Qaidah, sekutu, dan pengikutnya di wilayah ini. AS mengembangkan
9
Laporan Khusus
SYAMINA
10
Edisi XIV / September 2014
Laporan Khusus
SYAMINA
D. PERANG BARU MELAWAN TEROR
Edisi XIV / September 2014
911 sebagai dalih, maka Obama memanfaatkan penyembelihan yang dilakukan oleh Daulah Khilafah sebagai pemicu dilancarkannya serangan udara di Irak dan Suriah. Kepanikan disebar di seluruh dunia akan kemungkinan ancaman yang diberikan oleh Daulah Khilafah. Sekutu pun digalang hingga berhasil membujuk hampir 40 negara untuk terlibat dalam perlawanan menghadapi Daulah Khilafah dan kelompok jihad lain di Suriah. Tak hanya upaya militer, mereka juga menggunakan PBB sebagai alat untuk memaksa para anggotanya untuk menerapkan standar yang sama dalam menghadapi kelompok jihad. Pada hari rabu, 24 September 2014, Obama di atas podium PBB meminta dukungan internasional dalam pertempuran untuk menghancurkan “jaringan kematian” Daulah Khilafah. Ia menyebutnya sebagai perjuangan generasi baru untuk memerangi kanker kekerasan ekstrimisme. Dalam pertemuan tersebut, 15 negara anggota PBB yang hadir menyetujui secara bulat sebuah resolusi yang meminta kepada seluruh negara untuk meloloskan hukum yang akan menindak seluruh warga negara yang bergabung atau membantu kelompok yang mereka anggap sebagai teroris.6
Perkembangan di Suriah menggiring AS pada situasi yang belum mereka prediksi sebelumnya, sebuah situasi yang belum bisa dijawab secara sempurna oleh strategi kontraterorisme baru yang sudah mereka canangkan sejak tahun 2011. Waktu itu, mereka dengan percaya diri menyebut bahwa Al Qaidah “sudah di ambang kekalahan.”5 Strategi kontraterorisme tahun 2011 adalah strategi yang terutama berfokus pada Al Qaidah. Namun perkembangan jihad Suriah memicu kebangkitan Daulah Islamiyah Irak yang kemudian berkembang menjadi Daulah Khilafah, kelompok yang secara resmi menyatakan diri tidak berafiliasi dengan Al Qaidah. Fokus mereka pun berbeda, Daulah Khilafah dianggap lebih berfokus pada tujuan regional. Mungkin karena itulah, terkait dengan Daulah Khilafah, Obama merasa belum mempunyai strategi. Namun, perkembangan situasi membuat AS merasa harus segera bertindak. Strategi baru pun diluncurkan dengan tujuan awal untuk “menurunkan dan menghancurkan” Daulah Khilafah. Selasa, 23 September 2014, front baru dalam perang melawan teror secara resmi telah dibuka. Serangan udara dilancarkan oleh AS, bersama dengan Yordania, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Qatar ke titik-titik dimana kelompok jihad di duga berada di Suriah. Serangan tersebut merupakan tindak lanjut dari deklarasi perang yang disampaikan oleh Obama pada tanggal 10 September 2014. “Tujuan kami jelas: kami akan menurunkan, dan pada akhirnya menghancurkan ISIL (Islamic State of Iraq and Levant, nama lain dari Daulah Khilafah), melalui strategi kontraterorisme yang komprehensif dan berkelanjutan.”
Obama, yang terpilih sebagai presiden dengan janji untuk mengakhiri perang di Irak dan Afghanistan ini menyerukan kepada umat Islam untuk turut serta dalam berbagai front melawan ekstrimisme baik di medan pertempuran maupun di media sosial. “Tidak ada Tuhan yang mengampuni aksi teror ini. Tidak ada keluhan yang menjustifikasi aksiaksi tersebut. Tidak ada alasan, tidak ada negosiasi, dengan jenis kejahatan semacam ini. Satu-satunya bahasa yang dipahami oleh pembunuh seperti ini adalah bahasa kekuatan.” Suriah menjadi negara muslim ketujuh yang dibombardir oleh seorang pemenang nobel perdamaian tahun 2009 bernama Barack Obama,
Obama merilis deklarasi perang tersebut diiringi dengan penekanan pada strategi untuk melawan Daulah Khilafah dan kelompok jihad lainnya. Obama memulai deklarasinya dengan usaha mendelegitimasi Daulah Khilafah dan menjauhkannya dari umat Islam. “ISIS bukanlah Islami… Mereka adalah organisasi teroris. Murni dan sederhana.” Obama menggunakan mantel yang dipakai oleh Bush saat mendeklarasikan perang salib melawan Al Qaidah. Jika Bush menggunakan peristiwa
6 h t t p : / / w w w . t e l e g r a p h . c o . u k / n e w s / w o r l d n e w s / barackobama/11119816/Obama-calls-for-war-on-Islamic-Statesnetwork-of-death.html
5 http://www.washingtontimes.com/news/2013/may/23/obama-alqaeda-is-on-a-path-to-defeat/?page=all
11
Laporan Khusus
SYAMINA
setelah Afghanistan,7 Pakistan,8 Yaman,9 Somalia,10 Libya,11 dan Irak.12
Edisi XIV / September 2014
Obama selama ini dicitrakan oleh media sebagai seorang reluctant warrior, karena keengganan untuk berperang dalam visi yang ia sampaikan. Namun, tujuh negara muslim telah ia serang hanya dalam waktu enam tahun masa jabatannya.
Baru sekitar satu tahun yang lalu para pejabat di pemerintahan Obama bersikeras bahwa mengebom dan menyerang Assad adalah perintah moral dan strategis.13 Kini, Obama justru mengebom musuh Assad dan dengan penuh kesopanan menginformasikan kepada rezim Assad tentang target serangan.14 Tampaknya tidak peduli dengan siapa AS berperang, yang penting bagi mereka adalah berperang, selalu dan selamanya.”15
E. LEGALKAH PERANG OBAMA DI LEVANT? Setelah pemboman Suriah dilakukan, para pejabat pemerintahan Obama mengeluarkan sejumlah pernyataan untuk membenarkan tindakannya sesuai dengan hukum internasional.
Obama merasa bahwa poin utama dari perang ini adalah panggilan moral untuk menaklukkan “pelaku kejahatan” bernama Daulah Khilafah. Sebagaimana hasil yang terlihat dari intervensi di Libya, Irak, dan Afghanistan, AS tidaklah mengebom berbagai negara untuk tujuan kemanusiaan. Kemanusiaan hanyalah dalih, bukan tujuan.16
Para pejabat senior pemerintahan Obama mengatakan bahwa serangan udara terhadap Daulah Khilafah—yang dilakukan di Suriah tanpa mencari izin dari pemerintah Suriah atau Dewan Keamanan PBB—tetaplah legal karena dilakukan dalam rangka membantu pertahanan Irak. Mereka mengatakan bahwa “Irak punya hak yang sah membela diri terhadap Daulah Khilafah karena kelompok militan tersebut menyerang Irak dari tempat perlindungannya di Suriah, dan pemerintah Suriah telah gagal untuk menekan ancaman tersebut.»17
Obama seolah lupa, atau pura-pura lupa, bahwa apa yang ia sebutkan sebagai karakter Daulah Khilafah tersebut semua tercermin juga dari kebijakan yang ia buat. Jika Daulah Khilafah dianggap melakukan teror, bagaimana dengan ribuan rakyat tak berdosa yang terbunuh oleh drone AS di Afghanistan, Pakistan, Yaman, Irak, dan yang terakhir di Suriah? Apakah pembunuhan mereka menjadi sah hanya karena yang melakukannya adalah AS dan sekutunya? AS bisa membantahnya, namun demikianlah faktanya. Berulangkali mereka menjanjikan zero error dalam setiap serangan, namun fakta menunjukkan bahwa kebanyakan korban tetaplah anak-anak dan warga sipil lainnya.
Dalam suratnya kepada Sekjen PBB, duta besar AS untuk PBB, Samantha Power memberikan sejumlah argumen mengenai dasar yang mereka pakai dalam serangan ke Suriah. Soal serangan atas Daulah Khilafah, ia mengatakan bahwa pemerintah Irak telah meminta kepada AS untuk memimpin pasukan koalisi menyerang Daulah Khilafah di Suriah agar mereka tidak lagi menyerang Irak.18 Argumen kedua, ia memandang bahwa Suriah tidak mampu atau tidak ingin mengatasi ancaman para pejuang yang bergerak dari Suriah menuju Irak. Selain itu, AS juga merasa perlu untuk menggunakan logika mempertahankan diri untuk menyerang Suriah. Belum ada bukti konkrit yang menunjukkan ancaman langsung Daulah Khilafah terhadap AS. Meski propaganda Daulah Khilafah berusaha memancing AS untuk menyerangnya, para ahli mencatat bahwa Daulah Khilafah lebih merupakan ancaman bagi regional Timur Tengah dibanding terhadap AS. Justifikasi mempertahankan diri membutuhkan adanya sebuah ancaman dalam waktu dekat (imminent threat) untuk membenarkan
7 http://edition.cnn.com/2014/09/10/world/asia/afghanistan-violence/ 8 http://motherboard.vice.com/blog/us-drones-have-killed-up-to-900civilians-in-pakistan 9 http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/middleeast/ yemen/7806882/US-cluster-bombs-killed-35-women-and-children. html 10 http://www.thebureauinvestigates.com/2012/02/22/militants-andcivilians-killed-in-up-to-20-us-somalia-strikes-new-study-shows/ 11 http://abcnews.go.com/International/pentagon-confirms-predatordrone-strike-libya/story?id=13442570 12 http://www.nytimes.com/2014/08/09/world/middleeast/iraq.html?_ r=0 13 http://www.boston.com/news/world/2013/09/01/secretarystate-john-kerry-says-waiting-congress-makes-syria-responsemore-powerful-cites-new-evidence-chemical-attack/ SyP8gYztPZV37EOzfNx9vJ/singlepage.html 14 h t t p : / / w w w . w a s h i n g t o n p o s t . c o m / w o r l d / s y r i a - i n f o r m e d in-advance-of-us-led-airstrikes-against-islamicstate/2014/09/23/848d79ae-4315-11e4-b437-1a7368204804_ story.html?Post+generic=%3Ftid%3Dsm_twitter_washingtonpost 15 h t t p : / / w w w . w a s h i n g t o n p o s t . c o m / w p - d y n / c o n t e n t / article/2010/06/25/AR2010062502160.html 16 http://www.salon.com/2012/05/02/the_fraud_of_humanitarian_ wars/
17 http://www.nytimes.com/2014/09/24/us/politics/us-invokesdefense-of-iraq-in-saying-strikes-on-syria-are-legal.html?_r=0 18 http://www.theguardian.com/world/2014/sep/24/us-legal-knotsshifting-rationale-syria-strikes
12
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
sini mengacu pada situasi di mana “Pasukan militer menyeberangi perbatasan internasional dalam bentuk yang terlihat, besar dan berkelanjutan ... tidak memberikan pilihan sarana dan tidak ada momen untuk bermusyawarah.” Karenanya, dari penjelasan mengenai “hak pertahanan diri” dan “serangan bersenjata”, tindakan AS tidak sesuai dengan hukum internasional. Menurut Friel, sifat insurgensi yang dilakukan AS masih memberikan pelung bagi komunitas masyarakat dunia untuk bertindak melalui PBB untuk merespon dengan cara lain selain serangan ala koalisi pimpinan AS.
serangan preemptive terhadap target. Dari sinilah muncul nama Kelompok Khurasan, sebuah kelompok kecil yang digambarkan sebagai bagian dari Al Qaidah yang lebih tertarik untuk menyerang AS. Howard Friel mencoba meninjau legalitas serangan mereka berdasarkan aturan hukum mereka serta aturan hukum internasional.19 Pertama: Pernyataan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Obama tidak menyebut aturan-aturan spesifik dari Piagam PBB, termasuk aturan pada Pasal 2 (4), yang melarang ancaman dan penggunaan kekerasan oleh negara dalam melakukan hubungan internasional mereka. Sikap ini memungkinkan pejabat pemerintah Obama untuk melakukan diplomasi publik tentang legalitas pemboman Suriah dengan sedikit akuntabilitas kepada publik.
Kelima: Menteri Luar Negeri Suriah pada Selasa mengecam secara terbuka pemboman AS, dengan mengatakan bahwa Amerika Serikat seharusnya tidak mengulang “kegagalan di Irak dengan melakukan serangan militer buta.”21 Pernyataan ini akan bertentangan dengan klaim pemerintah AS bahwa pemerintah Suriah mengundang Amerika Serikat untuk mengebom target di dalam wilayah Suriah.
Kedua: Meskipun Samantha Power, duta besar AS untuk PBB, mengklaim tentang prinsip mendasar dalam Piagam PBB yang memberikan hak kepada negara untuk membela diri, termasuk menggunakan kekerasan di wilayah negara lain ketika negara tersebut tidak mau atau tidak mampu mengatasinya,20 tidak ada aturan dalam Piagam tersebut yang mengizinkan satu negara (dalam hal ini Irak) untuk mengundang negara kedua (Amerika Serikat) untuk membom negara ketiga (Suriah) atas dasar kebijaksanaan negara pertama dan kedua dan tanpa otorisasi Dewan Keamanan. Suriah, meskipun secara rahasia menyukai serangan AS ke kelompok oposisi, secara formal tidak pernah meminta agar teritorial negara mereka diserang.
Keenam: Piagam PBB Pasal 2 (4) menyatakan: “Semua anggota (PBB) harus menahan diri dalam hubungan internasional mereka dari memberikan ancaman atau menggunakan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara manapun, atau dengan cara lain yang tidak sesuai dengan Tujuan PBB.”22 Jika Amerika Serikat mengebom Suriah tanpa undangan dari Suriah dan tanpa persetujuan Suriah, maka AS telah melanggar” integritas teritorial atau kemerdekaan politik “dari Suriah, dan dengan demikian melanggar Piagam PBB.
Ketiga: Hak “pertahanan diri” di bawah hukum internasional ada sebagai pengecualian yang terbatas. Sementara saat mengutip hak pertahanan diri, pemerintah AS tidak menjelaskan secara detail bagaimana pengecualian terbatas tersebut mengalahkan aturan utamanya, yaitu larangan untuk memberikan ancaman atau menggunakan kekuatan.
Ketujuh: Tujuan dasar dari PBB dan Piagam PBB adalah “untuk menyelamatkan generasi berikutnya dari bencana perang.”23 Selain itu, Pasal 2 (4) melarang ancaman dan penggunaan kekuatan dengan cara apapun “yang tidak konsisten dengan Tujuan dari PBB.” Ketentuan tersebut menggerus segala asumsi keabsahan perang terbaru yang dikobarkan oleh Obama.
Keempat: Pengecualian pertahanan diri dalam Piagam (Pasal 51) dapat dilaksanakan oleh negara hanya dalam rangka merespon sebuah “serangan bersenjata”. “Serangan bersenjata” di
Kedelapan: Pemerintahan Obama juga menegaskan bahwa legalitas keputusan untuk mengebom Suriah beralasan pada tahun otorisasi Kongres tahun 2002 bagi pemerintah Bush untuk
19 http://www.commondreams.org/views/2014/09/24/obama-bombssyria-and-threatens-wider-war-violation-un-charter 20 http://www.nytimes.com/2014/09/24/us/politics/us-invokesdefense-of-iraq-in-saying-strikes-on-syria-are-legal.html?_r=0
21 http://www.cnn.com/2014/09/23/world/meast/isis-airstrikes/ 22 http://www.un.org/en/documents/charter/chapter1.shtml 23 http://www.un.org/en/documents/charter/preamble.shtml
13
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
melakukan invasi ke Irak pada tahun 2003.24 Meskipun pemerintahan Obama bukanlah pemerintahan Bush, Suriah bukanlah Irak, dan 2002 bukanlah 2014, otorisasi tahun 2002 tersebut jutru dijadikan oleh Obama sebagai dasar hukum dalam hukum dalam negeri AS untuk mengebom Suriah.
mengakhiri pelanggaran otoritas eksekutif yang terjadi di era Bush. Dia juga mengkhianati Konstitusi yang ia bersumpah untuk menegakkannya.”25 Ackerman juga menyatakan bahwa tindakan Obama “menandakan pelanggaran yang cukup menentukan terhadap tradisi konstitusional AS.”26
Kesembilan: Menurut undang-undang AS, tidak ada badan pemerintah, baik Kongres maupun presiden, yang memiliki kewenangan untuk melanggar Piagam PBB. Oleh karena itu, otorisasi kongres tahun 2002 untuk menyerang Irak adalah pelanggaran Piagam PBB, karena ia dikeluarkan tanpa otorisasi Dewan Keamanan PBB dan tidak adanya serangan bersenjata oleh Irak terhadap Amerika Serikat. Dengan demikian, Resolusi kongres tahun 2002 tersebut tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum untuk mengebom Suriah hari-hari ini.
Obama mengklaim bahwa ia tidak membutuhkan otorisasi Kongres atas perang yang sedang ia lancarkan di Suriah dan Irak. Dalam perang tersebut, ia menggunakan dalil otorisasi Kongres tahun 2001 yang diberikan untuk menyerang pelaku peledakan WTC dan para pendukungnya, serta dalil otorisasi yang dikeluarkan tahun 2003 untuk menyerang Saddam Hussein. Dan otorisasi tersebut kini dimanfaatkan untuk perang yang sangat berbeda melawan orang yang sangat berbeda. Obama merasa jika ia menghindari penggunaan pasukan di lapangan—meskipun ia mengirimkan special forces dan penasihat militer—dan membatasi hanya pada serangan udara, maka itu bukanlah perang yang membutuhkan persetujuan dari Kongres AS. Bagi Obama, jika tidak ada warga AS yang terbunuh, maka ini bukanlah perang yang perlu otorisasi. Meski pesawat penyerang bisa tertembak, pilot bisa tertangkap atau terbunuh, dan pihak yang diserang pun menganggap bahwa serangan tersebut adalah perang. Dalam aturan konstitusi AS, lembaga yang berhak untuk mengotorisasi dijalankannya perang atau tidak adalah Kongres AS, bukan presiden. Menurut Ivan Eland, bisa saja Kongres bertanya apakah mereka perlu terlibat permusuhan di Suriah dan Irak. Namun, semua aturan konstitusi tersebut diterabas oleh Obama. Ia memberi contoh buruk bagi rakyat AS dan masyarakat dunia. Dalam sejarah kepresidenan AS, jika satu preseden buruk dilakukan, maka presiden yang akan datang akan memanfaatkannya sebagai dalil atas pelanggaranpelanggaran berikutnya yang ia lakukan.27
Kesepuluh: Piagam PBB 39 menyatakan: “Dewan Keamanan akan menentukan keberadaan setiap ancaman terhadap perdamaian, pelanggaran perdamaian, atau tindakan agresi, dan akan membuat rekomendasi, atau memutuskan tindakan yang harus diambil ... untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional.” Arti penting dari aturan hukum internasional ini adalah bahwa tidak ada negara yang boleh memutuskan sendiri apakah akan menggunakan kekuatan—dan terutama, apakah akan berperang melalui intervensi dalam sebuah konflik luar negeri. “ Singkatnya, Pasal 39 memberikan kewenangan kepada Dewan Keamanan, sehingga membuat kekuatan sebagai instrumen masyarakat dunia, bukan negara secara individu. Kesimpulannya, menurut Howard Friel, aksi yang dilakukan AS di Suriah adalah salah satu bentuk pelanggaran terhadap Piagam PBB dan konstitusi mereka sendiri. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Bruce Ackerman, profesor ilmu hukum dan politik dari Yale University. Ia memandang bahwa saat Obama “melakukan tindakan dengan dalih bahwa presiden, dalam kapasitasnya sebagai pimpinan, mempunyai otoritas sepihak untuk mendeklarasikan perang… tidak hanya merupakan bentuk pengkhianatan terhadap para pemilih yang memilihnya dua kali (sebagai presiden) berdasarkan janjinya untuk
Jika Obama saja memberi contoh untuk melanggar hukum demi sebuah tujuan yang ingin dicapai, akan sangat aneh jika mereka meminta pihak lain untuk taat kepada hukum. Ketidakpedulian atas otoritas legal yang dimiliki oleh Obama untuk mengebom Suriah semakin menegaskan bahwa: 25 http://www.nytimes.com/2014/09/12/opinion/obamas-betrayal-ofthe-constitution.html?_r=0 26 idem 27 http://www.huffingtonpost.com/ivan-eland/presidents-and-the-warpo_b_5938506.html
24 http://www.nytimes.com/2014/09/24/us/politics/us-invokesdefense-of-iraq-in-saying-strikes-on-syria-are-legal.html?_r=0
14
Laporan Khusus
SYAMINA
Imperium boleh mengebom siapa pun yang mereka inginkan, kapan pun mereka inginkan, dan untuk alasan apapun. Kita tentu ingat saat Obama nekat mengebom Libya meski Kongres secara eksplisit menentang otorisasi penggunaan kekuatan.28 Nampaknya, hanya sedikit orang yang berpikir bahwa tindakan menabrak aturan dan batasan hukum bukanlah sikap seorang ksatria.
melalui aksi politik dari lima anggota utama, dan jika diperlukan, melalui penguatan supranasional. Kekuatan peradilan kemudian diberikan kepada Pengadilan Internasional yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan pertikaian yang terjadi diantara negara. Kemudian datanglah Usamah bin Ladin dan 9/11. Terorisme internasional waktu itu diidentifikasi oleh Dewan Keamanan PBB sebagai ancaman pada perdamaian dan keamanan. Dewan Keamanan PBB kemudian mengambil peran untuk dirinya sendiri sebagai kekuatan “legislatif” dan “yudisial”. Dua momen yang paling krusial waktu itu adalah dirilisnya Resolusi Dewan Keamanan 1371 pada bulan September 2001—yang mewajibkan seluruh negara anggota PBB untuk terlibat dalam perang melawan terorisme, serta Resolusi Dewan Keamanan 1390 tahun 2002, yang memperluas mekanisme sanksi kepada para pemimpin Taliban Afghanistan yang awalnya hanya bersifat temporer untuk kemudian diganti menjadi daftar teroris permanen Al Qaidah dan Taliban secara global.
F. RESOLUSI KEPANIKAN Usaha Obama untuk jualan proyek baru perang melawan terorisme juga dilakukan di PBB. Dalam rapat Dewan Keamanan PBB tanggal 24 September 2014, Obama mengusulkan draft resolusi tentang foreign terrorist fighters, yang kemudian disetujui secara bulat oleh 15 negara anggota. Resolusi ini bukanlah sekadar deklarasi politik yang disepakati di level politik tertinggi, namun sebuah resolusi “legislatif” yang mempunyai “gigi”, yang disetujui di bawah Piagam PBB Chapter VII dan karenanya secara legal mengikat seluruh negara anggota PBB.29 Menanggapi resolusi tersebut, Martin Scheinin berpendapat bahwa resolusi tersebut justru merupakan kemunduran besar dalam usaha kontraterorisme yang dilakukan PBB. Ia membandingkannya dengan Resolusi Dewan Keamanan 1373 yang dirilis pasca serangan 11 September 2001. Resolusi baru tersebut menghapus seluruh perbaikan bertahap yang sudah dilakukan selama 13 tahun terakhir dalam hal perlindungan hak asasi manusia dan aturan hukum, dimana Dewan Keamanan kembali menggunakan kekuatan supranasionalnya dalam cara yang sangat problematik.
Scheinin, yang pernah menjadi Pelapor Khusus PBB dalam hal hak asasi manusia dan kontraterorisme (2005-2011), memandang bahwa Dewan Keamanan PBB melakukan aksi di luar batas wewenang yang diberikan oleh Piagam PBB. Hal ini dikarenakan mekanisme sanksi yang dicantumkan dalam Resolusi Dewan Keamanan 1267 dikonversi menjadi sebuah sanksi permanen atas individu dan entitas tanpa batasan waktu atau geografis, di mana kekerasan sanksi tersebut disamakan dengan hukuman kriminal. Selain itu, Dewan Keamanan PBB juga melakukan aksi di luar batas wewenang dengan menggunakan Resolusi Dewan Keamanan 1373 sebagai basis legal bagi aksi PBB dalam melawan terorisme tanpa durasi yang masuk akal dari sebuah situasi krisis yang muncul dari peristiwa 11 September.30
Saat Piagam PBB disepakati pada tahun 1945, usaha untuk menyeimbangkan seluruh kekuatan yang ada di setiap organ PBB dilakukan secara sangat hati-hati, terutama antara Majelis Umum dan Dewan Keamanan. Majelis Umum memainkan peran dalam hal perkembangan hukum internasional, penggunaan perjanjian baru yang mengikat secara legal, serta penghormatan kedaulatan negara secara adil. Sedangkan Dewan Keamanan bertugas untuk mengatasi ancaman terhadap perdamaian dan keamanan internasional 28 29
Edisi XIV / September 2014
Scheinin juga memandang bahwa resolusi baru ini justru akan menjadi ancaman paling serius bagi perdamaian dan keamanan internasional. Resolusi tersebut memberi kewenangan legal yang sangat luas kepada negara anggota PBB tanpa ada usaha untuk mendefinisikan atau membatasi kategori orang yang dikatakan sebagai teroris oleh masing-masing
http://thehill.com/blogs/floor-action/house/168347-house-rejectslibya-authorization-resolution Untuk resolusi selengkapnya bisa dilihat di http://un-report.blogspot. be/2014/09/updated-un-security-council-draft.html?spref=tw
30 http://justsecurity.org/15407/post-911-panic-security-councilresolution-foreign-terrorist-fighters-scheinin/
15
Laporan Khusus
SYAMINA
negara. Pendekatan ini berpotensi menghasilkan pelanggaran yang sangat berat, dimana tiap negara bisa menerapkannya secara luas, samar dan semenamena terhadap definisi terorisme, dan seringkali disertai dengan motif politik atau penindasan.
Edisi XIV / September 2014
c) organisasi yang sengaja, atau tindakan pemberian kemudahan lainnya, termasuk tindakan perekrutan, oleh warga negara mereka atau di wilayah mereka, terhadap perjalanan individu yang melakukan perjalanan ke suatu negara selain negara tempat tinggal atau kewarganegaraan mereka sendiri untuk tujuan melakukan perbuatan, perencanaan, atau persiapan, atau berpartisipasi dalam aksi teroris atau menyediakan atau menerima pelatihan teroris.
Ketetapan yang paling mengkhawatirkan, menurut Scheinin, adalah ketetapan yang termuat dalam paragraf operatif (OP) no.6: Mengingatkan kembali keputusan, dalam resolusi 1373 (2001), bahwa semua negara anggota harus menjamin bahwa setiap orang yang berpartisipasi dalam pembiayaan, perencanaan, persiapan atau melakukan aksi teroris atau mendukung tindakan teroris dibawa ke pengadilan, dan memutuskan bahwa semua negara wajib memastikan bahwa hukum dan peraturan domestik mereka menetapkan tindak pidana berat dalam rangka memberikan kemampuan untuk menuntut dan menghukum dengan cara sepatutnya yang mencerminkan keseriusan pelanggaran:
Ketetapan ini, menurut Scheinin lagi, mencerminkan reaksi kepanikan yang cukup simbolik di PBB. Ia bisa memberikan alat yang sangat kuat bagi rezim represif untuk memberikan stigma teroris kepada siapapun yang tidak mereka sukai, baik dari kalangan kelompok oposisi, persatuan dagang, gerakan keagamaan, maupun kelompok pribumi, dll. Sebagai contoh, jika sebuah negara menerapkan definisi terorisme pada kelompok pribumi yang menginginkan kemerdekaan dengan cara-cara non kekerasan, maka sebuah rezim yang represif akan bisa memanfaatkan resolusi ini untuk menghantam pelatihan, pendanaan, perjalanan dari organisasi tersebut, dengan dalih sebagai ancaman terhadap rezim represif tersebut—meski organisasi tersebut benar-benar tidak melakukan kekerasan. Situasi di Uighur bisa menjadi contoh. Bermula dengan cap teroris kepada suku tersebut, pemerintah China bisa memperlakukan warga Uighur dengan sewenangwenang.
a) warga negara mereka yang bepergian atau mencoba untuk melakukan perjalanan ke suatu negara selain negara tempat tinggal atau kewarganegaraan mereka sendiri, dan orang lain yang melakukan perjalanan atau mencoba untuk melakukan perjalanan dari wilayah mereka ke negara selain negara tempat tinggal atau kewarganegaraan mereka, dengan tujuan untuk melakukan perbuatan, perencanaan, atau penyusunan, atau berpartisipasi dalam aksi teroris, atau menyediakan atau menerima pelatihan teroris;
Draft resolusi tersebut juga mempunyai masalah lain, yaitu:
b) pengumpulan atau penyediaan dana yang disengaja, dengan cara apapun, secara langsung atau tidak langsung, oleh warga negara mereka atau di wilayah mereka dengan maksud bahwa dana harus digunakan, atau dalam pengetahuan bahwa mereka akan digunakan, untuk membiayai perjalanan individu yang melakukan perjalanan ke suatu negara selain negara tempat tinggal atau kewarganegaraan mereka untuk tujuan melakukan perbuatan, perencanaan, atau penyusunan, atau berpartisipasi dalam aksi teroris atau menyediakan atau menerima pelatihan teroris; dan,
zz Tidak menyebutkan hak asasi manusia dalam PP5 zz Mengulang implikasi yang salah di PP19 yang menyatakan bahwa penyalahgunaan status pengungsi merupakan ancaman teroris yang sesungguhnya zz Penekanan kewajiban untuk saling menukar catatan nama penumpang di OP9 tanpa memberikan usaha perlindungan yang layak zz Gagal untuk memelihara dan mengembangkan ide yang pernah disepakati dalam Resolusi Dewan Keamanan 1822
16
Laporan Khusus
SYAMINA
tahun 2008 yang menyebutkan bahwa PBB sendiri harus menghargai hak asasi manusia saat melakukan perang melawan terorisme
Permainan kata berikutnya adalah tentang warga sipil. Perubahan definisi mampu menutupi dan menjustifikasi jatuhnya korban sipil dalam setiap serangan AS. Sehari setelah serangan, Pentagon dengan penuh percaya diri mengatakan bahwa tidak ada rakyat sipil yang terbunuh dalam serangan di Suriah,32 meski laporan yang kredibel justru menunjukkan sebaliknya.33 Namun, AS tidak kehilangan akal. Kesulitan untuk membantah adanya korban sipil, sebagaimana yang sering terjadi pada serangan drone di berbagai tempat lain, mereka mengakalinya dengan melakukan definisi ulang “warga sipil”, sehingga mereka akan dengan mudah membantah adanya korban tak bersalah tersebut. Dalam laporan di New York Times tahun 2012, mereka menganggap “seluruh laki-laki usia militer yang berada di daerah yang diserang adalah kombatan, kecuali ada bukti intelijen eksplisit yang membuktikan mereka tidak bersalah.”34
Terakhir, Scheinin menyimpulkan kemunduran terbesar dari resolusi ini adalah kepanikan yang ditunjukkan dalam kombinasi antara OP1 dan PP6. Tidak ada batasan yang jelas tentang bentuk ancaman perdamaian internasional yang dimaksud dalam draft resolusi ini. Jika resolusi 1373 selama ini cacat dan membutuhkan banyak sekali perbaikan, maka sungguh aneh jika kesalahan serupa terjadi lagi sebagai buah dari kepanikan yang diciptakan.
G. SELALU ADA DALIH UNTUK MEMBENARKAN SERANGAN Banyak yang mempertanyakan keabsahan serangan AS dan sekutunya ke Suriah yang dimulai tanggal 23 September 2014 kemarin. Obama pun berusaha menghindari segala diskusi tentang otoritas legal domestik yang ia miliki untuk melakukan serangan tersebut.31 Tugas tersebut ia limpahkan kepada salah seorang pejabat Gedung Putih yang mengatakan bahwa dalil Authorization of Use of Military Force (AUMF) tahun 2001 (yang ditujukan pada Al Qaidah) dan resolusi perang 2002 (yang ditujukan untuk menyerang Saddam Hussein di Irak) bisa memberikan otoritas kepada AS untuk melakukan serangan ke Suriah. Dengan kata lain, otoritas legal yang diberikan kepada Gedung Putih secara khusus untuk menyerang Al Qaidah dan menginvasi Irak 12 tahun yang lalu, saat ini diterjemahkan bahwa AS boleh melakukan perang melawan organisasi teroris yang BUKAN Al Qaidah, di negara lain yang BUKAN Irak.
Jadi seluruh korban, jika mereka laki-laki, akan dianggap sebagai militan meskipun sejatinya tidak. Saat Obama mengatakan bahwa perang melawan IS di Suriah akan dilakukan berdasarkan model yang sudah dilakukan di Yaman,35 di mana korban sipil banyak berjatuhan, maka tidak heran jika akhirnya kejadian yang sama juga terjadi di Suriah dan Irak. Dalam pandangan pemerintah AS, bunuh siapa pun yang Anda inginkan, selama mereka adalah lakilaki dengan usia tertentu. Dengan demikian, Anda bisa menghapus adanya pembunuhan warga sipil. Cukup berhenti di situ? Tidak. AS juga menggunakan istilah lain bernama “immenent threat”, ancaman dalam waktu dekat. AS juga memanfaatkan istilah tersebut untuk menjustifikasi apa pun yang mereka inginkan. Kini, mereka menggunakannya untuk menghantam Idlib dan Aleppo, daerah yang tidak ada basis Daulah Khilafah di dalamnya. Di wilayah tersebut, pemerintah Obama melakukan serangan terhadap Kelompok Khurasan. Mereka menjustifikasi serangan tersebut dengan klaim bahwa kelompok tersebut tengah merencanakan sebuah serangan ke Amerika Seriat “dalam waktu dekat”. Nama Kelompok Khurasan
Sungguh luar biasa hasil yang bisa didapatkan ketika kita menganggap sebuah istilah mempunyai makna yang sama sekali berbeda dari yang dimaksudkan sebenarnya. Jika kita bisa membuat istilah yang mempunyai makna apapun yang kita inginkan, maka tidak ada batasan atas apa yang bisa kita lakukan. Jika demikian, maka untuk apa ada hukum jika hukum pada dasarnya adalah permainan kata yang bisa diisi sesuai dengan apa yang kita inginkan? 31
Edisi XIV / September 2014
32 33 34 35
http://www.theguardian.com/world/video/2014/sep/23/barackobama-us-isis-syria-video
17
http://www.buzzfeed.com/evanmcsan/syria-civiliancasualties#14hq9m2 http://uk.reuters.com/article/2014/09/23/uk-syria-crisis-qaedaidUKKCN0HI0NI20140923 http://www.salon.com/2012/05/29/militants_media_propaganda/ http://www.thedailybeast.com/articles/2014/09/12/obama-s-yemenmodel-for-the-war-on-isis-in-yemen-it-s-a-wreck.html
Laporan Khusus
SYAMINA
sendiri banyak yang belum mendengarnya, kecuali baru satu pekan sebelum serangan, saat beberapa pejabat AS mulai menyebarkan namanya.36 Karena itu, cukup sulit untuk menilai kebenarannya dari informasi publik tentang seberapa mengancamnya rencana tersebut. Namun, jika kita lihat bagaimana pemerintah AS mendefinisikan kata “imminent”, usaha tersebut menjadi hampir tidak mungkin.
Putih, kualifikasi semacam itu tidak masuk dalam pengertian bertempur. Padahal menurut Letkol (purn) John A. Nagl, yang pernah bertugas di Irak dan membantu membuat manual lapangan kontrainsurgensi di sana, “Memerintahkan serangan udara adalah sama dengan menembakkan butiran peluru atas seseorang. Yang dilakukan oleh para penasihat militer tersebut adalah memberi tanda pada sebuah rumah yang menyebabkan rumah tersebut meledak.”
Dalam definisi Departemen Kehakiman AS yang digunakan untuk menjustifikasi pembunuhan warga AS di luar negeri menyebutkan bahwa:
Para penasihat militer tersebut juga dipersenjatai. Peran mereka adalah memberi perintah kepada komandan Irak tentang rumah mana yang harus diserang, berapa banyak amunisi yang dipakai, dan bagaimana mengatur evakuasi medis pasukan. Dalam pandangan Paul D. Eaton, penasihat di National Security Network, “Jika Anda mencoba untuk menyebar pengaruh militer di lapangan, maka Anda sedang dalam pertempuran. Mungkin Anda tidak dalam pertempuran secara langsung, namun ini adalah misi pertempuran.”39
[A]n “imminent” threat of violent attack against the United States does not require the United States to have clear evidence that a specific attack on U.S. persons will take place in the immediate future.37 “Sebuah ancaman serangan kekerasan dalam waktu dekat atas AS tidak mensyaratkan kepada AS untuk mempunyai bukti yang jelas bahwa sebuah serangan terhadap personil AS akan terjadi dalam waktu dekat.”
Tak hanya itu, AS dan sekutunya kini juga mulai mempropagandakan istilah baru, foreign terrorist fighters,40sebagai rangkaian dari upaya mencari legalitas melawan kelompok Islam di Suriah.Tidakcukup dengan istilah foreign fighters, sebagaimana yang umum terjadi selama ini, namun ada tambahan kata terrorist di dalamnya. Arahnya cukup jelas, sebagaimana istilah teroris yang pada praktiknya banyak disematkan pada kelompok Islam yang berjuang untuk melawan penindasan di bawah kekuasaan hegemoni AS, istilah foreign terrorist fighters secara spesifik diarahkan kepada mereka yang berjalan melintasi batas negara untuk membantu kelompok yang dituduh teroris dalam definisi sepihak mereka.
Yang jika kita terjemahkan: “dekat” bisa mempunyai makna yang banyak… termasuk berarti “tidak dekat.” Persoalan berikutnya adalah soal penggunaan pasukan di lapangan di Irak dan Suriah. AS berusaha meyakinkan publik bahwa mereka tidak akan menggunakan pasukan di lapangan. Namun kenyataan menunjukkan, berdasarkan definisi awam sekali pun, bahwa sudah ada pasukan lapangan di Irak. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Mark Landler, Gedung Putih membuat definisi “bertempur secara sangat sempit… sebuah definisi yang ditolak oleh hampir seluruh ahli militer.”38 Menurut pemerintahan Obama, 1.600 penasihat militer yang ditugaskan ke Irak tidak termasuk dalam definisi ini, meskipun fakta menunjukkan bahwa penasihat militer bisa: menempel dengan pasukan Irak, membawa senjata, menembakkan senjata jika diserang, dan bisa memerintahkan serangan udara. Dalam kamus perang yang dipakai oleh Gedung
36 37 38
Edisi XIV / September 2014
Mengapa tidak cukup hanya dengan foreign fighters? Menurut Matt Apuzzo, AS dan PBB sebagai payung internasionalnya, berusaha membedakannya dengan foreign fighters yang mereka persenjatai.41 Politik standar ganda mereka masih memberikan pintu keluar bagi digunakannya foreign fighters dengan satu catatan: mereka persenjatai dan untuk kepentingan mereka, bukan yang lain.
http://www.buzzfeed.com/rosiegray/how-khorasan-went-fromnowhere-to-the-biggest-threat-to-the#14hq9m2 http://www.theatlantic.com/politics/archive/2013/02/obamasmemo-on-killing-americans-twists-imminent-threat-likebush/272862/ http://www.nytimes.com/2014/09/19/us/politics/19post.html?_r=0
39 idem 40 http://www.theguardian.com/world/2014/sep/24/un-securitycouncil-resolution-terror-threat-obama 41 https://twitter.com/mattapuzzo/status/514791730554896384
18
Laporan Khusus
SYAMINA
Foreign fighters tak hanya dilakukan oleh sebagian umat Islam yang merasa terpanggil untuk membantu saudaranya di belahan dunia lain yang membutuhkan bantuan. Israel sendiri masih terus melakukan penggalangan foreign fighters. Sampai hari ini, pemerintah Israel masih terus melakukan program rekrutmen yang disebut dengan mahal,42 yang secara sangat terbuka melakukan rekrutmen foreign fighters untuk memperkuat Pasukan Pertahanan Israel (IDF). Program tersebut direpresentasikan di 30 negara. Yahudi, non-Yahudi, dan bahkan bukan warga negara Israel—dengan usia lebih dari 16 tahun—bisa menyumbangkan waktunya, uang dan usahanya, memakai seragam tentara, untuk memperkuat militer Israel.
Solusinya, mereka menciptakan gambaran ancaman musuh baru yang diberi nama Kelompok Khurasan. Setelah berminggu-minggu menggambarkan Daulah Khilafah sebagai ancaman yang belum pernah ada sebelumnya—yang bagi Al Qaidah sendiri menganggapnya terlalu radikal— AS kembali menyuapi media pendukungnya tentang cerita sebuah kelompok rahasia yang lebih menakutkan dan lebih mengancam daripada Daulah Khilafah, sebuah kelompok yang memberikan ancaman langsung dan dalam waktu dekat terhadap AS. Munculnya kelompok baru ini pertama kali dipublikasikan oleh Associated Press pada tanggal 13 September 2014 yang mengutip pernyatan dari salah seorang pejabat AS.
Keanehan kampanye militer ini membuat Obama harus berusaha lebih untuk menjualnya. Dia berusaha menekankan bahwa operasi ini legal. Meski dengan melakukan permainan kata atas sebuah definisi.
“Di saat Daulah Khilafah mendapat perhatian paling besar saat ini, kelompok ekstrimis lain di Suriah—gabungan antara jihadis dari Afghanistan, Yaman, Suriah, dan Eropa—memberikan ancaman yang lebih langsung dan dalam waktu dekat terhadap AS… Pusat dari kelompok tersebut adalah sebuah sel yang dikenal dengan Kelompok Khurasan, yang terdiri dari para pejuang veteran Al Qaidah dari Afghanistan dan Pakistan yang hijrah ke Suriah untuk bergabung dengan cabang Al Qaidah di sana, Jabhah An-Nusrah.”43
Bagi pemerintah AS, legal bermakna apapun yang diinginkan presiden, terorisme berarti segala sesuatu yang tidak disukai oleh pemerintah AS. Jadi mulai sekarang, jika kita mendengar istilah “serangan dalam waktu dekat”, “warga sipil”, “pasukan di lapangan”, berhati-hatilah: jika pemerintah mengatakan bahwa mereka tidak menyesatkan Anda, mungkin ini dikarenakan mereka secara diam-diam sudah mengubah definisi dari istilah “menyesatkan”.
Untuk menambah kesan horor, sumber tersebut menyebutkan bahwa, “banyak pejabat AS yang diwawancarai soal cerita ini yang tidak akan mau disebut namanya saat berbicara mengenai apa yang mereka sebut sebagai informasi intelijen yang sangat rahasia”.
Obama mengajari, bahwa jika Anda bisa mendefinisikan ulang seluruh kata di kamus, Anda bisa mencari justifikasi atas seluruh aksi yang Anda lakukan.
Tanggal 18 September 2014, CBS News menyiarkan berita propaganda dengan menyebutkan bahwa:
H. ANCAMAN TEROR PALSU KELOMPOK KHURASAN
“Pagi ini, kita mempelajari tentang sebuah ancaman teror baru dan terus bertumbuh yang berasal dari Suriah. Ia adalah sel Al Qaidah yang kalian belum pernah dengar sebelumnya. Hampir segala tentang mereka bersifat rahasia… mereka lebih berbahaya daripada Daulah Khilafah.”44
Serangan yang dilakukan oleh AS dan sekutunya ke Suriah ternyata dilakukan tanpa otorisasi Kongres AS maupun PBB. Mereka cukup kesulitan untuk mencari dasar hukum untuk menyerang Daulah Khilafah. Selain itu, pemerintah Obama juga mengalami kesulitan untuk mendapat dukungan publik untuk sebuah perang panjang melawan sebuah kelompok yang tidak ada bukti ancaman dalam jangka dekat yang akan mereka lakukan terhadap AS. 42
Edisi XIV / September 2014
Setelah itu, para pejabat AS mulai menyebutnya secara publik dengan menyatakan bahwa “dalam 43 http://bigstory.ap.org/article/ap-enterprise-al-qaidas-syrian-cellalarms-us 44 http://www.cbsnews.com/news/al-qaeda-khorasan-syria-biggerthreat-to-us-than-isis/
http://garinmahal.com/
19
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
hal ancaman pada keamanan nasional, Kelompok Khurasan mungkin akan memberikan bahaya yang sama besar dengan Daulah Khilafah.”45
AS menjelaskan plot yang dilakukan oleh Kelompok Khurasan sebagai ‘aspirasional’ dan belum nampak ada rencana konkrit yang dijalankan.”50
Tanggal 20 September 2014, New York Times pun tak ketinggalan membahas secara panjang lebar mengenai Kelompok Khurasan.46
Terkait dengan klaim serangan “dalam waktu dekat”, Direktur FBI, James Comey, mengatakan, “Saya tidak tahu dengan tepat apa yang dimaksud dengan ‘dalam waktu dekat’.”51 Pernyataan ini semakin menunjukkan bahwa istilah ‘serangan dalam waktu dekat’ hanya digunakan sebagai justifikasi untuk meluncurkan aksi militer.
Pada hari pertama serangan, nama Daulah Khilafah yang menjadi tema awal serangan, memudar. Para pejabat AS dan media secara agresif menggembar-gemborkan serangan atas para pemimpin Kelompok Khurasan. Mereka berdalih bahwa kelompok ini harus dibom di Suriah untuk menyelamatkan nyawa warga AS. Salah seorang pejabat AS, Eric Holder, mengklaim bahwa “mereka dekat dengan tanggal eksekusi dari beberapa rencana yang sudah kami lihat.”47
Nama Kelompok Khurasan sendiri baru muncul pertama kali dalam artikel yang ditulis oleh Associated Press tanggal 13 September 2014 berdasarkan pernyataan pejabat AS yang tidak mau disebut namanya. Apakah kelompok tersebut memang benar-benar ada? Aki Peritz, mantan pejabat kontraterorisme CIA mengatakan, “Saya tidak pernah mendengar tentang kelompok ini saat bekerja (di CIA).”52 Bahkan mantan jaksa federal terorisme Andrew McCarthy mengatakan bahwa “kalian tidak pernah mendengar Kelompok Khurasan karena kelompok tersebut tidak ada. Ia adalah nama yang datang bersama dengan pemerintah.”53
Seluruh pengkondisian rasa takut dan kepanikan tersebut memberikan pondasi kerja bagi Obama untuk mengklaim hak mempertahankan diri saat ia mengumumkan dengan bangga tentang kampanye pengeboman tanggal 23 September 2014 silam. “Sekali lagi, harus jelas bagi siapapun yang berencana melawan AS dan mencoba untuk memberikan bahaya kepada warga AS bahwa kami tidak akan mentoleransi tempat perlindungan bagi teroris yang mengancam rakyat kami.”48
Pemerintah Obama membutuhkan propaganda dan legal rasional untuk mengebom negara muslim lainnya.54 Meski emosi akibat penyembelihan yang dilakukan oleh Daulah Khilafah meninggi, ia tidak cukup untuk menopang sebuah perang panjang baru.
Setelah itu, begitu serangan usai dan tema tentang Kelompok Khurasan dirasa cukup untuk menjustifikasi serangan bom ke Suriah, narasi tentangnya pun mulai menguap secepat ia dimunculkan. Para pejabat kontraterorisme AS dan Obama sendiri menyatakan bahwa “tidak ada informasi yang kredibel” yang menunjukkan bahwa militan Daulah Khilafah berencana untuk melakukan serangan di AS. Terkait dengan serangan ke AS, Matthew Olsen, Direktur Pusat Kontraterorisme Nasional juga berpendapat bahwa “Kelompok Khurasan tidak mempunyai kemampuan, meskipun mereka bekerja untuk mengembangkannya.”49 Setelah itu, pada tanggal 25 September 2014 memberitakan bahwa “salah seorang pejabat senior
Setelah berminggu-minggu upaya dilakukan untuk mempromosikan bahwa Daulah Khilafah lebih buruk dari Al Qaidah, mereka mempopulerkan sebuah kelompok baru yang tidak pernah didengar sebelumnya yang lebih buruk dan mengancam daripada Daulah Khilafah. Sepanjang hari, begitu serangan pertama diluncurkan, media pun mulai menyebarkan skrip yang diberikan kepada mereka, yaitu bahwa kelompok ini terdiri dari “teroris garis keras”, yang memberikan “ancaman dalam waktu dekat” terhadap AS, yang berada dalam “tahap akhir” rencana untuk menyerang pesawat sipil AS,
45 http://www.nytimes.com/2014/09/21/world/middleeast/us-seesother-more-direct-threats-beyond-isis-.html 46 idem 47 http://edition.cnn.com/2014/09/22/world/meast/al-qaeda-syriakhorasan/ 48 http://www.whitehouse.gov/the-press-office/2014/09/23/statementpresident-airstrikes-syria 49 h t t p : / / c o m p l e x . f o r e i g n p o l i c y . c o m / p o s t s / 2 0 1 4 / 0 9 / 0 3 / counterterrorism_chief_says_islamic_state_is_not_planning_an_ attack_on_america
50 http://www.nytimes.com/2014/09/25/world/middleeast/khorasan-aterror-cell-that-avoided-the-spotlight.html 51 http://bigstory.ap.org/article/70dba5b999be4a3583ddd55dad9215 dd/us-offers-more-nuanced-take-khorasan-threat 52 http://time.com/3430960/obama-isis-khorasan-terrorism/ 53 http://www.nationalreview.com/article/388990/khorosan-groupdoes-not-exist-andrew-c-mccarthy 54 https://firstlook.org/theintercept/2014/09/23/nobel-peace-prize-factday-syria-7th-country-bombed-obama/
20
Laporan Khusus
SYAMINA
dan mampu “meluncurkan serangan yang lebih besar dan terkoordinasi” ala 911.”
Edisi XIV / September 2014
drone AS di Homs.56Jika demikian, apa yang membuat penyembelihan yang dilakukan Daulah Khilafah dipandang lebih barbar dibanding dengan serangan drone Amerika Serikat yang bahkan membuat para korban sekarat dalam keadaan anggota tubuh mereka terpotong-potong?
Setelah serangan diluncurkan, kita disuguhi pergeseran skenario tentang Kelompok Khurasan dari “berada dalam tahap akhir rencana serangan” menuju “belum ada rencana konkrit yang dijalankan.” Sebagaimana kampanye propaganda media/ pemerintah, kebenaran hanya akan dimunculkan saat propaganda tersebut dirasa tidak lagi bertenaga. Kebohongan AS menunjukkan bahwa dalam perang kebenaran adalah korban pertama.
Satu cara menggunakan teknologi tinggi, dan seringkali menyebabkan kerusakan besar yang mengiringi, baik kematian maupun cedera permanen pihak di luar target, sedangkan cara satunya menggunakan teknologi yang sangat rendah, namun memicu ketakutan dan kutukan dari masyarakat dunia yang negaranya memilih menggunakan teknologi tinggi.
I. PENYEMBELIHAN DAULAH KHILAFAH VS SERANGAN DRONE AS
Menurut Coleen Rowley, mantan agen khusus FBI, dramatisasi yang dilakukan oleh media terhadap aksi Daulah Khilafah berperan atasnya. Di sisi lain, korban drone tidak pernah mendapatkan perlakuan yang sama. Karena itulah, menurut Rowley, pembunuhan drone nampak steril dan bersih, meskipun para pilot yang melihat sendiri aksinya tersebut memandangnya secara berbeda, dan membuat mereka mengalami Posttraumatic stress disorder. Bahkan, beberapa diantara mereka melakukan bunuh diri karenanya.57
Aksi penyembelihan yang dilakukan oleh Daulah Khilafah terhadap dua warga negara Amerika Serikat dan seorang warga negara Inggris membuat dunia marah. Aksi tersebut juga menjadi salah satu dalih utama Amerika Serikat dan sekutunya untuk meyakinkan masyarakat dunia bahwa Daulah Khilafah adalah kelompok barbar yang harus dihancurkan. Polling dukungan untuk mengebom Daulah Khilafah pun meningkat, yang diterjemahkan oleh pemerintah Amerika Serikat dengan melakukan serangan udara ke Irak dan Suriah. Serangan kepada Daulah Khilafah (dan merembet ke kelompok jihad lain) pun dianggap sebagai panggilan moral yang harus dilakukan oleh Obama. Iya, Obama, sosok yang sama dengan yang memberikan executive order untuk melancarkan serangan drone yang telah menewaskan ribuan rakyat sipil di beberapa wilayah negara lain.
Beberapa orang mengatakan bahwa “jika harus memilih, saya jamin bahwa mayoritas masyarakat akan lebih suka terbunuh lewat serangan misil, yang seringkali cepat dan tidak sakit, dibanding rasa horor yang tercipta dari orang yang memenggal kepala Anda dengan sebilah pisau.” Tak seorang pun yang bisa bercerita kepada kita cara kematian mana yang lebih sakit, namun menurut Rowley, ada banyak alasan untuk mempertanyakan pandangan bahwa terbunuh dengan pemenggalan kepada lebih mengerikan dibanding dengan drone. Beberapa pilot drone mengungkapkan bahwa mereka melihat kengerian yang sangat saat menyaksikan beberapa orang yang terkena drone merayap berjam-jam dengan tubuh terkoyak hingga akhirnya meninggal.58
Pertanyaanya sekarang, apakah serangan drone secara mendadak yang menewaskan puluhan masyarakat sipil yang baru mengadakan pesta pernikahan lebih bermoral dibanding dengan penyembelihan tiga orang tersebut? Serangan drone tersebut telah menewaskan ribuan orang di Pakistan, Afghanistan, Yaman, Irak, Somalia. Dan sebagian besar korban adalah warga tak berdosa yang tidak terlibat dengan pertempuran. Di Pakistan, setiap serangan drone yang menargetkan satu orang yang dituduh militan berdampak pada kematian 49 orang warga sipil tak berdosa.55Bahkan dalam serangan terakhir, 41 anak-anak meninggal dalam serangan
Ironisnya, jika kita melihat sejarah pemenggalan kepala dengan guillotine, yang dilakukan pertama 56 http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/10/childrenkilled-homs-double-blasts-201410113272780724.html 57 http://www.salon.com/2014/09/16/confessions_of_a_drone_ veteran_why_using_them_is_more_dangerous_than_the_ government_is_telling_you/ 58 http://consortiumnews.com/2014/09/30/beheadings-v-droneassassinations/
55 http://www.dailymail.co.uk/news/article-2208307/Americasdeadly-double-tap-drone-attacks-killing-49-people-known-terroristPakistan.html
21
Laporan Khusus
SYAMINA
Edisi XIV / September 2014
Uni Emirat Arab adalah negara yang mengabaikan kekerasan dalam rumah tangga, yang tidak memberikan perlindungan hukum kepada para pembantu rumah tangga, dan menutup mata dari trafficking buruh kerja secara memaksa, dimana para wanita biasa menjadi korban trafficking dalam pekerjaan rumah tangga dan perdagangan seks, dan laki-laki menjadi korban trafficking dalam dunia industri.63
kali saat Revolusi Prancis, ia dipandang sebagai metode yang lebih cepat, manusiawi, dan tidak sesakit metode yang dilakukan sebelumnya, seperti hukuman gantung. Hukuman tersebut digunakan di Prancis selama hampir 200 tahun (hingga tahun 1981 ) sebelum akhirnya Prancis mencabut hukuman mati. Sampai sekarang, Arab Saudi, sekutu setia AS di Timur Tengah, juga masih menggunakannya. Jika demikian, apa yang membuatnya nampak berbeda? Dalam bahasa sarkastis Nasir Khan, “Mungkin inilah yang dimaksud dengan nilai-nilai luhur Amerika.Para pembunuh yang berada di balik meja komputer tidak perlu melihat korbannya, dan korbannya pun tidak memiliki waktu untuk melihat si pembunuh. Jika si korban memiliki waktu beberapa detik saja sebelum dia dibunuh, mereka tentu memiliki kesempatan untuk bersujud di hadapan Tuhannya dan berterima kasih kepada AS atas kebaikan hati yang telah mereka lakukan.”59
Arab Saudi yang secara publik memancung warganya dan juga orang asing, terkadang berdasarkan pengakuan yang didapat melalui penyiksaan.64 Jumlah pemancungan yang dilakukan oleh Arab Saudi jika dihitung secara statistik mencapai satu pemancungan per hari.65 Bagaimana dengan Suriah sendiri? Mereka bukan partner koalisi, karena presiden Assad adalah diktator kejam yang membantai rakyatnya sendiri. Amerika sendiri? Cukup panjang daftar kejahatan yang mereka miliki, mulai dari penyiksaan, penjara rahasia, hukuman tanpa peradilan, pembunuhan rakyat sipil, penjajahan negara berdaulat, dll. Namun, posisi mereka sebagai raja dunia membawa kekebalan hukum pada diri mereka sendiri. Raja boleh melakukan apa saja yang ia inginkan, seberapa kejampun keinginan tersebut.
J. SIAPA PAHLAWAN SIAPA PENJAHAT? AS menganggap Daulah Khilafah sebagai kelompok teroris barbar yang telah membunuh jurnalis dan pekerja kemanusiaan untuk menanamkan ketakutan di hati musuh-musuhnya. Untuk itu, mereka menggalang dukungan internasional untuk bersama-sama melawan kelompok tersebut. Dalam serangan udara yang dilancarkan di Suriah, AS mendapat bantuan dari lima negara Timur Tengah: Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Yordania, dan Arab Saudi.
Cukup membingungkan memang. Namun kita sepertinya dipaksa untuk terbiasa atas kondisi tersebut. Banyak orang jahat di luaran sana. Jika demikian, siapa pahlawan dan siapa yang sesungguhnya penjahat dalam perang ini?
Bahrain adalah negara yang memenjarakan, menyiksa, dan terkadang membunuh para dokter hanya karena mereka merawat para demonstran yang terluka.60
K. MENCURI REVOLUSI SURIAH Serangan udara tengah malam menghantam Aleppo, Raqqah, dan Idlib pada 23 September 2014 silam. Baik rezim Assad maupun pemerintah Obama menyangkal adanya persekongkolan atas serangan militer tersebut. Namun, jika perhatikan di bawah permukaan, banyak kejelasan yang menunjukkan kolaborasi di belakang pintu yang mereka lakukan.
Qatar adalah negara yang menyuap pejabat FIFA agar terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.61 Mereka juga memperlakukan para pekerja bagaikan budak untuk membangun stadion sepakbola dimana lebih dari 1.000 orang telah meninggal selama proses pembangunannya.62
59 http://nasir-khan.blogspot.com/2014/09/why-do-americans-hatebeheadings-but.html 60 http://physiciansforhumanrights.org/issues/persecution-of-healthworkers/bahrain/ 61 http://www.mirror.co.uk/sport/football/news/2022-world-cupqatars-staging-3255565 62 http://www.mirror.co.uk/news/world-news/2022-world-cup-qataraccused-3303458
63 http://www.ungift.org/knowledgehub/stories/april2012/un-experturges-further-action-to-protect-victims-of-trafficking-in-uae.html 64 http://www.news.com.au/world/middle-east/beheadings-at-recordlevels-saudi-arabia-executes-dozens-in-deadly-august/storyfnh81ifq-1227037172765 65 http://www.un.org/apps/news/story.asp?NewsID=48672#. VCYY32fUn8Q
22
Laporan Khusus
SYAMINA
AS memberikan informasi kepada utusan Suriah untuk PBB tentang rencana serangan ke Raqqah.66 Deputi Menteri Luar Negeri Suriah, Faisal Mekdad, mengatakan bahwa “tidak ada keberatan sama sekali” terhadap serangan udara AS di Raqqah. Ia yakin bahwa mereka memerangi musuh bersama.67
(5) AS menyadari bahwa kelompok perlawanan sekarang di berjalan luar kendali (6) mereka mendanai kelompok perlawanan lain untuk kelompok perlawanan yang saat ini menjadi ‘teroris yang jahat’ (7) AS menyokong rezim jahat yang ada pada poin 1 untuk mengalahkan kelompok perlawanan pada poin 2
Bagi kalangan oposisi, yang selama ini berjuang untuk melawan penindasan yang dilakukan rezim Assad, serangan AS ke Suriah adalah serangan terhadap revolusi Suriah.68 Bahkan, kelompok Harakat Hazm, yang selama ini dikenal mendapatkan dukungan dari AS, pun tak ketinggalan berkomentar. Menurut mereka, “satu-satunya pihak yang mendapatkan keuntugan dari intervensi asing di Suriah adalah rezim Assad, terutama dengan tidak adanya strategi nyata untuk menggulingkannya.”69 Pernyataan tersebut semakin mendapat pembenaran saat Assad menyuarakan dukungannya terhadap “segala usaha anti terorisme internasional.” Walid Al-Muallim juga mengaku puas dengan serangan tersebut.70 Ia menyerukan kepada AS untuk menyerang seluruh militan di Suriah.71
Kelompok oposisi Suriah merasa sangat marah dengan terjadinya korban dari kalangan masyarakat sipil. Mereka juga geram dengan target serangan yang diarahkan ke Jabhah An-Nusrah, yang sebelumnya tidak dianggap sebagai target. Meski Jabhah AnNusrah masuk dalam daftar organisasi teroris versi AS, mereka dianggap sebagai kelompok yang selama ini bekerjasama dengan kelompok oposisi lain untuk menggulingkan Assad. Demonstrasi meluas di Suriah. Bendera AS dibakar. Para demonstran pun menganggap bahwa Obama adalah “musuh Allah.”73 AS kini dianggap sebagai bagian dari pasukan teroris Bashar Assad.74 Dugaan tersebut dibuktikan oleh serangan pasukan koalisi yang menyerang wilayah kelompok oposisi. Tidak ada satu pun serangan yang dilancarkan ke wilayah yang dikuasai Bashar Assad.
Obama pun mengakui bahwa serangan tersebut sangat menguntungkan Assad, seorang diktator yang oleh PBB dituduh melakukan kejahatan perang. “Saya mengakui kontradiksi dalam sebuah wilayah yang kontradiktif dan dalam kondisi yang kontradiktif.”72 Kontradiktif menurut Obama, karena pada awalnya,
Salah seorang pimpinan kelompok oposisi mengatakan bahwa “memulai perang dengan mengebom Jabhah An-Nusrah adalah indikasi bahwa ini adalah perang melawan revolusi, bukan melawan Daash (nama yang ia gunakan untuk menyebut Daulah Khilafah—red).”75
(1) AS mengklaim bahwa rezim jahat harus digulingkan (2) mereka mengaku memberikan bantuan dana dan senjata kepada kelompok perlawanan (3) mereka mengklaim bahwa perlawanan membantu mendestabilisasi rezim jahat
Edisi XIV / September 2014
Kolonel Faris Bayoush, pimpinan Brigade Fursan Al-Haq, yang juga mendapat bantuan dari AS dan sekutunya, mengatakan bahwa, “Koalisi internasional hanya di permukaan saja memerangi terorisme, namun sesungguhnya mereka melawan Islam. Mereka akan mengebom seluruh posisi kelompok oposisi. Dan dalam satu kata, mereka berarti bersama dengan rezim.”76
kelompok untuk
(4) kelompok perlawanan menggunakan dana dan senjatanya secara mandiri
Revolusi Suriah, yang pada awalnya bertujuan untuk menggulingkan rezim Assad, yang telah menewaskan ratusan ribu rakyatnya, kini berusaha dibajak oleh AS dan sekutunya. Menurut Dilly
66 http://bigstory.ap.org/article/bced49858fa840b0b8f4177bd1f66ee2/ syria-says-washington-informed-it-strikes 67 http://www.nbcnews.com/storyline/isis-terror/syrias-deputy-foreignminister-were-fighting-same-enemy-n201136 68 http://www.latimes.com/world/middleeast/la-fg-islamic-statechallenges-20140924-story.html 69 http://www.bostonherald.com/news_opinion/international/middle_ east/2014/09/assad_backs_all_efforts_to_fight_terrorism 70 http://www.haaretz.com/news/middle-east/1.618296 71 http://abcnews.go.com/US/wireStory/ap-interview-syria-usairstrikes-25842098?singlePage=true 72 http://www.washingtontimes.com/news/2014/sep/28/obama-irecognize-contradiction-policy-toward-syri/
73 https://www.youtube.com/watch?v=H3DYE7aiz7o 74 http://www.youtube.com/watch?v=J9wFzamfThE&feature=youtu.be 75 http://www.charlotteobserver.com/2014/09/23/5195049/syrianrebels-angry-that-strikes.html#.VCys62fUn8Q 76 idem
23
Laporan Khusus
SYAMINA
Husain, serangan tersebut seolah juga membungkam para propagandis pro Rusia/Iran/Assad tentang teori konspirasi mereka yang menyatakan bahwa Amerika lah yang menciptakan revolusi tersebut, mempersenjatai pemberontak Al Qaidah, dan mendanai Daulah Khilafah melalui sekutu Arabnya.77 Mereka menuduh bahwa AS menciptakan dan mempersenjatai Daulah Khilafah untuk melayani Israel. Setelah serangan tersebut, mungkin akan menarik kita tunggu bagaimana komentar mereka tentang hal ini.
L. KESIMPULAN Perang yang dideklarasikan Obama untuk menyerang Suriah menegaskan bahwa legalitas dan moralitas hanya berlaku bagi musuh mereka, bukan untuk Amerika Serikat. Keanehan kampanye militer ini membuat Obama harus berusaha lebih untuk menjualnya. Dia berusaha menekankan bahwa operasi ini legal, meski dengan melakukan permainan kata atas sebuah definisi. Otorisasi Kongres, sebagai bagian dari konstitusi mereka sendiri, dikesampingkan. Kepanikan pun disebarkan ke seluruh dunia untuk memperkuat gambaran bahwa musuh mereka layak untuk diserang, dan akhirnya mendapat dukungan internasional. Nama dan narasi baru juga dimunculkan untuk mendukung skenario ancaman. Obama, yang datang ke Gedung Putih dengan slogan “change we believe in”, kini kembali memakai mantel George W. Bush untuk melanjutkan perang panjang Amerika Serikat melawan kelompok yang berusaha menggoyahkan hegemoni mereka, Al Qaidah. Perang yang mungkin akan menjadi titik balik Amerika Serikat, menuju kejayaan ataukah menjadi pintu awal menuju kehancuran imperium mereka.
77 http://www.5pillarz.com/2014/09/23/us-airstrikes-in-raqqademocracy-has-arrived-in-syria/
24
Edisi XIV / September 2014