TEMU ILMIAH IPLBI 2013
Ruang Hunian dalam Perspektif Komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi Selatan Mimi Arifin Lab. Permukiman dan Perumahan, Program Studi PWK-Departemen Arsitektur,Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Abstrak Ruang hunian selama ini secara sederhana diartikan sebagai ruang yang dihuni atau ditempati seperti rumah tinggal, walaupun secara lebih luas dapat berarti lebih kepada suatu sistim lingkungan binaan tertentu. Tujuan penelitian adalah untuk memahami perspektif komunitas tradisional tentang ruang hunian khususnya Komunitas Ammatoa Kajang Dalam yang terletak di Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan adalah fenomenologi dengan analisis heuristik. Hasil penelitian adalah: ruang hunian bagi komunitas Ammatoa Kajang Dalam merupakan ekspresi dan perwujudan dari nilai, norma dan ide serta perilaku penghuninya. Ruang hunian adalah ruang yang terbentuk oleh rasa kepemilikan baik secara fisik maupun non fisik terhadap tempat milik pribadi ataupun bersama yang mewadahi aktivitas kehidupan sehari-hari dan temporal. Ruang terbentuk secara fisik (rumah dan lingkungan) dan non fisik berupa hubungan (rasa kepemilikan, kebutuhan dan keberfungsian) yang kesemuanya mendukung sistem keberlangsungan kehidupan kelompok. Kata kunci : Komunitas Ammatoa Kajang, Perspektif, Ruang Hunian
Pengantar Turner dalam Newmark & Thompson (1977:28), menyatakan bahwa pengertian hunian mengandung dua arti. Kedua pengertian itu adalah hunian yaitu rumah sebagai kata benda (housing as a noun) dan hunian atau rumah sebagai kata kerja ( housing as a verb ). Sebagai kata benda, hunian diartikan sebagai suatu produk, sedangkan sebagai kata kerja, hunian diartikan sebagai keseluruhan proses atau aktivitas manusia yang terjadi dalam pembangunan, pengembangan, ataupun dalam aktivitas-aktivitas yang terjadi selama dalam proses penghuniannya. Selanjutnya menurut Turner, hunian lebih sebagai suatu proses. Proses menghuni adalah yang menjadi unsur utama dari suatu proses perkembangan sebuah hunian, yang merupakan cerminan dari perkembangan nilai-nilai, kebutuhan dan prioritas dari penghuninya. Dengan merujuk pada Patrick Geddes dan Bertalanffy, Turner (1976:67) Proses perumahan digambarkan sebagai interaksi dari orang (aktor) dan produk-produk mereka, melalui media peran
mereka dan tanggung jawab (kegiatan). Setiap subyek nilai harus memiliki tiga unsur yaitu: organisme-fungsi (hubungan timbal balik antara organisme dan lingkungan)-lingkungan. Berdasarkan pernyataan tersebut maka merupakan suatu yang menarik untuk memahami lebih mendasar pemahaman tentang ruang hunian bagi komunitas tradisional khususnya komunitas Ammatoa yang terletak pada Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba Propinsi Sulawesi Selatan. Metode Metode yang digunakan adalah fenomenologi. Menurut Husserl, fenomenologi diartikan sebagai; 1) pengalaman subjektif atau fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang. Jadi peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | F - 25
Ruang Hunian dalam Perspektif Komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi Selatan
Obyek penelitian adalah memaknai pemahaman tentang ruang hunian bagi komunitas Ammatoa Kajang Dalam melalui pengamatan secara mendalam pada aktivitas sehari-hari dan temporal mereka. Dengan metode fenomenologi berarti peneliti harus mengamati bahkan terlibat ikut mengalaminya. Tindakan observasi sambil berusaha menghayati agar dapat masuk ke dunia konseptual dari komunitas Ammatoa Kajang Dalam: apa dan bagaimana suatu pengertian, yang dikembangkannya di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari dan temporal yang berkaitan dengan penghayatan tentang ruang hunian mereka. Model analisis heuristic fenomenologis oleh Moustakas (1990) dalam Patton (2002:486) menjadi dasar analisis pada penelitian ini, namun dikembangkan di lapangan berdasarkan permasalahan dan kondisi lapangan. Adapun tahap proses analisis heuristik fenomenologis sebagai berikut: 1. Imersi adalah tahap meleburkan diri dengan menempatkan subyektivitas kita pada obyektivitas yang diteliti kemudian melakukan tahap selanjutnya dengan menempatkan obyektivitas yang diteliti pada subyektivitas kita 2. Inkubasi, adalah tahap menunggu, memungkinkan ruang untuk kesadaran, wawasan intuitif, dan melakukan pengertian, pemahaman dan penghayatan. 3. Iluminasi adalah tahap memperluas kesadaran dan memperdalam makna untuk membawa pada pengetahui kejelasan baru.
Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan, pada umumnya semua informan pada Kajang Dalam melakukan kegiatan sehari-hari dan temporal selalu pada ruang-ruang tertentu. Ruang-ruang atau tempat-tempat yang sering digunakannya dapat dikelompokkan sebagai elemen ruang hunian. Elemen Ruang Hunian bagi Komunitas Ammatoa Kajang Dalam Ruang yang teramati dalam kaitannya dengan kelangsungan kehidupan sehari-hari dan temporal pada komunitas Ammatoa Kajang Dalam terdiri atas: 1. Rumah dan Halaman Proporsi aktivitas sehari hari laki-laki dan perempuan terbesar terjadi pada rumah tinggal . Halaman rumah digunakan oleh perempuan untuk menjemur hasil sawah dan kebun utamanya padi. Laki-laki menggunakan halaman sebagai tempat kerja seperti memperbaiki rumah dan memberi makan ternak dan terbesar adalah sebagai tempat beristirahat (tidur). Selain itu halaman juga berfungsi sebagai tempat bermain anak. Kegiatan temporal pada halaman adalah bagian depan rumah tepatnya pada pintu pagar merupakan area ritual pada saat acara naik rumah. Pada area tersebut juga merupakan tempat meletakkan sesajen pada rangkaian ketika memulai menanam tanaman musiman, Kegiatan sekitar halaman rumah dapat dilihat pada Gambar 1.
4. Penjelasan adalah tahap melibatkan penuh terungkapnya pengalaman. Melalui fokus, dialog diri, dan refleksi, pengalaman digambarkan dan seiring waktu observasi pada digambarkan kembali. 5. Sintesis kreatif tahap ini adalah menyatukan pengalaman total, menunjukkan pola dan hubungan. Pada tahap ini menghasilkan perspektif baru dan makna dari pengalaman. Hasil dari pengalaman dan keikut sertaan mengalami selanjutnya dikomunikasikan dengan cara yang pribadi dan kreatif.
F - 26 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Gambar 1. a dan b. Pemanfaatan rumah dan halaman berupa wadah aktivitas sehari-hari dan temporal
Rumah merupakan area yang paling sering digunakani oleh perempuan. Kegiatan yang sering dilakukan oleh laki-laki pada area rumah adalah membangun dan memperbaiki rumah. Sedang kegiatan seperti memberi makan ternak,
Mimi Arifin
membelah kayu bakar umumnya dilakukan oleh laki-laki namun boleh dibantu oleh perempuan. 2. Sumur Umum Mengambil air di sumur adalah tugas perempuan, sehingga seorang perempuan Kajang Dalam minimal 2 kali ke sumur umum, baik itu untuk mandi, mencuci baju dan lainnya serta mengambil air untuk kebutuhan sehari-hari. Kadang anak laki-laki sekali sehari mandi atau menggunakan air sungai untuk memandikan ternaknya. Di sumur umum mereka bisa bertemu tetangga serta kerabat. Mereka merasa senang karena sambil mencuci, mandi ia bisa bercerita dan berdiskusi tentang rencana mengadakan pesta adat, perkembangan berita-berita keluarga dan tetangga. Berita itu bisa berupa masalah kesuksesan dan konflik atau masalah yang menyangkut pekerjaan kebun, keluarga, bahkan di tempat itu bisa membicarakan perjodohan keluarga sampai kesempatan/lowongan pekerjaan sampingan di daerah lain yang kemungkinan bisa dilakukan bersama-sama. 3. Sawah Sawah warga dusun Benteng pada umumnya berada pada dusun Tombolo dan dusun Pangi sekitar 1 km dari rumah tinggal, namun tidak menjadi penghalang bagi mereka minimal sekali dalam setiap hari ke sawah. Bagi perempuan ke sawah terutama untuk membawa makanan bagi suaminya atau mengambil sayur untuk kebutuhan sehari-hari, Dapat dilihat pada gambar 3. Pada umumnya ternak seperti kuda atau sapi digembalakan di sawah (selama masa pengolahan lahan) sehingga setiap anggota keluarga
Gambar 2. Kegiatan rutin warga Kajang Dalam di sumur
Gambar 3. Kegiatan rutin membawakan makanan dan petik sayur sekitar pematang
terutama anak laki-laki ataupun yang berkesem-
patan, otomatis harus sering ke sawah untuk mengontrol ternaknya. Ketika sawah telah ditanami padi maka ternak akan digembalakan di kebun atau di ladang. 4. Kebun atau Ladang Kebun hampir setiap hari dikunjungi baik untuk menanam, memelihara dan memanen. Jika sawah telah ditanami padi, maka ternak akan beralih ke ladang. Kebun dan ladang yang berada dekat hutan. Jika buah tanaman mulai menunggu dipanen, maka aktivitas perempuan sepanjang siang akan berada di ladang dan lakilaki akan secara bergantian pada malam hari menjaganya dari monyet, burung dan babi hutan. Selain itu tanaman lain yang sangat dekat dengan komunitas Kajang Dalam adalah pohon pinang serta tanaman sirih yang diatur merambat pada sebuah pohon tanaman keras untuk kebutuhan ritual. Dari aktivitas sehari-hari komunitas Ammatoa Kajang Dalam umumnya sangat giat bekerja dan begitu lincah berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. 5. Kuburan Kuburan bagi komunitas Ammatoa Kajang Dalam merupakan area yang sakral. Kuburan warga yang baru wafat akan dikunjungi secara rutin tiga kali sehari selama 100 hari oleh keluarga dekat. Setelah itu akan tetap dikunjungi rutin temporal dan sesuai kebutuhan. 6. Hutan Hutan bagi komunitas Ammatoa Kajang Dalam adalah ruang yang sakral, sebagai pengikat bumi, pusaka bagi mereka karena diyakini merupakan amanah dari leluhur yang harus dijaga kelestarian dan kesakralannya. Beberapa tempat dalam hutan memiliki sejarah dan mitos. Hal ini menumbuhkan keyakinan akan kesakralan hutan serta diperkuat oleh kejadiankejadian gaib yang dialami oleh leluhur dan keluarga mereka ketika berhubungan dengan hutan. Hutan juga sebagai tempat pelaksanaan ritual A ’nganro, Andingingi dan pelantikan Ammatoa dan Angrongta. Karena hutan sebagai ruang yang sakral dan dipercaya memiliki kekuatan, maka mempengaruhi orientasi rumah tinggal. Ruang akan semakin berkualitas/kuat Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | F - 27
Ruang Hunian dalam Perspektif Komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi Selatan
jika mampu mengembangkan imajinasi pribadi dan memiliki kehebatan mitos. Semuanya dimiliki oleh hutan adat di Kawasan Desa Tanah Towa.
Gambar 7. Baruga sebagai tempat tamu saat pesta adat Gambar 5. Kegiatan ritual di Kuburan
Gambar 8. Warga secara rutin ke tempat penggilingan padi.
Andingingi Gambar 6. Aktivitas ritual Sakral di hutan
7. Baruga (Rumah Tamu) Baruga bagi beberapa warga Kajang Dalam menyebutnya rumah tamu. Dari fungsinya selama ini digunakan menerima tamu (pemerintah daerah) untuk mendiskusikan hal-hal yang ingin pemerintah sampaikan ke warga Kajang Dalam dan kesepakatan lain yang menyangkut antara pemerintah daerah dan pemerintah adat mengenai Kajang Luar dan Kajang Dalam. Fungsi lain baruga adalah pada saat acara adat tahunan dan mengundang tamu, maka baruga inilah merupakan wadahnya. Baruga digunakan hanya pada saat-saat tertentu secara periodik. Karena lebih sering tidak termanfaatkan, sehingga bagi komunitas Kajang Dalam, Baruga cenderung lebih berfungsi sebagai simbol territori. 8. Penggilingan Padi Tempat penggilingan padi yang melayani seluruh warga dusun Benteng, berada di dusun Sobbu yang termasuk kawasan Kajang Luar. Sekali sampai tiga kali seminggu perempuan ke tempat penggilingan padi terutama yang berniat menjual berasnya pada hari pasar atau sekedar mengkonsumsi. Padi yang untuk dijual atau dikonsumsi diperbolehkan digiling, namun padi yang ingin digunakan untuk pesta adat harus ditumbuk, untuk mengubahnya menjadi beras yang akan siap diolah untuk acara adat dan ritual.
9. Pasar Pasar yang melayani warga dusun Benteng, So’bu, Balagana, Jannaya dan sekitarnya adalah pasar Desa Tanah towa yang bernama Pasar Kajapoa terletak di Dusun Balagana. Pasar ini melayani 3 kali seminggu (Selasa, Kamis dan Sabtu). Hari Selasa merupakan hari pasar yang paling ramai. Sedang warga dusun Pangi lebih memilih ke pasar Desa Lembanna yang letaknya lebih mudah dijangkau. Pasar Lembanna juga melayani selama 3 hari seminggu namun hari Minggu merupakan hari yang teramai. 10. Sekolah Sekolah Dasar Negeri 351 diperuntukkan melayani kebutuhan warga Kajang Dalam. Terdapat pada Dusun So’bu tepatnya pada perbatasan dekat gerbang masuk kawasan Kajang Dalam. Sekolah ini dibangun sejak tahun 1998/1999 dan sejak tahun 2011 disepakati mengganti kostum putih-merah menjadi putih-hitam, agar lebih menumbuhkan rasa memiliki bagi kawasan Kajang Dalam terhadap sarana pendidikan sekaligus dapat memotivasi.
Gambar 9. Warga Gambar 10. S D N351, terletak Benteng sepulang tepat di sebelah pintu masuk dari pasar Kawasan.
F - 28 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Mimi Arifin
11. Mesjid Sarana peribadatan berupa mesjid untuk melayani komunitas Ammatoa Kajang Dalam dibangun sejak tahun 1992/1993. Posisi mesjid terletak pada dusun Sobbu perbatasan antara Kawasan Kajang Luar dan Dalam. (Hal ini karena pada Kawasan Kajang Dalam tidak diperbolehkan bagunan modern selain menggunakan kayu) Namun sejak tahun 2009 mulai dibangun mesjid pada Kawasan Kajang Dalam tepatnya di Dusun Tombolo. Mesjid ini sama seperti mesjid di dusun Sobbu tidak berfungsi sebagaimana diharapkan. Mesjid hanya ramai digunakan ketika bulan Ramadhan, mayoritas jamaahnya adalah generasi muda dan anak-anak. Pada umumnya warga Kajang Dalam selain dusun Benteng sudah memperbolehkan anaknya untuk mengaji Yang terpenting adalah anak-anak mereka tetap melakukan dan menghargai adat serta ajaran leluhur sebagai milik bersama yang harus mereka jaga. 12. Puskesmas Pembantu Sarana kesehatan yang diperuntukkan Pemerintah bagi warga Kajang Dalam berupa Puskesmas pembantu dibangun sejak tahun 1992/1993 terletak pada Dusun Sobbu yang berjarak sekitar 100 m dari gerbang batas Kawasan Kajang Dalam dan Kajang Luar. Puskesmas ini kurang difungsikan, karena sebagian besar warga Komunitas Ammatoa Kajang Dalam masih berobat ke Sanro ( orang pintar). Walaupun tahun 2011 bangunannya telah direnovasi, namun tetap belum dimanfaatkan sebagaimana layaknya sarana kesehatan yang diharapkan. 13. Sanro
Sanro adalah sebutan bagi orang yang pintar dan dipercaya dapat mengobati seseorang jika sakit. Terutama jika sakitnya disebabkan oleh orang lain, teguran dari leluhur ataupun dari kekuatan gaib di luar dirinya. Menurut Kepala dusun Benteng dan informan lainnya di Kajang Dalam Sanro sudah sangat dekat di hati mereka. Hal ini karena Sanro yang membantu mereka disetiap upacara ritual. Upacara ritual ini sangat sering dilakukan terutama saat-saat tertentu yang dialami individu sebagai saat genting (sakit, kecelakaan) atau ketika masa krisis telah
dilampaui. Saat genting juga berupa peralihan dari status sosial lama ke status sosial yang baru, misalnya; pernikahan, kehamilan, melahirkan, khitanan, akkattere, akkalomba, attarasa (potong gigi) dan lainnya serta siklus mata pencaharian seperti menanam padi, panen dan sebagainya.
Gambar 11 Sandro memiliki kedekatan emosinal dengan warga
14. Kota (Luar Kawasan) Kota atau ke luar kawasan adalah tempat yang menjadi jalan keluar bagi komunitas Kajang Dalam ketika ingin mendapatkan penghasilan tambahan, terutama jika keluarga membutuhkan biaya untuk pesta adat. Besarnya jumlah uang bisa diperkirakan karena mereka bekerja sebagai tukang, buruh bangunan, perkebunan ataupun sebagai pembantu rumah tangga. Tujuan lainnya ke kota adalah menjual sapi. Dengan demikian ketika warga Kajang Dalam menyebut ke luar kawasan atau ke kota, hal itu berarti ia akan mencari tambahan pendapatan. Pembentukan Ruang Hunian pada Komunitas Ammatoa Kajang Dalam Berdasarkan analisa pengamatan di lapangan, maka dibuat sketsa kegiatan yang dapat memperlihatkan pembentukan ruang hunian pada komunitas Ammatoa Kajang Dalam:
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | F - 29
Ruang Hunian dalam Perspektif Komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi Selatan
bentuk dan mendukung lajunya sistim keberlangsungan kehidupan suatu kelompok. Daftar Pustaka
Keterangan : Ruang hunian yang terbentuk Tergantung kebutuhan Tergantung kebutuhan, dan temporal.
rutin
Minimal tiga kali seminggu seminggu sehari Sekali- tiga kali seminggu Minimal sekali sehari Minimal 2 kali sehari Pada saat musim tanam selesai, (tergantung kebutuhan)
Gambar 12 Pembentukan Ruang Hunian Pada Komunitas Kajang Dalam Berdasarkan kegiatan Rutin dan Temporal dalam Kelangsungan Kehidupan Sehari-hari
Kesimpulan Ruang hunian pada komunitas Ammatoa Kajang Dalam terbentuk oleh rasa kepemilikan baik secara fisik (terlihat) maupun non fisik (tidak terlihat) terhadap tempat milik pribadi dan bersama yang merupakan ruang yang mewadahi aktivitas kehidupan sehari-hari dan temporal. Ruang hunian terdiri atas ruang fisik dan non fisik. Ruang fisik berupa rumah dan lingkungannya, sedang ruang non fisik merupakan keterhubungan oleh rasa kepemilikan, kebutuhan serta keberfungsian, yang kesemuanya mem-
F - 30 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Adian,G,Donny(2010),”Pengantar Fenomenologi” Koekoesan, Jakarta. Arifin,M,(2013),” Perubahan Ruang Hunian Oleh Gaya Hidup dan Gender Komunitas Ammatoa Kajang Sulawesi-Selatan”. Disertasi ITS. Unpublish. Surabaya. Newmark, L.Norma and Thompson,J.Patricia (1977), Self, Space and Shelter”, Herber and Row Publisher Inc,New York. Patton, Quinn, Michael,(2002),” Qualitative Research & Evaluation Methods,” Sage Publications Inc.,California. Kerlinger, N. Fred,(2006), Asas-asas Penelitian Behavioral, Gajah Mada University Press,Yogyakarta. Miles B,Matthew dan Huberman (2007), Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Metode-metode Baru, Universitas Indonesia Press,Jakarta. Groat, Linda and Wang,David (2002), Archtectural Reasearch Methods, John Wiley& Sons,Inc.London. Grundstrom Karin.(2005). Space, Activities and Gender, Everyday life in Lindora, costa Rica, Lund University,Sweden Turner,C. John,(1977), Housing By People, Panthen Books, New York.