Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
ROBOTIKA: ILHAM DARI SISTEM BIOLOGI – SIMULASI DAN REALISASINYA Son Kuswadi dan Indra Adji S. Robotics and Automation Based on Biologically-Inspired Technology (RABBIT Research Group), Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
[email protected] Tel: +62-31-5947280 Fax: +62-31-5946114 ABSTRACT This paper shows the development of robot inspired by biological systems in which the control system is implemented using the behavior-based control technique. Simulation shows that a number of primitive behaviors can be arranged, so that the robot can have complex mobility movements. It is designed that the robot is capable of performing complex movements for handling complex and changing situations. The experiment has also been conducted to prove the simulation that has been arranged. Keywords: Biological Systems, Behavior-Based Control, Complex Movement
1. Pendahuluan Robotika adalah bidang yang menantang di bidang rekayasa maupun sains. Robotika telah memberikan kontribusi yang penting dalam dunia industri, di mana telah banyak industri yang menggunakan robot untuk tugas-tugas seperti assembling, pengelasan, pengecatan dan pemindahan material – untuk menyebut beberapa contoh. Secara parallel, kita menyaksikan munculnya robot yang memiliki peran penunjang (assistive) seperti robot pencari korban[1], penyapu ranjau[2], pengawasan (surveillance)[3], eksplorasi[4], dan keamanan[5]. Di samping itu, minat penelitian ke arah robot dengan kemampuan merayap (climbing) dan berjalan tegak (walking) telah pula mendapat perhatian. Pada medan yang sangat dinamis seperti arena kompetisi robot penyelamat (rescue robot), robot harus memiliki kemampuan melakukan manuver pada daerah yang sangat kompleks dan susah diprediksi. Karena itu, dibutuhkan robot dengan kemampuan mekanis yang fleksibel dan memiliki algoritma kendali yang memadai. Dengan mekanisme yang fleksibel, robot harus memiliki derajat kebebasan yang cukup dan kaya dengan berbagai jenis aktuator sehingga mampu menangani situasi yang berbeda. Untuk itu, beberapa peneliti mengajukan berbagai jenis robot, seperti robot beroda (wheeled)[7] dan berkaki (legged)[8]. Akhir-akhir ini, dengan mengambil ide dari alam, banyak peneliti mengajukan robot, yang dikenal dengan robot yang diinspirasi dari sistem biologi (biologically-inspired robot)[9]. Ide dari biologi dan organisasi yang mandiri sangat bermanfaat untuk merancang robot otonom. Robot selalu dirancang secara spesifik untuk lingkungan tertentu dengan sifat-sifat tertentu pula. Misalnya untuk aplikasi manufaktur, robot harus secara cepat dapat mengelas beberapa potongan metal, fokusnya pada kecepatan, kepresisian, kemampuan pengendalian (controllabity) dan efektivitas biaya. Di pihak lain, bila robot akan digunakan pada medan yang sebenarnya, maka ia harus memiliki kemampuan untuk menangani situasi yang harus dihadapi, yang umumnya tidak menentu dan dapat bereaksi secara cepat terhadap perubahan lingkungan. Karena itu, sistem biologi secara alami menjadi inspirasi yang paling penting bagi rekayasawan robot untuk merancang robot dengan fungsi tertentu. Hal ini memungkinkan melalui simulasi, pengarahan gerak robot (steering), meskipun aktuasi lengan hanya dapat dilakukan pada bidang datar, melalui perbedaan gerakan antara lengan kanan dan kiri. Juga menarik untuk dicatat, robot kaki empat TITAN (Tokyo Institute of Technology Aruku Norimono) sebagai salah satu rangkaian kerja Prof Hirose[11]. Robot tersebut dilengkapi dengan kaki yang adaptif, sehingga dimungkinkan robot tersebut berjalan di bidang miring, mampu bangkit bila jatuh, dan dapat menaiki tangga secara otonom. Yang sangat menarik, robot tersebut mampu berdiri di atas tiga kaki, sedangkan kaki satunya, yang dilengkapi dengan penjepit dapat diatur, dan digunakan sebagai manipulator. Robot ular juga menarik perhatian peneliti robot[12]. Pergerakan yang luwes dari ular membutuhkan koordinasi dan urutan-urutan otot yang berkontraksi sepanjang tubuhnya, sehingga segmen yang berurutan dari tubuh ular itu akan bergerak. Karena itu, dalam membuat robot ular membutuhkan konstruksi badan yang multi-segmen dengan kendali urutan yang sesuai untuk menghasilkan gerakan yang luwes dari robot tersebut[13][14]. Makalah ini akan memaparkan bagaimana sistem biologi mengilhami para rekayasawan robotika dalam merancang sebuah robot baru, utamanya dari sisi mekanisme barunya, serta kendali berbasis sifat (behavior-based control) yang sering dipakai dalam pengendalian robot tersebut.
v
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
2. Kendali Berbasis Sifat (Behavior-Based Control) Pada banyak aplikasi robotika, seperti sistem navigasi autonomous robot (robot mandiri) pada lingkungan tidak terstruktur, sangat sulit atau tidak mungkin memperoleh model matematik yang tepat dari interaksi robot dengan lingkungannya. Bahkan jika dinamika robot dapat dijelaskan secara analitik, lingkungan dan interaksi robot melalui sensor dan aktuator sulit diperoleh model matematiknya. Ketiadaan pengetahuan yang tepat dan lengkap mengenai lingkungannya membatasi penerapan desain sistem kendali konvensional pada domain robot mandiri. Di sini diperlukan suatu kendali cerdas dan sistem pembuat keputusan dengan kemampuan reasoning pada kondisi tidak tentu dan kemampuan belajar dari pengalaman[15]. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pertama-tama diperlukan sistem kendali robot yang tidak berbasiskan model yang dikenal dengan sistem kendali Behavior-Based Robot (BBR). Pada pendekatan ini, sistem diuraikan menjadi beberapa modul yang masing-masingnya bertanggung jawab untuk melakukan satu perilaku (behavior). Tiap behavior mengandung jalur lengkap mulai dari sensing sampai aksi. Semua modul yang mewakili satu behavior bekerja bersamasama[16]. Terdapat banyak penelitian yang mengembangkan metode ini. Salah satunya adalah Rodney Brooks yang dikenal dengan Subsumption Architecturenya[17]. Di samping itu masih banyak para peneliti lain yang mengembangkan pendekatan ini[18]. Dalam BBR, sistem kendali robot dipisahkan berdasarkan tugas yang ingin dicapai yang disebut dengan behavior. Semakin banyak tugas, semakin kompleks sistemnya, sehingga dapat menimbulkan konflik antar behavior. Oleh karena itulah dikembangkan metode koordinasi antar behavior. Terdapat dua pendekatan mekanisme koordinasi, yaitu competitive/arbiter dan cooperative/command fusion[19]. Pada metode competitive, hanya satu behavior yang diijinkan memberikan sinyal kendali. Sedangkan koordinasi cooperatif menggabungkan semua luaran behavior yang ada. Contoh metode kompetitif adalah subsumption architecture[17] dari Roodney Brooks sedangkan contoh metode kooperatif adalah motor schema dari Ronald Arkin[18]. Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Untuk mendapatkan performansi koordinasi yang lebih baik, kedua metode tersebut dikombinasikan. Di antara peneliti yang mengusulkan metode ini adalah Carreras[20] dengan hybrid coordination node dan Rajibul Haq dengan Fuzzy Discrete Event System[21]. Pada lingkungan tak terstruktur, perubahan-perubahan besar mungkin terjadi. Untuk mengatasi perubahan yang besar pada lingkungan saat run-time sebagaimana juga perubahan pada misi/tugas yang terus menerus, sistem kendali robot juga harus mampu mengubah kebijakan kendalinya untuk menyesuaikan dengan semua kondisi baru. Secara umum, hal ini membutuhkan arsitektur sistem kendali adapatif. Oleh karena itulah diperlukan sistem kendali robot yang dapat mempelajari lingkungannya dalam rangka melakukan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungannya. Penggunaan learning dalam sistem navigasi di samping untuk mengatasi kondisi lingkungan yang tidak terstruktur, juga digunakan sebagai sarana untuk kemudahan dalam merancang behavior yang baik. Dengan adanya learning, perancangan behavior tidak harus dibuat secara lengkap dan mendetil saat merancang kode program. Dengan merancang bagaimana robot harus belajar, sebuah behavior yang detil akan terbentuk dengan sendirinya dan akan semakin baik seiring dengan pembelajaran yang terus dilakukan. Karena model lingkungannya yang tidak terstruktur dan tidak diketahui, model belajar unsupervised learning lebih tepat digunakan. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah reinforcement learning (RL). Pada RL, robot belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Robot menerima state lingkungannya dan memilih aksi yang tepat untuk diberikan ke lingkungannya. Kemudian state lingkungan berubah dan robot menerima “reward” dari lingkungannya. Tujuan belajar adalah memilih aksi yang dapat memaksimalkan reward yang diterima[22]. Salah satu algoritma yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan reinforcement learning adalah Q-learning[23]. Biasanya Q-learning diterapkan pada himpunan state dan aksi yang diskrit melalui formasi tabulasi standar. Namun, pada aplikasi robotik yang ukuran state dan data sensornya bersifat kontinyu, Q-learning diskrit tidak dapat langsung digunakan karena data yang diolah bersifat tak terbatas. Oleh karena itulah diperlukan modifikasi pada algoritma Qlearning. Carreras menggunakan neural network untuk memodifikasi Q-learning[20], di samping juga ada peneliti yang lain[24][25]. Sedangkan Glonrennec[26] menggunakan logika fuzzy untuk melakukan aproksimasi terhadap fungsi Q yang dikenal dengan Fuzzy Q-learning. 2.1 Konsep Dasar Behavior-Based Robotic Pendekatan yang biasa digunakan untuk membangun sistem kontrol robot adalah dengan menguraikan setiap masalah ke dalam rangkaian unit fungsional sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1.
vi
Task execution
Planning
sensor
Modelling
Perseption
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
Actuator
Gambar 1. Teknik Penguraian Tradisional untuk Sistem Kontrol Mobile Robot ke dalam Unit-Unit Fungsional[17] Berbeda dengan pendekatan di atas, behavior-based robotic (BBR) mendesain sistem kontrol robot menggunakan pendekatan task achieving behaviors (perilaku menunaikan tugas) sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2. Tiap tugas disebut dengan behavior. Reason about behavior Plan change to the world sensor
Identify objects
Actuator
Monitor change Build maps Explore Gambar 2. Dekomposisi Sistem Kontrol Mobile Robot Dengan Task Achieving Behaviors[17] Metode dekomposisi ini memiliki arsitektur robot mobile yang sangat berbeda dengan dekomposisi yang berdasarkan unit fungsional (Gambar 1), yaitu secara hardware, dan sejumlah kelebihan lain seperti robutsness, buildability, dan testability. 2.2 Arsitektur Subsumption Arsitektur subsumption adalah struktur BBR yang diusulkan oleh Rodney Brooks[17]. Dalam membangun robotnya, Rodney Brooks menguraikan permasalahan sistem kontrol robot sesuai dengan manifestasi luar yang diinginkan oleh sistem kontrol robot, tidak berdasarkan pada operasi internal dari sistem kontrol robot sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Tiap level kompetensi memasukkan sub kelompok dari level kompetensi sebelumnya. Karena level kompetensi mendefinisikan kelompok perilaku yang valid, dapat dianggap bahwa level yang lebih tinggi memberikan tambahan batasan pada kelompok perilaku tersebut. Rodney Brooks memulai dengan membangun sistem kontrol robot yang melaksanakan level kompetensi 0. Perbaikan kesalahan dilakukan dengan teliti. Dia tidak pernah merubah sistem ini. Dia menyebutnya sistem kontrol level ke nol. Selanjutnya dibangun lapisan kontrol yang lain yang disebut sistem kontrol level kesatu. Level ini dapat menguji data dari level 0 dan juga diijinkan untuk menyuntikkan data ke dalam internal interface level 0 untuk menekan data normal yang mengalir. Lapisan ini, dengan tambahan dari lapisan 0 melaksanakan level kompetensi 1. Lapisan ke nol melanjutkan untuk bekerja tanpa mengetahui layar di atasnya yang terkadang mengganggu aliran datanya. Proses yang sama diulangi untuk mendapatkan level kompetensi yang lebih tinggi sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 3.
vii
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
Level 3 Level 2 Level 1 Sensors
Actuators Level 0 Gambar 3. Arsitektur Subsumption[17]
Penjelasan masing-masing level adalah sebagai berikut: a. Lapisan Ke-nol Lapisan ke-nol merupakan lapiran level terbawah yang membuat robot tidak menyentuh obyek lain baik obyek diam atau bergerak. Lapisan ini melaksanakan level kompetensi ke nol. Jika ada sesuatu yang mendekati robot, robot akan menjauh. Jika karena pergerakannya tiba-tiba robot menabrak sebuah obyek, maka robot akan segera berhenti (halt). Desain ini menjadikan robot dapat beroperasi pada kondisi sistem sonar yang buruk. robot robot
feelforce force
Sonar
runawa y heading
robot
turn heading forward
map encoders halt
collide
Gambar 4. Sistem Kontrol Level ke Nol0[17] Pada Gambar 4, modul Turn dan Forward berhubungan langsung dengan robot. Module Turn menerima spesifikasi heading, sudut putar di tempat yang diikuti gerak maju. Modul ini memerintahkan robot untuk berputar. Modul Turn kemudian menuju keadaan menunggu, mengabaikan semua pesan yang datang. Modul Forward memerintahkan robot untuk bergerak ke depan tapi menghentikan robot jika menerima pesan dari saluran halt. Dengan segera robot dalam keadaan diam, dan mengirimkan pembacaan shaft encoder. Pesan ini sebagai reset bagi modul Turn, yang kemudian sekali lagi siap untuk menerima perintah gerak baru. Modul Sonar mengambil hasil pembacaan sonar, melakukan filter untuk pembacaan yang tidak valid dan menghasilkan peta halangan dalam koordinat polar. Modul Collide memantau peta sonar dan jika modul ini mendeteksi obyek di depannya, ia mengirimkan sinyal ke modul motor. Modul Collide tidak peduli apakah robot sedang bergerak atau diam. Modul Feelforce menjumlahkan hasil dari pertimbangan tiap obyek yang dideteksi sebagai gaya repulsif, dengan membangkitkan satu gaya resultant. Modul runway memantau gaya yang dihasilkan oleh sonar yang mendeteksi halangan dan mengirimkan perintah. wander
heading avoid
heading robot robot
robot
feelforce force
Sonar
runawa y
S 20
heading
map
turn heading forward encoders
collide
halt
Gambar 5. Sistem Kontrol Level 0 Ditambah dengan Sistem Level 1[17] viii
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
b. Lapisan Pertama Lapisan kontrol level pertama, ketika digabungkan dengan lapisan ke nol, menghasilkan robot dengan kemampuan berkeliling tanpa tujuan dan tanpa menyentuh halangan. Perilaku ini didefinisikan sebagai level kompetensi pertama sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 5. Pada Gambar 5, Modul Wander membangkitkan heading baru bagi robot setiap 10 detik. Modul Avoid mengambil hasil dari perhitungan gaya dari level ke nol dan menggabungkannya dengan heading yang diinginkan untuk menghasilkan heading baru. Luaran modul Avoid menekan/menindas luaran dari modul Runway setiap 20 detik. c. Lapisan Kedua Level kedua dimaksudkan untuk menambah mode jelajah robot menggunakan observasi visual untuk memilih tempat yang menarik untuk dikunjungi. Modul Vision mencari koridor dari ruang terbuka. Modul tambahan memberikan kemampuan penempatan robot pada daerah koridor meskipun ada halangan pada jalurnya (yang dideteksi dengan sistem sonar). Gambarnya ditunjukkan oleh Gambar 6 yang merupakan Gambar 5 ditambah dengan beberapa modul tambahan. Modul status memantau modul Turn dan Forward yang mempertahankan luaran modul status dengan mengirimkan pesan high dan low untuk menunjukkan apakah robot sibuk atau tidak. Modul Whenlook memantau jalur sibuk dari modul Status, dan ketika robot diam beberapa detik, modul ini memutuskan untuk melihat pada koridor untuk dilewati. Modul ini mencegah level “wandering (berkeliling tanpa tujuan)” sehingga robot dapat mengambil beberapa gambar dan memprosesnya tanpa “wandering” dari lokasinya saat itu dan me-reset modul Pathplan dan modul Integrate. Aksi selanjutnya menjamin robot mengetahui seberapa jauh robot bergerak dari titik observasinya. robot busy stereo
travel integrate integral
candidate init whenlook
look
startlook
pathplan path
wander
I 75
S 15
heading
avoid
heading
heading
encoders status
robot robot busy robot
feelforce force
sonar
runawa y
S 20
heading
turn heading forward encoders
map
collide
halt
Gambar 6. Sistem Kontrol level 0 dan 1 Ditambah dengan Sistem Level 2[17] Modul Look melakukan inisialisasi proses vision dan menunggu kandidat free way. Modul ini menyaring kandidat yang lemah dan melewatkan kandidat yang dapat diterima ke modul Pathplan. Modul Stereo menggunakan gambar TV stereo untuk mencari koridor dari ruang kosong. Modul Integrate mengumpulkan laporan gerakan dari modul status dan selalu mengirimkan hasil terbaru. Modul ini direset oleh sinyal yang diberikan pada masukan reset-nya. Modul Pathplan mengambil spesifikasi tujuan (dalam sudut dan jarak) dan berusaha untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk melakukan ini, modul ini mengirimkan “heading” ke modul Avoid yang dapat mengganggu robot untuk
ix
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
menghindari halangan. Pesan ke modul Avoid menindas behavior wandering robot selama level yang lebih tinggi tetap aktif. Ketika posisi robot mendekati posisi yang diinginkan, robot berhenti. 2.3 Metode Koordinasi Antar behavior Behavior-behavior dengan tujuan yang berbeda dapat menimbulkan konflik yang tidak dapat diselesaikan. Oleh karena itu diperlukan formulasi mekanisme koordinasi yang efektif dari aktifitas behavior-behavior sehingga terbentuk behavior yang logis dan rasional. Permasalahan ini biasa disebut dengan action selection problem atau behavior coordination problem[19]. Terdapat berbagai metode yang telah dan sedang dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan koordinasi behavior-behavior. Lihat lebih lanjut secara rinci di Careras[19].
3. Ilham Dari Mekanisme Biologi – Contoh Sistem biologi merupakan sumber ilham bagi robotika, meskipun tidaklah menjiplak keseluruhannya. Hal itu juga berlaku pada sistem rekayasa lainnya. sebagai contoh pesawat terbang. Untuk terbangnya, manusia meniru burung, tetapi mekanisme pesawat terbang tidaklah mengikuti mekanisme burung yang terbang. Berikut ini dipaparkan contoh implementasi bagaimana ilham dari sistem biologi kemudian direalisasikan dalam bentuk robot yang nyata, mulai dari simulasi dan realisasinya. Dengan diilhami mekanisme yang ada pada tubuh manusia, yaitu bagian pundak dan lengan manusia, maka kami – tim peneliti RABBIT PENS ITS – berhasil mengembangkan robot dengan mekanisme baru yang memiliki 10 primitive behavior, sehingga dimungkinkan robot dapat bergerak sangat fleksibel. Hal itu sangat diperlukan, terutama karena robot ini dirancang agar mampu menembus daerah-daerah reruntuhan akibat gempa bumi dan tsunami. 3. 1 Mekanisme Robot Seperti ditunjukkan pada Gambar 7, robot yang kami beri nama iSRo – intelligent Search Robot, memiliki 2 lengan yang dapat ditekuk hingga lebih dari 90 derajat dari badan utama, dengan menggunakan servomotor. Masing-masing lengan memiliki bentuk seperti kotak yang dapat melakukan rotasi 360 derajat. Pada masing-masing kotak tersebut dilengkapi dengan dua sabuk (belts) yang dapat digerakkan baik searah maupun berlawanan dengan jarum jam. Secara total ada 8 derajat kebebasan yang dimiliki robot tersebut. Gambar 7 menunjukkan sistem robot tersebut. Secara umum ada dua mekanisme gerak robot iSRo, yaitu mekanisme gerak berkaki (legged) dan beroda (wheeled).
Gambar 7. Mekanisme Robot iSRo Gambar 8 menunjukkan realisasi beroda, menggunakan sabuk (belts) sebagai “roda”-nya. Sedangkan Gambar 9 menunjukkan mekanisme berkaki (legged) yang dilakukan oleh lengan dan kotak (box). Masing-masing lengan dapat ditekuk lebih dari 90 derajat sedangkan kotaknya dapat diputar 360 derajat. Kedua mekanisme tersebut dapat bergerak secara independen, tetapi bila keduanya bergerak dalam waktu yang bersamaan, maka akan terjadi mekanisme campuran (hybrid mechanism), seperti pada Gambar 10.
x
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
Gambar 8. Mekanisme Beroda
KEYNOTE SPEAKER
Gambar 9. Mekanisme Berkaki
Gambar 10. Mekanisme Campuran (Hybrid Mechanism) 3. 2 Mobilitas Robot Seperti disebutkan di atas, kami dapatkan 10 primitive behavior, yang bisa dikategorikan ke dalam tiga bagian: (i) mekanisme beroda yang memiliki 4 primitive behavior, (ii) mekanisme berkaki memiliki tiga, dan (iii) mekanisme campuran dengan 2 primitive behavior. Pada mekanisme beroda, ada empat primitive behavior, yaitu: (i) gerakan maju dan mundur, (ii) berbelok searah jarum jam dan berlawanan jarum jam, (iii) berbelok dengan derajat tertentu, dan (iv) gerakan “geser” (lihat Gambar 11-14).
Gambar 11. Mekanisme Gerakan Maju Mundur
Gambar 12. Mekanisme Gerakan Berbelok Searah dan Berlawanan Dengan Jarum Jam
xi
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
Gambar 13. Mekanisme Berbelok Dengan Derajat Tertentu
Gambar 14. Mekanisme Gerakan “Geser” Pada mekanisme berkaki ada empat primitive behavior, yaitu: (i) gerakan geser dengan menggunakan roda yang berfungsi sebagai kaki, (ii) gerakan maju dan mundur menggunakan kaki dan (iii) gerakan maju dan mundur secara berguling (rolling) dan (iv) berkelok-kelok (zigzag). Lihat Gambar 15-18.
Gambar 15. Gerakan Geser Dengan Menggunakan Roda yang Berfungsi Sebagai Kaki
Gambar 16. Gerakan Maju dan Mundur Menggunakan Kaki
Gambar 17. Gerakan Maju dan Mundur Secara Berguling (Rolling)
Gambar 18. Gerakan Maju Mundur Secara Berkelok-kelok (Zigzag) Mekanisme campuran (hybrid) memiliki dua primitive behavior, yaitu (i) gerakan geser menggunakan campuran kaki dan roda, dan (ii) gerakan geser menggunakan kaki dan roda, dengan gerakan seperti ular. Lihat Gambar 19-20. xii
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
Gambar 19. Gerakan Geser Campuran Kaki dan Roda
Gambar 20. Gerakan Geser Menggunakan Kaki dan Roda, Dengan Gerakan Seperti Ular
4. Beberapa Hasil Eksperimen Dengan menggunakan perangkat lunak “Webot” kami rancang iSRo dan juga untuk mensimulasikan kinerja mobilitasnya. Gambar 21 menunjukkan snapshot mobilitas iSRo, secara simulasi. Gambar 22 menunjukkan secara eksperimental pada robot yang sebenarnya, bagaimana iSRo mampu beradaptasi pada daerah yang tidak mudah diprediksi. Seperti tampak pada gambar tersebut, selama memanjat tangga, robot menggunakan kemampuan gerakan geser menggunakan roda yang berfungsi sebagai kaki. Karena robot memiliki kesulitan menggunakan primitive behavior tersebut, maka dengan mengubah gerakan maju menggunakan kaki, dan akhirnya robot mampu mencapai lantai atas. Untuk mampu beroperasi dan beradaptasi pada lingkungan dinamik, maka sedapat mungkin bisa diperoleh primitive behavior sebanyak mungkin. Dengan mengkombinasikannya, maka akan banyak variasi gerakan yang bisa diturunkan.
Gambar 21. Gerakan iSRo –Secara Simulasi – Yang Mampu Menghadapi Medan yang Dinamis
5. Kesimpulan Berbagai studi mutakhir pengembangan robot yang diinspirasikan pada sistem biologi menunjukkan bahwa banyak ide yang dapat direalisasikan menjadi robot yang sangat unik dengan mobilitas yang tinggi dan mampu melaksanakan tugas yang rumit secara lebih mudah. Makalah ini menyajikan contoh kecil bagaimana mekanisme baru dapat ditemukan dan bagaimana mekanisme itu dapat bermanuver pada daerah yang rumit dan dinamis, dengan diilhami mekanisme pundak manusia, dan dikombinasikan dengan roda dalam bentuk sabuk. Beberapa primitive behavior dapat diturunkan melalui simulasi dan eksperimen. Dengan mengkombinasikan primitive behavior tersebut, maka robot mampu melakukan gerakan-gerakan kompleks untuk mengantisipasi medan yang dinamik.
xiii
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan, termasuk di antaranya optimisasi struktur mekanik, dan algoritma kendali kompleks, termasuk pembelajarannya.
Gambar 22. Gerakan Mobilitas iSRo – Secara Eksperimen – Yang Mampu Melewati Medan Dinamis Yang Berubah
Daftar Pustaka [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13]
R. Snyder, R. (2001). Robot Assist in Search and Rescue Efforts at WTC. IEEE Robotics & Automation Magazine, vol. 8, pp. 26-28. H. Cruz et.al. (2005). Two Sustainable and Compliant Robot for Humanitarian Demining. Proc. Of the IARP Int. Workshop on Robotics and Mechanical Assistance in Humanitarian Demining. [3] P.E. Rybski et.al. (2000). Control of multiple small surveillance robots at AAAI 2000, Proc. Of AAAI 2000 Mobile Robot Competition and Exhibition Workshop. Smith, T. (2007). Probabilistic Planning for Robotic Exploration, Ph.D. Dissertation, Carnegie Mellon University. M. Seeman, M. Broxvall, R. Saffiotti, Wide. P. (2006). An Autonomous Spherical Robot for Security Tasks, Proc. IEEE Int. Conference on Computational Intelligence for Homeland Security and Personal Safety. D. Spenneberg et.al. (2005). Aramies: A Four-Legged Climbing and Walking Robot, Proceeding of 8th Int. Symposium iSAIRAS. T.M. Howard, A. Kelly. (2006). Constrained Optimization Path Following of Wheeled Robot, Proceeding The Tenth Int. Symp. On Experimental Robotics. [8] M. Buhler et.al. (2000). Dynamic Locomotion with four and six-legged robots, Proc. Int. Symp. Adaptive Motion of Animals and Machines. R. Pfeifer et.al. (2007). Self-organization, embodiment, and biologically-inspired robotics, Science, Vol. 318, pp. 1088-1093. M. Buhler, et.al. (2000). Dynamic locomotion with four and six-legged robots, Proc. Int. Symp. On Adaptive Motion of Animals and Machines. S. Hirose et.al. (1997). TITAN VII: Quadruped walking and manipulating robot on a steep slope, IEEE Int. Conf. on Robotics and Automation, pp 494-500. Grillner S., and R. Dubuc. (1988), Control of locomotion in vertebrates: Spinal and supraspinal mechanism, Advanced Neurology, Vol 47, pp 425-453. Ostrowski J., and J. Burdick. (1998). Gait kinematics of a serpentine robot, IEEE Int. Conf. on Robotics and Automation, pp 1294-1299. xiv
Konferensi Nasional Sistem dan Informatika 2009; Bali, November 14, 2009
KEYNOTE SPEAKER
[14] Dowling K. (1997). Limbless locomotion: Learning to crawl with a snake robot, Ph.D. dissertation, Robotics Institute, Carnegie Mellon University. [15] Hoffman, F. (2003). An Overview on Soft Computing in Behavior-based robotic", The Proceeding of The 10th International Fuzzy System Association, IFSA, Eds: Bilgic, T. et al., Istanbul, Turki, hal. 544 – 551. [16] Kweon, I, Kuno, Y, Watanabe, M, Onoguchi, K. (1992). Behavior Based Mobile Robot Using Active Sensor Fusion, IEEE Journal of Robotics and Automation, Vol. 2, hal. 1675 – 1682. [17] Brooks, R. (1986). A robust layered control system for a mobile robot, IEEE Journal of Robotics and Automation, Vol. 2, No. 1, hal. 14–23. [18] Arkin, R. C. (1989). Motor schema based navigation for a mobile robot: an approach toprogramming by behaviour. The International Journal of Robotics Research, Vol. 8, No. 4, hal. 92 – 112. [19] Pirjanian, P. (1999). Behavior coordination mechanisms—State-of-the-art, Techical Report IRIS (Institute of Robotics and Intelligent Systems),University of Southern California, hal 99- 375. [20] Carreras, M, Yuh, J, Batlle, J, Ridao, P. (2004). A Behavior-Based Scheme Using Reinforcement Learning for Autonomous Underwater Vehicles, IEEE Journal Of Oceanic Engineering, Vol. 30, No. 2, hal. 416-427. [21] Huq, R, Gorge, K, Raymond, G. (2006). Behavior-Modulation Technique in Mobile Robotics Using Fuzzy Discrete Event System, IEEE transaction on Robotics,Vol. 22, No. 5, hal. 903-915. [22] Sutton, R.S., Barto,A.G. (1998). Reinforcement Learning, an Introduction. MIT Press. [23] Watkins, C., Dayan, P. (1992). Q-learning,Thechnical Note, Machine Learning, Vol 8, hal.279-292. [24] Gross, H.M., Stephan, V., Krabbes, M. (1998). A Neural Field Approach to Topological Reinforcement Learning in Continuous Action Spaces, The proceedings of IEEE International Joint Conference on Neural Networks, Vol. 3, hal. 1992 – 1997. [25] Huang, BQ, Cao, GY, Guo, M. (2005). Reinforcement Learning Neural Network to The Problem Of Autonomous Mobile Robot Obstacle Avoiding, IEEE Proceedings of the Fourth International Conference on Machine Learning and Cybernetics, Guangzhou, Vol. 1, hal. 85-89. [26] Glorennec, P.Y., Jouffe, L. (1997). Fuzzy Q-learning, Proceeding of the sixth IEEE International Conference on Fuzzy Sistem, Vol. 2, No. 1, hal. 659 – 662.
xv