ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN PADA UNIT KERJA KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
Oleh RIZKI ANDAYANI H24096046
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul
: Analisis
Pengaruh
Karakteristik
Budaya
Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nama
: Rizki Andayani
NIM
: H24096046
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM NIP. 19671020 199403 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP. 19610123 198601 1 002
Tanggal Lulus :
ANALISIS PENGARUH KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN PADA UNIT KERJA KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh RIZKI ANDAYANI H24096046
PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUR PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
RINGKASAN RIZKI ANDAYANI H24096046. Analisis Pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Karyawan Pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Di bawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI. Unit kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI merupakan aparatur tata usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Unit kerja Kepaniteraan dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan, tugas dari Kepaniteraan adalah melaksanakan pemberian dukungan dibidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung. Budaya organisasi dianggap perlu untuk diteliti karena budaya organisasi merupakan pola, nilai, kepercayaan dan kebiasaan yang diadaptasi dari orangorang yang mendirikan organisasi yang juga merupakan ekspresi nilai dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memegang peranan penting dalam menjaga kontuinitas organisasi, serta mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengetahui pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (2) Mengetahui pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (3) Mengetahui pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (4) Menganalisis pengaruh Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber informasi, yaitu dengan cara wawancara dan kuesioner, sedangkan data sekunder berasal dari studi pustaka. Metode pengolahan data yang digunakan adalah Strucktural Linear Modeling (SEM) dengan bantuan software LISREL 8.30. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan positif dari budaya organisasi terhadap kepuasan dan kinerja karyawan sebesar 0,78 dan 0,40, terdapat pengaruh signifikan positif dari kepuasan terhadap kinerja sebesar 0,60, dan terdapat pengaruh signifikan positif dari budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan kerja sebesar 0,47.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia yang diberikan, sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, tidak dapat dipungkiri masih banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini, baik dari segi penyusunan, tata bahasa maupun kesalahan dalam pengetikan, untuk itu penulis meminta maaf yang sebesar-besarnya. Skripsi ini ditulis dan diajukan dengan maksud untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana Strata I. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pengungkapan, penyajian dan pemilihan kata-kata maupun pembahasan materi skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu dengan penuh kerendahan hati penulis mengharapkan saran, kritik dan segala bentuk pengarahan dari semua pihak untuk perbaikan penelitian ini kedepannya, tetapi besar harapan penulis agar penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi Mahkamah Agung RI, Institut Pertanian Bogor, dan pihak-pihak lain yang berkepentingan maupun sebagai bahan bacaan pustaka.
Bogor,
September 2013
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi penulis diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, sehingga segala macam rintangan dan hambatan dapat teratasi. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus pada : 1.
Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc, selaku Ketua Departemen Manajemen, fakultas Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
2.
Farida Ratna Dewi, SE.,MM selaku Koordinator PSAJM.
3.
Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.
4.
Segenap
dosen
dan
karyawan
Program
Sarjana
Manajemen
Penyelenggaraan Khusus Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 5.
Bapak/Ibu pegawai Mahkamah Agung RI yang telah bersedia menjadi responden untuk membantu penulis dengan melakukan pengisian kuesioner.
6.
Keluarga tercinta, Ayahanda H. Zulkifly HS, Ibunda Hj. Kamaliah., S.Ag, dan Kakanda Putri Zuliaty., S.Pdi yang telah selalu mendukung, memberi nasehat dan dengan sabar melucuti penulis dengan segudang kata-kata penyemangat dan penuh motivasi.
7.
Ridiarsih dan William Bergen teman-teman bimbingan dan seperjuanganku yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8.
Keluarga besar M15, Yona, Vici, Mel, Bernita, Puspita, Mia, Coti, Dian, dan Nora. Teman-temanku yang selalu mendesak penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih, tanpa semangat dan bantuan dari kalian penulis tak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9.
Ibu Endang, Om Zul (Atok), Mba Wita, Mba Chan, atasan dan rekan kerjaku terima kasih atas dukungan dan bantuan kalian, khususnya ibu Endang terima kasih atas pengertiannya untuk tetap memberikan izin absen kepada penulis demi kepentingan bimbingan dan sidang skripsi ini.
10.
Teman-teman eksman angkatan enam, teman-teman seperjuangan terima kasih untuk semangat yang selalu diberikan kepada penulis, tetap kompak ya kawan. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan
dan kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis. Amin.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Aceh pada tanggal 9 agustus 1987. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak H. Zulkifli dan Ibu Hj. Kamaliah, S.Ag. Penulis mulai mengenyam pendidikan di TK Bhayangkari Lhoksukon, Aceh Utara selama dua tahun. Pada tahun 1993 penulis melanjutkan sekolah di SDN No.2 Lhoksukon, Aceh Utara sampai tahun 1999. Kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di Pesantren terpadu Madrasah Ulumul Qur’an, Langsa Aceh Timur selama tiga tahun sampai dengan tahun 2002, pada tahun yang sama penulis pindah ke Jakarta Timur dan melanjutkan pendidikannya di SMA Perguruan Rakyat 2 sampai dengan tahun 2005. kemudian pada tahun yang sama penulis mendapat undangan dari Institut Pertanian Bogor untuk melanjutkan pendidikannya di Diploma III IPB, pada saat itu Penulis memilih jurusan Manajemen Informatika, penulis lulus di tahun 2008. Tahun 2009 untuk memperoleh gelar Sarjana Penulis melanjutkan pendidikannya di Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Institut Pertanian Bogor, sambil menjalankan studinya pada tahun yang sama sampai dengan saat ini Penulis juga bekerja di Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Divisi Kepaniteraan sebagai Operator Komputer.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... i DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... v I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang ..................................................................................... 1 Rumusan Masalah ................................................................................ 4 Tujuan Penelitian.................................................................................. 5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 5 Manfaat Penulisan ................................................................................ 5
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 7 2.1. Budaya Organisasi................................................................................ 7 2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi.......................................................7 2.1.2. Kegunaan Budaya Organisasi ....................................................... 9 2.1.3. Pembentukan Budaya Organisasi ............................................... 12 2.1.4. Pengaruh Budaya Organisasi pada Kinerja dan Kepuasan ......... 13 2.2. Kinerja ................................................................................................ 13 2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengahuri Kinerja Karyawan .............. 14 2.2.2. Pengukuran Kinerja Karyawan ................................................... 15 2.2.3. Meningkatkan Kinerja ............................................................... 17 2.2.4. Pengaruh Kinerja Terhadap Efektivitas Organisasi.................... 19 2.3. Kepuasan Kerja .................................................................................. 19 2.3.1 Standar Kepuasan Kerja Karyawan ............................................ 23 2.3.2 Faktor Penentu Kepuasan Kerja Karyawan ................................ 24 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................................ 26 III METODE PENELITIAN ............................................................................. 28 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9.
Kerangka Konseptual ......................................................................... 28 Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan ................. 30 Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Karyawan ............. 31 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan...................... 31 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 32 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................. 33 Metode Penelitian ............................................................................... 33 Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 34 Uji Coba Instrumen ............................................................................ 34 3.9.1. Uji Validasi ................................................................................. 35 3.9.2. Uji Reliabilitas ............................................................................ 35 3.10 . Metode Pengolahan Data ................................................................. 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 40 4.1. Gambaran Umum Organisasi ............................................................. 40 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan ......................................................... 40 i
4.1.2. Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi .................................................. 43 4.1.3. Struktur Organisasi ..................................................................... 44 4.2. Karakter Responden ........................................................................... 44 4.2.1. Karakteristik Jenis Kelamin ........................................................ 45 4.2.2. Karakteristik Masa kerja ............................................................. 45 4.2.3. Karakteristik Tingkat Pendidikan ............................................... 45 4.2.4. Karakteristik Usia........................................................................ 46 4.2.5. Karakteristik Jabatan/Pekerjaan .................................................. 47 4.3. Persepsi Karyawan ............................................................................. 48 4.4. Model Pengukuran ............................................................................. 55 4.5. Model Struktural ................................................................................ 58 4.6. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja ..................... 59 4.7. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan ................. 62 4.8. Hubungan Kepuasan Kerja Karyawan dengan Kinerja Karyawan .... 63 4.9. Hubungan Budaya Organisasi Melalui Kepuasan dengan Kinerja Karyawan ........................................................................................... 65 4.10. Implikasi Manajerial .......................................................................... 66 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 69 1. Kesimpulan ............................................................................................. 69 2. Saran ....................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 71 LAMPIRAN ......................................................................................................... 73
ii
DAFTAR TABEL
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Persepsi karyawan terhadap inovasi dan pengambilan resiko ....................... 48 Persepsi karyawan terhadap perhatian terhadap detail .................................. 49 Persepsi responden terhadap berorientasi kepada hasil ................................. 49 Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada manusia ............................ 50 Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada tim .................................... 50 Persepsi karyawan terhadap agresivitas ......................................................... 50 Persepsi karyawan terhadap stabilitas ............................................................ 51 Persepsi karyawan terhadap gaji atau upah.................................................... 51 Persepsi karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri ......................................... 52 Persepsi karyawan terhadap rekan kerja ........................................................ 52 Persepsi karyawan terhadap promosi pekerjaan ............................................ 52 Persepsi karyawan terhadap kepenyeliaan ..................................................... 53 Persepsi karyawan terhadap standar waktu .................................................... 53 Persepsi karyawan terhadap standar produktivitas ........................................ 54 Persepsi karyawan terhadap standar kualitas ................................................. 54 Persepsi karyawan terhadap standar tingkah laku.......................................... 54 Hasil uji kecocokan keseluruhan model......................................................... 56 Hasil analisis validitas model......................................................................... 57 Hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja ......................... 60 Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan ............................................ 61 Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja ...................................... 62 Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan ............................... 62 Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja ........................................... 63 Pengaruh kepuasan terhadap kinerja karyawan ............................................. 64 Hubungan budaya organisasi melalui kepuasan kerja dengan kinerja ........... 65
iii
DAFTAR GAMBAR
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Relasi antara visi, misi, dan nilai-nilai utama badan peradilan. ..................... 44 Kegunaan budaya organisasi............................................................................ 9 Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan ............ 13 Hirarki motivasi maslow ................................................................................ 23 Kerangka konseptual ...................................................................................... 30 Model SEM .................................................................................................... 38 Sebaran karyawan menurut masa kerja .......................................................... 45 Sebaran karyawan menurut latar pendidikan. ................................................ 46 Sebaran karyawan menurut usia .................................................................... 46 Sebaran karyawan menurut jabatan/pekerjaan ............................................... 47 Koefisien lintasan antar variable .................................................................... 58 Skor signifikan tes (Uji-t) .............................................................................. 59 Koefisien lintas model budaya organisasi ...................................................... 61
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No. 1. 2. 3. 4.
Struktur organisasi Mahkamah Agung RI ..................................................... 78 Hasil pengolahan SPSS uji validasi ............................................................... 75 Kuesioner penelitian ...................................................................................... 79 Hasil pengolahan SEM .................................................................................. 84
v
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Budaya organisasi merupakan sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-
nilai yang berkembang dalam suatu organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi dapat menjadi instrumen keunggulan kompetitif yang utama, yaitu bila budaya organisasi mendukung strategi organisasi, dan bila budaya organisasi dapat menjawab atau mengatasi tantangan lingkungan dengan cepat dan tepat. Budaya organisasi mempengaruhi seluruh aspek kehidupan organisasi diantaranya berpengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan. Sebagai contoh jika didalam organisasi tersebut terdapat budaya kerja yang baik, dimana pekerjaan yang dilakukan disukai oleh para anggota organisasi, kemudian adanya budaya kebersamaan dengan rekan kerja lainnya yang memiliki komunikasi yang baik serta mau bertukar pikiran dan knowledge, para anggota organisasi akan puas dalam bekerja sehingga diharapkan akan meningkatkan kinerja mereka. Seperti yang diungkapkan oleh Dole dan Schroeder (2001), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan menurut Testa (1999) dan Locke (1983), kepuasan kerja merupakan kegembiraan atas pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Budaya organisasi tidak hanya mempengaruhi anggota organisasi dalam bertindak, tetapi juga bagaimana mereka berkomunikasi, berperilaku dan bersikap dalam bekerja dan itu pasti berpengaruh pada kinerja karyawan dalam bekerja. Budaya organisasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Keterkaitannya dengan kinerja dapat terlihat bahwa budaya menciptakan motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi didalam diri para karyawan yang pada akhirnya akan membuat para karyawan bekerja dengan sungguhsungguh, penuh rasa tanggung jawab dan mereka akan bekerja sesuai dengan sistim nilai budaya organisasi yang ada. Berdasarkan hal tersebut budaya organisasi sangat penting untuk disosialisasikan bagi setiap anggota organisasi untuk menjadikan mereka sebagai
2
anggota organisasi yang baik, sehingga mereka tidak merasa asing dengan situasi dan budaya yang dimiliki oleh organisasi tersebut, dalam hal ini anggota organisasi adalah karyawan yang melaksanakan rangkaian kegiatan di Mahkamah Agung RI. Perilaku dalam melaksanakan tugas tersebut mepengaruhi kinerja seseorang, dan akhirnya memengaruhi kinerja organisasi dimana ia berprestasi. Padahal perilaku masing-masing individu dapat dikatakan merupakan hasil gabungan dari berbagai faktor psikologis (kejiwaan). Faktor-faktor psikologis tersebut merupakan hasil kombinasi dari kondisi fisik, biologis, dan sosial yang mempengaruhi lingkungan kehidupan seseorang. Perilaku ini akan dibawa ke dalam lingkungan hidup barunya termasuk dalam kehidupan organisasi. Ukuran dan macam kepuasan kerja dari masing-masing individu berbeda antara individu satu dengan individu yang lainnya namun secara umum dapat dilihat dari indikator-indikator seperti, pembayaran, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, promosi pekerjaan, dan kepenyeliaan (supervise). (Luthans, 2006). Bila karyawan sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi organisasi dan logistic, maka masing-masing kinerja individu akan baik. Bila anggota organisasi telah puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan, hal ini juga akan menimbulkan kinerja para karyawan meningkat seiring dengan kepuasan kerja yang didapatkan. Kinerja kerja sendiri memiliki karakteristik yang bermacam-macam, seperti produktivitas, efisiensi biaya, efisiensi waktu kerja, dan kualitas kerja. Seperti yang diungkapkan oleh Mondy, et al (1995), kinerja karyawan dapat dilihat dari
time standards (standar waktu), productivity standards (standar
produktivitas), cost standard (standar biaya (tidak digunakan dalam penelitian ini, dikarenakan bidang yang dikaji tidak menggunakan biaya dalam sistem kerjanya), quality standards (standar kualitas), dan behavioral standards (standar tingkah laku).
3
Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970). Unit kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI merupakan aparatur tata usaha negara yang dalam menjalankan tugas dan fungsinya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Ketua Mahkamah Agung. Unit kerja Kepaniteraan dipimpin oleh seorang Panitera. Sedangkan, tugas dari Kepaniteraan adalah melaksanakan pemberian dukungan dibidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus
perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung. Kepaniteraan
Mahkamah
Agung
melaksanakan
tugasnya
dengan
menyelenggarakan fungsi : 1.
Koordinasi pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial.
2.
Koordinasi urusan administrasi keuangan perkara di lingkungan Mahkamah Agung.
3.
Pelaksanaan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi yustisial.
4.
Pelaksanaan minutasi perkara.
5.
Pembinaan lembaga teknis dan evaluasi.
6.
Pelaksanaan administrasi kepaniteraan.
4
1.2.
Rumusan Masalah Salah satu masalah yang dihadapi MA dan badan-badan peradilan di
bawahnya adalah kepastian hukum dan kualitas serta konsistensi putusan. Faktor utama penyebab permasalahan tersebut antara lain karena tingginya jumlah perkara yang masuk ke MA sehingga sulit bagi MA untuk melakukan pemetaan permasalahan hukum dan mengawasi konsistensi putusan. Saat ini, hampir setiap perkara di tingkat banding dimohonkan kasasi ke MA. Kurang lebih 80% perkara yang masuk ke Pengadilan Tingkat Banding hampir pasti dimintakan upaya hukum ke MA.10 Hal inilah yang menyebabkan membanjirnya perkara yang kini menjadi masalah institusional utama di MA. Selain tingginya jumlah putusan dari tingkat banding yang dimintakan kasasi, pada saat ini muncul juga kecenderungan kenaikan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Budaya organisasi dianggap perlu untuk diteliti karena budaya organisasi merupakan pola, nilai, kepercayaan dan kebiasaan yang diadaptasi dari orang-orang yang mendirikan organisasi yang juga merupakan ekspresi nilai dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi sehingga dapat dikatakan bahwa budaya organisasi memegang peranan penting dalam menjaga kontuinitas organisasi, serta mempengaruhi kelangsungan hidup suatu organisasi. Berdasarkan perumusan masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kepuasan Kerja karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia? 2. Bagaimana Budaya Organisasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia? 3. Bagaimana Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia?
5
4. Bagaimana
Budaya
Organisasi
melalui
Kepuasan
Kerja
Karyawan
berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi
pengaruh
Karakteristik
Budaya
Organisasi
terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia 2. Mengidentifikasi pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. 3. Mengidentifikasi pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. 4. Menganalisis pengaruh Karakteristik Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pengaruh budaya organisasi terhadap kpuasan kerja dan kinerja karyawan difokuskan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung RI yang merupakan sebuah Unit Kerja dari Kantor pusat Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kepaniteraan mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan di bidang teknis dan administrasi justisial kepada Majelis Hakim Agung dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, serta melaksanakan administrasi penyelesaian putusan Mahkamah Agung. 1.5.
Manfaat Penulisan 1.5.1. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk mengetahui tingkat kinerja dan kepuasan karyawan terhadap budaya organisasi yang sekarang dianut oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia.
6
1.5.2. Teroritis Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang didapat selama masa perkuliahan khususnya bidang ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia.
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Budaya Organisasi 2.1.1. Pengertian Budaya Organisasi Beberapa definisi budaya organisasi dikemukakan oleh para ahli, menurut Moeljono (2003) menyatakan bahwa budaya korporat atau budaya manajemen atau juga dikenal dengan istilah budaya kerja merupakan nilai-nilai dominan yang disebar luaskan didalam organisasi dan diacu sebagai filosofi kerja karyawan. Kemudian Susanto (1997) mengemukakan bahwa budaya organisasi sebagai nilainilai yang menjadi pedoman sumber daya manusia untuk menghadapi permasalahan eksternal dan usaha penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan sehingga masing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada dan bagaimana mereka harus bertindak atau berperilaku. Robbins (2002) mendefinisikan budaya organisasi (organizational culture) sebagai suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain. Lebih lanjut, Robbins (2002) menyatakan bahwa sebuah sistem pemaknaan bersama dibentuk oleh warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari nilai-nilai organisasi ("a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organization. This system of shared meaning is, on closer examination, a set of key characteristics that the organization values"). Robbins memberikan karakteristik budaya organisasi sebagai berikut: 1.
Inovasi dan keberanian mengambil risiko (Inovation and risk taking), adalah sejauh mana organisasi mendorong para karyawan bersikap inovatif dan berani mengambil resiko. Selain itu bagaimana organisasi menghargai tindakan pengambilan risiko oleh karyawan dan membangkitkan ide karyawan;
2.
Perhatian terhadap detil (Attention to detail), adalah sejauh mana organisasi mengharapkan karyawan memperlihatkan kecermatan, analisis dan perhatian kepada rincian. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain : dilakukan
8
pencatatan jumlah perkara yang masuk dan yang keluar, membuat laporan bulanan dan tahunan; 3.
Berorientasi kepada hasil (Outcome orientation), adalah sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut. Penerapan pada Mahakamah Agung RI antara lain: hasil putusan yang berkualitas sesuai dengan fakta, penyelesaian proses perkara tepat waktu;
4.
Berorientasi kepada manusia (People orientation), adalah sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang di dalam organisasi. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain: mendorong karyawan yang menjalankan ide-ide mereka, memberikan penghargaan kepada karyawan yang berhasil menjalankan ide-ide;
5.
Berorientasi tim (Team orientation), adalah sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim tidak hanya pada individu-individu untuk mendukung kerjasama. Penerapan pada Mahkamah Agung RI antara lain: dukungan atasan pada karyawan untuk bekerja sama dalam satu tim, dukungan atasan untuk menjaga hubungan dengan rekankerja di anggota tim lain;
6.
Agresifitas (Aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi sebaik-baiknya. Penerapannya pada Mahkamah Agung RI antara lain: persaingan yang sehat antar karyawan dalam bekerja, karyawan didorong untuk mencapai produktivitas optimal;
7.
Stabilitas (Stability), adalah sejauh mana kegiatan organisasi menekankan status quo sebagai kontras dari pertumbuhan. Robbins (2002) mengatakan bahwa tiap karakteristik ini berlangsung pada
suatu satu kesatuan dari rendah ketinggi. Maka dengan menilai organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik tersebut akan diperoleh gambaran mejemuk dari budaya organisasi. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan pemahaman bersama yang dimiliki oleh para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana urusan diselesaikan didalamnya, dan cara para anggota diharapkan berperilaku. Mahkamah Agung RI mengembangkan nilai-nilai utama badan peradilan/Budaya
9
Organisasi berdasarkan visi dan misi yang dimilikinya. Nilai-nilai yang dimaksud adalah : 1.
Kemandirian Kekuasaan Kehakiman
2.
Integritas dan Kejujuran
3.
Akuntabilitas
4.
Responsibilitas
5.
Keterbukaan
6.
Ketidakberpihakan
7.
Perlakuan yang sama dihadapan hukum
2.1.2. Kegunaan Budaya Organisasi Dalam beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan mempertahankan kelangsungan hidupnya, serta dalam melakukan integrasi internal, budaya melakukan sejumlah fungsi untuk mengatasi permasalahan anggota organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan eksternalnya yaitu dengan memperkuat pemahaman anggota organisasi, kemampuan untuk merealisir terhadap misi dan strategi, tujuan, cara, ukuran dan evaluasi. Budaya juga berfungsi untuk mengatasi permasalahan
integrasi
internal
dengan
meningkatkan
pemahaman
dan
kemampuan anggota organisasi untuk berbahasa, berkomunikasi, kesepakatan atau consesus internal, kekuasan dan aturannya, hubungan anggota organisasi (karyawan), serta imbalan dan sangsi (Schein, 1992). Identitas Organisasi
Alat sense-making
Budaya Organisasi
Komitmen Kolektif
Stabilitas Sistem Sosial
Gambar 1 Kegunaan budaya organisasi (Kreitner dan Kinicky dalam Doloksaribu 2010) Gambar 1 Kreitner dan Kinicky dalam Doloksaribu (2010) menjelaskan ada empat kegunaan budaya organisasi, yaitu : 1.
Memberikan identitas organisasi kepada karyawannya
10
2.
Memudahkan komitmen kolektif
3.
Mempromosikan stabilitas sistem sosial
4.
Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan keberadaannya. Budaya dapat dikatakan stabil sifatnya, budaya biasanya berubah sangat
lamban, karena hal ini merupakan pola dari belief, behavior dari setiap anggota organisasi, hal ini dapat terlihat dari beberapa fungsi budaya antara lain sebagai identitas dan citra suatu masyarakat dimana kita bisa melihat identitas masyarakat melalui budaya yang ada pada mereka, kemudian sebagai pengikat diantara anggota organisasi dikarenakan adanya kesamaan akan suatu budaya yang sama seperti bahasa, sistem komunikasi, sistem kekeluargaan didalam suatu masyarakat. Budaya juga dapat digunakan sebagai sumber inspirasi, kebanggaan dan sumber daya yang kemudian diarahkan untuk menjadi kekuatan penggerak sehingga dapat menghasilkan suatu kemampuan untuk membentuk nilai tambah. Budaya sebagai pola perilaku merupakan gambaran tingkah laku, tindak tanduk dari para anggota organisasinya yang menjadi satu pola. Kemudian tingkah laku yang terpola tersebut diwariskan kepada para anak cucu mereka. Budaya juga dapat digunakan sebagai pengganti formalisasi, dimana aturan-aturan dalam pergaulan diantara sesama anggota organisasi terbentuk karena adanya kebiasaankebiasaan yang disepakati bersama sebagai aturan main yang tidak tertulis. Dengan adanya budaya maka dapat digunakan sebagai mekanisme adaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Robbins
(2002)
menjelaskan
fungsi
budaya
organisasi
berperan
menetapkan batasan, menetapkan perbedaan yang jelas antara satu organisasi dengan lainnya, dimana ini bisa membawa suatu rasa identitas bagi para anggota, sehingga budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan individu. Dengan adanya budaya, maka sistem sosial di masyarakat anggota organisasi menjadi mantap dan menjadi perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan. Budaya juga berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku para karyawan.
11
Budaya yang bermacam-macam ragamnya dan memiliki ciri khas tersendiri yang terbentuk dikarenakan pengaruh-pengaruh kepercayaan, tingkah laku, hubungan sosial maupun solidaritas para anggota-anggotanya, ini menciptakan suatu tipe-tipe budaya berbeda dan unik diantara organisasi satu dengan yang lainnya, dalam penelitian Goffe & Jones dalam Robbins (2002) mengidentifikasikan empat tipe budaya yang unik, yaitu : 1.
Budaya Jaringan (tinggi pada hubungan sosial, rendah pasa solidaritas). Organisasi ini melihat anggotanya sebagai teman dan keluarga. Anggota organisasi tahu dan senang memberi bantuan pada orang lain dan memberikan informasi yang terbuka. Aspek dominan yang sifatnya negatif dengan model budaya-budaya seperti ini adalah fokus pada persahabatan tetapi memberikan dampak pemberian toleransi pada kinerja yang rendah dan terjadinya permainan politik.
2.
Budaya Upahan (rendah pada hubungan sosial, tinggi pada solaritas). Organisasi ini benar-benar memfokuskan diri pada tujuan. Anggota organisasi
diharuskan
berorientasi
kepada
tujuan.
Mereka
harus
mengerjakan segala sesuatu dengan cepat. Fokus pada tujuan dan obyektif dapat mengurangi faktor politik. Dampak dari perlakuan budaya ini adalah kurang adanya perlakuan manusiawi pada anggota organisasi yang berkinerja rendah. 3.
Budaya Fragmen (rendah pada hubungan sosial, rendah pada solidaritas). Organisasi ini dibuat secara individualistis. Komitmen adalah faktor penting yang diletakkan pada unsur pertama pada semua anggota organisasi dan pada tugas pekerjaannya. Anggota organisasi dituntut untuk produktif dan orientasi pada kualitas pekerjaan. Dampak dominan yang terjadi pada budaya organisasi seperti ini adalah saling kritik diantara anggota dan kurang erat hubungan antara anggota organisasi.
4.
Budaya Komunal (tinggi pada hubungan sosial, tinggi pada solidaritas). Penilaian pada persahabatan dan kinerja. Anggota organisasi mempunya perasaan memiliki tetapi tetap fokus pada pencapaian prestasi. Pemimpin dari budaya organisasi ini sangat inspiratif dan karismatik dengan visi yang jelas untuk masa depan organisasi. Tetapi di budaya organisasi seperti ini
12
seorang pemimpin karismatik lebih banyak menghasilkan murid daripada pengikut, sehingga iklim kerja adalah terjadinya pemujaan terhadap pemimpinnya. Jadi ada dua dimensi yang menggarisbawahi budaya organisasi, yang pertama disebut dengan hubungan sosial (sociability) adalah pengukuran terhadap persahabatan. Hubungan sosial berkaitan dengan orientasi tinggi pada hubungan antar manusia, orientasi pada tim dan fokus pada proses daripada hasil. Sedangkan yang kedua disebut dengan solidaritas (solidarity) adalah pengukuran pada orientasi tugas. Berkaitan dengan perhatian tinggi pada hal yang detail dan tingkat agresifitas yang tinggi. 2.1.3.
Pembentukan Budaya Organisasi Menurut Robbins (2002) budaya pada organisasi tidak terbentuk dengan
sendirinya, namun budaya organisasi berasal dan diturunkan dari filsafat pendirinya, kemudian budaya yang unik tersebut mempengaruhi kriteria yang digunakan untuk mempekerjakan karyawan, segala tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan yang tidak, kemudian disosialisasikan dimana tingkat sukses yang dicapai dalam mencocokkan nilai-nilai karyawan baru dengan organisasi dalam seleksi maupun preferensi manajemen puncak. Agar budaya perusahaan yang telah terbentuk dengan baik, diperlukan usaha-usaha untuk memelihara agar budaya yang telah terbentuk itu tetap hidup, Robbins (2002) mengatakan bahwa usaha-usaha yang dapat dilakukan adalah dengan cara : 1. Menyeleksi anggota atau karyawan baru dengan kriteria yang sesuai dengan budaya
yang
ada.
Tujuan
eksplisit
dari
proses
seleksi
adalah
mengidentifikasikan dan mempekerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan sukses pada organisasi tersebut. 2.
Menjadikan manajemen puncak sebagai model panutan dan pelopor. Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi, melalui apa yang mereka katakan dan bagaimana mereka berperilaku.
13
3.
Sosialisasi atau adaptasi yang dilakukan melalui interaksi anggota perusahaan. Dapat dikonsepkan ke dalam tiga tahap yaitu prakedatangan, perjumpaan dan metamorfosis.
2.1.4.
Pengaruh Budaya Organisasi pada Kinerja dan Kepuasan Robbins (2002) mengatakan budaya organisasi sebagai variabel campur
tangan, dimana anggota organisasi membentuk suatu persepsi subyektif keseluruhan mengenai organisasi berdasarkan pada faktor-faktor seperti inovasi, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, dukungan orang tekanan pada tim, agresivitas dan stabilitas. Faktor Subyektif: 1. Inovasi dan ambil resiko 2. Perhatian terhadap detail 3. Berorientasi kepada hasil 4. Beroriantasi kepada manusia 5. Berorientasi tim 6. Agresivitas 7. Stabilitas
Kekuatan Tinggi Dispersikan Budaya
Kinerja
Budaya Organisasi Kepuasan Rendah
Gambar 2 Budaya organisasi berdampak pada kepuasan dan kinerja karyawan. (Robbins, 2002) 2.2.
Kinerja Menurut Miner (1990), kinerja adalah bagaimana seseorang diharapkan
dapat berfungsi dan berperilaku sesuai dengan tugas yang dibebankan kepadanya. Setiap harapan mengenai bagaimana seseorang harus berperilaku dalam melaksanakan tugas, berarti menunjukkan suatu peran dalam organisasi. Suatu organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi privat dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang yang berperan aktif sebagai pelaku (actors) dalam
upaya
mencapai
tujuan
lembaga
atau
organisasi
bersangkutan
(Prawirosentono, 1999). Kinerja menurut Irianto dalam Sutrisno (2010) adalah prestasi yang diperoleh seseorang dalam melakukan tugas. Keberhasilan organisasi tergantung pada kinerja para pelaku organisasi bersangkutan. Oleh karena itu, setiap unit kerja dalam suatu organisasi harus dinilai kinerjanya, agar kinerja sumber daya
14
manusia yang terdapat dalam unit-unit dalam suatu organisasi tersebut dapat dinilai secara objektif. Berbeda dengan Irianto, Cormick & Tiffin dalam Sutrisno (2010), mengemukakan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya masa kerja dalam tahun yang dijalani. Miner (1990), mengemukakan ada empat aspek dari kinerja, yaitu : 1.
Kualitas yang dihasilkan, menerangkan tentang jumlah kesalahan, waktu, dan ketepatan dalam melakukan tugas.
2.
Kuantitas yang dihasilkan, berkenaan dengan berapa jumlah produk dan jasa yang dapat dihasilkan.
3.
Waktu kerja, menerangkan tentang berapa jumlah absen, keterlambatan, serta masa kerja yang telah dijalani individu karyawan tersebut.
4.
Kerja sama, menerangkan tentang bagaimana individu membantu atau menghambat usaha dari teman sekerjanya. Dengan keempat aspek kinerja diatas dapat dikatakan bahwa individu
mempunyai kinerja yang baik bila dia berhasil memenuhi keempat aspek tersebut sesuai dengan target atau rencana yang telah ditetapkan oleh organisasi. 2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengahuri Kinerja Karyawan Ada empat faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu : 1.
Efektivitas dan efesiensi Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik buruknya kinerja diukur oleh efektivitas dan efisiensi. Dikatakan efektif bila tujuan organisasi dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan, sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Bagaimanapun wewenang dan tanggung jawab para karyawan adalah salah satu hal yang perlu mendapat perhatian demi tercapainya tujuan organisasi.
15
2.
Otoritas dan tanggung jawab Organisasi yang baik selalu mendelegasikan wewenang dan tanggung jawab masing-masing karyawannya dengan baik, dengan demikian mereka mengetahui apa yang menjadi hak dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap karyawan dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan tersebut.
3.
Disiplin Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap perjanjian yang dibuat antara organisasi dan karyawan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam organisasi tersebut diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Disiplin juga berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar. Dalam hal seseorang karyawan melanggar peraturan yang berlaku dalam organisasi, maka karyawan bersangkutan harus sanggup menerima hukuman yang telah disepakati. Masalah disiplin para karyawan yang ada dalam organisasi baik atasan maupun bawahan akan memberi corak terhadap kinerja organisasi. Kinerja organisasi akan tercapai, apabila kinerja individu maupun kinerja kelompok ditingkatkan. Untuk itu diperlukan inisiatif dari para karyawannya dalam melaksanakan tugas.
4.
Inisiatif Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreatifitas dalam bentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau tanggapan positif dari atasan, jika atasan selalu menghambat setiap inisiatif, tanpa memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan mendukung, hal ini dapat menyebabkan organisasi akan kehilangan energi atau daya dorong untuk maju.
2.2.2
Pengukuran Kinerja Karyawan Pengukuran kinerja karyawan pada dasarnya merupakan faktor kunci
guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena adanya
16
kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Penilaian kinerja individu sangat bermanfaat bagi dinamika pertumbuhan organisasi secara keseluruhan, melalui penilaian tersebut maka dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan. Menurut Rummler dan Brache (1995), sistem pengukuran kinerja adalah mekanisme mengumpulkan informasi kinerja yang aktual, membandingkannya dengan sasaran dan mengkomunikasikannya bagi manajemen untuk perbaikan organisasi. Tanpa adanya pengukuran kinerja, pemimpin tidak memiliki basis untuk harapan kinerja yang spesifik yang dikomunikasikan kepada bawahannya, mengetahui apa yang sedang terjadi dalam organisasi, mengidentifikasi jurang kinerja yang harus dianalisa dan dikurangi, memberikan umpan balik dengan membandingkan antara kinerja dengan standar, mengidentifikasi kinerja yang harus diberikan imbalan dan membuat mendukung keputusan efektif mengenai sumber, perencanaan, kebijakan, jadwal dan sturktur. Ukuran kinerja dari para karyawan memang beragam jenisnya, sementara itu Mondy, Sharplin dan Flipo (1995), mengajukan sejumlah standar untuk melihat kinerja karyawan, yaitu: 1)
Time standards. Time standards state the length of time it should take to make a certain product or perform a certain service. Standar waktu didasaekan pada jangka waktu membuat suatu produk atau jasa.
2)
Produktivity standards. The standards are based on the amount or product or service produced during a set time period. Standar produktivitas didasarkan kepada banyaknya suatu produk atau jasa yang dihasilkan dalam suatu waktu tertentu.
3)
Cost standards. These standards are based on the cost associated with producing the goods or service. Standar biaya didasarkan kepada biaya yang berhubungan dalam memproduksi atau menghasilkan barang ataupun jasa.
4)
Quality standards. These are based on the level of perfection desired. Standar kualitas didasarkan kepada tingkatan kesempurnaan diinginkan dari produk ataupun jasa yang ada.
yang
17
5)
Behavioral standards. These are based on the type or behavioral desired or wokers in the organization. Standar tingkah laku didasarkan kepada macam tingkah laku yang diinginkan dari para pekerja didalam organisasi. Mahkamah Agung menilai kinerja karyawannya dengan melakukan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). DP3 adalah daftar yang memuat hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan seorang karyawan dalam jangka waktu satu tahun yang dibuat oleh pejabat penilai. Tujuan dilakukannya DP3 adalah untuk memperoleh bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan karyawan, antara lain dalam pertimbangan kenaikan pangkat, penetapan dalam jabatan, pemindahan, kenaikan gaji berkala dan lain-lain. Unsur-unsur yang dinilai adalah kesetiaan, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, dan kepemimpinan. Sedangkan tata cara penilaian nilai DP3 dinyatakan dengan sebutan huruf dan angka sebagai berikut : -
Amat baik = 91 – 100
-
Baik = 76 – 90
-
Cukup = 51 – 60
-
Sedang = 51 – 60
-
Kurang = 50 ke bawah Setelah penilaian dilakukan DP3 disimpan dan dipelihara dengan baik
oleh pejabat-pejabat yang diserahi urusan kekaryawanan. DP3 disimpan untuk selama lima tahun, misalnya DP3 dibuat pada akhir tahun 2009 maka disimpan sampai dengan akhir tahun 2014. DP3 yang telah disimpan lebih dari lima tahun tidak digunakan lagi. 2.2.3
Meningkatkan Kinerja Melalui Pengembangan Budaya Organisasi Nilai-nilai dan keyakinan dasar para pendiri melahirkan sejumlah
kebijakan dan praktik manajemen yang disebarkan kepada karyawannya secara lisan dan tertulis, ataupun melalui perilaku mereka. Semakin sering kebijakan dan praktik manajemen ini digunakan dan terbukti keberhasilannya, semakin dalam tertanam dalam perilaku dan kebiasaan kerja anggotanya sehari-hari. Perusahaan yang mengombinasikan nilai dan keyakinan, kebijakan dan praktik manajemen, serta hubungan antar keduanya akan menunjukkan keberhasilan yang terlihat dari
18
budaya organisasi yang memiliki sifat keterlibatan, konsistensi, adaptabilitas, dan penghayatan misi. Indikator keterlibatan adalah : 1.
Pemberdayaan (para karyawan mempunyai otoritas, inisiatif, dan kemampuan untuk mengatur pekerjaannya sendiri sehingga terbentuk rasa memiliki dan tanggung jawab pada organisasi.
2. Orientasi tim (organisasi bergantung pada usaha tim untuk menyelesaikan pekerjaan ke arah tujuan bersama namun masing-masing karyawan saling bertanggung jawab). 3.
Pengembangan kemampuan (organisasi menginvestasikan dananya pada pengembangan kemampuan keterampilan para karyawannya agar lebih kompetitif dalam memenuhi tantangan bisnis). Organisasi dengan sifat konsistensinya menanamkan sistem kepercayaan,
nilai, dan simbol yang dihayati dan dipahami oleh para anggota organisasi agar terbentuk tindakan atau perilaku terkoordinasi berdasarkan dukungan konsesus. Indikator konsesus adalah: 1.
Nilai-nilai inti (para anggota organisasi berbagi sejumlah nilai untuk membentuk sense of identity yang kuat dan sejumlah harapan yang jelas).
2.
Kesepakatan (organisasi mampu mencapai kesepakatan mengenai masalahmasalah kritis, yang mencakup tingkat kesepakatan utama dan kemampuan untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang terjadi).
3.
Koordinasi dan integrasi (unit-unit kerja yang berbeda dalam organisasi bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama). Organisasi dengan sifat penghayatan misi mempunyai kemampuan untuk
memahami arah jangka panjang yang bermanfaat bagi organisasi. Indikator penghayatan misi adalah : 1.
Arah dan intensi strategis yang jelas membawa manfaat bagi oganisasi sehingga menjadi jelas bagaimana setiap karyawan dapat memberi kontribusi dan membuat organisasinya terkenal dalam industrinya.
2.
Tujuan dan sasaran (tujuan dan sasaran yang jelas dapat dihubungkan dengan misi, visi dan strategi, serta memnetukan arah yang jelas dalam melakukan pekerjaanya).
19
3.
Pemahaman visi (organisasi mempunya pandangan bersama mengenai kondisi masa depan yang diinginkan, yang mewujudkan nilai-nilai inti serta menangkap pokok dan pikiran para anggota organisasinya sehingga dapat menjadi panduan dan arah dalam berkarya, (Sutrisno, 2010).
2.2.4
Pengaruh Kinerja Terhadap Efektivitas Organisasi Kinerja karyawan sangat penting untuk dinilai karena kinerja yang
diberikan karyawan kepada organisasi akan berdampak langsung terhadap efektivitas organisasi tersebut. dua jenis perilaku atau tugas pekerjaan mencakup unsur-unsur penting kinerja, yaitu tugas fungsional dan perilaku. Agar penilaian kinerja dapat dilaksanakan dengan baik diperlukan metode yang memenuhi persyaratan-persyaratan berikut : 1.
Yang diukur adalah benar-benar prestasi dan bukan faktor-faktor lain, seperti yang menyangkut pribadi seseorang.
2.
Menggunakan tolok ukur yang jelas dan yang pasti menjamin bahwa pengukuran itu bersifat objektif.
3.
Dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan sepenuhnya oleh semua anggota organisasi yang terlibat.
4.
Dilaksanakan secara konsisten, dan didukung sepenuhnya oleh pemimpin puncak organisasi.
2.3
Kepuasan Kerja Dole and Schroeder (2001) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dapat
didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan menurut Testa (1999) dan Locke (1983) kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Luthans (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi penting dari kepuasan kerja, yaitu : 1.
Kepuasan kerja merupakan respon emosional terhadap situasi dan kondisi kerja.
2.
Kepuasan kerja seringkali menentukan seberapa besar hasil yang akan dicapai atau harapan-harapan yanga kan dilampaui. Misalnya, bila anggota organisasi merasa bahwa mereka bekerja lebih keras daripada yang lainnya dalam suatu
20
departemen tetapi menerima imbalan lebih sedikit, maka mereka akan memiliki sikap negatif terhadap pekerjaan, pimpinan dan rekan sekerjanya. Mereka akan menjadi tidak puas. Sebaliknya jika mereka merasa diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan adil, maka mereka akan memiliki sikap yang positif terhadap pekerjaannya. 3.
Kepuasaan kerja mencerminkan sikap yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri. Teori-teori kepuasan kerja merupakan bagian dari teori motivasi. Menurut
Campbel, yang dikutip Gibson (1996), mengatakan bahwa teori motivasi terbagi dalam dua kategori, yaitu: teori kepuasan dan teori proses. Teori kepuasan memusatkan perhatian pada faktor-faktor didalam individu yang mendorong, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Sedangkan teori proses, menerangkan dan menganalisa bagaimana perilaku didorong, diarahkan, dipertahankan dan dihentikan. Adapun teori-teori kepuasan kerja yang lazim dikenal dari berbagai ahli, adalah: a.
Teori Pertentangan (Discrepancy Theory) Teori ini dipelopori oleh Porter (1961), yang mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan (As’ad, 1995). Kemudian Locke (1969) dalam Munandar (2001), menyatakan bahwa kepuasan atau tidak kepuasan terhadap beberapa aspek dari pekerjaan mencerminkan penimbangan dua nilai yaitu pertentangan yang dipersepsikan antara apa yang diinginkan seseorang individu dengan apa yang diterima dan pentingnya apa yang diinginkan bagi individu. Menurut Locke seorang individu akan merasa puas atau tidak puas merupakan sesuatu yang pribadi, tergantung bagaimana ia mempersepdikan adanya kesesuaian atau pertentangan antara keinginankeinginannya dan hasil keluarannya.
b.
Teori Keadilan (Equity Theory) Teori ini dikembangkan oleh Stacy Adams tahun 1963. Zalesnik tahun 1958, dikutip oleh Gibson (1996). Prinsip dari teori ini adalah: orang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung apakah ia merasakan keadilan atau
21
tidak atas suatu situasi. Perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity) atas suatu situasi, diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain (As’ad, 1995). c.
Teori Dua Faktor (Two Factor Theory) Herzberg Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Frederick Herzberg pada tahun 1959 dalam bukunya “The Motivation to Work” (Gibson, 1996). Prinsip pada teori ini adalah bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja merupakan dua hal yang berbeda (As’ad, 1995). Berdasarkan hasil penelitiannya, Herzberg (1959) membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap perkerjaannya menjadi dua kelompok satisfier atau motivator, dan kelompok dissatisfier atau hygiene factors. Satisfier (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri dari: Pencapaian prestasi, Pengakuan, Tanggung jawab, Kemajuan, Pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan berkembang. Menurut Herzberg (1959) hadirnya faktor ini akan menimbulkan kepuasan
kerja,
tetapi
tidak hadirnya
faktor ini
tidaklah selalu
mengakibatkan ketidakpuasan. Sedangkan dissatisfaiers(hygiene factors) ialah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu kepenyeliaan dan mutu hubungan interpersonal antar sesama rekan kerja, atasan dan bawahan. Perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi
atau
menghilangkan
ketidakpuasan,
tetapi
tidak
akan
menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja. Jadi menurut teori ini perbaikan salary dan working condition tidak akan menimbulkan kepuasan tetapi hanya menguragi ketidakpuasan. Selanjutnya dikatakan Herzberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan baik dan bergairah hanyalah kelompok satisfier. Untuk satisfiers ini kadang-kadang diberi nama lain sebagai intrinsic factor, job content dan motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk
22
dissatisfiers ialah external factor, job context dan hygiene factor (As’ad, 1995). d.
Model dari Kepuasan Bidang/Bagian (Facet Satisfaction) Lowler Teori ini bersal dari model Lowler dari kepuasan bidang berkaitan erat dengan teori keadilan dari Adams (Munandar, 2001). Menurut teori ini, orang akan puas dengan bidang tertentu dari pekerjaan mereka (misalnya: rekan sekerja, atasan dan gaji) jika jumlah dari bidang mereka persepsikan harus mereka terima untuk melaksanakan kerja mereka sama dengan jumlah yang mereka persepsikan dari yang secara actual mereka terima. Untuk menentukan tingkat kepuasan kerja bagi para tenaga kerja, Lowler memberikan bobot kepada setiap bidang sesuai dengan nilai pentingnya bagi individu, ia kemudian mengkombinasikan semua skor kepuasan bidang yang dibobot kedalam suatu skor total.
e.
Teori Proses-Bertentangan (Opponent-Process Theory) Teori ini diangkat berdasarkan penemuan dari Landy yang memandang kepuasan kerja dari perspektif yang berbeda secara mendasar daripada pendekatan yang lain. Teori ini menekankan bahwa orang ingin mempertahankan suatu keseimbangan emosional atau emotional equilibrium (Munandar, 2001). Teori ini berangkat dari asumsi bahwa kondisi emosional yang ekstrim tidak memberikan kemaslahatan. Karena kepuasan atau ketidakpuasan kerja akan memacu mekanisme fisiologikal dalam sistem pusat saraf yang membuat aktif emosional yang bertentangan atau berlawanan. Dihipotesakan bahwa emosi yang berlawanan, meskipun lebih lemah dari emosi yang asli akan terus ada dalam jangka waktu yang lama. Implikasi teori ini bahwa kepuasan kerja bervariasi secara mendasar dari waktu ke waktu, akibatnya ialah bahwa pengukuran kepuasan kerja perlu dilakukan secara periodik dengan interval waktu yang sesuai.
f.
Teori Hirarki Kebutuhan Maslow Hirarki kebutuhan Maslow telah diterima semenjak teori tersebut diperkenalkan. Maslow (1954) Membuat hipotesis lima tingkat kebutuhan: jasmani, keamanan, sosial, harga diri, dan aktualisasi diri.
23
Maslow menyatakan bahwa, jika semua kebutuhan seseorang tidak terpuaskan pada suatu waktu tertentu, pemuasan kebutuhan yang lebih dominan akan lebih merusak daripada yang lain. Kebutuhan yang timbul lebih dahulu harus dipuaskan sebelum tingkat kebutuhan yang lebih tinggi muncul (Gibson, 1996).
Aktualisasi diri Penghargaan Cinta & Rasa memiliki Rasa Aman
Fisiologi
Mendapatkan kepuasan diri dalam menjalankan profesinya Berprestasi, kompetisi, dukungan dan penghargaan
Sosial, berafiliasi dengan orang lain, diterima, me memiliki Aman, terlindung, jauh dari bahaya
Rasa lapar, haus, dingin dan panas
Gambar 3 Hirarki Motivasi Maslow (Gibson, 1996) 2.3.1 Standar Kepuasan Kerja Karyawan Menurut Muchinsky (1997), variabel-variabel yang dapat dijadikan indikasi menurunnya kepuasan kerja adalah absenteeism, turnover, and job performance. Mengutip pendapat tersebut As’ad (1995) menjelaskan bahwa variable yang dapat dijadikan menurunnya kepuasan kerja keluar masukknya karyawan (turnover), menurunnya produktivitas kerja atau prestasi kerja karyawan (performance). Apabila indikasi menurunnya kepuasan kerja tersebut muncul kepermukaan, maka hendaknya segera ditangani agar tidak merugikan perusahaan. Mengacu pada pendapat Handoko (1992) dan As’ad (1995), Nimran (1998) bahwa dampak kepuasan kerja perlu dipantau dengan mengaitkannya pada output yang dihasilkan, yaitu produktivitas kerja menurun, turnover meningkat, dan efektivitas lainnya seperti menurunnya kesehatan fisik mental, berkurangnya kemampuan mempelajari pekerjaan baru dan tingginya tingkat kecelakaan.
24
2.3.2 Faktor Penentu Kepuasan Kerja Karyawan Tingkat kepuasan kerja dari masing-masing orang berbeda baik jenisnya maupun ukurannya, banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya. Beberapa pendapat seperti yang disampaikan oleh Robbins (2002) bahwa faktor-faktor yang menetukan kepuasan kerja adalah adanya pekerjaan yang secara mentalitas memberikan tantangan, dimana karyawan cenderung memilih pekerjaan yang memberikan peluang untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan, serta menawarkan bermacam-macam tugas, kebebasan dan umpan balik terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Faktor lainnya seperti memberikan penghargaan yang adil dimana karyawan ingin sistem penggajian dan kebijakan promosi yang diterapkan dirasakan adil, tidak ambisius dan serah dengan harapan mereka. Kepuasan akan terwujud apabila penggajian adil berdasarkan kebutuhan pekerjaan, tingkatan keterampilan individu dan standar penggajian yang umum untuk pekerjaan yang sejenis. Faktor kondisi yang mendukung perkerjaan, bahwa pada umumnya karyawan akan memilih fasilitas yang sekelilingnya tidak berbahaya, suhu udara dan penerangan yang cukup, yang tempatnya relatif dekat dengan rumah, bersih dan memiliki fasilitas modern serta peralatan kerja memadai. Faktor dukungan teman sekerja juga dapat menentukan kepuasan kerja, dimana orang bekerja tidak hanya untuk mencari uang atau prestasi, tetapi juga untuk kebutuhan interaksi sosial, sehingga mempunyai teman-teman dan dukungan teman sekerja menimbulkan peningkatan kepuasan kerja. Faktor terakhir menurut Robbins (2002), mengemukakan teori “Halland Personality Job Fit” yang menyatakan bahwa kesepakatan yang tinggi antara kepribadian dan pekerjaan menimbulkan individu yang lebih puas. Orang yang memiliki kepribadian yang sama dengan pekerjaan yang dipilihnya akan menemukan talenta yang benar yang ia miliki dan kemampuan untuk menemukan kebutuhan pekerjaannya. Kesuksesan kemungkinan lebih besar akan menghasilkan kepuasan yang tinggi dari pekerjaannya. Pada dasarnya makin positif sikap kerja makin besar pula kepuasan kerja, untuk itu berbagai indikator dari kepuasan kerja perlu memperoleh perhatian khusus agar pekerja dapat meningkatkan kinerjanya. Pada umumnya seseorang
25
merasa puas dengan pekerjaanya karena berhasil dan memperoleh penilaiaan yang adil dari pimpinannya. Menurut Luthans, ukuran kepuasan kerja dapat diketahui dengan mengetahui lima indikator yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: 1)
Pembayaran, seperti gaji dan upah. Karyawan menginginkan sistem upah yang dipersepsikan sebagai adil, tidak merugikan dan segaris dengan pengharapannya. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkanpada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu dan standar pengupahan komunitas kemungkinan besar akan dihasilkan kepusan. Uang tidak hanya membantu orang memperoleh kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk memberikan kebutuhan kepuasan pada tingkat tinggi. Karyawan melihat gaji sebagai refleksi dari bagaimana manajemen memandang kontribusi mereka terhadap perusahaan. Pembayaran gaji dan upah besarnya berprinsipkan pada keadilan, dan obyektifitas dari kinerja, tugas dan tanggung jawab para karyawan.
2)
Pekerjaan itu sendiri. Karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaanpekerjaan yang memberi kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan keterampilannya, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Karakteristik ini membuta kerja lebih menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu menantang juga dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Sejauh mana perusahaan memberikan pekerjaan kepada para anggota organisasi dengan bekerja sesuai dengan kemampuannya dan para anggota menyukai pekerjaan yang dibebankan.
3)
Rekan kerja. Bagi kebanyakan karyawan kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah dan mendukung menghantar kepada kepuasan kerja yang meningkat. Sejauh mana terciptanya lingkungan kerja yang baik diantara para karyawan dan lingkungan kerja yang ada, sehingga tercipta interaksi sosial yang baik diantara para karyawan yang mendorong peningkatan produktivitas dan motivasi dalam kerja.
26
4)
Promosi pekerjaan. Promosi terjadi pada saat seorang karyawan berpindah dari suatu pekerjaan ke posisi lainnya yang lebih tinggi, dengan tanggung jawab dan jenjang organisasionalnya. Pada saat dipromosikan karyawan umumnya menghadapi peningkatan tuntutan dan keahlian, kemampuan dan tanggung jawab. Sebagian besar karyawan meras apositif karena dipromosikan.
Promosi
memungkinkan
perusahaan
untuk
mendayagunakan kemampuan dan keahlian karyawan setinggi mungkin. Sejauh mana manajemen membuat sistem promosi pekerjaan yang obyektif yang didasarkan pada penilaian kinerja para karyawan disertai tanggung jawabnya. 5)
Kepenyeliaan (supervise). Supervisi mempunyai peran yang penting dalam manajemen. Supervisi berhubungan dengan karyawan secara langsung dan mempengaruhi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Umumnya karyawan lebuh suka mempunyai supervise yang adil, terbuka dan mau bekerjasama dengan bawahan. Sejauh mana para atasan memiliki sifat kepemimpinan yang baik yang bisa membangun dan memotivasi pada anggotanya dengan baik.
2.4
Hasil Penelitian Terdahulu Soedjono (2005) melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya dengan menggunakan alat analisis Structural Equation Modeling (SEM) yamg menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi, kinerja organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Sedangkan budaya organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. Selanjutnya Soedjono membuktikan bahwa dari hasil output diperoleh nilai-nilai koefisien jalur pengaruh langsung budaya organisasi ke kepuasan kerja (0,748) lebih besar dibandingkan dengan melalui kinerja (0,726), sehingga budaya organisasi melalui kinerja organisasi tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi yang kuat dapat mempengaruhi langsung kepuasan kerja karyawan tanpa melalui kinerja organisasi.
27
Mariani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Hubungan Nilai-nilai Budaya Perusahaan (Corporate Culture) dan Stressors Kerja dengan Kinerja Karyawan (Studi kasus : Divisi Pemasaran dan BMS Kantor Pos Jakarta Selatan) melakukan analisa data dengan menggunakan metode uji korelasi Rank Spearman dan analisis regresi. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa dari delapan butir nilai-nilai utama budaya perusahaan PT. Pos Indonesia (Persero) terdapat tujuh nilai budaya yang dinyatakan memiliki hubungan nyata dan positif dengan kinerja karyawan. Selain itu ditemukan juga bahwa unsur-unsur stressors kerja yang dikaji memiliki hubungan dengan kinerja karyawan, dengan kekuatan korelasi sebagai berikut (secara berurut): konflik kerja, dukungan serta kepemimpinan, beban dan waktu kerja serta karakteristik tugas. Sedangkan budaya perusahaan memiliki hubungan negatif dengan stressors kerja, semakin baik pelaksanaan budaya perusahaan maka dapat menurunkan stressors kerja yang berpotensi menimbulkan stres kerja pada karyawan. Yusuf (2011) yang melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Nilai-nilai Budaya Perusahaan Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT Pupuk Kaltim (Kantor Perwakilan Jakarta). Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode analisis persepsi dan regresi berganda. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya perusahaan PT. Pupuk Kaltim (KPJ) telah diterapkan dengan baik oleh karyawan dalam lingkungan kerja, yang dapat dilihat dari hasil skor rataan total sebesar 4.08 dalam rentang skala setuju. Hal yang sama juga terjadi terhadap variabel kepuasan kerja karyawan, hasil analisis persepsi dengan skor rataan sebesar 3.72 menjelaskan bahwa kepuasan kerja karyawan berada pada kategori baik. Sedangkan, hasil analisis regresi berganda diperoleh nilai Adjusted R Square sebesar 0.395 yang berarti bahwa 39.5 persen variabel kepuasan kerja bisa dijelaskan oleh variabel kebersamaan dan kepuasan pelanggan.
28
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman serta peradilan negara tertinggi mempunyai posisi dan peran strategis di bidang kekuasaan kehakiman karena tidak hanya membawahi empat lingkungan peradilan tetapi juga sebagai puncak manajemen dibidang administratif, personil dan finansial serta sarana prasarana. Kebijakan “satu atap”, memberikan tanggungjawab dan tantangan karena Mahkamah Agung dituntut untuk menunjukkan kemampuannya guna mewujudkan organisasi sebagai lembaga yang profesional, efektif, transparan serta akuntabel. Penyatuan atap beserta semua konsekuensi logis yang muncul untuk menjadi lembaga yang mumpuni dalam bidang peradilan dan mampu mengelola administratif, personil, finansial dan sarana prasarana, membuat Mahkamah Agung melakukan perubahan atau pembaruan (reformasi birokrasi) di semua aspek secara hampir bersamaan. Menyadari keterbatasan sumber daya dan terus mendesaknya perkembangan kebutuhan publik akan perubahan di Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan di bawahnya, maka perencanaan adalah hal mutlak yang harus dilakukan. Hal ini menjadi latar belakang disusunnya Cetak Biru Peradilan 2004 - 2009 (yang mulai disusun pada tahun 2003). Cetak Biru ini merupakan sebuah pedoman/arah dan pendekatan yang akan ditempuh untuk mengembalikan citra Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan di bawahnya sebagai lembaga yang terhormat dan dihormati. Kerangka konseptual dibuat untuk menghubungkan antara visi dan misi Mahkamah Agung RI dengan strategi yang digunakannya untuk mencapai tujuan/goal yang telah ditetapkan. Kerangka konseptual merupakan deskripsi masalah dalam bentuk hubungan antara variabel masukan dengan variabel keluaran. Melalui kerangka konseptual dapat dilihat proses-proses yang harus dilalui oleh Mahkamah Agung RI agar tercapainya tujuan/goal tersebut. Terdapat tujuh karakteristik yang membentuk variabel budaya organisasi, seperti yang diungkapkan oleh Robbins (2002), yaitu : pertama, inovasi dan pengambilan resiko, kedua, perhatian terhadap detail, ketiga, berorientasi kepada
29
hasil, keempat, berorientasi pada manusia, kelima, berorientasi pada tim, keenam, agresivitas dan ketujuh, stabilitas. Nilai-nilai utama badan peradilan/budaya organisasi MA-RI diukur menggunakan karakteristik-karakteristik diatas, seperti nilai kemandirian kekuasaan kehakiman diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail, nilai Integritas dan kejujuran diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap manusia, nilai akuntabilitas diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail, nilai responsibilitas diukur menggunakan karakteristik agresivitas, nilai keterbukaan diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap manusia, nilai ketidakberpihakan diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail, dan nilai perlakuan yang sama dihadapan hukum diukur menggunakan karakteristik perhatian terhadap detail. Kemudian yang membentuk variabel kepuasan kerja karyawan ada lima faktor, seperti yang disampaikan oleh Luthans (2006), yaitu : pembayaran, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, promosi pekerjaan dan kepenyeliaan. Untuk variabel penilain kinerja karyawan terdapat lima faktor, seperti yang diungkapkan oleh Mondy et al (1995), yaitu : standar waktu, standar produktivitas, standar kualitas dan standar tingkah laku. Gambar 4 menjelaskan bahwa untuk mencapai tujuan/goal Mahkamah Agung RI menjalankan misinya dengan menggunakan sebuah alat yang berupa budaya organisasi, yang mana budaya organisasi tersebut memiliki hubungan dengan kepuasan dan kinerja karyawan yang harus di perhatikan oleh Mahkamah Agung RI sebagai senjata untuk menjadi sebuah organisasi yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan aktual.
30
Visi MA-RI
Misi MA-RI
Budaya Organisasi (Robbins 2002) -
Inovasi dan keberanian mengambil resiko Perhatian terhadap detail Berorientasi kepada hasil Berorientasi kepada manusia Berorientasi kepada tim Agresivitas Stabilitas
Kepuasan Kerja Karyawan (Luthans 2006) -
Gaji Pekerjaan Promosi Rekan Kerja Penyelia
Kinerja Kerja Karyawan (Mondy et al 1995) -
Waktu Produktif Kualitas Perilaku
Tujuan/Goal MA-RI
(Organisasi lembaga yang profesional, efektif, efisien, transparan, dan aktual)
Gambar 4 Kerangka konseptual 3.2. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Karyawan Adanya keterkaitan hubungan antara budaya korporat dengan kinerja organisasi yang dapat dijelaskan dalam model diagnosa budaya organisasi Tiernay bahwa semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi semakin baik kinerja organisasi tersebut (Moeljono, 2003). Miller (1984), menyebutkan bahwa budaya perusahaan adalah nilai-nilai dan semangat yang mendasar dalam cara mengelola serta mengorganisasikan perusahaan. Nilai-nilai tersebut merupakan keyakinan yang dipegang teguh dan
31
kadang-kadang tidak terungkapkan. Nilai-nilai tersebut akan mendasari sifat perusahaan dalam usaha mengatasi tantangan. Karyawan yang sudah memahami keseluruhan nilai-nilai organisasi akan menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai suatu kepribadian organisasi. Nilai dan keyakinan tersebut akan diwujudkan menjadi perilaku keseharian mereka dalam bekerja, sehingga akan menjadi kinerja individu. Didukung dengan sumber daya manusia yang ada, sistem dan teknologi, strategi organisasi dan logistik, masingmasing kinerja individu yang baik akan menimbulkan kinerja organisasi yang baik pula. 3.3. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kepuasan Karyawan Terdapat hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan karyawan, dimana budaya (culture) dikatakan memberi pedoman seorang karyawan bagaimana dia mempersepsikan karakteristik budaya suatu organisasi, nilai yang dibutuhkan karyawan dalam bekerja, berinterksi dengan kelompoknya, dengan sistem dan administrasi, serta berinteraksi dengan atasannya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aripin et al (2013) di salah satu Kantor Polisi di Cimahi menunjukkan hasil bahwa budaya organisasi memiliki dampak positif terhadap kepuasan kerja. faktor kepuasan kerja merupakan faktor penting untuk menjadikan budaya organisasi yang lebih kuat. 3.4. Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja Karyawan Menurut Strauss dan Syales, yang dikutip Handoko (1992), kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mengalami kematangan psikologik dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat rendah, cepat lelah dan bosan, emosi yang tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang mendapat kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran yang baik, dan berprestasi kerja lebih baik dari pada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Kepuasan kerja mempengaruhi tingkat perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan karyawan
32
meningkat maka perputaran karyawan dan absensi. Jika kepuasan karyawan meningkat maka perputaran karyawan dan absensi menurun. Penelitian yang dilakukan oleh Soedjono (2005) kepuasan kerja merupakan cermin dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan lingkungannya, sebaliknya, pekerja yang tidak puas akan bersikap negatif terhadap pekerjaan dan bentuk yang berbeda-beda satu dengan lainnya. 3.5. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi merupakan kumpulan individu atau objek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri-ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok unit analisis atau objek pengamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan yang terdaftar sebagai Karyawan Negeri Sipil pada Mahkamah Agung sampai tahun 2012 yang berlokasi di Jl. Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat, sejumlah 491 orang selain Hakim Agung dan Karyawan Honorer. Sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relative sama (homogen) dan dianggap bisa mewakili populasi. Dalam penelitian ini dilakukan penarikan sampel yang dapat mewakili seluruh populasi. Metode penarikan sampel yang dipakai yaitu Stratified Random Sampling Jumlah anggota sampel dalam penelitian ini adalah 100 orang. Dasar dari pengambilan sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui (Umar, 2003). Rumus Slovin : n=
N 1 + N e2
dimana : 1 = konstanta n = ukuran sampel N = ukuran populasi e2 = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir.
33
Perhitungan dengan N = 491 sedangkan error yang digunakan adalah 10 % atau 0,1 (Umar, 2003) bahwa untuk data yang kecil < 100.000 digunakan error – 10 %. Maka : n=
491 1 + 491 x (0,1)2 n = 83,07 (dibulatkan menjadi 83)
3.6. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang beralamat di Jalan Medan Merdeka Utara No. 9-13 Jakarta Pusat, dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai bulan Maret 2013 sampai dengan Mei 2013. 3.7. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif sebenarnya tidak hanya berurusan dengan “kuantita”. Kata kuantitatif ditafsirkan secara bebas sebagai “keakuratan” deskripsi suatu variable dan keakuratan hubungan antara satu variable dengan variable lainnya, serta memiliki daerah aplikasi (generalisasi) yang luas. Kebenaran dalam penelitian kuantitatif adalah kebenaran ilmiah yang diperoleh melalui deskripsi akurat tentang suatu variable dan hubungan antara variable. Ciri utama penelitian kuantitatif adalah permasalahan penelitian terbatas dan sempit, mengikuti pola berpikir deduktif, mempercayai angka (statistika dan matematika) sebagai instrument untuk menjelaskan kebenaran dan membangun validitas internal untuk menjelaskan kebenaran dan membangun validitas internal dan eksternal sebaik mungkin (Irawan, 2006). Salah satu metode penelitian kuantitatif adalah metode survei. Survei yang dilakukan terhadap karyawan Mahkamah menggunakan alat survei berupa kuesioner, pertimbangan digunakan kuesioner ini adalah sebagai alat pengumpulan data mengingat jumlah karyawan Mahkamah Agung RI pada unit kerja Kepaniteraan sebesar 491 orang, penyebaran kuesioner dilakukan dengan cara menyebar lembar kertas kuesioner kepada responden. Kuesioner adalah merupakan alat pengumpulan data yang paling tepat untuk kondisi lingkungan penelitian ini. Dalam kuesioner setiap pertanyaan yang harus dijawab
34
dan dipilih oleh responden dikuantitatifkan dengan memberikan angka menggunakan skala Likert, dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Nilai 5 bila memilih jawaban SS (Sangat Setuju)
b.
Nilai 4 bila memilih jawaban S (Setuju)
c.
Nilai 3 bila memilih jawaban KS (Kurang Setuju)
d.
Nilai 2 bila memilih jawaban TS (Tidak Setuju)
e.
Nilai 1 bila memilih jawaban STS (Sangat Tidak Setuju)
3.8. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan langsung dari sumber informasi, yaitu dengan cara wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap sumber-sumber yang dianggap tepat dan terpercaya, selain itu data primer juga didapat dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis melalui kuesioner terhadap responden. Kuesioner yang disebarkan
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
pertama berisikan identitas responden dan bagian kedua berisikan item-item pertanyaan dari variabel-variabel yang dikaji (budaya organisasi, kepuasan kerja karyawan, dan kinerja karyawan). Sedangkan data sekunder yang dikumpulkan berasal dari studi pustaka, yaitu pengumpulan data dari buku-buku, karya akademis, internet, dan sumber-sumber lainnya yang bertujuan untuk memperoleh informasi tambahan serta pemahaman yang lebih mendalam mengenai permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. 3.9.
Uji Coba Instrumen Data mempunyai kedudukan yang paling tinggi dalam penelitian, karena
data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar tidaknya data, sangat menentukan dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Menurut Umar (2003), instrumen yang baik memenuhi lima kriteria yaitu, (1) validitas, yaitu sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner akan mengukur yang ingin diukur, (2) reliabilitas, yaitu sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila alat ukur digunakan berulang kali, (3) sensitivitas, yaitu kemampuan suatu instrumen untuk melakukan diskriminasi, (4)
35
objektivitas, yaitu data yang diisikan pada kuesioner terbebas dari penilaian yang subjektif, dan (5) fisibilitas, yaitu berkenaan dengan teknis pengisian kuesioner, serta penggunaan sumber daya dan waktu. Sebelum digunakan, Instrumen dalam penelitian ini akan diuji dengan uji validitas dan uji reliabilitas yang diujicobakan kepada responden. 3.9.1 Uji Validasi Uji ini merupakan kemampuan dari konstruk indikator untuk mengukur tingkat keakuratan sebuah konsep. Hal ini berarti apakah konsep yang telah dibangun tersebut sudah akurat atau belum. Jika telah akurat, anak variabel tersebut dapat dilanjutkan, sedangkan apabila belum akurat, maka perlu dilakukan pengujian ulang. Tujuan dari pengujian tersebut yaitu, untuk menguji indikatorindikator yang dirumuskan dalam pertanyaan agar penelitian tersebut reliabel dan valid (Lampiran 1). 3.9.2 Uji Reliabilitas Setelah diuji validitas, langkah selanjutnya adalah uji reliabilitas yaitu tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai keterpercayaan, keterandalan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement error). Berdasarkan skala pengukuran dari butir penyataan-peryataan maka teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan adalah koefisien reabilitas Alpha-Cronbach.
Hasil uji reliabilitas
mencerminkan dapat dipercaya atau tidaknya suatu instrument penelitian berdasarkan tingkat kemantapan dan ketepatan suatu ukur dalam pengertian bahwa hasil pengukuran yang didapatkan merupakan ukuran yang benar (Lampiran 1).
36
3.10.
Metode Pengolahan Data Data jawaban responden yang telah terkumpul selanjutnya diperiksa
kelengkapannya. Hanya jawaban yang lengkap dan tidak cacat yang akan disertakan dalam pengolahan data selanjutnya. Kemudian data dihitung kembali dan jawaban responden dimasukkan ke dalam program SPSS. Pengolahan dengan SPSS akan menghasilkan informasi-informsi yang dibutuhkan untuk mengetahui jawaban keseluruhan responden terhadap item-item yang ditanyakan dalam kuesioner. Hasil dari perolehan data berguna untuk menampilkan data latar belakang responden dan kecenderungan umum jawaban responden, pemberian tafsiran atas angka-angka statistik yang ditemukan. Selain itu guna menjawab pertanyaan penelitian, menggunakan program LISREL dengan Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modelling (SEM) untuk menghitung pengaruh yang muncul dari hubungan antar variabel diolah berdasarkan hasil dari pengumpulan data yang telah dilakukan dan data yang lengkap diperoleh dari responden. Metode ini sering disebut juga LISREL (Linear Structural Relationship), diperkenalkan oleh Karl Jöreskog tahun 1973. SEM menyediakan teknik estimasi yang sesuai dan paling efisien untuk serangkaian estimasi persamaan regresi berganda terpisah-pisah secara simultan. Untuk penetapan model serta penentuan variable independent dan variabel dependent yang disusun berdasarkan teori. Setiap skala variabel baik nominal, ordinal, interval, maupun ratio dapat digunakan dalan SEM namun tidak direkomendasikan untuk menggunakan berbagai macam skala tersebut secara bersama-sama. SEM merupakan suatu teknik statistik yang mampu menganalisa variabel latent, variabel indikator dan kesalahan pengukuran secara langsung, seperti : uji validitas dan reabilitas data, mengetahui hubungan variabel latent dengan variabel latent lainnya (biasanya analisa regresi), mengetahui kekuatan hubungan atau pengaruh dari indikator ke variable maupun antar variabel latent (biasanya uji korelasi), menganalisa hubungan dua arah atau timbal balik yang biasanya sering muncul dalam ilmu sosial dan perilaku, Confirmatory Factor Analysis yang merupakan pendekatan analisa faktor yang dibahas pasa SEM, dan mengetahui besar kesalahan pengukuran.
37
Penggunaan SEM secara statistik memberikan keuntungan yaitu efisiensi, dengan metode ini dapat dihitung secara simultan berbagai macam pola hubungan yang sudah dibuat sebelumnya. Paket software yang dapat melakukan perhitungan ini adalah LISREL, melalui LISREL dapat dibuat diagram jalur yang berupakan basis analisis jalur. LISREL menganalisis struktur kovarians yang memiliki dua bagian, yaitu : Bagian pertama, model pengukuran (measurement model) merupakan model yang secara hipotesis kontruk tidak dapat diukur secara langsung, model pengukuran dipakai untuk menghubungkan variabel teramati atau dapat diukur dengan kontruk. Bagian kedua, model persamaan struktural merupakan model yang memperlihatkan hubungan sebab akibat diantara variabel tersembunyi dan menjelaskan pengaruh sebab akibat dan varian yang tidak dapat dijelaskan, untuk pemahaman yang lebih baik model persamaan structural sering dinyatakan dalam diagram. Diagram ini berupa analisis jejak (Path analysis) merupakan prosedur untuk melakukan estimasi dari kekuatan setiap hubungan atau jalur. Analisis jalur dapat menghitung kekuatan hubungan hanya dengan menggunakan matrik korelasi atau kovarian sebagai masukan. Mencari hubungan antara dua variabel atau lebih dilakukan dengan menghitung korelasi antar variabel yang akan dicari hubungannya. Korelasi merupakan angka yang menunjukkan kuatnya hubungan antar variabel dinyatakan dalam koefisien relasi dimana korelasi positif terbesar adalah satu (1) dan korelasi negatif terbesar adalah minus satu (-1). Model yang akan dianalisis dengan SEM harus memiliki dasar teori yang mendukungnya, dalam penelitian ini, model yang akan dianalisis adalah hubungan kausal antara variabel exogenous : variabel endogenous. Analisis pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja dapat diketahuai dengan melakukan analisa data dengan menggunakan software LISREL versi 8.30. Pengolahan data yang terkumpul dari hasil penyebaran kuesioner dan pengumpulan dilakukan dalam empat langkah yaitu : editing, entry, tabulasi dan analis data. Nilai tiap-tiap komponen diambil dari nilai rata-rata yang telah diubah untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Pendekatan ini untuk mengetahui bagaimana kuatnya
38
hubungan antara Budaya Organisasi dengan kepuasan kerja dan kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI. Berdasarkan kerangka konseptual dibuat model SEM yang digunakan untuk pengolahan data penelitian yang mana menghubungkan antara variabel budaya organisasi dalam pengaruhnya terhadap kepuasan kerja karyawan, dan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja kerja karyawan. Kerangka konseptual yang dibuat menggambarkan hubungan dimensi dan dilengkapi indikatorindikator (variabel manifest) yang dijadikan alat untuk mengukur variabel laten. Gambar 5 dibawah ini menggambarkan hubungan antar ketiga variabel tersebut.
Gaji (Y1) Inovasi (X1)
Pekerjaan (Y2) Kepuasan Kerja (Y)
Details (X2)
Hasil (X3)
Individu(X4)
Promosi (Y3)
Rekan Kerja (Y4)
Penyelia (Y5)
Budaya Organisasi (X)
Tim (X5)
Agresiv (X6)
Waktu (Z1)
Stabil (X7)
Produktif (Z2) Kinerja Karyawan (Z)
Kualitas (Z3)
Perilaku (Z4)
Gambar 5 Model SEM Gambar 5 menjelaskan model SEM untuk pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan dan kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI. Konsepnya adalah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan dan kepuasan karyawan (Robbins, 2002), dan selanjutnya terdapat pengaruh kinerja karyawan terhadap kepuasan kerja karyawan (Paloepi, 1999).
39
3.11. Hipotesis H0 : Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI. H1 : Adanya pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI. H0 :Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Pegawa pada Mahkamah Agung RI. H1 :Ada pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI. H0 : Tidak ada pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI. H1 : Ada pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI. H0 : Tidak ada pengaruh Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI. H1 : Ada pengaruh Budaya Organisai melalui Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan pada Mahkamah Agung RI.
40
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Organisasi Mahkamah Agung merupakan lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegag kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabangcabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. 4.2. Sejarah dan Perkembangan Sejarah berdirinya Mahkamah Agung RI tidak dapat dilepaskan dari masa penjajahan di bumi Indonesia ini. Hal mana terbukti dengan adanya kurun-kurun waktu, dimana bumi Indonesia sebagian waktunya dijajah oleh Belanda dan sebagian lagi oleh Pemerintah Inggris dan terakhir oleh Pemerintah Jepang. Oleh karenanya perkembangan peradilan di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh kurun waktu tersebut. 4.2.1 Hindia Belanda Pada tahun 1807 Mr. Herman Willem Deandels diangkat menjadi Gubernur Jenderal oleh Lodewijk Napoleon untuk mempertahankan jajahanjajahan Belanda di Indonesia terhadap serangan-serangan pihak Inggris. Deandels banyak sekali mengadakan perubahan-perubahan di lapangan peradilan terhadap apa yang diciptakan oleh VOC, diantaranya pada tahun 1798 telah mengubah Raad van Justitie menjadi Hooge Raad. Kemudian tahun 1804 Betaafse Republiek telah menetapkan suatu Piagam atau Regeringsreglement buat daerah-daerah jajahan di Asia. Dalam Pasal 86 Piagam tersebut, yang merupakan perubahanperubahan nyata dari zaman pemerintahan Daendels terhadap peradilan di Indonesia, ditentukan sebagai berikut : “Susunan pengadilan untuk bangsa Bumiputera akan tetap tinggal menurut hukum serta adat mereka. Pemerintah Hindia Belanda akan menjaga dengan alat-alat yang seharusnya, supaya dalam daerah-daerah yang langsung ada dibawah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda sedapat-dapatnya dibersihkan
41
segala kecurangan-kecurangan, yang masuk dengan tidak diketahui, yang bertentangan dengan tidak diketahui, yang bertentangan degan hukum serta adat anak negeri, lagi pula supaya diusahakan agar terdapat keadilan dengan jalan yang cepat dan baik, dengan menambah jumlah pengadilan-pengadilan negeri ataupun dengan mangadakan pengadilan-pengadilan pembantu, begitu pula mengadakan pembersihan dan pengenyahan segala pengaruh-pengaruh buruk dari kekuasaan politik apapun juga.” Piagam tersebut tidak pernah berlaku, oleh karena Betaafse Republiek segera diganti oleh Pemerintah Kerajaan, akan tetapi ketentuan di dalam “Piagam” tidak sedikit memengaruhi Deandels di dalam menjalankan tugasnya. 4.2.2 Inggris Sir Thomas Stamford Raffles, yang pada tahun 1811 diangkat menjadi Letnan Gubernur untuk pulau Jawa dan wilayah di bawahnya, mengadakan perubahan-perubahan antara lain, di kota-kota Batavia, Semarang dan Surabaya dimana dulu ada Raad van Justitie, didirikan Court Of Justice, yang mengadili perkara perdata maupun pidana. Court of Justice yang ada di Batavia merupakan juga Supreme Court of Justice, pengadilan banding terhadap putusan-putusan Court onvoeldoende gemotiveerd Justitie yang ada di Semarang dan Surabaya. 4.2.3 Kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda Setelah peperangan di Eropa berakhir dengan jatuhnya Kaisar Napoleon, maka menurut Konvensi London 1814, semua daerah-daerah jajahan Belanda yang diduduki oleh Inggris, dikembalikan kepada negeri Belanda. Penyerahan kembali Pemerintahan Belanda tersebut di atur dalam Staatsblad 1816 No.5, yang berisi ketetapan bahwa akan dibuat Reglement yang mengatur acara pidana dan acara perdata yang berlaku bagi seluruh Jawa dan Madura, kecuali Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan daerah sekitarnya. Bagi Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan daerah sekitarnya untuk perkara pidana dan sipil tetap menjadi kekuasaan Raad van Justitie. Dengan demikian ada perbedaan dalam susunan pengadilan buat Bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di kota-kota dan sekitarnya dan bangsa Indonesia yang bertempat tinggal di “desa-desa” (di pedalaman). Untuk bangsa Eropa, berlaku susunan Pengadilan sebagai berikut :
42
Hooggerechtshof di Jakarta dengan Raad van Justitie yaitu masing-masing di Jakarta, Semarang dan Surabaya.
Dengan Keputusuan Gubernur Jenderal tanggal 3 Desember 1847 No.2a (St.1847 No.23 yo No.57) yang diperlakukan tanggal 1 Mei 1948 (R.O) ditetapkan bahwa Susunan Peradilan di Jawa dan Madura sebagai berikut : 1. Districtgerecht 2. Regentschapsgerecht 3. Landraad 4. Rechtbank van Omgang 5. Raad van Justitie 6. Hooggerechtshof Dalam fungsi judisialnya, Hooggrechtshof memutus perkara-perkara banding mengenai putusan–putusan pengadilan wasit tingkat pertama di seluruh Indonesia, jikalau nilai harganya lebih dari £.500 dan mengenai putusan-putusan residentiegerechten – di luar Jawa dan Madura. 4.2.4 Pendudukan Jepang Setelah pulau Jawa diduduki dan dikuasai sepenuhnya oleh Bala tentara Jepang, maka dikeluarkanlah Undang-Undang No.1 tanggal 8 Maret 1942, yang menentukan bahwa buat sementara segala Undang-Undang dan peraturanperaturan dari Pemerintahan Hindia Belanda dahulu terus berlaku, asal tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan Balatentara Jepang. Mengenai peradilan sipil, maka dengan Undang-Undang No.14 tahun 1942 ditetapkan “Peraturan Pengadilan Pemerintah Balatentera Dai Nippon”. Atas dasar peraturan ini didirikan pengadilan-pengadilan sipil yang akan mengadili perkara-perkara pidana dan perdata. Disamping itu dibentuk juga Kejaksaan. Pengadilan-pengadilan bentukan Dai Nippon adalah sebagai berikut : 1.
Gun Hooin (Pengadilan Kewedanaan) lanjutan districtsgerecht dahulu.
2.
Ken Hooi (Pengadilan Kabupaten) lanjutan regentschapgerecht dahulu.
3.
Keizai Hooin (Pengadilan Kepolisian) lanjutan landgerecht dahulu.
4.
Tihoo Hooin (Pengadilan Negeri)lanjutan Landraad dahulu, akan tetapi hanya dengan seorang hakim saja (tidak lagi majelis), kecuali terhadap perkara
43
tertentu apabila Pengadilan Tinggi menentukan harus diadili dengan 3 orang Hakim. Dengan dicabutnya Undang-Undang No.14 tahun 1942 dan diganti dengan Undang-Undang No.34 tahun 1942, maka ada penambahan badan pengadilan diantaranya Kootoo Hooin (Pengadilan Tinggi), lanjutan dari Raad van Justitie dahulu dan Saikoo Hooin (Mahkamah Agung), lanjutan dari Hooggerechtshof dahulu. 4.3
Visi, Misi, Tujuan, dan Strategi Mahkamah Agung memiliki visi “Terwujudnya Badan Peradilan indonesia
yang Agung”, dan untuk mencapai visi tersebut, misi yang dilakukannya adalah menjaga kemandirian badan peradilan, memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan, meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan, dan meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan. Berdasarkan visi dan misi diatas, dikembangkanlah nilai-nilai utama badan peradilan. Nilai-nilai inilah yang akan menjadi dasar perilaku seluruh warga badan peradilan dalam upaya mencapai visinya. Pelaksanaan dari nilai-nilai ini pada akhirnya akan membentuk budaya badan peradilan. Nilai-nilai utama tersebut adalah
Kemandirian
Kekuasaan
Kehakiman,
Integritas
dan
Kejujuran,
Akuntabilitas, Responsibilitas, Keterbukaan, Ketidakberpihakan, dan Perlakuan yang sama dihadapan hukum. Mahkamah Agung Republik Indonesia mempunyai visi, misi, tujuan, dan strategi yaitu : 1.
Visi : Terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung
2.
Misi : (1) Menjaga kemadirian badan peradilan, (2) Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan, (3) Meningkatkan kualitas kepemimpinan
badan
peradilan,
(4)
Meningkatkan
kredibilitas
dan
transparansi badan peradilan. 3.
Tujuan : Tegaknya hukum dan keadilan Strategi : Badan peradilan yang menjalankan tugas pokok dan fungsinya
secara efektif dengan didasari keagungan, keluhuran, dan kemuliaan institusi
44
TERWUJUDNYA BADAN PERADILAN INDONESIA YANG AGUNG
Visi
MENJALANKAN KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG MERDEKA UNTUK MENYELENGGARAKAN PERADILAN GUNA MENEGAKKAN HUKUM DAN KEADILAN
KEKUASAAN KEHAKIMAN YANG MERDEKA
Misi
MENINGKATKAN KUALIATS KEPEMIMPINAN BADAN PERADILAN MENINGKATKAN KREDIBILITAS DAN TRANSPARANSI BADAN PERADILAN
Strategi
SAMA
PENYELENGGARA AN PERADILAN YANG JUJUR DAN ADIL
MEMBERIKANPELAY ANAN HUKUM YANG BERKEADILAN KEPADA PENCARI KEADILAN
MENJAGA KEMANDIRIA N BADAN PERADILAN
NILAI-NILAI UTAMA MA-RI: KEMANDIRIAN INTEGRITAS KEJUJURAN AKUNTABILITAS RESPONSIBILITAS KETERBUKAAN KETIDAKBERPIHAKAN PERLAKUAN YANG DIHADAPAN HUKUM
BADAN PERADILAN YANG MENJALANKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSINYA SECARA EFEKTIF DENGAN DIDASARI KEAGUNGAN, KELUHURAN, DAN KEMULIAAN INSTITUSI
TUJUAN PENYELENGGARAAN PERADILAN: TEGAKNYA HUKUM DAN KEADILAN PENGAKUAN, JAMINAN, PERLINDUNGAN DAN KEPASTIAN HUKUM YANG ADIL BAGI SETIAP ORANG
HASIL : KEPERCAYAAN MASYARAKAT, KEPUASAN PENGGUNA JASA PENGADILAN, KETERJANGKAUAN PENGADILAN
Gambar 6 Relasi antara visi, misi, dan nilai-nilai utama Badan Peradilan. 4.3.1 Struktur Organisasi Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden (Lampiran 1). 4.4
Karakteristik Responden Penelitian ini dilakukan terhadap karyawan tetap Mahkamah Agung RI
dalam unit kerja Kepaniteraan, responden yang diambil adalah sebanyak 100 responden. Karakteristik responden diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan kepada karyawan, faktor karakteristik yang didapat kemudian dianalisis
45
menggunakan analisis deskriptif. Informasi karakteristik responden dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan, usia, dan jabatan/pekerjaan dari responden. Berikut hasil analisis untuk karakteristikkarakteristik tersebut. 4.4.1 Karakteristik Jenis Kelamin Berdasarkan hasil analisis deskriptif yang diperoleh dapat dilihat bahwa sebagian besar responden merupakan laki-laki yaitu sebanyak 63 orang, sedangkan responden perempuan hanyalah sebanyak 37 orang. Hal ini disebabkan unit kerja kepaniteraan memiliki tugas dibidang teknis dan administrasi yang mana dalam pelaksanaannya setiap berkas perkara yang telah selesai di proses oleh satu majelis hakim akan di edar ke majelis hakim lainnya untuk diproses kembali. Dalam peredaran perkara tersebut tenaga staff laki-laki sangat diperlukan, oleh karena itu jumlah karyawan laki-laki mendominasi jumlah karyawan wanita di unit kerja kepaniteraan MA-RI. 4.4.2 Karakteristik Masa kerja Masa kerja rata-rata responden berada dalam kisaran 0 sampai dengan 10 tahun, yang berarti karyawan junior lebih mendominasi dari pada karyawan senior, hal ini dapat disebabkan karena karyawan senior yang memiliki masa kerja lebih tinggi biasanya telah dipromosikan untuk menjadi eselon, yang mana dalam penelitian ini tidak dijadikan sebagai responden. 3% ≤ 10 Tahun 35%
46%
10 ≤ 20 Tahun 21 ≤ 30 Tahun 31 ≤ 40 Tahun
16%
Gambar 7 Sebaran karyawan menurut masa kerja 4.4.3 Karakteristik Tingkat Pendidikan Responden dengan latar pendidikan Sarjana (S1) mendominasi responden dengan latar pendidikan lainnya dalam penelitian ini. Sedangkan responden dengan latar belakang Diploma (D1/D2/D3) berada diposisi kedua setelah Sarjana
46
(S1), hal ini dapat disebabkan pada saat penerimaan karyawan baru (CPNS) karyawan dengan latar pendidikan Sarjana dan Diploma lebih banyak dibutuhkan dari pada karyawan dengan latar pendidikan lainnya. 1% 17%
16%
SLTA Diploma (D1/D2/D3) S1
21%
S2 45%
S3
Gambar 8 Sebaran karyawan menurut latar pendidikan. 4.4.4 Karakteristik Usia Karakteristik responden dalam penelitian ini dikelompokkan dalam kelompok usia, dengan usia responden berkisar antara 18 sampai dengan 56 tahun, sebagian besar responden berada dalam kelompok usia 41 sampai dengan 50 tahun yaitu sebanyak 37 orang, sedangkan responden dengan kelompok usia 18 sampai dengan 30 tahun berada diposisi kedua yaitu sebanyak 32 orang. Hal ini dapat disebabkan karena karyawan dengan rentang usia 18 sampai dengan 50 tahun berada dalam masa peningkatan karir, dapat juga diartikan bahwa dalam rentang usia tersebut seseorang sudah mulai bekerja, membentuk keluarga, dan berada dalam pengembangan masa karir.
19% 32%
18 ≤ 30 Tahun 31 ≤ 40 Tahun 41 ≤ 50 Tahun
37%
12%
51 ≤ 56 Tahun
Gambar 9 Sebaran karyawan menurut usia.
47
4.4.5 Karakteristik Jabatan/Pekerjaan Jabatan/pekerjaan responden didominasi oleh Operator yaitu sebanyak 55 orang, hal ini disebabkan tugas utama unit kerja kepaniteraan adalah menyelesaikan putusan perkara, yang mana tugas utama tersebut dikerjakan oleh Operator
komputer
yang dikelompokkan
sesuai
dengan
jenis
perkara.
Jabatan/pekerjaan staff berada di urutan kedua yaitu sebanyak 27 orang, ini disebabkan dalam peredaran berkas perkara untuk terus diproses oleh majelis Hakim Agung dan urusan administrasi lainnya seperti laporan bulanan dan tahunan, kepaniteraan membutuhkan tenaga staff. Sedangkan, responden dengan jabatan/pekerjaan Panitera Pengganti menduduki urutan terakhir yaitu 18 orang, ini terjadi karena dalam satu ruang kerja terdiri dari satu orang Hakim Agung, satu orang Panitera Pengganti dengan posisi sebagai asi sten Hakim Agung, beberapa orang operator komputer dan staff. Panitera Pengganti 27%
18%
Operator Pidana Operator Perdata Operator Perdata Khusus 21%
5% 4%
8%
Operator TUN Operator Agama
17%
Staff
Gambar 10 Sebaran karyawan menurut jabatan/pekerjaan Sebelum semua kuesioner disebar kepada responden, telah dilakukan uji validitas terhadap item-item pertanyaan yang ada didalam kuesioner yang disebar kepada tiga puluh dua responden untuk mengetahui apakah setiap pertanyaan yang diajukan sudah akurat dan sesuai dengan kondisi sampel yang akan diteliti dalam suatu populasi. Hasil pengujian validitas dihitung menggunakan software SPSS 17, hasil yang diperoleh adalah valid untuk semua item pertanyaan yang diajukan. Sedangkan untuk uji reabilitas menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0.982 untuk 48 item pertanyaan, dengan kata lain kuesioner yang akan disebarkan dalam penelitian ini sudah memenuhi standar, sesuai dengan keadaan lapangan yang akan diteliti.
48
4.5 Persepsi Karyawan pada penelitian Analisis Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Analisa persepsi karyawan terhadap penelitian pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja karyawan pada unit kerja kepaniteraan Mahkamah Agung RI berdasarkan variabel bebas terdiri dari tiga variabel, pertama Budaya Organisasi dengan variabel indikator Inovasi dan pengambilan resiko, Perhatian terhadap detail, Berorientasi kepada hasil, Berorientasi kepada manusia, Berorientasi kepada tim, Agresivitas, dan Stabilitas. Kedua, variabel Kepuasan Karyawan dengan variabel indikator Pembayaran gaji atau upah, Pekerjaan itu sendiri, Rekan kerja, Promosi pekerjaan, dan Kepenyeliaan. Ketiga, variabel Kinerja Karyawan dengan variabel indikator Standar waktu, Standar produktivitas, Standar kualitas, dan Standar tingkah laku. Jumlah pertanyaan yang sebanyak 48 item pertanyaan yang disebarkan kepada 100 orang responden. Jawaban yang atas pertanyaan yang disampaikan oleh responden melalui kuesioner adalah sebagai berikut: 1.
Persepsi Karyawan terhadap Pengaruh Budaya Organisasi Analisa persepsi Karyawan terhadap pengaruh Budaya Organisasi merupakan
bagian yang sangat penting dan merupakan bagian inti dari sebuah organisasi, persepsi responden terhadap indikator pertama dapat dilihat dalam tabel dibawah ini: Tabel 1. Persepsi karyawan terhadap inovasi dan pengambilan resiko No 1.
2.
3.
Variabel Inovasi dan Pengambilan resiko Melakukan kegiatan inovasi dengan tetap menerapkan nilainilai budaya organisai yang dianut MA-RI MA-RI telah memiliki teknologi unggul untuk mendukung pekerjaan MA-RI sedang meningkatkan pelayanan publik dengan mempercepat proses pengerjaan perkara HASIL
STS
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
2
1
3
65
29
65
65
1
3
15
56
25
56
56
0
0
2
45
26
45
45
2
3
15
65
29
65
65
Dari Tabel 1 diatas dapat diketahui bahwa sebesar 65% dari karyawan berpersepsi sangat baik terhadap inovasi dan pengambilan resiko, persepsi rata-rata karyawan dari segala tingkat jabatan terhadap karakteristik ini sangat baik,
karyawan
49
mendukung dan ikut andil dalam misi Mahkamah Agung dalam mempercepat proses pengerjaan perkara. Hal ini sangat berpengaruh positif terhadap Mahkamah Agung RI, semakin banyak karyawan yang berpartisipasi positif terhadap karakteristik ini akan semakin cepat Mahkamah Agung RI dapat mencapai tujuannya. Tabel 2. Persepsi karyawan terhadap perhatian terhadap detail No 1.
2.
3.
Variabel Perhatian Terhadap Detail Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan Mematuhi seluruh peraturan yang telah ditetapkan pada saat bekerja di lingkungan MA-RI Bekerja dan membuat keputusan berdasarkan data-data yang lengkap dari lapangan HASIL
STS
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
0
0
73
26
73
73
0
1
3
58
38
58
58
0
2
7
64
27
64
64
1
2
7
73
38
73
73
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa karyawan memiliki perhatian terhadap detail yang sangat baik dengan mengikuti seluruh peraturan yang berlaku di lingkungan MA-RI dan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tabel 3. Persepsi responden terhadap berorientasi kepada hasil No 1.
2.
3.
Variabel Berorientasi Kepada Hasil MA-RI menyusun dan membuat target tim (penyelesaian perkara) sebagai panduan kinerja bagi karyawan Tugas yang dilakukan adalah berharga dan dipersembahkan untuk melayani masyarakat yang mencari keadilan Bekerja sungguh-sungguh untuk menyelesaikan pekerjaan tepat pada waktunya HASIL
STS
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
0
3
10
61
26
61
61
0
1
4
50
45
50
50
0
1
3
55
41
55
55
0
3
10
61
45
61
61
Karyawan berpersepsi sangat baik terhadap pekerjaan yang dilakukannya, berkerja dengan sungguh-sungguh demi tercapainya target tim yang telah ditentukan sebelumnya, dan dipersembahkan untuk masyarakat yang mencari keadilan.
50
Tabel 4. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada manusia No 1. 2. 3.
Variabel Berorientasi Kepada Manusia Bekerja melayani orang lain dengan ramah Bekerja melayani orang lain dengan penuh kegembiraan Bekerja melayani orang lain dengan sopan santun HASIL
Karyawan
berpersepsi
baik
STS
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
0
1
5
58
36
58
58
0
0
10
59
31
59
59
0
1
2
55
42
55
55
0
1
10
59
42
59
59
terhadap
pelayanan
masyarakat,
mereka
melakukannya dengan ramah dan hati yang ikhlas disertai dengan sopan santun demi menjaga martabat Mahkamah Agung RI dihadapan masyarakat luas. Tabel 5. Persepsi karyawan terhadap berorientasi kepada tim No
Variabel Berorientasi Kepada Tim STS
1. 2.
3.
Bekerjasama dengan baik dengan rekan kerja yang ada di MA-RI Hubungan kerja dengan atasan dan rekan kerja berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati Bekerja dengan lebih mementingkan kepentingan kantor diatas segalanya HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S
Modus
%
SS
0
1
0
52
47
52
52
0
0
1
52
47
52
52
1
4
12
64
19
64
64
1
4
12
64
47
64
64
Karyawan MA-RI bekerja cenderung berorientasi kepada tim seperti yang ditunjukkan oleh
Tabel 5 diatas, 64% karyawan telah bekerja sama, saling
percaya, dan saling menghormati terhadap atasan maupun rekan kerja, hal ini dikarenakan dalam pengerjaan satu berkas perkara membutuhkan beberapa orang dari tingkat jabatan yang berbeda untuk menyelesaikannya. Tabel 6. Persepsi karyawan terhadap agresivitas No
Variabel Agresivitas STS
1.
2.
3.
Bekerja dengan penuh semangat dan memiliki kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik Selalu mencari cara yang baru dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaan agar lebih baik hasilnya Selalu memberikan saran dan solusi daripada membuat alasan ketika menghadapi suatu masalah HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
0
1
63
35
63
63
1
1
7
51
40
51
51
1
2
8
67
22
67
67
1
2
8
67
40
67
67
51
Karyawan berpersepsi sangat baik terhadap agresivitas, mereka bekerja secara efektif dan efisien, memiliki kemauan untuk menyelesaikan perkerjaannya tepat waktu, dan berpartisipasi dalam pengajuan solusi ketika menghadapi suatu masalah. Tabel 7. Persepsi karyawan terhadap stabilitas No
Variabel Stabilitas STS
1.
2.
3.
Yakin bahwa MA-RI dapat mencapai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan target yang telah ditetapkan Yakin bahwa MA-RI masih dipercaya oleh masyarakat 10 tahun mendatang Yakin bahwa jasa MA-RI masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
2
0
7
66
25
66
66
2
2
5
61
30
61
61
1
0
3
47
49
49
49
2
2
7
66
49
66
66
Sebesar 66% karyawan berpersepsi sangat baik akan stabilitas MA-RI di masa depan, bahwa MA-RI dapat mencapai targetnya dan dapat meraih kepercayaan yang besar dari masyarakat terhadap lembaga hukum Indonesia. 2.
Persepsi Karyawan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan Analisa atas persepsi karyawan terhadap variabel indikator dari kepuasan
kerja karyawan dapat dilihat dalam tabel-tabel di bawah ini: Tabel 8. Persepsi karyawan terhadap gaji atau upah No
Variabel Gaji atau Upah STS
1.
2.
3.
Puas terhadap tunjangan hari raya dan jaminan kesehatan yang diberikan Gaji dan upah yang diterima besarnya sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan Remunerasi diberikan MA-RI sesuai dengan kinerja HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
7
16
40
36
1
40
40
6
6
29
51
8
51
51
4
4
21
56
15
56
56
7
16
40
56
15
56
56
Sebagian besar karyawan berpersepsi kurang setuju terhadap item tunjangan hari raya, hal ini disebabkan oleh MA-RI tidak memberikan tunjangan hari raya kepada karyawannya, sebagian dari karyawan hanya menerima tunjangan hari raya dari kebijakan pribadi atasan masing-masing. Sedangkan, untuk kedua item yang lain karyawan memberikan persepsi yang baik, karena gaji dan remunerasi diberikan sesuai dengan kinerja masing-masing karyawan.
52
Tabel 9. Persepsi karyawan terhadap pekerjaan itu sendiri No
Variabel Pekerjaan itu Sendiri STS
1. 2. 3.
Menyukai pekerjaan yang diberikan Pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki Pekerjaan yang diberikan menambah nilai dalam kehidupan HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
1
8
68
22
68
68
2
2
12
63
21
63
63
1
2
8
64
25
64
64
2
2
12
68
25
68
68
Karyawan memberikan persepsi yang sangat baik terhadap pekerjaan yang dilakukannya, hal ini dipengaruhi oleh MA-RI menggunakan sistem penerimaan CPNS yang formasi bidang pekerjaan yang dibutuhkannya disesuaikan dengan jurusan akademik yang dimiliki oleh CPNS itu sendiri, seperti yang dapat dilihat dari tabel diatas hal tersebut berpengaruh positif terhadap pekerjaan yang diberikan kepada karyawan. Tabel 10. Persepsi karyawan terhadap rekan kerja No
Variabel Rekan Kerja STS
1. 2.
3.
Saling menghormati antar sesama rekan kerja Saling membantu, berinteraksi dan saling bekerja sama dengan rekan kerja Saling berbagi pengetahuan sesama rekan kerja HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
0
0
61
38
61
61
1
0
1
65
33
65
65
0
2
2
68
28
68
68
1
2
2
68
38
68
68
Kepuasan kerja tertinggi karyawan adalah dalam berinteraksi dengan rekan kerjanya, hal ini dapat diartikan bahwa karyawan kepaniteraan saling menghormati rekan kerjanya karena mereka membutuhkan bantuan antar sesama, baik itu dalam berbagi ilmu pengetahuan atau pengalaman demi mendapatkan solusi terbaik dalam penyelesaian berkas perkara. Tabel 11. Persepsi karyawan terhadap promosi pekerjaan No
Variabel Promosi Pekerjaan STS
1.
2.
Kenaikan pangkat sangat mudah dilakukan saat masa kerja/tingkat pendidikan telah memenuhi syarat MA-RI memiliki suatu sistem kenaikan pangkat yang jelas sesuai dengan masa kerja/tingkat pendidikan karyawan HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
4
14
67
14
67
67
2
4
20
62
12
62
62
2
4
20
67
14
67
67
53
Karyawan berpersepsi baik terhadap promosi pekerjaan, tabel diatas menunjukkan bahwa MA-RI telah memiliki suatu sistem kenaikan pangkat yang jelas sesuai dengan masa kerja/tingkat pendidikan karyawan, dan kenaikan pangkat mudah dilakukan ketika semua syarat telah cukup. Tabel 12. Persepsi karyawan terhadap kepenyeliaan No
Variabel Kepenyeliaan STS
1. 2. 3.
Atasan menetapkan target kerja yang jelas Atasan mengetahui kebutuhan untuk bekerja bagi bawahannya Atasan berkompeten dalam melaksanakan tugasnya HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
3
3
15
69
10
69
69
2
2
18
64
14
64
64
2
2
12
69
15
69
69
3
3
18
69
15
69
69
Secara keseluruhan karyawan berpersepsi baik terhadap atasan mereka yang telah melakukan penyeliaan yang baik bagi bawahannya dengan menetapkan target kerja, mengerti dan merespon kebutuhan bawahannya, dan berkompeten dalam melakukan pekerjaannya sehingga dapat menjadi contoh yang positif bagi bawahannya. 3.
Persepsi Responden terhadap Kinerja Karyawan Analisa persepsi responden terhadap kinerja karyawan dapat dilihat pada
tabel-tabel dibawah ini: Tabel 13. Persepsi karyawan terhadap standar waktu No
Variabel Standar Waktu STS
1.
2.
3.
Menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tepat waktu yang ditetapkan Menggunakan waktu istirahat sesuai dengan peraturan yang ada di MA-RI Sudah berada di Kantor dan siap untuk berkerja 15 menit sebelum jam kerja dimulai setiap harinya HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
0
2
5
77
16
77
77
1
0
4
78
17
78
78
2
2
15
60
21
60
60
2
2
15
78
21
78
78
Karyawan memberikan persepsi yang sangat baik terhadap standar waktu, seperti yang dapat dilihat didalam Tabel 13 bahwa karyawan menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu yang ditetapkan, dan menggunakan waktu istirahat sesuai dengan peraturan MA-RI, hal ini dipengaruhi oleh kepenyeliaan yang dilakukan oleh atasan karyawan yang menetapkan target kerja yang jelas yang
54
harus dicapai sesuai dengan misi MA-RI untuk mempercepat proses penyelesaian perkara demi meminimalisir tunggakkan perkara yang ada di MA-RI, dengan demikian karyawan ikut termotivasi untuk mencapai target tersebut. Tabel 14. Persepsi karyawan terhadap standar produktivitas No 1. 2.
3.
Variabel Standar Produktivitas Bekerja dengan kecepatan tinggi Menyelesaikan pekerjaan yang diberikan lebih cepat dari target yang diberikan Mengerti dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan uraian standar pekerjaan yang ada HASIL
STS 2
Jawaban Karyawan TS KS S 0 26 57
Modus
%
SS 15
57
57
2
1
13
72
12
72
72
1
1
3
80
15
80
80
2
1
26
80
15
80
80
Karyawan berpersepsi sangat baik terhadap standar produktivitas dimana pekerjaan diselesaikan sesuai dengan uraian standar pekerjaan yang telah ditentukan, karyawan juga menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari target yang telah ditetapkan. Tabel 15. Persepsi karyawan terhadap standar kualitas No
Variabel Standar Kualitas STS
1.
2.
3.
Mengetahui prinsip manajemen kualitas kerja dan menjalankannya dengan penuh tanggungjawab Paham dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan Hasil pekerjaan yang dilakukan berkualitas tinggi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan HASIL
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
1
3
77
18
77
77
1
0
2
75
22
75
75
2
0
4
73
21
73
73
2
1
4
77
22
77
77
Sebesar 77% karyawan berpersepsi baik terhadap variabel standar kualitas, yang berarti karyawan sudah mengerti dan paham akan prinsip manajemen kualitas yang ada di MA-RI serta telah menjalankannya sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tabel 16. Persepsi karyawan terhadap standar tingkah laku No
Variabel Standar Tingkah Laku STS
1. 2. 3.
Merapihkan peralatan kerja sebelum pulang Proaktif dan memberikan masukan kepada atasan bila ada masalah Menghargai dan menghormati setiap saran, kritik atau pendapat pimpinan dan rekan kerja
Jawaban Karyawan TS KS S SS
Modus
%
1
1
6
62
30
62
62
1
3
13
70
13
70
70
1
0
0
78
21
78
78
55
No
Variabel Standar Tingkah Laku
4.
Bekerja dengan hati senang dan gembira HASIL
Jawaban Karyawan STS TS KS S SS
Modus
%
1
0
3
72
24
72
72
1
3
13
78
30
78
78
Tabel 16 memperlihatkan bahwa MA-RI memiliki karyawan dengan tingkah laku dan tata krama yang sangat baik dalam lingkungan kerjanya, seperti menghargai petugas kebersihan kantor dengan merapihkan peralatan kantor yang telah digunakan setelah jam kerja usai, dan menghargai juga menghormati kritik, saran, ataupun pendapat yang disampaikan oleh atasan ataupun rekan kerja. 4.6
Model Pengukuran Data yang didapat dari responden sebanyak 100 kuesioner diolah
menggunakan alat analisis Model Persamaan Struktural (SEM) dengan menggunakan software LISREL 8.30 for Windows. Penggunaan alat analisis SEM dipilih karena SEM menyediakan teknik estimasi yang sesuai dan paling efisien untuk serangkaian estimasi persamaan regresi berganda terpisah-pisah secara simultan, untuk penetapan model serta penentuan variabel independen dan variabel dependen yang disusun berdasarkan teori. Pengolahan data menggunakan SEM diharapkan dapat menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan diantara variabel laten yang diuji, untuk mengetahui ada atau tidaknya dan besar kecilnya pengaruh antar variabel bisa didapatkan dari pengujian kecocokan antara model dengan data, beberapa kriteria ukuran kecocokan atau Goodness-of-Fit (GOF) dapat digunakan untuk menguji kecocokan. Ukuran-ukuran GOF dikelompokkan kedalam 3 bagian yaitu absolute fit measures, incremental fit measures, parsimonious fit measures. Jika indikator yang menilai model fit tersebut menghasilkan nilai yang memenuhi standar Cut-off-value, maka dapat dikatakan indikatornya adalah good fit, dan jika indikator yang menilai model fit tidak memenuhi standar maka indikator tersebut termasuk dalam marginal fit/close fit/poor fit dengan ketentuan rentang skor yang semakin jauh dari standar sebenarnya. Hasil kriteria kesesuaian Model SEM dengan data dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
56
Tabel 17. Hasil uji kecocokan keseluruhan model Goodness-of-Fit
Cutt-off-Value
Hasil
ket
Chi-Square
Skor kecil
103.74
Good Fit
Degree of freedom
Skor kecil
Chi-Square dengan degree of freedom ( λ 2)/2
103.74/95
Absolute fit model
95 1,092 0.25
Good Fit Good Fit
P-value
≥0,05
GFI (Goodness of Fit)
≥ 0,90
0.99
Good Fit
RMSEA (Root Mean square Error of Approximation)
≤ 0,08
0.030
Good Fit
≤ 0,05 atau ≤ 0,1
0.059
AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)
≥ 0,90
0.98
Good Fit
CFI (Comparative Fit Index)
≥ 0,90
1.00
Good Fit
NFI (Normed Fit Index )
≥ 0,95
0.98
Good Fit
NNFI (Non-Formed Fit Index)
≥ 0,90
1.02
Good Fit
IFI (Incremental Fit Index)
≥ 0,90
1.02
Good Fit
RFI (Relative Fit Index)
≥ 0,90
0.98
Good Fit
Parsimonious Goodness Of Fit Index PNFI (Parsimony Normed Fit Index)
Skor Tinggi
0.78
Good Fit
PGFI (Parsimony Goodness of Fit Index)
Skor Tinggi
0.69
Good Fit
RMR (Root Mean Square Residual)
Good Fit
Good Fit
Incremental fit model
Tabel 17 menunjukan uji kecocokan model secara keseluruhan, ChiSquare (X2) digunakan untuk menguji seberapa dekat kecocokan antara matrik kovarian sampel dengan matrik kovarian model. Nilai Chi-Square (X2) yang baik adalah nilai yang rendah karena dapat menghasilkan significance level lebih besar atau sama dengan 0,05 (p≥0,05). Joreskog et al. 1989) dalam Wijayanto (2008) mengatakan bahwa ChiSquare (X2) seharusnya lebih diperlakukan sebagai ukuran goodness of it atau badness of fit dan bukan sebaga uji statistik. Badness of fit terjadi karena nilai ChiSquare (X2) yang besar menunjukkan kecocokan yang tidak baik (bad fit) dan sebaliknya. Kemudian Mueller (1996) dalam Wijayanto (2008) memberikan beberapa catatan tentang kekurangan Chi-Square (X2) untuk uji hipotesis kecocokan data model, pertama, uji Chi-Square (X2) tergantung pada beberapa
57
asumsi (validitas dari uji hipotesis nol, normalitas multivariat dari variabel teramati, ukuran sample besar yang mencukupi) yang dalam praktek jarang bisa terpenuhi secara lengkap. Kedua, untuk memperoleh kecocokan data model yang lebih baik sering diperlukan model-model yang lebih kompleks dibandingkan yang lebih sederhana, hal ini mendorong peneliti untuk tidak mengikuti prinsip parsimoni. Ketiga, ketika ukuran sampel meningkat nilai Chi-Square (X2) akan meningkat dan mengarah ke penolakan model berdasar Chi-Square (X2), meskipun nilai perbedaan antara sampel dan matrik kovarian model telah minimal dan kecil. Oleh karena itu Chi-Square (X2) tidak dapat digukanan sebagai satusatunya ukuran dari kecocokan keseluruhan model. Hasil pada Tabel 17 menunjukkan bahwa model yang diperoleh telah memenuhi persyaratan model secara umum. Ini ditunjukkan oleh nilai yang telah memenuhi kriteria sebagaimana yang telah ditampilkan dalam tabel tersebut. Tabel 18. Hasil analisis validitas model Indikator X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Z1 Z2 Z3 Z4
Loading Factor 0.58 0.73 0.71 0.69 0.74 0.86 0.67 0.44 0.93 0.92 0.52 0.69 0.72 0.81 0.90 0.91
T-Hitung 15.14 19.05 18.29 18.02 19.19 22 17.34 19.64 4.30 4.36 3.81 4.20 13.66 9.45 10.11 9.16
Keterangan VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID VALID
Hasil uji validitas model dapat dikatakan signifikan bila nilai t hasil penelitian lebih besar dari 1,96. Tabel 18 menunjukkan bahwa seluruh item pertanyaan valid, sehingga data yang diperoleh dari item-item pertanyaan tersebut dapat digunakan dalam analisis selanjutnya.
58
4.7 Model Struktural
Gambar 11 Koefisien lintasan antar variabel Ket Gambar : X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
: : : : : : :
Inovasi Details Hasil Individu Tim Agresivitas Stabilitas
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5
: : : : :
Gaji Pekerjaan Promosi Rekan Kerja Penyelia
Z1 Z2 Z3 Z4
: : : :
Waktu Produktivitas Kualitas Perilaku
Pada Gambar 11 di atas dapat dilihat bahwa Budaya Organisasi memiliki pengaruh positif terhadap Kepuasan dan Kinerja yaitu masing-masing sebesar 0,78 dan 0,40, dan Kepuasan memiliki pengaruh positif terhadap Kinerja sebesar 0,60. Budaya organisasi lebih kuat pengaruhnya terhadap kepuasan karyawan di bandingkan terhadap kinerja karyawan. Demikian juga pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan lebih kuat pengaruhnya di bandingkan budaya organisasi langsung terhadap kinerja. Jadi, berdasarkan Gambar 12 dapat dikatakan bahwa karyawan MA-RI akan memberikan kinerja yang tinggi jika mereka mendapatkan kepuasan kerja yang tinggi pula.
Gambar 12 Diagram lintasan konstruk
59
Gambar 12 merupakan bagian dari gambar 11 yang menunjukkan nilai muatan faktor budaya organisasi terhadap karakteristik inovasi dan keberanian pengambilan resiko (X1) sebesar 0.58 dengan varian kesalahannya (error variance) sebesar 0.66. Secara keseluruhan budaya organisasi yang dianut oleh MA-RI sudah baik sehingga dapat memicu timbulnya kepuasan pada para karyawannya dan karyawan memberikan kinerja yang baik sebagai timbal baliknya. Budaya organisasi juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan dan kinerja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13 karena memiliki tvalue lebih besar dari 1.96 yaitu sebesar 22,97 dan 6,96, begitu juga dengan variabel kepuasan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja dengan tvalue sebesar 6,16. Hal ini menunjkukkan bahwa budaya organisasi yang disusun dan dianut oleh MA-RI mempengaruhi kepuasan kerja karyawannya, dapat dikatakan bahwa budaya organisasi dan kepuasan kerja karyawan yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Gambar 13 Skor signifikan tes (uji-t) 4.8
Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja Pada Tabel 19 dapat dilihat hubungan antara variabel laten Budaya
Organisasi terhadap variabel laten Kepuasan Kerja yang menunjukkan budaya organisasi berpengaruh signifikan dan kuat positif terhadap kepuasan kerja dengan
60
nilai γ = 0,78 dan t = 22,97, nilai γ tersebut memberikan pengertian bahwa dalam penelitian ini terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap variabel kepuasan kerja sebesar 0,78. Tabel 19. Hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja Kepuasan Kerja Variabel Eksogen Budaya Organisasi
γ (gamma)
t
0,78
22,97
Tingkat signifikan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja ditunjukkan oleh nilai t yaitu sebesar 22,97, lebih besar dibandingkan nilai t table yaitu 1,96 yang berarti bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja adalah signifikan. Oleh karena itu hipotesa pertama dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat diterima. hal ini menguatkan pendapat Robbins (2002) yang mengatakan bahwa budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggotaanggota yang membedakan organisasi itu dengan organisasi-organisasi lain. Pada Mahkamah Agung RI, budaya organisasi yang ada dibentuk dan dikembangkan sesuai dengan tujuan organisasi yang akan dicapai, lalu nilai-nilai budaya tersebut disebarkan keseluruh karyawan untuk dipahami, kemudian diharapkan dapat menumbuhkan peningkatan kerjasama tim. Untuk menjaga agar budaya tersebut tetap ada maka dalam proses ini berlaku seleksi alamiah, dimana para karyawan yang tidak dapat beradaptasi denga budaya organisasi MA-RI tersebut, maka dapat dipastikan akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan promosi jabatan ke jenjang yang lebih tinggi, dan dalam merekrut karyawan baru dimasukkan unsur-unsur budaya organisasi dalam seleksi CPNS. Seperti yang diungkapkan oleh Robins (2002) agar budaya organisasi tetap hidup maka tiga kekuatan yang memainkan peran penting, pertama, proses seleksi, kedua, tindakan manajemen puncak, dan ketiga, metode sosialisasi. Budaya organisasi yang telah disepakati bersama baik oleh pihak manajemen, pimpinan satuan kerja, dan karyawan akan menjadi nilai-nilai atau peraturan yang dianut yang jika dilaksanakan dengan benar maka akan membawa kepuasan dalam bekerja bagi karyawan. Jika budaya organisasi ini menjadi pola
61
perilaku para karyawan maka karyawan baru yang akan bekerja di MA-RI secara otomatis akan terdorong untuk mengikuti perilaku ini. Berdasarkan Tabel 20 dapat dilihat bahwa konstribusi terbesar pada Budaya organisasi terhadap kepuasan adalah agresivitas. Agreasivitas memiliki konstribusi terhadap kepuasan sebesar 0,450 (bernilai positif) sebagai hasil penguadratan koefisien konstruk agresivitas yang memiliki nilai 0,671. Besar konstribusi budaya organisasi terhadap kepuasan dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Pengaruh budaya organisasi terhadap kepuasan Indikator Inovasi (X1) Detail (X2) Hasil (X3) Individu (X4) Tim (X5) Agresivitas (X6) Stabilitas (X7)
Loading factor (λ ) 0,58 0,73 0,71 0,69 0,74 0,86 0,67
Koefisien Konstruk (γ ) 0,452 0,569 0,554 0,539 0,577 0,671 0,523
Konstribusi 0,204 0,328 0,307 0,290 0,333 0,450 0,273
Konstribusi tersebut menunjukkan bahwa agresivitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan karyawan. Konstribusi terendah diberikan oleh inovasi yaitu sebesar 0,204 (bernilai positif) sebagai hasil penguadratan koefisien konstruk inovasi yaitu sebesar 0,452, dimana nilai koefisien konstruk (γ ) berasal dari hasil pengalian antara loading factor (λ) indikator terhadap nilai konstruk pada model. Pengaruh agresivitas
terhadap kepuasan berdasarkan koerfisien
lintas modelnya dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Koefisien lintas model budaya organisasi
62
4.9
Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja karyawan Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan
dan sedang positif terhadap kinerja dengan nilai γsebesar 0,40 dan t sebesar 6,96. Nilai γ memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap variabel kinerja sebesar 0,40. Tabel 21. Hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja Kinerja Variabel Eksogen Budaya Organisasi
γ (gamma)
t
0,40
6,96
Untuk tingkat signifikan antara budaya organisasi dengan kinerja dapat dilihat dari nilai t yaitu sebesar 6,96, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja adalah signifikan. Oleh karena itu hipotesa kedua penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat diterima. Budaya organisasi yang dianut oleh Mahkamah Agung RI dapat dikatakan sudah baik sehingga membawa pengaruh positif terhadap kinerja para karyawannya, seperti yang dikatakan Robbins (2002) bahwa budaya organisasi dapat mempengaruhi terhadap kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan budaya yang ada pada organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan anggota organisasi tersebut. Begitu juga yang dikemukakan oleh Moeljono (2003) semakin baik kualitas faktor-faktor yang terdapat dalam budaya organisasi maka semakin baik kinerja organisasi tersebut. Tabel 22. Pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan Indikator Inovasi (X1) Detail (X2) Hasil (X3) Individu (X4) Tim (X5) Agresivitas (X6) Stabilitas (X7)
Loading factor (λ )
Koefisien Konstruk (γ )
Konstribusi
0,58 0,73 0,71 0,69 0,74 0,86 0,67
0,232 0,292 0,284 0,276 0,296 0,344 0,268
0,053 0,085 0,081 0,076 0,088 0,118 0,071
Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat bahwa agresivitas masih memberikan konstibusi terbesar terhadap hubungan antara budaya organisasi terhadap kinerja
63
dengan nilai konstribusi sebesar 0,118. Hal ini memberi artian bahwa indikator agresivitas harus terus dipertahankan dan dikembangkan juga dioptimalkan mengaplikasiannya terhadap karyawan MA-RI karena indikator tersebut memberikan pengaruh besar pada Budaya organisasi terhadap kinerja. Sedangkan inovasi memberikan pengaruh paling rendah pada budaya organisasi terhadap kinerja yaitu sebesar 0,53, yang berarti bahwa jika MA-RI mampu mengoptimalkan indikator inovasi menjadi lebih baik, tidak diragukan lagi bahwa karyawan akan memberikan kinerja yang lebih baik lagi terhadap MA-RI. 4.10 Hubungan Antara Kepuasan Kerja Karyawan dengan Kinerja Karyawan Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dengan nilai β sebesar 0,60 dan t sebesar 6,16. Nilai β mem/berikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh kepuasan terhadap variabel kinerja sebesar 0,60. Tabel 23. Hubungan antara kepuasan kerja dengan kinerja Kinerja Variabel Eksogen Kepuasan
β (beta)
t
0,60
6,16
Untuk tingkat signifikan antara kepuasan dengan kinerja dapat dilihat dari nilai t yaitu sebesar 6,16, maka dapat dikatakan bahwa hubungan antara kepuasan dengan kinerja adalah signifikan. Oleh karena itu hipotesa ketiga penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa kepuasan kerja karyawan sangat berpengaruh dengan kinerja yang dihasilkan. Semakin tinggi kepuasan kerja karyawan akan pekerjaannya, maka semakin meningkat pula kinerjanya. Kepuasan kerja ditentukan oleh karakteristik pekerjaan dan tingkat dimana kebutuhan pribadi seseorang dipenuhi dalam suasan kerja. Demikian juga yang dikatakan Handoko (2001) bahwa para karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik serta pernyataan Strauss dan Saylee yang dikutip oleh Handoko bahwa karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai tingkat kehadiran dan turn over yang lebih baik serta
64
berprestasi dengan baik. Kepuasan karyawan akan pekerjaannya bukan hanya terletak pada pekerjaannya semata dimana karyawan tersebut dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki namun juga harus ditunjang oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan sekitar yang dimaksud adalah lingkungan dimana para karyawan tersebut bekerja mendukungmya untuk melaksanakan kinerja yang lebih baik, seperti rekan kerja yang dapat diajak untuk bekerja sama dalam satu tim kerja, atasan yang selalu memberi petunjuk kerja dengan cara yang menyenangkan tanpa bersikap otoriter, serta dilibatkan dalam pengambilan keputusan melalui pendekatan tim. Luthans (2006) juga berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, kemudian gaji yang diterima cukup pantas dibandingkan dengan orang lain di organisasi, adanya kesempatan untuk promosi, kemampuan penyelia dalam memberikan dukungan teknis dan rekan kerja yang pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Hal itu semua akan mempengaruhi motivasi dan semangat kerja karyawan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja kerja karyawan. Mahkamah Agung RI merupakan sebuah lembaga tinggi negara yang selalu memberikan perhatian kepada kepuasan karyawannya dengan selalu memperhatikan keadaan lingkungan yang ada baik di dalam organisasi maupun di luar organisasi, juga selalu berusaha untuk memberikan lingkungan dan fasilitas yang baik bagi karyawan, agar mereka dapat bekerja dengan baik dan menghasilkan kinerja yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Smith (2004) bahwa kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan meningkatnya efektifitas sistem, efisiensi biaya dan kehandalan kerja karyawan. Tabel 24. Pengaruh kepuasan terhadap kinerja karyawan Indikator
Loading factor (λ )
Koefisien Konstruk (γ )
Konstribusi
Gaji (Y1) Pekerjaan (Y2) Rekan Kerja (Y3) Promosi (Y4) Kepenyeliaan (Y5)
0,44 0,93 0,92 0,52 0,69
0,264 0,558 0,552 0,312 0,414
0,069 0,311 0,304 0,097 0,171
Berdasarkan
Tabel
24 dapat
dilihat bahwa indikator pekerjaan
memberikan konstribusi terbesar pada pengaruh kepuasan terhadap kinerja
65
karyawan yaitu sebesar 0,311, sedangkan indikator gaji memberikan konstribusi terendah yaitu sebesar 0,069. Hal ini menggambarkan bahwa karyawan MA-RI senang melakukan pekerjaannya dan yang memberikan kepuasan kepada mereka sehingga mereka memberikan kinerja yang baik pula, tetapi karyawan tidak puas dengan gaji yang diterima sehingga gaji menjadi konstribusi terkecil yang mempengaruhi kepuasan karyawan terhadap kinerja. Jika Mahkamah Agung RI mengoptimalkan indikator gaji menjadi lebih baik, karyawan tentu akan mendapatkan kepuasan yang tinggi dan akan memberikan kinerja yang lebih tinggi lagi. 4.11 Hubungan Antara Budaya Organisasi Melalui Kepuasan Kerja Karyawan dengan Kinerja Karyawan Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa budaya organisasi melalui kepuasan berpengaruh signifikan terhadap kinerja dengan nilai γ sebesar 0,47 dan t sebesar 6,16. Nilai β memberikan pengertian bahwa pada penelitian ini terdapat pengaruh kepuasan terhadap variabel kinerja sebesar 0,60. Tabel 25. Hubungan antara budaya organisasi melalui kepuasan kerja dengan kinerja Variabel Eksogen γ (gamma) Budaya Organisasi
t
0,47
Nilai loading antara budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan diperoleh dari perkalian antara Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kepuasan Kerja (0,78) dengan Hubungan Antara Kepuasan dengan Kinerja (0,60) yaitu sebesar 0,47. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh tidak langsung sebesar 0,47 dari budaya organisasi terhadap kinerja melalui kepuasan. Nilai ini berpengaruh signifikan secara statistik karena Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kepuasan dan Hubungan Antara Kepuasan dengan Kinerja memiliki pengaruh signifikansi yang baik. Oleh karena itu hipotesa keempat penelitian ini yang menyatakan bahwa ada pengaruh budaya organisasi melalui kepusan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan pada Mahkamah Agung RI adalah dapat diterima. Seperti yang diungkapkan Robbins (2002) bahwa budaya organisasi dapat mempengaruhi terhadap kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan
66
budaya yang ada dalam suatu organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan anggota organisasi. 4.12
Implikasi Manajerial Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan dan positif
antara budaya organisasi dengan kepuasan dan kinerja karyawan Mahkamah Agung RI. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik budaya organisasi semakin tinggi pula kepuasan yang didapatkan dan kinerja yang diberikan oleh karyawan. Berdasarkan hasil analisis dapat dibuat implikasi manajerial untuk Mahkamah Agung RI dan diharapkan dapat dijadikan rekomendasi kepada Mahkamah Agung RI. Adapun implikasi manajerial tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Variabel budaya organisasi mempunyai hubungan yang signifikan dan positif terhadap kepuasan dan kinerja karyawan, yang berarti memberikan pengaruh yang baik terhadap keduanya, dan dari indikator-indikator budaya organisasi tersebut indikator agresifitas memiliki pengaruh terbesar terhadap terciptanya kepuasan dan kinerja karyawan, seperti yang dikatakan Robbins (2002) bahwa agresifitas (aggressiveness), adalah sejauh mana orang-orang dalam organisasi itu agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi
sebaik-baiknya.
sehingga
perlu
bagi
MA-RI
untuk
mempertahankan faktor agresivitas karyawan. Mempertahankan agresifitas karyawan agar tetap agresif dan kompetitif untuk menjalankan budaya organisasi dan tetap bersaing secara sehat untuk mencapai produktivitas yang optimal. Untuk mempertahankan agresifitas karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan penghargaan bagi karyawan atas kinerja yang diberikan baik dengan materi ataupun secara moril. Pengahargaan yang sudah ada perlu ditingkatkan, tidak hanya dari segi kinerja karyawan tetapi melalui etika-etika yang telah ditaati oleh karyawan sebagai salah satu acuan pemberian penghargaan, seperti keteladanan dan kepedulian karyawan yang selalu memberikan masukan bagi Mahkamah Agung RI. Indikator yang memberikan pengaruh terlemah yaitu inovasi dan pengambilan resiko, hal ini dapat diperbaiki dengan mendorong dan menyemangati karyawan untuk terus berinovasi dan memberikan penghargaan ketika karyawan berhasil melakukannya. Selain itu, dukungan secara materil (pemberian insentif)
67
ataupun moril dapat diberikan kepada karyawan yang menkonstribusikan inovasinya kepada Mahkamah Agung RI dan tidak menjatuhkan karyawan jika mereka mengambil resiko yang sangat riskan terhadap pekerjaan mereka, melainkan tetap mendukung dan membimbing mereka agar mereka merasa bahwa tempat mereka bekerja peduli terhadap mereka, dengan demikian akan timbul rasa loyalitas pada diri karyawan yang berdampak pada pemberian kinerja yang tinggi terhadap Mahkamah Agung RI.Seiring dengan meningkatnya kepuasan kerja karyawan, diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan yang berarti secara akumulatif akan meningkatkan kinerja Mahkamah Agung RI. 2.
Indikator yang memberikan konstribusi terendah bagi kepuasan terhadap kinerja karyawan adalah indikator gaji. Hal ini menunjukkan bahwa karyawan Mahkamah Agung RI merasa bahwa gaji yang mereka terima tidak sesuai dengan porsi pekerjaan yang mereka lakukan, dengan demikian mereka tidak mendapatkan kepuasan yang tinggi sehingga kinerja yang mereka berikan juga rendah. Oleh karena itu diharapkan Mahkamah Agung dapat menindaklanjuti hal ini dengan memberikan upah yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh masing-masing karyawan, karena dapat dipastikan jika indikator ini dapat ditingkatkan dan dioptimalkan maka akan memberikan konstribusi yang lebih besar lagi pada kepuasan karyawan sehingga Mahkamah Agung RI akan memperoleh kinerja yang lebih tinggi lagi yang diberikan oleh karyawan.
3.
Variabel kepuasan kerja karyawan memberikan pengaruh yang signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan, indikator yang paling berpengaruh adalah indikator pekerjaan yang dikerjakan oleh karyawan, hal ini menunjukkan bahwa Mahkamah Agung RI telah membagi porsi-porsi kerja yang tepat kepada karyawan yang tepat pula, sehingga karyawan mengerjakan pekerjaan mereka sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki, hal ini perlu dipertahankan dan ditingkatkan oleh Mahkamah Agung RI agar para karyawan tetap merasa puas akan pekerjaan mereka dengan memberikan kinerja yang tinggi sebagai tindakbalasnya. Mempertahankan dan meningkatkan indikator pekerjaan pada pengaruhnya terhadap kinerja
68
dapat dilakukan dengan cara merekrut CPNS yang memiliki kemampuan bidang yang sesuai dengan jabatan yang tersedia. Selain itu dapat juga dilakukan dengan tidak membebani karyawan dengan pekerjaan diluar kemampuan yang dapat mereka tanggung, serta memberikan pujian sebagai tanda keperdulian terhadap apa yang mereka raih dalam pekerjaan mereka akan memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan. 4.
Variabel budaya organisasi melalui variabel kepuasan kerja cukup mempengaruhi variabel kinerja karyawan dengan hubungan yang positif, dengan demikian makin tinggi kekuatan budaya organisasi yang dianut oleh Mahkamah Agung RI, maka semakin tinggi pula kepuasan dan kinerja karyawan. Oleh karena itu, perlu bagi Mahkamah Agung untuk terus menanamkan nilai-nilai budaya kepada setiap karyawan dengan cara tetap mensosialisaikannya kepada karyawan, baik yang baru atau yang lama, agar karyawan mengerti dan tetap menjalankan nilai-nilai tersebut seutuhnya.
69
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan Budaya Organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap Kepuasan Kerja
Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan budaya yang ada pada suatu organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan anggota organisasi tersebut. Semua indikator-indikator budaya secara rata-rata cukup kuat dalam membentuk variabel budaya organiasi yang ada. Budaya Organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan budaya yang ada pada suatu organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan anggota organisasi tersebut. Semakin baik kualitas faktorfaktor yang terdapat dalam budaya organisasi semakin baik kinerja organisasi tersebut. Semua indikator-indikator budaya secara rata-rata cukup kuat dalam membentuk variabel budaya organisasi yang ada. Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja Karyawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Kepuasan kerja dapat mempengaruhi kinerja karyawan yang ditunjukkan dengan meningkatnya efektivitas sitem, efesiensi biaya dan kehandalan kerja karyawan dan kepuasan kerja merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi kinerja. Semua indikator-indikator kepuasan kerja secara rata-rata cukup kuat dalam membentuk variabel budaya organisasi yang ada. Budaya Organisasi melalui Kepuasan Kerja Karyawan berpengaruh terhadap Kinerja Karayawan pada Unit Kerja Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia, budaya organisasi dapat mempengaruhi kinerja dan kepuasan kerja, makin tinggi kekuatan budaya yang ada pada suatu organisasi, maka semakin tinggi pula kinerja dan kepuasan anggota organisasi.
70
2.
Saran a.
Indikator inovasi dan pengambilan resiko harus ditingkatkan dengan cara mendorong dan menyemangati karyawan untuk terus berinovasi dan memberikan penghargaan ketika karyawan berhasil melakukannya. Seiring dengan meningkatnya kepuasan kerja karyawan, diharapkan dapat meningkatkan kinerja karyawan yang berarti secara akumulatif akan meningkatkan kinerja Mahkamah Agung RI.
b.
Indikator pembayaran gaji atau upah harus ditingkat, hal ini dapat dilakukan dengan cara meninjau ulang seberapa besar porsi pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan dan seberapa besar gaji yang mereka terima, jika karyawan mendapatkan timbal balik yang sesuai dengan kinerja yang telah mereka berikan maka kepuasan kerja akan tercipta dengan sendirinya, yang kemudian akan berdampak positif terhadap kinerja karyawan.
c.
Kinerja karyawan MA-RI harus dapat dipertahankan dan ditingkatkan kembali, dengan memfasilitasi karyawan secara memadai untuk mendukung karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih efektif dan efisien, hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan penyuluhan kepada karyawan tentang bagaimana menyelesaikan pekerjaan mereka secara efektif dan efisien dengan menggunakan fasilitas yang telah disediakan, dan juga menghimbau kepada karyawan untuk menerapkan pengetahuan yang didapatkan dari penyuluhan yang diberikan kepada mereka, hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan secara personal kepada karyawan oleh atasan masing-masing.
d.
Berdasarkan pelaksanaan hasil skripsi ini, maka saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1.
Melakukan peneliatian pada Mahkamah Agung RI dengan melibatkan unit kerja lainnya selain unit kerja Kepaniteraan.
2.
Melaksanakan penelitian komparatif pada Mahkamah Agung RI sehingga dapat dibandingkan dan diketahui perbandingan tingkat budaya organisasi bagi jajaran hakim dan karyawan di Mahkamah Agung RI.
71
DAFTAR PUSTAKA
Aripin, Salim U, Setiawan M, Djumahir. 2013. Implications of Organizational Culture and Leadership Styles Effects on Job Satisfaction and Organizational Performance Of Police Sector In Bandung, Cimahi, GarutWest Java. Business and Management Journal. Vol 7 Issue 5 pp 44-49. As’ad M. 1995. Psikologi Industri. Ed ke-2. Yogyakarta (ID): Liberty. Dole C, Schroeder RG. 2001. The Impact of Varios Factors on the Personality, Job Satisfaction and Turn Over Intentions of Profesional Accountants. Managerial Auditing Journal. Vol. 16 No.4 pp 234-245. Doloksaribu ETN. 2010. Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Budaya Organisasi PT Pro Car International Finance. Bogor (ID): Institur Pertanian Bogor. Gibson. 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Handoko TH. 1992. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Ed ke-2. Yogyakarata (ID): Universitas Gadjah Mada. Irawan P. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Depok (ID): FISIP UI. Locke EA. 1983. The Nature and Causes of Job Satisfaction in Dunnette. M.D. Ed, Hand Book Of Industrial Psychology. New York (US) : John Wiley & Sons. Luthans F. 2006. Organizational Behavior. Ed ke-11. New York (ID): McGraw Hill.
[MA RI] Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2010. Cetak Biru Pembaharuan Peradilan 2010-2035. Jakarta (ID): MA RI. Mariani D. 2007. Hubungan Nilai-nilai Budaya Perusahaan (Corporate Culture) dan Stressors Kerja dengan Kinerja Karyawan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Maslow AH. 1954. Motivation and Personality. New York (US): Harper & Row Publishers. Miner JB. 1988. Organizational Behavior: Performance and Productivity. New York (US): Random House. Moeljono D. 2003. Budaya Korporat & Keunggulan Korperasi. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Mondy RW, Sharplin A, Flippo EB. 1995. Management: Concepts and Practices. Ed ke-4. Boston (US): Allyn and Bacon.
72
Muchinsky PM. Psychology Applied to Work. Ed ke-5. New York (US): Brooks/Cole. Munandar SM. 2001. Ilmu Budaya Dasar. Bandung (ID): Refika Aditama. Nimran U. 1998. Perilaku Organisasi. Surabaya (ID): Citra Media. Komputindo Kelompok Gramedia. Paloepi TR. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ed ke-2. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. PN.Slawi. 2013. DP3 Karyawan Negeri Sipil [Internet]. [Diunduh 2013 Jan 15]. Tersedia pada: [http://pn-slawi.go.id/?page_id=375. Prawirosentono S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan: Kiat Membangun Organisasi Kompetitif Menjelang Perdagangan Bebad Dunia. Yogyakarta (ID): BPFE. Robbins SP. 2002. Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi. Ed ke-5. Jakarta (ID): Erlangga. Rummler GA, Brache AP. 1995. Improving Performance: How to Manage the White Space on the Organizational Chart. San Francisco (US): Jossey-Bass. Schein EH. 1992. Organizational Culture and Leadership. Ed ke-2. San Fransisco (US): Jossey-Bass. Soedjono. 2005. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan. Vol 7 No.1 pp. 22-47. Susanto AB. 1997. Budaya Perusahaan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. Sutrisno E. 2010. Budaya Organisasi. Jakarta (ID): Kencana. Testa MR. 1999. Satisfaction with Organizational Vision, Job Satisfaction and Service Efforts: an Empirical Invetigation. Leadership & Organization Development Journal. Vol 20 No.3 pp. 154-161. Umar H. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Gramedia. Yusuf A. 2011. Pengaruh Nilai-nilai Budaya Perusahaan terhadap Kepuasan Kerja Karyawan PT Pupuk Kaltim (Kantor Perwakilan Jakarta). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
73
LAMPIRAN
78
Lampiran 1 Struktur organisasi Mahkamah Agung RI
74
75
Lampiran 2 Hasil pengolahan SPSS uji validasi Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
32
% 100,0
0
,0
32
100,0
Item Statistics
X1.1
Mean 4,1875
Std. Deviation ,64446
N
X1.2
3,9375
,75935
32
X1.3
4,4063
,55992
32
X2.1
4,2813
,77186
32
X2.2
4,3125
,69270
32
X2.3
4,1250
,60907
32
X3.1
4,1875
,64446
32
X3.2
4,3750
,60907
32
X3.3
4,4688
,71772
32
X4.1
4,3125
,69270
32
X4.2
4,1875
,59229
32
X4.3
4,3125
,69270
32
X5.1
4,4063
,66524
32
X5.2
4,5000
,56796
32
X5.3
4,0000
,71842
32
X6.1
4,3438
,78738
32
X6.2
4,2813
,88843
32
X6.3
4,1875
,59229
32
X7.1
4,0625
,75935
32
X7.2
4,1250
,75134
32
X7.3
4,4063
,83702
32
Y1.1
3,0313
,89747
32
Y1.2
3,7500
,80322
32
32
76
Lanjutan Lampiran 2 Y1.3
3,9688
,86077
32
Y2.1
4,1875
,73780
32
Y2.2
4,1563
,76662
32
Y2.3
4,0625
,80071
32
Y3.1
4,3438
,78738
32
Y3.2
4,3125
,78030
32
Y3.3
4,2500
,67202
32
Y4.1
3,9375
,71561
32
Y4.2
3,7813
,79248
32
Y5.1
3,8438
,84660
32
Y5.2
3,9063
,77707
32
Y5.3
4,0938
,73438
32
Z1.1
4,0938
,58802
32
Z1.2
4,0313
,73985
32
Z1.3
3,9688
,99950
32
Z2.1
3,9688
,82244
32
Z2.2
3,7813
,83219
32
Z2.3
4,1875
,64446
32
Z3.1
4,1563
,62782
32
Z3.2
4,2188
,75067
32
Z3.3
4,1250
,79312
32
Z4.1
4,2188
,83219
32
Z4.2
3,9688
,82244
32
Z4.3
4,2188
,75067
32
Z4.4
4,2188
,75067
32
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,982
N of Items 48
77
Lanjutan Lampiran 2
Item-Total Statistics
X1.1
Scale Mean if Item Deleted 194,0000
Scale Variance if Item Deleted 665,097
Corrected Item-Total Correlation ,716
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,981
X1.2
194,2500
670,903
,453
,982
X1.3
193,7813
670,112
,652
,982
X2.1
193,9063
653,765
,886
,981
X2.2
193,8750
661,919
,755
,981
X2.3
194,0625
670,770
,576
,982
X3.1
194,0000
672,258
,498
,982
X3.2
193,8125
667,060
,696
,981
X3.3
193,7188
660,467
,768
,981
X4.1
193,8750
658,565
,852
,981
X4.2
194,0000
674,645
,466
,982
X4.3
193,8750
658,565
,852
,981
X5.1
193,7813
660,176
,840
,981
X5.2
193,6875
670,093
,643
,982
X5.3
194,1875
663,770
,676
,982
X6.1
193,8438
652,652
,896
,981
X6.2
193,9063
652,668
,790
,981
X6.3
194,0000
663,032
,850
,981
X7.1
194,1250
659,726
,744
,981
X7.2
194,0625
656,512
,837
,981
X7.3
193,7813
654,434
,798
,981
Y1.1
196,4286
257,763
,696
,950
Y1.2
194,4375
672,190
,396
,982
78
Lanjutan Lampiran 2 Y1.3
194,2188
658,241
,687
,982
Y2.1
194,0000
655,742
,874
,981
Y2.2
194,0313
653,838
,890
,981
Y2.3
194,1250
652,823
,876
,981
Y3.1
193,8438
653,878
,865
,981
Y3.2
193,8750
654,371
,860
,981
Y3.3
193,9375
660,125
,832
,981
Y4.1
194,2500
670,323
,499
,982
Y4.2
196,3571
267,113
,590
,950
Y5.1
194,3438
662,943
,589
,982
Y5.2
194,2813
658,789
,750
,981
Y5.3
194,0938
657,249
,837
,981
Z1.1
194,0938
664,217
,817
,981
Z1.2
194,1563
658,136
,807
,981
Z1.3
194,2188
659,725
,557
,982
Z2.1
194,2188
654,757
,805
,981
Z2.2
194,4063
667,604
,489
,982
Z2.3
194,0000
661,613
,823
,981
Z3.1
194,0313
661,257
,857
,981
Z3.2
193,9688
654,805
,884
,981
Z3.3
194,0625
652,512
,893
,981
Z4.1
193,9688
652,096
,859
,981
Z4.2
194,2188
657,338
,742
,981
Z4.3
193,9688
652,741
,939
,981
Z4.4
193,9688
656,225
,846
,981
79
Lampiran 3 Kuesioner penelitian
KUESIONER PENELITIAN ANALISIS PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA KARYAWAN PADA DIVISI KEPANITERAAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Kepada Yth. Bapak/Ibu Di tempat Dengan hormat, Saat ini saya sedang melakukan penyusunan Skripsi sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana yang diselenggarakan oleh Program Sarjana Alih Jenis Manajemen Fakultas Ekonomi Manajemen IPB, pada kesempatan ini saya akan mengadakan penelitian di Mahkamah Agung Republik Indonesia. Penelitian yang saya lakukan ini mengenai Analisis Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan yang ada di divisi Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Saya sangat mengharapkan kesediaan bapak/ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini. Demikian yang dapat saya sampaikan atas bantuan dan kerjasama bapak/ibu saya ucapkan terima kasih.
Rizki Andayani H24096046
I.
KARAKTERISTIK RESPONDEN Petunjuk : Berilah tanda (X) pada jawaban 1.
Jenis Kelamin [ ] Pria
2.
[ ] Wanita
Masa Kerja ............ Tahun
Lanjutan lampiran 4 Kuesioner Penelitian 3.
Pendidikan [ ] SLTA
[ ] DIPLOMA (D1/D2/D3)
[ ] Strata (S1)
[ ] Strata (S2)
[ ] Strata (S3) 4.
Usia anda ............. Tahun
80
Lanjutan Lampiran 3 II.
VARIABEL BUDAYA PERUSAHAAN (Stephen P. Robbins) Petunjuk : Berilah tanda X pada jawaban yang anda rasa tepat. STS = Sangat Tidak Setuju
TS = Tidak Setuju
S = Setuju
SS = Sangat Setuju
KS = Kurang Setuju
STS Inovasi dan Pengambilan Risiko 1 Saya melakukan kegiatan inovasi dengan tetap menerapkan nilai-nilai budaya organisasi yang dianut oleh MA-RI 2 MA-RI telah memiliki teknologi unggul untuk mendukung pekerjaan yang saya lakukan 3 MA-RI sedang meningkatkan pelayanan publik dengan mempercepat proses pengerjaan perkara Perhatian Terhadap Detail 1 Saya mengerjakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan 2 Saya mematuhi seluruh peraturan yang telah ditetapkan pada saat bekerja di lingkungan MA-RI 3 Saya bekerja dan membuat keputusan berdasarkan datadata yang lengkap dari lapangan. Berorientasi Kepada hasil 1 MA-RI menyusun dan membuat target Tim (penyelesaian perkara) sebagai panduan kinerja bagi karyawan 2 Tugas saya adalah berharga dan saya persembahkan untuk melayani masyarakat yang mencari keadilan 3 Saya bekerja bersungguh-sungguh untuk menyelesaikan pekerjaan saya tepat pada waktu yang telah ditentukan Berorientasi Kepada Manusia 1 Saya bekerja melayani orang lain dengan ramah 2 Saya bekerja melayani orang lain dengan penuh kegembiraan 3 Saya bekerja melayani orang lain dengan sopan santun Berorientasi Kepada Tim 1 Saya bekerjasama dengan baik dengan rekan kerja yang ada di MA-RI 2 Hubungan kerja antara atasan Saya dengan Saya pribadi/rekan kerja Saya berdasarkan kepercayaan dan saling menghormati 3 Saya bekerja dengan lebih mementingkan kepentingan kantor diatas segalanya Agresivitas 1 Saya bekerja dengan penuh semangat dan memiliki kemauan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik 2 Saya selalu mencari cara yang baru dan efisien dalam menyelesaikan pekerjaan agar lebih baik hasilnya 3 Saya selalu memberikan saran dan solusi daripada membuat alasan ketika menghadapi suatu masalah Stabilitas 1 Saya yakin MA-RI dapat mencapai tugas pokok dan fungsi sesuai dengan target yang telah ditetapkan. 2
Saya yakin MA-RI masih dipercaya oleh masyarakat 10 tahun mendatang
TS
KS
S
SS
81
Lanjutan Lampiran 3 3
III.
STS
TS
KS
S
SS
STS
TS
KS
S
SS
KS
S
SS
Saya yakin jasa MA-RI masih sangat di butuhkan oleh masyarakat VARIABEL KEPUASAN KARYAWAN (Luthans)
Pembayaran Gaji atau Upah 1 Saya puas atas tunjangan hari raya dan jaminan kesehatan yang diberikan 2 Gaji dan upah yang saya terima besarnya sesuai dengan pekerjaan yang dibebankan kepada saya 3 Remunerasi diberikan MA-RI karena kinerja saya Pekerjaan itu Sendiri 1 Saya menyukai pekerjaan yang diberikan kepada saya 2 Pekerjaan yang diberikan kepada saya sesuai dengan kemampuan yang saya miliki 3 Pekerjaan yang saya lakukan menambah nilai dalam kehidupan saya Rekan Kerja 1 Saya dan rekan kerja saling menghormati antar sesama 2 Saya dan rekan kerja saling membantu, beriteraksi dan saling bekerjasama 3 Saya dan rekan kerja saling berbagi pengetahuan sesama Promosi Pekerjaan 1 Kenaikan pangkat saya sangat mudah untuk dilakukan saat masa kerja/tingkat pendidikan saya telah memenuhi syarat 2 MA-RI memiliki suatu sistem kenaikan pangkat yang jelas sesuai dengan masa kerja/tingkat pendidikan karyawan Kepenyeliaan 1 Atasan langsung saya menetapkan target kerja yang jelas kepada saya 2 3
IV.
Atasan langsung saya mengetahui kebutuhan untuk bekerja bagi bawahannya Atasan langsung saya berkompeten dalam melaksanakan tugasnya VARIABEL KINERJA KARYAWAN (Mondy, Sharplin & Flipo) STS
Standar Waktu 1 Saya menyelesaikan pekerjaan yang diberikan tepat pada waktu yang telah ditetapkan 2 Saya menggunakan waktu istirahat, sesuai dengan peraturan yang ada di MA-RI 3 Saya datang ke kantor dan siap untuk bekerja setiap harinya 15 menit sebelum jam kerja dimulai Standar Produktivitas 1 Saya bekerja dengan kecepatan tinggi 2 Saya menyelesaikan pekerjaan yang diberikan lebih cepat dari target yang diberikan
TS
82
Lanjutan Lampiran 3 STS
TS
KS
S
SS
Panitera Pengganti 1 Saya selalu menghadiri sidang perkara yang dilaksanakan 2 Saya selalu mengoreksi draft putusan yang telah diketik oleh Operator sebelum diserahkan kepada Hakim Agung untuk proses selanjutnya 3 Saya selalu segera mengembalikan berkas-berkas perkara yang telah selesai di proses kepada Panitera Muda (Panmud) melalui Asisten Koordinator (Askor)
STS
TS
KS
S
SS
Operator Kamar Pidana 1 Saya selalu mengutamakan perkara Pidana Tahanan untuk saya kerjakan terlebih dahulu 2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara Pidana sebelum tengat waktu berakhir (7 hari) 3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim Agung
STS
TS
KS
S
SS
Operator Kamar Perdata 1 Saya selalu menyelesaikan draft putusan perkara Perdata segera setelah perkara tersebut putus 2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara Perdata sebelum tengat waktu berakhir (1 bulan) 3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim Agung
STS
TS
KS
S
SS
Operator Kamar Perdata Khusus Saya selalu mengutamakan perkara Perdata Khusus klasifikasi 1
STS
TS
KS
S
SS
3
Saya mengerti dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan uraian dan standar pekerjaan yang ada Standar Kualitas 1 Saya mengetahui prinsip manajemen kualitas kerja dan menjalankannya dengan penuh tanggung jawab 2 Saya paham dan menjalankan pekerjaan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan 3 Hasil pekerjaan saya berkualitas tinggi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Standar Tingkah Laku 1 Saya selalu merapihkan peralatan kerja saya seperti meja, kursi dan tempat kerja saya sebelum pulang 2 Saya selalu proaktif dan memberikan masukan kepada atasan saya bila ada masalah di kantor 3 Saya menghargai dan menghormati setiap saran, kritik atau pendapat pimpinan dan rekan kerja 4 Saya selalu bekerja dengan hati senang, riang dan gembira. V. Kuesioner Kuantitatif (Pilih Sesuai dengan Jabatan/Pekerjaan)
perkara Pailit untuk saya kerjakan terlebih dahulu
83
Lanjutan Lampiran 3 Operator Kamar Perdata Khusus 2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara Perdata Khusus sebelum tengat waktu berakhir (7 hari) 3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim Agung
STS
TS
KS
S
SS
Operator Kamar Tata Usaha Negara (TUN) 1 Saya selalu menyelesaikan draft putusan perkara TUN segera setelah perkara tersebut putus 2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara TUN sebelum tengat waktu berakhir (1 bulan) 3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim Agung
STS
TS
KS
S
SS
Operator Kamar Agama 1 Saya selalu menyelesaikan draft putusan perkara Agama segera setelah perkara tersebut putus 2 Saya selalu dapat menyelesaikan draft putusan perkara Agama sebelum tengat waktu berakhir (1 bulan) 3 Saya selalu segera memperbaiki draft putusan yang telah dikoreksi oleh Panitera pengganti dan Hakim Agung
STS
TS
KS
S
SS
Staff 1 Saya segera meregistrasi perkara baru yang masuk secara sistematis 2 Saya segera mengedarkan perkara yang selesai di proses oleh Hakim Agung/Panitera Pengganti 3 Saya selalu membuat laporan perkara tepat waktu setiap bulannya
STS
TS
KS
S
SS
84
Lampiran 4 Hasil pengolahan SEM DATE: 3/22/2013 TIME: 15:13 L I S R E L 8.30 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Chicago, IL 60646-1704, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\SEM_RI~1\DATA.SPJ: Observed Variables X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Z1 Z2 Z3 Z4 Correlation Matrix From File D:\SEM_RI~1\DATA.COR Sample Size = 100 Latent Variables BudayaOrg Kepuasan Kinerja Relationships X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 = BudayaOrg Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 = Kepuasan Z1 Z2 Z3 Z4 = Kinerja Kepuasan = BudayaOrg Kinerja = BudayaOrg Kepuasan Path Diagram options ME=UL AD=OFF IT=500 set the error covariance between Kepuasan and Kinerja to free set the error covariance between Y3 and Y2 to free set the error covariance between Z2 and Y2 to free set the error covariance between Z2 and Z1 to free set the error covariance between Z3 and Y4 to free set the error covariance between Z3 and Z1 to free !set the error covariance between Z3 and Z2 to free !set the error covariance between Z4 and Y2 to free !set the error covariance between Z4 and Z2 to free !set the error covariance between X7 and Z1 to free End of Problem Sample Size = 100
85
Lanjutan Lampiran 4 Correlation Matrix to be Analyzed Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Z1 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y1 1.00 Y2 0.53 1.00 Y3 0.31 0.59 1.00 Y4 0.42 0.48 0.37 1.00 Y5 0.46 0.64 0.55 0.33 1.00 Z1 0.15 0.50 0.59 0.29 0.39 1.00 Z2 0.20 0.45 0.63 0.44 0.49 0.76 Z3 0.24 0.60 0.66 0.53 0.50 0.66 Z4 0.23 0.67 0.65 0.38 0.48 0.71 X1 0.07 0.43 0.42 0.32 0.22 0.33 X2 0.30 0.51 0.57 0.17 0.39 0.41 X3 0.26 0.48 0.47 0.39 0.26 0.36 X4 0.23 0.47 0.49 0.35 0.26 0.40 X5 0.24 0.52 0.56 0.23 0.47 0.47 X6 0.32 0.57 0.65 0.33 0.52 0.54 X7 0.24 0.58 0.50 0.16 0.45 0.55 Correlation Matrix to be Analyzed Z2 Z3 Z4 X1 X2 X3 -------- -------- -------- -------- -------- -------Z2 1.00 Z3 0.82 1.00 Z4 0.65 0.78 1.00 X1 0.33 0.47 0.47 1.00 X2 0.51 0.58 0.62 0.46 1.00 X3 0.50 0.56 0.56 0.56 0.61 1.00 X4 0.48 0.56 0.59 0.42 0.46 0.61 X5 0.49 0.50 0.58 0.42 0.60 0.55 X6 0.62 0.70 0.73 0.46 0.59 0.56 X7 0.43 0.55 0.57 0.38 0.41 0.37 Correlation Matrix to be Analyzed X4 X5 X6 X7 -------- -------- -------- -------X4 1.00 X5 0.58 1.00 X6 0.53 0.63 1.00 X7 0.39 0.44 0.59 1.00
86
Lanjutan Lampiran 4 Number of Iterations = 33 LISREL Estimates (Unweighted Least Squares) Y1 = 0.44*Kepuasan, Errorvar.= 0.80 , R² = 0.20 (0.023) (0.14) 19.64 5.81 Y2 = 0.93*Kepuasan, Errorvar.= 0.14 , R² = 0.86 (0.22) (0.17) 4.30 0.83 Y3 = 0.92*Kepuasan, Errorvar.= 0.16 , R² = 0.84 (0.21) (0.17) 4.36 0.93 Y4 = 0.52*Kepuasan, Errorvar.= 0.73 , R² = 0.27 (0.14) (0.11) 3.81 6.35 Y5 = 0.69*Kepuasan, Errorvar.= 0.53 , R² = 0.47 (0.16) (0.13) 4.20 3.94 Z1 = 0.72*Kinerja, Errorvar.= 0.48 , R² = 0.52 (0.053) (0.15) 13.66 3.16 Z2 = 0.81*Kinerja, Errorvar.= 0.34 , R² = 0.66 (0.086) (0.11) 9.45 3.13 Z3 = 0.90*Kinerja, Errorvar.= 0.19 , R² = 0.81 (0.089) (0.11) 10.11 1.69 Z4 = 0.91*Kinerja, Errorvar.= 0.17 , R² = 0.83 (0.100) (0.11) 9.16 1.58
X1 = 0.58*BudayaOr, Errorvar.= 0.66 , R² = 0.34 (0.038) (0.10) 15.14 6.59 X2 = 0.73*BudayaOr, Errorvar.= 0.47 , R² = 0.53 (0.038) (0.10)
87
Lanjutan Lampiran 4 19.05
4.62
X3 = 0.71*BudayaOr, Errorvar.= 0.49 , R² = 0.51 (0.039) (0.12) 18.29 4.23 X4 = 0.69*BudayaOr, Errorvar.= 0.52 , R² = 0.48 (0.038) (0.10) 18.02 5.06 X5 = 0.74*BudayaOr, Errorvar.= 0.45 , R² = 0.55 (0.039) (0.10) 19.19 4.51 X6 = 0.86*BudayaOr, Errorvar.= 0.27 , R² = 0.73 (0.039) (0.11) 22.00 2.55 X7 = 0.67*BudayaOr, Errorvar.= 0.56 , R² = 0.44 (0.038) (0.11) 17.34 4.98 Error Covariance for Y3 and Y2 = -0.26 (0.13) -1.98 Error Covariance for Z2 and Y2 = -0.13 (0.11) -1.27 Error Covariance for Z2 and Z1 = 0.17 (0.11) 1.51 Error Covariance for Z3 and Y4 = 0.16 (0.10) 1.63 Error Covariance for Z3 and Z1 = 0.0051 (0.12) 0.044 Kepuasan = 0.78*BudayaOr, Errorvar.= 0.40, R² = 0.60 (0.034) 22.97 Kinerja = 0.60*Kepuasan + 0.40*BudayaOr, Errorvar.= 0.26, R² = 0.74 (0.097) (0.058) 6.16 6.96 Error Covariance for Kinerja and Kepuasan = -0.13
88
Lanjutan Lampiran 4 (0.026) -4.98 Correlation Matrix of Independent Variables BudayaOr -------1.00
Covariance Matrix of Latent Variables Kepuasan Kinerja BudayaOr -------- -------- -------Kepuasan 1.00 Kinerja 0.78 1.00 BudayaOr 0.78 0.87 1.00
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 95 Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 103.74 (P = 0.25) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 8.74 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 37.64) Minimum Fit Function Value = 0.47 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.088 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.38) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.030 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.063) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.81 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 1.88 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (1.79 ; 2.17) ECVI for Saturated Model = 2.75 ECVI for Independence Model = 29.58 Chi-Square for Independence Model with 120 Degrees of Freedom = 2895.98 Independence AIC = 2927.98 Model AIC = 185.74 Saturated AIC = 272.00 Independence CAIC = 2985.66 Model CAIC = 333.55 Saturated CAIC = 762.30
89
Lanjutan Lampiran 4 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.059 Standardized RMR = 0.059 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.99 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.98 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.69 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.02 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.78 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.02 Relative Fit Index (RFI) = 0.98 Critical N (CN) = 275.65
The Modification Indices Suggest to Add an Error Covariance Between and Decrease in Chi-Square New Estimate Z3 Z2 11.3 1.26 X7 Y2 42.9 4.47
The Problem used 41512 Bytes (= 0.1% of Available Workspace) Time used: 0.203 Seconds
90
Lanjutan Lampiran 4 Standardized Coefficient (Loading factor)
T-Hitung