ANALISIS PENGARUH TINGKAT BUNGA, PENDAPATAN, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN SIKAP NASABAH AKAN CITRA PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENGAMBILAN KREDIT DI PERUM PEGADAIAN CABANG MATESIH
SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat guna Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh RISMA PUDJI NOVIANTI NIM. F 0106069
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
1
2
3
HALAMAN MOTTO
Ø Masalah adalah rahmat yang tidak kita sukai …. Dengan masalah, kita didorong untuk belajar, untuk berbuat, dan untuk mengerti sehingga semakin dewasa dan semakin bersyukurlah kita akan segala rencana Tuhan yang besar dan selalu indah pada waktunya…
Ø You can not build a better life on a weak soul… (Mario Teguh)
Ø Nama baik lebih berharga daripada kekayaan besar, dikasihi orang lebih baik daripada perak dan emas… (Amsal 22 Ayat 1)
4
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk : 1. Ayahku S. Pudji Sedjati (†) dan Ibuku Y. Sri Lestari tercinta. 2. Kakakku, Rian Pudji Darmawati & Cahya Setiawan. 3. Chrisyanto Eko Nugroho 4. Alamater.
5
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME, karena atas bimbingan dan petunjuk-Nya penulis selalu diberikan kekuatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Bunga, Pendapatan, Tingkat Pendidikan, Dan Sikap Nasabah Akan Citra Perum Pegadaian Terhadap Pengambilan Kredit Di Perum Pegadaian Cabang Matesih”. Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, petunjuk, dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta ; 2. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta ; 3. Ibu Dwi Prasetyani, SE., M.Si, selaku pembimbing skripsi yang selalu memberi petunjuk dan mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini ; 4. Bapak Joko Setyo Nugroho, SE., selaku Pemimpin Cabang Perum Pegadaian Cabang Matesih yang memberikan ijin melakukan survei dan memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
6
5. Segenap Dosen dan seluruh Staf Kantor TU Program Strata Satu Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah membantu proses pelaksanaan Pendidikan dan Penelitian ; 6. Bapak S. Pudji Sedjati dan Ibu Y. Sri Lestari, selaku orangtua penulis yang telah mendukung dan mendoakan penulis setiap saat ; 7. Rian Pudji Darmawati, Cahya Setiawan, dan Chrisyanto Eko Nugroho yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis ; 8. Yuniati Dina A., Dwi Utami Z., Elia Diah E., Vaulla Remaco S., Danny Sutardji., Monica Petra K., Nurul Hastria, dan teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2006 yang memberikan motivasi kepada penulis. 9. Teman-teman KMK FE UNS 2006, HMJ EP Kepengurusan 2006/2007 dan 2007/2008 untuk pengalaman berorganisasi bagi penulis. Penulis menyadari tak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran terhadap segala kekurangan yang ada sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini turut memberikan sumbangan manfaat betapapun kecilnya bagi semua pihak yang membutuhkan. Surakarta, Juni 2010 Penulis
Risma Pudji Novianti F 0106069
7
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………….i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………..ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii HALAMAN MOTTO…………………………………………………………….iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………...v KATA PENGANTAR……………………………………………………………vi DAFTAR ISI…………………………………………………………………….viii DAFTAR TABEL………………………………………………………………...xi DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….xii ABSTRAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………………………….1 B. Perumusan Masalah………………………………………………………..7 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………..8 D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………8
8
BAB II TELAAH PUSTAKA A. Teori Permintaan…………………………………………………………10 B. Teori Penawaran………………………………………………………….15 C. Teori Kredit………………………………………………………………19 D. Teori Sikap Konsumen…………………………………………………...27 E. Penelitian Terdahulu……………………………………………………..30 F. Kerangka Pemikiran……………………………………………………...33 G. Hipotesis………………………………………………………………….34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian………………………………………………..35 B. Populasi, Sampel, Dan Teknik Pengambilan Sampel…………………....35 C. Sumber Data Dan Metode Pengumpulan Data…………………………..35 D. Definisi Operasional Variabel Dan Pengukuran………………………...36 E. Metode Analisis Data…………………………………………………….38 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Profil Umum Perum Pegadaian…………………………………………..46 B. Struktur Organisasi Perum Pegadaian……………………………………52 C. Profil Perum Pegadaian Cabang Matesih………………………………...60 D. Deskripsi Data Responden……………………………………………….63 E. Analisis Data……………………………………………………………..67 F. Interpretasi Ekonomi……………………………………………………..74
9
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan……………………………………………………………….80 B. Saran……………………………………………………………………...81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
10
DAFTAR TABEL
Tabel I.1. Perkembangan Jumlah Uang Pinjaman Perum Pegadaian Cabang Matesih …………………………………………………………...6 Tabel IV.1. Klasifikasi Kelas Perum Pegadaian ………………………………...53 Tabel IV.2. Perkembangan Jumlah Uang Pinjaman Perum Pegadaian Cabang Matesih ………………………………………………………….61 Tabel IV.3. Perkembangan Jumlah Barang Jaminan Perum Pegadaian Cabang Matesih ………………………………………………………….62 Tabel IV.4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …………………63 Tabel IV.5. Distribusi Responden Berdasarkan Umur …………………………..64 Tabel IV.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan ………………..65 Tabel IV.7. Distribusi Responden Berdasarkan Uang Pinjaman ………………..66 Tabel IV.8. Distribusi Sikap Nasabah Berdasarkan Uang Pinjaman..…………...67 Tabel IV.9. Hasil Uji t………………... …………………………………………70 Tabel IV.10. Hasil Uji Multikolinearitas... ……………………………………...73 Tabel IV.11. Hasil Uji Heteroskedastisitas………………………………………74
11
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Kurva Permintaan …………………………………………………11 Gambar II.2. Kurva Penawaran …………………………………………………16 Gambar II.3. Skema Kerangka Pemikiran ………………………………………33 Gambar IV.1. Struktur Organisasi Perum Pegadaian Cabang Matesih …………54
12
ABSTRAK
RISMA PUDJI NOVIANTI F 0106069
ANALISIS PENGARUH TINGKAT BUNGA, PENDAPATAN, TNGKAT PENDIDIKAN, DAN SIKAP NASABAH AKAN CITRA PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENGAMBILAN KREDIT DI PERUM PEGADAIAN MATESIH
Penelitian ini bertujuan yaitu, untuk mengetahui pengaruh tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian terhadap pengambilan kredit di Perum Pegadaian Cabang Matesih baik secara individu maupun bersama-sama. Kedua, untuk mengetahui variabel yang paling dominan mempengaruhi pengambilan kredit di Perum Pegadaian Cabang Matesih. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 106 responden yang diambil secara accidental random sampling sederhana. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis regresi berganda untuk melihat pengaruh tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian terhadap pengambilan kredit di Perum Pegadaian Cabang Matesih baik secara individu maupun bersama-sama. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS 16.0 dan tingkat signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara individu tingkat bunga, pendapatan, dan sikap nasabah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pengambilan kredit, sementara tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan. Uji F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah bersama-sama mempengaruhi pengambilan kredit di Perum Pegadaian Cabang Matesih. Dari hasil yang diperoleh, beberapa saran penting yang perlu disampaikan antara lain : pertama, Perum Pegadaian perlu mempertahankan tingkat bunga kredit produk gadai yang menurut nasabah cukup ringan karena hal inilah yang menjadi keunggulan Perum Pegadaian. Kedua, untuk mengurangi sikap canggung nasabah untuk mengambil kredit, Perum Pegadaian harus berusaha untuk melakukan pendekatan dan pencitraan yang lebih baik akan Perum Pegadaian melalui sosialisasi kepada masyarakat tentang produk-produk Perum Pegadaian yang tidak hanya kredit gadai saja, tetapi juga produk pengembangan usaha bagi nasabahnya.
Kata kunci : Perum Pegadaian, Kredit Cepat Aman, analisis regresi berganda 13
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Berkembangnya dunia usaha yang semakin pesat dan kegiatan perekonomian yang secara otomatis terdapat di dalamnya akan membuat semakin diperlukannya sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan ekonomi atau kegiatan usaha. Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan dunia usaha memiliki kaitan yang cukup erat dengan perkreditan. Ditinjau dari sudut lembaga penyedia dana yang memberikan fasilitas kredit, kredit memiliki kedudukan istimewa terutama di negara-negara berkembang. Pada negara-negara berkembang umumnya memerlukan dana yang cukup besar untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan dunia usaha sehingga dalam kondisi yang demikian sektor perkreditan memegang peran penting untuk menunjang keberhasilan pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang tersebut (Nugroho, 2009 : 1). Semakin maraknya jasa pelayanan kredit yang ditawarkan berbagai lembaga keuangan pada akhirnya akan menimbulkan iklim persaingan di antara para pelaku usaha di bidang perkreditan. Berbagai lembaga keuangan menjelma dalam berbagai bentuk seperti bank perkreditan rakyat, bank umum, maupun lembaga keuangan perkreditan koperasi dan lembaga perkreditan ilegal. Lembaga-
14
lembaga perkreditan ini berupaya untuk dapat menarik minat masyarakat yang memerlukan maupun membutuhkan dana agar bersedia menjadi nasabah kredit pada lembaga keuangan tersebut. Berbagai langkah dan kebijaksanaan tentunya ditetapkan oleh pihak lembaga keuangan agar mampu bertahan dan dapat menarik sebanyak mungkin nasabah yang akan menguntungkan dan dapat dipercaya. Bagi suatu lembaga keuangan, nasabah merupakan aset dan mitra penting yang dapat menjamin kelangsungan usaha mereka. Dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi di berbagai bidang kehidupan, kebutuhan hidup manusia juga semakin banyak dan kompleks. Manusia akan berusaha memenuhi segala kebutuhannya dengan mengutamakan prioritas-prioritas kebutuhan mana saja yang harus didahulukan. Kebutuhan inilah yang nantinya akan mendorong peningkatan permintaan cash money. Kebutuhan akan uang tunai terkadang menjadi kebutuhan yang mendesak pada waktu-waktu tertentu. Namun demikian, kebutuhan-kebutuhan tersebut seringkali tidak diimbangi dengan kesediaan uang tunai yang dimiliki (Budisantoso, 2006 : 211). Misalnya ketika tahun ajaran baru, para orangtua memerlukan dana besar untuk menyekolahkan anak, atau pada saat Hari Raya Idul Fitri tiba, kenaikan harga bahan pokok menuntut masyarakat memiliki kecukupan uang untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kemajuan cara berpikir masyarakat mengubah paradigma mereka dalam mengambil keputusan meminjam uang. Keberadaan rentenir menjadi solusi seketika yang menggiurkan pada awalnya. Ketersediaan dana yang cepat membuat masyarakat melirik solusi ini. Namun bila dilihat lebih jauh, bunga yang 15
ditanggungkan
kepada
debitur
sangat
tinggi
sehingga
mereka
harus
mengembalikan pinjaman beberapa kali lipat dari jumlah awal pinjaman. Hal ini membuat masyarakat mulai mencari lembaga keungan yang dengan mudah dan cepat
mampu
memenuhi
kebutuhan
likuiditas
mereka.
Dalam
proses
pembangunan ekonomi di berbagai sektor, sektor jasa juga mengambil peran di dalamnya. Perkembangan sektor jasa ditandai dengan semakin menggeliatnya lembaga-lembaga keuangan dengan spesialisasi yang berbeda-beda. Alasan ini menjadikan masyarakat memiliki persepsi yang berbeda-beda pula tentang lembaga keuangan mana yang sesuai dengan harapan mereka. Setiap lembaga keuangan memiliki cara-cara tersendiri sebagai prosedur mereka untuk memberikan fasilitas pinjaman uang bagi masyarakat. Namun dalam kondisi mendesak dan mendadak, Perum Pegadaian menjadi jalan keluar terbaik dalam memenuhi kebutuhan akan uang tersebut. Disinilah Perum Pegadaian akan tetap menjadi solusi penyelesaian masalah tanpa masalah. Untuk mendapatkan pinjaman uang dengan cepat, Perum Pegadaian masih banyak diminati masyarakat. Prosedur perkreditan di Perum Pegadaian boleh dikatakan cukup mudah, tidak berbelit-belit, dan cepat. Melalui produk gadai yang ditawarkan Perum Pegadaian, nasabah hanya perlu memberikan agunan berupa barang berharga, terutama emas. Kelebihan dari sistem kredit gadai ini adalah barang agunan masih terjaga dan masih bisa ditebus kembali ketika nasabah melunasi kredit, sehingga barang masih bisa menjadi milik nasabah tanpa harus dijual.
16
Nasabah Perum Pegadaian berasal dari berbagai jenis pekerjaan dan konsistensi Perum Pegadaian dalam mengurusi “wong cilik” masih tetap terjaga. Beragam pelayanan diwujudkan agar Perum Pegadaian mampu menyentuh berbagai kalangan. Keberadaan Perum Pegadaian sebagai salah satu lembaga penyedia dana, selain didukung oleh luasnya kegiatan usaha, juga didukung dengan semakin banyaknya kantor cabang Perum Pegadaian di berbagai wilayah. Saat ini, Perum Pegadaian melebarkan sayap ke pasar-pasar, baik pasar tradisional maupun modern. Hal ini dilakukan karena Perum Pegadaian beranggapan bahwa pasar merupakan pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Dan sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, Perum Pegadaian melakukan pendekatan ini agar mampu menjadi bagian dari masyarakat juga. Perum Pegadaian sebagai salah satu BUMN, turut berpartisipasi membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraaan masyarakat kecil / menengah melalui jasa layanan kreditnya dengan jaminan gadai & fidusia. Peran Perum Pegadaian selama ini telah dikenal sebagai mitranya wong cilik (rakyat kecil) dengan motto layanan "Mengatasi Masalah Tanpa Masalah" . Kesederhanaan prosedur dan persyaratan dalam perolehan sumber dana menjadikan masyarakat lebih tertarik berhubungan dengan Perum Pegadaian. Keberadaan Perum Pegadaian tidak disanksikan lagi karena sudah berpengalaman 109
tahun
dalam
melayani
penyaluran
kredit
untuk
memberdayakan
perekonomian masyarakat kecil terutama disektor informal baik yang produktif maupun untuk konsumtif, dengan berbagai permasalahannya.
17
Perum Pegadaian sebagai BUMN berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) mempunyai kedudukan strategis dalam membangun perekonomian masyarakat kecil / menengah, yaitu membantu Pemerintah meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil / menengah melalui jasa penyaluran kredit atas dasar hukum gadai dan usaha lain yang menguntungkan (pasal 7 P.P.103/2000) hal ini sebagai pelaksanaan dari ketentuan pasal 36 UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN bahwa maksud dan tujuan PERUM adalah "Menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan jasa barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat" (www.legalitas.org). Perum Pegadaian terus meningkatkan kredibilitasnya sebagai salah satu perusahaan BUMN di Indonesia. Melihat hal ini maka di tahun 2009 Pegadaian berusaha menghilangkan image gadai yang terkadang kurang mengenakkan ketika didengar. Slogan baru Pegadaian ialah “Kerabat Menggapai Cita”. Dengan slogan baru ini diharapkan masyarakat tidak lagi merasa malu ataupun terpaksa mendatangi Perum Pegadaian. Selain itu, membuka outlet di berbagai tempat juga merupakan salah satu terobosan Perum Pegadaian untuk menjadi kerabat masyarakat. Adapun Perum Pegadaian yang tersebar di berbagai wilayah ini diharapkan dapat membantu masyarakat golongan menengah ke bawah dalam mencukupi kebutuhan likuiditas mereka (Business Review Edisi 12, 2009 : 62). Uraian di atas jelas memperlihatkan bahwa Perum Pegadaian memiliki tujuan mulia terhadap masyarakat. Secara umum, tujuan ideal dari Perum Pegadaian adalah penyedia dana dengan prosedur yang sederhana kepada
18
masyarakat luas terutama kalangan menengah ke bawah untuk berbagai tujuan, seperti konsumsi, produksi, dan lainnya (Budisantoso, 2006 : 113). Mereka berusaha mengubah citra untuk menarik minat masyarakat dalam melakukan kredit berupa gadai. Perum Pegadaian berusaha untuk membantu masyarakat dalam mengatasi masalah likuiditas mereka. Perum Pegadaian ingin menunjukkan eksistensi mereka dalam masyarakat agar masyarakat tidak terjebak pada solusi yang diberikan rentenir. Eksistensi ini diwujudkan melalui perkembangan jumlah uang pinjaman (kredit) yang disalurkan oleh Perum Pegadaian Cabang Matesih selama tahun 2005 – 2009 berikut ini. Tabel I.1 Perkembangan Jumlah Uang Pinjaman Perum Pegadaian Cabang Matesih
Tahun
Uang Pinjaman (Rp)
Kenaikan (%)
2005
3.656.312.500
-
2006
4.743.056.500
29,7
2007
5.729.967.000
20,8
2008
7.985.570.500
27,1
2009
9.579.772.000
28,7
Sumber : Perum Pegadaian Cabang Matesih
Tabel I.1 menunjukkan adanya kenaikan jumlah uang pinjaman dari tahun ke tahun. Semakin meningkatnya jumlah uang pinjaman per tahunnya menunjukkan bahwa Perum Pegadaian Cabang Matesih masih sangat diandalkan oleh masyarakat daerah Matesih. Kenaikan jumlah uang pinjaman inipun juga dipengaruhi oleh besarnya tingkat bunga yang ditetapkan dan bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat daerah ini.
19
Sebagai bagian dari masyarakat, Perum Pegadaian perlu mengetahui keadaan sesungguhnya di lapangan tentang sikap nasabah Perum Pegadaian akan citra negatif yang masih melekat hingga saat ini. Hal ini menjadi penting karena tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat masih ada yang merasa canggung atau malu untuk mengambil kredit di Perum Pegadaian. Sehingga ditetapkanlah penelitian ini dengan judul “ANALISIS PENGARUH TINGKAT BUNGA, PENDAPATAN, TINGKAT PENDIDIKAN, DAN SIKAP NASABAH AKAN CITRA PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENGAMBILAN KREDIT DI PERUM PEGADAIAN MATESIH”.
B. PERUMUSAN MASALAH Dari hal-hal yang telah dijelaskan dalam latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian berpengaruh terhadap pengambilan kredit nasabah di Perum Pegadaian Cabang Matesih secara individu maupun bersama-sama? 2. Di antara variabel-variabel tersebut, manakah yang memiliki pengaruh paling dominan terhadap pengambilan kredit nasabah di Perum Pegadaian Cabang Matesih?
20
C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini berupaya untuk menjawab perumusan masalah yang telah dipaparkan. Adapun tujuan penelitian ini antara lain : 1. Untuk
mengetahui
pengaruh
tingkat
bunga,
pendapatan,
tingkat
pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian berpengaruh terhadap pengambilan kredit nasabah di Perum Pegadaian Cabang Matesih secara individu maupun bersama-sama 2. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan mempengaruhi pengambilan kredit nasabah di Perum Pegadaian Cabang Matesih.
D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang terkait dalam permasalahan di atas, yaitu : 1. Bagi Perum Pegadaian Matesih pada khususnya, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan sekaligus pertimbangan dalam memutuskan hal-hal yang mendukung eksistensi peran Perum Pegadaian bagi masyarakat. Selain itu, dengan mengetahui sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian, Perum Pegadaian bisa melakukan perbaikan-perbaikan internal yang mungkin diperlukan sebagai salah satu upaya untuk menciptakan citra yang lebih baik dan positif.
21
2. Bagi Penulis, penelitian ini dapat digunakan untuk mengaplikasikan teori yang telah diperoleh selama masa studi dan sebagai upaya untuk bisa memberikan suatu karya yang bermanfaat bagi pihak lain. Sekaligus juga untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan (S1) Ekonomi, Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran dan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. Dalam penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan pengetahuan lebih tentang Pegadaian yang selama ini masih dipandang sebelah mata bila dibandingkan dengan lembaga keuangan lain.
22
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. TEORI PERMINTAAN 1. Definisi Permintaan Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan diantara jumlah permintaan dan harga. Berdasarkan ciri hubungan di antara permintaan dan harga dapat dibuat grafik kurva permintaan (Sukirno, 1996 : 76). Menurut Faried Wijaya (1989 : 93), permintaan konsumen akan suatu barang atau jasa adalah berbagai jumlah dari suatu barang tertentu yang hendak dibeli oleh konsumen pada berbagai kemungkinan harga, dengan anggapan halhal lain tetap sama (ceteris paribus). Jadi, permintaan menggambarkan hubungan fungsional antara harga dengan jumlah barang atau jasa yang diminta.
2. Kurva Permintaan Kurva permintaan menggambarkan hubungan terbalik antara harga dengan kuantitas barang yang diminta. Kurva ini seperti diketahui berbentuk menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Ini merupakan ciri kurva permintaan yang berarti bahwa pada harga lebih tinggi maka jumlah yang diminta akan berkurang.
23
Hubungan terbalik antara harga dan jumlah yang diminta disebut sebagai hukum permintaan ditunjukkan melalui gambar II.1 berikut. Harga
P1 P2
Q1
Q2
Jumlah Barang
Gambar II.1 Kurva Permintaan
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Dalam hukum permintaan hanya menekankan perhatiannya pada pengaruh harga barang terhadap jumlah barang yang diminta. Permintaan suatu barang atau komoditas terutama dipengaruhi oleh harga barang atau komoditas itu sendiri dengan asumsi faktor-faktor yang lain tidak mengalami perubahan (ceteris paribus). Perubahan permintaan suatu komoditas dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Sugiarto dkk, 2002 :37-49) :
24
a. Harga komoditas itu sendiri Dalam teori ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu komoditas terutama dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri dengan asumsi faktor-faktor yang lain tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian bukan berarti kita mengabaikan faktor-faktor yang lain. Dalam hukum permintaan dihipotesiskan semakin rendah harga suatu komoditas maka semakin banyak jumlah komoditas yang diminta, begitu pula sebaliknya. b. Harga komoditas lain yang berkaitan Pada dasarnya barang dibedakan menjadi barang pengganti (substitusi), barang pelengkap (komplementer), dan barang netral. Dua barang dapat dikatakan saling mengganti apabila naiknya harga satu komoditas akan mengakibatkan naiknya permintaan komoditas lainnya. Kemudian barang pelengkap adalah suatu komoditas yang selalu digunakan secara bersamasama dengan komoditas lainnya. Jika harga salah satu barang naik akan mengakibatkan penurunan permintaan barang lainnya. Sedangkan barang netral adalah barang yang sama sekali tidak mempunyai hubungan dengan komoditas lainnya sehingga perubahan harga salah satu barang tidak akan mempengaruhi permintaan barang lain. c. Pendapatan konsumen Pendapatan konsumen merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pola permintaan atas berbagai jenis barang. Berdasarkan
25
sifatnya, ada empat golongan barang yang apabila pendapatan berubah akan mengubah besarnya permintaan, yaitu : 1) Barang inferior, yaitu barang yang banyak diminati oleh masyarakat yang berpendapatan rendah. Jika pendapatan seseorang rendah maka permintaan barang inferior tinggi. Sebaliknya jika pendapatan seseorang
bertambah
maka
permintaan
akan
barang
inferior
mengalami penurunan karena konsumen akan membeli barang yang kualitasnya jauh lebih baik. 2) Barang esensial, yaitu barang yang sangat penting artinya dalam kehidupan sehari-hari. Barang esensial pada umumnya terdiri dari barang kebutuhan pokok masyarakat. Secara umum permintaan akan barang ini tidak akan banyak berubah dalam hubungannya dengan perubahan pendapatan maupun harga. 3) Barang normal, yaitu barang yang mengalami kenaikan permintaan seiring dengan naiknya pendapatan seseorang. Sebaliknya, jumlah permintaan berkurang bila pendapatan konsumen berkurang. Dengan bertambahnya pendapatan konsumen, kemampuan dalam membeli barang akan meningkat dan disamping itu juga memungkinkan konsumen untuk beralih mengonsumsi barang-barang yang lebih baik mutunya. 4) Barang mewah, yaitu jenis barang yang dibeli orang apabila pendapatan mereka sudah relatif tinggi.
26
d. Selera Selera atau cita rasa masyarakat juga mempengaruhi permintaan. Jika selera konsumen terhadap suatu komoditas meningkat maka permintaan komoditas tersebut akan meningkat. Demikian pula bila selera konsumen berkurang maka permintaan komoditas tersebut akan menurun. e. Jumlah penduduk Pertambahan jumlah penduduk biasanya diikuti dengan perkembangan akan permintaan suatu komoditas karena dalam kondisi tersebut akan lebih banyak orang yang membutuhkan komoditas tersebut. f. Corak distribusi pendapatan dalam masyarakat Perubahan distribusi pendapatan dalam masyarakat dapat mempengaruhi corak permintaan terhadap berbagai jenis komoditas. Bila konsentrasi pendapatan berada di kalangan atas, maka permintaan akan komoditas barang mewah maupun sekunder akan meningkat. Sebaliknya jika konsentrasi pendapatan bergeser pada kelas bawah, maka permintaan komoditas yang dibutuhkan masyarakat kelas bawah akan meningkat dan permintaan akan barang mewah mengalami penurunan. g. Ramalan mengenai keadaan di masa mendatang Menurut Faried Wijaya dalam Tina Dyah Susanti (2007), permintaan akan suatu komoditas dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang diramalkan mengenai keadaan di masa mendatang. Bila prospek suatu 27
komoditas di masa mendatang baik, maka permintaan komoditas tersebut akan meningkat. Dan jika terjadi sebaliknya maka permintaan akan komoditas tersebut akan turun.
B. TEORI PENAWARAN 1. Definisi Penawaran Penawaran adalah berbagai jumlah suatu barang yang hendak diproduksi dan ditawarkan di pasar pada setiap tingkat harga dan periode tertentu (Wijaya, 1989 : 105). 2. Hukum penawaran Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang atau jasa dan jumlah yang dijual. Dalam hukum ini dinyatakan bagaimana keinginan para produsen untuk menawarkan barangnya pada berbagai tingkat harga. Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang maka semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan. Sebaliknya, semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. 3. Kurva Penawaran Kurva penawaran adalah suatu garis yang memperlihatkan hubungan antara harga dari suatu produk (barang atau jasa) dan jumlah yang disediakan
28
pada waktu tertentu. Kurva penawaran digambarkan naik dari kiri bawah ke kanan atas, sebagaimana disajikan pada gambar II.2 di bawah ini. Harga
P2 P1
Q1
Q2
Jumlah Barang
Gambar II.2 Kurva Penawaran
Gambar di atas memperlihatkan kurva penawaran untuk pasar secara keseluruhan. Kurva memiliki kemiringan yang bergerak dari kiri atas ke kanan bawah, karena pada saat harga suatu produk (barang atau jasa) naik, maka produsen akan melihat hal itu lebih menguntungkan perusahaan untuk berproduksi, menggunakan fasilitas-fasilitas yang ada, serta karena setiap peningkatan dalam biaya-biaya marginal (marginal cost) jangka pendek yang diiringi dengan meningkatnya output akan ditutupi oleh harga yang lebih tinggi yang diperoleh.
29
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran Produsen akan mempertimbangkan beberapa faktor penting dalam melakukan penawaran terhadap barang atau jasa yang diproduksi. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Harga barang itu sendiri Jika diantara harga barang dan jumlah barang yang ditawarkan semakin tinggi harganya, maka semakin banyak jumlah yang ditawarkan, begitu pula sebaliknya, dengan asumsi faktor lain dianggap ceteris paribus. Jadi, hubungan antara harga dengan jumlah barang yang ditawarkan adalah positif. b. Harga barang lain Suatu produk yang saling berkompetisi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan saling mempengaruhi satu sama lain. Produk seperti ini menimbulkan pengaruh penting pada penawaran suatu produk (barang atau jasa). c. Biaya untuk memperoleh faktor produksi Pembayaran kepada faktor produksi merupakan pengeluaran yang sangat penting dalam proses produksi berbagai perusahaan. Pengeluaran tersebut mempunyai peranan yang sangat besar dalam menentukan biaya produksi. Tanpa adanya kenaikan produktivitas dan efisiensi, kenaikan harga faktor produksi akan menaikkan biaya produksi. Di beberapa perusahaan, kenaikan pengeluaran untuk memperoleh faktor-faktor produksi akan menyebabkan biaya produksi melebihi hasil penjualannya dan mereka 30
akan mengalami kerugian. Hal ini memungkinkan terjadinya penurunan jumlah penawaran produk tersebut. d. Tujuan perusahaan Dalam
teori
ekonomi
memaksimumkan
selalu
keuntungan.
dimisalkan Namun
dalam
perusahaan prakteknya
berusaha banyak
perusahaan yang bertujuan lain. Ada perusahaan yang tidak mau menanggung resiko dan untuk itu mereka melakukan kegiatan yang lebih aman walaupun keuntungan yang mereka dapatkan akan lebih kecil. Ada pula perusahaan seperti perusahaan yang dimiliki pemerintah, lebih menekankan pencapaian produksi yang maksimal daripada keuntungan yang maksimal. Tujuan yang berbeda-beda ini menimbulkan efek yang berbeda
terhadap
penentuan
tingkat
produksi. Dengan
demikian
penawaran sesuatu barang akan berbeda sifatnya sekiranya terjadi perubahan dalam tujuan yang ingin dicapai perusahaan. e. Tingkat teknologi Tingkat teknologi memegang peranan penting dalam menentukan banyaknya jumlah barang yang dapat ditawarkan. Kenaikan produksi dan perkembangan ekonomi yang pesat di berbagai negara terutama disebabkan oleh penggunaan teknologi yang semakin modern. Kemajuan teknologi telah dapat mengurangi biaya produksi, mempertinggi produktivitas, mempertinggi mutu barang dan menciptakan barang-barang yang baru. Dalam hubungannya dengan penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua efek berikut : (i) produksi dapat
31
ditambah dengan lebih cepat, dan (ii) biaya produksi semakin murah, dengan demikian penawaran akan semakin meningkat dan berdampak pada kenaikan keuntungan.
C. TEORI KREDIT 1. Pengertian dan Fungsi Kredit Pengertian kredit mempunyai dimensi yang beragam. Mulai dari arti kata kredit yang berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti “kepercayaan” atau dalam bahasa Latin ”Creditum” yang berarti kepercayaan akan kebenaran (Muljono, 1990 : 10). Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga (UU No.10 Tahun 1998 Tentang Perbankan). Secara garis besar fungsi kredit dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan adalah sebagai berikut (Martono, 2002 : 52) : a. Meningkatkan daya guna (utility) dari uang b. Meningkatkan daya guna (utility) dari barang c. Meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang d. Sebagai salah satu alat stabilisasi ekonomi
32
e. Meningkatkan kegairahan berusaha masyarakat f. Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional g. Sebagai alat hubungan ekonomi internasional 2. Unsur-unsur Kredit Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut : a. Kepercayaan Kepercayaan merupakan suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang atau jasa akan benar-benar diterima kembali di masa tertentu di masa datang. b. Kesepakatan Kesepakatan dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. c. Jangka waktu Setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu yang mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. d. Resiko Faktor resiko dapat disebabkan oleh faktor kerugian yang diakibatkan adanya unsur kesengajaan nasabah untuk tidak membayar kreditnya, misalnya akibat terjadi musibah bencana alam.
33
3. Jenis Kredit Berdasarkan berbagai keperluan usaha serta berbagai unsur ekonomi yang mempengaruhi bidang usaha para nasabah, maka jenis kredit menjadi beragam, yaitu antara lain berdasarkan sifat penggunaan, keperluan, jangka waktu, dan jaminan atas kredit yang diberikan lembaga kredit. a. Jenis Kredit Menurut Sifat Penggunaan Jenis kredit berdasarkan sifat penggunaannya terdiri atas : 1) Kredit Konsumtif Kredit ini dipergunakan oleh peminjam untuk keperluan konsumsi, artinya uang kredit akan habis dipergunakan atau semua akan terpakai untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi kredit ini tidak bernilai bila kita tinjau dari segi utility uang, akan tetapi hanya membantu seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya kredit untuk membeli rumah, barangbarang keperluan rumah tangga dan lain-lainnya. 2) Kredit Produktif Kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas. Melalui kredit produktif inilah suatu utility uang dan barang dapat dilihat dengan nyata. Peranan kredit produktif digunakan untuk peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, perdagangan maupun investasi. b. Jenis Kredit Menurut Keperluannya Jenis kredit berdasarkan keperluannya adalah sebagai berikut :
34
1) Kredit Produksi / Eksploitasi Kredit ini diperlukan perusahaan untuk meningkatkan produksi baik peningkatan kuantitatif (jumlah hasil produksi) maupun kualitatif (kualitas produksi). Disebut juga kredit eksploitasi karena bantuan modal kerja tersebut digunakan untuk menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan penolong, dan biaya-biaya produksi lainnya (upah, biaya pengepakan, biaya distribusi, dan sebagainya) 2) Kredit Perdagangan Kredit ini digunakan untuk keperluan-keperluan perdagangan pada umumnya, yang berarti peningkatan utility of place dari suatu barang. Pelaksanaan pemberian kredit perdagangan dalam negeri maupun luar negeri dapat dilakukan dengan Letter of Credit (L/C). Letter of Credit pada dasarnya adalah surat perintah dari pembeli (importir) kepada penjual (eksportir) untuk mengirimkan sejumlah barang yang tertera dalam L/C dengan jaminan uang akan dikirim bilamana syarat-syarat dalam L/C dapat dipenuhi oleh penjual (eksportir). 3) Kredit Investasi Kredit ini diberikan oleh bank maupun lembaga keuangan lain kepada para pengusaha untuk keperluan investasi. Pemanfaatannya bukanlah untuk keperluan penanaman modal kerja, akan tetapi untuk keperluan perbaikan ataupun tambahan barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat hubungannya dengan itu. Ciri dari kredit investasi antara lain
35
diperlukan untuk penanaman modal, mempunyai perencanaan yang terarah dan matang, dan waktu penyelesaian kredit berjangka menengah dan panjang. c. Jenis Kredit Menurut Jangka Waktu Menurut jangka waktunya, kredit dapat dibagi menjadi : 1) Kredit jangka pendek Kredit jangka pendek adalah kredit dengan jangka waktu selama-lamanya 1 tahun. 2) Kredit jangka menengah Kredit jangka menengah adalah kredit yang berjangka waktu antara 1 sampai 10 tahun. 3) Kredit jangka panjang Kredit jangka panjang adalah kredit yang memiliki jangka waktu lebih dari 10 tahun. d. Jenis Kredit Menurut Jaminannya Jenis kredit berdasarkan jaminannya adalah sebagai berikut : 1) Kredit tanpa jaminan (Unsecured Loans) Jaminan yang dimaksudkan disini adalah jaminan fisik. Di Indonesia jenis kredit ini belum lazim dan dilarang oleh Bank Indonesia. Tetapi di Eropa dan Amerika kredit ini justru yang lazim dipakai dan khususnya diperuntukkan pada perusahaan yang besar dan kuat.
36
2) Kredit dengan jaminan (Secured Loans) Jenis kredit ini adalah kredit yang penilaiannya lengkap dalam arti segala aspek penilaian turut dipertimbangkan termasuk jaminan. Jaminan kredit dapat berupa tanah, rumah, pabrik, dan atau mesin-mesin pabrik, perhiasan, dan barang-barang fisik lainnya. 4. Prinsip-prinsip Perkreditan Prinsip perkreditan disebut juga konsep 5C dan 7P. Pada dasarnya konsep 5C ini akan dapat memberikan informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya. Prinsip perkreditan 5C akan dijelaskan sebagai berikut : a. Character Pada prinsip ini diperhatikan dan diteliti tentang kebiasaan-kebiasaan, sifatsifat pribadi, cara hidup, keadaan keluarga, hobi, dan kehidupan sosial calon debitur. Prinsip ini merupakan ukuran tentang kemauan untuk membayar. b. Capacity Penilaian terhadap capacity debitur dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
debitur
mengembalikan
pokok
pinjaman
serta
bunga
pinjamannya. Penilaian kemampuan membayar tersebut dilihat dari kegiatan usaha dan kemampuannya melakukan pengelolaan atas usaha yang akan dibiayai dengan kredit.
37
c. Capital Penyelidikan terhadap prinsip capital atau permodalan debitur tidak hanya melihat besar kecilnya modal tersebut, tetapi juga bagaimana distribusi modal itu ditempatkan oleh debitur. Kecukupan modal, besarnya modal yang diperlukan, dan pengaturan modal dapat dilihat dari posisi neraca perusahaan calon debitur. d. Collateral Penilaian terhadap barang jaminan (collateral) yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit yang diperolehnya adalah untuk mengetahui sejauh mana nilai barang jaminan atau agunan dapat menutupi resiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban debitur. Fungsi jaminan disini adalah sebagai alat pengaman terhadap kemungkinan tidak mampunya debitur melunasi kredit yang diterimanya. e. Condition Pada prinsip kondisi (condition), dinilai kondisi ekonomi secara umum serta kondisi pada sektor usaha calon debitur. Maksudnya agar bank maupun lembaga keuangan dapat memperkecil resiko yang mungkin timbul oleh kondisi ekonomi, keadaan perdagangan dan persaingan di lingkungan sektor usaha calon debitur dapat diketahui sehingga bantuan yang akan diberikan benar-benar bermanfaat bagi perkembangan usahanya. Kondisi ekonomi ini termasuk pula peraturan-peraturan atau kebijaksanaan pemerintah yang memiliki dampak terhadap keadaan perekonomian yang pada gilirannya akan mempengaruhi kegiatan usaha nasabah atau debitur.
38
Sedangkan prinsip-prinsip 7P dalam kredit adalah sebagai berikut : a. Personality Para pemberi kredit mencari data tentang kepribadian calon debitur sebagai riwayat hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, pekerjaan, dan sebagainya), hobi, keadaan keluarga, pergaulan dalam masyarakat (social standing)dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kepribadian calon debitur. b. Purpose Lembaga pemberi kredit mencari data tentang tujuan atau keperluan penggunaan kredit. Apakah tujuan penggunaan kredit ini sesuai dengan line of business kredit dari lembaga yang bersangkutan. c. Prospect Prospect merupakan harapan masa depan dari bidang usaha atau kegiatan usaha calon debitur selama beberapa bulan atau tahun, perkembangan keadaan ekonomi / perdagangan, keadaan sektor usaha calon debitur, kekuatan keuangan perusahaan masa lalu dan perkiraan masa mendatang. d. Payment Payment merupakan prinsip untuk mengetahui bagaimana pembayaran kembali pinjaman yang diberikan. Hal ini dapat diperoleh dari perhitungan tentang prospect, kelancaran penjualan dan pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengembaliannya.
39
e. Party Party merupakan pengklasifikasian nasabah ke dalam klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas, serta karakternya. Dengan demikian nasabah akan digolongkan dan akan mendapat fasilitas kredit yang berbeda pula baik dari segi jumlah, bunga, dan persyaratan lainnya. f. Profitability Profitability
merupakan
kemampuan
nasabah
dalam
mencari
laba.
Profitability diukur dari waktu ke waktu apakah tetap sama atau semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang diperolehnya. g. Protection Tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang dikucurkan oleh lembaga pemberi kredit
melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat berupa
jaminan barang atau asuransi.
D. TEORI SIKAP KONSUMEN 1. Definisi Sikap Definisi awal sikap dikemukakan oleh Thurstone pada tahun 1993, dia melihat sikap sebagai salah satu konsep yang cukup sederhana yaitu jumlah pengaruh yang dimiliki seseorang atas atau menentang objek. Beberapa tahun kemudian Gordon Allport mengajukan definisi yang lebih luas (Setiadi, 2008 : 214) :
40
“Sikap adalah suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku.”
Definisi yang dikemukakan oleh Gordon Allport tersebut mengandung makna bahwa sikap adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu obyek baik disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten. Triandis dan ahli lainnya mengkombinasikan tiga jenis tanggapan (pikiran, perasaan, dan tindakan) ke dalam model tiga unsur dari sikap. Dalam skema ini sikap dipandang memiliki tiga komponen yang terkait yaitu kognisi (pengetahuan tentang objek), afeksi (evaluasi positif atau negatif terhadap suatu objek), dan conation (perilaku aktual terhadap suatu objek). 2. Fungsi-fungsi Sikap Daniel Kazt mengklasifikasikan empat fungsi sikap, antara lain (Setiadi, 2008 : 215) : a. Fungsi Utilitarian Merupakan fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah suatu produk memberikan kepuasan atau kekecewaan.
41
b. Fungsi Ekspresi Nilai Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas manfaat produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya. c. Fungsi Mempertahankan Ego Sikap
yang
dikembangkan
oleh
konsumen
cenderung
untuk
melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego. d. Fungsi Pengetahuan Sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Pengetahuan dapat membantu konsumen mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya. 3. Hubungan Citra Dengan Sikap Konsumen cenderung untuk membentuk citra terhadap merek, toko, dan perusahaan didasarkan pada inferensi atau kesimpulan mereka yang diperoleh dari stimuli pemasaran dan lingkungan. Citra adalah total persepsi terhadap suatu objek, yang dibentuk dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu. Citra yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah citra merek, dimana 42
merek dianalogikan sebagai salah satu produk dari Perum Pegadaian yaitu KCA (Kredit Cepat Aman) atau lebih dikenal sebagai produk gadai. Citra merek merepresentasikan keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Kottler dan Fox mendefinisikan citra sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan-kesan, dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian, oleh karena itu kegunaan utama dari iklan diantaranya adalah untuk membangun citra positif terhadap merek (Setiadi, 2008 : 180).
E. PENELITIAN TERDAHULU Tina Dyah Susanti (2007) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Sepeda Motor Melalui Lembaga Pembiayaan Konsumen di Surakarta” menggunakan metode analisis regresi linear berganda dan analisis Chi Square. Analisis menunjukkan bahwa variabel pendapatan dan tingkat suku bunga berpengaruh secara signifikan dengan probabilitas masingmasing 0,000 dan 0,0023 atau di bawah 5%. Untuk variabel jangka waktu pengembalian kredit dan tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit. Variabel independen yang paling dominan dalam penelitian ini adalah variabel tingkat suku bunga. Selanjutnya, dari analisis Chi
43
Square yang dilakukan, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara persepsi konsumen terhadap permintaan kredit sepeda motor melalui lembaga pembiayaan konsumen. Meisy Anggun (2009) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Kredit UMKM Di Indonesia Tahun 1992 – 2007” menggunakan metode Error Correction Model. Hasil regresi menunjukkan bahwa dana pihak ketiga dan Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kredit UMKM. Variabel tingkat bunga berpengaruh positif signifikan terhadap kredit UMKM. Sedangkan variabel dummy krisis berpengaruh negative signifikan terhadap kredit UMKM. Berdasarkan hasil regresi OLS yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel tingkat bunga adalah variabel yang paling berpengaruh terhadap penawaran kredit UMKM. Riana Iswari dan Retno Tanding (2003) melakukan penelitian berjudul “Analisis Pengaruh Citra Supermarket Terhadap Loyalitas Konsumen” dengan alat analisis model regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa konsumen supermarket mempertimbangkan keseluruhan dimensi citra supermarket yang diukur dengan dimensi harga, kualitas, lokasi, pelayanan, fasilitas, dan promosi untuk mewujudkan loyalitas mereka. Hasil t test menunjukkan bahwa dimensi lingkungan fisik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen yang diwujudkan dengan pembelian kembali ke supermarket tersebut. Suryahantara Hayuperwita (2007) dengan judul “Analisis hubungan persepsi masyarakat terhadap tingkat bunga, tingkat pelayanan, dan tingkat
44
penghasilan dengan pengambilan keputusan dalam meminjam uang di Perum Pegadaian Surakarta” menggunakan metode analisis Chi-Square. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan terbalik antara persepsi masyarakat terhadap tingkat bunga dengan pengambilan keputusan dalam meminjam uang di Perum Pegadaian, artinya bahwa pada tingkat bunga rendah jumlah responden yang menggambil keputusan untuk meminjam uang lebih tinggi, sementara ketika tingkat bunga tinggi jumlah responden yang berkeputusan meminjam uang lebih rendah. Hubungan antara persepsi masyarakat terhadap tingkat pelayanan dengan pengambilan keputusan dalam meminjam uang di Perum Pegadaian juga menunjukkan adanya keterkaitan. Tabulasi silang menunjukkan hubungan yang positif dan searah, artinya ketika tingkat pelayanan tinggi maka masyarakat lebih tertarik untuk meminjam uang, demikian pula sebaliknya, dengan pelayanan rendah, masyarakat kurang berminat untuk meminjam uang disana. Sedangkan hubungan antara persepsi masyarakat terhadap tingkat penghasilan dengan pengambilan keputusan dalam meminjam uang di Perum Pegadaian ternyata tidak menunjukkan adanya keterkaitan. Dengan taraf signifikansi 0,005 diperoleh ChiSquare hitung sebesar 1,854 < Chi-Square tabel 9,4877 sehingga H0 diterima atau tidak ada hubungan antara persepsi masyarakat terhadap tingkat penghasilan dengan pengambilan keputusan dalam meminjam uang di Perum Pegadaian. Hubungan yang tidak searah ini menunjukkan bahwa tingkat penghasilan tidak mempengaruhi nasabah untuk meminjam uang di Pegadaian.
45
F. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka penelitian adalah inti dari suatu penelitian yang menuju pada suatu tujuan, yaitu memecahkan masalah yang diteliti. Gambar II.3 di bawah ini menunjukkan kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini dilakukan.
Tingkat Bunga Tingkat Pendapatan Pengambilan Kredit Nasabah Tingkat Pendidikan
Sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian Gambar II.3 Skema Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian dengan variabel independen pengambilan kredit nasabah ini digunakan variabel dependen berupa tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian. Dari kerangka pemikiran tersebut, selanjutnya akan diketahui bagaimana pengaruh masingmasing variabel independen terhadap variabel dependen.
46
G. HIPOTESIS 1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian terhadap pengambilan kredit nasabah di Perum Pegadaian Cabang Matesih.
2. Variabel tingkat bunga diduga memiliki pengaruh yang paling dominan dalam mempengaruhi pengambilan kredit di Perum Pegadaian Cabang Matesih.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Perum Pegadaian Matesih. Penelitian
ini
merupakan bentuk penelitian survei. Dalam penelitian ini akan dikumpulkan data dengan meminta keterangan dari responden secara langsung. Pengambilan data ini dilakukan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner.
B. POPULASI, SAMPEL, DAN TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL Populasi penelitian ini adalah seluruh nasabah produk gadai pada bulan Desember tahun 2009. Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebesar 106 orang responden. Penelitian ini merupakan survei dimana informasi yang dibutuhkan diperoleh dari responden melalui kuesioner dan wawancara langsung. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel jenis accidental random sampling. Accidental random sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan ditemui peneliti dan dipandang cocok sebagai sumber data.
C. SUMBER DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA Dalam penelitian ini digunakan dua macam jenis data, yaitu : 1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan langsung dari sumber pertama (Suliyanto, 2005 : 131). Dari data ini diketahui besarnya 48
kredit nasabah, tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian. Data primer akan diperoleh melalui : a. Wawancara Yaitu teknik pengambilan data secara langsung melalui dialog dengan responden untuk menggali informasi dari responden. b. Kuesioner Teknik ini merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawaban. 2. Data Sekunder, yaitu data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya. Data yang akan digunakan adalah data yang diperoleh dari Perum Pegadaian Matesih yang mendukung penelitian, yaitu data perkembangan jumlah uang pinjaman dan barang jaminan produk Gadai dari tahun ke tahun dan besarnya bunga kredit yang ditetapkan.
D. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL DAN PENGUKURAN 1. Variabel Terikat Pengambilan kredit gadai adalah sejumlah uang yang dijadikan pinjaman dengan memberikan suatu barang sebagai agunannya. Dalam penelitian ini pengambilan kredit dapat diketahui dari besarnya jumlah kredit nasabah dalam Rupiah. 49
2. Variabel Bebas a.
Tingkat suku bunga Tingkat suku bunga adalah jumlah tertentu dari nilai pokok pinjaman yang harus dibayarkan peminjam kepada pemberi pinjaman atas sejumlah uang tertentu. Variabel ini diukur dengan satuan persen.
b.
Tingkat Pendapatan Pendapatan merupakan penghasilan yang diterima responden baik berupa gaji, laba usaha, atau pendapatan lainnya yang diukur dengan Rupiah. Jumlah pendapatan penting bagi pengambilan kredit karena pendapatan merupakan sumber dana utama untuk mengangsur kredit. Dan dari pihak kreditur, pendapatan debitur sangat penting untuk penilaian dalam pertimbangan pemberian kredit. Variabel ini diukur dalam satuan Rupiah.
c.
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah lamanya waktu studi yang pernah ditempuh nasabah. Variabel ini diukur dalam satuan tahun seperti yang dijelaskan di bawah ini : 0
: tidak pernah sekolah
1
: menempuh pendidikan hanya sampai kelas 1 SD
2
: menempuh pendidikan hanya sampai kelas 2 SD
50
3
: menempuh pendidikan hanya sampai kelas 3 SD dst.
d.
Sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian Sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian merupakan suatu tanggapan masyarakat terhadap citra negatif yang masih melekat pada Perum Pegadaian, apakah mereka masih bersikap canggung untuk melakukan pengambilan kredit di Perum Pegadaian. Variabel ini dibentuk menjadi variabel dummy dimana : Sikap = 0, jika nasabah sudah tidak bersikap canggung dalam melakukan pengambilan kredit di Perum Pegadaian, dan Sikap = 1, jika nasabah masih bersikap canggung dalam melakukan pengambilan kredit di Perum Pegadaian.
E. METODE ANALISIS DATA 1. Teknik Analisis Data a. Analisis deskriptif Analisis
deskriptif
bertujuan
untuk
memberikan
deskripsi
menganalisis subyek penelitian berdasarkan data dari variabel yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti.
51
b. Metode analisis data Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk menguji apakah variabel
independen
mempengaruhi
variabel
dependen
sebagaimana dikemukakan dalam hipotesis. Persamaan regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut : LKRDT=β0+ β1TKBUNGA+β2LPNDPTN+β3PNDIDIKAN+β4SIKAP+ei Dimana LKRDT
= Pengambilan kredit
TKBUNGA
= Tingkat bunga
LPNDPTN
= Pendapatan
PNDIDIKAN
= Tingkat pendidikan
SIKAP
= Sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian
ei
= variabel gangguan
β0
= Konstanta
β1 – β4 = Koefisien regresi masing-masing variabel independen
2. Pengujian Hipotesis a. Uji t statistik Uji t merupakan uji secara individual dari semua koefisien regresi untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :
52
1) Menentukan hipotesis H0 : β1 , β2, β3, β4 = 0
artinya variabel independen tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen Ha : β1 , β2, β3, β4 ≠ 0
artinya
variabel
independen
berpengaruh terhadap variabel dependen 2) Menentukan besarnya tingkat signifikansi (α) 3) t hitung Dirumuskan
Dimana β1
= koefisien regresi
Se
= tingkat kesalahan
4) Kriteria Pengujian a) Jika –ttabel < thitung < ttabel maka H0 diterima dan Ha ditolak, yang berarti bahwa signifikansi atau variabel independen yang diuji secara nyata tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Jika thitung < –ttabel atau thitung > ttabel maka Ha diterima dan H0 ditolak, yang berarti bahwa signifikansi atau variabel independen yang diuji secara nyata berpengaruh terhadap variabel dependen.
53
H0 ditolak
H0 diterima
-t(α/2; n-k)
H0 ditolak
t(α/2; n-k)
b. Uji F statistik Uji F merupakan uji secara bersama-sama dari semua koefisien regresi untuk mengetahui signifikan atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1) Hipotesis H0 : β1= β2= β3= β4= 0
artinya secara bersama-sama variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Ha : β1≠ β2≠ β3≠ β4 ≠ 0
artinya secara bersama-sama variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen 2) Digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05 dan derajat kebebasan (df) pembilang (k-1) dan penyebut (n-k) atau df = k-1; n-k 3) F hitung Dirumuskan
Dimana R2 = koefisien determinasi 54
n
= jumlah data atau sampel
k
= banyaknya variabel independen
4) Kriteria Pengujian a) Jika Fhitung > Ftabel maka H0 ditolak dan Ha diterima berarti signifikansi atau variabel independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen. b) Jika Fhitung < Ftabel maka Ha ditolak dan H0 diterima berarti signifikansi atau variabel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
H0 diterima
H0 ditolak
F(α; k-1; n-k)
c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa jauh variasi dari variabel independen dapat menerangkan dengan baik variasi dari variabel dependen. Jika R2 mendekati nol maka variabel independen tidak menerangkan dengan baik variabel dependennya. Jika R2 mendekati 1 maka variabel independen tersebut dapat menerangkan dengan baik variabel dependennya.
55
3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah penyimpangan yang menunjukkan adanya hubungan beberapa atau semua variabel dependen dalam model regresi. Adapun langkah untuk menguji ada atau tidaknya masalah multikolinearitas adalah dengan metode Klein sebagai berikut : 1) Semua variabel independen diregresi secara berpasangan 2) r2 hasil regresi dibandingkan dengan R2 awal 3) Kriteria Pengujian a) Jika R2 > r2 maka tidak terjadi masalah multikolinearitas b) Jika R2 < r2 maka terjadi masalah multikolinearitas
b. Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan untuk melihat apakah kesalahan pengganggu variabel mempunyai varian yang sama atau tidak. Pengujian terhadap ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain uji Park, uji Glejser, uji Spearman’s rank correlation, uji Goldfeld, uji BreuschPagan-Godfrey, uji White, uji Koenker-Basset, dan lainnya (Rahayu, 2007 : 104). Dalam penelitian ini digunakan uji Park dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut : 1) Membuat regresi awal kemudian beri nilai residualnya.
56
2) Membuat regresi kembali dengan nilai mutlak residual sebagai variabel dependennya. 3) Melakukan uji t dengan kriteria pengujian : a) Jika –t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel atau probabilitasnya tidak signifikan maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. b) Jika t hitung > t tabel atau t hitung < -t table atau probabilitasnya
signifikan
maka
terjadi
masalah
heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi Autokorelasi terjadi karena adanya korelasi antara variabel gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun dalam sampel besar. Metode yang digunakan adalah dengan percobaan Durbin Watson (d test), dimana langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) Melakukan regresi seperti biasa untuk memperoleh nilai residual e1 dan d 2) Mencari nilai kritis dL dan dU 3) Membandingkan nilai Durbin Watson yang sudah diperoleh dengan nilai teoritis dengan menggunakan derajat kebebasan (n; k-1) dimana k adalah jumlah variabel bebas termasuk variabel konstanta
57
Hipotesis yang digunakan untuk menguji ada atau tidaknya korelasi adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif, maka kriteria yang digunakan adalah 1) d < dL
: H0 ditolak
2) d > 4-dL
: H0 ditolak
3) dU < d < 4-dU
: H0 diterima
4) dU ≥ d ≥ dL atau 4-dL ≥ d ≥ 4-dU
: pengujian tidak meyakinkan
58
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. PROFIL UMUM PERUM PEGADAIAN 1. Pengertian Perum Pegadaian Pada masa krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda Indonesia saat ini, masyarakat khususnya golongan menengah ke bawah mulai tertarik untuk memanfaatkan Perum Pegadaian sebagai salah satu tempat alternatif untuk mendapatkan dana pinjaman (kredit) disamping lembaga keuangan bank yang sudah banyak dikenal masyarakat. Dengan motto “Mengatasi Masalah Tanpa Masalah” berhasil mensosialisasikan Perum Pegadaian kepada masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah, manajemen Perum Pegadaian berkeyakinan pengguna jasa Perum Pegadaian datang ke Pegadaian untuk memenuhi kebutuhan dananya. Namun ternyata dalam perjalanannya kemudian, Perum Pegadaian kembali merubah motto menjadi “Kerabat Menggapai Cita”. Motto ini diharapkan mampu mengubah paradigma masyarakat terhadap citra “gadai” yang kurang prestigious. Perum Pegadaian mulai melebarkan sayap untuk membantu pengembangan usaha-usaha produktif. Bagi pengusaha yang menghadapi kesulitan modal kerja dalam kegiatan bisnisnya dengan cepat dan mudah memperoleh dana yang diperlukan. Demikian pula bagi rumah tangga yang pada suatu saat mengalami kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan
59
rumah tangganya, maka dengan pelayanan yang baik dan berbagai kemudahan dapat memperoleh pinjaman di Perum Pegadaian. Sesuai Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 disebutkan : “ Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan”. Berdasarkan pasal tersebut dapat dikemukakan bahwa anggota masyarakat yang umumnya berpenghasilan rendah dapat memperoleh pinjaman dari Perum Pegadaian dengan jaminan barang bergerak. Apabila jangka waktu perjanjian berakhir dan pengambil kredit tidak dapat melunasi pinjaman pokok ditambah bunganya atau menebus barangnya, maka pihak Perum Pegadaian berhak untuk menjual barang agunan secara lelang. Hasil lelang barang agunan tersebut kemudian digunakan untuk melunasi pinjaman ditambah bunga dan biaya lelang. Sisanya dikembalikan kepada nasabah yang meminjam atau pemilik barang yang telah dilelang tersebut (Martono, 2002 : 167). Perum Pegadaian merupakan suatu lembaga keuangan bukan bank yang memberikan pinjaman kepada masyarakat dengan ciri yang khusus, yaitu secara
60
hukum gadai. Sesuai dengan hukum gadai bahwa calon peminjam mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang bergerak miliknya sebagai agunan kepada Perum Pegadaian, disertai dengan pemberian hak kepada Perum Pegadaian untuk melakukan penjualan secara lelang. Lelang dimaksudkan sebagai penjualan barang agunan oleh Perum Pegadaian apabila setelah batas waktu perjanjian kredit terakhir, nasabah tidak dapat melunasi pinjaman atau menebus barang tersebut atau tidak memperpanjang kredit.
2. Sejarah Pegadaian Perum Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai yang pada awalnya berkembang di Italia dan kemudian dipraktikkan pula di negara-negara Eropa lainnya, seperti Inggris dan Belanda. Sistem gadai memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda zaman VOC. Bentuk usaha Pegadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Lening pada masa VOC yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak itu bentuk usaha Pegadaian telah mengalami beberapa kali perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya. Pada masa pemerintahan Republik Indonesia, Dinas Pegadaian yang merupakan kelanjutan dari pemerintah Hindia Belanda, status Pegadaian diubah menjadi Perusahaan Negara (PN) Pegadaian . Kemudian status badan hukum PN
61
Pegadaian berubah menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan) berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1969 tanggal 11 Maret 1989 tentang Perubahan Kedudukan PN Pegadaian menjadi Jawatan Pegadaian jo. UU No. 9 Tahun 1969 tanggal 1 Agustus 1969 dan penjelasannya mengenai Bentuk-bentuk Usaha Negara Dalam Perusahaan Jawatan (Perjan), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Perseroan (Persero). Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas dan produktivitasnya, Perjan Pegadaian dialihkan menjadi Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1990. Dengan perubahan tersebut Perum Pegadaian diharapkan lebih mampu mengelola usahanya dengan lebih profesional, business oriented tanpa meninggalkan ciri khusus dan misinya yaitu penyaluran uang pinjaman atas dasar hukum gadai dengan pasar sasaran masyarakat golongan ekonomi lemah dan dengan cara mudah, cepat, aman, dan hemat (Martono, 2002 : 171). Perum Pegadaian sampai saat ini merupakan satu-satunya lembaga formal di Indonesia yang menurut hukum diperbolehkan melakukan pembiayaan dengan bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum gadai. Tugas pokok Perum Pegadaian ini adalah menjembatani kebutuhan dana masyarakat dengan pemberian uang pinjaman berdasarkan hukum gadai. Tugas tersebut dimaksudkan untuk membantu masyarakat agar tidak terjerat dalam praktik-praktik lintah darat, ijon, dan atau pelepas uang lainnya.
62
3. Visi dan Misi Pegadaian1 a. Visi : Pada Tahun 2013 Pegadaian Menjadi "Champion" Dalam Pembiayaan Mikro Dan Kecil Berbasis Gadai Dan Fidusia Bagi Masyarakat Menengah Ke Bawah
b. Misi: 1) Membantu program pemerintah meningkatkan kesejahteraan rakyat khususnya golongan menengah ke bawah dengan memberikan solusi keuangan yang terbaik melalui penyaluran pinjaman skala mikro, kecil dan menengah atas dasar hukum gadai dan fidusia. 2) Memberikan
manfaat
kepada
pemangku
kepentingan
dan
melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik secara konsisten. 3) Melaksanakan usaha lain dalam rangka optimalisasi sumber daya. Misi Perum Pegadaian sebagai suatu lembaga yang ikut meningkatkan perekonomian dengan cara memberikan uang pinjaman berdasarkan hukum gadai kepada masyarakat kecil, agar terhindar dari praktek pinjaman uang dengan bunga yang tidak wajar ditegaskan dalam keputusan Menteri Keuangan No. Kep-39/MK/6/1/1971 tanggal 20 Januari dengan tugas pokok sebagai berikut :
1
www.pegadaian.co.id.
63
1) Membina perekonomian rakyat kecil dengan menyalurkan kredit atas dasar hukum gadai kepada : para petani, nelayan, pedagang kecil, industri kecil, yang bersifat produktif kaum buruh / pegawai negeri yang ekonomi lemah dan bersifat konsumtif. 2) Ikut serta mencegah adanya pemberian pinjaman yang tidak wajar, ijon, pegadaian gelap, dan praktek riba lainnya. 3) Disamping menyalurkan kredit, maupun usaha-usaha lainnya yang bermanfaat terutama bagi pemerintah dan masyarakat. 4) Membina pola perkreditan supaya benar-benar terarah dan bermanfaat dan bila perlu memperluas daerah operasinya. Dengan seiring perubahan status perusahaan dari Perjan menjadi Perum pernyataan misi perusahaan dirumuskan kembali dengan pertimbangan jangan sampai misi perusahaan itu justru membatasi ruang gerak perusahaan dan sasaran pasar tidak hanya masyarakat kecil dan golongan menengah saja maka terciptalah misi perusahaan Perum Pegadaian yaitu “ ikut membantu program pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah kebawah melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan usaha lain yang menguntungkan”. Bertolak dari misi Perum Pegadaian tersebut dapat dikatakan bahwa sebenarnya Perum Pegadaian adalah sebuah lembaga dibidang keuangan yang mempunyai visi dan misi bagaimana masyarakat mendapat perlakuan dan kesempatan yang adil dalam perekonomian.
64
B. STRUKTUR ORGANISASI PEGADAIAN Dalam struktur organisasinya, Pegadaian Pusat membawahi beberapa kantor wilayah utama yang biasanya terletak di ibukota-ibukota propinsi. Kantor wilayah utama adalah bagian dari organisasi perusahaan untuk wilayah tertentu yang bertugas melaksanakan kegiatan administratif dan operasional perusahaan. Kantor wilayah utama membawahi beberapa kantor cabang yang berada dalam propinsi tersebut. Kantor cabang merupakan unit operasional perusahaan yang langsung menjalankan kegiatan pelayanan jasa gadai dan usaha lain kepada pengguna jasa (pelanggan / nasabah). Kantor cabang boleh memiliki Unit Pelayanan Cabang (UPC) di daerahnya sekitarnya. Kantor Cabang Matesih memiliki dua UPC, yaitu UPC Karangpandan dan UPC Tawangmangu. UPC sendiri adalah outlet pelayanan terkecil yang merupakan bagian dari kantor cabang yang langsung berhubungan atau melayani nasabah / konsumen yang membutuhkan kredit atau produk Perum Pegadaian lainnya.2 Perum Pegadaian dalam SK Direksi Perum Pegadaian Tahun 2009 mengklasifikasikan kelas Pegadaian berdasarkan omzetnya. Perum Pegadaian Cabang Matesih termasuk dalam golongan Cabang Kelas III sebab omzet per tahunnya belum mencapai Rp 50.000.000.000,00. Klasifikasi kelas Pegadaian dapat dilihat pada tabel IV.1 di bawah ini.
2
Peraturan Direksi Perum Pegadaian No. 1480 / SDM. 200322 / 2008.
65
Tabel IV.1 Klasifikasi Kelas Perum Pegadaian Klasifikasi
Omzet Per Tahun
Kelas Utama
> Rp 200.000.000.000,-
Kelas 1
> Rp 150.000.000.000,- sampai Rp 200.000.000.000,-
Kelas 2
> Rp 100.000.000.000,- sampai Rp 150.000.000.000,-
Kelas 3
≤ Rp 50.000.000.000,- sampai Rp 100.000.000.000,-
Sumber : SK Direksi Perum Pegadaian Tahun 2009
Dari tabel IV.1 ditunjukkan bahwa Perum Pegadaian mengklasifikasikan kelas berdasarkan omzetnya. Perum Pegadaian yang mampu mencapai omzet lebih dari Rp 200.000.000.000,00 per tahun masuk ke dalam Perum Pegadaian Kelas Utama. Perum Pegadaian dengan omzet lebih dari Rp 150.000.000.000,00 sampai Rp 200.000.000.000,00 diklasifikasikan sebagai Perum Pegadaian Kelas 1. Perum Pegadaian dengan omzet lebih dari Rp 100.000.000.000,00 sampai Rp 150.000.000.000,00 diklasifikasikan sebagai Perum Pegadaian Kelas 2. Dan klasifikasi terkecil adalah Perum Pegadaian Kelas 3 dengan omzet per tahunnya kurang
dari
atau
sama
dengan
Rp
50.000.000.000,00
sampai
Rp
100.000.000.000,00. Struktur organisasi Perum Pegadaian Cabang Matesih diatur dalam SK Direksi Perum Pegadaian Tahun 2009. Sebagai Perum Pegadaian Kelas 3, Perum Pegadaian Cabang Matesih dipimpin oleh Pemimpin Cabang yang secara langsung membawahi Manajer Operasional. Manajer Operasional sendiri membawahi Pengurus Unit Pelayanan Cabang (UPC) dan Keamanan. Unit
66
Pelayanan Cabang (UPC) terdiri dari Penaksir, Kasir, Penyimpanan, dan Penjaga Gudang. Struktur organisasi ini ditunjukkan dalam gambar IV.1 di bawah ini.
Sumber : SK Direksi Perum Pegadaian Tahun 2009
Gambar IV.1 Struktur Organisasi Perum Pegadaian Cabang Matesih
Masing-masing jabatan dalam struktur organisasi di Perum Pegadaian memiliki fungsi dan tugas yang berbeda. Berikut adalah fungsi dan tugas masing-masing jabatan. 1. Pemimpin Cabang Fungsi : Merencanakan, mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kegiatan operasional, administrasi, dan keuangan kantor cabang serta Unit Pelayanan Cabang (UPC).
67
Tugas : a. Menyusun rencana kerja serta anggaran kantor cabang berdasarkan acuan yang telah ditetapkan. b. Merencanakan,
mengorganisasikan,
menyelenggarakan,
dan
menyelenggarakan,
dan
menyelenggarakan,
dan
menyelenggarakan,
dan
mengendalikan operasional usaha gadai. c. Merencanakan,
mengorganisasikan,
mengendalikan operasional usaha lain. d. Merencanakan,
mengorganisasikan,
mengendalikan operasional UPC. e. Merencanakan,
mengorganisasikan,
mengawasi penatausahaan barang jaminan bermasalah. f. Merencanakan,
mengorganisasikan,
menyelenggarakan,
dan
menyelenggarakan,
dan
mengendalikan pengelolaan modal kerja. g. Merencanakan,
mengorganisasikan,
mengendalikan kebutuhan dan penggunaan sarana dan pra sarana kantor cabang dan UPC. h. Merencanakan,
mengorganisasikan,
menyelenggarakan,
dan
mengendalikan pemasaran dan pelayanan konsumen. i. Mewakili kepentingan perusahaan baik ke dalam maupun ke luar berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh atasan.
68
2. Manajer Operasional Fungsi :
Merencanakan,
mengkoordinasikan,
melaksanakan,
dan
mengawasi penetapan taksiran serta penetapan besaran uang pinjaman sesuai dengan kewenangannya. Tugas : a. Merencanakan,
mengkoordinasikan,
melaksanakan,
dan
mengawasi kegiatan operasional usaha gadai. b. Merencanakan,
mengkoordinasikan,
melaksanakan,
dan
mengawasi kegiatan operasional usaha lain. c. Menangani barang jaminan bermasalah. d. Melaksanakan pengawasan secara uji petik dan terprogram terhadap barang jaminan yang masuk. 3. Pengelola UPC Fungsi : Mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan operasional, mengawasi administrasi, keuangan, keamanan, ketertiban, dan kebersihan serta pembuatan laporan kegiatan UPC. Tugas : a. Mengkoordinasikan, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan operasional UPC. b. Menangani masalah barang jaminan bermasalah. c. Melakukan pengawasan secara uji petik dan terprogram terhadap barang jaminan yang masuk.
69
4. Penaksir Fungsi : Melaksanakan penaksiran terhadap barang jaminan untuk menentukan mutu dan nilai barang dalam rangka mewujudkan penetapan uang pinjaman yang wajar. Tugas : a. Melaksanakan
penaksiran
terhadap
barang
jaminan
untuk
mengetahui mutu dan nilai barang, menentukan dan menetapkan uang kredit gadai. b. Melaksanakan penaksiran terhadap barang jaminan yang akan dilelang, untuk mengetahui mutu dan nilai dalam menentukan harga pasar barang yang akan dilelang. c. Merencanakan dan menyiapkan barang jaminan yang akan disimpan agar terjamin keamanannya. 5. Penyimpan Fungsi : Mengurus gudang barang jaminan emas dengan cara menerima, menyimpan, merawat, dan mengeluarkan serta mengadministrasikan barang jaminan. Tugas : a. Secara
berkala
melakukan
pemeriksaan
keadaan
gudang
penyimpanan barang jaminan emas, agar tercipta keamanan dan keutuhan barang jaminan. b. Menerima barang jaminan emas dan perhiasan dari Asisten Manajer atau Manajer / Pemimpin Cabang.
70
c. Mengeluarkan barang jaminan emas dan perhiasan untuk keperluan pelunasan, pemerikasaan atasan dan pihak lain. d. Merawat barang jaminan dan gudang penyimpanan, agar barang jaminan dalam keadaan baik dan aman. e. Melakukan pencatatan mutasi penerimaan / pengeluaran barang jaminan yang menjadi tanggungjawabnya. f. Melakukan
penghitungan
barang
jaminan
yang
menjadi
tanggungjawabnya secara terprogram sehingga keakuratan saldo buku gudang dapat dipertanggungjawabkan. 6. Kasir Fungsi : Mengurus penerimaan dan pembayaran semua transaksi yang terjadi di kantor cabang dan UPC. Tugas : a. Melaksanakan penerimaan pelunasan uang pinjaman dari nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Menerima uang dari hasil penjualan barang jaminan yang dilelang. c. Membayarkan uang pinjaman kredit kepada nasabah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. d. Melakukan pembayaran segala pengeluaran yang terjadi di kantor cabang.
71
7. Pemegang Gudang Fungsi : Melakukan pemeriksaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang jaminan selain barang kantong dalam rangka ketertiban dan keamanan serta keutuhan barang jaminan. Tugas : a. Menerima barang jaminan selain barang kantong. b. Melakukan pengelompokan barang jaminan sesuai dengan rubric dan bulan kreditnya, serta menyusunnya sesuai dengan urutan nomor Surat Bukti Kredit (SBK), dan mengatur penyimpanannya. c. Melakukan pemeriksaan secara berkala terhadap keadaan gudang penyimpanan barang jaminan selain barang kantong. d. Merawat barang jaminan dan gudang penyimpanan agar abrang jaminan baik dan aman. e. Mengeluarkan barang jaminan dari gudang penyimpanan untuk keperluan penebusan, pemeriksaan oleh atasan atau keperluan lain. f. Melakukan
pencatatan
dan
pengadministrasian
mutasi
(penambahan / pengurangan) barang jaminan yang menjadi tanggungjawabnya. g. Melakukan
penghitungan
barang
jaminan
yang
menjadi
tanggungjawabnya secara terprogram sehingga keakuratan saldo buku gudang dapat dipertanggungjawabkan.
72
8. Keamanan Tugas : a. Melaksanakan ketertiban dan keamanan di lingkungan kantor cabang. b. Memberikan informasi kepada nasabah sesuai kebutuhan. c. Mengatur dan mengawasi kelauar masuknya kendaraan dinas / non dinas dari dan ke dalam lingkungan kantor cabang. d. Mengantar pemimpin cabang dan atau pegawai untuk keperluan dinas terutama mengambil atau menyetor uang ke bank.
C. PROFIL PERUM PEGADAIAN CABANG MATESIH Perum Pegadaian Matesih terletak di Jalan Raya Matesih Kecamatan Matesih Kabupaten Karanganyar Propinsi Jawa Tengah. Perum Pegadaian Cabang Matesih merupakan salah satu cabang yang menginduk pada Perum Pegadaian Kantor Wilayah Semarang. Perum Pegadaian Cabang Matesih termasuk dalam golongan kelas 3 klasifikasi kelas Pegadaian berdasarkan omzetnya. Cabang ini memenuhi syarat penggolongan kelas 3 dengan capaian omzet kurang dari 50 milyar Rupiah per tahunnya. Dalam sub bab ini juga akan ditunjukkan perkembangan Perum Pegadaian Cabang Matesih dari tahun 2005 hingga 2009. Berikut penjelasannya :
73
1. Perkembangan Jumlah Kredit Perum Pegadaian Cabang Matesih Dari data yang diperoleh dapat dilihat perkembangan kredit di Perum Pegadaian Cabang Matesih. Perkembangan ini dapat dikatakan cukup baik karena dari tahun ke tahun jumlah kredit mengalami kenaikan. Hal ini terbukti dari nilai uang pinjaman dari tahun ke tahun yang tersaji dalam tabel IV.2 berikut. Tabel IV.2 Perkembangan Jumlah Uang Pinjaman Perum Pegadaian Cabang Matesih Tahun
Uang Pinjaman (Rp)
Kenaikan (%)
2005
3.656.312.500
-
2006
4.743.056.500
29,7
2007
5.729.967.000
20,8
2008
7.985.570.500
27,1
2009
9.579.772.000
28,7
Sumber : Perum Pegadaian Cabang Matesih
Tabel IV.2 di atas menunjukkan kenaikan uang pinjaman yang terjadi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005, besar uang pinjaman dalam satu tahun sebesar Rp 3.656.312.500,00 dan mengalami peningkatan sebesar 29,7% di tahun 2006 menjadi Rp 4.743.056.500,00. Demikian pula terjadi kenaikan dari tahun 2006 ke 2007 menjadi Rp 5.729.967.000,00 namun dengan kenaikan yang lebih kecil bila dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu hanya 20,8% saja. Keadaan kembali stabil pada dua tahun berikutnya dengan kenaikan uang pinjaman secara berturut-turut sebesar 27,1% dan 28,7%. Dan pada tahun 2009 besarnya kredit yang telah disalurkan atau besarnya uang pinjaman telah mencapai Rp 9.579.772.000,00. 74
2. Perkembangan Jumlah Barang Jaminan Di Perum Pegadaian Cabang Matesih Jumlah barang jaminan di Perum Pegadaian Cabang Matesih mengalami kenaikan hanya pada tahun 2006 dan hingga tahun 2009 selalu menurun. Hal ini ditunjukkan pada tabel IV.3 berikut. Tabel IV.3 Perkembangan Jumlah Barang Jaminan Perum Pegadaian Cabang Matesih Tahun
Jumlah Barang Jaminan
Perubahan (%)
2005
29.040
-
2006
29.752
2,4
2007
25.910
- 12,9
2008
22.324
- 13,8
2009
12.604
- 43,5
Sumber : Perum Pegadaian Cabang Matesih
Dalam tabel IV.3 di atas ditunjukkan bahwa pada tahun 2005 jumlah barang jaminan adalah sebesar 29.040 buah. Jumlah ini bertambah 2,4% di tahun 2006 menjadi 29.752. Namun, mulai dari tahun 2007 jumlah barang jaminan ini mengalami penurunan hingga tahun 2009. Diawali penurunan di tahun 2007 adalah sebesar 12,9% bila dibandingkan dengan tahun 2006. Pada tahun 2008 jumlah barang jaminan menjadi 22.324 atau mengalami penurunan sebesar 13,8% dari tahun sebelumnya. Dan penurunan jumlah barang jaminan terbesar terjadi pada tahun 2009 yaitu 43,5% menjadi 12.604 buah. Hal ini
75
sehubungan dengan adanya kebijakan untuk mengurangi barang jaminan yang tidak berupa emas sebagai agunan kredit gadai.
D. DESKRIPSI DATA RESPONDEN Sub bab ini akan membahas tentang gambaran umum nasabah Perum Pegadaian Matesih yang diambil sebagai responden.
Sebagaimana telah
disebutkan di atas bahwa responden yang diambil dalam penelitian ini adalah nasabah produk gadai (KCA). 1. Jenis Kelamin Penelitian dengan 106 responden ini melibatkan nasabah berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hasil dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel IV.4 berikut. Tabel IV.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Frekuensi 84 22 106
Prosentase 79.25 20.75 100
Sumber : Data diolah
Dari tabel IV.4 di atas, dapat dilihat bahwa 79,25% responden berjenis kelamin perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa nasabah produk gadai lebih di dominasi oleh perempuan dibandingkan dengan laki-laki.
76
2. Umur Dari 106 responden yang diambil berumur antara 25 sampai 78 tahun. Data ini selanjutnya dikelompokkan menjadi 8 kelas. Data yang ada disajikan dalam tabel IV.5 berikut. Tabel IV.5 Distribusi Responden Berdasarkan Umur Umur (Tahun) 25-31 32-38 39-45 46-52 53-59 60-66 67-73 73-79 Total
Frekuensi Prosentase 13 12.26 13 12.26 20 18.88 21 19.81 21 19.81 12 11.32 4 3.77 2 1.89 106 100
Sumber : Data diolah
Dari tabel IV.5 di atas, dapat kita lihat bahwa umur responden di dominasi oleh kelompok umur 46-52 tahun dan 53-59 tahun dengan prosentase mencapai 19,81 % dari total responden. Sedangkan kelompok umur dengan frekuensi terkecil berada pada kelompok umur 67-73 tahun dan 73-79 tahun, masing-masing sebanyak 4 orang dan 2 orang.
3. Jenis Pekerjaan Ada 6 jenis pekerjaan yang dikelompokkan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, jenis pekerjaan ini didistribusikan dalam table IV.6 di bawah ini.
77
Tabel IV.6 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga PNS Pegawai Swasta Wiraswasta Petani Total
Frekuensi 19 3 21 17 46 106
Prosentase 17.92 2.83 19.81 16.03 43.41 100
Sumber : Data diolah
Dari tabel di atas diketahui bahwa nasabah produk gadai yang menjadi responden dalam penelitian ini bekerja sebagai petani. Hal ini ditunjukkan melalui besarnya frekuensi jenis pekerjaan petani sebesar 46 orang dengan prosentase 43,41% dari total responden.
4. Uang Pinjaman Besarnya uang pinjaman ini dibagi menjadi 8 kelas dan dalam satuan Rupiah. Dari 106 responden yang diteliti dapat diketahui bahwa besarnya uang pinjaman berkisar antara Rp 151.000,00 sampai dengan Rp 1.500.000,00. Adapun distribusi frekuensinya disajikan dalam tabel IV.7 berikut.
78
Tabel IV.7 Distribusi Responden Berdasarkan Uang Pinjaman Uang Pinjaman (Rupiah) 150000-319000 320000-489000 490000-659000 660000-829000 830000-999000 1000000-1169000 1170000-1339000 1340000-1509000 Total
Frekuensi 48 17 17 9 1 9 3 2 106
Prosentase 45.28 16.04 16.04 8.49 0.94 8.49 2.83 1.89 100
Sumber : Data diolah
Dari tabel distribusi di atas, diketahui bahwa uang pinjaman sebesar Rp 150.000,00 hingga Rp 319.000,00 lebih mendominasi bila dibandingkan besarnya uang pinjaman yang lain. Prosentase sebesar 45,28 bisa diartikan bahwa nasabah sangat membutuhkan Perum Pegadaian terutama untuk jumlah uang pinjaman yang kecil.
5. Sikap Nasabah Dalam penelitian ini dilihat pula bagaimana sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian. Sikap ini menjadi suatu tanggapan dari opini masyarakat akan citra negatif yang masih melekat pada Perum Pegadaian. Dari jawaban para responden dibuatlah distribusi frekuensi sikap nasabah ini ke dalam tabel IV.8 berikut.
79
Tabel IV.8 Distribusi Sikap Nasabah Berdasarkan Uang Pinjaman Uang Pinjaman (Rupiah)
Canggung
Tidak Canggung
Frekuensi
150000-319000
11
37
48
320000-489000
4
13
17
490000-659000
1
16
17
660000-829000
4
5
9
830000-999000
0
1
1
1000000-1169000
9
0
9
1170000-1339000
3
0
3
1340000-1509000
2
0
2
Total
34
72
106
Sumber : Data diolah
Dari tabel IV.8 di atas diketahui bahwa 37 dari 48 nasabah atau 77% nasabah dengan uang pinjaman Rp 150.000,00 sampai dengan Rp 319.000,00 sudah tidak merasa canggung untuk melakukan pengambilan kredit di Perum Pegadaian. Sementara nasabah dengan uang pinjaman lebih dari Rp 1.000.000,00 yang berjumlah 14 nasabah masih merasa canggung dalam melakukan pengambilan kredit di Perum Pegadaian.
E. ANALISIS DATA Sub bab ini akan membahas tentang analisa data berdasarkan hasil olahan yang telah dilakukan sebelumnya.
80
1. Analisis Regresi Linear Berganda Untuk menganalisis apakah variabel independen yaitu tingkat bunga, pendapatan, dan tingkat pendidikan nasabah mempengaruhi variabel dependen yaitu pengambilan kredit, maka penelitian ini menggunakan regresi model semilog dengan bantuan program SPSS 16.0. Secara umum, berdasarkan hasil olahan regresi model semilog diperoleh persamaan di bawah ini. LKRDT= -0,341+8,455TKBUNGA+0,215PNDPTN–0,013PNDIDIKAN+0,260 SIKAP+ei Adapun interpretasi ekonomi dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut : a. Apabila seluruh variabel independen yaitu tingkat bunga, pendapatan, dan tingkat pendidikan nasabah sama dengan nol maka besarnya pengambilan kredit adalah sama dengan konstantanya yaitu -0,34. b. Jika terjadi perubahan tingkat bunga sebesar 1% maka akan terjadi kenaikan pengambilan kredit sebesar 8,455% dengan ketentuan ceteris paribus karena nilai koefisien regresi variabel tingkat bunga menunjukkan angka 8,455. Variabel ini menunjukkan sisi penawaran kredit oleh Perum Pegadaian. c. Variabel pendapatan menunjukkan koefisien regresi sebesar 0,215 sehingga dapat diartikan apabila terjadi kenaikan pendapatan sebesar 1% maka kemungkinan akan terjadi kenaikan pengambilan kredit sebesar 0,215% dengan asumsi ceteris paribus. d. Variabel pendidikan ,menunjukkan koefisien regresi negatif sebesar 0,013. Hal ini berarti bahwa tingkat pendidikan berhubungan negatif terhadap pengambilan kredit dengan asumsi ceteris paribus. Namun signifikansi
81
variabel ini menunjukkan nilai di atas 5% yang membuktikan bahwa variabel ini tidak berpengaruh terhadap besarnya kredit yang diambil. e. Variabel sikap menunjukkan koefisien regresi positif sebesar 0,260. Perbedaan sikap di antara para nasabah, baik canggung maupun tidak canggung, dalam melakukan pengambilan kredit menunjukkan selisih sebesar Rp 0,29 (antilog 0,260). Artinya nasabah yang bersikap canggung melakukan pengambilan kredit Rp 0,29 lebih tinggi daripada nasabah yang tidak canggung.
2. Uji Statistik a. Uji t Uji t merupakan pengujian variabel-variabel independen secara individu. Uji ini dilakukan untuk melihat signifikansi dari suatu variabel independen dimana variabel lain konstan. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1) Menentukan hipotesis H0 : β1 , β2, β3, β4 = 0
artinya
variabel
independen
tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen Ha : β1 , β2, β3, β4 ≠ 0
artinya variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen 2) Menentukan besarnya tingkat signifikansi (α) α = 5%
82
3) Membandingkan nilai t tabel dan t hitung t tabel (0,025;101) = ± 1,98 Berdasarkan olahan program SPSS 16.0 dihasilkan output uji t yang ditunjukkan dalam tabel IV.9 berikut. Tabel IV.9 Hasil Uji t Variabel independen Tingkat bunga (TKBUNGA)
t hitung 11,754
Signifikansi 0,000
Pendapatan (LPNDPTN)
3,669
0,000
Tingkat pendidikan (PNDIDIKAN)
-1,815
0,073
Sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian (SIKAP)
3,608
0,000
Sumber : Data diolah
4) Kriteria pengujian H0 diterima apabila -1,98 < t hitung < 1,98 H0 ditolak apabila t hitung < -1,98 atau t hitung > 1,98 5) Kesimpulan Dari hasil regresi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa secara individu dengan melihat nilai t hitungnya, variabel tingkat bunga, pendapatan, dan sikap nasabah mempengaruhi pengambilan kredit. Hal ini dibuktikan dengan nilai t hitung sebesar 11,754 untuk variabel tingkat bunga, 3,669 untuk variabel pendapatan, dan 3,608 untuk sikap nasabah. Sedangkan variabel pendidikan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan kredit karena nilai t hitung < t tabel, yaitu -1,815, atau dengan kata lain H0 diterima sehingga variabel ini
83
secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi 5%.
b. Uji F Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu. Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 1) Menentukan hipotesis H0 : β1= β2= β3= β4 = 0
artinya
secara
bersama-sama
variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Ha : β1≠ β2≠ β3≠ β4 ≠ 0
artinya
secara
bersama-sama
variabel
independen berpengaruh terhadap variabel dependen 2) Menentukan tingkat signifikansi (α) α = 5% 3) Membandingkan nilai F tabel dengan F hitung F tabel (4;101;0,05) = 5,66 F hitung = 60,735 4) Kriteria pengujian H0 diterima apabila F hitung < F tabel H0 ditolak apabila F hitung > F table
84
5) Kesimpulan Dari hasil olahan di atas dapat dilihat bahwa nilai F hitung adalah sebesar 60,735 melebihi nilai F tabel sehingga hipotesis nihil ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama dengan tingkat signifikan 5%.
c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar persentase variasi variabel independen dapat menerangkan dengan baik variasi variabel dependennya. Dalam penelitian ini diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0,706. Artinya bahwa 70,6% variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh variabel independen dalam model. Sementara 29,4% lainnya diterangkan oleh variabel lain diluar model.
3. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas Untuk melihat apakah terjadi penyimpangan berupa hubungan beberapa atau semua variabel independen dalam model regresi digunakan uji multikolinearitas. Dengan menggunakan metode Klein, yaitu membandingkan antara koefisien regresi parsial (r2) dengan koefisien determinasi (R2), ditentukan criteria masalah multikolinearitas, yaitu : 1) Jika R2 > r2 maka tidak terjadi masalah multikolinearitas 2) Jika R2 < r2 maka terjadi masalah multikolinearitas
85
Dari uji multikolinearitas melalui program SPSS 16.0 diperoleh hasil yang ditunjukkan pada tabel IV.10 di bawah ini. Tabel IV.10 Hasil Uji Multikoliearitas Variabel
r2
R2
Kesimpulan
TKBUNGA – LPNDPTN
0,109
0,706
Tidak terjadi multikolinearitas.
TKBUNGA – PNDIDIKAN
0,032
0,706
Tidak terjadi multikolinearitas.
TKBUNGA – SIKAP
0,059
0,706
Tidak terjadi multikolinearitas.
LPNDPTN – PNDIDIKAN
0,156
0,706
Tidak terjadi multikolinearitas.
LPNDPTN – SIKAP
0,028
0,706
Tidak terjadi multikolinearitas.
PNDIDIKAN – SIKAP
0,026
0,706
Tidak terjadi multikolinearitas.
Sumber : Data diolah
Hasil olahan di atas menunjukkan bahwa untuk semua variabel independen dalam model regresi tidak memiliki hubungan satu sama lain. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien regresi parsial (r2) yang lebih kecil dari nilai koefisien determinasi (R2). Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas dalam model regresi.
b. Uji Heteroskedastisitas Penyimpangan heteroskedastisitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varian yang sama. Melalui uji Park, dapat dilihat apakah dalam model terjadi masalah heteroskedastisitas dengan cara meregresikan nilai residu sebagai variabel dependen dan tingkat bunga, pendapatan, dan tingkat pendidikan sebagai variabel independennya. Jika nilai t hitung masing-masing variabel independen pada regresi ini tidak signifikan atau
86
nilai probabilitasnya melebihi α, yaitu 5% maka tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Tabel IV.11 di bawah ini adalah hasil uji heteroskedastisitas melalui program SPSS 16.0. Tabel IV.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas Variabel
t hitung
Signifikansi
Kesimpulan
Tingkat bunga (TKBUNGA)
0,798
0,427
Tidak terjadi masalah heteroskedastisitas
Pendapatan (LPNDPTN)
-1,806
0,074
Tidak terjadi masalah heteroskedastisitas
Tingkat pendidikan (PNDIDIKAN)
1,406
0,163
Tidak terjadi masalah heteroskedastisitas
Sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian (SIKAP)
-1,459
0,148
Tidak terjadi masalah heteroskedastisitas
Sumber : Data diolah
Hasil penghitungan di atas menunjukkan bahwa nilai t hitung masingmasing variabel independen tidak signifikan dan nilai probabilitasnya pun lebih dari 5%. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam model ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dalam penelitian ini menggunakan percobaan Durbin Watson (d test). Hipotesis yang digunakan untuk menguji ada atau tidaknya korelasi adalah dua ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif, maka kriteria yang digunakan adalah 1) d < dL
: H0 ditolak
87
2) d > 4-dL
: H0 ditolak
3) dU < d < 4-dU
: H0 diterima
4) dU ≥ d ≥ dL atau 4-dL ≥ d ≥ 4-dU
: pengujian tidak meyakinkan
Melihat tabel Durbin Watson test, diketahui bahwa untuk k’= 4 dan n = 106 nilai dL = 1,59 dan dU = 1,76. Maka berdasarkan hasil regresi awal yang menunjukkan nilai Durbin Watson sebesar 2,030 berarti H0 diterima atau tidak terjadi masalah autokorelasi baik positif maupun negatif.
F. INTERPRETASI EKONOMI Berdasarkan analisis data yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat disimpulkan suatu interpretasi ekonomi sebagai berikut : 1. Pengaruh tingkat bunga terhadap pengambilan kredit Besarnya tingkat bunga mempengaruhi kredit baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Dalam penelitian ini akan melihat pengaruh tingkat bunga hanya dari sisi penawarannya. Hasil regresi untuk variabel tingkat bunga menunjukkan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pengambilan kredit. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya koefisien 9,388 dan tingkat signifikan 0,000. Nilai koefisien ini berarti bahwa setiap kenaikan tingkat bunga sebesar 1% maka akan memperbesar kesempatan nasabah melakukan pengambilan kredit sebesar 9,388% dengan asumsi variabel lain dalam kondisi ceteris paribus. Hasil ini telah sesuai dengan hukum penawaran yang telah dibahas sebelumnya, bahwa kenaikan tingkat bunga akan memperbesar jumlah kredit
yang ditawarkan
sehingga memperbesar kesempatan
nasabah
88
melakukan pengambilan kredit yang lebih besar pula. Dalam kurva penawaran, tingkat bunga dianalogikan sebagai harga dan jumlah kredit dianalogikan sebagai jumlah barang yang ditawarkan, dengan demikian semakin tinggi tingkat bunga maka semakin tinggi pula jumlah kredit yang ditawarkan oleh Perum Pegadaian.
2. Pengaruh tingkat pendapatan terhadap pengambilan kredit Dari hasil regresi menunjukkan nilai koefisien sebesar 0,102 dan tingkat signifikansi 0,013. Berarti bahwa pendapatan mempengaruhi pengambilan kredit secara positif dan signifikan dengan asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa tingkat pendapatan mempunyai pengaruh positif terhadap pengambilan kredit, semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pengambilan kredit yang dilakukan nasabah. Pendapatan nasabah merupakan sumber dana pribadi yang utama. Pendapatan yang diperoleh merupakan media untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dari pendapatan pula, nasabah mampu memenuhi kewajibannya membayar kredit yang mereka ambil beserta bunganya. Pendapatan nasabah yang tergolong besar dan stabil akan memungkinkan mereka untuk mengambil kredit dalam jumlah yang besar pula. Hal ini terjadi karena nasabah merasa yakin bahwa mereka mampu melunasi kredit dengan pendapatan yang mereka terima. Keadaan ini berbanding terbalik dengan para nasabah yang berpendapatan kecil. Mereka pada umumnya hanya mampu mengambil kredit dalam jumlah
89
kecil. Mereka menyadari bahwa dengan pendapatan kecil akan sulit bagi mereka melunasi kredit yang berjumlah besar. Mereka akan berfikir lebih jauh lagi apakah pendapatan yang mereka terima akan cukup untuk melunasi hutang yang mereka ambil dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya pengambilan kredit nasabah.
3. Pengaruh tingkat pendidikan terhadap pengambilan kredit Hasil regresi menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengambilan kredit di Perum Pegadaian. Tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengambilan kredit karena pada dasarnya nasabah mengambil kredit di Perum Pegadaian berdasarkan kebutuhan likuiditas yang mendesak. Jenjang pendidikan apapun yang telah mereka tempuh tidak akan berpengaruh pada keputusan mereka dalam melakukan pengambilan kredit.
4. Tingkat bunga sebagai variabel paling dominan mempengaruhi pengambilan kredit. Berdasarkan hasil regresi diketahui bahwa variabel tingkat bunga memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap pengambilan kredit di Perum Pegadaian. Hal ini dibuktikan dengan nilai standardized coefficients tingkat bunga adalah yang paling besar diantara variabel lain. Tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang paling dominan karena dari sisi penawaran, semakin tinggi tingkat bunga maka semakin besar kredit yang ditawarkan. Dengan
90
semakin besarnya kredit yang ditawarkan maka nasabah akan cenderung akan memanfaatkan penawaran itu dan melakukan pengambilan kredit di Perum Pegadaian sesuai dengan kebutuhannya.
5. Pengaruh sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian terhadap pengambilan kredit Berdasarkan analisis regresi yang dilakukan, perbedaan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian yang dikelompokkan menjadi nasabah dengan sikap canggung dan tidak canggung memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengambilan kredit di Perum Pegadaian. Dari uji yang dilakukan menunjukkan bahwa perbedaan sikap nasabah berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan kredit. Sikap nasabah merupakan suatu tanggapan terhadap citra negatif yang selama ini masih melekat pada Perum Pegadaian. Pada umumnya, masyarakat masih ada yang bersikap canggung atau malu untuk mengambil kredit di Perum Pegadaian. Keadaan ini masih terjadi sampai hari ini terutama di daerah pedesaan. Masyarakat merasa canggung untuk mengambil kredit yang berupa gadai ini karena mereka tidak mau dianggap miskin, sampai-sampai harus menggadaikan barang yang mereka miliki. Keadaan di lapangan menunjukkan kenyataan yang cukup menarik. Meskipun merasa canggung atau malu akan citra Perum Pegadaian, bukan berarti mereka yang canggung ini tidak melakukan pengambilan kredit.
91
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, nasabah yang merasa canggung ini tetap melakukan kredit karena adanya kebutuhan likuiditas yang mendesak. Dari data yang ada menunjukkan bahwa nasabah dengan uang pinjaman lebih dari Rp 1.000.000,00 adalah nasabah yang merasa canggung untuk mengambil kredit gadai. Hal ini adalah suatu temuan yang cukup menarik karena mereka yang merasa canggung ini justru mengambil kredit gadai dalam jumlah yang besar. Sikap canggung nasabah inilah yang kemudian menjadi suatu dorongan untuk mengambil kredit gadai dalam jumlah yang lebih besar bila dibandingkan nasabah yang tidak merasa canggung. Dalam data menunjukkan bahwa mereka yang tidak canggung menggadaikan barang di Perum Pegadaian sebagian besar adalah nasabah dengan uang pinjaman berkisar antara Rp 151.000,00 sampai dengan Rp 319.000,00. Keadaan ini menunjukkan bahwa nasabah Perum Pegadaian meminjam uang dalam jumlah kecil adalah nasabah yang sudah biasa mengajukan kredit di Perum Pegadaian. Dari sinilah alasan para nasabah yang canggung akan citra Perum Pegadaian mengambil kredit dalam jumlah yang lebih besar. Mereka tidak mau disamakan dengan orang-rang yang sudah biasa menggadaikan barang namun dengan uang pinjaman yang lebih kecil, karena dengan semakin tingginya besar kredit menunjukkan semakin tinggi nilai barang agunan yang juga menunjukkan semakin tingginya tingkat ekonomi nasabah.
92
BAB V PENUTUP
Pada bab ini akan disajikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya. Dari kesimpulan tersebut akan dikemukakan beberapa saran yang berkaitan dan dapat menjadi masukan bagi pihak terkait.
A. KESIMPULAN Penelitian in menganalisa tentang pengaruh tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian terhadap pengambilan kredit. Adapun kesimpulan dari pembahasan sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. Hasil regresi yang diolah menunjukkan bahwa berdasarkan uji t atau uji secara individu, variabel tingkat bunga, pendapatan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian berhubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap pengambilan kredit. Sementara untuk variabel tingkat pendidikan tidak mempengaruhi besarnya kredit. Uji F menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel tingkat bunga, pendapatan, tingkat pendidikan, dan sikap nasabah akan citra Perum Pegadaian berpengaruh terhadap pengambilan kredit di Perum Pegadaian. 2. Variabel yang paling dominan mempengaruhi pengambilan kredit dalam penelitian ini adalah tingkat bunga. Tingkat bunga mempengaruhi besarnya
93
kredit yang ditawarkan. Semakin tinggi tingkat bunga semakin besar pula kredit yang ditawarkan sehingga nasabah memiliki kesempatan untuk melakukan pengambilan kredit sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.
B. SARAN Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan, penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran atau rekomendasi yang dapat diaplikasikan. Beberapa saran yang dapat penulis ajukan adalah sebagai berikut : 1. Sebagai lembaga keuangan non bank yang masih sangat diandalkan oleh masyarakat
menengah
ke
bawah,
Perum
Pegadaian
harus
terus
mempertahankan keistimewaannya dalam memberikan kredit, terutama tingkat bunga yang telah ditetapkan Perum Pegadaian. Para nasabah merasa bahwa tingkat bunga kredit gadai di Perum Pegadaian tergolong ringan, hal ini perlu dipertahankan agar nasabah tidak beralih pada lembaga keuangan pemberi kredit lain. 2. Citra negatif yang masih melekat pada Perum Pegadaian perlu ditangani secara serius karena hal ini akan berpengaruh pada citra Perum Pegadaian selanjutnya di kalangan masyarakat. Walaupun tidak mudah untuk mengubah paradigma masyarakat ini, Perum Pegadaian harus melakukan tindakan nyata untuk menanganinya. Perum Pegadaian masing-masing cabang harus melakukan sosialisasi tentang produk-produk di Perum Pegadaian yang tidak hanya
melayani
kredit
gadai
saja
tetapi
juga
produk
pendukung
pengembangan usaha nasabah. Sosialisasi ini memungkinkan masyarakat
94
untuk lebih mengenal Perum Pegadaian dan bersamaan dengan itu, masyarakat juga mulai diajak untuk membuka pandangan mereka akan citra Perum Pegadaian. Dengan usaha ini maka tidak menutup kemungkinan masyarakat mulai mengikis pendapat lama mereka tentang citra Perum Pegadaian dan hal ini akan berdampak pada peningkatan jumlah nasabah, kenaikan omzet, dan kenaikan keuntungan bagi Perum Pegadaian.
95
DAFTAR PUSTAKA
Anggia, Meisy Anggun E. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kredit UMKM di Indonesia tahun 1992-2007. Skripsi FE UNS. Tidak dipublikasikan. Budisantoso, Totok, dkk. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat Cory. 2009. Business Review Edisi 12 Tahun 07. Jakarta : PT. Kreasi Multi Media Djarwanto, PS.1993. Statistik Induktif. Yogyakarta : BPFE Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika. Alih Bahasa Sumarno Zain. Jakarta : Erlangga. Iswari, Riana dkk. 2003. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Volume 3 Nomor 2. Surakarta : Program Magister Manajemen Program Pascasarjana UNS. Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran di Indonesia. Jakarta : Salemba Empat Martono. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta : Ekonisia. Mulyono, Teguh. 1990. Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersiil. Yogyakarta : BPFE
96
Nugroho, Daniel Tejo Adi. 2009. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Anggota Koperasi Melakukan Pengambilan Kredit. Skripsi FE UNS. Tidak dipublikasikan. Peraturan Direksi Perum Pegadaian No. 1480 / SDM. 200322 / 2008 Tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perum Pegadaian. Priyanto, Dwi. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta : MediaKom Rahayu, Siti Aisyah TR. 2007. Modul Laboratorium Ekonometrika. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Renny KD. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Permintaan Kredit di Perum Pegadaian Cabang Purwotomo Surakarta. Skripsi FE UNS. Tidak dipublikasikan. Setiadi, Nugroho J. 2008. Perilaku Konsumen. Jakarta : Kencana Sevilla, Consuelo G., dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : UI Press SK Direksi Perum Pegadaian Tahun 2009. Tentang Klasifikasi Kelas Pegadaian Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung : Alfabeta Sukirno, Sadono. 1996. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada Suliyanto. 2006. Metode Riset Bisnis. Yogyakarta : ANDI
97
Susanti, Tina Dyah. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Sepeda Motor Melalui Lembaga Pembiayaan Konsumen di Surakarta. Skripsi FE UNS. Tidak dipublikasikan. Republik Indonesia. 1998. Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan www.legalitas.org www.pegadaian.co.id.
98