INFO SOSIAL EKONOMI Vol. 2 No.2 (2001) pp. 87 – 95
RISET ITU MAHAL: MAJANEMEN RISET SANGAT DIPERLUKAN Oleh: Subarudi
RINGKASAN Berita-berita di surat kabar tentang keluhan masyarakat terhadap kinerja lembaga-lembaga riset nasional dapat diterima secara logis karena kegiatan riset itu membutuhkan biaya yang besar sehingga lembaga riset memerlukan informasi yang mendasar tentang keterkaitan antara riset, ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai dasar untuk mewujudkan visi dan misinya. Disamping itu diperlukan juga suatu sistem evaluasi kinerja dari lembaga riset yang memang belum pernah dirancang oleh lembaga yang berwenang sehingga untuk pembuatan sistem tersebut dapat meniru dan mengembangkan dari Sistem Akreditasi Perguruan Tinggi yang dibuat oleh Departemen Pendidikan Nasional sehingga hal ini akan membuka peluang kompetisi yang adil dan merata untuk semua lembaga riset untuk meningkatkan ranking kualitas lembaganya secara nasional, regional dan internasional Dalam rangka mengantisipasi penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, dimana kegiatan pendidikan dan penelitian menjadi kewenangan pemerintah daerah, dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Abad 21, setiap lembaga riset dituntut untuk mulai memikirkan posisi dan restrukturisasi lembaganya yang kemudian dilanjutkan dengan penyediaan perangkat keras dan lunaknya sebagai upaya meningkatkan produktivitas dan kinerja lembaganya di masa mendatang. Kata kunci : Riset, ilmu pengetahuan, teknologi, manajemen riset, perang keras dan lunak, dan parameter
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernyataan bahwa riset itu mahal merupakan pendapat yang masih perlu diperdebatkan oleh berbagai kalangan di Indonesia, tetapi hal ini tidak akan menjadi perdebatan di Negara-negara maju seperti Amerika, Jepang, Australia dan Inggris karena komitmen dan kontribusi mereka yang besar terhadap riset dengan mengalokasikan biaya pelaksanaan riset yang proporsional dari anggaran belanja negaranya. Anggaran riset di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Singapura masih berada jauh dibawahnya. Menurut DR. A. Aziz Darwis dalam Seminar Nasional Riset dan Kehutanan yang diselenggarakan di Gedung Manggala Wanabakti, tanggal 11 Mei 2000 menyatakan bahwa usulan
87
I N F O
volume 2 no. 2 (2001)
penelitian dan pengembangan (litbang) kehutanan sangat minim sekali yang kemungkinan besar disebabkan karena anggaran yang minim atau ada faktor lain di Departemen Kehutanan dan Perkebunan (Dephutbun). Padahal peran dan fungsi riset sangat strategis dalam mencapai pengelolaan sumber daya hutan secara intensif dan berkelanjutan. Masalah anggaran kecil belum merupakan indikator penyebab rendahnya usulan-usulan litbang kehutanan karena bisa saja kegiatan litbang yang diusulkan lebih ditekankan kepada bidang terapan (riset praktis) daripada usaha-usaha penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang biasanya memerlukan dana penelitian yang besar dan SDM peneliti yang handal dan profesional di bidang yang ditekuninya. B. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menggambarkan tentang berbagai hal diantaranya: (1) konsepsi riset yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek); (2) sistem perangkat lunak dan keras yang diperlukan oleh suatu lembaga riset; (3) tolok ukur organisasi riset yang baik; dan (4) contoh kasus lembaga riset yang baik dan kurang baik.
II. KONSEPSI RISET A. Riset dan Teknologi Dalam memahami secara jelas keterkaitan antara riset dan teknologi maka perlu diuraikan terlebih dahulu pengertian dasar dari kedua istilah tersebut yang seringkali disalah persepsikan oleh pihak-pihak terkait untuk kepentingan mereka sendiri. The Pocket Oxford Dictionary (1973) mendefinisikan research (riset) sebagai “Endeavor to discover facts by scientific study, course of critical investigation” (usaha untuk menemukan bukti-bukti dengan metode ilmiah atau kajian dari suatu investigasi yang kritis). Sedangkan technology (teknologi) diartikan sebagai “science of the industrial arts, practical arts collectively; terminology of particular art or subject (ilmu pengetahuan yang sistematik dan diformulasikan untuk seniseni di bidang industri atau seni-seni praktis secara kolektif; terminologi untuk seni atau subyek tertentu). Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kaitan antara riset dan teknologi dapat digambarkan sebagai reaksi bolak balik (reverseable reaction) dimana riset dapat menghasilkan suatu teknologi dan teknologi dapat menjadi masukan berharga untuk suatu riset dalam upaya mencari dan menemukan teknologi tepat guna (appripriate technology) untuk suatu bidang kajian tertentu. Contoh kasus perkembangan teknologi komputer dimana awalnya teknologi ini didasarkan kepada logical process dan bekerja dengan prinsip input-process-output yang kemudian dikembangan melalui riset-riset praktis sehingga ditemukannya teknologi chip yang mampu meningkatkan kecepatan proses pengolahan data dan
88
Riset itu mahal……..(Subarudi)
kemampuan menyimpan data dari hitungan kilobyte menjadi giga bytes serta memperluas penggunaan teknologi komputer dalam kehidupan sehari-hari. Ketua LIPI, Prof. Dr. Taufik Abdullah, menyatakan bahwa dengan menimbang pengalaman masa lalu dimana sekedar penerapan teknologi tertentu di tanah air tidak membawa kemanfaatan melainkan disana-sini menimbulkan masalah, maka dirasakan perlu bagi pelaku iptek untuk terjun ke soal-soal lebih mendasar terlebih dahulu melalui pertanyaan pokok “why” (mengapa) dan “how” (mengapa) (Kompas, 24/8/2000). Dari hubungan antara riset dan teknologi dapat disimpulkan bahwa dimana saja, kapan saja dan untuk siapa saja kegiatan riset sangat diperlukan di berbagai bidang kehidupan agar hasil risetnya dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jamannya. B. Riset dan Ilmu Pengetahuan Dari definisi riset yang diberikan menunjukan bahwa usaha untuk menemukan bukti-bukti atau melakukan investigasi kritis dilakukan oleh seorang peneliti atau ilmuan dengan menggunakan metoda ilmiah (ilmu pengetahuan yang ada saat itu) dan kajian yang kritis (pengetahuan dan pemikiran yang dimiliki oleh seseorang). Seperti halnya kaitan riset dan teknologi, kaitan riset dan ilmu pengetahuan juga merupakan suatu reaksi bolak balik sehingga dapat saja ilmu pengetahuan yang diyakini kebenarannya pada suatu waktu dapat gugur pada perjalanan waktunya karena ada produk riset terbaru yang dapat membuktikan kelemahan dari teori-teori tersebut atau sebaliknya teori/ilmu yang ditolak kebenarannya pada saat itu dapat saja diterima pada waktu tertentu di masa datang. Sebagai contoh teori “bumi itu bulat dan beredar mengelilingi matahari” pada berabad-abad yang lalu ditentang habis-habisan dan berakhir tragis atas penemunya, Galileo Galilei, yang dihukum mati, tetapi akhirnya teori tersebut dianggap benar sejak ditemukan alat periskoop dan hingga saat ini teori tersebut masih berlaku dan tetap bertahan. Oleh karena fenomena-fenomena kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari aplikasi ilmu pengetahuan (teori yang ada) maka memahami keterkaitan riset dengan ilmu pengetahuan menjadi semakin penting tidak saja bagi lembaga riset tetapi juga bagi bangsa dan negara. Seperti yang diungkapkan oleh Prof. Dr. M. Makaginsar, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, bahwa ilmu pengetahuan harus dapat diciptakan dan dikembangkan dalam taraf tertentu oleh suatu bangsa, jika tidak maka negara itu akan menjadi negara yang tergantung pada negara lain karena harus terus membeli teknologi dan Indonesia tidak akan pernah berperan dalam ekonomi dunia (Kompas, 18/10/2000). C. Perangkat Keras (Hardware) Lembaga Riset Sebenarnya istilah perangkat keras diambil dari peristilahan teknologi komputer yang diartikan sebagai fasilitas pendukung untuk menjalankan suatu sistem perangkat lunak (software) yang berupa program-program komputer untuk berbagai kegiatan tulis-menulis (words), teknik presentasi (graphs and pictures) dan hitung-
89
I N F O
volume 2 no. 2 (2001)
menghitung (spreadsheet). Perangkat keras dari suatu lembaga riset dapat diartikan sebagai sarana dan prasarana (fasilitas) pendukung agar tugas pokok dan fungsi dari lembaga riset tersebut dapat berjalan lancar dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi/lembaga tersebut. Oleh karena itu sistem perangkat keras suatu lembaga riset dapat berbeda-beda sesuai dengan visi dan misi serta tujuan dari lembaga riset yang bersangkutan. Sebagai contoh perangkat keras yang harus dimiliki oleh Pusat Penelitian Sosial Ekonomi terlepas dari sektor apa yang ditanganinya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Perangkat keras (kondisi ideal) yang harus dimiliki oleh Suatu Pusat Penelitian Sosial Ekonomi No.
Nama dan Jenis Perangkat Keras
Jumlah/Satuan
Manfaat yang diperoleh
1. Komputer (desktop atau notebook) 1 set/peneliti 2. Peralatan audio visual 1 set/lembaga 3. Perpustakaan yang kondusif 1 unit/lembaga
Sebagai alat dan modal kerja seorang peneliti Sebagai alat dan sarana presentasi hasil-hasil penelitian Menarik peneliti untuk sesering mungkin menggunakan fasilitas perpustakaan 4. Gedung dan ruangan 1 blok/kelti Untuk memudahkan komunikasi dan mobilisasi antar anggota dalam kelompok peneliti (kelti) 5. Jumlah publikasi dalam dan luar Sesuai kebutuhan Sebagai referensi terkini dari obyek penelitiannya sesuai negeri dengan visi dan misi lembaga riset 6. Kendaraan roda empat 1 buah/kelti Untuk operasional kegiatan sehari-hari dan mobilisasi peneliti di kelti
Dari daftar perangkat keras yang harus dimiliki oleh Puslit Sosial Ekonomi (dalam kondisi ideal) bukan merupakan target yang harus direalisasikan dalam satu atau dua tahun tetapi dalam hitungan waktu 5 – 6 tahun kedepan sehingga apabila semua perangkat keras sudah lengkap tetapi tetap saja kinerja puslit sosek masih menjadi pertanyaan maka upaya yang harus dilakukan adalah mengkaji dan membenahi sistem sofware (perangkat lunak) yang dimilikinya. D. Perangkat Lunak (Software) Lembaga Riset Adapun perangkat lunak dari suatu lembaga riset dapat meliputi aspek manusianya (brainware) dan program atau sistem penunjuangnya (software). Dalam berbicara tentang perangkat lunak selanjutnya akan lebih ditekankan kepada software daripada brainwarenya sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. No.
Perangkat Lunak Dari Suatu Lembaga Riset Nama dan Jenis Perangkat Lunak
Sumber
1. Sistem Iptek Nasional
Mennegristek
2. Internet 3. Website 4. E-mail
Internet Service Provider Lembaga riset Setiap peneliti
90
Manfaat yang diperoleh Sebagai acuan dalam menyusun rencana strategis lembaga riset Menambah pengetahuan dan cakrawala berpikir peneliti Mensosialisasikan dan promosi lembaga riset Peneliti dapat berkomunikasi dengan peneliti lain secara intensip dalam waktu yang relatif singkat.
Riset itu mahal……..(Subarudi)
Apabila suatu lembaga telah memanfaatkan secara optimal perangkat lunak yang dimiliknya maka segala hambatan di bidang informasi dan komunikasi dalam melaksanakan suatu kegiatan penelitian bukan suatu masalah lagi karena dapat dipecahkan dengan teknologi informasi yang semakin hari semakin canggih (internet dan e-mail). Dari daftar perangkat lunak yang harus dimiliki oleh suatu lembaga riset ternyata sudah dipenuhi oleh lembaga tersebut tetapi kinerja dari lembaga tersebut masih relatif lemah maka perlu dicarikan faktor-faktor penyebab lainnya berupa SDM peneliti, sistem kelembagaan dan kendala lainnya di dalam melaksanakan kegiatan litbang terkait.
III.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Parameter Organisasi Riset Yang Baik Sistem evaluasi terhadap kinerja lembaga penelitian hingga kini belum ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) nya yang dibuat oleh instansi terkait sehingga kinerja dari lembaga-lembaga riset nasional sulit diketahui perkembangannya dari tahun ke tahun, apakah suatu lembaga riset sudah berubah dari lembaga riset yang biasa menjadi lembaga riset yang tangguh dalam hitungan waktu tertentu. Kasus protes 1.000 peneliti terhadap Menristek yang melontarkan kritik tentang rendahnya kinerja peneliti BPPT dan kebijakan masa lalu yang salah di badan riset yang didirikan BJ Habibie tersebut (Kompas, 6/5/2000) dapat menjadi salah satu indikator belum adanya sistem evaluasi kinerja lembaga riset sehingga menimbulkan ketidakpuasan dan pernyataan keprihatinan karyawan BPPT atas kritik tersebut Sistem evaluasi terhadap kinerja lembaga-lembaga riset nasional dapat dibuat dengan mengadopsi dari sistem akreditasi lembaga Perguruan Tinggi yang digunakan oleh Departemen Pendidikan Nasional diantaranya; Jumlah dosen dan kualifikasinya, fasilitas yang dimilikinya (hardware dan software), penyerapan lulusan PT tersebut di dunia kerja, dan peningkatan jumlah mahasiawa setiap tahun. Oleh karena itu sistem evaluasi terhadap kinerja lembaga riset dapat dilakukan dengan membuat parameter suatu lembaga riset yang baik sehingga dapat dijadikan tolok ukur untuk menilai keberhasilan suatu lembaga riset oleh lembaga yang berwenang dan dapat dijadikan pedoman oleh lembaga riset itu sendiri untuk meningkatkan peringkat mutu lembaga risetnya di lingkup regional, nasional dan internasional. Pembuatan parameter suatu organisasi riset yang baik dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan manajemen riset (research management) yang meliputi perencanaan riset, pengaturan riset, pelaksanaan riset, dan pengawasan riset.
91
I N F O
volume 2 no. 2 (2001)
1). Perencanaan Riset (Research Planning) Pentingnya perancanaan riset didasarkan pada pengalaman bahawa kunci sukses pelaksanaan suatu kegiatan sebesar 60 % keberhasilannya ditentukan oleh kegiatan perencanaan dan sisanya oleh faktor-faktor di luar kegiatan perencanaan. Ada atau tidaknya perencanaan riset dalam suatu lembaga riset dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu jumlah dan kualifikasi peneliti, kelengkapan fasilitas, sistem kelembagaan, dan relevansi tujuan riset dengan kebutuhan masayarakat pengguna hasil riset. 2). Pengaturan Riset (Research Organising) Parameter dalam pengaturan riset dapat dilakukan dengan menggunakan metode 5 W+1 H yaitu dengan menetapkan siapa (who) melakukan apa (what), kapan (when) dan mengapa (why) dilakukan, dan bagaimana (how) melakukannya serta kepada siapa (to whom) produk riset ditujukan. Parameter yang diukur meliputi tingkat koordinasi lembaga riset induk dengan unit riset dibawahnya dan frekuensi kerjasama riset dengan lembaga-lembaga riset baik milik pemerintah dan swasta yang berada di dalam dan luar negeri. 3). Pelaksanaan Riset (Research Actuating) Sesuai dengan penerapan pelaksanaan PP 25/2000 maka pelaksanaan riset perlu disesuaikan dengan peraturan tersebut sehingga terlihat jelas tentang tugas pokok, fungsi dan peran serta keterkaitan antara kegiatan litbang di daerah dan di pusat. Adapun parameter yang diukur dalam pelaksanaan riset adalah (1) jumlah dan ruang lingkup publikasi hasil riset dan (2) tingkat pemanfaatan produk hasil riset yang diterapkan dalam kegiatan usaha dari pengguna riset. 4). Pengawasan Riset (Research Controlling) Pengawasan bidang riset dilakukan dengan melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) antara hasil pelaksanaan riset dengan rencana riset yang telah ditetapkan. Kegiatan pengawasan ini dapat saja dilakukan dengan memakai semacam Majelis Penelitian Lembaga Riset (Institution Research Council) seperti yang digunakan Depdiknas dengan Majelis Penelitian Perguruan Tinggi (University Research Council). Parameter yang diukur dalam pengawasan riset adalah (1) tingkat kemandirian suatu lembaga riset dan (2) peringkat mutu lembaga riset yang ada serta (3) Efektivitas dan efisiensi penggunaan dana penelitian Untuk lebih jelasnya parameter dan indikator yang dipakai dengan menggunakan pendekatan management riset (research management approach) untuk menilai keberhasilan suatu lembaga riset secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3.
92
Riset itu mahal……..(Subarudi)
Tabel 3. No.
Parameter dan indikator penilaian suatu lembaga riset yang baik Parameter
Indikator
1. Perkembangan jumlah peneliti Jumlah dan kualifikasi jabatan peneliti yang ada di setiap tahun lembaga riset tersebut 2. Kualifikasi peneliti Apakah sudah dikenal dalam lingkup regional, nasional dan internasional 3. Kelengkapan fasilitas Perangkat lunak dan perangkat keras yang dimiliki sudah mendukung pelaksanaan tupoksi lembaga 4. Kelembagaan Struktur organisasi yang ada dapat mendukung penuh jalannya pelaksanaan roda organisasi. 5. Relevansi hasil produk riset Tingkat relevansi produk-produk riset dengan kebutuhan masyarakat penggunan (user) 6. Tingkat koordinasi Tingkat koordinasi antara lembaga induk riset dengan unit organisasi riset dibawahnya 7. Tingkat kerjasama antar Jumlah lembaga riset luar yang bekerjasama lembaga riset 8. Jumlah publikasi per tahun dan Jumlah dan jenis publikasi (ilmiah, ilmiah-populer, lingkup publikasi populer) serta lingkup publikasi (lokal, regional, nasional, dan internasional). 9. Tingkat pemanfaatan hasil riset Jumlah hasil riset yang dipakai dan diterapkan dalam suatu kegiatan yang menguntungkan pengguna riset 10. Kualitas lembaga riset Frekuensi kerjasama dengan lembaga-lembaga riset dalam dan luar negeri 11. Kemandirian Mandiri dalam melaksanakan riset dan mengelola sumber daya yang ada di lembaga tersebut 12. Efisiensi dan efektivitas Tingkat efisiensi dan fektivitas penggunaan dana dan penggunaan dana penelitian alokasi dana untuk kegiatan penelitian dan pengembangan
Keterangan Untuk menilai perencanaan riset Untuk menilai perencanaan riset Untuk menilai perencanaan riset untuk menilai perencanaan riset untuk menilai perencanaan riset untuk menilai pengaturan riset untuk menilai pengaturan riset untuk menilai pelaksanaan riset untuk menilai pelaksanaan riset Untuk menilai pengawasan riset Untuk menilai pengawasan riset Untuk menilai pengawasan riset
B. Kasus Lembaga Riset Yang Baik Di luar negeri ada beberapa lembaga riset yang terkenal yang dapat dijadikan contoh atau teladan bagi lembaga-lembaga riset nasional seperti CSIRO (Australia), FRIM (Malaysia), FPRI (USA), dan lain-lain. Sedangkan di dalam negeri, berdasarkan pengamatan penulis (bukan berdasarkan hasil survey) bahwa LIPI (lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dapat dikatakan sebagai lembaga riset yang baik dibandingkan dengan lembaga-lembaga riset lainnya di Indonesia terlepas dari penilaian bahwa LIPI adalah induk organisasi dan tempat bernaung lembagalembaga riset yang ada sehingga wajar sebagai contoh yang baik bagi lembagalembaga riset yang diwadahinya. Adapun alasan penulis memilih LIPI sebagai contoh lembaga riset yang baik karena hampir sebagian besar parameter dan indikator untuk menilai suatu lembaga riset yang baik telah dipenuhi walaupun masih saja ada sedikit kritikan yang diberikan terhadap lembaga tersebut namun kritikan itu juga hampir sama dirasakan oleh semua lembaga-lembaga riset nasional yang ada, diantaranya: 1. Kurangnya pemberian insentif terhadap peneliti sehingga hampir 90 % peneliti LIPI “ngamen” dengan cara menjadi pengajar, konsultan dan menjalankan proyek di luar untuk menambah penghasilan (Kompas, 7/3/1999). 2. Peneliti LIPI harus lebih menekankan kepada penelitian dasar dengan menggunakan pokok pertanyaan why (mengapa) dan how (bagaimana)
93
I N F O
volume 2 no. 2 (2001)
dibandingkan dengan melakukan penelitian teknologi terapan pada tingkat tertentu yang terbukti kurang banyak membawa manfaat (Kompas, 24/8/2000). 3. Rendahnya kontribusi nyata LIPI sebagai lembaga litbang nasional terhadap kemajuan industri nasional (Kompas, 13/1/1999). Apabila mengacu kepada parameter dan indikator untuk suatu lembaga riset yang baik sebagaimana diuraikan pada tabel 3 maka masing-masing lembaga riset dapat menilai lembaganya sendiri apakah lembaganya termasuk lembaga riset yang sangat baik, baik, dan kurang baik dengan menggunakan suatu sistem scoring (angka) sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. C. Kasus Lembaga Riset Yang Kurang Baik Apabila disebutkan lembaga riset yang kurang baik tanpa didukung data dan fakta yang benar maka akan menimbulkan kontroversi oleh karena itu penulis hanya mengutip hasil kritikan Menristek, Dr. A.S. Hikam, terhadap BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) sebagai wujud kekecewaannya melihat beberapa hal diantaranya: 1. Banyak peneliti BPPT di Serpong yang hanya berfungsi sebagai operator dan tidak ada yang bertaraf Ahli Peneliti Utama (APU). 2. Jumlah peneliti di laboratorium polimer (laboratorium canggih) tidak memadai sehingga tidak menghasilkan sesuatu yang memuaskan. 3. Laboratorium dipenuhi oleh peneliti yang berjiwa “birokrat” daripada birokrat yang berjiwa “peneliti”. 4. Di satu pihak BPPT dinilai tidak transparan, di lain pihak masyarakat wajib mengetahui kinerja badan ini karena dibiayai oleh uang rakyat. 5. Rendahnya kontribusi BPPT terhadap perkembangan dan kemajuan industri nasional. Dari berbagai kritikan yang dilontarkan oleh Menristek selaku ketua BPPT dapat dianggap sebagai autokritik yang harus direspon dengan lebih arief dan bijaksana oleh pimpinan dan staf BPPT sendiri bukan melalui ujuk rasa dan keprihatinan. Bagi lembaga riset nasional manapun harus dapat mengambil hikmah bahwa kritik (tentunya yang konstruktif) bukan sesuatu yang harus ditabukan dan ditakutkan tetapi harus dicarikan saluran dan jalan keluarnya yang baik sehingga akan banyak membantu dalam mengembangkan dan menyempurnakan kinerja dari lembaga riset tersebut.
IV.
KESIMPULAN DAN SARAN
Setiap lembaga riset perlu memahami konsepsi dasar tentang keterkaitan riset dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat menyesuaikan visi dan misi lembaganya dengan kemajuan dan perkembangan iptek di abad 21.
94
Riset itu mahal……..(Subarudi)
Sistem kelembagaan, perangkat lunak dan perangkat keras dari suatu lembaga riset perlu menjadi prioritas kegiatan saat ini dalam mengantisipasi reposisi dan peran lembaga riset pada saat otonomi daerah berjalan dengan mengacu kepada kebutuhan dan permasalahan yang timbul didaerah dimana lembaga riset tersebut berada. Parameter dan indikator untuk menilai keberhasilan suatu lembaga riset perlu dibuat dengan pendekatan manajemen riset dan ditetapkan dengan peraturan sehingga akan menjadi saringan dan arena kompetisi yang adil bagi lembagalembaga riset yang ada untuk tetap bertahan atau bergabung dengan lembaga riset lainnya atau hilang begitu saja karena tidak adanya dana yang diberikan oleh pihak manapun berkaitan dengan rendahnya mutu lembaga riset tersebut. Disarankan setiap lembaga riset dapat membentuk suatu tim evaluasi guna mengevaluasi kinerja organisasi risetnya saat ini dengan menggunakan parameter dan indikator yang telah ada dan mencoba membandingkannya dengan lembagalembaga riset yang ada di departemen lainnya.
DAFTAR PUSAKA Abdullah Taufik. 2000. LIPI Perlu Kombinasikan Penelitian “How” dan “Why”. Kompas, 24 Agustus 2000. Anonim. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor: 15 Tahun 2000 Tentang Pembagian Wewenang Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Darwis, A.A. 2000. Kebijakan Strategis Riset dan Teknologi Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Kehutanan. Makalah dalam Seminar Nasional Riset dan Kehutanan: Kebijakan Riset dan Teknologi Dalam Optimalisasi Fungsi-fungsi dan Pemanfaatan Sumberdaya Hutan. Manggala Wanabakti, 11 Mei 2000. Jakarta. Fawler, S.E. and Fawler, M.H. 1973. The Pocket Oxford Dictionary. Oxford University Press. Kompas. 2000. Menristek Diprotek 1000 Peneliti. Kompas, 6 Mei 2000. Kompas. 2000. Peneliti yang “ngamen” Harus Diberi Insentif. Kompas, 7 Maret 2000. Kompas. 2000. Riset di Departemen Masih Jalan Sendiri-sendiri. Kompas, 2 Maret 2000. Kompas. 2000. Inefisensi Kendala Lembaga Riset. Kompas, 13 Januari 1999. Makaginsar M. 2000. Lemahnya Iptek Pengaruhi Perekonomian Indonesia. Kompas, 18 Oktober 2000.
95