ANAL LISIS PEM MASARA AN M MANGGA A GEDON NG GINC CU (Manggifera inddica L.) DI KABUPA K ATEN CIR REBON, PROPINS P SI JAWA A BARAT T
Oleh : YEYEN ER Y RYANI A14103107
PROG GRAM STU UDI MANA AJEMEN AGRIBISN A IS FAKU ULTAS PE ERTANIAN N INSTITU UT PERTA ANIAN BOG GOR 2009 9
RINGKASAN YEYEN ERYANI. Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) di Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI). Mangga merupakan salah satu komoditas yang dimasukkan dalam program pengembangan sentra produksi buah unggulan Indonesia. Selain itu, mangga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit dan mangga termasuk ke dalam golongan buah eksotik, yaitu buah-buahan khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri selain manggis dan pisang. Karena itu, mangga merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah. Besarnya selisih antara harga jual yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen menunjukkan terdapat marjin pemasaran yang cukup besar antara petani dan konsumen. Marjin pemasaran yang semakin besar pada umumnya akan menyebabkan persentase bagian harga yang diterima oleh petani akan semakin kecil. Adanya kesenjangan harga dan marjin pemasaran yang cukup besar karena posisi petani diantara para pelaku pemasaran adalah yang paling lemah, hal ini disebabkan oleh informasi pasar yang dimiliki terbatas dan belum berfungsinya asosiasi petani mangga gedong gincu secara maksimal Alternatif saluran pemasaran yang efisien diperlukan untuk meningkatkan harga jual dan keuntungan petani. Karena tujuan efisiensi pemasaran adalah menciptakan kondisi yang saling menguntungkan bagi lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran. Untuk mengetahui ada tidaknya alternatif saluran pemasaran diperlukan analisis saluran, lembaga dan fungsi-fungsi pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang disertai analisis struktur, perilaku dan keragaan pasar. Dari hasil semua analisis tersebut dapat diketahui efisiensi pemasaran dari komoditas mangga gedong gincu. Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk : (1) Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, (2) Menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar yang terdapat dalam pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, dan (3) Mengidentifikasi efisiensi pemasaran mangga gedong gincu dengan menggunakan indikator marjin pemasaran, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) dan perbandingan keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio). Penelitian dilakukan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Kabupaten Cirebon merupakan salah satu sentra produksi mangga yang sudah dikenal di Jawa Barat selain Indramayu dan Kabupaten Majalengka. Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama empat bulan, yaitu pada bulan Desember 2006 sampai dengan bulan April 2007. Kegiatan pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon mulai dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul kecil (pedagang pengumpul desa/kecamatan/pemborong), pedagang pengumpul besar (pedagang pengumpul kabupaten), pedagang pengecer di pasar lokal dan di pasar luar daerah, pedagang pasar induk, dan eksportir.
Saluran pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon terdiri saluran pemasaran, yaitu: 1) petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokal-konsumen; 2) petani-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokal-konsumen; 3) petanipedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar indukpedagang pengecer di luar daerah-konsumen; 4) petani-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar induk-pedagang pengecer di luar daerah-konsumen; 5) petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-supermarketkonsumen; 6) petani-pedagang pengumpul besar-supermarket-konsumen; 7) petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-eksportirkonsumen luar negeri; 8) petani-pedagang pengumpul besar-eksportir-konsumen luar negeri Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani hanya fungsi pertukaran dan fungsi fisik, sedangkan lembaga pemasaran lain melakukan fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Struktur pasar yang terjadi antara petani mangga gedong gincu, pedagang pengumpul besar dan pedagang pengumpul kecil adalah struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang di pasar induk bersifat oligopoli. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang pengecer (pasar lokal dan daerah) bersifat oligopoli. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan eksportir dan supermarket bersifat oligopsoni. Penentuan harga jual di tingkat petani, pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengecer lokal ditentukan oleh pedagang pengumpul besar, sedangkan pada tingkat pedagang pengumpul besar, pedagang pasar induk, supermarket dan eskportir harga berdasarkan hasil tawar menawar, namun keputusan akhir ditentukan penjual. Sistem pembayaran berbeda-beda seperti pembayaran tunai, pembayaran tunda satu hari dan pembayaran saat musim panen berakhir. Permasalahan yang sering ditemui adalah keterbatasan modal pada pelaku pemasaran. Antar pelaku pemasaran terdapat hubungan kerjasama yang baik dan diantara pelaku pemasaran ada yang memberikan pinjaman untuk modal agar kegiatan pemasaran dapat berjalan dengan lancar. Total marjin pemasaran pada saluran pemasaran 1 sebesar Rp 11.879,19-, nilai farmer’s share sebesar 61,07 persen, dan total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 1 adalah 6,53. Total marjin pemasaran pada saluran pemasaran 2, sebesar Rp 11 879,19-, nilai farmer’s share sebesar 61,07 persen, dan total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 2 adalah 10,53. Total marjin pemasaran pada saluran pemasaran 3, sebesar Rp 14.879,19-, nilai farmer’s share sebesar 50,29 persen, dan total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 3 adalah 2,53. Total marjin pemasaran pada saluran pemasaran 4, sebesar Rp Rp 14.879,19-, nilai farmer’s share sebesar 50,29 persen, dan total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 4 adalah 3,01. Total marjin pemasaran pada saluran pemasaran 5, sebesar Rp 17.879,19-, nilai farmer’s share sebesar 42,75 persen, dan total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 4 adalah 3,83. Total marjin pemasaran pada saluran pemasaran 6, sebesar Rp 17.879,19-, nilai farmer’s share sebesar 42,75 persen, dan total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 4 adalah 4,66.
Yes, we can change our current existences… Yes, we can believe and receive great things… Yes, we can improve not only our own lives, but that of those around us… (Barrack Obama)
ANALISIS PEMASARAN MANGGA GEDONG GINCU (Mangifera indica L.) DI KABUPATEN CIREBON, PROPINSI JAWA BARAT
Oleh: YEYEN ERYANI A14103107
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Nama
: Yeyen Eryani
NRP
: A14103107
Judul
: Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) di Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Popong Nurhayati, MM. NIP. 131 995 654
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ ANALISIS PEMASARAN MANGGA GEDONG GINCU (Mangifera indica L.) DI KABUPATEN CIREBON, PROPINSI JAWA BARAT” ADALAH KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. Bogor, Januari 2009
Yeyen Eryani A14103107
RIWAYAT HIDUP Penulis memiliki nama lengkap Yeyen Eryani yang dilahirkan di Cirebon pada tanggal 12 September 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Ayun Rais dan Tasina. Penulis memulai pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak Seroja Cirebon pada tahun 1990-1991, kemudian dilanjutkan ke SD Negeri Kedawung II pada tahun 1991-1997. Setelah itu penulis terdaftar di SLTP Negeri 5 Cirebon pada tahun 1997-2000. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 1 Cirebon pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada program Studi Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan FKRD-A (Forum Komunikasi Rohani Islam Departemen Fakultas Pertanian) pada divisi kewirausahaan. Penulis juga sempat mengikuti beberapa pelatihan, seperti simulasi bisnis, dan pelatihan pengolahan data kuantitatif. Pada tahun 2006, penulis menjadi juara kedua dalam acara Business Plan Competition, yang diselenggarakan oleh KOPMA IPB.
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan ridha-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica L.) di Kabupaten Cirebon, Propinsi Jawa Barat” dengan baik dan tepat pada waktunya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi dari saluran pemasaran mangga gedong gincu (Mangifera indica L.) di Kabupaten Cirebon dengan menganalisis saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur, perilaku dan keragaan pasar yang terdapat dalam pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon guna mengenalkan lebih luas kepada masyarakat komoditi unggulan nasional ini. Akhir kata terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2009
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, doa serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, karena dengan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Popong Nurhayati, MM. selaku pembimbing skripsi atas bantuan, masukan, semangat dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. 3. Ir. Anna Fariyanti, M.Si, selaku dosen penguji utama atas bimbingan dan saran-sarannya kepada penulis. 4. Arif Karyadi, SP, selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan Program Studi Manajemen Agribisnis atas bimbingan dan saran-sarannya kepada penulis. 5. Kedua orang tua dan adik-adik tercinta atas dorongan untuk bangkit dan terus maju, doa, serta dukungannya baik material maupun non material kepada penulis selama menulis skripsi ini. Semoga ini bisa menjadi persembahan terbaik dari penulis. 6. Pihak Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon dan Biro Pusat Statistik Kabupaten Cirebon atas waktu, kesempatan dan informasi yang diberikan. 7. Seluruh dosen dan para staf di departemen Agribisnis : Ibu Ida, Mba Dewi dan Mba Dian atas bantuan dan dorongan semangatnya. 8. Bambang Rekardono yang terkasih, yang tak pernah lelah untuk menjadi sandaran bagi penulis. (Still have the rainbow in our heart forever).
9. Sahabat-sahabat tercinta : Awalia, dan Oche atas kebersamaan, bantuan, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 10. Seluruh AGB’ers 40 dan 41, khususnya : Irna, Acuy, Betsy, Galih, Gilda, Atid, Ana, Tatang, Nurikhsan, Rama, Yefke, Komir, Wira, Andi, Aswab, dan Lita atas kebersamaan, motivasi, dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama penulis menjalankan turun lapang serta menyelesaikan skripsi ini. 11. Teman-teman kost Dwi Regina A dan B khususnya : Ira, Shitta, Rara, dan Teteh yang selalu ada untuk mendengarkan dan memompa semangat agar terus berjuang. 12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu dalam lembaran ini yang telah membantu dan memperlancar penyusunan skripsi ini.
Bogor, Januari 2009 Penulis
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..............................................................................................ix DAFTAR ISI .............................................................................................................x DAFTAR TABEL ....................................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1 1.1 LatarBelakang ..........................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................9 1.3 Tujuan Penelitian .....................................................................................12 1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................12 1.5 Batasan Penelitian ....................................................................................13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................14 2.1 Gambaran Umum Komiditi Mangga .......................................................14 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu .......................................................................19 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................23 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................................23 3.1.1 Usahatani .......................................................................................23 3.1.2 Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani .....................................23 3.1.3 Pemasaran .....................................................................................24 3.1.4 Saluran Pemasaran ........................................................................25 3.1.5 Lembaga Pemasaran......................................................................26 3.1.6 Struktur, Perilaku, dan Keragaan Pasar.........................................30 3.1.7 Efisiensi Pemasaran ......................................................................34 3.1.8 Marjin Pemasaran..........................................................................36 3.1.9 Farmer’s Share .............................................................................38 3.1.10 Rasio Biaya dan Keuntungan .......................................................39 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................................39 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................43 4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................................43 4.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................................44 4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data ....................................................48 4.4.1 Analisis Saluran Pemasaran ............................................................48 4.4.2 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ...............................................46 4.4.3 Analisis Efisinsi Pemasaran ............................................................47 4.4.3.1 Analisis Marjin Pemasaran .................................................48 4.4.3.2 Farmer’s Share ..................................................................49 4.4.3.3 Rasio Keuntungan Terhadap Biaya .............................................50 4.5 Definisi Operasional.................................................................................50
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ......................................54 5.1 Karakteristik Kabupaten Cirebon .............................................................54 5.2 Karakteristik 4 Kecamatan Sentra Penghasil Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon....................................................................57 5.2.1 Kecamatan Sedong .........................................................................57 5.2.2 Kecamatan Beber ............................................................................58 5.3 Karakteristik Responden ..........................................................................59 5.3.1 Karakteristik Petani Mangga Gedong Gincu ..................................59 5.3.2 Karakteristik Pedagang Responden ................................................61 BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................65 6.1 Usaha Produksi Mangga Gedong Gincu ..................................................65 6.2 LembagaPemasaran..................................................................................66 6.2.1 Petani ...............................................................................................66 6.2.2 Pedagang Pengumpul Kecil ............................................................68 6.2.3 Pedagang Pengumpul Besar ............................................................69 6.2.4 Pedagang Pengecer di Pasar Lokal .................................................70 6.2.5 Pedagang Pengecer (Luar Daerah Kabupaten Cirebon)..................70 6.2.6 Pedagang di Pasar Induk .................................................................70 6.2.7 Supermarket ....................................................................................70 6.2.8 Eksportir ..........................................................................................71 6.3 Saluran Pemasaran ...................................................................................71 6.3.1 Pola Saluran Pemasaran 1 ...............................................................74 6.3.2 Pola Saluran Pemasaran 2 ...............................................................74 6.3.3 Pola Saluran Pemasaran 3 ...............................................................75 6.3.4 Pola Saluran Pemasaran 4 ...............................................................76 6.3.5 Pola Saluran Pemasaran 5 ...............................................................76 6.3.6 Pola Saluran Pemasaran 6 ...............................................................77 6.3.7 Pola Saluran Pemasaran 7 ...............................................................78 6.3.8 Pola Saluran Pemasaran 8 ...............................................................78 6.4 Fungsi Pemasaran ....................................................................................79 6.5 Struktur dan Perilaku Pasar ......................................................................81 6.5.1 Struktur Pasar ..................................................................................81 6.5.2 Perilaku Pasar ..................................................................................86 6.6 Efisiensi Pemasaran .................................................................................89 6.6.1 Marjin Pemasaran ...........................................................................89 6.6.1.1 Saluran Pemasaran 1 ...........................................................90 6.6.1.2 Saluran Pemasaran 2 ...........................................................91 6.6.1.3 Saluran Pemasaran 3 ...........................................................91 6.6.1.4 Saluran Pemasaran 4 ...........................................................92 6.6.1.5 Saluran Pemasaran 5 ...........................................................93 6.6.1.6 Saluran Pemasaran 6 ...........................................................93 6.6.2 Farmer’s Share ...............................................................................94 6.6.3 Rasio Keuntungan dan Biaya ..........................................................95 6.6.3.1 Saluran Pemasaran 1 ...........................................................95 6.6.3.2 Saluran Pemasaran 2 ...........................................................96 6.6.3.3 Saluran Pemasaran 3 ...........................................................96
6.6.3.4 Saluran Pemasaran 4 ...........................................................96 6.6.3.5 Saluran Pemasaran 5 ...........................................................97 6.6.3.6 Saluran Pemasaran 6 ...........................................................97 6.7 Efisiensi Saluran Pemasaran Berdasarkan Marjin Pemasaran, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya (Benefit/Cost ratio) .........98 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................100 7.1 Kesimpulan ...............................................................................................101 7.2 Saran..........................................................................................................102 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................104 LAMPIRAN ..............................................................................................................107
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Konsumsi Buah Masyarakat Indonesia ............................................................. 4 2. Konsumsi Per Kapita Per Tahun Buah-buahan (Kg) di Indonesia dari Tahun 1993-2000 ....................................................................................... 5 3. Perkembangan Ekspor dan Realisasi Impor Mangga Tahun 2003-2005 .......... 7 4. Perkembangan Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Tahun 2002-2005 ................................ 10 5. Komposisi Zat Makanan Bagi Setiap 100 gr Mangga .................................... 18 6. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli ........... 32 8. Komposisi Umur Petani Responden ............................................................... 59 9. Komposisi Tingkat Pendidikan Petani Responden ......................................... 60 10. Komposisi Pengalaman Berusaha Petani Responden ..................................... 61 11. Komposisi Umur Petani Pedagang Responden ............................................... 62 12. Komposisi Tingkat Pendidikan Pedagang Responden.................................... 63 13. Komposisi Pengalaman Berusaha Pedagang Responden................................ 64 14. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga Pemasaran Pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon ..................................................................................... 79 15. Farmer’s share Pada Tiap Pola Saluran Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon 2006..............................................................................94
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Model Josep S. Bain Untuk Mengukur Efisiensi Pemasaran.......................... 30 2. Fungsi Penawaran Permintaan Primer dan Turunan Serta Marjin Pemasaran ....................................................................................................... 35 3. Skema Kerangka Pemikiran Operasional........................................................ 42 4. Pola Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon .................... 73
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.
Halaman
Penyebaran Sentra Komoditas Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon ..................................................................................107
2. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditi Pisang, Manggis, dan Mangga Tahun 1998-2003 ....................................................................108 3.
Produksi Mangga (Ton) Beberapa Propinsi di Indonesia Periode 2001-2007 ....................................................................................................109 4. Jumlah Tanaman Baru Komoditas Mangga (Pohon) Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005 .............................................110 5.
Jumlah Tanaman Menghasilkan Komoditas Mangga (Pohon) Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005 ....................................111 6. Produksi Tanaman Mangga (Kuintal) Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005 .........................................................................112 7. Rata-Rata Produksi Tanaman Mangga (Kg/Pohon) Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005 . .........................................113 8. Rincian Marjin dan Persentase Marjin Pada Saluran Pemasaran 1, 2, 3, dan 4 di Kabupaten Cirebon 2006................................................................114 9.
Rasio Rata-Rata Laba Terhadap Biaya Pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon ........................117
10. Pohon Mangga Gedong Gincu Yang Sedang Berbunga ..............................119 11. Salah Satu Kebun Mangga Gedong Gincu yang sedang berbuah di Kecamatan Beber ....................................................................................120 12. Buah Mangga Gedong Gincu dengan Tingkat Kemasakan ≥70 persen .....121 13. Pedagang Pengumpul Besar Yang Melakukan Pembelian Mangga Gedong Gincu di Kebun Petani, Kecamatan Sedong...................................122 14. Pedagang Pengumpul Besar Yang Melakukan Pembelian Mangga Gedong Gincu di Kebun Petani, Kecamatan Sedong ....................123 15. Pengepakan di Gudang Pengumpul .............................................................124 16. Pengepakan di Gudang Pengumpul .............................................................125 17. Penjualan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Pengecer ..............................126
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 200-219 juta orang pada tahun 2000-2005, merupakan tantangan berat yang sekaligus merupakan potensi pembangunan yang sangat besar, baik dari sisi penawaran produk (produksi) maupun dari sisi permintaan produk (pasar). Indonesia juga memiliki sumberdaya alam berupa lahan dengan kondisi agroklimat yang cukup potensial untuk dikembangkan sebagai usaha pertanian produktif. Sektor pertanian Indonesia merupakan suatu sistem yang kompleks karena melibatkan lebih dari 70 persen penduduk Indonesia sebagai produsen dan 100 persen penduduknya sebagai konsumen. Kompleksitas pada sektor pertanian tersebut memberikan implikasi kepada kompleksitas sistem pemasaran komoditas pertanian. Sistem pemasaran komoditas pertanian juga relatif lebih kompleks dibanding komoditas lainnya. Hal ini disebabkan oleh sifat produk, sistem produksi serta struktur dan karakteristik pasar produk pertanian yang khas (Said dan Intan, 2006). Prospek ekonomi dari komoditas pertanian sangat menguntungkan saat ini. Salah satu sektor pertanian yang mempunyai prospek yang cukup menjanjikan untuk untuk dikembangkan adalah sektor hortikultura. Hal ini didukung oleh jumlah penduduk yang semakin meningkat sepanjang tahun sehingga kebutuhan akan pangan meningkat tajam, sedangkan lahan pertanian sendiri semakin menyempit. Hal ini bertolak belakang dengan kondisi kebutuhan yang meningkat tetapi upaya peningkatan dari pemenuhan kebutuhan itu sendiri diabaikan. Di sini dibutuhkan peranan pemasaran sebagai jembatan yang menghubungkan perbedaan
kepentingan antara produsen dan konsumen, yaitu penyedia kebutuhan konsumen dan memperlancar upaya untuk pemenuhan kebutuhan. Salah satu upaya pengembangan komoditas pertanian secara umum adalah upaya pengembangan yang terkait dengan pemasarannya. Usaha dalam menciptakan kondisi pasar yang ideal dilakukan baik dari mulai harga yang baik, kemudahan-kemudahan dalam pendistribusian, kuatnya posisi petani dalam tawarmenawar, mengembangkan dan memperluas pasar, mendorong akses yang lebih luas terhadap sistem informasi pasar, mengembangkan lembaga saluran distribusi, menciptakan tertib usaha, meningkatkan perlindungan konsumen, meningkatkan kemampuan pengusaha kecil dan golongan ekonomi menengah, meningkatkan sarana dan prasarana pemasaran, mengurangi penyimpangan pasar merupakan tujuan terciptanya suatu kondisi pemasaran yang efisien dimulai dari petani produsen hingga konsumen akhir. Perlunya identifikasi masalah dalam pemasaran suatu komoditas adalah untuk mengetahui kondisi mana yang sudah tercipta dan kondisi mana pula yang masih perlu diupayakan. Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan lembagalembaga
pemasaran
yang
melakukan
fungsi-fungsi
pemasaran
untuk
memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir dan sebaliknya memperlancar aliran uang, menambah nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran, dari tangan konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam suatu sistem pemasaran komoditas. Sistem pemasaran pertanian tersebut mencakup kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang ada dalam sistem pemasaran komoditas tersebut, baik secara vertikal berdasarkan urutan
penambahan kegunaan atau penciptaan nilai tambah maupun secara horizontal berdasarkan tingkatan produktif yang sama. Tingkat produktivitas sistem pemasaran ditentukan oleh tingkat efisiensi dan efektivitas seluruh kegiatan fungsional sistem pemasaran tersebut, yang selanjutnya menentukan kinerja operasi dan proses sistem (Said dan Intan, 2006). Gonarsyah (1998), menulis bahwa kunci keberhasilan pengembangan pasar domestik adalah inovasi dan peningkatan efisiensi pemasaran. Dalam jangka pendek, peningkatan efisiensi pemasaran domestik lebih difokuskan pada penekanan biaya pemasaran dan pemantapan organisasi pemasaran yang ada dan berfungsi baik. Dalam jangka panjang, peningkatan efisiensi difokuskan pada upaya mencari inovasi dan alternatif baru dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran yang dapat menekan biaya-biaya pemasaran serta mempertimbangkan berbagai alternatif organisasi pemasaran dari yang sepenuhnya tergantung pada mekanisme pasar (invisible hand) hingga yang sepenuhnya berbentuk integrasi vertikal. Efisiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari terselenggaranya integrasi vertikal dan integrasi horizontal yang kuat, terjadi pembagian yang adil dari rasio nilai tambah yang tercipta dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produktif masing-masing pelaku. Sistem pemasaran tersebut sering juga disebut sebagai saluran pemasaran atau saluran distribusi. Peranan pemasaran sendiri dalam pertanian/agribisnis adalah sangat besar, karena lebih kurang 80 persen pemasaran merupakan segmen dari sistem agribisnis dan 70 persen dari setiap pengeluaran konsumen untuk makan digunakan untuk menutupi biaya pemasaran. Permasalahan yang akan selalu dihadapi adalah bagaimana menciptakan sistem penanganan komoditas pertanian,
sejalan dengan perbaikan kesejahteraan pelaku didalamnya, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek perdagangan hasil pertanian (Seperich, 1994). Indonesia memiliki potensi pasar yang bagus, baik dalam negeri dan luar negeri untuk agribisnis buah-buahan. Secara agroklimat Indonesia memiliki kecocokan iklim untuk komoditas tropis yang eksotik dan langka, seperti mangga, pisang dan manggis. Buah-buahan memiliki kandungan vitamin dan mineral yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh, sehingga sangat diperlukan untuk mendukung metabolisme dan perkembangan tubuh. Selain itu, buah-buahan memiliki potensi pasar yang mempunyai tingkat permintaan menjanjikan. Namun tingkat konsumsi buah-buahan di Indonesia tergolong masih rendah jika dibandingkan dengan yang direkomendasikan oleh FAO sebesar 60 kg per kapita. Pada tahun 2006 tingkat konsumsi buah masyarakat Indonesia hanya mencapai 64,5 gr/kapita/hari atau 23,56 kg/kapita/tahun. Tabel 1. Konsumsi Buah Masyarakat Indonesia periode tahun 1996-2006 Tahun Gr/kapita/hari Kg/kapita/tahun 1996 67,3 24,56 1999 50,7 18,51 2002 74,4 27,16 2003 80,7 29,44 2004 74,5 27,19 2005 68,9 25,17 2006 64,5 23,56 Sumber : www.hortikultura.deptan.go.id, 2008. (data diolah) Kecenderungan akan konsumsi buah-buahan meningkat sepanjang tahunnya walaupun berfluktuatif seperti terlihat pada Tabel 2. Jumlah konsumsi buah mangga di Indonesia seperti yang tercantum dalam Tabel 2 masih dapat terpenuhi oleh jumlah total produksi pada tahun 2006 sebesar 1.621.997 ton yang tercantum pada Lampiran 7. Dengan wilayah sentra produksi terbesar di Indonesia adalah wilayah propinsi Jawa Timur dengan tingkat produksi pada tahun 2007
yang mencapai 593.824 ton, disusul propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah dimana pada tahun yang sama tingkat produksinya sebesar 447.565 ton dan 263.507 ton. Selama priode tahun 2001-2007 produksi mangga di Indonesia cenderung meningkat. Adapun faktor penentu peningkatan permintaan terhadap buah-buahan khususnya buah mangga, adalah peningkatan jumlah penduduk terutama perkotaan dan wilayah industri, semakin membaiknya pendapatan masyarakat pada umumnya, meningkatnya arus kedatangan wisatawan mancanegara serta permintaan yang datang dari industri olah lanjut yang cenderung memerlukan pasokan bahan baku yang tepat jumlah dan kepastian kesinambungan pasokannya. Tabel 2. Konsumsi Per Kapita Per Tahun Buah-Buahan (Kg) di Indonesia dari Tahun 1996-2005 Tahun Komoditi 1996 1999 2002 2004 2005 2006 Alpukat 0,21 0,26 0,26 0,21 0,47 0,36 Jeruk 1,30 1,20 1,98 2,70 2,60 3,07 Duku 0,16 0,05 1,82 0,62 2,29 0,52 Durian 0,52 0,16 0,94 0,94 1,61 0,78 Jambu 0,31 0,26 0,26 0,16 0,21 0,21 Mangga 2,13 0,26 0,31 1,04 0,62 0,16 Nanas 0,94 0,68 0,47 0,52 0,57 0,42 Pepaya 2,86 3,12 2,24 2,34 2,29 2,03 Pisang 9,05 8,27 7,80 7,59 7,85 7,54 Rambutan 2,44 1,98 7,44 6,66 8,37 5,10 Salak 1,20 0,73 0,94 1,61 1,20 1,09 Sawo 0,10 0,05 0,10 0,10 0,10 0,10 Kedondong 0,16 0,16 0,10 0,10 0,16 0,10 Nangka 0,99 0,42 0,47 0,52 0,42 0,31 Semangka 0,78 0,47 0,83 0,78 0,99 0,68 Tomat Buah 0,16 0,16 1,56 0,16 0,16 0,10 Apel 0,68 0,16 0,62 0,62 0,62 0,52 Belimbing 0,10 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Lainnya 0,42 0,21 0,88 0,31 0,83 0,26 Jumlah 24,49 18,65 29,07 27,03 31,41 23,41 Sumber : Biro Pusat Statistik, 2008.
Mangga merupakan salah satu komoditas yang dimasukkan dalam program pengembangan sentra produksi buah unggulan Indonesia. Selain itu, mangga dikenal sebagai The Best Loved Tropical Fruit dan mangga termasuk ke dalam golongan buah eksotik, yaitu buah-buahan khas daerah tropis yang mahal harganya dan banyak peminatnya di pasaran luar negeri selain manggis dan pisang. Karena itu, mangga merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki prospek cerah, karena disamping menghasilkan devisa negara juga berperan dalam meningkatkan pendapatan petani, memfungsikan sebagian lahan yang tersedia dan berguna untuk konservasi tanah dan air. Sebagai komoditas unggulan, mangga memiliki peluang pengembangan yang masih sangat luas. Produksi mangga saat ini masih terus dikembangkan, baik dari segi pembudidayaan, pengembangan varietas maupun kegiatan pasca panen. Adanya lingkungan persaingan pasar antara komoditas hortikultura produk dalam negeri (lokal) dengan komoditas hortikultura impor, khususnya buah mangga sebagai buah lokal dengan buah impor menyebabkan pengembangan produksi buah mangga harus didukung oleh sarana dan prasarana sistem pemasaran yang baik. Dalam proses pemasaran, kondisi lingkungan yang bersaing akan mampu dihadapi apabila diperoleh informasi tentang struktur pasar dan perilaku pasar dalam pemasaran mangga. Sehubungan dengan kondisi di atas, maka dalam rangka menunjang program pemerintah yang menjadikan mangga sebagai komoditas andalan perlu diketahui informasi mengenai keadaan perdagangan mangga terutama produksi dan penawaran dalam negeri, sistem pemasaran serta keragaan dari pemasaran komoditas mangga itu sendiri.
Perkembangan ekspor dan realisasi impor komoditas mangga dapat dilihat pada Tabel 3. Pada tahun 2006 tingkat volume ekspor hanya mencapai 32 persen yang bernilai US$ 1.160.642, sedangkan pada tahun 2004 volume ekspor 50 persen dengan nilai US$2.013.390. Namun demikian, volume impor tahun 2006 meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu dengan volume impor tahun 2006 sebesar 32 persen dan volume impor tahun 2005 yang hanya mencapai 3 persen. Penurunan ini disebabkan harga mangga pada tahun tersebut jauh di bawah harga pada tahun-tahun sebelumnya. Tabel 3. Perkembangan Ekspor dan Realisasi Impor Mangga tahun 20032006 di Indonesia Tahun
2003 2004 2005 2006
Perkembangan Ekspor
Realisasi Impor
Volume (kg)
Nilai (US$)
Volume (kg)
Nilai (US$)
16% 50% 3% 32%
10% 43% 21% 25%
15% 23% 29% 33%
22% 23% 23% 32%
Sumber : www.hortikultura.deptan.go.id,2008. (Data diolah) Dalam upaya pengembangan pemasaran komoditas mangga, petani mangga di Jawa Barat sejak tahun 1990-an mendiferensiasikan pemasaran mangga gedong dalam bentuk produk mangga gedong biasa (tingkat kematangan 60 persen) dan dalam bentuk produk mangga gedong gincu (tingkat kematangan di atas 70 persen) yang ditandai dengan timbulnya warna merah pada pangkal buah (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2002). Dibandingkan mangga jenis lainnya mangga gedong gincu memiliki keunggulan dalam segi aromanya yang lebih tajam, warna kulit buah yang berwarna merah menyala sehingga lebih menarik (disukai konsumen luar negeri) dan rasa yang segar serta banyak mengandung serat. Keunggulan yang dimiliki mangga gedong gincu tersebut
menyebabkan mangga ini diminati oleh kelompok ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar negeri. Varietas mangga Gedong Gincu merupakan unggulan nasional yang banyak diusahakan di Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon, karena varietas tersebut memiliki daya saing komparatif maupun kompetitif. Luas tanam mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon mencapai lebih kurang 2.150 Ha. dengan produksi lebih kurang 10 ribu ton per tahunnya. Performance mangga gedong gincu seperti kulit berwarna merah gincu, bentuk bulat serta aroma wangi yang menyengat menjadikan mangga gedong gincu mempunyai daya tawar yang cukup tinggi dipasaran dibandingkan varietas mangga lainnya. Hal tersebut dibuktikan dengan telah banyaknya produk mangga gedong gincu asal Kabupaten Cirebon yang masuk ke pasaran luar negeri seperti Singapura dan Amerika (Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, 2007). Perkembangan luas tanam, produksi dan produktivitas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini terlihat dalam Tabel 4, dimana pada tahun 2006 luas tanam manga gedong gincu di Kabupaten Cirebon mencapai 30 persen dengan produksi sebesar 35 persen dan produktivitas yang mencapai 55,41 ton/ha.
Tabel 4. Perkembangan Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Tahun 2002-2005 Tahun
Luas Tanam (ha)
Produksi (ton)
Produktifitas (ton/ha)
2002 2003 2004 2005 2006
14% 15% 15% 26% 30%
17% 12% 14% 22% 35%
17% 18% 20% 19% 26%
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, 2007 Dengan musim panen raya yang hanya berkisar antara bulan November (jumlah poduksi 42%) sampai dengan Desember (jumlah produksi 27%) dan musim sedang antara bulan September (jumlah produksi 8%) sampai Oktober (jumlah produksi 19%) serta musim paceklik yang terjadi pada bulan Juli sampai September di Kabupaten Cirebon menyebabkan terjadinya fluktuasi harga antara bulan Juli sampai Desember yang cukup tinggi (Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, 2006). Diperlukan upaya pemasaran guna mengurangi fluktuasi harga yang tinggi akibat perbedaan musim panen yang terjadi secara bersamaan di Kabupaten Cirebon. 1.2 Perumusan Masalah Pemasaran produk-produk pertanian khususnya tanaman pangan dan hortikultura memerlukan penanganan yang khusus karena sifat produk pertanian tersebut yang antara lain : memakan tempat (voluminous), mudah busuk, mudah rusak, memiliki ukuran yang beragam dan produksinya yang bersifat musiman sementara konsumsi terjadi sepanjang tahun. Biasanya komoditas tanaman pangan dan hortikultura diusahakan dalam skala usaha kecil dan lokasi produksi yang terpencil (Gonarsyah,1998). Karakteristik tersebut menjadikan pentingnya
peranan
pemasaran
yang
meliputi
fungsi-fungsi
pembelian,
penjualan,
pengolahan, penyimpanan, standarisasi dan grading serta pengangkutan. Namun berdasarkan kenyataan di lapangan, fungsi-fungsi pemasaran tersebut belum efisien dan memakan biaya yang mahal, serta melewati rantai yang relatif panjang hal ini disebabkan besarnya marjin biaya dari petani hingga ke konsumen terakhir. Dalam sistem pemasaran suatu komoditas, termasuk mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon terdapat variasi saluran pemasaran. Ini dikarenakan, dalam menjual hasil produksinya petani dihadapkan pada berbagai lembaga pemasaran serta alur pemasaran yang berbeda (Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, 2007). Adanya perbedaan ini mengakibatkan perbedaan dalam hal harga jual, keuntungan, serta biaya pemasaran untuk masing-masing lembaga pemasaran termasuk petani. Fluktuasi harga terjadi pada saat off season (awal musim dan menjelang akhir musim) harga di tingkat petani Rp 20.000/kg - Rp 25.000/kg dan di tingkat konsumen Rp 40.000/kg Rp 50.000/kg, pada masa panen sedang harga di tingkat petani Rp 10.000/kg - Rp 18.000/kg dan di tingkat konsumen Rp 20.000/kg - Rp 30.000/kg serta pada panen raya harga di tingkat petani Rp 6000/kg - Rp 10.000/kg dan harga di tingkat konsumen Rp 10.000/kg - Rp 15.000/kg (Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon, 2007). Besarnya selisih antara harga jual yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen menunjukkan terdapat marjin pemasaran yang cukup besar antara petani dan konsumen. Marjin pemasaran yang semakin besar pada umumnya akan menyebabkan persentase bagian harga yang diterima oleh petani akan semakin kecil. Adanya kesenjangan harga dan marjin pemasaran yang cukup
besar karena posisi petani diantara para pelaku pemasaran adalah yang paling lemah, hal ini disebabkan oleh informasi pasar yang dimiliki terbatas dan belum berfungsinya asosiasi petani mangga gedong gincu secara maksimal. Kelompok petani mangga gedong gincu diharapkan dapat meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani sehingga harga di tingkat petani pun tinggi. Umumnya petani bersifat pasif dalam posisi tawar-menawar, harga lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Daya tawar petani yang lemah menyebabkan keuntungan lebih banyak dinikmati oleh eksportir dan pedagang pengumpul antara yang menampung hasil produksi mangga gedong gincu dari petani. Permasalahan dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon yaitu terjadi dari mulai proses produksi sampai pada proses pemasaran. Penanganan ketika panen, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan yang dilakukan dengan sekedarnya. Kurang diperhatikannya teknik budidaya yang baik dan benar untuk menghasilkan komoditas mangga yang bermutu sehingga mutu yang diperoleh sangat rendah dimana bentuk yang masih belum seragam maupun tampilan fisik yang kurang menarik, dan fluktuasi harga antara musim raya dan musim paceklik menyebabkan mangga gedong gincu tidak memiliki posisi penawaran harga yang tinggi. Alternatif
saluran
pemasaran
yang
efisien
diperlukan
untuk
meningkatkan harga jual dan keuntungan petani. Karena tujuan efisiensi pemasaran adalah menciptakan kondisi yang saling menguntungkan bagi lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran. Untuk mengetahui ada tidaknya alternatif saluran pemasaran diperlukan analisis saluran, lembaga dan fungsi-fungsi pemasaran di setiap lembaga pemasaran yang disertai analisis
struktur, perilaku dan keragaan pasar. Dari hasil semua analisis tersebut dapat diketahui efisiensi pemasaran dari komoditas mangga gedong gincu. Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah saluran pemasaran dan fungsi-fungsi pemasaran yang ada di setiap pelaku/lembaga pemasaran? 2. Bagaimanakah struktur, perilaku dan keragaan pasar komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon? 3. Bagaimanakah tingkat efisiensi pemasaran saluran pemasaran mangga gedong gincu yang ada di Kabupaten Cirebon? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis saluran pemasaran dan fungsi pemasaran yang dilakukan oleh pelaku pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. 2. Menganalisis struktur, perilaku dan keragaan pasar yang terdapat dalam pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. 3. Mengidentifikasi efisiensi pemasaran mangga gedong gincu dengan menggunakan indikator marjin pemasaran, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) dan perbandingan keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio). 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai gambaran umum bagi pelaku dalam produksi dan pemasaran komoditas mangga gedong gincu
dalam mengambil kebijakan atau langkah-langkah yang berkaitan dengan kondisi dan struktur pasar, sumbangan pemikiran kepada decision maker dalam mencari alternatif untuk peningkatan efisiensi pemasaran komoditas mangga
gedong
gincu di Kabupaten Cirebon, sebagai bahan pertimbangan atau literatur untuk penelitian selanjutnya, dan bahwa informasi mengenai pasar dan bagaimana sistemnya merupakan sumber daya yang sangat penting sebagai kunci keberhasilan untuk mengatasi kondisi pasar yang sering mengalami fluktuasi. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini adalah sebagai bentuk pengaplikasian ilmuilmu soial ekonomi pertanian yang telah didapatkan selama masa perkuliahan. 1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini hanya menganalisis kegiatan pemasaran komoditas gedong gincu dilihat dari struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar serta melihat lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dan fungsi yang dilakukan oleh lembagalembaga tersebut dalam kegiatan pemasaran komoditas mangga gedong gincu. Dari hasil analisis tersebut dapat diidentifikasi bagaimana efisiensi pemasaran komoditas gedong gincu di Kabupaten Cirebon dan yang kemudian memberikan gambaran secara umum mengenai kegiatan pemasaran untuk mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Dalam penelitian ini analisis indeks keterpaduan pasar tidak digunakan karena harga di pasar lokal terbentuk oleh pasar itu sendiri. Harga mangga gedong gincu yang digunakan yaitu pada saat panen raya tahun 2006.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Komoditas Mangga Mangga (Mangifera indica spp.) merupakan salah satu buah tropis yang populer dan pembudidayaannya yang telah meluas ke berbagai belahan dunia. Tanaman mangga pertama kali ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan India, dan selanjutnya terus menyebar ke kawasan Indo-Burma meliputi Pakistan, Sri Lanka, Indonesia. Mangga bukan merupakan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari daerah sekitar Bombay dan daerah sekitar kaki gunung Himalaya. Jenis yang banyak ditanam di Indonesia Mangifera indica L. yaitu mangga arumanis, golek, gedong, manalagi dan cengkir dan Mangifera foetida yaitu kemang dan kweni (Pracaya, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan dipengaruhi lingkungan tempat tumbuhnya. Dengan kata lain produktivitas dan kualitas tanaman (dalam hal ini tanaman buah mangga) tergantung langsung pada faktor lingkungan. Sebaran buah mangga berdasarkan ketinggian tempat dan iklim berada pada dataran rendah yang kering. Dataran rendah ini banyak tersebar luas di Indonesia mulai dari Sumatra Utara sampai ke Maluku. Setiap sentra produksi memiliki iklim, kesuburan tanah, faktor alam yang berbeda, sehingga varietas mangga yang berkembang di suatu daerah akan berbeda dengan daerah lainnya. Kultivar mangga yang telah dilepas oleh pemerintah adalah arumanis 143, manalagi 69, golek 31, gadung 21, dan gedong gincu. Varietas unggul yang belum dilepas adalah indramayu, gedong 185, dan manalagi 21 (Sunarjo, 2006). Namun varietas yang diusahakan secara luas adalah varietas Golek, Cengkir, Kidang, Arumanis, Gedong, Lali Jiwo, Manalagi dan Madu.
Mangga merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai bisa mencapai 40 meter dan umur pohonnya bisa mencapai 100 tahun lebih. Semua bagian tanaman mangga bergetah agak kental dan merupakan tanaman yang lebih senang tumbuh di tempat terbuka. Morfologi pohon mangga terdiri atas akar, batang, daun dan bunga. Bunga menghasilkan buah dan biji yang secara generatif dapat menghasilkan tanaman baru. Ada dua tipe mangga, yaitu monoembrio (satu biji tumbuh satu tunas) dan poliembrio (satu biji tumbuh lebih dari dua tunas. Mangga poliembrio umumnya berasal dari Asia Tenggara (Pracaya, 2005). Buah mangga relatif besar, bentuknya bulat panjang, bijinya besar dan pipih diliputi oleh daging yang tebal dan lunak serta enak dimakan. Bijinya berkulit tebal dan liat, tetapi tidak tahan disimpan lama. Buah yang matang berwarna merah, kuning atau hijau kebiruan, dan beraroma harum. Rasanya masam hingga manis, tergantung varietasnya. Daging buah lembek, berair, dan berserat halus sekali hingga berserat kasar. Tanaman mangga gedong gincu mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan tumbuh. Meskipun demikian, tanaman mangga gedong gincu dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di daerah dataran rendah sampai ketinggian 400 m dari permukaan laut (dpl). Daerah yang lebih tinggi dari 400 m dari permukaan laut (dpl) akan menyebabkan kuantitas dan kualitas buah yang cenderung menurun, serta tingkat kematangan buah lebih lambat. Keadaan iklim yang ideal untuk tanaman mangga gedong gincu adalah daerah yang memiliki curah hujan tahunan 750-2500 mm/tahun atau kurang dari 60 mm/bulan dengan 36 bulan kering secara berturut-turut, suhu udara 24°C-28°C, kelembapan 50%60%, dan kedalaman air tanah tidak lebih dari 2 m. Masa kering diperlukan
sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul pada saat hujan. Suhu harian yang ideal untuk pembuahan antara 24°C-30°C. Suhu di atas 42°C akan menghambat pertumbuhan dan merusak tanaman (Rukmana, 2007). Tanah yang baik untuk budidaya mangga adalah tanah yang mempunyai tekstur lempung, lempung berdebu, lempung liat berdebu, dan liat berdebu. Dengan derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok adalah 5,5-8, jika pH di bawah 5 akan menyebabkan tanaman cenderung kekurangan fosfor, kalsium dan magnesium. Tanah yang masam perlu dikapur dengan dolomite (CaMg(CO3)2), kapur bakar (CaO), kapur putih Ca(OH)2, dan kalsit (CaCO3) dengan dosis 6-8 ton/hektar atau disesuaikan dengan pH awal. Syarat lainnya, tanaman mangga gedong gincu menghendaki lapisan solum tanah yang cukup tebal (>2 m), tidak berbatu, dan kandungan bahan organik tinggi, yaitu 45% hasil pembusukan tanaman, 5% zat anorganik, 25% air, dan 25% udara. Derajat kemiringan lereng hamparan yang ideal tidak lebih dari 15%, tidak berbatu dan tidak banyak singkapan batuan untuk memudahkan akar dalam penyerapan hara dan air. Tanah remah dan berbutir seperti tanah lempung berpasir sangat baik, karena mampu menahan air dan memiliki cukup banyak rongga untuk pengaliran air dan udara. Kemiringan dapat ditolerir tidak lebih dari 30° (Rukmana, 2007). Hal ini yang menjadikan sentra produksi mangga di Indonesia adalah Jawa Timur dengan rata-rata kontribusi produksi sebesar 40,00 persen dari total produksi, kemudian Jawa Barat sebesar 22,61 persen dan Jawa Tengah sebesar 15,29 persen. Akan tetapi, jika dilihat dari rata-rata produktivitas per pohonnya,
maka urutan pertama dicapai oleh Jawa Barat sebesar 72,28 kg di atas Jawa Timur yang berkisar 48,42 kg dan Jawa Tengah yang sebesar 36,46 kg. Adapun daerah sentra produksi utama di Indonesia adalah kabupaten Majalengka, Indramayu, Cirebon (Jawa Barat), Rembang (Jawa Tengah), Situbondo, Pasuruan, Probolinggo, Gresik (Jawa Timur), Buleleng (Bali), Takalar, Jenepento, dan Bone (Sulawesi Selatan). Wilayah sentra produksi buah di Indonesia tersebar luas memungkinkan terjadinya waktu panen yang berbedabeda. Sebagaimana beberapa jenis komoditas pertanian lainnya, mangga juga bersifat musiman dengan musim panen yang cukup panjang, yaitu dari bulan Februari sampai dengan Desember, dengan waktu panen raya pada bulan Agustus sampai Desember. Tingginya tingkat permintaan komoditas mangga dikarenakan buah mangga memiliki rasa yang lezat dan khas, aroma yang harum, warna kulit yang menarik dan nilai gizi yang cukup tinggi. Mangga mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin C, berbagai zat mineral seperti air, protein, lemak dan gula. Setiap varietas mangga memiliki konsentrasi gizi yang berbeda-beda, misalkan untuk mangga indramayu memiliki hidrat arang yang lebih besar daripada varietas lainnya dan kandungan vitamin A yang tertinggi terdapat pada varietas mangga gedong. Dengan adanya kandungan gizi yang berbeda-beda pada setiap jenis mangga, maka konsumen dapat mengkonsumsi mangga sesuai dengan kebutuhan dan seleranya. Kandungan gizi yang baik, rasa yang lezat, harga yang terjangkau serta peluang pasar yang terbuka menciptakan prospek peningkatan jumlah produksi mangga dari tahun ke tahun.
Tabel 5. Komposisi Zat Makanan Bagi Setiap 100 gr Mangga Jumlah No Kandungan 1 Energi 69 2 Air 82.5 3 Protein 2.1 4 Lemak 0.5 5 Karbohidrat 14.1 6 Serat 0.4 7 hidrat arang 0.4 8 Kalsium 19 9 Fosforus 15 10 Ferum 0.2 11 Natrium 7 12 Kalium 7 13 B1 0.05 14 B2 0.6 15 B3 (Niacin) 0.2 16 Vitamin A (Karoten) 1,888 17 Vitamin C 23
Satuan kilo kalori gr gr gr gr gr gr mg mg mg mg mg mg mg mg mg mg
Sumber : Nutrient Composition Of Malaysian Foods, Food Habits Research And Development, Malaysia (1988).
Mangga gedong gincu merupakan varietas dari mangga gedong tetapi yang membedakannya dengan mangga gedong yaitu buahnya dipanen sudah matang, pada tingkat kematangan di atas 70 persen, sedangkan pada mangga gedong buahnya dipanen hanya pada tingkat kematangan mencapai 60 persen (Dinas Pertanian Tanaman pangan, 2002). Buah mangga gedong gincu memiliki karakteristik bentuk pangkal buah bulat, warna pangkal buah merah keunguan, pucuk buah hijau, memiliki aroma yang kuat, rasanya manis, banyak mengandung serat namun seratnya pendek dan memiliki berat sekitar 200 sampai 240 gram per buah. Pohon mangga gedong gincu memiliki ciri yaitu memiliki ketinggian 9 sampai 15 meter, memiliki cabang banyak, memiliki daun dengan permukaan yang sempit, dasar daun lancip dan lipatan daun berombak (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Buah mangga dipanen setelah tua benar. Adapun cirinya sebagai berikut: bagian pangkal buah telah membengkak rata dan warnanya mulai merah menguning. Pemungutan buah yang belum tua benar menyebabkan rasanya agak masam dan kelat (mutu buah rendah). Umur buah dipanen kira-kira 4 sampai dengan 5 bulan (110-150 hari) sejak bunga mekar. Pemetikan harus hati-hati, tidak boleh jatuh, dan getahnya tidak boleh mengenai buah mangga tersebut. Pada mangga gedong gincu, persyaratan masak pohon ini mutlak. Ini dikarenakan warna merah pada pangkal buah gedong gincu hanya akan muncul jika dipetik dalam keadaan masak di pohon (Rukmana, 2007). 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Yulizarman (1999) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Sistem Tebasan dan Analisis Pemasaran Mangga, di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat” membagi saluran pemasaran mangga di Kabupaten Indramayu menjadi tiga pola utama, yaitu pola pemasaran lokal, pola pemasaran antar daerah, dan pola pemasaran ekspor yang melibatkan petani, tengkulak, pengepul, pedagang antar kota, dan pengecer lokal. Fungsi pemasaran yang dilakukan lembaga pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas, petani yang menjual secara tebasan hanya melakukan fungsi pertukaran saja. Fungsi pengangkutan yang dilakukan petani non tebasan dan tengkulak merugikan mutu karena cara angkut yang tidak bagus. Fungsi grading dan penyortiran hanya dilakukan secara sederhana oleh pengepul yaitu memisahkan mutu buah dalam kualitas secara fisik (ukuran, warna, dan keadaan kulit buah) serta pengepakan ke dalam peti kayu. Struktur pasar yang dihadapi petani dan tengkulak mendekati
pasar oligopsoni, dan struktur pasar di pengepul dan pengecer lokal mendekati pasar oligopoli. Penelitian Gustanto (2000) yang berjudul “Analisis Pemasaran Sayur Mayur di Wilayah Kota Bogor” menunjukkan bahwa pola saluran pemasaran sayur mayur di kota Bogor adalah pola penyaluran tidak langsung, dengan menggunakan beberapa jenis dari perantara, sedangkan struktur pasar untuk pemasaran sayur mayur di kota Bogor terbagi atas 3 struktur pasar, yaitu oligopoli murni, oligopoli terdiferensiasi dan monopolistik. Dalam penelitiannya ditemukan hasil bahwa keragaan pasar dalam pemasaran komoditas sayur mayur menunjukkan bahwa marjin pemasaran bervariasi antara 21,5 persen hingga 40 persen dengan tingkat keuntungan yang diperoleh pedagang pengecer antara 10,51 persen hingga 39,26 persen atau dengan kata lain setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1 per kg akan memberikan keuntungan sekitar Rp 1,13 per kg hingga Rp 7,76 per kg. Gantina (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pemasaran Buah-Buahan di wilayah Kabupaten Karawang” menyimpulkan bahwa saluran pemasaran buah-buahan di Karawang dilakukan dengan bertingkat-tingkat. Pola pertama adalah dari petani ke pedagang pengumpul ke pedagang pengecer kemudian ke konsumen. Pola kedua adalah dari petani ke pedagang bandar pasar Cikampek I ke pedagang semi bandar atau pedagang pengecer kemudian ke konsumen. Pola ketiga dari petani ke pedagang pengumpul ke pedagang bandar di Pasar Induk Cibitung ke pedagang pengecer kemudian ke konsumen. Pola keempat adalah dari petani ke pedagang pengumpul ke pedagang bandar Pasar Induk Cibitung ke pedagang bandar Pasar Cikampek I ke pedagang pengecer atau
pedagang semi bandar kemudian ke konsumen. Tingkat konsentrasi pasar, hambatan masuk pasar serta diferensiasi produk memperlihatkan bahwa struktur pasar buah-buahan di wilayah Kabupaten Karawang terbagi menjadi tiga yaitu pola oligopoli murni, persaingan monopolistik, dan mendekati persaingan sempurna.
Perilaku
pasar
dalam sistem penentuan harga buah-buahan
menunjukkan bahwa sistem penentuan harga tidak dilakukan secara kaku tetapi dapat melalui kesepakatan sepihak maupun melalui tawar-menawar. Sistem pembayaran yang dilakukan pedagang pun tidak hanya dilakukan secara tunai tetapi dapat pula dilakukan bayar sebagian atau berutang. Suparrakhmataeni (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Sistem Pemasaran Manggis (Garcinia mangostana L) di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi” menyimpulkan bahwa pemasaran manggis di Desa Hegarmanah bersifat oligopsoni. Saluran pemasaran yang terjadi yaitu petani → tengkulak kecil → tengkulak besar → eksportir. Harga jual yang terjadi di tingkat petani sebesar Rp 2.000 per kg, sedangkan harga di tingkat tengkulak kecil yaitu sebesar Rp 2.500 per kg. Harga jual dari tengkulak besar ke eksportir untuk kualitas super ekspor berkisar antara Rp 10.000 – Rp 15.000 per kg dan super BS untuk dikirim ke supermarket lokal seharga Rp 8.000 per kg. Kualitas BS (cacat) hanya dikirim ke pasar tradisional dengan harga Rp 4.500 per kg, sedangkan harga ekspor sebesar Rp 2.700 per kg. Rachmiyanti (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica spp.), Di kecamatan Panyingkiran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat ” menyimpulkan bahwa saluran pemasaran mangga gedong gincu hingga konsumen di Kecamatan
Panyingkiran melibatkan beberapa pelaku pemasaran diantaranya pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir, supplier, dan pengecer. Saluran yang terbentuk sebanyak sembilan saluran pemasaran yaitu (1) pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang pengecer lokal ; (2) pedagang besar dan pedagang pengecer lokal ; (3) pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir dan pedagang pengecer antar kota ; (4) pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer antar kota ; (5) pedagang pengumpul, pedagang besar, supplier, dan pedagang pengecer
; (6) pedagang besar, supplier, dan
pedagang pengecer ; (7) pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir, supplier, dan pedagang pengecer ; (8) pedagang besar, pedagang grosir, supplier, dan pedagang pengecer ; (9) kelompok tani dan eksportir. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah mencoba untuk meneliti bagaimana saluran pemasaran serta fungsi-fungsi yang ada di setiap lembaga pemasaran,struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah komoditas yang diteliti, tempat dan waktu penelitian yang berbeda. Pada penelitian ini komoditas yang diteliti adalah komoditas mangga gedong gincu yang ada di wilayah Kabupaten Cirebon, sedangkan waktu penelitian dilakukan pada Desember 2006April 2007. Penelitian ini menganalisis perubahan nilai yang terjadi ketika terjadi perpindahan komoditas dari setiap lembaga pemasaran baik dari segi perubahan fungsi, bentuk dan tempat.
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Usahatani Soekartawi et all. dalam Maharani (2008), tujuan usahatani adalah memaksimumkan
keuntungan
dan
meminimumkan
biaya.
Konsep
memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan maksimum, sedangkan konsep meminimumkan biaya yaitu bagaimana menekan biaya sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Ciri-ciri usahatani di Indonesia adalah (1) Sempitnya lahan yang dimiliki oleh petani, (2) Kurangnya modal petani, (3) Pengetahuan petani terbatas dan kurang dinamis, (4) Tingkat pendapatan yang diperoleh petani rendah. 3.1.2 Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong dalam Widianingsih (2008), definisi pendapatan adalah keuntungan dari pengurangan biaya selama proses produksi dengan penerimaan. Tujuan dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan dan tindakan. Bentuk dan jumlah pendapatan ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu memenuhi keperluan sehari-hari dan memberikan kepada petani agar dapat melanjutkan kegiatannya. Soeharjo dan Patong dalam Maharani (2008) juga mengatakan pengelolaan usahatani bukan hanya mengemukakan tentang cara mendapatkan produksi yang maksimum dari semua cabang usahatani yang diusahakan, akan tetapi juga bagaimana mempertinggi pendapatan dari satu cabang usahatani. Tingkat produksi dan produktivitas usahatani dipengaruhi oleh teknik budidaya,
yang meliputi varietas yang digunakan, pola tanam, pemeliharaan dan penyiangan, pemupukan serta penanganan pasca panen. Penerimaan usahatani merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran tunai merupakan pengeluaran yang harus dibayar dengan uang seperti biaya pupuk kandang, sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung nilai kerja keluarga diperhitungkan. Selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani disebut pendapatan usahatani (Net Farm Income). 3.1.3 Pemasaran Menurut Kotler (2002), pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan mereka dengan menciptakan, menawarkan dan bertukar sesuatu yang bernilai sama satu sama lain. Pemasaran di dalamnya mencakup kebutuhan, keinginan, permintaan, produk, nilai, biaya, kepuasan, pertukaran, transaksi, hubungan pemasar dan pasar. Permintaan timbul karena adanya keinginan akan suatu produk yang didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk membeli (daya beli). Kohls (2002) merumuskan pemasaran sebagai bentuk dari segala aktivitas bisnis termasuk di dalamnya aliran barang-barang dan jasa dari titik dimana produk pertanian dihasilkan sampai berada di tangan konsumen akhir. Pemasaran mencakup segala kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk di dalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Konsep tersebut menunjukkan adanya kegunaan bentuk, kegunaan waktu,
kegunaan tempat dan kegunaan hak milik, yang menyebabkan pemasaran merupakan kegiatan yang produktif (Limbong dan Sitorus, 1985). Pemasaran memiliki sasaran dan berusaha untuk memaksimumkan tingkat konsumsi masyarakat terhadap berbagai jenis produk yang dipasarkan. Upaya ini menjadi salah satu sasaran karena dengan tingkat konsumsi masyarakat yang tinggi akan berimplikasi kepada peningkatan volume penjualan dan pada gilirannya akan merangsang peningkatan volume produksi. Dengan kata lain, memaksimumkan tingkat konsumsi akan memaksimumkan pula tingkat produksi, kesempatan kerja, kesempatan berusaha, kesejahteraan dan mutu hidup masyarakat. Tingkat produksi yang tinggi akan berpengaruh positif kepada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi secara makro dan selanjutnya akan memperbaiki kualitas hidup masyarakat, meningkatkan daya beli potensial, dan merangsang peningkatan investasi pada sektor-sektor produktif, baik di bidang pertanian maupun di bidang lainnya yang terkait. 3.1.4 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Saluran distribusi adalah rangkaian lembaga-lembaga niaga yang dilalui barang dalam penyalurannya dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus, 1985). Saluran pemasaran yang dipilih produsen sangat mempengaruhi semua keputusan pemasaran yang lainnya. Oleh karena itu, saluran pemasaran merupakan salah satu keputusan paling rumit yang dihadapi produsen. Panjang
pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil pertanian tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen ke konsumen, mudah tidaknya produk itu rusak, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan. Saluran pemasaran dapat dicirikan dari panjangnya tingkat saluran. Panjangnya suatu saluran pemasaran akan ditentukan oleh banyaknya tingkat perantara yang dilalui oleh barang dan jasa. 3.1.5 Lembaga Pemasaran Dalam pemasaran suatu barang atau jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Karena jarak antara produsen yang menghasilkan barang atau jasa sering berjauhan dengan konsumen, maka
fungsi
badan
perantara
sangat
diharapkan
kehadirannya
untuk
menggerakkan barang-barang dan jasa-jasa tersebut dari titik produksi ke titik konsumsi. Badan-badan atau lembaga-lembaga yang berusaha dalam bidang pemasaran, menggerakkan barang dari produsen sampai ke konsumen melalui penjual, dikenal sebagai perantara (midleman atau intermediary). Badan-badan ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan (Limbong dan Sitorus,1985). Komoditi buah-buahan bersifat “Non Supporting Self”, mudah busuk, dan bersifat musiman. Sifat-sifat tersebut membutuhkan penanganan yang cermat dalam usaha pendistribusian komoditi buah-buahan hingga ke tangan konsumen. Berbagai kegiatan penanganan dapat dikelompokkan ke dalam fungsi fisik, pertukaran dan fungsi fasilitas (Sudiyono, 2002).
a. Fungsi Fisik Fungsi
fisik
meliputi
kegiatan-kegiatan
yang
secara
langsung
diperlakukan terhadap komoditi pertanian, sehingga komoditi-komoditi pertanian tersebut mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Fungsi fisik di dalamnya mencakup fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengangkutan. Perlakuan fungsi fisik ini direfleksikan dari permintaan konsumen akan pemenuhan kebutuhan dan keinginan terhadap produk mangga dan jasa-jasa pemasaran. Pemasar akan berusaha memberikan segala yang terbaik terhadap buah mangga yang diinginkan konsumen seperti ukuran, kebersihan, rupa, bentuk, warna, kematangan mutu buah dan lain sebagainya. b. Fungsi Pertukaran Suatu fungsi pertukaran dalam pemasaran produk-produk pertanian meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan hak milik yang mana di dalamnya terdapat fungsi penjualan dan pembelian dalam sistem pemasaran. Dalam melakukan pemindahan hak milik ini, lembaga yang melakukan penjualan maupun pembelian tidak berhadapan secara langsung. Lembaga pemasaran yang melakukan proses penjualan biasanya melibatkan makelar penjualan (selling broker), sedangkan lembaga pemasaran yang melakukan proses pembelian melibatkan makelar pembelian (buying broker). Proses penjualan yang dilakukan oleh produsen yang baik harus memperhatikan komoditas mangga yang akan dipasarkan baik dari segi kualitas, bentuk, harga, lembaga yang memasarkannya serta pelayanannya yang diinginkan oleh konsumen. Fungsi pembelian yang dilakukan oleh konsumen sebagai upaya untuk memperoleh komoditi mangga untuk konsumsi ataupun untuk proses
produksi berikutnya. Hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pembelian, misalnya mengetahui jumlah yang akan dibeli, mutu produk, tingkat harga dan lembaga pemasaran yang dipilih dalam proses pembelian. c. Fungsi Fasilitas Fungsi penyediaan fasilitas adalah untuk memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik. Fungsi penyediaan fasilitas merupakan usaha-usaha perbaikan sistem pemasaran untuk meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Fungsi penyediaan fasilitas ini meliputi standarisasi, penggunaan resiko, informasi harga, dan penyediaan dana. Fungsi pemasaran baik itu fungsi pertukaran, fungsi fisik maupun fungsi fasilitas kesemuanya dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran. Lembagalembaga ini melakukan pengangkutan barang dari produsen dan dibawa ke konsumen, juga berfungsi sebagai penghubung informasi mengenai suatu barang dan jasa. Jadi lembaga-lembaga pemasaran berusaha meningkatkan nilai kegunaan dari suatu barang atau jasa baik dari segi nilai guna bentuk, tempat, waktu dan hak milik. Oleh karena itu, lembaga-lembaga pemasaran dapat digolongkan atas fungsi yang dilakukan, penguasaan terhadap barang, kedudukan dalam struktur pemasaran dan bentuk usahanya. Menurut fungsi yang dilakukan lembaga-lembaga pemasaran dapat dibedakan atas : (1) Lembaga fisik pemasaran, yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik, (2) Lembaga perantara pemasaran, yaitu lembaga yang khusus mengadakan fungsi pertukaran, (3) Lembaga fasilitas pemasaran, yaitu lembaga-lembaga yang melakukan fungsi-fungsi fasilitas.
Menurut penguasaan terhadap barang, lembaga-lembaga pemasaran terdiri dari : (1) Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang, seperti agen, perantara dan broker, (2) Lembaga pemasaran yang memiliki dan mengusai barang, misalnya pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir/importir, (3) Lembaga pemasaran yang tidak memiliki dan tidak mengusai, yaitu fasilitas pengangkutan, pergudangan, asuransi, dan lain-lain. Limbong dan Sitorus (1985), peranan dari lembaga pemasaran itu sangat penting terutama untuk komoditas pertanian yang mempunyai sentra produksi relatif jauh dari konsumen yang tersebar dimana-mana. Oleh karena itu sangat pentingnya peranan lembaga pemasaran. Adanya koordinasi pelaksanaan fungsi-fungsi untuk mencapai efisiensi pemasaran yang tinggi serta efektif merupakan keharusan. Integrasi vertikal dan integrasi horizantal merupakan jalan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pemasaran. Dimana integrasi vertikal akan menurunkan pengeluaran dari pemasaran sehingga barang-barang dapat dijual dengan harga lebih rendah sehingga akan menguntungkan para konsumen. Sedangkan integrasi horizontal dapat merugikan konsumen, karena integrasi macam ini lahir dengan maksud memperkuat posisi dan menghindarkan adanya persaingan dari perusahaan atau lembaga pemasaran yang sejenis. Sehingga perusahaan atau lembaga tersebut dapat mengontrol atau menaikkan harga barang. Namun dengan adanya integrasi vertikal dan integrasi horizontal dapat memberikan keuntungan dalam hal biaya-biaya pembelian dan penjualan dapat dihindarkan serta dapat mengurangi resiko karena pasarnya mendekati pasti.
Integrasi tidak selalu dapat dilaksanakan secara sempurna, karena dengan adanya integrasi maka berbagai macam kegiatan yang telah tergabung dalam unit-unit tersendiri harus dikoordinasikan. Oleh karena itu manajemen akan menghadapi persoalan yang lebih rumit, bahkan ada kemungkinan manajemen tidak mampu melakukan tugasnya dengan baik. 3.1.6 Struktur, Perilaku dan Keragaan Pasar Model SCP sering digunakan untuk meramalkan hubungan antara Structure (struktur), Conduct (perilaku) dan Performance (keragaan) dari suatu pasar. Structure
Conduct
Performance
Gambar 1 Model Joseph S. Bain untuk Mengukur Efisiensi Pemasaran Sumber : Seperich, 1994. Arti skema ini, jika terjadi perubahan pada struktur pasar akan berpengaruh kepada perilaku dan keragaan pasar. Akan tetapi untuk merubah struktur pasar dibutuhkan jeda waktu yang lama. Jeda waktu yang lama ini menjadikan
pemasar
mengambil
langkah
untuk
memanfaatkan
dan
mengendalikan perilaku pasar. Kemampuan untuk mengendalikan perilaku akan meningkatkan keragaan, kekuatan dan dapat mempengaruhi struktur pasar selanjutnya.
Sebagai
contoh
jumlah
pedagang
yang
banyak
(struktur)
membutuhkan trik-trik pemasaran (perilaku) dalam persaingan yang dapat memberikan harga dan keuntungan terbesar. Tingkat
keuntungan
yang
diperoleh
akan
mendorong
lembaga
pemasaran lainnya untuk mengikuti trik-trik pemasaran yang sama, kondisi ini
lambat laun akan membentuk suatu pola pemasaran mangga yang baru. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan struktur, perilaku, dan keragaan pasar. a. Struktur Pasar Struktur pasar dapat dinyatakan sebagai susunan atau komponen pasar. Struktur pasar dapat diidentifikasikan dengan mengamati jumlah perusahaan yang terdapat dalam suatu pasar, konsentrasi pasar, diferensiasi produk, syarat keluar masuk pasar dan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh partisipan pasar (Hammond dan Dahl, 1997 dan Limbong Sitorus, 1985). Lipsey, Courant, et all. (1997) mendefinisikan struktur pasar sebagai karakteristik organisasi pasar yang mempengaruhi tingkah laku kinerja perusahaan pada suatu pasar, misalnya jumlah dan besarnya penjual, pengetahuan mengenai tindakan masing-masing pihak, tingkat kebebasan memasuki pasar, dan tingkat diferensiasi produk. Struktur pasar menjadi ukuran penting dalam mengamati persaingan dan tingkat harga. Beberapa struktur pasar dapat diidentifikasikan dengan mengamati konsentrasi penjualan dan aktivitas ekonomi yang sedang berlangsung. Dahl dan Hammond dalam Rachmiyanti (2006), dalam menentukan struktur pasar terdapat empat karakteristik, yaitu : (1)
Jumlah dan ukuran
perusahaan, (2) Sifat produk, (3) Kemudahan untuk keluar masuk dalam pasar, (4) Tingkat informasi harga, biaya serta kondisi pasar yang dihadapi pelaku pasar. Pasar tidak bersaing sempurna dapat dilihat dari dua sisi produsen dan konsumen. Dilihat dari sisi produsen terdiri atas pasar persaingan monopolistic, monopoli, duopoly dan oligopoly, sedangkan dari sisi pembeli (konsumen) terdiri ata pasar
persaingan monopolistik, monopsoni dan oligopsoni. Karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 6. Karakteristik Struktur Pasar Berdasarkan Sudut Penjual dan Pembeli No
Karakteristik
Struktur Pasar
Jumlah Penjual
Jumlah Pembeli
1.
Banyak
Banyak
Homogen
2.
Banyak
Sedikit
Diferensiasi Homogen
3.
Sedikit
Banyak
Sifat Produk
4.
Sedikit
Sedikit
Diferensiasi
5.
Satu
Satu
Unik
Pengetahuan Informasi pasar Sedikit
Sudut Penjual Persaingan Sempurna
Sudut Pembeli Persaingan Sempurna
Sedikit
Persaingan
Oligopsoni
Banyak Banyak
Oligopoli Oligopoli Diferensiasi
Persaingan Oligopsoni Diferensiasi
Banyak
Monopoli
Monopsoni
Sumber : Dahl dan Hammond dalam Rachmiyanti (2006). Kotler (2002), berdasarkan struktur pasarnya, pasar dapt dibedakan menjadi struktur pasar bersaing sempurna dan struktur pasar tidak bersaing sempurna. Adapun cirri-ciri pasar bersaing sempurna adalah : (1) Terdapat banyak penjual dan pembeli, (2) Harga ditentukan oleh mekanisme pasar, (3) Penjual dan pembeli bertindak sebagai price taker, (4) Produk yang diperjualbelikan homogen, (5) Penjual dan pembeli bebas keluar masuk pasar. Menurut Kohls dan Uhl (2002), struktur pasar digambarkan dari jumlah perusahaan , kesamaan apa yang mereka tawarkan, dan kemudahan perusahaan baru untuk masuk dan keluar dari pasar. Pasar dibedakan menjadi empat struktur dasar, yaitu: 1. Pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar atau industri yang memiliki banyak penjual dan pembeli, setiap penjual atau pembeli tersebut tidak dapat mempengarui harga di pasar oleh tindakan satu perusahaan, perusahaan dapat dengan mudah masuk pasar, produk yang dihasilkan (dijual) serupa, harga bebas dari keterikatan dan tekanan satu perusahaan serta perusahaan tidak
dapat mempengaruhi harga tetap/dasar pasar, dan pembeli mengetahui sempurna mengenai pasar dan terdapat banyak perusahaan dalam pasar. 2. Pasar monopoli adalah struktur pasar atau industri yang hanya memiliki satu perusahaan, produk yang dihasilkan tidak mempunyai barang pengganti yang mirip (close subtitute), tidak terdapat kemungkinan untuk masuk ke pasar dan usaha untuk mempromosikan penjualan secara iklan kurang diperlukan. 3. Pasar persaingan monopolistis adalah suatu pasar yang memiliki banyak penjual, barang yang dihasilkan berbeda coraknya (differentiated product), mempunyai sedikit kekuasaan untuk mempengaruhi harga, masuk keluar pasar relatif mudah dan persaingan mempromosikan penjualan sangat tinggi. 4. Pasar oligopoli adalah suatu pasar yang menghasilkan barang standar atau barang yang berbeda corak, kekuasaan menentukan harga ada kalanya lemah dan ada kalanya sangat kuat, melakukan promosi secara iklan, jumlah perusahaan sangat sedikit dan hambatan masuk ke industri cukup tangguh. b. Perilaku Pasar Perilaku sebagai pola tanggapan dan penyesuaian mengantisipasi keadaan pasar di dalam usaha untuk mencapai tujuannya. Perilaku ini juga memahami bagaimana suatu produk mangga yang dipasarkan mengalir dari tangan produsen ke tangan konsumen. Perilaku suatu pemasar akan sangat jelas pada saat beroperasi, misalkan dalam penentuan harga, promosi, usaha dan pangsa pasar, penjualan, pembelian, siasat pemasaran dan sebagainya. Berbagai kegiatan
yang telah disebutkan, secara garis besar dapat
dikelompokkan ke dalam tiga teori yang meliputi strategi harga, strategi produksi
dan strategi promosi. Berbagai variasi kegiatan tingkah laku yang dapat dilakukan perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh struktur pasar yang ada. c. Keragaan (Performance) Keragaan atau kinerja merupakan hasil kerja yang dipengaruhi oleh struktur pasar dan perilaku pemasar. Dalam penentuan keragaan harus dipahami perilaku pasar agar dapat membaca dengan jelas mekanisme pemasaran yang terjadi. Keragaan perusahaan dapat berupa kesempatan kerja, tingkat keuntungan, pertumbuhan pengembangan
perusahaan, produk
kemajuan
dan
teknologi,
sebagainya.
Secara
investasi, umum
penelitian keragaan
dan dapat
dikelompokkan dalam tiga kriteria yaitu besar laba yang diperoleh, terms efisiensi dan kemajuan usaha. Saat ini ada keinginan dari publik untuk selalu mendekatkan pasar dalam kondisi pasar yang bersaing secara sempurna. Akan tetapi kondisi pasar yang bersaing secara sempurna ini sulit untuk terjadi. Banyak faktor penyebabnya, salah satunya dengan adanya konsentrasi pemasaran pada suatu pihak yang mana konsentrasi ini juga diiringi dengan konsentrasi kekayaan. Suatu perusahaan yang berada di posisi konsentrasi ini baik dalam hal penjualan atau pembelian akan berusaha untuk mempertahankan posisinya dengan membuat berbagai rintangan yang tidak bersifat alami seperti penggunaan hak cipta, izin produksi, dan sebagainya yang akan mempengaruhi struktur pasar yang ada. 3.1.7 Efisiensi Pemasaran Efisiensi sistem pemasaran dapat dilihat dari terselenggaranya integrasi vertikal dan integrasi horizontal yang kuat, terjadi pembagian yang adil dari rasio nilai tambah yang tercipta dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiataan produktif masing-masing pelaku. Secara sederhana efisiensi didefinisikan sebagai
optimalisasi nisbah antara output dengan input. Output adalah kepuasan konsumen terhadap barang dan ektifitas yang dilakukan oleh lembaga pemasaran. Sedangkan input adalah paduan dari modal, tenaga kerja dan manajemen yang dilakukan oleh lembaga pemasaran dalam penyaluran barang. Mubyarto dalam Munthe (1998), kegiatan pemasaran dikatakan efisien apabila kegiatan ini dapat memberikan suatu balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat yaitu petani produsen, pedagang perantara, dan pengecer, serta mampu menyampaikan komoditas hasil pertanian dari produsen ke konsumen dengan biaya yang murah. Efisiensi pemasaran terbagi menjadi dua kategori yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran. Sedangkan efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar. Secara relatif, sistem pemasaran yang satu dikatakan lebih efisien daripada yang lain bila marjin lebih rendah dan korelasi harga tinggi. Memperpendek rantai pemasaran dengan cara mengurangi jumlah lembaga yang terlibat dapat meningkatkan efisiensi proses pemasaran secara keseluruhan jika masing-masing lembaga menempati posisi yang tepat untuk melakukan satu atau lebih fungsi pemasaran dengan benar. Suatu sistem pemasaran dinyatakan bekerja secara efisien dan efektif bila sistem tersebut mampu menyediakan insentif bagi para pelaku (produsen, konsumen, dan lembaga-lembaga pemasaran) yang mampu mendorong pengambilan keputusan para pelaku tersebut secara tepat dan efisien.
3.1.8 Marrjin Pemasaaran C Cramer dann Jensen daalam Gantin na (2005) merumuska m an bahwa marjin m pemasarann sebagai peerbedaan anntara harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk u produk akkhir dan harrga yang diiterima oleh h produsen untuk prodduk mentah yang menjadi biaya pemasaran. M Marjin pem masaran mennurut Kohls (2002) adaalah “The pprice of all utility u adding annd functionss performedd by food marketing m firrms. This prrice includees the expenses of o performiing marketinng function n and also the t food maarketing pro ofits”. Dikatakann bahwa maarjin pemasaaran merupaakan harga dari penam mbahan kegu unaan dan fungsi yang ditunnjukkan oleeh perusahaan pemasarran. Harga iini termasuk k dari g ditunjukkkan dan juuga keuntu ungan pengeluaraan dari fuungsi pemaasaran yang pemasarann. Dari uraiian di atas dapat kita buat suatuu kesimpulaan umum bahwa b marjin peemasaran merupakan m p perbedaan harga h antarra produsenn dan konsu umen tingkat akkhir, dimanaa didalamnyya terdapat harga penaambahan nillai kegunaan n dan fungsi sertta keuntunggan bagi lem mbaga pemaasaran. A Adanya perrbedaan harrga yang terrjadi di tinggkat konsum men dan tin ngkat produsen (petani buuah) digambbarkan den ngan jarak antara perrpotongan kurva k d penaawaran turu unannya (teerjadi di tinngkat konsu umen) permintaaan primer dengan dengan kuurva perminntaan turunaan dan penaawaran prim mer (yang tterjadi di tingkat produsen).
Dimana:
= Nilaai marjin yanng terbentuk k = Jum mlah buah-buuahan yang didistribusiikan = Hargga buah-buaahan di tang gan konsum men
= Hargaa buah‐buah han di tangan n produsen
H Harga
(Pr-Pf)Qrr,f
Jum mlah
Gaambar 2. Fu ungsi Penawaran Permintaan Prrimer dan Turunan seerta Marjin n Pemasaran Suumber : Lim mbong dan Sitorus, S 1987 7. Keterangaan :
= Harga H di Tinngkat Pengecer = Harga H di Tinngkat Petan ni = Penawaran P di Tingkat Pengecer P = Penawaran P di Tingkat Petani P = Jumlah J Kesseimbangan di Tingkat Petani dan Pengecer
D Dalam Sudiiyono (2002), kompon nen marjin pemasaran terdiri darri dua komponenn, yaitu : (1) ( Biaya yang y dibutu uhkan oleh lembaga ppemasaran untuk u meningkattkan nilai kegunaan k daan melakuk kan fungsi pemasaran, p (2) Keuntu ungan atau profi fit yang dipperoleh oleeh lembagaa pemasaraan. Dimanaa alokasi marjin m pemasarann ke dalam biaya-biayya untuk meelakukan fuungsi-fungsii pemasaran n dan keuntungaan lembagaa-lembaga pemasaran n ini mem mbentuk ddistribusi marjin m pemasarann. K Kadangkala a marjin pem masaran yan ng terjadi merupakan m penjumlahan n nilai marjin darri berbagai lembaga pemasaran. Untuk U menngetahui baggian biaya untuk u melaksanaakan fungssi pemasaraan ke-i oleeh lembagaa pemasaraan ke-j seebagai
berikut:
Dimana :
masaran : Bagian keeuntungan leembaga pem
Dimana:
Keterangaan : = Baagian biayaa untuk meelaksanakan n fungsi pem masaran kee-I oleh lem mbaga pem masaran ke-j. = Biaya melaksanakan funggsi pemasarran ke-I oleh lembaga ppemasaran ke-j. k = Haarga di tingkkat pengeceer atau konssumen. = Haarga di tingkkat petani. = Haarga beli lem mbaga pemaasaran ke-j. = Haarga jual lem mbaga pemaasaran ke-j = Keeuntungan lembaga pem masaran ke--j = Baagian keuntuungan untukk lembaga pemasaran p k ke-j. 3.1.9 Farrmer’s Sharre Faarmer’s shaare adalah perbandinga p an harga yaang diterim ma petani deengan harga yangg terjadi di konsumen akhir dan dinyatakan d d dalam perseen (%). Farm mer’s share berrhubungan negatif denngan marjiin pemasaran, semakiin tinggi marjin m pemasarann maka farm mer’s sharee semakin rendah. r Sem makin tingggi farmer’s share s maka akaan sangat menguntung m gkan petanii. Farmer’ss share meempunyai fungsi f
untuk mengukur seberapa besar bagian yang diterima oleh petani ketika memasarkan hasil produksinya. 3.1.10 Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari besarnya marjin pemasaran dan farmer’s share, juga dapat dilihat dari penyebaran rasio keuntungan dan biaya. Semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya pada setiap lembaga pemasaran, maka secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien. Rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui seberapa besar keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran ketika biaya pemasaran naik sebesar satu satuan 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Dalam sistem pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon terdapat variasi saluran pemasaran. Adanya perbedaan ini mengakibatkan perbedaan dalam hal harga jual, keuntungan, serta biaya pemasaran untuk masingmasing lembaga pemasaran termasuk petani. Kondisi yang terjadi dalam pemasaran mangga gedong gincu ini adalah rendahnya harga yang diterima petani dibandingkan dengan harga yang terjadi di konsumen, besarnya selisih antara harga jual yang diterima petani dengan harga yang dibayar oleh konsumen (marjin pemasaran cukup besar antara petani dan konsumen), posisi petani di antara para pelaku pemasaran adalah yang paling lemah akibat informasi pasar yang dimiliki terbatas karena belum berfungsinya kelompok petani mangga gedong gincu secara maksimal,
penanganan
ketika
panen,
pengemasan,
penyimpanan,
dan
pengangkutan yang dilakukan dengan sekedarnya sehingga mutu mangga gedong
gincu menjadi rendah merupakan permasalahan yang terjadi dalam sistem pemasaran komodita mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Penelitian ini menganalisis pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon dengan dimulai dari meninjau petani sebagai produsen, lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dan masyarakat sebagai konsumen akhir. Dalam hal ini konsumen memegang peranan sebagai pemberi masukan tentang bagaimana dan seperti apa kualitas mangga gedong gincu yang akan diproduksi. Kegiatan analisis yang dilakukan adalah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi analisis saluran pemasaran yang digunakan untuk mengidentifikasi lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran komoditas mangga gedong gincu, selain itu juga diidentifikasi fungsifungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh setiap lembaga pemasaran guna mengetahui aktivitas yang dilakukan guna memberikan nilai tambah dan memperlancar arus pemasaran komoditas ke tangan konsumen dengan menggunakan analisis fungsi pemasaran, analisis struktur pasar, perilaku pasar, dan keragaan pasar yang meliputi pengamatan jumlah dan ukuran lembaga pemasaran, pandangan pembeli mengenai produk dan kegiatan pemasaran mangga gedong gincu, mudah tidaknya keluar masuk pasar, ketersediaan infomasi, tata cara penjualan dan tata cara pembelian, pembentukan harga pada setiap tahapan atau jalur pemasaran. Analisis kuantitatif digunakan untuk melihat tingkat efisiensi yang terjadi di setiap pola saluran pemasaran mangga gedong gincu yang meliputi analisis marjin pemasaran, perbandingan keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio) dan bagian harga yang diteima petani (farmer’s share).
Dari hasil analisis yang dilakukan dari sistem pemasaran mangga gedong gincu yang ada, maka akan diketahui mengenai efisiensi sistem pemasaran komoditas mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Dengan demikian, akan diperoleh bagaimana perumusan mengenai upaya-upaya perbaikan yang nantinya dapat diinformasikan dan diberikan kepada petani sebagai produsen, lembagalembaga pemasaran yang terlibat sebagai penyalur dan pemerintah yang berperan sebagai lembaga yang mengawasi dan memberikan kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung upaya pemasaran mangga gedong gincu khususnya di Kabupaten Cirebon.
-
Pemasaran Komoditas Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Variasi saluran pemasaran Distribusi marjin yang tidak merata Posisi tawar oleh petani yang lemah Harga jual di tingkat petani rendah Informasi pasar yang terbatas Penanganan ketika panen dan pasca panen yang kurang baik
Analisis Pemasaran Mangga Gedong Gincu
Analisis Struktur Pasar : • Jumlah dan ukuran lembaga pemasaran • Penentuan dan informasi harga • Tata cara penjualan dan pembelian di setiap lembaga • Sifat produk
Analisis Keragaan (Performance) • Tingkat harga di setiap lembaga • Biaya dari setiap fungsi pemasaran • Profit dari setiap lembaga
• • •
Analisis Marjin Pemasaran Analisis Farmer’s Share Analisis Ratio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Sistem Pemasaran Komoditas Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran
Analisis Saluran Pemasaran dan Lembaga Pemasaran - Fungsi Fisik - Fungsi Pertukaran - Fungsi Fasilitas
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang dipilih untuk pengambilan sampel adalah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Dipilihnya Kabupaten Cirebon berdasarkan alasan Kabupaten Cirebon merupakan salah satu sentra produksi mangga yang sudah dikenal di Jawa Barat selain Indramayu dan Kabupaten Majalengka. Penelitian dilakukan pada lokasi yang ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi yang terpilih merupakan daerah sentra produksi mangga. Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama empat bulan, yaitu pada bulan Desember 2006 sampai dengan bulan April 2007. 4.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dari beberapa sumber. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung kepada petani-petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer serta pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah luas areal tanam, tingkat produktivitas, konsumsi, penawaran, data harga, dan saluran pemasaran dalam pasar lokal, pasar luar daerah termasuk pasar untuk ekspor. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi atau lembaga pemerintah yang terkait dengan masalah penelitian diantaranya Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Biro Pusat Statistik (BPS). Untuk melengkapi data-data yang diperlukan diperoleh dari hasil penelusuran melalui internet, hasil penelitian terdahulu, artikel-artikel pada surat kabar dan
majalah, buku-buku, serta literatur lain yang mendukung juga digunakan sebagai sumber informasi. 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan dan wawancara langsung yang dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan jumlah responden baik itu petani, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Penentuan responden yang dilakukan berdasarkan keterlibatannya secara langsung dalam kegiatan pemasaran dan lembaga-lembaga pemasaran yang mendukung. Penentuan responden diambil berdasarkan wilayah yang merupakan sentra produksi dengan jumlah terbesar di Kabupaten Cirebon, yaitu Sedong, Astanajapura, Cirebon Selatan dan Beber yang akan diambil 5 kelompok tani buah dari keseluruhan kelompok tani buah yang berjumlah 63 kelompok sebagai responden yang tersebar di keempat wilayah tersebut dengan pertimbangan bahwa wilayah-wilayah tersebut merupakan sentra produksi dengan jumlah terbesar di Kabupaten Cirebon dan setiap kelompok tani buah diambil masing-masing 2 responden petani. Jumlah responden pelaku pasar yang terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pasar induk, dan pedagang pengecer yang diambil berdasarkan penelusuran jumlah yang ada di lapangan. Untuk penentuan analisis pasar dipilih petani responden sebagai sampel dengan secara sengaja (purposive) dari petani-petani yang ada di lapang, sedangkan untuk lembagalembaga pemasaran lainnya terlebih dahulu ditelusuri dari arus barang dari produsen ke konsumen akhir. Dari penelusuran ini diketahui lembaga-lembaga apa saja yang terlibat dalam proses pemasaran mangga gedong gincu tersebut.
4.4 Metode Analisis dan Pengolahan Data Data dan informasi yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan kalkulator, komputer dan disajikan dalam bentuk deskriptif, gambar dan tabulasi yang nantinya digunakan untuk mengelompokkan dan mengklasifikasikan data yang ada dalam melakukan analisis data. Perhitungan marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya (Benefit/Cost ratio) dilakukan dengan menggunakan kalkulator. Pengolahan
data
dilakukan
secara
bertahap,
dimulai
dengan
pengelompokan data, perhitungan penyesuaian-penyesuaian dengan kalkulator tangan untuk kemudian ditabelkan menurut keperluan. 4.4.1 Analisis Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong dalam Maharani (2008), secara umum pendapatan merupakan hasil pengurangan antara penerimaan total (Total Revenue) dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari penjualan produksi total yang dihasilkan. Untuk memperoleh analisis usahatani maka dapat digunakan rumus sebagai berikut : ……………………..(1) ……………………………....(2) Keterangan : = Pendapatan Total
= Biaya yang Diperhitungkan
=Nilai Produksi
= Harga Mangga Gedong Gincu
= Biaya Tunai
= Jumlah Mangga Gedong Gincu
Biaya tunai terdiri dari sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga dan pajak lahan,sedangkan biaya yang diperhitungkan meliputi sewa lahan, penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga. Biaya penyusutan alat-alat pertanian diperhitungkan dengan membagi nilai pembelian dikalikan dengan jumlahnya dengan jangka usia ekonomis pemakaian. Metode yang digunakan adalah metode garis lurus, yaitu asumsi nilai sisa nol. Rumusnya adalah sebagai berikut : Biaya Penyusutan =
………………….(3)
Keterangan : = Nilai Pembelian (Rp) = Nilai Sisa (Rp) = Umur Ekonomis (tahun) 4.4.2 Analisis Saluran Pemasaran Metode analisis pasar digunakan untuk mengetahui aliran pemasaran mangga gedong gincu dari pihak produsen sampai ke pihak konsumen. Metode ini menganalisis himpunan perusahaan dan perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang atau jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Panjang pendeknya saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil pertanian tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jarak antara produsen ke konsumen, mudah tidaknya produk itu rusak, skala produksi dan posisi keuangan perusahaan. Sehingga, dari saluran-saluran pemasaran hasil analisa dapat menggambarkan pola pemasaran secara keseluruhan dari komoditas mangga gedong gincu.
Alur pemasaran mangga gedong gincu ditelusuri mulai dari petani sampai kepada pengecer yang nantinya akan sampai pada konsumen akhir. Alur pemasaran ini yang akan menjadi dasar dalam penggambaran pola pemasaran dari komoditi mangga gedong gincu. Semakin panjang saluran pemasaran, maka saluran pemasaran tersebut semakin mendekati tidak efisien karena marjin yang akan tercipta dari semakin panjangnya saluran pemasaran semakin besar antara petani dan konsumen tingkat akhir. Perbedaan saluran pemasaran yang dilalui suatu komoditi akan mempengaruhi pembagian pendapatan yang diterima masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Bisa disimpulkan pula bahwa saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda bagi tiaptiap lembaga pemasaran. 4.4.3 Analisis Struktur dan Perilaku Pasar Analisa ini diperlukan untuk mengetahui kecenderungan struktur suatu pasar, apakah mendekati persaingan sempurna atau persaingan tidak sempurna dengan melihat komponen-komponen yang mengarahkan pasar ke arah struktur tertentu. Beberapa indikator untuk menganalisa struktur pasar, yaitu jumlah pedagang pengumpul di tiap tingkatan pemasaran, hambatan masuk dan keluar usaha pemasaran, metode transaksi, frekuensi transaksi, sifat dan karakter dari komoditas mangga, sistem kelembagaan pemasaran dan struktur kewenangan, hak dan kontrol pelaku pemasaran. Sedangkan perilaku pasar dapat diketahui melalui tata cara penjualan dan pembelian serta keterkaitan antara berbagai lembaga pemasaran yang terlibat dan sistem penentuan harga dan sistem pembayarannya.
4.4.4 Anaalisis Efisien nsi Pemasaaran 4.4.4.1 An nalisis Marrjin Pemasaaran M Marjin pem masaran atauu marjin kottor dikenal sebagai seliisih harga antara a produsen dan konssumen tinggkat akhir yang di dalamnya terdapat harga penambahhan nilai keegunaan dann keuntungaan bagi lem mbaga pemaasaran. Besarnya marjin peemasaran pada p dasarrnya merup pakan penjjumlahan ddari biaya--biaya pemasarann dan keunttungan yangg diterima lembaga l pem masaran. D Dalam melak kukan analisis marjin m pemassaran ini meenggunakan n data hargaa di tingkat petani dan harga h di tingkat lembaga pemasaran. p Sedangkan marjin keuuntungan atau marjin bersih b adalah maarjin kotor dikurangi biaya-biay ya pemasaraan. Menuruut Limbong g dan Sitorus, seecara matem matik akan diperoleh d peerhitungan sebagai s beriikut: ………………(1) ………… ………...(2) Dengan menggabung m gkan persam maan (1) dan n (2) maka :
Maka besaarnya margiin pemasaraan adalah:
Keterangaan: = Marj rjin pada lem mbaga pemaasaran ke-i (%) = Hargga penjualann lembaga pemasaran p k (Rp) ke-i = Hargga pembeliaan lembaga pemasaran ke-i (Rp) = Biayya pemasaraan lembaga pemasaran ke-i (Rp/K Kg) = Keuuntungan lem mbaga pemaasaran ke-i (Rp/Kg) = Marj rjin pemasarran (%) i
= 1,2,33...n
M Menurut Rajju et.al dalaam Bernand do Suranta Munthe M (19998), terdapaat dua metode daalam penghiitungan maarjin pemasaaran, yaitu metode m tengggat waktu (time lag methood) dan mettode berbarrengan. Meetode tenggaat waktu diilakukan deengan cara
meengikuti
a aliran
barrang
sepaanjang
ranntai
pemasaran
deengan
memperhiitungkan berbagai b biiaya pemasaran di berbagai b ttingkat lem mbaga pemasarann yang dilaalui. Dengaan demikiaan unsur waktu w dapatt diperhitun ngkan dengan leebih seksama dalm perhitungan n marjin pemasaran. p Kendala yang dihadapi dalam d perhhitungan inii adalah su ukarnya pellaksanaan ddan memerlukan banyak waktu. w Salaah satu kessukarannya adalah haarga dan m mutu mengalami perubahann pada tiap tingkat t pasaar atau lemb baga pemasaaran. gkan harga pada M Metode berbbarengan dilakukan den ngan cara membandin m berbagai tingkat t saluuran pemassaran pada tingkat waaktu yang ssama. Walaaupun tidak seaakurat metoode tenggaang waktu u, namun metode inni lebih mudah m pelaksanaaannya. Olehh karena ituu, metode in ni lebih serinng digunakaan. 4.4.4.2 Faarmer’s Share I Indikator laain untuk membandiingkan harrga yang ddibayarkan oleh konsumenn akhir yaittu dengan melihat farrmer’s shaare yang diinyatakan dalam d persentasee. Tersebarnnya lokasi dalam willayah yangg luas dan jauh dari pusat pemasarann menyebaabkan banyyaknya lem mbaga pem masaran yanng terlibat atau semakin panjangnya p rantai pemasaran sehingga biaya pemasarann semakin tiinggi. Hal tesebbut yang menyebabka m an farmer’ss share beerhubungan negatif deengan marjin peemasaran, semakin s reendah farm mer’s sharee maka baggian yang akan diperoleh petani semaakin rendahh. Secara maatematik dirrumuskan seebagai berik kut :
Keterangaan : = Farm mer’s Sharee (100%) = Hargga ditingkatt petani (Rpp/kg) = Hargga yang dibaayarkan oleeh konsumen n akhir (Rp//kg) 4.4.4.3 Raasio Keuntu ungan Terh hadap Biay ya E Efisiensi peemasaran juuga dapat dilihat d dari rasio keunntungan terh hadap biaya pem masaran. Seemakin meeratanya peenyebaran rasio r keunttungan terh hadap biaya padda setiap leembaga pem masaran, maka m secaraa teknis sistem pemaasaran tersebut semakin efissien. Penyeebaran rasio o keuntungaan dan biayya pada maasingmasing lem mbaga pem masaran dapaat dirumusk kan sebagai berikut: Benefit/Coost ratio (% %) = Keterangaan : = Keuuntungan lem mbaga pemaasaran ke-i (Rp/kg) ke-i (Rp/kg = Biayya lembaga pemasaran p g) 4.5 Definiisi Operasioonal 1.
Saluraan Pemasarran adalah saluran s yan ng digunakaan oleh lem mbaga pemaasaran untukk menyalurkkan manggaa gedong gincu dari taangan proddusen (petan ni) ke tangann konsumenn sehingga terbentuk t po ola pemasarran.
2.
Lembbaga
Pem masaran
menyelenggarakaan
addalah
pemasaran,
bad dan
usahaa
men nyalurkan
atau
jasa
individu
(mellakukan
yang fungsi f
pemassaran) dan mangga m geddong gincu dari produsen ke tangaan konsumen n. 3.
Pandaangan Pembbeli adalah persepsi p pembeli menggenai mangga gedong gincu baik dilihat d dari segi harga,, mutu dan segi perbeddaan manggga gedong gincu yang dibeli dari setiap s lembaaga pemasaaran.
4.
Hambatan Keluar Masuk Pasar adalah suatu kondisi yang menyebabkan suatu lembaga pemasaran sulit untuk memasuki (terlibat) dan keluar dari suatu pola saluran pemasaran. Kondisi yang ada yaitu seperti adanya lembaga pemasaran yang mendominasi kegiatan pemasaran mangga gedong gincu dari segi volume penjualan, harga jual yang lebih rendah, modal yang besar untuk melakukan kegiatan pemasaran dan sebagainya.
5.
Informasi
Pasar
adalah
keterangan
atau
petunjuk
mengenai
arah
perkembangan dan keadaan kegiatan jual beli mangga gedong gincu yang diperlukan untuk menetapkan kebijaksanaan atau strategi yang akan dilakukan untuk mempertahankan atau memperluas pasar. 6.
Tata Cara Penjualan adalah bagaimana penjualan mangga gedong gincu dilakukan atau dengan bentuk apa penjualan dilakukan, apakah dilakukan dengan bentuk kemitraan (agen, subkontrak, inti plasma) atau dijual dengan penjualan langsung kepada pembeli tanpa terikat syarat dagang umum.
7.
Tata Cara Pembelian adalah bagaimana pembelian mangga gedong gincu dilakukan atau dengan bentuk apa pembelian dilakukan, apakah dilakukan dengan bentuk kemitraan (agen, subkontrak, inti plasma) atau dijual dengan penjualan langsung kepada pembeli tanpa terikat syarat dagang umum.
8.
Fungsi Pertukaran meliputi kegiatan yang menyangkut pengalihan hak milik yang mana di dalamnya terdapat fungsi penjualan dan pembelian mangga gedong gincu dalam sistem pemasaran.
9.
Fungsi Fisik meliputi kegiatan-kegiatan yang secara langsung diperlakukan terhadap mangga gedong gincu, sehingga mangga gedong gincu tersebut
mengalami tambahan guna tempat dan guna waktu. Fungsi fisik di dalamnya mencakup fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengangkutan. 10. Fungsi Fasilitas meliputi standarisasi (tingkatan kriteria kualitas mangga gedong gincu), penanggulangan resiko (resiko penyusutan berat dan volume mangga gedong gincu, serta fluktuasi harga mangga gedong gincu), informasi pasar (informasi harga, persediaan dan kuaitas mangga gedong gincu pada tingkat pasar dan waktu tertentu), dan penyediaan dana untuk modal kegiatan pemasaran mangga gedong gincu. 11. Marjin Pemasaran (%) adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen untuk produk mangga gedong gincu yang sama yang dinyatakan dalam Rp/kg atau persentase (%) dari harga yang dibayar konsumen akhir, dimana di dalamnya termasuk biaya angkut, biaya transportasi dan keuntungan yang diambil oleh lembaga pemasaran. 12. Biaya Pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan (Rp/kg) secara langsung dalam pemberian jasa kegiatan pemasaran. Biaya yang dihitung dengan merata‐ratakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh setiap responden dan lembaga pemasaran, di mana di dalamnya termasuk biaya angkut dan biaya transportasi.
13. Harga Jual Petani (Rp) adalah harga rata-rata mangga gedong gincu yang diterima petani per kg. 14. Keuntungan Pemasaran (Rp/kg) adalah selisih antara harga jual dengan biayabiaya yang dikeluarkan dalam pemasaran mangga gedong gincu. 15. Pedagang Pengumpul adalah pedagang yang melakukan pembelian langsung dari petani dan menyalurkan mangga gedong gincu yang dibeli kepada pedagang besar atau langsung kepada pedagang pengecer.
16. Pedagang Besar adalah pedagang yang memperoleh barang sebagai barang niaga langsung dari satu atau lebih pengumpul. 17. Pedagang Grosir adalah pedagang yang memperoleh mangga gedong gincu dari satu atau lebih pedagang besar untuk dijual kepada pedagang pengecer. 18. Pedagang Pengecer adalah pedagang yang memperoleh mangga gedong gincu dari satu atau lebih pedagang grosir atau petani produsen untuk dijual kepada konsumen akhir.
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Karakteristik Kabupaten Cirebon Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian Timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Propinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian, Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur Pantura. Berdasarkan letak geografisnya, wilayah Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108°40´-108°48´ BT dan 6°30´-7°00´ LS, yang dibatasi oleh : -
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu.
-
Sebelah Barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kotamadya Cirebon dan Kabupaten Brebes. Kabupaten Cirebon memiliki luas wilayah administratif 990,36 km2
dengan jarak terjauh dari Barat ke Timur sejauh 54 km dan dari Utara ke Selatan sejauh 39 km. Ketinggian tempat berkisar antara 0 - 130 meter dari permukaan laut dengan wilayah dataran rendah (0 – 25 meter). Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama di daerah bagian Utara, Timur dan Barat. Sedangkan daerah bagian Selatan merupakan daerah perbukitan. Tipe iklim di Kabupaten Cirebon termasuk B – C dengan bulan kering dan 6,6 bulan basah, suhu berkisar 23° – 33 °C, dengan curah hujan rata-rata 258,3 mm/tahun. Curah hujan tertinggi pada bulan November mencapai 620,5 mm dengan hari hujan rata-rata 8 hari dalam sebulan.
Jenis tanah di Kabupaten Cirebon adalah Alluvial, Litosol, Latosol, Gleihumus, Regosol, Grumosol, Mediteran dan Podsolik merah kuning. Dengan pH tanah berkisar 5,5 – 6,0. Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Dilihat dari permukaan tanah/daratannya dapat dibedakan menjadi 2 bagian, pertama daerah dataran rendah yang umumnya terletak di sepanjang pantai Utara pulau Jawa, yaitu kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Cirebon Utara, Cirebon Barat, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan kecamatan Pabedilan. Memiliki letak ketinggian 0-10 meter dari permukaan laut, sedangkan sebagian lagi termasuk dalam daerah dataran tinggi yang terletak di bagian selatan dan memiliki ketinggian antara 11-130 meter dari permukaan laut. Kabupaten Cirebon dilalui oleh 18 aliran sungai yang berhulu di bagian selatan. Sungai-sungai yang ada di Kabupaten Cirebon yang tergolong besar antara lain Cisangganing, Ciwaringin, Cimanis, Cipager, Pekik dan Kalijaga Kabupaten Cirebon yang berpenduduk sebesar 2.029.953 jiwa pada tahun 2005 memiliki kepadatan penduduk yang tidak merata di masing-masing kecamatan. Hal ini disebabkan kondisi dan potensi masing-masing wilayah kecamatan yang tidak sama. Makin padatnya penduduk cenderung di pusat kota kecamatan dan daerah perkotaan, dimana banyak terdapat kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat diberbagai bidang usaha yang dapat memberikan lapangan pekerjaan seperti perdagangan, industri pengangkutan, pertanian, pertambangan, pemerintahan,jasa-jasa, dan lain-lain.
Roda perekonomian Kabupaten Cirebon ditopang oleh pertanian dan perdagangan. Pada tahun 2000 sampai tahun 2002 kedua sektor ini menyumbang lebih dari 50 persen Pendapatan Domestik Regional Bruto kabupaten. Sektor pertanian yang terdiri dari tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan, di saat krisis ekonomi tahun 1998 menyumbang 27,4 persen. Tahun sebelumnya 19,8 persen. Dua tahun kemudian kontribusi pertanian dalam kegiatan ekonomi kabupaten menjadi 30,9 persen. Sektor pertanian merupakan sektor andalan bagi Kabupaten Cirebon, terlihat dari kontribusinya terhadap Produk domestik Regional Bruto yang masih di atas 30 persen. Sektor pertanian meliputi Pertanian Tanaman Pangan, Perkebunan, Kehutanan, Peternakan dan Perikanan. Tanaman yang dimaksud meliputi bahan makanan (padi, jagung, umbiumbian dan kacang-kacangan), sayur dan buah-buahan. Kabupaten Cirebon yang pada tahun 2005 mampu memproduksi mangga sebanyak 136.714 kuintal mangga dengan 30.909 kuintal diantaranya dihasilkan dari Kecamatan Beber. Adapun komoditi perkebunan di Kabupaten Cirebon meliputi kelapa, Cengkeh, Kenanga, tebu, lada, kapuk, dan melinjo. Keberadaan sarana penghubung di Kabupaten Cirebon relatif cukup baik dilihat dari kondisi jalan kabupaten, jalan propinsi maupun jalan negara yang hampir semuanya berkondisi baik/sedang. Kelas jalan untuk kategori jalan lintas umum membentang sepanjang 407,1 km dan jaringan strategis sepanjang 233,90 km (untuk jalan kabupaten).
5.2 Karakteristik 2 Kecamatan Sentra Penghasil Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon 5.2.1 Kecamatan Sedong Kecamatan Sedong secara topografi adalah daerah dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian 140 meter dari permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Sedong adalah seluas 31,02 km2 yang terdiri dari 10 wilayah desa, yaitu Desa Karangwuni, Desa Sedong Kidul, Sedong Lor, Desa Windujaya, Desa Winduhaji, Desa Kertawangun, Desa Panambangan, Desa Putat, Desa Panongan dan Desa Panongan Lor. Berdasarkan letak geografisnya, wilayah Kecamatan Sedong dibatasi oleh: -
Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kecamatan Beber.
-
Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Lemahabang.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Susukan Lebak.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan. Jumlah penduduk di Kecamatan Sedong adalah sebesar 40.873 jiwa,
dengan kepadatan penduduk sebesar 1317,63 jiwa per km2. Sex ratio di Kecamatan Sedong adalah 103,28, dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebesar 20.820 jiwa. Luas tanah sawah di Kecamatan Sedong adalah 3.042,665 hektar, yang terdiri dari 1.271,488 hektar adalah tanah sawah dengan pengairan irigasi dan sisanya 332,744 hektar adalah sawah tadah hujan. Tanah kering di Kecamatan Sedong terbagi atas 5 jenis, yaitu pekarangan (593,784 hektar), kebun/tegal (663,970 hektar), penggembalaan (58,955 hektar), kolam (50,071 hektar).
Kecamatan Sedong memiliki panjang jalan sepanjang 99,5 km. Pembagian jenis jalan yang terdapat di Kecamatan Sedong terdiri atas jalan aspal (60,2 km), jalan kerikil (24,7 km), dan jalan tanah (14,6 km). 5.2.2 Kecamatan Beber Kecamatan Beber secara topografi adalah daerah dataran tinggi dengan rata-rata ketinggian 250 meter dari permukaan laut. Luas wilayah Kecamatan Beber adalah sebesar 23,2 km2 yang terdiri dari 10 wilayah desa, yaitu Desa Wanayasa, Desa Sindangkasih, Desa Sindanghayu, Desa Ciawigajah, Desa Cikancas, Desa Halimpu, Desa Cipinang, Desa Beber, Desa Patapan, dan Desa Kondangsari. Wilayah Kecamatan Beber berdasarkan letak geografisnya berbatasan dengan: - Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan. - Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kecamatan Talun. - Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Greged. - Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan.. Jumlah penduduk di Kecamatan Beber adalah sebesar 39.564 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 16,79 jiwa per km2. Sex ratio di Kecamatan Beber adalah 10,55, dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebesar 20.195 jiwa. Luas tanah sawah di Kecamatan Beber adalah 2.222,432 hektar, yang terdiri dari 1.203,285 hektar adalah tanah sawah dengan pengairan irigasi dan sisanya 483,023 hektar adalah sawah tadah hujan. Tanah kering di Kecamatan Sedong terbagi atas 6 jenis, yaitu pekarangan (530,306 hektar), kebun/tegal
(355,381 hektar), penggembalaan (10,664 hektar), kolam (5,352 hektar) dan tanaman kayu-kayuan (53,012 hektar). Kecamatan Beber memiliki panjang jalan sepanjang 76,5 km. Pembagian jenis jalan yang terdapat di Kecamatan Sedong terdiri atas jalan aspal (52 km), jalan kerikil (17,8 km), dan jalan tanah (6,9 km). 5.3 Karakteristik Responden 5.3.1 Karakteristik Petani Mangga Gedong Gincu Karakteristik
petani
menggambarkan
bagaimana
ia
menjalankan
usahataninya dan menentukan keberhasilannya, karena petani harus bisa berperan sebagai pengambil keputusan yang terbaik dari berbagai alternative kegiatan berusahatani yang harus diambil. Karakteristik-karakteristik yang sangat dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi usia responden tingkat, tingkat pendidikan responden, status usaha dan pengalaman berusaha. 1. Usia Responden Responden yang berjumlah 10 orang petani yang kesemuanya adalah pria. Secara umum umur rata-rata dari responden adalah 35 tahun dengan umur termuda 33 tahun dan umur tertua adalah 65 tahun. Komposisi lengkap usia responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8. Komposisi Umur Petani Responden Kelompok Umur Orang ≤ 35 3 36-50 4 51≤ 3
Jumlah Persentase (%) 30 40 30
Petani mangga gedong gincu yang berusia di bawah 35 tahun sebanyak tiga orang (30 persen). Pada tingkatan umur antara 36-50 tahun petani mangga gedong gincu berjumlah empat orang (40 persen, dan pada tingkatan umur di atas
dari 51 tahun berjumlah tiga orang (30 persen). Ini menunjukkan bahwa petani responden yang dipilih masih berusia produktif sehingga memiliki kemungkinan berproduksi yang masih lama. Adanya responden yang berusia di atas 51 tahun sebanyak tiga orang menunjukkan bahwa usaha pembudidayaan mangga gedong gincu sudah lama dilakukan dan secara turun temurun dijalankan 2. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan petani
responden relatif rendah karena petani
kebanyakan berasal keluarga miskin. Komposisi lengkap tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 9. Komposisi Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat Pendidikan Jumlah Orang persentase Tidak Tamat SD 1 10 Tamat SD 3 30 SMP 4 40 SMU 2 20 Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan pendidikan responden petani mangga gedong gincu yaitu sebagian besar adalah SMP sebanyak empat orang (40 persen), responden tamat SD sebanyak tiga orang (30 persen), responden tamat SMU sebanyak dua orang (20 persen) dan responden tidak tamat SD sebanyak satu orang. Hampir sebagian besar dari petani responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup walau hanya lulus SMP karena tingkat pendidikan menentukan tingkat penyerapan informasi mengenai pertanian dan teknologi pertanian. 3. Status Usaha Sebagian besar responden menjadi petani mangga gedong gincu merupakan mata pencaharian sampingan sebagai petani penggarap sawah dan
pedagang yaitu sebanyak tujuh orang (70%) dari 10 orang responden dikarenakan komoditi mangga gedong gincu tidak panen sepanjang tahun. Status usaha petani mangga gedong gincu yang hanya merupakan usaha sampingan dapat mempengaruhi cara petani tersebut dalam budidaya mangga gedong gincu. 4. Pengalaman Berusaha Petani mangga gedong gincu umumnya memiliki pengalaman berusaha yang sudah lama. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa petani yang memiliki pengalaman berusaha ≤10 tahun sebanyak satu orang (10 persen); antara 11-25 tahun sebanyak enam orang (60 persen) dan yang memiliki pengalaman berusaha 25 tahun ≤ sebanyak empat orang (40 persen). Komposisi lengkap pengalaman berusaha pedagang responden dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 10. Komposisi Pengalaman Berusaha Petani Responden Pengalaman Berusaha Jumlah Orang Persentase (%) ≤10 tahun 1 10 11-25 tahun 6 60 25 tahun ≤ 4 4 Usahatani mangga gedong gincu pada umumnya memiliki pengalaman berusaha yang cukup lama karena usahatani mangga gedong gincu ini merupakan usaha turun-temurun dari orang tua terdahulu. 5.3.2
Karakteristik Pedagang Responden Pedagang mangga gedong gincu memiliki peran yang sangat penting
dalam proses pemasaran mangga gedong gincu. Penentuan pedagang responden disesuaikan dengan saluran pemasaran yang tecipta pada proses pemasaran mangga gedong gincu. Karakteristik pedagang responden dalam penelitian ini meliputi usia responden, tingkat pendidikan responden, dan status usaha.
1. Usia Responden Responden berjumlah 11 orang yang kesemuanya adalah pria. Secara umum usia rata-rata dari responden adalah 41,55 tahun dengan pedagang termuda berusia 30 tahun dan pedagang tertua berumur 73 tahun. Ini menunjukkan bahwa pedagang responden yang dipilih masih berusia produktif sehingga memiliki kemungkinan berusaha yang masih lama. Adanya pedagang responden yang berusia 73 menunjukkan lamanya pengalaman berusaha. Semakin lama ia berusaha maka akan mempermudah dalam hal informasi tentang pasar dan memiliki banyak kepercayaan dari pedagang responden lainnya karena ia memiliki koneksi yang banyak. Tabel 11. Komposisi Umur Pedagang Responden Kelompok Umur Jumlah Orang Persentase (%) ≤ 35 4 36,4 36-50 5 45,5 51≤ 2 18,1 Pedagang responden yang termasuk dalam pola saluran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon sebagian besar berada pada kelompok umur 36-50 tahun sebanyak lima orang (45,5 persen) yang masih tergolong usia produktif. Pada tingkat umur ≤ 35 jumlah pedagang responden sebanyak empat orang (36,4 persen); dan pada tingkat umur 51≤ jumlah pedagang responden sebanyak dua orang (18,1 persen). 2. Tingkat Pendidikan Pedagang Responden Tingkat pendidikan pedagang responden
terdapat pada Tabel 12
sebanyak dua orang (18,2 persen) merupakan pedagang responden dengan tingkat pendidikan tidak tamat SD; tiga orang (27,3 persen) tamat SD; lima orang (45,4 persen) lulusan SMP dan satu orang (9,1 persen) lulusan perguruan tinggi atau
sederajat. Hampir sebagian besar dari pedagang responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup walau hanya lulus SMP karena tingkat pendidikan menentukan tingkat penyerapan informasi pasar pengetahuan dalam proses pemilihan saluran pemasaran yang tepat dan menguntungkan. Tabel 12. Komposisi Tingkat Pendidikan Pedagang Responden Tingkat Pendidikan Jumlah Orang persentase Tidak Tamat SD 2 18,2 Tamat SD 3 27,3 SMP 5 45,4 SMU 1 9,1 3. Status Usaha Sebagian besar responden menjadi pedagang mangga gedong gincu merupakan mata pencaharian sampingan hanya selama musim mangga saja yaitu sebanyak 8 orang (72,7) dari 11 orang responden. Di luar musim mangga mereka menjadi pedagang buah-buahan dengan panen sepanjang tahun seperti, jeruk, anggur, melon, dan jenis buah-buahan lainnya. Hal ini dikarenakan komoditi mangga gedong gincu tidak panen sepanjang tahun. Sedangkan sisanya sebanyak tiga orang responden (27,3%) memiliki usaha selain berdagang yaitu petani, buruh dan sebagainya. 4. Pengalaman Berusaha Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa pedagang responden yang memiliki pengalaman berusaha ≤10 tahun sebanyak tiga orang (27,3 persen); antara 11-25 tahun sebanyak lima orang (45,4 persen) dan yang memiliki pengalaman berusaha 25 tahun ≤ sebanyak tiga orang (27,3 persen). Adanya pedagang responden yang memiliki pengalaman berusaha yang lebih dari 25 tahun menunjukkan bahwa pengalaman berusaha sangat dibutuhkan oleh pelaku pemasaran mangga gedong
gincu karena dibutuhkan koneksi dan pengetahuan serta informasi yang banyak dalam menjalankan usaha sebagai pemasar mangga gedong gincu karena pada umunya jalinan kerja yang terbentuk antara para pelaku pemasaran mangga gedong gincu didasarkan atas kepercayaan dan lamanya hubungan kerja yang terjalin diantara sesame pedagang. Semakin lama ia berusaha maka ia akan lebih mudah untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak pedagang lain. Komposisi lengkap pengalaman berusaha pedagang responden dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 13. Komposisi Pengalaman Berusaha Pedagang Responden Pengalaman Berusaha Jumlah Orang persentase ≤10 tahun 3 27,3 11-25 tahun 5 45,4 25 tahun ≤ 3 27,3
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Usaha Produksi Mangga Gedong Gincu Usaha produksi mangga gedong gincu oleh petani di Kabupaten Cirebon telah lama dilakukan secara turun-temurun. Hal ini terlihat dari usia pohon mangga gedong gincu yang dimiliki petani yang rata-rata sudah berumur antara 820 tahun dengan tingkat produktivitas sebanyak 20 kg per pohon, karena usia tanaman mangga gedong gincu yang sudah dapat berproduksi dengan baik adalah di atas lima tahun. Usaha budidaya mangga gedong gincu dilakukan tanpa teknik budidaya tertentu. Tanaman dibiarkan tumbuh tanpa perlakuan agar tanaman memiliki tingkat produktivitas yang tinggi. Pemeliharaan tanaman tidak didasarkan atas teknik budidaya menurut anjuran dinas pertanian setempat. Pemupukan dan penyemprotan pestisida tidak dilakukan secara rutin dan sesuai kebutuhan yang dilihat dari umur tanaman, hanya didasarkan atas perkiraan petani sendiri melihat kondisi fisik luar dari tanaman. Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk daun, pupuk kandang dan pestisida. Pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun. Berdasarkan informasi dari petani biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan pemeliharaan tanaman mangga gedong gincu yang berumur 14-18 tahun untuk luas lahan per satu hektar (92 pohon) adalah rata-rata dalam setahun pestisida yang digunakan adalah sebesar Rp 1.920.000-, pupuk daun sebesar Rp 730.000-, pupuk kandang Rp 506.000-,biaya tenaga kerja (satu hektar memerlukan dua orang tenaga kerja untuk pemeliharaan) sebesar Rp 21.600-, dan pengairan Rp 600.00-. Tanaman mangga gedong gincu dengan umur antara 14-18 dapat berproduksi sebanyak 40 kg per pohon. Sehingga didapat hasil untuk biaya
produksi setiap satu kilogram adalah Rp 1.464,78. Biaya pemetikan adalah sebesar Rp 75.000- per hari untuk 50 kg mangga gedong gincu. Dalam satu tahun bisa dilakukan 20 kali pemetikan. 6.2 Lembaga Pemasaran Menurut Armand Sudiyono (2002), lembaga pemasaran menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan bertujuan memperlancar arus pergerakan suatu komoditi dari tangan produsen hingga ke tangan konsumen. Lembaga pemasaran ini dapat berbentuk perorangan, perserikatan atau perseroan. Kegiatan pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon mulai dari petani hingga konsumen akhir melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul kecil (pedagang pengumpul desa/kecamatan/pemborong), pedagang pengumpul besar (pedagang pengumpul kabupaten), pedagang pengecer di pasar lokal dan di pasar luar daerah, pedagang pasar induk, dan eksportir. 6.2.1 Petani Petani mangga gedong gincu dalam pelaksanaan transaksi jual beli berawal dari pemanenan yang dilakukan oleh petani itu sendiri, karena untuk komoditi mangga gedong gincu sistem tebasan jarang ditemukan. Namun jika dalam kondisi tertentu yaitu sedikitnya buah mangga gedong gincu, sedangkan permintaan dan harga jual tinggi maka kegiatan pengangkutan hasil panen dari kebun petani ke lokasi pengumpulan buah dilakukan oleh lembaga yang berada diatasnya, yaitu pedagang pengumpul kecil atau pedagang pengumpul besar. Hal ini memberikan keuntungan bagi para petani karena tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi. Karena biasanya pedagang pengumpul yang menanggung
resiko dari biaya transportasi. Transaksi yang dilakukan oleh petani dengan pengumpul kecil dan pengumpul besar tidak hanya dipengaruhi oleh komoditi mangga gedong gincu yang dijual, akan tetapi dipengaruhi juga oleh faktor kedekatan antara kedua belah pihak. Semakin dekat hubungan interpersonal antara kedua belah pihak, maka harga yang akan diterima oleh petani akan semakin sesuai dengan kualitas mangga gedong gincu yang dijual. Harga ditekan lebih rendah dari harga pasaran bila jumlah mangga gedong gincu di pasaran melimpah. Terkadang bila jumlah mangga gedong gincu yang ditawarkan sedikit harga yang diberikan juga lebih rendah. Rata-rata volume yang mampu petani tawarkan kepada para pengumpul berdasarkan hasil wawancara dengan 10 petani yaitu berkisar 2,1 kuintal setiap kali pemetikan yang dilakukan minimal 2-3 hari sekali. Bagi petani yang memiliki suatu keterikatan modal kepada pedagang pengumpul kecil atau pedagang pengumpul besar, maka mereka harus menjual mangga gedong gincu mereka kepada pedagang tersebut yang memberikan modal dengan harga yang berlaku di pasar. Dalam hal ini, petani yang mendapat pinjaman berupa pupuk dan obat-obatan akan menerima harga pasar setelah dikurangi kewajiban-kewajiban dalam bentuk modal pinjaman. Tidak ada bunga pinjaman yang dikenakan kepada petani oleh pemberi modal pinjaman. Hal ini dikarenakan atas hubungan kepercayaan yang terjadi antara petani dan pedagang pengumpul kecil atau pedagang pengumpul besar. Kasus keterikatan seperti ini ada tetapi jarang sekali terjadi dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Sering terjadi perbedaan harga yang diterima antara satu petani dengan petani lainnya pada saat waktu penjualan yang sama. Perbedaan harga ini terjadi
karena posisi tawar setiap petani berbeda-beda, tergantung kepada siapa mangga gedong gincu dijual, apakah dijual kepada pedagang pengumpul kecil ataukah pedagang pengumpul besar. Harga yang diterima oleh petani juga ditentukan dari mutu mangga gedong gincu itu sendiri serta jumlah mangga gedong yang ditawarkan oleh. Permasalahan yang ditemui di lapangan adalah teknik budidaya dan pemeliharaan yang sekedarnya sehingga mutu mangga gedong gincu yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar mutu yang diinginkan konsumen. Hal ini yang menyebabkan harga yang diterima petani rendah. 6.2.2 Pedagang Pengumpul kecil Pedagang
pengumpul
kecil
(pedagang
pengumpul
desa/kecamatan/pemborong) yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pedagang yang membeli mangga gedong gincu dari petani untuk dijual lagi kepada pedagang pengumpul besar. Pedagang pengumpul ini sering disebut sebagai tengkulak atau calo, yang hanya mempertemukan petani dengan pedagang pengumpul besar/pemborong, begitu pula sebaliknya. Rata-rata volume penjualan yang seringkali dilakukan adalah sebesar 1-1,5 ton setiap 2-3 hari sekali. Pedagang pengumpul kecil ini merupakan pedagang yang memiliki informasi di mana saja keberadaan petani mangga gedong gincu dan juga harga mangga gedong gincu di sekitar wilayah Kabupaten Cirebon dan bahkan harga mangga gedong gincu di luar wilayah Kabupaten Cirebon. Pedagang pengumpul kecil ini merupakan orang kepercayaan dari pedagang pengumpul besar. Mereka akan mencari informasi kebun mangga gedong gincu mana saja yang siap panen dan mencari sampel mangga gedong gincu untuk ditawarkan kepada para pedagang pengumpul besar. Mereka tidak hanya membeli mangga gedong gincu
dari satu desa atau satu kecamatan, tetapi juga dari desa-desa sekitarnya atau kecamatan-kecamatan di sekitarnya. Semua itu tergantung dari skala usahanya yang memungkinkan mereka memperluas daerah pembelian mangga gedong gincu dari petani-petani di luar desa maupun di luar kecamatan. Pedagang pengumpul kecil ini memperoleh pendapatan dari komisi yang diperoleh dari jumlah mangga gedong gincu yang berhasil ditawarkan ke pedagang pengumpul besar. Komisi yang diperoleh berkisar 10% dari jumlah penjualan mangga gedong gincu yang ditawarkan. 6.2.3 Pedagang Pengumpul Besar Pedagang pengumpul besar merupakan pedagang yang menampung mangga gedong gincu dari pedagang pengumpul kecil untuk dijual ke pedagang di pasar lokal, pedagang di pasar induk, supermarket atau bahkan eksportir. Volume penjualan yang biasa dilakukan berkisar 5,5-5,9 ton per hari. Mereka melakukan penyimpanan komoditi mangga gedong gincu untuk memenuhi kuota pengiriman yang biasanya sudah diminta oleh pedagang di pasar induk dan pasar luar daerah. Hubungan antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang pengumpul kecil biasanya berlandaskan rasa saling percaya dan sudah menjadi langganan tetap dalam kurun waktu yang lama. Hubungan tersebut sama halnya dengan hubungan antara pedagang pengumpul kecil dengan petani. Ada pula pedagang pengumpul besar yang mengkoordinir beberapa pedagang pengumpul kecil dan petani. Pedagang pengumpul besar di daerah penelitian memiliki modal yang cukup besar. Volume penjualan yang dilakukan bisa mencapai 3 sampai 4 ton per hari.
6.2.4 Pedagang Pengecer di Pasar lokal Pedagang pengecer di pasar lokal adalah pihak yang melakukan pembelian mangga gedong gincu dari pedagang pengumpul besar yang kemudian menjualnya ke konsumen di pasar lokal. Dalam penelitian ini, pedagang pasar lokal yang diteliti adalah pedagang yang terdapat di pasar dan di pinggir jalan wilayah Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon. 6.2.5 Pedagang Pengecer (Luar Daerah Kabupaten Cirebon) Pedagang Pengecer (Luar Daerah Kabupaten Cirebon) adalah pihak yang melakukan pembelian dari pedagang di pasar induk di luar wilayah Kabupaten Cirebon. Biasanya pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengecer dalam kuantitas yang lebih sedikit, berkisar 20-40 kg per hari. Hal ini dikarenakan modal yang dimiliki terbatas. 6.2.6 Pedagang di Pasar Induk Pedagang di Pasar Induk/pedagang luar daerah yang dimaksud adalah para pedagang yang berdomisili di luar daerah Kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon. Volume penjualan yang seringkali adalah sebesar 1-5 ton per hari. Pedagang luar daerah yang berhasil ditelusuri dalam penelitian ini adalah berasal dari daerah Jakarta, Bandung dan luar pulau (Lampung, Medan, dan Kalimantan). 6.2.7 Supermarket Pedagang yang membeli mangga gedong gincu dari pedagang pengumpul besar untuk dijual kembali ke konsumen akhir. Volume penjualan yang dilakukan berkisar maksimal 4 kuintal untuk jangka waktu 1-2 minggu. Hubungan yang terjadi antara pedagang dengan pihak supermarket adalah
berdasarkan kontrak dengan jaminan kepercayaan hubungan atas transaksi yang dilakukan. 6.2.8 Eksportir Eksportir adalah pedagang yang membeli mangga gedong gincu dari pengumpul besar untuk dijual kembali di pasar luar negeri. Eksportir yang ditemukan dalam penelitian ini ada yang berasal dari wilayah Kabupaten Cirebon sendiri dan di luar wilayah Kabupaten Cirebon yaitu eksportir yang berasal dari Jakarta. Hubungan yang terjadi antara eksportir dan pedagang pengumpul berdasarkan sistem kontrak berdasarkan volume mangga gedong gincu yang sanggup dipenuhi oleh pedagang pengumpul besar dalam suatu periode kontrak yang telah disepakati. 6.3 Saluran Pemasaran Kegiatan pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon melibatkan delapan jenis lembaga pemasaran yaitu petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang pengecer di pasar lokal, pedagang pengecer di pasar luar daerah, pedagang di pasar induk, supermarket, dan eksportir. Masing-masing lembaga harus melakukan fungsi–fungsi pemasaran tertentu seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi penyediaan fasilitas. Proses pemasaran mangga gedong gincu terbentuk dari beberapa pola saluran pemasaran yang melibatkan lembaga-lembaga pemasaran. Saluran pemasaran mangga gedong gincu di wilayah Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan penelitian, terdapat delapan pola saluran pemasaran di wilayah Kabupaten Cirebon yaitu pola saluran pemasaran 1 (petani-pedagang
pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokalkonsumen lokal); pola saluran pemasaran 2 (petani-pedagang pengumpul besarpedagang pengecerdi pasar lokal-konsumen lokal ); pola saluran pemasaran 3 (petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar induk-konsumen luar daerah); dan pola pemasaran 4 (petani-pedagang pengumpul besar- pedagang di pasar induk-konsumen luar daerah); pola pemasaran 5 (petanipedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-supermarket-konsumen); pola pemasaran 6 (petani-pedagang pengumpul besar-supermarket); pola pemasaran 7 (petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besareksportir-konsumen luar negeri); pola pemasaran 8 (petani-pedagang pengumpul besar-eksportir-konsumen luar negeri).
Petani
61,4% (*)
38,6% (*) Pedagang Pengumpul Besar
44% (*)
Pedagang pengumpul Kecil 16% (*)
Pedagang di Pasar Induk
Pedagang Pengecer di Pasar Lokal
Konsumen Lokal/Luar daerah
20% (*) Supermarket Pedagang pengecer di Luar Daerah
Eksportir
Konsumen Luar negeri
Keterangan :
(*)
= pola pemasaran 1
= Pola Pemasaran 5
= pola pemasaran 2
= Pola Pemasaran 6
= pola pemasaran 3
= Pola Pemasaran 7
= pola pemasaran 4
= Pola Pemasaran 8
= persentase volume penjualan
= Lembaga Tidak dianalisis
Gambar 4. Pola Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon.
6.3.1 Pola Saluran Pemasaran 1 Pola saluran pemasaran 1 merupakan pola saluran yang terdiri dari petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokal-konsumen. Harga yang berlaku yang terjadi dalam proses penjualan tersebut adalah harga yang terjadi di pasar saat transaksi terjadi. Proses pembayaran yang berlaku adalah pembayaran tunai. Dimana petani memiliki hubungan atas dasar kepercayaan karena biasanya petani menjual mangga gedong gincu
yang
diproduksinya
hanya
kepada
pedagang
pengumpul
kecil
langganannya. Pada saluran pemasaran 1 grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan adalah mangga gedong gincu dengan grade B dan grade C, dengan harga grade B sebesar Rp 14.000,00- per kg dan harga grade C berkisar antara Rp 6000,00- per kg sampai Rp 7000,00- per kg. 6.3.2 Pola Saluran Pemasaran 2 Pola saluran pemasaran 2 merupakan pola saluran yang terdiri dari petani-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokal-konsumen. Proses pembayaran yang berlaku sama dengan pola saluran pemasaran 1 yaitu pembayaran tunai dan harga yang berlaku juga merupakan harga yang terjadi di pasar saat transaksi berlagsung. Dimana petani memiliki hubungan atas dasar kepercayaan karena biasanya petani menjual mangga gedong gincu yang diproduksinya hanya kepada pedagang pengumpul besar langganannya. Sama seperti halnya pada saluran pemasaran 1 grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan pada pola pemasaran 2 adalah mangga gedong gincu
dengan grade B dan grade C, dengan harga grade B sebesar Rp 14.000,00- per kg dan harga grade C berkisar antara Rp 6000,00- per kg sampai Rp 7000,00- per kg. 6.3.3 Pola Saluran Pemasaran 3 Pola saluran pemasaran yang terjadi terdiri dari petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar induk-pedagang pengecer di luar daerah-konsumen. Proses jual beli antar pedagang pengumpul besar dengan pedagang di luar daerah wilayah Kabupaten Cirebon terjadi seperti pada pola saluran pemasaran 3, bahkan tidak menutup kemungkinan terjadinya perdagangan antar pulau karena biasanya para pedagang pengumpul dari luar pulau melakukan pembelian mangga gedong gincu melalui pasar induk yang terdapat di Jakarta (Pasar Induk Kramat Jati) dan Bandung (Pasar Induk Caringin) atau langsung melakukan pembelian kepada pedagang pengumpul besar yang ada di Kabupaten Cirebon. Sistem pembayaran yang terjadi pada pola 3 adalah pembayaran secara tunai ataupun pembayaran di muka. Sistem pembayaran di muka terjadi apabila terjadi pesanan yang melebihi volume penjualan seperti biasanya. Diperlukan modal yang besar apabila pesanan dari luar pulau melebihi volume penjualan ke pasar induk yang dilakukan oleh pedagang pengumpul besar. Pada saluran pemasaran 3 grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan adalah mangga gedong gincu dengan grade A dan grade B, dengan harga grade A sebesar Rp 17.000,00- per kg dan harga grade B Rp 15.000,00- per kg.
6.3.4 Pola Saluran Pemasaran 4 Pola saluran pemasaran 4 yang terjadi terdiri dari petani-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar induk-pedagang pengecer di luar daerahkonsumen. Perbedaan saluran pemasaran 3 dan saluran pemasaran 4 hanya terletak pada aliran mangga gedong gincu dari petani pada saluran pemasaran 3 menuju ke pedagang pengumpul kecil, sedangkan pada saluran pemasaran 4 aliran mangga gedong gincu dari petani langsung menuju ke pedagang pengumpul besar. Sistem pembayarannya pun sama dengan saluran pemasaran 3 yaitu sistem pembayaran dimuka. Pada saluran pemasaran 4 grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan sama dengan pada saluran pemasaran 3 yaitu mangga gedong gincu dengan grade A dan grade B, dengan harga grade A sebesar Rp 17.000,00per kg dan harga grade B Rp 15.000,00- per kg. 6.3.5 Pola Saluran Pemasaran 5 Pola saluran pemasaran 5 merupakan pola saluran pemasaran yang terdiri dari petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besarsupermarket-konsumen. Sistem penjualan yang terjadi dalam pola saluran pemasaran 5 adalah sistem penjualan kontrak yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pihak supermarket. Yang dimaksud dengan sistem penjualan kontrak di sini adalah sistem penjualan dimana pedagang pengumpul harus mampu memenuhi volume permintaan tetap oleh pihak supermarket dalam kurun waktu periode tertentu. Pedagang pengumpul dibayar atas jumlah penjualan mangga gedong gincu dalam
kurun waktu satu sampai dua minggu dihitung semenjak hari pengiriman mangga gedong gincu ke pihak supermarket. Pada pola saluran pemasaran 5 ini pedagang pengumpul besar kurang menyukai karena adanya sistem pembayaran tunda dan pembayaran dilakukan atas jumlah mangga gedong gincu yang terjual saja. Pedagang pengumpul besar mengalami kesulitan dalam memenuhi grade yang diminta oleh supermarket karena grade yang harus dipenuhi sama dengan grade untuk ekspor, sedangkan harga yang diterima pedagang pengumpul besar dari supermarket lebih rendah dari harga yang diterima bila mangga gedong gincu tersebut untuk ekspor. Pada saluran pemasaran 5 grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan adalah mangga gedong gincu dengan grade A dan grade B, dengan harga grade A sebesar Rp 20.000,00- per kg dan harga grade B berkisara antara Rp 17.000,00sampai Rp 18.000,00-. 6.3.6 Pola Saluran Pemasaran 6 Pola saluran pemasaran 6 merupakan pola saluran pemasaran yang terdiri dari petani-pedagang pengumpul besar-supermarket-konsumen. Pola saluran pemasaran 6 tidak jauh berbeda dengan pola saluran pemasaran 5, seperti sistem pembayaran yang dilakukan serta grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan sama seperti pada pola saluran pemasaran 5. Adapun perbedaanya hanya pada pola saluran pemasaran 5 aliran mangga gedong gincu dari petani mengalir melalui pedagang pengumpul kecil terlebih dahulu, sedangkan pada pola saluran pemasaran 6 aliran mangga gedong gincu dari petani mengalir langsung ke pedagang pengumpul besar.
6.3.7 Pola Saluran Pemasaran 7 Pola saluran pemasaran 7 terdiri dari petani-pedagang pengumpul kecilpedagang pengumpul besar-eksportir-konsumen luar negeri. Pada pola saluran pemasaran ini terjadi perdagangan antar negara, dimana pihak eksportir merupakan penentu atas harga pembelian yang berlaku kepada pedagang pengumpul besar. Sistem pembayaran yang terjadi pada pola saluran 7 adalah sistem pembayaran tunai dengan kontrak pembelian oleh eksportir atas pedagang pengumpul besar. Dalam pola saluran pemasaran ini pedagang pengumpul besar mengalami kesulitan dalam memenuhi grade yang diminta oleh eksportir. Hal ini disebabkan karena sebagian besar mutu mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon untuk memenuhi syarat untuk ekspor tidak sebanding dengan jumlah permintaan ekspor yang tinggi. Pada saluran pemasaran 7 grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan adalah mangga gedong gincu dengan grade A. 6.3.8 Pola Saluran Pemasaran 8 Pola saluran pemasaran 8 terdiri dari petani-pedagang pengumpul besareksportir-konsumen luar negeri. Pola saluran pemasaran 8 tidak jauh berbeda dengan pola saluran pemasaran 7, dalam hal sistem pembayaran serta grade mangga gedong gincu yang diperjualbelikan. Perbedaan antara pola saluran pemasaran 7 dan pola saluran pemasaran 8 hanya pada aliran mangga gedong gincu di pola saluran pemasaran 7 terlebih dahulu melalui pedagang pengumpul kecil sedangkan pada pola saluran pemasaran 8 langsung menuju ke pedagang pengumpul besar.
6.4 Fungsi Pemasaran Fungsi-fungsi pemasaran pada dasarnya ditujukan untuk memperlancar arus barang (mangga gedong gincu) dari produsen ke konsumen akhir. Maksud dari fungsi-fungsi pemasaran ini agar pemasaran mangga gedong gincu lebih efektif dan efisien yang pada akhirnya memberikan kepuasan maksimal kepada konsumen akhir di samping keuntungan yang lebih besar untuk produsen (petani mangga gedong gincu). Fungsi-fungsi pemasaran dimulai dari tingkat petani dan kemudian diikuti lembaga-lembaga pemasaran berikutnya. Tidak semua fungsi-fungsi pemasaran dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran. Fungsi–fungsi pemasaran yang mungkin dilakukan oleh lembaga pemasaran terkait meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi penyediaan fasilitas. Analisis fungsi pemasaran dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya pemasaran. Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran mangga gedong gincu di di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Fungsi Pemasaran yang Dilakukan Oleh Lembaga Pemasaran Pada Masing-Masing Saluran Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon No
Fungsi Pemasaran 1
1 2
3
Fungsi Pertukaran : a.Fungsi Pembelian b. Fungsi Penjualan Fungsi Fisik : a.Fungsi Pengangkutan b.Fungsi Penyimpanan c.Fungsi Pengemasan Fungsi Fasilitas : a.Fungsi Sortasi b.Fungsi Grading c. Fungsi Penanggungan resiko d.Fungsi Informasi Pasar e.Fungsi Pembiayaan
2
Lembaga Pemasaran 3 4 5 6
7
8
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√ -
√ √
√ √ √
√ √ -
√ √ -
√ -
√ -
√ √ √
-
√ √ √ √ √
√ √ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ √
√ √ √ -
√ √ √ √ √
Keterangan : 1 = Petani 2 = Pedagang Pengumpul Kecil 3 = Pedagang Pengumpul Besar 4 = Pedagang Pengecer di Pasar Lokal 5 = Pedagang Pengecer di Luar Daerah 6 = Pedagang di Pasar Induk 7 = Supermarket 8 = Eksportir √ = Melakukan kegiatan fungsi pemasaran - = Tidak melakukan kegiatan fungsi pemasaran Kegiatan pemanenan mangga gedong gincu biasanya dilakukan oleh petani itu sendiri. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani pada umumnya fungsi pertukaran dan fisik, yaitu penjualan dan pengangkutan. Apabila dalam kondisi di mana mangga gedong gincu yang tersedia sedikit sedangkan permintaan dan harga jual tinggi maka pengangkutan hasil panen dari kebun ke tempat pedagang pengumpul dilakukan oleh pedagang pengumpul kecil atau pedagang pengumpul kecil. Pedagang pengumpul kecil atau pedagang pengumpul besar melakukan fungsi pemasaran berupa sortasi dan grading mangga gedong gincu hasil panen dari petani dan melakukan pembayaran atas mangga gedong gincu yang mereka beli dari petani. Grade mangga gedong gincu terbagi atas grade A, grade B, dan grade C. Kualitas mangga gedong gincu grade A dan grade B yaitu buahnya memiliki warna merah merata, bentuk sempurna, berat untuk grade A ≥ 2,2 ons per buah dan berat untuk grade B ≤ 2,2 ons per buah, tanpa cacat dan getah yang tertinggal di kulit sedikit. Grade mangga gedong gincu jenis C yaitu buah yang rusak karena buah jatuh pada saat pemanenan, gigitan lalat buah dan hama pengganggu lainnya, bentuk yang tidak sempurna (buah tidak dapat diberdirikan, terlalu besar atau terlalu kecil, banyak getah yang tertinggal pada kulit buah).
setelah itu mangga gedong gincu dikemas menggunakan keranjang berlapiskan sobekan kertas yang berkapasitas 50 kg atau dengan menggunakan peti berisi sobekan kertas yang berkapasitas 40 kg. Pengiriman dilakukan pada malam hari karena untuk mengurangi kerusakan akibat suhu yang panas dalam peti atau keranjang kemas. Mangga dikirim ke lokasi
pemesan dengan menggunakan kendaraan pick up dengan
kapasitas berkisar 7 kuintal tiap kali pengiriman. Tidak terdapat kegiatan yang dilakukan karena menghindari kerusakan akibat buah yang terlalu masak. Pedagang pengecer di pasar lokal dan pasar luar daerah melakukan fungsi pemasaran berupa sortasi, pengangkutan, penyimpanan, pembayaran, penanggungan resiko, informasi pasar dan pembiayaan. 6.5 Struktur dan Perilaku Pasar 6.5.1 Struktur Pasar Struktur pasar mangga gedong gincu yang dihadapi oleh pelaku pemasaran dianalisis dengan melihat jumlah pelaku pemasaran yang terlibat, sifat produk, sumber informasi pasar dan hambatan keluar masuk pasar. Dari indikator tersebut dapat diketahui pasar apakah yang dihadapai oleh pelaku pemasaran. a. Petani Mangga Gedong Gincu, Pedagang Pengumpul Besar dan Pedagang Pengumpul Kecil Petani mangga gedong gincu di wilayah Kabupaten Cirebon menjual hasil produksinya langsung kepada pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar. Struktur pasar yang dihadapi adalah struktur pasar oligopsoni, dimana jumlah petani dan pedagang pengumpul kecil lebih banyak dari jumlah pedagang pengumpul besar. Sifat produk yang diperjualbelikan tidak ada
perbedaan dan tidak ada pengklasifikasian grade yang dilakukan petani. Kegiatan sortasi dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul (pedagang pengumpul kecil dan pedagang pengumpul besar. Hambatan pasar bagi petani relatif tidak ada karena petani dapat dengan mudah menjual hasil produknya kepada pembeli siapa saja. Adanya faktor keterbatasan fasilitas yang dihadapi pedagang pengumpul kecil seperti biaya pengangkutan, keterbatasan kemampuan dalam hal menjual mangga gedong gincu baik dari segi modal, kapasitas produksi dan jaringan pasar yang akan dituju petani, membuat petani lebih memilih menjual mangga gedong gincunya kepada pedagang pengumpul besar. Adanya petani yang terikat kontrak dengan pedagang pengumpul sehingga mereka harus menjual mangga gedong gincunya kepada pedagang pegumpul yang memberikan pinjaman kontrak. Namun petani yang terikat kontrak seperti ini dengan pedagang pengumpul jarang sekali terjadi sehingga bisa dikatakan secara umum tidak ada hambatan bagi petani. Informasi pasar yang diterima petani kurang terbuka. Semua informasi mengenai kualitas, kuantitas dan harga jual mangga gedong gincu hanya diketahui pasti oleh pedagang pengumpul baik kecil maupun besar. Tidak semua pedagang pengumpul bekerja sebagai tangan kanan pedagang pengumpul besar, ada kalanya mereka bekerja sendiri dengan menjual mangga gedong gincu ke pedagang pengumpul besar. Mereka memiliki keterbatasan modal untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar, oleh karena itu mereka tidak bisa menjual mangga gedong gincu ke lembaga yang lebih tingggi seperti supermarket dan pedagang pasar induk. Supermarket dan pedagang
pasar induk hanya menginginkan grade Adan grade B dengan pengiriman secara kontinyu. Pedagang pengumpul baik pedagang pengumpul kecil maupun pedagang pengumpul besar memiliki informasi untuk memperoleh mangga gedong gincu yang dibutuhkan dan informasi yang kuat mengenai harga jual yang berlaku dibandingkan infomasi yang dimiliki oleh petani. Informasi yang dimiliki oleh pedagang pengumpul diperoleh dari sesama pedagang pengumpul lewat komunikasi melalui telepon atau mendatangi langsung tempat sesama pedagang pengumpul. Tidak hanya informasi yang kuat yang dimiliki oleh pedagang pengumpul, namun mereka juga mempunyai kekuatan untuk menentukan grade mangga gedong gincu dan ketersediaan pasokan mangga gedong gincu. Tetapi besarnya pasokan mangga gedong gincu tetap tergantung dari petani yang memiliki kekuatan yang lebih kuat dalam menentukan besarnya jumlah pasokan. b. Pedagang Pengumpul Besar dan Pedagang di Pasar Induk Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang di pasar induk bersifat oligopoli, dimana jumlah pedagang pengumpul besar lebih sedikit dari jumlah pedagang di pasar induk sebagai pembeli. Di dalam pasar pedagang pengumpul besar hanya menjual mangga gedong gincu kepada pedagang di pasar induk langganannya saja. Hambatan bagi pedagang pengumpul besar hanya pada segi modal untuk membeli mangga gedong gincu dari petani atau dari pedagang pengumpul kecil dan kemampuan mengirim mangga gedong gincu secara kontinyu ke pedagang di pasar induk. Informasi mengenai kondisi pasar dan harga antara pedagang pengumpul besar dan pedagang di pasar induk. Tingkat harga yang terjadi
berdasarkan atas kesepakatan yang sesuai dengan harga jual di pasar. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Informasi mengenai jumlah permintaan yang dihadapi pedagang di pasar induk didistribusikan secara merata kepada para pemasok. Harga jual antara keduanya ditentukan oleh pedagang pengumpul besar karena sistem penjualan yang digunakan adalah komisi, akan tetapi penjualan ke pedagang pasar induk lainnya yang menggunakan sistem nota penentuan harga jualnya berdasarkan tawar menawar antara kedua belah pihak. Hambatan untuk menjadi pedagang pengumpul besar adalah tinggi, karena harus memiliki modal yang besar, harus memiliki banyak relasi untuk mempermudah penyaluran mangga gedong gincu dan masalah pembayaran yang macet dari pembayaran sistem nota dan sistem komisi. Adapun hambatan yang dihadapi oleh pedagang besar yaitu kesulitan mendapatkan pasokan yang memiliki mutu yang sama dan kuantitas pasokan yang tetap sesuai keinginan pedagang pasar induk. Pedagang pasar induk memiliki kekuatan untuk memutuskan harga walaupun harga jual berdasarkan tawar menawar antara pedagang pengumpul besar dan pedagang pasar induk. Banyak atau tidaknya persediaan mangga di pasaran merupakan hal yang menjadi pertimbangan dalam penentuan besarnya harga jual pihak pedagang pasar induk. Harga jual yang berlaku di pedagang pasar induk akan mempengaruhi perubahan harga di semua pihak. Pedagang pasar induk tidak melakukan perlakuan apapun terhadap mangga gedong gincu yang mereka jual karena pedagang pengumpul besar sudah melakukan grading.
c. Pedagang Pengumpul Besar dan Pedagang Pengecer (pasar lokal dan daerah) Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang pengecer (pasar lokal dan daerah) bersifat oligopoli, dimana jumlah pedagang pengumpul besar lebih sedikit dari jumlah pedagang pengecer (pasar lokal dan daerah) sebagai pembeli. Di dalam pasar pedagang pengumpul besar menjual mangga gedong gincu kepada para pedagang pengecer (pasar lokal dan daerah) di wilayah sekitar Kabupaten Cirebon. Harga yang disepakati berdasarkan harga jual yang berlaku di pasar dan sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Hambatan bagi pedagang pengumpul besar hanya pada segi modal untuk membeli mangga gedong gincu dari petani atau dari pedagang pengumpul kecil. Informasi harga dan kondisi pasar cukup terbuka antara pedagang pengumpul besar dan pedagang pengecer d. Pedagang Pengumpul Besar dan Eksportir serta Supermarket Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan eksportir dan supermarket bersifat oligopsoni, dimana jumlah pedagang pengumpul besar lebih banyak dari jumlah eksportir dan supermarket sebagai pembeli. Di dalam pasar pedagang pengumpul besar hanya menjual mangga gedong gincu kepada eksportir dan supermarket berdasarkan sistem kontrak yang memiliki hubungan saling percaya. Hambatan bagi pedagang pengumpul besar hanya pada segi modal untuk membeli mangga gedong gincu dari petani atau dari pedagang pengumpul kecil dan kemampuan mengirim mangga gedong gincu secara kontinyu ke eksportir dan supermarket. Informasi mengenai kondisi pasar dan harga antara pedagang pengumpul besar dan pedagang di pasar induk. Tingkat harga yang terjadi
berdasarkan atas kesepakatan yang sesuai dengan harga jual di pasar. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai oleh eksportir dan sistem pembayaran tunda dalam kurun waktu satu sampai dua minggu diberlakukan supermarket dalam kontrak pembeliannya dengan pedagang pengumpul besar. 6.5.2 Perilaku Pasar Perilaku pasar menunjukkan tingkah laku lembaga pemasaran pada struktur pemasaran tertentu, dalam melakukan pembelian dan penjualan. Pendekatan yang digunakan yaitu dengan melihat sistem penentuan harga, sistem pembayaran harga, serta kerja sama yang terjadi antara lembaga pemasaran yang terlibat. a. Sistem Penentuan Harga Penentuan harga mangga gedong gincu di wilayah Kabupaten Cirebon antara petani, pedagang pengumpul (kecil dan besar), pedagang pasar induk, supermarket dan eksportir ditentukan oleh pelaku pasar yang lebih tinggi. Petani hanya bertindak sebagai price taker karena petani memiliki bargaining position yang lemah. bargaining position yang lemah disebabkan oleh kurangnya informasi pasar serta petani tidak mampu menjual mangga gedong gincu ke pasar. Bagi petani yang terikat pinjaman modal oleh pedagang pengumpul hanya bisa menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul yang memberikan pinjaman. Harga jual mangga gedong gincu bagi petani yang menggunakan jasa pedagang pengumpul untuk memasarkan hasilnya, pada saat penelitian berlangsung adalah Rp 8550,00 per kg. Harga yang diterima petani lebih kecil dari harga jual mangga gedong gincu di pasar yang bisa mencapai Rp 14.000,00.
Sistem pembelian yang dilakukan oleh pedagang pengumpul (kecil dan besar) adalah dengan sistem borongan menggunakan satuan per kilogram, dimana grade mangga gedong gincu adalah campuran. Sorting dan grading dilakukan oleh pedagang pengumpul yang mengklasifikan mangga gedong gincu menjadi grade A, grade B dan grade C. Grade A dan grade B biasanya untuk dijual kepada pedagang pasar induk, supermarket dan eksportir, sedangkan untuk grade C untuk dijual ke pasar lokal. Biaya pemanenan dan pengangkutan hasil dari lokasi petani biasanya ditanggung oleh pedagang pengumpul (kecil dan besar). Hal ini yang menyebabkan petani lebih memilih untuk menjual mangga gedong gincunya kepada pedagang pengumpul (kecil dan besar). Perlakuan terhadap mangga gedong gincu yang dilakukan oleh pedagang pengumpul (kecil dan besar) pada umumnya berupa aktivitas pengemasan dengan menggunakan keranjang atau peti, pengangkutan mangga gedong gincu dari lokasi pemetikan ke lokasi gudang menggunakan mobil sewaan, penyimpanan mangga gedong gincu selama maksimal dua hari untuk dipasarkan lebih lanjut. Sortasi dan grading juga dilakukan oleh pedagang pengumpul (kecil dan besar). Penetapan harga beli oleh pedagang pengumpul besar kepada petani dan pedagang pengumpul berdasarkan patokan harga yang berlaku di tingkat atasnya (pedagang pasar induk, supermarket dan eskportir). b. Sistem Pembayaran Sistem pembayaran berbeda-beda seperti pembayaran tunai, pembayaran tunda satu hari dan pembayaran saat musim panen berakhir. Sistem pembayaran dari pedagang pengumpul ke petani yang hasil panennya sedikit biasanya dilakukan secara tunai, pembayaran tidak tunai biasanya diberikan pedagang yang
tidak memiliki uang tunai (menunggu hasil dari penjualan). Sistem pembayaran pada saat akhir musim panen dilakukan kepada petani yang volume penjualannya banyak dan atas permintan petani itu sendiri. Sistem pembayaran oleh eksportir yaitu satu hari setelah transaksi berlangsung. Proses transaksi antara pedagang pengumpul ditentukan oleh mutu mangga gedong gincu yang dihasilkan petani serta kedekatan hubungan secara personal diantara keduanya. Semakin dekat hubungan diantara keduanya, maka harga yang diterima petani akan semakin sesuai dengan kualitas mangga gedong gincu yang dihasilkannya. c. Kerjasama Antara Lembaga-Lembaga Pemasaran Pembentukan harga yang lebih banyak ditentukan oleh lembaga pemasaran pada tingkat lebih tinggi mempengaruhi tingkat persaingan antar pedagang pengumpul. Penurunan harga secara drastis dapat mengakibatkan persaingan hingga monopoli terhadap pedagang pengumpul (kecil dan besar). Demi kelancaran hubungan kerja terjadi bentuk kerja sama antara pedagang pegumpul besar dan petani, dimana pedagang pengumpul besar memberikan bantuan modal untuk pembelian pupuk, obat-obatan dan lain-lain kepada petani yang akan dibayarkan petani pada waktu pembelian. Terjadi pula bentuk kerja sama antara pedagang pasar induk dengan pedagang pengumpul besar, dimana pedagang pasar induk memberikan bantuan sedikit modal berupa uang muka ongkos untuk pengadaan dan pengiriman mangga gedong gincu yang akan dibayar oleh pedagang pengumpul besar melalui pemotongan dari pembayaran akhir.
6.6 Efisiensi Pemasaran Pemasaran yang efisien akan memberikan kepuasan kepada semua pihak yang terlibat dalam suatu pemasaran. Efisiensi pemasaran terbagi menjadi dua kategori yaitu efisiensi operasional (teknologi) dan efisiensi harga (ekonomi). Efisiensi operasional dianalisa dengan pendekatan keragaan pasar dengan menganalisis marjin pemasaran, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) dan perbandingan keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost Ratio). Efisiensi harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditas yang sama pada berbagai tingkat pasar, namun dalam penelitian ini tidak dianalisis. Secara relatif, sistem pemasaran yang satu dikatakan lebih efisien daripada yang lain bila marjin lebih rendah dan korelasi harga tinggi. 6.6.1 Marjin Pemasaran Marjin pemasaran atau marjin kotor dikenal sebagai selisih harga antara produsen dan konsumen tingkat akhir yang di dalamnya terdapat harga penambahan nilai kegunaan dan keuntungan bagi lembaga pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang diterima lembaga pemasaran. Komponen biaya pemasaran mangga gedong gincu terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya transportasi, biaya penyusutan, biaya komisi, biaya penyimpanan dan biaya pengepakan. Marjin pemasaran juga merupakan imbalan jasa yang diterima oleh lembaga pemasaran yang dilalui, sehingga pada akhirnya sampai di tangan konsumen melalui pedagang pengecer. Besaran tersebut disebut juga farmer’s share yang merupakan perbandingan harga yang diterima petani mangga gedong
gincu dengan harga jual yang terjadi di tingkat konsumen akhir dan dinyatakan dalam persen. Kepuasan dari lembaga pemasaran diukur dari besarnya imbalan jasa yang diperoleh atau diterima atas biaya yang dikeluarkan dalam rangka penyaluran mangga gedong gincu. 6.6.1.1 Saluran Pemasaran 1 Saluran pemasaran 1 adalah saluran pemasaran dengan tujuan akhir konsumen lokal melalui pedagang pengecer di pasar lokal yang berada di daerah sekitar Kabupaten Cirebon. Pada Lampiran 18 dapat dilihat bahwa pada saluran pemasaran 1, total marjin sebesar Rp 11.879,19,- paling banyak berasal petani yaitu Rp 6.429,19-, pedagang pengecer pasar lokal Rp 2.500,00-, pedagang pengumpul besar Rp 1.800,00-, dan pedagang pengumpul kecil Rp 1.150,00-, per kilogram. Total keuntungan sebesar Rp 10,301,47- per kilogram paling besar berasal dari petani Rp 6.429,19-, pedagang pengecer pasar lokal Rp 1.770,00-, pedagang pengumpul besar Rp 1.500,00-, dan pedagang pengumpul kecil Rp 602,28- per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar dan pedagang pengecer pasar lokal yaitu masing-masing sebesar Rp 547,72-, Rp 300,00-, dan Rp 730,00-. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul kecil adalah biaya transportasi, biaya penyusutan, dan biaya makan. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul besar adalah biaya kemas, biaya transportasi, biaya tenaga kerja untuk pengemasan, alat-alat (paku, kertas, paku, kawat, dan stempel). Biaya penyusutan sebesar 2 persen dan biaya komisi sebesar 10 persen untuk pedagang pengumpul kecil yang menjadi kaki tangan mereka untuk mengunpulkan mangga gedong gincu dari petani. Biaya pemasaran yang
dikeluarkan pedagang pengecer lokal adalah biaya penyusutan sebesar 6 persen, biaya transportasi untuk mengangkut mangga gedong gincu dari pedagang pengumpul besar, biaya lain-lain (biaya hidup dan biaya kemasan plastik). 6.6.1.2 Saluran Pemasaran 2 Saluran pemasaran 2 sama dengan saluran pemasaran 1, yaitu saluran pemasaran untuk pasar lokal. Saluran ini merupakan saluran pemasaran terpendek karena jumlah lembaga yang terlibat dalam proses pemasaran mangga gedong gincu sedikit. Dapat dilihat pada Lampiran 8, bahwa pada saluran pemasaran 2, total marjin sebesar Rp 11 879,19- paling banyak berasal petani yaitu Rp 6.429,19-, pedagang pengumpul besar Rp 2.950,00-, pedagang pengecer pasar lokal Rp 2.500,00-. Total keuntungan Rp 10.849,19- paling besar berasal dari petani Rp 6.429,19-, pedagang pengumpul besar Rp 2.650,00-, pedagang pengecer pasar lokal Rp 1.750,00-. per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul besar dan pedagang pengecer pasar lokal yaitu masing-masing sebesar Rp 300,00-, dan Rp 730,00-. 6.6.1.3 Saluran Pemasaran 3 Saluran pemasaran 3 adalah saluran pemasaran dengan tujuan akhir konsumen luar daerah melalui pedagang pengecer di pasar luar daerah Kabupaten Cirebon. Saluran ini merupakan saluran terpanjang dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. Dapat dilihat pada Lampiran 8, bahwa pada saluran pemasaran 3, total marjin sebesar Rp 14.879,19- paling banyak berasal petani yaitu Rp 6.429,19-, pedagang pengecer pasar luar daerah Rp 2.400,00-, pedagang pengumpul besar pasar Rp 3.400,00-, pedagang pasar induk Rp
1.500,00-, dan pedagang pengumpul kecil Rp 1.150,00- per kilogram. Total keuntungan Rp 10.217,42- paling besar berasal dari petani Rp 6.429,19-, pedagang pengecer pasar luar daerah Rp 1.374,49-, pedagang pengumpul besar pasar Rp 1.012,35-, pedagang pasar induk Rp 799,11-, dan pedagang pengumpul kecil Rp 602,28- per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang pengecer pasar luar daerah, dan pedagang pasar induk yaitu masing-masing sebesar Rp 547,72-, Rp 2.387,65-, Rp 1.025,51 dan Rp 700,89-. Biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pasar induk adalah biaya tenaga kerja, biaya kios dan biaya penyusutan sebesar 4 persen. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh pedagang pengecer luar daerah adalah biaya penyusutan sebesar 6 persen, biaya transportasi untuk mengangkut mangga gedong gincu dari pedagang pasar induk, dan biaya lain-lain (biaya plastik, sewa tempat dan biaya hidup). 6.6.1.4 Saluran Pemasaran 4 Saluran pemasaran 4 sama dengan saluran pemasaran 3 dengan tujuan akhir pasar luar daerah. Perbedaannya hanya pada saluran pemasaran 4 distribusi mangga gedong gincu tidak melewati pedagang pengumpul kecil. Pada Lampiran 8, total marjin saluran pemasaran 4 sebesar Rp 14.879,19- paling banyak berasal petani yaitu Rp 6.429,19-, pedagang pengumpul besar Rp 4.550,00-, pedagang pengecer pasar luar daerah Rp 2.400,00-, dan pedagang pasar induk Rp 1.500,00-, per kilogram. Total keuntungan Rp 10.765,14,- paling besar berasal dari petani Rp 6.429,19-, pedagang pengecer pasar luar daerah Rp 1.374,49-, pedagang pengumpul besar Rp 2.162,35- dan
pedagang pasar induk Rp 799,11-, per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul besar, pedagang pengecer pasar luar daerah, dan pedagang pasar induk yaitu masing-masing sebesar Rp 2.387,65-, Rp 700,89, dan Rp 1.025,51. 6.6.1.5 Saluran Pemasaran 5 Saluran pemasaran 5 adalah saluran pemasaran dengan tujuan akhir konsumen luar daerah melalui supermarket. Pada Lampiran 8, total marjin pada saluran pemasaran 5 sebesar Rp 17.879,19- paling banyak berasal dari supermarket Rp 6.900,00-, petani yaitu Rp 6.429,19-, pedagang pengumpul besar Rp 3.400,00-, dan pedagang pengumpul kecil Rp 1.150,00- per kilogram. Total keuntungan Rp 14.173,82- paling besar berasal dari supermarket Rp 6.900,00-, petani Rp 6.429,19-, pedagang pengumpul besar Rp 1.012,35-, dan pedagang pengumpul kecil Rp 602,28- per kilogram. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh supermarket adalah biaya plastik pembungkus, biaya listrik, biaya penyusutan sebesar 0,6 persen, dan biaya tenaga kerja. Biaya pemasaran yang dikeluarkan pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, dan supermarket yaitu masing-masing sebesar Rp 547,72-, Rp 2.387,65-, dan Rp 770,00-. 6.6.1.6 Saluran Pemasaran 6 Saluran pemasaran 6 sama dengan saluran pemasaran 5 dengan tujuan akhir supermarket Perbedaannya hanya pada saluran pemasaran 5 distribusi mangga gedong gincu tidak melewati pedagang pengumpul kecil. Saluran ini merupakan saluran terpendek selain saluran pemasaran 2 mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon.
Pada Lampiran 8, total marjin pada saluran pemasaran 6 sebesar Rp 17.879,19- paling banyak berasal dari supermarket Rp 6.900,00-, petani yaitu Rp 6.429,19-, dan pedagang pengumpul besar Rp 4.550,00-, per kilogram. Total keuntungan Rp 14.721,54- paling besar berasal dari supermarket Rp 6.130,00-, petani Rp 6.429,19-, dan pedagang pengumpul besar Rp 2.162,35-, per kilogram. 6.6.2 Farmer’s Share Farmer’s share digunakan untuk membandingkan harga yang diterima petani dengan harga yang terjadi di konsumen akhir dan dinyatakan dalam persen (%). Hasil persentase tersebut menunjukkan seberapa besar bagian yang diterima oleh petani dari harga yang diterima oleh konsumen akhir dalam suatu pola saluran pemasaran. Farmer’s share yang diperoleh dalam suatu pola saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Farmer’s share Pada Tiap Pola Saluran Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon,2006 Farmer’s share Saluran Harga di Petani Harga di (100%) Pemasaran (Rp/Kg) Konsumen (Rp/Kg) 1 8 550,00 14 000,00 61,07 2 8 550,00 14 000,00 61,07 3 8 550,00 17 000,00 50,29 4 8 550,00 17 000,00 50,29 5 8 550,00 20 000,00 42,75 6 8 550,00 20 000,00 42,75 Sumber : Data diolah Nilai farmer’s share terbesar diterima petani mangga gedong gincu pada saluran pemasaran 1 yaitu sebesar 61,07 persen dengan nilai marjin pemasaran terendah (Lampiran 8) yaitu sebesar 84,85 persen. Besarnya penerimaan oleh petani disebabkan oleh tingkat keuntungan yang diterima oleh pedagang dan biaya yang dikeluarkan oleh pedagang sangat rendah dibandingkan saluran pemasaran
yang lain. Selain itu, harga yang harus dibayarkan konsumen pada saluran pemasaran 1 paling rendah dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Nilai farmer’s share terkecil terdapat pada saluran pemasaran 5 dan 6 sebesar 42,75 persen yang dipengaruhi besarnya nilai marjin pemasaran yaitu sebesar 89,40 persen. Pada saluran pemasaran 5 dan 6 ini keuntungan yang diterima oleh pedagang lebih besar dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Besarnya keuntungan disebabkan lamanya waktu penjualan mangga gedong gincu karena pangsa pasar yang terbatas. 6.6.3 Rasio Keuntungan dan Biaya Analisis rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada tiap masing-masing lembaga pemasaran yang melakukan aktivitas pemasaran dalam suatu pola saluran pemasaran tertentu. Nilai yang diperoleh menggambarkan berapa rupiah keuntungan yang diperoleh suatu lembaga pemasaran dari setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan. Hal ini ditunjukkan oleh Lampiran 9 yang menunjukkan rasio ratarata keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran. 6.6.3.1 Saluran Pemasaran 1 Pada saluran pemasaran 1 kisaran rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini sebesar 1,10 hingga 5. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang pengumpul besar sebesar 5 dan arti dari nilai tersebut adalah setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul besar, maka ia akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 5,-. Total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 1 adalah 6,53, dimana artinya setiap satu
rupiah biaya yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran maka keuntungan yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 6,53-. 6.6.3.2 Saluran Pemasaran 2 Pada saluran pemasaran 2 kisaran rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini sebesar 2,42 hingga 8,83. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh pedagang pengumpul besar sebesar 8,83 dan arti dari nilai tersebut adalah setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul besar, maka ia akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 8,83-. Total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 2 adalah 10,53, dimana artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran maka keuntungan yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 10,53-. 6.6.3.3 Saluran Pemasaran 3 Pada saluran pemasaran 3 kisaran rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini sebesar 0,42 hingga 3,03. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh petani sebesar 3,03 dan arti dari nilai tersebut adalah setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani, maka ia akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 3,03-. Total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 3 adalah 2,53, dimana artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran maka keuntungan yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 2,53-. 6.6.3.4 Saluran Pemasaran 4 Pada saluran pemasaran 4 kisaran rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini sebesar 0,90 hingga 3,03. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh petani sebesar 3,03 dan arti dari nilai tersebut adalah setiap satu
rupiah yang dikeluarkan oleh petani, maka ia akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 3,03-. Total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 3 adalah 3,01, dimana artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran maka keuntungan yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 3,01-. 6.6.3.5 Saluran Pemasaran 5 Pada saluran pemasaran 5 kisaran rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini sebesar 0,42 hingga 7,96. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh supermarket sebesar 7,96 dan arti dari nilai tersebut adalah setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani, maka ia akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 7,96-. Total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 5 adalah 3,83, dimana artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran maka keuntungan yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 3,83-. 6.6.3.6 Saluran Pemasaran 6 Pada saluran pemasaran 6 kisaran rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran ini sebesar 0,90 hingga 7,96. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar diperoleh supermarket sebesar 7,96 dan arti dari nilai tersebut adalah setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani, maka ia akan memperoleh keuntungan sebesar Rp 7,96-. Total nilai rasio keuntungan terhadap biaya untuk saluran pemasaran 6 adalah 4,66, dimana artinya setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan tiap lembaga pemasaran maka keuntungan yang akan diperoleh adalah sebesar Rp 4,66-.
6.7 Efisiensi Saluran Pemasaran Berdasarkan Marjin Pemasaran, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya (Benefit/Cost ratio) Saluran pemasaran yang efisien dapat dilihat melalui indikator dari nilai marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio), dapat dilihat pada Tabel 16 sebagai berikut : Tabel 16. Marjin Pemasaran, Farmer’s Share dan Rasio Keuntungan Terhadap Biaya (Benefit/Cost ratio) Saluran Pemasaran
Marjin Pemasaran
1
Rp 11.879,19
% 84,85
Farmer's Share (%) 61,07
Rasio Keuntungan Terhadap Biaya (Benefit/Cost ratio) 6,53
2
11.879,19
84,85
61,07
10,53
3
14.879,19
87,52
50,29
2,53
4
14.879,19
87,52
50,29
3,01
5
17.879,19
89,40
42,75
3,83
6
17.879,19
89,40
42,75
4,66
Dari Tabel 16 dapat dilihat bahwa saluran pemasaran 2 merupakan saluran yang lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Hal ini terlihat dari nilai farmer’s share yang paling tinggi yaitu sebesar 61,07 persen, dimana semakin tinggi nilai farmer’s share maka semakin tinggi bagian yang diterima oleh petani. Nilai marjin pemasaran yang paling rendah sebesar Rp 11.879,19- atau sebesar 84,85 persen (Lampiran 8) dan nilai rasio keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio) pada Lampiran 9 sebesar 10,53 serta saluran pemasaran yang paling pendek, dimana rantai saluran pemasaran dimulai dari petani-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer pasar lokal. Saluran pemasaran yang tidak efisien adalah saluran pemasaran 5. Saluran pemasaran 5 memiliki nilai marjin pemasaran tertinggi sebesar Rp 17 879,19 atau sebesar 89,40 persen (Lampiran 8) dan nilai farmer’ share terendah yaitu sebesar 42,75 persen. Nilai marjin pemasaran tertinggi belum tentu memiliki
rasio keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio) yang tinggi pula, seperti pada saluran 5 ini yang nilai rasio keuntungan terhadap biaya (Benefit/Cost ratio) hanya sebesar 3,83 (Lampiran 9).
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah disajikan sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : 1. Proses pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu: petani, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul besar, pedagang pengecer di pasar lokal, pedagang pengecer di pasar luar daerah, pedagang di pasar induk, supermarket, dan eksportir. a. Saluran pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon terdiri saluran pemasaran, yaitu: 1) petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokal-konsumen; 2) petani-pedagang pengumpul besar-pedagang pengecer di pasar lokal-konsumen; 3) petanipedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar induk-pedagang pengecer di luar daerah-konsumen; 4) petani-pedagang pengumpul besar-pedagang di pasar induk-pedagang pengecer di luar daerahkonsumen; 5) petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besarsupermarket-konsumen; 6) petani-pedagang pengumpul besar-supermarketkonsumen; 7) petani-pedagang pengumpul kecil-pedagang pengumpul besareksportir-konsumen luar negeri; 8) petani-pedagang pengumpul besareksportir-konsumen luar negeri b. Fungsi yang paling berperan dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon adalah fungsi sortasi, grading, fungsi pengangkutan, fungsi penyimpanan dan fungsi penyimpanan, di mana kesemua fungsi tersebut
berkaitan dengan kualitas mangga gedong gincu yang akan dipasarkan. Fungsi pembiayaan juga berperan penting dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, dimana fungsi pembiayaan terkait dengan efisiensi biaya yang dilakukan pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon. 2. a. Struktur pasar yang terjadi cenderung mengarah pada pasar bersaing tidak sempurna. Struktur pasar yang terjadi antara petani mangga gedong gincu, pedagang pengumpul besar dan pedagang pengumpul kecil adalah struktur pasar oligopsoni. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang di pasar induk bersifat oligopoli. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan pedagang pengecer (pasar lokal dan daerah) bersifat oligopoli. Struktur pasar yang terjadi antara pedagang pengumpul besar dengan eksportir dan supermarket bersifat oligopsoni. b. Perilaku pasar dianalisis dari sistem penentuan harga, sistem pembayaran dan kerjasama antar lembaga pemasaran. -
Sistem Penentuan Harga Penentuan harga mangga gedong gincu di wilayah Kabupaten Cirebon antara petani, pedagang pengumpul (kecil dan besar), pedagang pasar induk, supermarket dan eksportir ditentukan oleh pelaku pasar yang lebih tinggi.
-
Sistem Pembayaran Sistem pembayaran yang terjadi seperti pembayaran tunai, pembayaran tunda satu hari dan pembayaran saat musim panen berakhir.
-
Kerjasama Antara Lembaga-Lembaga Pemasaran Tidak ada bentuk kerjasama seperti kolusi dan lain-lainnya dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon, terlihat dari tidak adanya perbedaan harga yang nyata yang ditawarkan lembagalembaga pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon.
c. Keragaan Pasar Keragaan pasar dianalisis dari besar laba yang diperoleh dan terms efisiensi (marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan dan biaya (Benefit/Cost ratio). Keragaan pasar dalam pemasaran mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon tergolong baik dilihat dari ketiga indikator tersebut di atas. 3. Saluran pemasaran 2 merupakan saluran pemasaran paling efisien berdasarkan nilai farmer’s share terbesar diterima petani mangga gedong gincu pada saluran pemasaran 1 yaitu sebesar 61,07 persen yang disebabkan besarnya marjin pemasaran yaitu sebesar sebesar 84,85 persen. Saluran pemasaran 5 merupakan saluran pemasaran yang kurang efisien dibandingkan saluran pemasaran lainnya, hal ini bisa dilihat dari farmer’s share yang hanya sebesar 42,75 persen dan nilai marjin yang paling tinggi sebesar 89,40 persen. 7.2 Saran 1. Pemerintahan setempat perlu memperkenalkan secara luas usaha-usaha peningkatan mutu dan perbaikan mutu melalui perbaikan pelaksanaan fungsi fisik dan fasilitas karena komoditi mangga gedong gincu ini memiliki peminat dan potensi pasar yang menjanjikan dilihat dari keuntungan yang
diperoleh dalam usaha memasarkan mulai dari tangan petani sampai ke tangan konsumen akhir. 2. Perlunya pembinaan oleh pemerintah daerah setempat dalam penerapan peningkatan dan perbaikan mutu dari kualitas mangga gedong melalui penggunaan teknik budidaya yang baik oleh petani agar dapat memenuhi standar kualitas yang diinginkan konsumsi terutama dalam hal penampilan secara fisik mangga gedong gincu sampai ukuran yang memenuhi standar kualitas ekspor. 3. Pemerintah dan dinas terkait daerah setempat perlu memfasilitasi mengenai kemudahan untuk akses informasi dan penyediaan modal yang bisa diperoleh oleh petani serta para pelaku pemasaran mangga gedong gincu agar bisa membuka alternatif saluran pemasaran baru terutama untuk pasar ekspor. 4. Perlu ada penelitian lebih lanjut mengenai penanganan komoditi selama proses pemasaran dan budidaya guna meningkatkan mutu serta kualitas komoditi mangga gedong gincu yang sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.
DAFTAR PUSTAKA Ashari, Sumeru. 2006. Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia. ANDI. Yogyakarta. Adiratma, Roekasah. 1972. Tataniaga Pertanian. Biro Penataran IPB. Bogor. Azzaino, Zulkifli. 1976. Ilmu Ekonomi. IPB. Bogor. Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon 2007, Perkembangan Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon, Cirebon. Deliana, Yosini. 1998. Preferensi Konsumen Buah Lokal dan Impor di DKI Jakarta. Majalah Ilmiah Unpad No. 1 Volume 16/1998. Direktorat Tanaman Buah. 2006. Vademakum Mangga. Direktorat Jenderal Hortikultura. Jakarta. Gantina, Iyan. 2005. Analisis Pemasaran Buah-Buahan di Wilayah Kabupaten Karawang. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Gonarsyah, Isang. 1998. Upaya ke Arah Peningkatan Pemasaran dan Perdagangan Buah-Buahan : Suatu Tinjauan Teoritis. Agrimedia Volume 4 No. 1 Februari 1998. Gustanto, Anto. 2000. Analisis Pemasaran Sayur Mayur di Wilayah kota Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Kohls,Richard L dan Uhl, Joseph N. 2002. Marketing of Agricultural Product : nineth Edition. Macmillan Publishing Company. U.S.A. Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran : Edisi Millenium. Terjemahan. Jilid 1. PT Prenhallindo. Jakarta. Limbong, W.H dan Sitorus, Pangabean. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Lipsey, Courant. 1997. Pengantar Mikroekonomi. Jilid 2. Binarupa Aksara. Jakarta. Maharani, Tantri. 2008. Analisis Usahatani dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk (Studi Kasus : Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Masdirwan, Herry. 2006. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Manisan Pala di Desa Dramaga, Kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Munthe, Bernando S. 1998. Analisis Pemasaran Mangga dari Probolinggo, Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pakpahan, Martha L. 2006. Analisis Sistem Pemasaran Manggis (Kasus di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, dan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabuapaten Bogor, Propinsi Jawa Barat).Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pracaya. 2005. Bertanam Mangga. Penebar Swadaya. Jakarta. Rachmiyanti, Mirra L.2006. Analisis Sistem pemasaran Mangga Gedong Gincu (Mangifera indica spp.) di Kecamatan panyingkiran, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Rahardi, F. 2004. Mengurai Benang Kusut Agribisnis Buah Indonesia. Penyebar Swadaya. Depok. Rukmana, Rahmat. 2007. Mangga Gedong Gincu : Budi daya, Pengendalian Mutu, dan Pascapanen. Aneka Ilmu. Semarang. Said, E. Gumbira dan Intan, A. Harizt. 2006. Manajemen Agribisnis. Ghalia.Indonesia. Jakarta. Seperich, George. J., Woolvwerton,Michael. W & Beierlein, James. G. 1994. Introduction To agribusiness. Prentice Hall Career and Technology. New Jersey. Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammaiyah Malang. Malang. Sukirno, Sadono. 1985. Pengantar teori Mikroekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Sulistyowati. 1998. Analisis Pemasaran Mangga dengan Panen Sistem Tebasan Mulai dari Produsen Sampai ke Pasar induk Bandung dan Jakarta (Studi Kasus Mulai dari Daerah Produksi Mangga di Kabupaten Problinggo). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Sunarjono, Hendro. 2006. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Depok. Suparrakmataeni, Reny. 2006. Sistem Pemasaran Manggis (Garcinia mangostana L.) di desa Hegarmanah, kecamatan Cicatayan, Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Widianingsih, Artati. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California Berdasarkan Standar Prosedur Operasional (Studi Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Yulizarman. 1999. Kajian Sistem Tebasan dan Analisis Pemasaran Mangga di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Yusuf, Nanang. F . 1998. Analisis Efisiensi Tataniaga Mangga Cengkir, Arumanis dan Gedong (Kasus di Desa Kebulen, Kecamatan Jatibarang, Kabuapten Indramayu, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penyebaran Sentra Komoditas Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon
Keterangan : • Semakin besar ukuran kingkaran maka semakin besar kontribusi jumlah produksi suatu wilayah terhadap total jumlah produksi mangga gedong gincu di Kabupaten Cirebon • Daerah dengan warna merupakan empat wilayah sentra produksi terbesar di Kabupaten Cirebon
107
Lampiran 2. Neraca Perdagangan Ekspor –Impor Komoditi Pisang, Manggis, dan Mangga Tahun 1998-2003 Tahun 1998 Komoditi
Pisang
Manggis
Mangga
Kinerja
1999
2000
2001
2002
2003
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
Juta
USD
Ton
USD
Ton
USD
Ton
USD
Ton
USD
Ton
USD
Ton
Ekspor
14,07
77,47
11,17
76,14
0,53
2,22
0,09
0,29
1,08
0,59
0,51
0,24
Impor
0,03
0,03
0,21
0.38
0,03
0,01
0,06
0,08
0,09
0,10
0,40
0,56
Neraca
14,04
77,44
10,96
75,76
0,50
2,21
0,03
0,21
0,99
0,49
0,11
(0,32)
Ekspor
0,15
0,15
3,89
4,74
5,89
7,18
3,95
4,87
6,96
6,51
9,31
9,30
Impor
0
0
0,00
0,0
0
0
0,00
0,0
0,00
0,0
0
0
Neraca
0,15
0,15
3,89
4,74
5,89
7,18
3,95
4,87
6,96
6,51
9,31
9,30
Ekspor
0,03
0,03
0,63
0,64
0,46
0,45
0,30
0,45
2,67
1,57
0,48
0,58
Impor
0,02
0,02
0,11
0,07
0,15
0,27
0,20
0,27
0,23
0,31
0,43
0,45
Neraca
0,01
0,01
0,52
0,57
0,31
0,18
0,10
0,18
2,44
1,26
0,05
0,13
Sumber : www.deptan.go.id
108
109
Lampiran 3. Produksi Mangga (Ton) Beberpa Propinsi di Indonesia dari Periode 2001-2007 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Gorontalo Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat Irian Jaya Barat Total
2001
2002
2003
2004
2005
7,904
91,20
11,701
12,796
12,991
10,585
17,318
24,950
13,567
13,292
3,699 4,236 3,276
3,024 3,926 3,660
3,235 4,979 4,949
4,164 5,103 3,285
4,712 3,069 2,493
11,360 1,106 15,270
7,979 1,269 22,088
15,819 3,020 17,618
10,523 1,299 16,556
5,589 1,567 11,682
577 2,779 113,579 120,006
659 2,513 192,759 163,607
2,377 3,350 279,197 195,046
1,032 3,940 271,297 247,292
1,983 1,531 271,158 193,687
21,842 415,033 4,777
23,343 679,225 5,505
28,242 688,272 17,662
32,193 553,086 18,031
26,332 604,952 10,605
28,865
32,025
55,980
54,179
45,613
18,158
31,527
39,010
50,376
2007
-* -*
25,347 34,349
-*
3,827
-* -* -*
4,820 3,054 7,418
-* -* -*
2,175 17,140 2,147
-* -* -* -*
1,817 447,565 263,507 33,006
-* -* -* -*
593,824 12,020 47, 828 103,015
-*
60,275
-*
1,214
-*
4,791
-*
5,241
66,012
68,071
72,150
33,429
-*
21,337
1,539
3,020
1,204
2,546
2,666
1,250
2,024
1,075
2,423
877
4,099
2,306
4,792
6,517
15,346
3,370
3,584
10,316
4,442
6,256
3,668
19,532
16,780
14,029
13,542
4,614
7,303
11,870
5,809
6,117
40,264
79,544
32,608
50,929
55,094
9,167
9,963
11,698
7,670
697
-* 1,441 1,778 580 401 -*
-* 2,534 279 135 985 -*
-* 1,632 1,181 3,101 1,381 -*
-* 2,778 2,229 1,738 1,232 -*
-* 1,327 3,672 6,795 192 -*
-* 923,294
-* 1,393,786
-* 1,526,474
-* 1,401,061
877 1,412,063
Keterangan : * data tidak ada Sumber : www.bps.go.id
2006
-*
3,673
-*
12,989
-*
6,342
-*
96,198
-*
2,429
-*
9,607
-* -* -* -* -* -*
3,545 4,998 355 2,998 770 -*
1,621,997
1,818,619
109
Lampiran 4. Jumlah Tanaman Baru Komoditas Mangga (Pohon) Menurut No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Kode Wilayah 10 11 20 21 30 31 40 41 50 51 60 61 70 80 61 90 100 110 120 121 130 140 141 150 151 161 162 170 180 190 200 201 210 211 220 230 231
Kecamatan Jumlah Pohon Waled Pasaleman Ciledug 685 Pabuaran 32 Lasari 160 Pabedilan Babakan 100 Gebang Karangsembung 70 Karangwareng 1.100 Lemahabang 875 Susukan Lebak 195 Sedong 3.798 Astanajapura Pangenan Mundu Beber 3.617 Cirebon Selatan 242 Sumber 1.806 Duku Puntang 5.842 Palimanan 40.025 Plumbon 300 Depok 200 Weru Plered Tengah Tani 115 Kedawung Cirebon Utara Kapetakan 96 Klangenan 1.340 Arjawinangun 367 Panguragan 750 Ciwaringin Gempol 2.082 Susukan 10.735 Gegesik 11.066 Kaliwedi Total 91.887 Sumber : Biro Pusat statistik Kabupaten Cirebon,2006 Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005
109
Lampiran 5. Jumlah Tanaman Menghasilkan Komoditas Mangga (Pohon) No 1
Kode Wilayah 10
Kecamatan Waled
Jumlah Pohon -
Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005
109
2 3 4 5 No 16 27 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
11 20 21 30 Kode Wilayah 31 10 40 11 41 50 51 60 61 70 80 61 90 100 110 120 121 130 140 141 150 151 161 162 170 180 190 200 201 210 211 220 230 231
Pasaleman Ciledug Pabuaran Lasari Kecamatan Pabedilan Waled Babakan Pasaleman Gebang Karangsembung Karangwareng Lemahabang Susukan Lebak Sedong Astanajapura Pangenan Mundu Beber Cirebon Selatan Sumber Duku Puntang Palimanan Plumbon Depok Weru Plered Tengah Tani Kedawung Cirebon Utara Kapetakan Klangenan Arjawinangun Panguragan Ciwaringin Gempol Susukan Gegesik Kaliwedi Total Sumber : Biro Pusat statistik Kabupaten Cirebon,2006
3.712 34.572 33.846 Jumlah Pohon -100 8.000 2.100 4.404 7.319 62.350 19.250 80.121 8.890 41.212 14.000 3.454 600 16.000 1.820 2.847 16.000 10.000 15.796 14.996 15.984 8.049 2.805 20.962 5.400 424.683
Lampiran 6. Produksi Tanaman Mangga (Kuintal) Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005
109
3 4 5 6 No 17 28 93 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
20 21 30 31 Kode Wilayah 40 10 41 11 50 20 51 60 61 70 80 61 90 100 110 120 121 130 140 141 150 151 161 162 170 180 190 200 201 210 211 220 230 231
Ciledug Pabuaran Lasari Pabedilan Kecamatan Babakan Waled Gebang Pasaleman Karangsembung Ciledug Karangwareng Lemahabang Susukan Lebak Sedong Astanajapura Pangenan Mundu Beber Cirebon Selatan Sumber Duku Puntang Palimanan Plumbon Depok Weru Plered Tengah Tani Kedawung Cirebon Utara Kapetakan Klangenan Arjawinangun Panguragan Ciwaringin Gempol Susukan Gegesik Kaliwedi Total Sumber : Biro Pusat statistik Kabupaten Cirebon,2006
1.515 1.368 8.461 Jumlah10 Pohon 2.400 838 3.523 40,81 5.123 9.870 4.279 24.064 1.334 30.909 1.400 670 132 8.400 915 1.619 1.600 1.000 6.226 2.969 4.045 2.048 2.224 8.953 810 136.714
Lampiran 7. Rata-Rata Produksi Tanaman Mangga (Kg/Pohon) Menurut Jenis Tanaman Dirinci Per Kecamatan Tahun 2005
109
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
21 30 31 40 41 50 51 60 61 70 80 61 90 100 110 120 121 130 140 141 150 151 161 162 170 180 190 200 201 210 211 220 230 231
Pabuaran Lasari Pabedilan Babakan Gebang Karangsembung Karangwareng Lemahabang Susukan Lebak Sedong Astanajapura Pangenan Mundu Beber Cirebon Selatan Sumber Duku Puntang Palimanan Plumbon Depok Weru Plered Tengah Tani Kedawung Cirebon Utara Kapetakan Klangenan Arjawinangun Panguragan Ciwaringin Gempol Susukan Gegesik Kaliwedi Total Sumber : Biro Pusat statistik Kabupaten Cirebon,2006
29,89 25,00 10,00 30,00 39,90 80,00 70,00 15,83 22,23 30,00 15,00 75,00 10,00 19,39 22,00 52,50 50,27 56,85 10,00 10,00 39,42 19,73 25,31 25,44 80,00 42,71 15,00 32,19
109
Lampiran 8. Rincian Marjin dan Persentase Marjin Pada Saluran Pemasaran 1, 2, 3, dan 4 di Kabupaten Cirebon 2006 Uraian
Saluran Pemasaran 1
2
Nilai
%
(Rp/kg) Petani
3
Nilai
%
4
Nilai
(Rp/kg)
%
5
Nilai
(Rp/kg)
%
6
Nilai
(Rp/kg)
%
Nilai
(Rp/kg)
%
(Rp/kg)
-Harga Jual -Biaya Produksi -Biaya Pemetikan -Keuntungan -Marjin
8 550,00 1 464,78 656,03 6 429,19 6 429,19
61,07 10,46 4,69 45,92 45,92
8 550,00 1 464,78 656,03 6 429,19 6 429,19
61,07 10,46 4,69 45,92 45,92
8 550,00 1 464,78 656,03 6 429,19 6 429,19
50,29 8,62 3,86 37,82 37,82
8 550,00 1 464,78 656,03 6 429,19 6 429,19
42,75 7,32 3,28 32,15 32,15
8 550,00 1 464,78 656,03 6 429,19 6 429,19
42,75 7,32 3,28 32,15 32,15
8 550,00 1 464,78 656,03 6 429,19 6 429,19
42,75 7,32 3,28 32,15 32,15
Pedagang Pengumpul Kecil -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan -Marjin
8 550,00 9 700,00 547,72 602,28 1 150,00
61,07 69,29 3,91 4,30 8,21
8 550,00 9 700,00 547,72 602,28 1 150,00
50,29 57,06 3,22 3,54 6,76
8 550,00 9 700,00 547,72 602,28 1 150,00
42,75 48,50 2,74 3,01 5,75
Pedagang Pengumpul Besar -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan -Marjin
9 700,00 11 500,00 300,00 1 500,00 1 800,00
69,29 82,41 2,14 10,71 12,86
9 700,00 13 100,00 2 387,65 1 012,35 3 400,00
57,06 77,06 14,05 5,95 19,41
9 700,00 13 100,00 2 387,65 1 012,35 3 400,00
48,50 65,50 11,94 5,95 17,00
8 550,00 13 100,00 2 387,65 2 162,35 4 550,00
42,75 65,50 11,94 10,81 22,75
Sumber : Data diolah.
8 550,00 11 500,00 300,00 2 650,00 2 950,00
61,07 82,14 2,14 18,93 21,07
8 550,00 13 100,00 2 387,65 2 162,35 4 550,00
50,29 77,06 14,05 12,72 26,76
109
Lanjutan Lampiran 8. Uraian
Saluran Pemasaran 1 Nilai
2 %
(Rp/kg) Pedagang Pengecer Pasar Lokal -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan -Marjin
11 500,00 14 000,00 730,00 1 770,00 2 500,00
Nilai
3 %
(Rp/kg) 82,14 100 5,21 12,64 17,86
11 500,00 14 000,00 730,00 1 770,00 2 500,00
Nilai
4 %
(Rp/kg)
Nilai
5 %
(Rp/kg)
(Rp/kg)
82,14 100 5,21 12,64 17,86
Pedagang Pasar Induk -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan -Marjin
13 100,00 14 600,00 700,89 799,11 1 500,00
77,06 85,88 4,12 4,70 8,82
13 100,00 14 600,00 700,89 799,11 1 500,00
77,06 85,88 4,12 4,70 8,82
Pedagang Pengecer Pasar Luar Daerah -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan -Marjin
14 600,00 17 000,00 1 025,51 1 374,49 2 400,00
85,88 100 6,03 8,09 14,12
14 600,00 17 000,00 1 025,51 1 374,49 2 400,00
85,88 100 6,03 8,09 14,12
Sumber : Data diolah.
Nilai
6 %
Nilai (Rp/kg)
%
109
Lanjutan Lampiran 8. Uraian
Saluran Pemasaran 1 Nilai
2 %
(Rp/kg)
Nilai
3 %
(Rp/kg)
Nilai
4 %
(Rp/kg)
Nilai
5 %
(Rp/kg)
Nilai
6 %
(Rp/kg)
Nilai
%
(Rp/kg)
Eksportir -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan -Marjin Supermarket -Harga Beli -Harga Jual -Biaya Pemasaran -Keuntungan Marjin Harga Beli Konsumen Total Biaya Pemasaran Total Keuntungan Total Marjin
Sumber : Data diolah.
13 100,00 20 000,00 770,00 6 130,00 6 900,00
65,50 100 3,85 30,65 34,50
13 100,00 20 000,00 770,00 6 130,00 6 900,00
65,50 100 3,85 30,65 34,50
14 000,00
100
14 000,00
100
17 000,00
100
17 000,00
100
20 000,00
100
20 000,00
100
1 577,72
11,27
1 030,00
7,36
4 661,77
27,42
4 114,05
24,20
3 705,37
18,53
3 157,65
15,79
10 301,47 11 879,19
73,58 84,85
10 849,19 11 879,19
72,35 84,85
10 217,42 14 879,19
60,10 87,52
10 765,14 14 879,19
63,32 87,52
14 173,82 17 879,19
70,87 89,40
14 721,54 17 879,19
73,61 89,40
109
Lampiran 9. Rasio Rata-Rata Laba Terhadap Biaya Pada Masing-Masing Lembaga Pemasaran Mangga Gedong Gincu di Kabupaten Cirebon Laba dan Biaya Setiap Lembaga
Saluran 1 Nilai %
Saluran 2 Nilai %
(Rp/kg)
(Rp/kg)
6 429,19 2 120,81 3,03
45,92 15,15
Pedagang Pengumpul Kecil Laba Biaya Rasio Laba/Biaya
602,28 5 47,72 1,10
4,30 3,91
1 500,00 300,00 5
10,71 2,14
2 650 300 8,83
18,93 2,14
1 770,00 730,00 2,42
12,64 5,21
1 770,00 730,00 2,42
12,64 5,21
Sumber : Data diolah.
Saluran 4 Nilai %
(Rp/kg)
Petani Laba Biaya Rasio Laba/Biaya
Pedagang Pengumpul Besar Laba Biaya Rasio Laba/Biaya Pedagang Pengecer Pasar Lokal Laba Biaya Rasio Laba/Biaya Pedagang Pasar Induk Laba Biaya Rasio Laba/Biaya
Saluran 3 Nilai %
6 429,19 2 120,81 3,03
37,82 12,48
Saluran 5 Nilai
(Rp/kg)
Saluran 6 Nilai
%
(Rp/kg)
%
(Rp/kg)
6 429,19 2 120,81 3,03
37,82 12,48
6 429,19 2 120,81 3,03
37,82 12,48
6 429,19 2 120,81 3,03
34,57 11,40
6 429,19 2 120,81 3,03
34,57 11,40
602,28 547,72 1,10
3,54 3,22
602,28 547,72 1,10
3,54 3,22
602,28 547,72 1,10
3,24 2,94
602,28 547,72 1,10
3,24 2,94
1 012,35 2 387,65 0,42
5,96 14,05
2 162,35 2 387,65 0,90
12,72 14,05
1 012,35 2 387,65 0,42
5,06 11,94
2 162,35 2 387,65 0,90
10,81 11,94
799,11 700,89 1,14
4,70 4,12
799,11 700,89 1,14
4,70 4,12
109
Lanjutan Lampiran 9. Laba dan Biaya Setiap Lembaga
Saluran 1 Nilai %
Saluran 2 Nilai %
(Rp/kg)
Saluran 3 Nilai %
(Rp/kg)
(Rp/kg)
Pedagang Pengecer Pasar Luar Daerah Laba Biaya Rasio Laba/Biaya Eksportir Laba Biaya Rasio Laba/Biaya Supermarket Laba Biaya Rasio Laba/Biaya
Saluran 4 Nilai % (Rp/kg)
2 974,49 1 025,51 2,90
17,50 6,03
(Rp/kg)
2 974,49 1 025,51 2,90
Sumber : Data diolah.
6 130,00 770,00 7,96 1 4000,00 10 301,47 1 577,72 6,53
1 4000,00 73,58 11,27
10 849,19 1 030,00 10,53
17 000,00 7,36 72,35
11 817,42 4 661,77 2,53
17 000,00 68,15 12,38
12 365,14 4 114,05 3,01
Saluran 6 Nilai % (Rp/kg)
17,50 6,03
Harga Beli Konsumen Total Laba Total Biaya Total Rasio Laba/Biaya
Saluran 5 Nilai %
30,65 7,70
20 000,00 72,15 24,20
14 173,82 3 705,37 3,83
6 130,00 770,00 7,96
30,65 7,70
20 000,00 70,87 18,53
14 721,54 3 157,65 4,66
73,61 15,79
118
Lampiran 10. Pohon Mangga Gedong Gincu Yang sedang Berbunga
119
Lampiran 11. Salah Satu Kebun Mangga Gedong Gincu yang sedang berbuah di Kecamatan Beber
120
Lampiran 12. Buah Mangga Gedong Gincu dengan Tingkat Kemasakan ≥70 persen
121
Lampiran 13. Pedagang Pengumpul Besar Yang Melakukan Pembelian Mangga Gedong Gincu di Kebun Petani, Kecamatan Sedong
122
Lampiran 14. Pedagang Pengumpul Besar Yang Melakukan Pembelian Mangga Gedong Gincu di Kebun Petani, Kecamatan Sedong
123
Lampiran 15. Pengepakan di Gudang Pengumpul
124
Lampiran 16. Pengepakan di Gudang Pengumpul
125
Lampiran 17. Penjualan Mangga Gedong Gincu di Tingkat Pengecer