RINGKASAN LAPORAN AKHIR ASSESSMENT PENANGGULANGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DENGAN PENGOBATAN EKSTRAK DAUN JAMBU BUI DAN PENGUATAN PART1SIPAS! MASYARAKAT
oleh : dr. Hasanuddin ishak, MSc, PhD (Ketua) Dr. A. Arsunan Arsin, M.Kes (Anggota) Dr, Faisal Attamimi, MSc (Anggota)
LEMBAGA PENEUT1AN UNIVERSiTAS HASANUDDiN MAKASSAR 2007
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul Peneiitian
Assessment Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Pengobatan Ekstrak Daun Jambu Biji dan Penguatan Partisipasi Masyarakat di Kota Makassar
2. Penanggungjawab
Prof. Dr. H. Abd. Rauf Patong (Ketua Lembaga Peneiitian Universitas Hasanuddin)
3. Ketua Tim Pelaksana
dr. Hasanuddin Ishak, M.Sc, Ph.D (Entomologi Kesehatan) 1. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes (Epidemiologi Penyakit Menular/ Epidemioiogi iingkungan)
Anggota
2. Dr. Faisal Attamini, M.Sc (Teknologi Farmasi) 4. Biaya yang disetujui (788.1/D3/PL/2007 Tgl 29 Agustus 2007 Oleh DP2M Diljen Dikti Depdiknas)
Rp. 358.500.000 (Tiga Ratus Lima Puluh Delapan Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)
\
.. .
Makassar, 22 November 2007 Ketua Lembaga Peneli Universiias
Ketua Tim Pelaksana
a to n fl^
dr. Hasanuddin tshak. M.Sc. Ph.D Nip. 132 015 005
EXECUTIVE SUMMARY Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Sampai saat ini belum ditemukan obat dan vaksin untuk mencegah penyakit ini. Telah dilakukan berbagai upaya untuk menangani penyakit DBD, namun kasus dan daerah endemis makin meluas sesuai dengan meningkatnya kepadatan dan mobilitas penduduk. Daun jambu biji banyak digunakan sebagai bahan obat digunakan
untuk
mengatasi
demam
berdarah,
mungkin
karena
kemampuannya daiam mengatasi hemostatis, antiradang dan antioksidan. Juga telah dilakukan peneiitian menggunakan hewan model mencit dengan pemberian oral ekstrak daun jambu
biji terbukti dapat menurunkan
permeabilitas pembuluh darah. Namun uji klinis ekstrak daun jambu belum dilakukan. Peneiitian ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas ekstrak daun jambu biji dalam mengobati penyakit demam berdarah dengan menggunakan parameter peningkatan jumlah trombosit, albumin, kadar lnterleukin-6 dan Interleukin-10, Tumor Necrotizing Factor-a, Granulocyte Macrophage Colony Stimulating
Factor.
Peneiitian
ini juga
bertujuan
membuat mapping penderita DBD dan densitas Aedes sp serta menganalisis faktor yang berpengaruh terhadap kejadian dan penanggulangan penyakit DBD. Jenis peneiitian yang digunakan dalam peneiitian ini adaiah peneiitian eksperimen (pengobatan ekstrak daun Jambu biji) dan survei dengan pendekatan cross sectional study, serta menggunakan metode wawancara, Focus
Group Discussion dan
kuesioner
terhadap
faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kejadian DBD. Peneiitian ini dilaksanakan di tiga Rumah sakit / puskesmas serta kecamatan di Kota Makassar. Pembuatan ekstrak
di
Laboratorium
Fitokimia
Fakultas
Farmasi
UNHAS
dan
Pemeriksaan darah pasien di Laboratorium Prodia Makassar. Jumlah sampel diberi perlakuan 29 penderita dan sampel diberi placebo 12 penderita.
Sampel penderita dan vektor nyamuk di tiga wilayah kecamatan yang mempunyai kejadian penyakit DBD tertinggi selama 3 tahun berturut-turut. Hasil peneiitian menunjukkan ekstrak daun jambu biji dapat digunakan sebagai obat aiternatif penyembuhan penyakit DBD. Laju peningkatan trombosit cukup signifikan hingga 90 ribu per milimeter kubik tercapai tiga hari setelah ekstrak daun jambu biji dikonsumsi, sebaliknya kadar Albumin tidak signifikan peningkatannya. Adapun sekresi GM-CSF dan IL-6 masih dalam batas normal serta
IL-10 menunjukkan penurunan ke kadar normal,
sedangkan sekresi TNF-Alfa menunjukkan penurunan hanya sampai dua hari selanjutnya meningkat. Dari 10 Kelurahan paling endemis di Kota Makassar terdapat masing
masing
3 kelurahan
di
Kecamatan
Rappocini
dan
Biringkanaya serta 2 kelurahan di Kecamatan Tamalate dan masing masing 1 di Kecamatan Tamaianrea dan Panakukang. Angka densitas jentik di 10 kelurahan endemis tersebut cukup tinggi (House index 18-27%). Faktor keadaan lingkungan, kondisi fasilitas TPA serta pengetahuan dan sikap masyarakat merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD. Faktor yang paling erat hubungannya dengan kejadian DBD adalah adanya kondisi seperti pengurasan yang lebih dari satu minggu sekali, tidak ditutup rapat dan terdapatnya jentik pada fasilitas tempat penampungan air (TPA). FGD (Focus Group Discussion) efektif meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menurunkan densitas jentik. Disarankan peneiitian lebih lanjut terhadap kandungan zat aktif (tanin dan quersetin) ekstrak yang lebih murni, kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar agar pemetaan RW endemis dan densitas jentik dilakukan secara berkala sehingga upaya intervensi dengan FGD pemberantasan sarang nyamuk (PSN) lebih fokus dan efektif di RW endemis. Perlunya peningkatan peran aktif secara optimal kelompok kerja (pokja) DBD dalam meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
dalam
pencegahan
dan
pemberantasan DBD berkesinambungan. Kata kunci: Ekstrak daun jambu biji, DBD, Cytokine, mapping, FGD, PSN
iv
BAB I PENDAHULUAN a.
Latar Beiakang Meskipun sudah iebih dari 35 tahun sejak pertama kali dilaporkan
pada tahun 1968, Demam Berdarah Dengue (DBD) bukannya terkendali, tetapi semakin mewabah, Sejak Januari sampai 17 Maret 2004, Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD di Indonesia telah menyerang 39.938 orang dengan angka kematian 1,3 persen (Soeroso, diakses 20 Maret 2007). Perkembangan angka insiden di propinsi Sulawesi Seiatan tahun 2003 jumlah kejadian DBD sebesar 2.636 kasus dengan kematian 39 orang (kota Makassar jumlak kejadian 1.137 kasus dengan kematian 17 orang). Di kota Makassar pada bulan Desember 2005 sampai Januari 2006 jumlah
korban
meninggal
karena
DBD sebanyak
14 orang.
Sedangkan pada bulan Januari sampai Februari 2006 jumlah kejadian DBD sebanyak 512 kasus (Dinkes kota Makassar, 2006). Tingginya kasus DBD terkait erat dengan pengendaiian nyamuk penular (vektor) DBD dimana hat tersebut masih menghadapi banyak kendala.
Kendala
utama
adalah
partisipasi
masyarakat
dalam
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) beium optimal dilaksanakan, terbukti dari rendahnya rata-rata Angka Bebas Jentik (ABJ) tahun 1999 sebesar 62,60% turun dibandingkan tahun 1998 yaitu sebesar 83,37% sedangkan ABJ yang dapat membatasi penularan penyakit DBD adalah 95% atau lebih (Warta DBD 2000). Melihat besarnya kasus DBD yang terjadi di Kota Makassar maka perlu dladakan pemetaan geografis untuk melihat penyebaran penderita DBD dan densitas vektor penyebab,
Dengan
adanya
peta
maka
diharapkan muncui gambaran deskriptif tentang distribusi dan penyebaran penyakit. Keberadaan peta dapat digunakan oieh pengambil kebijakan untuk melakukan intervensi kesehatan dan juga evaluasi intervensi. Penanganan terhadap penyakit DBD harus dapat meningkatkan kadar trombosit maupun albumin darah serta adanya perbaikan terhadap
1
kadar interleukin-3 dan interleukin-6, Dalam hal ini dapat digunakan obatobatan yang banyak mengandung flavanoid
yang mampu memperbaiki
daya tahan tubuh terhadap penyakit akibat virus. Saiah satu tumbuhan yang mengandung flavanoid cukup tinggi dalam bentuk quersetin adalah Jambu biji (Psidium guajava L ), Quersetin ini banyak terdapat pada daun jambu biji tua (Maryanti, 2005), selain itu juga banyak mengandung tanin, 9-12% (Depkes, 1989). Berdasarkan fakta di atas maka periu dilakukan peneiitian yang lebih lanjut secara klinis terhadap potensi Daun jambu biji dalam mengatasi penyakit demam berdarah. Daun jambu akan dibuat ekstrak secara maserasi dengan cairan pengekstraksi etanoi 70%. b. Rumusan Masaian Penderita DBD di Kota Makassar cukup tinggi dari tahun ke tahun sedangkan
upaya
pemberantasan
nyamuk
telah
dilakukan
namun
densitas jentik masih tinggi. Hal ini terjadi karena upaya pemberantasan tidak terarah atau terfokus pada daerah yang benar-benar endemis karena beium adanya peta distribusi RW endemis DBD di Kota Makassar serta peta densitas vektor penyebab DBD. Termasuk beberapa hal yang menjadi
permasalahan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian DBD yaitu lingkungan dan perilaku nyamuk dan perilaku masyarakat serta belum diketahui efektivitas ekstrak daun jambu biji dalam mengatasi penyakit demam berdarah secara klinis c. Tujuan Peneiitian 1. Tujuan Umum Untuk
membuktikan efektivitas ekstrak daun jambu
biji dalam
mengobati penyakit demam berdarah, mapping penderita DBD dan densitas Aedes sp serta faktor yang berpengaruh terhadap kejadian dan penanggulangan penyakit DBD 2. Tujuan Khusus
a.
Membuktikan dan menganalisis daun
efektivitas pemberian ekstrak
Jambu biji (Psidium guajava
L.) per
ora! terhadap
percepatan peningkatan jumlah trombosit penderita DBD b.
Membuktikan dan menganaiisis
efektivitas pemberian ekstrak
daun Jambu biji (Psidium guajava L ) per orai terhadap perbaikan kebocoran albumin penderita DBD c.
Membuktikan dan menganalisis daun
efektivitas pemberian ekstrak
Jambu biji (Psidium guajava
L.) per
oral terhadap
peningkatan kadar Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) penderita DBD d.
Membuktikan dan menganalisis daun
efektivitas pemberian ekstrak
Jambu biji (Psidium guajava
L.) per
ora! terhadap
peningkatan kadar (TNF-a) penderita DBD e.
Membuktikan dan menganalisis daun
efektivitas pemberian ekstrak
Jambu biji (Psidium guajava
L.) per
oral terhadap
peningkatan kadar inter!eukin-6 dan interleu kin-10 penderita DBD f.
Membuat peta distribusi RW endemis dan sporadis DBD di Kota Makassar selama periode 2005-2007.
g.
Membuat peta densitas Aedes sp menurut tempat (RW)
h.
Mengetahui trend endemisitas DBD menurut tempat (RW) dan waktu (bulan) di Kota Makassar periode 2005-2007.
i.
Mengetahui
hubungan
faktor
keadaan
lingkungan
dengan
Kejadian DBD j.
Untuk mengetahui hubungan faktor fasilitas tempat penampungan air dengan kejadian DBD.
k.
Untuk
mengetahui
hubungan
faktor
kebiasaan
masyarakat
dengan kejadian DBD. I.
Untuk mengetahui hubungan faktor pengetahuan dan sikap masyarakat dengan kejadian DBD.
m. Untuk mengetahui hubungan faktor anjuran pencegahan dengan kejadian DBD.
BAB II KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Iklim : - Musim - Kelembaban - Temperatur
Sumber Informasi
Faktor Lingkungan : - Keadaan lingkungan
Faktor Perilaku : Kebiasaan masyarakat
Faktor Sosia! Ekonomi: Pendidikan Keiuarga
- Fasilitas TPA
Pengetahuan dan sikap Anjuran penceganan
Pekerjaan Keiuarga Jumlah anggota keiuarga
1
Kejadian DBD Vektor Nyamuk : - Kepadatan - Umur nyamuk - Frekuensi gigitan
Agent Virus Dengue Demografi : - Kepadatan Penduduk - Mobilitas Penduduk
= Variabe! yang diteliti = Variabe! yang tidak diteliti
B. Hipotesis 1. Ada hubungan antara keadaan lingkungan dengan kejadian DBD 2. Ada hubungan antara kondisi fasilitas tempat penampungan air dengan kejadian DBD 3. Ada hubungan antara kebiasaan masyarakat dengan kejadian DBD 4. Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat dengan kejadian DBD. 5. Ada hubungan antara anjuran pencegahan dengan kejadian DBD. 6. Ada Faktor yang paling erat hubungannya dengan kejadian DBD. C. Kerangka Konsep
Mapping - Penderita DBD - Densitas Aedes sp
5
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis
penelitian
yang
digunakan
daiam
peneiitian
ini adaiah
penelitian eksperimen (pengobatan ekstrak daun Jambu biji) dan survei dengan pendekatan cross sectional study dalam pelaksanaannya serta menggunakan
metode
wawancara,
Focus
Group
Discussion
dan
kuesioner terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian DBD. B. Lokasi Penelitian
Peneiitian
ini
akan
dilaksanakan
di
beberapa
rumah
sakit/
Puskesmas dan kecamatan di Kota Makassar. ASasan pemiiihan lokasi ini karena penyakit demam berdarah merupakan penyakit yang endemis (menetap) di wiiayah tersebut.
Pembuatan ekstrak di Laboratorium
Fitokimia Fakuitas Farmasi UNHAS dan Pemeriksaan darah/serum pasien di Laboratorium Prodia Makassar. D. Populasi dan Sampei 1. Populasi Populasi peneiitian ini adaiah penderita DBD di beberapa rumah sakit/Puskesmas dan vektor nyamuk di Kota Makassar.
2. Sampei Sampei peneiitian ini adaiah penderita DBD masuk RS/Puskesmas Perawatan sampai 5 hari demam dan kadar trombosit dibawah 150 ribu sampai 50 ribu per milimeter kubik. Jumlah sampei diberi perlakuan 30 penderita dan sampei diberi placebo 10 penderita. Sampei penderita dan vektor nyamuk di tiga wiiayah kecamatan yang mempunyai kejadian penyakit DBD tertinggi seiama 3 tahun berturut-turut.
6
D. Bahan dan Cara Daun Jambu Biji yang sudah tua dikumpuikan dari tumbuhan Jambu Biji yang tumbuh di Makassar dan sekitarnya, sebanyak 5-10 kg, kemudian dikeringkan dan diserbuk menjadi derajat haius tertentu. Serbuk daun jambu kering diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan etanol sebagai cairan pengekstraksi. Ekstrak yang diperoleh dikeringkan dengan menggunakan rotavapor dan freeze dryer. Ekstrak dimasukkan dalam kapsul dengan dosis 800 mg. Pasien yang terpilih diberikan kapsui ekstrak daun jambu dengan dosis 800 mg tiga kali sehari selama 3-5 hari untuk 30 orang. Pemberian ekstrak daun jambu biji ini diberikan bersama-sama dengan pemberian cairan infus pada pasien DB. Pemeriksaan Trombosit, Albumin, Interleukin -3 dan -6,
Tumor
Necrotizing
Factor-a
(TNF-a) dan Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) darah pasien dilakukan sebelum dan setelah pemberian kapsul ekstrak daun jambu. Pemeriksaan dilakukan setiap hari sampai hari kelima periakuan. Cytokine Assay: Kadar serum Cytokine (TNF-alpha, IL-6, IL-10, dan GM-CSF) diperiksa menggunakan
Human
Immunoassay kit komersil
(Quantikine
HS),
berdasarkan petunjuk pabrik (R&D System Inc.). Ambang batas deteksi kit untuk TNF-a, IL-6, IL-10, dan GM-CSF masing-masing sebesar 0.550 2.816 pg/ml, 0.447 - 9.96 pg/ml, 0 - 5.16 pg/ml dan < 7.8 pg/ml. E. Cara Pengumpulan Data Data data sekunder yang dikumpuikan berupa: 1.
Data penderita DBD yang dikumpuikan dari unit P2M Dinas Kesehatan Kota Makassar dan Puskesmas Se-Kota Makassar.
2.
Data jentik nyamuk diperoien dari hasil penelitian pemeriksaan jentik kota Makassar tahun 2007.
3. Peta tematik dan peta dasar diperoleh dari Laboratorium Geofisika Universitas Hasanuddin, Puskesmas,dan Kantor Lurah.
F. Pengolahan dan Penyajian Data 1. Pengolahan Data Pengolahan
data
dilakukan
dengan
menggunakan
program SPSS versi 11.5 dan Arview GiS 3.3. 1. Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk tabel, peta, grafik dan narasi.
computer
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Ekstrak Daun Jambu Biji 1. Karakteristik morfologis Warna Daun
Hijau, pucuk daun berwarna hijau muda
Panjang daun
11,0 sampai 14,5 cm
Lebar daun
4,5 sampai 6,5
Aroma
khas
Susut Pengeringan
30%-40%
2. Karakteristik Ekstrak Bentuk
Cairan kenta!
Warna
Hijau cokiat
Aroma
Aroma khas
Rasa
Khelat
Kadar Air
11,5%
Kandungan zat aktif
Tanin, Quersetin dan Flavanoid (Yuliani, 2003)
B. Uji Klinis Ekstrak Jumlah Trombosit. Laju peningkatan trombosit pada sampei periakuan rata-rata sebesar 82.000/mm3 pada hari ketiga seteiah pemberian ekstrak daun jambu biji (Tabel 1 dan Gambar 1). Pada uji ANOVA, laju peningkatan trombosit cukup signifikan (p < 0.05). Itu lantaran asam amino daiam jambu biji mampu membentuk trombopoitin dari serin dan threonin, yang berfungsi daiam proses maturasi megakariosit menjadi trombosit
Tabei 1. Jumlah Trombosit Penderita DBD yang diberi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Placebo di Makassar, 2007
Ha ri 0 1 2 3
Placebo (1000/mm3)
Ekstrak (1000/mm3) Mea n n 29 78.9 26- 88.8 23 120 3 161
SD 33 32 35 70
Mi n 29 27 39 96
Max 144 148 166 236
Sig 0.00
N 12 12 9
Mea SD n 92 30 95 49 112 51
Mi n 38 40 45
Max 162 212 216
......
_
Sig 0.87
170 -I /
£ 150 © o o i oO H H 5> o 110 s §
an 90
-
/
------------------------ —~ / .....................................................— .... - --------
X
5
S =>
TO /u
> ■■
. * ..... .
■
Periakuan •—— Kontrol L.-^ —----------- — I
■1
—>
3U HARI
........... ' 0
1
' 2
3
GAMBAR 1. JUMLAH TROMBOSIT SESUDAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JAMBU PADA PENDERITA DBD DI KOTA MAKASSAR, 2007
Kadar albumin pada sampel periakuan (ekstrak) menurun rata-rata sebesar 0,1-0,2 g/dl pada hari pertama dan kedua seteiah pemberian ekstrak daun jambu biji (Tabel 2). Namun peningkatan kadar albumin pada hari ketiga tidak signifikan (p > 0,05).
Tabel 2. Kadar Albumin Penderita DBD yang diberi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Placebo di Makassar, 2007 Ha ri
0 1 2 3
n 23 22 15 3
Ekstra k(g/d I) Mi Ma n X Mean SD 3.5 0.4 2.7 4.3 3.3 0.4 2.2 3.9 3.3 0.6 2.0 4.1 3.5 0.4 3.1 4.0
Piacebo (g/di) Sig 0.75
n 7 6 5
Mean 3.7 3.7 3.9
SD Min Max Sig 0.5 2.9 4.3 0.79 4.4 0.5 3.1 0.3 3.5 4.1
Kadar GM-CSF pada penderita DBD masih dalam batas normal, rata-rata 3.2 - 4.6 pg/ml (<7.8 pg/mi). Pemberian ekstrak daun jambu biji tidak signifikan (p > 0.05) menurunkan kadar GM-CSF (Tabe! 4).
Tabel 3. Kadar GM-CSF Penderita DBD yang diberi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Placebo di Makassar, 2007 Ha ri 0 1 2 3
Placebo (pg/ml)
Ekstrak (pg/ml) n 23 20 14 3
Mea n SD 4.6 8.1 3.6 3.1 2.8 0.1 2.8 0.0
Min 2.8 2.8 2.8 2.8
Max 41.9 16.9 3.1 2.8
Sig 0.78
n 6 5 4
Mean 3.2 3.2 2.8
Mi SD n 0.6 2.8 0.8 2.8 0.0 2.8
Max 4.2 4.7 2.8
Sig 0.60
Kadar TNF-a pada penderita DBD meningkat (>2.8 pg/ml) yaitu rata-rata sebesar 15.6 - 17.9 pg/ml. Pemberian ekstrak daun jambu biji tidak signifikan (p=0,52 > 0.05) menurunkan kadar TNF-a (Tabel 4), namun cenderung meningkatkan kadarnya pada hari ketiga (3.6 pg/ml).
Tabel 4. Kadar TNF-a Penderita DBD yang diberi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Placebo di Makassar, 2007 Ha n 0 1 2 3
N 22 22 14 3
Mea n 15.6 17.3 8.2 19.2
Ekstrak Mi SD n 21.1 1.8 21.3 1.7 5.3 2.2 27.8 3.1
Piacebo Max 68.0 68.0 19.5 51.3
Sig 0.52
n 6 5 5
Mea n 17.9 4.9 6.0
SD 25.1 4.3 5.0
Min 2.2 2.1 2.3
Max 68.0 12.6 14.6
Sig 0.28
Kadar IL-6 masih daiam batas normal (0.45-9.96 pg/ml), yaitu ratarata sebesar 7.2-8.7 pg/ml (la b el 5). Pemberian ekstrak daun jambu biji tidak signifikan (p > 0.05) meningkatkan (3.1 pg/mi) pada hari pertama, atau menurunkan kadar IL-6 pada hari kedua (1.6 pg/ml) dan ketiga (3.6 pg/m l).
Tabel 5. Kadar IL-6 Penderita DBD yang diberi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Piacebo di Makassar, 2007 Ha ri 0 1 2 3
N 22 22 14 3
Ekstrak (pg/mi) Mea Mi n SD n Max 8.7 8.2 1.2 23.0 11.7 8.8 1.3 23.0 7.0 7.3 1.2 23.0 5.0 6.4 1.1 12.4
Penurunan
kadar
IL-10
Placebo (pg/m!) Sig 0.28
tidak
n 6 5 5
Mea n 7.2 5.2 8.9
signifikan
SD 7.9 1.6 8.3
Min 2.5 2.7 1.8
(p > 0.05)
Max 23.0 6.8 23.0
Sig 0.76
setelah
pemberian ekstrak daun jambu biji (Tabel 6), walau tampak menurun kadarnya (18.5 pg/ml) pada hari ketiga.
Tabe! 6. Kadar IL-10 Penderita DBD yang diberi Ekstrak Daun Jambu Biji dan Placebo di Makassar, 2007 Ha n 0 1 2 3
Placebo (pg/ml)
Ekstrak (pg/ml) n 20 19 12 3
Mea n 21.3 20.9 19.0 2.8
SD Min Max 29.6 3.8 124 37.5 2.9 146 40.4 2.7 146 2.3 0.6 5.2
Sig 0.78
n 5 5 5
Mea n 27.0 8.2 8.2
SD 38.1 4.0 6.1
Min 3.5 5.2 4.2
Max 93.1 15.3 18.9
Sig 0.40
Pengamatan pengaruh pemberian ekstrak daun jambu biji terhadap sekresi GM-CSF dan lL-6 dan IL-10 untuk mengetahui mekanisme kerjanya pada trombopoiesis. Juga terhadap aktivitas sistem komplemen dan sekresi TNF-a oleh monosit dalam hubungannya dengan mekanisme penurunan permeabilitas pembuluh darah. Ada tiga faktor yang diambil manfaatnya dari ekstrak jambu biji ini, yaitu sebagai antivirus, mengurangi risiko kebocoran plasma dan dapat mengatasi trombositopenia. C. Mapping Daerah Endemis DBD Jumlah data yang diperoleh untuk penderita selama tiga tahun mulai dari tahun 2005-2007 yakni 2.092 penderita dan rumah yang diperiksa jentiknya pada bulan Agustus 2007 sebanyak 39.660
rumah
yang tersebar di seluruh kota Makassar. a. Menurut Kecamatan Seluruh kecamatan di Kota Makassar merupakan daerah endemis (Gambar 2). Kecamatan Rappocini (Gambar 4) merupakan daerah endemis yang paling rawan dengan jumlah penderita sebesar 461 sedangkan penderita paling rendah yaitu Kecamatan Wajo dengan jumlah penderita 38 penderita. b. Menurut Kelurahan Mayoritas kelurahan di Makassar merupakan daerah endemis DBD (Gambar 3), yaitu sebanyak 86 keiurahan (60,13 %) dari 143
kelurahan dan kelurahan sporadis terdapat 48 kelurahan (33,57 %) serta 9 kelurahan (6,29 %) yang bebas DBD. Kelurahan paling endemis adaiah Gunung Sari (102 penderita), sedangkan kelurahan yang paling sedikit penderita DBD nya ada 8 kelurahan. Tabel 7 Distribusi 10 Kelurahan Endemis Terbesar di Kota Makassar * Periode 2005 - 2007
No.
Keiurahan/Kecamatan
2005
Tahun 2006
Rata 2007
Total
1 Gunung Sari/ Rappocini 29 34 39 102 2 Banta-Bantaeng/ Rappocini 15 19 48 82 3 Tamaianrea/ Tamaianrea 27 18 27 72 4 Paccerakang/ Biringkanaya 12 31 29 72 5 Sudiang/ Biringkanaya 15 18 37 70 6 Kassi-Kassi/ Rappocini 17 12 20 49 7 Sudiang Raya/ Biringkanaya 10 21 16 47 8 Mangasa / Tamalate 11 26 8 45 9 Tamamaung/ Panakukang 9 20 13 42 10 Pa'baeng-Baeng/ Tamalate 10 13 40 17 Sumber: P2M DKK Makassar dan Puskesmas Se-Koia Makassar
Rata 3,92 10,25 3,27 3,43 3,5 3,5 2,24 2,65 5,25 4
Kelurahan Gunung Sari merupakan kelurahan paling endemis (Tabel 7; Gambar 3),
sedangkan kelurahan yang RW nya paling
endemis adaiah Banta-Bantaeng (Tabel 8). Dari 10 keiurahan endemis terdapat 3 kelurahan di Kecamatan Rappocini (Gunung Sari, BantaBantaeng,
Kassi-Kassi), 3 Kelurahan di Kecamatan Biringkanaya
(Paccerakan, Sudiang dan Sudiang Raya), dan 2 di Kecamatan Tamalate (Pa’baeng-Baeng dan Mangasa) serta 1 di Kecamatan Tamalanrea
(Kelurahan Tamalanrea) dan Kecamatan Panakukang
PETA PEN D ER ITA DBD R erdasarkan K ecam atan D i K ota M ak assar Periode 2005 - 2007
LEGENDA:
Skala 1 130 000
[ 11- 100 Penderita Q 101-200 Penderita 1 201-300 Penderita ■ 301 -400 Penderita 1 401-500 Penderita
Gambar 2. Peta Penderita DBD Berdasarkan Kecamatan Di Kota Makassar Periode 2005-2007.
PETA PENDERITA DBD
Berdasarkan Kelurahan Di Kota Makassar Periode 2005 - 2007
LEGENDA : / \ / Bts_kecamatan. s 3
0
3
Skill a 1:130.000
6Km
I I Kelurahan Sporadis Jumlah Penderita DBD 0 Penderita 1-20 Penderita 21 L_j -40 Penderita 41-60 Penderita 61-80 Penderita 81 -100 Penderita 101-120 Penderita
m LJ
Gambar 3. Peta Penderita DBD Berdasarkan Kelurahan Di Kota Makassar Periode 2005-2007.
PETA PENDERITA DBD Berdasarkan Kelurahan Di Kecamatan Rappocini, Kota Makassar Periode 2005 - 2007
N LEGENDA: I I Sporadis Jumlah Penderita
2 Km
Skill a 1: 44.000
Z) 2] H | | I
0 Penderita 1-20 Penderita 21-40 Penderita 41-60 Penderita 61-80 Penderita 81-100 Penderita 100-120 Penderita
Gambar 4. Peta Penderita DBD Berdasarkan Kelurahan Di Kecamatan Rappocini, Kota Makassar Periode 2005-2007
Tabel 8 Distribusi Rata-Rata Penderita DBD RW Endemis Di Kelurahan Endemis Terbesar Kota Makassar Periode 2005-2007 Jumlah Penderita Keiurahan Total RW RW Endemis 27 62 Gunung Sari 26 7 Banta-Bantaeng 8 4 50 65 27,27 35 22 6 Tamalanrea 23,81 46 Paccerakang 21 5 26 Sudiang 20 5 25 24 14 5 35,71 Kassi-Kassi Sudiang Raya 21 5 23,81 26 26 17 4 23,53 Mangasa 4 50 31 Tamamaung 8 30 10 4 40 Pa’baeng-baeng Sumber: P2M DKK Makassar dan Puskesmas Se-Kota Makassar RW Endemis
%
(Tamamaung) (lihat Tabel 7). Gambar 5 menunjukkan bahwa hanya 3 sporadis di kecamatan
Panakukang,
sisanya
(23,08 %) kelurahan merupakan daerah
endemis. Jumlah penderita DBD tertinggi di kelurahan Tamamaung yaitu 15,56 % dari seluruh penderita DBD di kecamatan Panakukang dan kelurahan yang paling terkecil adalah Sinrijala yaitu 2 penderita atau 0,74 % dari jumlah penderita DBD kecamatan Panakukang. Gambar 6 menunjukkan bahwa pada kecamatan Biringkanaya terdapat 5 atau 71,43 % kelurahan yang berstatus endemis, 2 atau 28,57 % kelurahan lainnya merupakan kelurahan sporadis. Terdapat 3 kelurahan yang memiliki jumlah penderita diatas 40 orang. Penderita tertinggi ditemukan pada kelurahan Paccerakang yaitu sebanyak 72 atau 28,63 % penderita kecamatan Biringkanaya. Sedangkan penderita terendah ditemukan pada keiurahan Untia dengan 3 atau 1,20 % pederita kecamatan Biringkanaya.
PETA PENDERITA DBD Berdasarkan Kelurahan Di Kecamatan Panakukang, Kota Makassar Periode 2005 - 2007
LEGENDA :
2
0
2
4<m
I 1Sporadis Jumlah Penderita j | 0 Penderita I I 1-20 Penderita i 1J 21-40 Penderita 1 41-60 Penderita ■ 61-80 Penderita 1 1-100 Penderita I 100-120 Penderita
Gambar 5. Peta Penderita DBD Berdasarkan Kelurahan Di Kecamatan Panakukang, Kota Makassar Periode 2005-2007
PETA PENDERITA DBD Berdasarkan Kelm ahan Di Kecamatan Biiingkanaya. Kota Makassar Periode 2005 - 2007
N LEGENDA:
4Km
Skithi 1 : 86.000
I 1Sporadis Jumlah Penderita | | 0 Penderita ] 1-20 Penderita | | 21-40 Penderita | 41-60 Penderita | 61-80 Penderita | 81-100 Penderita I 100-120 Penderita
Gambar 6. Peta Penderita DBD Berdasarkan Kelurahan Di Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar Periode 2005-2007
2. Deskripsi Densitas Aedes sp Gambaran densitas Aedes sp ditentukan dengan indeks densitas jentik. Dalam anaiisis ini yang digunakan adalah House Indeks (HI) di dalam rumah dan di luar rumah. a. Indeks Jentik di Kecamatan Kota Makassar Gambar 7 menunjukkan bahwa densitas jentik yang paling tinggi
di
Kecamatan
Mariso
(HI 44,95
%) dan
kecamatan
Mamajang (HI 36,79 %) b. Indeks Jentik di Kelurahan 1). Densitas Jentik Beberapa Kelurahan Di Kecamatan Rappocini Kota Makassar Gambar 8 menunjukkan bahwa indeks jentik yang paling besar untuk dalam rumah adaiah keiurahan Buakana dengan indeks HI 30,94 % sedangkan yang paling kecil adalah Bontomakkia dengan HI 10,71 %. Untuk jentik yang ada di luar rumah dapat dilihat bahwa Kelurahan yang H!-nya paling besar adalah Buakana dengan HI 30 %, sedangkan yang paling kecil adalah Tidung dengan Hi 1,79 %.
2) Densitas Jentik Beberapa Kelurahan Di Kecamatan Panakukang Kota Makassar Gambar 14 menunjukkan bahwa indeks jentik di dalam rumah yang paling besar berada di kelurahan Panaikang dengan HI 73,68 % dan yang pa/mg kecil berada pada kelurahan Mas ale dengan HI 1,07 %. Indeks jentik di luar rumah yang paling besar adalah kelurahan Pampang dengan nilai Hi 71,11 % dan yang paling kecii adaiah kelurahan Sinrijala dengan HI 0,2
PETA DENSITAS JENTIK
Berdasarkan Perindukan Dalam Dan Luar Rumah Di Kota Makassar, 2007 Jentik (+) Dalam = 37,72% ■Tentik (+) Luar = 30 99 % Jentik (+) Dalam = 31,29% Jentik (+) Luar = 20.05 Jentik (+) Dalam = 19,41 % Jentik <+) Luar = 14.37 % Jentik (+) Dalam = 10,66 % Jentik (+') Luar = 18.08 % Jentik (+) Dalam = 30,79 % Jentik (+~) Luar = 32.29 %
Jenlik (+) Dalam = 22,89 % Jeritik f+) Luar = 26.63 %
Jentik (+) Dalam = 32,07 % Jentik f+) Luar = 23.31 % Jentik (+) Dalam = 44,95 % Jentik (+~) Luar = 33,75
Jentik (+) Dalam = 16,21 % Jentik f+t Luar- = 17.46 %
Jentik (+) Dalam = 36,47 % Jentik (+) Luar = 36.79 %
Jentik (+) Dalam = 27,38 % Jentik (+) Luar = 22.17 Jentik (+) Dalam = 30,27 % Jentik Luar = 18.40 %
Jentik (+) Dalam = 24,83 % Jentik (+) Luar = 24.29 %
Jentik (+) Dalam =18,17 % Jentik {+) Luar - 17.16 %
LEGENDA: Densitas Jentik (House Indeks) □ 10,00 %- 20, 00 % H I 20,00%-30,00% 1 30,00 %-40,00 % 1 40,00% -50,00%
Gambar 7. Peta Densitas Jentik Berdasarkan Perindukan Daiam dan Luar Di Kota Makassar, 2007.
22
PETA DENSITAS JENTIK Berdasarkan Perinchikan Daiam Dan Luar Ruangan Di Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Agustus 2007
Jentik (+) Daiam = 16,00 % Jentik (-K) Luar = 1.85 % Jentik (+) Daiam = 26,58 % Jentik f+) Luar =18.95 %
^ I I
Jentik (+) Daiam = 23,33 % IJcntik (+■) Luar = 27.22% Jentik (+) Daiam = 30,94 % s * Jentik (+) Luar = 30.00 %
Jentik (+) D a i a m 10,71 % Jentik (+) Luar = 11.07 % Jentik (+) Dulam - 16,25 % Jentik {+) Luar =12.5 % / / Kai»?i-Kas\i mtomakk<& / Jentik (+) Daiam = 14,29 % Jentik (+) Luar = 1.79 %
Jentik (+) Daiam = 18,46 % Jentik (+1 Luar = 26.73 %
Jentik (+) Daiam =23,07 % Jentik (+1 Luar = 21.3 % Gunung Sari j
L Jentik (+) i >alai;; = 8,92 % Jentik {+) Luar = 8.83%
LEGENDA:
Skala 1:30.000
Densitas Jentik ( House Indeks) I | 1.00 %-10.00 % I 110.00 %-20.00 % 1 20.00 %-30.00 % | 30.00 %-40.00 % ■ 40.00 Ke atas
Gambar 8. Peta Densitas Jentik Berdasarkan Perindukan Daiam Dan Luar Rumah Di Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Agustus 2007
23
PETA D EN SITA S JEN TIK B erdasarkan Perindukan D alam D an L u ar R um ah
Di Kecamatan Panakukang, Kota Makassar, Agustus 2007 Jentik (+) Dalam = 71,11 % t ^ n t il
I n a r = 71
! I % ____
Jentik (+) Daiam = 73,68 %
Jentik (+) Dalam = 16,47 %
fmril m ijMT.rgUSiiai.__ Jentik (+) Dalam = 7,5 %
-Lilil Lj.;r i.!.■ni■.--- i~j 1 7ri-Ii-i. Jenlik (+) Dalam = 14,375 % Jentik (+) Dalam = 22,75 % lentil 1+1T.nar = 1A 5 %___
Tpntil <4-1 T n n r = 6 4 3 8 %
Jentik (+) Dalam = 17,38 % lentil f + t 1.nar = Ul %____ Jentik (+) Dalam = 1,07 % lentiU -aX uar = n 71 %__ Jentik (+) Dalam = 11,15% Traitil ( +~i I .nar = 3 46 %___
Jentik (+) Dalam = 18,33 % fpul-il 1+ '. T n a r = R
Jentik (+) Dalam = 15 % ,lBnti.Ui-.X.I,..iiar.^..l.‘S 6 ? i %
% ______
Jentik (+) Dalam = 18,61 % Tpntil f + l T n a r =
I S S 6 % ___
N
1
Skala 1: 44.000
2 Km
Densitas Jentik (House Indeks) 1,00-10,00 % 10 , 00 - 20,00 % 20.00-30,00 % 30.00-40,00 % 40,00 % Ke atas
Gambar 9. Peta Densitas Jentik Berdasarkan Perindukan Daiam Dan Luar Rumah Di Kecamatan Panakukang, Kota Makassar, Agustus 2007
PETA D E N SIT A S JE N T IK Di Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Agustus 2007
N LEGENDA Densitas Jentik (Ho useIndeks)
w
|---- 11,00 %-10,00 % 3 Km
S fc a la i
1 JO ,0 0 0
| ~ l 10,00 2 20,00 | 30,00 §3 40,00
% -2 0 ,0 0 % %- 30,00 % %-40,00 % % Ke atas
Gambar 10. Peta Densitas Jentik Berdasarkan Perindukan Daiam Dan Luar Rumah Di Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, Agustus 2007
3).
Densitas
Jentik
Beberapa
Kelurahan
Di
Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar
Gambar 10 menunjukkan bahwa kelurahan Untia memilki densitas jentik paling besar untuk perindukan daiam rumah dengan
HI 57,5 % sedangkan yang paling kecil adaiah
kelurahan Pai dengan HI 4,09 %. Untuk perindukan jentik di luar rumah kelurahan Untia juga menempati urutan teratas
dengan HI 41,29 % sedangkan kelurahan Daya dengan HI 13,89 % merupakan kelurahan dengan H! yang paling rendah.
3. Trend Endemisitas a. Trend Endemisitas DBD di Kota Makassar Kejadian DBD di Kota Makassar selama periode 2005-2007 mengalami fluktuasi. Kejadian DBD mengalami puncaknya pada
Bulan
Gambar 11. Grafik Kecenderungan Kejadian DBD Menurut Bulan Di Kota Makassar Periode 2005-2007
bulan Januari hingga maret dan mulai menurun pada bulan april dan mulai meningkat kembali saat memasuki bulan november (Gambar 11 , 12 dan 13). b. Trend endemisitas di beberapa Kecamatan dan Kelurahan
Rappocini
Biringkanaya
Panakukang
Bulan
Gambar 12. Grafik Kecenderungan Kejadian DBD Menurut Bulan Di Kecamatan Rapocini, Biringkanaya, Panaikang Kota Makassar Periode 2005-2007
Gambar 13. Grafik Kecenderungan Kejadian DBD Di Kelurahan Gunung Sari, Banta-Bantaeng dan Tamalanrea ,Kota Makassar Periode 2005-2007 c. Faktor keadaan Lingkungan dengan Kejadian DBD Penelitian terhadap 196 responden, hanya 59 orang yang mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita DBD. Dari 59 orang tersebut 31 orang (52,5%) diantaranya sudah menjaga kebersihan lingkungan
khususnya
dari
sampah
yang
bisa
menjadi
tempat
27
perindukan nyamuk Aedes aegvpti Sedangkan dari 137 orang yang bukan penderita DBD ada 100 orang (73,0%) diantaranya sudah menyadari pengaruh kebersihan lingkungan terhadap timbuinya suatu penyakit khususnya kejadian DBD. Berdasarkan Tabei 9 di bawah ini, hasii analisis statistik dengan menggunakan uji chi square, diperoleh nila X2 = 6,886 dan nilai p = 0,009 < 0,05, ini berarti ada hubungan antara keadaan lingkungan dengan kejadian DBD. Tabel 9 Analisis Hubungan Keadaan Lingkungan dengan Kejadian DBD di Kota Makassar Tahun 2007 _______ Keadaan Lingkungan Tidak Bersih Bersih
Total
Jumlah
n 28
Kejadian DBD N % 37 47,5
% 27,0
n 65
% 33,2
31
52,5
100
73,0
131
66,8
59
100,0
137
100,0
196
100,0
X2 (nilai p) 6,886 (0,009)
Sumber: Data primer d. Faktor Kondisi Fasiiitas tempat penampungan Air (TPA) dengan Kejadian DBD Berdasarkan hasil peneiitian didapatkan sebagian besar kondisi fasilitas TPA pada responden yang ditemukan ada penderita DBD kondisinya tidak baik yakni sebanyak 43 orang (72,9%) sedangkan yang tidak menderita DBD sebagian besar telah mempunyai fasiiitas TPA yang kondisinya baik yakni sebanyak 80 orang (58,4%). Pada analisis bivariat diperoleh hasil X2 = 14,915 dan niiai p = 0,000 < 0,05 hal ini berarti ada hubungan antara kondisi fasilitas TPA dengan kejadian DBD ( Tabel 10 ).
28
Tabel 10 Anaiisis Hubungan Kondisi Fasilitas tempat penampungan Air (TPA) dengan Kejadian DBDdi Kota Makassar Tahun 2007 Kondisi
TPA T\dak Baik
Keiadian DBD n
To
N
AZ
12,3
51
16
27,1
80
100,0
137
59 Total Sumber: Data primer
Jumlah
xz
n
%
TO
5*1,0
58,4
96
49,0
100,0
196
100,0
To
(n ilii p)
14, 915 (0,000)
e. Faktor Kebiasaan Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kebiasaan masyarakat seperti tidur siang dan menggantung pakaian ditemukan masing-masing 55 orang (93,2%) pada responden yang ada kejadian DBD sedangkan 129 orang (94,25%) yang tidak terdapat kejadian DBD. Pada anaiisis bivariat dengan menggunakan Fisher Exact Test diperoleh nilai p = 0, 063 > 0,05 ini berarti tidak ada hubungan antara kebiasaan masyarakat dengan kejadian DBD (Tabel 11).
Tabel 11 Anaiisis Hubungan Kebiasaan Masyarakat dengan Kejadian DBD di Kota Makassar Tahun 2007 Kebiasaan Masyarakat Tidak Baik Baik
n 4
Kejadian DBD % N 6,8 8
% 5,8
55
93,2
129
94,2
184
93,9
137
100,0
196
100,0
59 100,0 Total Sumber: Data primer
Jumlah n % 12 6,1
X2 (nilai p)
0,063 (0,755)
f. Faktor Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Berdasarkan hasil peneiitian didapatkan pengetahuan dan sikap masyarakt yang cukup terhadap kejadian DBD pada responden yang ada penderita DBD sebanyak 32 orang (54,2%) sedangkan yang tidak menderita DBD dan mempunyai pengetahuan dan sikap yang kurang sebanyak 91 orang (66,45%). Pada analisis bivariat diperoleh hasii X2 = 6,510 nilai p = 0, 011 < 0,05 ini berarti ada hubungan antara pengetahuan dan sikap masyarakat dengan kejadian DBD (Tabel 12). .Tabel 12 Analisis Hubungan pengetahuan dan Sikap Masyarakat dengan Kejadian DBD di Kota Makassar Tahun 2007 Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Kurang Cukup
Kejadian DBD
Jumlah
n
%
N
%
n
%
27
45,8
91
66,4
118
60,2
32
54,2
46
33,6
78
39,8
137
100,0
196
100,0
59 100,0 Total Sumber: Data primer
Xs (nilai p)
6,510 (0,011)
g. Faktor Anjuran Pencegahan Berdasarkan
hasil
peneiitian
didapatkan
sebagian
besar
responden yang ditemukan ada penderita DBD teiah mendapaikan anjuran pencegahan yakni sebanyak 33 orang (55,9%). Pada kelompok yang tidak pernah menderita DBD, umumnya juga telah mendapatkan anjuran pencegahan DBD yakni sebanyak 73 orang (53,3%). Pada analisis bivariat diperoleh hasil X2 = 0,034 dan nilai p = 0,853 > 0,05 hal ini berarti tidak ada hubungan antara anjuran pencegahan dengan kejadian DBD (Tabel 13).
30
Tabel 13 Analisis Hubungan Anjuran Pencegahan dengan Kejadian DBD di Kota Makassar Tahun 2007 jurrt(6fi
Keladan 0 8 (3
Anjuran Pencegahan Tidak Ada
n 26
% 44,1
N 64
% 46,7
n 90
% 45,9
33
55,9
73
53,3
108
54,1
59
100,0
137
100,0
196
100,0
(nilai p) 0,034
Ada
Total
(0,853)
Sumber: Data primer
h. Analisis Multivariat. Analisis multivariat digunakan untuk melihai hubungan serta kontribusi masing-masing variabei bebas terhadap variabei terikat apabila dimasukkan secara bersamaan dan akibatnya memungkinkan terjadianya interaksi dari masing-masing variabei daiam model. Hasii
analisis
bivariat
sebelumnya
dari
5 variabei
bebas
didapatkan 2 variabei yang tidak berhubungan dengan kejadian DBD yaitu kebiasaan masyarakat dan ajuran pencegahan, dengan demikian pada analisis
multivariat kedua variabei tersebut tidak dimasukkan
sebagai faktor yang dilakukan
dengan
berpotensi terhadap kejadian cara
memasukkan
3
variabei
DBD. Analisis bebas
yang
berhubungan yaitu keadaan iingkungan, kondisi fasilitas TPA, serta pengetahuan dan sikap masyarakat. Setelah dilakukan analisis logistik regresi maka faktor yang paling erat hubungannya dengan kejadian DBD adaiah kondisi fasilitas TPA. Hasii ini dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah in i:
Tabel 14 Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian DBD di Kota Makassar Tahun 2007 Exp Variabe!
B
S.E
Waid
df
Sig.
R (B)
-0,9700 Keadaan Lingkungan -1,2107 Kondisi Fasilitas TPA 0,9509 Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Sumber: Data Primer
0,3539
7.514
1
0,0061
-0,1516
0,3791
0,3520
11,829
1
0,0006
-0,2025
0,2980
0,3472
8,921
1
0,0062
0,1514
2,5880
32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan
hasii
penelitian
dan
pembahasan,
maka
dapat
disimpulkan bahwa : 1. Ekstrak Daun jambu biji dapat digunakan sebagai obat aiternatif penyembuhan penyakit Demam Berdarah Dengue. 2. Laju
peningkatan trombosit cukup signifikan
hingga 80 ribu
milimeter per kubik tercapai 3 hari setelah ekstrak daun jambu biji dikonsumsi
sebaliknya
kadar
Albumin
tidak
signifikan
peningkatannya. Adapun sekresi GM-CSF dan IL-6 masih daiam batas normal serta IL-10 menunjukkan penurunan ke kadar normal, sedangkan sekresi TNF-a menunjukkan penurunan hanya sampai dua hari selanjutnya meningkat. 3. Dari 10 Kelurahan paling endemis di Kota Makassar terdapat masing
masing
3
kelurahan
di
Kecamatan
Rappocini
dan
Biringkanaya serta 2 kelurahan di Kecamatan Tamalate dan masing masing 1 di Kecamatan Tamalanrea dan Panakukang. 4. Angka densitas jentik Kota Makassar masih tinggi (11-45%. Dari tingkat kecamatan hingga RW menunjukkan House Indeks rata-rata di atas 10 %. 10 Kelurahan endemis juga menunjukkan hal yang sama yakni rata-rata RW menunjukkan angka densitas diatas 10 % (18-27%) 5. Trend kejadian
DBD umumnya pada musim penghujan dan
mencapai puncak pada bulan Januari-Maret serta terjadi pada daerah yang berdekatan. 6. Faktor
keadaan
pengetahuan
dan
lingkungan, sikap
kondisi
fasilitas
TPA
serta
masyarakat merupakan faktor yang
berhubungan dengan kejadian DBD.
33
7. Faktor kebiasaan masyarakat dan faktor anjuran pencegahan tidak berhubungan dengan kejadian DBD. 8. Faktor yang paling erat hubungannya dengan kejadian DBD adalah adanya kondisi seperti pengurasan yang iebih dari satu minggu sekali, tidak ditutup rapat dan terdapatnya jentik pada fasiiitas tempat penampungan air (TPA) 9. FGD (Focus Group Discussion) efektif meningkatkan partisipasi masyarakat daiam menurunkan densitas jentik. B. Saran 1. Ekstrak Daun Jambu biji pertu periakuan Iebih ianjut untuk memperoleh kandungan ekstrak yang Iebih murni 2. Ekstrak daun jambu biji yang sudah
dikapsu! dapat dianjurkan
sebagai obat alternatif penyembuhan penyakit DBD 3. Perlu penelitian Iebih Ianjut terhadap kemampuan zat aktif, tanin dan quersetin dalam ekstrak daun jambu biji sebagai antivirus 4
Kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Makassar agar pemetaan RW endemis dan densitas jentik dilakukan secara berkaia.
5. Upaya FGD PSN (pemberantasan sarang nyamuk) terutama pada daerah yang rawan DBD dan angka densitas jentiknya tinggi, Iebih khusus lagi intervensi yang dilakukan dipusatkan di RW endemis pada kelurahan endemis. 6. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melihat hubungan RW endemis dengan struktur penduduk dan karakteristiknya. 7. Perlunya
peningkatan
peran
aktif petugas
kesehatan
dalam
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan
DBD
melalui
penyuiuhan
secara
berkesinambungan misalnya dalam perbaikan kondisi fasiiitas TPA. 8. Perlunya pengaktifan secara optimal kelompok kerja (pokja) DBD yang telah dibentuk di tingkat kelurahan sehingga masyarakat dapat memperoleh yang benar, lengkap dan utuh mengenai upaya pencegahan dan pemberantasan DBD.
34
Daftar Pustaka
Achmad, Holani, 1994. Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Partisipasi Ibu Rumah Tangga dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) di Kabupaten Gunung Kidul D.l. Yogyakarta dalam Berita Epidemiologi Kwartal i.
Chandra, Budiman, 1996. Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi, Jakarta, Buku Kedokteran EGC
Depkes RI, 1992. Petunjuk Teknis Penggerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Demam Berdarah Dengue, Jakarta, Ditjen PPM & PLP,
Depkes RI, 1989. Vademakum Bahan Obat Alam. Dirjen POM. Jakarta, hal 84-86.
Depkes, RI, 2000. Warta Demam Berdarah Dengue No 3 Tahun V, Januari.
Ester, M, dan Asih Y, 1999. Demam Berdarah Dengue, Edisi 2, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.
Gindo, M. Simanjuntak, 2000. Menyikapi Risiko Wabah Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Kepadatan Vektor di Kurau Provinsi Riau dalam Warta Demam Berdarah Dengue. Hasyimi, 1999. Pengalaman Lapangan: Survei Jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam Jurnal Epidemiologi Indonesia Volume 3 Edisi 3. Hendarwanto, 1997. Dengue dalam Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi III, Jakarta, Balai Penerbit FKUI. Imari, Sholah, 2003. Strategi Pengembangan Survailan DBD, Semiloka Pra Kongres Jaringan Epidemiologi Nasional, Batu, Malang, Jawa Timur.
35
Irawan, Daniel. 2006. Bakteri Yoghurt Untuk Terapi Terbaru HIV. h t t p : / / www.waspada.co.id/serba_serbi/kesehat a/artikel.php? article_id=79556 Diakses tanggal: 4 September 2007 Lubis, Imran, 1989. Upaya Penelitian dan Pengembangan PSN sebagai tindakan Penanggulangan Demam Berdarah, daiam Majalah Kesehatan Masyarakat, Nomor 39. Mapata, Syafruddin, 2000. Pengenalan Dini Demam Dengue, Temu Muka dan Konsultasi Metode Tepat Mengatasi Demam & Pengenalan Dini Demam Berdarah dan Tofoid, Bekasi. Margono SS, Hoedoyo, Djakaria S, Subahar R, 1994. Peningkatan Pengetahuan Masyarakat dengan Penyuluhan daiam Rangka Pencegahan DBD di Jakarta, daiam Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia XXXIII(3). Munif A dan Pranoto, 1994. Kaitan Tempat Perindukan Vektor dengan Pengetahuan dan Sikap Masyarakat terhadap Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kodya Batam, daiam Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Murti, Bhisma, 1997. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi, Yokyakarta Gadjah Mada University Press. Noor, Nasry Nur, 2002. Epidemiologi, Makassar, Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. Renata, Lita, 1998. Situasi Demam Berdarah di Beberapa Negara, daiam Warta Pusdakes Nomor 5 Tahun II, Agustus. Sudarmaji, S., Bambang dan Suhardi, 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty Yogyakarta. hal 108. Sunaryo, Sumarno, 1988. Demam Berdarah Dengue pada Anak, Jakarta Ul Press. Subdin P2M, 2001. Dinas Kesehatan Kota Makassar, Laporan Survailan Demam Berdarah Dengue 1999 - 2001. Suroso, Thomas, 2003. Strategi Baru Penanggulangan DBD di Indonesia, Pra Kongres Jaringan Epidemiologi N asional, Batu, Malang Jawa Timur.
36
WandarToni, Suroso Thomas, 2000. Upaya Peningkatan Partisipasi rtedsacqa cr'ai'am Pemberatasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancoran Mas, Depok dalam Majalah Kesehatan Masyarakat, Nomor 63. Widyana, 1998. Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian DBD di Kabupaten Bantul dalam Jurnai Epidemiologi Indonesia, Edisi I. .
Yanti Maryanty. 2005. Isolasi Senyawa Flavonoid dari Daun Jati Emas Tectona Grandis Dengan Metode Fermentasi. http://l i b r a r y . g u n a d a r m a . a c . i d /print. php?id=jbptitbpp-gdl-s2-2005yantimarya-1841Diakses tanggal: 17 Januari 2007 Yuliani S., Laba Udarno dan Eni Hayani. 2003. Kadar tanin dan quersetin tiga tipe daun jambu biji (Psidium guajava). Buletin Tanaman rempah dan obat Volume XIV No. 1 h a l : 17-24
37