13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
STRATEGI PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT MELALUI DIVERSIFIKASI PRODUK MAKANAN OLAHAN BUAH JAMBU METE SEBAGAI BASIS PRODUK UNGGULAN KABUPATEN WONOGIRI Rindang Nuri Isnaini Nugrohowati1, Lak Lak Nazhat El Hasanah2 1
Prodi Ilmu Ekonomi FE UII
2
Prodi Ilmu Ekonomi FE UII
[email protected]
ABSTRAK Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana potensi pengembangan produk pangan jambu mete sebagai basis unggulan Kabupaten Wonogiri dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Disamping itu studi ini juga merumuskan strategi peningkatan perekonomian masyarakat melalui divesifikasi produk. Analisis data yang digunakan berupa analisis SWOT, kemudian dari hasil analisis SWOT disusun grand gtrategy pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi pengembangan produk dari komoditas buah jambu mete cukup besar karena ketersediaan bahan baku yang melimpah. Berdasarkan studi kasus di Desa Rejosari strategi diversifikasi produk yang bisa ditempuh untuk meningkatkan nilai ekonomis dari buah jambu mete adalah dengan mengolahnya menjadi Abon dan Sirup. Melalui diversifikasi produk berupa abon dan sirup maka buah jambu mete yang awalnya tidak dimanfaatkan oleh masyarakat bisa memiliki nilai jual sehingga bisa meningkatkan pendapatan masyarakat. Kata Kunci: grand strategy, diversifikasi produk, peningkatan pendapatan, nilai ekonomis
PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian masyarakat dan penopang pembangunan. Sampai saat ini sektor pertanian masih memegang peranan yang cukup strategis dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi PDB pertanian dalam arti sempit yaitu diluar sektor perikanan dan kehutanan pada tahun 2014 adalah sekitar 879,23 triliun rupiah. Selama periode 2010 sampai 2014, pertumbuhan PDB pertanian berkisar antara 3,47% hingga 4,58 % dengan rata-rata sekitar 3,90%, pada saat yang sama PDB nasional tumbuh sekitar 5,70 %. Dengan adanya ketimpangan pertumbuhan tersebut, maka kontribusi pertanian semakin menurun dari 10,99% di tahun 2010 menjadi 10,26 % dari total PDB nasional di tahun 2014. Sementara itu jika dilihat dari penyediaan lapangan pekerjaan, sektor pertanian masih merupakan sektor dengan pangsa penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupuan ada kecenderungan menurun selama periode 2010 sampai 2014 (Kementan, 2015).
159
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
Pertanian merupakan sektor dominan dalam menopang pendapatan masyarakat karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani adalah Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah. Dari data penduduk berdasarkan jenis pekerjaan sebesar 29,31% masyarakat Kabupaten Wonogiri bekerja sebagai petani. Komoditas pertanian yang menjadi sektor unggulan di Kabupaten Wonogiri salah satunya adalah Kacang Mete. Dengan luas lahan 17,458 hektar yang terletak di Kecamatan Jatisrono, produksi kacang mete mencapai 1.049,5 ton per tahun dan telah menembus pasar ekspor (www.wonogirikab.go.id). Tabel 1: Potensi Unggulan Daerah Kabupaten Wonogiri Untuk Komoditi Pertanian Jenis Komoditi Potensi/ Produksi Lokasi a) Pertanian Ubi Katu 789.782 ton 25 kecamatan Padi 365.083 ton 24 kecamatan Jagung 299.810 ton 25 kecamatan b) Tanaman buah-buahan Mangga 72.899 kw 25 kecamatan Pisang 62.975 kw 25 kecamatan c) Perkebunan Jambu Mete 18.164 ton 25 kecamatan Janggelan 13.614 ton Kec. Bulukerto Kelapa dalam 15.729 ton Kec. Pranggupito Sumber: Wonogiri Dalam angaka 2011, Disbudpapora tahun 2011 Jambu mete merupakan tanaman yang cepat tumbuh dan tahan terhadap tanah kering sehingga tanaman ini sesuai dengan kondisi alam Kabupaten wonogiri yang keadaan alamnya sebagian besar terdiri dari pegunungan berbatu gamping. Di Kabupaten Wonogiri, usaha pengolahan mete sudah berkembang lama karena didukung oleh kondisi geografis yang sesuai untuk perkebunan jambu mete. Usaha pengolahan ini umumnya merupakan usaha kecil dan menengah yang mengunakan teknologi sederhana. Dengan berkembangnya usaha tersebut diharapkan dapat memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian masyarakat terutama para petani mete khususnya dalam penyediaan lapangan pekerjaan. Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja sektor pertanian merupakan sektor tertinggi dalam menyerap tenaga kerja. Meskipun demikian kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto masih rendah jika dibandingkan dengan sektor industri. Akibatnya adalah kesejahteraan rumah tangga yang bekerja di sektor pertanian lebih rendah dibanding yang bekerja di sektor industri. Salah satu yang menjadi faktor penyebab yaitu kurangnya produktivitas pertanian berupa sumber daya manusia yang masih rendah dalam mengolah lahan dan hasil pertanian. Hal 160
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
tersebut juga dihadapi oleh para petani di Kabupaten Wonogiri dimana para petani belum mampu memanfaatkan hasil pertanian agar dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Implikasi dari permasalahan di atas menunjukkan gambaran masyarakat yang belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai diversifikasi produk atau pengolahan pangan. Hal ini dapat dinilai dari sikap dan perilaku masyarakat yang belum memanfaatkan peluang usaha yang sudah sepantasnya mereka berdayakan. Berdasarkan pada latar belakang tersebut studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana potensi pengembangan produk pangan jambu mete sebagai basis unggulan Kabupaten Wonogiri dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Disamping itu studi ini juga ingin merumuskan strategi peningkatan perekonomian masyarakat melalui diservesifikasi produk.
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN EMPIRIS Pengertian Diversifikasi Pangan Diversifikasi pangan mencangkup aspek produksi, konsumsi, pemasaran dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan spektrum komoditas pangan, baik dalam perluasan pemanfaatan sumber daya, pengusahaan komoditas maupun pengembangan produksi komoditas pangan. Oleh karena itu dilihat dari aspek produksi, diversifikasi mencangkup pengertian diversifikasi horisontal dan vertikal. Dari sisi konsumsi, diversifikasi pangan mencangkup aspek perilaku yang didasari baik oleh pertimbangan seperti pendapatan dan harga komoditas, maupun non ekonomis seperti kebiasaan, selera dan pengetahuan (Hanani, 2009). Diversifikasi pangan ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal dari pangan pokok dan semua pangan lain yang dikonsumsi rumah tangga termasuk laukpauk, sayuran dan buah buahan (Suyastiri, 2008). Diversifikasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu (Jafar, 2012): 1. Diversifikasi horisontal, penganekaragaman konsumsi pangan dengan memperbanyak macam komoditi pangan dan meningkatkan produksi dari macam-macam komoditi tersebut. 2. Diversifikasi vertikal, yaitu penganekaragaman pengolahan komoditas pangan terutama non beras sehingga mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial.
161
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
Sementara menurut Fitriani, Sarono, & Widodo (2011), pengertian diversifikasi adalah sebagai upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar baru, atau keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas, dan fleksibilitas. Sedangkan menurut Marsigit (2010), diversifikasi produk dilakukan oleh suatu perusahaan sebagai akibat dilaksanakannya pengembangan produk, sementara produk lama secara ekonomis masih dapat dipertahankan. Dalam diversifikasi produk, perusahaan berusaha untuk menaikkan penjualan dengan cara mengembangkan produk baru sehingga terdapat bermacam-macam produk yang diproduksi perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa diversifikasi produk merupakan suatu kebijakan dalam strategi
perusahaan
untuk
memenuhi
selera
dan
kebutuhan
konsumen
melalui
penganekaragaman produk dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas dan fleksibilitas dengan jalan menciptakan produk atau jasa baru tanpa bergantung pada satu jenis produknya saja. Produk yang beranekaragam akan membuat konsumen percaya bahwa berbagai kebutuhannya dapat terpenuhi oleh pengusaha itu. Semakin beragam produk yang ditawarkan kepada konsumen, semakin besar ketertarikan konsumen untuk membeli produk yang ditawarkan (Hermawan, 2015). Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu (Tjiptono, 1997): 1. Diversifikasi Konsentris Dimana produk-produk baru yang diperkenalkan memiliki kaitan atau hubungan dalam hal pemasaran, teknologi dengan produk yang sudah ada. 2. Diversifikasi Horisontal Dimana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak berkaitan dengan produk yang sudah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama. 3. Diversifikasi Konglomerat Dimana produk-produk yang dihasilkan sama sekali baru tidak memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan produk yang sudah ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda. Perubahan Keseimbangan Konsumen Akibat Diversifikasi Produk Olahan dan Penciptaan Nilai Tambah Keseimbangan konsumen akibat adanya diversifikasi produk olahan dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan atribut. Pendekatan atribut didasarkan pada asumsi bahwa perhatian konsumen bukan terhadap produk secara fisik, melainkan lebih ditujukan kepada 162
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
atribut produk yang bersangkutan. Pendekatan ini menggunakan analisis utilitas yang digabungkan dengan analisis kurve indeferen. Atribut yang dimaksuh disini adalah semua jasa yang dihasilkan dari penggunaan dan atau pemilikan barang tersebut (Douglas,E.J 1993). Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Kevin Lancaster pada tahun 1966. Kalau teori-teori sebelumnya menggunakan asumsi bahwa yang diperhatikan oleh konsumen ialah produknya, maka teori Lancaster mendasarkan pada asumsi bahwa perhatian konsumen bukan pada produknya, melainkan pada ‘attribute’ barang yang bersangkutan. Dalam proses produksi suatu produk harus memberikan sesuatu yang lain dan tahan lama. Produk Olahan yang merupakan produk baru harus dapat menunjukkan gambaran atau kelebihannya dibandingkan dengan produk yang sudah ada, sehingga mendorong konsumen untuk mengkonsumsi produk baru tersebut. Keseimbangan konsumen model atribut ditentukan titik singgung antara efisiensi frontier dan kurva indeferren. Efisiensi frontier menunjukkan batas terluar yang dapat dicapai konsumen berdasarkan atribut-atribut yang diinginkan dengan menggunakan pendapatan tertentu. Efisiensi frontier ini diperoleh dengan mengalikan jumlah barang dengan nilai atribut pada masing-masing barang. Olah karena jumlah barang yang dapat dibeli konsumen dipengaruhi harga (Wardhani dkk, 2010).
Atribut Y/ Kelezatan
Produk A
Produk Baru C I2
A I1
Produk B
B Atribut X/ Ekonomi
Sumer: Wardhani dkk, 2010 Dalam gambar diatas menunjukkan apabila mula-mula produk A merupakan produk yang dikehendaki konsumen dengan harga yang relative mahal dibandingkan dengan produk 163
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
B. Dengan menggunakan pendapatan tertentu dan harga yang berlaku dipasar konsumen mula-mula memiliki efisiensi frontier AB dan keseimbangan konsumen dititik A dengan tingkat kepuasan sebesar I1. Apabila buah semu jambu mete diolah menjadi produk olahan dan merupakan produk baru, maka dengan atribut kelezatan dapat menggeser efisiensi frontier AC dan keseimbangan konsumen yang terjadi dititik C dengan tingkat kepuasan sebesar I2 dengan demikian konsumen akan bersedia membayar mahal untuk membeli produk olahan. Berikut ini beberapa studi yang terkait dengan strategi diversifikasi produk adalah: Lucius Hermawan (2015), melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui penerapan strategi diversifikasi produk pangan olahan tahu khas Kota Kediri pada IKM di Kota Kediri. Data dalam penelitian ini diperoleh dari pemilik perusahaan Tahu & Takwa “Mikimos” dan pemilik perusahaan Tahu & Takwa “TTL”. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif studi kasus. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan fenomena-fenomena yang mempengaruhi kedua partisipan untuk menerapkan strategi diversifikasi produk dalam usahanya. Kemudian diklasifikasi sehingga peneliti menemukan tiga identifikasi tema, yaitu alasan penerapan strategi diversifikasi produk, penerapan strategi diversifikasi produk dan dampak penerapan strategi diversifikasi produk. Adapun dampak dari penerapan strategi diversifikasi produk yang dilakukan oleh kedua partisipan ada dua macam, yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif atau keuntungan yang didapatkan oleh kedua partisipan dengan menerapkan strategi diversifikasi produk adalah dapat meningkatkan jumlah penjualan, dapat menjaga mutu produk dan produk dapat tahan lebih lama. Sedangkan dampak negatif yang diterima adalah masih terkendala dengan harga dan ketersediaan alat produksi serta ketersediaan lahan produksi. Di sisi lain, produk yang baru tidak mempengaruhi tingkat penjualan produk tahu yang lama. Susi Wuri Ani dkk. (2013), melakukan penelitian mengenai Pengembangan Desa Wisata Rumah Dome Berbasis Agroindustri Pangan Lokal dengan Kajian Diversifikasi Ketela Pohon. Metode yang dilakukan adalah membentuk kelompok usaha produktif Ibu-Ibu PKK di Rumah Dome untuk dapat meningkatkan nilai ekonomis pangan lokal (ketela pohon). Hal yang dilakukan adalah memberikan pelatihan pengolahan ketela pohon menjadi ceriping singkong berbagai rasa, keripik belut daun singkong, membuat brownies berbahan tepung ketela, mengemas produk dengan brand Rumah Dome dan memberikan pelatihan pembukuan sederhana. Dengan kegiatan ini diharapkan akan tumbuh kelompok usaha produktif sehingga
164
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
dapat mengangkat citra wisata Rumah Dome dan meningkatkan pendapatan masyarakat di Rumah Dome. Dewi Listyati dan Bedy Sudjarmoko (2011), melakukan penelitian yang berjudul Nilai Tambah Ekonomi Pengolahan Jambu Mete. Dalam penelitiannya diungkapkan bahwa masalah utama mete Indonesia adalah rendahnya produktivitas tanaman dan mutu produk yang dihasilkan. Pengembangan industri pengolahan mete dihadapkan pada kendala berupa kontinuitas ketersediaan bahan baku. Hal ini disebabkan karena setiap tahunnya, musim panen jambu mete umumnya hanya empat bulan (Juli – Oktober). Hingga saat ini ekspor mete Indonesia kebanyakan masih dalam bentuk gelondong terutama ke India dan Vietnam yang merupakan produsen utama mete di pasar dunia. Ekspor mete yang dominan berbentuk gelondong telah merugikan petani, industri pengolahan dan pemerintah (pusat dan daerah). Kerugian tersebut berupa potensi kehilangan peluang untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi, besarnya mencapai Rp 1,8 – 2,9 triliun per tahun. Peluang tersebut berasal dari dari pengolahan kacang mete dan CNSL. Disamping menambah pendapatan petani, langkah ini akan membuka kesempatan kerja baru di pedesaan dan juga peluang menambah devisa negara. Potensi ini hanya akan terwujud bila pengolahan dilakukan oleh industri dengan melibatkan petani sebagai mitra. Ratna Mustika Wardhani dkk (2010), melakukan penelitian yang berjudul; Peningkatan Pendapatan Masyarakat Melalui Diversifikasi Produk Olahan Ikan. Pemilihan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara sengaja, yaitu ditentukan Desa Prigi Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek, hal ini dikarenakan Desa Prigi merupakan desa pesisir pantai yang hasil ikannya cukup tinggi. Di Desa Prigi Kecamatan Watulimo terdapat Kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS) yang merupakan suatu wadah aktifitas masyarakat pedesaan yang bergerak dalam segala aspek yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan keluarga, olah karena itu UPPKS banyak terdiri dari para ibu-ibu.Hasil penelitiannya mengungkapkan terjadi peningkatan kemandirian kelembagaan masyarakat pesisir melalui pengelolaan sumberdaya perikanan dengan melakukan diversifikasi produk. Selain itu adanya peningkatan pengetahuan ketrampilan melalui ketertarikan mengikuti penyuluhan dan pelatihan produk olahan. Ni Made Suyastiri Y.P (2008) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji pola diversifikasi konsumsi pangan pokok berbasis potensi lokal pada rumah tangga pedesaan, mengkaji hubungan pendapatan rumah tangga dengan konsumsi pangan pokok dan
165
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola diversifikasi konsumsi pangan berbasis potensi lokal. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis OLS regresi linier berganda. Hasil penelitiannya menunjukkan pola diversifikasi konsumsi pangan pokok
yaitu
beras,
dan
pangan
pengganti
beras
seperti
jagung
yang
dalam
pengkonsumsiannya mengikuti pola beras - jagung, beras- ketela pohon dan beras-jagungketela pohon. Konsumsi pangan pokok berbeda antar rumah tangga tergantung dari tinggi rendahnya tingkat pendapatan. Roosganda Ellzabeth (2011) melakuka penelitian yang bertujuan untuk mengemukakan lebih komprehensif tentang strategi pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan menuju terwujudnya ketahanan pangan, dengan mereview berbagai tulisan terkait. Pentingnya peran pangan menjadikan ketahanan pangan sebagai pilar ketahanan nasional. Pilar ketahanan nasional akan terusik bila jaminan ketersediaan, diversifikasi dan kemandirian pangan tidak mampu terpenuhi oleh suatu bangsa. Terganggunya ketahanan nasional disebabkan ketergantungan pangan beras impor dan mencerminkan ketidakmampuan negara mencapai kemandirian pangan beras rakyatnya. Perlunya strategi penyediaan teknologi dan informasi sesuai, adanya perangkat kebijakan operasional yang memadai, berfungsinya berbagai lembaga pendukung (penelitian, penyuluhan, pemasaran), serta dukungan kebijakan pemerintah yang lebih fokus dan berpihak untuk mempercepat pencapaian dan pengembangan diversifikasi dan kemandirian pangan.
METODE PENELITIAN Subyek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah para petani jambu mete di Desa Rejosasi Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah kurang lebih 16 petani Jambu Mete yang tergabung dalam Kelompok Usaha Tani. Sumber Data dan Metode Pengambilan Data Lokasi kegiatan studi dilakukan di Desa Rejosari, Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Data yang digunakan dalam studi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan para petani Jambu Mete, sedangkan
166
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
data sekunder diperoleh dari laporan atau publikasi pihak-pihak terkait seperti Dinas Pertanian Kabupaten Wonogiri, Badan Pusat Statistik dan lembaga lain yang memiliki data dan informasi yang relevan. Metode pengambilan data dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu pengambilan sampel ditentukan berdasarkan tujuan studi yang telah dirumuskan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kondisi riil dan identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh para petani Jambu Mete. Metode Analisa Data Metode penelitian yang digunakan dalam studi ini adalah analisis SWOT sehingga diperoleh identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Studi ini dilakukan secara cross sectional melalui analisis data primer yang diperoleh melalui survey para petani Jambu Mete di Desa Rejosari. Upaya pengembangan bisa dilakukan melalui beberapa strategi: SKK:
Strategi
Kekuatan
Kelemahan
atau
mengurangi
kelemahan
sambil
meningkatkan/memaksimalkan kekuatan SKP: Strategi Kekuatan Peluang atau memaksimalkan kekuatan untuk menangkap peluang yang ada SKA: Strategi Kelemahan Ancaman atau mengurangi kelemahan yang ada agar tidak terlalu menerima dampak ancaman SPA: Strategi Peluang Ancama atau berupaya meraih peluang yang ada sambil berupaya mengurangi ancaman yang ada.
167
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
PEMBAHASAN Struktur Perekonomian Masyarakat Kabupaten Wonogiri Kabupaten Wonogiri pada tahun 2014 tercatat memiliki jumlah penduduk sebanyak 1.050.475 jiwa, dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 525.472 orang dan penduduk perempuan sebanyak 525.003 orang. Jika dilihat dari aspek kualitas tingkat pendidikan menunjukkan bahwa penduduk usia di atas 10 tahun yang memiliki ijazah tertinggi SD/MI/ sederajat adalah sebanyak 378.992 orang atau 36,08%. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mayoritas penduduk di Kabupaten Wonogiri masih cukup rendah. Tabel 2: Data Penduduk Berdasarkan Tamatan Pendidikan Tahun 2014 No
Tingkat Pendidikan
2014 Jumlah Penduduk 178.572
% 17
1 Tidak/ Belum Sekolah Tidak Tamat SD/ 2 Sederajat 148.274 14,12 3 Tamat SD/MI/Sederajat 378.992 36,08 Tamat SMP/MTs/ 4 Sederajat 178.773 17,02 5 Tamat SLTA/ Sederajat 136.537 13 6 Tamat D1/D2 4.890 0,47 7 Tamat D3 7.344 0,7 8 Tamat D4/S1 16.168 1,54 9 Tamat S2 879 0,08 10 Tamat S3 28 0 Jumlah 1.013.194 100 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2014 Dari tingkat pendidikan yang masif relatif rendah maka akan sangat berpengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat. Menurut data dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (2014) mayoritas penduduk masyarakat Kabupaten Wonogiri adalah petani yaitu sebanyak 295.513 orang atau 28,13%. Sementara 31,20 % bekerja dibidang lainnya meliputi jasa-jasa (tukang cukur, tukang batu, tukang jahit, penata rambut, tukang kayu dan lainlain); buruh harian (buruh harian lepas, buruh tani, buruh perkebunan, buruh nelayan, buruh peternakan dan lain-lain); pembantu rumah tangga; seniman; sopir, guru non PNS, dokter, bidan, perawat, apoteker, kepala desa, perangkat desa, anggota DPRD, konsultan, tabib dan lain-lain.
168
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, sektor pertanian masih merupakan sektor andalan di Kabupaten Wonogiri. Hal ini ditandai dari sumbangan terhadap total PDRB atas dasar harga berlaku yang mencapai lebih dari 50%, paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya. Tabel 3: Struktur Perekonomian Kabupaten Wonogiri Tahun 2009 Sampai 2013 Sumbangan No Sektor Terhadap PDRB (%) 1 Pertanian 55.18% 2 Pertambangan dan Penggalian 0.65% 6.27% 3 Industri Pengolahan 4 Listrik,Gas dan Air 0.93% 5 Bangunan 3.98% 6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 14.69% 7 Pengangkutan danKomunikasi 9.17% 8 Keuangan,persewaan dan Jasa Perusahaan 4.36% 9 Jasa-jasa 15.73% Jumlah 100 Sumber: Pemerintah Kabupaten Wonogiri, 2015 Salah satu komoditas yang menjadi unggulan di kabupaten ini adalah kacang mete yang dihasilkan dari petani jambu mete. Secara Nasional Kabupaten Wonogiri merupakan penyuplai komoditas terbaik untuk sektor pertanian khususnya kacang mete, jagung, ubi kayu, ikan dan ternak sapi besar. Salah satu daerah penghasil kacang mete yang cukup besar di Kabupaten Wonogiri adalah Desa Rejosari kecamatan Jatisrono. Jumlah penduduk desa tersebut kurang lebih 200 kepala keluarga dengan 3000 jiwa. Sektor perkebunan/tegal jambu mete
merupakan sektor unggulan
di
desa ini karena setiap rumah hampir
mempunyai pohon mete 3 sampai 7 pohon. Komoditas yang dijual oleh para petani mete di Kecamatan Jatisrono terutama dusun Rejosari adalah gelondong mete yang merupakan produksi utama dari tanaman tersebut. Para petani menjual gelondong mete tersebut langsung kepada pengepul dengan harga kurang lebih Rp 25.000 per kg dengan keuntungan yang diperoleh sekitar Rp 2000 sampai Rp 5.000. Komoditas jambu mete inilah yang dijadikan sumber penghasilan oleh mayoritas masyarakat di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Indentifikasi Permasalahan, Kekuatan, Peluang dan Ancaman Yang Dihadapi Petani Mete Di Desa Rejosari Kecamatan Jatisrono Karakteristik perekonomian Wonogiri adalah perekonomian agraris, karena sekitar 50% perekonomian masih disumbang oleh sektor pertanian. Sebagai sektor utama perekonomian,
169
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
sektor pertanian menghadapi berbagai masalah terutama pertumbuhan nilai tambah pada sektor ini yang salah satu penyebabnya adalah semakin menurunnya produksi komoditas utama pertanian. Data menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 8 tahun yaitu tahun 2007 sampai 2013 produksi komoditas tanaman pangan, jagung, ketela pohon, kacang dan gandum menunjukkan penurunan. Disamping itu permasalah yang terkait dengan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah hasil pertanian turut mempengaruhi tingkat kesejahteraan para petani, khususnya petani Jambu Mete di Desa Rejosari. Budidaya pohon jambu mete sudah belangsung cukup lama di daerah tersebut, namun mayoritas penduduk masyarakat Rejosari hanya memiliki pengetahuan seputar biji mete saja yang dianggap bermanfaat, sementara buahnya hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak sapi. Berikut ini dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang dihadapi para petani Jambu Mete di Desa Rejosari: 1. Sistem panen musiman cenderung menyulitkan petani mengolah bahan baku mete. Dengan bekal keterampilan dan pengetahuan yang minim di bidang pengolahan cenderung menyulitkan para petani ketika masa panen raya jambu mete tiba. Sehingga dengan keterbatasan kemampuan petani, para petani cenderung menjual biji gelondong secara langsung habis di petik dari kebun atau ladang mereka masing-masing. 2. Kondisi tofografis yang gersang dan sulitnya akses jalan
raya, menyebabkan
masyarakat Desa Rejosari jarang memperoleh pembinaan dari segi alih fungsi teknologi pangan untuk menghasilkan inovasi produk olahan. 3. Rendahnya motivasi para petani jambu mete untuk menemukan atau melakukan diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai ekonomi dari komoditas jambu mete. 4. Minimnya prasarana untuk dapat melakukan diversifikasi produk. Ketika musim mete tiba biasanya hasil produksi mete melimbah, namun belum ada inisiatif dari masyarakat untuk mengolah buah jambu mete tersebut sebagai produk pangan sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Masyarakat hanya mengambil gelondong metenya kemudian menunggu pedagang
yang datang membeli atau
mengumpulkan gelondong tersebut kemudian di kupaskan dan digoreng biasa. Sedangkan untuk buah jambu hanya dibuang atau digunakan sebagai makanan kambing. Padahal jika dikaji lebih jauh buah semu jambu mete mempunyai potensi ekonomi yang cukup tinggi, sehingga dapat diolah menjadi berbagai produk makanan dan minuman yang bisa memberikan nilai tambah bagi petani jambu mete tersebut. Dari berbagai informasi di
170
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
lapangan yang diperoleh melalui survey dan wawancara maka dapat disusun suatu analisis SWOT untuk melihat potensi pengembangan produk jambu mete. Tabel 4. Analisis SWOT FAKTOR INTERNAL Kekuatan (Strengths atau S)
FAKTOR EKSTERNAL Peluang (Opportunities atau O)
a) Tersedianya lahan yang potensial untuk a) Tanaman jambu mete mempunyai nilai penanaman jambu mete
ekonomis tinggi karena hampir semua
b) Setiap rumah di desa Rejosari memiliki pohon jambu mete c) Ketersediaan
b) Buah jambu mete merupakan salah satu
jambu
mete
yang
melimpah khususnya ketika panen raya d) Tanaman
Jambu
bagiannya dapat dimanfaat
mete
sumber vitamin dan mineral dan kadar vitamin C nya cukup tinggi
termasuk c) Buah Jambu Mete bisa diolah menjadi
tanaman yang cepat tumbuh dan tahan
produk makanan yang memiliki nilai jual
terhadap tanah yang kering
tinggi
e) Tanaman tanaman
Jambu
mete
yang
mudah
pemeliharaannya
termasuk d) Kacang mete merupakan komoditas dalam
dan
pertanian andalan Kabupaten Wonogiri
tidak e) Pemberdayaan masyarakat khususnya ibu-
membutuhkan biaya yang besar f) Ketersediaan SDM yang melimpah
ibu rumah tangga dengan memanfaatkan sumber daya lokal
karena mayoritas masyarakat berprofesi sebagai petani Kelemahan (Weaknesses atau W) a) Kurangnya motivasi masyarakat untuk meningkatkan nilai ekonomis dari Buah Jambu Mete b) Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai diversifikasi produk atau
Ancaman (Threats atau T) a) Sudah bermunculan produk olahan makanan jambu mete dari daerah lain b) Makin pesatnya produk-produk impor dari berbagai negara yang masuk ke pasar domestik
pengolahan pangan c) Minimnya prasarana untuk dapat melakukan diversifikasi produk d) Kondisi topografi yang gersang serta sulitnya akses jalan raya e) Lokasi Desa Rejosari yang cukup jauh 171
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
dari pusat kota f) Ketersediaan bahan baku berupa Jambu Mete sangat dipengaruhi oleh musim g) Peralatan dalam pengolahan kacang mete yang masih bersifat tradisional h) Pemasaran belum dilakukan secara mandiri melainkan melalui tengkulak
Dari analisis SWOT terlihat bahwa permasalahan dari faktor internal cukup mendominasi dibandingkan faktor eksternal. Di lain pihak kekuatan internal juga cukup banyak sehingga potensi pengembangan produk untuk meningkatkan nilai ekonomis dari komoditas jambu mete cukup besar. Kurangnya
motivasi dan pengetahuan masyarakat
khususnya para petani mete mengenai diversifikasi produk adalah masalah krusial yang dihadapi. Tingkat pendidikan formal, akan sangat terkait dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin banyak pula pengetahuan yang dikuasainya. Semakin banyak pengetahuan, maka semakin mudah bagi seseorang untuk memahami berbagai informasi baru yang disampaikan. Sejauh ini sikap petani dalam menyerap informasi baru yaitu melihat dari sisi kebermanfaatan kegiatan tersebut. Apabila kegiatan yang dilakukan dinilai bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan petani, maka petani akan tersugesti melakukan kegiatan tersebut. Disamping itu letak georafis yang cukup jauh dari pusat kota serta akses jalanan yang menanjak menyebabkan daerah tersebut jarang memperoleh
pembinaan
dari
segi alih
fungsi
teknologi pangan untuk menghasilkan inovasi produk makanan olahan. Grand Strategy Pengembangan Melalui Diversifikasi Produk Berdasarkan analisis kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman maka dapat dirumuskan grand strategi yaitu sebagai berikut: 1. Mengembangkan kemampuan sumber daya manusia dalam mengolah lahan pertanian dan hasil petanian 2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai diversifikasi produk dan bagaimana diversifikasi produk dilakukan
172
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
3. Menumbuhkan minat masyarakat atau memotivasi masyarakat dengan menjelaskan manfaat-manfaat yang diperoleh dari kegiatan diversifikasi produk 4. Melakukan pelatihan kepada masyarakat tentang bagaimana mengolah buah semu jambu mete yang sebelumnya tidak dimanfaatkan bisa menghasilkan produk makanan olahan yang benilai jual 5. Melakukan inkubasi bisnis dengan melakukan pendampingan kepada masyarakat 6. Meningkatkan produksi panen jambu mete dengan mempertahankan kualitas yang baik melalui pemeliharaan tanaman 7. Menonjolkan cirikhas hasil pertanian jambu mete Kabupaten Wonogiri dibandingkan daerah lain 8. Menjaga komoditas kacang mete tetap menjadi produk unggulan Kabupaten Wonogiri
Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang tersedia maka strategi yang ditempuh adalah melalui diversifikasi produk. Adapun produk yang bisa dihasilkan dari buah semu jambu mete yaitu dengan mengolahnya menjadi Abon Jambu Mete dan Sirup Jambu Mete. Tahapan diversivikasi produk buah semu jambu mete menjadi makanan Abon dan Sirup dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1: Diagram Pembuatan Abon Jambu Mete
Buah Jambu Mete
Dihaluskan/ diDiblender
Bumbu Halus
Ditumis
Ambil seratnya atau ampasnya
Dicampur
Airnya disisihkan
Diaduk Sampai Kering
Santan + gula
ABON JAMBU METE
173
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
Disamping serat atau daging buah dari jambu mete yang bisa diolah menjadi makanan Abon, air atau sari dari buah tersebut juga bisa digunakan untuk membuat Sirup Jambu Mete dengan cita rasa yang khas. Dengan demikian tidak ada limbah yang terbuang dengan sia-sia melainkan semua dimanfaatkan sehingga menghasilkan produk makanan olahan yang bisa dikonsumsi oleh para petani atau dijual. Adapun langkah-langkah pembuatan sirup jambu mete dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 2. Diagram Pembuatan Sirup Jambu Mete Air/ Sari Buah
Dimasak Sampai Mendidih
Gula
Dicampur/ Diaduk-aduk
Dimasak Kurang lebih 2 jam
SIRUP BUAH JAMBU METE
Potensi Nilai Tambah Dari Pengolahan Buah Semu Jambu Mete Pada tanaman jambu mete bagian yang dipanen adalah buahnya yang terdiri dari buah sejati yaitu biji atau gelondong dan buah semu. Dari buah sejati setelah melalui proses pengupasan baik secara manual maupun semi mekanis akan menghasilkan kacang mete, kulit ari dan kulit biji mete. Produk yang biasa dijual oleh para petani adalah kacang mete sementara untuk kulit ari dan kulit biji mete merupakan limbah yang biasanya tidak dimanfaatkan. Penjualan mete oleh para petani sebagian besar masih dalam bentuk gelondongan sehingga mengakibatkan kehilangan peluang untuk mendapatkan nilai tambah ekonomi. Begitu juga dengan buah semu yang biasanya hanya digunakan untuk pakan ternak atau dibuang begitu saja. Sementara potensi nilai tambah dapat diperoleh dari pengolahan buah semu yang menghasilkan makanan dan minuman abon dan sirup. Ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh masyarakat dengan memanfaatkan buah semu jambu mete 174
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
menjadi makanan olahan berupa Abon dan Sirup. Manfaat yang bisa diambil yaitu makanan olahan tersebut bisa dikonsumsi sendiri oleh masyarakat ataupun dijual sebagai oleh-oleh khas Kabupaten Wonogiri. Produk olahan Abon dan sirup Jambu mete memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai produk makanan olahan basis unggulan dari Kabupaten Wonogiri. Potensi tersebut didukung oleh ketersediaan bahan baku yang melimpah terutama ketika musim panen tiba. Cara pembuatannya pun cukup sederhana dan tidak membutuhkan teknologi ataupun peralatan yang sulit. Adapun kualitas produk olahan ditentukan oleh proses pengolahannya, seperti dalam pembuatan sirup dibutuhkan waktu minimal 2 jam untuk memasak sari buah Jambu Mete. Lamanya proses pemasakan menentukan ketahanan dari sirup yang dihasilkan. Sementara jika dilihat dari nilai ekonomi, produk olahan buah semu jambu mete tentu memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan ketika hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau dibuang dan dibiarkan membusuk. Disamping itu produk olahan tersebut memiliki nilai jual yang tinggi karena memiliki cita rasa yang khas. Seperti yang diungkapkan Hermawan (2015) bahwa dampak positif dengan menerapkan diversifikasi produk adalah dapat meningkatkan jumlah penjualan, dapat menjaga mutu produk dan produk dapat tahan lebih lama yang pada akhirnya dapat meningkatkan profitabilitas. Dengan demikian masyarakat khususnya para petani mete mempunyai dua keuntungan yaitu tidak hanya menjual bijinya menjadi kacang mete namun juga bisa menjual produk olahan dari buah semu jambu mete. Apabila pengolahan buah semu jambu mete bisa berkembang menjadi suatu industri kecil, dampak positifnya adalah dapat menyerap tenaga kerja khususnya ibu-ibu rumah tangga di pedesaan. Dengan demikian kegiatan tersebut juga mampu memberdayakan perempuan yang akhirnya dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Listyadi dan Bedy (2011) yang mengungkapkan bahwa peningkatan nilai tambah jambu mete dapat menambah pendapatan petani, langkah ini juga akan membuka kesempatan kerja baru di pedesaan. Ani dkk (2013) dalam penelitiannya juga mengungkapkan kajian diversifikasi dapat menumbuhkan kelompok usaha produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat.
175
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan kajian yang telah dilakukan dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Potensi pengembangan produk makanan olahan buah semu jambu mete menjadi basis unggulan Kabupaten Wonogiri cukup besar karena ditunjang oleh ketersediaan bahan baku dan SDM khususnya ibu-ibu rumah tangga. Disamping itu kacang mete merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Wonogiri sehingga pemanfaatan buah semu jambu mete menjadi makanan olahan bisa menjadi oleh-oleh ciri khas daerah tersebut. 2) Berdasarkan identifikasi permasalahan, kekuatan, peluang dan ancaman diketahui bahwa persoalan-persoalan faktor internal lebih mendominasi daripada faktor eksternal. Permasalahan yang krusial adalah kurangnya pengetahuan masyarakat setempat mengenai diversifikasi produk sehingga belum mampu memanfaatkan potensi nilai tambah dari komoditas jambu mete. 3) Dari analisis SWOT terbentuklah beberapa rancangan strategi salah satunya dengan pengembangan produk atau diversifikasi produk dengan memanfaatkan buah semu jambu mete menjadi makanan olahan abon dan sirup. Melalui kegiatan tersebut dampak positifnya yaitu dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Ani, Susi Wuri dkk. (2013). Pengembangan Desa Wisata Rumah Dome Berbasis groindustri Pangan Lokal (Kajian Diversifikasi Ketela Pohon di Desa Wisata Rumah Dome Prambanan). Jurnal Agriekonomika. Vol 2, No.2. Douglas,E.J (1993). Managerial Economic: Analysis and Strategy. Prentice-Hall. New Jersey, pp. 69-104 Elizabeth, Rossganda. (2011). Strategi Pencapaian Diversifikasi dan Kemandirian Pangan: Antara Harapan dan Kenyataan. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan, Vol. 6, No.2. Fitriani., Sarono., & Widodo. Y. R. (2011). Tingkat Adopsi terhadap Diversifikasi Pangan Berbasis Jagung pada Organisasi Kelompok Masyarakat di Propinsi Lampung. Jurnal Agribisnis Politeknik Negeri Lampung Volume 24, No. 1. Hermawan, Lucius. (2015). Strategi Diversifikasi Produk Pangan Olahan Tahu Khas Kota Kediri. Jurnal JIBEKA. Vol.9 No. 2 Agustus 2015.
176
13 April 2016, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper PEMBERDAYAAN SEKTOR RIIL MELALUI PENGEMBANGAN KEUANGAN INKLUSIF
Hanani AR, Nuhfil. (2009) Diversifikasi Konsumsi Pangan, Diakses pada tanggal 20 Maret 2016 dari http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/8diversifikasi-konsumsi-pangan8.pdf. Jafar, Nurhaedar. (2012). Diversifikasi Konsumsi dan Ketahanan Pangan Masyarakat. Diakses pada tanggan 30 Maret 2016 dari www.repository.unhas.ac.id/ Listyati dan Bedy Sudjarmoko. (2011). Nilai Tambah Ekonomi Pengolahan Jambu Mete Indonesia. Buletin RISTI Vol 2 2011. Marsigit, W. (2010). Pengembangan Diversifikasi Produk Pangan Olahan Lokal Bengkulu untuk Menunjang Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Jurnal Agritech, Vol. 30, No. 4, November 2010. Suyastiri, Ni Made. (2008). Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan Di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 13, No. 01. Tjiptono, Fandy. (1997). Strategi Pemasaran. Penerbit: ANDI. Yogyakarta. Wardhani, Ratna Mustika dkk. (2010). Peningkatan Pendapatan Masyarakat Melalui Diversifikasi Produk Olahan Ikan. Jurnal Argitek Vol 11, No.2. ------------ (2015). Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2015-2019. Diakses pada tanggal 25 Maret 2016 dari http://www.pertanian.go.id/file/RENSTRA_2015-2019.pdf ------------ (2011). Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (ILPPD) Kabupaten Wonogiri Tahun 2011 Kepada Masyarakat. Diakses pada tangga 25 Maret 2016 dari http://www.wonogirikab.go.id/
177