ANALISIS KELIMPAHAN DAN KERAGAMAN MIKROALGA DI KOLAM STABILISASI INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH BERDASARKAN ANALISIS BIOLOGI KONVENSIONAL DAN MOLEKULER (STUDI KASUS : IPAL BOJONGSOANG) ABUNDANCE AND DIVERSITY ANALYSIS OF MICROALGAE FROM STABILIZATION PONDS OF WASTEWATER TREATMENT PLANT BASED ON CONVENTIONAL BIOLOGICAL AND MOLECULAR APPROACHING (CASE STUDY : BOJONGSOANG WWTP) Rifka Fadilah1 dan Herto Dwi Ariesyady 2 1
Program Studi Magister Teknik Lingkungan, 1,2 Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, 1,2 Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10, 40132, Bandung, Jawa Barat, Indonesia Email :
[email protected],
[email protected] Abstrak : Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bojongsoang merupakan salah satu divisi kegiatan di bawah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung. Kolam pengolahan di IPAL Bojongsoang memiliki tiga tahap proses (anaerobik, fakultatif, dan maturasi). Jumlah nutrisi yang melimpah sebagai hasil dari dekomposisi limbah akan meningkatkan jumlah populasi mikroalga yang terdapat dalam kolam pengolahan tersebut, sehingga menyebabkan ledakan populasi mikroalga. Populasi alga yang melimpah di kolam efluen suatu IPAL dapat menurunkan efisiensi pengolahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis mikroalga yang tumbuh dan kondisi fisika kimia perairan yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroalga tersebut. Pengukuran parameter fisika kimia kolam stabilisasi set 1B menunjukkan perbedaan karakteristik baik secara horizontal maupun vertikal. Hasil identifikasi secara morfologi menunjukkan kolam stabilisasi IPAL Bojongsoang set 1B didominasi oleh Cyanobacteria dan Chlorophyta. Indeks keanekaragaman (H’) pada semua titik berada pada kisaran 1 sampai 3, yang berarti tingkat keanekaragaman sedang dan indeks kesamaan (S) menunjukkan angka diatas 50% yang berarti bahwa komunitas mikroalga adalah sama. Hasil perhitungan nilai penting menunjukkan bahwa ketiga kolam didominasi oleh genus Synechococcus, Chroococcus, Mycrocystis, dan Chlorella yang tersebar cukup merata pada ketiganya. Perbedaan karakteristik perairan secara vertikal mempengaruhi total kelimpahan, namun tidak terlalu berpengaruh pada keragaman mikroalga yang ada didalamnya. Hasil analisis molekuler menggunakan pewarna DAPI dilactate (4’,6’ Diamino-2-Phenylindole) menunjukkan bahwa genus Spirulina hanya terdapat dikolam Fakultatif 1B (F 1B) dan Maturasi 1B (M 1B), tidak terdapat di kolam Anaerobik 1B (AN 1B) dan jumlah selnya menurun seiring meningkatnya kedalaman kolam. Kata Kunci : IPAL, mikroalga, algal blooming, keragaman, kelimpahan, DAPI Abstract : Bojongsoang Wastewater Treatment Plant (WWTP), activities under PDAM Kota Bandung has three treatment ponds (anaerobic, facultative, and maturation). Abundant amount of nutrients as the results of waste decomposition will increase the number of microalgae populations present in those ponds (algal blooming). In terms of wastewater treatment pond system, algal blooming can decrease the efficiency of wastewater treatment. This study aims to determine the abundance and diversity of microalge and chemical physical conditions of the water as limiting factors of microalgae growth. Measurement of physical and chemical parameters of stabilization ponds set 1B showed characteristic differences both horizontally and vertically. The identification results showed that WWTP Bojongsoang’s stabilization ponds set 1B was dominated by Cyanobacteria and Chlorophyta. Index of Diversity (H ') from all sampling points at about 1 to 3, which means moderate levels of diversity and index of similarity (S) showed values above 50% which means that samples were taken from the same community. Calculation of critical value indicated that all ponds was dominated by the genus Synechococcus, Chroococcus, Mycrocystis, and Chlorella which were spread fairly. Differences of waters characteristics vertically affected the abundance of microalgae, but had little influence on the diversity of microalgae. The results of molecular analysis using DAPI dilactate (4 ', 6'-Diamino-2 Phenylindole) dye
51
indicated that Spirulina sp only existed in Facultative 1B (F 1B) and Maturation 1B (M 1B) ponds and the number of cells decreased with increasing depth of ponds. Key words : WWTP, microalgae, algal blooming, abundance, diversity, DAPI
PENDAHULUAN Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Bojongsoang merupakan suatu divisi kegiatan di bawah Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung, yang berfungsi mengelola air kotor dari wilayah Kota Bandung. Air kotor yang diolah oleh IPAL Bojongsoang adalah berbagai sumber buangan domestik namun tidak termasuk air buangan industri. Proses pengolahan yang dilakukan meliputi proses fisik secara mekanis dan 3 (tiga) tahap proses biologis pada kolam stabilisasi, yaitu proses anaerobik, fakultatif, dan maturasi. Limbah domestik mengandung bahan organik yang kompleks yang bersumber dari kegiatan manusia seperti urin dan tinja. Limbah domestik biasanya terdiri dari protein, karbohidrat, minyak dan lemak. Hasil dekomposisi senyawa-senyawa tersebut pada kolam anaerob menjadi sumber nutrisi bagi kehidupan mikroorganisme seperti mikroalga dalam kolam pengolahan berikutnya. Jumlah nutrisi yang melimpah tersebut akan meningkatkan jumlah populasi mikroalga yang ada dalam kolam pengolahan tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya ledakan populasi alga atau disebut juga algal blooming. Jika ditinjau dari segi pengolahan limbah dalam sistem kolam, keberadaan algal blooming tersebut tidak diinginkan karena dapat menurunkan efisiensi pengolahan air limbah. Populasi alga yang melimpah di kolam efluen suatu IPAL merupakan indikasi bahwa IPAL tersebut kelebihan muatan (overloaded) dan tingkat nutrisinya tidak sesuai secara biologis. Di sisi lain, jika dilakukan modifikasi secara sederhana, misalnya dengan inaktivasi dan immobilisasi, biomassa konsorsium mikroalga tersebut potensial dioptimalkan sebagai biomaterial penyerap logam berat yang kompetitif dan ramah lingkungan. Investigasi terhadap kemampuan sorpsi konsorsium mikroalga dari IPAL Bojongsoang juga telah dilakukan pada studi terdahulu (Kurniasih et al., 2011). Diperoleh hasil menarik berupa profil karakter sorpsi yang kompetitif dari biomassa mikroalga algal blooming tersebut. Akan tetapi, potensi yang sangat besar dari pemanfaatan konsorsium mikroalga ini masih terkendala oleh belum tersedianya informasi mengenai profil keragaman dan kelimpahannya. Informasi tersebut diperlukan untuk memahami mekanisme sorpsi yang terjadi pada setiap mikroorganisme yang terdapat di dalam konsorsium beserta interaksinya. Oleh karena itu, studi lebih lanjut diperlukan untuk memperoleh profil keragaman dan kelimpahan konsorsium bakteri dan mikroalga di kolam stabilisasi IPAL Bojongsoang serta mengoptimasi penggunaannya sebagai biomaterial penyerap limbah logam berat. Penelitian ini memberikan outcome berupa tersedianya profil diversitas mikroalga yang tumbuh dan kondisi fisika kimia perairan yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan mikroalga tersebut Selain secara morfologis, identifikasi mikroalga juga dilakukan secara molekular dengan menggunakan teknik Fluorescent In Situ Hybridization (FISH). Teknik ini dapat memungkinkan kita untuk menentukan lokasi fisik sekuen DNA di dalam kromosom dengan tepat, tanpa harus melakukan isolasi DNA terlebih dahulu dengan merusak sel (Devi et al., 2005). Bila probe ini digabungkan dengan penanda fluoresen, organisme target dapat dengan mudah diidentifikasi. FISH memungkinkan deteksi cepat spesies yang berbeda atau strain (Amann, 1995). Teknik ini telah berhasil diterapkan untuk mendeteksi alga berbahaya (Miller dan Scholin, 1996) dan kelas alga (Eller et al., 2007) serta hirarki taksonomi lainnya. Kisaran aplikasi probe ini meluas dari mulai untuk menjawab pertanyaan seperti komposisi spesies ekologi dan untuk pengembangan sistem peringatan dini ledakan alga berbahaya (harmful algal blooming) dengan menggunakan probe untuk spesies yang beracun.
52
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dalam kurun waktu 10 bulan dimulai pada bulan September 2012. Pengambilan sampel bertempat di kawasan IPAL Bojongsoang kolam stabilisasi set 1B, yang terdiri dari kolam Anaerobik 1B (AN 1B), Fakultatif 1B (F 1B), dan Maturasi 1B (M 1B) seperti pada Gambar 1. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Hygiene Industri dan Laboratorium Kualitas Air, Teknik Lingkungan ITB, serta Laboratorium Mikrobiologi, LIPI Cibinong.
Gambar 1. Denah Lokasi Penelitian Pencuplikan Sampel dan Pengukuran Kualitas Air Pengukuran kualitas air dilakukan baik secara insitu maupun melalui analisis di laboratorium. Pencuplikan sampel dilakukan pagi hari setiap 2 minggu sekali selama 7 kali, dengan menggunakan La motte water sampler. Pada masing-masing kolam penelitian ditetapkan 3 titik pencuplikan, yaitu bagian inlet (In), bagian tengah (T), dan bagian outlet (Out). Dengan variasi vertikal yang dikompositkan untuk analisis parameter kimia air dan tanpa dikompositkan untuk pengamatan sel mikroalga. Parameter kualitas air yang diukur, lokasi pengukuran, dan metode yang digunakan disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Parameter kualitas air, lokasi pengukuran dan metode yang digunakan. Parameter Kualitas Air Kecerahan perairan Derajat keasaman (pH) Konsentrasi oksigen terlarut (DO) Daya hantar listrik (DHL) Amonia Nitrit Nitrat Total Fosfat (Total P)
Lokasi Pengukuran Insitu Insitu Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium
Alat Ukur/ Metode Keping Secchie pH meter DO meter Konduktometer Spektrofotometri (AWWA, 1998) Spektrofotometri (AWWA, 1998) Spektrofotometri (AWWA, 1998) Spektrofotometri (AWWA, 1998)
Analisis Kelimpahan & Keragaman Mikroalga Secara Morfologis Sampel dipresipitasi menggunakan lugol dengan rasio 10: 1. Sampel hasil presipitasi diidentifikasi menggunakan mikroskop binokuler dan buku panduan identifikasi. Penghitungan kelimpahan sel mikroalga dilakukan dengan menggunakan kamar hitung Haemocytometer Neubauer Improved (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Setelah itu ditentukan nilai penting sampel mikroalga, indeks keanekaragaman (Magurran, 1987), dan indeks kesamaan menggunakan Indeks Sorensen (1948) dalam Odum (1993). Analisis Kelimpahan & Keragaman Mikroalga Secara Molekuler Probe yang digunakan terdiri dari 6 macam probe dengan penanda Cy-3. Empat diantaranya merupakan probe yang urutan basanya telah dipublikasikan, yaitu EUB 338 5’GCTGCCTCCCGTAGGAGT-3’, EUB 338 II 5’-GCAGCCACCCGTAGGTGT-3’ dan EUB III 5’-GCTGCCACCCGTAGGTGT-3’ yang mengenali semua jenis eubakteria serta CYA 5’53
GGAATTCCCTCTGCCCC-3’ yang mengenali semua spesies dari divisi Cyanophyta. Selain itu, digunakan pula probe yang didesain berdasarkan urutan basa hasil analisis Denaturating Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) pada penelitian sebelumnya, yaitu PB 114 5’CCTTACGTCCTGGGCTACAC-3’ dan C 519 5’- TAAAGCGTCCGTAGGTGGTG 3’. Konsentrasi probe yang digunakan sebagai working probe adalah 250 ng/µl (dimodifikasi dari Tobe et al., 2010). Sedangkan konsentrasi DAPI untuk pengerjaan adalah 25 mg/µl. Sampel diinkubasi terlebih dahulu selama semalam menggunakan 4% Paraformaldehida sebanyak jumlah sampel, kemudian dibilas menggunakan larutan PBS 1X sebanyak 3 kali. Untuk penyimpanan, sampel dilarutkan dalam larutan PBS 1X dan Etanol 99.5% dengan rasio yang sama dan disimpan pada suhu -20oC. Sebelum digunakan sampel hasil fiksasi di vortex terlebih dahulu. Sampel yang telah difiksasi didehidrasi dengan serial konsentrasi Etanol (50% > 80% > 95% > 50% > 80%) masing-masing selama 3 menit. Hibridisasi dilakukan dengan menggunakan larutan buffer hibridisasi FA 20% yang telah dicampur probe dengan rasio 8 : 1. Hibridisasi dilakukan dalam ruang gelap selama 3 jam pada suhu 46oC. Untuk menjaga kelembaban selama proses hibridisasi, slide kaca dimasukkan kedalam tabung polietilen yang didalamnya sudah dialas dengan blotting paper yang dibasahi oleh larutan buffer hibridisasi yang sama. Proses pencucian dengan larutan washing buffer dilakukan setelah hibridisasi selesai. Untuk warna pembanding, slide dilapisi dengan 15 µl larutan DAPI dalam suasana gelap. Sebelum ditutup dengan cover glass, slide juga dilapisi dengan mounting medium untuk mencegah probe tereksitasi apabila terkena cahaya. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluoresen NIKON OPTIHOT-2 dan kamera digital NIKON COOLPIX-995.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Parameter Kualitas Air Secara Insitu Nilai kecerahan ketiga kolam sangat rendah berkisar antara 1,5 ± 1,03 cm sampai 4 ± 1,07 cm. Menurut Arthington (2006), suatu perairan termasuk kategori keruh apabila nilai kecerahannya 0.25 sampai 1 m. Kolam AN 1B memiliki tingkat kekeruhan tertinggi. Kekeruhan terjadi karena biomassa mikroalga meningkat cepat dengan tersedianya faktorfaktor pertumbuhan seperti nutrisi yang berasal dari hasil dekomposisi limbah domestik dan cahaya matahari yang berkecukupan. Temperatur ketiga kolam penelitian berkisar antara 28.13 ± 1.22 oC sampai 31.05 ± 4.89 oC, bergantung pada cuaca pada saat itu dan lokasi kolam tersebut. Secara keseluruhan, nilai kisaran temperatur tersebut adalah normal bagi pertumbuhan mikroalga. Menurut Reynolds (1982) dalam Kawaroe (2010) dikatakan bahwa kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan mikroalga adalah 25 oC – 40 oC. Berdasarkan hasil pengukuran nilai pH, didapatkan bahwa kolam AN 1B memiliki kisaran pH yang lebih rendah dari kolam F 1B dan M 1B, yaitu berkisar antara 5.33 ± 1.47 sampai 6.11 ± 1.96. Sedangkan kolam F 1B dan M 1B memiliki nilai pH yang berkisar antara 6.81 ± 1.9 sampai 8.02 ± 1.94. Berdasarkan hasil pengujian statistik menggunakan uji-t, nilai pH pada kolam M 1B tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap kolam F 1B (p value > 0.05), namun baik kolam M 1B maupun F 1B memiliki nilai pH yang lebih besar dibanding kolam AN 1B (p value < 0.05). Pada kolam anerobik terdapat fase non-metanogenik dimana bahan organik terlarut dibentuk menjadi asam organik, alkohol, amonia, sulfida, hidrogen, CO2 dan air oleh bakteri pembentuk asam sehingga menurunkan nilai pH. Sedangkan, pada kolam F 1B dan M 1B, nilai pH mengalami peningkatan, dikarenakan adanya proses fotosintesis mikroalga yang menyerap CO2 terlarut dalam air. Penurunan konsentrasi CO2 tersebut akan meningkatkan nilai pH air (Amengual, 2011). Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut (DO) berkisar antara 2.36 ± 1.69 mg/l di kolam AN 1B sampai 10.91 ± 2.16 mg/l di kolam F 1B. Nilai DO pada kolam F 1B dan M 1B relatif lebih tinggi dari pada kolam AN 1B, hal tersebut dikarenakan adanya proses 54
fotosintesis oleh organisme fotosintetik pada kedua kolam tersebut yang menghasilkan oksigen dan penurunan beban pencemaran yang membutuhkan oksigen dalam setiap reaksi kimia. Berdasarkan hasil pengujian statistik menggunakan uji-t, kolam M 1B dan F 1B tidak memiliki nilai DO yang berbeda nyata (p value > 0.05), namun keduanya memiliki nilai DO yang lebih besar dibanding kolam AN 1B (p value < 0.05). Konduktivitas atau Daya Hantar Listrik (DHL) menunjukkan kemampuan air dalam menghantar arus listrik disebabkan karena adanya mineral dalam air yang terlarut dalam air yang terionisasi. Berdasarkan hasil pengujian statistik menggunakan uji-t, ketiga kolam memiliki nilai DHL yang berbeda nyata (p value < 0.05), dimana kolam AN 1B memiliki nilai DHL maksimum (520.65 ± 77.07 µS/cm), kemudian kolam F 1B dan nilai DHL minimum berada pada kolam M 1B (346.7 ± 27.66 µS/cm). Pengukuran Unsur Hara dalam Air Senyawa N-organik dalam limbah domestik akan terurai oleh mikroorganisme membentuk senyawa amonia (NH3), dan dalam pH rendah (suasana asam) senyawa amonia berubah menjadi amonium (NH4+). Pada Gambar 2, konsentrasi senyawa amonia cenderung mengalami penurunan dari mulai titik inlet kolam AN 1B hingga ke titik outlet kolam M 1B, dikarenakan kolam AN 1B memiliki suasana yang lebih asam. Berdasarkan hasil pengujian statistik menggunakan uji-t, ketiga kolam memiliki konsentrasi amonia yang berbeda nyata (p value < 0.05). Hal tersebut membuktikan adanya penurunan konsentrasi yang signifikan dari kolam AN 1B hingga kolam M 1B. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses paling penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung secara aerob (Effendi, 2003). Pada Gambar 2, senyawa nitrit cenderung mengalami peningkatan dari mulai titik inlet kolam AN 1B hingga ke titik outlet kolam M 1B, dikarenakan proses nitrifikasi dapat berlangsung di suasana aerob, dimana terdapat peningkatan konsentrasi oksigen pada kolam F 1B dan M 1B. Hasil pengujian statistik menggunakan uji-t menunjukkan bahwa kolam AN 1B dan kolam F 1B memiliki konsentrasi nitrit yang hampir sama (p value > 0.05), namun kolam M 1B memiliki konsentrasi yang berbeda nyata atau lebih besar jika dibandingkan dengan kolam A 1B dan F 1B (p value < 0.05). b. Profil Konsentrasi Nitrit
10 8 6 4 2 0
Nitrit, mg/L
Amonia, mg /L
a. Profil Konsentrasi Amonia
In
T Out In
M Out In
Anaerobik 1B Fakultatif 1B
M Out
0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 In
Maturasi 1B
T Out In
M Out In
M Out
Anaerobik 1B Fakultatif 1B Maturasi 1B
Gambar 2. Profil rerata konsentrasi amonia dan nitrit kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien bagi pertumbuhan tanaman air dan alga. Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi senyawa nitrat cenderung stabil dan tidak terdapat penurunan maupun peningkatan yang signifikan (Gambar 3). Hal tersebut sesuai dengan hasil pengujian statistik menggunakan uji-t yang menunjukkan bahwa perbandingan ketiga kolam menghasilkan p value > 0.05, yang berarti bahwa konsentrasi nitrat pada ketiga kolam hampir sama atau tidak berbeda nyata. Pada Gambar 3, Konsentrasi ortofosfat maksimum berdasarkan pengukuran insitu berada di kolam AN 1B (8.17 ± 0.08 mg/l) dan minimum berada di kolam F 1B (0.49 ± 0.13 55
mg/l). Berdasarkan hasil pengujian statistik menggunakan uji-t, konsentrasi ortofosfat kolam AN 1B berbeda nyata dengan kolam F 1B dan M 1B (p value < 0.05) yang mengindikasikan adanya penurunan yang signifikan. Namun konsentrasi ortofosfat di kolam F 1B hampir sama dengan kolam M 1B (p value > 0.05). Penyerapan ortofosfat juga berkorelasi langsung dengan kehadiran mikroalga, sejumlah ion dalam air, serta keberadaan makronutrien dan senyawa organik (Wetzel, 2001 dalam Anisa, 2005). a. Profil Konsentrasi Nitrat
b. Profil Konsentrasi Total Fosfat 10,00 Total P, mg/L
NItrat, mg/L
0,8 0,6 0,4 0,2 0
8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
In
T Out In
M Out In
M Out
In
Anaerobik 1B Fakultatif 1B Maturasi 1B
T Out In
T Out In
T Out
Anaerobik 1B Fakultatif 1B Maturasi 1 B
Gambar 3. Profil rerata konsentrasi nitrat dan total fosfat kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang. Hubungan Variasi Kedalaman Kolam dengan Kualitas Air dan Kelimpahan Mikroalga Menurut Effendi (2003), stratifikasi vertikal kolom air pada perairan tergenang diakibatkan oleh intensitas cahaya yang masuk ke perairan. Penurunan intensitas cahaya menyebabkan penurunan temperatur perairan, sehingga konsentrasi oksigen terlarut pun ikut berkurang dan nilai PH menurun. Produksi H2S oleh bakteri pereduksi sulfat didasar kolam juga menyebabkan penurunan nilai pH. Sebaliknya, nilai konduktivitas yang menggambarkan konsentrasi zat terlarut dalam air justru mengalami peningkatan dikarenakan adanya sel bakteri dan alga yang mati serta padatan lainnya mengendap di dasar kolam untuk didekomposisi secara anaerob (Gambar 4).
kedalaman F 1B M 1B
F 1B
0,1 m 0,5 m 1m
b. Profil Konsentrasi Oksigen Terlarut
AN 1B
M 1B
0,1 m 0,5 m 1m
AN 1B
kedalaman
a. Profil Nilai pH
0,1 m 1m 2m 0
2
4 6 Nilai pH
8
kedalaman F 1B M 1B AN 1B
kedalaman F 1B M 1B AN 1B
2
4 6 8 Nilai DO, mg/L
10
12
200 300 400 DHL, µS/cm
500
600
d. Profil Nilai DHL
0,1 m 0,5 m 1m 0,1 m 1m 2m 20 30 Temperatur, °C
0,1 m 1m 2m 0
0,1 m 0,5 m 1m
10
0,1 m 0,5 m 1m
10
c. Profil Nilai Temperatur
0
0,1 m 0,5 m 1m
40
0,1 m 0,5 m 1m 0,1 m 0,5 m 1m 0,1 m 1m 2m 0
100
Gambar 4. Profil rerata kualitas fisika air pada variasi kedalaman titik tengah kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang. 56
Berdasarkan uji regresi linier menggunakan tabel Pearson Correlation, variasi kedalaman yang dilakukan tidak memiliki pengaruh terhadap parameter kualitas air dan jumlah sel yang diukur, dikarenakan pengujian menghasilkan angka negatif (-). Namun beberapa parameter kualitas air memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan sel, ditandai dengan hasil uji dengan angka positif (+). Korelasi yang terjadi berbeda pada setiap kolam. Matriks hasil uji regresi linier terhadap interaksi masing-masing variabel penelitian setiap kolam ditampilkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Matriks korelasi antar variabel penelitian berdasarkan uji regresi linier menggunakan Pearson Correlation
Maturasi 1B
Fakultatif 1B
Anaerobik 1B
Kolam
Parameter jumlah sel kedalaman pH DO temperatur DHL jumlah sel kedalaman pH DO temperatur DHL jumlah sel kedalaman pH DO temperatur DHL
jumlah sel + + +
kedalaman -
pH + -
+ -
+ + + +
+ -
+ -
+ + +
DO + + -
+ +
+ + +
+ -
DHL + + -
-
+
+ + + -
+
temperatur + +
+ +
+ -
+ + + + + +
+
*(-) korelasi negatif, tidak ada pengaruh satu variabel terhadap variabel lain **(+) korelasi positif, variabel satu mempengaruhi variabel lain
F 1B AN 1B
kedalaman
M 1B
Berdasarkan tabel diatas, pH dan DHL memiliki korelasi yang positif terhadap kelimpahan mikroalga disetiap kolam. Menurut Senapati (2011), konduktivitas juga memberikan korelasi yang positif terhadap kepadatan fitoplankton terutama dimusim hujan. Dengan adanya stratifikasi cahaya dan pengaruh beberapa parameter kualitas air secara vertikal, maka jumlah sel mikroalga cenderung mengalami penurunan seiring peningkatan kedalaman (Gambar 5). 0,1 m 0,5 m 1m 0,1 m 0,5 m 1m 0,1 m 1m 2m 0
5 10 15 Kelimpahan, sel/ml (x106)
20
25
30
Gambar 5. Profil rerata kelimpahan mikroalga pada variasi kedalaman titik tengah kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang. Analisis Keragaman dan Kelimpahan Mikroalga secara Morfologis dan Molekuler Proses identifikasi mikroalga pada tahap morfologis hanya dilakukan sampai tingkat genus. Keragaman mikroalga di kolam stabilisasi IPAL Bojongsoang set 1B didominasi oleh Divisi Cyanobacteria dan Chlorophyta (Gambar 6). Kedua divisi tersebut ditemukan disetiap kolam karena genus mereka yang cukup umum di beberapa jenis habitat air (Kantachote et al., 57
2009). Spesies alga yang dominan ditentukan oleh beban senyawa organik, dimana alga tersebut mampu mentolerir kondisi anaerob (Amengual, 2011). Oleh karena itu kolam AN 1B memiliki kelimpahan tertinggi. Profil Sebaran Mikroalga AN 1B b. Profil Sebaran Mikroalga F 1B c. Profil Sebaran Mikroalga M 1B 100%
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
90%
jumlah sel, ind/ml (x1000)
jumlah sel, ind/ml (x1000)
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
jumlah sel, ind/ml (x1000)
a.
0,1 1 2 Kedalaman AN 1B, m
80%
Divisi lain
70%
Bacillariophyta - Diatoms Euglenophyta
60% 50% 40% 30%
Chlorophyta
20%
Cyanobacteria
10% 0%
0,1 0,5 1 Kedalaman F 1B, m
0,1
0,5
1
Kedalaman M 1B, m
Gambar 6. Profil sebaran divisi mikroalga kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang. Berdasarkan perhitungan indeks keanekaragaman (H’) pada semua titik berada pada kisaran 1 – 3, yang berarti tingkat keanekaragaman sedang. Berdasarkan hasil pengujian indeks kesamaan (S), komunitas pada ketiga kolam penelitian (AN 1B, F 1B, dan M 1B) diatas 50% menunjukkan bahwa komunitas mikroalga adalah sama. Hasil perhitungan nilai penting menunjukkan bahwa ketiga kolam didominasi oleh genus Synechococcus, Chroococcus, Mycrocystis, dan Chlorella, yang tersebar merata di ketiga kolam. Menurut Mezrioui et al. (1994) dalam Kantachote et al. (2009) beberapa Cyanobacteria seperti Synechococcus dalam IPAL dapat memproduksi senyawa toksik yang dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan bakteri lain. Selain itu terdapat genus lain yang hanya ditemukan di kolam F 1B dan M 1B seperti Spirulina (Gambar 7). a. Ragam Genus Mikroalga Kolam AN 1B b. Ragam Genus Mikroalga Kolam F 1B c. Ragam Genus Mikroalga Kolam M 1B
Phacus Anabaena
Closterium
Phacus
Spirulina
Tetraspora
Cylindrospermosis
Haematococcus
Phacus
Cylindrospermosis
Oscillatoria Haematococcus
Haematococcus
Cylindrospermosis
Tetraspora
Chlorella
Microcystis
Chroococcus
Chroococcus
Microcystis
Chlorella
Synechococcus
Synechococcus 0 20 40 Nilai Penting, %
AN 1B (-0,1 m)
Oscillatoria
Selenastrum
Tetraspora
AN 1B (-1 m)
60 F 1B (-0,1 m)
AN 1B (-2 m)
Spirulina Chroococcus Chlorella Microcystis Synechococcus 0 20 40 60 80 Nilai Penting, % F 1B (-0,5 m) F 1B (-1 m)
0 M 1B 0,1 m
10 20 30 40 50 Nilai Penting, %
M 1B 0,5 m
M 1B 1 m
Gambar 7. Profil keragaman genus mikroalga berdasarkan nilai penting di kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang. Berdasarkan hasil analisis molekuler, probe yang digunakan tidak dapat terhibridasi dengan baik kedalam sel. Pengamatan pada sinyal Cy-3 menghasilkan warna dasar merah dengan visualisasi bentuk sel berwarna putih redup, dimana seharusnya bentuk sel berpendar terang jika terhibridasi dengan baik. Perbandingan visualisasi probe dengan DAPI setelah dikoreksi dengan penambahan kontras warna disajikan pada Gambar 8. a
b
58
O S
Gambar 8. Visualisasi mikroskop fluoresen (200X) ; a) hasil hibridisasi probe CYA 664 filter EX 510-560 sel Oscillatoria sp. (O) dan koloni Spirulina sp. (S), b) hasil pewarnaan DAPI filter EX 330-380 nm pada area yang sama.
Hal tersebut mungkin dikarenakan waktu hibridisasi atau suhu hibridisasi yang kurang sehingga probe tidak masuk dengan sempurna kedalam sel, namun waktu dan suhu hibridisasi yang terlalu tinggi justru dapat menyebabkan ikatan non-spesifik probe terhadap basa yang ada (Töbe et al., 2010). Kemungkinan lain adalah kualitas probe yang tidak sesuai dengan prosedur standar analisis FISH. Selain itu banyak terdapat autoflouresens yang kemungkinan berasal dari material-material lain yang berpigmen, sehingga membuat bias hasil pengamatan. Namun, analisis kuantitatif terhadap sel tetap dapat dilakukan berdasarkan hasil pengamatan pada sinyal DAPI. DAPI tetap dapat mengenali setiap DNA yang ada dalam sel utuh, sehingga keseluruhan bentuk sel yang ada terlihat sempurna, salah satu sel yang tampak jelas adalah Spirulina sp. (Gambar 9). Perhitungan dilakukan dengan menggunakan Persamaan 1. a
c
b
d
L S
Gambar 9. Visualisasi mikroskop fluoresen pada hasil pewarnaan DAPI filter EX 330-380 nm ; a) Synechococcus sp. kolam AN1B (1000 X), b) Spirulina sp. (S) dan Lyngbya sp. (L) kolam F 1B (200X), c) Oscillatoria sp. kolam M 1B (200X), dan d) Tetraspora sp. kolam F 1B (1000X).
......... Persamaan 1
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif secara molekuler terlihat bahwa Spirulina sp. hanya terdapat dikolam F 1B dan M 1B, dimana jumlahnya menurun signifikan (p value < 0.05) seiring dengan peningkatan kedalaman (Gambar 10). Hal tersebut sesuai dengan hasil analisis kuantitatif secara morfologis. Jumlah Sel teridentifikasi sebagai Spirulina sp (x105)
6 4 2 0 0,1 m
1m
2m
Anaerobik 1B
0,1 m 0,5 m
1m
Fakultatif 1B
0,1 m 0,5 m
1m
Maturasi 1B
Gambar 10. Profil jumlah sel yang diidentifikasi sebagai Spirulina sp. berdasarkan Pewarnaan DAPI
KESIMPULAN Kolam Anaerobik 1B (AN 1B), Fakultatif 1B (F 1B), dan Maturasi 1B (M 1B) di IPAL Bojongsoang memiliki karakteristik tertentu berdasarkan faktor fisika (kecerahan, nilai pH, konsentrasi oksigen terlarut, temperatur, konduktivitas) dan kimia (konsentrasi amonia, 59
nitrat, nitrit, total fosfat). Perbedaan karakteristik perairan secara vertikal menjadi faktor pembatas yang mempengaruhi total kelimpahan, namun tidak terlalu berpengaruh pada keragaman mikroalga yang didalamnya, dikarenakan jarak vertikal yang tidak terlalu besar. Mikroalga di kolam stabilisasi set 1B IPAL Bojongsoang didominasi oleh genus Synechococcus, Chroococcus, Mycrocystis, dan Chlorella dengan sebaran cukup merata di setiap kolam penelitian, dengan indeks keragaman sedang dan indeks kesamaan yang menunjukkan komunitas mikroalga yang sama. Analisis molekuler menggunakan teknis FISH memberikan hasil yang kurang baik, dikarenakan probe yang digunakan belum bekerja dengan baik. Namun analisis kuantitatif secara molekuler tetap dapat dilakukan berdasarkan pewarnaan DAPI, dengan memilih salah satu sel yang paling terlihat jelas. Analisis kuantitatif secara molekuler memperkuat hasil analisis kuantitatif secara morfologis yaitu bahwa jenis Spirulina sp. hanya terdapat dikolam F 1B dan M 1B, tidak ada di AN 1B dan kelimpahan mikroalga menurun seiring dengan peningkatan kedalaman kolam. Penelitian lebih lanjut mengenai efisiensi metode FISH terhadap mikroalga dari IPAL Bojongsoang sangat diperlukan. Daftar Pustaka Amann, RI. “In Situ Identification Of Microorganisms By Whole Cell Hybridisation With rRNA-Targeted Nucleic Acid Probes”. In: Akkermans ADL, van Elsas JD, de Bruijn FJ (eds) Molecular microbial ecology manual, 336, p. 1-15 (1995). Amengual-Morro, Caterina., Moyà Niell, Gabriel and Martínez-Taberner, Antoni. “Phytoplankton as Bioindicator for Waste Stabilization Ponds”. Journal of Environmental Management, 30: 1-6 (2011). Annisa. “Respon Chlorella pyrenoidosa terhadap Senyawa Klorporifos”. Tesis, Departemen Biologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung (2005). Arthington AH, Bunn SE, Poff NL., and Naiman, RJ. “The Challenge of Providing Environmental Flow Rules to Sustain River Ecosystems”. Ecol Appl 16: 1311–18 (2006). AWWA, Standard Methods For The Examination of Water and Wastewater, 20th Edition. American Public Health Association, New York, 1998. Devi, J., J. M. Ko, B. B. Seo. “FISH and GISH: Modern Cytogenetic Techniques”. Indian Journal of Biotechnology, 4:307-315 (2005). Effendi, H. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2003. Eller G, Töbe, K., and Medlin, L.K.. “A Set Of Hierarchical FISH Probes For The Haptophyta And A Division Level Probe For The Heterokonta”. Journal of Plankton Research, 29:629-640 (2007). Isnansetyo, A dan Kurniastuty. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton, Penerbit, Kanisius, Yogyakarta, 1995. Kantachote, Duangporn., Dangtago, Kanthasorn., Siriwong, Cherdchan. “Treatment Efficiency in Wastewater Treatment Plant of Hat Yai Municipality by Quantitative Removal of Microbial Indicators”. Songklanakarin J. Sci. Technol, 31 (5) : 567-576 (2009). Kawaroe, M., T. Prartono, Wulan Sari, A. “Fatty Acid Content of Indonesian Aquatic Microalgae.” HAYATI Journal of Biosciences. Vol. 17 No. 4 : pp 196-200 (2010). Kurniasih, Kardena, E., Sulaeman, A., Ariesyady, HD.“Preliminary Characterization of Sorptive Properties of Phytoplanktonic Consortium in Tropical Environment.” Proceedings of the 5th SEATUC Symposium. Hanoi, 24-25th February (2011). Magurran, AE. Ecological Diversity and Its Measurement, Princeton, New Jersey, 1987. Mezrioui, N., Odura, B., Oufdou, K., Hassani, L., Loudiki, M. and Darley, J. “Effect of microalgae growing on wastewater batch culture on Escherichia coli and Vibrio cholerae survival”. Water Science and Technology, 30: 295-302 (1994). Miller, PE., Scholin CA. “Identification Of Cultured Pseudo-Nitzschia (Bacillariophyceae) Using Species Specific LSU rRNA Targeted Fluorescent Probes”. J Phycol, 32:646-655 (1996). Odum, EP. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga, Gajah mada University Press, Yogjakarta, 1993 Senapati , Tarakeshwar ., Ghosh, Subhabrata and Mandal, Tirthankar. “Variation in Phytoplankton Diversity and Its Relation With Physico Chemical Parameters of A Semi Lentic Water Body of Golapbag, West Bengal, India”. International Journal of Current Research, Vol. 3 (7): 053-055 (2011). Töbe, K David Kuli, Donald M. Anderson, Melissa Gladstone, and Linda K. Medlin. ”Detecting Intact Algal Cells with Whole Cell Hybridisation Assays”. Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO, 55: 55-63 (2010).
60