STUDI KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Clzelonia mydas) D l PANGUMBAHAN SUKABUMI. JAWA BARAT
Oleh:
Rian Adhi Segara C64102048
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang bejudul: STUD1 KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Cl~elonia rnydas) D I PANGUMBAHAN SUKABUMI, J A W A BARAT Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Rian Adhi Seg-ara C61402048
RINGKASAN MAN ADHI SEGARA. Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat. Dibimbing oleh NEVIATY PUTRI ZAMAM dan SADDON SILALAHI. Penyu hijau adalah jenis penyu yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Melihat populasinya yang terns menurun, muncul gagman mengenai upaya-upaya yang berkaitan dengan pelestarian penyu hijau. Namun sebelurnnya perlu dilakukan penelitian, salah satunya mengenai karakteristik biofisik pantai peneluran. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan parameter biofisik habitat peneluran penyu hijau di pantai Pangumbahan pada musim timur dan musim barat. Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan September 2006 mewakili data pantai m u s h timur dan bulan Januari 2007 mewakili musim barat. Pantai Pangumbahan terletak di Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Data sekunder dikurnpulkan dari bulan Agustus 2006 sampai bulan Maret 2007. Parameter biofisik yang diukur pada penelitian lapangan diantaranya panjang pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, suhu substrat, tinggi gelombang, kecepatan arus dan kerapatan vegetasi. Data sekunder yang diambil adalah data curah hujan, data pasang surut, data pendaratan penyu hijau dan suhu permukaan laut. Pada parameter fisik diperoleh suhu udara rata-rata musim timur 23,2"C, dan musim barat adalah 24,2"C, dengan suhu udara tahunan rata-rata 24°C. Curah hujan tahunan rata-rata 5,5 mm, dengan curah hujan rata-rata musim timur 0,l mm dan curah hujan rata-rata musim barat 12 mm. Kecepatan angin tahunan rata-rata sekitar 2,6 d s , dengan kecepatan angin rata-rata m u s h timur 3,O d s dan kecepatan angin rata-rata musim barat 3,l d s . Panjang pantai yang terukur sebesar 2.739 m, lebar pantai m u s h timur berkisar 55-105 m dengan rata-rata 75,50 m dan lebar pantai musim barat berkisar 45 m-84 m dengan rata-rata 62,25 m. Kemiringan pantai musim timur berkisar 3,13"-42,18O dengan rata-rata 18,42" dan kemiringan pantai pada musim barat berkisar 47'-50,86O dengan rata-rata 27,06". Suhu substrat musim timur berkisar 23,3OC-28"C, suhu terendah pukul 00.00 dan suhu tertinggi pukul 12.00, suhu substrat musim barat berkisar 30,3OC 34"C, suhu terendah pukul06.00 dan suhu tertinggi pukul 12.00. Ukuran substrat pasir yang mendominasi adalah pasir dengan kisaran 95,88%-97,27%. Suhu permukaan laut musim timur herkisar antara 22OC -27"C, suhu permukaan laut musim barat berkisar antara 28,0°C-30°C. Tinggi gelombang di perairan pantai berkisar 1,6 m-2,l m, dan kecepatan m s 0,15 ds-0,50 d s . Keseluruhan parameter fisik yang diamati masih berada pada kisaran normal sesuai literatur, kecuali suhu permukaan laut yang terukur ekstrim. Pada parameter biologi, luas penutupan biota mati untuk bivalvia sebesar 11,73%, gastropods 2,06% dan rubble 1,35%. Vegetasi yang mendominasi adalah jenis Pandanus tectorius @andan), sedangkan pada beberapa jenis vegetasi terjadi regenerasi yang kurang baik, contohnya pada jenis vegetasi Calophyllum inophyllum (nyamplung). Daerah yang paling potensial bagi lokasi peneluran di Pangumbahan adalah di stasiun 2. Pada periode 2006-2007 jumlah pendaratan di musim barat lebih besar dibandingkan musim timur, ha1 ini diduga dipengaruhi suhu permukaan laut yang ekstrim sepanjang musim timur tahun 2006.
0Hak cipta milik Rian Adhi Segara, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
STUDI KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Cltelonia tnydas) DI PANGUMBAHAN SUKABUMI, JAWA BARAT
Skripsi Sebagai salab satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Pakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh: Rian Adhi Segara (364102043
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PElUKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul
: STUD1 KARAKTERISTIK BIOFISIK HABITAT PENELURAN PENYU HIJAU (Cl~elutriutt1j~r1rr.s)Dl
Nama NRP
: Rian Adhi Segara : C64102048
I'ANGUMBAHAN SUKABUMI, JAWA BARAT
Disetujui, Pembimbing I
Dr. Ir.Neviatv P.Zamani, M.Sc NIP. 131 788 592
Pembimbing 11
Ir. Saddon Silalahi, M.S NIP. 130 350 063
rikanan dan Ilmu Kelautan
Tanggal Lulus : 13 November 2007
KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis panjatkan ke hadiiat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia
mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat". Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besamya kepada :
I. Kedua orang tua,kakak dan adik-adik tercinta atas doa, perhatian dan kasih sayangnya hingga detik ini, semoga Allah SWT selalu merahmati. 2. Dr. Ir. Neviaty P.Zamani, M.Sc dan Ir. Saddon Silalahi, M.S selaku dosen pembimbing yang telah m e m b i i i g penulis dengan penuh kesabaran. 3. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc dan Dr. Ir. Metta N.Natih, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan penyempumaan dalarn skripsi ini. 4. CV. Daya Bhakti yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan penelitian pada lokasi peneluran penyu hijau di Pantai Pangumbahan. 5. Seluruh staf dosen pengajar dan tata usaha di lingkungan Departemen Ilmu
dan Teknologi Kelautan atas segala ilrnu dan dukungan yang telah diberikan.
6 . Doni Widiasmoro dan Harun A1 Rasyid, yang banyak memberi masukan tentang pengolahan data. 7. Sari Ayuningtyas yang telah memberikan banyak perhatian dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman ITK angkatan 39,40,41 dan 42 dan teman-teman NECO (Neunzig Community) atas segala dukungan dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Sangat disadari oleh penulis bahwa skripsi ini masih jauh dari sempuma, oleh karena itu penuiis sangat mengharapkan segala kritik dan saran yang membangum sebagai masukan derni kesempumaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan s e l d pihak yang memerlukan. Bogor, November 2007
Rian Adhi Segara
DAFTAR IS1
Halaman DAFTAR TABEL.........................................................................................
x
DMTAR GAMBAR..................................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................
xn1
...
.
2 TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Morfologi dan klasifikasi penyu hijau .......................................... 4 2.2. Kondisi topografi d m perairan pantai Pangumbahan ...................... 2.3. Karakteristik biofisik habitat peneluran penyu hijau ....................... 4 2.3.1. Tipe substrat ......................................................................... 4 2.3.2. Suhu substrat ........................................................................ 5 2.3.3. Kadar air substrat............................................................ 6 2.3.4. Biota mati penyusun fiaksi pasir .......................................... 6 2.3.5 Kemiringan pantai ................................................................ 7 2.3.6. Vegetasi pantai .................................................................... 7 2.4. Keterkaitan antar parameter ............................................................. 8 2.5. Gambaran musim timur dan musim harat ................................... 8 2.6. Hubungan arus laut dengan migrasi penyu hijau ............................. 10 .. 2.7. Navigasi penyu hjau ........................................................................ 11 2.8. Periode bertelur penyu hijau .............................................................12 2.9. Musim bertelur penyu hijau di beberapa daerah pantai peneluran di Indonesia..................................................................................... 13 2.10. Wilayah distribusi spesies penyu hijau ........................................... 14 2.1 1. Pengaruh fenomena alam terhadap karakteristik biofisik habitat . peneluran ......................................................................................15 2.11.1. Gelombang ......................................................................... 15 2.1 1.2. Pasang surut ........................................................................ 16 2.11.3. Cuaca ..................................................................................17
.
3 METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan lokasi penelitian .............................................................. .. 3.1.1. Lokasi penellt~an.................................................................. .. 3.12 . Waktu penelltlan................................................................... 3.2. Alat dan bahan ................................................................................... 3.3. Metode pengambilan data ................................................................. 3.3.1. Panjang dan lebar pantai.......................................................
viii
18 18 19 20 21 21
3.3.2. 3.3.3. 3.3.4. 3.3.5. 3.3.6. 3.3.7. 3.3.8. 3.3.9.
..
Keminngan pantai ................................................................ Persentase penutupan biota mati penyusun pasir pantai ...... Tipe substrat ......................................................................... Suhu substrat ........................................................................ Kadar air substrat.................................................................. Kecepatan arus ..................................................................... Suhu permukaan laut ............................................................ Vegetasi pantai .....................................................................
.
4 HASIL DAN . . PEMBAHASAN 4.1. Kond~siumum .................................................................................. 28 4.2. Parameter fisik.................................................................................. 29 29 4.2.1. Cuaca .................................................................................... 4.2.2. Panjangpantai ...................................................................... 31 4.2.3. Lebar pantai .......................................................................... 31 .. 4.2.4. Kemirlngan pantai ................................................................ 32 33 4.2.5. Suhu substrat pantai.............................................................. 4.2.6. Tekstur substrat pantai..........................................................34 4.2.7. Kadar air substrat...............................................................35 4.2.8. Suhu permukaan laut ............................................................ 35 4.2.9. Tinggi gelombang................................................................. 36 4.2.10. Kecepatan arus ....................................................................36 4.3. Tipe pasang surut..............................................................................36 4.4. Hubungan arus dengan musim peneluran penyu hijau di pantai Pangumbahan ................................................................................ 37 4.5. Kontur kedalaman dasar perairan Pangumbahan.............................. 39 .. 4.6. Tenunbu karang............................................................................... 41 4.7. Karakteristik biologi pantai peneluran ............................................. 42 4.7.1. Fauna pantai ......................................................................... 42 4.7.2. Vegetasi pantai .....................................................................42 4.7.3. Penutupan biota mati penyusun pasir pantai ........................ 46 4.8. Penyebaran sarang penyu hijau di pantai Pangumbahan ................. 47 4.9. Jumlah pendaratan penyu hijau di pantai Pangumbahan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir..........................................................49 . . 4.10. Desknpsi ............................................................................................ 50
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan........................................................................................ 5.2. Saran..................................................................................................
53 54
NWAYAT HIDUP........................................................................................
81
DAFTAR TABEL Halaman 1. Parameter biofisik pantai Pangumbahan pada Maret-April 1998 dan Agustus-September 2002 ...................................................................... 4 2. Klasifikasi pasir berdasarkan diameter (mm) ........................................
5
3. Persentase pendaratan penyu hijau di pantai Pangumbahan dan Sukamade dalam frekuensi pendaratan yang berbeda (%) .................... 12
4. Persentase pendaratan penyu hijau yang bertelur di pantai Pangumbahan dan Sukamade dalam interval pendaratan yang berbeda (%) .................. 13 5. Musim dan bulan puncak peneluran penyu hijau di beberapa lokasi pantai peneluran di Indonesia beserta penelitinya................................... 13 6. Nilai dan nilai tengah berdasarkan persentase penutupan gastropoda pada substrat............................................................................ 23
7. Persentase rata-rata tekstur substrat pantai peneluran (%) di setiap stasiun pengamatan pada musim timur dan musim barat .................................... 35 8. Deskripsi parameter fisika dan biologi di pantai Pangumbahan pada musim timur dan musim barat beserta penjelasan dari literatur..............
50
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Pola angin pada bulan Febmari (musim barat)....................................
9
2. Pola angin pada bulan Agustus (musim timur).... ................................
10
3. Hubungan migrasi penyu dengan arus laut...............................................
11
4. Peta lokasi pantai Pangumbahan dan posisi stasiun pengamatan ..............
18
..
5. Sketsa kem~nnganpantai.................................................................
22
6. Skema transek kuadrat..........................................................................
22
7. Skema metode jalur berpetak..........................................................
26
8. Histogram besaran suhu udara rata (OC)dan kelembaban udara rata-rata (%) pada bulan-bulan yang mewakili musim timur dan musim barat .......
30
9. Histogram besaran curah hujan rata-rata (mm)dan kecepatm angin rata-rata (mls) pada bulan-bulan yang mewakili musim timur dan musim barat ................................................................................................ 3 1 10. Histogram lebar intertidal dan supratidal rata-rata pantai peneluran (m) di setiap stasiun pengamatan pada musim timur dan musim barat .............
32
11. Histogram kemiringan rata-rata pantai peneluran (") di setiap stasiun pengamatan pada musim timur dan m u s h barat ......................................
33
12. Grafik suhu substrat rata-rata pantai peneluran (OC) di setiap stasiun pengamatan pada musim timur dan musim barat .....................................
34
13. Grafik ketinggian pasang surut dalam 1 hari (24 jam) di perairan pantai Pangumbahan............................................................................................. 37 14. Pola arus pada musim barat (bulan Febmari) dan beberapa wilayah yang berdasarkan informasi pemah dikunjungi penyu hijau dari Pangumbahan..
38
15. Pola arus pada musim timur (bulan Agustus) dan beberapa wilayah yang berdasarkan informasi pemah d i i j u n g i penyu hijat~dari Pangumbahan...
39
16. Kontur kedalaman dasar perairan Pangumbahan .......................................
39
..................
40
17. Kontur kedalaman dasar perairan Pangumbahan (3 Dimensi)
18. Area terumbu karang di sekitar perairan Pangumbahan ............................... 41
19. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) pantai Pangumbahan tahun 2002..........................................................................................................
43
20. Diagram cakram Indeks Nilai Penting ( W ) kategori tingkat pohon ..........
43
21. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) kategori tingkat tiang............
44
22. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) kategori tingkat pancang.......
44
23. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) kategori tingkat semai...........
45
24. Histogram total jumlah sarang penyu hijau di setiap stasiun pengarnatan pada . periode musim tirnur (September 2006) dan musim barat . (Januari 2007) ............................................................................................ 48 25. Histogram pendaratan penyu hijau (ekor) pada musim timur dan musim barat selama periode 2001-2007.............................................................
49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Data klimatologi pantai Pangumbahan stasiun BMG Maranginan periode Januari 2006-Februari 2007......................................................
58
2. Panjang. lebar dan kemiringan rata-rata pantai Pangumbahan pada periode September 2006 dan Januari 2007 ............................................
59
3. Lebar intertidal. supratidal dan lebar pantai total (m) di setiap stasiun pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007........................
60
4. Kemiringan pantai (") di setiap stasiun pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007 ......................................................................
61
5. Suhu substrat rata-rata ("C) di setiap stasiun pada beberapa waktu pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007........................
62
6. Persentase kadar air substrat (Oh)di setiap stasiun pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007 .........................................................
63
7. Citra suhu permukaan perairan pantai Pangumbahan ...........................
64
8. Tinggi gelombang rata-rata (m) di perairaran pantai Pangurnbahan .....
65
9. Kecepatan arus (mls) di setiap stasiun pengamatan dengan ulangan ....
66
.
30 September 10 Tabel pasang surut di perairan Pangumbahan periode 1 . 2006........................................................................................................ 67 3 1 Januari 11. Tabel pasang surut di perairan Pangumbahan periode 1 . 2007..................................................................................................... 68 12. Hubungan antara tinggi pasang air laut dengan penyu hijau yang naik ke pantai untuk bertelur berdasarkan data bulan September 2006.........
69
13. Analisis vegetasi hutan pantai Pangumbahan pada tiap tingkatan.......... 71
14. Persentase penutupan biota penyusun pasir pantai .................................
74
15. Jumlah penyu hijau yang mendarat dan bertelur (ekor) pada tiap stasiun pengamatan periode September 2006...................................................... 75 16. Jumlah penyu hijau yang mendarat dan bertelur (ekor) pada tiap stasiun pengamatan periode Januari 2007.......................................................... 76
xiii
17. Jumlah pendaratan penyu hijau pada musim barat dan musim timur selama periode 2001-2007....................................................................... 77
..
18. Dokumentasi penelitlan........................................................................
xiv
78
1.1. Latar belakang Penyu hijau adalah hewan reptil yang mempunyai kekhasan pada tubuhnya, yaitu memiliiki tempurung punggung (karapaks) dan berukuran tubuh paling besar dibandingkanjenis-jenis penyu lainnya. Beberapa bagian dari penyu hijau memiliki nilai ekonomis penting. Dagingnya biasa dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan persembahan pada upacara-upacara adat, telurnya memiliki khasiat tersendiri sebagai campuran minuman kesehatan dan tidak sedikit masyarakat yang memanfaatkan tempurungnya sebagai aksesoris rumah. Nilai komersial yang sangat tinggi ini merangsang minat masyarakat untuk mengeksploitasi telur dan populasi penyu hijau secara besar-besaran. Hal ini telah mendorong menurunnya populasi penyu di Indonesia. Melihat populasinya yang terns menurun dari waktu ke waktu akibat eksploitasi yang berlebihan, muncul gagasan mengenai upaya-upaya yang berkaitan dengan pelestarian penyu hijau. Namun untuk menentukan tipe pelestarian yang paling cocok sebelumnya perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik biofisik peneluran, penetasan maupun kondisi habitatnya. Salah satu tempat yang menjadi lokasi peneluran penyu hijau adalah pantai Pangumbahan di Kabupaten Sukabumi. Dari informasi yang didapat, daerah ini diienal sangat produktif menghasilkan telur penyu hijau karena cukup banyak penyu hijau betina yang telah mencapai dewasa kelamin yaig mendarat dan bertelur.
Telah banyak penelitian mengenai studi karakteristik fisik habitat pantai peneluran penyu hijau di Pangumbahan, namun dirasakan perlu sebuah penelitian yang membahas mengenai perubahan biofisik yang terjadi di Pangumbahan. Penelitian ini menggambarkan karakteristik habitat pantai peneluran pada musim
yang berbeda. 1.2. Tujuan Penelitian Memberikan informasi dan deskripsi kondisi biofisik habitat peneluran penyu hijau di pantai Pangumbahan pada Musim T
i dan Musim Barat.
11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Morfologi dan Klasifikasi Penyu Hijau Menurut Nuitja (1992), penyu hijau mempunyai ciri-ciri: karapaks sebagai penutup tubuh merupakan kulit keras yang terdiri dari 4 pasang sisik coastal, 5 sisik vertebral dan 12 pasang sisik marginal, sepasang sisik prefiontal yang letaknya di atas hidung, memilii sepasang kaki depan dan sepasang kaki belakang, kuku pada kaki depan hanya satu, warna karapaksnya coklat atau kehitam-hitaman dan letak bagian karapaks tidak saling menutupi satu sama lainnya. Bagian dorsal anak-anak penyu yang baru lahir (tukik) adalah benvama hitam dan bagian ventralnya putih mulai dari kaki atau 'lflipper". Klasifikasi penyu hijau menurut Linnaeus dalam Hirth (1971) adalah : Kingdom
: Animalia
Sub kingdom : Monera Filum : Chordata Sub filum :Vertebrata Class : Reptilia Sub class :Anapsida Ordo : Testudinata (Hirth, 1971) Sub ordo :Cryptonia Famili : Cheloniidae Genus : Chelonia Spesies : Chelonia mydas
2.2. Kondisi Topografi dan Perairan Pantai Pangumbahan
Diliiat dari topografinya Pangumbahan merupakan daerah berketinggian 2,5 m di atas permukaan laut. Panjang jalur pantai tidak kurang dari 3 km (Limpus, 1984) dengan butiran pasir pantai besar dan didon~inasioleh pecahan cangkang moluska. Perairan pantai berombak besar dan mempunyai tipe pasang s w t semi diurnal, artinya dalam satu hari terdapat dua kali pasang dan dua kali surut. Lebar pantai Pangumbahan dari batas surut sampai vegetasi berkisar 63,18 m-80,7 m. Untuk jenis vegetasi pantai yang mendominasi adalah Pandanus tectorius (pandan laut) dengan INP (Indeks Nilai Penting) sebesar 97
dan Calophylum inophyllum (nyamplung) dengan INP 80,18 (Widiastuti, 1998). Pada Tabel 1 dapat dilihat parameter-parameter biofisik yang terukur pada penelitian terdahulu (Widiastuti, 1998 dun Susilowati, 2002). Tabel 1. Parameter biofisik pantai Pangumbahan pada Maret-April1998 dan Agustus-September 2002 Parameter
Maret-April 1998
Agustus-September 2002
Panjang pantai (m)
Asmsi 3 km
Asumsi 3 km
Lebar pantai total (m)
63,18 m-80,70 m
Kemiringan pantai (") Suhu substrat ("C) Vegetasi dominan
(
31,19 m-45,48 m I
23,30°- 86,10°
21,45°-76,100
23,63"C-29,03"C
27,80°C-28,40°C
Pandan (97) dan
Pandan (90,8) dan
Nyamplung (80,18)
Nyamplung (80,18)
2.3. Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau
2.3.1. Tipe substrat
Susunan tekstur substrat peneluran penyu hijau tidak kurang dari 90% berupa pasir dan sisanya adalah debu maupun liat, dengan diameter butiran
berbentuk halus dan sedang (Nuitja, 1992). Penyu hijau menyukai pantai berpasir tebal yang landai dengan butiran pasir yang halus berdiameter antara 0,18-0,21 mm (Bustard, 1972). Menurut Bustad (1972) klasifikasi diameter pasir dapat diliiat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Klasifikasi pasir berdasarkan diameter (mm)
1 No. 1
Klasifikasi
1.
Sangat halus
0,053 - 0,lO
2.
Halus
0,lO - 0,21
I
3.
1
Diameter Pasir (mm)
1
0,21 - 0,SO I
0,50 - 1,OO
Kasar
4.
5.
I
Sedang I
1
(
Sangat kasar
I
1,OO - 2,OO
2.3.2. Suhu suhstrat
Sarang alami merupakan sarang yang memiliki kondisi temperatur dan kelembaban yang tepat. Salah satu fungsi penting dari sarang adalah menjaga telur dan tukik dari kekeringan, pasang air laut dan fluktuasi suhu yang tinggi (Limpus, 1984). Menurut Susilowati (2002) diketahui suhu substrat pantai Pangumbahan pada Musim Timur berkisar antara 27,8"C-28,4"C, sedangkan suhu substrat pada M u s h Barat berkisar antara 23,63°C-29,030C (Widiastuti,l998). Masa inkubasi telur penyu sangat dipengaruhi oleh suhu dalam sarang dan suhu pada permukaan. Fluktuasi suhu tejadi pada kedalaman 15 cm di bawah permukaan tetapi makin ke dalam fluktuasi suhu semakin berkurang. Tahap pertama perkembangan embrio dimulai sejak telur keluar dari perut induknya. Suhu yang diperlukan agar pertumbuhan embrio dapat bejalan dengan baik
1
adalah antara 24°C-33°C. Jantan atau betinanya seekor tukik ditentukanjuga oleh suhu dalam pasir. Bila suhu kurang dari 29°C maka kemungkinan besar yang akan menetas sebagian besar adalah penyu jantan, sebaliknya bila suhu lebih dari 29°C maka yang akan menetas sebagian besar adalah tukik betina (Yusuf, 2000). 2.3.3. Kadar air substrat Kadar air substrat di pantai Pangumbahan adalah berkisar antara 10%-33% (Susilowati, 2002). Kelembaban atau kadar air dalam pasir sarang sangat dibutuNcan untuk perkembangan embrio penyu secara normal. Menurut Todd dalam Widiastuti (1998), media pasir mempunyai kemampuan menyimpan air
sebesar 30%-40% dengan daya penyimpanan air efektif sebesar 20%. 2.3.4. Biota mati penyusun fraksi pasir
Menurut Nuitja (1992) fiaksi pasir pada pantai Pangumbahan dan Citirem masing-masing ditemukan susunannya sebanyak 53,5% dan 68% konkresi kapur sebagai fiaksi utama. Lainnya sebanyak 20,8%dan 24,5% berupa kwarsa keruh dan dalam jumlah sedikit berupa kwarsa jernih, kwarsa besi, opak, palgiokas dan amphibol. Komponen utama yang menjadi faktor penentu agaknya berupa pasir kwarsa atau konkresi kapur, terutama dalam ukuran halus dan sedang. Menurut King dalam Widiastuti (1998), terbentuknya komponen tersebut mungkin berasal dari sekitarnya dibawa oleh sungai atau gelombang laut. Pasang atau gelombang laut membantu pembentukan konkresi kapur yang dominan bagi sepanjang daerah peneluran di pantai Pangumbahan.
2.3.5. Kemiringan pantai
Kemiringan pantai sangat berpengaruh pada banyaknya penyu yang membuat sarang. Semakin curam pantai maka akan semakin besar pula energi penyu yang diperlukan untuk naik bertelur dan semakin sulit penyu melihat objek yang berada jauh di depan, karena mata penyu hanya mampu berakomodasi dan melihat dengan baik pada sudut 150" ke bawah (Symthe dalam Sani, 2004). Menurut Nuitja (1992), penyu hijau menyukai daerah berkemiringan 30" untuk bertelur. Kemiringan pantai Pangumbahan dalam Susilowati (2002) pada Musirn Barat berkisar 21,45"-76,1°, sedangkan pada Musim Timur berkisar antara 23,3"-86,1° (Widiastuti, 1998). 2.3.6. Vegetasi pantai
Vegetasi mempunyai peran penting bagi penyu hijau untuk melindungi dii dari pengaruh matahari, mencegah perubahan suhu yang tajam di sekitarnya, menghindarkan diri dari musuh dan melindungi sarang (Bustard, 1972). Salah satu vegetasi yang memiliki peranan paling penting bagi penyu hijau adalah
Pandanus tectorius yang mampu memberikan pengaruh terhadap naluri penyu hijau dalam pembuatan sarang peneluran, karena perakaran pandan laut meningkatkan kelembaban, memberikan kestabilan pada pasir dan memberikan rasa aman saat penggalian lubang sarang. Vegetasi yang tumbuh di hutan pantai Pangumbahan didominasi oleh pandan dengan INP sebesar 97 dan nyamplung dengan INP sebesar 80,18 (Widiastuti, 1998).
2.4.
Keterkaitan Antar Parameter Menurut Widiastuti (1998),keterkaitan antar parameter berdasarkan
analisis komponen utarna adalah sebagai berikut:
1. Suhu udara, suhu substrat dan kadar air substrat mempengamhi laju inkubasi telur penyu. Semakin tinggi suhu semakin cepat laju inkubasi. 2. Ukuran butiran pasir menentukan tingkat kemudahan penyu untuk menggali
substrat. Ukuran pasir yang terlalu besar menyulitkan penyu untuk menggali. 3. Suhu udara dan suhu subtrat berkorelasi negatif terhadap kadar air substrat.
Semakin besar suhu udara dan suhu substrat menyebabkan kadar air semakin rendah dan sebaliknya. 4. Jarak sarang ke vegetasi berkorelasi negatif terhadap komposisi debu dan suhu
udara. Semakin besar jarak sarang ke vegetasi terluar maka komposisi debu pada substrat sarang dan suhu udara makin rendah.
5. Semakin tinggi curah hujan dan semakin rendah jarak sarang ke batas pasang, maka semakin tinggi pula kadar air substrat. 6 . Kemiringan pantai berkorelasi positif terhadap kadar air dan jarak sarang ke vegetasi. Jika kemiringan pantai landai, maka kadar air substrat dan jarak sarang ke vegetasi semakin besar. 2.5.
Gambaran Musim Timur dan Musim Barat Menurut Nontji (1987)pola angin yang sangat berperan di Indonesia
adalah angin muson (monsoon). Angin ini bertiup secara mantap ke arah tertentu pada suatu periode dan pada periode lainnya bertiup ke arah yang berlainan secara mantap pula. Wyrtki (1961) menyatakan bahwa akibat perubahan sistem tekanan di Benua Asia dan Australia yang diakibatkan oleh perubahan posisi matahari
terhadap lintang, maka wilayah Indonesia mengenal dua pola angin yang berubah dua kali setahun. Pola pembahan angin demikian disebut Musim Barat dan Musim
Timur. Menurut Wyrtki (1961) di kawasan Indonesia Musim Barat berlangsung pada bulan Desember sampai Febmari, angin yang kencang bertiup dari daratan Asia. Angin ini membawa sejurnlah uap air karena melalui Laut Cina Selatan (Gambar 1). Konvergensi di Samudera Indonesia dan terjadinya konveksi yang kuat di dekat pantai mengakibatkan wilayah Indonesia bagian barat seperti Sumatera dan Jawa akan mengalami curah hujan yang besar, tiupan angin yang kencang dan terjadiiya gelombang kuat serta air pasang yang tinggi.
Surnber: www. ssmi.com/Quickscat~winddc~ent~vector/dooad, 2007 Gambar 1. Pola angin pada bulan Febmari (Musim Barat) Pada bulan Juni hingga Agustus terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia, sehingga di Indonesia berhembus angin timur (Gambar 2). Sistem tekanan ini begitu mantap sehingga menyebabkan angin timur bertiup dengan stabil dan mengakibatkan pada Musim T kawasan timur Indonesia (Wyrtki, 1961).
i terjadi curah hujan yang tinggi di
-..*
*".".a,.",.*",--"".-
. .-.- .
9 ,
Surnber: www.ssrni.codQuickscat~wind_currcnt~vector/doload, 2007 Gambar 2. Pola angin pada bulan Agustus (Musim Timur) Selanjutnya dikatakan pula bahwa angin musim membawa pengamh pada curah hujan. Untuk daerah-daerah di sebelah selatan garis khatulistiwa termasuk pantai Pangumbahan pada musim barat banyak membawa curah hujan. Curah hujan yang tinggi ini mempengaruhi suhu dan kelembaban substrat sarang penyu hij au.
2.6.
Hubungan Arus Laut dengan Migrasi Penyu Hijau Pada perjalanan migrasi penyu, penyu melewati area lautan yang luas dan
mengalami berbagai macam kondisi laut yang berbeda. Beberapa faktor fisika dan biologi di area-area tersebut mempengaruhi kebiasaan penyu dan diduga menentukan pola perjalanan penyu di samudera. Dalam ha1 ini sirkulasi/arusair laut kemungkinan besar mempengaruhi perilaku dan orientasi penyu di lautan, khususnya mempengaruhi arah pergerakan penyu, memiliki suhu yang relatif hangat dan mempengaruhi ketersediaan lokal disiribusi makanan penyu (Luschi,
2003). Oceeanography Surface Driper yaitu alat oseanografi yang mengapung
pada permukaan laut untuk melihat pergerakan arus laut bisa digunakan menjadi indikator pada pergerakanlmigrasi penyu di laut (Gambar 3).
Gambar 3. Hubungan migrasi penyu dengan arus laut Garis merah menunjukkan pergerakan alat drzjferyang terapung terbawa arus dan garis hitam menunjukkan pergerakan penyu. Dapat dilihat kesamaan rute lintasan antara drzjter dengan penyu Hal ini menunjukkan pergerakan penyu di lautan sangat dipengaruhi proses yang terjadi di area yang dilaluinya terutarna sirkulasi arus laut (Luschi, 2003).
2.7.
Navigasi Penyu Hijau
Penyu memilii pola migrasi yang serupa dengan ikan salmon. Betina dewasa secara rutin mengunjungi tempat bertelur yang sama tiap tahun, kemudian kembali ke laut dengan orientasi renang mengikuti arus kemudian melakukan migrasi ratusan bahkan ribuan kilometer jauhnya menuju daerah yang terdapat banyak makanan weeding ground) (Lohmann, 1999). Namun demikian tidak
banyak informasi mengenai bagaimana penyu kembali ke area peneluran yang sama tiap tahunnya. Banyak peneliti meyakini penyu menggunakan pengaruh geomagnetik bumi untuk memberitahukan arah menuju lokasi peneluran (tanpa adanya tanda di laut). Dalam ha1 ini penyu memilii level sistem persepsi magnetik yang lebii baik dibandingkan salmon dan kelompok burung. Penyu diduga menggunakan geomagnetik sebagai orientasi menuju lautan, dan juga diduga memiliki bagian tubuh yang berfungsi sebagai alat navigasi seperti kompas
(Celestial cues) yang belum diketahui sampai saat ini. Selain itu daerah lokasi peneluran yang mereka kunjungi tiap tahunnya juga diduga menunjukkan informasi geomagnetik.
2.8.
Periode Bertelur Penyu Hijau
Menurut Nuitja (1992), semua jenis penyu laut bertelur lebii dari satu kali dalam periode satu m u s k termasuk penyu hijau. Dari hasil penandaan yang dilakukan di pantai Sukamade dan Pangumbahan diperoleh fiekuensi aktivitas peneluran penyu hijau seperti terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Persentase pendaratan penyu hijau di pantai Pangumbahan dan Sukamade dalam fiekuensi pendaratan yang berbeda (%) Lokasi Pangumbahan Sukamade
1 12,50 0
Frekuensi pendaratan (kali) 2 3 3,12 84,38 36,84 42,11
4 0 21,05
Penyu hijau bertelur lebih dari satu kali dalam satu musim peneluran, dan mernilii interval waktu tertentu antara waktu peneluran terakhir dengan waktu peneluran sebelumnya. Pada Tabel 4 dapat dilihat interval aktivitas peneluran penyu hijau di Pangumbahan.
Tabel 4. Persentase pendaratan penyu hijau yang bertelur di pantai Pangumbahan dan Sukamade dalam interval pendaratan yang berbeda (%) Lokasi Pangumbahan Sukamade
2.9.
9 3,6 5,3
." 0 0
3,6 26,3
7,l 47,4
21,5 10,5
0
10,5
0
Musim Bertelur Penyu Hijau di Beberapa Daerah Pantai Peneluran di Indonesia
Musim bertelur penyu hijau umumnya terjadi sepanjang tahun, namun pada setiap daerah pantai peneluran berbeda waktu puncak penelurannya seperti terlihat pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5. Musim dan bulan puncak peneluran penyu hijau di beberapa lokasi pantai peneluran di Indonesia beserta penelitinya
No
Lokasi
1.
Sumatera - Berhala - Pulaupenyu - Bengkulu Jawa Barat - Pangumbahan - Citirem - Cibulakan - Sindang Kerta - Ujung Kulon
-
-
2.
-
Jawa timur - Pulau Burung - Sukamade Sumbawa 4. - Ai Ketapang 5. Kalimantan Timur - Derawan Maluku 6. - Kep.Sanana Sum ler : Nuitja (1992) 3
Musim bertelur (bulan ke-)
Puncak (bulan ke-)
;::; 1 i;
1
Peneliti
::;F77y926) Nuit'a (1978) Nuitja dan Lazell (1982) Nuitja dan Lazell (1982) Nuitja (1978) Kusman (1982) FA0 (1977)
1
Musim di Indonesia berada dalam pengar& angin muson. Angin muson timur.bertiup mulai bulan Mei sampai September sepanjang tahun dan angin muson barat bertiup mulai bulan Desember sampai Maret. Pada bulan April-Mei dan Oktober-November arah angin sudah tidak menentu, periode ini dikenal sebagai Musim Peralihan I dan Musim Peralihan I1 atau pancaroba awal dan pancaroba akhir tahun. Aktivitas peneluran penyu hijau sangat tergantung pada kondisi lingkungan setempat, seperti m u s h dan tersedianya makanan di laut maka dapat diduga adanya variasi waktu antara "Nesting dan Peak season". 2.10. Wilayah Distribusi Spesies Penyu Hijau Menurut Nuitja (1992), jeNs penyu hijau menyukai keadaan pantai yang landai terutama yang berhadapan dengan laut dalam. Karakteristik umurn daerah peneluran penyu hijau adalah daratan luas dan landai yang terletak di atas bagian pasang surut dengan rata-rata kemiringan 30° serta di atas batas pasang dan surut antara 20 sampai 80 meter. Di Indonesia penyu hijau menyebar dari mulai Aceh hingga Papua. Sampai saat iN telah diketahui daerah yang secara pasti dikunjungi oleh penyu hijau untuk bertelur, yaitu pantai Sukarnade di Jawa T i , pantai Pangumbahan di Jawa Barat, pantai Sindang Kerta di Tasikmalaya, Taman Nasional Meru Betiri di Banyuwangi, Kepulauan Derawan di Kaliiantan Timur, dan Ai Ketapang di Nusa Tenggara Barat (Nuitja, 1992). Di bagian dunia lainnya penyu hijau juga sering terlihat mendarat di Sarawak dan Sabah, Malaysia, Oman dan Masira, Yaman, Hawai, Meksiko, Kepulauan Bioko dan Afrika bagian barat, serta Australia bagian barat (http://EuroTurtle - Green Sea Turtle.htm, 2006).
2.11. Pengaruh Fenomena Alam Terhadap Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran 2.11.1. Gelombang Gelombang laut atau ombak umumnya disebabkan oleh hembusan angin. Menurut Nontji (1987), ada tiga faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin yakni kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (fetch). Gelombang yang terjadi di pantai selatan Jawa termasuk yang dipengamhi faktor jarak tempuh angin. Sekali gelombang terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan merambat terus sampai jauh ke pantai meskipun angin sekitar pantai saat itu tidak besar. Gelombang besar yang datang itu bisa berasal dari kiriman badai yang terjadi jauh di bagian selatan Samudera Hindia. Perambatan gelombang laut yang bergerak ke arah pantai adalah bentuknya saja, sedangkan partikel airnya hampir tidak bergerak maju. Pada Musim Barat angin bertiup lebih kencang sehingga gelombang laut pada Musim Barat lebii besar dari pada Musim Timur. Makin tinggi gelombang makin besar tenaganya memukul ke pantai, akibatnya pasir laut atau terumbu karang yang berfungsi sebagai peredam pukulan gelombang menjadi terkikis. Hal ini b e r p e n g d terhadap kestabilan garis pantai dan besar kemiringan pantai. Menurut Yusuf (2000), pasir pada pantai peneluran berpindah akibat gerakan arus air laut maupun terpaan ombak. Fenomena perpindahan pasir ini menyebabkan pantai bertambah tinggi dan luas, bila banyaknya pasir yang tertimbun lebih banyak. Sebaliknya pantai akan berkurang dan menyempit bila banyaknya pasir yang terkikis lebih banyak. Ukuran pasir yang halus akan sangat mudah berpindah. Bila pasir di pantai berkurang maka pantai berpasir akan
berubah menjadi pantai pecahan karang yang sama sekali tidak cocok untuk penetasan telur penyu.
2.11.2. Pasang surut Pasang surut laut adalah gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi antara laut, matahari dan bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut (tidal range). Kisaran pasang surut adalah perbedaan tinggi air pada saat pasang maksimum dengan tinggi air pada saat surut minimum, rata-rata berkisar antara 1 m hingga 3 m (Nontji, 1987). Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah gelombang berikutnya. Nilai periode pasang surut bewariasi antara 12jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit
(http://id.wi!tipedia.org/wikilPasang-sur 2007). Terdapat tiga tipe dasar pasang surut yang didasarkan pada periode dan keteraturannya, yaitu pasang surut harian (diurnal),tengah harian (semi diurnal) dan campuran (mixed tides). Dalam sebulan variasi harian dari rentang pasang surut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang surut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi lantai samudera
(http://id.wikipedia.org/wikilPasang-surt 2007). Pengetahuan tentang pasang surut sangat diperlukan dalam transportasi laut, kegiatan di pelabuhan, pembangunan di daerah pesisir pantai, dan pengkajian kehidupan hewan dan tumbuhan. Pasang surut merniliki hubungan yang erat dengan aktivitas peneluran penyu hijau. Penyu hijau menghemat energi pada malam hari dengan cara
memanfaatkan air pasang untuk mencapai area yang kering (supratidal) baru kemudian membuat sarang dan bertelur. 2.11.3. Cuaca Cuaca dan laut memiliki interaksi yang erat karena perubahan cuaca dapat mempengaruhi kondisi laut. Angin sangat menentukan terjadinya gelombang dan arus di perrnukaan laut, sedangkan curah hujan dapat menentukan salinitas air laut. Sebaliknya proses fisis di laut seperti terjadinya air naik (upwelling) bisa mempengaruhi keadaan cuaca setempat (Nontji, 1987). Tingkah laku bertelur penyu sangat berkaitan dengan faktor cuaca. Menurut Nuitja (1992), di Pangumbahan penyu hijau akan muncul tidak dari hempasan ombak jika angin bertiup kencang, terutama pada bulan pumama dan bulan mati. Pada musim barat angin bertiup kencang dan kadang kala disertai dengan badai yang dahsyat. Angin yang kencang menyebabkan ombak menjadi besar dan menerbangkan butiran-butiran pasir dan benda-benda ringan lainnya di sepanjang pantai. Dalarn periode itu daerah peneluran akan lebih keras dan lebih sulit untuk digali akibat curah hujan yang tinggi. Kesulitan penggalian dan hujan yang jatuh terus-menerus memberikan pengalaman bagi penyu untuk menunda proses bertelumya.
111. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1. Lokasi penelitian Secara administratif Pangumbahan termasuk ke dalam Desa Gunung Batu, Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi. Sedangkan secara geografis terletak pada 7019'21mLS- 7"20'04" LS dan 106°22'53" BT - 106O24'22" BT (Gambar 4). Pantai Pangumbahan mempunyai batas-batas sebagai berikut : Barat : Samudera Hindia
Timur : Tambak BLA (Bina Lestari Abadi) atau Desa Citiis Utara : Sungai Cipanarikan Selatan : Kampung Batu Namprak
(Sumber : Bakosurtanal, 2007) Gambar 4. Peta lokasi pantai Pangumbahan dan posisi stasiun pengamatan
Daerah pengamatan dibagi menjadi empat stasiun berdasarkan kemiringan pantai dan vegetasi yang disurvei terlebih dulu secara visual. Pantai Pangumbahan memiliki 6 pos pengawasan penyu, diurutkan dari selatan ke utara. Berikut ini adalah let& stasiun sepanjang pantai Pangumbahan dan deskripsi ciri
khas topografi masing-masing stasiun berdasarkan pengamatan visual. 1. Stasiun 1 meliputi seluruh pos 1, jenis vegetasi yang dominan di sini
adalah katang-katang, kerapatan vegetasi rendah, kemiriigan pantai sedang. 2. Stasiun 2 terdiri atas pos 2 dan pos 3, jenis vegetasi yang dominan disini adalah pandan, kerapatan vegetasi tinggi, kemiringan pantai sedang.
3. Stasiun 3 terdiri atas pos 4, pos 5 dan sebagian pos 6, jenis vegetasi yang dominan disini adalah nyamplung dan pandan, kerapatan vegetasi sedang, kemiringan pantai tinggi.
4. Stasiun 4 terdii atas sebagian pos 6, vegetasi jarang, kemiringan pantai rendah, dilewati oleb muara sungai Cipanarikan yang pada musim kemarau tertutup alirannya ke laut oleh pasir. Setiap stasiun dibagi menjadi 3 sub stasiun kemudian dicatat data koordinatnya dengan menggunakan GPS dan patok sebagai plot. 3.1.2. Waktu penelitian
Pengambilan data primer dilakukan pada dua musim yaitu pada m u s h timur diwakili bulan September 2006 dan pada musim barat diwakili bulan Januari 2007 di pantai Pangumbahan, Sukaburni. Data-data primer diperoleh melalui pengukuran objek-objek yang diteliti secara langsung di lapangan,
meliputi data kondisi biofisik pantai yaitu panjang pantai, lebar pantai, kemiringan pantai, tipe substrat, suhu substrat dan vegetasi pantai. Pengumpulan data sekunder mulai diumpulkan sejak bulan Agustus 2006 sampai bulan Maret 2007. Data sekunder dalam penelitian ini berupa: a.
Kondisi geografis pantai Pangumbahan dari informasi para jagawana (penjaga pantai peneluran) yang ada di lapangan.
b.
Jumlah penyu yang mendarat dan bertelur di pantai Pangumbahan bulan September tahun 2006 dan Januari tahun 2007 yang diperoleh dari CV. Daya Bhakti selaku pengelola pantai Pangumbahan.
c.
Hasil wawancara berupa kegiatan sosial masyarakat di sekitar pantai Pangumbahan.
d.
Data iMim di pantai Pangumbahan bulan September 2006 dan bulan Februari 2007 dari BMG cabang Dramaga Bogor.
e.
Data pasang surut dari Dishidros LIPI.
f.
Data penelitidskripsi mengenai studi karakteristik biofisik terdahulu yang pemah di Iakukan di pantai Pangumbahan Sukaburni.
Analisis sampel substrat pasir dilakukan di Laboratorium Tanah, Institut Pertanian Bogor. Sedangkan analisis data dilakukan menggunakan SoJiware Statistics 6.0 dan Microsoft Excel 2003 di Bogor.
3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :GPS (Global Positioning System), termometer, meteran jahit, meteran gulung (100 m), tali berskala 20 m, mistar, tongkat berskala 2 m, waterpass, tali rapia, sekop kecil, plastik 500 gram, alumunium foil, kamera digital dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah contoh pasir sarang dan zat kimia yang digunakan dalam analisis tekstur pasir. 3.3.
Metode Pengambilan Data
3.3.1. Panjang dan lebar pantai
Pengukuran panjang pantai dilakukan menggunakan tali berskala berukuran 100 m. Pengukuran dilakukan di bagian bahu (tengah-tengah pantai) memanjang sejajar dengan garis pantai dari ujung stasiun 1 hingga ujung stasiun
4. Pengukuran lebar pantai dibagi menjadi tiga, yaitu lebar supratidal yang diukur dari vegetasi terluar hingga batas pasang tertinggi, lebar intertidal yang diukur dari batas pasang tertinggi hingga batas surut terendah dan lebar total hasil penjumlahan dari lebar supratidal dengan lebar intertidal. Pengukuran tiap stasiun dilakukan sebanyak tiga kali ulangan di area-area yang mewakili lebar pantai masing-masing stasiun. 3.3.2. Kemiringan pantai
Kemiringan pantai diukur menggunakan tali berskala berukuran 20 m untuk mengukur panjang, mistar berukuran 2 m untuk mendapatkan ketinggian dan waterpass untuk mempertahankan kelurusan tali berskala. Pengukuran d i i a i dari vegetasi terluar hingga ke pantai pertarna kali basah oleh gelombang dengan cara memproyeksikan titik yang ekstrim tegak lurus pantai.
Proyeksi pengukuran kemiringan pantai adalah sebagai berikut seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Sketsa kemiringan pantai Nilai kemiringan pantai d i t u n g menggunakan persamaan : tga =
a+b+c+d 1+2+3+4
3.3.3. Persentase penutupan biota mati penyusun pasir pantai
Pada tiap stasiun dilakukan penghitunganjumlah individu bivalvia, gastropoda dan rubble (potongan karang) dengan menggunakan transek kuadarat berukuran 1 x 1 m (Gambar 6). Penghitungan dilakukan sebanyak delapan ulangan tiap
stasiun untuk memenuhi syarat statistik minimal (n=30).
1m
Gambar 6. Skema hansek kuadrat
Inventarisasi tiap biota dilakukan dengan cara mengamati 25 kotak berukuran 0,2 x 0,2 m yang ada pada tiap transek kemudian masing-masing kotak ditentukan nilai penutupan biotanya berdasarkan kelas dibawah ini pada Tabel 6. Tabel 6. Nilai dan nilai tengah berdasarkan persentase penutupan gastropoda pada substrat Luas substrat tertutup
% penutupan
5
L/z sampai semua
50-100
75
4
45' sampai %
25-50
37,5
3
118 sampai '/4
12,5-25
18,75
2
1/16 sampai 118
6,25-12,5
9,38
1
< '116 kosong
< 6,25
3,13
0
0
0
substrat
Nilai tengah (M)
Persentase penutupan menyatakan luasan yang tertutupi oleh biota mati. Persentase penutupan dihitung dengan metode Saito and Atobe (English et al., 1994) dengan menggunakan rumus:
Dimana : C = penutupan (%) Mi = nilai tengah presentase dari kelas ke-i fi = frekuensi kelas ke-i f = frekuensi total Menurut Broker et al., (1990) dalam Withamana et al., (2007) kriteria penutupan biota untuk satu luasan area pengamatan adalah sebagai berikut:
- C<5% : Sangat jarang - 5%5C45% : Jarang - 25%5C<50% : Sedang - 50%5C<75% :Rapat - (275%
: Sangat rapat
3.3.4. Tipe substrat Sampel substrat diambil acak tiap stasiun dengan menggunakan sekop kecil secukupnya kemudian diasukkan ke dalam plastik dan ditutup rapat agar kandungan airnya tidak berubah. Sampel substrat kemudian dibawa ke Laboratorium Tanah, Institut Pertanian Bogor untuk dianalisis menggunakan metode tujuh fiaksi pasir. 3.3.5. Suhu substrat Suhu substrat pantai diwakili dari suhu contoh sarang, diambil acak dari tiga titik di tiap stasiun kemudian di plot, yaitu area supratidal bawah naungan, supratidal tanpa naungan dan intertidal. Pengukuran dilakukan empat kali dalam sehari setiap enam jam, yaitu pada jam 00.00 WLB; 06.00 WIB; 12.00 WIB; 18.00
WIB. Pengukuran dilakukan dengan menggali pasir terlebih dahulu h a n g lebih sama dengan kedalaman contoh sarang yaitu 40-50 cm, kemudian membenamkan termometer ke dalam pasir lubang sarang selama kurang lebih I menit dan dilakukan ulangan 3 kali untuk menghindari bias. Pengukuran dilakukan pada dasar substrat, karena suhu sarang adalah suhu campuran antara suhu dasar substrat dengan suhu telur (Ewert, 1979). 3.3.6. Kadar air substrat Substrat contoh sarang diambil dengan menggunakan sekop kecil sebanyak h a n g lebii 20 gr dan dibungkus dengan alumunium foil. Sampel substrat yang diambil masing-masing adalah sampel substrat permukaan dan dasar dasar dari contoh sarang. Kadar air substrat contoh sarang ini dianalisis di Laboratorium Tanah, Institut Pertanian Bogor.
3.3.7. Kecepatan arus Kecepatan arus diukut dengan menggunakan bola pingpong yang diikat dengan tali lalu diukur kecepatannya dengan menggunakan stopwatch. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan transek yang berukuran 1x1 m sebagai acuan jarak. Kecepatan arus diitung dengan rumus :
Ket : v = kecepatan arus ( d s ) s = jarak yang ditempuh bola pingpong (m) t = waktu tempuh (s) 3.3.8. Suhu permukaan laut Suhu permukaan laut sekitar pantai Pangumbahan diamati dari citra aqua modis yang diperoleh dari situs badan penelitian bidang oseanografi di lembaga NASA Amerika Serikat dengan alamat situs h t ~ : / / ~ o e t . i ~ l . n a s a .Data ~ov/ berupa citra bulanan yang menggambarkan suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature), kemudian diambil nilai suhu rata-rata bulanan yang digambarkan
berdasarkan klasifikasi warna.
3.3.9. Vegetasi pantai Metode yang digunakan pada pengukuran dan inventarisasi vegetasi adalah metode jalur berpetak. Metode ini paling efektif untuk mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut kondisi tanah, topogafi dan elevasi (Kusuma, 1997). Jalur-jalur ini dibuat memotong garis-garis topografi, yaitu tegak lurus dengan garis pantai.
Skema metode berpetak seperti terlihat pada Gambar 7 di bawah ini. 20 m
Gambar 7. Skema metode jalur berpetak Luasan 20 x 20 m untuk menghitung pohon dewasa (tinggi > 1,5 m dan diameter > 20 cm). Luasan 10 x 10 m untuk menghitung pohon tiang (tinggi > 1,5 m dan diameter < 20 cm). Luasan 5 x 5 m untuk menghitung pohon pancang (tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm). Sedangkan luasan 2 x 2 m untuk menghitung semai (tinggi < 1,5 m). Dalam metode jalur berpetak ini, parameterparameter vegetasi dapat d i t u n g dengan rumus-rumus dalam Kusuma (1997) sebagai berikut:
-
Kerapatan spesies i (Ki)
=
-
Kerapatan relatif (KR)
=
C individu Luas petak contoh
x 100%
K spesies i K total seluruh spesies
-
Frekuensi spesies i (Fi)
=
C Jumlah ~ e t a kditemukan spesies i Jumlah seluruh petak contoh
-
Frekuensi Relatif (FR)
=
F suatu spesies
x 100%
F seluruh spesies -
Dominansi p i )
=
-
Luas Bidang Dasar
=
-
DBH
=
Luas bidanp; dasar suatu svesies Luas petak contoh
IIDBH" 4
C Diameter suatu spesies (dalam m)
-
Diameter
=
-
D Relatif (DR)
=
-
Indeks Nilai Penting (INP)
=
Paniang lingkar pohon suatu spesies 17 D suatu spesies x 100% D seluruh spesies
KR + FR + DR
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Kondisi Umum Pantai Pangumbahan mempakan kawasan konsesi untuk pengunduhan
telur sejak tahun 1979 yang hak pengelolaannya dipegang oleh CV. Daya Bhakti yang berkantor pusat di Cicurug, Sukabumi. Berdasarkan infomasi dari penjaga pantai, dahulu dalam semalam penyu hijau yang mendarat di sepanjang pantai Pangumbahan untuk bertelur mencapai 180-300 ekor per malam dimana tiap 500 meter penyu hijau yang bertelur mencapai
+ 30-50 ekor per malarn, namun
berbeda dengan pengamatan yang dilakukan penulis selama penelitian di sepanjang pantai Pangumbahan hanya sepertiga hagian pantainya saja yang didarati penyu hijau untuk bertelur. Stasiun yang paling banyak didarati penyu hijau adalah Stasiun 2, mencapai 20-30 ekor per malam. Angka penurunan yang terjadi mencapai 90% dari tahun-tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab menurunannya populasi penyu hijau di kawasan ini adalah : Aktivitas tamu; aktivitas disini yang dimaksud adalah kunjungan wisata yang mempunyai dampak terhadap kelangsungan aktivitas p e n e l m penyu seperti membuat tenda, membuat api unggun, menyorot penyu dengan senter, dan menggunakan blitz pada saat memotret. 0
Pencurian telur penyu; kegiatan ini adalah masalah klise yang penanganannya sampai sekarang masih tidak maksimal yang akhimya mengurangi stok restocking.
* Aktivitas pencari ikan dan udang; pencari ikan dan udang bisa terbilang tamu tetapi bisa juga masyarakat sekitar yang aktivitasnya kebanyakan dijumpai sering membuat api unggun sehingga tak jarang mengganggu penyu yang akan bertelur bahkan akan meningkat ke niat pencurian telur.
* Perambahan hutan; kegiatan ini telah berlangsung lama, menurut informasi puncaknya terjadi pada tahun 1999-2002. Kegiatan ini dianggap menjadi f&or terhadap menurunnya aktivitas peneluran penyu.
* Bagan penangkapan ikan; idrastmktw untuk menunjang penangkapan ikan di laut juga berdampak kepada p e n m a n populasi karena sering ada penyu yang terjerat.
* Habisnya stok induk lama karena perbuman di laut atau mati oleh predator alami, dan belum munculnya stok dari bakal calon individu induk baru karena kemungkinan tukik yang seharusnya telah dilepas belum mencapai usia peneluran (ini terkait dengan siklus reproduksi penyu hijau). m
Sejak tahun 2006 telah mulai dilakukan pembangunan vila atau tempat peristirahatan yang berada di pinggir pantai peneluran. Hal ini mengganggu aktivitas peneluran penyu hijau pada malam hari, disebabkan cahaya penerangan vila tersebut langsung tembus ke pantai tanpa terlebii dahulu tertahan vegetasi yang telah di tebangi sebelumnya.
4.2. Parameter Fisik
4.2.1. Cuaca Faktor cuaca memiliki pengaruh bagi ekologi di pantai Pangumbahan. Pada pengukuran dari Januari 2006 sampai Februari 2007 suhu udara rata-rata tiga bulan pada Musim T
i adalah 23,2"C, sedangkan suhu udara rata-rata dari tiga
bulan pada Musim Barat adalah 24,2"C dengan suhu tahunan rata-rata 24°C. Kelembaban tahunan rata-rata yang terukur sekitar 86%, rata-rata pada Musim Timur 89,4% dan rata-rata pada Musim Barat 89,7% (lihat Lampiran 1). Fluktuasi suhu udara dan kelembaban udara rata-rata bulanan di pantai Pangurnbahan pada Musim Timur bulan Juni-Agustus 2006 dan Musim Barat bulan Desember 2006-Februari 2007 dapat dilihat pada Gambar 8.
.
... . -. . - .. ... .
.
....
-
Suhu udara ("C)
o Kelcmbaban (%)
I I
Jun '06 Ju1 '06 Ags 'OG Des 'OGJan '07 Feb '07 Bulan I
Gambar 8. Histogram besaran suhu udara rata ("C) dan kelembaban udara ratarata (%) pada bulan-bulan yang mewakili Musim Timur dan Musim Barat Curah hujan tahunan rata-rata 5,5 mm, dengan curah hujan rata-rata Musim Timur 0,I rnm dan rata-rata Musim Barat 12 mm. Kecepatan angin tahunan rata-rata sekitar 2,6 m/s, dengan kecepatan angin rata-rata Musim Timur
3 m/s dan kecepatan angin rata-rata Musim Barat 3,l m/s (Lampiran 1). Fluktuasi curah hujan dan kecepatan angin rata-rata bulanan pada Musim Timur bulan JuniAgustus 2006 dan Musim Barat bulan Desember 2006-Februari 2007 ditunjukkan pada Gambar 9.
i!
Jun
Jul
'06
'06
Ags '06
Sep
Des
Jan
Feb
'06
'06
'07
'07
Bulan
Gambar 9. Histogram besaran curah hujan rata-rata (mm) dan kecepatan angin rata-rata (mls) pada bulan-bulan yang mewakili Musim Timur dan Musim Barat 4.2.2. Panjang pantai Panjang pantai Pangumbahan yang diukur dari batas karnpung Batu Namprak hingga sungai Cipanarikan adalah 2739 m. Panjang pantai diasumsikan tidak berubah dari September 2006 hingga Januari 2007. Panjang pantai rata-rata tiap stasiun adalah sebesar 684,75 m, panjang pantai tertinggi adalah Stasiun 3 dan panjang pantai terendah adalah Stasiun 4 (Lampiran 2). 4.2.3. Lebar pantai Pantai pangumbahan memiliki perbedaan lebar pantai antara pasang dan s u t yang sangat besar. Pada pengulmran Musim Timur lebar total pantai berkisar antara 55 m-105 m dengan rata-rata 75,50 m. Lebar supratidal berkisar antara 8 m-28 m dengan rata-rata 19,5 m dan lebar intertidal berkisar antara 35 m -80 m dengan rata-rata 56 m. Lebar total pantai pada Musim Barat lebih
kecil nilainya berkisar antara 45 m-84 m dengan rata-rata 62,25 m, lebar supratidal berkisar antara 7 m-17 m dengan rata-rata 12,5 m dan lebar intertidal
berkisar antara 34-67 m dengan rata-rata 47,75 m (Lampiran 3). Lebar pantai Pangumbahan pada tiap stasiun ditunjukkan pada Gambar 10.
1 i i Gambar 10. Histogram lebar intertidal dan supratidal rata-rata pantai peneluran (m) di setiap stasiun pengamatan pada Musim Timur dan Musim Barat Stasiun pada periode
Ukuran lebar pantai peneluran sangat mempengaruhi daya aksesibilitas penyu mencapai daerah yang cocok untuk membuat sarang. Daerah ini adalah daerah yang kering dan tidak terkena imbas pasang surut air laut yaitu daerah pantai supratidal. Tidak seperti penyu lainnya penyu hijau memiliki ukuran kaki relatif besar, sehingga daya aksesibilitasnya pun besar. Oleh karena itu, walaupun Pangumbahan memiliki lebar pantai yang relatif besar, penyu hijau masih bisa mencapai daerah supratidal untuk membuat sarang, biasanya dengan bantuan dorongan air laut pada saat pasang.
4.2.4. Kemiringan pantai Kemiringan pantai yang diukur pada Musim Timur berkisar antara 3,13"-42,18" dengan rata-rata 18,42'. Kemiringan pantai pada Musim Barat berkisar antara 4,47"-50,86" dengan rata-rata 27,06" (Lampiran 4), sedangkan
rata-rata kemiringan pantai pada tiap stasiun dapat dilihat pada histogram pada Gambar 11.
I
St. l
St.2
St.3
St.4
Stasiun
Gambar 11. Histogram kemiringan rata-rata pantai peneluran (O) di setiap stasiun pengamatan pada Musim Timur dan Musim Barat Kemiringan pantai yang terukur pada penelitian ini baik pada Musim Timur maupun Musim Barat masih berada pada kisaran normal sesuai dengan yang disukai penyu pada umumnya berkisar antara 30"-80'. Kemiringan pantai sangat berpengaruh pada aksesibilitas penyu untuk mencapai daerah yang cocok untuk bertelur. Semakin curarn pantai maka akan semakin besar pula energi penyu yang diperlukan untuk naik bertelur dan semakin sulit penyu melihat objek yang berada jauh didepan, karena mata penyu hanya mampu berakomodasi dan melihat dengan baik pada sudut 150" ke bawah (Symthe dalam Yusuf, 2000). 4.2.5. Suhu substrat pantai
Pada pengukuran Musim T i , suhu substrat berkisar antara 23,3OC-2S°C, suhu terendah pada pukul00.00 dan suhu tertinggi pada pukul 12.00. Pada Musim Barat suhu substrat lebih tinggi dibandingkan Musim Timur berkisar antara 30,3"C-34"C, suhu terendah pada pukul06.00 dan suhu tertinggi pada
pukul 12.00 (Lampiran 5). Fluktuasi suhu substrat rata-rata pada tiap stasiun yang terukur selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 12.
I
st.1
st.2
st.3
St.4
Stasiun
Gambar 12. Grafik suhu substrat rata-rata pantai peneluran (OC) di setiap stasiun pengamatan pada Musim Timur dan Musim Barat Suhu substrat rata-rata Musim Barat lebih tinggi dibandingkan Musim Timur dengan perbedaan yang ekstrim sebesar 5,99"C-6,43"C. Secara urnum rentang suhu substrat di pantai Pangumbahan berada pada rentang suhu ideal bagi sarang penyu hijau. Menurut Ewert (1979), suhu yang layak bagi perkembangan embrio telur penyu adalah antara 25OC-32OC. Suhu juga akan menentukan rasio kelamin anak penyu, penyu yang lahir dari sarang yang suhu inkubasinya lebih besar dari 28°C kemungkinan besar akan menghasilkan penyu berkelamin betina. 4.2.6. Tekstur substrat pantai
Tekstur substrat contoh sarang di Pangumbahan didominasi oleh pasir, yaitu lebih dari 90% dan selebihnya debu dan liat dengan jumlah yang sangat kecil. Ukuran pasir yang mendominasi adalah pasir dengan kisaran persentase 95,88%-97,27% (Tabel 7). Tekstur sampel pasir pantai hanya diukur dari satu musim saja karena diasumsikan tidak jauh berbeda. Daerah pantai yang cocok
bagi penyu hijau adalah yang memiliki butiran pasir tertentu dan mudah digali. Menurut Nuitja (1992), susunan tekstur daerah peneluran penyu berupa pasir tidak kurang dari 90% dan sisanya adalah debu dan liat.
Tabel 7. Persentase rata-rata tekstur substrat pantai peneluran (%) di setiap stasiun pengamatan pada Musim Timur dan Musim Barat .-
Periode
Tekstur
Musim timur
Stasiun 1
Stasiun 2
Stasiun 3
Stasiun 4
Pasir
96,45
97,27
96,23
95,88
Debu Liat
0,68 2,87
1,24 1,49
0,45 3,32
1,08 3,04
4.2.7. Kadar air substrat
Pada Musim Timur kadar air substrat berkisar antara 8,33%-15,37% dan pada musim barat berkisar antara 10,45%-17,34% (Lampiran 6). Keduanya tertinggi di Stasiun 2 dan terendah di Stasiun 1. Hal ini disebabkan di Stasiun 2 gelombang masuk lebih jauh ke arah daratanlpantai dibandingkan di stasiun lainnya hingga air dapat mencapai sarang penyy sedangkan di Stasiun I gelombang terhambat gugusan batu (rock) sebelum mencapai pantai. Kelembaban atau kadar air dalam pasir sarang sangat dibutuhkan untuk perkembangan embrio penyu secara normal. 4.2.8. Suhu permukaan laut
Berdasarkan data yang diperoleh dari situs http://poet.jpl.nasa.gov/ diperoleh data pada Musim Timur suhu permukaan laut berkisar antara 22°C27OC, sedangkan pada Musim Barat suhu permukaan laut berkisar 2S°C-30°C (Lampiran 7).
Perbedaan suhu yang esktrim antara Musim Timur dan Musim Barat ini diduga disebabkan fenomena lanina global (suhu dingin) yang memang sudah diprediksi oleh beberapa ahli sejak tahun 2002 (www.oseanograj. blogspot.com, 2007) ataupun proses upwelling di sekitar perairan pantai. Menurut Nontji (1987), di selatan Jawa terjadi upwelling jenis berkala (periodic type) yang terjadi hanya selama satu musim saja yaitu pada Musim Timur dimulai sekitar bulan Mei sampai bulan September. Ini ditandai dengan turunnya suhu hingga 3'C lebih rendah daripada di saat Musim Barat.
4.2.9. Tinggi gelombang Tinggi gelombang di pantai Pangumbahan yang diukur selama pengamatan berkisar antara 1,6 m-2,2 m dengan rata-rata 1,91 m (Lampiran 8). Tinggi gelombang yang besar ini diperkirakan sangat mempengaruhi kemiringan pantai karena gelombang mengakibatkan perpindahan massa substrat pasir di sepanjang pantai. 4.2.10. Kecepatan arus Kecepatan arus yang terukur di lokasi penelitian berkisar 0,15 ds-0,5 d s . Nilai arus tertinggi terdapat di Stasiun 2 (Lampiran 9). Hal ini disebabkan tidak ada penghalang antara laut ke pantai, sedangkan nilai arus terkecil terdapat di Stasiun 1, karena di daerah ini terdapat gugusan batu-batuan di bawah perairan yang menjadi penghambat arus dari laut ke pantai. 4.3. Tipe Pasang Surut Tipe pasang surut di Pangumbahan termasuk ke dalam tipe pasang surut semi diurnal (semi diurnal tide), dimana dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua
kali surut. Ketinggian level air rata-rata mampu bertambah hingga 2,3 meter pada saat pasang dan saat surut mencapai kira-kira 0,6 meter (Lampiran 10). Perubahan pasang surut di perairan sekitar Pangumbahan dapat diliat pada Gambar 13 di bawah ini. Hubungan antara pasang surut dengan pendaratan penyu hijau tersaji pada Lampiran 11, diperoleh hasil bahwa pasang surut mempengaruhi jurnlah penyu hijau yang mendarat.
2 1.5
'Es 9
0.5 0
1
3
5
7
9
11
13 15 17 19 21
23
jam
Gambar 13. Grafik ketinggian pasang surut dalam 1 hari (24 jam) di perairan pantai Pangumbahan 4.4. Hubungan Arus dengan Musim Peneluran Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan
Sepanjang tahunnya pantai Pangumbahan didarati oleh penyu hijau, namun puncak peneluran di Pangumbahan terjadi pada Musim Timur. Beberapa faktor fisika d m biologi di area-area tersebut mempengaruhi kebiasaan penyu dan diduga menentukan pola perjalanan penyu di samudera. Dalam ha1 ini, sirkulasi/arus air laut kemungkinan besar mempengaruhi perilaku dan orientasi penyu di lautan, khususnya mempengaruhi arah pergerakan penyu, memberikan suhu yang relatif hangat dan mempengaruhi ketersediaan lokal distribusi makanan penyu (luschi,2003). Untuk migrasi penyu hijau yang bertelur di pantai pangumbahan tidak ditemukan data atau informasi berupa satellite tracking
terhadap penyu yang pernah ditagging di sana. Informasi yang diperoleh adalah penyu hijau yang pemah ditagging di daerah Pangumbahan dilaporkan terlihat di Bali, Ketapang dan Australia bagian Barat pada bulan-bulan di Musim Barat (Nuitja, 1992). Hal ini menguatkan kemungkinan bahwa pada Musim Barat penyu-penyu yang bertelw di pantai Pangumbahan banyak melakukan migrasi ke arah timw wilayah Indonesia mengikuti arus yang bergerak dari barat menuju timw (Gambar 14). Namun demikian menurut Nuitja (1992) apabila sumber makanan cukup tersedia di sekitar pantai peneluran kemungkinan ada kelompok penyu yang tidak melakukan migrasi dan mencari makan hanya di sekitar perairan pantai peneluran. Surnber makanan terutama ditemukan pada landas benua (Continental ShelJ khususnya pada daerah yang dangkal banyak ditemukan algae laut yang merupakan makanan kesukaan penyu hijau.
Gambar 14. Pola arus pada Musim Barat (bulan Februari) dan beberapa wilayah yang berdasarkan informasi pemah dikunjungi penyu hijau dari Pangumbahan Selanjutnya pada Musim Timur, penyu hijau betina yang telah mencapai kelamin dewasa akan kembali ke pantai Pangumbahan untuk bertelur mengikuti arah arus yang pada saat itu bergerak dari timur menuju barat (Gambar 15).
Gambar 15. Pola ams pada Musim Timur (bulan Agustus) dan beberapa wilayah yang berdasarkan informasi pemah dikunjungi penyu hijau dari Pangumbahan 4.5. Kontur Kedalaman Dasar Perairan Pangumbahan
Secara umum perairan pantai Pangumbahan memiliki kemiringan yang curam. Semakin ke selatan dapat terlihat bahwa jarak antar garis isobat semakin merapat. Hal ini menandakan lokasi dasar perairan Pangumbahan yang curam (Gambar 16).
Sumber: diolah dari http://www.jpl.nasa.gov/srtm Gambar 16. Kontur kedalaman dasar perairan Pangumbahan
Di wilayah pantai Pangumbahan, kedalaman di bawah 100 meter masih dapat ditemui hingga jarak 10 km dari garis pantai. Kedalarnan mencapai 1400 m pada jarak 20 km dari pantai (Gambar 17). Pada gambar tidak terlihat jelas slope nya sebab resolusi spasial satelit aItimetri radar ini sangat kecil, sehingga hanya bisa diinterpretasikan di depan pantai Pangumbahan memiliki kemiringan yang curam dan kedalaman dapat mencapai hingga 1400 meter pada jarak 20 km dari pantai.
I
I
Sumber: diolah dari http://www.jpl.nasa.gov/srtm Gambar 17. Kontur kedalaman Dasar Perairan Pangurnbahan (3 Dimensi) Resolusi data SRTM (shuttle radar topography mapping) tidak terlalu bagus karena sensor radar ini berdasarkan kekasaran (roughness) dari permukaan air kemudian diinterpolasikan sehingga didapat kondisi bathymetrinya. Pada gambar tersebut tidak diperoleh kedalaman atenuasi karena sensor radar tidak bisa menembus kedalam air. Resolusi spasial dari satelit altimetri biasanya sekitar 1
km per pixel.
4.6. Terumbu Karang
Pada pantai Pangumbahan di peroleh luas penutupan patahan karanglnlbble sebesar 1,36%. Hal ini menunjukkan bahwa di sekitar pantai Pangumbahan terdapat gugusan terumbu karang. Namun demikan Gambar 18 menunjukkan terumbu karang tidak terletak persis di depan pantai Pangumbahan. Terumbu karang ditunjukkan berada di bagian selatan yaitu di daerah Ujung Genteng. Kemungkinan patahan-patahan karang yang terdapat di pantai Pangumbahan ini terbawa dari gugusan karang di daerah Ujung Genteng. Diduga banyak penyu betina yang menghabiskan waktunya melakukan aktivitas di terumbu karang dan lamun di daerah Ujung Genteng untuk mencari makan.
Terumbu Karang Garis Pantai Pantai Pangumba Ujung Genteng
Sumber: http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gov/SeaWIFs/reefs Gambar 18. Area ten~mbukarang di sekitar perairan Pangumbahan
4.7.
Karakteristik Biologi Pantai Peneluran
4.7.1. Fauna pantai
Pantai Pangumbahan tidak hanya sebagai habitat peneluran penyu hijau, tetapi juga merupakan habitat bagi beberapa satwa lainnya yang merupakan predator bagi penyu hijau. Jenis-jenis fauna yang hidup di perairan Pangumbahan antara lain ikan, keong, bintang laut, cacing, anemon dan bulu babi (Diademasp), sedangkan fauna yang hidup di sepanjang pantai Pangumbahan adalah kepiting penggali, biawak, babi hutan dan beberapa jenis burung. Mereka merupakan predator potensial bagi telur-telur penyu.
4.7.2. Vegetasi pantai Vegetasi adalah salah satu parameter yang menjadi ciri dari pantai peneluran penyu. Setiap jenis penyu memiliki kesukaan terhadap vegetasi yang herbeda-beda. Ciri pantai peneluran penyu hijau umumnya didominasi vegetasi jenis pandan, sedangkan pantai peneluran penyu sisik umumnya didominasi vegetasi kampak-kampak atau waru laut. Oleh karena itu, ciri ataupun karakteristik biologi yang paling menonjol dari pantai peneluran adalah vegetasi pantai. Keberadaan vegetasi pantai sangat mempengaruhi penyu hijau dalam pemilihan lokasi untuk bertelur. Peran penting yang berkaitan dengan penyu adalah vegetasi pantai sebagai naungan bagi sarang penyu agar tidak terkena sinar matahari yang berlebiian, yang akan meningkatkan suhu substrat sarang sehingga dapat membunuh embrio d m sebagai tempat berlindung penyu pada saat bertelur sehingga dapat terhindar dari predator. Nilai Indeks Penting (INP)untuk keseluruhan kategori tingkatan vegetasi di Pangumbahan (Susilowati, 2002) tersaji pada Gambar 19.
Gambar 19. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP)pantai Pangumbahan tahun 2002 Berikut ini adalah hasil analisis vegetasi untuk tingkat pohon, tiang, pancang dan semai yang diidentifkasi pada bulan Januari 2007 (Gambar 20-23 diolah dari Lampiran 12)
Garnbar 20. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) kategori tingkat pohon
BI Diospyrosfroscens UPandanus tectorius
Leucaena leucocephala
!
I
I Calophyunt inophyllum
1
i
Ii
Harpulia cupunadea H IerrninaIia caitupa
1
183.36
I
I
Gambar 21. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) kategori tingkat tiang
9.73
rn 9.73 7
\
9.73
1
E4 Pandanus tectorrzrs
Ulp.46
Scaevola raccada Gonocarytrrn macrophyNum Gltrfarei~gfzas !B Diospyrosfroscens H Hibisczrsfiliacetrs 17Diospyros maritirna Crinum asiacitum !
I
I
Gambar 22. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP) kategori tingkat pancang
T
TennofaIracalfapa Kt Ipomoea pescap~ae
. .
Scoevola raccada
7.73 7.29.47
40.58
I
,
Pandanus feclorfus Crinvm asiacitum
Diospyros froscem Diospyros marilinaa 0 Cycas nrmphii Hibiscusfaiaceus Ed Calophylrtrm inophyllum
1
II
I
i
I
Gonocarium macropfzyllu~n / E4l Avicennio sp
Gambar 23. Diagram cakram Indeks Nilai Penting (INP)kategori tingkat semai
lndeks Nilai Penting vegetasi berkisar antara 0-300 untuk kategori pohon dan tiang serta 0-200 untuk kategori pancang dan semai. Semakin besar nilai INP suatu jenis, maka semakin besar pula pengaruh dan peranan jenis itu dalam komunitas. Pada Gambar 19 diietahui bahwa pada tahun 2002, Pandanus tectorius @andan) dan CalophyNum inophyllum (nyamplung) adalah vegetasi yang paling mendominasi dengan INP 90,8 dan 80,18 dan vegetasi dengan INP terendah adalah Leucaena leucocephala (jejengkolan) yaitu sebesar 13,66. Namun demikian, tidak terdapat lampiran detail mengenai persentase masing-masing tingkatan. Berdasarkan inventarisasi vegetasi yang dilakukan penulis pada tahun 2007, jenis vegetasi yang memiliki INP tertinggi untuk kategori pohon adalab jenis Calophyllum inophyllum sebesar 148,78 sedangkan jenis Gonocarium macrophyllum memilii INP terendah sebesar 13,32 (Gambar 20). Jenis vegetasi
yang memiliki INP tertinggi untuk kategori tiang adalah jenis Pandanus tectorius
sebesar 183,36 sedangkan jenis Calophyllum inophyllum yang memiliki INP terendah sebesar 15,16 (Gambar 21). Untuk kategori vegetasi tingkat pancang juga didapatkan jenis Pandanus tectorius yang memiliki INP tertinggi sebesar 34,84, sedangkan jenis Diospyros maritima memiliki INP terendah 9,73 (Gambar 22). Untuk kategori vegetasi tingkat semai didapatkan jenis Terminalia cattapa yang memiliki DP tertinggi sebesar 40,58, sedangkan jenis Crinum asiacitum memiliki WP terendah sebesar 7,73 (Gambar 23).
Dari diagram pie di atas, dapat dilihat bahwa Calophyllum inophyllum yang dominan di kategori pohon hanya memiliki persentase sangat kecil di kategori tiang, pancang dan semai. Ini menunjukkan regenerasi spesies vegetasi pantai yang tidak seimbang. Hal ini diduga disebabkan terjadi penebangan spesies Calophyllum inophyllum pada tingkat tiang dan pancang yang banyak dilakukan
oleh penduduk sekitar untuk dijadikan kayu bakar. Regenerasi yang baik ditemukan pada spesies Pandanus tectorius dan Terminalia cattapa yang pada tingkat semai adalah vegetasi memiliki dominasi tinggi, kemudian untuk tingkat seterusnya, yaitu tingkat pancang dan tiang memiliiki presentase proporsional.
Namun, pandan hanya mampu tumbuh sampai tingkat tiang, karena jenis vegetasi ini pada dasarnya termasuk tanaman bawahlperdu.
4.7.3. Penutupan biota mati penyusun pasir pantai Persen penutupan terbesar adalah kelas bivalvia (kerang) yaitu sebesar 11,73% (Lampiran 13), lebih tinggi dibandingkan penutupan gastropoda dan rubble. Hal ini disebabkan jenis biota ini me~piikanbentos dasar perairan yang
pergerakannya lebih disebabkan arus atau gelombang, sehingga pada saat datang gelombang banyak yang terbawa dari perairan hingga ke pantai, sedangkan persen
penutupan untuk kelas gastropoda adalah sebesar 2,06%. Persentase yang lebih kecil ini disebabkan keong memiliki kaki sebagai alat geraknya, apabila terbawa gelombang hingga ke pantai keong bisa kembali ke perairan atau mas& ke dalam pori-pori pasir. Patahan karanglrubble memiliki persen penutupan terkecil yaitu sebesar 1,36%. Berdasarkan wawancara dengan masyarakat, lokasi terurnbu karang di perairan Pangumbahan terletak jauh dari pantai. Persentase penutupan kelas bivalvia masuk pada kriteria jarang yaitu berada pada kisaran 5%-25%, sedangkan penutupan kelas gastropoda masuk pada kategori sangat jarang yaitu dibawah 5%. Hal ini diduga disebabkan banyaknya kegiatan pengumpulan moluska yang dilakukan oleh masyarakat setempat. 4.6. Penyebaran Sarang Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan
Sepanjang pantai peneluran di pantai Pangumbahan mempakan daerah potensial bagi penyu hijau untuk membuat sarang. Berdasarkan pengamatan, Stasiun 2 dan Stasiun 3 mempakan lokasi yang paling potensial bagi penyu hijau dalam membuat sarang peneluran sedangkan Stasiun 1 dan Stasiun 4 mentp2ikaII lokasi yang kurang potensial bagi penyu hijau dalam membuat sarang peneluran. Pada Gambar 24 (diolah dari Lampiran 14) dapat dilihat penyebaran sarang penyu hijau selama Musim Timur (diwakili bulan September 2006) dan Musim Barat (diwakili bulan Januari 2007). Penyu hijau paling banyak naik dan membuat sarang di Stasiun 2. Hal ini disebabkan pada Stasiun 2 jenis vegetasi yang mendominasi adalah vegetasi Pandan (Pandanus tectorius) yang paling disukai penyu hijau, kemiringan pantainya pun tidak terlalu curam ataupun landai berkisar antara 14,3g0pada Musim Timur dan 27,72" pada Musim Barat. Pada Stasiun 3 penyu hijau juga
banyak naik untuk mendarat karena pada stasiun ini gerakan ombak lebih besar dibandingkan dengan stasiun yang lainnya. Dengan ombak yang besar kemungkinan dimanfaatkan penyu hijau untuk mendorong tubuhnya ke arah pantai dan membuat sarang. Jenis vegetasi pandan juga memiliki kerapatan yang tinggi di stasiun ini selain jenis vegetasi Nyamplung (Calophyllum inophyllum).
stasiun 1
stasiun 2
stasiun 3
stasiun 4
Stasiun
Gambar 24. Histogram total jumlah sarang penyu hijau di setiap stasiun pengamatan pada periode Musim Timur (September 2006) d m Musim Barat (Januari 2007) Pada Stasiun 1 perairan relatif tenang dan ditemukan hamparan terumbu karang yang cukup luas, juga ditemukan beberapa jenis rumput laut yaitu
Sargassum sp dan Turbinaria ornata, dan beberapa jenis lamun yaitu Cymodoceae serrulata dan Thalasia hemprichii. Diduga stasiun ini merupakan tempat dimana penyu hijau dewasa mencari makan pada siang hari dan melakukan kegiatan reproduksinya. Penyu hijau jarang melakukan peneluran di stasiun ini diiarenakan terhalangi oleh hamparan batu karang tersebut saat menuju daerah supratidal. Penyu hijau paling sedikit naik di stasiun 4 karena pada daerah ini hanya terdapat sedikit vegetasi berupa semak. Pada stasiun ini terdapat muara sungai
Cipanarikan yang pada musim kemarau airnya menjadi kering dan jalur alirannya ke laut tertimbun oleh tumpukan pasir sehingga rata dengan daratan. Sungai Cipanarikan adalah batas antara pantai Pangumbahan dengan suaka marga satwa Citirem yang juga adalah lokasi peneluran potensial bagi penyu hijau.
4.9. Jumlah Pendaratan Penyu Hijau di Pantai Pangumbahan Dalam Kurun Waktu 5 Tahun Terakhir
Menurut Nuitja (1992), musim puncak peneluran penyu hijau di Pangumbahan ada pada bulan Agustus dan September yaitu pada Musim Timur. Hal ini sesuai dengan jumlah pendaratan yang terjadi selama periode 5 tahun terakhir yang dapat diliiat pada Gambar 21 (diolah dari Lampiran 15) d'imana jumlah pendaratan penyu hijau di M u s h Timur selalu lebii besar jumlahnya dibandingkan pada Musim Barat. Namun demikian, berbeda dengan data pengamatan penulis pada periode tahun 2006 yaitu jumlah pendaratan pada Musim Timur lebih sedikit dibandingkan pada M u s h Barat. Hal ini diduga disebabkan pergeseran musim dan turunnya suhu air laut akibat fenomena lanina.
600 .- . 500
.
. ... . .
.-
.
. ..
.
B
1
- .
..
T
2001
B
/
T
2002
B
/
T
2003
B
/
T
2004
B
/
T
2005
B
1
T
B
2006 2004
Lehun
Garnbar 25. Histogram pendaratan penyu hijau (ekor) pada Musim Timur dan Musim Barat selama periode 2001-2007
4.10.
Deskripsi
Pada Tabel 8 dapat dilihat perbandingan secara deskriptif antara parameter fisika dan biologi yang diperoleh pada penelitian ini besertakan literaturnya.
Tabel 8. Deskripsi parameter fisika dan biologi di pantai Pangumbahan pada Musim Timur dan Musim Barat beserta dari literatur Musim timur Musim barat Parameter 372 344 menuru; Nuitja i1992) ad; paia bilan ~ ~ u s tdan i s September (Nuitja, 1992) (musim timur), teori ini berbeda dengan hasil penelitian yaitu diperoleh data jumlah pendaratan penyu hijau di pantai Pangumbahan pada musim barat lebih tinggi dibandingkan musim timur. Hal ini diduga disebabkan pergeseran musim yang mengakibatkan keadaan biofisik pantai dan perairan I peneluran berubah. 3000 m 2739 m (Widastuti, 1998) Lebar pantai masih normal berada dalam kisaran literatur. Lebar pantai Pada musim barat, lebar pantai lebih kecil dibandingkan musim timur. Hal ini disebabkan pada musim barat, angin bertiup lebih kencang, sehingga ombak makin jauh masuk melewati area pasang surut dan mengurangi lebar pantai. Semakin besar lebar pantai semakin besar pula energi - -yang dibutuhkan penyu uniuk mencapai area supratidal. -23,30°- 86,IO0 1 Kemiringan pantai masih normal berada dala~nkisaran. Kemiringan pantai ja Penyu hijau menyukai daerah (Widiastuti, 1998) ~ e n u r u f ~ u i t(1992), berkemiringan 30' untuk bertelur. tetapi umumnya kemiringan pantai yang terukur pada penelitian masih dalam kisaran kemiringan pantai peneluran. Berbeda dengan penyu sisik yang menyukai pantai yang landai, penyu hijau menyukai I pantai yang curam hingga kemiringan 80' 1 Suliu substrat masih berada oada kisaran normal: 23"-31°C Suhu substrat (Yusuf, 2000) Suhu subshat -Lama penetasan ,Dominanp
!--
k
I
/
1
1
-
Parameter
Musim timur
Deskripsi & Kaitan Parameter dengan Penyu Hijau Teriadi , nerbedaan suhu uermukaan air laut vanr . -sangat ckstrim antara musim timur dan barat mencapai selisih 5°C Hal ini diduga disebabkan fcnomena lanina yang telah diprediksi pakar sejak tahun 2002 (~ww.ose~no~rafi~b~o~spot.com, 2002). Walaupun penyu termasuk hewan laut yang bersifat poikiloterm/eurythermal yang tahan terhadap kisaran suhu yang lebar, penurunan suhu ini mengganggu aktivitas pendaratan. menurut McGinnis dalam Rebel penyu yang hidup di laut tropis menyukai suhu 26OC-30°C. Persentase kisaran fraksi pasir normal tidak jauh berbeda dari data-data penelitian sebelumnya yaitu lebih dari 90%. Daerah pantai yang cocok bagi penyu hijau adalah yang memiliki butiran pasir tertentu dan mudah digali. Menurut Nuitja dan Uchida (1983) susunan tekstur daerah peneluran penyu berupa pasir tidak kurang dari 90% dan sisanya adalah debu dan liat
.
laut
(Nuitja, 1992)
Kadar air pasir normal masih berada dalam kisaran. Pada musim timur kadar air pasir kurang dari 10% dikarenakan tidak turun hujan. Kelembaban atau kadar air dalam pasir sangat dibutuhkan untuk perkembangan embrio penyu secara normal (Goin et al, dalam Widiastuti, 1998). Selama musim timur tidak terjadi hujan, sedangkan pada < 60 mm (Widiastuti, 1998) musim barat turun hujan sebanyak 38 hari. Curah hujan rendah rendah berakibat pasir sulit digali, curah hujan terlalu tinggi berakibat pasir terlalu padat dan juga sulit digali. Curah hujan pada musim barat masuk dalam intensitas sedang menyebabkan kadar air pasir di area peneluran mcnjadi stabil sehingga pasir lebih mudah untuk digali. Tinggi gelombang masih berada dalam kisaran normal. 52m Gelombang membantu penyu saat naik ke area peneluran. (Nuitja, 1992) (Todd dalam Widiastuti, 1998)
i Curah hujan
I
Tinggi gelombang
1,6 m-2,l m
-
Parameter Kecepatan arus
Musim timur 0,15-0,50 mls
Musim barat
I
Kontur kedalaman perairan Terumbu Karang Vegetasi
Jenis vegetasi dominan : Pohon: Nyarnplung (148,78) Tiang: Pandan (183,36) Pancang: Pandan (34.84) Semai: Ketapang (40,58) Bivalvia : 11.73% Gastropoda : 2,06% Rubblelvatahan karang : 1,35% >
Penutupan biota mati penyusun pasir pantai
,
,
/
Diduga perubahan hanya pada tingkat semai
Kisaran literatur
Deskripsi & Kaitan Parameter dengan Penyu Hijau Kecepatan arus berada dalam kisaran normal. Tertinggi di stasiun 2, ha1 ini disebabkan tidak ada penghalang antara laut ke pantai, sedangkan terendah di stasiun 1 karena di daerah ini terdapat gugusan batu-batuan di bawah perairan yang menjadi penghambat arus dari laut ke pantai.
Kontur pantai Pangumbahan curam, kedalaman di bawah 100 10 km dari garis meter masih dapat ditemui hingga-jarak -- . pantai. ~ e d a l a m a nmencapai 1400 m pada jarak 20 km dari pantai Terumbu karang tidak terletak persis di depan pantai Pangumbahan. Terumbu karaug ditunjukkan berada di bagian selatan yaitu di daerah Ujung Genteng. Vegetasi berperan penting melindungi sarang penyu, mengatur Jenis vegetasi dominan : kadar air serta mencegah erosi. Kondisi vegetasi di pantai Pangumbahan masih normal, karena di sepanjang pantai Pandan (97) dan peneluran masih ditumbuhi dan didominasi oleh vegetasi yang Nyamplung sangat disukai oleh penyu hijau yaitu jenis pandan (Pandanus (80,18) (Widiastuti, 1998) tectorius). Pada vegetasi jenis nyamplung terjadi regenerasi yang kurang baik karena dominan pada tingkatpohon tetapi di tingkatan tiang, pancang, dau semai persentasenya kecil. Pada pantai peneluran penyu hijau penutupan pantai dido~ninasioleh cangkang molusca (bivalvia dan gastropoda), berbeda dengan pantai peneluran penyu sisik yang lebih banyak ditutupi oleh patahan-patahan karang.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpufan
Pantai Pangumbahan merupakan lokasi peneluran penyu hijau (CheZonia mydas) yang sangat potensial dimana dalam satu hari bisa mencapai 10 ekor penyu yang naik mendarat dan bertelur. Daerah yang paling potensial bagi lokasi peneluran di Pangumbahan adalah di stasiun 2. Kondisi pantai peneluran Pangumbahan secara m u m masih baik dilihat dari kondisi pantai yang memilii kemiringan rata-rata18,42' pada musim timur dan 27,06O pada musim barat, komposisi substrat yang didominasi oleh tekstur pasir halus, sepanjang pantai peneluran mash ditumbuhi jenis vegetasi pandan laut (Pandanus tectorius) dan lokasi Pangumbahan yang dekat dengan tempat mencari makan (feeding ground) di daerah Batu Namprak. Terdapat perbedaan parameter fisik antara musim timur dengan musim barat, diantaranya pada suhu air laut, suhu substrat, lebar panlai, kemiringan pantai, dan curah hujan. Keseluruhan parameter fisik yang diamati masih berada pada kisaran normal sesuai literatur kecuali suhu air laut yang terukur ekstrim. Pada parameter biologi, vegetasi yang mendominasi adalah jenis Pandanus tectorius @andan), sedangkan pada beberapa jeNs vegetasi terjadi regenerasi yang kurang baik, contohnya pada j e ~ vegetasi s Calophyllum inophyllum (nyamplung). Pada penelitian jumlah pendaratan di musim barat lebii besar dibanding musim timur. Hal ini diduga dipengaruhi turunnya suhu permukaan laut yang ekstrim sepanjang musim timur tahun 2006.
5.2. Saran
Sebaiknya penelitian dilakukan dengan pengambilan data parameterparameter biofisik pantai minimal selama satu bulan penuh pada tiap musim dengan selang waktu pengambilan untuk musim berikutnya adalah 6 bulan. Pencatatan jumlah pendaratan penyu yang sifatnya kontinyu (4 bulan) pada tiap musim juga diperlukan agar diperoleh gugus data yang bisa diolah, sehingga bisa dilihat perubahan parameter biofisik apa yang paling signifikan mempengaruhi aktivitas peneluran penyu hijau. Saran kepada pengelola agar memperhatikan kondisi vegetasi pantai dengan menanam jenis vegetasi yang regenerasinya kurang baik seperti jenis nyamplung dan menjaga vegetasi pantai dari para penebang yang tidak bertanggung jawab. Vegetasi selain memberikan pengamh pada insting penyu hijau juga berpengamh pada kondisi fisik pantai, yaitu sebagai penahan pantai dari gelombang dan sebagai filter bagi pasir halus yang terbawa oleh angin ke daratan. Pengelolajuga perlu memperhatikan aktivitas pengumpul moluska kelas gastropoda dan bivalvia (kerang dan keong) yang mengakibatkan turunnya jenis populasi biota tersebut. Karena salah satu ciri habitat pantai peneluran penyu adalah banyak ditutupi oleh pecahan cangkang moluska.
DAFTAR PUSTAKA
Bustard, R.H. 1972. Sea Turtle :Natural Histov and Consevation. Collins, Press Inc. Sidney. Ewert, M.A. 1979. The Embvo and Its Eggs: Development and Natural History. h. 333416. In M.Harless dan H. Morlock (Eds). Turtles, Perspective and Research. John Wiley and Sons, Inc. New York. English, S.C. Wilkinson dan V. Baker.1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institut of Marine Science. Townsvile. Hirth, H.F. 1971. Synopsys of Biologi Data on The Green Turtle, Chelonia mydas (Linneaus, 1758). FAO, Fisheries Synopsys. http://EuroTurtle - Green Sea Turtle.htm, 2006.
Kusuma, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Institut Pertanian Bogor Press. Bogor. Limpus, J. C. 1984. Report on Observation Sea Turtle in Indonesia : 18 - 31 August. Queensland National Park and Wildlife Service. Townsville. Lohmann, J. 2006. Sea Turtles Have Built-in Compass. University of North Carolina Press. North Carolina. Luschi, P. 2003. Migration and conservation: the case of sea turtles. In Animal Behavior and Wildlife Conservation,eds. Festa-Bianchet, M. & Apollonio, M., pp. 49-61. Island Press, Washington, D.C. Nontji. A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta, Indonesia. Nuitja, I.N.S. 1992. Biologi dun Ekologi Pelestarian Penyu Laut. IPB Press. Bogor. Rebel, T.P. 1974. Sea Turtle and Turtle Industry of The Western Indies, Florida, and The Gulf of Mexico. University of Miami Press. Florida. 250 h.
Sani, A.A. 2004. Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran dun Hubungannya dengan sarang peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Sindang Kerta, Cipatujah, Tasikmalaya, Jawa Bard. (Skripsi). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Susilowati, T. 2002. Studi Parameter Biojsik Pantai Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas,L) di Pantai Pangumbahan, Sukabumi, Jawa Bard. (Skripsi). Departernen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widiastuti, W.H.H. 1998. Karakteristik Biojsik Habitat Peneluran Penyu Hqau (Chelonia mydas,L) dun Interaksinya dengan Populasi Penyu Hijau yang Bertelur di Pantai Pangmbahan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. (Skripsi). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Withamana, et al. 2007. Laporan praktek Lapang Mata Kuliah Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yusuf, A. 2000. Mengenal Penyu. Yayasan Alarn Lestari. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1 . Data klirnatologi pantai Pangurnbahan stasiun BMG Maranginan periode Januari 2006-Februari 2007 Data Klimatologi Jan 2006-Feb 2007 Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Wilayah I1 Kiimatologi Klas I
I
Rata-rata
I
I
24,O
Stasiun: Maranginan Elevasi: 150 m Lokasi :07.15'LS; 106.15'BT
I
I
53
I
I 86
2,6
Lampiran 2. Panjang, iebar dan kemiringan rata-rata pantai Pangumbahan pada periode September 2006 dan Januari 2007
Lampiran 3. Lebar intertida1,supratidal dan iebar pantai total (m) di setiap stasiun pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007
Lampiran 4. Kemiringan pantai (") di setiap stasiun pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007
Lampiran 5 . Suhu substrat rata-rata ("C) di setiap stasiun pada beberapa waktu pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007
Larnpiran 6. Persentase kadar air substrat (%) di setiap stasiun pengamatan periode September 2006 dan Januari 2007 Periode Sept 06
Stasiun 1
Substasiun 1 2 3
Kadar air (%) 8,56 10,zo 8,33
Lampiran 7. Citra suhu permukaan perairan pantai Pangumbahan *Citra suhu permukaan pada musim timur (diwakili bulan Juli dan September 2006)
--
18 19
w
at PB 23
~5 2s 27 ~8
rn w st sa
Sea Surface Temperature (C)
----
10 1
sa el ee
2s a eg s 27 as 89 so SL Sea SvrPncc Temperature (C)
18
-.-
*Citra suhu permukaan pada musim barat (diwakili bulan Januari dan Maret 2007)
-.--
1 99 D ZL PP 13 U 15 P8 27 28 22 90 SL 92 u-
Sea Surface Temperature (C)
18 10
el 2s Ss SA 15 W Z 28 28 Sd 31 3E
Sea Surface Temperature (C)
..--
Lampiran 8. Tinggi gelombang rata-rata (m) di perairaran pantai Pangumbahan
Lampiran 9. Kecepatan arus (mls) di setiap stasiun pengamatan dengan ulangan
Lampiran 10. Tabel pasang surut di perairan Pangumbahan periode 1 - 30 September 2006
'
25
26 27 28 29 30
1,7 1,5 1,3 1,l 1,0 1,l
2,l 2,3 1,9 2,2 1,7 2,O 1,5 1,8 1,3 1,6 1,2 1,4
2,2 2,3 2,2 2.0 1,8 1,6
2,l 2,2 2,2 2,l 1,9 1,7
1,8 1,9 2,O 2.0 1,9 1,7
1,4 1,6 1,8 1,9 1,9 1,8
1,l 1,3 1,5 1,7 1,7 1,7
0,9 1.1 1,3 1,5 1,6 1,7
0,9 0,9 1,l 1,3 1,5 1.6
1,0 1,0 1,0 1,2 1,4 1,5
1,2 1,l 1,l 1,2 1,3 1,5
1,5 1.4 1,3 1,3 1,3 1.4
1,8 1,7 1,6 1,5 1,4 1,4
1,9 1,9 1,7 1.6 1,5 1,5
Ketinggian dalam meter
1,9 1,9 1,8 1,7 1.6 1,5
1.7 1,8 1,8 1,7 1,6 1,5
1,4 1,5 1,6 1,6 1,5 1,4
1,l 1,2 1,3 1,4 1,4 1.4
0,8 0,9 1,l 1,2 1,3 1,3
0,6 0,7 0,8 1.0 1.1 1,2
0,6 0,6 0,7 0,9 1,0 1,2
0,8 0,7 0,7 0,8 1,0 1,2
1,l 0,9 0,8 0,9 1,0 1,2
Sumber : Dinas Hidro-Oseanografi (2006) a! 4
Lampiran 11. Tabel pasang surut di perairan Pangumbahan periode 1 - 31 Januari 2007
;umber : Dinas Hidro-Oseanografi (2006)
Ketinggian dalam meter
Lampiran 12. Hubungan antara tinggi pasang air laut dengan penyu hijau yang naik ke pantai untuk bertelur berdasarkan data bulan September 2006
Model Diman
Yi Xi
= Peubah tak bebas = Peubah bebas = Intersep
Po pi
Ei
.
=Slope = Galat
Lampiran 12. Lanjutan
* Setiap kenaikan X sebesar satu satuan maka akan meningkatkan Y sebesar 0.85670 satuan
JKR = ( m - i ( C X ) ( C Y ) ) b l = 0,336535969 JKT = CY2 - i(CY)' = 115,483871 JKS
= JKT
- JKR
= 115.147335
Tabel Sidik Ragam (TSR) SK
dB
JK
KT
F Hitung
F Tabel
Regresi
1
1,44783
1.44783
0,70901
0.14194
Sisa
29
5S,2$381
2,04203
Total
30
60,66667
HO:Pi=O HI :Pi#O
F Hitung > F Tabel + Tolak HO
* Pada tingkat kepercayaan 95% tinggi pasang air laut berpengaruh terhadap jumlah individu penyu hijau yang naik untuk bertelur. Berdasarkan hasil statistik dengan menggunakan uji F pada a = 0,05 dengan derajat bebas adalah 29 bahwa pada tingkat kepercayaan 95% tinggi pasang air laut berpengaruh nyata terhadap individu penyu hijau yang naik untuk bertelur, karena dengan pasang akan sangat memudahkan penyu untuk naik ke pantai sehingga penyu dapat menghemat energi ketika menuju daerah supratidal untuk bertelu
Lampiran 13. Analisis vegetasi hutan pantai Pangumbahan pada tiap tingkatan Tingkat vohon
Tinnkat tiang
Lampiran 13. Lanjutan Tingkat pancang No
Nama lokal
Nama ilmiah
N
K
KR
F
FR
INP
Lampiran 13. Lanjutan Tinekat semai
Lampiran 14. Persentase penutupan biota mati penyusun pasir pantai
Persen penutupan C = X(mi x fi) If
=
2.06 %
Persen penutupan C = Urni xfi)
=
1.35 %
Xf
Persen penutupan C=Z(rnixfi) If
=
11,73%
Lampiran 15. Jumlah penyu hijau yang mendarat dan bertelur (ekor) pada tiap stasiun pengamatan periode September 2006
25 26 27 28 29
30 JUMLAH
1
1
2 1
1 2 2 2
2 1 0 20
3 66
1 1 1 1 2 1 41
0 I 1 1 1
0 13
Lampiran 16. Jumlah penyu hijau yang mendarat dan hertelur (ekor) pada tiap stasiun pengamatan periode Januari 2007
Lampiran 17. Jumlah pendaratan penyu hijau pada Musim Barat dan Musim Timur selama periode 2001-2007
Lampiran 18. Dokumentasi penelitian
Penyu hijau menggali sarang
Penyu hijau mengubur sarang
Penyu hijau kembali ke laut
Penyu hijau kesiangan
Jejak penyu hijau
Lampiran IS. Lanjutan
Stasiun 1
Stasiun 2
I
Substrat pasir halus
Vegetasi pandan
I
Lampiran 18. Lanjutan
bertelur
Aktivitas nelayan setempat
Pengumpulan moluska
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, Sumatera Selatan tanggal 2 Februari 1985 dari Ayah H.Yoyo Taryo dan Ibu Hj.Ani Sutinah. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Tahun 1999-2002 Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum Negeri 90 Jakarta Selatan. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahsiswa Insitut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program Studi Ilmu Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Mahasiswa IPB). Selarna kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis &if dalam berbagai organisasi kemahasiswaan. Penulis menjadi pelopor olahraga futsal di tingkat IPB, kemudian menjadi staf Departemen Olahraga dan Seni BEM TPB IPB dan &if sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan. Penulis juga pemah berperan sebagai panitia pelaksana Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru IPB tahun 2003. Untuk menyelesaikan studi di IPB penulis membuat skripsi dengan juduI "Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pangumbahan Sukabumi, Jawa Barat".