Tugas Etika Profesi Akuntan
REVISI KASUS WASTE MANAGEMENT INC. DAN PT GREAT RIVER INTERNATIONAL TBK 12 Mei 2014
Oleh: Independence 8335118315
Tiara Ade Rahma
8335118325
Nurviani Muzdalifah
Program Studi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala rahmat dan berkat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik. Laporan ini merupakan laporan tertulis dari kelompok Etika Profesi Akuntansi Independence Jurusan Akuntansi 2011 Universitas Negeri Jakarta. Laporan ini ditujukan kepada Ibu Marsellisa Nindito sebagai Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Makalah ini membahas tentang dua kasus yang masing-masing terjadi di Amerika Serikat dan Indonesia, serta kaitannya dengan peraturan di masing-masing Negara tersebut. Pada kesempatan ini kami selaku mahasiswa menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Marsellisa Nindito selaku Dosen Mata Kuliah Etika Profesi Akuntansi yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyempurnakan makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan penulis di masa yang akan datang. Semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Jakarta, 30 April 2014
Tiara & Nurviani
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan BAB 2 Pembahasan 2.1 Studi Kasus 1: Waste Management Inc. 2.1.1 Sejarah Singkat Waste Management Inc. 2.1.2 Kronologi 2.1.3 Pihak-Pihak Terkait 2.1.4 Terjadinya Skandal 2.1.5 Dampak dan Kelanjutan 2.1.6 Analisis Kasus 2.2 Studi Kasus 2: PT Great River International Tbk 2.2.1 Sejarah Singkat PT Great River International Tbk 2.2.2 Kronologi 2.2.3 Pihak-Pihak Terkait 2.2.4 Bukti-bukti dan Fakta 2.2.5 Penyebab Terjadinya Skandal 2.2.6 Dampak Terjadinya Kasus 2.2.7 Analisis Kasus BAB 3 Penutup 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran Daftar Pustaka Lampiran: Print-out Presentasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kemajuan ekonomi suatu negara memacu perkembangan bisnis dan mendorong
munculnya pelaku bisnis baru sehingga menimbulkan persaingan yang cukup tajam di dalam dunia bisnis. Hampir semua usaha bisnis betujuan untuk memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya
(profit-making)
agar
dapat
meningkatkan
kesejahteraan pelaku bisnis dan memperluas jaringan usahanya. Namun terkadang untuk mencapai tujuan itu segala upaya dan tindakan dilakukan. Walaupun pelaku bisnis harus melakukan tindakan-tindakan yang mengabaikan berbagai dimensi moral dan etika dari bisnis itu sendiri. Bisnis dapat menjadi sebuah profesi etis apabila ditunjang dengan menerapkan prinsip-prinsip etis untuk berbisnis. Prinsip-prinsip etis dalam berbisnis adalah merupakan suatu hukum yang mengatur kegiatan bisnis semua pihak secara fair dan baik disertai dengan sebuah sistem pemerintahan yang adil dan efektif dalam menegakkan aturan bisnis tersebut. Dalam prinsip ini terdapat tata cara ideal dalam pengaturan dan pengelolaan bisnis yang memperhatikan norma dan moralitas ini dapat menunjang maksud dan tujuan kegiatan bisnis. Berdasarkan pernyataan di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu. Dalam prinsip akuntansi, etika akuntan harus lebih dijaga daripada kepentingan perusahaan. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis, dengan berdasarkan kepentingan banyak pihak yang terlibat dengan perusahaan. Dan bukan didasarkan pada beberapa pihak tertentu saja. Karena itu, bagi akuntan, prinsip akuntansi adalah aturan tertinggi yang harus diikuti. Kode etik dalam akuntansi pun menjadi barang wajib yang harus mengikat profesi akuntan.
Profesi akuntan yang selama ini mendapat kepercayaan publik untuk melindungi kepentingannya justru dianggap telah mengkhianati janjinya, yang mengawali kehadiran profesi ini di tengah publik. Publik melihat bahwa hal ini bukan merupakan business failures melainkan audit failures, yaitu terjadinya kegagalan auditor dalam melaksanakan audit. Artinya audit yang dilakukan tidak sesuai dengan standard audit yang telah ditetapkan. Dengan demikian salah satu contoh skandal yang berasal dari Amerika Serikat adalah Waste Management Inc. Perusahaan yang bergerak dalam industri pembuangan limbah dan perusahaan jasa lingkungan. Perusahaan tersebut melakukan rekayasa laporan keuangan dalam hitungan miliaran dollar, kasus yang sama juga terjadi di Indonesia yaitu PT Great River International Tbk. Sebagai reaksi atas kasus-kasus tersebut Bapepam dan BEI juga mewajibkan penerapan Good Corporate Governance (GCG) bagi perusahaan-perusahaan yang telah menjual sahamnya di Bursa efek. Fenomena yang terpapar menunjukkan bahwa laporan keuangan telah gagal untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna laporan keuangan. Laba sebagai bagian dari laporan keuangan tidak menyajikan fakta yang sebenarnya tentang kondisi ekonomis perusahaan sehingga laba yang diharapkan dapat memberikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan menjadi diragukan kualitasnya. Laba yang tidak menunjukkan informasi yang sebenarnya tentang kinerja manajemen dapat menyesatkan pihak pengguna laporan. Kualitas laba khususnya dan kualitas laporan keuangan pada umumnya adalah penting bagi mereka yang menggunakan laporan keuangan karena untuk tujuan kontrak pengambilan keputusan investasi (Schipper dan Vincent, 2003).Untuk mengetahui lebih lanjut kasus-kasus yang terjadi terkait hal ini, kami mengkhususkan pembahasan skandal yang terjadi pada Waste Management dan PT Great River International Tbk.
1.2
Rumusan Masalah
Dalam menyusun makalah ini, kami menggunakan skema 5W+1H dalam merumuskan masalah mengenai: 1)
Apa yang terjadi pada skandal Waste Management dan PT Great River International
2)
Siapa pihak-pihak yang terlibat dan terkena dampak dari skandal Waste Management dan PT Great River International
3)
Kapan terjadinya runtutan skandal Waste Management dan PT Great River International
4)
Mengapa skandal Waste Management dan PT Great River International dapat terjadi
5)
Bagaimana dampak skandal Waste Management dan PT Great River International terhadap tata kelolal perusahaan
6)
Peraturan apa saja yang telah dilanggar oleh Waste Management dan PT Great River International terhadap kasus yang bersangkutan
1.3
Tujuan Penulisan Memahami isu-isu, prinsip-prinsip, dan praktik-praktik yang terlibat dalam
harapan-harapan baru ini merupakan hal yang penting untuk mengantisipasi dan mempertimbangakan hal apa saja yang sesuai untuk tata kelola dan perilaku yang tepat bagi perusahaan dan para akuntan profesional di masa depan. Dihadapkan dengan pilihan menerapkan suatu aliran pedoman dan peraturan baru, para pebisnis dan akuntan profesional akan menemukan bahwa tugas mereka difasilitasi oleh pemahaman akan esensi etika yang berdasarkan pada inisiatif-inisiatif yang baru.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1
Studi Kasus 1: Skandal Waste Management Inc. (WMI) 2.1.1
Sejarah Singkat Waste Management Inc.
Waste management, Inc (WMI) didirikan oleh dua sepupu Dean Buntrock dan Wayne Huizenga pada tahun 1968, perusahaan yang bermarkas di City Tower Pertama di Houston, Texas. Perusahaan bergerak dalam industri pembuangan limbah dan perusahaan jasa lingkungan di AS. Waste menjadi perusahaan manajemen limbah terbesar di AS. Namun, Wayne Huizenga meninggalkan WMI pada tahun 1984 untuk mendirikan kerajaan blockbuster. Bisnis inti dari Waste Management untuk manajemen sampah di Amerika Utara terdiri dari proses-proses penting sebagai berikut, yaitu mengumpulkan (collection), memindahkan (transfer) & membuang (disposal). Dalam pemilikan Buntrock sebagai CEO, perusahaan tersebut ‘go public’ pada tahun 1971, dan kemudian berkembang selama tahun 1970an dan 1980an melalui beberapa tambahan atau akusisi dari perusahaan angkutan sampah lokal dan penguruspengurus landfill. Bahkan pada suatu saat perusahaan mampu melakukan hampir dari 200 akusisi selama setahun. Dari 1971 sampai dengan 1991, perusahaan menikmati rata-rata pertumbuhan pendapatan sebesar 36% per tahun dan pertumbuhan laba bersih sebesar 36% per tahun. 2.1.2
Kronologis Kasus
Pada 1991, Waste Management menjadi bisnis pembersih sampah terbesar di dunia, dengan pendapatan lebih dari $7.5 milyar. Meskipun terjadi resesi, Buntrock dan eksekutif lainnya di Waste Management menetapkan tujuan/sasaran pertumbuhan yang agresif. Pada 1992 misalnya, perusahaan meramalkan pertumbuhan sebesar 26.1% untuk pendapatan & 16.5 % untuk laba bersih berturut-turut selama 1991. Pada tahun 1992, auditor di Andersen menemukan bukti yang menunjukkan bahwa klien mereka salah saji pada pajak, asuransi, dan biaya yang ditangguhkan sebesar
$93.5 juta, tetapi WMI menolak untuk menyajikan kembali laporan keuangan untuk memperbaiki kesalahan. Pada tahun 1993, auditor mendokumentasikan salah saji lain sebesar $128 juta yang akan mengurangi pendapatan dari operasi yang dilanjutkan sebesar 12 persen. Meskipun demikian, Andersen menyimpulkan bahwa salah saji tersebut tidak material untuk mengharuskan pengungkapan. Pada 1996, Dean Buntrock pensiun sebagai CEO, tapi melanjutkan untuk karirnya sebagai ketua dari Dewan Direksi. Pada tahun 1997 ketika CEO baru perusahaan, Ronald T. Lemay, berhenti setelah tiga bulan menjabat. Analis menyimpulkan bahwa CEO berhenti karena mungkin telah menemukan masalah akuntansi. Meskipun demikian, Lemay telah memulai penyelidikan atas manipulasi akuntansi yang kemudian menjadi titik awal untuk mengetahui perlunya penyajian kembali laporan keuangan periode 1992-1997 yang diperlukan untuk mengoreksi berbagai penggelembungan angka dan juga menjadi titik awal untuk investigasi SEC. SEC mulai memeriksa buku WMI pada bulan November 1997, ketika perusahaan mengumumkan bahwa perubahan dalam metode akuntansi akan berakibat pada hilangnya $1.2 milyar dan mengurangi laba ditahan yang dilaporkan sebesar $1 miliar yang tercatat selama lima tahun sebelumnya. Skema terurai pada pertengahan tahun 1997, setelah CEO baru memerintahkan untuk meninjau praktik akuntansi perusahaan. Pada 1992-1997, CEO yang lama memanipulasi laporan keuangan untuk mencapai target laba. WMI terus terlibat dalam $ 1,4 miliar pada penipuan laporan keuangan . Pada tahun 1998, WMI menyajikan kembali laporan keuangan perode 1992-1997. Dalam penyajian kembali, melalui tiga kuartal pertama, perusahaan mengakui secara material telah menggelembungkan laba sebelum pajak sekitar $1.7 milyar dan mengecilkan elemen tertentu dari beban pajaknya sebesar $190 juta. WMI mengakui bahwa secara keseluruhan perusahaan telah menggelembungkan laba bersih setelah pajak sebesar lebih dari $1 miliar. Setelah pengumuman tersebut, saham perusahaan turun hingga lebih dari 30% dan pemegang saham rugi hingga $6 milyar dollar. SEC menuduh Dean Buntrock, pendiri perusahaan, dan 5 pejabat top lainnya melakukan penipuan ini. Tuduhan tersebut menduga bahwa manajemen telah berulang kali merubah penilaian biaya depresiasi untuk mengurangi jumlah biaya
dan telah melakukan praktik akuntansi yang tidak layak berhubungan dengan kebijakan-kebijakan kapitalisasi, juga merencanakan pengurangan biaya-biaya. SEC juga menuduh Arthur Andersen, sebagai auditor Waste Management, yang diduga keras mengetahui atau secara sembarangan mengeluarkan laporan audit yang secara material salah dan menyesatkan untuk periode 1993 sampai dengan 1996. Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan membayar denda, terbesar dalam sanksi perdata, sebesar $7 juta, tanpa pernyataan mengakui atau menyangkal. Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang berpraktik oleh SEC. Untuk menyelesaikan tuntutan class action dengan pemegang saham yang marah, WMI membayar denda sebesar $677 juta dengan kontribusi dari Arthur Andersen sebesar $95 juta. Tim manajemen puncak di WMI, termasuk chief financial officer dan petugas akuntansi kepala, dipaksa untuk mengundurkan diri. Sebuah perjanjian penyelesaian diajukan dalam gugatan tertunda di pengadilan federal Boston.
2.1.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Skandal Waste Managemnt Inc. 2.1.3.1 Pendiri, Chairman dan CEO: Dean L. Buntrock Buntrock mendalangi kecurangan ini. Dia menetapkan target laba, dipupuk budaya akuntansi penipuan, secara pribadi diarahkan tertentu dari perubahan akuntansi untuk membuat pendapatan yang ditargetkan, dan merupakan juru bicara yang mengumumkan nomor palsu perusahaan. Pada saat yang sama, Buntrock berpose sebagai pengusaha sukses. Dia adalah penerima keuntungan terbesar dari penipuan dan mendapatkan lebih dari $16.9 juta dalam keuntungan haram antara lain dari bonus berbasis kinerja, tunjangan pensiun, sumbangan amal, dan menjual saham perusahaan sementara penipuan itu berlangsung. 2.1.3.2 Manajemen Puncak WMI (Eksekutif) CFO: Philip B. Rooney Rooney yang bertanggung jawab membangun profitabilitas inti operasi limbah padat perusahaan dan setiap saat melakukan kontrol secara keseluruhan
atas anak perusahaan terbesar perusahaan. Dia memastikan bahwa diperlukan write-off tidak tercatat dan, dalam beberapa kasus, ditolak keputusan akuntansi yang akan berdampak negatif pada operasi. Dia mendapatkan lebih dari $9.2 juta keuntungan haram, antara lain dari bonus berbasis kinerja, tunjangan pensiun, dan menjual saham perusahaan sementara penipuan itu berlangsung. Chief Financial Officer (CFO): James E. Koenig Koenig yang terutama bertanggung jawab untuk melaksanakan skema. Dia juga memerintahkan penghancuran bukti, menyesatkan komite audit perusahaan dan akuntan intern, dan menyembunyikan informasi dari auditor luar. Dia mendapat keuntungan lebih dari $ 900.000 dari kecurangannya. Chief Accounting Officer: Thomas C. Hau Hau merupakan teknisi utama untuk akuntansi penipuan. Antara lain, ia menciptakan banyak "one-off" manipulasi akuntansi untuk memberikan pendapatan yang ditargetkan dan hati-hati dibuat pengungkapan menipu. Dia mendapat keuntungan lebih dari $600.000 dari kecurangannya . Herbert Getz Getz adalah penasihat umum perusahaan. Getz memberkati pengungkapan penipuan perusahaan dan mendapat keuntungan lebih dari $450.000 dari kecurangan nya. Bruce D. Tobecksen Tobecksen adalah ahli akuntansi lain yang menjadi tangan kanan Koenig. Pada tahun 1994, ia meminta untuk menangani luapan Hau . Dia mendapat keuntungan lebih dari $400.000 dari kecurangannya. 2.1.3.3 Auditor: Arthur Andersen Company Arthur Andersen berulang kali mengeluarkan laporan audit wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan tahunan yang secara material palsu dan menyesatkan. Waste Management Inc membayar jasa audit kepada Andersen yang menyarankan bahwa bisa memperoleh biaya tambahan melalui “tugas khusus”, awalnya Andersen mengidentifikasi praktik-praktik akuntansi tidak tepat dan disajikan
manajemen, namun pimpinan menolak mengkoreksi, hal ini dilihat sebagai upaya menutupi penipuan masa lalu untuk melakukan penipuan masa depan. Andersen setiap tahun menyajikan manajemen perusahaan dengan apa yang disebut Proposed Adjusting Journal Entries ("PAJEs") untuk memperbaiki kesalahan yang mengecilkan biaya/pengeluaran dan menggelembungkan laba dalam laporan keuangan perusahaan. Manajemen secara konsisten menolak untuk melakukan untuk melakukan penyesuaian yang disebut PAJEs. Sebaliknya, terdakwa diam-diam mengadakan perjanjian secara curang dengan Andersen untuk mencoret akumulasi kesalahan selama jangka waktu sampai sepuluh tahun. WMI setuju untuk mengubah praktik akuntansi, tetapi hanya boleh dilakukan untuk periode mendatang untuk menutupi kecurangan di masa lalu. Akhirnya selama periode tujuh tahun dari penipuan Arthur Anderson dibayar oleh Waste Management sebesar $7.5 juta dalam biaya audit, $ 11.8 juta dalam biaya lainnya (pajak, membuktikan kerja), dan $6 juta dalam biaya non-audit tambahan termasuk $3.7 juta untuk analisis tinjauan strategis. Andersen menerima dari Waste Management Inc. sebesar $25.3 juta lebih selama tujuh tahun atau $3.6M per tahun.
2.1.4 Penyebab Terjadinya Skandal Waste Mangement Inc. 2.1.4.1 Tindakan ini menyangkut penipuan keuangan besar yang dimotivasi oleh keserakahan dan keinginan untuk mempertahankan status profesional dan sosial. Waste Management Inc. menyembunyikan kerugian, overstatement pendapatan, biaya tersembunyi selama lima tahun, menyebabkan salah saji dalam laporan keuangan audit yang diterbitkan. WMI secara curang memanipulasi hasil keuangan perusahaan untuk memenuhi target laba yang telah ditentukan dengan secara tidak tepat menghilangkan dan menunda beban periode berjalan untuk melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak benar untuk mencapai tujuan ini. Mereka melakukan banyak praktik akuntansi yang tidak benar untuk mencapai tujuan mereka. Diantaranya adalah: a) Menghindari beban penyusutan truk sampah mereka dengan menetapkan nilai sisa yang tidak mendukung dan meningkat sisanya, serta memperpanjang masa manfaat.
b) Menetapkan nilai sisa dengan sewenang-wenang pada aset lain yang sebelumnya tidak memiliki nilai sisa. c) Gagal untuk mencatat beban penurunan nilai dari tempat pembungan sampah karena mereka telah dipenuhi dengan sampah. d) Menolak untuk mencatat beban yang diperlukan untuk menghapus biaya akibat ketidaksuksesan dan pengabaian proyek pengembangan tempat pembungan sampahnya. e) Membentuk cadangan lingkungan yang meningkat sehubungan dengan akuisisi sehingga kelebihan cadangan dapat digunakan untuk menghindari pencatatan beban usaha yang tidak terkait. f) Mengkapitalisasi berbagai biaya secara tidak benar. g) Gagal untuk membentuk cadangan yang cukup untuk membayar pajak penghasilan dan biaya-biaya lainnya. 2.1.4.2
Untuk
mengecilkan
biaya/pengurangan
dan
menggelembungkan
laba
manajemen menggunakan “top-level adjustment” untuk dapat mencapai target laba yang ditentukan. 2.1.4.3 Buntrock dan mitra lainnya melakukan kecurangan sekuritas, pengajuan laporan berkala yang palsu, pemalsuan buku-buku dan catatan, serta kebohongan kepada auditor untuk mendapatkan keuntungan yang besar dan memperkaya diri sendiri. Para pelaku motivasi didorong oleh keserakahan dan terlibat memperkaya diri, diawetkan posisi perusahaan mereka dan status dalam komunitas bisnis dan sosial. Dan juga tambahan termasuk bonus, saham pilihan, dan tunjangan pensiun yang didasarkan pada kinerja perusahaan.
2.1.5 Dampak dan Keberlanjutan Skandal Waste Management Inc. Skandal Waste Management Inc. merupakan perusahaan yang melakukan penyajian kembali terbesar dalam sejarah perusahaan. SEC telah mengeluarkan aturan dalam melaksanakan ketentuan SOX dalam pengadaan pembatasan pada jasa konsultasi
yang dapat ditawarkan untuk mengaudit pada klien. Arthur Andersen menyediakan hampir semua penelitian yang diperlukan untuk penulis dari Sarbanes Oxley Act, dan kasus Waste Management Inc adalah salah satu contoh terbaik dari mengapa SOX sangat spesifik tentang independensi auditor. Untuk menyelesaikan tuntutan class action dengan pemegang saham yang marah, WMI membayar denda sebesar $677 juta dengan kontribusi dari Arthur Andersen sebesar $95 juta. Dan, Andersen menyelesaikan masalah kepada SEC dengan membayar denda, terbesar dalam sanksi perdata, sebesar $7 juta, tanpa pernyataan mengakui atau menyangkal. Dan juga, mitra-mitra utamanya didenda dan dilarang berpraktik oleh SEC. Andersen membayar rekor denda $7 juta, yang merupakan terbesar yang pernah ada hukuman perdata terhadap perusahaan akuntansi Big Five pada saat itu.
Waste Management Inc. Sekarang Waste Management Inc. bangga dengan kinerja keuangan yang kuat dan juga daftar beberapa penghargaan yang telah dimenangkan oleh perusahaan lebih dari empat tahun terakhir, 74 penghargaan tepatnya. Dan juga, dikhususkan untuk etika kebijakan perusahaan dan komitmennya untuk etika di semua tingkatan. Dilihat dalam bagian etika dari situs web Waste Management Inc. ditemukan tiga tujuan utama, yaitu: menciptakan sebuah lingkungan di mana setiap karyawan tahu apa yang etis, dan apa yang diharapkan, pelatihan untuk memastikan semua orang memahami standar etika perusahaan, dan mungkin yang paling penting bagian tentang rahasia peluit bertiup (wm.com 2010). Perusahaan telah sangat berhasil dalam meraih keberhasilan dan kesuksesan. Hal ini terus meningkatkan harga per saham perusahaan, meningkatkan dividen untuk pemegang saham, dan juga perusahaan memiliki program etika suara dan pengendalian internal yang baik. Tapi, Waste Management Inc tidak sama dengan Waste Management Inc. pada terjadinya kasus tahun 1998 dan itu adalah waktu yang berbeda. Jaringan perusahaan mencakup operasi 367 koleksi, 355 stasiun mentransfer, 273 tempat pembuangan TPA aktif, 16 limbah-ke-energi tanaman, 134 tanaman daur ulang, 111 menguntungkan digunakan proyek gas TPA dan enam pabrik produksi listrik swasta. WMI menawarkan jasa lingkungan menjadi hampir 27 juta perumahan,
industri, kota dan pelanggan komersial di Amerika Serikat, Kanada, dan Puerto Rico. Dengan 21.000 pengumpulan dan pemindahan kendaraan, perusahaan memiliki armada truk terbesar di industri limbah. Bersama dengan pesaing Republic Services, Inc, dua menangani lebih dari setengah dari semua pengumpulan sampah di Amerika Serikat.
2.1.6 Analisis Kasus Kegagalan Pengendalian Internal dan Manajemen Risiko Pengendalian internal dan manajemen risiko diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan. Ini terutama dilakukan oleh CEO, chief accounting officer, dan perusahaan audit eksternal. Kode etik Waste Management Inc. mendefinisikan pengendalian internal dan manajemen risiko sebagai berikut: 1. Verifikasi sistem pengendalian intern bekerja secara efektif dan mendukung Direksi dalam menentukan pedoman sistem pengendalian intern. Ini juga mendukung Chief Executive Officer dalam menentukan alat dan metode yang diperlukan untuk menerapkan sistem pengendalian internal. 2. Risiko mensyaratkan dengan mengidentifikasi dan dipantau serta diperbarui secara teratur, dan unsur-unsur negatif yang dapat mengancam kelangsungan operasional organisasi harus dinilai dengan hati-hati dan perlindungan disesuaikan. 3. Dalam skandal Waste Management Inc., CEO, direktur eksekutif, manajemen senior, dan perusahaan auditor yang terlibat. 4. Hal ini pada akhirnya menyebabkan kegagalan pengendalian internal dan manajemen risiko yang buruk. 5. Pengawasan dalam rumus skema penipuan mengacu pada kurangnya adanya tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab dalam fungsi manajemen pemantauan untuk penyajian wajar laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Tidak adanya fungsi pengawasan oleh komite audit WMI, ditambah dengan monitoring yang tidak efektif dari tim manajemen puncak oleh dewan direksi dan struktur pengendalian internal yang tidak memadai dan tidak efektif dalam mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki penipuan laporan keuangan, mungkin telah berkontribusi signifikan faktor terhadap salah saji dan kegagalan audit.
Masalah Etika Dari sudut pandang etika, penipuan yang dilakukan oleh keenam eksekutif Waste Management Inc. sudah pasti itu perbuatan yang salah. Kejahatan yang telah dilakukan tidak hanya ilegal, apa yang telah dilakukan benar-benar salah. Mereka tidak hanya berbohong dan menunjukkan bentuk ketidakjujuran, tetapi perusahaan telah mempertaruhkan banyak pekerja yang hidupnya bergantung pada perusahaan. Perusahaan, seperti yang disebutkan sebelumnya, telah menaipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan laba perusahaan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari masing-masing pelaku. Teori Etika Berikut ini adalah analisis kasus Waste Management Inc. menurut beberapa teori etika. 1. Egoisme Dalam teori egoisme terdapat dua konsep, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis (berkutat diri) adalah semua tindakan yang dilandasi oleh ketamakan sehingga tidak dapat dikatakan tindakan tersebut bersifat etis dengan mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain. Jika dilihat dari teori egoisme psikologis, tindakan yang dilakukan oleh para manajemen puncak serta Andersen adalah tindakan yang benar. Karena teori ini adalah teori yang mementingkan diri sendiri tanpa mementingkan orang lain maupun kerugian yang diterima orang lain terhadap tindakan yang telah dilakukannya. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri. Inti dari paham Egoisme etis adalah bahwa jika ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar, yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri. Jika dilihat dari teori egoisme etis, tindakan yang dilakukan oleh para pelaku dianggap benar karena mereka melakukan tindakan itu untuk menolong dan menguntungkan diri mereka sendiri.
2. Utilitarianisme Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu apakah member manfaat atau tidak. Jika dilihat dari teori utilitarianisme, tindakan para pelaku dianggap tidak benar karena tindakan yang mereka lakukan banyak merugikan pihak seperti para pemegang saham, investor, dan karyawan. 3. Deontologi Deontologi mengevaluasi etikalitas perilaku berdasarkan motivasi pembuat keputusan, dan menurut prinsip deontologi, tindakan dapat dibenarkan secara etika meskipun tidak menghasilkan keuntungan bersih atas kebaikan terhadap kejahatan bagi para pengambil keputusan atau bagi masyarakat secara keseluruhan. Perspektif deontologis tidak mementingkan konsekuensi. Hal yang penting adalah bahwa keputusan dibuat untuk alasan yang tepat. Jika dilihat dari teori deontologi, keputusan yang diambil oleh para pelaku tidak tepat karena kewajiban moral seorang manajemen puncak adalah untuk memajukan perusahaan bukan untuk merugikan perusahaan. 4. Teori Hak Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindaka tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Jika dilihat dari teori hak, tindakan yang dilakukan para pelaku jelas telah melanggar hak para pemegang saham dengan mereka memanipulasi laporan keuangan demi keuntungan pribadi. Hak yang seharusnya didapat oleh para pemegang saham dan investor ataupun pihak lainnya tidak dipenuhi. 5. Teori Keutamaan Teori ini dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Sifat keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis, yaitu kejujuran, keadilan (fairness), kepercayaan dan keuletan. Jika dilihat dari teori keutamaan, tindakan yang telah dilakukan oleh para pelaku dianggap tidak benar karena para pelaku tersebut tidak memiliki sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku bisnis.
6. Teori Etika Teonom Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat Kristen yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Tuhan. Tujuan tertinggi umat manusia selain tujuan hidup di dunia adalah kebahagiaan rohani (akhirat). Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dinggap tidak baik bila tidak mengikuti aturan-aturan/perintah Tuhan sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan oleh Tuhan potensi kecerdasan yang tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan spiritual, atau apapun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi kecerdasan tak terbatas dimanfaatkan. Jika dilihat dari teori etika teonom, para pelaku hanya mementingkan kebahagiaan duniawi tanpa memperdulikan tujuan tertinggi hidup umat manusia, yaitu akhirat (kebahagiaan rohani). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya pendidikan para pelaku tentang modal spiritual (SQ) yang penting untuk membangun kecerdasan tak terbatas yang baik agar menjadi pribadi yang memiliki hati nurani yang dapat mencegah seorang individu melakukan yang tidak baik. Paradigma Manusia Utuh Inti dari paradigm manusia utuh adalah keseimbangan di dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1. Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan. 2. Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal spiritual (SQ). 3. Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan batin (surgawi). 4. Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan Tuhan. Untuk mencegah terjadinya kasus seperti ini terjadi lagi, pelu dikembangkannya paradigma manusia utuh dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti yang luas, yaitu dengan memadukan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik,
pengetahuan intelektual (psiko etika), kematangan emosional dan kerukunan social (sosio etika), dan kesadaran spiritual (teo etika). Meditasi, zikir, retret, dan sejenisnya terbukti dalam melengkapi praktik keagamaan guna meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual. Pelatihan dan praktik meditasi, zikir, dan retret akan mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi pengembangan intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik yangdiperoleh melalui makanan sehat dan berolahraga. Dengan menyeimbangkan pengembangan pada lapisan fisik, intelektual, emosional, dan spiritual ini akan memunculkan karakter positif. Pada akhirnya, karakter ini akan memengaruhi kualitas kebahagiaan seseorang. Jadi, seseorang tidak hanya menganggap
uang
sebagai
satu-satunya
sumber
kebahagiaan
yang
dapat
menyesatkannya melakukan kejahatan demi mendapatkan uang (kekayaan). Jika paradigm ini telah diterapkan dan dijalankan dengan baik akan sangat efektif mengurangi kejahatan seperti yang dilakukan para petinggi WMI ataupun kejahatan lainnya. Prinsip Good Corporate Governance (GCG) Dalam hal ini, apa yang para eksekutif Waste Management Inc. telah melakukan hal yang salah, dengan membuat keputusan yang buruk melakukan penipuan keuangan hanya untuk mencapai "target laba yang telah ditentukan" mereka. Mereka telah merugikan banyak pihak, bukan hanya para pemegang saham saja namun para karyawan juga dirugikan. Ini tidak hanya menyebabkan kerusakan finansial, tetapi menunjukkan bagaimana CEO perusahaan tidak memiliki integritas dan komitmen, serta melanggar prinsip-prinsip GCG seperti: 1) Transparansi (transparency) Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.
Dalam
mewujudkan prinsip ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu kepada segenap stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
Hal ini tidak diimplementasikan oleh Waste Management Inc. karena banyaknya informasi-informasi yang disembunyikan yang seharusnya disampaikan secara terbuka kepada stakeholders perusahaan. 2) Akuntabilitas (accountability) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi. Prinsip yang dilanggar oleh para eksekutif Waste Management Inc. dengan tidak ditunjukkan sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya karena mereka menghasilkan laporan keuangan yang salah saji selama lima tahun berturut-turut. Ini menyebabkan ketidakjelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertangungjawaban setiap organ sehingga pengelolaan berjalan tidak efektif. 3) Responsibilitas (responsibility) Prinsip yang dilanggar oleh para eksekutif Waste Management Inc. yang tidak memberikan pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para pemangku kepentingan. Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, Prinsip tanggung jawab ada sebagai konsekuensi logis dari kepercayaan dan wewenang yang diberikan oleh para pemangku kepentingan kepada para pengelola perusahaan. Namun, prinsip ini tidak dilaksanakan dengan baik oleh Waste Management Inc. 4) Independensi (independency) Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Prinsip ini dilanggar oleh auditor eksternal yang bekerja sama dengan para pelaku dalam memanipulasi laporan keuangan perusahaan.
5) Kesetaraan (fairness) Kesetaraan dan kewajaran (fairness) bisa didefinisikan sebagai perlakuan yang setara merupakan prinsip agar para pengelola memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan merata dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan perusahaan, baik pemangku kepentingan primer (pemasok, pelanggan, karyawan, pemodal) maupun pemangku kepentingan sekunder (pemerintah, masyarakat dan yang lainnya). Prinsip ini sudah sangat jelas tidak dilanggar oleh para eksekutif Waste Management Inc. karena mereka mementingkan diri sendiri untuk memperkaya diri dengan cara melakukan penipuan. Kasus Waste dilihat dari sudut pandang IFAC IFAC atau International Federation of Accountants mempunyai tugas untuk membuat standar internasional pada etika, auditing dan assurance, pendidikan akunting, dan akuntansi sector public. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya adalah dengan memahami IFAC’s International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA). Dimana ketika terjadi perbedaan spesifkasi maka anggota harus patuh terhadap standar yang lebih ketat yang berlaku. Kerangka dasar Kode etik IFAC adalah sebagai berikut: 1) Ciri yang membedakan profesi akuntan, yaitu kesadaran bahwa kewajiban akuntan yaitu untuk melayani kepentingan publik. 2) Melayani kepentingan publik dalam arti luas. Pengertian “publik” bagi akuntan terdiri dari atas klien, manajemen (atasan), kreditur, investor, pemerintah, karyawan, masyarakat bisnis, dan keuangan, media masa, para pemerhati bisnis dan ekonomi, para aktivis, dan sebagainya. 3) Tujuan dari profesi akuntan adalah memenuhi harapan profesionalisme, kinerja, dan kepentingan publik. 4) Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan empat kebutuhan dasar, yaitu kredibilitas, profesionalisme, kualitas jasa tertinggi, dan kerahasiaan. 5) Prinsip-prinsip perilaku fundamental, yang terdiri atas: integritas, objektivitas, kompetensi profesional dan kehati-hatian, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis. 6) Namun, prinsip-prinsip fundamental pada butir (5) hanya dapat diterapkan jika akuntan mempunyai sikap independen, baik independen dalam pikiran
(independence in mind) maupun independen dalam penampilan (independence in appearance). Dalam kasus Waste dengan dilihat dari sudut pandang IFAC yang merupakan standar internasional pada etika yang dibuat untuk dipatuhi pada kasus Waste kenyataannya terbalik dengan aturan yang ditetapkan. Auditor yang mengaudit Waste Management, yaitu Arthur Andersen telah melakukan pelanggaran terhadap kelima kerangka dasar IFAC. Arthur Andersen tidak mementingkan kepentingan publik dan hanya mementingkan pribadi dan juga kliennya. Ia juga tidak memiliki sikap profesional dan independen dalam menjalankan tugas auditnya demi mendapatkan keuntungan lebih dari sang klien. Peraturan yang seharusnya dipahami, dimengerti dan dijalankan ini, tidak dianggap oleh Andersen dalam menjalankan tugasnya mengaudit Waste Management Inc. Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC 1) Integritas. Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Dalam kasus Waste Management Inc, akuntan yang ada di perusahaan tidak secara jujur dan tegas dalam mengungkapkan keadaan keuangan WMI yang sebenarnya. Serta ikut berpartisipasi dalam melakukan penipuan atau manipulasi laporan keuangan. 2) Objektivitas. Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Auditor eksternal di Waste Management berada di bawah pengaruh para eksekutif WMI, yang banyak melakukan manupulasi terhadap laporan keuangan perusahaan. 3) Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja
secara tekun serta mengikuti standar-standar profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akuntan WMI secara sengaja memberikan opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan yang salah saji secara demi kepentingan kliennya. 4) Kerahasiaan. Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. 5) Perilaku Profesional. Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundangundangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Akuntan WMI jelas telah melanggar hukum yang berlaku dengan melakukan penipuan laporan keuangan yang menyebabkan banyak kerugian terjadi dan hanya menguntungkan diri sendiri dan kliennya saja.
2.2
Studi Kasus 2: Kasus Pelanggaran Etika KAP Justinus Aditya Sidharta (Auditor PT. Great River International Tbk) 2.2.1 Sekilas Tentang PT. Great River International Tbk PT Great River International Tbk merupakan perusahaan pakaian jadi berkualitas
tinggi dan terkemuka di Indonesia. PT Great River International didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292.
Sedangkan
total
aset
yang
dimiliki
diperkirakan
sebesar
Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).
2.2.2
Kronologis Kasus
Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta mulai menjadi auditor Great River sejak 2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$150 Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman tersebut.
Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat melawan hukum.
Kronologi Kasus 23 Nopember 2005 Sejak Agustus 2005, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam telah menemukan adanya: a. Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan b. Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Bapepam pada tanggal 22 Nopember 2005 meningkatkan Pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap Penyidikan. Sehubungan dengan tindakan Penyidikan tersebut, Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.
29 Maret 2006 ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT Great River Internasional (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.
17 Mei 2006 Sunyoto Tanudjaya (ST) bos PT. Great River jadi buronan keberadaannya tidak di ketahui hingga saat ini. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung (Kejagung) mengeluarkan surat perintah penangkapan. Sekarang dia masih buron.
28 November 2006 Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
04 Desember 2006 Pengumuman oleh PT Bursa Efek Surabaya bahwa PT. Great River Internasional Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan: ·
Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2004 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember2005 (audited)
·
Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2006
08 Desember 2006 Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan PT Great River International Tbk. ke Kejaksaan Tinggi. Ketua Bapepam Fuad Rahmany menyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Fuad hanya menyatakan tugas akuntan adalah hanya memberikan opini atas laporan perusahaan. Akuntan, kata dia, tidak boleh melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Karena ada sanksi berat untuk (rekayasa) itu,” katanya. Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun buku 2003. Bapepam juga sudah menetapkan empat anggota direksi Great River sebagai tersangka, termasuk pemiliknya, SunjotoTanudjaja. Penyidikan berdasarkan hasil pemeriksaan adanya indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250 miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp 400 miliar. Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J. Pieter Nazar, menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.
20 Desember 2006 Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.
02 April 2007 Menunjuk Pengumuman Bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 Januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 (dua) tahun, serta kondisi PT Great River International Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern Perusahaan Tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa angka III.3.1, Bursa menghapus pencatatan saham Perusahaan Tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila Perusahaan Tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini : 1. Mengalami kondisi atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status Perusahaan Tercatat sebagai Perusahaan Terbuka, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai; 2. Saham Perusahaan Tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Atas dasar hal tersebut, Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT Great River International Tbk. yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selain itu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek Perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian Laporan Keuangan dan kewajiban finansial Perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan Tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah Tahunan dan Triwulan III Tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian Laporan Keuangan baik Auditan maupun triwulanan tahun 2004, 2005 dan 2006 dan pembayaran Biaya Pencatatan Tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.
2.2.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Skandal Manipulasi Laporan Keuangan 2.2.3.1 PT Great River International Tbk PT Great River International Tbk didirikan oleh Sukanta Tanudjaja dan Sunjoto Tanudjaja pada tahun 1976 dengan nama PT. Great River Garments Industries. Kemudian pada tahun 1996 Berganti nama menjadi PT Great River International. Pada awalnya, PT Great River International mengalami perkembangan yang sangat pesat hal ini ditandai dengan diperolehnya beberapa kali penghargaan dari majalah Asiamoney dan berhasil lulus sertifikasi ISO 9002 untuk quality management. Namun mulai tahun 2002, PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga.
Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas utang senilai US $10 juta yang berasal dari US $ 2 juta dari Revolving Credit Agreement pada 16 Februari 1994 dan US $ 8 juta dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 November 1995. PT Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, di luar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US $179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan sebesar Rp1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT Great River International Tbk membukukan laba bersih sebesar Rp 1,023 trilyun per September 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membukukan rugi bersih Rp 11,298 milyar. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ). 2.2.3.2 Kantor Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta, Aryanto, Amir Jusuf, Mawar dan Rekan Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPLSB tersebut, akan dimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh
KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada November 2005. Selain itu, RUPLSB juga akan meminta persetujuan soal restrukturisasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. 2.2.3.3 BAPEPAM-LK dan BEI Badan Pengawasan Pasar Modal (Bapepam) merupakan lembaga atau otoritas tertinggi di pasr modal yang melakukan pengawasan dan pembinaan atas pasar modal. Bapepam-LK sebagai regulator dalam bidang pasar modal, berwenang mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Undang-Undang Pasar Modal dan atau peraturan pelaksanaanya. Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan pusat transaksi capital market indonesia. BEI merupakan bursa hasil penggabungan dari Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Demi efektivitas operasional dan transaksi, Pemerintah memutuskan untuk menggabungkan Bursa Efek Jakarta sebagai pasar saham dengan Bursa Efek Surabaya sebagai pasar obligasi dan derivative. Bursa penggabungan ini mulai beroperasi pada 1 Desember 2007.
2.2.4
Bukti-bukti
dan
Fakta
Kasus
PT.
Great
River
International Tbk Berikut hasil pengamatan pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang kasus PT.Great River, antara lain : 1. Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut : a. Kasus Great River berawal pada sekitar bulan Juli hingga September 2004. PT Bank Mandiri telah membeli obligasi PT Great River
International, Tbk sebesar Rp50 miliar dan memberi fasilitas Kredit Investasi; Kredit Modal Kerja; dan Non Cash Loan kepada PT. Great River Internasional senilai lebih dari Rp265 milyar yang diduga mengandung unsur melawan hukum karena obligasi tersebut default dan kreditnya macet. Obligasi tersebut saat ini berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet. Pembelian obligasi dan pemberian kredit itu diduga kuat melawan hukum. b. Selanjutnya kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.
2. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut : a. Pada bulan Agustus 2005 telah menemukan adanya: i.
Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003; dan
ii.
Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi, yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
iii.
Menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.
3. Berdasarkan uraian tersebut di atas, Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Great River tahun 2003. 4. Berdasarkan uraian tersebut di atas, pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan
Justinus
dari
keanggotaan
Ikatan
Akuntan
Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin 5. Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undangundang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT.Great River. Dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah); 6. Sesuai Pasal 5 huruf Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka: a. PT Great River diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2003; b. Sdr. Justinus Aditya Sidharta selaku auditor PT. Great River diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT. Great River tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).
2.2.5
Penyebab
Terjadinya
Kasus
PT.
Great
River
Penyalahgunaan dana penawaran umum ini disebabkan karena
adanya
International Tbk
kelemahan dalam pengendalian internan PT Great River. Akibat lemahnya pengendalian internal tersebut pihak menajemen hanya merealisasikan sebagian kecil dana hasil penawaran umum, sedangkan selebihnya diduga diselewengkan oleh pihak manajemen. Selain itu manipulasi laporan keuangan juga disebabkan oleh pihak internal yang dengan sengaja melakukan manipulasi guna mempercantik angka-angka dalam laporan keuangan agar menarik investor yang akan membeli saham PT Great River. Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional
Tbk tahun 2003 menyatakan adanya alasan dugaan overstatement atau kelebihan pencatatan karena pencatatan untuk akun penjualan menggunakan metode yang berbeda dari ketentuan yang ada. Awalnya,perusahaan ini menerima pesanan pakaian dari luar negeri dimana bahan baku untuk pembuatan pakaian tersebut telah disediakan dari pihak pemesan barang. Dengan demikian, pihak penerima pesanan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk membeli bahan baku tersebut. Pada kenyataannya, pihak penerima pesanan pakaian tersebut tetap mencantumkan harga bahan baku, aksesoris, ongkos kerja dan laba perusahaan serta menjumlahkanya ke dalam nilai ekspor pada saat pesanan tersebut dikirim. Pada dasarnya, tugas seorang akuntan publik adalah mengoreksi kesalahan-kesalahan pencatatan laporan keuangan dari pihak kliennya. Akan tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap kelebihan pencatatan (overstatement) penjualan PT.Great River karena pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut sesuai dengan metode pencatatan periode sebelumnya. Justinus menyatakan metode pencatatan seperti itu bertujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan Justinus yang telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian account.
2.2.6 Dampak Terjadinya Kasus PT. Great River International Tbk Dampak dari kasus ini adalah Great River memiliki kewajiban utang yang telah jatuh tempo kepada karyawan sebesar Rp 34 miliar dan pihak lainnya. Disebabkan karena tidak adanya modal kerja, selain itu karyawan tidak diberikan hak-hak karyawan secara penuh akibat penghentian kegiatan operasional. Great River juga terbukti memiliki utang kepada CV Duta Gemilang sebesar Rp 3,1 juta. Selain itu, Great River memilki utang kepada PT Jamsostek sebesar Rp 32,5 miliar. Kerugian negara pun sebesar Rp 315 miliar karena kasus Great River ini. Kerugian negara ini berasal dari akumulasi dari pembelian obligasi PT Great River senilai Rp 50 miliar dan pemberian fasilitas kredit modal kerja dan kredit investasi
kepada PT Great River sebesar Rp 265 miliar. Pada obligasi oleh Bank Mandiri dinyatakan berstatus default atau gagal, sedangkan kreditnya macet.
2.2.7 Analisis Kasus Masalah Etika Dari sudut pandang etika, etika dapat dilihat dari dua hal yaitu etika sebagai praksis dan etika sebagai ilmu atau tata susila. Etika sebagai praksis ialah nilai-nilai dan norma-norma moral baik yang dipraktikan ataupun tidak dipraktikan walaupun seharusnya dipraktikan. Dengan maksud bahwa dengan moral atau moralitas yang berarti adat istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok atau masyarakat. Sedangkan etika sebagai ilmu atau tata susila adalah pemikiran atau penilaian moral yang bias mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap moralitas tersebut bersifat kritis metodis dan sistematis. Masalah yang dilakukan oleh PT Great River International Tbk merupakan masalah yang sudah jelas melanggar etika. Kejahatan yang telah dilakukan tidak hanya ilegal,tetapi juga memberikan dampak negatif yang sangat buruk bagi pihak internal maupun eksternal. Mereka tidak hanya berbohong dan menunjukkan bentuk ketidakjujuran, tetapi perusahaan telah mempertaruhkan banyak pekerja yang hidupnya bergantung pada perusahaan. Pihak internal pada kasus ini menaipulasi laporan keuangan dengan menggelembungkan account penjualan, piutang dan asset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang laba perusahaan. Dibenarkan dengan fakta bahwa pihak setempat mengetahuinya dengan sadar melakukan penipuan tersebut berlandaskan untuk mendapatkan keuntungan pribadi dari hasil pemalsuan laporan keuangan PT Great River International Tbk. Teori-Teori Etika Etika memiliki beberapa teori-teori etika yang harus dipahami dan dimengerti oleh seluruh para akuntan. Di sisi lain kita juga harus terlebih dahulu mengetahui apa yang dimaksud dengan teori dan apa hubungannya dengan ilmu. Suatu pengetahuan tentang suatu objek baru bisa dianggap sebagai disiplin ilmu bila pengetahuan tersebut telah dilengkapi dengan sebuah teori tentang objek yang dikaji. Sehingga teori merupakan tulang punggung dari suatu ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan
pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam dan social yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada. Sedangkan teori adalah pengetahuan ilmu yang menjelaskan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaa, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dengan perkembangan zaman yang cepat pada teori-teori etika pun makin bertambah dan kian terus berkembang. Berikut ini adalah analisis kasus PT Great River International Tbk menurut beberapa teori-teori etika yang telah ada: 1. Egoisme Dalam teori egoisme terdapat dua konsep, yaitu egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat pada diri sendiri atau biasanya disebut dengan selfish. Menurut teori ini, seseorang boleh yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban. Namun, semua tindakan yang terkesan luhur dan tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi saja. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri. Sehingga menurut teori ini tidak ada tindakan yang sesungguhnya itu bersifat altruisme. Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Pada egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri atau biasa disebut dengan self-interest. Jika menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri. Inti dari paham Egoisme etis adalah bahwa jika ada tindakan yang menguntungkan orang lain, maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar, yang membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri. Jika dilihat dari teori egoisme etis, tindakan yang dilakukan oleh para pelaku dianggap benar karena mereka melakukan tindakan itu untuk menolong dan menguntungkan diri mereka sendiri.
2. Utilitarianisme Menurut teori ini, suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi, ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu apakah member manfaat atau tidak. Teori utilitarianisme lebih melihat dari sudut pandang kepentingan orang banyak seperti halnya kepentingan bersama dan kepentingan masyarakat. Jika dilihat dari teori utilitarianisme, tindakan para pihak yang bersangkutan atas kasus PT Great River International Tbk dianggap tidak benar karena tindakan yang mereka lakukan banyak merugikan pihak tanpa melihat
kerugiannya
atau
dampaknya
atas
perbuatan
tersebut
kepada
kesejahteraan masyarakat.
3. Deontologi Deontologi merupakan teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi atau tujuan dari tindakan tersebut. Paham deontologi menyatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis atau tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan hanya karena kita wajib melaksanakan tindakan tersebut demi kewajiban itu sendiri. Perspektif deontologis tidak mementingkan konsekuensi. Hal yang penting adalah bahwa keputusan dibuat untuk alasan yang tepat. Jika dilihat dari teori deontologi, keputusan yang diambil oleh para pelaku tidak tepat karena kewajiban moral seorang manajemen puncak adalah untuk memajukan perusahaan bukan untuk merugikan perusahaan. Hal yang seharusnya paling diutamakan perusahaan adalah memberikan sesuatu kewajiban moral yang mewajibkan tanpa adanya syarat.
4. Teori Hak Menurut teori hak, suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindaka tersebut sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Teori hak merupakan suatu aspek teori dari deontology karena hak tidak dapat
dipisahkan dengan kewajiban. Bila suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama. Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas dibagi menjadi 3 yaitu hak hokum atau legal, hak moral atau kemanusiaan, dan hak kontraktual. Hak legal adalah hak yang didasarkan atas system atau yurisdiksi hukum suatu negara, dimana sumber hukum tertinggi suatu Negara adalah Undang-Undang Dasar Negara yang bersangkutan. Hak moral dihubungkan dengan pribadi manusia secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan masyarakat dalam arti luas. Hak kontraktual mengikat individu-individu yang membuat kesepakatan atau kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing pihak. Jika dilihat dari teori hak, tindakan yang dilakukan para pelaku jelas telah melanggar hak para pemegang saham dengan mereka memanipulasi laporan keuangan demi keuntungan pribadi. Hak yang seharusnya didapat oleh para pemegang saham dan investor ataupun pihak lainnya tidak dipenuhi oleh PT Great River International Tbk.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory) Teori ini dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai baik. Sifat keutamaan yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis, yaitu kejujuran, keadilan (fairness), kepercayaan dan keuletan. Jika dilihat dari teori keutamaan, tindakan yang telah dilakukan oleh para pelaku dianggap tidak benar karena para pelaku tersebut tidak memiliki sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pelaku bisnis. Sifat-sifat yang dimiliki pada pelaku bisnis kenyataannya jauh dari sifat keutamaan yang seharusnya dimiliki.
6. Teori Etika Etonom Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat Kristen yang mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian hubungannya dengan kehendak Tuhan. Tujuan tertinggi umat manusia selain tujuan hidup di dunia adalah kebahagiaan rohani (akhirat). Perilaku manusia secara moral
dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Tuhan, dan perilaku manusia dinggap tidak baik
bila tidak mengikuti
aturan-aturan/perintah
Tuhan
sebagaimana telah dituangkan dalam kitab suci. Terlepas dari apakah manusia mengakui atau tidak mengakui adanya Tuhan, setiap manusia telah diberikan oleh Tuhan potensi kecerdasan yang tak terbatas (kecerdasan hati nurani, intuisi, kecerdasan spiritual, atau apapun sebutan lainnya) yang melampaui kecerdasan rasional. Tujuan tertinggi umat manusia hanya dapat dicapai bila potensi kecerdasan tak terbatas dimanfaatkan. Jika dilihat dari teori etika teonom, para pelaku hanya mementingkan kebahagiaan duniawi tanpa memperdulikan tujuan tertinggi hidup umat manusia, yaitu akhirat (kebahagiaan rohani). Hal tersebut mungkin disebabkan oleh kurangnya pendidikan para pelaku tentang modal spiritual (SQ) yang penting untuk membangun kecerdasan tak terbatas yang baik agar menjadi pribadi yang memiliki hati nurani yang dapat mencegah seorang individu melakukan yang tidak baik.
Paradigma Manusia Utuh Beberapa konsep dan hubungan antar berbagai konsep penting yang terkait dengan pembangunan manusia seutuhnya antara lain: karakter, kepribadian, kecerdasan, etika, gelombang otak, tujuan hidup, agama dan meditasi atau zikir. Etika sebagai ilmu mecoba menjelaskan perilaku manusia dalam konteks sebatas makna hidup duniawi umat manusia dengan mengabaikan sama sekali aspek kesadaran spiritual dalam diri manusia. Pada tahap kesadaran trasendental, manusia telah mencapai nilai tertinggi hakikat manusia, yaitu manusia tercerahkan yang sebagian besar hidupnya telah dipersembahkan untuk melayani Tuhan dan ia tidak lagi tertarik atau melekat pada hal-hal yang bersifat duniawi. Eika harus dimaknai sebgai pedoman perilaku menuju peningkatan semua kecerdasan dan kesadaran manusia secara utuh. Inti dari paradigma manusia utuh adalah keseimbangan di dalam aspek-aspek sebagai berikut: 1. Kepentingan pribadi, kepentingan masyarakat, dan kepentingan Tuhan. 2. Keseimbangan modal materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ), dan modal spiritual (SQ).
3. Kebahagiaan lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat, dan kebahagiaan batin (surgawi). 4. Keseimbangan antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan Tuhan. 5. Gabungan dari keempat butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori keutamaan) 6. Hidup adalah suatu proses evolusi kesadaran. Teori-teori etika yang dapat dianalogikan dengan alur proses evolusi kesadaran yaitu: hak (egoisme) – utilitarianisme – kewajiban (deontologi) – teonom – keutamaan (virtue). Untuk mencegah terjadinya kasus seperti ini agar tidak terjadi lagi, pelu dikembangkannya paradigma manusia utuh dengan mengembangkan sikap dan perilaku hidup etis dalam arti yang luas, yaitu dengan memadukan dan menyeimbangkan kualitas kesehatan fisik, pengetahuan intelektual (psiko etika), kematangan emosional dan kerukunan social (sosio etika), dan kesadaran spiritual (teo etika). Meditasi, zikir, retret, dan sejenisnya terbukti dalam melengkapi praktik keagamaan guna meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual. Pelatihan dan praktik meditasi, zikir, dan retret akan mengembangkan lapisan emosional dan spiritual serta melengkapi pengembangan intelektual melalui iptek dan kesehatan fisik yangdiperoleh melalui makanan sehat dan berolahraga. Dengan menyeimbangkan pengembangan pada lapisan fisik, intelektual, emosional, dan spiritual ini akan memunculkan karakter positif. Pada akhirnya, karakter ini akan memengaruhi kualitas kebahagiaan seseorang. Jadi, seseorang tidak hanya menganggap
uang
sebagai
satu-satunya
sumber
kebahagiaan
yang
dapat
menyesatkannya melakukan kejahatan demi mendapatkan uang (kekayaan). Jika paradigma ini telah diterapkan dan dijalankan dengan baik akan sangat efektif mengurangi kejahatan seperti yang dilakukan para petinggi-petinggi ataupun kejahatan lainnya. Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia Etika Profesional yang mengatur perilaku akuntan yang menjalankan praktik akuntan public di Indonesia. Pada tahun 1998, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) merumuskan etika profesional baru yang diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia. Etika profesional baru ini berbeda dengan etika profesional yang berlaku dalam tahun- tahun sebelumnya. Kode etik IAI ini dikembangkan dengan struktur baru.
Kompartemen yang dibentuk dalam organisasi IAI terdiri dari 4 macam yaitu Kompartemen Akuntan Publik; Kompartemen Akuntan Manajemen; Kompartemen Akuntan
Pendidik;
Kompartemen
Akuntan
Sektor
Publik.
Masing-
masing
kompartemen digunakan untuk mengorganisasi anggota IAI yang berprofesi sebagai Akuntan Publik, Manajemen, Pendidik, serta Akuntan Sektor Publik. Sebagai induk organisasi, IAI merumuskan Prinsip Etika yang berlaku umum untuk semua anggota IAI. Untuk profesi Akuntan Publik, Kompartemen Akuntan Publik menerbitkan Aturan Etika untuk kompartemen Akuntan Publik. Aturan Etika tersebut kemudian dijabarkan dalam Interprestasi Aturan Etika oleh Pengurus Kompartemen Akuntan Publik. Empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi: 1. Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. 2. Profesionalisme. Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi. 3. Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi. 4. Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. Berikut uraian penjelasan kode etik ikatan akuntansi Indonesia yang terdiri dari 8 diantaranya ialah: 1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional
mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi. Terkait dengan kasus PT Great River International Tbk berhubung dengan kode etik tanggung jawab profesi, terlihat bahwa seorang akuntan dan beserta anggota timnya tidak bertanggung jawab atas profesinya sebagai akuntan. Pada kasus ini tidak terlihat seorang akuntan memeliharan dan meningkatkan tradisi profesinya dengan baik yang seharusnya memelihara kepercayaan para pemegang saham atas jasa yang diberikannya.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan
dalam
Ketergantungan
memelihara ini
berjalannya
menimbulkan
fungsi
tanggung
bisnis
jawab
secara
akuntan
tertib. terhadap
kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat
dan
institusi
yang
dilayani
anggota
secara
keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Auditor dan selaku akuntan PT Great River International Tbk yaitu Justinus Aditya Sidharta sama sekali tidak melakukan yang sepenuhnya untuk kepentingan publik. Pada kasus ini Justinus Aditya Sidharta malah mengutamakan kepentingan pribadinya sendiri dibanding kepentingan publik seutuhnya. Terlihat bahwa Justinus tidak memiliki sikap tanggung jawab profesionalisme dengan integritas yang tinggi sebagai akuntan PT Great River International Tbk.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. Bila dilihat menurut kode etik ini pada kasus PT Great River International Tbk , terlihat sangat jelas bahwa PT Great River selaku perusahaan tidak memiliki integritas atas menjalani kegiatan bisnis perusahaannya sehingga mengorbankan banyak karyawan dan para investor. Selaku auditor pun juga tidak berprilaku sesuai dengan kode etik ini karena telah melakukan penipuan atau kecurangan pada laporan keuangan PT Great River International Tbk.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi,
perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. PT Great River International Tbk pada kasusnya tidak berlaku adil dan memihak kepada salah satu auditor yang bekerja pada perusahaannya. PT Great River melakukan kecurangan dengan melakukan perencanaan bersama auditornya untuk memberikan keuntungan terhadap mereka. Justinus selaku auditor mengakui bahwa hal yang dilakukannya ini adalah hal yang disadarinya dan disengaja karena ingin menambahkan nominal di beberapa aset untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab katanya saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhatihati,
kompetensi
dan
ketekunan,
serta
mempunyai
kewajiban
untuk
mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
Justinus Aditya Sidharta tidak menggunakan jasanya dengan hati-hati malah menyalahgunakan profesinya sebagai akuntan PT Great River International Tbk. Justinus tidak memberikan clien informasi yang kompeten dan komperehensif dengan ketekunan ilmu yang dia miliki dengan disesuaikan informasi yang berlaku dengan sekarang. Sehingga terlihat bahwa Justinus tidak mematuhi peraturan sebagai auditor yaitu harus kompetensi dan hati-hati atas profesinya.
6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahaasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir. Pada kasus PT Great River International Tbk, kode etik kerahasiaan yang diterapkan malah menyimpang dengan aturan yang sebenarnya harus dipatuhi agar tidak dilanggar. PT Great River melakukan kerahasiaan tetapi kerahasiaan dalam konteks yang berbeda. Kerahasiaan yang dilakukannya bukannya menguntungkan pihak clien malah kenyataannya sebaliknya. Selaku auditornya pun terlibat karena dia yang meberikan jasanya kepada clien atas kasus ini. Dengan begitu, terlihat bahwa auditor PT Great River International Tbk melanggar kode etik pada kerahasiaan.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang
baik
dan
menjauhi
tindakan
yang
dapat
mendiskreditkan
profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya
kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. Tindakan yang dilakukan perusahaan dan auditor pada kasus PT Great River International Tbk menurut pandangan kode etik ini sangatlah tidak profesional. Mereka tidak berperilaku profesional yang seharusnya seorang akuntan berperilaku profesional pada kliennya. Tidak ada sama sekali rasa tanggung jawab dari diri mereka sendiri atas jasa yang mereka berikan terhadap kliennya.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan. Standar teknis yang seharusnya relevan dan bersifat profesional pada PT Great River International Tbk jauh dari kodek etik tersebut. Selaku auditor sama sekali tidak memberikan jasanya dengan relevan kepada kliennya atas pemeriksaan laporan keuangan PT Great River International Tbk.
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 17/PMK.01/2008 Tentang Jasa Akuntan Publik Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik (AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River International Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau
Pemimpin Cabang Kantor Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggungjawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP. Dalam kasus Pembekuan Akuntan Justinus Aditya Sidharta dapat ditentukan bahwa terdapat pelanggaran terhadap standar professional akuntan publik,dan kode etik akuntan public. Justinus Aditya Sidharta dianggap tidak mematuhi Pasal 71 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang Jasa Akuntan Publik, bahwa izin AP Pemimpin KAP dibekukan apabila izin usaha KAP dibekukan yang mengartikan bahwa AP Justinus Aditya Sidharta telah melanggar standar auditing, standar pengendalian mutu serta terdapat pelanggarn pada beberapa prinsip dan aturan kompartemen yang menyatakan tentang sikap
professional,
mematuhi standar relevan yang berlaku dan tanggung jawab profesi. Pelanggaran terkait standar professional akuntan publik yaitu melanggar standar auditing dimana pada standar auditing yang terdapat pada standar professional Akuntan Publik telah ditetapkan segala ketentuan yang berlaku terkait pemberian jasa,hal ini juga terdapat pada peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik dimana hal tersebut terdapat pada pasal 3 yang menjelaskan tentang batas waktu dari pemberian jasa yang ditentukan untuk KAP paling lama 6 tahun buku berturut-turut. Selain itu hal ini juga tentu melanggar standar pengendalian mutu sebuah KAP dimana seluruh KAP diwajibkan untuk mematuhi standar yang relevan yang telah ditetapkan oleh badan- badan yang berwenang. Selain Standar Profesional Akuntan Publik yang telah dilanggar KAP Justinus Aditya Sidharta ini telah melanggar Kode Etik Akuntan Publik Indonesia dimana KAP tersebut telah melanggar beberapa prinsip etika profesi akuntan indonesia dan aturan kompartemen akuntan public. Dimana dalam prinsip etika profesi terdapat tanggung jawab profesi pada prinsip kesatu yang berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya dimana anggota KAP harus mampu bertanggung jawab terhadap seluruh pekerjaan dan
pemakai jasa. Selain itu juga terdapat pelanggaran pada prinsip ketiga integritas dimana dalam menjalankan tanggung jawabnya KAP harus menjalankan dengan integritas tinggi hal ini tidak terjadi pada KAP Justinus Aditya Sidharta yang telah mengabaikan pegawainya sendiri. Hal ini membutikan bahwa integritas dari KAP Justinus Aditya Sidharta rendah. Terdapat prinsip lain yang juga dilanggar oleh KAP Justinus Aditya Sidharta adalah perilaku professional yang tidak diterapkan dalam memberikan jasa kepada kliennya sendiri melainkan merugikan banyak pihak. Dimana standar teknis menyatakan tentang ketentuan yang harus dipenuhi dan hal ini menunjukan bahwa KAP tersebut telah melanggar peraturan menteri keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik yang telah ditetapkan oleh Menteri keuangan.
Menurut National Committen on Governance (NCG, 2006) ada 5 prinsip tata kelola yang baik yaitu: a.
Transparansi (Transparency)
b.
Akuntabilitas (Accountability)
c.
Responsibilitas (Responsibility)
d.
Independensi (Independency)
e.
Keadilan (Fairness)
Adapun dalam kasus PT Great River Internasional Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip tata kelola yang baik antara lain: a.
Transparansi (Transparency)
PT Great River Internasional Tbk tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan bahwa telah memanipulasi laporan keuangan dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat. Hal ini menunjukkan bahwa PT Great River Internasional Tbk telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi.
b.
Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip akuntabilitas berkaitan erat dengan kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ, sehingga perusahaan dapa berjalan dengan efektif. Prinsip
ini berhubungan dengan pengendalian terhadap hubungan organ-organ yang ada di perusahaan menyadari tanggung jawab, wewenang, hak dan kewajibannya. Telah terbukti bahwa PT Great River Internasional Tbk tidak melakukan tanggung jawabnya sebagai perusahaan atas wewenang hak dan kewajiban, sehingga terjadi ketidak efektifan kinerja perseroan. Laporan Keuangan yang dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Great River Internasional Tbk gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas.
c.
Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip pertanggungjawaban menekankan adanya sistem yang jelas untuk mengatur makanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada para stakeholder perusahaan. Prinsip pertanggungjawaban berkaitan dengan kewajiban perusahaan mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. PT Great River Internasional Tbk melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan indikasi penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Terlihat dengan jelas PT Great River Internasional Tbk tidak mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d.
Independensi (Independency)
Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari PT Great River Internasional Tbk, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen menginginkan adanya manipulasi.
e.
Keadilan (Fairness)
Dalam prinsip keadilan, manajemen diharapakan tidak mengutamakan kepentingannya saja atau kepentingan pemegang saham saja, tetapi kepentingan semua stakeholder perusahaan. Penyajian laporan keuangan secara wajar kepada semua stakeholder merupakan wujud dari penerapan rinsip kewajaran. PT Great River Internasional Tbk tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) sebagaimana dikutip oleh tim studi BAPEPAM-LK, prinsip-prinsip GCG juga mencakup hal-hal sebagai berikut : 1.
Memastikan dasar kerangka tata kelola perusahaan yang efektif
2.
Hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi kepemilikan kunci
3.
Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham
4.
Peranan stakeholder dalam tata kelola perusahaan
5.
Pertanggungjawaban direksi Prinsip-prinsip sebagaimana dikemukakan oleh tim studi BPEPAM-LK tersebut di
atas juga tertuang dalam pedoman Umum GCG yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan GCG yang diterbitkan pada tahun 2006. BAPEPAM-LK tidak mewajibkan emiten atau perusahaan publik untuk menerapkan Pedoman Umum GCG tersebut. Sehingga tidak terdapat sanksi terhadap emiten atau perusahaan publik konsep GCG telah diadopsi ke dalam peraturan-peraturan yang diberlakukan oleh BAPEPAM-LK, seperti keberadaan komsaris independen, ketentuan terkait dengan rapat direksi dan komisaris, pelaksanaan tugas direksi dan komisaris dan lain-lain. Prinsip-prinsip Fundamental Etika IFAC 1)
Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya. Justinus selaku auditor PT Great River International Tbk menyatakan bahwa metode pencatatan yang ia lakukan pada Laporan Keuangan bertujuan untuk menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan, sebab saldo laba bersih tidak berbeda dengan yang diterima perusahaan, maka hal itulah yang menjadi pemicu dugaan Justinus yang telah dinyatakan olehnya tadi. Sehingga diinterpretasikan sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja dengan melakukan pemalsuan beberapa akun hingga ratusan miliar rupiah dan melakukan overstatement penyajian account.
2)
Objektivitas.
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah penguruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional. Lain dengan pada kasus ini yang membiarkan profesionalitas sebagai seorang akuntan yang melakukan penipuan terhadap Laporan
Keuangan per 31 Desember PT Great River International Tbk. 3)
Kompetensi profesional dan kehati-hatian. Seorang akuntan profesional
mempunyai
kewajiban untuk
memelihara
pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini. Seorang akuntan profesional harus bekerja secara tekun serta mengikuti standarstandar
profesional haus bekerja secara tekun serta mengikuti standar-standar
profesional dan teknik yang berlaku dalam memberikan jasa profesional. Akan tetapi, KAP ini tidak melakukan koreksi terhadap kelebihan pencatatan (overstatement) penjualan PT.Great River karena pihaknya mengaku telah mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut sesuai dengan metode pencatatan periode sebelumnya. Dengan begitu, akuntan yang memiliki kewenangan di PT Great River Internasional Tbk ini tidak memelihara dan memberikan pengetahuan yang dimiliki seorang akuntan dan juga keterampilan untuk menjamin seorang klien atas menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas teknik terkini.
4)
Kerahasiaan. Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang
diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya. Namun kerahasiaan yang di dalam kasus PT Great River International Tbk ini malah disalahgunakan dengan merahasiakan penipuan dalam melakukan rekayasa pada Laporan Keuangan per 31 Desember.
5)
Perilaku Profesional Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan
yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Di kasus PT Great River International Tbk dengan jelas mengesampingkan perilaku profesional akuntan profesional yang seharusnya dipatuhi dengan peraturan yang berlaku. Justinus selaku auditor berani berbuat yang tidak sesuai dengan kode etik yang sudah berlaku.
BAB 3 PENUTUP 3.1 Kesimpulan Studi Kasus Waste Management Inc. Penyusunan laporan keuangan serta proses audit adalah salah satu unsur utama sistem pengendalian manajemen. Mengingat peran pentingnya bagi lembaga itulah, laporan keuangan dan proses auditnya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip ideal-normatif serta etis yang diberlakukan terhadapnya. Kasus Waste Management Inc. dimulai dengan kecurangan di bidang akuntansi. Para eksekutif WMI memanipulasi laporan keuangan perusahaan dengan menggunakan berbagai trik akuntansi untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri. Proses audit laporan keuangan memang membuka peluang bahkan pada kondisi tertentu mensyaratkan pelibatan auditor eksternal. Untuk itu, auditor eksternal yang dipilih haruslah diakui integritasnya serta prosesnya harus terlaksana berdasarkan kaidah-kaidah yang telah diakui validitasnya. Dalam kasus ini, auditor eksternal telah melanggar prinisp yang ada dengan bekerja sama dengan kliennya dalam penipuan laporan keuangan perusahaan. Pengawasan dalam rumus skema penipuan mengacu pada kurangnya adanya tata kelola perusahaan yang bertanggung jawab dalam fungsi manajemen pemantauan untuk penyajian wajar laporan keuangan sesuai dengan GAAP. Tidak adanya fungsi pengawasan oleh komite audit WMI, ditambah dengan monitoring yang tidak efektif dari tim manajemen puncak oleh dewan direksi dan struktur pengendalian internal yang tidak memadai dan tidak efektif dalam mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki penipuan laporan keuangan, mungkin telah berkontribusi signifikan faktor terhadap salah saji dan kegagalan audit. Kuncinya adalah pada aturan akuntansi yang transparan, independensi, dan pengawasan terhadap manajemen puncak dan para auditor. Setelah ini tercapai maka akan lebih mudah untuk memecahkan masalah penegakan hukum. Kecurangan Akuntansi akan selalu menyertai kita selama ada pengusaha yang tidak bermoral dan tidak jujur atau tidak kompeten dalam mengemban tugasnya.
Studi Kasus PT. Great River International Tbk Akuntan merupakan profesi dimana setiap profesi memiliki kode etik yang harus dijunjung tinggi karena itu menjadi dasar utama untuk melaksanakan tugas dengan baik dan benar serta memberi manfaat bagi orang lain. Dalam kasus PT Great River, Akuntan Publik yang bersangkutan telah mencelakai kode etik akuntan, khusunya mengenai independensi, integritas dan objektivitas. Akuntan Publik tersebut telah membiarkan kesalahan yang ditemuinya dan tidak ada upaya untuk memperbaikinya. Akibat kelalaian tersebut banyak pihak yang dirugikan karena adanya kesalahan informasi yang di terima publik. Pelanggaran terhadap kode etik seperti ini tidak hanya berimbas pada Akuntan Publik yang bersangkutan saja, namun juga berimbas kepada seluruh Akuntan Publik. Publik dapat saja memiliki persepsi yang negatif setelah kasus ini terhadap integritas, objektivitas dan indpendensi auditor. Pembekuan terhadap izin Akuntan Publik yang telah dilakukan oleh mentri keuangan adalah langkah tepat untuk memperbaiki citra akuntan di mata publik, agar kepercayaan publik terhadap profesi akuntan tetap terjaga demi keberlanjutan profesi ini
1.2 Saran Studi Kasus Waste Management Inc. Dijalankannya pengendalian internal yang baik dalam perusahaan agar dapat efektif dan efisien dalam mencegah, mendeteksi, dan memperbaiki penipuan laporan keuangan. Pemerintah harus memiliki pengukuran tata kelola perusahaan yang kuat dan perbandingan dengan keuntungan. Memaksakan peraturan ketat pada direktur independen, direktur eksekutif dan auditor. Waste Management Inc. harus menerapkan prinsip-prinsip standar akuntansi yang berlaku sebagai bentuk pertanggung jawaban etis. Para auditor eksternal yang dipekerjakan untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan haruslah independen dan tidak berpihak pada klien atau mendapat tekanan dari pihak manapun agar dapat menghasilkan laporan audit yang andal. Serta harus melakukan rotasi auditor jika klien selalu menggunakan jasa audit dari kantor akuntan publik yang sama agar tidak terjadinya hal seperti di Waste Management Inc. sehingga akuntan public bisa bergantian setiap tahunnya.
3.2 Saran Studi Kasus PT. Great River International Tbk Akuntan Publik harus mampu menjaga dan melaksanakan kode etik profesi sebagai akuntan dalam kondisi dan situasi apapun. Akuntan Publik sebagai pihak ketiga yang independen dalam memberikan opini tentang laporan keuangan perusahaan harus mampu menjaga kepercayaan publik dengan melakukan pekerjaan berdasatakan Standar Profesi Akuntan Publik sehingga profesi ini tetap menjadi profesi yang penting di dalam perkonomian negara.
DAFTAR PUSTAKA
2-3 Oktober 2012. Majalah Bisnis Indonesia. Jakarta : s.n., 2-3 Oktober 2012. http://s3.amazonaws.com/ppt-download/55239327-kode-etik-aicpa-ifac-iai-121101162140phpapp01.doc?response-contentdisposition=attachment&Signature=DzxR6xPUwdDqJpoShk%2ByTkboQzk%3D&Expires=13982 09149&AWSAccessKeyId=AKIAIW74DRRRQSO4NIKA. [Online] [Cited: April 23, 2014.] 2014. About Us: Waste Management Inc. Waste Management Inc. [Online] 2014 йил 01-April. [Cited: 2014 йил 25-April.] https://www.wm.com/about/index.jsp. 2008. Accounting Scandals. Accounting Degree. [Online] 2008 йил 30-July. [Cited: 2014 йил 25-April.] http://www.accounting-degree.org/scandals/. Agoes, Sukrisno. 2011. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta : Salemba Empat, 2011. Arthur Anderson: Challengin the Status Quo. Moore, Mary Virginia and Crampton, John. November 2003. November 2003, The Journal of Business Leadership (America National Business Hall of Fame), pp. 71-89. bapepam. www.bapepam.go.id. [Online] —. www.bapepam.go.id. [Online] [Cited: April 23, 2014.] BAPEPAM. 2003. Press Release. [Online] Agustus 10, 2003. [Cited: Maret 19, 2014.] http://www.bapepam.go.id/old/old/news/agt2003/Penegakan%20Hukum.PDF. Berenson, Alex and Oppel Jr., Richard A. 2001. OncepMighty Enron Strains Under Scrutiny. [Online] October 28, 2001. [Cited: March 19, 2014.] http://www.nytimes.com/2001/10/28/business/once-mighty-enron-strains-underscrutiny.html. Big Companies Pay Audit Firms More for Other Services. J., Well and A. Tannebaum. April 10, 2000. April 10, 2000, The Wall Street Journal, pp. C1-C2. Brooks, Leonard J. and Dunn, Paul. 2011. Etika Bisnis & Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan. Jakarta : Salemba Empat, 2011. bumn. 2001. http://www.bumn.go.id/22368/publikasi/berita/kasus-salah-catat-laporankeuangan-kimia-farma-usulkan-nilai-dividen-2001-tetap/. [Online] 2001. [Cited: April 23, 2014.] Darmadji, Triptono and Fakhrudin, Hendy M. 2001. Pasar Modal di Indonesia. Jakarta : Salemba Emban Patria, 2001.
david. 2009. http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporankeuangan-pt-kimia-farma-tbk/. [Online] 2009. [Cited: April 22, 2014.] elzamyroselin. 2013. http://elzamyroselin.blogspot.com/2013/02/tugas-3-kasus-perusahaanyang-melakukan.htm. [Online] 2013. [Cited: April 23, 2014.] Enron: what happened and what we can earn from it. Benston, George J. and Hartgraves, Al L. 2002. 2002, Elsavier Journal of Accounting and Public Policy 21, pp. 105-127. Fahmi, Saputra. 2011. Etika dalam akuntansi keuangan. Saputra Fahmi. [Online] 2011 йил 9November. [Cited: 2014 йил 26-April.] http://fhsaputra11.blogspot.com/2011/11/etika-dalamakuntansi-keuangan-dan.html. Grace, Stevi. 2014. Kasus Etika Waste Management Inc. Stevi Grace 15. [Online] 2014 йил 25-January. [Cited: 2014 йил 25-April.] http://stevigrace15.blogspot.com/2014/01/kasusetika-waste-management-inc.html. Hendarto, Bambang Ruly. 2010. Pelanggaran Etika Bisnis dengan Menggunakan Studi Kasus Pada Perusahaan. Scribd. [Online] October 27, 2010. [Cited: March 18, 2014.] http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON. ifac. http://www.ifac.org/Ethics/. [Online] [Cited: April 23, 2014.] KAP Akhyadi Wibisono. 2011. Laporan Keuangan (audited) untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010. Jakarta : PT Katarina Utama Tbk, 2011. Audited Financial Report. L J Brooks, Paul Dunn. 2011. Etika Bisnis dan Profesi untuk Direktur, Eksekutif, dan Akuntan. Jakarta : Salemba Empat, 2011. 2010. Laporan Keuangan dan Laporan Internal. Jakarta : PT. Katarina Utama Tbk, 2010. Financial Report. Mahendra, Gading. 2009. Kasus Arthur Andersen Praktik Akuntansi yang dipertanyakan. Kasus Arthur Andersen. [Online] 2009 йил 30-November. [Cited: 2014 йил 26-April.] http://gadingmahendradata.wordpress.com/2009/11/30/kasus-arthur-andersen-praktikakuntansi-yang-dipertanyakan/. Nurul, Rigel. 2012. Waste Management Inc. Kasus Etika. [Online] 2012 йил 3-March. [Cited: 2014 йил 26-April.] http://rigelnurul.blogspot.com/2012/03/waste-management-inc.html. Penerapan Srbanes Oxley di Indonesia . [Online] [Cited: March 19, 2014.] http://asdarmunandar.blogspot.com/2012/02/penerapan-sarbanes-oxley-di-indonesia.html. Riley, Dick. 2002. Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York : wiley corporation, 2002. Rimoldi. http://my.liuc.it/MatSup/2013/L25522/presentazione%20parmalat_Rimoldi.ppt. [Online] [Cited: April 23, 2014.] Santosa, M. Budi. 2005. Menkeu Bekukan Izin Dua Akuntan Publik. [Online] 01 28, 2005. [Cited: 03 19, 2014.] http://finance.detik.com/read/2005/01/28/172324/281069/5/menkeubekukan-izin-dua-akuntan-publik.
2010. Sarbanes Oxley Act and Impact To Accounting Profesion in Indonesia. [Online] November 26, 2010. [Cited: March 19, 2014.] http://princesdavinaquu.blogspot.com/2010/11/sarbanes-oxley-act-and-impact-to.html. SEC. 2002. SEC. [Online] 2002 йил 26-june. [Cited: 2014 йил 25-april.] http://www.sec.gov/news/headlines/wastemgmt6.htm. Senate Permanent Subcommittee on Investigations. 2002. Report on the Role of the Board of Directors in the Collapse of Enron. U.S. Government Printing Office. [Online] July 08, 2002. [Cited: March 14, 2014.] http://www.gpo.gov/fdsys/pkg/CPRT-107SPRT80393/pdf/CPRT107SPRT80393.pdf. Septiani, Widya. 2013. Enron Fall. [Online] December 7, 2013. [Cited: March 19, 2014.] http://buatbercerita.blogspot.com/2013/12/tugaskelompok-pengauditan-i-enron-fall.html diakses Maret 19. Syifa. http://ampundeh.files.wordpress.com/2014/03/analisis-prinsip-tata-kelola-stdi-kasusenron-dan-katarina-utama.docx. [Online] [Cited: April 22, 2014.] The Economist Magazine. 2001. Enron: The Amazing disintegrating firm. Adieu Arafat? 12 08, 2001. The Enron Scandal and Ethical Issues. [Online] [Cited: March 19, 2014.] http://www.ukessays.com/essays/accounting/the-enron-scandal-and-ethical-issuesaccounting-essay.php. The Fall of Enron. Healy, M. Paul and Palepu, G. Krishna. Spring 2003. Spring 2003, Journal of Economic Perspectives Vol. 17 No.2, pp. 3-26. 2006. Timeline: A chronology of Enron Corp. [Online] January 18, 2006. [Cited: March 19, 2014.] http://www.nytimes.com/2006/01/18/business/worldbusiness/18ihtweb.0117enron.time.html?pagewanted=all&_r=0. Tuanakotta, Theodorus M. 2007. Setengah Abad Profesi Akuntansi. Jakarta : Salemba Empat, 2007. 2014. Waste Management Inc. Wikipedia. [Online] 2014 йил 22-March. [Cited: 2014 йил 26April.] http://en.wikipedia.org/wiki/Waste_Management,_Inc.