REVIEW METODOLOGI BUSINESS PROCESS ENGINEERING UNTUK EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI BISNIS Eriya, S.Kom, M.T
Abstrak Proses business merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk melayani stakeholdernya. Agar dapat memberikan pelayanan yang baik, perusahaan harus terus meningkatkan performansinya. Peningkatan ini dapat dicapai melalui perbaikan proses bisnis secara terus menerus. Salah satu upaya yang dilakukan untuk perbaikan proses bisnis tersebut dengan menerapkan metodologi Business Process Reengineering (BPR). BPR mengusulkan langkah-langkah yang sistematis untuk merancang ulang proses bisnis dalam rangka mencapai perbaikan-perbaikan yang signifikan terhadap proses guna mencapai efisiensi dan efektivitas bisnis. Makalah ini membahas mengenai konsep BPR dan bagaimana kerangka kerja dari metodologi BPR secara teoritis.
I.
Pendahuluan Dalam era globalisasi dengan persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut
untuk
selalu
melakukan
perbaikan-perbaikan
terhadap
proses
bisnisnya
guna
meningkatkan kinerja dan pelayanan yang baik kepada konsumen. Proses bisnis yang baik akan akan dapat meningkatkan efisiensi, efektifitas dan pelayanan yang baik kepada konsumen.
Salah satu upaya dalam rangka perbaikan proses bisnis tersebut dapat
dilakkukan dengan rekayasa ulang proses bisnis (Business Process Reengineering). Business Process Reengineering merupakan pemikiran ulang secara mendasar dan perancangan ulang secara radikal proses bisnis untuk mencapai perbaikan yang signifikan dalam ukuran-ukuran
performansi seperti biaya, kualitas, layanan dan kecepatan
(Hammer,2003). Makalah ini bertujuan untuk mengkaji metodologi Business Process Engineering dalam rangka mencapai efektifitas dan efisiensi bisnis secara teoritis. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan mengkaji litaratur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
46
II.
Fungsi dan Proses Bisnis Sebelum membahas mengenai rekayasa ulang proses bisnis, pemahaman terhadap
proses bisnis perlu dipahami dengan baik. Banyak definisi proses bisnis yang dikemukan oleh para ahli. Sharp (2001) mengemukakan Proses bisnis merupakan serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan (enterprise) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Butler Group (2002) mengemukan proses bisnis adalah kumpulan tugas-tugas atau kegiatan yang saling berhubungan, diawali untuk merespon sebuah event, dan bertujuan untuk mencapai hasil yang spesifik bagi customer dan stakeholder lainya yang terlibat dalam proses, dimana tugas-tugas atau kegiatan tersebut dapat diselesaikan baik secara sekuensial maupun paralel oleh orang-orang atau sistem baik di dalam maupun di luar organisasi. Dengan demikian proses bisnis dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk melayani stakeholdernya. Perlu memahami adanya perbedaan yang jelas antara proses bisnis dan fungsi bisnis. Fungsi bisnis merupakan sebuah pekerjaan atau departemen yang berkonsentrasi pada keahlian. Sebuah fungsi merupakan bagian dari pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan melibatkan keahlian atau tools (sharp, 2001). Customer service, pabrikan, pemasaran, penjualan, sumber daya manusia, keuangan merupakan fungsi bisnis. Sedangkan proses bisnis berorientasi pada kegiatan yang mengalir diantara fungsi-fungsi tersebut. III. Business Process Engineering (BPR) 3.1 Definisi Business Process Reeengineering (BPR) Hammer dan Champy (2003) mengemukakan BPR adalah berfikir ulang secara mendasar dan merancang ulang secara radikal proses bisnis untuk mencapai perbaikan yang signifikan dalam ukuran-ukuran performansi seperti biaya, kualitas, layanan dan kecepatan.
Peppard dan Rowland (1995) mengemukakan BPR merupakan sebuah
filosofi perbaikan yang bertujuan untuk mencapai tindakan perbaikan terhadap performansi dengan merancang ulang proses yang dioperasikan sebuah organisasi, memaksimalkan kegiatan yang value-added dan meminimalkan yang lainnya. Henry Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
47
Johansson (1995) dalam buku Business Process Reengineering mengemukakan BPR sebagai sarana bagi organisasi untuk mewujudkan perubahan kinerja secara radikal diukur dari biaya, waktu, siklus, layanan dan mutu, melalui penerapan beragam alat dan teknik yang difokuskan pada bisnis sebagai salah satu perangkat proses bisnis inti yang berorientasi kepada pelanggan dan bukan sekadar seperangkat fungsi-fungsi organisasi. Beberapa ahli menyebutk BPR sebagai inovasi proses, menurut
Davenport (1995),
inovasi proses adalah pemikiran strategi-strategi kerja baru, kegiatan desain proses actual serta implementasi perubahan di semua dimensi teknologi, manusia dan organisasi yang kompleks. Dari definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas dapat dipahami bahwa BPR merupakan sebuah metodologi untuk merancang ulang proses bisnis dalam rangka mencapai perbaikan-perbaikan kinerja organisasi untuk mencapai efektifitas dan efisiensi. BPR merupakan tools strategis yang dapat digunakan ketika organisasi menginginkan perbaikan performansi bisnis yang signifikan. 3.2 Kerangka Kerja BPR Dalam buku Process Business Reengineering, Johansson (1995) menyatakan tahaptahap yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam merekayasa ulang proses bisnisnya adalah : a. Tahap 1: Temukan, dalam tahap ini perusahaan menciptakan misi strategic untuk mendominasi atau memperbaharui daya saing di pasar, dan menentukan apa yang akan dilakukan terhadap proses yang ada guna mencapai stragegi tersebut. Dalam tahap ini pada dasarnya perusahaan harus mengidentifikasi peluang dan skala rekayasa ulang proses bisnisyang akan diimplementasikan tersebut. b. Tahap 2: Desain Ulang, Dalam tahap ini proses bisnis yang akan direkayasa ulanng dirinci, direncanaka dan direkayasa. c. Tahap 3: Realisasi, dalam tahap ini rekayasa ulang tersebut diimplementasikan untuk melaksanakan strategi. Johansson menyimpulkan bahwa pada dasarnya rekayasa ulang memang harus mengakumulasi dari tiga tahap proses tersebut. Proses pertama adalah
menemukan
proses itu sendiri, meliputi identifikasi bagian-bagian yang terlibat dalam proses, Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
48
identifikasi alur proses di antara bagian-bagian yang terlibat dalam proses, sedangkan tahap desain ulang meliputi identifikasi output sub proses, identifikasi aktivitas yang menghasilkan output, identifikasi input dari sub proses dan rekayasa itu sendiri. Sedangkan realisasi rekayasa ulang proses meliputi berbagai aktivitas yaitu identifikasi masalah, dan realisasi rekayasa ulang Sedangkan Thomas H. Davenport (1995) memberikan kerangka kerja untuk rekayasa ulang proses bisnis dalam lima langkah : 1. Mengidentifikasi proses untuk inovasi 2. Mengidentifikasi pengungkit perubahan 3. Mengembangkan visi proses 4. Memahami proses yang ada 5. Merancang dan membuat prototype proses yang baru. Andersen (1999) mengemukakan Perbaikan proses bisnis dengan pendekatan BPR terdiri atas beberapa tahapan proses yaitu : 1. Planning, fokus pada proyek BPR yang dipilih, pembentukan tim proyek dan penetapan tujuan. 2. Reengineering Berdasarkan pada proses yang telah ada, menggunakan sekumpulan teknik untuk merancang ulang proses pada setiap level yang akan menghasilkan perbaikan yang signifikan. 3. Tranformation Menetapkan
bagaimana
proses
yang
sudah
dirancang
ulang
dapat
diimplementasikan dengan memperhatikan proses-proses yang sudah ada, membutuhkan investasi, pelatihan dan lainnya. 4. Implementation Solusi yang dihasikan dan disetujui pada fase-fase sebelumnya diimplementasikan dan proses diubah. Fase reengineering pada BPR bertujuan untuk merancang ulang proses bisnis untuk perbaikan performansinya. Salah satu teknik yang dapat digunakan pada fase ini adalah systematic reengineering. Dengan teknik ini
proses yang ada dapat dipahami,
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
49
didokumentasikan dan dianalisis untuk menentukan proses baru yang lebih baik secara sistematis. Dalam BPR teknik ini dikenal dengan model ESIA (Eliminate, Simplify, Integrate, Automate), merupakan teknik yang dirancang untuk mengerjakan empat langkah utama secara sistematis dari proses yang ada yaitu : 1. Eliminate Eliminasi dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan value (nonvalue-added). Beberapa area yang dapat dieliminasi adalah sebagai berikut : a. Kelebihan produksi b. Waktu tunggu c. Perpindahan atau pergerakan orang dan dokumen d. Proses yang tidak efisien e. Duplikasi kegiatan f. Pencatatan dokumen (paperwork) 2. Simplify Setelah mengeliminasi kegiatan-kegiatan yang tidak penting, langkah berikutnya adalah menyederhanakan tugas-tugas yang ada. Beberapa area tugas yang dapat disederhanakan adalah : a. Formulir b. Prosedur c. Komunikasi antar customer dan staff d. Teknologi e. Aliran material atau paperwork f. Proses 3. Integrate Tugas-tugas yang telah disederhanakan, diintegrasikan agar aliran proses dalam menghasilkan kebutuhan dan layanan customer berjalan dengan baik dan lancar. Berberapa area yang dapat diintegrasikan adalah : a. Pekerjaan b. Team c. Customer Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
50
d. Supplier 4. Automate Teknologi informasi merupakan tools yang sangat handal untuk mempercepat proses dan menghasilkan layanan yang berkualitas kepada customer. Setelah melakukan eliminasi, menyederhanakan dan mengintegrasikan tugas-tugas dalam proses, penting untuk melakukan otomatisasi peroses dengan dukungan teknologi informasi dalam memberikan layanan yang berkualitas kepada customer. Beberapa area yang dapat diotomatisasi adalah : a. Tugas-tugas yang berulang b. Penangkapan data (data capture) c. Transfer data d. Analisis data e. Proses-proses yang memerlukan kontrol. 3.3
Pengggerak Business Process Reengineering. Dalam buku Process Innovation oleh Davenport (1995), dibahas beberapa hal yang
menjadi penggerak rekayasa ulang yaitu : 1. Tekanan Persaingan 2. Tekanan Pelanggan 3. Keuangan; dengan rekayasa ulang proses bisnis dapat lebih selektif dalam mengeliminasi biaya-biaya yang tidak perlu. 4. Kebutuhan akan koordinasi dan menajemen saling ketergantungan fungsional 3.4 Ukuran keberhasilan Business Process Reengineering Johansson (1995) menyatakan, ukuran keberhasilan reengineering process berdasarkan dua tolak ukur yaitu target operasional dan perbandingan efektivitas dan efisiensi antar periode. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa ukuran dari rekayasa ulang proses bisnis dapat didasarkan pada dua sudut pandang yaitu: 1. Target Operasional Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
51
Jika melalui reengineering target operasional perusahaan tercapai, maka dapat disimpulkan bahwa reengineering process telah berhasil, dan demikian pula sebaliknya. 2. Perbandingan efektivitas dan efisiensi antar periode. Perbandingan ini mengarah pada perbandingan tigkat efisiensi dan efektivitas operasional. Perbandingan tersebut dilakukan antara fase sebelum reengineering dan fase setelah reengineering proses. Jika melalui reengineering proses bisnis efisiensi dan efektifitas operasional meningkat, maka dapat disimpulkan bahwa reengineering proses telah berhasil dan demikian sebalikya. Disamping melakukan rekayasa ulang proses bisnis, perusahaan perlu melakukan perbaikan mutu yang berkelanjutan (continuous improvement) untuk memperbaiki seluruh kinerja organisasi. Kedua metode ini saling melengkapi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. IV. Business Proses Analysis Johansson (1995) menyatakan Reengineering Process harus dilakukan dengan mengidentifikasi suatu proses untuk menemukan keunggulan dan kelamahan, sehingga dapat dilakukan inovasi proses baru yang lebih efektif dan efisien. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa rekayasa ulang proses hanya dapat dllakukan dengan mengidentifikasi proses yang ada terlebih dahulu sehingga dapat dilakukan inovasi proses ber dasarkan kelemahan proses yang teah terjadi. Business Process Analysis adalah kunci pendekatan analitis yang mendukung dan membantu manajemen dalam melakukan analisis terhadap aktivitas, siklus waktu, biaya, kualitas dan akar penyebab permasalahan untuk perbaikan
proses bisnis dalam
meningkatkan efisiensi biaya. Penerapannya harus selalu berorientasi pada usaha untuk meningkatkan kepuasan konsumen. Ada dua cara dasar untuk memandang organisasi yaitu: a. Functional View Cara ini memandang bagan organisasi sebagai
model utama dari bisnis
perusahaan. Peningkatan program terfokus pada peningkatan efisiensi dan efektivitas fungsi tertentu atau unit organisasi tertentu. Dengan kata lain dapat Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
52
dikatakan bahwa cara ini tidak menitikberatkan pada usaha untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara menyeluruh. b. Process View Cara ini lebih memfokuskan pada pekerjaan itu sendiri dari pada struktur organisasi yang dipakai untuk mengelola pekerjaan tersebut. Titik beratnya terletak pada usaha untuk mengidentifikasi proes. Selanjutnya proses akan dibagi menjadi sub proses-sub proses yang akan diagi lagi menjadi aktivitas-aktivitas. Process view menyediakan cara terbaik untuk menganalisis bisnis, sebab process view disusun berdasarkan pada bagaimana cara konsumen memandang suatu bisnis. Konsumen akan berinteraksi dengan organisasi melalui proses bisnisnya. Hanya dengan mengambil perspektif yang sama dengan konsumen maka organisasi dapat menilai value dari hasil yang telah dicapai. Terdapat dua alasan mengapa perusahaan melakukan Business Process Analysis, yaitu : a. Sebagai program pengurangan biaya dan siklus waktu proses, perbaikan kualitas, atau usaha-usaha lain untuk memperbaiki kinerja perusahaan b. Sebagai langkah awal dalam menerapkan Activity based Costing, Performance Measurement dan decision support Improvement. Business process Analysis berfokus pada menganalisis proses dan meningktkan kinerja perusahaan, bukan pada fungsi organisasi. Perusahaan yang menerapkan Business Process Analysis tidak lagi menggunakan pendekatan fungsional yang berdasarkan pada struktur organisasi yang hanya memfokuskan diri
pada peningkatan efisiensi dan
efektifitas masing-masing fungsi ataupun unit organisasi yang spesifik. Business Process Anlysis menekankan pada pola hubungan yang bersifat cross functional denga menembus dinding pemisah antar fungsi yang diciptakan oleh struktur organisasi functional. Penerapan Business Process Analysis diawali dengan mengidentifikasi proses yang akan dianalisis, kemudian proses tersebut dibagi-bagi menjadi sub proses yang akhirnya diuraikan lagi menjadi aktivitas-aktivitas. Proses merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan suatu output, sedangkan input berupa modal, sumber daya manusia, teknologi dan berbagai informasi yang diubah oleh serangkaian aktivitas menjadi output. Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
53
Sub
Proses adalah bagian dari suatu proses yang merupakan rangkaian dari
beberapa aktivitas dan memiliki ruang lingkup yang lebih sempit dari proses. Setiap sub proses juga memiliki input, proses, transformasi, dan output. Dalam business process analysis harus diidentifikasi input, output dan konsumen dari masing-masing sub proses. Aktivitas adalah kombinasi dari manusia, teknologi, bahan baku, metode tang lingkungan yang menhasilkan produk atau jasa. Dalam business Process analysis, aktivitas dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : a. Value added activity, yaitu : aktivitas yang dapat meberikan nilai tambah dan kepuasan kepada konsumen dan perusahaan. Aktivitas ini dibedakan menjadi dua kategori : 1) Real value added activity Merupakan aktivitas yang benar-benar bernilai bagi konsumen dan harus dilakukan oleh perusahaan. 2) Business value added activity Merupakan aktivitas yang tidak bernilai bagi konsumen tetapi dibutuhkan oleh perusahaan. b. Non Value Added Activity, yaitu aktivitas yang dilakukan tidak memberikan nilai tambah bagi konsumen dan perusahaan.
V.
Langkah-langkah Business Process Analysis Langkah-langkah dalam penerapan Business Process Analysis sebagai berikut : 1. Mengembangkan model proses Bisnis Model proses bisnis bertujuan untuk mengidentifikasi aliran proses utama dalam organisasi. Model proses bisnis akan memberikan gambaran mengenai keseluruhan proses bisnis dalam perusahaan termasuk proses utama dan proses pendukungnya. Proses utama akan dibagi menjadi sub-sub proses dan aktivitas pendukungnya.
Pada
saat
mengidentifikasi
sub
proses,
penting
untuk
mengidentifikasi batasan proses yaitu titik awal dan akhir suatu proses. 2. Megembangkan definisi proses/aktivitas
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
54
Setelah melakukan pengembangan model proses bisnis dan telah mengidentifikasi sub proses. Langkah selanjutnya adalah menguraikan sub proses ke dalam aktivitas. Beberapa langkah yang harus dilakukan : a. Identifikasi output sub proses Output yang dimaksud adalah setiap produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu proses. Output dari suatu proses terdiri atas transaksi, informasi, atau dokumen-dokumen. b. Identifikasi konsumen Identifikasi konsumen merupakan elemen penting dalam business process analysis. Konsumen yang dimaksud meliputi konsumen internal dan konsumen eksternal. Identifikasi konsumen menjadi dasar untuk menentukan aktivitas mana yang menghasilkan nilai tambah dan aktivitas mana yang tidak menghasilkan nilai tambah dilihat dari sudut pandang konsumen. c. Identifikasi aktivitas yang menghasilkan output Pada tahap ini dibuat suatu kerangka aktivitas secara keseluruhan. Dalam mengidentifikasi aktivitas hendaknya dihindari pendefinisian yang terlalu detail atau terlalu sempit, karena akan menambah kerumitan dalam analisis tanpa memberikan informasi yang bermanfaat bagi manajemen. d. Identifikasi Input dari sub proses Informasi tentang input dapat diperoleh dengan cara mengumpulkan data historis, melakukan observasi dan wawancara. Input ini sangat bermanfaat untuk menentukan upaya-upaya perbaikan apa yang akan dilakukan oleh perusahaan. 3. Melakukan Process Value Analysis Process value analysis bertujuan untuk mengidentifikasi kesempatan untuk meningkatkan kinerja bisnis dengan beberapa cara sehingga peingkatan kinerja dapat tercapai.Peluang utama untuk perbaikan berasal dari aktivitas-aktvitas yang menambah waktu atau biaya tanpa menambah value bagi konsumen. Ada tiga kategori aktivitas yang digunakan yaitu Real value added activities, businees value added activities dan non value added activities. Kegiatan-kegiatan non value added sebisa mungkin dihilangkan atau diminimalkan. Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
55
4. Mengembangkan Rencana Perbaikan Langkah-langkah terakhir dalam proses bisnis adalah mengembangkan proses perbaikan yan terdiri dari du tahap pokok yaitu: 1) Identifikasi masalah Masalah-masalah yang umumnya terjadi dalam suatu proses meliputi: a. Gap Dengan mengidentifikasi gap, dapat mengarahkan perusahaan untuk memfokuskan perhatiannya pada tuntutan yang benar-benar penting bagi konsumen. b. Pemborosan Pemborosan yaitu adanya aktivitas yang tidak menghasilkan nilai tambah, dapat diidentifikasi dengan menempatkan semua aktivitas yang tidak menghasilkan nilai tambah pada activity model. c. Ketidakefisienan Ketidakefisienan adalah hasil dari metode-metode kompleks yang menyebabkan panjangnya siklus waktu, dapat diidentifikasi dengan memeriksa urutan aliran aktivitas dan mengidentifikasi aktivitas yang mengkonsumsi biaya yang tidak proporsional dengan nilai yang dihasilkan. d. Ketidakstabilan Tingginya variabilitas dalam input, output, waktu dan kualitas dapat mengidentifikasi
timbulnya
ketidakstabilan.
Ketidakstabilan
dapat
diidentifikasi dengan memeriksa bagan alur dan mempertanyakan ketepatan input, output dan waktu. 2) Pemecahan Masalah Langkah
selanjutnya
setelah
mengidentifikasi
masalah
adalah
mengembangkan suatu rencana yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam perusahaan tersebut. VI. Kesimpulan Business Process Reengineering (BPR) merupakan metodologi yang digunakan untuk merancang ulang proses bisnis guna mencapai perbaikan-perbaikan kinerja Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
56
perusahaan secara signifikan sehingga dapat tercapai efektifitas dan efisiensi bisnis. Beberapa kerangka kerja dari BPR telah diusulkan oleh beberapa ahli. Kerangka kerja yang diusulkan oleh Anderson mengemukakan langkah-langkah yang detail dan sistematis yang dapat ditetapkan oleh perusahaan untuk memperbaiki proses bisnisnya dengan mengimplementasikan model ESIA (Eliminate, Simplify, Integrate, Automate). Sebelum melakukan BPR sebaiknya dilakukan Business Process Analysis terlebih dahulu untuk mengidentifikasi suatu proses guna menemukan keunggulan dan kelamahan proses tersebut, sehingga dapat dilakukan inovasi proses baru yang lebih efektif dan efisien. Daftar Pustaka 1. Andersen, B. (1999), Business Process Improvement Toolbox, American Society for Qualit. 2. Butler Group (2002), Business Process Management. 3. Sharp, A. dan McDermott, P. (2001), Workflow Modeling : Tools for Process Improvement and Application Development, Artech House. 4. Hammer, Michael and James Champy (2003). Reengineering the Corporation: A Manifesto for Business Revolution, revised and updated. Collins, 2003. 5. Davenport, Thomas H., (1995), Process Innovation : Reengineering Work Through Information Technology. Harvard Business School Press. 6. Johansson, H, et.al (1995), Business Process Reengineering,. Wiley
Jurnal MEDIA SISFO Vol. 5, No.1, Februari 2011 - STIKOM Dinamika Bangsa - Jambi
57