105
Business Process Reengineering Rumah Sakit Hospital Business Process Reengineering LEA MEDIATRIX Y. JANWARIN* SITI HARIPI**
* Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya ** Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur ABSTRACT
The Trauma Center established by PHC Surabaya as a distinguished program in 2003 is a special facility in the hospital designed to provide treatment and diagnostic services for traumatic patients with physical injuries. The establishment of this program is looked upon the location of the hospital which is close to the main street and surrounded by several big companies, with an increasing rate in traffic and work accidents. In 2010 there was a decrease in the visits to the PHC Hospital Surabaya Trauma Center. In general, the purpose of this study is to analyze the PHC Hospital Surabaya Trauma Center business process reengineering, which comprises four phases: positioning for change, diagnosing the existing process, redesigning the process, and transition to the new design. This study specially analyzes three phases of business process reengineering. The framework of this study is cross sectional. The analysis units for this study are the supporting units of the PHC Hospital Surabaya Trauma Center which include ER Installation, Laboratory, Radiology, Operating Theater, and Intensive Care Unit (ICU). The recommendation proposed in this study is to fulfill the standard needs and the application of the service blueprint of the PHC Hospital Surabaya Trauma Center. Keywords: Business Process Reengineering, trauma center, standard Correspondence: Lea Mediatrix Y. Janwarin, gubeng Jaya Tengah 15A Surabaya, Email:
[email protected]., Telp: 081288647372
PENDAHULUAN Rumah Sakit PHC Surabaya merupakan salah satu rumah sakit swasta di Surabaya Utara yang berlokasi di Jalan Prapat Kurung Selatan 1-2 Surabaya. Dilihat dari letak rumah sakit, Rumah Sakit PHC Surabaya terletak dekat dengan jalan raya dan merupakan pintu gerbang Surabaya Utara. Selain itu, Rumah Sakit PHC Surabaya juga berada dekat dengan Pelabuhan Tanjung Perak dan dikelilingi oleh beberapa perusahaan besar. Dengan melihat letak rumah sakit tersebut dan didukung dengan angka kecelakaan lalu lintas dan angka kecelakaan kerja yang meningkat, maka Rumah Sakit PHC Surabaya melihat hal tersebut sebagai peluang. Peluang tersebut yaitu peluang untuk dapat melayani pasien kecelakaan lalu lintas darat maupun laut serta kecelakaan kerja. Hal inilah yang mendasari dicanangkannya salah satu program ungggulan Rumah Sakit PHC Surabaya yaitu trauma center pada tahun 2003. Melalui program tersebut, Rumah Sakit PHC Surabaya diharapkan menjadi “Traumatologi, pain and rehabilitation center”. Beberapa unit yang terlibat sebagai pendukung dalam pelayanan trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya adalah Instalasi Gawat Darurat (IGD), laboratorium, radiologi, kamar operasi, Intensive Care Unit (ICU), dan rehabilitasi medis. Unit yang termasuk dalam trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya mengalami fluktuatif. Pada Tahun 2010, terjadi penurunan kunjungan trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Hal ini bila
dihubungkan dengan tahapan dalam siklus hidup produk (product life cycle) mengindikasikan bahwa produk tersebut berada dalam tahap penurunan (decline stage) yaitu terjadi penurunan penjualan. Dalam tahapan ini strategi pemasaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan inovasi. Upaya inovasi ini dapat dilakukan melalui Business Process Reengineering (BPR) yaitu upaya perbaikan atau penyempurnaan yang memfokuskan pada desain ulang proses untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan bersaing (competitive advantage) suatu organisasi. Banyak organisasi menerapkan BPR untuk meningkatkan kinerja organisasi, meningkatkan keuntungan dan meningkatkan kepuasan pelanggan (Muthu, Whitman, dan Cheraghi, 1999). Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menyusun rekomendasi melalui analisis business process reengineering trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Unit analisis dalam penelitian ini adalah unit pendukung trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya yaitu IGD, laboratorium, radiologi, kamar operasi, dan ICU. Sumber informasi dalam penelitian ini adalah manajer instalasi gawat darurat dan perawatan intensif, penanggung jawab klinik emergency, manajer instalasi penunjang medis,
106
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 2, Mei–Agustus 2012: 105–110
penanggung jawab laboratorium, penanggung jawab radiologi, manajer instalasi kamar operasi dan sterilisasi Rumah Sakit PHC Surabaya. Penentuan level trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya berdasarkan level trauma center yang ditetapkan oleh American College of Surgeons Committee on Trauma (ACS-COT). Selain itu dilakukan juga penentuan level IGD Rumah Sakit PHC Surabaya berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 Tahun 2009. Analisis sumber daya manusia, fasilitas dan prasarana medis, sarana, dan proses, trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya berdasarkan Trauma center standard Department of Health Florida dan Kementerian Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 Tahun 2009 dengan menggunakan checklist. Selanjutnya, rekomendasi business process reengineering trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya sesuai dengan standar yang didasarkan pada hasil analisis trauma center di tahap dua. HASIL DAN PEMBAHASAN Business process reengineering (BPR) trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya terdiri dari tiga fase yaitu position for change, diagnosing the existing the process dan redesign the process. Position for Change Pada tahap pertama yaitu position for change, dilakukan penentuan level baik untuk level trauma center maupun level IGD. Level trauma center ditentukan berdasarkan klasifikasi level trauma center yang ditetapkan oleh ACS-COT. Level IGD ditentukan berdasarkan level IGD rumah sakit yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Level trauma center merupakan level yang sudah ditetapkan dan berlaku secara internasional, sedangkan level IGD merupakan level yang ditetapkan untuk IGD rumah sakit dan berlaku secara nasional. Penentuan level trauma center dilakukan berdasarkan klasifikasi level trauma center yang ditetapkan oleh ACSCOT. Dari lima level trauma center yang ditetapkan oleh ACS-COT, trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya diharapkan dapat memenuhi standar trauma center level II. Pemilihan level II dikarenakan disebut sebagai trauma center maka level minimal yang harus dipenuhi adalah trauma center level II. Selain itu, untuk menjadi trauma center level I maka rumah sakit tersebut harus rumah sakit pendidikan sedangkan Rumah Sakit PHC Surabaya bukan rumah sakit pendidikan. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 Tahun 2009, level pelayanan IGD rumah sakit ditentukan berdasarkan kelas rumah sakit tersebut. Rumah Sakit PHC Surabaya adalah rumah sakit kelas B sehingga level IGD Rumah Sakit PHC Surabaya adalah level III.
Diagnosing the Existing Proces Dalam tahap kedua ini dilakukan diagnosis proses yang ada di trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya dengan melakukan analisis terhadap komponen kunci proses yang terdiri dari sumber daya manusia, fasilitas dan prasarana medis, sarana dan proses trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Setiap komponen kunci proses dianalisis dengan menggunakan standar untuk trauma center dan standar untuk IGD. Standar adalah kesepakatan yang telah didokumentasikan yang di dalamnya terdiri dari spesifikasispesifikasi teknis atau kriteria-kriteria yang akurat yang digunakan sebagai peraturan, petunjuk, atau definisitertentu untuk menjamin suatu barang, produk, proses, atau jasa sesuai dengan yang telah dinyatakan (Dephut, 2000). Standar juga didefinisikan sebagai suatu dokumen tertulis yang naskah utamanya berisi ketentuan yang menunjukkan persyaratan yang perlu ditaati dan secara umum tidak bertentangan dengan standar atau kode lain. Standar merupakan persyaratan yang digunakan untuk menjamin mutu (kualitas) produk barang dan jasa (Tri, 2009). Standar trauma center yang digunakan adalah trauma center standard department of health florida untuk trauma center level II. Standar IGD yang digunakan adalah standar untuk IGD rumah sakit level III berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 Tahun 2009. Pemilihan trauma center standard department of health florida dikarenakan hingga saat ini belum ada standar trauma center yang ditetapkan di Indonesia sehingga penggunaan standar ini diambil dari standar internasional. Ada beberapa wilayah yang memiliki standar trauma center masing-masing. Namun trauma center standards department of health florida dapat dikategorikan sebagai standar internasional. Hal ini dikarenakan standar tersebut dibuat dengan didasarkan pada klasifikasi level trauma center oleh ACS-OT sehingga standar untuk setiap level trauma center ditetapkan secara terpisah. Dalam penelitian ini sesuai dengan klasifikasi level trauma center level II, maka standar yang digunakan adalah trauma center standards department of health florida untuk trauma center level II. Selain menggunakan standar untuk trauma center level II, digunakan juga standar untuk IGD rumah sakit. Penggunaan standar IGD level III dalam penelitian ini didasarkan karena penanganan pasien trauma di rumah sakit dimulai ketika pasien tiba di bagian gawat darurat (J.N., 1994). Hal ini juga sesuai dengan kondisi Rumah Sakit PHC Surabaya yaitu difungsikannya IGD sebagai pintu masuk pelayanan pasien trauma di trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Berdasarkan perbandingan antara sumber daya manusia, fasilitas dan prasarana, dan sarana trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya dengan standar yang digunakan, ada beberapa unit yang belum memenuhi
Business Process Reengineering Rumah Sakit (Lea Mediatrix Y. Janwarin)
standar yang ada. Selain itu, hingga saat ini Rumah Sakit PHC Surabaya belum memiliki alur pelayanan pasien trauma center. Alur pelayanan pasien trauma masih bergabung dengan alur pelayanan pasien IGD secara umum. Redesigning the Process Tahapan ini merupakan desain ulang proses yang dilakukan berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap diagnosing the existing process. Desain ulang ini dilakukan dengan pemenuhan standar yang digunakan pada komponen sumber daya manusia, fasilitas dan prasarana medis, dan sarana trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Sedangkan untuk komponen proses, dibuat desain service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Rumah sakit merupakan penyedia pelayanan kesehatan yang bergerak di bidang jasa. Selain itu, trauma center merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang mengkhususkan diri pada penanganan pasien trauma yang juga termasuk dalam lingkup jasa. Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produksinya mungkin saja terkait atau mungkin juga tidak terkait dengan produk fisik (Kotler dan Keller, 2008). Jasa juga didefinisikan sebagai seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya (Zeithaml dan Bitner, 2000). Ada beberapa karakteristik jasa yang sangat memengaruhi program pemasaran yaitu tidak berwujud (intangible), tidak terpisahkan (inseparability), bervariasi (variability) dan tidak tahan lama (perishability). Setiap karakteristik bisa digunakan oleh penyedia jasa sebagai dasar dalam mendesain bauran pemasarannya. Bauran pemasaran (marketing mix) adalah seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk terus-menerus mencapai tujuan pemasarannya di pasar sasaran. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, komponen sumber daya manusia yang belum tersedia yaitu perawat yang ditugaskan secara khusus di area resusitasi yang juga ditunjuk dan dilatih untuk mencatat informasi pasien pada trauma flow sheet pada IGD dan belum terpenuhinya jumlah dokter bedah umum di kamar operasi. Melalui (Focus Group Discussion) FGD yang dilakukan dengan manajemen Rumah Sakit PHC Surabaya, penunjukan seorang penanggung jawab untuk pemberian tindakan di area resusitasi dan pencatatan informasi pasien pada trauma flow sheet menjadi solusi yang ditawarkan. Penanggung jawab tersebut yaitu dokter jaga IGD atau perawat ICU jika dokter jaga IGD berhalangan. Penugasan perawat khusus di area resusitasi tidak dilakukan karena mempertimbangkan bahwa pasien yang masuk ke IGD tidak semua adalah pasien trauma
107
dan setiap perawat yang di IGD memiliki kemampuan untuk penanganan pasien emergency termasuk di area resusitasi. Oleh karena itu, penunjukan perawat khusus bisa saja tidak dilakukan namun harus ditunjuk seorang penanggung jawab untuk setiap tindakan yang dilakukan di area resusitasi khususnya untuk pasien trauma. Penunjukan penanggung jawab sebaiknya didukung dengan pelatihan pencatatan informasi pasien pada trauma flow sheet. Penyediaan sumber daya manusia yang merupakan unsur people dalam bauran pemasaran merupakan hal yang penting. Hal ini berkaitan dengan karakteristik yang melekat pada jasa yaitu bahwa jasa tidak terpisahkan (inseparability). Biasanya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jika seseorang memberikan jasa tersebut, penyedianya adalah bagian dari jasa itu. Oleh karena itu, penyediaan sumber daya manusia yang sesuai dengan standar baik dari jumlah maupun kompetensi akan meningkatkan juga kualitas pelayanan yang diberikan. Berdasarkan hasil analisis fasilitas dan prasarana medis trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya yang belum memenuhi standar yaitu pada IGD dan radiologi. Fasilitas dan prasarana medis yang belum tersedia yaitu Kedrik Extrication Device (KED) pada ruang resusitasi dan dressing set pada ruang tindakan bedah di IGD dan mobile USG di radiologi. Selain itu, sarana trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya yang belum memenuhi standar adalah belum adanya ruang dekontaminasi dan ruang intermediate/HCU untuk umum dan cardiac/jantung IGD. Fasilitas dan prasarana serta sarana adalah bagian dari bauran pemasaran yaitu physical evidence. Berbeda dari produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum dibeli. Hal ini merupakan sesuatu yang melekat pada jasa yaitu karakteristiknya yang tidak berwujud. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli akan mencari bukti kualitas dari jasa tersebut. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai kualitas dari jasa tersebut melalui tempat, orang-orang, peralatan, bahan komunikasi, simbol, dan harga yang mereka lihat. Oleh karena itu, bukti fisik sangat berperan dalam produksi jasa. Kaitannya dengan hal tersebut, bila dihubungkan dengan komponen kunci proses yang terdapat dalam standar yang digunakan dalam penelitian ini maka fasilitas dan prasarana medis dan sarana merupakan bukti fisik atau disebut juga physical evidence dalam bauran pemasaran. Physical evidence merupakan bukti fisik yang turut memengaruhi keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan. Unsurunsur yang termasuk di dalamnya adalah lingkungan fisik dalam hal ini bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan barang-barang lainnya yang disatukan dengan service yang diberikan (Zeithaml dan Bitner, 2000). Oleh karena itu, penyediaan fasilitas dan prasarana medis serta sarana yang sesuai dengan standar menjadi salah satu upaya pemasaran yang dapat dilakukan oleh trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan.
108
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 2, Mei–Agustus 2012: 105–110
Selain sumber daya manusia, fasilitas dan prasarana, dan sarana, komponen selanjutnya adalah proses. Berdasarkan hasil penelitian, trauma center Rumah Sakit PHC belum memiliki alur pelayanan pasien trauma center. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibuat desain service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya sebagai desain proses pelayanan pasien. Penggunaan service blueprint ini didasarkan pada salah satu karakteristik jasa yaitu bervariasi (variability). Jasa sangat bervariasi tergantung dari siapa yang memberikan, kapan dan di mana diberikan. Untuk itu, penyedia jasa dapat mengambil beberapa langkah dalam mengendalikan mutu salah satunya adalah dengan menetapkan standar proses pelaksanaan jasa di seluruh organisasi tersebut. Tugas ini dilakukan dengan menyiapkan cetak biru jasa (service blueprint) yang menggambarkan kejadian dan proses dalam grafik alur, dengan tujuan untuk mengenali titik kemungkinan kegagalan (Kotler dan Keller, 2009). Service blueprint adalah sebuah gambar atau peta yang secara akurat melukiskan suatu proses pelayanan yang berlangsung di perusahaan. Service blueprint juga didefinisikan sebagai suatu gambar atau peta yang menggambarkan secara akurat sebuah sistem pelayanan sehingga berbagai individu yang terlibat di dalam penyediaan jasa tersebut dapat memahami sistem dengan baik walaupun masing-masing memiliki peran dan sudut pandang berbeda-beda. Service blueprint digunakan juga dalam mengembangkan suatu bentuk pelayanan/ jasa baru atau meningkatkan jasa yang ada. Suatu service blueprint menggambarkan langkah penyampaian pelayanan secara simultan (series of activities), peran dari konsumen dan karyawan dan elemen pelayanan yang terlihat. Enam komponen penting di dalamnya yaitu physical evidence yang merupakan hal yang dapat dilihat oleh konsumen pada saat datang untuk mendapatkan pelayanan. Komponen kedua adalah customer actions yaitu kegiatan yang dilakukan oleh konsumen untuk mendapatkan pelayanan dan berhubungan langsung dengan petugas front liner. Komponen ketiga dan keempat adalah onstage contact employee actions dan backstage contact employee actions yaitu kegiatan yang dilakukan oleh petugas front liner dalam memberikan pelayanan dan memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen dan yang dilakukan oleh petugas backstage. Komponen terakhir adalah support process yaitu proses pendukung dalam usaha pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Berbeda dengan pelayanan kesehatan yang lain, pelayanan trauma center termasuk dalam lingkup pelayanan emergency. Dalam pelayanan emergency, kecepatan dan ketepatan pelayanan sangat dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kecacatan atau kematian pada pasien. Kecepatan dan ketepatan pelayanan merupakan upaya menyeluruh dan berkesinambungan sejak di tempat kejadian hingga penanganan di rumah sakit (American College of Surgeons Committee on Trauma, 1997). Oleh karena desain service blueprint trauma center Rumah Sakit
PHC Surabaya terdiri dari fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Selain itu, dalam penelitian ini juga dibuat desain service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya untuk pasien umum dan untuk pasien yang mengalami trauma karena tindakan orang lain. Pemisahan ini dilakukan karena untuk kejadian karena tindakan orang lain akan melibatkan juga pihak kepolisian. Service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya dapat dilihat pada gambar berikut ini. Service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya terdiri dari fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Fase pra rumah sakit dimulai ketika pasien mengalami kecelakaan atau kejadian yang menyebabkan trauma. Penolong pertama di tempat kejadian kemudian menghubungi hotline service trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Dalam aktivitas pertama ini, ada support process yaitu sistem informasi Rumah Sakit PHC Surabaya. Penanganan awal pasien trauma ini diberikan oleh trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya dengan mengirimkan ambulans beserta petugasnya agar pasien mendapat pertolongan pertama di tempat kejadian. Penanganan ini berupa pemeriksaan ABC (Airway, Breathing dan Circulation) oleh petugas ambulans. Petugas ambulans yang melayani pasien trauma haruslah petugas yang sudah mengikuti pelatihan ATLS (Advanced trauma life support) atau ALS (Advanced life support) atau BLS (basic life support) (Barnes dan Elliot, 2007). Selain kompetensi yang diperlukan oleh sumber daya manusia, physical evicence berupa ambulans, fasilitas medis ambulans dan alat komunikasi ambulans dengan Rumah Sakit PHC Surabaya sangat diperlukan dalam mendukung penanganan yang dilakukan oleh petugas. Fasilitas medis yang harus tersedia di ambulans ialah peralatan medis yang digunakan untuk pemeriksaan ABC pasien. Pemeriksaan airway adalah pemeriksaan untuk menilai kelancaran jalan nafas pasien. Pada pemeriksaan ini yang peralatan yang diperlukan adalah laringoscope, oropharyngeal airway, nasopharyngeal airway, endotracheal tube, mouth gage, magil forcep, tounge spatel, suction manual, suction electric, suction canule dan xylocain jelly. Pemeriksaan breathing adalah pemeriksaan untuk menilai pernapasan pasien. Pada pemeriksaan ini peralatan yang diperlukan adalah bag valve mask, nasal canule, simple mask, rebreathing mask, non rebreathing mask, pocket mask, oxygen tube dan portable oxygen tube. Pemeriksaan Circulation adalah pemeriksaan untuk kondisi pendarahan. Pada pemeriksaan ini peralatan yang diperlukan adalah veno catheter/IV catheter, infuse set, infusion fluid, spuit, tensimeter, stetoscope, foley catheter, urine bag, steril gauge, roll bandage, trauma bandage, triangular bandage, dan elastic bandage (Emergency, 2009). Penanganan pasien ini dapat dilakukan dalam proses mobilisasi pasien ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans. Dalam aktivitas ini ada support process yang ikut berperan yaitu sistem penanganan pasien trauma pra rumah sakit. Fase rumah sakit dimulai sejak pasien memasuki wilayah Rumah Sakit PHC Surabaya. Dalam proses menuju IGD, ada peran security Rumah Sakit PHC
Business Process Reengineering Rumah Sakit (Lea Mediatrix Y. Janwarin)
Surabaya dalam mengarahkan ke IGD. Pada aktivitas ini peran physical evidence berupa gedung IGD, papan nama IGD, penunjuk arah/panah arah ke IGD dan pos security ikut berperan. Setelah pasien tiba di IGD, dilakukan mobilisasi pasien dari kendaraan ke dalam gedung IGD dengan peralatan mobilisasi oleh petugas IGD. Peralatan ini dapat berupa kursi roda, tandu, dan lain-lain. Setelah pasien dimasukkan dalam ruang pemeriksaan, petugas IGD baik dokter maupun perawat melakukan triase, tindakan, dan resusitasi yang ditunjang dengan pelayanan diagnostik oleh petugas laboratorium dan radiologi. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian diserahkan oleh petugas kepada dokter IGD. Di sini tidak terjadi interaksi secara langsung antara petugas dengan petugas laboratorium dan radiologi. Hasil pemeriksaan tersebut akan digunakan oleh dokter IGD untuk membuat asesmen pasien yang didokumentasikan dalam rekam medis pasien yang melibatkan support process yaitu sistem rekam medis pasien. Dokumentasi tersebut akan digunakan dalam koordinasi rencana pelayanan dan pengobatan antara dokter IGD dengan unit pelayanan lanjutan sesuai dengan kebutuhan pasien yang didapat melalui tahapan asesmen. Hasil inilah yang akan disampaikan oleh dokter IGD kepada pasien dan keluarga pasien tentang kondisi medis dan diagnosis pasien. Pasien dan keluarga pasien akan melakukan pengambilan keputusan tentang rencana pelayanan lanjutan. Apabila pasien memerlukan penanganan definitif di kamar operasi maka pasien akan menerima pelayanan bedah di kamar operasi oleh dokter bedah. Dokter bedah harus membuat dokumentasi diagnosis pra operatif dan rencana tindakan dalam rekam medis pasien. Jika pasien harus melanjutkan ke penanganan definitif di ICU, maka pasien akan dilayani oleh dokter yang bertugas di ICU. Setelah menerima pelayanan di kamar operasi dan ICU, jika dibutuhkan maka pasien akan dirawat di Instalasi Rawat Inap (IRNA). Sebelum dan selama perawatan di IRNA, sistem rekam medis akan berperan sebagai support process. Ketika pasien pulang, maka support process yang diperlukan yaitu sistem administrasi dan keuangan rumah sakit. SIMPULAN Simpulan dalam penelitian ini berupa rekomendasi berdasarkan analisis business process reengineering trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya yaitu penyediaan sumber daya manusia berupa penambahan dokter bedah pada kamar operasi Rumah Sakit PHC Surabaya. Pada fasilitas dan prasarana medis yaitu penyediaan Kedrik Extrication Device (KED) pada ruang resusitasi dan dressing set pada ruang tindakan bedah di IGD dan mobile USG di radiologi. Untuk sarana yaitu penyediaan ruang dekontaminasi dan ruang intermediate/ HCU untuk umum dan cardiac/jantung di IGD Rumah Sakit PHC Surabaya. Untuk komponen proses digunakan pendekatan service blueprint trauma center Rumah Sakit
109
PHC Surabaya. Service blueprint ini terdiri dari komponen physical evidence, customer action, onstage contact employee actions, backstage contact employee actions, dan support processes. Dalam service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya ini dibuat proses untuk fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. SARAN Saran yang diberikan berkaitan dengan business process reengineering trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Saran ini dibagi menjadi dua yaitu untuk pemenuhan standar trauma center level II dan untuk pelaksanaan service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya. Pemenuhan standar trauma center level II dapat dilakukan dengan penunjukan penanggung jawab tindakan di area resusitasi untuk kasus trauma yaitu dokter jaga IGD atau perawat ICU. Selain itu, rumah sakit dapat melakukan survei pelanggan untuk menggali kebutuhan pasien terkait pelayanan trauma center yang dapat membantu rumah sakit dalam pembuatan service blueprint trauma center yang lebih operasional. Untuk pelaksanaan service blueprint trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya dapat dilakukan pada fase pra rumah sakit dan fase rumah sakit. Pada fase pra rumah sakit, trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya dapat menyediakan hotline service trauma center Rumah Sakit PHC Surabaya untuk pemanggilan ambulans oleh masyarakat dan pembuatan sistem penanganan pasien trauma pra rumah sakit yang dilengkapi dengan penanggung jawab dan pembagian tugas. Selain fase pra rumah sakit, pada fase rumah sakit dapat dilakukan dengan pelatihan staf rumah sakit untuk penentuan kriteria dalam proses triase. Kriteria ini berkaitan dengan bagaimana menentukan pasien yang membutuhkan asuhan segera dan bagaimana memberikan prioritas asuhan. Selain itu dibuat juga standar dan mekanisme yang jelas dalam sistem rujukan pasien trauma baik di dalam rumah sakit maupun rujukan di luar rumah sakit. DAFTAR PUSTAKA American College of Surgeons Committee on Trauma. 1997. Buku Kursus Advanced Trauma Life Support Program untuk Dokter. American College of Surgeons Committee on Trauma. Barnes, R., dan Elliot, R. 2007. Ambulance Service Performance Standards. California: County of Kern. Dephut. 2000. Sekilas Mengenai "ISO". Retrieved August 30, 2012, from Standarisasi dan Lingkungan: http://www.dephut.go.id Emergency P. 2009. Emergency dan Intensive Care Unit Ambulance Service: Standar Alat. Retrieved September 2, 2012, from Emergency dan Health Assistance: http://proemergency-ems. blogspot.com J.N., A. 1994. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik (Edisi Ketiga ed.). (P. Andrianto, Trans.) Jakarta: Buku Kedokteran ECG. Kotler P dan Keller KL. 2008. Manajemen Pemasaran Jilid 2 (12 ed.). (B. Molan, Trans.) Indonesia: PT Indeks.
110
J. Adm. Kebijak. Kesehat., Vol. 10, No. 2, Mei–Agustus 2012: 105–110
Kotler P dan Keller KL. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid I (Edisi Ketiga Belas ed.). (A. Maulana, W. Hardani, Eds., dan B. Sabran, Trans.) Jakarta: Penerbit Erlangga. Muthu S, Whitman L, dan Cheraghi SH. 1999. Business Process Reengineering: A Consolidated Methodology. The 4th Annual International Conference on Industrial Engineering Theory, Applications and Practice. Texas: Dept. of Industrial and
Manufacturing Engineering Wichita State University Wichita, USA. Tri. (2009, September 27). Definisi Standar. Retrieved August 30, 2012, from NSPM Media Consulting: http://nspm-media. com Zeithaml VA dan Bitner. 2000. Service Marketing (2nd ed.). New York: McGraw-Hill Inc.