Review Bab 4 Pelapukan, Proses-proses Tanah, dan Pengangkutan Tanah Peran Geomorfik Pelapukan Beberapa hasil pelapukan,seperti tanah, bukanlah semata-mata fenomena geomorfik. Namun mungkin memiliki peran ekonomik,geologi,dan geomorfik yang besar. Pelapukan batuan akan dipertimbangkan dalam empat judul: (a) sebagai sebuah bantuan untuk erosi dan pengangkutan bahan; (b) sebagai sebuah faktor dalam proses penurunan permukkaan tanah; (c) sebagai faktor yang berkontribusi un dalam pembentukan dan modifikasi bentang alam; (d)sebagai proses utama yang terlibat dalam pembentukan regolith dan tanah. Penurunan permukaan oleh pelapukan Pada daerah tertentu, terutama yang didasari oleh lanau, dolomit, atau gypsum, larutan dapat menghasilkan penurunan secara massal dari permukaan topografi. Kemungkinan terjadi penuruan daerah yang luas perlu diingat dalam interpretasii permukaan topogradi pada tingkat yang berbeda. Bahkan di daerah batuan yang larut, differensiasi massa pelapukan dapat menjadi signifikan kecuali pada litologi yang dangat seragam. Kreasi dan modifikasi bentuk tanah. Beberapa produk dari perbedaan cuaca sulit dikatakan sebagai bentuk tanah tetapi secara bentuk geologi yang menambah variasi pada bagian luar topografi. Contohnya adalah batu lattice, batu honeycombed dan produk dari rusuk-rusuk stratifikasi dari perbedaan retakan-retakan lapisan tanah yang tipis. Fitur lainnya seperti kosong dan berlubang dalam dinding batu dan fitur timbal-balik, projeksi tepian, dan prominence kecil lainnya, hal yang termasuk pada pahatan rinci pada bentuk tanah yang besar. Pelapukan diferensial membantu untuk mengembangkan dan memodifikasi bentuk topografi seperti kolom, pilar, dan batuan kulat yang, karena bentuk aneh mereka, kadang-kadang secara kolektif digolongkan sebagai hoo-doo rocks. Perubahan signifikan Geomorphic karena hasil cuaca Sebagian besar area dari ruas batuan beku dapat ditemukan pada tumpukan yang sebagiannya bongkahan batu-batu bulat yang biasanya dideskripsikan sebagai produk pencuacaan Spheroidal. Proses ini sebagian besar dari hal kimia dari alam dan proses paling cepat terjadi pada sepanjang permukaan joint yang menghasilkan isolasi pada bongkahanbongkahan yang batu yang tidak terkena cuaca pada pecahan-pecahan batu yang terkena cuaca. Sekiranya proses tersebut merupakan perbedaan di alam dari proses pengupasan luar yang telah dibahas pada halaman 39.
Produk dari pencuacaan spheroidal mengambil dua bentuk, satu yang telah mengakar pada lapisan bedrock dan yang menggumpal pada matriks pencuacaan. Bentuk pertama disebut tors. Tors telah didefinisikan oleh Linton (1955) sebagai “kelompok batu yang telah terkena pencuacaan secara spheroidal yang telah mengakar pada lapisan batuan, yang telah terekspos sebagai lapisan batu basal atau yang telah diamati oleh buangan mantel.” Bentuk serupa tidak mengakar pada lapisan batuan dapat dikatakan core stones (inti batu) oleh Lionton (Fig 4.3). Bentuk inti batu dalam lapisan sekunder. Telah dipotong karena materi yang terkena pencuacaan menutup batu mereka telah terpisahkan oleh erosi. Prinsip perbedaan antara interpretasi bongkahan batu spheroidal dan yang lebih konvensional merupakan keduanya dapat dimasukan pada produk hasil dari pencuacaan di lapisan permukaan sekunder daripada di lapisan permukaan. Talus slopes atau scree terdapat diantara beberapa bentuk tanah yang biasanya terproduksi oleh penyembuhan akibat pencuacaan oleh pembuangan secara besar-besaran. Talus secara general dianggap sebagian besar hasil dari produk aksi pembukan yang terjadi oleh gravitasi, tetapi hidrasi dapat berkontribusi lebih pada bebatuan yang terlepas. Kebanyakan tanah karateristiknya adalah berpindah dan dapatberubah alterasi dari kondisi lingkungannya. Perbedaan dapat dibentuk antara pengembangan tanah dan perubahan tanah. Pengembangan tanah bergantung kepada formasi dari tipe tanah tertentu dari jenis material tertentu. Perubahan tanah menyimpulkan rantai dari transformasi dari satu jenis tanah terhadap yang lain karena perubahan kondisi lingkungan seperti transformasi dari daerah padang rumput hingga daerah hutan. Perubahan tanah dapat menghasilkan produksi dari poligenetiks tanah yang dibahas di bawah. Menurut Bushnell (1944), tanah adalah bagian alami dari permukaan bumi, yang ditandai dengan lapisan sejajar dengan permukaan yang dihasilkan dari modifikasi bahan induk oleh proses fisik, kimia, dan biologis yang beroperasi dalam berbagai kondisi selama periode yang berbeda-beda dari waktu ke waktu. Profil tanah Ketika bagian vertikal dibuat melalui tanah yang ditemukan umumnya bahwa serangkaian lapisan lebih atau kurang jelas atau horison dapat diakui yang, meskipun berbeda dalam karakteristik kimia dan fisik, secara genetik terkait. Lapisan vertikal berturut-turut merupakan profil tanah. Profil sederhana biasanya akan menampilkan tiga horison yang berbeda, yang ditunjuk sebagai A, B, dan
Formasi dari tanah
Sekarang umumnya setuju bahwa terdapat lima faktor utama dalam kondisi pengembangan tanah. 5 faktor itu adalah: a. Bahan Induk- termasuk tekstur dan struktur dari suatu bahan dan juga mineralogi dan komposisi kimia. b. Iklim- terutama temperatur dan jumlah dari jenis pengendapan. c. Topografi- khusunya yang mempengaruhi drainase eksternal dan internal d. Biota tanah- termasuk daerah vegetasi dan juga organisme yang ada di tanah e. Waktu- panjangnya waktu yang terproses telah beroperasi. TANAH Tanah merupakan, dekat dengan air, sumber daya alam paling vital untuk manusia. Beberapa tumbuhan sekarang tumbuh dari senyawa kimia, tetapi metode ini tidak membuat banyak untuk suplai makanan. Karena itu, dari sisi ekonomis dari produksi tanah adalah yang paling signifikan dalam menghasilkan batuan terlapuk. Namun, apabila tanah signifikan sebagai sumber daya ekonomis, pembahasan darinya sulit untuk dibenarkan pada buku geomorfologi. Setidaknya terdapat tiga faktor geologi di alam, topografi, bahan induk, dan waktu. Iklim sampai beberapa tingkatan geologi tertentu di alam karena kondisi iklim setempat dipengaruhi oleh topografi. Iklim penting dalam pengembangan tanah karena mempengaruhi: (1) jenis dan intensitas proses pelapukan, (2) jumlah dan jenis organisme tanah, (3) suhu tanah dan kelembaban tanah, dan (4) tingkat kerusakan bahan organik. Ada korelasi yang diakui antara ketinggian dan iklim. Secara umum, peningkatan ketinggian akan mengalami penurunan suhu dan meningkatkan curah hujan (sampai tingkat tertentu). Dengan demikian kita bisa berharap bahwa urutan zona tanah di sepanjang lereng gunung harus memiliki kemiripan dengan utara-selatan atau urutan garis lintang. Hubungan ini juga digambarkan di Pegunungan Bighorn (Thorp, 1931; lihat Fig.4.6). Topografi sangat mempengaruhi karakter profil tanah. pada lereng yang curam, profil mungkin tidak pernah menjadi dewasa karena erosi menghilangkan pelapukan produk hampir secepat mereka membentuk. Topografi juga mempengaruhi posisi dan konfigurasi tabel air dan dengan demikian kedalaman penetrasi sebagian besar proses pelapukan kimia.
Usia geologi mempengaruhi ketebalan dan tingkat kematangan dari profil tanah. Sebuah profil tanah dewasa pameran berkembang dengan baik di cakrawala. Jika tanah proses pembentukan belum beroperasi lama, profil tanah akan matang dan berbagai lapisan yang datar mungkin tidak jelas atau kurang. Waktu geologi juga mempengaruhi kedalaman yang tanah proses pembentukan telah menembus dan karenanya metode affords yang mungkin untuk menentukan usia relatif tanah. Kedalaman Perbandingan pencucian dan ketebalan pembangunan B-zona telah digunakan secara luas oleh ahli geologi glasial untuk menentukan dari usia deposito glasial. Konsep kematangan tanah agak kontroversial (Nikiforoff,1942). Umumnya, tanah matang didefinisikan sebagai salah satu yang menampilkan cakrawala yang maju dan mudah dikenali. Pandangan lain adalah bahwa dalam keadaan stabil mewakili stabilitas kondisi lingkungan yang mempengaruhi pedogenesis. Kondisi tersebut tidak selalu berarti pengembangan profil tanah yang baik. Tanah matang dan tua di daerah yang beriklim sama-sama sangat mirip dan dengan demikian mungkin untuk mengklasifikasikan mereka ke dalam kelompok-kelompok yang berkembang di bawah kondisi iklim yang sama. Tanah yang dapat dikelompokkan sehingga disebut tanah zonal. Dalam sebagian besar wilayah di mana pengelompokan zonal tanah kemungkinan ada beberapa tanah yang mencerminkan pengaruh kondisi lokal. Deskripsi kelompok lahan utama. Secara garis besar, kelompok lahan utama berdasarkan L.yon dan Buckman (1943),menunjukkan keadaan iklim dan vegetasi dimana lahan terbentuk dan karakteristik tertentu lahan. Lahan tundra Berkembang dengan jenis vegetasi tundra di ketinggian dan garis lintang yang tinggi. Kondisi pengairan buruk dan berawa. Lapisan es yang permanen menutupi lahan tersebut. permukaan dangkal dan banyak ditemukan material organic yang sulit terurai. Lahan podzol Memiliki horizon A,B dan C yang berkembang dengan baik. Material di permukaannya merupakan lapisan material organic yang berwarna putih atau abu- abu yang menjadi nama lahan tersebut. nama tersebut berasal dari bahasa rusia yang berarti dibawah dan abu. Dibawah lapisan ini terdapat zona akumulasi besi dan alumunium. Lapisan A dan B merupakan lapisan asam pekat. Mereka terbentuk dibawah hutan pohon kayu dan jarum(konifer). Laterites Merupakan lahan yang terbentuk pada kondisi iklim panas dan lembab dan vegetasi hutan. Terdpat lapisan organic tipis yang kemerah- merahan yang didasari lapisan merah di kedalaman lebih. Kegiatan oksidasi dan hidrolisi sangat penting. Memiliki struktur granular dan biasanya
terdapat pada daerah tropis dan subtropics tapi pada lintang pertengahan dapat juga dikatakan laterite. Chernozems Terdapat tanaman padang rumput yang tinggi. Nama tersebut berasal dari bahasa rusia berarti bumi hitam yang menggambarkan warna dan tingginya kandungan organic pada horizon A. lapisan B menunjukkan akumulasi kalsium karbonat. Struktur yang terbentuk biasanya kolumnar. Ini merupakan lahan yang sangat subur. Chestnut Merupakan lahan yang lapisannya berwarna cokelat atau cokelat keabuan dengan jenis tanaman rumput pendek karena area tumbuhnya di daerah lebih kering dari chernozems. Kapur sekunder ditemukan di permukaan dan ini berkembang lama. Lahan kering cokelat (brown aridic soils) Ditemukan pada area perbatasan gurun dan semi kering. Memiliki kandungan organik rendah dan tinggi kalserous. Lahan gurun keabuan (sierozems)dan kemerahan berkembang pada gurun maupun tanaman rumput pendek. Kandungan kalisum karbonat terakumulasi di dekat permukaan. Sierozems Ditemukan di gurun pasir sedangkan gurun kemerahan pada daerah gurun subtropics. Lahan non- kalsit kecoklatan Terbentuk pada area yang terdapat hutan dan tanaman. Podzolisasi yang lemah menghasilkan lapisan permukaan asam.
Rangkaian lahan Dalam beberapa grup lahan terdapat banyak jenis yang dikatikan berdasarkan topografi, batuan asal dan iklim. Untuk hal pemetaan diperlukan rangkaian lahan yang menjadi kajian seorang geologis. Ini merupakan hal penting dalam memahami karakteristik lahan. Tanah tidak selalu menunjukkan bukti fosilisasi. Fosilisasi dari fiksasi tanah fitur tertentu dari profil tanah (Nikiforoff, 1955). Hardpans juga disebut duricrusts adalah contoh horison tanah memfosil. Mere burial tanah yang tidak menunjukan fitur berarti.
Paleosols tergali mungkin jenis yang paling umum dari paleosol dan juga kemungkinan yang paling sulit untuk dikenali. Mereka dapat diidentifikasi di permukaan topografi sekarang dimana mereka dapat ditelusuri bawah penutup. Di Kansas dan Iowa (Ruhe, 1956) tanah dari zaman Sangamonian dan Yarmouth tertutup permukaan topografi di mana mereka dapat ditelusuri ke utara di bawah Wisconsinan loess sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa mereka telah terpapar melalui penghapusan bagian dari lembaran loess sebelumnya lebih luas. Aplikasi geomorfik Studi Tanah
Karena tanah adalah produk dari proses kimia, biokimia, dan fisik yang bekerja pada bahan bumi dalam berbagai topografi dan kondisi, mereka merefleksikan sebanyak yang dilakukan darat, membentuk iklim dan sejarah geomorfik dari wilayah di mana mereka berevolusi. Hal ini terutama berlaku dari horison B dari profil tanah. Wooldridge (1949) menegaskan titik yang sekarang disebut topografi mengandung banyak aspek dari berbagai usia yang telah terkena proses pembentukan tanah untuk jangka waktu yang berbeda dan di beberapa daerah di bawah kondisi iklim yang sangat berbeda. Sejarah bervariasi ini tercermin dalam profil tanah. Dia menyebutkan contoh-contoh dari tiga aspek yang berbeda dari lanskap daerah kapur dari Inggris yang tajam dan mudah dibedakan dari perbedaan dalam tanah pada masing-masing permukaan topografi. MASS-WASTING AND ITS GEOMORPHIC SIGNIFICANCE Proses yang terlibat dalam mass wasting telah dibahas secara singkat di bab sebelumnya. Kami prihatin sini dengan efek topografi mass wasting. Secara umum, efek geomorfik dan bentuk yang dihasilkan tidak berskala besar meskipun tertentu mungkin mencolok. Peran sangat signifikan dari membuang-buang massa dalam kontribusi spektakuler yang membuat pengurangan lambat daratan. Jaring batu adalah tiga dimensi struktur tanah memiliki pusat terutama dari tanah liat , lumpur , dan kerikil dan sekitar melingkar atau poligonal perbatasan dari batu kasar . Garis-garis bumi atau tanah garis batu yang mirip dengan garis-garis kecuali bahwa mereka memiliki tekstur lebih halus . Mereka masih tergolong rendah pegunungan dari tanah liat dan lumpur beberapa inci tinggi yang naik di atas pebbly band yang lebih luas . Mereka kadang-kadang dalam bentuk yang lebih baik bagian dari karangan bunga bertekstur garis batu . Pada permukaan ditutupi oleh sebuah pertumbuhan yang bagus dari tanaman tundra rendah , gundukan bulat yang terdiri dari bahan-bahan yang sering ditemukan baik . Mereka disebut hummocks palsen atau bumi . Mereka biasanya memiliki sebuah pusat inti dari materi yang baik sesuai dengan vegetasi.
Tipe kecepatan dari gerakan tanah
Aliran massa batuan. Aliran massa batuan seperti hal yang membingunkan karena adanya tanah nendat (slumping) dan aliran lumpur. Tanah nendat dan aliran lumpur sering ada bersamaan ,tetapi sebenarnya itu hal yang berbeda. Apabila tanah nendat tidak ada rotasi yang dibelakangi dari gerakan tanah. Itu berbeda dengan aliran lumpur : (1) alirannya lebih lambat, jarang nampak terlihat jelas oleh mata telanjang kecuali dengan observasi berkepanjangan dalam jangka waktu berjam-jam bahkan hingga berhari-hari; (2) tidak terbatas dengan saluran yang seperti dalam aliran lumpur; (3) daya kerja air rendah dibandingkan dengan aliran lumpur; (4) karakteristiknya tidak spesifik dari daerah yang kering seperti aliran lumpur, tetapi biasanya lebih banyak terdapat pada aliran di lembah. Bentuk jatuhan aliran massa batuan seperti bertingkat-tingkat dan lereng bukit yang dimana material-material batuan mampu memenuhi dengan aliran air dibawah mantel batuan atau tiruan tanah. Aliran Lumpur (mudflows). Mudflows kecepatan nya cukup cepat untuk dapat terlihat dengan jelas dengan mata , aliran air nya lebih tinggi dibandingkan earthflow, dan biasanya dibatasi dengan saluran. Menurut Blackwelder (1928) dia menekankan bahwa pentingnya mengenai bentang alam di wilayah yang gersang dan semi-gersang. Berdasarkan kondisi yang menyerupai formasinya: (1) material tidak solid di permukaan dimana itu akan menjadi licin saat permukaan basah; (2) lereng yang curam; (3) material air yang melimpah namun kadang-kadang; (4) tumbuhan yang jarang. Aliran lumpur merupakan karakteristik dari wilayah yang kering karena di beberapa daerah yang jarang tumnuhnya tumbuhan dan jarangnya adanya air hujan yang turun secara deras. Longsor Longsor masuk kedalam tipe pergerakan tanah dari jatuhan debris. Sebagai kelas, longsor terutama berasal dari proses terdahulu yang lebih banyak pergerakan dan pergerakan massa tanah yang lebih banyak dari aliran air. Longsoran dibagi lima jenis tipe yang dapat dikenali yaitu : slump, debris slide, debris fall, rockslide, dan rockfall. Slump biasanya terjadi di pergerakan yang tidak sering dari jatuhan batuan yang jaraknyacukup dekat dan mempunyai ciri khas rotasi dengan jatuhan massa batuan,sebagai hasilnya bagian dari permukaan massa slump akan menjadi pembalikan dari lereng. Seringkali slump berada di unit-unit kecil ; hasilnya yaitu permukaan akan berbentuk tingkatan seperti
“terracetes”. Pengendapan “loess” di lembah Mississippi adalah contoh bentuk dari “terraces”, yang diimana itu dinamakan catsteps. Perpotongan dari lereng oleh sungai dan itu terjadi akibat adanya slump. Yang dinamakan dengan slide debris oleh sharpe seringkali dideskripsikan dengan geliciran tanah. Itu berbeda dengan slumping. Ciri khas slide debris yaitu jumlah aliran air biasanya kecil; berbanding terbalik dengan jatuhan debris. Jatuhan debris pergerakan materialnya secara vertikal. Jatuhan debris biasanya berada di daerah dangkal dekat perpotongan sungai. Luncuran batuan merupakan massa batuan yang mengalami gaya jatuh kebawah yang biasanya membuat suatu perlapisan bedding, joint, dan faces patahan. Dua rockslide yang diketahui dengan baik yaitu yang berada di Gros Ventre slide, timur Jackson hole, Wyoming dan di Gunung Turtle frank, Alberta. Yang merupakan rockslide terbesar yang pernah ada berdasarkan bukti-bukti di saidmarreh di barat daya Iran. Ukuran nya sekita lima kubik miles dari Miocene Limestone dan Eocene. Mass wasting dan arti geomorfiknya. Marl jatuh dari arah utara antiklin kabir kuh (Harrison dan falcon, 1938). Gelinciran ini meninggalkan bekas sejauh 9 mil (lihat gambar 4.16) dan pecahan lapisan batuan nmenutupi 64 mil. Besar blok batu sudut dari gelinciran ditemukan sejauh 9 mil dari tempat asalnya. Runtuhan batuan baru terjadi ketika terpisah dari block batuannya, biasa kecil, bergerak menuruni tebing. Biasanya terjadi di daerah pegunungan saat musim semi. Hal ini dapat menyebabkan kerugian. Bentuk subsidence Subsidence, berbeda dengan jenis lain dari gerakan massa, tidak terjadi di sepanjang permukaan kosong tapi merupakan penyelesaian bawah material dengan gerakan horizontal kecil. Penyebab paling umum adalah lambatnya pemindahan material di bawah massa mereda. Contoh umum bentuk tanah yang dihasilkan adalah kettles yang membentuk sebagai pergeseran glasial mengendap selama pencairan es blok (lihat Bab 16) dan lubang-lubang pembuangan daerah kapur (Bab 13). Pengurangan materi pada kedalaman pertambangan, pengendapan massa overloading daerah gambut dan kotoran dengan cara tinggi mengisi, dan penghapusan lave cairan di bawah kerak padat penyebab lain dari penurunan. Kesimpulan Pelapukan dan mass-wasting berperan pada gradasi permukaan bumi. Proses proses ini, bersamaan dengan sheetwash, penting tidak hanya dalam penurunan lahan, tetapi dalam membentuk rincian topografi daerah interstream. Rich (1951) menyatakan bahwa ukiran lahan telah memikirkan terlalu banyak dalam hal erosi sungai dan tidak cukup dalam hal etsa lambat permukaan bumi oleh pelapukan diferensial, membuang-buang massa, dan sheetwash.
Proses ini, ia percaya, yang sangat signifikan di daerah-daerah yang beragam batu. Apa yang disebut sebagai konsep etsa digambarkan sebagai berikut: Dimanapun kerak bumi terdiri dari bahan yang beragam bervariasi dalam perlawanan terhadap pelapukan dan korosi, dan berbohong dalam berbagai sikap, pelapukan diferensial, diikuti oleh penghapusan od lapuk produk, terutama oleh sheetwash dan merayap (kecuali di lahan kering di mana angin penting), sehingga etches permukaan bahwa daerah-daerah didasari oleh batuan lebih tahan dibawa ke bantuan sebagai kurang tahan diturunkan. Bahkan perbedaan kecil dalam struktur dan komposisi demikian diungkapkan untuk interpretasi oleh geomorphologist tersebut. Sebuah dasar fundamental bagi konsep etsa adalah kontras ekstrem di tingkat pelapukan dipamerkan oleh batuan yang berbeda. Beberapa merana sangat cepat, lainnya sangat lambat. Di sinilah letak kemungkinan bidang investigasi bagi mereka yang tertarik dalam pendekatan kuantitatif untuk masalah geomorfik. Di sini juga adalah alasan mendasar mengapa banyak geomorfologi dari masa lalu telah efektif. Jauh pertimbangan terlalu sedikit telah diberikan kepada sifat batuan yang mendasari. Pelapukan Differential sangat selektif. Dimanapun produk pelapukan dapat dihapus secepat terbentuk, bahkan sedikit perbedaan dalam perlawanan disajikan dalam topografi. Tetapi bahkan di mana penghapusan lambat, tanah penutup dalam, dan vegetasi yang lebat, batuan lemah masih berupa dataran rendah dan batu-batu tahan berdiri adalah lega. Di bawah konsep etsa erosi, degradasi interstream diakui sebagai yang sangat penting. Streaming melayani terutama untuk mengurangi takik sempit yang mengekspos batu ke instansi lain; mereka memotong lateral sampai batas tertentu dan mereka berfungsi sebagai saluran pembuangan untuk membawa pergi bahan delicered ke oleh creep dan sheetwash. Mereka langsung mempengaruhi hanya sebagian kecil dari luas daratan. Pengaruh rangkak dalam kondisi lembab, daerah vegetasi tertutup tampaknya telah banyak diabaikan. Di daerah tersebut, itu adalah agensi yang paling efektif untuk menghilangkan produk pelapukan, sedangkan sheetwash dan deflasi memainkan peran utama di daerah kering.
Situs Referensi Andersson, J.G. (1906). Solifluction, a component of subaerial dudation, J.Geol. 14. Pp.91-112. Behre, G.H.Jr (1933). Talus behavior above timber line in the Rocky Mountains, J.Geol. 41. pp. 622-635. Blackwelder, Eliot (1942). The process of mountain sculpture by rolling debris. J.Geomorph. 5.pp. 822-829. Blank, H.R. (1951). “Rock doughnuts,” a product of granite weathering. Am. J. Sci, 249, pp. 822-829. Bret. J. H. and Letand Horgberg (1949). Caliche in southeastern new mexico. J. Geol, 57, pp. 491-511. Bryan, Krik (1925). Pedestal rocks in the arid southwest. U. S. Geol survey Bull. 760, pp. 1-11. Harrison. J. V and N. L Falcon (1938). An ancient landslip at Saidmarreh in southwestern Iran, J. Geol. 46, pp. 296-309. Nikiforoff,C.C. (1942). Fundamental formula of soil formation. AM. J. Sci. 240, pp. 847-866. Rich, J.L. (1951). Geomorphology as a toll for the interpretation of geology and earth history, Trans. N.Y Acad Sci, Ser. 2.13,pp. 188-192. Ruhe, R. V. (1956). Geomorphology surfaces and the nature of sil. Soil Science. 82,pp. 441-455. REFERENSI TAMBAHAN Ruhe, R. V. (1965). Quaternary paleopedology, in The Quaternary of the United States, Princeton Univ. Press, hal. 755-576. Sharp, R. P. (1942a). Soil structures in the St. Elias Range, Yukon Territory, J. Geomorph., 5, hal. 274-301. Sharp, R. P. (1942b). Mudflow levees, J. Geomorph., 5, hal. 222-227. Sharpe, C. F. S. (1938). Landslide and Related Phenomena, Columbia University Press, New York, hal. 137. Sharpe, C. F. S., and E. F. Dosch (1942). Relation of soil-creep to earthflow in the Appalachian Plateau, J. Geomorph., 5, hal. 312-324. Simonson, R. W. (1959). Outline of a generalized theory of soil genesis, Proc. Soil Sci. Soc. Am., 23, hal. 152-156.
Smith, L. L. (1941). Weather pits in granite of the southern Piedmont, J. Geomorph., 4, hal. 117127. Swineford, Ada, A. B. Leonard, and J. C. Frye. (1958). Petrology of the Pliocene pisolitic limestone in the Great Plains, Kansas Geol. Survey Bull., 130, Pt. 2, hal. 97-116. Taber, Stephe. (1930). The mechanics of frost heaving, J. Geol., 38, hal. 303-317. Horp, James. (1931). The effects of vegetation and climate upon soil profiles in northern and northwestern Wyoming, Soil Science, 32, hal. 283-301. Wahlstrom, E. E. (1948). Pre-Fountain and recent weathering on Flagstaff Mountain near Boulder, Colorado, Bull. Geol. Soc. Am., 59, hal. 1173-1190. Washburn, A. L. (1956). Classification of pattern ground and review of suggested origins, Bull. Geol. Soc. Am., 67, hal. 823-866. White, W. A. (1945). Origin of granite domes in the southeastern Piedmont, J. Geol., 53, hal. 276-282. Wooldridge, S. W. (1949). Geomorphology and soil science, J. Soil Science, I, hal. 31-34. Woolnough, W. G. (1927). The influence of climate and topography in the formation and distribution of products of weathering, Geol. Mag., 67. Hal. 123-132. REFERENSI TAMBAHAN Black, R. F. (1954). Permafrost –a review, Bull. Geol. Soc. Am., 65, hal. 839-856. Bruckner, W.D. (1957). Laterite and bauxite profiles of West Africa as an index of rhythmical climatic variations in the tropical belt, Ecologae Geologicae Helvetiae, 50, hal. 239-256. Bushnell, T. M. (1942). Some aspects of the catena concept, Proc. Soil Sci. Soc. Am., 7, hal. 466476. Frye, J. C. and A. B. Leonard (1967). Burried soils, fossil mollusks, and late Cenozoic environments, Dept. Geol. Univ. Kansas, Spec. Pub. 2, hal. 429-444. Glinka, K. D. (1927). The Great Soil Groups of the World and their Development (translated by C. F. Marbut), Edwards Bros., Ann Arbor, hal. 235 Jenny, Hans. (1941). Factors of Soil Formation, McGraw-Hill Book Co. New York, hal.281. Joyce, J. R. F. (1950). Stone runs of the Falkland islands, Geol. Mag., 87, hal. 105-115. Mabbutt, J. A. (1943). The weathered land surface in central Australia, Zeitschrift fur Geomorph., N. F. Band 9, hal. 82-114.
Nikifiroff, C. C. (1943). Introduction to paleopedology, Am. J. Sci., 241, hal. 194-200. Rapp, Anders. (1959). Avalanche boulder tongues in Lapland, Geografiska Annales, 41, hal. 3448. Rapp, Anders. (1960). Recent development of mountain slope in Karkeragge and surrounding morthern Scandinavia, Geografiska Annaler, 42, hal. 71-200. Richmond, G. M., and J. C. Frye. (1957). Note –Status of soil in stratigraphic nomenclature, Bul. Am. Assoc. Peroleum Geologist, 41, hal. 756-763. Taber, Stephen. (1943). Perennially frozen ground in Alaska: its origin and history, Bull. Geol. Soc. Am., 54, hal. 1433-1548. Thomas, M. F. (1965). Some aspects of the geomorphology of domes and tors in Nigeria, Zeitschrift fiir Geomorph. N. F. Band 9, hal. 63-81. Thorp, James. (1949). Interrelations of Pleistocne geology and soil science, Bull. Geol. Soc. Am., 60, hal. 1517-1526. Van den Broek, J. M. M., and van der Waals, L. (1967). The Late Tertiary peneplain of South Limburg (The Netherlands), Soil Survey Papers, No. 3, Netherlands Soils Institute, hal. 24. Wentworth, C. K. (1943). Soil avalanches on Oahu, Hawaii, Bull. Geol. Soc. Am., 54. Hal. 5364.