PEMBERIAN BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN DAHAK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. D DENGAN ASMA BRONKHIAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
RETNANING IKA PURNAMI NIM. P.12 104
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015
PEMBERIAN BATUK EFEKTIF TERHADAP PENGELUARAN DAHAK PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. D DENGAN ASMA BRONKHIAL DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH:
RETNANING IKA PURNAMI NIM. P.12 104
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2015 i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama
: Retnaning Ika Purnami
NIM
: P.12 104
Program Studi
: DIII Keperawatan
Judul
: Pemberian Batuk Efektif terhadap Pengeluaran Dahak pada Asuhan Keperawatan Tn.D dengan Asma Bronkhial di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta,
2015
Yang Membuat Pernyataan
Retnaning Ika Purnami NIM. P.12 104
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Pemberian Batuk Efektif terhadap Pengeluaran Dahak pada Asuhan Keperawatan Tn.D dengan Asma Bronkhial di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.” Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat: 1. Ns. Atiek Murharyati, S.Kep., M.Kep. selaku ketua Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Meri Oktariani, S.Kep., M.kep. selaku sekretaris Program Studi DIII Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Intan Maharani S Batubara, S.Kep. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya laporan karya tulis ilmiah ini.
v
4. Ns. Diyah Ekarini, S.Kep. selaku dosen penguji pertama yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya laporan karya tulis ilmiah ini. 5. Ns. S.Dwi Sulisetyowati, S.Kep., M.Kep. selaku dosen penguji kedua yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya karya tulis ilmiah ini. 6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 7. Kedua orangtuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual. Semoga laporan karya tulis ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta,
Penulis
vi
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN .........................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ....................................................................................
v
DAFTAR ISI ...................................................................................................
vii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ................................................................
3
C. Manfaat Penulisan ..............................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ....................................................................
5
1. Asma Bronkhial ...........................................................
5
2. Dahak ...........................................................................
17
3. Batuk Efektif ................................................................
20
B. Kerangka Teori...................................................................
22
C. Kerangka Konsep ...............................................................
23
vii
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET A. Subjek aplikasi riset ...........................................................
24
B. Tempat dan waktu ..............................................................
24
C. Media atau alat yang digunakan .........................................
24
D. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset .....................
24
E. Alat ukur evaluasi tindakan aplikasi riset ..........................
25
LAPORAN KASUS A. Pengkajian ..........................................................................
26
B. Perumusan masalah keperawatan .......................................
32
C. Intervensi keperawatan.......................................................
33
D. Implementasi keperawatan .................................................
35
E. Evaluasi keperawatan .........................................................
36
PEMBAHASAN A. Pengkajian ..........................................................................
39
B. Perumusan masalah keperawatan .......................................
49
C. Intervensi keperawatan.......................................................
53
D. Implementasi keperawatan .................................................
56
E. Evaluasi keperawatan .........................................................
63
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ........................................................................
67
B. Saran ...................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Tabel 4.1
Pemeriksaan Laboratorium dan Data Penunjang .................
ix
31
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.
Gambar 2.1
Kerangka Teori ..............................................................
22
2.
Gambar 2.2
Kerangka Konsep ............................................................
23
3.
Gambar 4.1
Genogram ........................................................................
30
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Usulan Judul Aplikasi Jurnal
Lampiran 2
Lembar Konsultasi
Lampiran 3
Jurnal Aplikasi Riset
Lampiran 4
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma Bronkhial
Lampiran 5
Lembar Log Book
Lampiran 6
Lembar Pendelegasian
Lampiran 7
Daftar Riwayat Hidup
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Data WHO pada tahun 2010 menunjukkan sebanyak 300 juta orang di dunia dan 225 ribu orang meninggal karena mengidap penyakit asma. Jumlah ini diprediksi akan semakin meningkat hingga 400 juta orang pada tahun 2025. Prevalensi penyakit asma di Indonesia tahun 2010diperkirakan mencapai 6,4%. Kasus asma di Jawa Tengah tahun 2010sendiri mencapai 1,09 %, tahun 2011 sebesar 0,69%, tahun 2012 sebesar 0,68%, dan tahun 2013 mencapai 0,58% (John, 2010). Penyakit asma merupakan suatu penyakit pada jalan nafas yang disebabkan oleh stimulus tertentu yang menyerang bagian trakhea dan bronki. Asma terjadi karena faktor keturunan, perubahan cuaca, stress, dan kondisi lingkungan kerja. Penyakit asma ditandai dengan adanya batuk, suara nafas mengi, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas (Musliha, 2010). Penyakit asma dapat menimbulkan masalah pada jalan nafas dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Seseorang akan merasa terganggu apabila melakukan aktivitas yaitu cepat merasakan sesak nafas, frekuensi nafas cepat, mudah lelah, dan sulit untuk bernafas. Pada kasus asma akan menimbulkan batuk disertai dahak yang berlebih. Apabila dahak tidak segera dikeluarkan maka akan menghambat masuknya oksigen ke saluran
1
2
pernafasan sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang. Selain itu juga akan menimbulkan suara nafas tambahan mengi pada saat bernafas. Dahak yang timbul pada jalan nafas apabila tidak segera dikeluarkan juga akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius (Mutaqqin, 2010). Penatalaksanaan pada pasien asma dapat dilakukan secara farmakologik dan non farmakologik. Pengobatan farmakologik seperti pemberian bronkodilator dan obat-obatan untuk penyakit asma. Sedangkan pengobatan secara non farmakologik seperti penyuluhan mengenai penyakit asma, menghindari faktor pencetus timbulnya asma, pemberian cairan, fisioterapi dan batuk efektif (Padila, 2013). Penatalaksanaan penyakit asma secara non farmakologik salah satunya dengan batuk efektif. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dimana pasien dapat mengeluarkan dahak secara maksimal dengan teknik yang benar. Dengan melakukan batuk efektif maka sekret yang menghambat saluran pernafasan dapat dikeluarkan atau dihilangkan. Tindakan inilah yang digunakan perawat untuk mengeluarkan lendir pada penderita asma bronkhial (Yunus, 2009). Hasil observasi yang dilakukan penulis pada pasien asma bronkhial di Rumah Sakit dr.Moewardi didapatkan data adanya suara nafas tambahan wheezing, batuk disertai dahak yang sulit dikeluarkan, sesak nafas. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosep Agung Nugroho pada tahun 2011 menunjukkan hasil yang signifikan terhadap pengeluaran dahak sebelum dilakukan batuk efektif sebanyak 13,33 %
3
dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 66,66 % dari 15 responden. Kondisi responden sebelum dan sesudah dilakukan batuk efektif terlihat ada perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat membuktikan bahwa penatalaksanaan non farmakologik batuk efektif dapat membuat bersihan jalan nafas pasien menjadi lebih baik (Nugroho, 2011). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk memberikan batuk efektif terhadap pengeluaran dahak pada asuhan keperawatan pasien dengan asma bronkhial.
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan pemberian batuk efektif terhadap pengeluaran dahak pada Tn.D dengan asma bronkhial di instalasi gawat darurat 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn.D dengan asma bronkhial b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn.D dengan asma bronkhial c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Tn. D dengan asma bronkhial d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn.D dengan asma bronkhial
4
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn.D dengan asma bronkhial f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian batuk efektif terhadap pengeluaran dahak pada Tn.D dengan asma bronkhial
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Pasien Sebagai referensi dalam membantu mengeluarkan dahak dan memberikan pilihan dalam penanganan asma bronkhial dengan menerapkan pemberian batuk efektif dalam kehidupan sehari-hari 2. Bagi Rumah Sakit Sebagai referensi bahwa pemberian batuk efektif merupakan salah satu alternatif untuk mngeluarkan dahak yang dapat diimplementasikan pada pasien asma bronchial 3. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai referensi dalam pengembangan dan peningkatan pelayanan keperawatan preservice 4. Bagi Penulis Sebagai referensi dalam mengaplikasikan ilmu dan meningkatkan pengalaman dalam melakukan intervensi berbasis riset di bidang Keperawatan Gawat Darurat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori 1. Asma Bronkhial a. Pengertian Asma bronkhial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (Musliha, 2010). b. Klasifikasi Asma bronkhial di bagi menjadi 3 (Price and Wilson, 2006), yaitu: 1) Asma bronkhial tipe atopik (Ekstrinsik) Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk ke tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan, dan lain-lain.Pemicu imunologi
yang
munculnya
berhubungan
respon
imun
dengan
humoral
alergi
dengan
merangsang mengaktifkan
multiseluler secara komplek termasuk sel mast (berhubungan dengan alergi), eosinofil dan antibodi imunoglobin E (IgE) yang
akan
meningkat
pada
(Ed: Howard and Steinmann, 2010).
5
reaksi
hipersensitivitas
6
2) Asma bronkhial tipe non-atopik (intrinsik) Asma intrinsik terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas, olahraga atau kegiatan jasmani yang berat, dan tekanan jiwa atau stres psikologis. Pemicu nonimunologi merangsang nervus sistem otonom yang menyebabkan sel mast dan respon mediator inflamasi (Ed: Howard and Steinmann, 2010) 3) Asma Campuran Terjadi akibat adanya alergen sebagai faktor pencetus dan ketidakstabilan kondisi fisik. c. Etiologi Penyebab asma menurut Muttaqin, 2010 yaitu: 1) Alergen Alergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu, spora jamur, bulu binatang, beberapa makanan laut, dan lain-lain. 2) Infeksi saluran pernafasan Infeksi saluran pernafasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu faktor pencetus yang sering menimbulkan asma bronkhial. 3) Tekanan jiwa Tekanan jiwa bukan penyebab asma tetapi pencetus asma karena banyak orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menderita
7
asma bronkhial. Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang sedikit labil kepribadiannya. Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak. 4) Olahraga/ kegiatan jasmani yang berat Sebagian penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olahraga atau aktivitas fisik yang berlebihan. 5) Obat-obatan Beberapa klien dengan asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penisilin, salsilat, beta blocker, kodein, dan lain-lain. 6) Polusi udara Klien
asma
sangat
peka
terhadap
udara
berdebu,
asap
kendaraan/pabrik, asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran, dan bau yang tajam. 7) Lingkungan kerja d. Manifestasi Klinik Tanda dan gejala asma bronkhial menurut Kusuman (2008) yaitu: 1) Sesak nafas (dispnea) Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup, oedemaatau timbulnya sekret yang menghalangi saluran pernafasan. Sesak
8
nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit. 2) Mengi (wheezing) Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir fase ekspirasi. Hal ini disebabkan adanya penyempitan pada saluran pernafasan. 3) Batuk disertai dahak Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat dan rangsangan pada bagian-bagian peka dalam saluran pernafasan misalnya trakeobronkial, sehingga timbul sekresi berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara dan lendir secara mendadak disertai bunyi yang khas. 4) Waktu ekspirasi yang memanjang 5) Penggunaan otot-otot bantu nafas 6) Takikardia 7) Adanya usaha yang kuat untuk bernafas e. Patofisiologi Mekanisme perjalanan penyakit asma bronkhial adalah individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang selsel
mast
dalam
paru.
Pemajanan
ulang
terhadap
antigen
9
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alargi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis. Setelah pasien terpajan alergen penyebab atau faktor pencetus, segera akan timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus berdiri atau duduk dan berusaha penuh mengerahkan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkhiolus yang sempit, mengalami edema dan terisi mukusyang dalam keadaan
10
normal akan berkontraksi sampai tingkatan tertentu pada saat ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan, sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang yang merupakan ciri khas asma sewaktu pasien berusaha memaksakan udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti batuk produktif dengan sputum berwarna keputih-putihan (Padilla, 2013). f. Penatalaksanaan Pengobatan pada asma bronkhial terbagi menjadi dua yaitu (Musliha, 2010): 1) Pengobatan non farmakologi a) Penyuluhan Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar akan menghindari faktor-faktor pencetus asma, menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan. b) Menghindari faktor pencetus Klien perlu mengidentifikasi pencetus asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus asma termasuk intake cairan yang cukup.
11
c) Fisioterapi Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Hal ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada 2) Pengobatan farmakologi a) Obat pelega asma seperti salbutamol, terbutalin, fenoterol, metaproterol, formoterol, dan lain-lain b) Obat anti vagus seperti atrovent c) kortikosteroid g. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang pada pasien asma bronkhial (Hadibroto, 2006), yaitu : 1) Pemeriksaan darah Terkadang pada pemeriksaan darah terdapat peningkatan SGOT dan LDH, leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan adanya suatu infeksi. 2) Pemeriksaan sputum 3) Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai allergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada pasien asma.
12
4) Scanning paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru. 5) Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible. Pemeriksaan
spirometer
dilakukan
sebelum
dan
sesudah
pemberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. h. Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul yaitu (Smeltzer & Bare, 2002): 1) Status asmatikus 2) Atelektasis 3) Hipoksemia 4) Pneumothoraks 5) Emfisema
13
2. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Pengkajian Primer a) Jalan Nafas Umumnya terjadi penyumbatan pada jalan nafas akibat adanya bronkospasme ataupun sekresi yang tertahan,wheezing, adanya retraksi dinding dada. b) Pernafasan Kaji keefektifan pola nafas, respiratory rate, saturasi oksigen, adanya nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu nafas, abnormalitas pernafasan. c) Sirkulasi Kaji heart rate, perkusi, tekanan darah, perdarahan, perabaan akral, tanda-tanda syok, capillary refille, suhu tubuh, kelembaban kulit. d) Tingkat Kesadaran Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum (GCS, AVPU), ukuran dan reaksi pupil. e) Kontrol Lingkungan Pengkajian adanya cedera atau kelainan lain dan kondisi lingkungan yang ada di sekitar pasien.
14
2) Pengkajian sekunder a) Alergi Kaji
adanya
alergi
terhadap
makanan,
obat-obatan,
lingkungan, dan lain-lain b) Obat-obatan Kaji penggunaan obat-obatan yang sedang atau pernah dikonsumsi c) Riwayat penyakit sebelumnya Kaji riwayat penyakit sebelumnya yang dialami pasien yang berhubungan dengan asma bronkhial d) Makanan terakhir yang dikonsumsi Hasil pengkajian makanan atau minuman terakhir yang dikonsumsi pasien sebelum datang ke rumah sakit (kapan terakhir makan, jenis makanan apa, jam berapa makan terakhir, dan lain-lain) e) Kronologi terjadinya penyakit Kaji kronologi terjadinya penyakit asma bronkhial b. Diagnosa keperawatan 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) 2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
15
c. Intervensi keperawatan 1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret yang tertahan Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan jalan nafas pasien kembali efektif
Kriteria Hasil : a) tidak ada suara nafas tambahan b) kecepatan dan kedalaman pernafasan normal c) tidak ada dispnea d) tidak ada sekret yang tertahan e) tidak ada gangguan pada jalan nafas Intervensi : a) Kaji kecepatan, irama, dan frekuensi pernafasan Rasional: untuk mengetahui keabnormalan pernafasan pasien b) Auskultasi pada pemeriksaan fisik paru Rasional: untuk mengetahui ada tidaknya suara nafas tambahan c) Ajarkan fisioterapi dada dan batuk efektif Rasional: membantu mengeluarkan dahak yang tertahan d) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi Rasional: membantu mengencerkan dahak sehingga mudah untuk dikeluarkan
16
2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 jam diharapkan pola nafas pasien dapat efektif
Kriteria hasil : a) sesak nafas berkurang atau hilang b) tidak ada retraksi dinding dada c) tidak ada pernafasan cuping hidung d) RR dalam batas normal (16-24 x/menit) Intervensi: a) Kaji pola nafas pasien Rasional: mengetahui frekuensi, kedalaman, irama pernafasan b) Pantau tanda- tanda vital Rasional: mengetahui kondisi pasien dan keefektifan intervensi c) Atur posisi semi fowler Rasional: untuk membantu dalam ekspansi paru d) Kolaborasi pemberian terapi oksigen dan bronkodilator Rasional: membantu memenuhi kebutuhan oksigen dan meringankan sesak nafas
17
3. Dahak a. Pengertian Dahak adalahlendir kental, membulur dan lengket yang disekresikan di saluran pernapasan, biasanya sebagai akibat dari peradangan, iritasi atau infeksi pada saluran pernafasan (Somantri, 2007). b. Klasifikasi 1) Klasifikasi dahak menurut warnanya (Alsagaf, 2005) yaitu: a) Dahak kekuning-kuningan, kemungkinan proses infeksi b) Dahak hijau, kemungkinan proses penimbunan nanah. Warna hijau dikarenakan adanya verdoperoksidase, sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis c) Dahak merah muda dan berbusa, kemungkinan tanda edema paru akut d) Dahak
berlendir/lekat/abu-abu/putih,
kemungkinan
tanda
bronkhitis kronik e) Dahak berbau busuk, kemungkinan tanda abses paru (bronkhiektasis) f) Dahak
berdarah
(hemoptisisi),
sering
ditemukan
tuberkulosis g) Dahak berbusa putih, berasal dari obstruksi atan edema h) Dahak kuning kehijauan (mukopurulen)
pada
18
2) Klasifikasi dahak menurut jumlahnya (Nugroho, 2011) yaitu: a) Dahak sedikit dipengaruhi karena pasien mengalami sesak nafas, lemas, dan sulit untuk batuk. Hal ini juga disebutkan bahwa dalam setiap harinya, seseorang dapat memproduksi dahak sebanyak 100 ml di saluran pernafasan sehingga menyebabkan dahak menumpuk pada saluran pernafasan. b) Dahak sedang dapat dipengaruhi karena keadaan pasien yang kurang baik sehingga dahak sulit dikeluarkan. c. Jenis pemeriksaan Jenis pemeriksaan dahak menurut Alsagaf, 2005 yaitu: 1) Pewarna gram Dapat memberikan informasi tentang jenis mikroorganisme untuk menegakkan diagnosispresumatif 2) Kultur sputum Untuk mengidentifikasi organisme spesifik guna menegakkan diagnosis definitif 3) Sensitivitas Sebagai pedoman terapi antibiotik dengan mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme yang terdapat dalam dahak 4) Basil tahan asam (BTA) Untuk menentukan adanya Mycobacterium tuberculosa
19
5) Sitologi Untuk mengidentifikasi adanya keganasan (karsinoma) pada paruparu 6) Tes kuantitatif Pemeriksaan kualitatif harus sering dilakukan untuk menentukan apakah sekresi yang dihasilkan merupakn saliva, lendir, pus atau yang lainnya. d. Mekanisme dahak Pada orang dewasa normal, setiap harinya dapat memproduksi mukus sebanyak100 ml dalam saluran nafas. Mukus ini kemudian dibawa ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran nafas. Keadaan produksi mukus abnormal yang berlebihan menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mukus ini banyak tertimbun pada saluran pernafasan. Bila hal ini terjadi maka membran mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, kemudian timbul reflek batuk. Mukus tersebut akan keluar sebagai dahak. Dahak yang dikeluarkan hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume, konsistensinya, dan kondisi dahaknya (Darmanto,2006).
20
4. Batuk efektif Batuk merupakan mekanisme refleks yang sangat penting untuk menjaga jalan nafas tetap terbuka (paten) dengan cara menyingkirkan hasil sekresi lendir yang menumpuk pada jalan nafas. Batuk diakibatkan oleh iritasi membran mukosa dalam saluran pernafasan. Stimulus yang menghasilkan batuk dapat timbul dari suatu proses infeksi atau iritan yang dibawa oleh udara seperti debu, asap, gas, dan kabut. Batuk adalah proteksi utama pasien terhadap akumulasi sekret dalam bronkhi dan bronkhiolus (Pranowo, 2012). Batuk efektif merupakan salah satu tindakan non farmakologi untuk pasien dengan gangguan pernafasan akut dan kronik. Peran perawat dalam hal ini sangatlah penting yaitu melatih pasien untuk melakukan batuk efektif yang bertujuan untuk menambah pengetahuan pasien tentang pentingnya pengeluaran dahak. Batuk efektif dapat diberikan pada pasien dengan cara mengatur posisi yang benar agar dahak dapat keluar dengan lancar (Sudoyo, 2006). Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk efektif dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi sekret, danmencegah efek samping dari penumpukan sekret. Batuk yang tidak efektif akan dapat menyebabkan efek yang merugikan pada klien dengan penyakit paru-paru kronis berat (Pranowo, 2012).
21
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam melakukan batuk efektif yaitu pasien diberikan posisi duduk tegak di tempat tidurnya, kemudian tarik nafas dalam secara maksimal dan perlahan dengan menggunakan pernafasan diafragma sambil meletakkan 2 jari tepat di bawah procesus xipoideus, pasien disuruh menahan nafas selama 3-5 detik lalu hembuskan secara perlahan melalui mulut. Ambil nafas kedua dan tahan, kemudian suruh pasien untuk membatukkan dengan kuat dari dada. Setelah itu istirahatkan pasien selama 2-3 menit, lalu lakukan batuk efektif secara berulang (Nugroho, 2011). Batuk efektif sangat penting untuk menghilangkan gangguan pernafasan dan menjaga paru-paru agar tetap bersih. Batuk efektif dapat dilakukan pada pasien asma bronkhial dengan cara memberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosep Agung Nugroho di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri pada tahun 2011 menunjukkan bahwa hasil sebelum dilakukan batuk efektif sebanyak 33,34 % dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 6,66 % dari 15 responden yang sulit mengeluarkan dahaknya. Kemudian dari 15 responden yang dapat mengeluarkan dahak dalam jumlah sedikit sebelum dilakukan batuk efektifsebanyak 53,33% dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 26,67 %. Dari 15 responden yang bisa mengeluarkan dahak dalam jumlah banyak sebelum dilakukan batuk efektif sebanyak 13,33 % dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 66,66 %. Kondisi responden sebelum dan sesudah
22
dilakukan batuk efektif terlihat ada perbedaan yang signifikan dalam pengeluran dahak (Nugroho, 2011).
B. Kerangka Teori Etiologi : 1. Alergen 2. Infeksi saluran pernafasan 3. Tekanan jiwa 4. Olahraga 5. Obat-obatan 6. Polusi udara 7. Lingkungan kerja
Klasifikasi menurut warna: 1. Dahak kekuningkuningan 2. Dahak hijau 3. Dahak merah muda 4. Dahak berlendir 5. Dahak berbau busuk 6. Dahak berdarah 7. Dahak berbusa putih 8. Dahak kuning kehijauan
Asma Bronkhial
Manifestasi Klinis : 1. 2. 3. 4.
Sesak nafas Mengi Batuk disertai dahak Waktu ekspansi yang memanjang 5. Penggunaan otot bantu nafas 6. Takikardia 7. Adanya usaha yang kuat untuk bernafas
Klasifikasi menurut jumlah: 1. Dahak sedikit,dipengaruhi pasien mengalami sesak nafas, lemas, dan sulit untuk batuk. 2. Dahak sedang, dipengaruhi karena keadaan pasien yang kurang baik.
Dahak
Penatalaksana an Farmakologi
Penatalaksanaan Non Farmakologi
Tindakan Nebulizer
Batuk Efektif
Dahak Keluar
Gambar 2.1 Kerangka Teori (Muttaqin, 2010; Kusuman, 2008; Musliha, 2010; Alsagaf, 2005; Nugroho, 2011)
23
C. Kerangka Konsep Batuk Efektif
Pengeluaran dahak
Gambar 2.2 Kerangka Konsep (Muttaqin, 2010; Kusuman, 2008; Musliha, 2010; Alsagaf, 2005; Nugroho, 2011)
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset Tn.D dengan asma bronkhial di Instalasi Gawat Darurat
B. Tempat dan Waktu Penerapan aplikasi riset ini dilakukan di Rumah Sakit dr. Moewardi Ruang Instalasi Gawat Darurat pada tanggal 10 Maret 2015
C. Media dan Alat 1. Handscoon 2. Masker 3. Perlak/ pengalas 4. Bengkok/ sputum pot 5. Tissue
D. Prosedur Tindakan Prosedur tindakan batuk efektif menurut modul keperawatan kebutuhan dasar manusia yang diterapkan di pendidikan yaitu: 1. Fase Orientasi a. Memberi salam b. Memperkenalkan diri c. Menjelaskan tujuan tindakan d. Menjelaskan prosedur e. Menanyakan kesiapan pasien 2. Fase Kerja a. Menanyakan klien apakah sudah tahu cara melakukan batuk efektif b. Menjelaskan prosedur batuk efektif dan membimbing pasien yaitu:
24
25
1) Mengatur posisi pasien duduk 2) Meminta klien meletakkan 1 tangan di dada dan 1 tangan di abdomen 3) Melatih klien melakukan napas perut (menarik nafas dalam melalui hidung sampai 3 hitungan, mulut dalam keadaan tertutup) 4) Meminta klien untuk merasakan pengembangan abdomen (cegah lengkung punggung) 5) Meminta klien untuk menahan napas sampai 3 hitungan 6) Meminta klien menghembuskan napas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut, bibir seperti meniup) 7) Meminta klien untuk merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari otot abdomen 8) Memasang perlak/ pengalas serta bengkok pada pangkuan klien 9) Meminta klien untuk melakukan napas dalam sebanyak 2 kali, napas yang ketiga inspirasi tahan napas dan batukkan dengan kuat 10) Menampung sekret yang keluar dalam bengkok/ sputum pot 3. Fase Terminasi a. Melakukan evaluasi tindakan b. Menyampaikan rencana tindak lanjut c. Berpamitan
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset No 1
Hari/ Tanggal/ Jam Selasa, 9 Maret 2015 jam 11.00 WIB
2
Jam 16.00 WIB
3
Jam 19.00 WIB
Kegiatan Melakukan batuk efektif Melakukan batuk efektif Melakukan batuk efektif
Dilakukan Iya
Iya
iya
Tidak dilakukan
Tanda tangan
BAB IV LAPORAN KASUS
Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang ringkasan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan diagnosa medis asma bronkhial di Instalasi Gawat Darurat yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015. Proses asuhan keperawatan ini di mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan,
implementasi
keperawatan,
dan
evaluasi
keperawatan.
A. Pengkajian 1. Identitas Klien Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB, pada kasus ini diperoleh data dengan menggunakan metode autoanamnesa dan alloanamnesa. Dari data pengkajian diperoleh identitas klien bernama Tn.D, umur 63 tahun, beragama Islam, pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan sebagai petani, dan beralamat di Danukusuman, Serengan, Surakarta. Tn.D dirawat di rumah sakit mulai tanggal 10 Maret 2015 dan didiagnosa dokter menderita penyakit asma bronkhial. Yang bertanggung jawab kepada Tn.D yaitu Ny.S sebagai istri dari Tn.D, umur 58 tahun, pendidikan terakhir SLTA, pekerjaan petani, dan beralamat di Danukusuman, Serengan, Surakarta.
26
27
2. Pengkajian Primer Pengkajian yang dilakukan terhadap Tn.D dengan menggunakan metode pengkajian kegawatdaruratan ABCDE. Airway yaitu pada saluran nafas terdengar suara wheezing saat ekspirasi, adanya sekret yang tertahan, dan adanya retraksi dinding dada. Breathing yaitu pola nafas yang dialami Tn. D tidak efektif, respiratory rate 28 x/menit, adanya pernafasan cuping hidung, dan saturasi oksigennya 97%. Circulation yaitu tekanan darah 150/100 mmHg, heart rate 110 x/menit, capillary refillkurang dari dua detik, akral teraba hangat, dan suhu tubuh 37ºC. Disability yaitu tingkat kesadaran composmentis, nilai GCS 15, reaksi pupil positif terhadap cahaya, pupil isokor diameter 2 milimeter.Exposure yaitu Tn.D mendapatkan pemasangan infus pada ekstremitas atas sebelah kanan, kontrol lingkungan di sekitar klien aman, Tn.D tidak mengalami cedera maupun kelainan lain. 3. Pengkajian Sekunder Keadaan
umum
pasien
baik,
kesadaran
composmentis.
Pemeriksaan tanda-tanda vital diperoleh tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 110 x/menit dengan irama teratur dan kuat, respirasi 28 x/menit dengan irama teratur, suhu 37ºC. Pengkajian selanjutnya yang dilakukan pada Tn.D yaitu dengan menggunakan SAMPLE. Subjektif yaitu Tn.D mengatakan sesak nafas,. Alergi yaitu Tn.D tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan, lingkungan maupun cuaca. Medikasi yaitu keluarga pasien mengatakan
28
bahwa pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan asma sebelumnnya tetapi belum pernah menggunakan obat semprot atau inhaler. Riwayat penyakit sebelumnya yaitu keluarga mengatakan bahwa Tn.D pernah berobat di Rumah Sakit dr.Moewardi sebanyak 1 kali kurang lebih 1 tahun yang lalu karena sesak nafas, ada riwayat merokok selama kurang lebih 40 tahun. Last meal yaitu keluarga mengatakan Tn.D terakhir makan nasi, sayur dan buah-buahan. Event leading yaitu pasien datang dengan keluhan sesak nafas pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB dan semakin memberat pada saat malam hari, ada suara nafas tambahan mengi tetapi tidak dipengaruhi cuaca atau waktu, ada batuk disertai dahak kurang lebih 1 tahun berlangsung hilang timbul, serta nafsu makan menurun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, penyebaran merata, dan tidak ada bekas luka, rambut hitam sedikit beruban, tidak ada kutu. Palbebra tidak ada oedema, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupilisokor, diameter mata kanan dan kiri 2 milimeter, reflek terhadap cahaya pada mata kanan dan kiri positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret, terpasang nasal kanul oksigen sebesar 4 liter,ada pernafasan cuping hidung. Mulut tidak sumbing, mukosa bibir lembab, permukaan lidah bersih, warna gigi sedikit kuning. Bentuk telinga simetris, tidak ada benjolan pada telinga, lubang telinga bersih. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid pada leher.
29
Pemeriksaan fisik pada paru-paru didapatkan hasil inspeksi yaitu bentuk dadasimetris, tidak ada jejas, menggunakan alat bantu pernafasan. Palpasi yaitu vokal premitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri sama,pengembangan dada kanan dan kiri sama. Perkusi yaitu terdengar suara hipersonor. Auskultasi yaitu terdengar suara nafas wheezing saat ekspirasi. Pemeriksaan fisik jantung didapatkan inspeksi yaitu bentuk dada simetris, iktus cordis tidak tampak, tidak ada jejas. Palpasi yaitu iktus cordis teraba di SIC V. Perkusi yaitu terdengar bunyi pekak. Auskultasi yaitu bunyi jantung I dan II murni. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil inspeksi yaitu bentuk datar, tidak ada jejas, tidak ada penonjolan umbilikus. Saat di auskultasi bising usus 15 x/menit. Perkusi yaitu pada kuadran pertama terdengar organ hati suara redup, pada kuadran dua terdapat organ lambung suara timpani, pada kuadran tiga dan empat terdapat organ usus dan ginjal suara timpani. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit menular maupun penyakit keturunan.
30
Genogram :
Tn.D, 67 tahun (Asma bronkhial)
Keterangan :
: laki-laki
: tinggal serumah
: perempuan
: garis keturunan
: pasien
: meninggal
Gambar 4.1 Genogram
5. Pemeriksaan Laboratorium dan Data Penunjang Tanggal : 10 Maret 2015 Jenis Pemeriksaan HEMATOL OGI Hemoglobin Hematokrit Leukosit
Hasil
Satuan
11,5
g/dl
36 7,7
% ribu/ul
Nilai Normal
11,3 – 17,5 33 – 45 4,5 – 11,0
31
Trombosit
288
ribu/ul
Eritrosit
4,27
juta/ul
INDEX ERITROSIT MCV
85,2
/um
MCH
26,9
pg
MCHC
31,6
g/dl
RDW
16,1
%
MPV PDW HITUNG JENIS Granulosit
8,9 15
Fl %
77,60
%
13,90
%
8,50
%
Limfosit Monosit, Eosinofil, Basofil Golongan darah HEMOSTAS IS PT APTT
150 450 4,50 5,90
– –
80,0 – 96,0 28,0 – 33,0 33,0 – 36,0 11,6 – 14,6 7,2 – 11 25 – 65
56,00 – 78,00 22,00 – 44,00 0,00 – 12,00
B
16,9
detik
32,3
detik
INR KIMIA KLINIK Gula darah sewaktu SGOT SGPT Albumin
1,46
100
mg/dl
168 213 3,1
u/l u/l g/dl
Creatinin
1,7
mg/dl
Ureum ELEKTROL
65
mg/dl
Natrium
132
mmol/l
10,0 15,0 20,0 40,0
–
60 140 < 35 < 45 3,2 4,6 0,8 1,3 < 50
–
–
– –
IT 136
–
32
darah Kalium darah Chlorida darah ANALISA GAS DARAH Ph BE PCO2 PO2 HCO3 Total CO2 Saturasi Oksigen HEPATITIS HbSag
4,7
mmol/l
99
mmol/l
7,41 3,1 44 70 26,8 29,7 94
mmol/dl mmHg mmHg % mmol/l % %
145 3,7 5,4 98 106
– –
Non reaktive
Tabel 4.1 Pemeriksaan Laboratorium dan Data Penunjang 6. Terapi Terapi yang diberikan oleh dokter pada tanggal 10 Maret 2015 kepada Tn.D yaitu infus Nacl 20 tpm, ceftriaxone 2 gram/24 jam, dexamethasone 5 ml/8 jam, alstein (NAC) 200 mg. Untuk obat inhalasi yaitu ventolin 2,5 mg dan flixotide 2 ml.
B. Perumusan masalah keperawatan Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengkajian pada tanggal 10 Maret 2015 maka penulis dapat merumuskan diagnosa keperawatan menurut NANDA yaitu yang pertama ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) yang ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan batuk berdahak dan sulit untuk dikeluarkan dan data obyektifnya pasien terlihat batuk terus-menerus
33
namun dahaknya sulit keluar, terdengar suara wheezing pada saat ekspirasi, pasien terlihat gelisah dan keluar keringat dingin, pasien tampak sulit untuk mengeluarkan suara. Diagnosa yang kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan hiperventilasi yang ditandai dengan data subyektif pasien mengatakan sesak nafas dan untuk data obyektifnya tampak adanya retraksi dinding dada, terlihat pernafasan cuping hidung, terlihat pada saat bernafas fase ekspirasinya memanjang, pernafasan cepat dan dangkal, respiratory rate 28 x/menit, pasien terlihat hanya memegangi dadanya. Berdasarkan analisa data yang telah didapatkan, maka penulis dapat memprioritaskan diagnosa keperawatan. Prioritas diagnosa keperawatan utama pada kasus Tn.D adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) dan prioritas diagnosa keperawatan kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan hiperventilasi.
C. Intervensi keperawatan Diagnosa
keperawatan
pertama
pada
kasus
Tn.D
yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) dan diagnosa keperawatan kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan hiperventilasi. Tujuan dan kriteria hasil pada diagnosa keperawatan pertama menurut NOC (Nursing Outcome Classification) yaitu setelah dilakukan tindakan
34
keperawatan selama 1 kali 24 jam diharapkan jalan nafas pasien tidak terganggu atau kembali efektif dengan kriteria hasil pasien dapat mengeluarkan sekret secara mandiri, tidak ada gangguan pada jalan nafas, tidak terdengar suara nafas tambahan, mengatakan rasa nyaman, tidak ada gangguan saat mau berbicara.Tujuan dan kriteria hasil pada diagnosa keperawatan kedua menurut NOC (Nursing Outcome Classification) yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 kali 24 jam diharapkan pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil pasien tidak merasakan sesak nafas, respiratory rate dalam batas normal (16-24 x/menit), mengatakan rasa nyaman, tidak menggunakan otot bantu nafas, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada pernafasan cuping hidung, fase inspirasi dan ekspirasi dengan perbandingan 1:2, tidak terpasang oksigen. Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan pertama menurut NIC (Nursing Intervention Classification) yaitu observasi kecepatan, irama dan
frekuensi
pernafasan
untuk
mengetahui
keefektifan
intervensi
sebelumnya, auskultasi pada pemeriksaan fisik paru untuk mengetahui ada tidaknya suara nafas tambahan pasien, kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekret jika tidak mampu ajarkan pasien untuk melakukan batuk efektif, kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai advis dokter untuk membantu melonggarkan jalan nafas dan membantu mengencerkan sekret agar mudah untuk dikeluarkan.Intervensi keperawata pada diagnosa keperawatan kedua menurut NIC (Nursing Intervention Classification) yaitu observasi pola nafas pasien untuk mengetahui irama, kedalaman dan
35
frekuensi pernafasan, kemudian pantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen untuk mengetahui keadaan umum pasien dan kadar oksigen, anjurkan kepada pasien untuk mengatur posisi semi fowler untuk membantu dalam ekspansi paru, kolaborasi oksigen sesuai advis dokter untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen pasien.
D. Implementasi keperawatan Tindakan keperawatan pada diagnosa pertama dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.00 WIB yaitu mengobservasi kecepatan, irama dan frekuensi pernafasan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas dan respon obyektifnya respirasi 28 x/menit, pernafasan dangkal dan cepat, adanya retraksi dinding dada. Jam 11. 15 WIB melakukan tindakan bronkhodilator didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dan respon obyektifnya pasien tampak kooperatif, pasien terlihat nyaman saat diberi nebulizer. Jam 11.30 WIB mengajarkan batuk efektif didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau diajarkan batuk efektif dan respon obyektif pasien tampak antusias saat melakukan batuk efektif, dahak sudah bisa keluar. Jam 11.45 WIB mengauskultasi pada pemeriksaan fisik paru pasien didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau dan respon obyektifnya masih terdengar suara wheezing saat ekspirasi. Jam 12.05 WIB melaksanakan kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau disuntik dan respon obyektif pasien tampak nyaman setelah diberikan terapi obat, obat
36
sudah masuk melalui intravena. Jam 14.00 WIB mengobservasi kecepatan, irama dan frekuensi pernafasan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas dan respon obyektifnya respirasi 27 x/menit, pernafasan dangkal dan cepat. Jam 15.00 WIB mendampingi pasien dalam mengeluarkan dahak dengan batuk efektif didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau melaksanakannya dan respon obyektifnya dahak sudah bisa keluar berwarna putih, pasien terlihat sudah mampu melakukan batuk efektif dengan benar. Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.10 WIB yaitu mengobservasi pola nafas pasien didapatkan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas dan respon obyektifnya pasien terpasang oksigen 4 liter, tampak adanya retraksi dinding dada, adanya pernafasan cuping hidung, adanya penggunaan otot bantu nafas, respiratory rate 26x/menit. Jam 10.35 WIB memantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau diperiksa dan respon obyektifnya pasien tampak kooperatif, tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 110 kali per menit, suhu tubuh 37ºC, respirasi 26 x/menit, saturasi oksigen 99%. Jam 10.40 WIB mengatur posisi semi fowler didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau melaksanakan perintah perawat dan respon obyektifnya pasien tampak kooperatif, pasien terlihat lebih nyaman dengan posisi yang diberikan. Jam 10.45 WIB berkolaborasi pemberian oksigen sesuai advis dokter didapatkan data subjektif pasien
37
mengatakan sesak nafas dan data objektifnya tampak adanya retraksi dinding dada, adanya usaha yang kuat untuk bernafas.
E. Evaluasi keperawatan Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
pada
diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, hasil evaluasi yang dihasilkan pada jam 13.00 WIB yaitu pasien mengatakan dahak sudah bisa keluar. Hasil observasi didapatkan dahak keluar berwarna putih, masih terdengar suara wheezing saat ekspirasi, pasien sudah tidak kesulitan lagi dalam berbicara. Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi sehingga intervensi yang dilanjutkan yaitu lakukan batuk efektif dan kolaborasi pemberian obat sesuai advis dokter. Diagnosa ketidakefektifan pola nafas, hasil evaluasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 jam 13.20 WIB yaitu Tn.D mengatakan masih merasakan sesak nafas. Hasil observasi didapatkan respirasi 26 x/menit, terpasang nasal kanul oksigen 4 liter, terlihat retraksi dinding dada. Dari semua data yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah ketidakefektifan pola nafas pasien belum teratasi, sehingga intervensi yang dilanjutkan pada kasus Tn.D yaitu lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Hasil evaluasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada jam 17.00 WIB yaitu pasien mengatakan dahak sudah keluar. Hasil observasi didapatkan dahak keluar berwarna putih, terdengar suara wheezing saat
38
ekspirasi. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi sehinnga intervensi dilanjutkan dengan lakukan tindakan nebulizer dan pantau pasien dalam melakukan batuk efektif. Hasil evaluasi dari diagnosa ketidakefektifan pola nafas pada jam 17.20 WIB didapatkan pasien mengatakan sesak nafas sudah mulai berkurang daripada tadi pagi. Hasil observasi yaitu respirasi 26 x/menit,terpasang nasal kanul 4 liter, masih terlihat retraksi dinding dada, tidak ada pernafasn cuping hidung.. Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas psien belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan dengan observasi pola nafas pasien (irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan), pantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen. . Evaluasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada jam 19.20 WIB yaitu pasien mengatakan dahak sudah keluar. Hasil observasi dahak keluar berwarna putih, terdengar suara nafas wheezing saat di auskultasi, pasien sudah mampu melakukan batuk efektif secara mandiri. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan dengan lakukan tindakan nebulizer. Evaluasi diagnosa ketidakefektifan pola nafas pada jam 19.40 WIB didapatkan pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang. Hasil observasi respirasi 24 x/menit, terpasang nasal kanul oksigen 3 liter, masih terlihat retraksi dinding dada. Masalah ketidakefektifan pola nafas pasien belum teratasi sehingga intevensi dilanjutkan dengan observasi tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat.
BAB V PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn.D dengan asma bronkhial di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta. Pembahasan pada bab ini terutama akan membahas adanya kesenjangan maupun kesesuaian antara teori dengan kasus.
A. Pengkajian Pengkajian adalah proses mengumpulkan data relevan yang kontinyu tentang respon manusia, kekuatan, dan masalah klien. Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua yaitu pengkajian primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan pengkajian primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan pengkajian sekunder. Pengkajian
primer bertujuan mengetahui
dengan segera kondisi yang mengancam nyawa pasien dan dilakukan secara sekuensial sesuai dengan prioritas. Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to toe, dapat pula ditambahkan pemeriksaan diagnostik (Fatwa, 2009). Tahapan pengkajian primer meliputi: airway untuk mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal, breathing untuk mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar
39
40
oksigenasi adekuat, circulation untuk mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan, disability untuk mengecek status neurologis, exposure untuk mengontrol adanya cedera atau kelainan lain. Pengkajian sekunder meliputi: alergi untuk mengetahui adakah alergi pada pasien (obat-obatan, makanan/minuman, cuaca), medikasi untuk mengetahui obat-obatan yang pernah atau sedang dikonsumsi oleh pasien, pertinent medical history untuk mengetahui riwayat penyakit sebelumnya, last meal untuk mengetahui makanan/minuman yang terakhir dikonsumsi pasien sebelum datang ke rumah sakit, eventsleading untuk mengetahui kronologis kejadian hingga pasien dibawa ke rumah sakit (Gilbert, 2009). Metode pengkajian yang dilakukan penulis terhadap kasus Tn.D yaitu menggunakan metode wawancara, observasi, serta catatan dari rekam medik. Hasil pengkajian yang ditemukan pada kasus Tn.D dan sesuai dengan teori meliputi airway, breathing, circulation, disability, dan exsopure. Airway didapatkan pada saluran nafas terdengar suara wheezing saat ekspirasi, adanya sekret yang tertahan, dan adanya retraksi dinding dada. Wheezing adalah pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir fase ekspirasi. Hal ini disebabkan adanya penyempitan pada saluran pernafasan. Selama asma menyerang, saluran napas akan mengalami penyempitan dan mengisinya dengan cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam yang menyebabkan jalan udara menyempit serta dapat mengurangi aliran keluar masuknya udara ke paru-paru. Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan
41
mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas
tetap
terbuka
dan
pertukaran
gas
berjalan
lancar.
Untuk
mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas (Gilbert, 2009). Breathing didapatkan pola nafas tidak efektif, respiratory rate 28 x/menit, adanya pernafasan cuping hidung, dan saturasi oksigennya 97 %. Frekuensi pernafasan normal adalah 16-24 x/menit. Sedangkan pada kasus didapatkan hasil respirasi 28 x/menit dan pasien mengeluh sesak nafas. Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan menguncup, oedema atau timbulnya sekret yang menghalangi saluran pernafasan. Sesak nafas dapat ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit (Handoko, 2008). Pernapasan cuping hidung lebih
identik
ke
sesak
napas
atau
dispneakarena
adanya
gangguanpadapertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat dan terjadi sesak napas. Pada kasus Tn.D juga didapatkan hasil saturasi oksigen 97%. Saturasi oksigen adalah prosentase hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam darah arteri. Saturasi oksigen normal antara 95-100% (Aryres, 2003). Circulation didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, heart rate 110 x/menit, capillary refill kurang dari dua detik, akral teraba hangat, dan
42
suhu tubuh 37ºC. Pada kasus Tn.D tidak ditemukan adanya syok ataupun perdarahan. Syok didefinisikan sebagai tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenasi jaringan. Penyebab syok paling umum pada trauma adalah hipovolemia. Diagnosis syok didasarkan pada gejala klinis yaitu hipotensi, takikardia, takipnea, hipotermia, pucat, ekstremitas dingin, penurunan capillary refill, dan penurunan produksi urin. Oleh karena itu, dengan adanya tanda-tanda hipotensi merupakan salah satu alasan telah terjadi perdarahan (Hudak & Gallo, 1999). Disability didapatkan tingkat kesadaran composmentis, nilai GCS 15, reaksi pupil positif terhadap cahaya, pupil isokor diameter 2 milimeter. Kesadaran composmentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat
menjawab
semua
pertanyaan
tentang
keadaan
sekelilingnya dengan tepat. Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala. Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran yaitu dengan menggunakan nilai GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cedera kepala. Nilai GCS meliputi: reflek membuka mata, respon verbal, dan respon motorik. Apabila nilai GCS kurang dari 13, maka seseorang dikatakan mengalami cedera kepala yang menunjukan adanya penurunan kesadaran. Metode lain untuk mengukur tingkat kesadaran yaitu dengan menggunakan sistem AVPU dimana pasien diperiksa apakah tingkat kesadaran baik (alert),
43
berespon dengan kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri (pain), dan pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive) (Gilbert, 2009). Exposure didapatkan pemasangan infus pada ekstremitas atas sebelah kanan, kontrol lingkungan di sekitar klien aman, Tn.D tidak mengalami cedera maupun kelainan lain. Jika pasien diduga mengalami cedera leher atau tulang belakang, hal penting yang dilakukan dengan imobilisasi in-line yaitu mempertahankan agar posisi bagian yang mengalami cedera tetap lurus. Tindakan log roll dilakukan untuk pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011). Hasil pengkajian selanjutnya yang didapatkan pada kasus Tn.D yaitu keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis. Pemeriksaan tandatanda vital diperoleh tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 110 x/menit dengan irama teratur dan kuat, respirasi 28 x/menit dengan irama teratur, suhu 37ºC. Pengkajian sekunder yang dilakukan pada kasus Tn.D dengan menggunakan sistem SAMPLE (Subjektif, Alergi, Medication, Past Illnes, Last Meal, Event Leading).
44
Subjektif didapatkan Tn.D mengatakan sesak nafas. Data subjektif merupakan data keluhan utama yang sedang dirasakan pasien saat ini. Alergi didapatkan Tn.D tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan, lingkungan maupun cuaca. Medikasi didapatkan keluarga pasien mengatakan bahwa pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan asma sebelumnnya tetapi belum pernah menggunakan obat semprot atau inhaler. Past Illnes didapatkan keluarga mengatakan bahwa Tn.D pernah berobat di Rumah Sakit dr.Moewardi sebanyak 1 kali kurang lebih 1 tahun yang lalu karena sesak nafas, ada riwayat merokok selama kurang lebih 40 tahun. Last meal didapatkan keluarga mengatakan Tn.D terakhir makan nasi, sayur dan buahbuahan. Event leading didapatkan pasien datang dengan keluhan sesak nafas pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.00 WIB dan semakin memberat pada saat malam hari, ada suara nafas tambahan mengi, ada batuk disertai dahak kurang lebih 1 tahun berlangsung hilang timbul, serta nafsu makan menurun. Pada kasus Tn.D termasuk dalam asma bronkhial tipe atopik (ekstrinsik). Asma timbul karena seseorang yang mengalami atopi akibat pemaparan alergen. Alergen
masuk ke tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan, dan lain-lain. Pemicu imunologi yang berhubungan dengan alergi merangsang munculnya respon imun humoral dengan mengaktifkan multiseluler secara komplek termasuk sel mast (berhubungan dengan alergi), eosinofil dan antibodi imunoglobin E (IgE) yang akan meningkat pada reaksi hipersensitivitas (Ed: Howard and Steinmann, 2010). Pada Tn.D juga mengalami sesak nafas pada malam hari, hal ini dikarenakan adanya
45
hormonmelatonin. Hormon ini yang berperan penting dalam mencetuskan serangan asma pada malam hari. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pineal yang membantu mengatur ritme sirkardian seperti makan dan tidur. Hormon melatonin juga meningkatkan jalur alergi peradangan sehingga membuat serangan asma lebih mungkin terjadi (Gamal, 2013). Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan data yang sistematik dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan klien. Untuk pemeriksaan fisik perawat menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Delp and Mannig, 2008). Inspeksi merupakan metode pemeriksaan pasien dengan melihat langsung seluruh tubuh pasien atau hanya bagian tertentu yang diperlukan. Metode ini berupaya melihat kondisi klien dengan menggunakan ‘sense of sign’ baik melalui mata telanjang atau alat bantu penerangan (lampu). Metode inspeksi ini digunakan untuk mengkaji warna kulit, bentuk, posisi, ukuran dan lainnya dari tubuh pasien (Delp and Mannig, 2008). Palpasi
merupakan
metode
pemeriksaan
pasien
dengan
menggunakan ‘sense of touch’. Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Tangan dan jari-jari adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya metode palpasi ini dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh (temperatur), adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran (Delp and Mannig, 2008).
46
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit (Delp and Mannig, 2008). Auskultasi adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus (Delp and Mannig, 2008). Hasil pemeriksaan fisik pada kasus Tn.D didapatkan hasil bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, penyebaran merata, dan tidak ada bekas luka, rambut hitam sedikit beruban, tidak ada kutu. Palpebra tidak ada oedema, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter mata kanan dan kiri 2 milimeter, reflek terhadap cahaya pada mata kanan dan kiri positif, tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret, terpasang nasal kanul oksigen sebesar 4 liter,ada pernafasan cuping hidung. Mulut tidak sumbing, mukosa bibir lembab, permukaan lidah bersih, warna gigi sedikit kuning. Bentuk telinga simetris, tidak ada benjolan pada telinga, lubang telinga bersih. Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid pada leher.
47
Hasil pemeriksaan fisik paru-paru pada Tn.D didapatkan hasil inspeksi: bentuk dadasimetris, tidak ada jejas, menggunakan alat bantu pernafasan. Palpasi: vokal premitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri sama,pengembangan dada kanan dan kiri sama. Perkusi: terdengar suara hipersonor. Bunyi hipersonor yaitu mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (Priharjo, 2006). Auskultasi: terdengar suara wheezing saat ekspirasi. Wheezing adalah pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir fase ekspirasi. Hal ini disebabkan adanya penyempitan pada saluran pernafasan (Kusuman, 2008). Pemeriksaan fisik jantung didapatkan inspeksi: bentuk dada simetris, iktus cordis tidak tampak, tidak ada jejas. Iktus cordis adalah denyut apeks jantung. Dalam keadaaan normal dengan sikap duduk, tidur terlentang atau berdiri iktus cordis terlihat di dalam ruangan interkosta V sisi kiri agak kanan dari linea midclavicularis sinistra. Jika iktus kordis terlihat lebih kanan dari normal, hal ini dapat terjadi karena adanya penimbunan cairan pleura kiri atau pleura kanan. Palpasi: iktus cordis teraba di SIC V. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada interkosta V. Apabila iktus cordis tidak teraba, bisa diakibatkan karena dinding toraks yang tebal misalnya pada orang gemuk atau adanya emfisema. Perkusi: terdengar bunyi pekak.Apabila menimbulkan bunyi pekak berarti organ yang diketuk adalah jantung karena jantung merupakan organ yang memiliki konsentrasi darah yang tinggi. Auskultasi: bunyi jantung I dan II murni. Bunyi jantung I terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikularis pada permulaan sistol. Bunyi
48
Jantung II terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis pada dinding toraks, Ini terjadi pada permulaan diastol. Bunyi jantung II normal
selalu lebih lemah daripada bunyi
jantung
I
(Mubarak, 2007). Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan hasil inspeksi: bentuk datar, tidak ada jejas, tidak ada penonjolan umbilikus. Auskultasi: bising usus 15x/menit. Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus, dan kemungkinan adanya gangguan vaskuler. Perkusi: pada kuadran pertama terdengar organ hati suara redup, pada kuadran dua terdapat organ lambung suara timpani, pada kuadran tiga dan empat terdapat organ usus dan ginjal suara timpani. Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran hepar, menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau kistik, dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan usus. Palpasi: tidak ada nyeri tekan (Mubarak, 2007). Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografiyaitu mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Mewawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial. Pengkajian pada keluarga juga terdapat genogram yaitu suatu alat bantu berupa peta skema (visual map) dari silsilah keluarga pasien yang berguna bagi pemberi layanan kesehatan untuk segera mendapatkan
49
informasi tentang nama anggota keluarga pasien, kualitas hubungan antar anggota keluarga, riwayat penyakit keturunan (Harnilawati, 2013). Riwayat kesehatan keluarga yang terdapat dalam kasus yaitu pasien mengatakan bahwa anggota keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit keturunan maupun penyakit menular. Pasien adalah anak kedua dari tiga bersaudara, kedua orangtuanya sudah meninggal dunia. Saat ini pasien dikaruniai anak tiga yaitu dua perempuan dan satu laki-laki. Pasien sekarang tinggal dengan istri dan anak pertamanya. Saat ini Tn.D menderita penyakit asma bronkhial pada umur 63 tahun.
B. Perumusan Masalah Keperawatan Analisa data adalah pengelompokan data-data klien atau keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau keperawatan berdasarkan kriteria permasalahnnya. Pengelompokan data dapat disusun berdasarkan pola respon manusia (taksonomi NANDA) dan atau pola fungsi kesehatan (Gordon, 1982). Analisa data dari Tn.D berdasarkan pengkajian didapatkan data subyektif pasien mengatakan batuk berdahak dan sulit untuk dikeluarkan, data obyektifnya pasien terlihat batuk terus-menerus namun dahaknya sulit keluar, terdengar suara wheezing pada saat ekspirasi, pasien terlihat gelisah dan keluar keringat dingin, pasien tampak sulit untuk mengeluarkan suara. Masalah keperawatan pada pasien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas, disebabkan karena obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan).
50
Data subjektif kedua yaitu pasien mengatakan sesak nafas, data obyektifnya tampak adanya retraksi dinding dada, terlihat pernafasan cuping hidung, terlihat pada saat bernafas fase ekspirasinya memanjang, pernafasan cepat dan dangkal, respiratory rate 28 x/menit, pasien terlihat hanya memegangi dadanya. Masalah keperawatan kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas, disebabkan karena hiperventilasi. Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu maupun
kelompok
dimana
perawat
secara
akuntabilitas
dapat
mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan (menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah).
Perumusan
diagnosa
keperawatan
meliputi
aktual
yaitu
menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang ditemukan, resiko yaitu menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di lakukan intervensi, kemungkinan yaitu menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah keperawatan kemungkinan, wellness yaitu keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih tinggi, syndrom yaitu diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa
keperawatan
aktual dan resiko
tinggi
yang diperkirakan
muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu (Wahit, 2008).
51
Berdasarkan semua data yang ditemukan, diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Tn.D dengan asma bronkhial yaitu: 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas menjadi diagnosa utama pada pasien asma bronkhial dikarenakan masalah yang utama pada kasus asma terletak pada saluran nafas yaitu adanya sekret yang berlebihan pada jalan nafas sehingga kebutuhan oksigen untuk masuk ke paru-paru terganggu. Dari pengkajian dan observasi yang penulis lakukan terhadap pasien asma bronkhial, penulis menemukan ada tanda dan gejala yang muncul pada Tn. D sehingga penulis akan mengangkat diagnosa ini sebagai diagnosa utama. Hal ini ditandai dengan adanya suara wheezing saat ekspirasi, batuk tidak efektif, perubahan pada frekuensi pernafasan (Potter & Perry, 2005). Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk memepertahankan bersihan jalan nafas. Batasan karakteristik dari ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah suara nafas tambahan, perubahan frekuensi nafas, perubahan irama nafas, sianosis, kesulitan berbicara/mengeluarkan suara, penurunan bunyi nafas, dispnea, sputum dalam jumlah yang berlebihan, batuk yang tidak efektif, gelisah, mata terbuka lebar (NANDA, 2009-2011).
52
2. Ketidakefektifan pola nafas (00032) berhubungan dengan hiperventilasi Diagnosa ketidakefektifan pola nafas merupakan prioritas diagnosa keperawatan kedua setelah ketidakefektifan bersihan jalan nafas karena diharapkan intervensi dalam obstruksi jalan nafas dapat diselesaikan terlebih dahulu agar pengeluaran pola nafas lebih efektif. Ketidakefektifan pola napas adalah inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Batasan karakteristik pada ketidakefektifan pola nafas adalah perubahan kedalaman pernafasan, perubahan ekskursi dada, bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan inspirasi, penurunan ventilasi semenit, penurunan kapasitas vital, dispnea, pernafasan cuping hidung, ortopnea, fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir mecucu, takipnea, penggunaan otot aksesorius untuk bernafas (NANDA, 2009-2011). Hiperventilasi merupakan kondisi ketika terjadi peningkatan frekuensi
bernapas.
Hal
ini
akan
memicu
berubahnya
kadar
karbondioksida dalam darah. Penyebab terjadinya hiperventilasi adalah pernafasan yang sangat cepat dan dalam yang menyebabkan terlalu banyak jumlah karbondioksida yang dikeluarkan dari aliran darah. Ketika tubuh mengeluarkan karbondioksida lebih dari yang dibutuhkan, kondisi ini akan mengarah pada respiratory alkalosis. Hiperventilasi terjadi ketika paruparu bernapas berlebihan untuk mencapai gas darah arteri normal. Akibatnya paru-paru menghirup oksigen lebih dari yang dibutuhkan.
53
Hiperventilasi dapat terjadi karena infeksi paru-paru, serangan jantung, perdarahan, atau serangan panik (Barbara, 2000).
C. Intervensi keperawatan Intervensi keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status kesehatan yang diuraikan dalam hasil yang di harapkan. Langkah-langkah dalam membuat perencanaan keperawatan meliputi: penetapan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan yang tepat dan pengembangan rencana asuhan keperawatan. Setelah diagnosa keperawatan dirumuskan
secara spesifik,
perawat
menggunakan kemampuan berfikir kritis untuk segera menetapkan prioritas diagnosa keperawatan dan intervensi yang penting sesuai dengan kebutuhan klien (Potter & Perry, 2005). Diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan nafas pasien tidak terganggu atau kembali efektif dengan kriteria hasil menurut NOC (Nursing Outcome Classification) yaitu pasien dapat mengeluarkan sekret secara mandiri, tidak ada gangguan pada jalan nafas, tidak terdengar suara nafas tambahan, mengatakan rasa nyaman, tidak ada gangguan saat mau berbicara. Metode yang digunakan yaitu SMART. Spesifik (S) yaitu tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda. Measurable (M) yaitu
54
tujuan keperawatan harus dapat diukur, terutama tentang perilaku pasien. Achievable (A) yaitu tujuan harus dapat dicapai. Reasonable (R) yaitu tujuan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Time (T) yaitu mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008). Intervensi keperawatan yang akan penulis rencanakansesuai dengan ONEC (Observation, Nursing, Education, Colaboration) dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi. Berdasarkan diagnosa yang telah ditegakkan maka penulis akan menyusun intervensi keperawatan disesuaikan dengan NIC (Nursing Intervention Classification) yaitu observasi kecepatan, irama dan ferekuensi pernafasan untuk mengetahui keefektifan intervensi sebelumnya. Kemudian auskultasi pada pemeriksaan fisik paru untuk mengetahui ada tidaknya suara nafas pasien. Selanjutnya kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekret jika tidak mampu ajarkan pasien untuk melakukan batuk efektif. Dan yang terakhir kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai advis dokter untuk membantu melonggarkan jalan nafas dan membantu mengencerkan sekret agar mudah untuk dikeluarkan (Wilkinson, 2007). Diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi (00032) dengan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas pasien kembali efektif dengan kriteria hasil menurut NOC (Nursing Outcome Classification) yaitu pasien tidak merasakan sesak nafas, respiratory rate dalam batas normal (16-24 x/menit), mengatakan rasa nyaman, tidak menggunakan otot bantu nafas, tidak ada
55
retraksi dinding dada, tidak ada pernafasan cuping hidung, fase inspirasi dan ekspirasi dengan perbandingan 1:2, tidak terpasang oksigen. Metode yang digunakan yaitu SMART. Spesifik (S) yaitu tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda. Measurable (M) yaitu tujuan keperawatan harus dapat diukur, terutama tentang perilaku pasien. Achievable (A) yaitu tujuan harus
dapat
dicapai.
Reasonable
(R)
yaitu
tujuan
harus
dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Time (T) yaitu mempunyai batasan waktu yang jelas (Nursalam, 2008). Intervensi keperawatan yang akan penulis rencanakan sesuai dengan ONEC (Observation, Nursing, Education, Colaboration) dengan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi. Berdasarkan diagnosa yang telah ditegakkan maka penulis akan menyusun intervensi keperawatan disesuaikan dengan NIC (Nursing Intervention Classification) yaitu observasi pola nafas pasien untuk mengetahui irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan. Kemudian pantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen untuk mengetahui keadaan umum pasien dan kadar oksigen. Selanjutnya anjurkan kepada pasien untuk mengatur posisi semi fowler untuk membantu dalam ekspansi paru. Dan yang terakhir kolaborasi pemberian oksigen sesuai advis dokter untuk membantu memenuhi kebutuhan oksigen pasien (Wilkinson, 2007)
56
D. Implementasi keperawatan Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan dimana tindakan yang dilakukan mencapai tujuan dan kriteria hasil dari asuhan keperawatan. Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan meliputi tahap persiapan, tahap intervensi, dan tahap dokumentasi. Tahap persiapan yaitu tahap awal tindakan keperawatan yang menuntut perawat untuk mengevaluasi hal-hal yang diindentifikasi pada tahap perencanaan. Tahap intervensi yaitu fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan pada kegiatan dan pendekatan tindakan keperawatan dari perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional, pendekatan tindakan keperawatan meliputi tindakan independen,dependen,dan interdependen. Tahap dokumentasi yaitu pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan (Potter & Perry, 2005). Tindakan keperawatan pada diagnosa pertama dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 11.00 WIB yaitu mengobservasi kecepatan, irama dan frekuensi pernafasan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas dan respon obyektifnya respirasi 28 x/menit, pernafasan dangkal dan cepat, adanya retraksi dinding dada. Pada data hasil respirasi masih menunjukkan frekuensi nafas 28 x/menit dikarenakan pada saluran nafas belum sepenuhnya baik, hal ini disebabkan karena sekret yang ada pada jalan nafas belum sepenuhnya keluar sehingga belum menunjukkan penurunan dalam frekuensi pernafasan (Nursalam, 2008).
57
Jam 11. 15 WIB melakukan tindakan bronkhodilator didapatkan respon subyektif pasien mengatakan bersedia dan respon obyektifnya pasien tampak kooperatif, pasien terlihat nyaman. Nebulizer adalah suatu alat yang bisa menyemburkan medikasi atau agen pelembab seperti agen bronkodilator atau mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan mengirimkannya ke dalam paru-paru ketika klien menghirup nafas. Tujuan dilakukan tindakan nebulizer adalah untuk mengencerkan sekret, mengobati peradangan saluran napas atas, melegakan saluran napas. Terapi nebulizer dapat diberikan langsung pada tempat/sasarannya yaitu paru-paru, oleh karena itu dosis yang diberikan lebih rendah. Dosis yg rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga untuk sampai pada sasarannya lebih cepat daripada obat lainnya seperti subkutan dan oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, hal ini yang dapat membantu mengeluarkan sekresi bronkhus (Wahyudi, 2009). Obat yang digunakan terhadap Tn.D dalam tindakan nebulizer yaitu ventolin 2,5 mg dan flixotide 2 ml. Ventolin dan flixotide termasuk golongan obat antiasma. Indikasi ventolin yaitu pasien dengan gangguan saluran pernafasan misalnya asma, bronkhitis kronis, dan emfisema. Sedangkan indikasi flixotide yaitu terapi profilaksis terhadap asma ringan sampai dengan berat (ISO, 2012). Jam 11.30 WIB mengajarkan batuk efektif didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau diajarkan batuk efektif dan respon obyektif pasien tampak antusias saat melakukan batuk efektif, dahak sudah bisa
58
keluar, warna putih. Batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk efektif dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi sekret, danmencegah efek samping dari penumpukan sekret (Apriyadi, 2013). Batuk efektif sangat penting untuk menghilangkan gangguan pernafasan dan menjaga paru-paru agar tetap bersih. Batuk efektif dapat dilakukan pada pasien asma bronkhial dengan cara memberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran dahak dapat lancar. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosep Agung Nugroho di Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri pada tahun 2011 menunjukkan bahwa hasil sebelum dilakukan batuk efektif sebanyak 33,34 % dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 6,66 % dari 15 responden yang sulit mengeluarkan dahaknya. Kemudian dari 15 responden yang dapat mengeluarkan dahak dalam jumlah sedikit sebelum dilakukan batuk efektif sebanyak 53,33% dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 26,67 %. Dari 15 responden yang bisa mengeluarkan dahak dalam jumlah banyak sebelum dilakukan batuk efektif sebanyak 13,33 % dan sesudah dilakukan batuk efektif sebanyak 66,66 %. Kondisi responden sebelum dan sesudah dilakukan batuk efektif terlihat ada perbedaan yang signifikan dalam pengeluran dahak (Nugroho, 2011). Apabila dahak yang ada pada saluran pernafasan tidak segera dikeluarkan atau dihilangkan, akan menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Dahak adalah materi yang dikeluarkan pada saluran nafas bawah oleh
59
batuk. Pada orang dewasa normal, setiap harinya dapat memproduksi mukus sebanyak 100 ml dalam saluran nafas. Mukus ini kemudian dibawa ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang melapisi saluran nafas. Keadaan produksi mukus abnormal yang berlebihan menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mukus ini banyak tertimbun pada saluran pernafasan. Bila hal ini terjadi maka membran mukosa akan terangsang dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, kemudian timbul reflek batuk. Mukus tersebut akan keluar sebagai dahak. Dahak yang dikeluarkan hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume, konsistensinya, dan kondisi dahaknya (Darmanto, 2006). Jam 11.45 WIB mengauskultasi pada pemeriksaan fisik paru pasien didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau dan respon obyektifnya masih terdengar suara wheezing saat ekspirasi. Menurut Potter & Perry (2005), mengauskultasi pada bagian paru-paru bertujuan untuk mengetahui suara nafas tambahan. Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir fase ekspirasi. Hal ini disebabkan adanya penyempitan pada saluran pernafasan. Suara wheezing masih terdengar saat dilakukan auskultasi, hal ini disebabkan karena sekret yang ada pada saluran pernafasan belum keluar/hilang sepenuhnya sehingga oksigen yang masuk ke dalam paru-paru kurang adekuat (Putranto, 2007).
60
Jam 12.05 WIB melaksanakan kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau di suntik dan respon obyektif pasien tampak nyaman setelah diberikan terapi obat, obat sudah masuk melalui intravena. Jam 14.00 WIB mengobservasi kecepatan, irama dan frekuensi pernafasan didapatkan respon subyektif pasien mengatakan masih merasakan sesak nafas dan respon obyektifnya respirasi 27x/menit, pernafasan dangkal dan cepat. Jam 15.00 WIB mendampingi pasien dalam mengeluarkan dahak dengan batuk efektif didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau melaksanakannya dan respon obyektifnya dahak sudah bisa keluar berwarna putih, pasien terlihat sudah mampu melakukan batuk efektif dengan benar. Dahak berwarna putih, kemungkinan menunjukkan tanda bronkhitis kronik. Klasifikasi lain dari warna dahak meliputi dahak kekuning-kuningan kemungkinan proses infeksi, dahak hijau kemungkinan
proses
penimbunan
nanah
dikarenakan
adanya
verdoperoksidase (sering ditemukan pada penderita bronkhiektasis), dahak merah muda dan berbusa kemungkinan tanda edema paru akut, dahak berbau busuk kemungkinan tanda abses paru (bronkhiektasis), dahak berdarah (hemoptisisi) sering ditemukan pada tuberkulosis, dahak berbusa putih, berasal dari obstruksi atan edema, dahak kuning kehijauan atau mukopurulen. Dahak berwarna putih yang terjadi pada Tn.D berasal dari obstruksi atau edema. Pada saat serangan asma, otot polos dari bronkhi mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara.
61
Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernapas (Pranowo, 2012). Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.10 WIB yaitu mengobservasi pola nafas pasien didapatkan respon subyektif pasien mengatakan sesak nafas dan respon obyektifnya pasien terpasang oksigen 4 liter, tampak adanya retraksi dinding dada, adanya pernafasan cuping hidung, adanya penggunaan otot bantu nafas, respiratory rate 26 x/menit. Kebutuhan oksigen yang diberikan kepada Tn.D adalah 4 liter karena pasien menggunakan alat pemberian oksigen jenis nasal kanul. Aliran oksigen yang diberikan dan konsentrasinyta meliputi 1 liter = 24%, 2 liter=28%, 3 liter=32%, 4 liter=36%, 5 liter = 40%. Dalam memberikan jumlah oksigen, lihat pula hasil dari analisa gas darah dan saturasi oksigen. Hal ini berguna untuk mengetahui keefektifan pemberian oksigen yang sudah masuk ke tubuh pasien. Apabila hasil analisa gas darah baik, maka tidak ada gangguan dalam pertukaran oksigen dan jumlah oksigen yang diberikan bisa diturunkan (Brunner & Suddarth,2002). Jam 10.35 WIB memantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau diperiksa dan respon obyektifnya pasien tampak kooperatif, tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 110 x/menit, suhu tubuh 37ºC, respirasi 26 x/menit, saturasi oksigen 97 persen. Tanda-tanda vital merupakan pengukuran fungsi tubuh yang paling dasar untuk mengetahui tanda klinis dan berguna untuk menegakkan
62
diagnosis suatu penyakit dan berfungsi dalam menentukan perencanaan perawatan medis yang sesuai. Saturasi oksigen adalah ukuran seberapa banyak prosentase oksigen yang mampu dibawa oleh hemoglobin (Kozier, 2002). Jam 10.40 WIB mengatur posisi semi fowler didapatkan respon subyektif pasien mengatakan mau melaksanakan perintah perawat dan respon obyektifnya pasien tampak kooperatif, pasien terlihat lebih nyaman dengan posisi yang diberikan. Posisi semi fowler merupakan sikap dalam posisi duduk 45º dengan tujuan untuk mobilisasi, memberikan perasaan lega pada pasien sesak nafas, memudahkan perawatan. Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran pernafasan karena penyempitan.
Penyempitan
dapat
terjadi
karena
saluran
pernafasan
menguncup, oedema atau timbulnya sekret yang menghalangi
saluran
pernafasan. Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai salah satu cara untuk membantu mengurangi sesak nafas. Posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45º yaitu dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma (Kim, 2004). Dijelaskan oleh Supadi, dkk (2008) bahwa posisi semi fowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan 45º membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat memudahkan pasien bernafas. Penurunan sesak nafas tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperatif, patuh saat diberikan posisi semi fowler sehingga tindakan ini dapat dilakukan secara efektif. Jam 10.45 WIB berkolaborasi pemberian
63
oksigen sesuai advis dokter didapatkan data subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan data objektifnya tampak adanya retraksi dinding dada, adanya usaha yang kuat untuk bernafas (Wilkinson, 2007).
E. Evaluasi keperawatan Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Dalam tahap evaluasi keperawatan penulis menggunakan metode SOAP. Data Subjektif (S) yaitu menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui anamnese (apa yang dikatakan atau dikeluhkan klien. Data Objektif (O) yaitu data ini memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan dengan diagnosa (data fisiologis, hasil observasi atau pengkajian, hasil pemeriksaan penunjang dan laboratorium, informasi dari keluarga atau orang lain). Analisa (A) yaitu masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan (kesimpulan apa yang telah dibuat dari data subjektif
dan
objektif).
Perencanaan
(P)
yaitu
menggambarkan
pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi berdasarkana assesment (rencana apa yang akan dilakukan berdasarkan hasil evaluasi). Dalam melakukan evaluasi keperawatan dilakukan setelah akhir seluruh kegiatan dari
intervensi
(Dermawan, 2010).
keperawatan
yang
telah
di
susun
sebelumnya
64
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
pada
diagnosa
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, hasil evaluasi yang dihasilkan pada jam 13.00 WIB yaitu pasien mengatakan dahak sudah bisa keluar. Hasil observasi didapatkan dahak keluar berwarna putih, masih terdengar suara wheezing saat ekspirasi, pasien sudah tidak kesulitan lagi dalam berbicara. Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi sehingga intervensi yang dilanjutkan yaitu lakukan batuk efektif dan kolaborasi pemberian obat sesuai advis dokter. Intervensi ini dilakukan karena sekret yang tertahan belum keluar sepenuhnya dan masih terdengar bunyi nafas tambahan wheezing (Wahyudi, 2009). Diagnosa ketidakefektifan pola nafas, hasil evaluasi yang dilakukan pada hari selasa tanggal 10 Maret 2015 jam 13.20 WIB yaitu Tn.D mengatakan masih merasakan sesak nafas. Hasil observasi didapatkan respirasi 28 x/menit, terpasang nasal kanul oksigen 4 liter, terlihat retraksi dinding dada. Dari semua data yang telah dilakukan didapatkan hasil masalah ketidakefektifan pola nafas pasien belum teratasi, sehingga intervensi yang dilanjutkan pada kasus Tn.D yaitu lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, saturasi oksigen dan kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi. Hasil evaluasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada jam 17.00 WIB yaitu pasien mengatakan dahak sudah keluar. Hasil observasi didapatkan dahak keluar berwarna putih, terdengar suara wheezing saat ekspirasi. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi
65
sehinnga intervensi dilanjutkan dengan lakukan tindakan nebulizer dan pantau pasien dalam melakukan batuk efektif. Hasil evaluasi dari diagnosa ketidakefektifan pola nafas pada jam 17.20 WIB didapatkan pasien mengatakan sesak nafas sudah mulai berkurang daripada tadi pagi. Hasil observasi yaitu respirasi 26 x/menit,terpasang nasal kanul 4 liter, masih terlihat retraksi dinding dada, tidak ada pernafasn cuping hidung. Masalah keperawatan ketidakefektifan pola nafas psien belum teratasi, sehingga intervensi dilanjutkan dengan observasi pola nafas pasien (irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan), pantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen. Evaluasi diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada jam 19.20 WIB yaitu pasien mengatakan dahak sudah keluar. Hasil observasi dahak keluar berwarna putih, terdengar suara nafas wheezing saat di auskultasi, pasien sudah mampu melakukan batuk efektif secara mandiri. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan dengan lakukan tindakan nebulizer. Evaluasi diagnosa ketidakefektifan pola nafas pada jam 19.40 WIB didapatkan pasien mengatakan sesak nafas sudah berkurang. Hasil observasi respirasi 24 kali per menit, terpasang nasal kanul oksigen 3 liter, masih terlihat retraksi dinding dada. Masalah ketidakefektifan pola nafas pasien belum teratasi sehingga intevensi dilanjutkan dengan observasi tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat.
66
Penulis dalam melakukan tindakan keperawatan batuk efektif terhadap Tn.D tidak menggunakan prosedur tindakan dari jurnal melainkan menggunakan prosedur tindakan sesuai dengan SOP yang diterapkan di pendidikan. Hal ini dikarenakan dari pihak Rumah Sakit dr. Moewardi Surakarta menghendaki untuk menggunakan prosedur tindakan sesuai SOP bukan sesuai jurnal. Prosedur tindakan batuk efektif yang dilakukan oleh Yosep Agung Nugroho pada tahun 2011 tidak sesuai dengan SOP yang diterapkan di pendidikan. Oleh karena itu penulis menerapkan tindakan batuk efektif terhadap Tn.D sesuai dengan modul keperawatan kebutuhan dasar manusia yang diterapkan di pendidikan.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 adalah Data subjektif pasien mengatakan batuk berdahak dan sulit untuk dikeluarkan dan data obyektifnya pasien terlihat batuk terus-menerus namun dahaknya sulit keluar, terdengar suara wheezing pada saat ekspirasi, pasien terlihat gelisah dan keluar keringat dingin, pasien tampak sulit untuk mengeluarkan suara. Data subjektif pasien mengatakan sesak nafas dan data objektifnya tampak adanya retraksi dinding dada, terlihat pernafasan cuping hidung, terlihat pada saat bernafas fase ekspirasinya memanjang, pernafasan cepat dan dangkal, respiratory rate 28 x/menit, pasien terlihat hanya memegangi dadanya. 2. Diagnosa keperawatan utama adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas (sekresi yang tertahan) dan diagnosa keperawatan kedua adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi 3. Intervensi keperawatan pada diagnosa pertama yaitu observasi kecepatan, irama dan frekuensi pernafasan, auskultasi pada pemeriksaan fisik paru untuk, kaji kemampuan klien untuk memobilisasi sekret jika tidak mampu ajarkan pasien untuk melakukan batuk efektif, kolaborasi pemberian bronkodilator sesuai advis dokter. Intervensi keperawatan pada diagnosa kedua yaitu observasi pola nafas pasien, pantau tanda-
67
68
tanda vital dan saturasi oksigen, anjurkan untuk mengatur posisi semi fowler , kolaborasi pemberian oksigen sesuai advis dokter 4. Tindakan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 10 Maret 2015 berdasarkan pada rencana keperawatan yang telah dibuat yang bertujuan sesuai dengan kriteria hasil. Tindakan keperawatan pada diagnosa pertama yaitu mengobservasi kecepatan, irama dan frekuensi pernafasan; melakukan
tindakan
bronkhodilator;
mengajarkan
batuk
efektif;
mengauskultasi pada pemeriksaan fisik paru pasien; melaksanakan kolaborasi dengan dokter. Tindakan keperawatan pada diagnosa kedua yaitu mengobservasi pola nafas pasien; memantau tanda-tanda vital dan saturasi oksigen; mengatur posisi semi fowler; berkolaborasi pemberian oksigen sesuai advis dokter. 5. Evaluasi keperawatan yang dilakukan pada pasien asma bronkhial pada diagnosa pertama yaitu dahak keluar berwarna putih, terdengar suara nafas wheezing saat di auskultasi, pasien sudah mampu melakukan batuk efektif secara mandiri. Masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas pasien belum teratasi sehingga intervensi dilanjutkan dengan lakukan tindakan nebulizer. Sedangkan pada diagnosa kedua yaitu respirasi 24 x/menit, terpasang nasal kanul oksigen 3 liter, masih terlihat retraksi dinding dada. Masalah ketidakefektifan pola nafas pasien belum teratasi sehingga intevensi dilanjutkan dengan observasi tanda-tanda vital, kolaborasi pemberian obat.
69
6. Hasil analisa yang diakukan penulis yaitu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yosep Agung Nugroho pada tahun 2011 menunjukkan hasil yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan batuk efektif. Sedangan hasil tindakan keperawatan yang dilakukan penulis di Rumah Sakit mengenai tindakan batuk efektif juga menunjukkan hasil yang efektif terhadap Tn.D dengan asma bronkhial. Hal ini dapat membuktikan bahwa penatalaksanaan non farmakologik batuk efektif dapat membuat bersihan jalan nafas pasien menjadi lebih baik.
B. Saran Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan asma bronkhial, penulis akan memberikan saran antara lain: 1. Bagi Pasien Saran bagi pasien asma bronkhial untuk melakukan perawatan dan pengobatan yang tepat dan kontinyu dalam mencegah dan mengobati terjadinya komplikasi dari dahak yang tertahan 2. Bagi Rumah Sakit Pengeluaran dahak merupakan masalah yang rentan dialami penderita asma
bronkhial
sehingga
perawat
perlu
mengidentifikasi
dini
kemampuan pasien dalam melakukan batuk efektif 3. Bagi Institusi Pendidikan Aplikasi riset ini dapat menjadi bahan referensi bagi institusi pendidikan tentang penerapan batuk efektif pada pasien asma bronkhial yang sulit mengeluarkan dahak
70
4. Bagi Penulis Sebaiknya dilakukan modifikasi tindakan lain seperti fisioterapi dada dan postural drainase. Selain itu pula penulis diharapkan dapat melibatkan keluarga dalam upaya pencegahan dan perawatan pada penderita asma bronkhial dengan pasien yang memiliki dahak yang tertahan pada penerapan aplikasi ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia. PT. ISFI. Jakarta Alsagaf. H. Mukty. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga. Surabaya. Arif Muttaqin. 2010. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Salemba Medika. Jakarta. Aryres. 2003. Asma. Pt. Dian Rakyat. Bandung Barbara, C.Long. 2000. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan). Alih Bahasa: Karneal Et.Al. Yayasan IAPK. Bandung Brunner And Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Editor: Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare. Egc Jakarta. Ed: Howard, P. K., And Steinmann, R. A. 2010. Sheehy’s Emergency Nursing; Principle And Practice. Sixth Edition. Amerika: Mosby Elsevier. Darmanto. 2006. Faktor-Faktor Resiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkhial. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang Delp And Mannig. 2008. Major Diagnosis Keperawatan Edisi 1. EGC. Jakarta Dermawan. 2010. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Gosyen Publishing. Yogyakarta Fatwa, Imelda. 2009. Proses Keperawatan. Tiga Serangkai. Jakarta Gamal, S. 2013. Konsep Penyakit Saluran Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta Gilbert, Gregory. 2009. Patient Assessment Routine Medical Care Primary And Secondary Survey. San Mateo Country. England. Gordon, J. George. 1982. Proses Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta Hadibroto. 2006. Asma. Gramedia. Jakarta.
Handoko. 2008. Sistem Pernafasan Manusia. EGC. Jakarta. Harnilawati. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan. Pustaka As Salam. Sulawesi Selatan Hudak & Gallo. 1999. Keperawatan Kritis. EGC. Jakarta Kim. 2004. Fisiologis Paru-Paru. Salemba Medika. Jakarta Kozier, Berman Synder. 2002. Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Paraktek Edisi 7. EGC. Jakarta Kusuman. A. 2008. Asma. Pt.Gramedia Pustaka. Jakarta Mubarak, Wahid Iqbal. (2007). Promosi Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta. Musliha, 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika. Yogyakarta. NANDA International 2010, Keperawatan Definisi Dan Diagnosa Klasifikasi 2009-2010, Penerjemah Made Sumarwati, Dkk. EGC. Jakarta Notoatmojo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Nugroho, Yosef Agung. 2011. Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Dahak Pada Pasien Dengan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas . Jurnal STIKES RS Baptis Kediri 2085-0921 Nursalam.
2008. Konsep Dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta
Penelitian
Padilla. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika. Yogyakarta Potter, P.A, Perry. A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik Edisi 4 Volume 1. Alih Bahasa: Renata Komalasari, Dkk. EGC. Jakarta Pranowo, C.W. 2012. Efektifitas Batuk Efektif Dalam Pengeluaran Sputum Untuk Penemuan BTA Pada Pasien Tb Paru Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Jurnal Stikes Bakti Husada. 16(2): 178-189. Price, S. A., And Wilson, L. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Egc. Jakarta Purwanto, M. Ngalim. 2007. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Keperawatan. PT. Remaja Rosdakarya.Bandung.
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Salemba Medika. Jakarta. Sudoyo, A.S. 2006. Buku Ajar Penyaki Dalam. Airlangga. Jakarta. Sundaru, Heru. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Ii Edisi Ketiga. Balaipenerbit Fkui. Jakarta. Supadi, Dkk. 2008. Konsep Sistem Pernafasan. EGC. Jakarta. Syarif. D.R. 2009. Buku Ajar Penyakit Dalam. Salemba Medika. Jakarta. . Thygerson, Alton. (2006). Keperawatan Kritis. Alih Bahasa Dr. Huriawati Hartantnto. Ed. Rina Astikawati. Pt. Gelora Aksara Pratama. Jakarta. Wahit, Iqbal. 2005. Buku Ajar Kenutuhan Dasar Manusia. EGC. Jakarta. Wibowo, Daniel. 2005. Anatomi Tubuh Manusia. Grasindo, Jakarta. Wilkinson, Judith. M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7, Penerjemah Widyawati.Dkk. EGC. Jakarta. World Health Organisation (WHO), 2010. Asthma. New York Yunus,
F. 2009. Penatalaksanaan Asma. Http://Staff.Ui.Ac.Id/Internal/1403707229/Material/Diagnosispe natalaksanaanasma09pdf . 20 Mei 2015 (16.25).