N. Dearsi Deby| Indeks Produksi Retikulosit sebagai Diagnosis Dini Anemia Aplastik
INDEKS PRODUKSI RETIKULOSIT SEBAGAI DIAGNOSIS DINI ANEMIA APLASTIK N. Dearasi Deby NF Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia akibat kelainan hematologi yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi seperti anemia, leukopenia dan trombositpenia sebagai akibat penurunan pembentukan sel hematopoetik dalam sumsum tulang. Keadaan ini disebut sebagai pansitopenia. Diagnosis dini sangat penting dilakukan untuk kemungkinan sembuh secara spontan semakin besar. Selain itu mencegah terjadinya kematian jika tidak dilakukan pengobatan segera. Indeks produksi retikulosit adalah angka yang menunjukan produksi eritrosit oleh sumsum tulang pada pasien yang menderita anemia. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan produksi eritrosit mengalami peningkatan dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik. Berdasarkan hal tersebut indeks produksi retikulosit dapat digunakan sebagai penanda anemia aplastik. Kata kunci: anemia aplastik, indeks produksi retikulosit, retikulosit, pansitopenia.
Reticulocyte Index as Early Diagnosis Anemia Aplastic Abstract Aplastic anemia is one type of anemia due to hematological disorder characterized by a decrease in peripheral blood cellular components such as anemia, leukopenia and trombositopenia as a result of a decrease in the formation of hematopoietic cells in the bone marrow. This condition is known as pancytopenia. Early diagnosis is very important to recover spontaneously possibility of getting greater. More over preventing death if treatment is not done immediately. Reticulocyte production index is a number that indicates the production of erythrocytes by the bone marrow in patients suffering from anemia. Increasing the number of reticulocytes in peripheral blood illustrates the production of erythrocytes increased in the bone marrow. Conversely, a low reticulocyte count constantly may indicate bone marrow hypofunction or aplastic anemia. Based on the reticulocyte production index can be used as a marker of aplastic anemia. Keywords:aplastic anemia, reticulocyte production index, reticulocyte, pancytopenia. Korespondensi: N. Dearasi Deby NF , e-mail
[email protected]
Pendahuluan Anemia aplastik merupakan salah satu jenis anemia akibat kelainan hematologi yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi seperti anemia, leukopenia dan trombositpenia sebagai akibat penurunan pembentukan sel hematopoetik dalam sumsum tulang, keadaan ini disebut sebagai pansitopenia.1 Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan oleh Paul Ehrlich pada tahun 1988, yang ditemukan pada pasien yang mengalami anemia berat dan leukopenia. Hasil autopsi ditemukan tidak ada aktifitas sumsum tulang yang aktif. Penyakit anemia aplastik didasari dari kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi sel-sel hematopoetik dalam darah tepi yang mengarah pada suatu penurunan nyata produksi sel-sel darah.2 Angka kejadian anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, insidensi anemia aplastik diperkirakan lebih sering terjadi di
negara timur dibanding negara barat. Penelitian yang dilakukan The International Aplastic Anemia and Agranulocytosis Studyt ahun 2010 mendapatkan insidensi anemia aplastik didunia bervariasi antara 5 sampai 7 kasus tiap 1 juta populasi. Sedangkan di Asia, kasus anemia aplastik di Cina sebesar 7 kasus persejuta penduduk, di Thailand sebesar 4 kasus persejuta penduduk dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia.3 Berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2011 prevalensi angka kejadian anemia aplastik sangat rendah pertahun diperkirakan sebesar 2-5 kasus persejuta penduduk. Meskipun angka kejadian penyakit ini sangat jarang, anemia aplastik dapat menyerang segala umur dan penyakit ini tergolong berpotensi menyebabkan kematian. Penderita anemia aplastik tidak hanya mengalami kekurangan eritrosit tetapi juga kekurangan leukosit sehingga penderita sangat mudah terpapar infeksi.4
Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015 | 55
N. Dearsi Deby| Indeks Produksi Retikulosit sebagai Diagnosis Dini Anemia Aplastik
Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif, pemeriksaan darah rutin, pemeriksaan apusan darah tepi, serta pemeriksaan apusan sumsum tulang. Pemeriksaan lain yang mendukung diagnosis pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan retikulosit dengan penghitungan indeks produksi retikulosit atau reticulocyte production index (RPI). Jumlah retikulosit dapat membedakan antara anemia karena depresi sumsum tulang dengan anemia karena perdarahan atau hemolisis. Jika jumlah retikulosit menurun menandakan bahwa sumsum tulang tidak memproduksi eritrosit secara cukup dan dapat menjadi penanda adanya depresi sumsum tulang pada penderita anemia aplastik.5 Hampir semua kasus anemia aplastik dapat berkembang menjadi kematian bila tidak dilakukan pengobatan segera. Diagnosis secara dini dengan pemeriksaan darah yang tepat sangat penting untuk dilakukan sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan semakin besar.5 Isi Anemia adalah suatu keadaan tubuh yang ditandai dengan jumlah eritrosit atau jumlah hemoglobin dalam eritrosit kurang dari jumlah normal sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.6 Salah satu jenis anemia adalah anemia aplastik. Anemia aplastik merupakan suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan penurunan komponen selular pada darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang, keadaan ini disebut sebagai pansitopenia.7 Insiden anemia aplastik bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus persejuta penduduk pertahun. Anemia aplastik jarang ditemukan dengan angka kejadian bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2-6 kasus persejuta penduduk pertahun. Studi retrospektif di Amerika Serikat memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2-5 kasus persejuta penduduk pertahun.8 The Internasional Aplastic Anemia and Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta orang setiap tahun. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai Majority | Volume 7 | Nomor 2 | Juni 2015 | 56
25 tahun dan peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Asia dan Afrika, insiden kirakira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penyebab tingginya angka kejadian anemia aplastik di Asia Timur lebih besar daripada di negara barat belum diketahui secara pasti. Peningkatan ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik dibandingkan dengan faktor genetik.9 Penyebab anemia aplastik dibagi dua, yaitu primer dan sekunder. Penyebab anemia primer adalah kongenital (Fanconi’s anemia) dan idiopatik yang didapat sebanyak (67%). Penyebab sekunder adalah paparan dengan bahan kimiawi, insektisida, radiasi pengion, infeksi dan Paroxysmal Nocturnal hemoglobin.10 Sindrom Fanconi merupakan penyebab utama dari faktor kongenital yang biasanya disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, anomali pada jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.11 Adapun faktor didapat seperti bahan kimia golongan hidrokarbon siklik meliputi benzena dan trinitrotoluene, serta golongan insektisida termasuk chlordane. Obat-obatan seperti khloramfenikol, radiasi sinar roentgen dan radioaktif. Faktor individu seperti alergi terhadap obat, bahan kimia, riwayat infeksi dan keganasan. Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun, ada faktor-faktor yang diduga dapat memicu terjadinya penyakit anemia aplastik ini. Penyebab anemia aplastik terjadi di Indonesia biasanya dikarenakan sel yang memproduksi butir darah merah (pada sumsum tulang) tidak berfungsi baik. Hal ini dapat terjadi karena infeksi virus, radiasi, kemoterapi, atau sebagai dampak dari penggunaan obat tertentu.12 Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah penurunan jumlah sel darah pada pemeriksaan hematologi yang dilakukan pada penderita meskipun pasien sepertinya terlihat sehat. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya mengarah pada penyebab pansitopenia lainnya. Adanya pemakaian obat sebelumnya, paparan zat kimia, dan penyakit infeksi virus sebelumnya
N. Dearsi Deby| Indeks Produksi Retikulosit sebagai Diagnosis Dini Anemia Aplastik
harus diketahui. Riwayat kelainan hematologis pada keluarga dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan sumsum tulang. 13 Gejala-gejala yang timbul berupa keluhan pucat, lemah, mudah lelah, dan berdebar-debar yang disebabkan anemia. Sering muncul infeksi bakteri, virus, jamur, dan kuman patogen lain akibat leukopenia ataupun granulositopenia. Perdarahan seperti petekia, ekimosa, epistaksis, perdarahan gusi dan lainlain akibat trombositopenia.14 Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik. Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA. Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung pada stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi. Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel.15 Gambaran hapusan sumsum tulang akan menunjukkan gambaran yang hipoplastik peningkatan sel lemak didalam apusan sumsum tulang. Anemia Fanconi merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi bersifat sensitif mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadinya aplasia, sindrom mielodisplastia dan leukemia mielodisplastia. Kerusakan DNA juga mengaktifkan suatu kompleks yang terdiri dari protein Fanconi A, C, G dan F. Hal ini menyebabkan perubahan pada protein FANCD2 (Fanconi’s anemiacomplementation group D2). Protein ini dapat berinteraksi, contohnya dengan gen (BRCA1) breast cancer suceptibility genes 1 (gen yang terkait dengan kanker payudara). Mekanisme bagaimana berkembangnya anemia Fanconi menjadi anemia aplastik dari sensitifitas mutagen dan kerusakan DNA masih belum diketahui dengan pasti.16 Kerusakan oleh agen toksik secara langsung terhadap stem sel dapat disebabkan oleh paparan radiasi, kemoterapi sitotoksik atau benzene. Agen-agen ini dapat menyebabkan rantai DNA putus sehingga menyebabkan inhibisi sintesis DNA dan RNA.
Kehancuran hematopoiesis stem sel yang di perantai sistem imun mungkin merupakan mekanisme utama terjadinya anemia aplastik. Walaupun mekanismenya belum diketahui benar, T limfosit sitotoksik berperan dalam menghambat proliferasi stem sel dan mencetuskan kematian stem sel.17 Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling berat. Penegakkan diagnosa secara dini sangatlah penting sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan atau parsial semakin besar.17 Indeks produksi retikulosit adalah angka yang menunjukkanproduksi eritrosit oleh sumsum tulang pada pasien yang menderita anemia. Indeks ini digunakan untuk mengukur tingkat produksi eritrosit oleh sumsum tulang. Hasil penghitungan retikulosit tersebut harus dilakukan koreksi terhadap kadar hematokrit pasien yang bersangkutan dan koreksi terhadap efek dari eritropoietin terhadap proses pelepasan retikulosit muda dari sumsum tulang ke darah tepi.18 Pada kebanyakan laboratorium biasanya secara otomatis dilakukan koreksi dengan jumlah absolut eritrosit sehingga didapatkan jumlah absolut dari retikulosit, atau dengan mengalikan dengan fraksi hematokrit pasien dengan hematokrit normal (45%). Banyaknya retikulosit dalam darah tepi menggambarkan eritropoesis yang hampir akurat. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan produksi eritrosit meningkat dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik.18 Indeks produksi retikulosit bermanfaat untuk menentukan klasifikasi fungsional anemia. Parameter laboratorium yang lebih spesifik selanjutnya bermanfaat dalam tatalaksana. Pada beberapa kasus sering terjadi ketidak sesuaian nilai indeks produksi retikulosit dengan jenis anemia.18 Saat ini dikenal dua cara menghitung retikulosit di dalam sirkulasi darah yaitu secara otomatis dan secara manual. Pertama adalah Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015 | 57
N. Dearsi Deby| Indeks Produksi Retikulosit sebagai Diagnosis Dini Anemia Aplastik
otomatis menggunakan flowcytometry, sampel darah segar ditambahkan pewarna acridine orange, kemudian jumlah retikulosit dihitung dengan alat flowcytometer. Sistem ini dapat diotomatisasi sehingga dapat memeriksa sejumlah sampel persatuan waktu yang relatif lebih singkat. Retikulosit diidentifikasi sebagai sel yang lebih besar dan mengandung fluoresens karena RNA-nya menyerap acridine orange tadi.19 Cara kedua adalah cara manual, sampel darah segar dicampur dengan zat pewarna suprival (New Methylene Blue, Brilliant Cresyl Blue) dan diinkubasi, kemudian dari campuran ini dibuat sediaan hapus. Hitung retikulosit diperoleh dari jumlah retikulosit yang ditemukan per 1.000 eritrosit dari sediaan hapus yang diperiksa dengan mempergunakan mikroskop cahaya. Bahan pemeriksaan adalah sampel darah dengan antikoagulan EDTA. Bahan pewarna berupa larutan Brilliant Cresyl Blue (BCB) dengan komposisi BCB sebanyak 1 gram dan dilarutkan pada 100 ml cairan fisiologis (NACl 0,9 %). Larutan pewarna tadi diambil dengan pipet pastur sebanyak lebih kurang 2 tetes lalu dicampur pada sebuah botol dengan 2-4 tetes darah EDTA dari penderita, kemudian botol ditutup dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan akuades (untuk tetap memberikan kelembaban yang cukup pada saat inkubasi), lalu didiamkan selama 20-30 menit pada suhu kamar. Kemudian dari campuran ini diambil satu tetes untuk dibuat sediaan hapus pada sebuah objek glass. Setelah didiamkan selama ±15 menit atau ditunggu sampai kering, maka preparat siap untuk dibaca.19 Retikulosit biasanya berada di darah selama 24 jam sebelum mengeluarkan sisa RNA dan menjadi eritrosit. Apabila retikulosit dilepaskan secara dini dari sumsum tulang, retikulosit imatur dapat berada di sirkulasi selama 2-3 hari. Hal ini terjadi pada anemia berat yang menyebabkan peningkatan eritropoiesis. Perhitungan retikulosit dengan koreksi untuk retikulosit imatur disebut indeks produksi retikulosit/reticulocyte production index (RPI).20
Majority | Volume 7 | Nomor 2 | Juni 2015 | 58
Rumus Reticulocyte Production Index : 𝑅𝑃𝐼 =
(%Retikulosit x Ht penderita x FK) Hematokrit berdasarkan usia
FK= Faktor Koreksi Indeks produksi retikulosit di bawah 2 merupakan indikasi adanya kegagalan sumsum tulang dalam produksi eritrosit atau kecendrungan hipoplastikanemia hipoproliferatif. Nilai RPI meningkat mengindikasi adanya hiperproliferasi sumsum tulang atau respons yang adekuat terhadap anemia aplastik. 21 Keterangan: Dikatakan meningkat jika RPI > 2 Dikatakan menurun jika RPI < 2 Dikatakan normal bila = 1 Hasil penelitian Choi (2006) tentang Indeks produksi retikulosit pada 56 pasien anemia aplastik didapat semua responden memiliki Indeks produksi retikulosit < 2.22 Ringkasan Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Hampir semua kasus anemia aplastik dapat berkembang menjadi kematian bila tidak dilakukan pengobatan segera. Untuk itu, diagnosis secara dini dengan pemeriksaan darah yang tepat sangat penting untuk dilakukan sebab semakin dini penyakit ini didiagnosis kemungkinan sembuh secara spontan semakin besar. Indeks produksi retikulosit adalah angka yang menunjukkan produksi eritrosit oleh sumsum tulang pada pasien yang menderita anemia. Peningkatan jumlah retikulosit di darah tepi menggambarkan produksi eritrosit meningkat dalam sumsum tulang. Sebaliknya, hitung
N. Dearsi Deby| Indeks Produksi Retikulosit sebagai Diagnosis Dini Anemia Aplastik
retikulosit yang rendah terus-menerus dapat mengindikasikan keadan hipofungsi sumsum tulang atau anemia aplastik sehingga indeks produksi retikulosit dapat digunakan sebagai penanda anemia aplastik. Simpulan Indeks produksi retikulosit dapat digunakan sebagai penanda anemia aplastik. Daftar pustaka 1. Ray H. Penatalaksanaan Pada Pasien Talasemia. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2013. 2. Wahap AS. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: EGC; 2012. 3. Mehta AB., Hoffbrand AV. Anemia Hemolitik IV: Defek Genetik Pada Hemoglobin. At a Glance Hematologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga; 2006. 4. Kee JL. Pedoman Pemeriksaan Laboraturium & Diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC; 2007. 5. Kumar V, Contran RS, Robbin SL. Gangguan Eritrosit. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC; 2007. 6. Pine M, Walter AW. Pancytopenia in Hospitalized children. A five year review. J Pediatrics Hematol Oncol. 2010;32:192–4. 7. E.N. Kosasih dan A.S. Kosasih. Tafsiran Hasil Pemeriksaan Laboratorium Klinik. Ciputat: Karisma Publishing Group; 2008. 8. Escobar MC, Rappaport ES, Tipton P, Balentine P Reticulocyte estimate from peripheral blood smear: a simple, fast, and economical method for evaliation of anemia. Laboratory Medicine 2002;33:703-5. 9. Bhatnagar SK, Chandra J, Narayan S, Sharma S, Singh V, Dutta AK. Pancytopenia in children: Etiological profile. J Trop Pediatr. 2005;51:236–9. 10. Bakta Made I. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2012. 11. Libby P. Hematologi dan Onkologi. Dalam: Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC; 2000. hlm. 479-747
12. Kumar R, Kalra SP, Kumar H, Anand AC, Madan M. Pancytopenia-A six year study. J Assoc Physicians India. 2001;49: 1079–81. 13. Poorana Priya, Subhashree.A Role of Absolute Reticulocyte Count in Evaluation of Pancytopenia-A Hospital Based Study.J Clin Diagn Res. 2014 Aug; 8(8): FC01– FC03. 14. Buttarello M, Bulian P, Farina G, Petris MG, Temporin V, Toffolo L. Five fully automated methods for performing immature reticulocyte fraction: comparison in diagnosis of bone marrow aplasia. Am J Clin Pathol. 2006;117:871–9. 15. Bessman JD, Gilmer PR, Gardner FH. Improved classification of anaemias by MCV and RDW. Am J Clin Pathol. 1983;80:322–6. 16. Cooper C, Sears W, Bienzle D. Reticulocyte change after experimental anemia and erythropoietin treatment of horses. J of Applied Physiol 2005; 99:915-21. 17. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kelainan Genetik Pada Hemoglobin. In: Setiawan L. Kapita Selekta Hematologi Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2002. 18. Guyton&Hall. Sel-sel Darah Merah. In: Irawati, Ramadani D, Indriyani F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC;2008. 19. Wirawan R. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. 20. Freund Mathias. Atlas Hematologi Heckner Edisi 11. Jakarta: EGC; 2009. 21. Piva E, Brugnara C, Chiandetti L, Plebani M. Automated reticulocyte counting: state of the art and clinical applications in the evaluation of erythropoiesis. Clin Chem Lab Med. 2010; 48(10):1369–80. 22. Choi JW. Ratio of Bone Marrow Reticulocytes to Peripheral Corrected Reticulocytes for Evaluating Ineffective Erythropoiesis. Annals of Clinical & Laboratory Science 2006; 36: 439-41.
Majority | Volume 4 | Nomor 7 | Juni 2015 | 59
N. Dearsi Deby| Indeks Produksi Retikulosit sebagai Diagnosis Dini Anemia Aplastik
Majority | Volume 7 | Nomor 2 | Juni 2015 | 60