Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015
ISSN: 2407-3881
IMPLEMENTASI SISTEM KEAMANAN SWAKARSA (STUDI PATROLI KEAMANAN POLISI) DI KECAMANTAN KATINGAN HILIR, KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh Santi Bahar Ising dan Indra Chusin Program Studi Administrasi Negara FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya ABSTRAK Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna, makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak (Sugiyono, 2007 : 3). Sumber data terdiri dari data primer, (1) Kapolsek Katingan Hilir. (2) Kanit Sabhara Polsek Katingan Hilir. (3) Banit Sabhara Polsek Katingan Hilir. (4) Kepala Desa. (5) Petugas Pos Kamling. (6) Tokoh masyarakat. Data sekunder, (1) Wawancara, (2) Observasi, (3) Dokumentasi. Implementasi sistem keamanan swakarsa (studi patroli keamanan Polisi) di Kecamantan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah masih belum berjalan dengan baik karena (1) Keterbatasan penyediaan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaran patroli. (2) Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yaitu jumlah personel sabhara hanya ada 4 orang dan jumlah kelurahan sebanyak 2, serta desa sebanyak 6 maka dalam pelaksanaannya tidak efektif dan jarak antara satu desa atau kelurahan dengan yang lainnya jauh walaupun bisa ditempuh dengan kendaraan darat. (3) rendahnya kesadaran para pelaksana yang kurang memahami dan pada gilirannya dapat menimbulkan penyimpangan dalam implementasi di lapangan. (4) Belum di sosialisasikan secara maksimal Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli. Kata Kunci : Sistem Keamanan, Patroli Keamanan PENDAHULUAN Masalah keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) merupakan suatu kebutuhan dasar yang senantiasa diharapkan masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Oleh karenanya, masyarakat sangat mendambakan adanya keyakinan akan aman dari segala bentuk perbuatan, tindakan dan intimidasi yang mengarah dan menimbulkan hal-hal yang akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, yang dilakukan oleh orangperorangan dan atau pihak-pihak tertentu lainnya. Dari berbagai kejadian (in-stabilisasi) tersebut yang menjadi pemicu terjadinya tindakan dekonstruktif adalah masalah etnis dan politik yang mengorbankan sebagian besar masyarakat yang tidak bersalah/tidak tahu menahu dengan pokok permasalahan. Untuk menciptakan, menjaga dan melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk ketidak-amanan dan ketidak-tertiban adalah
tugas Kepolisian Republik Indonesia mulai dari tingkat pusat sampai ke seluruh pelosok tanah air. Pada tingkat Kecamatan adalah Kepolisian Sektor (Polsek) yang merupakan perpanjangan tugas Kamtibmas dari Kepolisian Resort (Polres) setempat. Demikian pula di Kabupaten Katingan khususnya di Kecamatan Katingan Hilir yang menimbulkan kekhawatiran, ancaman, dan gangguan Kamtibmas, dirasakan sangat menyolok dan perlu mendapatkan perhatian. Tindak pidana sangat meresahkan masyarakat karena dapat memberikan akibat langsung yang mengakibatkan jatuhnya korban maupun penderitaan bagi korbannya. Adapun pelakupelaku tindak pidana ini tak segan-segan melakukan perbuatan terhadap korban dengan jalan mencederai atau bahkan disertai dengan tindakan-tindakan yang berakibat cacat tubuh atau matinya korban. Keadaan yang demikian sangat menyulitkan bagi pihak Kepolisian dalam menangkal, mencegah, dan
Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal | 31
Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. Akan tetapi dengan adanya patroli dapat mencegah bertemunya niat dan kesempatan yang memungkinkan timbulnya kriminalitas, mencegah gangguan Kamtibmas, memberikan perlindungan, pengayoman, dan rasa aman serta tentram, menjalin hubungan sebagai mitra masyarakat untuk mendapatkan informasi dan partisipasi masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir ini masalah peningkatan kualitas dan kuantitas kejahatan di Indonesia, tahun ke tahun menunjukkan angka yang cenderung terus meningkat. Polda Kalimantan Tengah sebagai instansi yang bertanggung jawab di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat Kalimantan Tengah, telah berusaha semaksimal mungkin dengan berbagai cara dalam rangka menanggulangi gangguan Kamtibmas. Salah satu sarana untuk mencegah bertemunya niat dan kesempatan agar tidak terjadi gangguan Kamtibmas atau pelanggaran hukum, dalam rangka upaya memelihara atau meningkatkan tertib hukum dan upaya membina ketentraman masyarakat guna mewujudkan atau menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat melalui patroli. LANDASAN TEORI Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Dalam implementasi kebijakan, ada satu hal penting yang ditambahkan, yaitu diskresi atau ruang gerak bagi individu pelaksana di lapangan untuk memilih tindakan sendiri yang otonom dalam batas wewenangnya apabila menghadapi situasi khusus, misalnya apabila kebijakan tidak mengatur atau mengatur berbeda dengan kondisi lapangan. Diskresi adalah kehormatan fungsional para pelaksana implementasi kebijakan. Karena kebijakan adalah mati dan kehidupan masyarakat adalah
ISSN: 2407-3881 hidup, dalam pelaksana kebijakan, para tingkat tertentu selalu diperlukan penyesuaian kebijakan dengan implementasi. Untuk itu, pelaksana kebijakan perlu diberi ruang gerak untuk melakukan adaptasi tersebut. Secara garis besar kita dapat mengatakan bahwa fungsi implementasi adalah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaransasaran kebijakan publik diwujudkan sebagai hasil akhir (outcome) kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, fungsi implementasi mencakup pula penciptaan ilmu kebijakan publik yang disebut juga dengan “policy delivery system” (sistem penyampaian/penerusan kebijakan publik) yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang/didesain secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang di kehendaki. Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, George C. Edwards, III (dalam Leo Agustino, 2006:149-154) mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi sebuah keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Komunikasi Menurut George C. Edwards, III persyaratan pertama bagi efektivitas implementasi kebijakan adalah para pelaksana harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan, sebab hanya dengan cara demikian proses komunikasi antar sesama akan dapat berjalan dengan baik. 2. Sumber daya Sumber daya yang akan mendukung implementasi kebijakan yang efektif disini menyangkut : staf terampil, wewenang dalam jangkauan tugas, informasi tentang bagaimana melakukan pekerjaan dan fasilitas-fasilitas yang menyangkut sarana prasarana. 3. Sikap implementor / pelaksana Jika para pelaksana bersikap baik karena menerima suatu kebijakan, kemungkinan besar mereka akan melaksanakan kebijakan tersebut secara sungguh-sungguh seperti yang diharapkan pembuat kebijakan. Sebaliknya jika perspektif dan tingkah laku
Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal | 32
Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 para pelaksana berbeda dengan para pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan akan mengalami kesulitan. 4. Struktur birokrasi Secara umum birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur organisasi pelaksana kebijakan mempunyai pengaruh penting pada implementasi kebijakan. Para pelaksana kebijakan dapat saja mengetahui apa yang harus dilakukan, memiliki keinginan serta dukungan fasilitas untuk melakukannya. Tetapi, pada akhirnya tidak dapat berbuat apa-apa terhalang oleh struktur organisasi tempat mereka bekerja. Terdapat dua hal penting dalam stuktur a. Pertama, Standar Operasional Prosedur (SOP) dari internal organisasi berisi standar buku dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang cocok untuk organisasi yang relatif tidak menghadapi perubahan drastis, namun akan sulit menyesuaikan diri terhadap organisasi yang menghendaki perubahan cara-cara yang lazim dilakukan dengan kata lain semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas (peluang atau nilai kemungkinan) SOP (Standar Operasional Prosedur) menghambat implementasi. b. Kedua, struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yang berasal dari luar (eksternal). Tanggung jawab atas suatu bidang kebijakan tidak semata-mata menyatu pada satu instansi melainkan menyebar pada berbagai organisasi yang terlibat, akan tetapi masing-masing organisasi mempertahankan eksistensinya sehingga menyulitkan pelaksanaan organisasi. METODE PENELITIAN Polsek Katingan Hilir, Kecamantan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah Kepolisian Sektor (Polsek) Kecamantan Katingan Hilir, Kabupaten Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah.
ISSN: 2407-3881 Adapun yang menjadi sumber data primer adalah Kapolsek Katingan Hilir, Kanit Sabhara, anggota Polsek Katingan Hilir, Kepala Desa, Ketua RT, security Bank, petugas jaga poskamling, dan tokoh masyarakat. PEMBAHASAN Dalam proses implementasi sebuah kebijakan, George C. Edwards, III (dalam Leo Agustino, 2006:149-154) mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi sebuah keberhasilan implementasi sebuah kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah : 1. Komunikasi Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam rangka pelaksanaan fungsi tersebut diperlukan berbagai upaya tidak terbatas pada Kepolisian saja, tetapi juga harus didukung oleh berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Karena disadari benar dengan segala keterbatasan pihak Kepolisian, tanpa peran serta masyarakat dalam upaya menanggulangi tindak kejahatan yang terjadi, akan sangat sulit bagi pihak Kepolisian mewujudkan rasa aman dan tentram dalam masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti berpendapat bahwa proses komunikasi antar pelaksana dengan masyarakat di lapangan belum berjalan dengan baik, nampak adanya kejadian-kejadian yang nyata-nyata telah meresahkan tatanan kehidupan masyarakat, seperti tindak kriminal (perkelahian, pencurian, pemerkosaan, dan kenakalan remaja), dan masalah perdata mengenai sengketa harta benda serta beberapa perselisihan dan perbedaan pendapat yang dapat mengancam Kamtibmas. Untuk mencegah dan mengatasi berbagai bentuk tindakan yang mengancam Kamtibmas, maka kesiapan dan tindakan cepat dari Kepolisian sangat dituntut ada atau tidak adanya informasi dari masyarakat sebagai mitra polisi dalam memelihara keamanan
Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal | 33
Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 dan ketertiban masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut Kapolsek Katingan Hilir Iptu Gede Agus Putra Atmaja mengemukakan “Apapun yang polisi lakukan dalam usaha dalam mengendalikan kejahatan, mereka harus mengakui bahwa usaha mereka sangat tergantung pada adanya kerjasama dan peran serta masyarakat”. 2. Sumber daya Keterbatasan sumber daya yang akan mendukung pelaksanaan patroli menyangkut : personil patroli Polsek Katingan Hilir sebanyak 4 orang sedangkan jumlah kelurahan sebanyak 2 dan desa sebanyak 6, maka dalam pelaksanaannya tidak efektif dan jarak antara satu desa atau kelurahan dengan yang lainnya jauh walaupun bisa ditempuh dengan kendaraan darat, sarana dan prasarana seperti mobil patroli sebanyak 1 unit, inipun sering kali mengalami kerusakan sehingga menghambat petugas Kepolisian untuk melaksanakan kegiatan patroli maupun mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP), sepeda motor dinas sebanyak 2 unit tetapi sepeda motor tersebut hanya dapat digunakan untuk petugas yang tidak ada kendaraan pribadinya, akibatnya pada pelaksanaan patroli tidak dapat berjalan dengan baik. 3. Sikap implementor / pelaksana Kanit Sabhara Bripka Sulis Heri mengakui bahwa aparat Kepolisian tak bisa berbuat apa-apa tanpa peran serta masyarakat. Sehingga, pihaknya menghimbau kepada masyarakat agar menghidupkan kembali sistem keamanan swakarsa. Masyarakat dan Polri adalah satu kesatuan yang harus bersama-sama menjaga setiap tindakan yang mengacaukan keamanan, tegasnya. Kerjasama dan peran serta masyarakat sangat berarti bagi penanggulangan kejahatan. Kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi dibidang keamanan dan ketertiban, merupakan potensi pengamanan swakarsa yang perlu ditingkatkan guna menumbuh kembangkan sikap mental, kepekaan dan daya tanggap setiap warga masyarakat dalam mewujudkan keamanan
ISSN: 2407-3881 dan ketertiban masyarakat. tidak semua anggota polisi mengerti tentang bagaimana peraturan tentang patroli dilaksanakan, peraturan tidak akan mencapai sasaran yang dikehendaki apabila para pelaksanaannya kurang memahami dan pada gilirannya dapat menimbulkan penyimpangan di lapangan. Selain itu, perlu kejelasan perintah yang harus dilaksanakan oleh pelaksana, artinya bahwa perintah yang diterima oleh pelaksana tidak boleh bertentangan satu sama lain dan dituntut peran besar Kepolisian dalam menimbulkan kesadaran diri masyarakat sehingga timbul pemikiran bahwa penanggulangan kejahatan merupakan kepentingan bersama. 4. Struktur birokrasi Kondisi wilayah hukum Polsek Katingan Hilir merupakan wilayah yang sedang berkembang serta memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, sehingga apabila dikembangkan dapat menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Dilain pihak situasi dan kondisi wilayah dapat digolongkan dan merupakan hakekat ancaman berkaitan dengan pemekaran wilayah, sehingga apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat maka dapat menyebabkan timbulnya gangguan Kamtibmas. struktur organisasi pelaksana kebijakan mempunyai pengaruh penting pada implementasi kebijakan. Terdapat dua hal penting dalam stuktur : a. Pertama, Standar Operasional Prosedur (SOP) dari internal organisasi berisi standar buku dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang cocok untuk organisasi yang relatif tidak menghadapi perubahan drastis, namun akan sulit menyesuaikan diri terhadap organisasi yang menghendaki perubahan cara-cara yang lazim dilakukan dengan kata lain semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula probabilitas (peluang atau nilai kemungkinan) SOP (Standar Operasional Prosedur) menghambat implementasi.
Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal | 34
Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015 b. Kedua, struktur birokrasi yang berpengaruh dalam pelaksanaan kebijakan yang berasal dari luar (eksternal). Tanggung jawab atas suatu bidang kebijakan tidak semata-mata menyatu pada satu instansi melainkan menyebar pada berbagai organisasi yang terlibat, akan tetapi masingmasing organisasi mempertahankan eksistensinya sehingga menyulitkan pelaksanaan organisasi. KESIMPULAN Dari berbagai uraian pada bab sebelumnya, dapat di simpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Implementasi Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli di Polsek Katingan Hilir masih belum berjalan dengan baik dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya, stuktur organisasi yang kurang memadai dan kurang efektif, dan komitmen yang rendah di kalangan petugas. 2. Kendala-kendala yang dihadapi Polsek Katingan Hilir dalam rangka Implementasi Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli, antara lain adalah : a. Keterbatasan penyediaan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaran patroli. b. Keterbatasan sumber daya manusia (SDM) yaitu jumlah personel sabhara hanya ada 4 orang dan jumlah kelurahan sebanyak 2 dan desa sebanyak 6 maka dalam pelaksanaannya tidak efektif dan jarak antara satu desa atau kelurahan dengan yang lainnya jauh walaupun bisa ditempuh dengan kendaraan darat. c. Rendahnya kesadaran para pelaksana yang kurang memahami dan pada gilirannya dapat menimbulkan penyimpangan dalam implementasi di lapangan. Selain itu, perlu kejelasan perintah yang harus dilaksanakan oleh pelaksana, artinya bahwa perintah yang
ISSN: 2407-3881 diterima oleh pelaksana tidak boleh bertentangan satu sama lain dan dituntut peran besar Kepolisian dalam menimbulkan kesadaran diri masyarakat sehingga timbul pemikiran bahwa penanggulangan kejahatan merupakan kepentingan bersama. Kerjasama dan peran serta masyarakat sangat berarti bagi penanggulangan kejahatan. Kesadaran masyarakat dalam berpartisipasi dibidang keamanan dan ketertiban, merupakan potensi pengamanan swakarsa yang perlu ditingkatkan guna menumbuh kembangkan sikap mental, kepekaan dan daya tanggap setiap warga masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. d. Belum di sosialisasikan secara maksimal Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli kepada petugas. SARAN 1. Perlu adanya penyediaan fasilitas sarana dan prasarana guna pelaksanaan patroli. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia guna pelaksanaan patroli. 3. Perlu adanya pembinaan dalam pelaksanaannya sehingga arah prioritas dan saran tugas dalam pelaksanaan operasional senantiasa berorientasi pada kinerja dan pelaksanaan tugas-tugas pokok Polri serta perlu adanya kerjasama dan peran serta masyarakat dari sikap acuh tak acuh menjadi siap ikut bertanggung jawab dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat. 4. Perlu adanya sosialisasi secara intensif agar Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Patroli dapat dilaksanakan dengan baik. REFERENSI Agustino, Leo, 2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.
Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal | 35
Restorica Vol. 1, Nomor 01, April 2015
ISSN: 2407-3881
Nugroho, Riant, 2003. Public Policy. Jakarta : Elek Media Komutindo. Noor, Juliansyah, Dr. S.E., M.M., 2011, Metodologi Penelitian. Jakarta : Prenada Media Group. Pasolong, Harbani, 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta. Peraturan Kepala Badan Pembinaan Keamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tanggal 31 Desember 2009 tentang Patroli. Peraturan Kapolri Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah. Peraturan Kapolri Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resor dan Kepolisian Sektor. Sugiyono, 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002. Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Jurnal Ilmiah Administrasi Negara & Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Palangkaraya
Hal | 36