RESPON PENGURUS FORUM ORGANISASI ZAKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: M. Yudistira Kusuma NIM:109053000036
KONSENTRASI MANAJEMEN ZIS DAN WAKAF JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H./2013 M.
RESPON PENGURUS FORUM ORGANISASI ZAKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG NO.23 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom,I)
Oleh M. Yudistira Kusuma 109053000036
NIP: 19640428 199303 1 002
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Tangerang, 25 Mei 2013
M. Yudistira Kusuma
ABSTRAK
Nama : M. Yudistira Kusuma Nim : 109053000036 Judul : Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang Undang No.23 Tahun 2011 Tengan Pengelolaan Zakat
Disahkannya UU No.23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat justru menimbulkan banyak perdebatan yang masif diantara pegiat zakat dan orangorang yang terlibat di dalamnya. Termasuk Forum Organisasi Zakat sebagai asosiasi lembaga pengelolaan zakat. Kepercayaan terhadap Undang-Undang Pengelolaan Zakat (UUPZ) yang baru akan membawa kabar baik dalam pengelolaan perzakatan di Indonesia justru menimbulkan polemik di sana-sini. Dalam penelitian ini, hanya dibatasi pada responden dari 4 anggota pengurus FOZ sebagai sample penelitian ini, dimana penelitian ini respon yang diteliti hanyalah sebatas aspek respon kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sedangkan perumusannya adalah Bagaimanakah respon (kognitif, afektif dan psikomotorik) pengurus(tahun 2012-2014) Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat? Metode penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dimana dalam pengumpulan datanya melalui wawancara dan data-data tertulis, sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah pengurus Forum Organisasi Zakat dan objek penelitian ini adalah Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui, respon pengurus FOZ terhadap Undang-Undang baru No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada masyarakat saat ini. Berdasarkan hasil penelitian, responden banyak yang menolak isi dari Undang-Undang No.23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Melalui klarifikasi dari tiga katagori respon, pertama, respon kognitif : di mana seluruh responden mengetahui secara umum isi tentang Undang-Undang Pengelolaan Zakat baru tersebut. Kedua, aspek afektif : responden ada yang kecewa dan tidak setuju dengan isi dari Undang-Undang Pengelolaan Zakat terbaru. Dan ketiga, respon psikomotorik : melalui judicial review atau uji materiil responden menolak Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru.
iv
KATA PENGANTAR Alhamdulilah, untaian kata syukur penulis haturkan kepada sang pencipta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat seiring salam senantiasa terhaturkan kepada panutan umat, Nabi Muhammad S.A.W. yang selalu kita harapakan syafaatnya kelak.
Skripsi ini penulis ajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana komunikasi Islam (S.Kom.I). tentu hal ini tidak akan luput dari bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan optimal. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis haturkan ucapan terimakasih kepada Kedua Orang Tua yang tidak pernah bosan memberi dorongan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Bukan hanya dorongan yang bersifat non materi, namun dorongan yang berbentuk materipun tidak pernah lupa kedua orang tua berikan. Semua yang telah mereka lakukan tidak bisa penulis balas dengan apapun kecuali Allah yang akan membalasnya. Dan penulis juga haturkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Drs. Wahidin Saputra, MA selaku Pembantu Dekan Bidang Akademik, Bapak Drs. H. Mahmud Jalal, MA, selaku Pembantu Dekan Bidang Administrasi, Bapak Drs
Study Rizal
LK, MA selaku Pembantu
Dekan Bidang
Kemahasiswaan. 2. Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA dan Bapak Mulanasir, S.Pd, MM selaku ketua dan sektretaris Program Studi Manajemen Dakwah sekaligus menjadi penguji sidang skripsi ini. 3. Bapak Drs Study Rizal LK, MA selaku pembimbing skripsi yang dengan sabar dan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis hingga selesai skripsi ini. 4. Para dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu komunikasi beserta seluruh civitas akademikia, yang telah memberikan sumbangsih wawasan
i
ii
keilmuan dan bimbingan selam penulis berada dalam masa-masa perkuliahan. 5. Para pengurus Forum Organisasi Zakat yang telah banyak membantu dalam meyelesaikan skripsi ini. Khususnya kepada Bpk. Sabeth Abilawa,Bambang Suherman, Bapak Anwar Sani dan Ibu Nana Mintarti. Juga kepada informan diluar Forum Organisasi Zakat sepertiBapak Zen selaku motivatir dan penulis buku tentang zakat dan Bapak Arif sebagai ketua IMZ. 6. Wakmena dan Pakmena terima kasih atas dukungan moral dan moril serta nasihat-nasihatnya selama saya kuliah di UIN Syarif Hidayatullah. 7. Teteh Hilda terima kasih atas sebesar-besarnya atas bantuan sharing ide, bantuan koreksi, dan masih banyak lagi. Semoga allah yang membalas kebaikanmu. 8. Kepada rekan dan sahabat penulis dari Jurusan Manajemen Dakwah dan umumnya teman-teman di Fakultas Dakwah yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Hususnya penulis haturkan terimakasih kepada Syarifudin, Imroatus Solati, Eneng Herawati, Faizah, Hana Kafiah, Fani Fadillah, Siti Kholisah, Sinta Rusmiati, Aditya Yudho Negoro, Nasrullah, Amanda Harry, Musap Umair, Ulil Absar, Jaelani Firdaus, Cep Husni, Komariah, Nur Aifah, Ajeng Retno, Raditya Pradiptassa, Slamet Nurmawanto dan teman-teman yang selalu menemani penulis setiap harinya, baik langsung dan tidak langsung, 9. Juga Abang Sammy,Refita, Adit, Puji, Farabi, Erni, Lisfa, Lina, Agus Wahyudi juga saya ucapkan banyak terima kasih atas support dan bantuannya dan untuk yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya. Dan akhir kata dari penulis, semoga setiap usaha dan upaya yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, mendapatkan kebaikan yang setimpal dan mudah-mudahan skripsi ini bisa bermanfaat untuk berbagai pihak.
iii
Ciputat, 24 Mei 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i ABSTRAK............................................................................................................ iv DAFTAR ISI ........................................................................................................ v BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang......................................................................................... 1 B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ........................................................ 4 C. Tujuan dan manfaat Penelitian ................................................................ 4 D. Metode Penelitian ................................................................................... 5 E. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 7 F. Sistematika Pembahasan .......................................................................... 8
BAB II Landasan Teoritis A. Ruang Lingkup Respon 1. Pengertian Respon...........................................................................
10
2. Proses Terjadinya Stimulus-Respon................................................. 11 3. Jenis-Jenis Respon............................................................................ 13 4. Respon Kognitif, Afektif, Psikomotorik............................................. 14 5. Faktor-FaktorTerbentuknyaRespon ................................................. 16 B. Organisasi Pengelolaan Zakat 1. Pengertian Organisasi....................................................................
v
17
vi
2. Organisasi Pengelolaan Zakat........................................................
18
a. Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat.....................................
18
b. Urgensi Lembaga Pengelolaan Zakat......................................
20
c. Macam-Macam Organisasi Pengelolaan Zakat.......................
21
d. Tujuan Organisasi Pengelolaan Zakat .....................................
22
e. Sistem Pengelolaan.................................................................
23
3. Undang-Undang .............................................................................. 26
BAB III Gambaran Umum Forum Organisasi Zakat A. Sejarah Awal Berdirinya Forum Organisasi Zakat................................. 29 B. Arah Kebijakan Program Forum Zakat Periode 2012-2015..................... 31 C. Sususan Pengurus Forum Zakat Periode 2012 – 2015 ............................ 34 D. Lembaga Pengelolaan Ziswaf yang terdaftar di Forum Organisasi Zakat........................................................................................................ 36
BAB IV Hasil Temuan A. Respon Kognitif Terhadap UU No. 23/2011 ............................................ 39 B. Respon Afektif Terhadap UU No. 23/2011 .............................................. 46 C. Respon Psikomotorik Terhadap UU No. 23/2011 .................................... 50
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .............................................................................................. 56
vii
B. Saran-saran ............................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 58
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam memiliki lima pilar yang diketahui atau biasa disebut dengan rukun Islam yang salah satu diantaranya adalah zakat. Berbeda dengan pilar-pilar lainnya, zakat memiliki dua dimensi yang mendasar. Pertama, dimensi ibadah (ritual) sebagai tanda penghambaan kepada Allah swt sekaligus sebagai pembersih harta dan jiwa. Kedua, dimensi sosial dimana sebagai tanda kepedulian terhadap sesama, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi kesenjangan sosial. Hal inilah yang membuat zakat menjadi kewajiban sosial yang bersifat ibadah. Namun fenomena yang terjadi dikalangan masyarakat muslim di Indonesia saat ini, bahwa mereka sangat mementingkan soal ibadah, sehingga kriteria muslimtidaknya seseorang yang umum adalah patuhnya seseorang dalam melaksanakan ibadah, terutama shalat, puasa dan haji. Namun yang mengherankan adalah zakat tidak termasuk dalam ibadah yang sama pentingnya dengan shalat, puasa dan haji. Di antara penyebabnya menurut Harun Nasution hal ini disebabkan karena di kalangan masyarakat terdapat pengertian bahwa kewajiban hamba terbatas pada pengabdian terhadap Tuhan (ibadah syakhsiah) dan tidak termasuk pengabdian terhadap manusia dan masyarakat (ibadah ijtima'iyyah). Padahal pengulangan perintah zakat dalam Al-Quran menunjukan bahwa kewajiban zakat itu merupakan kewajiban agama yang harus diyakini dan dilaksanakan sehingga tidak ada peluang untuk diingkari. Dalam teori ketatanegaraan Islam, pengelolaan zakat diserahkan kepada waliyul amr yang dalam konteks ini adalah pemerintah, sebagaimana perintah Allah dalam firman-Nya "khud min amwalihim" (ambillah sedekah zakat dari harta mereka) (Q.S. At-Taubah :103). Para fukaha menyimpulkan ayat ini, bahwa
1
2
kewenangan untuk melakukan pengambilan zakat dengan kekuatan hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.1 Kelahiran Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat telah merubah secara drastis dunia per-zakat-an di Indonesia. Legalisasi Lembaga Amil Zakat sebagai representasi masyarakat menjadi faktor penentu utama perubahan fundamental tersebut. Dalam kurun kurang dari 10 tahun, dana sosial Islam, terutama zakat, telah berubah dari pengelolaan 'Seputar Ramadhan' dan untuk 'kebutuhan sosial' fakir miskin, kini menjadi sebuah kegiatan yang menghasilkan tidak saja layanan sosial gratis atau hal-hal yang bersifat konsumtif tetapi juga menjadi sebuah kegiatan yang bersifat produktif dan tentu saja pemberdayagunaan dana zakat ini tidak hanya menyentuh sektor ekonomi sosial saja tetapi juga menyentuh sektor pendidikan baik di perkotaan hingga di berbagai pelosok Indonesia. Sejatinya, zakat merupakan ranah pemerintah. Namun di Indonesia telah terjadi kecelakaan sejarah dan itu masih berlaku hingga saat ini. Di Indonesia zakat dikelola oleh dua unsur: pemerintah dan masyarakat. Lembaga pengelolaan zakat yang dibentuk oleh pemerintah disebut dengan Badan Amil Zakat (BAZ), sedangkan yang dibentuk atas prakarsa masyarakat dikenal dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam teknis yang berbeda, LAZ dan BAZ mengembangkan program yang sama. Pendidikan, santunan sosial dan ekonomi. Program-program
tersebut
nantinya akan dikomunikasikan kepada muzakki dan calon muzakki. Tanpa komunikasi yang terjalin terhadap LAZ lainnya atau BAZ, satu dari dua kondisi berikut mudah ditemukan atau diamati. Pertama, satu calon muzakki menerima tawaran dari dua atau lebih LAZ dan yang kedua, satu wilayah mendapatkan perhatian lebih, wilayah yang lain tidak mendapatkan perhatian yang memadai. 1
Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : Forum Organisasi Zakat, 2006), h. 20
3
Jarang sekali BAZ dan LAZ menampilkan gagasan yang mensinergikan antar lembaga satu sama lain. Indikasi yang dapat dicermati adalah adanya perang iklan atau spanduk. Meski tidak banyak, saling menampilkan kelemahan lembaga lain namun dari pencapaian yang demikian besar, hampir tidak ditemukan koordinasi untuk distribusi, baik dari sebaran program maupun wilayah. Sehingga jika dibiarkan hal ini akan mengakibatkan sulitnya dijumpai dua lembaga pengelola zakat yang mampu membangun komunikasi dan kerjasama pada lingkup yang lebih luas dan mendasar. Melihat dinamika perubahan yang terjadi pada masyarakat dewasa inilah, membuat pemerintah agaknya berpikir kembali untuk mengorganisir dana zakat agar lebih tersentralisasi melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Dalam hal ini Forum Organisasi Zakat (FOZ) memiliki tanggapan lain dalam menyikapi masalah-masalah yang terjadi mengenai masalah zakat di Indonesia. FOZ
merupakan
lembaga
yang
memayungi
keberadaan
Lembaga
Pengelolaan Zakat (LPZ). Keberadaan FOZ sangat strategis sebab FOZ berperan sebagai lembaga konsultatif koordinatif. Fungsi FOZ menjalin kekuatan antar LPZ, baik yang dibentuk pemerintah maupun non-pemerintah. Untuk bisa bekerja sama dalam memaksimalkan pengelolaan dana Zakat Infaq Shodaqoh (ZIS). Di samping itu, diharapkan dapat mengatasi konflik yang mungkin tumbuh di antara anggota. Bahkan FOZ juga harus mampu menjadi lembaga yang memiliki power untuk memperjuangkan kebutuhan anggota. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti skripsi dengan judul “Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.”
4
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Merujuk pada latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya serta mengingat luasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi penelitian ini hanya pada Respon Pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Adapun Pengurus Forum Organisasi Zakat yang diteliti hanya terdiri dari 4 pengurus dari 26 pengurus Forum Organisasi Zakat. Respon dalam penelitian ini berkaitan dengan Kognisi, Afeksi, dan Psikomotorik. Sedangkan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini dapat dirumuskan secara umum adalah sebagai berikut: “Bagaimanakah respon pengurus(tahun 2012-2014) Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat?” Rumusan tersebut dapat dirinci sebagai berikut : 1. Bagaimana respon kognitif pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat? 2. Bagaimana respon Afektif pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat? 3. Bagaimana respon Psikomotorik pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui, respon pengurus FOZ terhadap Undang-Undang baru No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada masyarakat saat ini, adapun tujuan lainnya adalah untuk mengetahui aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik dari respon FOZ terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
5
Sedangkan manfaat dari penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Hasil laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam tambahan informasi dan pengetahuan bagi akademisi dan pihak lainnya, mengenai respon pengurus FOZ terhadap Undang-Undang baru No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di Indonesia,baik dalam aspek kognisi, afeksi dan psikomotorik. 2. Manfaat praktisi Hasil dari laporan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan dan saran yang bermanfaat, sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan dalam pengimplementasian Undang-undang baru No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di ke depannya nanti. D. Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan peneliti adalah deskriptif-kualitatif serta datadata pendukung seperti buku-buku tertulis dan sebagainya. Maksudnya adalah peneliti berusaha untuk eksplorasi serta menganalisa respon pengurus Forum Organisasi Zakat baik dalam aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik terhadap Undang-Undang No.23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
1. Sumber Data a. Primer yakni sumber data-data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara. Dalam hal ini peneliti mewawancarai empat pengurus FOZ : M. Anwar Sani (Wakil Sekjend), Sabeth Abilawa (Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan), Bambang Suherman (Sekretaris Jendral), Nana Mintarti (Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan.
6
Adapun alasan peneliti memilih empat pengurus ini sebagai sample penelitian karena Bambang Suharman dan M. Anwar Sani merupakan susunan pertama setelah Ketua Umum dan Wakil ketua di Forum Organisasi Zakat. Sedangkan Sabeth Abilawa dan Nana Mintarti sebagai ketua dan sekretaris bidang advokasi dan pengawasan, karena bidang pekerjaan mereka berhubungan dengan ranah hukum tentang undang-undang pengelolaan zakat. b. Sekunder yakni sumber data-data yang diperoleh dari laporan-laporan yang dikeluarkan Forum Organisasi Zakat serta diperoleh dari literatur kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, koran, serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian ini.
2. Metode Pengumpulan Data a. Pengamatan terlibat Observasi ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung pada pengurus Forum Organisasi Zakat. Hal ini guna mengetahui keadaan yang sebenarnya yang terjadi di lokasi penelitian yang berkaitan dengan masalah penelitian. b. Wawancara mendalam (Depth Interview) Peneliti akan mewawancarai 4 pengurus Forum Organisasi Zakat sebagai sample serta orang orang yang terlibat yang dapat menjabarkan isu permasalahan yang menyangkut penelitian ini. Dimana sebagai tambahan saya mewawancarai 2 orang di luar pengurus Forum Organisasi Zakat seperti Arif Haryono (pimpinan IMZ) dan Muhammad Zen (motivator dan penulis buku tentang zakat).
7
c. Dokumentasi Dokumentasi di sini ialah data yang berupa arsip, data-data tertulis seperti buku, majalah, dan sebagainya yang dimiliki oleh lembaga tersebut dan lain sebagainya. d. Analisis Data Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, di dalamnya dilakukan pengkatagorian sesuai dengan penelitian respon yang terdiri dari aspek kognisi, afeksi, dan psikomotorik.
3.
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini berada kantor FOZ di Jl. Lenteng Agung Raya No. 60, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kantor Dompet Dhuafa di Ciputat, kantor IMZ di Ciputat dan Kantor Darul Quran di Ciledug. Sedangkan untuk waktu penelitiannya menghabiskan waktu selama 3 bulan sejak tanggal 12 Februari sampai dengan tanggal 12 Mei.
E. Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pembelajaran dan perbandingan dengan penelitian sebelumnya terutama yang berbasis dengan Undang-Undang Pengelolaan Zakat. Diantaranya skripsi pertama berjudul, “Telaah Kritis atas wewenang badan Amil Zakat dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat”, yang ditulis oleh Syamsul Rizal Marzuki (104043201378) Jurusan PMH (2004) dalam tulisannya lebih membahas pada kewenangan Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibuat oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat sebatas mengatur pengelolaan zakat, mulai dari pengumpulan zakat dan pendayagunaan zakat, penulis juga mengkritisi tentang tidak memberikannya kewenangan secara penuh dalam pengelolaan zakat, seperti kewenangan untuk
8
mengambil secara paksa bagi muzzaki yang tidak mampu membayar zakat atau memberikan sangsinya, pengaturan pemberian sangsi hanya diberikan kepada pengelola zakat yang melakukan pelanggaran, sedangkan mekanisme penjatuhan sangsi tersebut tidak dijelaskan secara rinci. Kedua, “Perbandingan Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Tentang
Pengelolaan
dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Zakat”
yang ditulis oleh Muhammad Tajuddin
(105043201338) Jurusan PMH Fakultas Syariah UIN Jakarta. Dalam tulisannya lebih membahas perbandingan-perbandingan dan persamaan-persamaan tentang pengaturan Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 dengan
Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 di mana untuk mengetahui apa saja yang diamandemenkan di undang-undang terbaru yakni Undang-Undnag Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Adapun setelah mempelajari kedua skripsi tersebut penulis tertarik serta memberanikan diri untuk membahas skripsi dengan judul “Respon pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap UU No. 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat" karena subjek yang diteliti belum ada satupun yang membahas judul yang penulis teliti.
F. Sistematika Pembahasan Untuk mempermudah, dan sekaligus agar pembahasan dapat dilakukan secara terarah dan sistematis, maka penulis membagi atas lima bab. Kelima bab tersebut secara rinci sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Penulis mengurai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, pada bagian awal diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang digunakan dalam mengumpulkan data, dan diakhiri dengan uraian tentang sistematika penulisan.
9
Bab II: Landasan Teoritis Membahas tentang definisi-definisi judul penelitian baik ditinjau dari etimologi maupun terminologi yang bersandar dari kepustakaan yang rajih. Yakni mengenai pengertian respon dan jenis-jenis dari respon tersebut, juga menjelaskan tentang organisasi pengelolaan zakat dan sebagainya. Bab III : Profil Forum Organisasi Zakat Pada bab ini penulis akan memaparkan gambaran umum mengenai Forum Organisasi Zakat, mulai dari sejarah berdirinya, visi-misi, tugas-tugas, kegiatan, dan lain sebagainya. Bab IV : Hasil Temuan Bab ini merupakan bab inti dari penelitian dimana penulis akan membahas respon kognisi, afeksi dan psikomotorik anggota Forum Organisasi Zakat terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, serta analisisanalisis mengenai respon dari FOZ tersebut. Bab V: Penutup Merupakan bab akhir, dalam bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari seluruh pembahasan sebelumnya dan sekaligus menjawab permasalahan pokok yang dikemukakan sebelumnya, dan kemudian penulis mengemukakan saran-saran.
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Respon 1. Pengertian Respon Dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan disebutkan bahwa respon adalah reaksi psikologis-metabolik terhadap tibanya suatu rangsangan; ada yang bersifat otonomis seperti refleks dan reaksi emosional langsung, ada pula yang bersifat terkendali.1 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa respons adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.2 Dalam Kamus Ilmiah Serapan, respons dapat diartikan sebagai reaksi terhadap suatu rangsangan; tanggapan; jawaban.3 Merespon adalah meladeni, melayani membalas (surat), membidas, menanggapi, menangkis (kecaman), mengindahkan, menimpali, menjawab, menyambut; memenuhi (panggilan), menemui.4 Menurut Poerwadarminta, respon diartikan sebagai tanggapan reaksi dan jawaban.Respon akan muncul dari penerima pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi.5
1
Save D. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan Nusantara, 1997), h. 964. 2 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), edisi ke-2, h. 838. 3 AKA Kamarulzaman dan M. Ahlan Y. Al-Barry, Kamus Ilmiah Serapan Disertai Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, (Yogyakarta: Absolut, 2005), h. 606. 4 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2006), h. 526. 5 Poerwadarminta, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: UT, 1999), cet. Ke-3, h. 43.
10
11
Menurut Ahmad Subandi, respon adalah sebagai istilah umpan balik (feed back) yang memiliki peran atau pengaruh besar baik atau tidaknya suatu komunikasi.6 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa respon terbentuk dari proses rangsangan atau pemberian aksi atau sebab terhadap suatu peristiwa yang berujung pada hasil kreasi dan akibat dari proses rangsangan tersebut. 2. Proses Terjadinya Stimulus-Respon Teori SOR sebagai singkatan dari Stimulus-Organism-Response. Teori S-O-R berasal dari psikologi kemudian menjadi teori komunikasi. Kalau kemudian menjadi teori komunikasi juga tidak mengherankan,karena objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama, yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen, sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.7 Dalam proses komunikasi berkenaan dengan sikap adalah aspek “How” bukan “What” atau “Why”,How To Change The Attitude, bagaimana mengubah sikap komunikan dalam proses perubahan sikap. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikasi. Jadi unsurunsur dalam model ini adalah:
a. Pesan (Stimulus, S) b. Komunikan (Organism, O) 6
Ahmad Subandi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), cet. ke- 19, h. 50. Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003), cet. 3 h. 254. 7
12
c. Efek (Respone, R)8 Prof. Dr. Ma’rifat dalam bukunya; “Sikap Manusia, Perubahan serta Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang mengatakan bahwa dalam menelaah sikap yang baru ada tiga variable penting, yaitu: a. Perhatian b. Pengertian c. Penerimaan Gambar teori S-O-R9 Organisme : Stimulus
Perhatian Pengertian Penerimaan
Response (Perubahan Sikap)
Gambar di atas menunjukan bahwa perubahan sikap bergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan
8
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) cet. 3, h. 254. 9 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) cet. 3 h. 254
13
kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung jika ada perhatian dari komunikan.10 Proses berikutnya komunikan mengerti. Kemampuan komunikan inilah yang melanjutkan proses berikutnya. Setelah komunikan mengolah dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.11 Prinsip stimulus respon pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi terhadap stimulti tertentu. Dengan demikian seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan erat antara pesan-pesan media dan reaksi audien. Elemen-elemen utama dari teori ini adalah pesan stimulus, seseorang atau receiver (organism) dan efek (respon).12 3. Jenis-Jenis Respon Respon akan terjadi karena beberapa hal. Terjadinya respon akan sangat tergantung dengan penyebab yang menimbulkannya. Menurut Jalaludin Rahmat, Respon terbagi atas tiga bagian yaitu: a. Respon kognitif yaitu respon yang timbul setelah adanya pemahaman terhadap sesuatu yang terkait dengan informasi atau pengetahuan. Terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui atau dipersepsi oleh khalayak b. Respon afektif yaitu respon yang timbul karena adanya perbuahan perasaan terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi, sikap dan nilai. Timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak 10
Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003)cet. 3 h. 255 11 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2003) cet. 3 h. 256. 12 S. Djuarsa Sendjaya, Teori Komunikasi, (Jakarta : Univ. Terbuka), cet. 9 h. 514.
14
c. Respon konatif yaitu respon yang berupa tindakan, kegiatan atau kebiasaan yang terkait dengan perilaku nyata. Merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku.13 Dalam hal ini Abu Ahmadi menerangkan, berdasarkan indera yang dipakainya tanggapan terbagi menjadi lima macam : “Menurut indera yang digunakan, tanggapan dapat dibagi menjadi lima macam, yaitu: (1) tanggapan pengadilan, (2) tanggapan baru, (3) tanggapan pengecap, (4) tanggapan pendengaran dan (5) tanggapan peraba. Menurut ikatannya, tanggapan dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu : tanggapan keberadaan dan tanggapan pengamatan”14 Sedangkan menurut Alisuf Sabri, dari segi bentuknya tanggapan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: 1. Tanggapan kenangan, yaitu sekadar reproduksi dari pada pengamatan-pengamatan di masa lampau. 2. Tanggapan khayal, yaitu seolah-olah hasil baru. Tetapi meskipun demikian sebenarnya tanggapan khayal itu tidak sepenuhnya baru sifatnya. Tanggapan khayal itu dibentuk dengan menggunakan kesan atau pengalaman lama; hanya saja telah disusun oleh daya khayalnya sebagai sesuatu yang baru keadaan atau bentuknya.15 4. Respon Kognitif, Afektif, Psikomotorik a. Aspek Kognitif
13
Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h.
218. 14
Abu Ahmadi, Psikologi Sosial (Jakarta: Bulan Bintang 1982), h. 36. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993), h. 60. 15
15
Kawasan kognitif merupakan kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek intelektual atau berpikir/nalar. Di dalamnya mencakup pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analyze), pemaduan (synthesis), dan penilaian (evaluation).16 Komponen respon evaluatif kognitif adalah gambaran tentang cara seseorang dalam mempersepsi objek, peristiwa, atau situasi sebagai sasaran sikap. Komponen ini adalah pikiran, keyakinan atau ide sesesorang tentang suatu objek. Dalam bentuk yang paling sederhana,
komponen
digunakan dalam berpikir.
kognitif
adalah
kategori-kategori
yang
17
b. Aspek Afektif Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspekaspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral
dan
sebagainya.
Di
dalamnya
mencakup
penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), tata nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).18 Komponen respons evaluatif afektif dari sikap adalah perasaaan atau emosi yang dihubungkan dengan suatu objek sikap. Perasaan atau emosi meliputi kecemasan, kasian, benci, marah, cemburu atau suka. 19 c. Aspek Psikomotorik
16
Solichin, Mohammad Muchlis. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), h. 86 17 Hanurawan, Fattah, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya) 2010 h. 65 18 Solichin, Mohammad Muchlis. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), h. 87 19 Hanurawan, Fattah, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya) 2010 h. 65
16
Kawasan psikomotorik yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek keterampilan yang melibatkann fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan berfungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari kesiapan
(set),
peniruan
(imitation),
membiasakan
(habitual),
menyesuaikan (adaptation), dan menciptakan (origination).20 Dapat diambil kesimpulan terdapat tiga komponen sikap atau respon seseorang terhadap suatu objek. Tiga komponen tersebut adalah kognitif, afektif dan psikomotorik dimana melalui ketiga komponen itu secara bertahap, merupakan penentu sikap seseorang terhadap objek tertentu. 5. Faktor-Faktor Terbentuknya Respon Sejak lahir manusia sudah dapat menerima stimulus dan sekaligus dituntun untuk menjawab dan mengatasi semua pengaruh yang ada dalam dirinya, semua itu dilakukan untuk mengembangkan semua fungsi alat inderanya sesuai dengan
fungsinya masing-masing. Seperti yang
dikatakan Bimo Walgito, “Alat indera itu penghubung antara individu dengan dunia luarnya”.21 Tanggapan atau respon yang dilakukan seseorang dapat terjadi jika terpenuhi faktor penyebabnya. Menurut Bimo Walgito, terdapat dua faktor yang menyebabkan individu melakukan respon, yaitu: a. Faktor Internal, yaitu faktor yang ada pada diri individu. Manusia terdiri dari dua unsur, yaitu : jasmani dan rohani, maka seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap sesuatu stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur tersebut, maka akan melahirkan respon 20
Solichin, Mohammad Muchlis. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: Suka Press, 2012), hlm. 87 21 Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: UGM, 1996), h. 53.
17
yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan respon, atau akan berbeda responnya tersebut diantara satu orang dengan yang lainnya. b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan. Faktor ini biasa dikenal juga dengna faktor stimulus. Faktor ini berhubungan dengan objek yang diamati, sehingga menimbulkan stimulus, kemudian
stimulus
tersebut
sampai
pada
indera
yang
menggunakannya.22 Dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap individu dapat mengamati sesuatu hal atau menanggapi suatu kegiatan yang timbul akibat adanya stimulus dari alat indera yang dimilikinya, sehingga timbul suatu bayangan yang tertinggal dalam ingatan pada tiap individu tersebut setelah adanya pengamatan dan dapat ditimbulkan kembali sebagai jawaban dan tanggapan. B. Organisasi Pengelolaan Zakat 1. Pengertian Organisasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia organisasi adalah kesatuan (susunan) yang terdiri atas bagian-bagian (orang) dalam perkumpulan dsb untuk tujuan tertentu, atau kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. Menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut : Defenisi lain dari Stephen P. Robbins adalah bahwa organisasi merupakan kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang
22
Bimo Walgito, Psikologi Belajar, (Jakarta: Reneka Cipta, 1997), h. 6.
18
relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan.23 Sedangkan menurut Stoner; Organisasi adalah suatu pola hubunganhubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.24 Untuk menyederhanakan defenisi dari organisasi itu sendiri, terdapat beberapa karakteristik organisasi. Organisasi : (1) mempunyai tujuan tertentu dan merupakan kumpulan berbagai manusia; (2) mempunyai hubungan sekunder (impersonal); (3) mempunyai tujuan yang khusus dan terbatas; (4) mempunyai kegiatan kerjasama pendukung; (5) terintegrasi dalam sistem sosial yang lebih luas; (6) menghasilkan barang dan jasa untuk lingkungannya;
dan
(7)
sangat
terpengaruh
atas
setiap
perubahan
lingkungan.25 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi adalah suatu wadah atau tempat berkumpulnya orang-orang untuk bekerja bersamasama dan merealisasikan tujuannya. 2. Organisasi Pengelolaan Zakat a. Persyaratan Lembaga Pengelola Zakat Menurut Yusuf Qurdhawi dalam bukunya, fiqhu zakat, menyatakan bahwa seseorang yang ditunjuk sebagai amil atau pengelola zakat harus memiliki beberapa syarat sebagai berikut: 1) Beragama Islam. Karena zakat adalah salah satu rukun Islam, maka sudah saatnya apabila urusan penting kaum muslimin ini diurus oleh sesama muslim. 23
Stephen P. Robbins, Teori Organisasi: Struktur Desain, dan Aplikasi, alih bahasa, Jusuf Udaya (Jakarta: Arcan,1994), h. 4. 24 http://akmal-aria.blogspot.com/2012/11/definisi-organisasi.html 25 Alo Liliweri, Sosiologi Organisasi, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 1997), h. 24.
19
2) Mukallaf. Yaitu orang dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima tanggung jawab. 3) Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzakki akan rela menyerahkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat jika lembaga ini memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparan (keterbukaan) dalam menyampaikan laporan pertanggung jawaban secara berkala dan juga ketepatan penyaluran sejalan dengan ketentuan syari’at Islamiyyah. 4) Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat. 5) Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaikbaiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang penting, akan tetapi harus ditunjang kemampuan dalam melaksanakan tugas. Perpaduan antara amanah dan kemampuan inilah yang akan menghasilkan kinerja yang optimal. 6) Kesungguhan amil zakat dalam melaksanakan tugasnya.26 Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat lembaga zakat harus memiliki persyaratan teknis antara lain sebagai berikut: a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan b. Islam yang mengelola bidang pendidikan,dakwah, dan sosial; c. Berbentuk lembaga berbadan hukum; d. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS; e. Memiliki pengawas syariat; f. Organisasi; 26
Didin,Zakat dalam perekonomian Modern, (Depok : Gema Insani, 2004) h. 171-173.
20
g. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia organisasi melaksanakan kegiatannya; h. Bersifat nirlaba; i. Memiliki
program
untuk
mendayagunakan
zakat
bagi
kesejahteraan umat; dan bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara berkala.27
Persyaratan tersebut tentu mengarah pada profesionalitas dan transparansi dari tiap lembaga pengelola zakat. Dengan demikian, diharapkan akan semakin bergairahnya muzzaki menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola zakat.
b. Urgensi Lembaga Pengelolaan Zakat Pelaksanaan zakat di dasarkan pada firman allah swt yang terdapat dalam surah at-Taubah: 60, َب وَالْغَارِمِيه ِ ه وَالْعَامِلِيهَ عَلَيْهَا وَالْ ُمؤَلَّفَةِ قُلُىبُهُ ْم وَفِي الزِّقَا ِ إِوَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَزَا ِء وَالْ َمسَاكِي ٌوَفِي سَبِيلِ اللَّ ِه وَاِبْهِ السَّبِيلِ فَزِيضَةً مِهَ اللَّ ِه وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Juga dalam firman Allah swt dalam surah at-taubah : 103 ٌك سَكَهٌ لَهُ ْم وَاللَّ ُه سَمِيع َ خُذْ مِهْ أَ ْمىَالِهِمْ صَدَقَةً ُتطَهِّزُهُ ْم وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَال َت ٌعَلِيم
27
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakatbagian keempat pasal
18.
21
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelolaan zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain: Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat. Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan langsung dari muzakki kepada mustahik, meskipun secara hukum syariah adalah sah, akan tetapi disamping akan terabaikan hal-hal tersebut di atas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan.28 c. Macam-macam Organisasi Pengelolaan Zakat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Organisasi Pengelolaan Zakat di Indonesia terdiri dari 2 macam yaitu : 1) Badan Amil Zakat Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, 28
Didin, Zakat dalam perekonomian Modern, (Depok : Gema Insani, 2004) h.126
22
dibentuk
Badan
Amil
Zakat
Nasional
(BAZNAS)
yang
berkedudukan di ibu kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
2) Lembaga Amil Zakat Untuk pengumpulan,
membantu
BAZNAS
pendistribusian,
dan
dalam
pelaksanaan
pendayagunaan
zakat,
masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan. Secara subtansial, pengertian tersebut dapat ditemukan dalam
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2011
Tentang
Pengelolaan Zakat.Namun demikian kedua pengelola zakat itu memilki tugas dan fungsinya yang sama, yaitu mengumpulkan, mendistribusikan
dan
mendayagunakan
harta
zakat
yang
dikumpulkan oleh umat Islam. d. Tujuan Organisasi Pengelolaan Zakat Sedangkan dalam pengelolahan zakat, ada empat tujuan yang hendak dicapai, yaitu: 1) Memudahkan muzakki menunaikan zakat; 2) Menyalurkan zakat yang terhimpun kepada mustahik yang berhak menerima;
23
3) Mengelola zakat dengan memprofesionalkan organisasi zakat; 4) Terwujudnya kesejahteraan sosial.29
e. Sistem pengelolaan OPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik. Unsurunsur yang harus diperhatikan adalah : 1) Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas Sebagai sebuah lembaga, sudah seharusnya jika semua kebijakan dan ketentuan dibuat aturan mainnya secara jelas dan tertulis. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun, aktivitas lembaga tidak terganggu karenanya.
2) Manajemen terbuka Karena OPZ tergolong lembaga publik, maka sudah selayaknya menerapkan manajemen yang terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri.
3) Mempunyai rencana kerja Rencana kerja disusun berdasarkan kondisi lapangan dan kemampuan sumber daya lembaga. Dengan dimilikinya rencana kerja, maka akivitas OPZ akan terarah. Bahkan dapat
29
Fahruddin, Fiqih Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang: UIN Press 2008), h. 296-303.
24
dikatakan, dengan dimilikinya rencana kerja yang baik berarti 50% target tercapai. 4) Memiliki Komite Penyaluran (Lending Committee) Agar dana dapat tersalurkan kepada yang benar-benar berhak, maka harus ada suatu mekanisme sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Salah satunya adalah dibentuknya Komite Penyaluran. Tugas komite ini adalah melakukan penyeleksian terhadap setiap penyaluran dana yang akan dilakukan. Apakah dana benar-benar disalurkan kepada yang berhak, sesuai dengan ketentuan syariah, prioritas dan kebijakan lembaga. Prioritas penyaluran perlu dilakukan. Hal ini tentunya berdasarkan survei lapangan, baik dari sisi asnaf mustahik maupun bidang garapan (ekonomi, pendidikan, dakwah, kesehatan, sosial dan lain sebagainya). Prioritas ini harus dilakukan karena adanya keterbatasan sumber daya dan dana dari lembaga. 5) Memiliki sistem akuntasi dan manajemen keuangan Sebagai sebuah lemabga publik yang mengelola dana masyarakat, OPZ harus memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Manfaatnya antara lain: a) Akuntabilitas dan transparasi lebih mudah dilakukan, karena bagai laporan keuangan dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu b) Keamanan dana relatif lebih terjamin, karena terdapat sistem kontrol yang jelas. Semua transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri. c) Efesiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan.
25
6) Diaudit Sebagai bagian dari penerapan prinsip transparasi, diauditnya OPZ sudah menjadi keniscayaan, baik oleh auditor internal maupun eksternal. Auditor internal diwakili oleh komisi pengawasan atau internal auditor. Sedangkan auditor eksternal dapat diwakili oleh Kantor Publik atau lembaga audit independen lainnya. Ruang lingkup audit meliputi : a) Aspek keuangan b) Aspek kinerja lainnya (efesiensi dan efektivitas) c) Pelaksanaan prinsip-prinsip syariah Islam d) Penerapan peraturan perundang-undangan 7) Publikasi Semua yang telah dilakukan harus disampaikan kepada publik
sebagai
bagian
dari
pertanggungjawaban
dan
transparannya pengelola. Caranya dapat melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buletin, radio, TV, dikirim langsung kepada para donatur, atau ditempel dipapan pengumuman yang ada di kantor OPZ yang bersangkutan. Halhal yang perlu dipublikasikan antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan, nama-nama penerima bantuan dan lain sebagainya.30
30
Fahruddin, Fiqih Manajemen Zakat di Indonesia, Malang: UIN Press 2008, h. 54- 57
26
C. Undang-Undang 1. Pengertian Undang-Undang/Perundang-undangan (atau disingkat UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Undang-undang memiliki kedudukan sebagai aturan main bagi rakyat untuk konsolidasi posisi politik dan hukum, untuk mengatur kehidupan bersama dalam rangka mewujudkan tujuan dalam bentuk Negara. Undang-undang dapat pula dikatakan sebagai kumpulan-kumpulan prinsip yang mengatur kekuasaan pemerintah, hak rakyat, dan hubungan di antara keduanya.31 2. Sejarah Undang-undang (bahasa Inggris: Legislation - dari bahasa Latin lex, legis yang berarti hukum) berarti sumber hukum, semua dokumen yang dikeluarkan oleh otoritas yang lebih tinggi, yang dibuat dengan mengikuti prosedur tertulis. Konsep hukum yang didefinisikan oleh sebuah laporan dari kontrak dan Perjanjian (yang hasil dari negosiasi antara sama (dalam hal hukum)), kedua dalam hubungan dengan sumber-sumber hukum lainnya: tradisi (dan kebiasaan), kasus hukum, undang-undang dasar (Konstitusi, "Piagam Besar", dsb.), dan peraturan-peraturan dan tindakan tertulis lainnya dari eksekutif, sementara undang-undang adalah karya legislatif, sering diwujudkan dalam parlemen yang mewakili rakyat. Kekuasaan legislatif biasanya dilaksanakan: dengan Kepala Negara hanya dalam rezim otoriter tertentu, kediktatoran atau kekuasaan mutlak;oleh Parlemen;dengan rakyat sendiri melalui referendum.
31
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang
27
3. Tahap-tahap Pembentukan Undang-Undang a. Persiapan Rancangan Undang-Undang (RUU) dapat diajukan oleh DPR atau Presiden. RUU yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan LPND sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya. RUU ini kemudian diajukan dengan surat Presiden kepada DPR, dengan ditegaskan menteri yang ditugaskan mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan RUU di DPR. DPR kemudian mulai membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima. RUU yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Presiden kemudian menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu 60 hari sejak surat Pimpinan DPR diterima. DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR mengenai hal yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan
pemekaran
serta
penggabungan
daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. b. Pembahasan Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden
atau
menteri
yang ditugasi,
melalui
tingkat-tingkat
pembicaraan, dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat paripurna. DPD diikutsertakan dalam Pembahasan RUU yang sesuai dengan kewenangannya pada rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. DPD juga memberikan
28
pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. c. Pengesahan Apabila RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tersebut tidak boleh diajukanlagi dalam persidangan masa itu. RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi UU, dalam jangka waktu paling lambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama. RUU tersebut disahkan oleh Presiden dengan menandatangani dalam jangka waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui oleh DPR dan Presiden. Jika dalam waktu 30 hari sejak RUU tersebut disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.32
32
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang
BAB III GAMBARAN UMUM FORUM ORGANISASI ZAKAT
A. Sejarah Awal Berdirinya Forum Organisasi Zakat Umat Islam semakin percaya bahwa zakat memiliki peran strategis bagi pengembangan masyarakat, sehingga para muzaki sadar akan pentingnya menyalurkan zakat melalui lembaga. Berbeda dengan pengelolaan zakat yang masih tersentral kepada golongan-golongan tertentu (misalnya kepada kyai) yang dipraktekkan pada masa-masa sebelumnya. Pertumbuhan seperti itu disertai dengan keinginan para pegiat zakat untuk membentuk sebuah wadah silaturrahmi antar pengelola zakat, bernama Forum Zakat (FOZ), yaitu Asosiasi Lembaga Pengelola Zakat Seluruh Indonesia. Para pegiat zakat yang tergabung di dalam FOZ, memandang perlu untuk memasukkan zakat ke dalam domain Negara.1 Forum Organisasi Zakat Sebagai asosiasi lembaga dan badan amil zakat pertama di Indonesia yang didirikan oleh lembaga-lembaga amil zakat pada tahun 1997. Salah satu peran besar yang dimainkan oleh Dompet Dhuafa Republika adalah membidani kelahiran Asosiasi Organisasi Pengelola Zakat “Forum Zakat” (disingkat FOZ). Melalui Seminar Zakat Perusahaan yang diadakan pada tanggal 7 Juli 1997, maka dideklarasikanlah Forum Zakat, yang pada awalnya dikonsorsiumi oleh 11 lembaga, yaitu: Dompet Dhuafa Republika, Bank Bumi Daya, Pertamina, Telkom Jakarta, Baitul Mal Pupuk Kujang, Bazis DKI, Hotel Indonesia dan Sekolah Tinggi Ekonomi Indonesia (STEI) Jakarta.2
1
Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : Forum Organisasi Zakat, 2006), h. 2. 2 Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : Forum Organisasi Zakat, 2006), h. 36.
29
30
Pada awal berdirinya, Forum Zakat berbentuk yayasan, namun sejak Musyawarah Kerja Nasional I (Mukernas I) tanggal 7-9 Januari 1999 status yayasan tersebut dirubah menjadi asosiasi dengan Ketua Umumnya Drs. Eri Sudewo. Perubahan badan hukum dari Yayasan menjadi asosiasi, kemudian dicatatkan di notaris sebagai perkumpulan. Badan hukum perkumpulan inilah yang sampai sekarang dimiliki oleh Forum Zakat, dan sudah dicatatkan di lembaran Negara. Dalam perkembangannya FOZ telah mengalami tiga kali pergantian kepengurusan: 1. Periode 1997-2000 dengan ketua Eri Sudewo,MDM. 2. Peride 2000-2003 dengan ketua Iskandar Zulkarnaen,SE,Msi. 3. Periode 2003-2006 dengan ketua dr.Naharus Surur,M.Kes. 4. Periode 2006- dengan ketua Ahmad Juwaini 5. Periode 2012-2015 dengan ketua Sri Adi Bramasetya3 Hasil pemikiran berjamaah pada Mukernas I, FOZ tanggal 07-09 Januari 1999/19-21 Ramadhan 1419 H di Hotel Indonesia-Jakarta adalah telah dirumuskannyafungsi-fungsiForum
Organisasi
Zakat
sbb:
Koordinatif,Konsultatif,Informatif,Edukatif dan Aspiratif, sehingga tujuan utama dari Forum Zakat adalah untuk optimalisasi zakat di Indonesia dapat tercapai.4 Dan hingga saat ini jumlah Forum Zakat Wilayah sebanyak 8 lembaga. Terdiri : DKI Jakarta, Jawa Barat, Kalimantan Timur,Kalimantan Barat, Jawa Timur, Jogjakarta, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
3
Forumzakat.net. Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. Zakat dan Peran Negara. (Jakarta : ForumOrganisasi Zakat, 2006), h. 92. 4
31
B. Arah Kebijakan Program Forum Zakat Periode 2012-2015
1. Visi dan misi forum organisasi zakat a) VISI Tiap organisasi memiliki visi agar mengetahui kemana arah tujuannya sedangkan visi dari forum organisasi zakat adalah : Menjadi asosiasi OPZ yang amanah dan profesional guna meningkatkan kesejahteraan umat.
b) MISI Untuk merealisasikan visi dibutuhkan misi agar semakin jelas dan semakin terarah tindakan dan pekerjaannya, maka forum organisasi zakat memiliki misi sebagai berikut:
1) Mengarahkan organisasi pengelola zakat sehingga mencapai optimalisasi,mobilisasi dan sinergi untukmencapaipositioning zakat di Indonesia yang menyejahterakan. 2) Melakukan capacity building terhadap OPZ agar memenuhi standard manajemen mutu pengelola zakat baik tingkat nasional, maupun internasional 3) Menjadi fasilitator OPZ di dalam menjalankan fungsinya. 4) Melakukan advokasi dalam rangka memperkuat OPZ dan mewujudkan cita ideal zakat di Indonesia. 5) Melakukan standardisasi
dan
akreditasi terhadap
OPZ
sehingga sesuai dengan standard manajemen mutu pengelola zakat.5
5
Data diperoleh di kesekretariatan FOZ pada hari Jumat, 5 april 2013.
32
2. Tujuan, Strategi Dan Taktis Operasional a) Tujuan Agar tercipta kejelasan dalam pekerjaan FOZ memiliki tujuan sebagai berikut: 1)
Mengkritisi Revisi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakatadalah sebuah keniscayaan
2)
Berperan aktif
agar terwujud
revisi
Undang-Undang
Pengelola zakat yang lebih baik. 3)
Mengimplementasikan cetak
biru dan
arsitektur
zakat
Indonesia 4)
Mengimplementasikan standar manajemen mutu Organisasi Pengelola Zakat
5)
Mengimplementasikan Sistem Akuntansi dan Keuangan Organisasi Pengelola Zakat
6)
Meningkatkan kinerja manajemen organisasi pengelola zakat Indonesia sehingga dapat dipercaya oleh masyarakat.
7)
Menyinergikan Organisasi Pengelola Zakat nasional dan internasional
8)
Mewujudkan konsolidasi organisasi.
b) Strategi Sedangkan, agar pekerjaan berjalan efektif dan efisien maka dibutuhkan strategi dalam organisasi, strategi FOZ diantaranya: 1)
Memperkuat eksistensi FOZNAS di dalam lingkup nasional dan internasional
2)
Melakukan aliansi strategis nasional dan internasional.
3)
Memfasilitasi kerjasama antar OPZ dalam rangka mewujudkan sinergi program zakat di Indonesia
33
4)
Melakukan
koordinasi
dan kerjasama dengan
Kementrian
Agama, Direktorat Jendral Pajak dan DPR serta pihak lainnya dalam rangka mewujudkan tujuan zakat di Indonesia 5)
Membangun akses dana dari dalam dan luar negeri yang halal dan tidak mengikat untuk membiayai program-program FOZ.
6)
Membentuk dan menguatkan FOZWIL (Forum Zakat Wilayah) di seluruh Indonesia.
7)
Menyusun struktur organisasi yang kuat dalam rangka meningkatkan peran FOZNAS guna mencapai visi, misi dan tujuan organisasi.
8)
Memperkuat
aktivitas
riset
dan
pengembangan
guna
membangun pusat informasi zakat nasional 9)
Memfasilitasi kaderisasi SDM Organisasi Pengelola Zakat
c) Taktis Operasional: Dalam taktis operasionalnya foz telah merangkum yakni: 1) Mendorong terwujudnya internal audit dan eksternal audit pada setiap Organisasi Pengelola Zakat. 2) Melakukan kerjasama dengan institusi
yang concern di
bidang pengembangan kapasitas organisasi pengelola zakat baik di Indonesia maupun di dunia. 3) Membina OPZ yang belum mendapatkan akreditasi. 4) Menguatkan branding setiap OPZ. 5) Mendorong kepada Organisasi Pengelola Zakat untuk mengemas program pendayagunaan dengan inovatif. 6) Membentuk minimal 5 FOZWIL dalam masa kerja 3 tahun. 7) Melakukan kampanye budaya sadar zakat secara nasional setiap tahun.
34
8)
Mengakselerasi peluang zakat di perusahaan.6
C. Susunan Pengurus Forum Zakat Periode 2012 – 20157 Komite – Komite : 1. Pertimbangan Zakat Nasional o
Didin Hafidhuddin
o
Suparman Usman
o
Iskandar Zulkarnaen
o
Eri Sudewo
2. Pengawas Zakat Nasional o
Hamy Wahjunianto
o
Ismail A Said
o
Naharus Surur
o
Ahmad Juwaini
3. Standardisasi Manajemen Zakat o
Adiwarman A Karim
o
Fuad Nasar
o
Emmy Hamidiyah
o
Hertanto Widodo
Pengurus Harian :
6
Ketua Umum
Sri Adi Bramasetia (PKPU)
Wakil Ketua Umum
Teten Kustiawan (BAZNAS)
Sekretaris Jenderal
Bambang Suherman (DD)
Wakil Sekjend (Informasi & Komunikasi)
M. Anwar Sani (PPPA DQ)
Data diperoleh di kesekretariatan FOZ pada hari Jumat, 5 april 2013. http://forumzakat.net/index.php?act=pengurus
7
35
Bendahara Umum
Kiagus M Tohir (BSM Ummat)
Wakil Bendahara I (Akuntansi&Keuangan)
Hermin Rachmawantie Rachim(BAZNAS)
Wakil Bendahara II (Dana & Usaha)
Tarmizi (PPPA DQ) Armen Rasyid (BAMUIS BNI)
Bidang I (Keanggotaan & Jaringan) Ketua
Nur Efendi (RZ)
Sekretaris
Nana Sudiana (PKPU)
Anggota
Suryaningsih (APU) Wahyu Rahman (BMH) Poerwanto Barna (DT)
Bidang II (Pengembangan Kapasitas & Standarisasi) Ketua
M.Suryani Ichsan (BAZ JABAR)
Sekretaris
Tri Estriani (DD)
Anggota
Amir Ma’ruf (LAZISNU) Isnaini Mufti Azis (BMM)
Bidang III (Advokasi & Pengawasan) Ketua
Muh. Sabeth Abilawa (DD)
Sekretaris
Nana Mintarti (IMZ)
Anggota
Jauhari Sani (YDSF) M. Mudzakir (YM) Iwan A Fuad (BMM)
Bidang IV (Kerjasama & Sinergi) Ketua
Tomy Hendrajati (PKPU)
Sekretaris
Heny Widiastuti (RZ)
Anggota
Ade Salamun (DDII) Asep Hikmat (DPU DT) Zainuddin Yusuf (BAZIS DKI Jakarta)
36
D. Lembaga Pengelolaan Ziswaf yang telah terdaftar di Forum Organisasi Zakat
1. Yayasan Baitul Maal Bank BRI (YBM BRI) Gedung olah raga bri lt. 2 jl. Jend sudirman kav. 44-46 jakarta 2. Yayasan Dana Sosial Al Falah (YDSF) Jl. Kerta jaya viii-c/17 surabaya jatim 3. Rumah Zakat Indonesia (RZI) Jl. Turangga no.25 c. Bandung jabar 4. Pos Keadilan Peduli Ummat (PKPU) Jl. Condet raya no. 27 g jakarta selatan 5. Portal Infaq Jl. Radio iv no. 8 a kebayoran baru jakarta selatan 6. Lembaga Manajemen Infaq (LMI) Komplek ruko taman intan nginden jl. Nginden intan raya n0 12Surabaya Jawa Timur 7. Laznas Bmt Jl. Warung buncit raya no. 45 8. Lazis Nahdhotul Ulama (LAZ NU) Jl. Kramat raya no. 164 jakarta pusat 9. Lazis Muhamadiyah (LAZMUH) Jl. Menteng raya no. 62 jakarta pusat 10. Lazis Garuda (Lazis Ga) Sbu garuda sentra medika, jl. Angkasa blok b 15 no. 1 Kemayoran Jakarta 11. Laz yaumil pt. Badak ngl Masjid al kautsar komp. Pt. Badak lng bontang kaltim 12. Pusat Zakat Ummat (LAZ PZU) Jl. Perintis kemerdekaan no. 2 bandung jabar
37
13. Laz- Al-hijrah Jl. Pasundan 18 kec. Medan petisah sumut 14. Lembaga Amil Zakat Dan Infaq Malang (lagzis) Jl. Bogowonto no. 45 surabya jawa timur 15. Laz Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (LAZ IPHI) Jl. Tegalan no. 1 matram, jakarta timur 16. Laz Dewan Dakwah Indonesia (LAZ DDI) Jl. Kramat raya 45 jakarta pusat 17. Dompet Peduli Ummat- Daarut Tauhid (Dpu- Dt- Pusat) Jl. Geger kalong girang no. 32 bandung jabar 18. Dompet Dhuafa (DD) Komplek perkantoran ciputat indah permai jl. Ir h. Juanda no. 50 19. Bina Sejahtera Mitra Ummat (BSM UMAT) Gedung bank syariah mandiri lt. Dasar jl. M. H. Tamrin no. 5 jakpus 20. Bazis Bank Mandiri Plasa mandiri gatot subroto kav. 36-38 jakpus 12190 21. Baitul Maal Pupuk Kaltim (BMPKT) Lantai dasar masjid baiturrahman jl. Tulip 01 pc vi pt pupuk Kaltim 22. Baitul Maal Pupuk Kujang (BMPK) Jl. Jend. Ahmad yani no. 39 cikampek jabar 23. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Gedung baznas jl. Kebon sirih raya no. 57 jakpus 24. Bazis Dki Jakarta Gedung prasada sasana karya jl. Suryo pranoto no.08 jakarta pusat 25. Bamuis Bank Bni Jl. Pejompongan raya 23 jkp 26. Baituzzakah Pertamina (BAZMA) Jl. Medan merdeka timur no. 11 jakpus 27. Baitul Maal Muamalat (BMM) Ged. Dana pensiun telkom lt. Ii jl. Letjend s. Parman kav. 56 jakarta
38
28. Baitul Maal Hidayatullah (BMH) Jl. H. Samali no 79b, pejaten barat. Rt. 017/01 ps. Minggu, Jaksel 29. Laznas Amanah Takaful Jl. Mampang prapatan raya no. 100 30. Al-azhar Peduli Ummat Kompleks masjid agung al-azhar jl. Sisingamangaraja kebayoran baru
BAB IV HASIL TEMUAN
A. Respon Kognitif terhadap UU No.23/2011 Berdasarkan teori yang telah dikemukakan oleh Jalaludin Rakhmat bahwa respon kognitif merupakan respon yang timbul setelah adanya pemahaman terhadap sesuatu yang terkait dengan informasi atau pengetahuan. Hal ini terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui atau dipersepsi oleh khalayak. Keberadaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini mengubah kedudukan BAZ dan LAZ yang awalnya mempunyai relasi yang sejajar, kini berubah menjadi hubungan yang hirarki. Menurut Sabeth Abilawa mengenai hal ini : “Sebenarnya Undang-undang itu banyak berbicara tentang BAZNAS, kalau boleh saya katakan Undang-undang zakat itu bukan undang-undang zakat, tapi Undang-undang tentang BAZNAS. Tapi karena nggak enak judulnya, jadi undang-undang zakat. Karena BAZNAS dan LAZ relasinya di dalam konteks Undang-undang baru ini LAZ adalah bagian dari BAZNAS.”1 Sedangkan menurut Bambang Suherman : “Undang-undang memberikan gambaran besarnya, pengelolaan zakat ke sebuah badan yang dikenal dengan nama Badan Zakat Nasional. Tapi sebenarnya tidak dijelaskan juga apakah badan tersebut adalah Baznas yang sudah ada hari ini atau perlu dibuat definisi baru dengan kriteria baru tentang badan amil zakat nasional tersebut. Nah, tafsir bodohnya, masyarakat menerjemahkan badan tersebut adalah BAZNAS. Mengapa saya katakan tafsir bodoh? Karena seharusnya hal ini yang dikritisi sejak awal. Penolakan kita terhadap mekanisme dan pelimpahan kewenangan dalam perspektif Undang-undang ini bukan karena BAZNAS-nya tapi karena 1
Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku sekretaris Jendral FOZ, , Selasa, 21/05/2013 10.00.
39
40
kualifikasi yang hari ini dimunculkan oleh BAZNAS dibandingkan pengelolaan zakat ini oleh LAZ lainnya. Sehingga agak sulit bagi kita untuk memberikan harapan bahwa akan ada pengelolaan zakat yang rapi dengan performa yang ada.“2
Sedangkan menurut Nana Mintarti : “Ya menurut undang-undang ini, sih, BAZNAS memang menjadi central, regulator, koordinator juga sebagai operator, sedangkan LAZ mejadi lembaga yang membantu BAZ dalam mengelola zakat di Indonesia. Ya sangat disayangkan saja hal ini dapat mematahkan semangat yang pernah ada!“3
Namun lain halnya dengan pendapat Didin Hafidhuddin selaku komite pertimbangan zakat nasional di Forum Organisasi Zakat dan sebagai ketua BAZNAS saat ini, yang dilansir di Harian Republika.co.id (19/04/12). Menurutnya dalam Undang-undang tersebut tidak menafikan keberadaan lembaga-lembaga zakat (LAZ). Kekhawatiran yang muncul, menurutnya disebabkan belum dibacanya Undang-undang tersebut secara teliti dan terperinci. Sehingga seolah-olah menafikan LAZ, dan mengangkat peran BAZNAS, kemudian memarginalkan lembaga LAZ lainnya. Padahal itu tidak ada menurutnya. Didin juga mengatakan, tugas BAZNAS hanya dua, yakni sebagai operator terbatas dan koordinator. Sedangkan yang lain diberikan pada LAZ.4 Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa adanya perubahan hubungan BAZ dengan LAZ menjadi hubungan hirarki ini memberikan respon kognitif yang negatif, dimana kebanyakan responden memberikan banyak kritik mengenai hal tersebut. 2
Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku Sekretaris Jendral FOZSelasa, 21/05/2013 11.00. 3 Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa, 21/05/2013. 4 www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/18/m2on9p/penguatan-baznaspengerdilan-laz
41
Jika dilihat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada bab ke-2 pasal 7, sebenarnya hal ini bisa menjadi kabar baik bagi BAZNAS, sekaligus beban berat yang harus dipikul. Bagaimana tidak, BAZNAS kini berubah menjadi lembaga pengelolaan zakat milik pemerintah yang menjadi pusat kegiatan bagi lembaga zakat lainnya. Tentunya perubahan ini tidak mudah bagi BAZNAS. Untuk kemampuan BAZNAS sendiri dalam mengemban amanah tersebut menurut Nana Mintarti: “Sebenarnya hal inikan tidak bisa hanya diprediksi saja, harus ada pembuktian, dong! Tapi Tampaknya BAZNAS sedang melakukan pembenahan. Ya kita lihat saja buktinya nanti, kita lihat 3 tahun ke depan. Kita lihat perolehan penghimpunan ada peningkatan atau tidak. Tunggu saja tahun 2014 nanti.”5 Pandangan lain disampaikan oleh Sabeth Abilawa, menurutnya: “BAZNAS apakah sudah siap? Dalam kerangka itu saja saya menyangsikan bahwa BAZNAS sudah siap. BAZNAS itu lembaga yang masih muda didirikan tahun 2000-an atas inisiasi dari lembagalembaga yang sudah ada, Dompet Dhuafa salah satunya. Undangundang itu digagas oleh masyarakat sipil karena butuh payung hukum sebenarnya itu kesalahan kita, kalau Bazis-bazis itu sudah lama, seperti Bazis DKI sudah sejak tahun 1960-an, dia sudah mempunyai sejarah panjang. Jika BAZNAS ada problem, kalau dia berbicara wilayah, dia mau menghimpun dana dari mana? Nanti akan rebutan dengan Bazis DKI, sama-sama Jakarta. PNnya nanti rebutan. Secara penerimaan BAZNAS masih 30-40 milyar, okelah itu bukan sesuatu yang urgent buat mereka, tapi kan amanah yang besar itu belum pernah mereka kelola. Bagaimana mereka mengelola lembaga-lembaga yang sudah lama Bazis DKI aja nggak mau sampai sekarang diharuskan di bawah BAZNAS dari sisi pngumpulan, dari sisi pendistribusian, saya tidak melihat program-programnya tidak
5
Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa, 21/05/2013.
42
kreatif dan sebagainya, karena kultur birokrasi terlalu panjang, kultur harus izin dan sebagainya.“6 Sedangkan menurut M. Anwar Sani mengenai hal tersebut; “Mengenai pasal ini saya tidak menganggap hal ini benar mutlak dan juga tidak menganggap itu salah. Kalau berbicara visi tentu negara benar. Tapi menurut saya pokoknya orang bayar zakat mau zakat di mesjid kek, mau bayar langsung ke lembaga zakat, baznas, kek, yang penting orang yang tidak sadar zakat bisa terdorong untuk berzakat.”7 Namun pandangan postitif dilayangkan oleh salah seorang pakar zakat Arif M. Haryono (Pimpinan IMZ). Menurutnya: “Saya yakin saat ini BAZNAS sangat mampu untuk mengemban amanah tersebut, Menurut penilaian saya dengan susunan kepengurusan seperti saat ini setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat, BAZNAS perlu disupport sangat kuat oleh pemerintah untuk mengidealkan UU baru tersebut karena nantinya BAZNAS tidak hanya mengkoordinasi BAZ-BAZ di tingkat Kabupaten dan Kecamatan saja tapi juga LAZLAZ yang sudah ada. Saya yakin sekali BAZNAS mampu karena orang-orang terpilih di dalamnya saat ini sangat bagus-bagus, kok, orang-orang di dalamnya qualified. Tapi dengan syaratnya harus banyak disupport oleh pemerintah mulai dari dukungan positif, infrasuktur, dll.”8 Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa respon kognitif dari pengurus FOZ dia atas adalah, dua dari tiga responden memberikan respon yang baik terhadap BAZNAS yang saat ini diperkirakan dapat berubah menjadi lembaga yang mampu mengemban amanah sebagai sentral pengelolaan zakat nasional. Sementara itu, banyak pihak yang pro dan kontra dengan disahkannya
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2011
Tentang
Pengelolaan Zakat. Masalah yang muncul kemudian, terdapat pasal-pasal 6
Wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa,selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Jumat, 21/05/2013. 7 Wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, selaku wakil Sekjed FOZ, Rabu, 01/05/2013. 8 Wawancara diperoleh di Kantor IMZ Ciputat,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa, 27/04/2013.
43
“mengkhawatirkan” di mana menurut beberapa pihak ada pihak-pihak yang merasa “dikebiri” dengan pasal-pasal tersebut. Misalnya pasal 18, 19, 38, dan 41, dimana pada pasal 18 terdapat syarat-syarat yang „memberatkan‟ dalam mendirikan LAZ atau LAZ yang ingin diakui oleh negara yakni, LAZ harus terdaftar sebagai ormas Islam. Atau pasal 19 kewajiban LAZ yang harus memberikan laporan terhadap BAZNAS secara berkala atau pasal 38 dan 41 mengenai sanksi bagi yang bertindak sebagai amil. Dalam hal ini menurut Bambang Suherman : “Spirit yang ada di sini adalah spirit monopoli. Dalam proses pengelolaan dana publik ini harus ada kontrol negara yang kuat hingga dapat dibahas sampai ke konsepsional badan hukum. Padahal, sebenarnya yayasan itu kan badan hukum. Dalam konsepsi peraturan legalitas pemerintah terhadap perlembagaan atau perkumpulan. Dan ini harusnya mengacu pada UU ormas yang ada. Maksudnya, semua ini juga masih menyisahkan permasalahan. Dalam perspektif pribadi saya, hal ini akan lebih banyak dampak negatifnya, kalau kita melihat dari seberapa besar kemampuan melibatkan masyarakat dalam membangun kampanye tentang sadar zakat. Karena dengan adanya aturan yang membatasi ini, mereka akan takut untuk melakukan kontribusi atau terlibat. Mereka akan dikenakan sanksi kan jika digunakan konsep seperti itu. Jika belum dilegalkan sebagai ormas, berarti masyarakat tidak bisa memberikan kontribusi yang sama, karena ini kan syariah. Syariah itu artinya, setiap orang yang muslim dan memiliki kesadaran tentang agama ini boleh terlibat dalam mengajak. Mengajak tidak sebagaimana dai mengajak, tapi bisa memberikan contoh. Dari konsep seperti ini dikhawatirkan akan ada ketakutan karena perlahan-lahan terlihat menjadi ekslusif milik pemerintah dengan persepsi bagaimana pemerintah mengelola negara sebagaimana yang kita ketahui. Maka, ini akan menciptakan perlambatan dalam akses terhadap informasi kepada publik.” 9 Sedangkan menurut Anwar Sani: “Mengenai pasal 38 apakah salah kalau orang menyerahkan zakatnya ke mushola kecil? „saya nitipin zakat ya‟ dan diterima oleh panitia zakat yang panitia itu panitianya pembentukannya seminggu sebelum lebaran dan dibubarkannya seminggu sesudah lebaran, dia 9
wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Selaku sekretaris Jendral FOZ, Selasa, 21/05/2013
44
megang zakat loh, dititipin zakat loh, yang dititipin pengelolaan zakat besar juga. Syarat ketentuan dari pasal inikan harus meminta izin pada pejabat yang berwenang? Kan gak dijelasin berwenang disana itu siapa? Bisa jadi dia dapat izin dari RT/RW dapat izin dari lurah bahkan biasanya di kepanitiannya itu yang jadi pembinanya itu ketuanya sendiri. Bahkan dia bisa jadi pengurus RT/RW nya, Lurah bisa jadi pengurus masjid juga, jadi saya menganggap ini bagus nih Undang-undang ini bagus, makanya kalau buat saya terima saja nih apa yang ada di dalam ini kita akomodir diaplikasi teknisnya, kita akomodir ke semua ormas harus hormat bikin aja semua ormas jadi hormat selesai, apalagi? Gak ada izin? Oke, izin gampangin dong!”10 Lain halnya dengan Sabeth Abilawa. Menurutnya: “Mengenai pasal 38 dan 41 menurut saya pasal yang paling aneh, dampaknya adalah negara akan melarang pengurus-pengurus masjid menghimpun dana zakat, pengurus panti asuhan menghimpun dana zakat, melarang yayasan-yayasan sosial yang sudah ada memungut dana zakat, termasuk zakat fitrah dan zakat mal, artinya masjid dan mushola yang sudah ratusan tahun, panitianya setiap ramadhan menghimpun dana harus mengajukan diri sebagai UPZ BAZNAS jika disetujui dan bisa pula tidak disetujui, maka mereka illegal dan bisa dipidana dengan sangsi ini dan ada jutaan orang.”11 Dalam pandanganNana Mintarti mengatakan dalam hal ini: “Aspek positifnya adalah niat baik ingin mengatur, mensentralisasi agar lebih terkoordinir yang mungkin kacamata Kemenag dan Baznas, mungkin karena dilihatnya LAZ kok bergerak sendirisendiri? Nah, agar bisa terjadi sinergi terkoordinir dan terprogram. Maka dibuatlah pasal-pasal tersebut. Aspek negatifnya, LAZ lahir dan tumbuh dari masyarakat, jauh sebelum UU No.38/1999 LAZ sudah eksis. LAZ yang sudah banyak peran dan sudah dirasakan masyarakat tiba-tiba harus tergabung dengan BAZNAS, sehingga peran itu dirasa menjadi dikecilkan. Padahal keinginan masyarakat berzakat itu berasal dari trust (kepercayaan), karena zakat ini tidak bisa dipaksa, lain halnya dengan pajak, sedangkan zakat dalam Undang-Undang tidak ada paksaan.”
10
wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, Ciledug, Selaku sekretaris Jendral FOZRabu, 01/05/2013 11 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21/05/2013
45
“Sedangkan mengenai pasal 38 dan 41 menurut saya masih abu-abu ya, secara sanksi masih abu-abu belum jelas ini hukum perdata atau pidana? Yang melakukan tindakan nanti, polisikah atau siapa?”12 Menurut Ahmad BuwaethyselakuKasubdit Sistem Informasi Zakat Direktorat Pemberdayaan Zakat Kementerian Agama RI dalam tulisannya di Harian Pelita Online (Kamis, 23/05/13), pada Pasal 38 telah ditulis bahwa ketentuan tersebut sesungguhnya bertujuan untuk menginventarisir, menertibkan, dan mewujudkan akuntabilitas dan transparansi lembaga yang mengelola zakat dari masyarakat. Dengan izin dari pejabat yang berwenang diharapkan para pihak (Amil Zakat) yang mengelola zakat dari masyarakat memang benar-benar menyalurkan zakat yang dikelola secara benar. Dengan perkataan lain, lembaga amil zakat tidak menyimpang dari tujuan semula, misalnya LAZ menjadi sebuah korporat yang mencari keuntungan. Dengan demikian menjadi tidak tepat jika izin dari pejabat berwenang tersebut bertujuan untuk mempersulit, mempersempit, dan mematikan ruang gerak lembaga amil zakat. Bahkan dengan adanya izin dari pejabat yang berwenang akan memperkuat lembaga amil zakat (LAZ) dan amil zakat tradisional di masjid-masjid akan menjadi bagian Unit Pengumpul Zakat.13 Sedangkan mengenai pasal tentang hukum pidana dan pasal tentang LAZ, Didin Hafidhuddin mengatakan (Rabu, 17/10) : "Penguatan kelembagaan BAZNAS dengan kewenangan yang disebutkan dalam UU sama sekali tidak untuk mematikan aktivitas pengumpulan zakat di masjid-masjid dan tempat lain. Tetapi justru diwadahi melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) sehingga lebih terkoordinir." 12
wawancara diperoleh di Kantor IMZ,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, selasa, 21/05/2013 13 Harian-pelita-online.com/cetak/2013/5/23/memahami-“memahami-“pasal-pidana”-didalam-uu-pengelolaan-zakat-pasal-pidana”-di-dalam-uu-pengelolaan-zakat#”Ua1IM-TT-So
46
Didin menuturkan, keberadaan BAZNAS juga bukan untuk mempersempit akses LAZ terhadap sumber dana umat. "BAZNAS hanya berkepentingan agar umat Islam yang masuk kategori muzakki, semuanya bisa menyalurkan zakat melalui institusi amil resmi, baik melalui LAZ maupun melalui BAZNAS di daerah."
Selanjutnya, Didin menegaskan, BAZNAS hanya bertujuan agar umat menjalankan kewajiban berzakat. "Yang terpenting adalah masyarakat menunaikan kewajiban zakatnya melalui amil resmi." 14 Kesimpulan dari respon kognitif yang diberikan ke-empat pengurus FOZ di atas cukup beragam. Ada aspek negatif dan ada pula aspek positif. Namun dapat ditarik kesimpulan bahwa masih ada beberapa responden yang belum mengerti secara menyeluruh mengenai pasal-pasal „mengkhawatirkan‟ ini yang dianggap ambigu.
B. Respon Afektif Terhadap UU No.23/2011 Berdasarkan teorirespon yang telah dijelaskan oleh Jalaludin Rakhmat bahwa respon afektif adalah respon yang timbul karena adanya perasaan terhadap sesuatu yang terkait dengan emosi, sikap dan nilai. Timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak. Disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini juga mengundang banyak respon afektif pada sejumlah pegiat zakat termasuk pengurus dari Forum Organisasi Zakat 14
http://m.merdeka.com/peristiwa/kewenangan-baznaz-tak-untuk-mematikan-laz.html
47
(FOZ). Isi dari Undang-undang tersebut menuai kontroversi, bahkan dari badan FOZ ada yang pro dan ada pula yang kontra. Bagi M. Anwar Sani (Wakil Sekjen FOZ) sendiri, ia tidak menolak dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat walaupun saat ini beliau juga berkerja di Darul Qur‟an yang juga merupakan LAZ. Karena baginya, kebijakannya selalu ada cara untuk menyikapinya. “Itikad saya adalah apapun yang akan digulirkan oleh Undangundang ini kita akan saya akomodir, karena bagi saya selalu ada jalan untuk menuju ke arah tujuan yang kita tuju dengan cara lain.” Walaupun sejak awal Anwar Sani sendiri sudah mengetahui draf akhir Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru. “Yang saya tahu waktu undang-undang digulirkan, itu ada berbagai versi, versi forum zakat, versi DPR, versi lainnya ini semuanya jelas berbeda. Kalau versi forum zakat berbicara tentang bagaimana organisasi ini bisa berjalan, kalau di pemerintah mungkin menurut kita salah tapi menurut pemikiran pemerintah belum tentu salah, jadi tergantung sudut pandangnya dari sudut pandang mana berpikirnya. Apakah salah ketika pemerintah menghendaki semua Lembaga Zakat bersatu? Secara visi, secara tujuan, dan secara cita-cita membangun Negeri ini betul. Tapi menjadi salah menurut tementeman semuanya tergantung sudut pandang, mau yang sudut pandang yang mana? Kalau maunya teman-teman inginnya pemerintah itu mengayomi lembaga-lembaga yang sudah berjalan didorong, Nah, buat pemerintah tidak menarik, dorong buat apa? kalau bicara dengan pemerintah pasti kembali lagi ke zaman Rasulullah, zaman dimana semua dikelola oleh Negara.”15 Lain halnya dengan Sabeth Abilawa. Menurutnya bentuk kepedulian adalah menolak isi dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ini.
15
wawancara diperoleh di Kantor Darul Quran, Ciledug, selaku wakil Sekjed FOZ, Rabu, 01/05/2013
48
“Saya peduli untuk menggagalkan undang-undangnya”16 Sedangkan reaksi pertama kali yang dirasakan oleh Sabeth setelah mengetahui draf akhir yang akan menjadi undang-undang
baru
Pengelolaan zakat ini dirasakan banyak kebohongan. “Secara proses ini banyak kebohongan dan tipu muslihat, kita juga punya draf pemerintah dan draf masyarakat sipil, dua-duanya maju waktu menjelang menit-menit akhir, itu drafnya masih seperti yang kita bayangkan, ini oke, tiba-tiba menjelang rapat paripurna itu naskah drafnya tidak boleh disirkulasi. Ada problem disitu, semua tenaga ahli yang kita hubungi juga tidak mau menyerahkan, agak aneh juga, sebenarnya ada beberapa mantan hakim MK seperti Mukhti Ali menyarankan kita bukan hanya uji materi tetapi juga uji formal untuk menguji bahwa Undang undang ini melalui proses yang benar ketika diparipurnakan, tapi kami tidak ada waktu memikirkannya, sebenarnya ini bisa diuji, digugat dua secara proses dan substansi.”17 Sedangkan reaksi lain dirasakan oleh Nana Mintarti mengenai draf akhir dari Undang-undang Pengelolaan Zakat tersebut: “Ya cukup kaget, UU ini tidak seperti komisi DPR, padahal awalnya ada dua, DPR RI komisi 8 dan Kemenag. Cukup jauh berbeda!”18 Sedangkan menurut Bambang Suherman, beliau merasakan kekecewaan terhadap UUPZ yang baru ini : “Kecewa saja, karena Dompet Dhuafa itu sudah terlibat hampir dua tahun terkait dengan revisional UU No.38 pada saat itu. Dan menjadi bagian dari tim yang selalu memberikan reading pada Komisi VIII yang memperbaharui tentang UU ini. Di rapat dengar pendapat banyak sekali masukan, termasuk kan kami mendraf konsep yang mungkin dalam perspektif kami lebih cocok ya. Karena pada saat itu ada draf dari LAZ dan BAZNAS. Dan tidak terlalu jauh ketidaksesuaian dengan pelaksanaan. Lalu tiba-tiba muncul draf ini yang kemudian diketuk, saya pribadi tidak tahu draf ini dari mana. 16
wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21/05/2013 17 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Selaku sekretaris Jendral FOZ, Selasa 21/05/2013 18 wawancara diperoleh di Kantor IMZ, Ciputat, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Selasa 21/05/2013
49
Dan dalam proses sosialisasinya seharusnya menjadi syarat, bahwa konten sudah disosialisasikan kepada masyarakat. Kemudian draf ini menjadi draf yang aneh dan asing yang muncul sebulan sebelumnya oleh beberapa orang kemudian dimunculkan ke media dan melihatnya bahwa ini sangat berbeda dengan draf-draf sebelumnya. Jelas ini ada kepentingan, ada sisipan-sisipan dari berbagai pihak. Begitu dia keluar dengan draf yang sudah disahkan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, kami juga tidak tahu seperti apa proses perubahan dan dari mana munculnya draf ini. Ya kami kecewalah!”19 Isi Undang-Undang yang menuai pro-kontra pun menjadi pembahasan
tersendiri
bagi
responden.
Banyak
pernyataan
“ketidaksenangan” dengan pasal-pasal yang mengkhawatirkan tersebut. Sebagaimana menurut Sabeth Abilawa sendiri menganggap aneh mengenai pasal 38 dan 41 mengenai pasal pidana : “Pasal yang paling aneh, dampaknya adalah Negara akan melarang pengurus-pengurus masjid menghimpun dana zakat, pengurus panti asuhan menghimpun dana zakat, melarang yayasan-yayasan sosial yang sudah ada memungut dana zakat, termasuk zakat fitrah dan zakat mal, artinya Masjid dan mushola yang sudah ratusan tahun, panitianya setiap ramadhan menghimpun dana harus mengajukan diri sebagai UPZ BAZNAS jika disetujui dan bisa pula tidak disetujui, maka mereka illegal dan bisa dipidana dengan sanksi ini dan ada jutaan orang.”20 Masih dengan pasal yang sama (38 dan 41) Nana Mintarti pun mengemukakan keheranannya mengenai pasal tersebut yang menurutnya masih dianggap abu-abu atau tidak jelas. “Secara sanksi saja masih abu-abu belum jelas ini hukum perdata atau pidana? Yang melakukan tindakan polisikah atau siapa?” Jika melihat dari kacamata seorang penulis buku dan motivator zakat, Muhammad Zen mengatakan:
19
wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat,Selaku sekretaris Jendral FOZ, Selasa 21/05/2013 20 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21/05/2013
50
"Kalau saya pertama dengan UU ini saya berikan apresiasi, berarti pemerintah sudah ada kemajuan, pertama DPR mengesahkan UUPZ karena proses ini saja sudah cukup lama, karena sering kali diulurulur, ketika UUPZ ini mau ketuk palu, ganti pengurus 2009, diundur lagi. akhirnya 2011 disahkan. Kan artinya panjang prosesnya."21 Kesimpulan yang dapat diambil dari respon afektif yang dirasakan oleh keempat pengurus FOZ di atas sangat beragam. Ada yang menerima saja, ada yang bentuk kepeduliannya dengan menggagalkannya, adapula yang kecewa, dan lain sebagainya. Namun jika dilihat dari segi positifnya, kepedulian mereka terhadap Pengelolaan zakat di Indonesia begitu besar.
C. Respon Psikomotorik Terhadap UU No.23/2011 Dengan adanya rangsangan respon kognitif dan afektif akan terjadi rangsangan psikomotirik dimana menurut Jalaludin Rakhmat, respon ini merupakan berupa tindakan, kegiatan atau kebiasaan yang terkait dengan perilaku nyata. Merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku. Dengan sahnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat pada tanggal 27 Oktober 201122 tenyata membawa masalah baru dalam dunia perzakatan di Indonesia, masalahnya adalah isi dari Undang-undang ini dikatakan „mengkhawatirkan‟ beberapa pihak. Menurut Sri Adi Bramasetya (Ketua FOZ 2012-2015) pasal-pasal tersebut adalah : 1) Pasal 15 tentang pembentukan BAZNAS di propinsi dan kabupaten/kota yang cenderung tidak lagi mengakui kewenangan Gubernur dan Bupati/Walikota.
21
wawancara diperoleh di kediaman Muhammad Zen, selaku penulis buku tentang zakat, Sabtu, 27/04/2013 22 INFOZ edisi 15 November-Desember 2011
51
2) Pasal 18 tentang persyaratan pemberian izin bagi LAZ yang mempersyaratkan harus berasal dari organisasi kemasyarakat Islam. 3) Pasal 29 tentang mekanisme „koordinasi‟ BAZNAS dan BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kab/Kota serta antara BAZNAS dan LAZ. 4) Pasal 38 dan pasal 41 tentang ancaman sanksi bagi masyarakat yang mengelola zakat tapi tidak memiliki izin dari pemerintah. Menurutnya, pasal-pasal tersebut jika penjelasan dan petunjuk pelaksanaannya tidak jelas, bisa berakibat menjadi kontra produktif dan mematikan sebagian potensi perkembangan zakat yang sudah baik selama ini. Pada Ketentuan Peralihan (pasal 43) Undang-Undang zakat baru ini BAZNAS, BAZ Propinsi, dan BAZ Kab/Kota yang sudah ada sebelum Undang-undang zakat ini tetap berlaku dan dinyatakan sebagai BAZNAS Pusat, BAZNAS Propinsi dan BAZNAS Kabupaten atau kota. LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum undang-undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan Undang-Undang ini. LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. 23
Dalam hal ini respon psikomotorik yang diberikan oleh Sabeth Abilawa adalah mengajukan Judicial Review. Dengan mengajak atau sosialisasikan kepada anggota FOZ lainnya juga kepada LAZ-LAZ, mengajak mereka untuk ikut menggugat. “Yang menggugat itu ada 19 orang, pemohon individu dan pemohon lembaga Dompet Dhuafa, Rumah Zakat, Lampung Peduli, Lembaga Manajemen Infaq. Kami tergabung dari koalisi masyarakat zakat. Kami menggugat ke MK, yang kedua kami mengadakan sosialisasi kepada anggota FOZ ke LAZ-LAZ, mengajak mereka untuk ikut menggugat. Ada yang tidak peduli di daerah-daerah, sebenarnya yang paling peduli mereka itu LAZ-LAZ provinsi karena tidak ada aturan di sana, mereka digantung nasibnya, yang paling banyak memberikan respon positif adalah LAZ Nasionalnya karena sudah merasa aman dengan adanya pasal LAZ yang sudah ada tinggal 23
http://www.forumzakat.net/index.php?act=paparan&id=16
52
meminta perpanjangan, tetapi LAZ provinsi akan di delete semuanya.”24 Sedangkan menurut beliau dampak yang dapat diperkirakan melalui Judicial Review adalah jika diterima maka akan banyak pasal yang akan diganti atau menggubah seluruh isi Undang-undang tersebut. “Kalau nanti berhasil satu pasal saja digugurkan oleh MK, runtuh nanti, undang-undang jadi banci nanti tidak akan bisa diterapkan. Kemarin kami menggugat 17 pasal, satu pasal misalnya pasal pidana, nah kalau nggak ada sanksi mau ngapain? Mau mengadu apa?”25
Dalam upaya judicial review, beberapa ahli diajukan untuk memperkuat argumentasi betapa bermasalahnya Undang-Undang ini. Ada ahli hukum tata negara dan pidana, yang memahami kedudukan ormas dalam aktivitas publik, memahami perlindungan hak asasi dan hak konstitusional, dan memahami pemidanaan. Ahli syariah Islam dan ekonomi Islam, dengan kompetensi memahami peran serta masyarakat berbagai negara. Akan dihadirkan pula ahli keuangan Negara, yang memahami pengelolaan keuangan negara dalam lembaga-lembaga negara bantu dan pengelolaan dana masyarakat oleh lembaga negara bantu. Terakhir ahli sosiologi/antropologi masyarakat muslim yang memahami peran masyarakat sipil dan negara dalam pelaksanaan agama.26 Judicial review ini memang didukung pula oleh beberapa rekan FOZ
seperti
Bambang
Suherman
dan
Nana
Mintarti
dalam
pernyataannya ;
24
wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21/05/2013 25 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, selaku Ketua Bidang Advokasi dan Pengawasan FOZ, Selasa 21/05/2013 26 Heru Susetyo,dkk, Selamatkan Gerakan Zakat, (Jakarta: KOMAZ), 2012, h, 48
53
“Saya mendukung Teman-teman melakukan Judicial Review, inikan proses legal, dikarenakan menurut teman-teman UUPZ ini kok tidak senafas dengan UUD, ini tujuannya peninjauan ulang.”27
Sedangkan Bambang Suherman sendiri juga mendukung adanya judicial review dengan pernyataanya : “Bentuk kepedulian saya adalah mendukung Judicial Review, dengan hadir ketika sidang.”28 Namun dalam hal ini ada bentuk lain yang dilakukan Nana Mintarti dalam upaya perbaikan zakat di Indonesia: “Ya kita ikut mensosialisasi tentang zakat, baik melalui media cetak, campaign, pelatihan-pelatihan tentang zakat dan sebagainya. Kita masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi, kita menghormati Mahkamah Konstitusi dengan melakukan tabayun. menunggu keputusan. kita berharap diterima jika ditolak ya kita harus menghormati Mahkamah Konstitusi dan kita kan harus menjalankannya. Kalau ditolak ya tidak apa-apa bagaimanapun kita harus jajaki, kita harus mengikuti aturan.”29 Dalam pengajuan Judicial Review atau uji materiil ini Bambang Suherman berharap Mahkamah Konstitusi menyetujuinya sehingga akan dibahas ulang agar kedepannya mendapat jalan keluar bersama. “Harapannya reviewnya diterima. Kalau diterima maka ia akan mengacu pada tentang tuntutan-tuntutan review. Maka akan dibahas ulang.”
Lain halnya dengan Anwar Sani.
27
wawancara diperoleh di Kantor IMZ,selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Ciputat, Selasa 21/05/2013 28 wawancara diperoleh di Kantor Dompet Dhuafa, Selaku sekretaris Jendral FOZ, Selasa 21/05/2013 29 wawancara diperoleh di Kantor IMZ, selaku Sekretaris Bidang Advokasi dan Pengawasan, Ciputat, Selasa 21/05/2013
54
“Karena kalau saya kan orangnya ketika diajarkan guru saya itu tidak memberontak. Kebijakannya seperti apa pasti ada jalan lain untuk menuju ke arah tujuan yang kita tuju, ada cara-cara lain, jadi saya ikut saja aturan pemerintah.”30
Dalam menyikapi undang-undang pengelolaan zakat ini, menurut Sri Adi Bramasetya, respon masyarakat pada dasarnya terbagi ke dalam empat kelompok besar. Kelompok pertama adalah yang setuju sepenuhnya, sehingga melaksanakan seutuhnya. Kelompok kedua yang setuju terhadap sebagian pasal saja, Kekuranganya diperbaiki dengan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama, baru kemudian dilaksanakan. Kelompok ketiga adalah yang menolak sebagian, yang akhirnya melakukan judicial review atas pasal-pasal yang tidak disetujui, untuk selanjutnya setelah diperbaiki dapat dilaksanakan. Adapun kelompok keempat yang menolak sepenuhnya UU ini, kemudian diajukan judicial review untuk dibatalkan dan tidak jadi dilaksanakan sepenuhnya.31 Kesimpulan yang dapat diambil dari respon psikomotorik pengurus FOZ, banyak yang mengajukan judicial review atau uji materiil sebagai respon penolakan terhadap Undang-undang Pengelolaan Zakat. Dengan melihat respon-respon penolakan terhadap UUPZ tersebut, dampak yang terjadi sedikitnya ada tiga kemungkinan. Pertama, jika judicial review ini diterima oleh Mahkamah Konstitusi maka akan ada pasal-pasal yang akan dirombak atau diperbaiki. Kedua, jika judicial review ini diterima baik oleh Mahkamah Konstitusi maka Undang-undang akan diganti seluruhnya. Ketiga, Jika judicial review ditolak maka tidak ada pergantian pada Undang-undang dan semua harus patuh pada aturan
30
wawancara diperoleh di kantor Darul Quran, selaku wakil Sekjed FOZ, Rabu 01/05/2013 31 http://www.forumzakat.net/index.php?act=paparan&id=16
55
Undang-undang pengelolaan zakat tersebut. Harapan terakhir, semua berharap Peraturan Pemerintah akan menjadi solusi yang terbaik.
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN Dalam skripsi ini penulis menyimpulkan tanggapan atau respon pengurus Forum Organisasi Zakat dalam tiga kategori melalui sample 4 pengurus yang ada: 1. Respon Kognitif : Pada respon ini keempat pengurus memiliki penilaian yang tidak jauh berbeda terhadap isi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat dimana secara umum seluruh responden Mengetahui tentang undang-undang tersebut. Walaupun tidak semua responden memahami secara keseluruhan isi pasal dalam undang-undang no.23/2011, apalagi terhadap undang-undang yang dianggap “multitafsir”, namun responden mencoba menerka yang dimaksud pada Undang-undang tersebut sesuai dengan informasi yang mereka dapat atau ketahui. 2. Respon Afektif : Pada respon ini keempat pengurus terdapat perbedaan dalam merespon secara emosi, ada yang tidak senang terhadap isi undang-undang tersebut, ada juga yang setuju terhadap isi undang-undang baru tersebut, ada juga yang kecewa terhadap isi Undang-Undang Pengelolaan Zakat yang baru. Namun dapat disimpulkan itu merupakan bentuk atau tanda kepedulian responden terhadap Undang-undang pengelolaan zakat dan tentunya terhadap pengelolaan zakat di Indonesia. 3. Respon Psikomotorik : Melalui judicial review atau uji materiil 3 dari 4 responden mengajukan Judicial Review yang merupakan jalan legal yang dilakukan pengurus Forum Organisasi Zakat terhadap penolakan isi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Melalui uji materiil inilah yang diharapkan responden dapat merubah isi Undang-Undang Nomor
56
57
23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Dari keempat responden satu dari ketiga responden mengambil sikap tidak mendukung Judicial Review dimana responden tersebut memilih mendukung Undang-undang pengelolaan zakat yang baru.
B. Saran-saran Adapun penulis memberikan saran-saran melalui tiga kategori yakni aspek respon kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik: 1. Respon
Kognitf
:
Dalam
memandang
segala
sesuatu
dibutuhkan kebijakan dan kearifan dalam diri, termasuk dalam hal menilai UUPZ yang baru No. 23/2011. Diharapkan pengurus Forum Organisasi Zakat tidak hanya memandang secara subjektif tetapi juga mencoba melihat secara objektif dimana pengurus juga melihat dari sisi pemerintah yang ingin mencoba menyatukan visi, misi, serta ingin menyentralisasikan pengelolaan zakat yang lebih rapi dan teratur. 2. Respon Afektif : Emosi, kekecewaan, ketidaksetujuan terhadap suatu hal merupakan manusiawi. Namun, hal ini jangan sampai berlarut-larut sehingga
melupakan esensi dan urgensi dari
zakat itu sendiri. 3. Respon Psikomotorik: selagi menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi ada baiknya jalankan saja dahulu pengelolaan
zakat
yang ada
secara
maksimal
apapun
keputusannya akhir nanti, diharapkan pengurus FOZ dapat melapangkan dada, dan menerima hasil akhir Undang-undang Pengelolaan Zakat. Dan hendaknya dapat mengantarkan perbaikan zakat di Indonesia. Baik dari sisi penghimpunan, penyaluran,
dan
kesejahteraan rakyat.
dampak
manfaat
bagi
peningkatan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial. Jakarta: Bulan Bintang. Aflah, Kuntarno Noor, Tajang, Mohd Nasir. 2006. Zakat dan Peran Negara. Jakarta: Forum Organisasi Zakat. Dagun, Save D.1997. Kamus Besar Ilmu Pengetahuan.Jakarta: Lembaga Pengkajian dan Kebudayaan Nusantara. Depdikbud.1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-2.Jakarta: Balai Pustaka. Effendy, Onong Uchjana.2003. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Cet. 3.Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Endarmoko, Eko. 2006. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Fahruddin. 2008. Fiqih Manajemen Zakat di Indonesia. Malang: Uin Press. Hafidhudin, Didin. 2004. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Depok: Gema Insani. Hanurawan, Fattah. 2010.Psikologi Sosial Suatu Pengantar.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Kamarulzaman, A.K.A.,& M. Ahlan Y. Al-Barry. 2005.Kamus Ilmiah Serapan Disertai Entri Tambahan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.(Yogyakarta: Absolut). Nasuhi, Hamid, Ropi, dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Ciputat : CeQDA(Center for Quality Developmen and Assurance ), 2007. Poerwadarminta. 1999.Psikologi Komunikasi, Cet. III. Jakarta : UT. Rakhmat,Jalaludin. 1999.Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sabri, Alisuf. 1993. Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Sendjaya, S. Djuarsa. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
58
59
Solichin, Mohammad Muchlis. 2012. Psikologi Belajar: Aplikasi Teori-Teori Belajar Dalam Proses Pembelajaran Yogyakarta: Suka Press. Subandi, Ahmad. 1982. Psikologi Sosial, Cet. ke-19. Jakarta: Bulan Bintang. Susetyo, Heru, dkk. 2012. Selamatkan Gerakan Zakat: Catatan-Catatan Kritis atas UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Jakarta: Koalisi Masyarakat Zakat. Syarie, Sukmadjaja, Yusuf Rosy. 1984. Indeks Al-Quran. Bandung : PUSTAKA. Tim Forum Organisasi Zakat. 2003.Problematika Zakat Kontemporer.Jakarta : Forum Organisasi Zakat. Tim Institut Manajemen Zakat.2006. Manajemen Zakat Gaya BUMN. Ciputat : Divisi Publikasi Manajemen Zakat. Walgito, Bimo. 1996. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: UGM. ____________. 1997. Psikologi Belajar. Jakarta: Reneka Cipta. Zuhayly, Wahbah. 2005. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. cet. 6. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Zen, Muhammad, Muhammad Hudri. 2005.Zakat dan Wirausaha. Jakarta : Centre for Enterpreneurship Development. Qordawi, Yusuf. 1987.Hukum Zakat. Jakarta : PT. Pustaka Litera,. Zuhaili, Wahbah, Sulaiman, Wahbi, dkk. 2008.Buku Pintar Al-Quran Seven in One. Jakarta: Penerbit Al-Mahira, Undang-Undang Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Lembaran Negara RI Tahun 2011 No. 115, Tambahan No.5255. Jakarta. Media
60
Ariananda, Akmal. 2012. Definisi Organisasi. From http://akmalaria.blogspot.com/2012/11/definisi-organisasi.html, 8 April 2013. Forum Zakat. 2009. From http://forumzakat.net/, 8 April 2013. Ahira, Anne. 2013. Memahami Pengertian Kognitif Afektif Psikomotorik. From http://www.anneahira.com/pengertian-kognitif-afektif-psikomotorik.htm
Wikipedia Indonesia. 2013. Taksonomi http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom
Hanifa,
Bloom.
From
Afriza. 2012. Penguatan BAZNAS, Pengerdilan LAZ?. Fromwww.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/04/18/m2on9p/penguatan
-baznas-pengerdilan-laz, 24 mei 2013
Buwaethy, Ahmad. 2013. Memahami “Memahami “Pasal Pidana” Di dalam UU Pengelolaan Zakat Pasal Pidana” Di dalam UU Pengelolaan Zakat. From Harian-pelita-online.com/cetak/2013/5/23/memahami-“memahami-“pasalpidana”-di-dalam-uu-pengelolaan-zakat-pasal-pidana”-di-dalam-uupengelolaan-zakat#”Ua1IM-TT-So, 25 mei 2013. Majalah INFOZ Edisi 12 Mei-Juni 2011 INFOZ Edisi 15 November-Desember 2011 INFOZ Edisi 16 Januari- Februari 2012
Pedoman Wawancara Kepada Informan Pukul 11.00-11.30 WIB Selasa, 21 Mei 2013 Di Kantor Dompet Dhuafa Ciputat Data Informan Nama : Bambang Suherman Jabatan : Sekretaris Jendral Forum Organisasi Zakat Kognitif Tanya : Sejauh ini, Bapak mengetahui UU Pengelolaan zakat bagaimana? Jawab : Tahu, Dalam prosesnya saya sangat tahu, tapi konten UU-nya kurang tahu. Tanya : menurut bapak, dalam UU bagaimana kedudukan Baznas dan Laz? Jawab: Secara umum bisa dirajuk ke pasal-pasalnya, saya hanya menjelaskan saja ya, UU di kenalkan dengan nama Badan Zakat Nasional. Tapi sebenernya tidak dijelakan juga apakah badan tersebut adalah BAZNAS yang sekarang atau perlu dibuat dengan definisi baru dengan kriteria baru tentang badan tersebut. Nah, tafsir bodohnya, masyarakat menerjemahkan badan tersebut adalah BAZNAS. Mengapa saya katakan tafsir bodoh, karena seharusnya iniyang di kritisi sejak awal. Penolakan kkita terhadap mekanisme dan pelimpahan kewenangan dalam perspektif UU ini bukan karena BAZNASnya tapi karena kualifikasi yang hari ini dimunculkan oleh BAZNAS dibandingkan pengelolaan zakat ini oleh LAZ lainnya. Sehingga agak sulit bagi kita untuk memberikan harapan bahwa akan ada pengelolaan zakat yang rapi dengna performen yang ada. Jadi, menurut saya ini adlah hal yang perlu dicermati. Meskipun sudah ketok palu yang ternyata tafsirnya kepada BAZNAS katanya. Ya tidak apa-apa. Tanya : bagaimana dengna posisi LAZ itu sendiri? Jawab : Dalam UU kan sudah dijelaskan bahwa LAZ sebagai UPZ yang membantu BAZNAS Tanya : Sebenarnya dampak positif dan negative pasal 17-21 mengenai laz itu apa aja? Jawab: Sprit yang ada disini adalah monopoli. Dalam proses pengelolaan dana public ini harus ada control negara yang kuat sehingga dapat dibahas sampai konsepsional ke badan hukum. Padahal, sebenernya yayasan itukan badan hukum. Dalam konsepsi peraturan legalitas pemerintah terharap perlembagaan dan perkumpiulan dan ini harsnya mengacu pada UU ormas yang ada. Maksudnya semua ini juga masih menyisakan permasalahan. Dalam persepektif pribadi saya akan lebih banyak negatifnya kalau kita melihat dari seberapa besar kemampuan melibatkan masyarakat dalam membangun
kampanye tentang sadar zakat. Karena dengan adanya aturan yang membatasi ini mereka akan takut untuk melakukan kontribusi atau terlibat. Mereka akan dikenakan sanksi jika digunakan konsep seeperti itu. Jika belum dilegalkan sebagai ormas berati masyarakat tidak bisa memberikan kontribusi yang sama, karena inikan syariah. Syariah itu aritnya setiiap orang yang muslim memiliki kesadaran tentang agama ini boleh terlibat dan mengajak. Mengajak tidak sebagaimana mengajak tapi memberikan contoh. Dari konsep seperti ini dikhawatirkan akan ada ketakukan karena perlahan-lahan terlhiat menjadi eekslusif milik pemerintah dengan persepsi bagaimana pemerintah mengelola negara sebagaimana yang kita ketahui. Maka ini akan menciptakan perlambatan dalam aksese terhadap infoemasi ke publik. Tanya : menurut bapak, UU ini sudah sesuaikah dengan kondisi masyarakat saat ini? Jawab : saya tidak bisa memprediksi karena belum dijalankan. Jalankan saja dulu. Belum dijalankan saja sudah ada review, ini kan menandakan adanya penolakan elemen elemen masyarakat terhadap inplementasi dan konsepsional UU ini. Afektif Tanya : Bagaimanakah pertama kali bapak mengetahui isi terakhir draf UU ini?
Jawab : Kecewa saja, karena DD itu sudah terlibat hampir 2 tahun terkait dnegan revisional UU no.38 pada saat itu. Dan menjadi bagian dari tim yang sellau memerikan reading pada komisi VIII yang memperbaharui tentang UU ini. Di rapat dengar pendapat banyak sekali masukan, termasukan kami mendraf konsep yang mungkin dalam perspektif kami lebih cocok ya. Karen pada saat itu ada draf dari LAz dan Basnas. Dan tidak terlalu jauh ketidaksesuaian dengan pelaksanaan. Lalu tiba-tiba muncul draf ini yang kemudian diketuk, saya pribadi tidak dahu draf ini dari mana. Dan dalam proses sosialisasinya seharusnya menjadi syarat, bahwa konten sudah disosialisasikan kepada masyarakat. Kemudian draf ini menjadi draf yang aneh dan asing yang muncul sebulan sebelumnya oleh beberapa orang kemudian dimunculkan ke media dan melihatnya bahwa ini sangat berbeda dengan draf-draf sebelumnya. Jelas ini ada kepentingan, ada sisipansispan dari berbagai pihak. Begitu dia keluar dnegan draf yang sudah disahkan dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, kami juga tidak tahu seperti apa proses perubahan dan dari mana munculnya draf ini. Ya kami kecewalah.
Tanya : Adakah pasal-pasal yang bapak setujui? Jawab : Banyak juga yang saya setuju. Senang karena ada UU-nya dan membuat ini menjadi rapi. Sebenarnya tidak penting setuju atau tidak setujunya saya, karena kan sudah diketuk palu. Karena tidak akan berdampak apapun pada hasil skripsi.
Tanya : Bagaimana harapan bapak ke depan terhadap UU ini?
Jawab: Harapan pribadi saya, UU ini dibatalkan. Diamandemen, dijiar, disetujui usulan reviewnya dan dibuat moderat dan demokratis saja yang lebih pastisipatoris. 38 itu juga kan tidak ideal juga sebenarnya. Harapan kita kan merapikan 38 menjadi aturan main yang bisa memfasilitasi banyak pihak agar gerakan zakat menjadi kuat dan bergerak. Itu tidak mungkin terjadi kalau terjadi monopoli. Monopili menciptakan adanya pihak-pihak yang memiliki wewenang besar dan pihak-pihak lain yang memiliki wewenang sekunder, hanya membantu yang lain. Nah, ini menciptakan adanya dampak turunnya spirit-spirit kampanye gerakan zakat. Apalagi kalau urusan zakat menjadi urusan negara. Rasanya umatumat lain juga mengumpulkan dana keagamaan ya, dan itu dipakai untuk memberdayakan umatnya, termasuk juga harus diakui melakukan gerakangerakan jending misalnya. Nah, bagaimana kita mencegah dinamika-dinamika pembodohan di wilayah-wilayah terpencil, daerah terluar, kemudian institusi ilmu yang sampai hari ini tidak memiliki support dari pemerintah termasuk madrasahmadrasah yang saat ini terancam pembiayaannya. Sehingga kalau diatas nama yayasan pengumpulan zakat otomatis tidak merepotkan pemerintah. Tapi seperti yang sekarang ini mereka jadi serba salah, tidak bisa mengumpulkan dan tidak dapat berharap juga dari pemerintah. Yang kemudian menciptakan gep.
PSIKOMOTRIK Tanya : Apa bentuk kepedulian bapak terhadap UU ini? Jawab : Bentuk dukungan untuk Judicial Review Tanya : Apa saja yang sudah bapak lakukan terhdap UU? Jawab : Hadir dalam siding review Tanya :Kira-kira apa sih dampak dari respon yag diberikan bapak terhadap UU ini? Jawab : Harapannya reviewnya diterima. Kalau diterima maka ia akan mengacu pada tentang tuntutan-tuntutan review. Maka akan dibahas ulang.
--Terima kasih banyak atas bantuan bapak/ibu serta mohon maaf atas periilaku kami yang tidak berkenan di hati—
Pedoman Wawancara Kepada Informan Pukul 14.00-15.30 WIB Hari Rabu, 01 Mei 2013 Di Kantor Darul Quran Ciledug Data Informan Nama : Anwar Sani Jabatan : Wakil Sekjend
Tanya : bagaimana pandangan ust. Mengenai baznas yang menjadi central bagi lembaga zakat lainnya? Jawab : Mengenai pasal ini saya tidak menganggap hal ini benar mutlak dan juga tidak menganggap itu salah. Kalau berbicara visi tentu negara benar. Tapi menurut saya pokoknya orang bayar zakat mau zakat di mesjid kek, mau bayar langsung ke lembaga zakat, baznas, kek, yang penting orang yang tidak sadar zakat bisa terdorong untuk berzakat
Tanya : pandangan ust. Mengenai undang-undang? Jawab : Pokoknya saya tidak mau bicara Undang-undangnya itikad saya adalah apapun yang akan digulirkan oleh Undang-undang ini kita akan akomodif kemudian yang lebih penting lagi menurut pemikiran saya adalah mendorong masyarakat yang tadinya tidak tertarik dengan zakat, tidak sadar zakat, bahkan mungkin banyak alasan untuk tidak berzakat, atau mungkin terlalu berpatokan dengan al-mitsal qoul. Karena itu saya memotivasi dan menyampaikan kepada semua orang bahwa semua perlu berzakat. Kalau orang belum ucapkan ijab gimana? Apakah semua wajib berzakat? tidak wajib sih, tapi kita mulai berzakat. Seperti halnya anak kecil yang didorong orang tuanya diajak orang tuanya untuk sholat padahal dia belum wajib. Apakah jadi orang tua yang baik disaat kita bicara kepada anak kita ‘Nak kamu masih kecil jadi tak perlu sholat, nanti saja kalau sudah besar, nanti saja kalau sudah baligh baru sholat’ Pasti semua orangtua tidak ada yang seperti itu. Mereka inginnya anak mereka sholatnya itu dari kecil, nah kita juga seperti itu, saya mendorong orang-orang yang penghasilannya, mungkin baru tiga ratus ribu, lima ratus ribu, tujuh ratus ribu, sejuta, sejuta setengah, dua juta, dan itu belum mencapai nishob sebenarnya, karena nishobnya 520 kg. Nah kalau orang kan berarti yang punya kewajiban zakat itu pengasilan segitu, kalau belum bagaimana? tetap kena zakat, orang seperti itu justru mendorong yang tadinya tidak tersentuh dengan zakat kemudian mereka menjadi mau berzakat. Ssaya posisinya disitu. Jadi, mau undang-undangnya bagaimana silahkan insyaAllah saya dan teman-teman berjuang dengan penuh dedikasi yang luar biasa tapi saya tetap memposisikan diri. Tanya : Bagaimana reaksi Bapak semenjak pertama kali Undang-undang tersebut diajukan?
Jawab : Yang saya tahu waktu undang-undang digulirkan, itu ada berbagai versi, versi forum zakat, versi DPR, versi lainnya ini semuanya jelas berbeda. Kalau versi zakat berbicara tentang bagaimana organisasi ini bisa berjalan, kalau di pemerintah mungkin menurut kita salah tapi menurut pemikiran pemerintah belum tentu salah, jadi tergantung sudut pandangnya dari sudut pandang mana berpikirnya. Apakah salah ketika pemerintah menghendaki semua Lembaga Zakat bersatu? secara visi, secara tujuan, dan secara cita-cita membangun Negeri ini betul. Tapi menjadi salah menurut temen-teman semuanya tergantung sudut pandang, mau yang sudut pandang yang mana? kalau maunya teman-teman inginnya pemerintah itu mengayomi lembaga-lembaga yang sudah berjalan didorong, Nah buat pemerintah tidak menarik, dorong buat apa? kalau bicara dengan pemerintah pasti kembali lagi ke zaman Rasulullah, zaman dimana semua dikelola oleh Negara.
Tanya : Lalu kalau misalnya citra Negara seperti, ada bagian-bagian buruk dari pemerintah. Sedangkan banyak orang yang menilai swasta jauh lebih baik, sedangkan Undang-undang terbaru ini memosisikannya sebagai sentralisasi. Bagaimana menurut pendapat Ustadz? Jawab : Maka dari itu saya tidak menganggap itu benar mutlak dan juga tidak menganggap itu salah. Kalau berbicara visi tentu Negara benar, pokoknya orang bayar zakat mau zakat di mesjid kek, mau bayar langsung ke lembaga zakat, yang penting orang yang tidak sadar zakat bisa terdorong untuk berzakat.
Tanya : Dengan adanya Undang-undang ini, contohnya saja TPA, ini bukan Ormas tapi jatuhnya masih LAZ, bagaimana menurut Ustadz? Jawab : Makanya yang dimaksud oleh pemerintah sebagai lembaga amil zakat itu siapa? Tidak memposisikan diri sebagai lembaga amil zakat itu tidak pernah menyebutkan lembaga amil zakat darul qur’an apakah itu yang dimaksud yang ada di Undang-undang atau tidak termasuk dalam Undang-undang
Tanya : Sedangkan kalau sekirannya TPA TPA ini dipandangan lain juga dipandang negara sebagailah maka sebagai sangsi-sangsi sebagai kena sangsisangsi yang Jawab : Kalau Darul Qur’an ini kan ada ketentuan kalau tidak salah harus ormas sebagai langkah antisipasi, siapa tahu juga kalau memang tertera dianggap sebagai lembaga amil zakat maka kita sudah menyiapkan badan hukum ormas itu langkahnya yang sudah disiapkan dan sudah jadi, kalau mau apa dulu nih, mau bicara tidak lembaga zakat maka oke kita tidak terkait dengan undang-undang tapi kalo berkas dan undang-undang oke kita ajukan kita punya apa namanya sebagai ormas kita sudah disahkan oleh notaris dan departemen sosial. Ya pokoknya kita
sudah catat legalitas bahwa Darul Qur’an adalah formal dan ternyata tidak susah juga ngurus itu, orang kan bingung ternyata gampang juga. -
Karna TPA juga memang sudah ada dakwahnya sosialnya pendidikannya
Tanya Ustadz?
: Nah kalau di mesjid-mesjid itu bagaiimana menurut pandangan
Jawab : Nah lagi-lagi termasuk gak itu? ada gak di undang-undang ini pengelolaan berbagi masjid? apakah salah lagi? Makanya kalau dibilang mengusai saya terus terang saya tidak mengusai titik dalam Undang-undang dari satu persatu detail, inti detail makanya masjid kalau dianggap sebagai ahli zakat apa yang mendasari bahwa pengelolaan zakat di masjid adalah sebagai pengelolaan? Mereka tidak punya identitas belum tentu semua masjid punya legalitas, kelihatan belum tentu juga karena pengelolaan zakat orang yang menyerahkan zakat mereka bisa ke Mushola, Mesjid besar, Yayasan, mungkin kalau di Istiqlal atau di BI atau di Masjid-masjid yang besar atau di Al-Azhar bisa, tapi kalau ke mushola kecil apakah salah kalau orang menyerahkan zakatnya ke mushola kecil? ‘saya nitipin zakat ya’ dan diterima oleh panitia zakat yang panitia itu panitianya pembentukannya seminggu sebelum lebaran dan dibubarkannya seminggu sesudah lebaran, dia megang zakat loh, dititipin zakat loh yang dititipin pengelolaan zakat besar juga. Tanya : bagaimana dengan pasal tentang pidana? Jawab : Pejabat setempat dia dapat izin dari RT/RW dapat izin dari lurah bahkan biasanya di kepanitiannya itu yang jadi pembinanya itu ketuanya sendiri. Bahkan dia bisa jadi pengurus RT/RW nya, Lurah bisa jadi pengrus masjid juga, jadi saya menganggap ini bagus nih Undang-undang ini bagus, makanya kalau buat saya terima saja nih apa yang ada di dalam ini kita akomodir diaplikasi teknisnya, kita akomodir ke semua ormas harus hormat bikin aja semua ormas jadi hormat selesai, apalagi? Gak ada izin? Oke izin gampangin dong cara izinnya, izinnya ke siapa bikin turunannya untuk mesjid-mesjid harus meminta izin kepada BAZNAS daerah-daerah ya kita meminta izin ke BAZNAS daerah, kan gitu itu aja, wong sekarang ini BAZNAS ngumpulin zakat di Jakarta, beda lagi bilang Bazis DKI, beda lagi operasional di Jakarta loh. BAZNAS hebatnya lagi dengan basis daerah itu tidak singkron, tapi saya tidak menyalahkan karena di sini memang posisinya dulu bentuknya dari sini, mengakar kemudian mengakar kemudian tumbuh lembaga yang bernama BAZNAS, nah Bazis daerah SKnya SK gubernur, Bazis kota yang memberikan Negara adalah Bupati izin semua, tapi apakah semuanya ini tertuju ke BAZNAS? Belum tentu juga. Nah makanya kalau dari sisi tujuan pemerintah saya yakin ini tujuannya bagus, cuma harus disinkronkan dengan teman-teman, ya gitu aja sih, makanya saya mau disahkan. Tanya : bagaimana sikap ust terharap UU ini?
Jawab : karena, kalau saya kan orangnya ketika diajarkan guru saya itu tidak memberontak. Kebijakannya seperti apa pasti ada jalan lain untuk menuju ke arah tujuan yg kita tuju, ada cara2 lain.
----- Terima Kasih Banyak atas Bantuan Bapak/Ibu serta Mohon Maaf atas Prilaku Kami yang Tidak Berkenan di Hati -----
Pedoman Wawancara Kepada Informan Pukul 09.30-10.30 WIB Selasa, 21 Mei 2013 Di Kantor Dompet Dhuafa Ciputat Data Informan Nama : Sabeth Abilawa Jabatan : Ketua Bidang III (Advokasi)
Tanya 2011 tentang
: Sejauh mana Bapak mengetahui Undang-undang nomor 23 tahun pengelolaan zakat?
Jawab
: Tahu sekali, sejauh mata memandang.
Tanya
: Di dalam Undang-undang ini, bagaimana kedudukan BAZNAS
dan LAZ? Jawab
:BAZNAS dan LAS relasinya di dalam konteks Undang-undang
LAS adalah bagian dari BAZNAS. Tanya
: Bagaimana dengan BAZNAS itu sendiri?
Jawab
: Sebenarnya Undang-undang itu banyak berbicara tentang
BAZNAS, kalau boleh saya katakan Undang-undang zakat itu bukan undangundang zakat, tapi Undang-undang tentang BAZNAS. Tapi karena nggak enak judulnya, jadi undang-undang zakat. Tanya
: Apa yang Bapak ketahui tentang pasal 17 dan 21 mengenai LAZ?
Jawab
: Pasal ini memberikan makna bahwa sebenarnya perizinan dan
sebagainya itu ada ditangan BAZNAS, artinya BAZNAS boleh tidak mengizinkan masyarakat mendirikan LAZ. Namun, sepanjang itu adalah LAZ baru saya pikir itu tidak terlalu masalah. Tapi LAZ yang sudah lama mau menyertifikasi semuanya, ini tidak berbicara tentang LAZ yang sudah ada. Masyarakat dapat membentuk LAZ, tapi kemudian masyarakat harus memenuhi berbagai kewajiban yang banyak termasuk UPZ harus setorkan uangnya ke BAZNAS, yang tidak masuk akal adalah masjid-masjid adalah UPZ, buat saya tidak masuk akal jika jutaan masjid-masjid di Indonesia harus disentralisasi.
Tanya
: Menurut Bapak dampak positif dan negatif apakah yang akan
terjadi? Jawab
: Dampak positinya tidak ada, hanya catatan-catatan saja yang
lebih tertib, tetapi distribusinya akan banyak masalah karena uang ditarik ke atas lalu diturunkan lagi ke bawah dengan proposal dan permohonan, akan ribet. Tanya
: Jika Undang-undang nomor 23 Bab 2 pasal 7 BAZNAS saat ini
menjadi sentral dalam pengelolaan zakat di Indonesia. Menurut bapak apakah BAZNAS sudah siap atau mampu untuk mengemban amanah besar tersebut? Jawab
: BAZNAS apakah sudah siap? dalam kerangka itu saja saya
menyangsikan bahwa BAZNAS sudah siap, BAZNAS itu lembaga yang masih muda didirikan tahun 2000an atas inisiasi dari lembaga-lembaga yang sudah ada, Dompet Dhuafa salah satunya. Undang-undang itu digagas oleh masyarakat sipil karena butuh payung hukum sebenarnya itu kesalahan kita, kalau Bazis-bazis itu sudah lama, seperti Bazis DKI sudah sejak tahun 60an, dia sudah mempunyai sejarah panjang. Jika BAZNAS ada problem, kalau dia berbicara wilayah, dia mau menghimpun dana dari mana? Nanti akan rebutan dengan Bazis DKI, sama-sama Jakarta. PNnya nanti rebutan. Secara penerimaan BAZNAS masih 30-40 milyar, okelah itu bukan sesuatu yang urgent buat mereka, tapi kan amanah yang besar itu belum pernah mereka kelola, bagaimana mereka mengelola lembaga-lembaga yang sudah lama Bazis DKI aja nggak mau sampai sekarang diharuskan di bawah BAZNAS dari sisi pngumpulan, dari sisi pendistribusian saya tidak melihat program-programnya tidak kreatif dan sebagainya, karena kultur birokrasi terlalu panjang kultur harus izin dan sebagainya.
Tanya
: Dalam UU ini ada pro kontra mulai dari pasal 17, 18 sampai 21
tadi mengenai LAZ juga mengenai pidana pasal 38 dan 41. Bagaimana pendapat Bapak terhadap pro kontra yang terjadi, ada yang meminta uji banding dan lainlain? Jawab
: untuk yang pidana menurut saya pasal yang paling aneh,
dampaknya
adalah
Negara
akan
melarang
pengurus-pengurus
masjid
menghimpun dana zakat, pengurus panti asuhan menghimpun dana zakat,
melarang yayasan-yayasan social yang sudah ada memungut dana zakat, termasuk zakat fitrah dan zakat mal, artinya Masjid dan mushola yang sudah ratusan tahun, panitianya setiap ramadhan menghimpun dana harus mengajukan diri sebagai UPZ BAZNAS jika disetujui dan bisa pula tidak disetujui, maka mereka illegal dan bisa dipidana dengan sangsi ini dan ada jutaan orang. Tanya
: Bagaimana pertamakalinya saat Bapak mengetahui draf akhir UU
no 23? Jawab
: secara proses ini banyak kebohongan dan tipu muslihat, kita juga
punya draf pemerintah dan draf masyarakat sipil, dua-duanya maju waktu menjelang menit menit akhir, itu drafnya masih seperti yang kita bayangkan, ini oke, tiba-tiba menjelang rapat paripurna itu naskah drafnya tidak boleh di sirkulasi, ada problem disitu, semua tenaga ahli yang kita hubungi juga tidak mau menyerahkan, agak aneh juga, sebenarnya ada beberapa mantan hakim MK seperti Mukhti Ali menyaran kan kita bukan hanya uji materi tetapi juga uji formal untuk menguji bahwa Undang undang ini melalui proses yang benar ketika diparipurnakan, tapi kami tidak ada waktu memikirkannya, sebenarnya ini bisa diuji di gugat dua secara proses dan substansi. Tanya
: Tapi Bapak peduli kan terhadap Undang-undang nomor 23?
Jawab
: Saya peduli untuk menggagalkan undang-undangya.
Tanya
: Adakah pasal-pasal yang tidak Bapak setujui?
Jawab
: Saya tidak bicara pasal kalau dalam kontstruksi, karena secara
konstruksinya saja sudah salah, saya akan menolak semuanya. Tanya
: Harapan ke depan untuk UU No 23 tahun 2011 ini apa?
Jawab
: MK mengabulkan permintaan kami
Tanya
: Sejauh ini Undang-undang ini sudah diterapkan atau belum, Pak?
Jawab
: Tentu sudah, secara aturan perundang-undangan jika sudah di
ketuk sudah diterapkan. Tanya
: Bentuk kepedulian Bapak terhadap UU ini apa?
Jawab
: Kepedulian saya adalah saya menggugat Undang-undang ini.
Tanya
: Kalau boleh tahu yang menggugat itu siapa saja, Pak?
Jawab
: Yang menggugat itu ada 19 orang, pemohon individu dan
pemohon lembaga Dompet Dhuafa, Rumah zakat, lampung peduli, lembaga manajemen infaq, Kami tergabung dari koalisi masyarakat zakat. Tanya
: Sejauh ini Respon dalam bentuk apa saja yang sudah bapak
lakukan selain menggugat? Jawab
: Kami menggugat ke MK, yang kedua kami mengadakan
sosialisasi kepada anggota FOZ ke LAZ-LAZ, mengajak mereka untuk ikut menggugat. Ada yang tidak peduli di daerah-daerah, sebenarnya yang paling peduli mereka itu LAZ-LAZ provinsi karena tidak ada aturan di sana, mereka digantung nasibnya, yang paling banyak memberikan respon positif adalah LAZ Nasionalnya karena sudah merasa aman dengan adanya pasal LAZ yang sudah ada tinggal meminta perpanjangan, tetapi LAZ provinsi akan di delete semuanya. Tanya
: Dampak dari respon Bapak dan kawan-kawan tersebut itu apa?
Jawab
: Kalau nanti berhasil satu pasal saja digugurkan oleh MK, runtuh
nanti, undang-undang jadi banci nanti tidak akan bisa diterapkan. Kemarin kami menggugat 17 pasal, satu pasal misalnya pasal pidana, nah kalau nggak ada sanksi mau ngapain? Mau mengadu apa? Apa yang dilakukan FOZ itu terbelah dua, pertama karena FOZ itu terdiri dari BAZNAS, bahkan FOZ sendiri tidak bersikap maka itu kami membentuk ormas, FOZ tidak bersikap karena di dalamnya ada anggota BAZNAS, teman-teman yang diamanahkan sebagai ketua FOZ dan Sekjen dia harus menjaga citranya terhadap anggotanya yang lain. Padahal amanah Munas Semarang itu mengatakan bahwa yudisial harus menjadi pengurus anggota yang baru, temen-temen anggota banyak yang kecewa. Nah jika FOZ dipimpin oleh termasuk Dompet Dhuafa ya berarti rezekinya DD, bukan hanya susah tetapi banyak yang terbelah, lembaga FOZ dan lembaga zakat DD misalnya ada yang pro ada yang kontra. Tanya yang terjadi?
: Menurut Bapak bagaimana cara menyikapinya dengan pro kontra
Jawab
: Kalau di DD yang kontra ada sebagian sedikit sekali, kalau di
FOZ sangat saya sayangkan karena di FOZ tidak bersikap untuk membentuk ormas maka saya tidak aktif lagi di FOZ, menunggu keputusan MPO. Keputusan MK kita kalah saya keluar dari FOZ, kalau kita menang saya suruh BAZNAS keluar dari FOZ.
--Terima kasih banyak atas bantuan bapak/ibu serta mohon maaf atas periilaku kami yang tidak berkenan di hati—
Pedoman Wawancara Kepada Informan Pukul 13.00-14.00 WIB Selasa, 21 Mei 2013 Di Kantor IMZ Data Informan Nama : Nana Mintarti Jabatan : Sekretaris Bidang III (Advokasi) KOGNITIF (PENGETAHUAN) Tanya : Menurut anda, apakah dampak positif dan negatif jika pasal 17-21 (mengenai LAZ) diterapkan. Jawab : Niat baik ingin mengatur, mensentralisasi agar lebih terkoordinir yang mungkin kacamata Kemenag dan Baznas, LAZ kok sendiri-sendiri, agar bisa terjadi sinergi terkoordinir dan terprogram. Aspek negatifnya, LAZ lahir dan tumbuh dari masyarakat, jauh sebelum UU no.38 LAZ sudah eksis. LAZ yang sudah banyak peran dan sudah dirasakan masyarakat tiba-tiba harus tergabung dengan Baznas, sehingga peran itu menjadi dikecilkan. Padahal masyarakat itu berasal dari trust, karena ini tidak bisa dipaksa seperti pajak, sedangkan zakat dalam UU tidak ada paksaan. Dengan seperti itu tidak ada paksaan tetapi melaluui program yang menarik sehingga menimbulkan trust menjadi kurang "efektif". Efek negatif kedua yaitu menurunkan semangat para aktifis LAZ. Tanya : Jika dilihat UU no. 23 tahun 2011 di bab ke-2 pasal ke 7 BAZNAS saat ini akan menjadi central dalam pengelolaan zakat di Indonesia, menurut anda apakah BAZNAS sudah siap dan mampu untuk mengemban amanah tersebut? Jawab : Tampaknya sedang melakukan pembenahan, ya kita lihat saja buktinya nanti, kita lihat 3 tahun kedepan. Kita lihat perolehan penghimpunan ada peningkatan atau tidak. Tanya : UU no. 23 tahun 2011 dikatakan pada pasal 17,18,38 dan 41 menjadi pro-kontra di masyarakat, bagaimana pendapat anda? Jawab : Teman-teman melakukan Judicial Review, inikan proses legal, ini kok tidak senafas dengan UUD, ini tujuannya peninjauan ulang. Tanya : Menurut anda UU baru ini sudahkah sesuai dengan kondisi masyarakat di Indonesia saat ini?
Jawab : Masyarakat yang UU-nya saja itu hanya sedikit (kecuali zakat fitrah) mungkin tidak lebih datu 10-20% dalam ... sosialisasi belum optimal yang tahu kalau itu diatur justru malah hanya 5%. AFEKTIF (EMOSI/PERASAAN) Tanya : Bagaimana reaksi pertama kali saat mengetahui isi (draft akhir) UU no. 23 tahun 2011 ini? Jawab : Ya cukup kaget, UU ini tidak seperti komisi DPR, padahal awalnya ada dua, DPR RI komisi 8 dan Kemenag. Tanya : Setujukah anda terhadap pasal pidana pada pasal 39-42? Jika tidak pasal berapa saja yang menurut anda tidak relevan? Jawab : Secara sanksi masih abu-abu belum jelas ini hukum perdata atau pidana? Yang melakukan polisi atau siapa? Tanya : Harapan ke depan terhadap UU no 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat? Jawab : Terjadi proses saling mensinergikan tidak saling tumpang tindih. 1. Ada pemisahan regulator, pengawas. Jika BAZNAS mau jadi regulator, ya jangan jadi operator. 2. Zakat sebagai pengurang pajak. 3. Sanksi bagi muzaki, justru UU ini malah amil yang disanksi. PSIKOMOTORIK (TINDAKAN) Tanya : Apakah bentuk kepedulian anda terhadap UU ini? Jawab : Ya kita ikut mensosialisasi tentang zakat, baik melalui media cetak, campaign, pelatihan-pelatihan. Kita masih menunggu MK, kita menghormati Mahkamah Konstitusi melakukan tabayun. menunggu keputusan. kita berharap diterima jika ditolak ya kita harus menghormati dan kita kan harus menjalankannya. Kalau ditolak ya tidak apa-apa bagaimanapun kita harus jajaki, kita harus mengikuti aturan. ----- Terima Kasih Banyak atas Bantuan Bapak/Ibu serta Mohon Maaf atas Prilaku Kami yang Tidak Berkenan di Hati -----
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa
negara
menjamin
kemerdekaan
tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan
untuk
beribadat
menurut
agamanya
dan
kepercayaannya itu;
b. bahwa menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi
umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam;
c. bahwa zakat merupakan pranata keagamaan yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
keadilan
dan
kesejahteraan masyarakat;
d.
bahwa dalam rangka meningkatkan dayaguna dan
hasil guna,
zakat harus dikelola secara melembaga
sesuai dengan syariat Islam;
e. bahwa
Undang-Undang
Nomor
38
Tahun
1999
tentang Pengelolaan Zakat sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat,
sehingga perlu diganti;
f. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan
huruf
e
perlu
membentuk
Undang-Undang
tentang Pengelolaan Zakat;
Mengingat
: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 29, Undang-Undang Tahun 1945;
Dasar
dan Pasal 34 ayat (1)
Negara
Republik
Indonesia
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
TENTANG
PENGELOLAAN
ZAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pengelolaan
zakat
pelaksanaan,
adalah
dan
kegiatan
perencanaan,
pengoordinasian
dalam
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat.
2.
Zakat
adalah
harta
yang
wajib
dikeluarkan
oleh
seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam.
3.
Infak adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang
atau
badan
usahan
di
luar
zakat
untuk
kemaslahatan umum.
4.
Sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan
oleh seseorang atau
badan usaha di luar zakat
untuk kemaslahatan umum.
5.
Muzaki adalah seorang muslim atau badan usaha
yang berkewajiban menunaikan zakat.
6.
Mustahik adalah orang yang berhak menerima zakat.
7.
Badan Amil Zakat Nasional yang selanjutnya disebut
BAZNAS
adalah
lembaga
yang
melakukan
pengelolaan zakat secara nasional.
8.
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ
adalah Lembaga yang dibentuk masyarakat yang
memiliki
tugas
membantu
pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat.
9.
Unit Pengumpul Zakat yang selanjutnya disebut UPZ
adalah
satuan
organisasi
yang
dibentuk
oleh
BAZNAS untuk membantu mengumpulkan zakat.
10. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan
hukum.
11. Hak Amil adalah bagian tertentu dari zakat yang
dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam
pengelolaan zakat sesuai dengan syariat Islam.
12. Menteri
adalah menteri
yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a.
syariat Islam;
b.
amanah;
c.
kemanfaatan;
d.
keadilan;
e.
kepastian hukum;
f.
terintegrasi; dan
g.
akuntabilitas.
Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a.
meningkatkan
efektivitas
dan
efisiensi
pelayanan
dalam pengelolaan zakat; dan
b.
meningkatkan
manfaat
kesejahteraan
zakat
masyarakat
untuk dan
mewujudkan
penanggulangan
kemiskinan.
Pasal 4
(1) Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah.
(2) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. emas, perak, dan logam mulia lainnya;
b.
uang dan surat berharga lainnya;
c. perniagaan;
d.
pertanian, perkebunan dan kehutanan;
e. peternakan dan perikanan;
f. pertambangan;
g.
perindustrian;
h.
pendapatan dan jasa; dan
i. rikaz.
(3) Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan
harta
yang
dimiliki
oleh
muzaki
perseorangan atau badan usaha.
(4)
Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan
zakat
fitrah
dilaksanakan
sesuai
dengan
syariat
Islam.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara
penghitungan
zakat
mal
dan
zakat
fitrah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan diatur
dengan Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
(1)
Untuk
melaksanakan
pengelolaan
zakat,
Pemerintah membentuk BAZNAS.
(2)
BAZNAS
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
pada
ayat
(1)
berkedudukan di ibu kota negara.
(3)
BAZNAS
sebagaimana
dimaksud
merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri.
Pasal 6
BAZNAS
merupakan
lembaga
yang
berwenang
melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
(1)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
c. pengendalian
pengumpulan,
pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat;
d.
pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat.
(2) Dalam
melaksanakan
tugas
dan
fungsinya,
BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak terkait
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3)
BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya
secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan
kepada
Dewan
Perwakilan
Rakyat
Republik
Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
(1)
BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota.
(2)
Keanggotaan
BAZNAS
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari
unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah.
(3)
Unsur
masyarakat
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional,
dan tokoh masyarakat Islam.
(4)
Unsur
Pemerintah
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (2) dapat ditunjuk dari kementerian/instansi
yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
(5) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang
wakil ketua.
Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
Pasal 10
(1) Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
(2) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat
oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.
(3) Ketua
dan
Wakil
Ketua
BAZNAS
dipilih
oleh
anggota.
Pasal 11
Persyaratan
untuk
dapat
diangkat
sebagai
anggota
BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling
sedikit harus:
a.
warga negara Indonesia;
b.
beragama Islam;
c.
bertakwa kepada Allah SWT;
d.
berakhlak mulia;
e.
berusia minimal 40 (empat puluh) tahun;
f.
sehat jasmani dan rohani;
g.
tidak menjadi anggota partai politik;
h.
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat;
dan
i.
tidak
pernah
pidana
dihukum
kejahatan
yang
karena
melakukan
diancam
dengan
penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan apabila:
tindak
pidana
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak
dapat
melaksanakan
tugas
selama
3
(tiga)
bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan
dan
pemberhentian
dimaksud
dalam
anggota
Pasal
10
BAZNAS
diatur
sebagaimana
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1)
Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibantu
oleh sekretariat.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata
kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi
Dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
(1)
Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada
tingkat
provinsi
dan
kabupaten/kota
dibentuk
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
(2)
BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul
gubernur
setelah
mendapat
pertimbangan
BAZNAS.
(3)
BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri
atau
pejabat
bupati/walikota
yang
ditunjuk
setelah
mendapat
atas
usul
pertimbangan
BAZNAS.
(4) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak
mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS
kabupaten/kota,
Menteri
atau
pejabat
yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS provinsi
atau
kabupaten/kota
setelah
mendapat
pertimbangan BAZNAS.
(5)
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
melaksanakan
tugas
dan
fungsi
BAZNAS
provinsi atau kabupaten/kota masing-masing.
Pasal 16
(1)
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya,
di
BAZNAS,
BAZNAS
kabupaten/kota instansi
dapat
pemerintah,
provinsi,
BAZNAS
membentuk
badan
usaha
UPZ
milik
pada
negara,
badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan
perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta
dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan,
kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata
kerja
BAZNAS
provinsi
kabupaten/Kota
diatur
dan
BAZNAS
dengan
Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk
membantu
pengumpulan,
BAZNAS
pendistribusian
dalam dan
pelaksanaan
pendayagunaan
zakat, masyarakat dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
(1) Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri
atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya
diberikan
apabila
memenuhi
persyaratan
paling
sedikit:
a. terdaftar Islam
sebagai
yang
organisasi
mengelola
kemasyarakatan
bidang
pendidikan,
dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis, administratif dan
keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki
program
untuk
mendayagunakan
zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan
secara berkala.
Pasal 19
LAZ
wajib
melaporkan
pelaksanaan
pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah
diaudit kepada BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan organisasi,
mekanisme
perizinan,
pembentukan
perwakilan,
pelaporan, dan pertanggungjawaban LAZ diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGUMPULAN, PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
(1) Dalam
rangka
melakukan
pengumpulan
penghitungan
zakat,
sendiri
atas
muzaki
kewajiban
zakatnya.
(2) Dalam
hal
kewajiban
tidak
dapat
zakatnya,
menghitung
muzaki
dapat
sendiri
meminta
bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS
atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
(1)
BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran
zakat kepada setiap muzaki.
(2)
Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan
kena pajak.
Pasal 24
Lingkup
kewenangan
BAZNAS,
BAZNAS
pengumpulan provinsi,
zakat
dan
oleh
BAZNAS
kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib
didistribusikan
kepada
mustahik
sesuai
syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan
prinsip
pemerataan,
kewilayahan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
keadilan,
dan
Pasal 27
(1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif
dalam
rangka
penanganan
fakir
miskin
dan
peningkatan kualitas umat.
(2) Pendayagunaan
zakat
untuk
usaha
produktif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan
zakat
untuk
usaha
produktif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
Dan Dana Sosial keagamaan Lainnya
Pasal 28
(1) Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga
dapat menerima infak, sedekah, dan dana social
keagamaan lainnya.
(2) Pendistribyusian sedekah,
dan
dan
dana
pendayagunaan
sosial
keagamaan
infak,
lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai
dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
(3) Pengelolaan keagamaan
infak,
sedekah,
lainnya
dan
harus
dana
sosial
dicatat
dalam
pembeukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 29
(1) BAZNAS
kabupaten/kota
wajib
menyampaikan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
provinsi dan pemerintah daerah secara berkala.
(2) BAZNAS provinsi wajib
menyampaikan
laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS
dan pemerintah daerah secara berkala.
(3) LAZ
wajib
menyampaikan
laporan
pelaksanaan
pengelolaan zakat, infak, sedekah
dan dana sosial
keagamaan
BAZNAS
lainnya
kepada
pemerintah daerah secara berkala.
(4) BAZNAS wajib menyampaikan laporan
dan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah dan
dana
sosial
keagamaan
lainnya
kepada
Menteri
secara berkala.
(5) Laporan
neraca
tahunan
BAZNAS
diumumkan
melalui media cetak atau media elektronik.
(6) Ketentuan
lebih
lanjut
mengenai
pelaporan
BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ,
dan
BAZNAS
diatur
dengan
Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk
melaksanakan
tugasnya,
BAZNAS
dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
Hak Amil.
Pasal 31
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, BAZNAS provinsi
dan
BAZNAS
kabupaten/kota
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), dibiayai dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil.
(2) Selain ayat
pembiayaan (1)
sebagaimana
BAZNAS
provinsi
dimaksud dan
pada
BAZNAS
kabupaten/kota dapat dibiayai dengan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan hak amil untuk membiayai
kegiatan operasional.
Pasal 33
(1) Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan Hak Amil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 31
ayat (1), dan Pasal 32 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30
dan Pasal 31 dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 34
(1) Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan
terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ.
(2) Gubernur
dan
Bupati/Walikota
dan
pengawasan
pembinaan
melaksanakan
terhadap
BAZNAS
provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai
dengan kewenangannya.
(3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan
ayat
(2)
meliputi
fasilitasi,
sosialisasi,
dan
edukasi.
BAB VI
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 35
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pembinaan
dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam rangka:
a. meningkatkan
kesadaran
masyarakat
menunaikan zakat melalui BAZNAS
untuk
dan LAZ;
dan
b. memberikan saran untuk peningkatan kinerja
BAZNAS dan LAZ.
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk :
a. akses terhadap informasi tentang pengelolaan
zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ;
dan
b. penyampaian
informasi
apabila
terjadi
penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang
dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 36
(1)
Pelanggaran
terhadap
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28
ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai
sanksi administratif berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
penghentian sementara dari kegiatan; dan/atau
c. (2)
pencabutan izin.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan tindakan memiliki,
menjaminkan,
menghibahkan,
menjual,
dan/atau
mengalihkan zakat, infak, sedekah, dan/atau sosial
keagamaan
lainnya
yang
dana
ada
dalam
pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku
amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian,
atau
pendayagunaan
zakat
tanpa
izin
pejabat
yang
berwenang.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum
tidak melakukan pendistribusian zakat
sesuai dengan
ketentuan Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar
ketentuan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal 37 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
Pasal 38
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun
dan/atau
pidana
denda
paling
banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 merupakan pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
(1) Badan Amil Zakat Nasional yang telah ada sebelum
Undang-Undang tugas
dan
ini
fungsi
berlaku
sebagai
tetap
menjalankan
BAZNAS
berdasarkan
Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS
yang baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
(2) Badan Amil Zakat Daerah provinsi dan Badan Amil
Zakat
Daerah
sebelum
kabupaten/kota
Undang-Undang
yang
ini
telah
berlaku
ada
tetap
menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota berdasarkan
Undang-Undang
ini
sampai
terbentuknya
kepengurusan baru berdasarkan Undang-Undang
ini.
(3) LAZ yang telah dikukuhkan oleh Menteri sebelum
Undang-Undang
ini
berlaku
dinyatakan
sebagai
LAZ berdasarkan Undang-Undang ini.
(4) LAZ sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib
menyesuaikan diri paling lambat
5 (lima) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
Peraturan Zakat Nomor
Perundang-undangan
dan
peraturan
pelaksanaan
38
Tahun
1999
(Lembaran
Negera
Republik
Nomor
164;
tentang
Tambahan
tentang
Undang-Undang
Pengelolaan
Indonesia
Lembaran
Pengelolaan
Tahun
Negara
Zakat
1999
Republik
Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang
ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan.
Agar
setiap
orang
pengundangan penempatannya
mengetahuinya,
Undang-Undang dalam
Lembaran
memerintahkan
ini
Negara
dengan
Republik
Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
25 November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA
TAHUN
NOMOR 115
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGERA RI
Asisten Deputi Perundang-undangan
Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,
ttd.
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2011
2011
TENTANG
PENGELOLAAN ZAKAT
I. Umum
Negara menjamin memeluk
agamanya
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
masing-masing
dan
beribadat
menurut
agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan
kewajiban bagi umat yang mampu sesuai dengan syariat Islam.
Zakat
merupakan
meningkatkan
pranata
keagamaan
keadilan,
yang
kesejahteraan
bertujuan
untuk
masyarakat,
dan
penanggulangan kemiskinan.
Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna, zakat
harus
dikelola
secara
melembaga
sesuai
dengan
syariat
Islam,
amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan
akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelayanan dalam pengelolaan zakat.
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 1999 tentan Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak
sesuai
lagi
dengan
perkembangan
kebutuhan
hokum
dalam
masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur
dalam
Undang-Undang
ini
meliputi
kegiatan
perencanaan,
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan.
Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu
kota Negara, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.
BAZNAS merupakan lembaga yang pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
Menteri. BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan
tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian,
dan
pendayagunaan
zakat,
masyarakat
membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ mendapat izin LAZ
wajib
dapat
wajib
Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
melaporkan
secara
berkala
kepada
BAZNAS
atas
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan.
Zakat wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan
syariat Islam. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas
dengan
memperhatikan
prinsip
pemerataan,
keadilan,
dan
kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif
dalam rangka peanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima
menerima
infak,
zakat,
sedekah,
dan
BAZNAS dana
atau
sosial
LAZ
juga
keagamaan
dapat
lainnya.
Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam
dan
dilakukan sesuia dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi
dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri.
Untuk Anggaran Sedangkan
melakukan Pendapatan BAZNAS
tugasnya, dan
BAZNAS
Belanja
provinsi
dan
Negara
dibiayai dan
BAZNAS
Hak
dengan
Amil.
kabupaten/kota
dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak
Amil, serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas ”amanah” adalah pengelola
zakat harus dapat dipercaya.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas ”kemamfaatan” adalah
pengelolaan
zakat
dilakukan
untuk
memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas ”keadilan” adalah
pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan
secara adil.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas ”kepastian hukum” adalah
dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan kepastian
hukum bagi mustahik dan muzaki.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas ”terintegrasi” adalah
pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam
upaya
meningkatkan
pengumpulan,
pendistribusian
dan pendayagunaan zakat.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas ”akuntabilitas” adalah
pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan
diakses oleh masyarakat.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Yang dimaksud dengan ”rikaz” adalah harta
temuan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan ”badan usaha” adalah badan
usaha yang dimiliki umat Islam yang meliputi badan
usaha yang tidak berbadan hukum seperti firma dan
yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pihak terkait” antara lain
kementerian, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), atau
lembaga luar negeri.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau
BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah
baitu mal.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Yang dimaksud ”tempat lainnya” antara lain masjid dan
majelis taklim.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”usaha produktif adalah usaha
yang mampu meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan
kesejahteraan.
Yang dimaksud dengan ”peningkatan kualitas umat”
adalah peningkatan sumber daya manusia.
Ayat (2)
Kebutuhan dasar mustahik meliputi kebutuhan pangan,
sandang, perumahan, pendidikan dan kesehatan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
5255